Professional Documents
Culture Documents
Wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah peralihan antara daratan dan lautan,
ke arah darat adalah daerah daratan yang masih dipengaruhi oleh fenomena yang
terjadi di lautan seperti pasang surut, abrasi, intrusi air laut, dan lain-lain;
sedangkan ke arah laut adalah wilayah laut yang masih dipengaruhi oleh aktivitas
yang terjadi di daratan. Wilayah pesisir dan lautan di masa lalu kurang mendapat
perhatian oleh pemerintah. Pemerintah pada saat itu lebih menitikberatkan
pembangunan di sektor pertanian yang mengarah pada terciptanya swasembada
pangan. Hal ini dapat dilihat dari minimnya sarana dan prasarana yang telah
dibangun oleh pemerintah di wilayah pesisir bila dibandingan dengan kawasan
ataupun sektor lainnya, sehingga menyebabkan ketertinggalan dan menjadikan
masyarakat pesisir hidup dalam kondisi yang memprihatinkan.
Akibat minimnya perhatian pemerintah saat itu terhadap pembangunan pesisir dan
laut menyebabkan pengelolaan wilayah tersebut menjadi semakin tidak menentu.
Menurut Dahuri (2000), gambaran atau potret pembangunan pesisir dan laut di
masa lalu adalah sebagai berikut:
1
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
• Kawasan pesisir dan laut dianggap sebagai “keranjang sampah” dari berbagai
jenis limbah dan sedimen yang berasal dari kegiatan di darat.
• Konflik (egoisme) sektoral, dimana sektor-sektor yang dapat menghasilkan
cash money jangka pendek dan tidak memerlukan kualitas lingkungan yang
tinggi.
• Terjadi ketidakseimbangan tingkat pemanfaatan dan kerusakan lingkungan
antar wilayah.
Wilayah pesisir di Kabupaten Tulang Bawang merupakan bagian dari pantai timur
Lampung yang saat ini kondisinya memprihatinkan. Kerusakan lingkungan yang
terjadi akibat pengembangan tambak udang terjadi di hampir seluruh wilayah
tersebut. Alih fungsi lahan yang pada mulanya berupa hutan mangrove menjadi
tambak udang secara tidak terkontrol telah menimbulkan peningkatan abrasi
pantai, penurunan produksi perikanan akibat hilangnya fungsi mangrove sebagai
habitat, tempat mencari makan, dan tempat pembesaran ikan dan biota laut
lainnya, serta masalah-masalah lingkungan lainnya. Gambaran ini dapat dilihat di
wilayah pesisir Kabupaten Tulang Bawang yang berada di sekitar Kecamatan
Dente Teladas dan Rawajitu Timur.
3
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
1.2 Penggunaan dan Produktifitas Lahan di Wilayah Pesisir
Vegetasi dan penggunaan lahan utama di daerah pantai timur berupa hutan
mangrove, tambak rakyat, kebun kelapa dan pemukiman. Kondisi hutan
mangrove di sepanjang pantai timur secara umum telah rusak dan sangat
memprihatinkan, hal ini disebabkan oleh alih fungsi lahan yang tidak terkendali.
Berdasarkan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Menggala dan Lembar
Tanjungkarang (LREPP, 1989), tanah-tanah di sepanjang Pantai Timur dapat
dikelompokkan ke dalam grup marin. Tanah-tanah marin ini terdapat di daerah
dataran rendah yang memanjang dari utara ke selatan yang sebagian besar
daerahnya dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Daerah ini mempunyai
ketinggian 0-25 m dari permukaan laut, yang berupa dataran pasang surut
berlumpur yang diselingi oleh beting-beting pasir pantai (beach ridges) dan
cekungan-cekungan antar beting (swales).
Jenis tanah utama di daerah ini adalah hydraquents, sulfaquents dan fluvaquents
yang merupakan tanah-tanah belum berkembang di daerah cekungan sepanjang
pantai dan selalu tergenang air. Sulfaquents merupakan jenis tanah yang
mengandung sulfat tinggi, yang bila muncul di permukaan dalam jumlah diatas
ambang toleransi tanaman akan sangat membahayakan. Ketiga jenis tanah ini
umumnya mempunyai tekstur yang halus bercampur bahan organik, dengan
drainase yang sangat terhambat karena sepanjang tahun tergenang air.
