You are on page 1of 28

POTENSI EKONOMI WILAYAH PESISIR

KABUPATEN TULANG BAWANG


Oleh: Indra Gumay Yudha, M.Si
(Staf Pengajar PS Budidaya Perairan, Fak. Pertanian, Univ. Lampung)
Email: indra_gumay@yahoo.com

1. PROFIL WILAYAH PESISIR TULANG BAWANG

1.1 Gambaran Umum

Wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah peralihan antara daratan dan lautan,
ke arah darat adalah daerah daratan yang masih dipengaruhi oleh fenomena yang
terjadi di lautan seperti pasang surut, abrasi, intrusi air laut, dan lain-lain;
sedangkan ke arah laut adalah wilayah laut yang masih dipengaruhi oleh aktivitas
yang terjadi di daratan. Wilayah pesisir dan lautan di masa lalu kurang mendapat
perhatian oleh pemerintah. Pemerintah pada saat itu lebih menitikberatkan
pembangunan di sektor pertanian yang mengarah pada terciptanya swasembada
pangan. Hal ini dapat dilihat dari minimnya sarana dan prasarana yang telah
dibangun oleh pemerintah di wilayah pesisir bila dibandingan dengan kawasan
ataupun sektor lainnya, sehingga menyebabkan ketertinggalan dan menjadikan
masyarakat pesisir hidup dalam kondisi yang memprihatinkan.

Akibat minimnya perhatian pemerintah saat itu terhadap pembangunan pesisir dan
laut menyebabkan pengelolaan wilayah tersebut menjadi semakin tidak menentu.
Menurut Dahuri (2000), gambaran atau potret pembangunan pesisir dan laut di
masa lalu adalah sebagai berikut:

• Pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan pada umumnya bersifat ekstraktif, tidak


berkelanjutan dan hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk.
• Menciptakan ekonomi dualistik dimana terjadi kesenjangan yang lebar antara
kelompok pengusaha kecil (tradisional) dengan pengusaha besar.

1
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
• Kawasan pesisir dan laut dianggap sebagai “keranjang sampah” dari berbagai
jenis limbah dan sedimen yang berasal dari kegiatan di darat.
• Konflik (egoisme) sektoral, dimana sektor-sektor yang dapat menghasilkan
cash money jangka pendek dan tidak memerlukan kualitas lingkungan yang
tinggi.
• Terjadi ketidakseimbangan tingkat pemanfaatan dan kerusakan lingkungan
antar wilayah.

Wilayah pesisir di Kabupaten Tulang Bawang merupakan bagian dari pantai timur
Lampung yang saat ini kondisinya memprihatinkan. Kerusakan lingkungan yang
terjadi akibat pengembangan tambak udang terjadi di hampir seluruh wilayah
tersebut. Alih fungsi lahan yang pada mulanya berupa hutan mangrove menjadi
tambak udang secara tidak terkontrol telah menimbulkan peningkatan abrasi
pantai, penurunan produksi perikanan akibat hilangnya fungsi mangrove sebagai
habitat, tempat mencari makan, dan tempat pembesaran ikan dan biota laut
lainnya, serta masalah-masalah lingkungan lainnya. Gambaran ini dapat dilihat di
wilayah pesisir Kabupaten Tulang Bawang yang berada di sekitar Kecamatan
Dente Teladas dan Rawajitu Timur.

Sebagian besar penduduk desa yang berada di wilayah pesisir bermata


pencaharian sebagai nelayan dan petambak. Kondisi hutan mangrove yang
terdapat di desa-desa tersebut pada umumnya sudah rusak karena telah
dialihfungsikan menjadi areal pertambakan. Ketebalan hutan mangrove dari tepi
pantai rata-rata paling jauh hanya 25 meter, mulai dari muara Way Seputih hingga
muara sungai Tulang Bawang. Hanya sebagian kecil hutan mangrove, lebih
kurang 1 km, yang terletak di bagian utara muara sungai Tulang Bawang yang
masih mempunyai ketebalan hingga 100 m. Itupun sudah mulai terancam
keberadaannya karena di bagian belakangnya sudah rusak digunakan sebagai
tambak. Tambak-tambak tersebut mulai batas tanaman mangrove hingga
beberapa kilometer ke dalam.

Sistem tambak yang ada di wilayah tersebut umumnya menggunakan sistem


tambak yang diadopsi dari Pati (Jawa Tengah), yaitu dengan membersihkan areal
tambak dari pohon-pohon mangrove, sehingga sistem ini dianggap sebagai sistem
2
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
yang mengancam keberadaan hutan mangrove. Para petambak yang mengadopsi
sistem ini mengganggap hutan mangrove mengganggu tambak, karena:
menghalangi angin yang digunakan untuk sirkulasi udara alami, menyusahkan
pada waktu panen karena terganggu akar-akar tanaman mangrove, luasan
tambak menjadi berkurang, udang tidak dapat ke tengah atau menyebar, dan
menjadi tempat berkumpulnya hama tambak, seperti biawak, ular, dan
lingsang/berang-berang.

Pentingnya keberadaan hutan mangrove sebenarnya sudah diketahui oleh


masyarakat petambak. Hal ini karena penyuluhan dan sosialisasi tentang hutan
mangrove sering dilakukan oleh aparat instansi terkait, baik dari kabupaten
maupun dari provinsi. Mereka umumnya sudah mengetahui bahwa hutan
mangrove tidak boleh ditebang sepanjang 200m sebagai jalur hijau di tepi pantai.
Meskipun demikian selalu saja ada orang yang melanggar ketentuan tersebut
untuk membuat tambak.

Dari hasil pengamatan di sekitar Sungai Burung (Kecamatan Dente Teladas)


diperoleh data berupa Kerapatan Relatif, Frekuensi Relatif, Dominansi Relatif, dan
Indeks Nilai Penting (INP) untuk fase pohon dan fase pancang, sedangkan
vegetasi pada fase tiang tidak ditemukan pada petak contoh. Pada fase pohon,
jenis pohon yang menyusun hutan mangrove yang ditemui hanya 3 jenis dengan
INP terttinggi dimiliki oleh pohon Avicennia marina sebesar 205, 54 %, disusul
oleh Rhizopora apiculata sebesar 75,84 %, sedangkan yang terkecil adalah jenis
Sonneratia alba sebesar 18,62 %. Pada fase pancang, jenis Avicennia marina
juga memiliki nilai INP tertinggi yaitu sebesar 201,05 %, disusul jenis Rhizopora
apiculata sebesar 82,44 %, dan yang terkecil adalah Sonneratia alba sebesar
16,52 %. Pada fase semai, jenis Avicennia marina tetap mendominasi dengan
jumlah sebanyak 6 buah, disusul Rhizopora apiculata sebanyak 4 buah, dan yang
paling sedikit adalah jenis Sonneratia alba sebanyak 1. Dari hasil analisis vegetasi
dapat disimpulkan bahwa hutan mangrove yang ada di plot sampel dan sekitarnya
terdiri dari 3 jenis saja. Ini berarti bahwa jenis vegetasi yang menyusun hutan
mangrove tersebut sangat sedikit jenisnya. Upaya pangkayaan jenis yang
disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada harus segera dilakukan.

