You are on page 1of 19

1.

Vektor adalah arthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatuinfectious

agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor yang dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit, seperti yang sudah diartikan di atas (Nurmaini, 2001). Menurut WHO (1993) vektor adalah seekor binatang yang membawa bibit penyakit dari seekor binatang atau seorang manusia kepada binatang lainnya atau manusia lainnya. Chandra (2006) menyebutkan bahwa vektor adalah organisme hidup yang dapat menularkan agen penyakit dari suatu hewan ke hewan lain atau manusia. Arthropoda merupakan vektor penting dalam penularan penyakit parasit dan virus yang spesifik. Peraturan Pemerintah No.374 tahun 2010 menyatakan bahwa vektor merupakan arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau menjadi sumber penularan penyakit pada manusia. Sedangkan menurut Nurmaini (2001), vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan.
2. VEKTOR DAN BINATANG PENGANGGU

1. Jenis-jenis Vektor. Seperti telah diketahui vektor adalah Anthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan. Sebagian dari Anthropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang mempunyai ciriciri kakinya beruas-ruas, dan merupakan salah satu phylum yang terbesar jumlahnya karena hampir meliputi 75% dari seluruh jumlah binatang. Antropoda dibagi menjadi 4 kelas : 1. Kelas crustacea (berkaki 10): misalnya udang 2. Kelas Myriapoda : misalnya binatang berkaki seribu 3. Kelas Arachinodea (berkaki 8) : misalnya Tungau 4. Kelas hexapoda (berkaki 6) : misalnya nyamuk Dari kelas hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu diperhatikan dalam pengendalian adalah : a. Ordo Dipthera yaitu nyamuk, lalat -Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria -Nyamuk aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah -Lalat tse-tse sebagai vektor penyakit tidur -Lalat kuda sebagai vektor penyakit Anthrax b. Ordo Siphonaptera yaitu pinjal - Pinjal tikus sebagai vektor penyakit pes c. Ordo Anophera yaitu kutu kepala - Kutu kepala sebagai vektor penyakit demam bolak-balik dan typhus exantyematicus. Selain vektor diatas, terdapat ordo dari kelas hexapoda yang bertindak sebagai

binatang pengganggu antara lain: -Ordo hemiptera, contoh kutu busuk -Ordo isoptera, contoh rayap -Ordo orthoptera, contoh belalang -Ordo coleoptera, contoh kecoak Sedangkan dari phylum chordata yaitu tikus yang dapat sebagai sebagai binatang pengganggu, dapat dibagi menjadi 2 golongan : 1. Tikus besar (Rat) Contoh :-Rattus norvigicus (tikus riol ) -Rattus-rattus diardiil (tikus atap) -Rattus-rattus frugivorus (tikus buah-buahan) 2. Tikus kecil (mice) Contoh:Mussculus (tikus rumah)
Vektor berperan dalam penularan arthropod-borne diseases. Arthropod-borne diseases merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupunepidemis dan menimbulkan bahaya kematian. Jenis penyakit yang ditularkan melalui vektor berdasarkan jenis vektornya ditunjukkan dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Arthropod-borne Diseases Berdasarkan Jenis Vektornya
No. 1. Vektor Nyamuk Penyakit Malaria, filariasis, demam kuning, demam berdarah dengue, encephalitis Thypus abdominalis, salmonellosis, cholera, dysentry bacillary dan amoeba, tuberculosis, penyakit sampar, tularemia, anthrax, frambusia, conjunctivitis, demam undulans, trypanosomiasis, spirochaeta Leishmaniasis, phletobomus demam papataci, bartonellosis, demam

2.

Lalat Rumah

3.

Lalat Pasir

4. 5. 6.

Lalat Tsetse Lalat Hitam Tuma Kepala, Tuma Badan, dan Tuma Kemaluan Pinjal Kissing Bugs Sengkenit

Trypanosomiasis, penyakit tidur Oncheocerciasis Epidemic typhus, epidemic relapsing fever, demam parit

7. 8. 9.

Penyakit sampar, endemic thypus Penyakit chagas Rickettsia, penyakit virus seperti demam berdarah, penyakit bakteri dan spirochaeta Penyakit tsutsugamushi, demam remiten, lymphadenitis,

10.

Tungau

splenomegali 11. Cyclops Penyakit akibat latum, Dracunculusmendinensis, spinigerum parasit Diplyllobothrium dan Gnasthostoma

Sumber: Chandra, 2006

3. Agen penyebab penyakit infeksi yang ditularkan pada manusia yang rentan dapat melalui beberapa cara yaitu : a. Dari orang ke orang b. Melalui udara c. Melalui makanan dan air d. Melalui hewan e. Melalui vektor arthropoda (Chandra,2003). Vektor penyakit dari arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebutsebagai vector borne diseases. 1. Arthropods Borne Disease Istilah ini mengandung pengertian bahwa arthropoda merupakan vektor yang bertanggung jawab untuk terjadinya penularan penyakit dari satu host (pejamu) ke host lain. Paul A. Ketchum, membuat klasifikasi arthropods borne diseases pada kejadian penyakit epidemis di Amerika Serikat seperti terlihat pada tabel dibawah ini : Park & Park, membagi klasifikasi arthropods borne diseases yang sering menyebabkan terjadinya penyakit pada manusia sebagai berikut : No 1. Arthropoda Nyamuk Penyakit Bawaan Merupakan vektor dari penyakit Malaria, Filaria, Demam kuning Demam berdarah, Penyakit otak, demam haemorhagic Merupakan vektor dari penyakit tipus dan demam paratipus, diare, disentri, kolera, gastro-enteritis, amoebiasis, penyakit lumpuh, conjunctivitis, anthrax Merupakan vektor penyakit leishmaniasis, demam papataci dan bartonellosisi, Leishmania donovani,

2.

Lalat

3.

Lalat Pasir

4. 5. 6. 7. 8. 9.

