You are on page 1of 17

LAPORAN PENDAHULUAN FEBRIS KONVULSI

I.

PENGERTIAN Febris Konvulsi adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (diatas 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstra kronium. ( Ngostiyok, 1997) Kejang demam adalah kejang yang berlangsung pada anak antara 3 bulan 5 tahun yang berlangsungkurang dari 15 menit. ( Lab/UPF Ilmu Penyakit Syaraf, 1994) Sedangkan menurut Consensus Statement Of Febrile Zeizures (1980) kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intra kronial atau penyebab tertentu.

II.

ETIOLOGI Hingga kini belum jelas dietahui. Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastra enteritis, dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-kadang demam tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.

III. PATOFISIOLOGI Demam Kebutuhan O2 dan energi di otak meninggi Metabolisme di otak meninggi Perubahan Keseimbangan Difusi ion kalium dan natrium Pelepasan muatan Listrik Neuro transmitter eksilator Kejang

IV.

GEJALA KLINIS Dikenal 2 bentuk kejang demam : 2. Kejang demam sederhana. 3. Kejang demam komplikata. Kejang demam sederhana 1. Usia 6 bulan 3 tahun (kurang 5 tahun) 2. Faktor keturunan :+ + + 3. Type : Tonik klonik. (modifikasi kejang grandmol 4. Lama : kebanyakan 1-3 menit kejang 5. Keadaan : pada saat panas biasanya klinis karena infeksi 6. 7. (ISPA) menyertai kejang Kelaianan patologik kelainan neurologis sesudah Kejang demam komplikata 1. Terutama 0-3 tahun 2. Tidak jelas 3. Tonik klonik seperti grondmol atau hemi konvoisi 4. > 10 menit 5. Kebanyakan peradangan SSp, intra kronial venous trombose, GPGDO atau sesudah vaksinasi 6. Gambaran peradangan dan perbahan vaskuler 7. + + +

8. 9. 10.

kejang : baik Anti konvulsan : tidak perlu Prognose : baik ECG : Cepat menjadi normal

8. Diperlunya untuk jangka panjang 9. Perlu diawasi sering terjadi efek neurologis dan kejang 10. Abnormal selama panas

V. FAKTOR RESIKO 1. Demam 2. Keturunan 3. Perkembangan terlambat 4. Masalah-masalah pada neonatus 5. Anak-anak dalam perawatan khusus 6. Kadar nutrien rendah Resiko meningkat dengan : 1. Usia dini 2. Cepatnya anak mendapat kejang setelah demam. 3. Temperatur rendah saat kejang 4. Riwayat keluarga kejang demam 5. Riwayat keluarga epilepsi VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Darah cengkop : 2. Fondostopi 3. Transkeminasi kepala 4. Punksi lumbol terutama pada anak usia < 1 tahun 5. EEG < flektro enchepholo grophy > VII. PENEGAKAN DIAGNOSA Diagnosa dapat ditegakan berdasarkan atas : 1. Anemnesa Menanyakan keluhan yang dirasakan Riwayat kesehatan keluarga Glukosa, serum elektrolit, serum kreatinis.

Riwayat kesehatan dahulu 2. Gejala klinis 3. Pemeriksaan laboratorium VIII. DIAGNOSA BANDING 1. Meningitis 2. Ensepholitis 3. Subdural empyemo IX. PENATALAKSANAAN 1. Fase akut Pada waktu tegang pasien dimiringkan untuk mencegah ospirasi ludah atau muntahan, jalan nafas harus bebas, perhatikan kesadaran, tensi, nadi, suhu dan fungsi jantung. Obat-obatan yang diberikan Diazapan 0,3 0,5 mg/kg BB. IV Asam volproat 15 40 mg/kg BB/hari Antiperetik kompres alkohol

Pengobatan penyebab Pengobatan soportif Keseimbangan cairan dan elektrolit Bebaskan jalan nafas O2 dan sebagainya