3
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
1.2 Penggunaan dan Produktifitas Lahan di Wilayah Pesisir

Penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan yang optimal sesuai dengan


daya dukungnya akan dapat dilakukan apabila tersedia informasi yang cukup
mengenai data karakteristik dan kualitas lahan di masing-masing wilayah yang
bersangkutan. Untuk melakukan evaluasi lahan mutlak diperlukan data yang
berhubungan dengan sifat-sifat lahan yang ada (land characteristics/land qualities)
serta persyaratan penggunaan lahan tertentu (land use requirements).

Vegetasi dan penggunaan lahan utama di daerah pantai timur berupa hutan
mangrove, tambak rakyat, kebun kelapa dan pemukiman. Kondisi hutan
mangrove di sepanjang pantai timur secara umum telah rusak dan sangat
memprihatinkan, hal ini disebabkan oleh alih fungsi lahan yang tidak terkendali.

Berdasarkan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Menggala dan Lembar
Tanjungkarang (LREPP, 1989), tanah-tanah di sepanjang Pantai Timur dapat
dikelompokkan ke dalam grup marin. Tanah-tanah marin ini terdapat di daerah
dataran rendah yang memanjang dari utara ke selatan yang sebagian besar
daerahnya dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Daerah ini mempunyai
ketinggian 0-25 m dari permukaan laut, yang berupa dataran pasang surut
berlumpur yang diselingi oleh beting-beting pasir pantai (beach ridges) dan
cekungan-cekungan antar beting (swales).

Jenis tanah utama di daerah ini adalah hydraquents, sulfaquents dan fluvaquents
yang merupakan tanah-tanah belum berkembang di daerah cekungan sepanjang
pantai dan selalu tergenang air. Sulfaquents merupakan jenis tanah yang
mengandung sulfat tinggi, yang bila muncul di permukaan dalam jumlah diatas
ambang toleransi tanaman akan sangat membahayakan. Ketiga jenis tanah ini
umumnya mempunyai tekstur yang halus bercampur bahan organik, dengan
drainase yang sangat terhambat karena sepanjang tahun tergenang air.

Daerah ini mempunyai potensi untuk pertambakan, dengan tetap menjaga


kelestarian hutan mangrove. Kemudian untuk tanaman pertanian, dapat

4
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
diusahakan untuk tanaman-tanaman tertentu yang toleran terhadap salinitas tanah
yang tinggi seperti tanaman kelapa. Sedangkan untuk tanaman-tanaman
budidaya lainnya baik tanaman pangan, hortikultura maupun tanaman perkebunan
lainnya yang pada umumnya rentan terhadap kadar salinitas tanah yang tinggi,
tidak cocok ditanam. Tanaman yang rentan terhadap salinitas tidak akan dapat
tumbuh dengan baik pada daerah-daerah yang tanahnya masih dipengaruhi oleh
jangkauan air laut. Selain salinitas yang tinggi, potensi adanya sulfat masam
dalam tanah juga merupakan faktor penghambat yang potensial bagi tanaman,
karena apabila lapisan ini teroksidasi maka akan terdapat kandungan sulfat yang
tinggi di dalam tanah, yang akan menyebabkan kemasaman tanah. Nilai
kemasaman tanah yang tinggi dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, karena
ada unsur-unsur tertentu yang tersedia cukup tinggi sehingga bersifat racun bagi
tanaman. Penghambat utama lainnya untuk pertumbuhan tanaman berupa
drainase yang sangat terhambat, sehingga terjadi genangan air yang berakibat
akar tanaman tidak dapat berkembang dengan sempurna, kecuali untuk tanaman-
tanaman yang tumbuh di air.

2. GAMBARAN SUMBERDAYA PESISIR

2.1 Kecamatan Rawajitu Timur

Kecamatan Rawajitu Timur merupakan pemekaran dari wilayah Kecamatan


Rawajitu pada tahun 2004. Sebagian besar wilayah kecamatan ini merupakan
areal industri tambak udang modern PT Dipasena Citra Darmaja (PT DCD) yang
memiliki luas wilayah sekitar 16.250 ha yang terletak di antara Muara Way Mesuji
dan Muara Way Tulang Bawang di Kecamatan Rawajitu Utara. Kampung-
kampung yang terdapat di kecamatan ini adalah: Kampung Bumi Dipasena
Sentosa, Bumi Dipasena Utama, Bumi Dipasena Agung, Bumi Dipasena Jaya,
Bumi Dipasena Mulia, Bumi Dipasena Sejahtera, dan Bumi Dipasena Abadi.
Letak masing-masing kampung dapat dilihat pada Gambar 1.

5
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
Gambar 1. Kampung-kampung pesisir di Kecamatan Rawajitu Timur

6
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
Alokasi lahan seluas 16.250 ha adalah sebagai berikut:
• Lahan untuk tambak plasma : 6.524,74 ha
• Infrastruktur
o Kanal inlet dan outlet : 4.091,75 ha
o Fasilitas umum : 2.133,51 ha
o Green belt : 3.500 ha

Gambar 2. Salah satu tambak plasma di Kampung Bumi Dipasena Makmur

Berbeda dengan kampung-kampung pada umumnya, wilayah kampung-kampung


di Kecamatan Rawajitu Timur sebagian besar adalah areal pertambakan yang
sudah tertata rapi yang dipisahkan oleh saluran air (kanal), baik inlet maupun
outlet. Saluran air tersebut merupakan sarana transportasi yang utama yang
menghubungkan antar kampung, karena sarana trasportasi darat sangat terbatas.
Pemukiman penduduk di kampung-kampung tersebut juga sangat berbeda
dengan pemukiman penduduk pada umumnya. Pemukiman penduduk tidak

7
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
mengelompok pada satu wilayah, tetapi tersebar dengan jarak antar rumah
penduduk cukup jauh, yaitu sekitar 0.5 km.

Luas wilayah, jumlah penduduk dan jumlah KK masing-masing kampung di


Kecamatan Rawajitu Timur pada tahun 2005 tertera pada Tabel 1. Pada tahun
2005 jumlah penduduk Kecamatan Rawajitu Timur adalah 34.283 jiwa. Kampung-
kampung yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah Kampung Bumi
Dipasena Agung dan Bumi Dipasena Mulya.