4
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
diusahakan untuk tanaman-tanaman tertentu yang toleran terhadap salinitas tanah
yang tinggi seperti tanaman kelapa. Sedangkan untuk tanaman-tanaman
budidaya lainnya baik tanaman pangan, hortikultura maupun tanaman perkebunan
lainnya yang pada umumnya rentan terhadap kadar salinitas tanah yang tinggi,
tidak cocok ditanam. Tanaman yang rentan terhadap salinitas tidak akan dapat
tumbuh dengan baik pada daerah-daerah yang tanahnya masih dipengaruhi oleh
jangkauan air laut. Selain salinitas yang tinggi, potensi adanya sulfat masam
dalam tanah juga merupakan faktor penghambat yang potensial bagi tanaman,
karena apabila lapisan ini teroksidasi maka akan terdapat kandungan sulfat yang
tinggi di dalam tanah, yang akan menyebabkan kemasaman tanah. Nilai
kemasaman tanah yang tinggi dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, karena
ada unsur-unsur tertentu yang tersedia cukup tinggi sehingga bersifat racun bagi
tanaman. Penghambat utama lainnya untuk pertumbuhan tanaman berupa
drainase yang sangat terhambat, sehingga terjadi genangan air yang berakibat
akar tanaman tidak dapat berkembang dengan sempurna, kecuali untuk tanaman-
tanaman yang tumbuh di air.
5
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
Gambar 1. Kampung-kampung pesisir di Kecamatan Rawajitu Timur
6
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
Alokasi lahan seluas 16.250 ha adalah sebagai berikut:
• Lahan untuk tambak plasma : 6.524,74 ha
• Infrastruktur
o Kanal inlet dan outlet : 4.091,75 ha
o Fasilitas umum : 2.133,51 ha
o Green belt : 3.500 ha
7
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
mengelompok pada satu wilayah, tetapi tersebar dengan jarak antar rumah
penduduk cukup jauh, yaitu sekitar 0.5 km.
8
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
tersebut. Saat ini tengah dilakukan pemulihan (recovery) agar aktivitas
perusahaan tersebut dapat berlangsung normal kembali.
A. Pertanian
10
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
Di Kampung Bumi Dipasena Sejahtera terdapat areal perkebunan jeruk BW yang
diusahakan oleh salah seorang petambak dengan jumlah sekitar 1.000 batang.
Penanaman dilakukan di lahan kosong yang masih tersisa yang tidak dijadikan
tambak. Hasil panen dijual ke pedagang jeruk yang berasal dari luar wilayah
Rawajitu Timur dengan harga Rp 4.000,00 per kg. Hasil panen sebagian ada
yang dijual di Tata Kota.
B. Peternakan
Beberapa penduduk ada juga yang memelihara sapi, namun jumlahnya tidak
banyak dan tidak berkembang pesat seperti halnya ternak kambing. Keterbatasan
11
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
pakan dan lahan diduga menjadi penyebab tidak berkembangnya peternakan sapi
ini. Selain kambing dan sapi, banyak penduduk yang memelihara unggas, yaitu
itik dan ayam. Pemeliharaan unggas ini sifatnya hanya sambilan dan hasilnya
hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Keberadaan ternak besar dan unggas ini di dalam areal pertambakan udang
sebenarnya dilarang karena dikhawatirkan akan membawa resiko penyakit dan
menyebabkan kegagalan budidaya udang. Dalam sistem pertambakan udang
modern diberlakukan biosecurity yang ketat untuk mencegah penyebaran dan
penularan penyakit ke tambak udang. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
dengan melarang keberadaan ternak besar dan unggas di sekitar pertambakan.
Dengan demikian, jika PT DCD telah memulai kembali usaha budidaya udang
secara penuh maka kegiatan peternakan penduduk akan dilarang.