2. Terapi pencegahan 1. Kejang demam sederhana

Diberikan penegahan intermitten dalam arti memberikan anti konvuison, bila timbul panas pada pasien yang pernah mengalami kejang demam digonotan dpozepom parenteral 0,3 0,5 mg/kg BB/8 20m bila suhu tubuh > 38,5 oC. 2. Kejang demam komplikata Diberikan pencegahan terus menerus dengan pemberian anti konvulson setiap hari selama 2-3 bebas kejang sampai melampaui batas peka kejang demam max 5 tahun. Pencegahan diberikan bila Kejang >15 menit Diikuti kelainan neurologik Adanya riwayat kejang tanpa panas pada keluarga. Adanya perkembangan neurologik yang abnormal sebelum kejang demam yang pertama Kejang demam pada anak usia < 1tahun Bila ada kelainan EEG X. FAKTOR PENYULIT 1. Epilepsi 2. kelumpuhan anggota badan 3. ganguan mental dan belajar XI. DIAGNOSA Dengan penaggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian, frekwensi berulangnya berkisar antara 25 30 % resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah. (Mansyoer A. 1999) Pada kejang demam komplek tingkat tinggi perkembangan dapat terganggu akibat aktifitas kejang pada neurotransmiter diotak sehingga dapat terjadi perkembangan terlambat bahkan refordasi mental.

(Marillyn E. Doengoes, 2000)

ASUHAN KEPERAWATAN

I. PERKAWINAN 1. Identitas Nama, alamat, umur, jenis kelamin, agama, kebangsaan, tanggal MRS 2. Keluhan utama kejang 3. Riwayat penyakit sekarang Betul ada kejang apa tidak Disertai dengan kejang atau tidak, sejak kapan naka menderita demam ? Pola serangan, bersifat umum atau local. Keadaan sebelum, saat-saat setelah kejang

Sebelum aura yang dapat menimbulkan kejang (ras lapar, muntah, lelah, sakit perut, sakit kepala dan lain-lain) Selama ditanya kejang dimulai kapan dan proses

penjalarannya Selah pasien tertidur, ada perasaan sadar, kesadaran menurun 4. Riwayat penyakit dahulu Frekwensi serangan Pasien pernah mengalami kejang sebelumnya apa tidak. Umur terjadi kejang untuk pertama kalinya Frekwensi kejang bertahap Neilson (1975) kejang demam yang pertama terjadi dan didapatkan faktor keturunan kemungkinan berulangnya kejang demam akan lebih besar. pernah trauma atau tidak 5. Riwayat imunisasi : efek samping dari imunisasi DPT 6. Riwayat keluarga Ada anggota keluarga yang menderita kejang ( 25% kejang demam mempunyai faktor keturunan) Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syara/lainnya. 7. Riwayat kehamilan dan persalinan

Penyakit yang pernah diderita ibu selama hamil, trauma perdarahan pervaginem, obat yang digunakan selama hamil Apakah ada kelahiran sukar, spontan, tindakan (forcep/vokum) perdarahan antepartom, aspiksia dan lain-lain. 8. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan Kelainan motorik hemiparese permonen bertelor antara 0,1 0,2 % Nelson : apabila kejang berlangsung > 15 menit dan kejang > 1x/24 jam penurunan IQ dan kecendrungan adanya gangguan mental dan belajar 9. Pola-pola fungsi kesehatan a. Pola nutrisi Anak akn mengalami penurunan nafsu makan karena demam, sehingga makan Cuma sedikit atau tidak mau sama sekali b. Pola aktifitas dan latihan Aktifitas pasien aka terganggu karena harus terah baring c. Pola tidur dan istirahat Tidur dan istirahat pasien akan terganggu karena tubuh paien panas dan kemungkinan besar terjadi kejang d. Mekanisme koping akibat hospitalisasi Anak akan menangis kuat, menjerit dan memanggil ibunya dan menolak kehadiran orang lain termasuk perawat. e. Pola eliminasi BAB dan BAK pasien akan dibantu oleh ibu klien atau anggota keluarga yang lain f. Pola hubungan dn peran Setelah pasien MRS dan harus tirah baring pasien tidakbisa bermain dengan teman-temannya g. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Setelah MRS pasien tidak mandi, hanya di seko 2x keluarganya oleh ibunya atau