Tabel 1. Luas wilayah, jumlah penduduk dan jumlah KK di Kecamatan Rawajitu


Timur tahun 2005

Luas Wilayah Jumlah Penduduk Jumlah


Nama Kampung Jumlah RT
(ha) (Jiwa) KK
Bumi Dipasena Sentosa 27 614,55 1.360 476
Bumi Dipasena Utama 55 1.231,25 3.346 339
Bumi Dipasena Agung 69 1.332,80 8.859 1.466
Bumi Dipasena Jaya 63 1.494,16 2.441 781
Bumi Dipasena Mulya 81 1.494,20 7.724 1.614
Bumi Dipasena Makmur 63 1.494,20 3.060 913
Bumi Dipasena Sejahtera 65 1.494,20 3.712 1.003
Bumi Dipasena Abadi 62 1.494,20 3.781 1.105
Jumlah 485 10.649,56 34.283 7.697
Sumber: Kecamatan Rawajitu Timur (2006)

Oleh karena kampung-kampung yang terdapat di Kecamatan Rawajitu Timur


merupakan kampung yang berada di dalam areal pertambakan PT DCD, maka
sebagian besar penduduknya merupakan petambak udang. Umumnya mereka
adalah petambak plasma yang menempati aeal yang telah ditentukan oleh
perusahaan. Seluruh petambak plasma ini terikat aturan perusahaan, sehingga
dalam aktivitas ekonomi sehari-hari tidak terlepas dari aturan yang ada.

Akibat mismanajemen perusahaan budidaya udang terbesar di dunia ini


mengalami kredit macet pada tahun 1998 dan masuk ke Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN). Sebelum mengalami kredit macet, komoditas udang
yang diproduksi semuanya diekspor. Sebelum tahun 1997, perolehan devisanya
rata-rata 400 juta dollar AS per tahun. Dipasena merupakan perusahaan inti yang
melibatkan 11.000 petambak plasma, dan sekitar 600.000 orang hidup dari usaha

8
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
tersebut. Saat ini tengah dilakukan pemulihan (recovery) agar aktivitas
perusahaan tersebut dapat berlangsung normal kembali.

Aktivitas industri pertambakan PT DCD di wilayah Kecamatan Rawajitu Timur


telah menumbuhkembangkan berbagai sentra-sentra ekonomi di wilayah
sekitarnya. Perekonomian di daerah sekitarnya turut berkembang dengan pesat,
seperti yang dapat diamati pada aktivitas ekonomi di Pasar Rawajitu (Gambar 3).
Pasar Rawajitu sudah cukup maju dengan komoditas perdagangan yang
bermacam-macam. Selain menjual kebutuhan sehari-hari dan hasil-hasil
pertanian, di pasar ini juga terdapat pedagang yang menjual barang-barang
elektronik, sepeda motor, bahan bangunan, jasa komunikasi, dan lain-lain.

Gambar 3. Aktivitas ekonomi di Pasar Rawajitu.

Walaupun sebagian besar penduduk yang tinggal di Kecamatan Rawajitu Timur


adalah petambak plasma PT DCD, namun beberapa di antaranya memiliki profesi
selain petambak. Masyarakat yang berprofesi bukan sebagai petambak terdiri dari
PNS dan pedagang. Anggota masyarakat yang berprofesi sebagai PNS antara
lain adalah guru-guru dan pegawai kecamatan. Sebaran jumlah penduduk
berdasarkan mata pencaharian utamanya terera pada Tabel 2.

Pada masa krisis, beberapa KK yang sebenarnya adalah petambak plasma


berinisiatif mengembangkan usaha-usaha ekonomi sebagai alternatif mata
pencaharian di samping membudidayakan udang. Sebelumnya, usaha-usaha
sampingan tersebut tidak diperkenankan karena dikhawatirkan akan mengganggu
9
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
kegiatan utama mereka, yaitu budidaya udang. Usaha-usaha ekonomi yang
banyak dijumpai di setiap kampung antara lain adalah: pertanian, pengolahan
ikan, penangkapan ikan, industri makanan, dan peternakan.

Tabel 2. Sebaran jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian


Mata pencaharian
Nama Kampung
Petambak PNS Pedagang Lainnya
Bumi Dipasena Sentosa 425 --- 17 ---
Bumi Dipasena Utama 912 3 15 10
Bumi Dipasena Agung 826 --- --- ---
Bumi Dipasena Jaya 1011 7 20 4
Bumi Dipasena Mulya 1036 --- --- ---
Bumi Dipasena Makmur 1036 5 103 ---
Bumi Dipasena Sejahtera 1030 14 62 ---
Bumi Dipasena Abadi 1081 4 70 ---
Sumber: Kecamatan Rawajitu Timur (2006)

A. Pertanian

Walaupun memiliki keterbatasan lahan pertanian karena sebagian besar areal


yang ada berupa tambak udang, namun aktivitas pertanian masih dapat berjalan
dengan baik di lahan-lahan yang tersisa. Beberapa petambak memanfaatkan
lahan-lahan kosong yang terdapat di sepanjang kanal maupun inlet utama untuk
menanam jagung hibrida, sayur-sayuran, ubi kayu, pisang, jeruk BW, dan padi
ladang. Sebenarnya lahan kosong ini berfungsi sebagai penampung sedimen
(lumpur) yang berasal dari aktivitas pengerukkan kanal. Oleh karena di masa-
masa krisis ini tidak ada aktivitas maintenance kanal yang berupa pengerukkan,
maka kegiatan pertanian tersebut dapat dilaksanakan. Sebaliknya, jika PT DCD
sudah kembali beroperasi penuh, maka kegiatan pertanian di lahan-lahan tempat
penampungan sedimen lumpur tersebut tidak dapat dilakukan lagi.

Hasil pertanian ini umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari


dan selebihnya dijual. Penjualan hasil pertanian tersebut dilakukan di pasar
kampung ataupun ke Tata Kota (areal non pertambakan PT DCD); bahkan ada
pula yang dijual hingga ke Pasar Rawajitu dan Gedung Aji.

10
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
Di Kampung Bumi Dipasena Sejahtera terdapat areal perkebunan jeruk BW yang
diusahakan oleh salah seorang petambak dengan jumlah sekitar 1.000 batang.
Penanaman dilakukan di lahan kosong yang masih tersisa yang tidak dijadikan
tambak. Hasil panen dijual ke pedagang jeruk yang berasal dari luar wilayah
Rawajitu Timur dengan harga Rp 4.000,00 per kg. Hasil panen sebagian ada
yang dijual di Tata Kota.

