You are on page 1of 25

USULAN PENELITIAN

ISOLASI GELATIN DARI KULIT IKAN MAHI MAHI-MAHI (Coryphaena hippurus) DENGAN METODE ASAM DAN ENZIMATIS

OLEH BENGET R. SIMANJUNTAK 09/283439/PN/11670

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013


1

I. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN

Gelatin merupakan senyawa turunan yang dihasilkan dari serabut kolagen yang terdapat pada kulit, tulang dan jaringan ikat yang dihidrolisis dengan asam atau basa (Tazwir, dkk. 2008). Peranginangin (2004) menyatakan bahwa dalam industri pangan maupun non pangan, gelatin disebut miracle food karena peranannya yang sulit tergantikan. Kurang lebih 60% total produksi gelatin digunakan pada industri pangan, 20% industri fotografi, serta 10% industri farmasi dan kosmetik. Dalam industri pangan, gelatin dapat dimanfaatkan sebagai bahan penstabil (stabilizer), pengikat (binder), pengental (thickener), pengemulsi (emulsifier), pengikat viskositas (increase viscosity) dan perekat (adhesive) (Harianto, dkk. 2008). Contoh produk industri pangan yang menggunakan gelatin adalah permen, krim, karamel, selai, yoghurt, susu olahan, dan sosis. Saat ini untuk memenuhi kebutuhan gelatin, Indonesia masih mengandalkan impor dari beberapa negara seperti Cina, Jepang, Prancis, Australia, dan Selandia baru, dengan jumlah impor mencapai 2000-3000 ton per tahun. Berdasarkan Kemenperin (2012), impor gelatin tahun 2007-2011 meningkat 20,26%, dengan nilai impor tahun 2011 mencapai 25.036,10 (ribu US dollar). Menurut Harianto, dkk. (2008), produksi gelatin dunia terbesar berasal dari bahan baku kulit babi yakni 44,5% (136.000 ton), kedua dari kulit sapi 27,6% (84.000 ton), dan sisanya berasal dari selainnya 1,3% (4.000 ton). Hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran dan mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat, khususnya masyarakat umat Hindu yang dilarang untuk mengonsumsi sapi, serta umat Islam dan Yahudi dilarang untuk mengonsumsi segala produk yang berasal dari babi. Selain itu, bagi sebagian orang juga khawatir untuk mengkonsumsi gelatin sapi karena adanya penyakit sapi gila (mad cow), penyakit mulut dan kuku (foot and mouth), dan Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE). Oleh karena itu, perlu dipikirkan solusi atau alternatif lain dalam pemilihan bahan baku gelatin yang aman dikonsumsi. Sumber bahan baku gelatin selain dari kulit dan tulang sapi yang cukup potensial adalah kulit dan tulang ikan. Proses pengolahan ikan menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar. Hal ini dapat dilihat pada limbah proses filet sekitar 75%
2

dari total berat ikan dan 30% dari limbah tersebut berupa kulit dan tulang (Muyonga et. al., 2004). Kulit ikan adalah salah satu sumber gelatin alternatif dan potensial yang dapat dimanfaatkan secara luas. Kulit ikan mengandung protein kolagen yang dapat dikonversi menjadi gelatin dan sangat kecil kemungkinan resiko terkena penyakit. Alternatif ini juga semakin berkembang seiring dengan meningkatnya permintaan produk yang halal yang akan diaplikasikan dalam bahan pangan. Untuk mendapatkan gelatin yang bermutu, penggunaan metode ekstraksi yang tepat dalam pembuatan gelatin menjadi suatu faktor penting (Kusumaningrum, 2011). Proses asam umumnya lebih sesuai untuk kulit ikan (Karim dan Bhat, 2008). Ward and Courts (1977) menambahkan, asam yang paling banyak digunakan adalah asam asetat pada pH 3 karena akan menghasilkan protein kolagen terlarut lebih banyak dibandingkan dengan asam lain. Hakiki (2006), telah melakukan penelitian terhadap gelatin dari kulit kakap merah dengan asam asetat (CH3COOH) variasi waktu perendaman dan suhu ekstraksi. Variasi waktu perendaman serta suhu ekstraksi terbaik (lama perendaman 24 jam dan suhu ekstraksi 80oC) masih menghasilkan gelatin grade B (berdasarkan standar mutu gelatin pangan). Wijaya (2001), melakukan variasi konsentrasi asam asetat dan waktu perendaman. Variasi konsentrasi serta waktu terbaik (konsentrasi 4% selama 24 jam) juga menghasilkan gelatin grade B. Proses isolasi gelatin ikan mahi-mahi pada penelitian ini menggunakan perlakuan variasi konsentrasi (0,5 N; 1,0 N; dan 1,5 N) dan waktu perendaman (12, 24, 36 jam), dengan harapan dapat menghasilkan gelatin yang berkualitas. Untuk meningkatkan ekstraksi gelatin, beberapa enzim (protease) diharapkan mampu memecah protein dan ikatan silangnya (cross-link). Salah satu enzim pemecah protein adalah papain komersial. Penambahan enzim diharapkan mampu mendegradasi protein non kolagen sehingga kolagen yang tersisa akan terekstraksi lebih maksimal, dengan demikian koalgen yang terhidrolisis menjadi gelatin juga lebih banyak (Kishimura et. al., 2007). Beberapa penelitian terkini terkait dengan gelatin yang telah diekstraksi dari kulit ikan dengan bantuan enzim papain antara lain, kulit tengiri (Sari, 2008), kulit nila merah (Bimo, 2008) dan kulit nila merah (Harto et. al., 2007). Variasi konsentrasi serta waktu perendaman dengan larutan enzim papain terbaik yang dapat digunakan ialah konsentrasi 4% selama 60 menit.
3

B. Tujuan Mengetahui pengaruh konsentrasi dan lama perendaman dalam larutan asam asetat (CH3COOH) yang dicampur dengan larutan enzim papain 4% terhadap kualitas gelatin kulit ikan mahi-mahi. C. Manfaat 1. Mendapatkan informasi mengenai perlakuan konsentrasi asam asetat yang tepat dalam peningkatan kualitas gelatin ikan mahi-mahi. 2. Mendapatkan informasi mengenai karakteristik gelatin ikan mahi-mahi untuk dijadikan sebagai bahan baku produk pada industri pangan.

