Professional Documents
Culture Documents
1. Mukaddimah
MUSIK sebagai bahasa komunikasi antar manusia merupkan salah satu nilai kebudayaan
manusia yang sifatnya Universal dan sudah diakui oleh seluruh bangsa didunia. Musik sebagai
salah satu kebutuhan hidup manusia, artinya disini mereka harus memperoleh suatu dasar
bimbingan dan kemungkinan untuk menganalisis rasa dan pemahaman terhadap karya-karya seni
musik yang diciptakan secara konseptual dan bukan sekedar bunyi-bunyian saja.
Masyarakat kaum Muslimīn dewasa ini umumnya menghadapi kesenian sebagai suatu
masalah hingga timbul berbagai pertanyaan, bagaimana hukum tentang bidang yang satu ini, boleh,
makrūh atau harām? Di samping itu dalam praktek kehidupan sehari-hari, sadar atau tidak, mereka
juga telah terlibat dengan masalah seni. Bahkan sekarang ini bidang tersebut telah menjadi bagian
dari gaya hidup mereka dan bukan hanya bagi yang berdomisilli (bertempat kediaman tetap;
bertempat kediaman resmi) di kota. Umat kita yang berada di desa dan di kampung pun telah
terasuki (penetrate, possess).
Media elektronika seperti radio, radiokaset, televisi, dan video telah menyerbu pedesaan.
Media ini telah lama mempengaruhi kehidupan anak-anak mudanya. Kehidupan di kota bahkan
lebih buruk lagi. Tempat-tempat hiburan (maksiat) seperti "night club", bioskop dan panggung
pertunjukkan jumlahnya sangat banyak dan telah mewarnai kehidupan pemuda-pemudanya.
Sering kita melihat anak-anak muda berkumpul di rumah teman-temannya. Mereka mencari
kesenangan dengan bernyanyi, menari bersama sambil berjoget tanpa mempedulikan lagi hukum
halāl-harām. Banyak di antara mereka yang berpikir bahwa hidup itu hanya untuk bersenang-
senang, jatuh cinta, pacaran, dan lain-lain.
Atas dasar inilah, hendaknya dipahami hadis-hadis yang melarang menggambar atau
melukis dan memahat makhluk-makhluk hidup.
Apabila seni membawa manfaat bagi manusia, memperindah hidup dan hiasannya yang
dibenarkan agama, mengabadikan nilai-nilai luhur dan menyucikannya, serta mengembangkan serta
memperhalus rasa keindahan dalam jiwa manusia, maka sunnah Nabi mendukung, tidak
LTM_4_Home Group_D
1 | Page
menentangnya. Karena ketika itu ia telah menjadi salah satu nikmat Allah yang dilimpahkan
kepada manusia.
Seni Suara
Ada tiga ayat yang dijadikan alasan oleh sementara ulama untuk melarang, paling sedikit
dalam arti memakruhkan, nyanyian, yaitu: surat Al-Isra (17): 64, Al-Najm (53): 59-61, dan
Luqman (31): 6.
Kata suaramu dalam ayat di atas menurut sementara ulama adalah nyanyian. Tetapi
benarkah demikian? Membatasi arti suara dengan nyanyian merupakan pembatasan yang tidak
berdasar, dan kalaupun itu diartikan nyanylan, maka nyanyian yang dimaksud adalah yang
didendangkan oleh setan, sebagaimana bunyi ayat ini. Dan suatu ketika ada nyanyian yang
dilagukan oleh bukan setan, maka belum tentu termasuk yang dikecam oleh ayat ini.
Kata samidun diartikan oleh yang melarang seni suara dengan arti dalam keadaan
menyanyi-nyanyi. Arti ini tidak disepakati oleh ulama, karena kata tersebut walaupun digunakan
oleh suku
Himyar (salah satu suku bangsa Arab) dalam arti demikian. Tetapi dalam kamus-kamus bahasa
seperti Mujam Maqayis Al-Lughah, dijelaskan bahwa akar kata samidun adalah samada yang
maknanya berkisar pada berjalan bersungguh-sungguh tanpa menoleh ke kiri dan ke kanan,
atau secara majazi dapat diartikan serius atau tidak mengindahkan selain apa yang
dihadapinya.
Dengan demikian, kata samidun dalam ayat tersebut dapat diartikan lengah karena
seorang yang lengah biasanya serius dalam menghadapi sesuatu dan tidak mengindahkan yang
lain
LTM_4_Home Group_D
2 | Page
Ayat ketiga yang dijadikan argumentasi keharaman menyanyi atau mendengarkannya adalah
surat Luqman ayat 6
Mereka mengartikan kata-kata yang tidak berguna (lahwa al-hadits) sebagai nyanyian.
Pendapat ini jelas tidak beralasan untuk menolak seni-suara, bukan saja karena lahwa al-hadits
tidak berarti nyanyian, tetapi juga karena seandainya kalimat tersebut diartikan nyanyian, yang
dikecam di sini adalah bila kata-kata yang tidak berguna itu menjadi alat untuk menyesatkan
manusia. Jadi masalahnya bukan terletak pada nyanyiannya, melainkan pada dampak yang
diakibatkanya.
Sejarah kehidupan Rasulullah Saw. membuktikan bahwa beliau tidak melarang
nyanyian yang tidak mengantar kepada kemaksiatan. Bukankah sangat populer di kalangan
umat Islam, lagu-lagu yang dinyanylkan oleh kaum Anshar di Madinah dalam menyambut
Rasulullah Saw.?
Memang benar, apabila nyanyian mengandung kata-kata yang tidak sejalan dengan ajaran
Islam, maka ia harus ditolak. Imam Ahmad meriwayatkan bahwa dua orang wanita
mendendangkan lagu yang isinya mengenang para pahlawan yang telah gugur dalam
peperangan Badr sambil menabuh gendang. Di antaranya syairnya adalah:
Al-Quran sendiri memperhatikan nada dan langgam ketika memilih kata-kata yang
digunakannya setelah terlebih dahulu memperhatikan kaitan antara kandungan kata dan pesan
yang ingin disampaikannya.
Walaupun ayat-ayat Al-Quran ditegaskan oleh Allah bukan syair, atau puisi, namun ia
terasa dan terdengar mempunyai keunikan dalam irama dan ritmenya. Ini disebabkan karena huruf
dari kata-kata yang dipilihnya melahirkan keserasian bunyi, dan kemudian kumpulan kata-kata
itu melahirkan pula keserasian irama dalam rangkaian kalimat ayat – ayatnya.
Bacalah misalnya surat Asy-Syams, atau Adh-Dhuha atau Al-Lahab dan surat-surat lainnya.
Atau baca misalnya surat An-Naziat ayat 15-26.
LTM_4_Home Group_D
3 | Page
Yang ingin digarisbawahi di sini adalah nada dan irama yang unik itu. Ini berarti bahwa
Allah sendiri berfirman dengan menyampaikan kalimat-kalimat yang memiliki irama dan nada.
Nada dan irama itu tidak lain dari apa yang kemudian diistilahkan oleh sementara ilmuwan
Al-Quran dengan Musiqa Al-Quran (musik Al-Quran). Ini belum lagi jika ditinjau dari segi ilmu
tajwid yang mengatur antara lain panjang pendeknya nada bacaan, bahkan belum lagi dan
lagu-lagu yang diperkenalkan oleh ulama-ulama Al-Quran. Imam Bukhari, dan Abu Daud
meriwayatkan sabda Nabi Saw.:
Bukankah semua ini menunjukkan bahwa menyanyikan Al-Quran tidak terlarang, dan karena itu
menyanyi secara umum pun tidak terlarang kecuali kalau nyanyian tersebut tidak sejalan dengan
tuntunan Islam.
Data Publikasi:
Seni Musik Dan Pandangan Islam oleh Edi Syahputra H. S.Pd Guru Pendidikan Seni
Wawasan Al-Qur'an oleh Dr. M. Quraish Shihab, M.A.
Seni Dalam Pandangan Islam “Seni Vocal, Musik dan Tari” Oleh: ‘Abd-ur-Rahmān Al-
Baghdādī.
LTM_4_Home Group_D
4 | Page