Gambar 4. Aktivitas pertanian di lahan-lahan sekitar kanal

B. Peternakan

Kegiatan peternakan yang cukup menonjol di kampung-kampung di Kecamatan


Rawajitu Timur adalah ternak kambing. Komoditas ini cukup banyak diusahakan
oleh sebagian besar penduduk kampung. Umumnya setiap KK rata-rata memiliki
antara 10-20 ekor kambing, bahkan di Kampung B.D. Makmur rata-rata 30 ekor
kambing/KK. Jenis kambing yang diternakkan umumnya adalah kambing PE.
Kegiatan ini sangat didukung oleh ketersediaan pakan yang melimpah, yaitu
vegetasi lamtoro yang banyak ditanam di sekitar pematang tambak. Tanaman
lamtoro tumbuh subur dan mampu hidup pada kondisi tanah di sekitar tambak
yang mengandung kadar garam cukup tinggi. Kambing yang telah cukup umur
akan dijual kepada pedagang kambing yang berasal dari luar kampung.

Beberapa penduduk ada juga yang memelihara sapi, namun jumlahnya tidak
banyak dan tidak berkembang pesat seperti halnya ternak kambing. Keterbatasan

11
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
pakan dan lahan diduga menjadi penyebab tidak berkembangnya peternakan sapi
ini. Selain kambing dan sapi, banyak penduduk yang memelihara unggas, yaitu
itik dan ayam. Pemeliharaan unggas ini sifatnya hanya sambilan dan hasilnya
hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Keberadaan ternak besar dan unggas ini di dalam areal pertambakan udang
sebenarnya dilarang karena dikhawatirkan akan membawa resiko penyakit dan
menyebabkan kegagalan budidaya udang. Dalam sistem pertambakan udang
modern diberlakukan biosecurity yang ketat untuk mencegah penyebaran dan
penularan penyakit ke tambak udang. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
dengan melarang keberadaan ternak besar dan unggas di sekitar pertambakan.
Dengan demikian, jika PT DCD telah memulai kembali usaha budidaya udang
secara penuh maka kegiatan peternakan penduduk akan dilarang.

C. Perikanan Tangkap

Perikanan tangkap banyak dilakukan di sekitar kanal-kanal air. Masyarakat


melakukan usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap yang sederhana, seperti
pancing, jala lempar, bubu, ataupun jaring togog (stow net). Jenis-jenis ikan yang
tertangkap cukup beragam dan umumnya merupakan ikan-ikan laut ataupun ikan
air tawar. Beberapa di antaranya ada yang bernilai ekonomis tinggi, seperti udang
jerbung, udang api-api, baung, kakap putih, bandeng, sembilang, ikan nila, dan
kepiting. Jenis lainnya adalah udang rebon yang banyak digunakan sebagai
bahan terasi. Musim penangkapan ikan sangat tergantung oleh musim.
Adakalanya hasil melimpah, terutama pada saat musim ruap (gelap bulan);
sedangkan hari-hari lainnya belum tentu diperoleh hasil yang memuaskan.

Udang jerbung dijual dengan harga Rp 25.000,- hingga Rp 30.000,- per kg,
tergantung dari ukurannya, udang api-api dijual dengan harga Rp 8.000,- per kg;
sedangkan udang rebon sekitar Rp. 3.000,- per kg. Harga ikan kakap putih cukup
mahal, yaitu antara Rp 20.000,- hingga 30.000,- per kg; ikan sembilang Rp
15.000,00, dan ikan nila sekitar Rp 6.000,- per kg. Harga kepiting bakau ukuran
super dapat mencapai Rp 30.000,- hingga Rp 35.000,- ; sedangkan yang
berukuran sedang dapat mencapai Rp.25.000,-. Umumnya hasil perikanan
tersebut dijual kepada penampung yang datang ke kampung-kampung setempat.
12
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
Beberapa penduduk ada juga yang memanfaatkan ikan-ikan hasil tangkapannya
untuk diolah menjadi berbagai produk pangan, seperti kerupuk ikan, dendeng ikan,
ikan asin, dan ikan asap.

Pengoperasian alat tangkap jaring togog (stow net) di sekitar kanal-kanal sangat
mengganggu jalannya perahu karena pemasangannya seringkali hingga ke
tengah kanal. Bahkan di bagian kiri dan kanan kanal pun seringkali dipasang
jaring ini, sehingga tonggak-tonggak kayu jaring ini mempersempit alur yang
digunakan untuk olah gerak perahu. Keberadaan jaring togog ini pun juga akan
ditertibkan dan dibongkar oleh PT DCD dengan alasan dapat mengganggu lalu
lintas kapal dan menyebabkan pendangkalan.

Gambar 5. Jaring togog (stow net) yang banyak terdapat di kanal-kanal

D. Pengolahan Ikan

Pengolahan ikan yang terdapat di kampung-kampung di Kecamatan Rawajitu


Timur pada umumnya belum diupayakan secara optimal karena keterbatasan
bahan baku, teknologi, dan modal usaha. Selain itu, usaha ini pun juga
merupakan usaha sampingan sekedar untuk menambah pendapatan keluarga.
Jenis-jenis ikan olahan yang terdapat di kampung-kampung tersebut antara
kerupuk ikan, ikan asin, ikan asap, dan dendeng ikan.

Pengolahan ikan yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat di kampung-


kampung di Kecamatan Rawajitu Timur pada umumnya belum memenuhi standar
hieginis dan masih dikerjakan dengan cara tradisional. Ikan asin, misalnya, hanya

13
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
diberi garam dan dijemur dengan mengandalkan panas matahari. Jika matahari
bersinar cerah, maka dalam waktu 3-4 hari proses pengasinan ikan sudah selesai.
Beberapa pengolah ikan ada juga yang membuat ikan asin dengan cara
perebusan sebelum dikeringkan dengan cara penjemuran.

Hasil pengolahan ikan jika tidak terlalu banyak akan dijual di pasar kampung
setempat. Namun ada juga beberapa pengolah ikan yang secara rutin memasok
ke pedagang ikan olahan di Pasar Rawajitu. Bahkan beberapa pedagang
pengumpul yang berasal dari Pringsewu (Kabupaten Tanggamus) dan Kecamatan
Gedung Aji secara rutin membeli produk ikan olahan mereka.

