You are on page 1of 35

I.

PENCEMARAN LINGKUNGAN

Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makluk hidup,
zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lngkungan atau berubahnya tatanan lingkungan
oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfingsi lagi
sesuai dengan peruntukannya (UU Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982).
Pencemaran dapat timbul sebagai akibat kegiatan manusia ataupun disebabkan oleh alam (misal
gunung meletus, gas beracun). Ilmu lingkungan biasanya membahas pencemaran yang
disebabkan oleh aktivitas manusia, yang dapat dicegah dan dikendalikan. Karena kegiatan
manusia, pencermaran lingkungan pasti terjadi. Pencemaran lingkungan tersebut tidak dapat
dihindari. Yang dapat dilakukan adalah mengurangi pencemaran, mengendalikan pencemaran,
dan meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya agar tidak
mencemari lingkngan. Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran di sebut polutan.
Syarat-syarat suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian
terhadap makluk hidup. Contohnya, karbon dioksida dengan kadar 0,033% di udara berfaedah
bagi tumbuhan, tetapi bila lebih tinggi dari 0,033% dapat memberikan efek merusak. Suatu zat
dapat disebut polutan apabila :

1. Jumlahnya melebihi jumlah normal.

2. Berada pada waktu yang tidak tepat.

3. Berada di tempat yang tidak tepat.

Sifat polutan adalah : 1. Merusak untuk sementara, tetapi bila telah bereaksi dengan zat
lingkungan tidak merusak lagi.

Merusak dalam waktu lama. Contohnya Pb tidak merusak bila konsentrasinya rendah.
Akan tetapi dalam jangka waktu yang lama, Pb dapat terakumulasi dalam tubuh sampai tingkat
yang merusak. A. Macam-macam Pencemaran Lingkungan 1. Berdasarkan Tempat Terjadinya
Menurut tempat terjadinya, pencemaran dibedakan menjadi pencemaran udara, air, dan tanah. a.
Pencemaran Udara Pencemaran udara disebabkan oleh asap buangan, misalnya gas CO2 hasil
pembakaran, SO, SO2, CFC, CO, dan asap rokok. 1. CO2 Pencemaran udara yang paling
menonjol adalah semakin meningkatnya kadar CO2 di udara. Karbon dioksida itu berasal dari
pabrik, mesin-mesin yang menggunakan bahan bakar fosil (batubara, minyak bumi), juga dari
mobil, kapal, pesawat terbang, dan pembakaran kayu. Meningkatnya kadar CO2 di udara tidak
segera diubah menjadi oksigen oleh tumbuhan karena banyak hutan di seluruh dunia yang
ditebang. Sebagaimana diuraikan diatas, hal demikian dapat mengakibatkan efek rumah kaca. 2.
CO Di lingkungan rumah dapat pula terjadi pencemaran. Misalnya, menghidupkan mesin mobil
di dalam garasi tertutup. Jika proses pembakaran di mesin tidak sempurna, maka proses
pembakaran itu menghasilkan gas CO (karbon monoksida) yang keluar memenuhi ruangan. Hal
ini dapat membahayakan orang yang ada di garasi tersebut. Selain itu, menghidupkan AC ketika
tidur di dalam mobil dalam keadaan tertutup juga berbahaya. Bocoran gas CO dari knalpot akan
masuk ke dalam mobil, sehingga dapat menyebabkan kamatian.

CFC Pencemaran udara yang berbahaya lainnya adalah gas khloro fluoro karbon
(disingkat CFC). Gas CFC digunakan sebagai gas pengembang, karena tidak beraksi, tidak
berbau, tidak berasa, dan tidak berbahaya. Gas ini dapat digunakan misalnya untuk
mengembangkan busa (busa kursi), untuk AC (freon), pendingin pada almari es, dan penyemprot
rambut (hair spray). Gas CFC yang membumbung tinggi dapat mencapai stratosfer terdapat
lapisan gas ozon (O3). Lapisan ozon ini merupakan pelindung bumi dari pengaruh cahaya
ultraviolet. Kalau tidakl ada lapisan ozon, radiasi cahaya ultraviolet mencapai permukaan bumi,
menyebabkan kematian organisme, tumbuhan menjadi kerdil, menimbulkan mutasi genetik,
menyebebkan kanker kulit atau kanker retina mata. Jika gas CFC mencapai ozon, akan terjadi
reaksi antara CFC dan ozon, sehingga lapisan ozon tersebut “berlubang” yang disebut sebagai
“lubang” ozon. Menurut pengamatan melalui pesawat luar angkasa, lubang ozon di kutub Selatan
semakin lebar. Saat ini luasnya telah melebihi tiga kali luas benua Eropa. Karena itu penggunaan
AC harus dibatasi. 4. SO, SO2 Gas belerang oksida (SO, SO2) di udara juga dihasilkan oleh
pembakaran fosil (minyak, batubara). Gas tersebut dapat beraksi dengan gas nitrogen oksida dan
air hujan, yang menyebabkan air hujan menjadi asam. Maka terjadilah hujan asam. Hujan asam
mengakibatkan tumbuhan dan hewan-hewan tanah mati. Produksi pertanian merosot. Besi dan
logam mudah berkarat. Bangunan –bangunan kuno, seperti candi, menjadi cepat aus dan rusak.
Demikian pula bangunan gedung dan jembatan.

Asap Rokok Polutan udara yang lain yang berbahaya bagi kesehatan adalah asap rokok.
Asap rokok mengandung berbagai bahan pencemar yang dapat menyababkan batuk kronis,
kanker patu-paru, mempengaruhi janin dalam kandungan dan berbagai gangguan kesehatan
lainnya. Perokok dapat di bedakan menjadi dua yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok
aktif adalah mereka yang merokok. Perokok pasif adalah orang yang tidak merokok tetapi
menghirup asap rokok di suatu ruangan. Menurut penelitian, perokok pasif memiliki risiko yang
lebih besar di bandingkan perokok aktif. Jadi, merokok di dalam ruangan bersama orang lain
yang tidak merokok dapat mengganggu kesehatan orang lain. Akibat yang ditimbulkan oleh
pencemaran udara antara lain : a. Terganggunya kesehatan manusia, seperti batuk dan penyakit
pernapasan (bronkhitis, emfisema, dan kemungkinan kanker paruparu. b. Rusaknya bangunan
karena pelapukan, korosi pada logam, dan memudarnya warna cat. c. Terganggunya
oertumbuhan tananam, seperti menguningnya daun atau kerdilnya tanaman akibat konsentrasi
SO2 yang tinggi atau gas yang bersifat asam. Adanya peristiwa efek rumah kaca (green house
effect) yang dapat menaikkan suhu udara secara global serta dapat mengubah pola iklim bumi
dan mencairkan es di kutub. Bila es meleleh maka permukaan laut akan naik sehingga
mempengaruhi keseimbangan ekologi. Terjadinya hujan asam yang disebabkan oleh pencemaran
oksida nitrogen.

Pencemaran Air Pencemaran air adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsur, atau
komponen lainnya kedalam air sehingga menyebabkan kualitas air terganggu. Kualitas air yang
terganggu ditandai dengan perubahan bau, rasa, dan warna. Ditinjau dari asal polutan dan sumber
pencemarannya, pencemaran air dapat dibedakan antara lain : 1. Limbah Pertanian Limbah
pertanian dapat mengandung polutan insektisida atau pupuk organik. Insektisida dapat
mematikan biota sungai. Jika biota sungai tidak mati kemudian dimakan hewan atau manusia
orang yang memakannya akan keracunan. Untuk mencegahnya, upayakan agar memilih
insektisida yang berspektrum sempit (khusus membunuh hewan sasaran) serta bersifat
biodegradabel (dapat terurai oleh mikroba) dan melakukan penyemprotan sesuai dengan aturan.
Jangan membuang sisa obet ke sungai. Sedangkan pupuk organik yang larut dalam air dapat
menyuburkan lingkungan air (eutrofikasi). Karena air kaya nutrisi, ganggang dan tumbuhan air
tumbuh subur (blooming). Hal yang demikian akan mengancam kelestarian bendungan.
bemdungan akan cepat dangkal dan biota air akan mati karenanya. 2. Limbah Rumah Tangga
Limbah rumah tangga yang cair merupakan sumber pencemaran air. Dari limbah rumah tangga
cair dapat dijumpai berbagai bahan organik (misal sisa sayur, ikan, nasi, minyak, lemek, air
buangan manusia) yang terbawa air got/parit, kemudian ikut aliran sungai. Adapula bahan-bahan
anorganik seperti plastik, alumunium, dan botol yang hanyut terbawa arus air. Sampah
bertimbun, menyumbat saluran air, dan mengakibatkan banjir. Bahan pencemar lain dari limbah
rumah tangga adalah pencemar biologis berupa bibit penyakit, bakteri, dan jamur.

Bahan organik yang larut dalam air akan mengalami penguraian dan pembusukan.
Akibatnya kadar oksigen dalam air turun dratis sehingga biota air akan mati. Jika pencemaran
bahan organik meningkat, kita dapat menemui cacing Tubifex berwarna kemerahan bergerombol.
Cacing ini merupakan petunjuk biologis (bioindikator) parahnya pencemaran oleh bahan organik
dari limbah pemukiman. Dikota-kota, air got berwarna kehitaman dan mengeluarkan bau yang
menyengat. Didalam air got yangdemikian tidak ada organisme hidup kecuali bakteri dan jamur.
Dibandingkan dengan limbah industri, limbah rumah tangga di daerah perkotaan di Indonesia
mencapai 60% dari seluruh limbah yang ada. 3. Limbah Industri Adanya sebagian industri yang
membuang limbahnya ke air. Macam polutan yang dihasilkan tergantung pada jenis industri.
Mungkin berupa polutan organik (berbau busuk), polutan anorganik (berbuaih, berwarna), atau
mungkin berupa polutan yang mengandung asam belerang (berbau busuk), atau berupa suhu (air
menjadi panas). Pemerintah menetapkan tata aturan untuk mengendalikan pencemara air oleh
limbah industri. Misalnya, limbah industri harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke
sungai agar tidak terjadi pencemaran. Dilaut, sering terjadi kebocoran tangker minyak karena
bertabrakan dengan kapal lain. Minyak yang ada di dalam kapal tumpah menggenangi lautan
dalam jarak ratusan kilometer. Ikan, terumbu karang, burung laut, dan hewan-hewan laut banyak
yang mati karenanya. Untuk mengatasinya, polutan dibatasi dengan pipa mengapung agar tidak
tersebar, kemudian permukaan polutan ditaburi dengan zat yang dapat menguraikan minyak.

Penangkapan Ikan Menggunakan racun Sebagia penduduk dan nelayan ada yang
menggunakan tuba (racun dari tumbuhan atau potas (racun)untuk menangkap ikan tangkapan,
melainkan juga semua biota air. Racun tersebut tidak hanya hewan-hewan dewasa, tetapi juga
hewan-hewan yang masih kecil. Dengan demikian racun yang disebarkan akan memusnahkan
jenis makluk hidup yang ada didalamnya. Kegiatan penangkapan ikan dengan cara tersebut
mengakibatkan pencemaran di lingkungan perairan dan menurunkan sumber daya perairan.
Akibat yang dtimbulkan oleh pencemaran air antara lain a. Terganggunya kehidupan organisme
air karena berkurangnya kandungan oksigen. b. Terjadinya ledakan populasi ganggang dan
tumbuhan air (eutrofikasi, dan c. Pendangkalan Dasar perairan. d. Punahnya biota air, misalnya
ikan, yuyu, udang, dan serangga air. e. Munculnya banjir akibat got tersumbat sampah. f.
Menjalarnya wabah muntaber. c. Pencemaran tanah Pencemaran tanah banyak diakibatkan oleh
sampah-sampah rumah tangga, pasar, industri, kegiatan pertanian, dan peternakan. Sampah dapat
dihancurkan oleh jasad-jasad renik menjadi mineral, gas, dan air, sehingga terbentuklah humus.
Sampah organik itu misalnya dedaunan, jaringan hewan, kertas, dan kulit. Sampah-sampah
tersebut tergolong sampah yang mudah terurai. Sedangkan sampah anorganik seperti besi,
alumunium, kaca, dan bahan sintetik seperti plastik, sulit atau tidak dapat diuraikan. Bahan
pencemar itu akan tetap utuh hingga 300 tahun yang akan datang. Bungkus plastik yang kita
buang ke lingkungan akan tetap ada dan mungkin akan ditemukan oleh anak cucu kita setelah
ratusan tahun kemudian.