Lalat Hitam Lalat tse2 Kutu Pinjal Sengkenit Tungau

Merupakan vektor penyakit Oncheocerciasis Merupakan vektor dari penyakit tidur Merupakan vektor dari penyakit tipus mewabah, relapsing demam, parit penyakit sampar, endemic typhus Penyakit Rickettsia (Rickettsia Rickettsii) penyakit tsutsugamushi atau scrub typhus yang disebabkan oleh Rickettsia tsutsugamushi,

- Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropod-borne diseases atau sering juga disebut sebagai vektor-bornediseases. Ada 3 jenis cara transmisi arthropod-bome diseases, yaitu (Chandra, 2006): 1. Kontak Langsung Arthropoda secara langsung memindahkan penyakit atau infestasi dari satu orang ke orang lain melalui kontak langsung. Contohnya adalah scabies dan pediculus (Chandra, 2006). 2. Transmisi Secara Mekanik Agen penyakit ditularkan secara mekanik oleh arthropoda, seperti penularan penyakit diare, typhoid, keracunan makanan dan trachoma oleh lalat. Secara karakteristik arthropoda sebagai vektor mekanik membawa agen penyakit dari manusia berupa tinja, darah, ulkus superfisial, atau eksudat. Kontaminasi bisa hanya pada permukaan tubuh arthropoda tapi juga bisa dicerna dan kemudian dimuntahkan atau dikeluarkan melalui ekskreta (Chandra, 2006). Agen penyakit yang paling banyak ditularkan melalui arthropoda adalah enteric bacteria yang ditularkan oleh lalat rumah. diantaranya adalah Salmonella typhosa, species lain dari salmonella, Escherichia coli, dan Shigella dysentry yang paling sering ditemui dan paling penting. Lalat rumah dapat merupakan vektor dari agen penyakit tuberculosis, anthrax, tularemia, dan brucellosis (Chandra, 2006). 3. Transmisi Secara Biologi Bila agen penyakit multiflikasi atau mengalami beberapa penularan perkembangan dengan atau tanpa multiflikasi di dalam tubuh arthropoda, ini desebut transmisi biologis dikenal ada tiga cara, yaitu: 3.1 Propagative Bila agen penyakit tidak mengalami perubahan siklus, tetapi multiflikasi di dalam tubuh vektor. Contohnya Plague bacilli pada rat fleas.

3.2 Cyclo-propagative

Agen penyakit mengalami perubahan siklus dan multiflikasi di dalam tubuh arthropoda. Contohnya parasit malaria pada nyamuk Anopheles. 3.3 Cyclo-developmental Bila agen penyakit mengalami perubahan siklus, tetapi tidak mengalami multiflikasi di dalam tubuh arthropoda. Contohnya parasit filaria pada nyamukCulex dan cacing pita pada cyclops. 4. Pengendalian Vektor Penyakit
Peraturan Mentri No.374 tahun 2010 mendefinisikan bahwa pengendalian vektor merupakan kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi beresiko untuk terjadinya penularan penyakit di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit yang dibawa oleh vektor dapat di cegah (MENKES,2010).

5. Macam-macam pengendalian vektor


Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara fisik atau mekanis, penggunaan agen biotik kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat perkembangbiakannya dan atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat mempertahankan dan mengembangkan kearifan loKal sebagai alternative. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka kesakitan penyakit bersumber binatang antara lain adanya perubahan iklim, keadaan social-ekonomi dan perilaku masyarakat. Perubahan iklim dapat meningkatkan risiko kejadian penyakit tular vektor. Faktor risiko lainnya adalah keadaan rumah dan sanitasi yang buruk, pelayanan kesehatan yang belum memadai, perpindahan penduduk yang non imun ke daerah endemis. Masalah yang di hadapi dalam pengendalian vektor di Indonesia antara lain kondisi geografis dan demografi yang memungkinkan adanya keragaman vektor, belum teridentifikasinya spesies vektor ( pemetaan sebaran vektor) di semua wilayah endemis, belum lengkapnya peraturan penggunaan pestisida dalam pengendalian vektor, peningkatan populasi resisten beberapa vektor terhadap pestisida tertentu, keterbatasan sumberdaya baik tenaga, logistik maupun biaya operasional dan kurangnya keterpaduan dalam pengendalian vektor. Dalarn pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka menurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhana pun yang penting di dasarkan prinsip dan konsep yang benar. Ada beberapa cara pengendalian vector penyakit yaitu : 1. Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis dan social budaya, maka pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung jawab sector kesehatan

saja tetapi memerlukan kerjasama lintas sector dan program. Pengendalian vektor dilakukan dengan memakai metode pengendalian vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa metoda pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas, efektifitas pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan kesinambungannya. a. Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) adalah 1. Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai metode atau cara pengendalian 2. Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular vektor 3. Melalui kerjasama lintas sector hasil yang dicapai lebih optimal dan saling menguntungkan. Pengendalian Vektor Terpadu merupakan pendekatan pengendalian vektor menggunakan prinsip-prinsip dasar management dan pertimbangan terhadap penularan dan pengendalian peyakit. Pengendalian Vektor Terpadu dirumuskan melalui proses pengambilan keputusan yang rasional agar sumberdaya yang ada digunakan secara optimal dan kelestarian lingkungan terjaga. b. Prinsip-prinsip PVT meliputi: 1. Pengendalian vektor harus berdasarkan data tentang bioekologi vektor setempat, dinamika penularan penyakit, ekosistem dan prilaku masyarakat yang bersifat spesifik local( evidence based) 2. Pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif berbagai sector dan program terkait, LSM, Organisasi profesi, dunia usaha /swasta serta masyarakat. 3. Pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan penggunaan metoda non kimia dan menggunakan pestisida secara rasional serta bijaksana 4. Pertimbangan vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi dan prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. c. Beberapa metode pengendalian vektor sebagai berikut: 1. Metode pengendalian fisik dan mekanik adalah upaya-upaya untuk mencegah, mengurangi, menghilangkan habitat perkembangbiakan dan populasi vektor secara fisik dan mekanik. Contohnya: - modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat perindukan (3M, pembersihan lumut, penenman bakau, pengeringan, pengalihan/ drainase, dll) - Pemasangan kelambu - Memakai baju lengan panjang

- Penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (cattle barrier) - Pemasangan kawat 2. Metode pengendalian dengan menggunakan agen biotic - predator pemakan jentik (ikan, mina padi,dll) - Bakteri, virus, fungi - Manipulasi gen ( penggunaan jantan mandul,dll) 3. Metode pengendalian secara kimia - Surface spray (IRS) - Kelambu berinsektisida - larvasida Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut : a. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/ membahayakan. b. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologi terhadap tata lingkungan hidup. (Nurmaini, 2001) 2. Pengendalian secara alamiah (naturalistic control) yaitu dengan memanfaatkan kondisi alam yang dapat mempengaruhi kehidupan vector. Ini dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lama 3. Pengendalian terapan (applied control) yaitu dengan memberikan perlindungan bagi kesehatan manusia dari gangguan vektor. Ini hanya dapat dilakukan sementara. a. Upaya peningkatan sanitasi lingkungan (environmental sanitation improvement) b. Pengendalian secara fisik-mekanik (physical-mechanical control) yaitu dengan modifikasi/manipulasi lingkungan c. Pengendalian secara biologis (biological control) yaitu dengan memanfaatkan musuh alamiah atau pemangsa/predator, fertilisasi d. Pengendalian dengan pendekatan per-UU (legal control) yaitu dengan karantina e. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (chemical control) (Afrizal, 2010).

Tambahan : Beberapa prinsip dalam pengendalian arthropoda secara khusus antara lain (Chandra, 2006): 1. Pengendalian lingkungan Pengendalian lingkungan merupakan cara terbaik untuk mengontrol arthropoda karena hasilnya dapat bersifat permanen. Contohnya membersihkan tempat-tempat hidup arthropoda (Chandra, 2006). 2. Pengendalian kimia Pada pendekatan ini dilakukan penggunaan beberapa golongan insektisida, seperti golongan organoklorin, golongan organofosfat dan golonagn karbamat, tetapi penggunaan insektisida ini sering menimbulkan resistensi dan juga kontaminasi pada lingkungan (Chandra, 2006). . 3. Pengendalian biologi Pengendalian biologi ditujukan untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat pemakaian insektisida yang berasal dari bahan-bahan beracun. Contoh pendekatan ini adalah pemeliharaan ikan (Chandra, 2006). 4. Pengendalian genetik. Dalam pendekatan ini, ada beberapa teknik yang dapat digunakan, diantaranya steril technique, cytoplasmic incompatibility, dan choromosomal translocation(Chandra, 2006).

6. Pengndalian dan pengawasan nyamuk Dalarn pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka memurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhanapun, yang penting di dasarkan prinsip dan konsep yang benar. Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut : 1. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/ membahayakan. 2. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologis terhadap tata lingkungan hidup. Sesuai dengan hal tulisan di atas, penulis mencoba menyampaikan suatu metode pengendalian/pemberantasan nyamuk malaria secara sederhana.

1. Pemberantasan Vektor Malaria dengan cara Sederhana. Pemberantasan secara sederhana ini adalah dilakukan untuk anopheles aconitus dan Anopheles sundaicus yang merupakan vektor malaria. Dalam pemberantasan ini terlebih dahulu dilakukan pengamatan dengan melihat umur tanaman padi, khususnya tanaman padi rata-rata 4 minggu setelah tanam, karena hal ini menerangkan densitas aconitus mulai meninggi. Tempat perindukan nyamuk anopheles aconitus adalah tempat yang tertutup oleh tanaman air, sedangkan bila permukaan airnya bersih densitasnya rendah, pada hakekatnya tinggi rendahnya densitas anopheles aconitus sulit di ramalkan. Dari hasil suatu penelitian dan pengamatan, untuk menanggulangi nyamuk aconitus dapat dilakukan dengan pengendalian yang sederhana yaitu dengan cara non kimiawi yang tidak mempunyai efek pencemaran lingkungan. Cara ini dapat dilakukan secara gotong-royong maupun perorangan oleh masyarakat. 1.1. Pengamatan Vektor Pengamatan vektor sangat penting karena dari kegiatan ini akan terkumpul data yang menerangkan keadaan dan perilaku vektor (nyamuk aconitus) pada suatu waktu. Cara pemberantasan sederhana ini dilakukan terlebih dahulu meninjau lapangan dan menganalisa keadaan lingkungan, khusus tempat peridukan vektor. Nyamuk anopheles aconitus tempat perindukan sering di jmnpai di sawah dan saluran irigasi, dan daerah yang petaninya tidak menanam padi dengan serentak, pada daerah seperti ini densitas anopheles aconitus tinggi. Bila penanaman padi oleh petani dilakukan dengan serentak maka densitas nymuk tersebut anopheles aconitus menyenangi darah hewan binatang akan tetapi banyak di jumpai menggigit orang diluar rumah, tempat istirahat utama adalah tebing parit, Sungai yaitu di bagian dekat air yang lembab, nyamuk ini di dalam rumah akan hinggap di bagian bawah dinding setinggi + 80 cm dari lantai. 1.2. Pemberantasan Penyebaran anopheles aconitus terutama dijumpai pada daerah persawahan, sebenarnya upaya pemberantasan vektor utama yang dapat dilakukan adalah penyemprotan runah serta bangunan-bangunan lainnya, seperti dengan menggunakan fenitrothion, namun pemberantasan ini membutuhkan biaya berlipat ganda, dan harus di sadari bahwa dengan penyemprotan adalah suatu kebijaksanaan jangka pendek sedangkan jangka panjang adalah pengelolaan lingkungan. Cara sederhana diharapkan, yang memungkinkan dapat dilakukan oleh masyarakat dan mampu mengerjakannya. 1.2.1. Untuk mengurangi densitas anopheles aconitus petani diharapkan merawat saluran irigasi, bagian tepi saluran tidak ada kantong-kantong air hingga air mengalir lancar, dan menanam padi harus serentak sehingga densitas anopheles aconitus terbatas pada periode pendek yaitu pada minggu ke 4 hingga minggu ke 6 setelah musim tanam. 1.2.2. Pengendalian Jentik Perkembangan jentik hingga dewasa membutuhkan air jika tidak ada air akan