Gambar 6. Produk ikan olahan yang dijual di Pasar Rawajitu

2.2 Kecamatan Dente Teladas

Kecamatan Dente Teladas merupakan kecamatan hasil pemekaran dari


Kecamatan Gedung Meneng pada tahun 2007. Kampung-kampung yang terletak
di wilayah kecamatan ini sebagian besar merupakan kampung-kampung pesisir
dan terdapat tambak udang dalam jumlah yang cukup luas. Di wilayah ini pula
terdapat industri budidaya udang modern milik PT Centralpertiwi Bahari (PT CPB).
Setidaknya terdapat delapan kampung di wilayah Kecamatan Dente Teladas,
yaitu: Teladas, Kekatung, Kuala Teladas, Mahabang, Sungai Nibung, Pasiran
Jaya, Bratasena Adiwarna, dan Bratasena Mandiri (Gambar 7).

Luas wilayah dan jumlah penduduk pada masing-masing kampung disajikan pada
Tabel 3. Dari tabel tersebut diketahui bahwa luas wilayah Kecamatan Dente
14
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
Teladas adalah 23.790,44 ha dengan jumlah penduduk sekitar 52.028 jiwa.
Kepadatan penduduk di kecamatan ini termasuk rendah, yaitu 2,19 jiwa/ha.
Kampung Bratasena Adiwarna merupakan kampung dengan wilayah yang terluas;
sedangkan Kampung Kuala Teladas memiliki wilayah yang paling kecil.

Jika dilihat dari penggunaan lahan yang ada, maka sebagian besar wilayah
Kecamatan Dente Teladas banyak dimanfaatkan untuk tambak udang, baik yang
dikelola secara modern oleh PT CPB maupun tambak rakyat. Berdasarkan data
dari Departemen Kelautan dan Perikanan (2004), luas tambak di kecamatan ini
kira-kira 12.272,62 ha atau 51,6% dari luas lahan di kecamatan tersebut. Tambak
di Kampung Kuala Teladas diprediksi seluas 25 ha, di Kekatung 175 ha, di
Mahabang 700 ha, dan tambak PT CPB masing-masing 9.862,62 ha di Kampung
Bratasena Adiwarna dan 1.510 ha di Kampung Bratasena Mandiri.

Tabel 3. Luas wilayah dan jumlah penduduk di Kecamatan Dente Teladas *

No. Nama Kampung Luas (ha) Jumlah Penduduk (jiwa)


1. Teladas 1.208,57 7.553
2. Bratasena Adiwarna 10.162,62 10.442
3. Brataseba Mandiri 1.969,46 6.136
4. Sungai Nibung 4.169,28 10.047
5. Kekatung 1.449,35 3.156
6. Mahabang 1.118,41 2.470
7. Pasiran Jaya 3.182,73 10.208
8. Kuala Teladas 530,02 2.016
Jumlah 23.790,44 52.028
Sumber: BPS Tulang Bawang (2006)
Keterangan: *) Data tahun 2005 yang diperoleh dari buku “Kecamatan Gedung Meneng dalam Angka 2006” sebelum
pemekaran menjadi Kecamatan Dente Teladas pada tahun 2007.

15
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
Gambar 7. Kampung-kampung pesisir di Kecamatan Dente Teladas

16
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
Tabel 4. Alokasi penggunaan lahan di Kecamatan Dente Teladas (ha) *
Lain-lain
Sawah non
No. Nama Kampung Peladangan Perumahan (termasuk
irigasi
tambak)
1. Teladas --- 679 1.305 314
2. Bratasena Adiwarna --- --- 1.800 7.700
3. Brataseba Mandiri --- --- 607 3.172
4. Sungai Nibung 75 2.816 1.225,5 814
5. Kekatung 138 1.202 1.471 60
6. Mahabang --- 400 151 2.000
7. Pasiran Jaya 1.150 195 599 1.929
8. Kuala Teladas --- --- 1.026 45
Jumlah 1.363 5.292 8.184,5 16.034
Sumber: BPS Tulang Bawang (2006)
Keterangan: *) Data tahun 2005 yang diperoleh dari buku “Kecamatan Gedung Meneng dalam Angka 2006” sebelum
pemekaran menjadi Kecamatan Dente Teladas pada tahun 2007.

Lahan yang digunakan untuk aktivitas pertanian, baik yang berupa sawah
nonirigasi maupun peladangan, hanya berkisar 28%, sedangkan lahan yang
dialokasikan untuk pemukiman adalah 34,4%. Sawah non irigasi hanya terdapat
di Kampung Sungai Nibung, Kekatung, dan Pasiran Jaya.

Berbeda dengan kampung-kampung di Kecamatan Rawajitu Timur yang


seluruhnya termasuk wilayah kerja PT DCD, kampung-kampung di Kecamatan
Dente Teladas tidak seluruhnya masuk dalam wilayah kerja PT CPB. Hanya ada
2 kampung di wilayah kerja PT CPB, yaitu Kampung Bratasena Adiwarna dan
Kampung Bratasena Mandiri. Di kedua kampung tersebut penduduknya
merupakan petambak plasma yang kesehariannya melakukan aktivitas budidaya
udang sesuai dengan aturan yang diberlakukan oleh PT CPB.

PT. CPB merupakan salah satu pihak swasta yang telah berpartisipasi untuk turut
membangun di Popinsi Lampung. Latar belakang yang mendasari partisipasi PT.
CPB dalam membangun Propinsi Lampung tertuang dalam proposal yang
diajukan, yaitu : (1) Keberadaan 91.000 Kepala Keluarga (KK) petambak hutan
yang telah menimbulkan kerusakan hutan mencapai 75%; (2) Menipisnya
keberadaan hutan mangrove di sepanjang pantal timur Lampung sebagai akibat
adanya tambak-tambak tradisional yang dibuat oleh petambak; (3) Pertumbuhan
penduduk tidak sejalan dengan penyediaan lapangan kerja, sehingga
17
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
menciptakan kantong-kantong kemiskinan; (4) Untuk menciptakan pertumbuhan
ekonomi diperlukan dana besar yang diharapkan dan partisipasi sektor swasta.

Berdasarkan latar belakang tersebut dan permohonan yang disampaikan oleh PT.
CPB untuk memperoleh konsesi lahan, maka keluarlah Keputusan Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten Lampung Utara Nomor PLU 13/460/LL/94 yang secara
resmi memberi izin lokasi untuk keperluan tambak udang pola TIR terpadu seluas
± 23.900 hektar terletak di Desa Teladas Kecamatan Menggala Kabupaten
Lampung Utara dengan perincian kawasan hutan (Register 47) seluas 17.400
hektar dan tanah marga seluas 6.500 hektar.

Berdasarkan revisi surat izin lokasi dari BPN Lampung Utara tahun 1995, setelah
dilakukan pengukuran kadasteral, peruntukan lahan berubah dan 23.900 hektar
menjadi 22.721,04 hektar yang dialokasikan untuk: enclave desa marga ± 3.081
ha, green belt ± 2.819 ha, tambak dan rumah petambak ± 15.300 ha, Inti
(infrastruktur) ± 1.521,04 ha.