Sebaiknya, sampah yang akan dibuang dipisahkan menjadi dua wadah. Pertama adalah
sampah yang terurai, dan dapat dibuang ke tempat pembuangan sampah atau dapat dijadikan
kompos. Jika pembuatan kompos dipadukan dengan pemeliharaan cacing tanah, maka akan
dapat diperoleh hasil yang baik. cacing tanah dapat dijual untuk pakan ternak, sedangkan tanah
kompos dapat dijual untuk pupuk. Lihat gambar 8.19. Proses ini merupakan proses
pendaurulangan (recycle). Kedua adalah sampah yang tak terurai, dapat dimanfaatkan ulang
(penggunaulangan = reuse). Misalnya, kaleng bekas kue digunakan lagi untuk wadah makanan,
botol selai bekas digunakan untuk tempat bumbu dan botol bekas sirup digunakan untuk
menyimpan air minum. Baik pendaurulangan maupun penggunaulangan dapat mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan. Keuntungannya, beban lingkungan menjadi berkurang. Kita
tahu bahwa pencemaran tidak mungkin dihilangkan. Yang dapat kita lakukan adalah mencegah
dampak negatifnya atau mengendalikannya. Selain penggunaulangan dan pendaurulangan, masih
ada lagi upaya untuk mencegah pencemaran, yaitu melakukan pengurangan bahan/ penghematan
(reduce), dan melakukan pemeliharaan (repair). Di negara maju, slogan-slogan reuse, reduce, dan
repair, banyak diedarkan ke masyarakat. Akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran tanah antara
lain a. Terganggunya kehidupan organisme (terutama mikroorganisme dalam tanah). b.
Berubahnya sifat kimia atau sifat fisika tanah sehingga tidak baik untuk pertumbuhan tanaman,
dan c. Mengubah dan mempengaruhi keseimbangan ekologi.

Berdasarkan Macam Bahan Pencemaran Menurut macam bahan pencemarnya, pencemaran


dibedakan menjdi berikut ini, a. Pencemaran kimiawi : CO2 logam berat (Hg, Pb, As, Cd, Cr, Ni,)
bahan raioaktif, pestisida, detergen, minyak, pupuk anorganik. b. Pencemaran Biolagi :
mikroorganisme seperti Escherichia coli, Entamoeba coli, Salmonella thyposa. c. Pencemara
fisik : logam, kaleng, botol, kaca, plastik, karet. d. Pencemaran Suara : kebisingan. Pencemaran
Suara (kebisingan) Dikota-kota atau di daerah dekat industri / pabrik sering terjadi kebisingan.
Pencemaran suara disebabkan oleh masuknya bunyi gaduh diatas 50 desibel (disingkat dB,
merupakan ukuran tingkat kebisingan). Bunyi tersebut mengganggu kesehatan dan ketenangan
manusia. Kebisingan menyebabkan penduduk menjadi sulit tidu, bahkan dapat mengakibatkan
tuli, gangguan kejiwaan, dan dapat pula menimbulkan penyakit jantung, gangguan janin dalam
kandungan, dan stress. Saat ini telah diusahakan agar mesin-mesin yang digunakan manusia
tidak terlalu bising. jika bising harus diusahakan adanya isolator. menanam tanaman berdaun
rimbun di halaman rumah meredam kebisingan. Bagi mereka yang suka mendengarkan musik
yang hingar bingar, hendaknya mendengarkan di tempat khusus (misal di dalam kamar) agar
tidak mengganggu orang lain. 3. Berdasarkan Tingkat Pencemaran Menurut tingkat
pencemarannya, pencemaran dibedakan menjadi sebagai berikut. a. Pencemaran ringan, yaitu
pencemaran yang dimulai menimbulkan gangguan ekosistem lain. Contohnya pencemaran gas
kendaraan bermotor.

Pencemaran kronis, yaitu pencemaran yang mengakibatkan penyakit kronis. Contohnya


pencemaran Minamata, Jepang. c. Pencemaran akut, yaitu pencemaran yang dapat mematikan
seketika. Contohnya pencemaran gas CO dari knalpot yang mematikan orang di dalam mobil
tertutup, dan pencemaran radioaktif.

Parameter Pencemaran Lingkungan Untuk mengukur tingkat pencemaran diasuatu tempat


digunakan parameter pencemaran. Parameterpencemaran digunakan sebagai indikator (petunjuk)
terjadinya pencemaran dan tingkat pencemaran yang telah terjadi. Paarameter pencemaran
meliputi parameter fisik, parameter kimia, dan parameter biologi. 1. Parameter Fisik Parameter
fisik meliputi pengukuran tentang warna, rasa, bau, suhu, kekeruhan, dan radioaktivitas. 2.
Parameter Kimia Parameter kimia dilakukan untuk mengetahui kadar CO2, pH, keasaman, kadar
logam, dan logam berat. Sebagai contoh berikut disajukan pengukuran pH air, kadar CO 2, dan
oksigen terlarut. a. Pengukuran pH air Air sungai dalam kondisi alami yang belum tercemar
memiliki rentangan pH 6,5 – 8,5. Karena pencemaran, pH air dapat menjadi lebih rendah dari 6,5
atau lebih tinggi dari 8,5. Bahan-bahan organik biasanya menyebabkan kondisi air menjadi lebih
asam.

Kapurmenyebabkan kondisi air menjadi alkali (basa). jadi, perubahan pH air tergantung
kepada macam bahan pencemarnya. Perubahan nilai pH mempunyai arti penting bagi kehidupan
air. Nilai pH yang rendah (sangat asam) atau tinggi (sangat basa) tidak cocok untuk kehidupan
kebanyakan organisme. Untuk setiap perubahan satu unit skala pH (dari 7 ke 6 atau dari 5 ke 4)
dikatakan keasaman naik 10 kali. Jika terjadi sebaliknya, keasaman turun 10 kali. Keasaman air
dapat diukur dengan sederhana yaitu dengan mencelupkan kertas lakmus ke dalam air untuk
melihat perubahan warnanya. b. Pengukuran Kadar CO2 Gas CO2 juga dapat larut ke dalam air.
Kadar gas CO2 terlarut sangat dipengaruhi oleh suhu, pH, dan banyaknya organismeyang hidup
di dalam air. Semakin banyak organisme di dalam air, semakin tinggi kadar karbon dioksida
terlarut (kecuali jika di dalam air terdapat tumbuhan air yang berfotosintesis). Kadar gas CO
dapat diukur dengan cara titrimetri. c. Pengukuran Kadar Oksigen Terlarut Kadar oksigen terlarut
dalam air yang alami berkisar 5 – 7 ppm (part per million atau satu per sejita; 1ml oksigen yang
larut dalam 1 liter air dikatakan memiliki kadar oksigen 1 ppm). Penurunan kadar oksigen
terlarut dapat disebabkan oleh tiga hal : 1. Proses oksidasi (pembongkaran) bahan-bahan organik.
2. Proses reduksi oleh zat-zat yang dihasilkan baktri anaerob dari dasar perairan. 3. Proses
pernapasan orgaisme yang hidup di dalam air, terutama pada malam hari. Pencemaran air
(terutama yang disebabkan oleh bahan pencemar organik) dapat mengurangi persediaan oksigen
terlarut. hal ini akan mengancam kehidupan organisme yang hidup di dalam air. Semakin
tercemar, kadar oksigen terlerut semakin mengecil. Untuk dapat mengukur kadar oksigen
terlarut, dilakukan dengan metode Winkler. Parameter kimia yang dilakukan melalui kegiatan
pernapasan jasad renik dikenal sebagai parameter biokimia. contohnya adalah pengukuran BOD
dab COD. Pengukuran BOD Bahan pencemar organik (daun, bangkai, karbohidrat, protein)
dapat diuraikan oleh bakteri air. Bakteri memerlukan oksigen untuk mengoksidasikan zat-zat
organik tersebut. akibatnya, kadar oksigen 11 terlarut di air semakin berkurang. Semakin banyak
bahan pencemar organik yang ada di perairan, semakin banyak oksigen yang digunakan,
sehingga mengakibatkan semakin kecil kadar oksigen terlarut. Banyaknya oksigen terlerut yang
diperlukan bakteri untuk mengoksidasikan bahan organik disebut sebagai Konsumsi Oksigen
Biologis (KOB) atau Biological Oksigen Demand, yang biasa disingkat BOD. Angka BOD
ditetapkan dengan menghitung selisih antara oksigen terlarut awal dan oksigen terlarut setelah air
cuplikan (sampel) disimpan selama 5 hari pada suhu 20oC. Karenanya BOD ditulis secara
lengkap BOD205 atau BOD5 saja. Oksigen terlarut awal diibaratkan kadar oksigen maksimal
yang dapat larut di dalam air. Biasanya, kadar oksigen dalam air diperkaya terlebih dahulu
dengan oksigen. Setelah disimpan selama 5 hari, diperkirakan bakteri telah berbiak dan
menggunakan oksigen terlarut untuk oksidasi. Sisa oksigen terlarut yang ada diukur kembali.
Akhirnya, konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mengurangi kadar oksigen awal dengan
oksigen akhir (setelah 5 hari). 3. Parameter Biologi Di alam terdapat hewan-hewan, tumbuhan,
dan mikroorganisme yang peka dan ada pula yang tahan terhadap kondisi lingkungan tertentu.
Organisme yang peka akan mati karena pencemaran dan organisme yang tahan akan tetap hidup.
Siput air dan Planaria merupakan contoh hewan yang peka pencemaran. Sungai yang
mengandung siput air dan planaria menunjukkan sungai tersebut belum mengalami pencemaran.
Sebaliknya, cacing Tubifex (cacing merah) merupakan cacing yang tahan hidup dan bahkan
berkembang baik di lingkungan yang kaya bahan organik,meskipun spesies hewan yang lain
telah mati. Ini berarti keberadaab cacing tersebut dapat dijadikan indikator adanya pemcemaran
zat organik. Organisme yang dapat dijadikan petunjuk pencemaran dikenal sebagai indikator
biologis. Indikator biologis terkadang lebih dapat dipercaya daripada indikator kimia. Pabrik
yang membuang limbah ke sungai dapat mengatur pembuangan limbahnya ketika akan dikontrol
oleh pihak yang berwenang. Pengukuran secara kimia pada limbah pabrik tersebut selalu
menunjukkan tidak adanya pencemaran. Tetapi tidak demikian dengan makluk hidup yang
menghuni ekosistem air secara terus menerus. Disungai itu terdapat hewan-hewan,
mikroorganisme, bentos, mikroinvertebrata, ganggang, yang dapat dijadikan indikator biologis.

Dampak Pencemaran Lingkungan 1. Punahnya Spesies Sebagaimana telah diuraikan,


polutan berbahaya bagi biota air dan darat. Berbagai jenis hewan mengelami keracunan,
kemudian mati. Berbagai spesies hewan memiliki kekebalan yang tidak sama. Ada yang peka,
ada pula yang tahan. Hewan muda, larva merupakan hewan yang peka terhadap bahan pencemar.
Ada hewan yang dapat beradaptasi sehingga kebal terhadap bahan pencemar., adpula yang tidak.
Meskipun hewan beradaptasi, harus diketahui bahwa tingkat adaptasi hewan ada batasnya. Bila
batas tersebut terlampui, hewan tersebut akan mati.