mati, maka pengeringan berkala sawah hingga kering betul, merupakan cara pengendalian jentik anopheles aconitus yang dapat dilakukan oleh masyarakat petani. Perkembangan dari telur hingga menjadi nyamuk diperlukan waktu 13-16 hari, karenanya pengeringan cukup dilakukan dipersawahan, yang dilakukan setiap 10 kali selama 2 hari. Cara lain yaitu petani diharapkan membudayakan tanaman selang-seling antara tanaman berair dengan tanaman tanpa air misalnya palawija, penebaran ikan pemakan jentik. ikan yang di tebarkan tidak mesti ikan kecil tetapi dapat ikan yang mempunyai nilai ekonomi misalnya ikan mujahir, semua keterangan diatas adalah untuk pengendalian jentik. 1.2.3. Pengendalianyamuk dewasa dengan hewan ternak Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang memiliki temak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk anopheles aconitus adalah nyamuk yang senangi menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber mendapatkan darah, untuk itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk melindungi orang dari serangan anopheles aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah kolong dekat dengan rumah). Perlu diketahui bahwa nyamuk anopheles aconitus ini memiliki ciri-cirinya berwarna agak kehitam-hitaman dan rusuk ke 6 mempunyai 3 noda hitam, jumpai pada ujung rusuk ke 6 putih serta moncong (promboces) separuh bagian ke ujungnya coklat ke kuning-kuningan. Nyamuk anopheles aconitus banyak dijumpai didaerah pulau jawa sedangkan di Sumatera Utara banyak dijumpai didaerah Tapanuli. IV.KESIMPULAN 1. Pengendalian anopheles aconitus dengan metode sedarhana ini dapat mengajak, khususnya masyarakat petani dalam pemberantasan tanpa menggunakan biaya. 2. Masyarakat petani diharapkan agar tetap memelihara kondisi saluran pengairan sehingga aliran air di persawahan tetap lancar tanpa ada kantong-kantong di pinggir saluran. 3. Petani harus menanam padinya serentak dan mengeringkan sawahnya tiap 10 hari selama 2 hari. d. Petani diharapkan membudayakan pola tanam selang-seling yaitu tanaman basah dan tanaman kering. 5. Ternak agar ditempatkan kandangnya di dekat perindukan diluar rumah, dan tidak menyatu dengan rumah, serta penebaran ikan pemakan jentik di sawah. 6. Pemberantasan vektor malaria secara sederhmla ini sangat bermanfaat di daerahdaerah pedesaan/pedalaman yang mempunyai areal persawahan yang luas dan metode pemberantasan sederhana ini tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Tambahan : Cara untuk pengawasan v ektor.

nyamuk bisa berkembang di dalam air yang kurang seperti air di dalam kaleng, ban mobil dll. Mengurangi tempat berkembang. Membersihkan lingkungan dari kaleng, kulit kelapa, dan membuanya di lumbang. Tutup sumur dan bak mandi. Mengeringkan lingkungan sikitar kran. Membersihkan bak mandi seminggu sekali. Bakar atau kubur sampah langsung. Mengbunuh jentik-jentik nyamuk. Memakai ikan yang makan jentik-jentik. Isi minyak petroleum di atas air. Membunuh nyamuk dewasa. Menyemprot rumah-rumah.

Cara untuk pengawasan parasit. Mengobati malaria secepat mungkin. Mengobati Ibu hamil.

Cara pencegahan hubungan manusia-nyamuk. Memakai kelambu yang dioles dengan permethrin setiap 6 bulan. Memakai baju legan panjang, Celana panjang dan , kaus kaki. Mandi sebelum gelap. Nyamuk suka kaki yang kotor. Memakai obat nyamuk. Pakai kawat Kasa untuk pele jendela atau pintu.

1.Santio Kirniwardoyo (1992), Pengamatan dan pemberatasan vektor malaria, sanitas. Puslitbang Kesehatan Depkes Rl Jakarta 2.Adang Iskandar, Pemberantasan serangga dan binatang pengganggu, APKTS Pusdiknakes. Depkes RI. Jakarta Tambahan sumber lain :

Pengendalian Nyamuk Aedes aegypti Usaha pemberantasan DBD dilakukan dengan memutuskan mata rantai penularan, yang terdiri dari nyamuk Ae. aegypti, virus dan manusia. Usaha pemberantasan ini terutama ditujukan pada manusia dan vektor penularannya yaitu nyamuk Ae. aegypti yang sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat mencegah atau membunuh virus tersebut. Ada beberapa prinsip yang tepat dalam usaha mencegah DBD yaitu: a. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan

melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DBD b. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremi sembuh secara spontan. c. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran, yaitu sekolah dan rumah sakit, termasuk pula daerah penyangga di sekitarnya. d. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi (Hadi, 2001). Menurut WHO (1999), cara paling efektif dari pengendalian vektor adalah penatalaksanaan lingkungan. Ada tiga tipe penatalaksanaan lingkungan yaitu : a. Modifikasi lingkungan yaitu transformasi fisik jangka panjang dari habitat vektor. b. Manipulasi lingkungan yaitu perubahan temporer pada habitat vektor sebagai hasil dari aktivitas yang direncanakan untuk menghasilkan kondisi yang tidak disukai dalam perkembangbiakan vektor. c. Perubahan pada habitat atau perilaku manusia yaitu upaya untuk mengurangi kontak manusia-vektor-patogen. Metode penatalaksanaan lingkungan ini untuk mengontrol Ae. aegypti dan Ae. albopictus dan mengurangi kontak vektor-manusia termasuk perbaikan suplai dan penyimpanan air, penanganan sampah padat dan modifikasi habitat larva yang dibuat manusia. Penatalaksanaan lingkungan harus difokuskan pada penghancuran, perubahan, pembuangan atau daur ulang wadah dan habitat larva alamiah yang menghasilkan jumlah terbesar nyamuk Aedes dewasa pada setiap komunitas. Program ini harus dilakukan secara bersamaan dengan program pendidikan kesehatan dan komunikasi yang mendorong partisipasi komunitas dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian program penanganan (misal yaitu sanitasi rumah tangga reguler atau kampanye kebersihan). Beberapa metode yang dapat digunakan dalam upaya pengendalian nyamuk Ae. aegypti adalah : 1. Lingkungan Fisik Pengendalian nyamuk Ae. aegypti dari segi lingkungan fisik dapat dilakukan dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat dan manajemen lingkungan yang baik, sebagai contoh : a. Menguras bak madi atau tempat penampungan air sekurang-kurangnya satu minggu sekali. b. Mengganti atau menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali dan menutup dengan rapat tempat penampungan air. c. Mengubur kaleng-kaleng bekas, ban bekas serta barang bekas lainnya di sekitar rumah. d. Penggunaan Kelambu Celup (yang telah dicelup dengan cairan insektisida permetrin) sangat efektif untuk penanggulangan kontak langsung dengan serangga e. Repellent (obat anti nyamuk) dalam bentuk oles (lotion) atau semprot (spray) (Dirjen P2M & PLP, 2004). 2. Lingkungan Biologis a. Pengendalian secara biologis untuk mengendalikan populasi nyamuk vektor penyakit masih dipakai dalam skala kecil. Penggunaan ikan pemakan larva (Gambusia affanis dan Poecilia reticulata) telah semakin banyak digunakan untuk mengendalikan nyamuk Anopheles stephensi dan Ae. aegypti dikumpulan air yang banyak atau di kontainer air yang besar. Sementara penggunaan bakteri, terdapat dua spesies bakteri penghasil endotoksin, yaitu Bacillus thuringiensis serotipe H-14 dan Bacillus sphaericus, yang efektif utuk pengendalian nyamuk (Anies, 2006). b. Penaburan bubuk Abate pada tempat-tempat penampungan air efektif dilakukan tetapi memakan biaya yang cukup mahal (Widodo, 2007).