10. Pemeriksaan fisik a. - Keadaan umum : kesadaran, tensi, nadi, suhu, pernafasan - Kepala : ada tanda-tanda makro/mokro epoli atau tidak Disproporsi bentuk kepala Tanda-tanda tidak meningkat Gangguan netrus tronial Gangguan geralk bola mata pemeriksaan kulit/integomen mungkin didapatkan turgor kulit menurun atau sionosis. dada : ada retroksi atat dada, suara nafas tambahan pada kejang demam, atau tidak abdomen : ada peningkatan peristaltic usus pada kejang demam yang diprovakosi oleh GE atau tidak. Pemeriksaan kesadaran Pada kejang demam sederhana tidak terjadi defisit neurologis, sedangkan pada kejang demam komplek dapat terjadi sefisit neorologis sehingga pasien mungkin dalam kondisi shock atau kesadaran sempulur. b. Pemeriksaan penunjang Daerah lengkap, EEG, CT scen, dan lain-lain II. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Potensial kejang berulang sampai dengan hipertermi 2. pof. Insuri/trauma sampai dengan perubahan kesadaran, berkurangnya koordinasi otak, emosi yang labil. 3. kurangnya pengetahuan sampai dengan keterbatasan informasi 4. resiko kerusakan sel otak 5. peningkatan suhu tubuh sampai dengan adanya proses ekstra kronium

6. resiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kejang III. INTERVENSI KEPERAWATAN DP I : pot. Kejang berulang sampai dengan hipertermi Tujuan : Klien mengalamki kejang selama perawatan KH : - klien tidak kejang - Suhu 36,5 37,5 oC - Nadi 120 140x/menit - RR 30 60 x /menit - Kesadaran CM. Rencana tindakan 1. lakukan pendekatan teropoitik pada klien dan keluarga. 2. observasi TTV 3. longgarkan pakaian, beri pakaian tipis yang dapat menyerap keringat 4. beri kompres dingin 5. batasi aktifitas selama suhu tubuh menaik 6. kolaborasi dengan dokter dalam terapi obat-obatan anti konvolsi, sedotin dan anti piretek. Rasional : 1. agar klien dan keluarga percaya dan kooperatif dalam tindakan medis maupun keperawatan 2. pemantauan teratur dapat menentukan tindakan 3. proses konduksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat 4. perpindahan panas sel konduksi 5. aktifitas berlebih dapat meningkatkan panas dan metabolisme tubuh. 6. merupakan peran interdepemdem perawat DP II : Pot. Injury/trauma berhubungan dengan perubahan kesadaran, berkurangnya koordinasi otot dan emosi yang labil

Tujuan : tidak didapatkan injury/trauma pada diri klien KH : Injury tidak ada Keadaan umum klien baik dan segar TTV dalam batas normal

Intervensi : 1. Jelaskan setiap prosedur tindakan pada klien dan keluarga (orang tua). 2. Beri pengamanan disisi tempat tidur 3. Pantau dan kaji secara cermat selama kejang berlangsung. 4. Catat tipe kejang dan frekwensi kejang. 5. Observasi TTV secara teratur. Rasional : 1. Agar klien dan keluarga mengetahui tujuan tindakan. 2. Agar keamanan klien terjamin. 3. Selama kejang berlangsung keberadaan perawat sangat penting, agar kecemasan keluarga berkurang dan mengetahui tindakan selanjutnya. 4. Dengan mengetahui tipe dan frekwensi kejang dapat menentukan tindakan selanjutnya. 5. Observasi yang teratur dan teliti dapat mengetahui perkembangan klien. DP III KH Tujuan : Kurang pengetahuan sampai dengan kurang informasi. : - Ibu dan keluarga ikut serta dalam program pengobatan. - Adanya pemahaman akan proses penyakit dengan prognosis. : klien dan ibu mengerti tentang penyakit klien dan cemas berkurang. Intervensi : 1. Kaji proses penyakit dan harapan masa depan. 2. Kaji status mental. 3. Memberikan informasi mengenai terapi obat obatan, interaksi dan efek samping dan pentingnya kekuatan pada program. Rasional : 1. Memberi pengetahuan dasar dimana kita membuat pilihan.

2. Membantu mengontrol pemahaman lingkungan dan mengurangi jumlah patogen yang ada. 3. Menaikan pemahaman dan menaikan kerja dalam menyembuhkan profilaksis dan mengurangi resiko kambuhnya komplikasi. DP IV Tujuan : Resiko kerusakan sel otak. : tidak terjadi kerusakan sel otak

KH: - pemenuhan O2 diotak - tidak terjadi kejang ulang. - tidak ada sesak nafas. Intervensi : 1. Baringkan pasien di tempat yang rata, kepala dimiringkan. 2. Singkirkan benda benda berbahaya di sekitar pasien, lepaskan pakaian yang mengganggu pernafasan. 3. Bila suhu tubuh tinggi berikan kompres air hangat secara intensif. 4. Kolaborasi dengan dokter. Rasional : 1. O2 diotak terpenuhi, air way bebas. 2. Pasien terhindar dari cidera dan pernafasan teratur. 3. Kompres air hangat mempercepat penurunan panas. 4. Kolaborasi dalam pemberian obat seperti anti piretik, anti konvulson. DP V : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan adanya proses ekstrakronium. Tujuan : Suhu tubuh kembali normal dalam waktu 24 jam pertama. KH : - Permukaan kulit waktu disentuh terasa hangat. - Pasien tidak menangis. Intervensi : 1. 2. Pantau suhu tubuh pasien. Berikan kompres hangat.

3. 4. Rasional :

Anjurkan pasien untuk minum banyak. Kolaborasi dengan tim medis. 1. Perubahan suhu yang mendadak dapat menimbulkan kejang ulang. 2. Dengan kompres hangat mempercepat penurunan suhu tubuh. 3. Dengan adanya panas metabolisme tubuh meningkat. 4. Untuk memberikan anti piretik.

DP VI Tujuan KH

: Resiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan proses kejang. : pertumbuhan dan perkembangan optimal sesuai dengan usia anak. : - pasien tidak shock/samnolen. - GCS 456. - Berat badan sesuai usia. - Motorik halus, motorik kasar, sosialisasi anak sesuai usia.

Intervensi : 1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang tumbuh kembang anak. 2. Diskusikan pada keluarga cara-cara stimulasi tumbuh kembang anak sesuai dengan kemampuannya berkomunikasi dengan anak. Rasional : I : sebagai indikasi ada atu tidaknya perbedaan pemahaman keluarga dengan konsep yang ada. IV. PELAKSANAAN Tahap pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana tindakan yang telah disusun sebelumnya pada tahap perencanaan untuk mengatasi masalah pasien secara optimal. (Nasrul Efendi, 1995) V. EVALUASI

Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik dan terencana tentang kesehatan pasien dengan berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan . Dalam evaluasi tujuan tersebut terdapat tiga aaalternatif, yaitu : Tujuan tercapai : pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Tujuan tercapai sebagian : pasien menunjukkan perubahan sebagian sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Tujuan tidak tercapai : pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali. RIWAYAT IMUNISASI JENIS BCG DPT Polio Capak Heportits UMUR 0 2 bulan 2, 3, 4 bulan 1-5 bulan 9 bulan 0, 1, 6 bulan CARA 1C 1M Refisi 5C 1M JUMLAH 1x 3x 4x 4x 3x (mansyoer A. 1999)

RIWAYAT TUMBUH KEMBANG MENURUT KOEHLBERG USIA 15 bln FISIK Motorik Kasar Berjalan sendiri Motorik Halus Pegang cangkir Memasukkan jari kelubang Membuka kotak Melempar benda Menggunakan sendok Membuka hal. Buku Menyususn balok Membuka pintu Membuka kunci Menggunting Menggunakan sendok dengan baik Sosial Emosional Bermain solitary play

18 bln

jatuh arik mainan

Lari Men

24 bln

Naik dengan tangga bantuan BB 4x Berl ari sudah baik BB lhr Naik TB tangga sendiri bauik

DAFTAR PUSTAKA Efendi, nasrul (1995) Pengantar Proses Keperawatan EGC, Jakarta. Diktat Medis dan Askep Penyakit Anak. FKUI (2000), kapita Selecto Kedokteran Edisi III jilid 2, Media Auscataplus, Jakarta. Lab/UPF Ilmu Penyakit Syaraf (1994), Pedoman Diagnosa Dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Marlyn D (2000), Rencana Asuhan Keperawatan EGC, Jakarta. Ngotiyah (1997), Perawatan Anak Sakit EGC, Jakarta.

You might also like