Peledakan Hama Penggunaan insektisida dapat pula mematikan predator. Karena predator
punah, maka serangga hama akan berkembang tanpa kendali. 3. Gangguan Keseimbangan
Lingkungan Punahnya spasies tertentu dapat mengibah pola interaksi di dalam suatu ekosistem.
Rantai makanan, jaring-jaring makanan dan lairan energi menjadiberubah. Akibatnya,
keseimbangan lingkngan terganggu. Daur materi dan daur biogeokimia menjadi terganggu. 4.
Kesuburan Tanah Berkurang Penggunaan insektisida mematikan fauna tanah. Hal ini dapat
menurunkan kesuburan tanah. Penggunaan pupuk terus menerus dapat menyebabkan tanah
menjadi asam. Hal ini juga dapat menurunkan kesuburan tanah. Demikian juga dengan terjadinya
hujan asam.

Keracunan dan Penyakit Orang yang mengkonsumsi sayur, ikan, dan bahan makanan
tercemar dapat mengalami keracunan. ada yang meninggal dunia, ada yang mengalami
kerusakan hati, ginjal, menderita kanker, kerusakan susunan saraf, dan bahkan ada yang
menyebabkan cacat pada keturunanketurunannya. 6. Pemekatan Hayati Proses peningkatan kadar
bahan pencemar melewati tubuh makluk dikenal sebagai pemekatan hayati (dalam bahasa
Inggrisnya dikenal sebagai biomagnificition. 7. Terbentuknya Lubang Ozon dan Efek Rumah
Kaca Terbentuknya Lubang ozon dan terjadinya efek rumah kaca merupakan permasalahan
global yang dirasakan oleh semua umat manusia. Hal ini disebabkan karena bahan pencemar
dapat tersebar dan menimbulkan dampak di tempat lain. Usaha-usaha Mencegah Pencemaran
Lingkungan 1. Meenempatkan daerah industri atau pabrik jauh dari daerah perumahan atau
pemukiman penduduk. 2. Pembuangan limbah industri diatur sehingga tidak mencemari
lingkungan atau ekosistem. 3. Pengawasan terhadap penggunaan jenis-jenis pestisida dan zat
kimia lain yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. 4. Memperluas gerakan
penghijauan. 5. Tindakan tegas terhadap pelaku pencemaran lingkungan. 6. Memberikan
kesadaran terhadap masyarakat tentang arti lingkungan hidup sehingga manusia lebih mencintai
lingkungan hidupnya.

1.1.Macam-macam Pencemaran

Macam-macam pencemaran dapat dibedakan berdasarkan pada tempat terjadinya, macam


bahan pencemarnya, dan tingkat pencemaran.

A. Menurut tempat terjadinya

Menurut tempat terjadinya, pencemaran dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu pencemaran
udara, air, dan tanah.

1. Pencemaran udara

Pencemar udara dapat berupa gas dan partikel.

Contohnya sebagai berikut:

a. Gas HzS. Gas ini bersifat racun, terdapat di kawasan gunung berapi, bisa juga
dihasilkan dari pembakaran minyak bumi dan batu bara.

b. Gas CO dan COz. Karbon monoksida (CO) tidak berwarna dan tidak berbau,
bersifat racun, merupakan hash pembakaran yang tidak sempurna dari bahan buangan
mobil dan mesin letup. Gas COZ dalam udara murni berjumlah 0,03%. Bila melebihi
toleransi dapat mengganggu pernapasan. Selain itu, gas C02 yang terlalu berlebihan di
bumi dapat mengikat panas matahari sehingga suhu bumi panas.Pemanasan global di
bumi akibat C02 disebut juga sebagai efek rumah kaca.

c. Partikel SOZ dan NO2. Kedua partikel ini bersama dengan partikel cair
membentuk embun, membentuk awan dekat tanah yang dapat mengganggu pernapasan.
Partikel padat, misalnya bakteri, jamur, virus, bulu, dan tepung sari juga dapat
mengganggu kesehatan.
d. Batu bara yang mengandung sulfur melalui pembakaran akan menghasilkan
sulfur dioksida. Sulfur dioksida ber$ama dengan udara serta oksigen dan sinar matahari
dapat menghasilkan asam sulfur. Asam ini membentuk kabut dan suatu saat akan jatuh
sebagai hujan yang disebut hujan asam. Hujan asam dapat menyebabkan gangguan pada
manusia, hewan, maupun tumbuhan. Misalnya gangguan pernapasan, perubahan
morfologi pada daun, batang, dan benih .Sumber polusi udara lain dapat berasal dari
radiasi bahan radioaktif, misalnya, nuklir. Setelah peledakan nuklir, materi radioaktif
masuk ke dalam atmosfer dan jatuh di bumi. materi radioaktif ini akan terakumulusi di
tanah, air, hewan, tumbuhan, dan juga pada manusia. Efek pencemaran nuklir terhadap
makhluk hidup, dalam taraf tertentu, dapat menyebabkan mutasi, berbagai penyakit
akibat kelainan gen, dan bahkan kematian. Pencemaran udara dinyatakan dengan ppm
(part per million) yang artinya jumlah cm3 polutan per m3 udara.

1.2.Pencemaran air

Polusi air dapat disebabkan oleh beberapa jenis pencemar sebagai berikut :

a. Pembuangan limbah industri, sisa insektisida, dan pembuangan sampah


domestik, misalnya, sisa detergen mencemari air. Buangan industri seperti Pb, Hg, Zn,
dan CO, dapat terakumulasi dan bersifat racun.

b. Sampah organik yang dibusukkan oleh bakteri menyebabkan 02 di air


berkurang sehingga mengganggu aktivitas kehidupan organisme air.

c. Fosfat hasil pembusukan bersama H03 dan pupuk pertanian terakumulasi dan
menyebabkan eutrofikasi, yaitu penimbunan mineral yang menyebabkan pertumbuhan
yang cepat pada alga (Blooming alga). Akibatnya, tanaman di dalam air tidak dapat
berfotosintesis karena sinar matahari terhalang.

Salah satu bahan pencemar di laut ada lah tumpahan minyak bumi, akibat kecelakaan kapal
tanker minyak yang sering terjadi. Banyak organisme akuatik yang mati atau keracunan
karenanya. (Untuk membersihkan kawasan tercemar diperlukan koordinasi dari berbagai pihak
dan dibutuhkan biaya yang mahal. Bila terlambat penanggulangan-nya, kerugian manusia
semakin banyak. Secara ekologis, dapat mengganggu ekosistem laut.

Bila terjadi pencemaran di air, maka terjadi akumulasi zat pencemar pada tubuh organisme
air. Akumulasi pencemar ini semakin meningkat pada organisme pemangsa yang lebih besar.

3. Pencemaran tanah

Pencemaran tanah disebabkan oleh beberapa jenis pencemaran berikut ini :


a. sampah-sampah pla.stik yang sukar hancur, botol, karet sintesis, pecahan kaca,
dan kaleng.

b. detergen yang bersifat non bio degradable (secara alami sulit diuraikan)

c. zat kimia dari buangan pertanian, misalnya insektisida.

4. Polusi suara

Polusi suara disebabkan oleh suara bising kendaraan bermotor, kapal terbang, deru mesin
pabrik, radio/tape recorder yang berbunyi keras sehingga mengganggu pendengaran.

B. Menurut macam bahan pencemar

Macam bahan pencemar adalah sebagai berikut :

1. Kimiawi; berupa zat radio aktif, logam (Hg, Pb, As, Cd, Cr dan Hi), pupuk
anorganik, pestisida, detergen dan minyak.

2. Biologi; berupa mikroorganisme, misalnya Escherichia coli, Entamoeba coli,


dan Salmonella thyposa.

3. Fisik; berupa kaleng-kaleng, botol, plastik, dan karet.

C. Menurut tingkat pencemaran

Menurut WHO, tingkat pencemaran didasarkan pada kadar zat pencemar dan waktu
(lamanya) kontak. Tingkat pencemaran dibedakan menjadi 3, yaitu sebagai berikut :

1. Pencemaran yang mulai mengakibatkan iritasi (gangguan) ringan pada panca


indra dan tubuh serta telah menimbulkan kerusakan pada ekosistem lain. Misalnya gas
buangan kendaraan bermotor yang menyebabkan mata pedih.

2. Pencemaran yang sudah mengakibatkan reaksi pada faal tubuh dan


menyebabkan sakit yang kronis. Misalnya pencemaran Hg (air raksa) di Minamata
Jepang yang menyebabkan kanker dan lahirnya bayi cacat.

3. Pencemaran yang kadar zat-zat pencemarnya demikian besarnya sehingga


menimbulkan gangguan dan sakit atau kematian dalam lingkungan. Misalnya
pencemaran nuklir.

1.3. Parameter Pencemaran

Dengan mengetahui beberapa parameter yang ads pads daerah/kawasan penelitian akan
dapat diketahui tingkat pencemaran atau apakah lingkungan itu sudah terkena pencemaran atau
belum. Paramaterparameter yang merupakan indikator terjadinya pencemaran adalah sebagai
berikut :

a. Parameter kimia

Parameter kimia meliputi C02, pH, alkalinitas, fosfor, dan logam-logam berat.

b. Parameter biokimia

Parameter biokimia meliputi BOD (Biochemical Oxygen Demand), yaitu jumlah oksigen
dalam air. Cars pengukurannya adalah dengan menyimpan sampel air yang telah diketahui
kandungan oksigennya selama 5 hari. Kemudian kadar oksigennya diukur lagi. BOD digunakan
untuk mengukur banyaknya pencemar organik.Menurut menteri kesehatan, kandungan oksigen
dalam air minum atau BOD tidak boleh kurang dari 3 ppm.

c. Parameter fisik

Parameter fisik meliputi temperatur, warna, rasa, bau, kekeruhan, dan radioaktivitas.

d. Parameter biologi

Parameter biologi meliputi ada atau tidaknya mikroorganisme, misalnya, bakteri coli, virus,
bentos, dan plankton.

1.4. Proses Pencemaran

Proses pencemaran dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung
yaitu bahan pencemar tersebut langsung berdampak meracuni sehingga mengganggu kesehatan
manusia, hewan dan tumbuhan atau mengganggu keseimbangan ekologis baik air, udara maupun
tanah. Proses tidak langsung, yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara, air maupun tanah,
sehingga menyebabkan pencemaran.

Pencemar ada yang langsung terasa dampaknya, misalnya berupa gangguan kesehatan
langsung (penyakit akut), atau akan dirasakan setelah jangka waktu tertentu (penyakit kronis).
Sebenarnya alam memiliki kemampuan sendiri untuk mengatasi pencemaran (self recovery),
namun alam memiliki keterbatasan. Setelah batas itu terlampaui, maka pencemar akan berada di
alam secara tetap atau terakumulasi dan kemudian berdampak pada manusia, material, hewan,
tumbuhan dan ekosistem.

1.5. Langkah Penyelesaian

Penyelesaian masalah pencemaran terdiri dari langkah pencegahan dan pengendalian.


Langkah pencegahan pada prinsipnya mengurangi pencemar dari sumbernya untuk mencegah
dampak lingkungan yang lebih berat. Di lingkungan yang terdekat, misalnya dengan mengurangi
jumlah sampah yang dihasilkan, menggunakan kembali (reuse) dan daur ulang (recycle).

Di bidang industri misalnya dengan mengurangi jumlah air yang dipakai, mengurangi
jumlah limbah, dan mengurangi keberadaan zat kimia PBT (Persistent, Bioaccumulative, and
Toxic), dan berangsur-angsur menggantinya dengan Green Chemistry. Green chemistry
merupakan segala produk dan proses kimia yang mengurangi atau menghilangkan zat berbahaya.