Cara yang paling efektif dalam upaya pencegahan penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan hal-hal tersebut dengan 3M plus antara lain yaitu : a. Menguras dengan menyikat tempat penampungan air. b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembangbiak di dalamnya. c. Mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan misalnya ban bekas, kaleng bekas, tempat minuman bekas dan lain-lain. d. Memelihara ikan pemakan jentik. e. Menabur larvasida. f. Menggunakan kelambu. g. Menggunakan obat nyamuk. h. Menggunakan repellent. i. Memeriksa jentik sekaligus PSN yang mencakup wilayah yang luas secara berkala dan berkesinambungan (Dinkesprov Jateng, 2006). 3. Fogging (Pengasapan) Nyamuk Ae. aegypti dapat diberantas dengan fogging (pengasapan) racun serangga yang dipergunakan sehari-hari. Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan pengasapan itu yang mati hanya nyamuk dewasa saja. Selama jentiknya tidak di basmi setiap hari akan muncul nyamuk yang baru menetas dari tempat perkembang biaknya, karena itu cara yang tepat adalah memberantas jentiknya yang di kenal dengan istilah PSN DBD yaitu singkatan dari Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah (Dinas Kesehatan Bonebolango, 2009). Fogging bertujuan untuk memutuskan rantai penularan penyakit dengan membunuh secara langsung nyamuk dewasa sehingga populasinya menurun. Pada umumnya digunakan dalam kegiatan pengendalian atau pemberantasan nyamuk vektor Demam Berdarah Dengue. Pelaksanaan fogging dilakukan dua siklus dengan interval satu minggu. Siklus pertama bertujuan membunuh nyamuk yang mengandung virus Dengue (nyamuk infektif). Akan segera muncul nyamuk baru yang diantaranya akan menghisap darah penderita viremia (infeksi yang menyebar dalam darah) yang masih ada sehingga dapat menimbulkan terjadinya penularan kembali. Oleh karena itu dilakukan siklus kedua (Dirjen P2M & PLP, 2004).
Anies. 2006. Manajemen Berbasis Lingkungan: Solusi Mencegah dan Menanggulangi Penyakit Menular. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Depkes RI. 2001. Pedoman Program Filariasis di Indonesia. Depkes RI, Jakarta. Dinas Kesehatan Bonebolango.2009. Cara Memberntas Nyamuk Aedes Aegypti (DBD). http://dinkesbonebolango.org/index.php?option=com_content&task=view&id=354&Itemid=1. Diakses pada tanggal 18 Maret 2009. Dinkes Prop Jateng. 2004. Buku Pegangan Kader Pengendalian Faktor Risiko Penyakit. Yayasan Dian Nusantara. Jateng Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2006. Prosedur Tetap Penanggulangan KLB dan Bencana Provinsi Jawa Tengah. Dinkesprov Jateng, Semarang. Dirjen P2M dan PL. 2002. Pedoman Survey Entomologi Demam Berdarah Dengue. DEpkes RI. Jakarta. Dirjen P2M dan PLP. 2004. Ekologi Vektor dan Beberapa Perilaku. Depkes RI. Jakarta.

Dirjen PP dan PL. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Depkes RI. Jakarta. Dirjen PP dan PL. 2007. Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. Depkes RI. Jakarta. Hadi, A. 2001. Vector Borne Diseases. FKM UI, Jakarta. Kedaulatan Rakyat. 2009. http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=188085&actmenu=39 Diakses pada tanggal 15 Maret 2009. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 356. 2008. Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan. http://pbbsibolga.files.wordpress.com/2008/02/dalam-mengemban-tugasnya-kkp-melaksanakan13-fungs.pdf. diakses tanggal 13 April 2009. Suroso T, Imran A. 2000. Situasi Penyakit DBD 5 Tahun Terakhir (1995-1999) di Indonesia dan Renstra Program Penyakit DBD Tahun 2001-2005. Dipresentasikan pada Pertemuan Demam Berdarah Dengue di Jakarta. Widodo, Arif. 2007. Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan Ibu-Ibu PKK Desa Makamhaji Mengenai Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). http://eprints.ums.ac.id/535/1/2._Arif_Widodo.pdf. Diakses pada tanggal 8 Maret 2009. Widoyono. 2005. PENYAKIT TROPIS : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. Erlangga, Jakarta. WHO. 1999. Demam Berdarah Dengue: Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan Pengendalian. Edisi 2. EGC, Jakarta. WHO dan Depkes RI. 2003. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Depkes RI. Jakarta.