C. Perikanan Tangkap
Udang jerbung dijual dengan harga Rp 25.000,- hingga Rp 30.000,- per kg,
tergantung dari ukurannya, udang api-api dijual dengan harga Rp 8.000,- per kg;
sedangkan udang rebon sekitar Rp. 3.000,- per kg. Harga ikan kakap putih cukup
mahal, yaitu antara Rp 20.000,- hingga 30.000,- per kg; ikan sembilang Rp
15.000,00, dan ikan nila sekitar Rp 6.000,- per kg. Harga kepiting bakau ukuran
super dapat mencapai Rp 30.000,- hingga Rp 35.000,- ; sedangkan yang
berukuran sedang dapat mencapai Rp.25.000,-. Umumnya hasil perikanan
tersebut dijual kepada penampung yang datang ke kampung-kampung setempat.
12
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
Beberapa penduduk ada juga yang memanfaatkan ikan-ikan hasil tangkapannya
untuk diolah menjadi berbagai produk pangan, seperti kerupuk ikan, dendeng ikan,
ikan asin, dan ikan asap.
Pengoperasian alat tangkap jaring togog (stow net) di sekitar kanal-kanal sangat
mengganggu jalannya perahu karena pemasangannya seringkali hingga ke
tengah kanal. Bahkan di bagian kiri dan kanan kanal pun seringkali dipasang
jaring ini, sehingga tonggak-tonggak kayu jaring ini mempersempit alur yang
digunakan untuk olah gerak perahu. Keberadaan jaring togog ini pun juga akan
ditertibkan dan dibongkar oleh PT DCD dengan alasan dapat mengganggu lalu
lintas kapal dan menyebabkan pendangkalan.
D. Pengolahan Ikan
13
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
diberi garam dan dijemur dengan mengandalkan panas matahari. Jika matahari
bersinar cerah, maka dalam waktu 3-4 hari proses pengasinan ikan sudah selesai.
Beberapa pengolah ikan ada juga yang membuat ikan asin dengan cara
perebusan sebelum dikeringkan dengan cara penjemuran.
Hasil pengolahan ikan jika tidak terlalu banyak akan dijual di pasar kampung
setempat. Namun ada juga beberapa pengolah ikan yang secara rutin memasok
ke pedagang ikan olahan di Pasar Rawajitu. Bahkan beberapa pedagang
pengumpul yang berasal dari Pringsewu (Kabupaten Tanggamus) dan Kecamatan
Gedung Aji secara rutin membeli produk ikan olahan mereka.
Luas wilayah dan jumlah penduduk pada masing-masing kampung disajikan pada
Tabel 3. Dari tabel tersebut diketahui bahwa luas wilayah Kecamatan Dente
14
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
Teladas adalah 23.790,44 ha dengan jumlah penduduk sekitar 52.028 jiwa.
Kepadatan penduduk di kecamatan ini termasuk rendah, yaitu 2,19 jiwa/ha.
Kampung Bratasena Adiwarna merupakan kampung dengan wilayah yang terluas;
sedangkan Kampung Kuala Teladas memiliki wilayah yang paling kecil.
Jika dilihat dari penggunaan lahan yang ada, maka sebagian besar wilayah
Kecamatan Dente Teladas banyak dimanfaatkan untuk tambak udang, baik yang
dikelola secara modern oleh PT CPB maupun tambak rakyat. Berdasarkan data
dari Departemen Kelautan dan Perikanan (2004), luas tambak di kecamatan ini
kira-kira 12.272,62 ha atau 51,6% dari luas lahan di kecamatan tersebut. Tambak
di Kampung Kuala Teladas diprediksi seluas 25 ha, di Kekatung 175 ha, di
Mahabang 700 ha, dan tambak PT CPB masing-masing 9.862,62 ha di Kampung
Bratasena Adiwarna dan 1.510 ha di Kampung Bratasena Mandiri.