Tindakan pencegahan dapat pula dilakukan dengan mengganti alat-alat rumah tangga, atau
bahan bakar kendaraan bermotor dengan bahan yang lebih ramah lingkungan. Pencegahan dapat
pula dilakukan dengan kegiatan konservasi, penggunaan energi alternatif, penggunaan alat
transportasi alternatif, dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Langkah pengendalian sangat penting untuk menjaga lingkungan tetap bersih dan sehat.
Pengendalian dapat berupa pembuatan standar baku mutu lingkungan, monitoring lingkungan
dan penggunaan teknologi untuk mengatasi masalah lingkungan. Untuk permasalahan global
seperti perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, dan pemanasan global diperlukan kerjasama
semua pihak antara satu negara dengan negara lain.

II. EFEK RUMAH KACA

Efek rumah kaca, yang pertama kali diusulkan oleh Joseph Fourier pada 1824, merupakan
proses pemanasan permukaan suatu benda langit (terutama planet atau satelit) yang disebabkan
oleh komposisi dan keadaan atmosfernya.

Mars, Venus, dan benda langit beratmosfer lainnya (seperti satelit alami Saturnus, Titan)
memiliki efek rumah kaca, tapi artikel ini hanya membahas pengaruh di Bumi. Efek rumah kaca
untuk masing-masing benda langit tadi akan dibahas di masing-masing artikel.
Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami
yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah kaca ditingkatkan yang terjadi akibat aktivitas
manusia (lihat juga pemanasan global). Yang belakang diterima oleh semua; yang pertama
diterima kebanyakan oleh ilmuwan, meskipun ada beberapa perbedaan pendapat.

2.1.Penyebab

Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan
gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan
pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang
melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya.

Energi yang masuk ke bumi mengalami : 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di
atmosfer 25% diserap awan 45% diadsorpsi permukaan bumi 5% dipantulkan kembali oleh
permukaan bumi

Energi yang diadsoprsi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah oleh awan
dan permukaan bumi. Namun sebagian besar infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh
awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan
normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara
siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.

Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah sulfur dioksida (SO 2),
nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti
gas metana (CH4) dan khloro fluoro karbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting
dalam meningkatkan efek rumah kaca.

2.2.Akibat

Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang
sangat ekstrim di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya,
sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan
global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan
naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air
laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan
negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar.

Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata bumi 1-
5°C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan
peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5°C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya
konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan
dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi
menjadi meningkat.

2.3.Sejarah

Istilah Efek Rumah Kaca (green house effect) berasal dari pengalaman para petani di
daerah iklim sedang yang menanam sayur-mayur dan bunga-bungaan di dalam rumah kaca. Yang
terjadi dengan rumah kaca ini, cahaya matahari menembus kaca dan dipantulkan kembali oleh
benda-benda dalam ruangan rumah kaca sebagai gelombang panas yang berupa sinar infra
merah. Namun gelombang panas itu terperangkap di dalam ruangan kaca serta tidak bercampur
dengan udara dingin di luarnya. Akibatnya, suhu di dalam rumah kaca lebih tinggi daripada di
luarnya. Inilah gambaran sederhana terjadinya efek rumah kaca (ERK).

Pengalaman petani di atas kemudian dikaitkan dengan apa yang terjadi pada bumi dan
atmosfir. Lapisan atmosfir terdiri dari, berturut-turut: troposfir, stratosfir, mesosfir dan termosfer:
Lapisan terbawah (troposfir) adalah yang yang terpenting dalam kasus ERK. Sekitar 35% dari
radiasi matahari tidak sampai ke permukaan bumi. Hampir seluruh radiasi yang bergelombang
pendek (sinar alpha, beta dan ultraviolet) diserap oleh tiga lapisan teratas. Yang lainnya
dihamburkan dan dipantulkan kembali ke ruang angkasa oleh molekul gas, awan dan partikel.
Sisanya yang 65% masuk ke dalam troposfir. Di dalam troposfir ini, 14 % diserap oleh uap air,
debu, dan gas-gas tertentu sehingga hanya sekitar 51% yang sampai ke permukaan bumi. Dari
51% ini, 37% merupakan radiasi langsung dan 14% radiasi difus yang telah mengalami
penghamburan dalam lapisan troposfir oleh molekul gas dan partikel debu. Radiasi yang diterima
bumi, sebagian diserap sebagian dipantulkan. Radiasi yang diserap dipancarkan kembali dalam
bentuk sinar inframerah.

Sinar inframerah yang dipantulkan bumi kemudian diserap oleh molekul gas yang antara
lain berupa uap air atau H20, CO2, metan (CH4), dan ozon (O3). Sinar panas inframerah ini
terperangkap dalam lapisan troposfir dan oleh karenanya suhu udara di troposfir dan permukaan
bumi menjadi naik. Terjadilah Efek Rumah Kaca. Gas yang menyerap sinar inframerah disebut
Gas Rumah Kaca.

Seandainya tidak ada ERK, suhu rata-rata bumi akan sekitar minus 180 C — terlalu dingin
untuk kehidupan manusia. Dengan adanya ERK, suhu rata-rata bumi 330 C lebih tinggi, yaitu
150C. Jadi, ERK membuat suhu bumi sesuai untuk kehidupan manusia.

Namun, ketika pancaran kembali sinar inframerah terperangkap oleh CO2 dan gas lainnya,
maka sinar inframerah akan kembali memantul ke bumi dan suhu bumi menjadi naik.
Dibandingkan tahun 50-an misalnya, kini suhu bumi telah naik sekitar 0,20 C lebih.
III. Hujan Asam

3.1.Pengertian

Hujan asam adalah suatu masalah lingkungan yang serius yang benar-benar difikirkan oleh
manusia. Ini merupakan masalah umum yang secara berangsur-angsur mempengaruhi kehidupan
manusia. Istilah Hujan asam pertama kali diperkenalkan oleh Angus Smith ketika ia menulis
tentang polusi industri di Inggris (Anonim, 2001). Tetapi istilah hujan asam tidaklah tepat, yang
benar adalah deposisi asam.
Deposisi asam ada dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah. Deposisi kering
ialah peristiwa kerkenanya benda dan mahluk hidup oleh asam yang ada dalam udara. Ini dapat
terjadi pada daerah perkotaan karena pencemaran udara akibat kendaraan maupun asap pabrik.
Selain itu deposisi kering juga dapat terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin yang
membawa udara yang mengandung asam. Biasanya deposisi jenis ini terjadi dekat dari sumber
pencemaran.

Deposisi basah ialah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi apabila asap di
dalam udara larut di dalam butir-butir air di awan. Jika turun hujan dari awan tadi, maka air
hujan yang turun bersifat asam. Deposisi asam dapat pula terjadi karena hujan turun melalui
udara yang mengandung asam sehingga asam itu terlarut ke dalam air hujan dan turun ke bumi.
Asam itu tercuci atau wash out. Deposisi jenis ini dapat terjadi sangat jauh dari sumber
pencemaran.

Hujan secara alami bersifat asam karena Karbon Dioksida (CO2) di udara yang larut
dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat
bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan
dan binatang.

Hujan pada dasarnya memiliki tingkat keasaman berkisar pH 5, apabila hujan


terkontaminasi dengan karbon dioksida dan gas klorine yang bereaksi serta bercampur di
atmosphere sehingga tingkat keasaman lebih rendah dari pH 5, disebut dengan hujan asam.

Pada dasarnya Hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, Sulfur Dioxide (SO2) dan
nitrogen oxides (NOx) yang keduanya dihasilkan melalui pembakaran. Akan tetapi sekitar 50%
SO2 yang ada di atmosfer diseluruh dunia terjadi secara alami, misalnya dari letusan gunung
berapi maupun kebakaran hutan secara alami. Sedangkan 50% lainnya berasal dari kegiatan
manusia, misalnya akibat pembakaran BBF, peleburan logam dan pembangkit listrik. Minyak
bumi mengadung belerang antara 0,1% sampai 3% dan batubara 0,4% sampai 5%. Waktu BBF di
bakar, belerang tersebut beroksidasi menjadi belerang dioksida (SO2) dan lepas di udara. Oksida
belerang itu selanjutnya berubah menjadi asam sulfat (Soemarwoto O, 1992).

Kadar SO2 tertinggi terdapat pada pusat industri di Eropa, Amerika Utara dan Asia Timur.
Di Eropa Barat, 90% SO2 adalah antrofogenik. Di Inggris, 2/3 SO2 berasal dari pembangkit
listrik batu bara, di Jerman 50% dan di Kanada 63% (Anonim, 2005).

Menurut Soemarwoto O (1992), 50% nitrogen oxides terdapat di atmosfer secara alami,
dan 50% lagi juga terbentuk akibat kegiatan manusia, terutama akibat pembakaran BBF.
Pembakaran BBF mengoksidasi 5-50% nitrogen dalam batubara , 40-50% nitrogen dalam
minyak berat dan 100% nitrogen dalam mkinyak ringan dan gas. Makin tinggi suhu pembakaran,
makin banyak Nox yang terbentuk.
Selain itu NOx juga berasal dari aktifitas jasad renik yang menggunakan senyawa organik
yang mengandung N. Oksida N merupakan hasil samping aktifitas jasad renik itu. Di dalam
tanah pupuk N yang tidak terserap tumbuhan juga mengalami kimi-fisik dan biologik sehingga
menghasilkan N. Karena itu semakin banyak menggunakan pupuk N, makin tinggi pula produksi
oksida tersebut.

Senyawa SO2 dan NOx ini akan terkumpul di udara dan akan melakukan perjalanan ribuan
kilometer di atsmosfer, disaat mereka bercampur dengan uap air akan membentuk zat asam
sulphuric dan nitric. Disaat terjadinya curah hujan, kabut yang membawa partikel ini terjadilah
hujam asam. Hujan asam juga dapat terbentuk melalui proses kimia dimana gas sulphur dioxide
atau sulphur dan nitrogen mengendap pada logam serta mongering bersama debu atau partikel
lainnya (Anonim. 2005).

3.2 Dampak Hujan Asam

Terjadinya hujan asam harus diwaspadai karena dampak yang ditimbulkan bersifat global
dan dapat menggangu keseimbangan ekosistem. Hujan asam memiliki dampak tidak hanya pada
lingkungan biotik, namun juga pada lingkungan abiotik, antara lain :

Danau

Kelebihan zat asam pada danau akan mengakibatkan sedikitnya species yang bertahan.
Jenis Plankton dan invertebrate merupakan mahkluk yang paling pertama mati akibat pengaruh
pengasaman. Apa yang terjadi jika didanau memiliki pH dibawah 5, lebih dari 75 % dari spesies
ikan akan hilang (Anonim, 2002). Ini disebabkan oleh pengaruh rantai makanan, yang secara
signifikan berdampak pada keberlangsungan suatu ekosistem. Tidak semua danau yang terkena
hujan asam akan menjadi pengasaman, dimana telah ditemukan jenis batuan dan tanah yang
dapat membantu menetralkan keasaman.

Tumbuhan dan Hewan

Hujan asam yang larut bersama nutrisi didalam tanah akan menyapu kandungan tersebut
sebelum pohon-pohon dapat menggunakannya untuk tumbuh. Serta akan melepaskan zat kimia
beracun seperti aluminium, yang akan bercampur didalam nutrisi. Sehingga apabila nutrisi ini
dimakan oleh tumbuhan akan menghambat pertumbuhan dan mempercepat daun berguguran,
selebihnya pohon-pohon akan terserang penyakit, kekeringan dan mati. Seperti halnya danau,
Hutan juga mempunyai kemampuan untuk menetralisir hujan asam dengan jenis batuan dan
tanah yang dapat mengurangi tingkat keasaman.

Pencemaran udara telah menghambat fotosintesis dan immobilisasi hasil fotosintesis


dengan pembentukan metabolit sekunder yang potensial beracun. Sebagai akibatnya akar
kekurangan energi, karena hasil fotosintesis tertahan di tajuk. Sebaliknya tahuk
mengakumulasikan zat yang potensial beracun tersebut. Dengan demikian pertumbuhan akar dan
mikoriza terhambat sedangkan daunpun menjadi rontok. Pohon menjadi lemah dan mudah
terserang penyakit dan hama.

Penurunan pH tanah akibat deposisi asam juga menyebabkan terlepasnya aluminium dari
tanah dan menimbulkan keracunan. Akar yang halus akan mengalami nekrosis sehingga
penyerapan hara dan iar terhambat. Hal ini menyebabkan pohon kekurangan air dan hara serta
akhirnya mati. Hanya tumbuhan tertentu yang dapat bertahan hidup pada daerah tersebut, hal ini
akan berakibat pada hilangnya beberapa spesies. Ini juga berarti bahwa keragaman hayati
tamanan juga semakin menurun.

Kadar SO2 yang tinggi di hutan menyebabkan noda putih atau coklat pada permukaan
daun, jika hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan kematian tumbuhan
tersebut. Menurut Soemarmoto (1992), dari analisis daun yang terkena deposisi asam
menunjukkan kadar magnesium yang rendah. Sedangkan magnesium merupakan salah satu
nutrisi assensial bagi tanaman. Kekurangan magnesium disebabkan oleh pencucian magnesium
dari tanah karena pH yang rendah dan kerusakan daun meyebabkan pencucian magnesium di
daun.

Sebagaimana tumbuhan, hewan juga memiliki ambang toleransi terhadap hujan asam.
Spesies hewan tanah yang mikroskopis akan langsung mati saat pH tanah meningkat karena sifat
hewan mikroskopis adalah sangat spesifik dan rentan terhadap perubahan lingkungan yang
ekstrim. Spesies hewan yang lain juga akan terancam karena jumlah produsen (tumbuhan)
semakin sedikit. Berbagai penyakit juga akan terjadi pada hewan karena kulitnya terkena air
dengan keasaman tinggi. Hal ini jelas akan menyebabkan kepunahan spesies.

Kesehatan Manusia

Dampak deposisi asam terhadap kesehatan telah banyak diteliti, namun belum ada yang
nyata berhubungan langsung dengan pencemaran udara khususnya oleh senyawa NOx dan SO 2.
Kesulitan yang dihadapi dkarenakan banyaknya faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang,
termasuk faktor kepekaan seseorang terhadap pencemaran yang terjadi. Misalnya balita, orang
berusia lanjut, orang dengan status gizi buruk relatif lebih rentan terhadap pencemaran udara
dibandingkan dengan orang yang sehat.

Berdasarkan hasil penelitian, sulphur dioxide yang dihasilkan oleh hujan asam juga dapat
bereaksi secara kimia didalam udara, dengan terbentuknya partikel halus suphate, yang mana
partikel halus ini akan mengikat dalam paru-paru yang akan menyebabkan penyakit pernapasan.
Selain itu juga dapat mempertinggi resiko terkena kanker kulit karena senyawa sulfat dan nitrat
mengalami kontak langsung dengan kulit.

Korosi
Hujan asam juga dapat mempercepat proses pengkaratan dari beberapa material seperti
batu kapur, pasirbesi, marmer, batu pada diding beton serta logam. Ancaman serius juga dapat
terjadi pada bagunan tua serta monument termasuk candi dan patung. Hujan asam dapat merusak
batuan sebab akan melarutkan kalsium karbonat, meninggalkan kristal pada batuan yang telah
menguap. Seperti halnya sifat kristal semakin banyak akan merusak batuan.

3.3 Upaya Pengendalian Deposisi Asam

Usaha untuk mengendalikan deposisi asam ialah menggunakan bahan bakar yang
mengandung sedikit zat pencemae, menghindari terbentuknya zat pencemar saar terjadinya
pembakaran, menangkap zat pencemar dari gas buangan dan penghematan energi.

a. Bahan Bakar Dengan kandungan Belerang Rendah

Kandungan belerang dalam bahan bakar bervariasi. Masalahnya ialah sampai saat ini
Indonesia sangat tergantung dengan minyak bumi dan batubara, sedangkan minyak bumi
merupakan sumber bahan bakar dengan kandungan belerang yang tinggi.

Penggunaan gas asalm akan mengurangi emisi zat pembentuk asam, akan tetapi kebocoran
gas ini dapat menambah emisi metan. Usaha lain yaitu dengan menggunakan bahan bakar non-
belerang misalnya metanol, etanol dan hidrogen. Akan tetapi penggantian jenis bahan bakar ini
haruslah dilakukan dengan hati-hati, jika tidak akan menimbulkan masalah yang lain. Misalnya
pembakaran metanol menghasilkan dua sampai lima kali formaldehide daripada pembakaran
bensin. Zat ini mempunyai sifat karsinogenik (pemicu kanker).

b. Mengurangi kandungan Belerang sebelum Pembakaran

Kadar belarang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi
tertentu. Dalam proses produksi, misalnya batubara, batubara diasanya dicuci untukk
membersihkan batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain, serta mengurangi kadar belerang yang
berupa pirit (belerang dalam bentuk besi sulfida( sampai 50-90% (Soemarwoto, 1992).

c. pengendalian Pencemaran Selama Pembakaran

Beberapa teknologi untuk mengurangi emisi SO2 dan Nox pada waktu pembakaran telah
dikembangkan. Slah satu teknologi ialah lime injection in multiple burners (LIMB). Dengan
teknologi ini, emisi SO2 dapat dikurangi sampai 80% dan NOx 50%.

Caranya dengan menginjeksikan kapur dalam dapur pembakaran dan suhu pembakaran
diturunkan dengan alat pembakar khusus. Kapur akan bereaksi dengan belerang dan membentuk
gipsum (kalsium sulfat dihidrat). Penuruna suhu mengakibatkan penurunan pembentukan Nox
baik dari nitrogen yang ada dalam bahan bakar maupun dari nitrogen udara.
Pemisahan polutan dapat dilakukan menggunakan penyerap batu kapur atau Ca(OH) 2. Gas
buang dari cerobong dimasukkan ke dalam fasilitas FGD. Ke dalam alat ini kemudian
disemprotkan udara sehingga SO2 dalam gas buang teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3. Gas
buang selanjutnya "didinginkan" dengan air, sehingga SO3 bereaksi dengan air (H2O)
membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat selanjutnya direaksikan dengan Ca(OH)2 sehingga
diperoleh hasil pemisahan berupa gipsum (gypsum). Gas buang yang keluar dari sistem FGD
sudah terbebas dari oksida sulfur. Hasil samping proses FGD disebut gipsum sintetis karena
memiliki senyawa kimia yang sama dengan gipsum alam.

d. Pengendalian Setelah Pembakaran

Zat pencemar juga dapat dikurangi dengan gas ilmiah hasil pembakaran. Teknologi yang
sudah banyak dipakai ialah fle gas desulfurization (FGD) (Akhadi, 2000. Prinsip teknologi ini
ialah untuk mengikat SO2 di dalam gas limbah di cerobong asap dengan absorben, yang disebut
scubbing (Sudrajad, 2006). Dengan cara ini 70-95% SO2 yang terbentuk dapat diikat. Kerugian
dari cara ini ialah terbentuknya limbah. Akan tetapi limbah itu dapat pula diubah menjadi gipsum
yang dapat digunakan dalam berbagai industri. Cara lain ialah dengan menggunakan amonia
sebagai zat pengikatnya sehingga limbah yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagi pupuk.

Selain dapat mengurangi sumber polutan penyebab hujan asam, gipsum yang dihasilkan
melalui proses FGD ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan, misal untuk bahan bangunan. Sebagai bahan bangunan, gipsum tampil dalam
bentuk papan gipsum (gypsum boards) yang umumnya dipakai sebagai plafon atau langit-langit
rumah (ceiling boards), dinding penyekat atau pemisah ruangan (partition boards) dan pelapis
dinding (wall boards).

Amerika Serikat merupakan negara perintis dalam memproduksi gipsum sintetis ini. Pabrik
wallboard dari gipsum sintetis yang pertama di AS didirikan oleh Standard Gypsum LLC mulai
November tahun 1997 lalu. Lokasi pabriknya berdekatan dengan stasiun pembangkit listrik
Tennessee Valley Authority (TVA) di Cumberland yang berkapasitas 2600 megawatt.

Produksi gipsum sintetis merupakan suatu terobosan yang mampu mengubah bahan
buangan yang mencemari lingkungan menjadi suatu produk baru yang bernilai ekonomi. Sebagai
bahan wallboard, gipsum sintetis yang diproduksi secara benar ternyata memiliki kualitas yang
lebih baik dibandingkan gipsum yang diperoleh dari penambangan. Gipsum hasil proses FGD ini
memiliki ukuran butiran yang seragam. Mengingat dampak positifnya cukup besar, tidak
mustahil suatu saat nanti, setiap PLTU batu bara akan dilengkapi dengan pabrik gipsum sintetis.

d. Mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce)

Hendaknya prinsip ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu barang, dimana produk
itu harus dapat digunakan kembali atau dapat didaur ulang sehingga jumlah sampah atau limbah
yang dihasilkan dapat dikurangi. Teknologi yang digunakan juga harus diperhatikan, teknologi
yang berpotensi mengeluarkan emisi hendaknya diganti dengan teknologi yang lebih baik dan
bersifat ramah lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan perubahan gaya hidup, kita sering kali
berlomba membeli kendaraan pribadi, padahal transportasilah yang merupakan penyebab
tertinggi pencemaran udara. Oleh karena itu kita harus memenuhi kadar baku mutu emisi, baik di
industri maupun transportasi.

3.4. Sumber

Secara alami hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari gunung berapi dan dari proses
biologis di tanah, rawa, dan laut. Akan tetapi, mayoritas hujan asam disebabkan oleh aktivitas
manusia seperti industri, pembangkit tenaga listrik, kendaraan bermotor dan pabrik pengolahan
pertanian (terutama amonia). Gas-gas yang dihasilkan oleh proses ini dapat terbawa angin hingga
ratusan kilometer di atmosfer sebelum berubah menjadi asam dan terdeposit ke tanah.

Hujan asam karena proses industri telah menjadi masalah yang penting di Republik Rakyat
Cina, Eropa Barat, Rusia dan daerah-daerah di arahan anginnya. Hujan asam dari pembangkit
tenaga listrik di Amerika Serikat bagian Barat telah merusak hutan-hutan di New York dan New
England. Pembangkit tenaga listrik ini umumnya menggunakan batu bara sebagai bahan
bakarnya.

3.5.Pembentukan Hujan Asam

Secara sedehana, reaksi pembentukan hujan asam sebagai berikut:

Bukti terjadinya peningkatan hujan asam diperoleh dari analisa es kutub. Terlihat turunnya
kadar pH sejak dimulainya Revolusi Industri dari 6 menjadi 4,5 atau 4. Informasi lain diperoleh
dari organisme yang dikenal sebagai diatom yang menghuni kolam-kolam. Setelah bertahun-
tahun, organisme-organisme yang mati akan mengendap dalam lapisan-lapisan sedimen di dasar
kolam. Pertumbuhan diatom akan meningkat pada pH tertentu, sehingga jumlah diatom yang
ditemukan di dasar kolam akan memperlihatkan perubahan pH secara tahunan bila kita melihat
ke masing-masing lapisan tersebut.

Sejak dimulainya Revolusi Industri, jumlah emisi sulfur dioksida dan nitrogen oksida ke
atmosfer turut meningkat. Industri yang menggunakan bahan bakar fosil, terutama batu bara,
merupakan sumber utama meningkatnya oksida belerang ini. Pembacaan pH di area industri
terkadang tercatat hingga 2,4 (tingkat keasaman cuka). Sumber-sumber ini, ditambah oleh
transportasi, merupakan penyumbang-penyumbang utama hujan asam.

Masalah hujan asam tidak hanya meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi dan
industri tetapi telah berkembang menjadi lebih luas. Penggunaan cerobong asap yang tinggi
untuk mengurangi polusi lokal berkontribusi dalam penyebaran hujan asam, karena emisi gas
yang dikeluarkannya akan masuk ke sirkulasi udara regional yang memiliki jangkauan lebih luas.
Sering sekali, hujan asam terjadi di daerah yang jauh dari lokasi sumbernya, di mana daerah
pegunungan cenderung memperoleh lebih banyak karena tingginya curah hujan di sini.

Terdapat hubungan yang erat antara rendahnya pH dengan berkurangnya populasi ikan di
danau-danau. pH di bawah 4,5 tidak memungkinkan bagi ikan untuk hidup, sementara pH 6 atau
lebih tinggi akan membantu pertumbuhan populasi ikan. Asam di dalam air akan menghambat
produksi enzim dari larva ikan trout untuk keluar dari telurnya. Asam juga mengikat logam
beracun seperi alumunium di danau. Alumunium akan menyebabkan beberapa ikan
mengeluarkan lendir berlebihan di sekitar insangnya sehingga ikan sulit bernafas. Pertumbuhan
Phytoplankton yang menjadi sumber makanan ikan juga dihambat oleh tingginya kadar pH.

Tanaman dipengaruhi oleh hujan asam dalam berbagai macam cara. Lapisan lilin pada
daun rusak sehingga nutrisi menghilang sehingga tanaman tidak tahan terhadap keadaan dingin,
jamur dan serangga. Pertumbuhan akar menjadi lambat sehingga lebih sedikit nutrisi yang bisa
diambil, dan mineral-mineral penting menjadi hilang.

Ion-ion beracun yang terlepas akibat hujan asam menjadi ancaman yang besar bagi
manusia. Tembaga di air berdampak pada timbulnya wabah diare pada anak dan air tercemar
alumunium dapat menyebabkan penyakit Alzheimer.

3.6.Sejarah

Hujan asam dilaporkan pertama kali di Manchester, Inggris, yang menjadi kota penting
dalam Revolusi Industri. Pada tahun 1852, Robert Angus Smith menemukan hubungan antara
hujan asam dengan polusi udara. Istilah hujan asam tersebut mulai digunakannya pada tahun
1872. Ia mengamati bahwa hujan asam dapat mengarah pada kehancuran alam.

Walaupun hujan asam ditemukan di tahun 1852, baru pada tahun 1970-an para ilmuwan
mulai mengadakan banyak melakukan penelitian mengenai fenomena ini. Kesadaran masyarakat
akan hujan asam di Amerika Serikat meningkat di tahun 1990-an setelah di New York Times
memuat laporan dari Hubbard Brook Experimental Forest di New Hampshire tentang of the
banyaknya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh hujan asam.

3.7.Metode Pencegahan
Di Amerika Serikat, banyak pembangkit tenaga listrik tenaga batu bara menggunakan Flue
gas desulfurization (FGD) untuk menghilangkan gas yang mengandung belerang dari cerobong
mereka. Sebagai contoh FGD adalah wet scrubber yang umum digunakan di Amerika Serikat dan
negara-negara lainnya. Wet scrubber pada dasarnya adalah tower yang dilengkapi dengan kipas
yang mengambil gas asap dari cerobong ke tower tersebut. Kapur atau batu kapur dalam bentuk
bubur juga diinjeksikan ke ke dalam tower sehingga bercampur dengan gas cerobong serta
bereaksi dengan sulfur dioksida yang ada, Kalsium karbonat dalam batu kapur menghasilkan
kalsium sulfat ber pH netral yang secara fisik dapat dikeluarkan dari scrubber. Oleh karena itu,
scrubber mengubah polusi menjadi sulfat industri.

Di beberapa area, sulfat tersebut dijual ke pabrik kimia sebagai gipsum bila kadar kalsium
sulfatnya tinggi. Di tempat lain, sulfat tersebut ditempatkan di land-fill.

3.8.Proses Terjadinya Hujan Asam

DENGAN semakin meningkatnya ilmu pengetahun dan teknologi (iptek), semakin tinggi
pula aktivitas kegiatan ekonomi manusia, di antaranya dengan semakin pesatnya perkembangan
proses industrialisasi dan sistem transportasi. Sebagai konsekuensi logis, maka semakin
meningkat pula zat-zat polutan yang dikeluarkan kegiatan industri maupun transportasi tersebut.
Keberadaan zat-zat polutan di udara ini tentu akan berpengaruh terhadap proses-proses fisik dan
kimia yang terjadi di udara. Salah satu dampaknya ialah dengan terjadinya hujan asam.

Istilah hujan asam pertama kali digunakan Robert Angus Smith pada tahun 1972. Ia
menguraikan tentang keadaan di Manchester, sebuah kawasan industri di bagian utara Inggris.
Hujan asam ini pada dasarnya merupakan bagian dari peristiwa terjadinya deposisi asam.
Deposisi asam terdiri dari dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah. Deposisi kering
adalah peristiwa terkenanya benda dan molekul hidup oleh asam yang ada dalam udara.

Hal ini bisa terjadi di daerah perkotaan, karena adanya pencemaran udara dari lalu lintas
yang berat dan daerah yang langsung terkena udara yang tercemar dari pabrik. Dapat pula terjadi
di daerah perbukitan yang terkena angin yang membawa udara yang mengandung asam.
Deposisi kering biasanya terjadi di tempat dekat sumber pencemaran.

Sedangkan deposisi basah ialah turunnya dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi apabila asam
di dalam udara larut ke dalam butir-butir air di awan. Jika kemudian turun hujan dari awan itu,
air hujannya akan bersifat asam. Dalam bahasa Inggris peristiwa ini disebut dengan rain-out.
Deposisi basah dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara yang mengandung asam,
sehingga asam itu larut ke bumi. Peristiwa ini disebut wash-out.

Menurut Bambang Yulianto (1993) masalah deposisi asam terjadi di lapisan atmosfer
terendah, yaitu di troposfer. Asam yang terkandung didalam deposisi asam ialah asam sulfat
(H2SO4) dan asam nitrat (NHO3). Keduanya merupakan asam yang sangat kuat. Asam sulfat
berasal dari gas SO2 dan asam nitrat, terutama dari gas NOx yang melalui proses fisik dan kimia
di udara membentuk keasaman. Proses yang terjadi sangatlah kompleks yang melibatkan proses
transportasi dan transformasi. Kontribusi air hujan untuk mengikat zat-zat polutan tersebut
membentuk keasaman dalam bentuk senyawa H2SO4 dan NHO3.

Dalam konteks ini, dalam ilmu kimia, derajat keasaman diukur dengan pH yang
menunjukkan kadar ion H+ yang terdapat dalam sebuah larutan yang dinyatakan dalam -log
kadar H+. Karena pH menggunakan skala logaritma, tiap skala berarti kelipatan 10. Misalnya,
pH 3 adalah 10 kali lebih asam dari pada pH 4 dan 100 kali asam dari pH 5. Sedangkan hujan
yang normal, yaitu hujan yang tidak tercemar, mempunyai pH sekira 5,6. Jadi, bersifat agak
asam. Hal ini disebabkan gas CO2 didalam air hujan. Asam karbonat itu bersifat asam yang
tercemar oleh asam yang kuat, pH air hujan turun dibawah 5,6. Hujan inilah yang merupakan
hujan asam.

3.9. Polutan yang berperan

Polutan yang berperan akan terjadinya hujan asam adalah zat SO2 dan NOx di udara.
Sekira 50% SO yang ada didala2m atmosfer adalah alamiah, antara lain dari letusan gunung
berapi dan kebakaran hutan yang alamiah. Sedangkan yang 50% lagi adalah antropogenik, yaitu
berasal dari aktivitas manusia, terutama dari pembakaran bahan-bahan fosil (BBF) dan peleburan
logam.

Namun, di daerah yang banyak mempunyai industri dan lalu lintas berat, SO2 yang
antrofogenik lebih tinggi.

Kadar SO2 tertinggi te2rdapat pada pusat industri di Eropa, Amerika Utara dan Asia Timur.
Di Eropa Barat, 90% SO adalah antrofogenik. Di Inggris, 2/3 SO2 berasal dari pembangkit listrik
batu bara, di Jerman 50% dan di Kanada 63%.

Emisi terbesar SO2 di dunia adalah pabrik pelebur tembaga dan nikel di Sundbury, Ontario,
Kanada yang mengemisikan SO2 632.000 ton/tahun. Adapun pembentukan asam sulfat dalam
fase gas oleh emisi SO2 di udara terjadi dengan bantuan radikal hidroksil (OH), sehingga
terbentuklah kembali radikal OH.

Oleh sebab itu selama masih terdapat NO di atmosfer, dapatlah terbentuk asam sulfat tanpa
mengurangi kadar OH. Dengan demikian semakin banyak SO2 makin banyak pula asam sulfat
yang terbentuk.

Kemudian, seperti halnya SO2, 50% NOx dalam atmosfer adalah alamiah dan 50%
antrofogenik. Pembakaran BBF juga merupakan sumber terbesar NOx sehingga di negara
dengan industri maju NOx yang antrofogenik lebih besar dari pada yang alamiah. Emisi NOx
dalam tahun 1980 diperkirakan sebesar 9,2 juta ton di Eropa, 19,3 juta ton di Amerika Serikat,
dan 1,8 juta ton di Kanada. Instalasi pembangkit listrik dan kendaraan bermotor merupakan
sumber utama NOx.

NOx berasal juga dari aktivitas jasad renik tanah, di mana untuk kehidupannya
menggunakan senyawa organik yang mengandung N. Oksida N itu merupakan hasil sampingan
dari aktivitas jasad renik tersebut.

Pupuk N dalam tanah yang tidak terserap tumbuhan juga mengalami perombakan kimia
fisik dan biologi yang menghasilkan oksida N. Semakin banyak digunakan pupuk N, semakin
tinggi pula produksi oksida tersebut. Sebagian dari oksida N tersebut di udara berubah menjadi
asam nitrat.

Sumber asam nitrat yang lain ialah amonia (NH3). NH3 sebenarnya bersifat basa, tetapi
keberadaannya di udara menetralisasi asam dengan pembentukan garam (NH4)2 dan NH4NO3
kemudian dioksidasi menjadi asam nitrat. Sumber utama NH3 ialah pertanian dan peternakan,
yaitu pupuk dan kotoran ternak.

Untuk emisi yang berasal dari transportasi (pencemaran udara akibat aktivitas transportasi
besarnya 33-50% dari pencemaran total pada udara) dengan menggunakan metode pengubah
katalik (catalytic converter). Namun, alat ini hanya dapat dipergunakan pada kendaraan dengan
bahan bakar minyak (BBM) bensin dan tidak pada mesin diesel.

Alat ini pun juga tidak dapat dipergunakan pada bensin yang mengandung timbal (Pb),
sehingga tidak dapat dipergunakan di negara yang masih mempergunakan bensin jenis ini,
seperti di Indonesia. Pengubah katalik ini dipasang pada knalpot menggunakan campuran
platinum dan rhodium sebagai katalisator. Alat ini dapat mengubah CO dan HC menjadi CO2
dan air serta mereduksi NOx menjadi gas nitrogen. Dengan alat ini emisi CO, HC, dan NOx
dapat dikurangi sampai dengan 90%.

Semua cara tadi tentu saja memerlukan biaya yang mahal. Untuk itu, dalam
mengantisipasinya yaitu dengan cara upaya penghematan energi.

Penghematan energi ini mempunyai keuntungan dalam mengurangi CO2 selain


mengurangi emisi lainnya. Namun, tentunya bersifat fleksibel, sehingga terdapat pilihan yang
luas yang bisa dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat.(Budi Imansyah S./sumber; BD)

IV. Dampak Pengolahan Minyak Bumi

V. Proses Pembuatan Minyak Bumi


Membahas identifikasi minyak bumi tidak dapat lepas dari bahasan teori pembentukan
minyak bumi dan kondisi pembentukannya yang membuat suatu minyak bumi menjadi spesifik
dan tidak sama antara suatu minyak bumi dengan minyak bumi lainnya.

Ada banyak hipotesa tentang terbentuknya minyak bumi yang dikemukakan oleh para
ahli, beberapa diantaranya adalah :

1.Teori Biogenesis ( organik )

Macqiur (Perancis, 1758) merupakan orang yang pertama kali mengemukakan pendapat
bahwa minyak bumi berasal dari tumbuh-tumbuhan. Kemudian M.W. Lamanosow (Rusia, 1763)
juga mengemukakan hal yang sama. Pendapat di atas juga didukung oleh sarjana lainnya seperti,
New Beery (1859), Engler (1909), Bruk (1936), Bearl (1938) dan Hofer. Mereka menyatakan
bahwa: “minyak dan gas bumi berasal dari organisme laut yang telah mati berjuta-juta tahun
yang lalu dan membentuk sebuah lapisan dalam perut bumi.”

2.Teori Abiogenesis ( Anorganik )

Barthelot (1866) mengemukakan bahwa di dalam minyak bumi terdapat logam alkali,
yang dalam keadaan bebas dengan temperatur tinggi akan bersentuhan dengan CO2 membentuk
asitilena. Kemudian Mandeleyev (1877) mengemukakan bahwa minyak bumi terbentuk akibat
adanya pengaruh kerja uap pada karbida-karbida logam dalam bumi. Yang lebih ekstrim lagi
adalah pernyataan beberapa ahli yang mengemukakan bahwa minyak bumi mulai terbentuk sejak
zaman prasejarah, jauh sebelum bumi terbentuk dan bersamaan dengan proses terbentuknya
bumi. Pernyataan tersebut berdasarkan fakta ditemukannya material hidrokarbon dalam beberapa
batuan meteor dan di atmosfir beberapa planet lain 2).

Dari sekian banyak hipotesa tersebut yang sering dikemukakan adalah Teori Biogenesis,
karena lebih bisa. Teori pembentukan minyak bumi terus berkembang seiring dengan
berkembangnya teknologi dan teknik analisis minyak bumi, sampai kemudian pada tahun 1984
G. D. Hobson dalam tulisannya yang berjudul The Occurrence and Origin of Oil and Gas
menyatakan bahwa : “The type of oil is dependent on the position in the depositional basin, and
that the oils become lighter in going basinward in any horizon. It certainly seems likely that the
depositional environment would determine the type of oil formed and could exert an influence on
the character of the oil for a long time, even thought there is evolution”

Berdasarkan teori Biogenesis, minyak bumi terbentuk karena adanya kebocoran kecil
yang permanen dalam siklus karbon. Siklus karbon ini terjadi antara atmosfir dengan permukaan
bumi, yang digambarkan dengan dua panah dengan arah yang berlawanan, dimana karbon
diangkut dalam bentuk karbon dioksida (CO2). Pada arah pertama, karbon dioksida di atmosfir
berasimilasi, artinya CO2 diekstrak dari atmosfir oleh organisme fotosintetik darat dan laut. Pada
arah yang kedua CO2 dibebaskan kembali ke atmosfir melalui respirasi makhluk hidup
(tumbuhan, hewan dan mikroorganisme).Dalam proses ini, terjadi kebocoran kecil yang
memungkinkan satu bagian kecil karbon yang tidak dibebaskan kembali ke atmosfir dalam
bentuk CO2, tetapi mengalami transformasi yang akhir-nya menjadi fosil yang dapat terbakar.
Bahan bakar fosil ini jumlahnya hanya kecil sekali. Bahan organik yang mengalami oksidasi
selama pemendaman. Akibatnya, bagian utama dari karbon organik dalam bentuk karbonat
menjadi sangat kecil jumlahnya dalam batuan sedimen.

Pada mulanya senyawa tersebut (seperti karbohidrat, protein dan lemak) diproduksi oleh
makhluk hidup sesuai dengan kebutuhannya, seperti untuk mempertahankan diri, untuk
berkembang biak atau sebagai komponen fisik dan makhluk hidup itu. Komponen yang
dimaksud dapat berupa konstituen sel, membran, pigmen, lemak, gula atau protein dari tumbuh-
tumbuhan, cendawan, jamur, protozoa, bakteri, invertebrata ataupun binatang berdarah dingin
dan panas, sehingga dapat ditemukan di udara, pada permukaan, dalam air atau dalam tanah.

Apabila makhluk hidup tersebut mati, maka 99,9 % senyawa karbon dan makhluk hidup
akan kembali mengalami siklus sebagal rantai makanan, sedangkan sisanya 0,1 % senyawa
karbon terjebak dalam tanah dan dalam sedimen. Inilah yang merupakan cikal bakal senyawa-
senyawa fosil atau dikenal juga sebagai embrio minyak bumi. Embrio ini mengalami
perpindahan dan akan menumpuk di salah satu tempat yang kemungkinan menjadi reservoar dan
ada yang hanyut bersama aliran air sehingga menumpuk di bawah dasar laut, dan ada juga karena
perbedaan tekanan di bawah laut muncul ke permukaan lalu menumpuk di permukaan dan ada
pula yang terendapkan di permukaan laut dalam yang arusnya kecil. Embrio kecil ini menumpuk
dalam kondisi lingkungan lembab, gelap dan berbau tidak sedap di antara mineral-mineral dan
sedimen, lalu membentuk molekul besar yang dikenal dengan geopolimer. Senyawa-senyawa
organik yang terpendam ini akan tetap dengan karakter masing-masing yang spesifik sesuai
dengan bahan dan lingkungan pembentukannya. Selanjutnya senyawa organik ini akan
mengalami proses geologi dalam perut bumi. Pertama akan mengalami proses diagenesis,
dimana senyawa organik dan makhluk hidup sudah merupakan senyawa mati dan terkubur
sampai 600 meter saja di bawah permukaan dan lingkungan bersuhu di bawah 50°C.

Pada kondisi ini senyawa-senyawa organik yang berasal dan makhluk hidup mulai
kehilangan gugus beroksigen akibat reaksi dekarboksilasi dan dehidratasi. Semakin dalam
pemendaman terjadi, semakin panas lingkungannya, penam-bahan kedalaman 30 - 40 m akan
menaik-kan temperatur 1°C. Di kedalaman lebih dan 600 m sampai 3000 m, suhu pemendaman
akan berkisar antara 50 - 150 °C, proses geologi kedua yang disebut katagenesis akan
berlangsung, maka geopolimer yang terpendam mulal terurai akibat panas bumi. Komponen-
komponen minyak bumi pada proses ini mulai terbentuk dan senyawa–senyawa karakteristik
yang berasal dan makhluk hidup tertentu kembali dibebaskan dari molekul. Bila kedalaman terus
berlanjut ke arah pusat bumi, temperatur semakin naik, dan jika kedalaman melebihi 3000 m dan
suhu di atas 150°C, maka bahan-bahan organik dapat terurai menjadi gas bermolekul kecil, dan
proses ini disebut metagenesis.

Setelah proses geologi ini dilewati, minyak bumi sudah terbentuk bersama-sama dengan
bio-marka. Fosil molekul yang sudah terbentuk ini akan mengalami perpindahan (migrasi)
karena kondisi lingkungan atau kerak bumi yang selalu bergerak rata-rata se-jauh 5 cm per tahun,
sehingga akan ter-perangkap pada suatu batuan berpori, atau selanjutnya akan bermigrasi
membentuk suatu sumur minyak. Apabila dicuplik batuan yang memenjara minyak ini (batuan
induk) atau minyak yang terperangkap dalam rongga bu-mi, akan ditemukan fosil senyawa-
senyawa organik. Fosil-fosil senyawa inilah yang diten-tukan strukturnya menggunaan be-berapa
metoda analisis, sehingga dapat menerangkan asal-usul fosil, bahan pembentuk, migrasi minyak
bumi serta hubungan antara suatu minyak bumi dengan minyak bumi lain dan hubungan minyak
bumi dengan batuan induk.

Minyak mentah yang baru dipompakan ke luar dari tanah dan belum diproses umumnya
tidak begitu bermanfaat. Agar dapat dimanfaatkan secara optimal, minyak mentah tersebut harus
diproses terlebih dahulu di dalam kilang minyak.

Minyak mentah merupakan campuran yang amat kompleks yang tersusun dari berbagai
senyawa hidrokarbon. Di dalam kilang minyak tersebut, minyak mentah akan mengalami
sejumlah proses yang akan memurnikan dan mengubah struktur dan komposisinya sehingga
diperoleh produk yang bermanfaat.

Secara garis besar, proses yang berlangsung di dalam kilang minyak dapat digolongkan
menjadi 5 bagian, yaitu:

Proses Distilasi, yaitu proses penyulingan berdasarkan perbedaan titik didih; Proses ini
berlangsung di Kolom Distilasi Atmosferik dan Kolom Destilasi Vakum.

Proses Konversi, yaitu proses untuk mengubah ukuran dan struktur senyawa hidrokarbon.
Termasuk dalam proses ini adalah:

a.Dekomposisi dengan cara perengkahan termal dan katalis (thermal and catalytic
cracking)

b.Unifikasi melalui proses alkilasi dan polimerisasi

c.Alterasi melalui proses isomerisasi dan catalytic reforming


Proses Pengolahan (treatment). Proses ini dimaksudkan untuk menyiapkan fraksi-fraksi
hidrokarbon untuk diolah lebih lanjut, juga untuk diolah menjadi produk akhir.

Formulasi dan Pencampuran (Blending), yaitu proses pencampuran fraksi-fraksi


hidrokarbon dan penambahan bahan aditif untuk mendapatkan produk akhir dengan spesikasi
tertentu.

Proses-proses lainnya, antara lain meliputi: pengolahan limbah, proses penghilangan air
asin (sour-water stripping), proses pemerolehan kembali sulfur (sulphur recovery), proses
pemanasan, proses pendinginan, proses pembuatan hidrogen, dan proses-proses pendukung
lainnya.

5.1. Proses Distilasi

Tahap awal proses pengilangan berupa proses distilasi (penyulingan) yang berlangsung di
dalam Kolom Distilasi Atmosferik dan Kolom Distilasi Vacuum. Di kedua unit proses ini minyak
mentah disuling menjadi fraksi-fraksinya, yaitu gas, distilat ringan (seperti minyak bensin),
distilat menengah (seperti minyak tanah, minyak solar), minyak bakar (gas oil), dan residu.
Pemisahan fraksi tersebut didasarkan pada titik didihnya.
Kolom distilasi berupa bejana tekan silindris yang tinggi (sekitar 40 m) dan di dalamnya
terdapat tray-tray yang berfungsi memisahkan dan mengumpulkan fluida panas yang menguap
ke atas. Fraksi hidrokarbon berat mengumpul di bagian bawah kolom, sementara fraksi-fraksi
yang lebih ringan akan mengumpul di bagian-bagian kolom yang lebih atas.

Fraksi-fraksi hidrokarbon yang diperoleh dari kolom distilasi ini akan diproses lebih
lanjut di unit-unit proses yang lain, seperti: Fluid Catalytic Cracker, dll.

5.2. Produk-produk Kilang Minyak

Produk-produk utama kilang minyak adalah:

• Minyak bensin (gasoline). Minyak bensin merupakan produk terpenting dan


terbesar dari kilang minyak.

• Minyak tanah (kerosene)

• LPG (Liquified Petroleum Gas)

• Minyak distilat (distillate fuel)

• Minyak residu (residual fuel)

• Kokas (coke) dan aspal

• Bahan-bahan kimia pelarut (solvent)

• Bahan baku petrokimia

5.3. Pemrosesan Minyak Bumi


Pada pemrosesan minyak bumi melibatkan 2 proses utama, yaitu :
a.Proses pemisahan (separation processes)
b. Proses konversi (convertion processes)
Proses pengilangan (refines) pertama-tama adalah mengubah komponen minyak menjadi
fraksi-fraksi yang laku dijual berupa beberapa tipe dari destilasi.Beberapa perlakuan kimia dan
pemanasan dilakukan untuk memperbaiki kualitas dari produk minyak mentah yang diperoleh.
Misalnya pada tahun 1912 permintaan gasolin melebihi supply dan untuk memenuhi permintaan
tersebut maka digunakan proses "pemanasan" dan "tekanan" yang tinggi untuk mengubah fraksi
yang tidak diharapkan. Molekul besar menjadi yang lebih kecil dalam range titik didih gasolin,
proses ini disebut cracking.
a. Proses Pemisahan (Separation Processes)
Unit operasi yang digunakan dalam penyulingan minyak biasanya sederhana tetapi yang
kompleks adalah interkoneksi dan interaksinya. Proses pemisahan tersebut adalah :
1. Destilasi
Bensin, kerasin dan minyak gas biasanya disuling pada tekanan atmosfer, fraksi-fraksi
minyak pelumas akan mencapai suhu yang lebih tinggi dimana zat-zat hidrokarbon mulai terurai
(biasanya kira-kira antara suhu 375 -400°C) karena itu lebih baik jika minyak pelumas disuling
dengan tekanan yang diturunkan. Pengurangan tekanan diperoleh dengan menggunakan sebuah
pompa vakum (vacum pump).
2. Absorpsi
Umumnya digunakan untuk memisahkan zat yang bertitik didih tinggi dengan gas. Minyak
gas digunakan untuk menyerap gasolin alami dari gas-gas basah. Gasgas dikeluarkan dari tank
penyimpanan gas sebagai hasil dari pemanasan matahari yang kemudian diserap ulang oleh
tanaman. Steam stripping pada umumnya digunakan untuk mengabsorpsi hidrokarbon fraksi
ringan dan memperbaiki kapasitas absorpsi minyak gas.
Proses ini dilakukan terutama dalam hal-hal sebagai berikut:
- Untuk mendapatkan fraksi-fraksi gasolin alami yang dapat dicampurkan pada bensin.
- Untuk pemisahan gas-gas rekahan dalam suatu fraksi yang sangat ringan (misalnya fraksi
yang terdiri dari zat hidrogen, metana, etana) dan fraksi yang lebih berat yaitu yang mempunyai
komponen-komponen yang lebih tinggi.
- Untuk menghasilkan bensin-bensin yang dapat dipakai dari berbagai gas ampas dari suatu
instalasi penghalus.
3. Adsorpsi
Proses adsorpsi digunakan untuk memperoleh material berat dari gas. Pemakaian
terpenting proses adsorpsi pada perindustrian minyak adalah :
- Untuk mendapatkan bagian-bagian berisi bensin (natural gasoline) dari gas-gas buni,
dalam hal ini digunakan arang aktif.
- Untuk menghilangkan bagian-bagian yang memberikan warna dan hal-hal lain yang tidak
dikehendaki dari minyak, digunakan tanah liat untuk menghilangkan warna dan bauxiet (biji
oksida-aluminium).
4. Filtrasi
Digunakan untuk memindahkan endapan lilin dari lilin yang mengandung destilat. Filtrasi
dengan tanah liat digunakan untuk decolorisasi fraksi.
5. Kristalisasi
Sebelum di filtrasi lilin harus dikristalisasi untuk menyesuaikan ukuran kristal dengan
cooling dan stirring. Lilin yang tidak diinginkan dipindahkan dan menjadi lilin mikrokristalin
yang diperdagangkan.
6. Ekstraksi
Pengerjaan ini didasarkan pada pembagian dari suatu bahan tertentu dalam dua bagian
yang mempunyai sifat dapat larut yang berbeda.
b. Proses Konversi (conversion processes)
Hampir 70% dari minyak mentah di proses secara konversi di USA, mekanisme yang
terjadi berupa pembentukan "ion karbonium" dan "radikal bebas".

Dibawah ini ada beberapa contoh reaksi konversi dasar yang penting:
1. Cracking atau Pyrolisis
Cracking atau pyirolisis merupakan proses pemecahan molekul-molekul hidrokarbon besar
menjadi molekul-molekul yang lebih kecil dengan adanya pemanasan atau katalis.

C7H15C15H30C7H15 C7H16 + C6H12CH2 + C14H28CH2


minyak gas berat gasolin gasalin (anti knock) recycle stock

Dengan adanya pemanasan yang cukup dan katalis maka hidrokarbon parafin akan pecah
menjadi dua atau lebih fragmen dan salah satunya berupa olefin. Semua reaksi cracking adalah
endotermik dan melibatkan energi yang tinggi. Proses cracking meliputi:
* Proses cracking thermis murni
Proses ini merupakan proses pemecahan molekul-molekul besar dari zat hidrokarbon yang
dilakukan pada suhu tinggi yang bekerja pada bahan awal selama waktu tertentu.

Pada pelaksanaannya tidak mungkin mengatur produk yang dihasilkan pada suatu proses
crackingi, biasanya selain menghasilkan bensin (gasoline) juga mengandung molekul-molekul
yang lebih kecil (gas) dan molekul-molekul yang lebih besar (memiliki titik didih yang lebih
tinggi dari bensin). Proses cracking dilakukan untuk menghasilkan fraksi-fraksi bensin yang
berat yaitu yang mempunyai bilangan oktan yang buruk karena umunya bilangan oktan itu
meningkat jika titik didihnya turun. Maka pada cracking bensin berat akan diperoleh suatu
perbaikan dalam kualitas bahan pembakarnya yang disebabkan oleh 2 hal, yaitu:
- Penurunan titik didih rata-rata
- Terbentuknya alken
Oleh karena itu bilangan oktan dapat meningkat dengan sangat tinggi, misalnya dari 45-50
hingga 75-80.
* Proses cracking thermis dengan katalisator
Dengan adanya katalisator maka reaksi cracking dapat terjadi pada suhu yang lebih rendah.
Keuntungan dari proses thermis-katalisator adalah:
- Perbandingan antara bensin terhadap gas adalah sangat baik karena disebabkan oleh
pendeknya waktu cracking pada suhu yang lebih rendah.
- Bensin yang dihasilkan menunjukkan angka oktan yang lebih baik. Dengan adanya
katalisator dapat terjadi proses isomerisasi, dimana alkenaalkena dengan rantai luru dirubah
menjadi hidrokarbon bercabang, selanjtnya terjadi aromatik-aromatik dalam fraksi bensin yang
lebih tinggi yang juga dapat mempengaruhi bilangan oktan.
* Proses cracking dengan chlorida-aluminium (AlCl3) yang bebas air
Bila minyak dengan kadar aromatik rendah dipanaskan dengan AlCl3 bebas air pada suhu
180-2000C maka akan terbentuk bensin dalam keadaan dan waktu tertentu. Bahan yang tidak
mengandung aromatik (misalnya parafin murni) dengan 2 atau 5% AlCl3 dapat merubah sebagian
besar (90%) dari bahan itu menjadi bensin, bagian lain akan ditingga/ sebagai arang dalam ketel.
Anehnya pada proses ini bensin yang dihasilkan tidak mengandung alkena-alkena tetapi masih
memiliki bilangan oktan yang lumayan, hal ini mungkin disebabkan kerena sebagian besar
alkena bercabang. Kerugian dari proses ini adalah :
- Mahal karena AlCl3 yang dipakai akan menyublim dan mengurai.
- Bahan-bahan yang dapat dikerjakan terbatas.
- Pada saat reaksi berlangsung, banyak sekali gas asam garam maka harus memakai alat-
alat yang tahan korosi.
2. Polimerisasi
Terbentuknya polimer antara ikatan molekul yang sama yaitu ikatan bersama dari
light gasoline.

C C katalis C C

C– C = C + C – C = C C – C – C – C = C+ C - C- C- C = C – C

suhu /tekanan C C C
rantai pendek tidak jenuh rantai lebih panjang
Proses polimerisasi merubah produk samping gas hirokarbon yang dihasilkan pada
cracking menjadi hidrokarbok liquid yang bisa digunakan sebagai:
- Bahan bakar motor dan penerbangan yang memiliki bilangan oktan yang tinggi.
- Bahan baku petrokimia.

Bahan dasar utama dalam proses polimerisasi adalah olefin (hidrokarbon tidak jenuh) yang
diperoleh dari cracking still. Contohnya: Propilen, n-butilen, isobutilen.

CH3 CH3 CH3 H3PO4

2CH3 – C - CH2 CH3 - C - CH2 - C = CH2 C12H24

CH3 tetramer atau tetrapropilen

Isobutelin diisobutilen (campuran isomer)

3. Alkilasi
Proses alkilasi merupakan proses penggabungan olefin dari aromat atau hidrokarbon
parafin.

C katalis C

C=C + C-C–C C-C-C–C

etilen isobutan 2,2-dimetilbutan atau neoheksan


(unsaturated) (isounsaturated) ( saturated branched chain)

Proses alkilasi adalah eksotermik dan pada dasarnya sama dengan polimerisasi, hanya
berbeda pada bagian-bagian dari charging stock need be unsaturated. Sebagai hasilnya adalah
produk alkilat yang tidak mengandung olefin dan memiliki bilangan oktan yang tinggi. Metode
ini didasarkan pada reaktifitas dari karbon tersier dari isobutan dengan olefin, seperti propilen,
butilen dan amilen.
4. Hidrogenasi
Proses ini adalah penambahan hidrogen pada olefin. Katalis hidrogen adalah logam yang
dipilih tergantung pada senyawa yang akan di reduksi dan pada kondisi hidrogenasi, misalnya Pt,
Pd, Ni, dan Cu.

C H2 C

C–C–C=C–C C-C–C–C–C

C katalis C C
diisobutilen isooktan

Disamping untuk menjenuhkan ikatan ganda, hidrogenasi dapat digunakan untuk


mengeliminasi elemen-elemen lain dari molekul, elemen ini termasuk oksigen, nitrogen, halogen
dan sulfur.
5. Hydrocracking
Proses hydrocracking merupakan penambahan hidrogen pada proses cracking.

C17H15C15H30C7H15 + H2 C7H16 + C7H16 + C15H32


heavy gas oil straight chain branched chain recycle stock
gasoline gasoline (no unsaturated formed)

6. Isomerisasi
Proses isomerisasi merubah struktur dari atom dalam molekul tanpa adanya perubahan
nomor atom.

3000C
C-C-C–C C-C-C
AlCl3

Proses ini menjadi penting karena dapat menghasilkan iso-butana yang dibutuhkan untuk
membuat alkilat sebagai dasar gasoline penerbangan.

CH3

CH3 - CH2 - CH2 - CH3 CH3 - CH - CH3


n-butana iso-butana

7. Reforming atau Aromatisasi


Reforming merupakan proses konversi dari naptha untuk memperoleh produk
yang memiliki bilangan oktan yang tinggi, dalam proses ini biasanya menggunakan
katalis rhenium, platinum dan chromium.

CH3

Panas
CH3 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH3
+ 4H2
Cr2O3 dlm Al2O3
Toluene

You might also like