7. Pengendalian lalat merupakan tindakan pengendalian untuk mengurangi atau melenyapkan gangguan yang ditimbulkan oleh lalat tersebut. Saat ini banyak sekali metode pengendalian lalat yang telah dikenal dan dimanfaatkan manusia, prinsip dari suatu metode pengendalian lalat adalah pengendalian itu dapat mencegah perindukan lalat yang dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan dan kehidupan manusia. Pengendalian lalat dapat dilakukan dengan cara mempersulit tempat mencari makan dan tempat berkembang biak dan juga dengan penggunaan bahan kimia ataupun secara mekanis. a). Tindakan-tindakan penyehatan lingkungan Ini harus bertujuan melenyapkan semua tempat-tempat pembiakan lalat yang ada dan yang potensiil, disamping usaha mencegah transmisi penyakit. Tindakan-tindakan yang perlu diambil meliputi :

1). Melenyapkan atau memperbaiki semua kakus-kakus dan cara-cara pembianang excrota manusia yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan, terutama yang memungkinkan lalat langsung berkotak dengan excreate manusia. 2). Garbage harus dibuang dalam tempat sampah yang tertutup. Cara pembuangan sampah harus tidak memungkinkan sampai sampah menjadi sarang lalat. Cara yang baik ialah sanitary landfill dan incineration. Pada Sanitary Landfill tanah yang menutup lapisan sampah harus didapatkan supaya lalat yang keluar dari pupa yang sudah ada tidak bisa menembus keluar tanah yang padat itu. 3).Industri dan perusahaan-perusahaan pada mana terhadap kumpulankumpulan kotoran hewan atau zat-zat organik lain yang bisa menjadi tempat pembiakan lalat harus ditimbun dan membuangnya dengan cara yang mencegah pembiakan lalat didalamnya. Ini berlaku untuk abattoir, peternakan ayam, babi dan hewan lain, perusahaan-perusahaan makanan dan semua perusahaan-perusahaan yang menghasilkan sisa-sisa sayuran dan bahan dari hewan .Juga sewage-treatment plant harus diawasi terutama tentang cara-cara pembuangan kotoran yang tersaing dan sludge. 4).Rumput dan tumbuhan-tumbuhan liar merupakan tempat perlindungan untuk lalat dan membuat usaha fogging atau misting dengan insektisida kurang effektif. Disamping itu rumput yang tinggi dapat menutupi timbunantimbunan dari zat-zat organik yang bisa menjadi tempat pembiakan lalat. Karena itu rumput harus dipotong pendek dan tumbuhan-tumbuhan liar dicabut dan dibuang dari pekarangan-pekarangan dan lapangan-lapangan terbuka. b).Pembasmian larva lalat Kotoran hewan ternak kalau setiap hari diangkat dari kandang lalu segera disebarkan diatas lapangan terbuka atau ditimbun dalam tempat-tempat yang tertutup rapat sehingga tidak masuk lalat akan tidak memungkinkan lalat berkembang biak didalamnya. Keadaan kering akan mematikan larva dan bahanbahan organik yang kering tidak disukai lalat sebagai tempat bertelur. Timbunan kotoran hewan bisa disemprot dengan diazinon dan malathion (sebagai emulsi) atau insektisida lain (Ronnel, DDVP). c). Pembasmian lalat dewasa Untuk membasmi lalat dewasa bisa dilakukan penyemprotan udara : 1). dalam rumah : penyemprotan dengan 0,1% pyrethrum dengan synergizing agents. 2). diluar rumah : fogging dengan suspensi atau larutan dari 5% DDT, 2% lindane atau 5% malathion. Tetapi lalat bisa menjadi resisten terhadap insektisida. Disamping penyemprotan udara (space spraying) bisa juga dilakukan. 3). Residual spraying dengan organo phosphorus insecticides seperti : Diazinon 1%,

Dibrom 1%, Dimethoote, malathion 5%, ronnel 1%, DDVP dan bayer L 13/59. Pada residual spraying dicampur gula untuk menarik lalat. 4). Khusus untuk perusahaan-perusahaan susu sapi dipakai untuk residual spraying diazinon, ronnel dan malathion menurut cara-cara yang sudah ditentukan. Harus diperhatikan supaya tidak terjadi kontaminasi makanan manusia, makanan sapi dan air minum untuk sapi, dan sapi-sapi tidak boleh disemprot. 5). Tali yang diresapi dengan insektisida (Inpregnated Cords) : Ini merupakan variasi dari residual spraying. Tali-tali yang sudah diresapi dengan DDT digantung vertikal dari langit-langit rumah, cukup tinggi supaya tidak tersentuh oleh kepala orang. Lalat suka sekali hinggap pada tali-tali ini untuk mengaso, terutama pada malam hari. Untuk ini dipakai : Parathion : ini bisa tahan sampai 10 minggu Diazinon : ini bisa tahan sampai 7 minggu Karena parathion sangat tosis untuk manusia, hanya orang-orang yang berpengalaman dapat mengerjakannya dengan sangat hati-hati, dengan memakai sarung tangan dari kain atau karet. Kalau kulit terkena kontaminasi dengan parathion maka bagian kulit yang terkena harus segara disetujui dengan air dan sabun. d). Umpan lalat Lalat dewasa bisa juga dimatikan dengan umpan dicampur dengan insektisida. Umpan itu diletakkan di tempat-tempat dimana biasanya banyak lalat berkumpul. Sebagai umpan dipakai gula, dalam bentuk kering atau basah. Yang bisa dipakai ialah : Diazinon, malathion, ronnel, DDVP, Dibrom, Bayer L 13/59. Depkes RI, Dit.Jen.PPM dan PLP, Petunjuk Teknis Tentang Pemberantasan Lalat, Jakarta, 1992 8. Pengendalian kecoa Menurut Depkes RI (2002), kecoa merupakan serangga yang hidup di dalamrumah, restoran, hotel, rumah sakit, alat angkut, gudang, kantor, perpustakaan, danlain-lain. Serangga ini sangat dekat hidupnya dengan manusia, menyukai bangunan yang hangat, lembab dan banyak terdapat makanan, hidupnya berkelompok, dapatterbang aktif pada malam hari seperti di dapur, tempat penyimpanan makanan,sampah, saluransaluran air kotor. Umumnya menghindari cahaya, siang hari bersembunyi di tempat gelap dan sering bersembunyi di celah-celah. Serangga inidikatakan pengganggu karena mereka biasa hidup di tempat kotor dan dalam keadaantertentu mengeluarkan cairan yang berbau tidak sedap. Kecoa mempunyai perananyang cukup penting dalam penularan penyakit. Peranan tersebut antara lain : a) Sebagai vektor mekanik bagi beberapa mikro organisme patogen. b) Sebagai inang perantara bagi beberapa spesies cacing. c) Menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi alergi seperti dermatitis, gatalgatal dan pembengkakan pada kelopak mata. Menurut Aryatie (2005), penularan penyakit dapat terjadi melalui bakteri ataukuman penyakit yang terdapat pada sampah atau sisa makanan, dimana kumantersebut terbawa oleh