II. A. Deskripsi Ikan Mahi-mahi

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan lemadang atau yang sering disebut ikan mahi-mahi termasuk golongan dalam ikan pelagis besar. Hidup diperairan lepas pantai yang berbatasan laut terbuka. Ikan mahi-mahi dapat mencapai panjang 200 cm dengan berat 50 kg, umurnya 70100 tahun. Ikan mahi-mahi bertelur di dalam arus laut yang hangat di sepanjang tahun, dan biasanya ditemukan dalam rumput laut. Ikan mahi-mahi adalah karnivora yang memangsa ikan terbang, kepiting, cumi, mackerel, zooplankton dan krustasea. Jenis ikan mahi-mahi sendiri berwarna merupakan spesies yang berukuran cukup besar dan memiliki tubuh pipih dan panjang sirip punggung memanjang hampir di sepanjang tubuh. Sirip analnya yang tajam cekung di bagian samping dan belakang. Jantan dewasa memiliki dahi menonjol, betina memiliki kepala bulat. Betina juga biasanya lebih kecil daripada Jantan. Adapun bentuk ikan mahi-mahi secara horinzontal dapat dilihat pada Gambar 2-1.

Gambar 2-1. Ikan mahi-mahi (Anonim, 2013) Menurut Saanin (1984), taksonomi ikan setuhuk hitam adalah sebagai berikut. Kingdom Phylum Sub Phylum Class Ordo Family Genus Species : Animalia : Chordata : Vertebrata : Actinopterygii : Perciformers : Coryphaenidae : Coryphaena : Coryphaena hippurus

B. Kulit Ikan Kulit ikan, umumnya terdiri dari dua lapisan utama yaitu epidermis dan dermis. Lapisan dermis merupakan jaringan pengikat yang cukup tebal dimana mengandung sejumlah serat-serat kolagen (Lagler et al., 1977). Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang strukturnya selular dan terdiri dari lapisan-lapisan sel ephitel yang dapat berkembang sendiri dan berfungsi sebagai pelindung tubuh. Lapisan dermis (corium) tersusun dari serat-serat tenunan pengikat seperti tenunan kolagen, elastin, dan retikulin. Dermis dapat dibagi dalam dua lapisan yaitu lapisan thermostat (lapisan teratas tempat kelenjar dan urat daging) dan lapisan reticular (anyaman serat kolagen). Lapisan hipodermis atau sub cutis (sebagian besar terdiri dari serat-serat kolagen, elastin, dan lemak) (Buckheim, 2013). Adapun penampang melintang kulit ikan dapat dilihat pada Gambar 2-2.

Gambar 2-2. Struktur kulit ikan (Buckheim, 2013) Menurut Peranginangin dkk. (2004), kulit ikan mengandung air 69,6%, protein 26,9%, abu 2,5% dan lemak 0,7%, sedangkan Purnomo (2001), persentasi kadar air 65%, lemak 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara kimiawi konstituen dari kulit dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu konstituen non protein dan portein. Protein kulit diapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu: (1) Protein yang tergolong fibrous protein meliputi kolagen (yang terpenting), kreatin dan elastin; (2) Protein yang tergolong globular protein meliputi albumin dan globulin. Bagian kulit ikan yang paling banyak mengandung kolagen terdapat pada lapisan dermis. Pada lapisan tersebut, terkandung sekitar 80% kolagen yang dapat

diekstraksi dan menghasilkan produk turunan berupa gelatin. Propo Proporsi kandungan kolagen pada kulit ikan sangat bervariasi tergantung jenis, habitat, usia, dan jenis pakan ikan. C. Kolagen Bahan baku utama gelatin adalah kolagen. kolagen Kolagen adalah protein berbentuk serabut (fibril) yang mempunyai fungsi fisiologis yang unik. Kolagen merupakan komponen struktural utama dari jaringan pengikat putih (white connective tissue) yang meliputi hampir 30% dari total protein pada jaringan organ tubuh vertebrata dan invertebrata (Poppe, 1992). Kolagen merupakan salah satu protein terpanj terpanjang dengan jumlah paling banyak pada tubuh vertebrata. Serat kolagen terdiri dari tiga rantai polipeptida yang saling berhubungan, masing-masing masing masing tersusun dalam jenis khusus heliks berputar. Kolagen merupakan protein yang mengandung 35% glisin dan sekitar 11% 1% alanin serta kandungan prolin yang cukup tinggi (Lehninger, 1990). Adapun struktur kolagen dari bentuk yang paling sederhana hingga membentuk fibril dapat dilihat pada Gambar 2-3. 2

Gambar 2-3. 2 Struktur kolagen (Anonim, 2005) Protein ini tidak larut dalam pelarut-pelarut pelarut pelarut encer baik larutan garam, asam, basa, dan alkohol (Winarno, 2002). 2002 Pemanasan kolagen secara bertahap akan menyebabkan struktur rusak dan rantai-rantai rantai rantai akan terpisah. Berat molekul, bentuk dan konformasi larutan kolagen sensitif terhadap perubahan temperatur yang dapat
7

menghancurkan

makromolekulnya.

Pemanasan

pada

suhu

40

belum

mengakibatkan putusnya ikatan kovalen. Ikatan kovalen yang ada pada kolagen akan terputus saat suhu pemanasan naik menjadi 60 oC atau lebih. Proses denaturasi struktur kolagen berlangsung relatif lambat bila dibandingkan dengan protein lainnya (Wong, 1989). Kolagen murni sangat sensitif terhadap reaksi enzim dan kimia. Perlakuan alkali menyebabkan kolagen mengembang dan menyebar. Disamping pelarut alkali, kolagen juga larut dalam pelarut asam. Asam mampu mengubah serat kolagen tripel heliks menjadi rantai tunggal, sedangkan larutan perendaman basa hanya mampu manghasilkan rantai ganda pada waktu perendaman yang sama (jumlah kolagen yang terhidrolisis oleh larutan perendaman yang asam lebih banyak daripada larutan basa) sehingga waktu yang diperlukan oleh larutan basa untuk menghidrolisis kolagen menjadi lebih lama (Lehninger, 1990). Kolagen dapat mengalami penyusutan jika dipanaskan diatas suhu penyusutan (Ts), suhu penyusutan kolagen berkisar antara 60 70 oC. Pada suhu tersebut memperpendek serat kolagen sepertiga atau seperempat dari panjang asalnya. Suhu penyusutan (Ts) kolagen ikan adalah 35 oC. Pemecahan struktur tersebut menjadi lilitan acak yang larut dalam air yang disebut dengan gelatin. Jika suhu dinaikan sampai 80 oC, kolagen akan berubah menjadi gelatin (deMan 1997). Unit struktural pembentuk kolagen adalah tropokolagen yang mempunyai struktur batang dengan BM 300.000, dimana di dalamnya terdapat tiga rantai polipeptida yang sama panjang, bersama-sama membentuk struktur heliks (Lehninger, 1990). Pada ikan terdapat tiga tipe protein, yaitu myofibril (65-75%), sarkoplasma (20-30%), dan stromata (1-3%). Protein stromata merupakan jaringan ikat yang terdiri dari komponen kolagen dan elastin (Suzuki, 1981). Kolagen murni sangat sensitif terhadap reaksi enzim dan kimia. Di samping pelarutnya, kolagen ikan mempunyai kandungan asam amino yang lebih rendah dibandingkan dengan kolagen mamalia sehingga suhu denaturasi proteinnya menjadi rendah (Ward dan Courts, 1977). Menurut deMan (1997) proses pengubahan kolagen menjadi gelatin melibatkan tiga perubahan, sebagai berikut: 1. Pemutusan sejumlah terbatas ikatan peptida untuk memperpendek rantai. 2. Pemutusan atau pengacauan sejumlah ikatan samping antar rantai.
8

3. Perubahan konfigurasi rantai. Perubahan konfigurasi rantai merupakan satu-satunya perubahan penting untuk pengubahan kolagen menjadi gelatin. Kondisi yang digunakan selama proses produksi gelatin menentukan sifat-sifatnya. Pada produksi normal, kulit atau tulang mula-mula diekstraksi dahulu pada kondisi nisbi lunak, dilanjutkan dengan ekstraksi berturut-turut pada kondisi lebih berat. Ekstraksi pertama menghasilkan gelatin dengan mutu baik, sedangkan ekstraksi selanjutnya menghasilkan gelatin dengan mutu tidak sebaik ekstraksi pertama. D. Gelatin Gelatin merupakan salah satu produk turunan protein yang diperoleh dari hasil hidrolisis kolagen hewan yang terkandung dalam tulang dan kulit, dan merupakan senyawa yang tidak pernah terjadi secara alamiah. Gelatin mempunyai titik leleh 35oC, di bawah suhu tubuh manusia. Titik leleh inilah yang membuat produk gelatin mempunyai karakteristik yang unik bila dibandingkan dengan bahan pembentuk gel lainnya seperti pati, alginat, pektin, agar-agar dan karaginan yang merupakan senyawa karbohidrat. Secara fisik dan kimia, gelatin berwarna kuning cerah atau transparan, berbentuk serpihan atau tepung, berbau dan berasa, larut dalam air panas, gliserol dan asam asetat serta pelarut organik lainnya. Gelatin dapat mengembang dan menyerap air 5-10 kali bobot asalnya (Raharja, 2004). Susunan asam aminonya mirip dengan kolagen dimana glisin sebagai asam amino utama dan merupakan 1/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3-nya diisi prolin dan hidroksi prolin dan sisanya asam amino yang lain (Charley, 1982). Semua asam amino essensial protein terdapat dalam gelatin kecuali triptofan, meskipun kadangkadang terdeteksi dalam jumlah yang sedikit (Imeson, 1999). Asam-asam amino dihubungkan bersama-sama dalam gelatin dengan ikatan peptida. Tipe urutan untuk gelatin adalah Gly X Y. Gly merupakan glisin, X sebagian besar berupa prolin dan Y sebagian besar berupa hidroksiprolin (Imeson, 1999). Gelatin merupakan molekul besar dan kompleks yang mempunyai nilai ratarata bobot molekul berkisar 15.000 -25.000. Komposisi kimia gelatin terdiri dari 50,5% karbon, 6,8% hidrogen, 17% nitrogen dan 25,5% oksigen (GMIA, 2012). Kandungan hidroksiprolin berpengaruh terhadap kekuatan gel gelatin, makin tinggi

kandungan asam amino ini, kekuatan gel gelatin juga semakin tinggi. Adapun struktur kimia gelatin dapat dilihat pada Gambar 2-4.

Gambar 2-4. Struktur Gelatin (Chaplin, 2007) Gelatin merupakan polipeptida yang mempunyai berat molekul tinggi, berasal dari protein kolagen. Proses denaturasi thermal akan menjadikan kolagen yang semula bersifat insoluble dalam air ditransformasikan menjadi gelatin yang bersifat soluble dalam air (Imeson, 1999). Pemanasan serabut kolagen dalam air sampai suhu 60-70oC akan menghasilkan pemendekan 1/3-1/4 dari panjang asal. Apabila suhu dinakkan sekitar 80oC kolagen berubah menjadi gelatin. Perubahan kolagen menjadi gelatin terdiri dari tiga tahap, yaitu hidrolisis ikatan non-peptida, hidrolisis ikatan peptida, dan terbukanya triple helix kolagen karena putusnya ikatan hidrogen. Ikatan non-peptida dan ikatan peptida tersebut bersifat labil terhadap asam (Gudmundsson dan Hafsteinsson cit. Chasanah, 2000). Adapun konversi kolagen menjadi gelatin dapat dilihat pada Gambar 2-5. Mutu gelatin secara umum dapat dinilai dari sifat fisik, kimia, dan organoleptiknya. Mutu gelatin erat kaitannya dengan standar gelatin yang telah disyaratkan sehingga dapat dijadikan tolak ukur untuk menentukan produk turunan yang dihasilkan. Produk turunan (aplikasi gelatin) sudah banyak diterapkan khususnya dibidang pangan. Oleh karena itu, persyaratan/standar mutu gelatin pangan perlu diketahui untuk menentukan kualitas gelatin dan penggunaannya dalam suatu produk. Adapun persyaratan/standar mutu gelatin pangan dapat dilihat pada Tabel 2-1 dan untuk farmasi dapt dilihat pada Tabel 2-2.

10

Gambar 2-5. Perubahan struktur kolagen menjadi gelatin (Anonim, 2013) Tabel 2-1. Standar mutu gelatin pangan NO Parameter 1 Kekuatan Gel (Bloom) 2 Viskositas (cP) 3 Kecerahan (mm) 4 pH 5 Bahan yang tidak larut 6 dalam air (%) 7 Kadar abu (%) 8 Sulfit (%) 9 Kadar air (%) 10 Arsen (ppm) 11 Logam berat (ppm) 12 TPC 13 Coliform (koloni/100 gr) 14 Salmonella Sumber: Fish Gelatin (2003) Grade A 220 4,5 300 5,5-7 0,2 1,0 0,004 14 0,0001 0,005 1000 30 Negatif Negatif Grade B 180 3,5 150 5,5-7 0,2 2,0 0,01 14 0,0001 0,005 5000 30 Negatif Negatif Grade C 100 2,5 50 5,5-7 0,2 2,0 0,015 14 0,0001 0,005 10.000 30 Negatif Negatif

Badan Standarisasi Nasional (BSN) juga menetapkan persyaratan mutu gelatin secara umum, yang dimuat dalam SNI 06-3735-1995. Standar gelatin yang ditetapkan lebih pada kenampakan warna gelatin dan kandungan logamnya. Adapun standar gelatin tersebut dapat dilihat pada Tabel 2-3.

11

Tabel 2.2. Spesifikasi gelatin untuk farmasi Parameter Kekuatan Gel (Bloom) Viskositas (cPs) pH Abu (%) Kadar Air (%) Logam berat (ppm) Jumlah bakteri (TPC) (cfu/100g) E.Coli Salmonella Sumber: Fish Gelatin (2003) Kelas Khusus 240 5,7 5,5-7 1.0 14.0 50 103 Negatif Negatif Mutu ke satu 200 4,2 5,5-7 1.0 14.0 50 103 Negatif Negatif Mutu ke dua 160 3,7 5,5-7 2.0 14.0 50 103 Negatif Negatif Mutu ke tiga 140 3,2 5,5-7 2.0 14.0 50 103 Negatfi Negatif

Tabel 2-3. Standar mutu gelatin (SNI 06-3735-1995) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Karakteristik Warna Bau, rasa Kadar air Kadar abu Logam berat Arsen Tembaga Seng Sulfit Syarat Tidak Berwarna-kekuningan pucat Normal (dapat diterima konsumen) Maksimum 16% Maksimum 3,25% Maksimum 50 mg/kg Maksimum 2 mg/kg Maksimum 30 mg/kg Maksimum 100 mg/kg Maksimum 1000 mg/kg

E. Proses Pembuatan Gelatin Proses pembuatan gelatin pada dasarnya dibagi menjadi dua macam yaitu gelatin tipe A dan gelatin tipe B. Gelatin tipe A diperoleh dari proses asam sedangkan gelatin tipe B diperoleh dari proses basa. Tipe gelatin tersebut dibedakan berdasarkan jenis larutan perendam yang digunakan saat proses perendaman. Menurut Poppe (1999), gelatin komersial yang beredar di pasaran dibagi dalam dua tipe yaitu tipe A dan tipe B, dimana beberapa sumber kolagen seperti tulang dan kulit dapat diproses secara asam maupun basa.

12

Menurut Kharim and Bhat (2009), proses pembuatan gelatin dibagi menjadi tiga tahapan yaitu: tahap persiapan bahan baku, tahap ekstraksi kolagen, tahap pemurnian gelatin dan pengeringan. Sedangkan menurut Poppe (1999), proses pembuatan gelatin dibagi dalam lima tahapan yaitu penyiapan bahan baku, ekstraksi, purifikasi, produksi, dan kontrol. Proses pembuatan gelatin (Setiawati, 2009), diawali dengan persiapan bahan baku (pemotongan, penghilangan daging, lemak, kotoran-kotoran), pencucian, perendaman dengan asam/alkali (demineralisasi dan pengembangan kolagen), dan penetralan (pencucian dengan air hingga pH mendekati netral), ekstraksi, penyaringan, pengeringan dan produksi. Tahapan selanjutnya yaitu ekstraksi menggunakan air panas berfungsi untuk mengkonversi kolagen menjadi gelatin (Rusli, 2004). Kemudian dilanjutkan dengan pemurnian gelatin (penyaringan, pengeringan, pemekatan dan pensterilan), sedangkan tahap akhir adalah tahap

produksi yang meliputi pendinginan, pengeringan, pengecilan ukuran, penghalusan dan pengujian mutu gelatin. Secara umum, pembuatan gelatin kebanyakan dilakukan dengan proses asam (tipe A). Menurut Rahmawati (2011), proses asam memiliki beberapa kelebihan seperti proses perendaman yang singkat, buangan air yang dihasilkan lebih sedikit, dan mampu memecah struktul triple heliks menjadi struktur tunggal. Kebanyakan gelatin yang bersumber dari kulit ikan diproses secara asam sedangkan gelatin dari tulang kebanyakan diproses secara basa karena sifatnya yang keras dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Sifat fisik yang sangat mempengaruhi kualitas gelatin antara lain kekuatan gel, viskositas dan titik leleh. Sifat-sifat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti konsentrasi larutan gelatin, waktu pemanasan gel, suhu pemanasan gel, pH dan kandungan garam. Selain itu faktor dalam proses ekstraksi gelatin sendiri, seperti keasaman larutan perendam, lama perendaman dan suhu ekstraksi juga mempengaruhi sifat gelatin tersebut (Tazwir, dkk., 2007).

13

F. Enzim Papain Enzim Papain termasuk enzim proteolitik yang yang terdapat pada getah tanaman pepaya (Carica papaya C). Secara umum yang dimaksud dengan papain adalah papain yang telah dimurnikan maupun papain yang masih kasar. Penghasil enzim papain adalah getah yang diserap dari pohon pepaya, semua bagian dari pepaya kecuali akar dan bijinya mengandung enzim papain dalam getahnya. Papain termasuk enzim proteolitik yang akan menghidrolisis molekul-molekul protein daging termasuk sarkolema yang membungkus serat daging (Cheryan, 2005). Aktivitas papain dipengaruhi banyak faktor seperti suhu, pH, kekuatan ion dan tekanan serta dipengaruhi oleh sisi aktifnya yang mengandung gugus sulfidril. Mekanisme kerja papain melibatkan triad katalik yang terbentuk antara Cys25, His159, dan Asn175. Gugus amida dari Asn175 akan menarik proton dari inti imidazol His159 sehingga kebasaannya meningkat. Inti imidazol dari His159 akan menarik H+ dari SH pada Cys25 sehingga kenuklofilikan gugus SH bertambah. sementara itu nitrogen amida dari Cys25 membentuk ikatan hidrogen dengan atom O gugus karbonil pada substrat. Ikatan hidrogen kedua terbentuk antara gugus NH2 dari Gln19 dengan O gugus karbonil pada substrat. Keadaan ini akan mempermudah penyerangan ion sulfida (S2) terhadap gugus C=O dari substrat yang diikuti oleh pecahnya ikatan peptida dari substrat membentuk suatu amina (Gambar 2-6)( (Cheryan, 2005).

Gambar 2-6. Hidrolisis protein oleh papain (Cheryan, 2005) Menurut Purnomo (2001) enzim papain dapat bekerja secara optimum pada suhu antara 50-60 oC dan pH antara 5-7, serta memiliki aktifitas proteolitik 70-1000 unit/gram. Papain tidak mengandung karbohidrat. Hampir semua asam amino menyusun papain, kecuali metionin. Papain mengandung unsur sulfur yang cukup besar (1,2%). Komponen sulfur tersebut sebagian besar berada dalam bentuk asam
14

amino sistin sehingga tidak terdapat asam amino metionin dalam susunana metioninnya. Enzim papain memiliki ikatan sulfida (SS) di 3 tempat dimana molekul sistin yang satu berikatan dengan sistin yang lainnya, yaitu antara sistin 22 dan 63, sistin 56 dan 95, serta antara sistin 153 dan 200 (Muchtadi, 1992). Aktifitas enzim selain dipengaruhi oleh proses pembuatannya juga dipengaruhi oleh umur dna jenis varietas pepaya yang digunakan. Spesifikasi papain kasar dapat dilihat pada Tabel 2-4. Tabel 2-4. Spesifikasi enzim papain kasar Jenis Pengujian Warna Bau Bahan tidak larut (%) Kadar air Total abu Pasir Jumlah kotoran Total bakteri (koloni/gram) Penurunan aktifitas setelah 6 bulan (%) Aktivitas proteolitik (U/gram) Sumber: Muchtadi (1992) Hasil Pengujian Coklat samapi putih Tidak disukai Sampai dengan 30 Sampai dengan 18 Sampai dengan 14 Sampai dengan 5 Banyak Sampai dengan 3.103 Sampai dengan 50 70-500

15

III. A. Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN

Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi panci, gelas beker 250 ml, blender, nampan plastik dan pisau, timbangan digital, busa dakron, erlenmeyer 1000 ml, magnetic stirer, thermometer, kain blacu 1000 mesh, kertas pH, crussible/cawan, desikator, penjepit, spatula, kompor listrik, labu Kjeldahl, Kjeltech (Foss tecator 2100 kjeltech distillation unit box 70 SE-26321 Swedia), erlenmeyer 50 ml, labu destilasi, satu set alat destilasi mikro Kjeldahl, Stromer viscosity, dan Color Reader CR-10 (Konika Minolta Sensing, INC, Japan), Universal testing machine

(Zwick/2.05 DOFBBO 5 TS V1.5, Jerman), windy oven (WFO-601 SD Jepang), Water bath, muffle furnace/tanur (Advantec Fuw 220 RA Electric Muffle furnace, Jepang), pH meter (Hanna Hi, 98103, Mauritius). Bahan utama yang digunakan adalah kulit ikan mahi-mahi yang di peroleh dari KUB Fresh Fish, Desa Ngestiharjo, Kec. Kasihan, Kab. Bantul, Yogyakarta, (0274-387331), bahan pendukung lainya seperti asam asetat pekat, aquades, air kran,, kristal zeolite dan larutan papain 4% serta bahan-bahan untuk pengujian proksimat. B. Waktu Pelaksanaan Penelitian akan dimulai pada Juni-Juli 2013, dan dilanjutkan dengan analisis data pada bulan Juli 2013. Penelitian yang meliputi preparasi sampel dilakukan di laboratorium Mikrobiologi, laboratorium Teknologi ikan, laboratorium Nutrisi, Jurusan Perikanan Universitas Gadjah Mada. Sedangkan pembuatan dan pengujian mutu gelatin dilakukan di beberapa laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada meliputi laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian (KBP), Rekayasa Proses Pengolahan Hasil Pertanian (RPPHP) , serta Laboratorium Pangan dan Gizi. C. Tata Laksana 1. Preparasi Sampel a. Preparasi sampel yang meliputi pengambilan kulit ikan mahi-mahi dari KUB Fresh Fish, Bantul DIY, dibawa menggunakan steroafoam dengan sistem

16

rantai dingin menggunakan es batu. Kemudian sampel di masukan ke dalam cold storage. Uji proksimat kulit ikan mahi-mahi segar (kadar air, abu, dan protein) di Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan dan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian. b. Preparasi Larutan Papain 4%, enzim papain komersial dilaurtkan dalam larutan asam asetat (CH3COOH 0,1 N) pH 5. c. Preparasi Larutan asam asetat (CH3COOH), asam asetat pekat dilarutkan dalam akuadest menjadi konsentrasi 0,5 N; 1,0 N; dan 1,5 N. 2. Analisis dan Isolasi Gelatin a. Tahap isolasi gelatin dari kulit ikan mahi-mahi adalah sebagai berikut (modifikasi Chasanah, 2000): - Kulit mahi-mahi dicuci dengan air mengalir, disertai pembuangan sisa daging dan kotoran, kemudian dilakukan pemotongan kulit berukuran 1x1 cm. - Kulit mahi-mahi ditimbang 200 gram untuk masing-masing perlakuan. - Kulit mahi-mahi kemudian direndam dalam larutan enzim papain 4% dengan 1 bagian kulit dan 2 bagian larutan enzim papain, kemudian dipanaskan dalam waterbath shaker dengan goncangan 50 rpm pada suhu 50oC selama 60 menit. - Kulit hasil rendaman dibilas dengan air keran. - Kulit mahi-mahi kemudian direndam dalam larutan asam asetat dengan konsentrasi dan lama perendaman yang disesuiaikan dengan perlakuan yang diterapkan pada suhu kamar dengan 1 bagian kulit dan 5 bagian larutan asam asetat. - Kulit hasil rendaman dibilas dengan air mengalir 10 menit sampai pH kulit mendekati netral. - Kulit mahi-mahi kemudian diblender selama 5 menit. - Kulit hasil blender dilakukan ekstraksi dengan aquadest dalam waterbath suhu 80oC selama 3 jam dengan 1 bagian kulit dan 5 bagian aquadest. - Hasil ekstraksi kemudian disaring dengan kain saring yang dilapisi dakron dan zeolit 20%.

17

- Hasil penyaringan kemudian dilakukan proses pengeringan dengan menggunakan Freeze-drier. - Produk gelatin kemudian disimpan pada suhu kamar, untuk kemudian dilakukan analisis. Skematika isolasi gelatin terlihat pada Gambar 3-1. b. Uji karakteristik gelatin. Parameter yang diuji untuk menguji kualitas gelatin adalah: Rendemen (AOAC, 1995), kadar air (AOAC, 2006), kadar abu (AOAC, 2005), kadar protein (AOAC, 2006 yang dimodifikasi), kekuatan Gel (Wuangtueai dan Noomhorm, 2009) menggunakan alat Universal

Testing Mechine, viskositas (Mohtar et al., 2010) dengan alat Stromer viscosity, uji warna (Jamilah et al., 2010) menggunakan alat color reader CR10 (Konika Minolta Sensing, INC, Japan), dan pH (Kusumaningrum, 2011). Prosedur pengujian dari masing-masing parameter dapat dilihat pada Lampiran 1. D. Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu variasi konsentrasi asam asetat (faktor 1) dengan 3 taraf dan lama perendaman dalam asam asetat (faktor 2) dengan 3 taraf. Masing-masing perlakuan dilakukan perulangan sebanyak 2 kali. Jumlah unit perlakuan terdiri dari 18 unit, dan rekapitulasi rancangan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3-1. Tabel 3-2. Rekapitulasi rancangan penelitian Perlakuan a1 a2 a3 r1 a1b1r1 a2b1r1 a3b1r1 b1 r2 a1b1r2 a2b1r2 a3b2r2 r1 a1b2r1 a2b2r1 a3b2r1 b2 r2 a1b2r2 a2b2r2 a3b2r2 r1 a1b3r1 a2b3r2 a3b3r3 b3 r2 a1b3r2 a2b3r2 a3b3r2

Keterangan : r : ulangan perlakuan a1 : konsentrasi CH3COOH 0,5N a2 : konsentrasi CH3COOH 1,0N a3 : konsentrasi CH3COOH 1,5N

b1 : lama perendaman 12 jam b2 : lama perendaman 24 jam b3 : lama perendaman 36 jam

18

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dan apabila hasil uji Anova menunjukan pengaruh nyata, analisis dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda Duncans Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui adanya perbedaan antar masing-masing perlakuan pada tingkat signifikansi 95% (Gomez and Gomez, 1995) dengan menggunakan software SAS (Statistical Analysis System) versi 19. Model Matematis Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 faktor adalah sebagai berikut: Model matematis : ijk = + i +j +()ij +ijk Keterangan : ijk i j k i j ij
ijk

: hasil pengamatan : perlakuan konsentrasi (A) : perlakuan waktu perendaman (B) : ulangan 1,2. : nilai tengah umum : pengaruh faktor A ke-i (i = 1,2,3) : pengaruh B ke-j (i = 1,2,3) : pengaruh interaksi antara faktor A dan B : galat

19

Enzim Papain Disiapkan 4 % (dari berat bahan) dilarutkan dalam larutan asam asetat 0,1 N, pada pH 5

Kulit Mahi-mahi segar 200 gram

Dipotong Ukuran Kecil (1 cm)

Kulit direndam dalam larutan papain Disiapkan 400 ml Larutan Papain Dipanaskan dalam waterbath shaker 50 rpm dengan suhu 500C, 60 menit

Kulit dibilas dengan air keran

Direndam dalam larutan CH3COOH

(Perlakuan yang diberikan adalah variasi konsentrasi (0,5; 1,0; 1,5 N) dan lama perendaman ( 12, 24, 36 jam) (kulit : larutan = 1 : 5)

Dibilas dengan air mengalir selama 10 menit, dan cek pH hingga mendekati netral

Blender kulit selama 5 menit

Ekstraksi dengan waterbath suhu 80oC selama 3 jam (kulit : aquades = 1 : 5)

Disaring dengan kain saring yang dilapisi dakron dan zeolit 20%

Dikeringbekukan dengan Freeze-drier suhu -100 oC tekanan 50 mbar

Terbentuk lembaran kering gelatin kasar

Diblender selama 5 menit 1. Rendemen 2. Kadar Air, Abu, & Protein. 3. Viskositas 4. Kekuatan Gel 5. Warna 6. pH

Tepung gelatin

Gambar 3-1. Diagram alir pembuatan gelatin dari kulit mahi-mahi (Chasanah, 2000 yang telah dimodifikasi)

20

IV.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2013. Ikan mahi-mahi www.dpi.nsw.gov.au/fisheries/recreational//swspecies/mahi-mahi. Diakses 5 Februari 2013 , 2013. Kolagen (http//www.liputankita.com/artikel-liputankita) Diakses 25 Mei 2013 , 2005. Collagen Structure http://www.mun.ca/biology/scarr/Collag en_struc ture.html. Diakses 25 Mei 2013 AOAC, 1995. Official methods of Analysis of The Association of Analytical Chemist. Inc.Washington, DC. AOAC, 2005. Official Method of Analysis of The Assosiation of Official Analytical Chemist. Association of Official Analytical Chemist, Inc. Arlington, Virginia, USA. AOAC, 2006. Official methods of analysis. Association of Official Analytical Chemists International. Washington. Bimo, R, H. Pengaruh Variasi Konsentrasi Dan Lama Perendaman Dalam Larutan Papain Terhadap Kualitas Gelatin Kulit Kering Nila Merah. Laporan Akhir Penelitian. 2008. Yogyakarta. Tidak Dipublikasikan. Buckheim, J. 2013. A Quick Course in Ichtyology <http:www.marinebiolog y.org/fish.htm> Diakses 25 Mei 2013. Lagler, K. F. 1977. Ichthyology 2nd ed. John Wiley and Sons. New York. Chasanah, E. 2000. Acid - Extraction of Gelatin from Dried Shark Skin. Indonesian Food and Nutrition Progress. Vol. 7 No. 1. Chaplin, M. 2007. Gelatin. www.google.com. Diakses 25 Mei 2013. Charley, H. 2007. Food Science 2nd ed. John Wiley and Sons. New York. Cheryan, M. 2005. Enzymatic Modification of Functional Properties of Soy Protein. http://www.stratsoy.uiuc.edu/stratsoy/ispob_db/lor_html/225.html. Diakses 25 Mei 2013 DeMan, J.M. 1997. Kimia Makanan. Penerjemahkan Padmawinata, K. ITB Press, Bandung. Dewan Standarnisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3735-1995. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Jakarta. Fish Gelatin. 2003. Norland Product. http://www.norlandprod.com/techrpts/_fishgelrpt.html Diakses 11 Juni 2013 Gelatin Manufacturers Institute of America. 2013. Raw materials and production, How we make gelatin. http://www.gelatin-gmia.com/html/qanda.html. Diakses 4 Juni 2013 GMIA. 2012. Gelatin. Gelatin Manufactures Institut of America, inc.,New York.NY. Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian, edisi ke 2. Universitas Indonesia, Jakarta. Gudmunsson, M., dan Hafsteinsson H. 1997. Gelatin from Cod Skin as Affected by Chemical Treatmens. J. Food Sci. 62 (1): 37-39, 47. Harianto, Tazwir, Peranginangin, R. 2008. Studi Teknik Pengeringan Gelatin Ikan dengan Alat Pengering Kabinet. Laporan Teknis. Balai Besar Penelitian Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

21

Harto, R. B., E. Y. Sari, dan S. Sabirin. 2007. Pengaruh Penambahan Enzim Papain untuk Meningkatkan Efisiensi Ekstraksi dan Kualitas Kulit Nila Merah. Laporan Akhir Penelitian untuk Grant Karya Inovasi Mahasiswa. Proyek Due-Like Batch V 2007. Yogyakarta. Tidak Dipublikasikan. Imeson, A., 1999. Thickening and Gelling Agent for Food. Aspen Publisher, Inc., New York. Jamilah B., K.W. Tan, M.R.U. Hartina, and A. Azizah. 2011. Gelatin from cultured fresh water fish skins obtaind by liming process. Journal of Food Hydrocolloids. Vol. 25 ,1256-1260 Karim, A. A. dan Bhat, R. 2009. Review Fish Gelatin: Properties. Challenges. And Prospects As An Alternative To Mammalian Gelatins. Trends in Food Science and Technology, 19: 644-656. Kemenperin. 2012. Perkembangan Ekspor Komoditi Hasil Industri Ke Negara Tertentu<http://www.kemenperin.go.id/statistik/query_komoditi.php?komo diti=gelatin&negara=&jenis=&action=Tampilkan>. Diakses 10 Juni 2013 Kishimura, H., Nalinanon, Benjakul and Visessanguan. 2007. Improvement of Gelatin Extraction from Bigeye Snapper Skin Using Pepsin-Aided Process in Combination with Protease Inhibitor. Hokaido University. Japan. Kusumaningrum, I. 2011. Optimasi Ekstraksi dan Karakterisasi Gelatin dari Kulit Ikan Tenggiri. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Skripsi Lagler, K. F. 1977. Ichthyology 2nd ed. John Wiley and Sons. New York. Lehninger, A.L. 1990. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid I. Thenawijaya M, penerjemah. Erlangga, Jakarta. Terjemahan dari: Fundamental of Biochemistry.Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta. Mohtar, N. F., C. Perera, and S.Y. Quek. 2010. Optimization of gelatin extraction from hoki (Macruronus novaezelandiae) skins and measurement of gel strength and SDS-PAGE. Journal of Food Chemistry, Vol 122,307-313. Muchtadi, D., N. S Palupi., dan M. Astawan. 1992. Enzim dalam Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Muyonga, J.H.,C.G.B Cole & K.G. Duodu. 2004. Characterization of Acid-Soluble Collagen from Young and Adult Nile Perch (Lates Niloticus). Food Chem. 85: 81-89. Norland, R.E. 1990. Fish Gelatin, in .Voight MN and Both, J.K (ed). Advance in Fisheries Technology and Biotechnology for Increased Prolibility. Lancaster, Pa. Technomic Pub. Co. 325-333. Peranginangin, R. 2004. Riset Produksi Optimasi Pemanfaatan Limbah Perikanan Tulang dan Kulit Ikan. Laporan Ringkas Riset dan Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi KP TA 2004. Jakarta. Peranginangin R, Tazwir, dan Suryanti. 2004. Riset Ketersediaan Bahan Baku Limbah dan Tulang dan Kulit Ikan. Laporan Teknis Riset Optimalisasi Pemanfaatan Limbah Perikanan Tulang dan Kulit Ikan. Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Peikanan. 2004: 1-29 Poppe, J. 1999. Thickening and Gelling Agent for Food, Second Edition, Edited by Alan Imeson). Aspen Publisher. Maryland. P.144-168. Poppe, J. 1992. Gelatin. Di dalam A. Imeson (ed). Thickening and Gelatin Agents for Food. Blackie Academic and Professional. London.
22

Purnomo. 2001. Teknologi tepat guna. Penyamakan kulit ikan pari. Kanisius. Yogyakarta. Radiman, 1978. Penuntun Membuat Gelatin, Lim, dan Kerupuk dari Kulit Hewan Secara Industri Rumah/Kerajinan. Balai Penelitian Kulit, Departemen Industri, Yogyakarta. Raharja, K. 2004. Manfaat Gelatin Ikan Pari (1). Di dalam Kedaulatan Rakyat Online.Com. 23 Desember 2004Charley, H. 1982. Food Scinece 2nd ed. John Wiley and Sons. New York. Rahmawati, H. 2008. Karakterisasi gelatin hasil ekstraksi kulit segar dan kering dari beberapa jenis ikan air laut dan tawar. Tesis. Sekolah pasca sarjana, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Yogyakarta Rusli, R. 2004. Kajian Proses Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Segar. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1,2. Binacipta. Bogor. 508p. Sari E. Y. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Larutan Papain Terhadap Kualitas Gelatin Kulit Tengiri. Laporan Akhir Penelitian. 2008. Yogyakarta. Tidak Dipublikasikan. Setiawati, H.I. 2009. Karakterisasi Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Kakap Merah (Lutjanus sp.) Hasil Proses Perlakuan Asam. Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Skripsi Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology. Applied Science Publisher, Ltd, London. Tazwir, Hak, N., Peranginangin, R. 2008. Ekstraksi Gelatin Dari Kulit Kaci-Kaci (Plecthorinchus flavomaculatus) Secara Asam dan Enzimatis. Laporan Teknis. Balai Besar Penelitian Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Ward. A.G dan A. Courts. 1977. The Science and Technology of Gelatin. London: Academic Press. Wijaya Hendra. 2001. Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat dan Lama Perendaman Kulit Ikan Pari Pada Pembuatan Gelatin. Laporan Akhir Penelitian. Bogor. Tidak dipublikasikan. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. P.T. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta. Wong, D. W. S. 1989. Mechanism and The Theory in Food Chemistry. Van Nostrand Reinhold, New York. Wuangtuei, S. dan A. Noomhorm. 2009. Processing otimization and characterization of gelatin from lizardfish (Saurida spp.) Scales. LWT Food Science and Technology, Vol 42, 825-834

23

Lampiran 1. Prosedur pengujian karakteristik gelatin kulit ikan mahi-mahi A. Rendemen (AOAC, 1995) Rendemen diperoleh dari perbandingan berat kering flake gelatin yang dihasilkan dengan bahan mentah segar (yang telah diberihkan dari sisa daging dan lapisan lemak) Besar rendemen dapat diperoleh dengan menggunakan rumus : Rendemen : (Berat flake gelatin kering : Berat bahan mentah segar) x 100 % 9 (wb) % db: %bw/1-Ka Ket : Ka (Kadar air) B. Kadar Air (AOAC, 2006) Cawan porselen dikeringkan pada suhu 105C selama 1 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram kemudian dimasukan kedalam sampel. Cawan yang telah berisi sampel dimasukan kedalam oven yang bersuhu 105C sampai mencapai berat konstan. Kadar air dapat dihitung dengan rumus : Kadar air = (B-A) / (berat sampel ) x 100% Keterangan : A : berat cawan + sampel kering (g) B : berat cawan + sampel basah (g) C. Kadar Protein (Mikro-Kjeldahl) (AOAC, 2006 yang di modifikasi) 200 mg sampel dibungkus dalam kertas saring, kemudian ditempatkan pada labu kjeldahl, ditambah dengan 0,7 mg katalisator, ditambah dengan H2SO4 pekat sebanyak 3ml, didestruksi di ruang asap sampai larutan berwarna bening. Selanjutnya hasil dekstruksi didistilasi menggunakan kjeltec (penambahan NaoH 20 ml). Distilat ditampung dalam Erlenmeyer yang berisi 5 ml asam borat 4% dan 3 tetes indicator BCG-MR, selanjutnya distilat tersebut dititrasi menggunakan HCl 0,02 N. % N : (ml HCL- ml blanko) x N HCL x 14,008 x 100 %. mg sampel Kadar protein (%) : %N x faktor konversi (5,55 untuk gelatin) N : Normalitas HCL N : Kadar nitrogen total D. Kadar abu (AOAC 2005) Kurs dibersihkan dan dipijarkan ke dalam muffle pada suhu 600oC selama 1 jam, selanjutnya kurs dikeluarkan dari muffle dan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105o C selama 30 menit. Kemudian Kurs dimasukkan ke dalam desikator dan tunggu selama 30 menit dan timbang kurs serta catat beratnya. Selanjutnya tambahkan sampel ke dalam kurs sebanyak 2 gr. Tambahkan HNO3 ke dalam kurs sebanyak 1 ml. Kurs berisi sampel diarangkan menggunakan kompor listrik hingga menjadi arang. Kemudian masukan kedalam muffle pada suhu 600oC selama 4 jam hingga menjadi abu. Kurs yang berisi abu diangkat dan masukan dan oven pada suhu

24

105oC selama 30 menit. Kurs berisi sampel dimasukkan desikator selama 30 menit. dan timbang berat akhirnya. Nilai kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus: Kadar Abu (%wb) : berat abu / berat sampel basah (g) x 100% Kadar Abu ( %db) : wb/ 1- KA Ket: KA (Kadar air) E. Kekuatan Gel (Wuangtueai dan Noomhorm, 2009) Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (w/v) disiapkan dengan aquades kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 60C selama 30 menit. Selanjutnya dituang dalam standar Bloom jars (botol /gelas plastik yang diameternya 41 mm dan tinggi 52 mm. Langkah selanjutnya di inkubasi pada suhu 9-10 C selama 17-18 jam. Selanjutnya diukur menggunakan alat TA-XT plus texture analyzer pada kecepatan probe 1mm/detik dengan kedalaman 4 mm. Diameter plunger yang digunakan adalah 12,7 mm. Kekuatan gel dinyatakan dalam satuan gram bloom. Perhitungan kekuatan gel (dalam g bloom) menggunakan rumus : Kekuatan gel (g bloom) : Gaya max (g/mm) x Luas permukaan plunger (mm) Luas permukaan plunger ( r: 6,35 mm) = 126,728 mm F. Kekentalan (Mohtar et al.,2010) Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (w/v) disiapkan dengan aquades dan dipanaskan dalam waterbath suhu 60C selama 30 menit. Kemudian diukur viskositasnya dengan menggunakan alat stromer. Pengukuran dilakukan pada suhu 60 C dengan kecepatan 60 rpm. Nilai viskositas dinyatakan dalam satuan centipoises (cPs). Pencatatan waktu yang ditempuh spindle dalam satu kali putaran dilakukan tiga kali dan dirata-rata (waktu sampel dalam detik). Perhitungan kekentalan (centipoises) menggunakan rumus : Viskositas : 5,21cPs x waktu putar rata-rata sampel (detik) 4,18 detik Ket : 5,21: kekentalan minyak jarak pada suhu 28C 4,18: waktu putar rata-rata minyak jarak (detik) G. Warna (Jamilah et al., 2010) Warna granula gelatin diukur menggunakan sistem Hunter L,a,b, dengan alat color reader CR-10 (Konika Minolta Sensing, INC, Japan), dengan kisaran L (100 = putih dan 0 = hitam), a (-50 = hijau dan +50 = merah), b (-50 = biru dan +50 = kuning). H. pH (Kusumaningrum, 2011) Sampel sebanyak 0,2 gr didispersi dalam 20 ml aquades pada suhu 80 C.kemudian dihomogenkan dengan magnetic stirrer dan diukur derajat keasamannya (pH) pada suhu kamar dengan pH meter.

25

You might also like