Selanjutnya PT. CPB mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan kepada


Menhut melalui surat No. 001/IX/1994 tanggal 1 Oktober 1994 kepada Menteri
Kehutanan dengan melampirkan Rekomendasi Gubernur Lampung No.
522/237/Bappeda/Sek/94 tanggal 6 September 1994, Surat Kanwil Dephut No.
2352/KwI-6/1994 tanggal 3 September 1994, dan berita acara kesepakatan lokasi
antara PT. Indo Lampung Buana Makmur (PT. ILBM) dengan PT. CPB. Surat
Menteri Kehutanan No. 1510/Menhut-Vll/1994 tanggal 5 Oktober 1994
menyatakan permohonan pelepasan dapat disetujui dicadangkan dari areal PT.
ILBM seluas 10.000 hektar.

Menteri Kehutanan melalul surat No.137/Menhut-VlI/1995 tanggal 27 Januari 1995


menyetujui permohonan PT. CPB seluas 17.400 hektar tanpa ada kewajiban
mengganti kawasan hutan. Namun dan hasil tata batas, luasnya hanya 16.221,04
hektar. Dengan demikian, Menteri Kehutanan melalui surat No.78/Kpts-II/1996
tanggal 4 Maret 1996 melepaskan kawasan hutan seluas 16.221,04 hektar atas
nama PT. CPB untuk usaha budidaya tambak udang dengan pola Tambak Intl
Rakyat (TIR). Dari luasan tersebut, 5.930,73 hektar (termasuk green belt seluas
2.819,83 hektar) telah digarap oleh masyarakat.
18
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
Pada tahun 1994 PT. CPB mulai mengembangkan TIR terpadu dan pemukiman
kembali petambak hutan di Lampung. Target rencana pengembangan tambak PT.
CPB tercetak 15.000 unit tambak dalam kurun waktu 5 tahun. Target tersebut
hingga saat ini belum dapat terealisir. Hingga saat ini baru dikembangkan 3.200
unit tambak. Keterlambatan pencapaian target ini karena pada saat tanah
konsensi diserahkan, di lahan tersebut sudah ada kegiatan tambak rakyat seluas
6.444 hektar, sedangkan sisanya masih merupakan hutan gelam, belukar,
mangrove, dan semak-semak. Jumlah keluarga yang mendiami areal tersebut
3.544 KK petambak. Di lokasi tersebut tata letak tambak tidak teratur dan tidak
tertata sesuai dengan kaidah budidaya udang. Keinginan mereka untuk membuka
tambak baru tetap tinggi, bahkan pembukaan tambak terus mendekati pantai dan
alur sungai. Aktivitas mereka untuk membuka tambak menyebabkan kerusakan
green belt mencapai 70%, suatu kondisi yang mengkhawatirkan (Gambar 9).

Gambar 8. Skema tambak udang modern PT CPB

19
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
Gambar 9. Tambak tradisional di sekitar green belt PT CPB

Di Kampung Bratasena Adiwarna dan Kampung Bratasena Mandiri yang


merupakan wilayah kerja PT CPB tidak diperkenankan aktivitas penduduk yang
dalam kegiatan peternakan, seperti memelihara ternak kambing, sapi ataupun
unggas. Hal ini terkait dengan kebijakan biosecurity yang ketat dari perusahaan
terkait keamanan dalam budidaya udang. Dikhawatirkan ternak ataupun unggas
yang dipelihara dapat menjadi carrier dalam penyebaran penyakit dan sanitasi
udang yang dibudidayakan. Namun demikian, untuk kegiatan pertanian masih ada
beberapa penduduk yang menanam jagung, pisang, dan sayur-sayuran, di antara
lahan-lahan kosong di sekitar pematang tambak. Hasil ini umumnya digunakan
untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga para petambak.

Kampung-kampung terdekat yang berada di sekitar PT CPB adalah Kampung


Pasiran Jaya, Dusun Sungai Burung, dan Kampung Kekatung. Di antara ketiga
kampung tersebut, Kampung Pasiran Jaya merupakan kampung yang cepat
perkembangannya. Sebagian besar penduduk Kampung Pasiran Jaya bekerja

20
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
sebagai petani, nelayan dan pedagang dan banyak karyawan PT CPB yang
tinggal dengan cara menyewa kamar-kamar yang disediakan oleh penduduk. Di
Kampung Pasiran Jaya terdapat pasar, warung dan toko sebanyak 180 buah,
serta Puskesmas (induk). Dengan kondisi tersebut, aktivitas ekonomi di Kampung
Pasiran Jaya cukup tinggi dibandingkan dengan kampung-kampung lainnya.

Aktivitas ekonomi masyarakat pesisir di Kampung Teladas, Kuala Teladas, Sungai


Nibung, Pasiran Jaya, Mahabang dan Kekatung yang utama antara lain adalah
kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan, pengolahan ikan, penangkapan ikan
(nelayan), budidaya udang windu (tambak), industri genteng, jual beli, dan lain-
lain. Gambaran beberapa jenis aktivitas masyarakat pesisir di kampung-kampung
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

A. Pertanian

Seperti telah dijelaskan pada Tabel 4, pada umumnya sistem pertanian di


Kecamatan Dente Teladas adalah sawah non irigasi dan peladangan. Sawah non
irigasi terdapat di Kampung Sungai Nibung, Kekatung, dan Pasiran Jaya;
sedangkan peladangan terdapat di hampir semua kampung, kecuali di Bratasena
Adiwarna, Bratasena Mandiri, dan Kuala Teladas. Di ketiga kampung tersebut
banyak lahan yang digunakan untuk tambak udang.

Pertanian padi sawah yang berkembang di wilayah ini umumnya tidak berbeda
dengan daerah lainnya di Provinsi Lampung. Dimulai dengan tahap penyiapan
lahan (pembabatan dan pembajakan lahan), penanaman, penyiangan, dan
pemupukan. Pola tanam yang dilakukan petani adalah dua kali penanaman dalam
satu tahun, yaitu sekitar bulan April dan Agustus. Pemupukan hanya dilakukan 1
kali dalam setahun dengan komposisi pupuk urea 50 kg dan pupuk TSP 25 kg
pada saat bibit berumur 30 hari dengan cara ditabur. Untuk luas lahan sekitar 2
ha yang ditanami jenis padi Kromojoyo akan menghasilkan gabah lebih kurang
2.500 kg. Hasil panen ini sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor,
seperti hama, kekeringan, kebanjiran, dan lain-lain. Produksi rendah dapat
mencapai 1.000 kg; sedangkan produksi tinggi mencapai 4.000 kg. Hasil panen ini
digunakan untuk konsumsi sendiri dan separuhnya dijual. Harga jual per kg saat
ini adalah berkisar antara Rp 800,- (harga terendah) hingga Rp 2000,- (harga
21
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
tertinggi).