kaki atau bagian tubuh lainnya dari kecoa, kemudian melaluiorgan tubuh kecoa, selanjutnya kuman penyakit tersebut mengkontaminasi makanan.Vektor yang paling sering dijumpai di atas kapal adalah kecoa. Pada umumnya kecoamerupakan binatang malam. Pada siang hari mereka bersembunyi di dalam lubangatau celah-celah tersembunyi. Kecoa yang menjadi permasalahan dalam kesehatanmanusia adalah kecoa yang sering berkembangbiak dan hidup di sekitar makhluk hidup yang sudah mati. Aktivitas kecoa kebanyakan berkeliaran di dalam ruanganmelewati dinding, pipa-pipa atau tempat sanitasi. Kecoa dapat mengeluarkan zat yang baunya tidak sedap sehingga kita dapat mendeteksi tempat hidupnya. Jika dilihat dari kebiasaan dan tempat hidupnya, sangat mungkin kecoa dapat menularkan penyakit pada manusia. Kuman penyakit yang menempel pada tubuhnya yang dibawa daritempat-tempat yang kotor akan tertinggal atau menempel di tempat yang diahinggapi. Cara pengendalian kecoa menurut Depkes RI (2002), ditujukan terhadapkapsul telur dan kecoa : 1) Pembersihan kapsul telur yang dilakukan dengan cara :Mekanis yaitu mengambil kapsul telur yang terdapat pada celah-celah dinding,celah-celah almari, celahcelah peralatan, dan dimusnahkan denganmembakar/dihancurkan. 2) Pemberantasan kecoaPemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimia.Secara fisik atau mekanis dengan :- Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul atau tangan.Menyiram tempat perindukkan dengan air panas.- Menutup celah-celah dinding.Secara Kimiawi :- Menggunakan bahan kimia (insektisida) dengan formulasi spray(pengasapan), dust (bubuk), aerosol (semprotan) atau bait (umpan).Selanjutnya kebersihan merupakan kunci utama dalam pemberantasan kecoayang dapat dilakukan dengan cara-cara seperti sanitasi lingkungan, menyimpanmakanan dengan baik dan intervensi kimiawi (insektisida, repellent, attractan). Strategi pengendalian kecoa ada 4 cara (Depkes RI, 2002) : 1) PencegahanCara ini termasuk melakukan pemeriksaan secara teliti barang-barang atau bahan makanan yang akan dinaikkan ke atas kapal, serta menutup semua celahcelah,lobang atau tempat-tempat tersembunyi yang bisa menjadi tempat hidup kecoa dalamdapur, kamar mandi, pintu dan jendela, serta menutup atau memodifikasi instalasi pipa sanitasi. 2) SanitasiCara yang kedua ini termasuk memusnahkan makanan dan tempat tinggalkecoa antara lain, membersihkan remah-remah atau sisa-sisa makanan di lantai ataurak, segera mencuci peralatan makan setelah dipakai, membersihkan secara rutintempat-tempat yang menjadi persembunyian kecoa seperti tempat sampah, di bawahkulkas, kompor, furniture, dan tempat tersembunyi lainnya. Jalan masuk dan tempathidup kecoa harus ditutup, dengan cara memperbaiki pipa yang bocor, membersihkansaluran air (drainase), bak cuci piring dan washtafel. Pemusnahan tempat hidupkecoa dapat dilakukan juga dengan membersihkan lemari pakaian atau tempat penyimpanan kain, tidak menggantung atau segera mencuci pakaian kotor dan kainlap kotor 3)Trapping Perangkap kecoa yang sudah dijual secara komersil dapat membantu untuk menangkap kecoa dan dapat digunakan untuk alat monitoring. Penempatan perangkap kecoa yang efektif adalah pada sudut-sudut ruangan, di bawahwashtafeldan bak cuci piring, di dalam lemari, di dalam basement dan pada lantai di bawah pipa saluran air. 4) Pengendalian dengan insektisidaInsektisida yang banyak digunakan untuk pengendalian kecoa antara lain :Clordane, Dieldrin, Heptachlor, Lindane, golongan organophosphate majemuk,Diazinon, Dichlorvos, Malathion dan Runnel. Penggunaan bahan kimia (insektisida)ini dilakukan apabila ketiga cara di atas telah dipraktekkan namun tidak berhasil.Disamping itu bisa juga diindikasikan bahwa pemakaian insektisida dapat

dilakukan jika ketiga cara tersebut di atas (pencegahan, sanitasi,trapping) dilakukan dengancara yang salah atau tidak pernah melakukan sama sekali. Celah-celah atau lobanglobang dinding, lantai dan lain-lain merupakan tempat persembunyian yang baik.Lobanglobang yang demikian hendaknya ditutup/ditiadakan atau diberi insektisidaseperti Natrium Fluoride (beracun bagi manusia), serbuk Pyrethrum dan Rotenone, Chlordane 2,5 %, efeknya baik dan tahan lama sehingga kecoa akan keluar daritempat-tempat persembunyiannya. Tempat-tempat tersebut kemudian diberi serbuk insektisida dan apabila infestasinya sudah sangat banyak maka pemberantasan yang paling efektif adalah dengan fumigasi

9. Metode Pengawasan Rodentia Rodentia dapat dikontrol populasinya dengan cara kimiawi dan non kimiawi. Metodenonkimiawi seperti sanitasi lingkungan, penolakan terhadap tikus, rodent-proofing,pengamanan tikus dengan barrier elektrik, memasang perangkap dan penggunaan agenbiocontrol telah disebarluaskan dan direkomendasikan bila metode ini mungkin diterapkan.Namun demikian metode kimia (menggunakan Rodentisida) tetap menjadi programpengawasan utama terhadap rodentia.Walaupun beberapa repellent efektif untuk menjauhkan rodentia dari area spesifik,zat-zat tersebut dianggap toksik.Repellentyang sering dipakai yaitu thiramcycloheximide,garam tributyltin dan R55.Bahan kimia yang dapat menyebabkan tikus menjadi mandul (Chemosterilants) danbahan kimia penghambat reproduksi digunakan untuk rodentia jantan dan betina. a-Chlorohydrin adalah satu-satunya bahan anti kesuburan bagi tikus jantan yang dipasarkan.Walaupun untuk spesies polygynous (1 jantan dapat mengawini beberapa betina), proporsispesies jantan yang diberi zat ini harus cukup tinggi supaya berefek terhadap densitaspopulasi. Ada juga cara pemberian estrogen sintetik BDH 10131 pada tikus betina, yangdapat memandulkan tikus betina selama satu tahun hanya dengan dosis tunggal. Tapi sampaisaat ini penelitian zat ini tidak berlanjut. Fumigants (pestisida yang diserap oleh binatang melalui saluran pernafasannya) dapatefektif mengeliminasi rodentia didaerah yang kecil dan terbatas. Penggunaannya berbahaya,dan orang yang menyebarkannya harus terlatih dan tidak boleh dekat dengan habitat manusiaatau binatang lain. Fumigants yang biasa dipakai adalah kalsium sianida yang akanmemproduksi hidrogen sianida yang mematikan, methyl bromida, chloropicrin danaluminium phosphida. Karbon dioksida, karbon monooksida dan karbon disulfida jugakadang dipakai.Rodentisida juga sering diletakkan dalam makanan untuk perangkap tikus. Rodentisida terdiri dari 2 macam yaitu rodentisida akut dan rodentisida antikoagulan(mencegah pembekuan darah pada rodentisida). Rodentisida akut bekerja cepat, cukupdengan dosis tunggal. Sedangkan rodentisida antikoagulan bekerja lambat dan menyebabkankematian karena perdarahan organ dalam yang kronis. Secara umum rodentisida antikoagulanlebih disukai karena lebih efektif dan aman.Kebanyakan rodentisida digunakan dalam perangkap berupa makanan/minuman ataudalam debu yang telah diracuni. Perangkap makanan ditaruh diwaktu malam hari karena tikusadalah binatang malam.

Perangkap harus ditaruh ditempat yang mudah dijangkau tikus,sekaligus menghindari binatang lain memakan makanan tersebut.Untuk pengawasan efektif dengan rodentisida akut, perangkap yang tak diracunidiletakkan 1-2 hari sampai rodentia terbiasa dengan apa yang diberikan. Setelah itu dapatdiberikan perangkap yang telah dibubuhi racun.Keuntungan utama dari rodentisida akut adalah pengontrolan populasi rodentiadengan cepat. Keuntungan ini dapat hilang bila kita harus menunggu 1-2 hari untuk menaruhperangkap tanpa racun tersebut. Karena itu bila dibutuhkan kontrol cepat, tak perlu dipakaiperangkap tanpa racun. Bila dengan rodentisida akut ternyata tidak dapat membunuh tikus, selanjutnya dapat dipakai rodentisida antikoagulan yang diberikan terus menerus dalammakanan yang berbeda dengan makanan yang sebelumnya.Dalam daerah yang sulit air, perangkap dengan air yang dibubuhi racun cukup efisienuntuk mengontrol populasi rodentia. Rodentisida antikoagulan yang berupa garam dan larutdalam air adalah zat yang sering digunakan untuk tujuan ini. Perangkap dengan air harusditaruh di tanah dan ditinjau berkala.Bila perangkap dengan makanan atau minuman tak berhasil, rodentisida dapatdiberikan dalam bentuk bubuk walaupun cara ini seringkali tak berhasil. Lebih lagi debu yangberacun ini tidak boleh dibubuhkan dekat hewan non-target atau manusia. Ini sangat pentingkarena debu beracun ini mengandung konsentrasi bahan aktif 20 kali lebih banyak daripadaperangkap berbahan sama.Strategi pengawasan dapat dipilih dengan mengadakan survey terlebih dahulu, diikutidengan aplikasi metode pengawasan dan dibarengi pembersihan lingkungan. Survey disinimaksudnya adalah seberapa banyak jumlah tikus yang ada suatu daerah (misalnya dalam saturumah) dan tempat-tempat mana yang menjadi sarangnya.Alasan kegagalan yang paling sering adalah terlalu meremehkan jumlah tikus yangada dalam satu daerah. Survey harus mengawasi atap-atap rumah, dinding, lantai rumah,lantai bawah tanah, saluran pembuangan, saluran air, serta pintu-pintu keluar lainnya. Bilapengawasan secara kimiawi diperlukan maka harus dipilih antara rodentisida akut danrodentisida antikoagulan. Rodentisida antikoagulan dinilai lebih efektif, kecuali bilapengawasan cepat terhadap populasi besar rodentia diperlukan.Usaha pengawasan harus dipertahankan sampai pengawasan rodentia telah sampaipada tingkat yang diinginkan. Jika eradikasi lokal adalah tujuannya, area yang diberiperangkap harus dikunjungi mingguan untuk mengawasi aktivitas rodentia dan menggantiperangkap. Sebagai aturan umum, bila tidak ada perangkap yang dimakan selama 2 minggudan tidak ada tanda-tanda baru kehadiran rodentia maka pengawasan rodentia telah sampaipada tingkat populasi yang diinginkan.Setelah pengawasan selesai, hygiene lingkungan harus ditingkatkan untuk mengurangi sumber makanan dan perlindungan bagi para rodentia sehingga meningkatkankemungkinan kembali peningkatan populasi rodentia.

You might also like