15
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
Gambar 7. Kampung-kampung pesisir di Kecamatan Dente Teladas
16
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
Tabel 4. Alokasi penggunaan lahan di Kecamatan Dente Teladas (ha) *
Lain-lain
Sawah non
No. Nama Kampung Peladangan Perumahan (termasuk
irigasi
tambak)
1. Teladas --- 679 1.305 314
2. Bratasena Adiwarna --- --- 1.800 7.700
3. Brataseba Mandiri --- --- 607 3.172
4. Sungai Nibung 75 2.816 1.225,5 814
5. Kekatung 138 1.202 1.471 60
6. Mahabang --- 400 151 2.000
7. Pasiran Jaya 1.150 195 599 1.929
8. Kuala Teladas --- --- 1.026 45
Jumlah 1.363 5.292 8.184,5 16.034
Sumber: BPS Tulang Bawang (2006)
Keterangan: *) Data tahun 2005 yang diperoleh dari buku “Kecamatan Gedung Meneng dalam Angka 2006” sebelum
pemekaran menjadi Kecamatan Dente Teladas pada tahun 2007.
Lahan yang digunakan untuk aktivitas pertanian, baik yang berupa sawah
nonirigasi maupun peladangan, hanya berkisar 28%, sedangkan lahan yang
dialokasikan untuk pemukiman adalah 34,4%. Sawah non irigasi hanya terdapat
di Kampung Sungai Nibung, Kekatung, dan Pasiran Jaya.
PT. CPB merupakan salah satu pihak swasta yang telah berpartisipasi untuk turut
membangun di Popinsi Lampung. Latar belakang yang mendasari partisipasi PT.
CPB dalam membangun Propinsi Lampung tertuang dalam proposal yang
diajukan, yaitu : (1) Keberadaan 91.000 Kepala Keluarga (KK) petambak hutan
yang telah menimbulkan kerusakan hutan mencapai 75%; (2) Menipisnya
keberadaan hutan mangrove di sepanjang pantal timur Lampung sebagai akibat
adanya tambak-tambak tradisional yang dibuat oleh petambak; (3) Pertumbuhan
penduduk tidak sejalan dengan penyediaan lapangan kerja, sehingga
17
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
menciptakan kantong-kantong kemiskinan; (4) Untuk menciptakan pertumbuhan
ekonomi diperlukan dana besar yang diharapkan dan partisipasi sektor swasta.
Berdasarkan latar belakang tersebut dan permohonan yang disampaikan oleh PT.
CPB untuk memperoleh konsesi lahan, maka keluarlah Keputusan Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten Lampung Utara Nomor PLU 13/460/LL/94 yang secara
resmi memberi izin lokasi untuk keperluan tambak udang pola TIR terpadu seluas
± 23.900 hektar terletak di Desa Teladas Kecamatan Menggala Kabupaten
Lampung Utara dengan perincian kawasan hutan (Register 47) seluas 17.400
hektar dan tanah marga seluas 6.500 hektar.
Berdasarkan revisi surat izin lokasi dari BPN Lampung Utara tahun 1995, setelah
dilakukan pengukuran kadasteral, peruntukan lahan berubah dan 23.900 hektar
menjadi 22.721,04 hektar yang dialokasikan untuk: enclave desa marga ± 3.081
ha, green belt ± 2.819 ha, tambak dan rumah petambak ± 15.300 ha, Inti
(infrastruktur) ± 1.521,04 ha.
19
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
Gambar 9. Tambak tradisional di sekitar green belt PT CPB
20
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
sebagai petani, nelayan dan pedagang dan banyak karyawan PT CPB yang
tinggal dengan cara menyewa kamar-kamar yang disediakan oleh penduduk. Di
Kampung Pasiran Jaya terdapat pasar, warung dan toko sebanyak 180 buah,
serta Puskesmas (induk). Dengan kondisi tersebut, aktivitas ekonomi di Kampung
Pasiran Jaya cukup tinggi dibandingkan dengan kampung-kampung lainnya.