Usaha pertanian lainnya yang juga berkembang adalah pertanian ubi kayu
(singkong). Budidaya ubi kayu memang sangat populer di Provinsi Lampung.
Selain karena mudah dibudidayakan, juga cukup banyak industri tapioka yang
akan menampung hasil panen komoditas pertanian tersebut. Di Kecamatan Dente
Teladas usaha budidaya ubi kayu juga berkembang pesat, terutama di lahan-
lahan peladangan dengan sistem tadah hujan. Jenis ubi kayu yang banyak
dibudidayakan adalah kasesa. Persiapan lahan dilakukan oleh petani singkong
seperti bajak, pembabatan, penyiangan, dan penyemprotan herbisida.
Pemupukan dilakukan 2 kali, yaitu pada saat bibit berumur 2 bulan dan setelah ubi
kayu berumur 4 bulan. Pada saat pemupukan pertama digunakan pupuk urea dan
TSP masing-masing 100 kg; sedangkan saat pemupukan kedua digunakan pupuk
urea dan KCl masing-masing sebanyak 100 kg. Hasil panen pada lahan seluas 3
ha akan diperoleh 30 ton ubi kayu yang seluruhnya dijual kepada pabrik/industri
tapioka. Harga jual ubi kayu sangat bervariasi, harga terendah dapat mencapai
Rp 230,-/kg dan harga tertinggi mencapai Rp 405,- /kg. Memang masalah utama
yang dihadapi petani dalam usaha tani ubi kayu adalah kurangnya insentif karena
harga selalu berfluktuatif dan merugikan petani. Kendati demikian, tanaman ubi
kayu relatif terus berkembang mengingat komoditas ini sangat adaptif pada
kondisi lahan yang marginal dan resikonya paling rendah dibandingkan dengan
komoditas palawija lainnya.

Di Kampung Kekatung terdapat perkebunan sawit dengan luas sekitar 3 ha milik


Bpk. Sarkawi yang ditanami dengan jenis polong merah. Sistem pertanian ini
dilakukan di lahan tadah hujan (ladang). Pemupukan dilakukan setiap 6 bulan
sekali dengan pupuk urea 200 kg, TSP 200 kg, KCl 200 kg, dan NPK 100 kg.
Hasil panen sawit cukup bervariasi, yaitu 300-1.500 kg. Kegagalan panen
disebabkan adanya trek batang yang mnyebabkan buah sawit menjadi jarang.
Hasil panen seluruhnya dijual dengan harga per kg antara Rp 350,- (terendah)
hingga Rp 800,- (tertinggi).

Di Kampung Kekatung juga terdapat perkebunan karet. Salah satunya adalah


milik Bpk. Edi dengan luas sekitar 2 ha. Usaha tani ini dilakukan pada lahan tadah

22
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
hujan. Jenis tanaman karet yang dikembangkan adalah jenis PB. Dalam satu
tahun dilakukan pemupukan sebanyak dua kali. Pemupukan tahap pertama
dilakukan di awal musim hujan. Pupuk yang digunakan pada pemupukan tahap I
adalah urea sebanyak 240 kg, TSP 240 kg, dan KCl 240 kg. Pemupukan pada
tahap kedua dilakukan saat akhir musim penghujan dengan jenis pupuk dan
jumlah yang sama. Hambatan yang sering dihadapi dalam usaha tani ini adalah
penyakit mati kulit yang menyebabkan produksi menurun. Hasil panen dapat
mencapai 1.200 kg. Harga jual komoditas ini per kg bervariasi antara Rp 3.500,-
(terendah) hingga Rp 7.200,- (tertinggi).

Gambar 10. Lahan pertanian dan perkebunan di Kampung Kekatung

B. Peternakan

Usaha peternakan berkembang dengan baik di beberapa kampung di Kecamatan


Dente Teladas. Jenis komoditas yang dikembangkan antara lain sapi, kerbau,
kambing/domba, babi, itik dan ayam. Di kampung Bratasena Adiwarna dan
Bratasena Mandiri usaha peternakan tidak diperkenankan, sehingga populasi
ternak tidak banyak. Beberapa petambak plasma PT CPB di kampung tersebut
ada juga yang memelihara ayam untuk dikonsumsi sendiri. Komposisi jenis dan
23
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
jumlah ternak yang terdapat di Kecamatan Dente Teladas pada tahun 2005 tertera
pada Tabel 5.

Populasi unggas yang dominan dipelihara adalah ayam, sedangkan kambing


merupakan ternak yang juga banyak dipelihara oleh masyarakat di Kecamatan
Dente Teladas. Ternak babi banyak dipelihara di Kampung Sungai Nibung.
Peternakan itik petelur yang berkembang di Kampung Sungai Nibung dan
beberapa tahun terakhir di Kampung Pasiran Jaya merupakan komoditas
unggulan yang patut dikembangkan. Alasannya adalah jenis telur yang dihasilkan
mempunyai kekhasan tersendiri yang berbeda dengan telur itik dari daerah lain.
Itik-itik yang dipelihara diberi pakan dengan campuran limbah kepala udang yang
diperoleh dari PT CPB, sehingga telur yang dihasilkan memiliki warna kuning telur
yang kemerahan dengan aroma yang khas.

Tabel 5. Jumlah ternak di Kecamatan Dente Teladas *


Kambing/
No. Nama Kampung Sapi Kerbau Babi Itik Ayam
domba
1. Teladas 5 25 55 --- --- 351
Bratasena --- --- --- --- 451
2. ---
Adiwarna
3. Brataseba Mandiri --- --- --- --- --- 357
4. Sungai Nibung 12 --- 30 150 150 471
5. Kekatung 3 8 45 --- --- 125
6. Mahabang 2 --- 15 --- --- 75
7. Pasiran Jaya 23 15 165 --- --- 561
8. Kuala Teladas --- --- --- --- --- ---
Jumlah 45 48 310 150 150 2391
Sumber: BPS Tulang Bawang (2006)
Keterangan: *) Data tahun 2005 yang diperoleh dari buku “Kecamatan Gedung Meneng dalam Angka 2006” sebelum
pemekaran menjadi Kecamatan Dente Teladas pada tahun 2007.

24
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
Gambar 11. Peternakan itik yang banyak berkembang di Kecamatan Dente
Teladas

Tenak kambing yang banyak dikembangkan adalah kambing kacang (jenis lokal).
Ternak kambing ini dapat berkembang dengan baik karena ketersediaan pakan
yang melimpah di sekitar perkampungan. Harga jual ternak kambing cukup
mahal, yaitu sekitar Rp 450.000,- per ekor, bahkan dapat lebih mahal jika
bobotnya lebih besar. Umumnya para peternak kambing ini sangat
mengharapkan bantuan pemerintah dalam hal penyediaan bibit kambing yang
unggul, seperti jenis etawa ataupun PE.

C. Perikanan

Kegiatan budidaya perikanan, terutama tambak udang, merupakan kegiatan


utama yang banyak terdapat di sebagian wilayah kampung-kampung pesisir di
Kecamatan Dente Teladas. Selain tambak udang intensif pola TIR milik PT CPB
yang berjumlah 3.200 petak tambak, masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah
pesisir juga mengembangkan tambak udang dengan sistem tradisional.

Untuk kegiatan aquacultur PT. CPB telah membangun sebanyak 3.419 petak tambak yang
teridiri dari 3.119 tambak milik petambak (plasma) dan 300 tambak milik perusahaan (inti)
25
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
yang seluruhnya telah beroperasi. Setiap petak tambak berukuran 70 m x 70 m atau
seluas 4.900 m2 dengan kedalaman 1,5 m. Dengan demikian, luas seluruh tambak
adalah 1.655,31 ha. Dalam proses pembuatan tambak, tanah galian tambak
digunakan menjadi pematang (galengan) tambak sehingga tidak ada tanah yang
terbuang atau terbawa aliran air masuk ke perairan umum. Setelah tambak selesai
dibangun, tambak dan pematang dilapisi dengan plastik. Dengan kondisi ini air
tambak dan udang berada di atas lapisan plastik. Plastik ini diperkirakan dapat
digunakan selama 10 – 12 tahun. Lapisan plastik tersebut berfungsi untuk
mencegah kehilangan air akibat meresapnya air ke dalam tanah, juga sekaligus
mencegah terjadinya erosi tanah selama tambak beroperasi. Saat ini komoditas
udang yang dibudidayakan adalah udang putih (L. vannamei) yang memang
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan udang windu.

Udang putih ini memiliki produktivitas yang sangat tinggi. Berdasarkan penelitian
Boyd dan Clay (2002), produktivitasnya dapat mencapai lebih dari13.600 kg/ha.
Di Kabupaten Tulang Bawang, produktivitas udang putih mampu mencapai lebih
dari 15.000 kg/hektar/siklus. Produktivitas yang tinggi ini karena udang putih
mempunyai beberapa keunggulan dibanding spesies jenis lainnya, antara lain :

a). Tingkat kelulushidupan tinggi

Tingkat kelulusanhidupan udang putih bisa mencapai 80-100% (Duraiappah et al,


2000), sedangkan menurut Boyd dan Clay (2002), tingkat kelulushidupannya
mencapai 91%. Tingginya tingkat kelulushidupan karena benih udang putih sudah
dapat diperoleh dari induk yang sudah berhasil didomestikasi sehingga benur
yang dihasilkan tidak liar dan tingkat kanibalisme rendah.

b). Ketersediaan benur yang berkualitas

Benur udang putih sudah ada yang bersifat SPF (Spesific Pathogen Free) yaitu
benur yang bebas dari beberapa jenis penyakit (pathogen), sehingga
memudahkan petambak dalam proses budidaya. Benur yang berkualitas sangat
menentukan keberhasilan dalam budidaya udang.

c). Tahan Penyakit

Daya tahan udang putih terhadap penyakit lebih kuat dibandingkan udang jenis
26
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
lainnya. Bintik putih (White spot) telah memorak-porandakan usaha pertambakan
udang di Indonesia, karena penyakit ini sangat mematikan dan sampai saat ini
belum ada obatnya. Udang putih mempunyai daya tahan lebih kuat terhadap
serangan penyakit yang disebabkan oleh virus ini, meskipun ditemukan pula
beberapa kasus udang yang terinfeksi (Soto et al.,2001). Penyakit bakterial jarang
ditemukan pada udang putih. Udang lumutan, ekor gripis, insang hitam,kotoran
putih (white feces) bukan menjadi masalah yang serius dalam budidya udang
putih.

d). Kepadatan tebar tinggi

Udang putih dapat tumbuh baik dengan kepadatan tebar (Stocking Density) yang
tinggi, yaitu 60-150 ekor/m2 (Briggs et al, 2004) dengan tingkat pertumbuhan 1-1,5
gr/minggu. Hal ini disebabkan udang putih mampu memanfaatkan kolom air
sebagai tempat hidup sehingga ruang hidup udang menjadi lebih luas, sedangkan
udang windu hanya hidup di dasar tambak. Menurut Wyban dan Sweeney (1991),
kepadatan 100 ekor/m2 masih layak untuk pertumbuhan udang putih.

e). Konversi pakan rendah

Udang putih termasuk hewan omnivora yang mampu memanfaatkan pakan alami
yang terdapat dalam tambak seperti plankton dan detritus yang ada pada kolom
air sehingga dapat mengurangi input pakan berupa pelet. Konversi pakan atau
feed conversion ratio (FCR) udang putih 1,3- 1,4 (Boyd dan Clay,2002) artinya
untuk mendapatkan 1 kg udang dibutuhkan 1,3-1,4 kg pakan (FCR udang windu =
!,8-2,0). Kandungan protein pada pakan untuk udang putih relatif lebih rendah
dibandingkan udang windu. Menurut Briggs et al (2004), udang putih
membutuhkan pakan dengan kadar protein 20-35%. Dengan menggunakan pakan
yang berkadar protein rendah maka biaya untuk pembelian pakan lebih kecil
sehingga dapat menekan biaya produksi.

Berbeda dengan PT CPB yang membudidayakan udang putih, masyarakat pada


umumnya masih membudidayakan udang windu (P. monodon) karena tidak
mampu melakukan budidaya udang putih dengan sistem intensif yang padat
modal. Masyarakat umumnya membudidayakan udang windu dengan kepadatan
yang relatif rendah, input pakan yang sedikit karena lebih banyak mengandalkan
27
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
pakan alami, serta biaya operasional (cost) yang tidak terlalu mahal. Sistem
tradisional umumnya tidak menggunakan bantuan kincir untuk menyuplai oksigen
terlarut ke dalam air, tetapi lebih banyak mengandalkan konstruksi tambak yang
memudahkan oksigen terdifusi ke dalam air. Ukuran tambak juga dibuat lebih luas,
rata-rata satu petak tambak berukuran 2 ha. Padat tebar udang yang dipelihara
juga relatif rendah, sehingga tonase hasil panen pun relatif kecil.

28
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang

You might also like