A. Pertanian
Pertanian padi sawah yang berkembang di wilayah ini umumnya tidak berbeda
dengan daerah lainnya di Provinsi Lampung. Dimulai dengan tahap penyiapan
lahan (pembabatan dan pembajakan lahan), penanaman, penyiangan, dan
pemupukan. Pola tanam yang dilakukan petani adalah dua kali penanaman dalam
satu tahun, yaitu sekitar bulan April dan Agustus. Pemupukan hanya dilakukan 1
kali dalam setahun dengan komposisi pupuk urea 50 kg dan pupuk TSP 25 kg
pada saat bibit berumur 30 hari dengan cara ditabur. Untuk luas lahan sekitar 2
ha yang ditanami jenis padi Kromojoyo akan menghasilkan gabah lebih kurang
2.500 kg. Hasil panen ini sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor,
seperti hama, kekeringan, kebanjiran, dan lain-lain. Produksi rendah dapat
mencapai 1.000 kg; sedangkan produksi tinggi mencapai 4.000 kg. Hasil panen ini
digunakan untuk konsumsi sendiri dan separuhnya dijual. Harga jual per kg saat
ini adalah berkisar antara Rp 800,- (harga terendah) hingga Rp 2000,- (harga
21
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
tertinggi).
Usaha pertanian lainnya yang juga berkembang adalah pertanian ubi kayu
(singkong). Budidaya ubi kayu memang sangat populer di Provinsi Lampung.
Selain karena mudah dibudidayakan, juga cukup banyak industri tapioka yang
akan menampung hasil panen komoditas pertanian tersebut. Di Kecamatan Dente
Teladas usaha budidaya ubi kayu juga berkembang pesat, terutama di lahan-
lahan peladangan dengan sistem tadah hujan. Jenis ubi kayu yang banyak
dibudidayakan adalah kasesa. Persiapan lahan dilakukan oleh petani singkong
seperti bajak, pembabatan, penyiangan, dan penyemprotan herbisida.
Pemupukan dilakukan 2 kali, yaitu pada saat bibit berumur 2 bulan dan setelah ubi
kayu berumur 4 bulan. Pada saat pemupukan pertama digunakan pupuk urea dan
TSP masing-masing 100 kg; sedangkan saat pemupukan kedua digunakan pupuk
urea dan KCl masing-masing sebanyak 100 kg. Hasil panen pada lahan seluas 3
ha akan diperoleh 30 ton ubi kayu yang seluruhnya dijual kepada pabrik/industri
tapioka. Harga jual ubi kayu sangat bervariasi, harga terendah dapat mencapai
Rp 230,-/kg dan harga tertinggi mencapai Rp 405,- /kg. Memang masalah utama
yang dihadapi petani dalam usaha tani ubi kayu adalah kurangnya insentif karena
harga selalu berfluktuatif dan merugikan petani. Kendati demikian, tanaman ubi
kayu relatif terus berkembang mengingat komoditas ini sangat adaptif pada
kondisi lahan yang marginal dan resikonya paling rendah dibandingkan dengan
komoditas palawija lainnya.
22
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
hujan. Jenis tanaman karet yang dikembangkan adalah jenis PB. Dalam satu
tahun dilakukan pemupukan sebanyak dua kali. Pemupukan tahap pertama
dilakukan di awal musim hujan. Pupuk yang digunakan pada pemupukan tahap I
adalah urea sebanyak 240 kg, TSP 240 kg, dan KCl 240 kg. Pemupukan pada
tahap kedua dilakukan saat akhir musim penghujan dengan jenis pupuk dan
jumlah yang sama. Hambatan yang sering dihadapi dalam usaha tani ini adalah
penyakit mati kulit yang menyebabkan produksi menurun. Hasil panen dapat
mencapai 1.200 kg. Harga jual komoditas ini per kg bervariasi antara Rp 3.500,-
(terendah) hingga Rp 7.200,- (tertinggi).
B. Peternakan
24
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
Gambar 11. Peternakan itik yang banyak berkembang di Kecamatan Dente
Teladas
Tenak kambing yang banyak dikembangkan adalah kambing kacang (jenis lokal).
Ternak kambing ini dapat berkembang dengan baik karena ketersediaan pakan
yang melimpah di sekitar perkampungan. Harga jual ternak kambing cukup
mahal, yaitu sekitar Rp 450.000,- per ekor, bahkan dapat lebih mahal jika
bobotnya lebih besar. Umumnya para peternak kambing ini sangat
mengharapkan bantuan pemerintah dalam hal penyediaan bibit kambing yang
unggul, seperti jenis etawa ataupun PE.
C. Perikanan
Untuk kegiatan aquacultur PT. CPB telah membangun sebanyak 3.419 petak tambak yang
teridiri dari 3.119 tambak milik petambak (plasma) dan 300 tambak milik perusahaan (inti)
25
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
yang seluruhnya telah beroperasi. Setiap petak tambak berukuran 70 m x 70 m atau
seluas 4.900 m2 dengan kedalaman 1,5 m. Dengan demikian, luas seluruh tambak
adalah 1.655,31 ha. Dalam proses pembuatan tambak, tanah galian tambak
digunakan menjadi pematang (galengan) tambak sehingga tidak ada tanah yang
terbuang atau terbawa aliran air masuk ke perairan umum. Setelah tambak selesai
dibangun, tambak dan pematang dilapisi dengan plastik. Dengan kondisi ini air
tambak dan udang berada di atas lapisan plastik. Plastik ini diperkirakan dapat
digunakan selama 10 – 12 tahun. Lapisan plastik tersebut berfungsi untuk
mencegah kehilangan air akibat meresapnya air ke dalam tanah, juga sekaligus
mencegah terjadinya erosi tanah selama tambak beroperasi. Saat ini komoditas
udang yang dibudidayakan adalah udang putih (L. vannamei) yang memang
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan udang windu.
Udang putih ini memiliki produktivitas yang sangat tinggi. Berdasarkan penelitian
Boyd dan Clay (2002), produktivitasnya dapat mencapai lebih dari13.600 kg/ha.
Di Kabupaten Tulang Bawang, produktivitas udang putih mampu mencapai lebih
dari 15.000 kg/hektar/siklus. Produktivitas yang tinggi ini karena udang putih
mempunyai beberapa keunggulan dibanding spesies jenis lainnya, antara lain :
Benur udang putih sudah ada yang bersifat SPF (Spesific Pathogen Free) yaitu
benur yang bebas dari beberapa jenis penyakit (pathogen), sehingga
memudahkan petambak dalam proses budidaya. Benur yang berkualitas sangat
menentukan keberhasilan dalam budidaya udang.
Daya tahan udang putih terhadap penyakit lebih kuat dibandingkan udang jenis
26
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
lainnya. Bintik putih (White spot) telah memorak-porandakan usaha pertambakan
udang di Indonesia, karena penyakit ini sangat mematikan dan sampai saat ini
belum ada obatnya. Udang putih mempunyai daya tahan lebih kuat terhadap
serangan penyakit yang disebabkan oleh virus ini, meskipun ditemukan pula
beberapa kasus udang yang terinfeksi (Soto et al.,2001). Penyakit bakterial jarang
ditemukan pada udang putih. Udang lumutan, ekor gripis, insang hitam,kotoran
putih (white feces) bukan menjadi masalah yang serius dalam budidya udang
putih.
Udang putih dapat tumbuh baik dengan kepadatan tebar (Stocking Density) yang
tinggi, yaitu 60-150 ekor/m2 (Briggs et al, 2004) dengan tingkat pertumbuhan 1-1,5
gr/minggu. Hal ini disebabkan udang putih mampu memanfaatkan kolom air
sebagai tempat hidup sehingga ruang hidup udang menjadi lebih luas, sedangkan
udang windu hanya hidup di dasar tambak. Menurut Wyban dan Sweeney (1991),
kepadatan 100 ekor/m2 masih layak untuk pertumbuhan udang putih.
Udang putih termasuk hewan omnivora yang mampu memanfaatkan pakan alami
yang terdapat dalam tambak seperti plankton dan detritus yang ada pada kolom
air sehingga dapat mengurangi input pakan berupa pelet. Konversi pakan atau
feed conversion ratio (FCR) udang putih 1,3- 1,4 (Boyd dan Clay,2002) artinya
untuk mendapatkan 1 kg udang dibutuhkan 1,3-1,4 kg pakan (FCR udang windu =
!,8-2,0). Kandungan protein pada pakan untuk udang putih relatif lebih rendah
dibandingkan udang windu. Menurut Briggs et al (2004), udang putih
membutuhkan pakan dengan kadar protein 20-35%. Dengan menggunakan pakan
yang berkadar protein rendah maka biaya untuk pembelian pakan lebih kecil
sehingga dapat menekan biaya produksi.
28
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang