You are on page 1of 10

MAKALAH PENGANTAR BIOTEKNOLOGI DALAM PROTEKSI TANAMAN (PTN 403) PERAKITAN TANAMAN CABAI TRANSGENIK TAHAN TERHADAP CUCUMBER

MOSAIC VIRUS (CMV)

Oleh: Andrixinata B Anita Widyawati Rosi Rosidah Jajili Fitrah Sumacipta Adnan Najira

A34070016 A34080018 A34080029 A34080051 A34080100

Dosen: Dr. Ir. Giyanto, MSi Dr. Ir. Gede Suastika, MSi Dr. Ir. Yayi Munara Kusumah, MSi

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

PENDAHULUAN
Latar Belakang Tanaman cabai (Capsicum annum Var.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negaranegara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Tanaman cabai mempunyai banyak ragam tipe pertumbuhan dan bentuk buahnya. Diperkirakan terdapat 20 spesies yang sebagian besar hidup di Negara asalnya. Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis saja, yakni cabai besar, cabai keriting, cabai rawit dan paprika. Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin. Diantaranya Kalori, Protein, Lemak, Kabohidarat, Kalsium, Vitamin A, B1 dan Vitamin C. Selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, cabai juga dapat digunakan untuk keperluan industri diantaranya, Industri bumbu masakan, industri makanan dan industri obatobatan atau jamu. Buah cabai ini selain dijadikan sayuran atau bumbu masak juga mempunyai kapasitas menaikkan pendapatan petani. Disamping itu tanaman ini juga berfungsi sebagai bahan baku industri, yang memiliki peluang eksport, membuka kesempatan kerja. Tanaman cabai (Capsicum annum Var.) merupakan tanaman sayuran yang tergolong taaman setahun, berbentuk perdu, dari suku (famili) terong terongan (Solanaceae) (Aripin & Lubis 2003). Berdasarkan data statistik, pada tahun 2008 total areal pertanaman sayuran Indonesia sebesar 990,915 ha dan 20.46% di antaranya ditanami komoditas cabai. Meskipun demikian, rata-rata produktivitas cabai di Indonesia tahun 2008 baru mencapai 5.36 ton per hektar, sedangkan potensi hasil yang dapat dicapai adalah 1721 ton per hektar (Daryanto 2010). Upaya peningkatan produktifitas tanaman cabai telah banyak dilakukan mulai dari modifikasi dalam teknik budidaya, pengelolaan hama dan penyakit, hingga teknologi genetika. Hama dan penyakit tanaman masih menjadi faktor pembatas yang sangat berpengaruh dalam proses budidaya tanaman cabai. Penyakit yang menyerang tanaman dapat disebabkan oleh beberapa patogen

diantaranya yaitu virus, bakteri, cendawan, dan nematoda. Salah satu tanaman yang terserang adalah tanaman cabai. Penyakit yang disebabkan oleh virus, diantaranya cucumber mosaic virus (CMV), tobacco etch virus (TEV), tobacco mosaic virus (TMV), potato virus Y (PVY), dan chilli veinal mosaic virus (CVMV). Penyakit yang disebabkan oleh virus cukup sulit dikendalikan. Upaya pengendalian penyakit oleh virus menggunakan insektisida untuk rnenekan populasi serangga vektor ternyata kurang efektif dan berdampak negatif terhadap lingkungan dan konsumen rnelalui pencemaran dan residu pada hasil panen. Penyakit cucumber mosaic virus (CMV) merupakan penyakit yang sering menyerang dan penting pada tanaman cabai. Pengendaliannya cukup sulit karena keragaman genetika CMV yang tinggi sehingga sulit menemukan jenis cabai yang tahan; kisaran tanaman inang CMV yang luas; dan CMV dapat ditularkan oleh berbagai jenis kutu daun secara nirpersisten. Sifat CMV yang demikian rnerupakan kendala bagi penerapan pengendalian baik secara kultur teknik maupun kimiawi (Akin 2005). Penggunaan bioteknologi bukan untuk menggantikan metode konvensional tetapi bersama-sama menghasilkan keuntungan secara ekonomi. Penggunaan metode konvensional dengan teknologi tinggi memaksimumkan keberhasilan program perbaikan pertanian. Bioteknologi harus diintegrasikan ke dalam pendekatan-pendekatan konvensional yang sudah mapan. Bioteknologi berkembang dengan cepat di berbagai sektor dan meningkatkan keefektifan caracara menghasilkan produk dan jasa (Sunarlim & Sutrisno 2003). Bentuk rekayasa genetika dimanfaatkan dalam pembuatan tanaman transgenik yang tahan terhadap hama ataupun penyakit tanaman. Tanaman transgenik adalah tanaman yang ditransfer atau disisipkan sebuah gen dari spesies lain secara sengaja, sehingga memperoleh tanaman yang diinginkan, khususnya tanaman yang tahan terhadap hama atau penyakit. Upaya perakitan tanaman cabai transgenik merupakan salah satu alternatif solusi pengendalian yang ramah lingkungan serta lebih efektif dalam menangani penyakit CMV.

Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui cara perakitan tanaman cabai transgenik tahan CMV dengan metode transformasi gen melalui bantuan vektor plasmid Agrobacterium tumefaciens.

ISI
Cucumber mosaic virus (CMV) adalah penyebab penyakit yang kompleks pada tanaman cabai. Berbagai usaha telah dilakukan untuk dapat mengendalikan penyakit akibat CMV ini, akan tetapi usaha tersebut kurang memberikan hasil yang efektif. Untuk itu, diperlukan tanaman yang resisten terhadap infeksi virus. Pembuatan tanaman transgenik dengan rekayasa genetika memerlukan beberapa komponen rekayasa genetika diantaranya: 1) tersedianya gen spesifik yaitu gen antivirus (gen coat protein CMV), 2) tersedianya teknik indroduksi gen CP ke dalam genom tanaman cabai dan regenerasi cabai transgenik yang diperoleh, dan 3) ekspresi gen CP pada tanaman transforman. Pembuatan tanaman cabai resisten CMV yaitu dengan membuat tanaman transgenik cabai dengan metode transformasi gen melalui bantuan vektor bakteri Agrobacterium tumefaciens. Proses pembuatan tanaman transgenik dilakukan dalam beberapa tahapan diantaranya isolasi, kloning, dan kontruksi gen ketahanan terhadap CMV. Setelah konstruksi gen ketahanan terhadap CMV diperoleh maka dilakukan beberapa tahapan yaitu menginduksikan gen ketahanan terhadap CMV (gen CP CMV) ke dalam tanaman cabai, analisis molekuler tanaman transgenik, dan uji ketahanan tanaman transgenik, juga pewarisan sifat gen CP CMV pada regenerasi tanaman cabai. Konstruksi Gen CP CMV pada Agrobacterium Teknik rekayasa genetika merupakan salah satu teknik yang menjanjikan untuk mendapatkan tanaman yang resisten terhadap penyakit virus. Tanaman cabai transgenik yang tahan terhadap CMV merupakan tanaman cabai yang mengandung gen ketahanan virus (coat protein PVY/CP PVY) (Siregar, Khardinata 2005). Untuk memperoleh gen ketahanan terhadap CMV (gen CP CMV) yang siap diintroduksikan ke dalam genom tanaman cabai, diperlukan pekerjaan yang meliputi isolasi, kloning, dan konstruksi gen ketahanan. Alat dan bahan yang digunakan dalam mengonstruksi gen ketahanan ini antara lain primer spesifik berdasarkan urutan nukleotida spesifik CP CMV, vektor plasmid, vektor transformasi, enzim restriksi, enzim ligase, E. coli DH5, primer M13, pCAMBIA 1301, pCAMBIA 1304, Agrobacterium EHA101,

Agrobacterium EHA105, antibiotik tetracycline, rifampicin, kanamycin, dan alatalat untuk pekerjaan molekuler. Metode-metode yang dilakukan dalam merakit gen ketahanan CP CMV meliputi disain primer oligonukleotida gen CP CMV, ekstraksi RNA total dari sampel tanaman, proses RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction) CP CMV, kloning dan konstruksi gen CP CMV pada plasmid vektor, transformasi plasmid rekombinan, seleksi klon positif, dan kontruksi vektor transformasi. Dalam perakitan gen ketahanan CMV, disain primer oligonukleotida gen CP CMV digunakan untuk menentukan sekuen yang spesifik untuk CP CMV. Kemudian proses RT-PCR dilakukan untuk pembentukan cDNA CP CMV. Selanjutnya, dilakukan kloning untuk memperoleh klon bakteri yang mengandung plasmid rekombinan antara cDNA CP CMV dengan plasmid vektor. Kloning cDNA CP CMV dilakukan dengan meligasikannya ke dalam plasmid vektor pGEM-T Easy (Promega) sehingga akan diperoleh plasmid rekombinan yang terdiri dari DNA plasmid dan cDNA CP CMV. Plasmid rekombinan kemudian ditransformasikan ke dalam Escherichia coli DH5 yang kompeten dan bakteri tersebut dikulturkan pada media seleksi LB yang mengandung ampisilin dan Xgal. Klon bakteri yang tumbuh (klon positif) merupakan klon hasil seleksi yang mengandung DNA CP CMV. Klon positif ini selanjutnya diambil untuk diamplifikasi dan dideteksi dengan elektroforesis gel agarosa untuk melihat adanya insersi dan ukuran DNA. Pemotongan dilakukan menggunakan enzim Ncol. Untuk konstruksi vektor transformasi, DNA CP CMV dari bakteri klon diinsersikan ke dalam plasmid pCAMBIA 1301 yang mengandung promoter kuat 35S untuk tanaman. Plasmid pCAMBIA 1301 yang mengandung gen CP CMV ini kemudian dipindahkan ke dalam Agrobacterium tumefaciens strain EHA101 dan EHA105 dengan sistem tri parental mating menggunakan bakteri penolong HB101 (pRK2013). Selanjutnya, bakteri A. tumefaciens diseleksi dengan menggunakan antibiotik penyeleksi.

Introduksi Gen CP CMV Introduksi gen CP CMV ke dalam genom tanaman cabai dilakukan pada eksplan daun tanaman cabai berumur 21 hari yang dikokultivasi dengan kultur bakteri Agrobacterium dengan cara merendam eksplan di dalam suspensi bakteri selama 5 menit. Eksplan yang telah diberi perlakuan perendaman suspensi bakteri akan dikulturkan pada media regenerasi, yaitu media dasar MS (Murashige & Skoog) yang ditambahkan zat pengatur tumbuh BAP dan IAA, antibiotik penyeleksi (Kanamycin) dan antibiotik cefotaxime untuk membunuh Agrobacterium. Eksplan disubkultur ke dalam media seleksi dan semua kultur diinkubasikan dalam ruangan kultur dengan intensitas penyinaran 1000-1500 lux selama 24 jam dengan suhu ruang diatur sehingga berkisar antara 26-28 C. Hasil kultur eksplan yang berhasil tumbuh pada media seleksi akan dilanjutkan ke tahapan analisis molekuler tanaman transgenik. Tanaman yang berhasil tumbuh pada media seleksi merupakan tanaman yang berhasil direkayasa atau sudah menjadi calon tanaman transgenik. Analisis molekuler tanaman transgenik dilakukan untuk membuktikan adanya integrasi gen CP CMV yang diintroduksikan ke dalam tanaman cabai. Deteksi integrasi gen nptll dan gen CP CMV dilakukan dengan teknik PCR. Gen nptll ini adalah gen tahan antibiotik sehingga eksplan dapat tumbuh dalam media seleksi. Uji Tanaman Transgenik Tahap terakhir dari perakitan tanaman transgenik ini yaitu dengan uji ketahanan dan pola pewarisan sifat dari tanaman transgenik. Uji ketahanan ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan tanaman transgenik yang diperoleh terhadap strain virus CMV. Tanaman transgenik yang berhasil menjadi tanaman sempurna di media seleksi (R0) akan diaklimatisasi pada pot di rumah kasa tertutup. Kemudian benih yang diperoleh dari tanaman R0 merupakan benih R1 atau generasi F1. Tanaman R1 digunakan sebagai tanaman pengujian. Tanaman R1 diinokulasikan CMV secara mekanik, kemudian tiga minggu setelah inokulasi daun pucuk tanaman cabai dianalisis dengan teknik ELISA ( Enzym Link Immunosorbant Assay). Tanaman yang telah teruji ketahananya selanjutnya harus

diketahui pola pewarisan dari gen CP CMV pada tanaman transgenik cabai. Pola pewarisan sifat pada tanaman cabai transgenik yang diperoleh dilakukan pengujian sampai keturunan R2 (generasi F2). Kegiatan pemuliaan hingga R2 akan dapat mengetahui kestabilan integrasi gen CP CMV yang diinsersikan pada genom cabai. Teknik rekayasa genetik merupakan salah satu cara yang menjanjikan untuk mendapatkan tanaman yang resisten terhadap penyakit virus. Gen ketahanan tersebut berasal dari virus sendiri, yaitu gen CP CMV dan gen tersebut dimasukkan ke dalam genom tanaman cabai (Siregar 2005). Tiga komponen kunci rekayasa genetik untuk mendapatkan tanaman cabai transgenik tahan virus adalah tersedianya gen antivirus (gen CP CMV), tersedianya cara introduksi gen CP ke dalam genom tanaman cabai dan regenerasi cabai transgenik, serta ekspresi gen CP pada tanaman transforman (Siregar 2005).

PENUTUP
Kesimpulan Perakitan tanaman cabai transgenik tahan terhadap penyakit Cucumber Mosaic Virus (CMV) dilakukan melalui konstruksi gen ketahanan CP CMV, kemudian transformasi ke dalam gen Agrobacterium tumefaciens, lalu introduksi gen ke dalam genom tanaman cabai dengan cara merendam daun cabai berusia 21 hari kedalam suspensi bakteri A. tumefaciens yang telah mengandung gen ketahanan CP CMV selama 5 menit. Tanaman cabai yang telah diitroduksi genom, kemudian diuji ketahanannya terhadap CMV dan pewarisan sifat gen CP CMV-nya. Tiga komponen kunci rekayasa genetik untuk mendapatkan tanaman cabai transgenik tahan virus adalah tersedianya gen antivirus (gen CP CMV), tersedianya cara introduksi gen CP ke dalam genom tanaman cabai dan regenerasi cabai transgenik, serta ekspresi gen CP pada tanaman transforman.

DAFTAR PUSTAKA Akin HM. 2005. Kepatogenan satelit RNA yang berasosiasi dengan Cucumber Mosaic Virus (CMV-satRNA) pada tanaman cabai. HPT Tropika. 5(1): 3741. Aripin K, Lubis L. 2003. Teknik pengelolaan hama terpadu (PHT) pada tanaman cabai (Capsicum annum) di dataran rendah. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Daryanto A , Sujiprihati S, Syukur M. 2010. Heterosis dan daya gabung karakter agronomi cabai (Capsicum annuum L.) hasil persilangan half diallel. J. Agron. 38 (2): 113-121. Siregar EBM. 2004. Uji virus mosaik ketimun-satelit RNA-5 dalam memproteksi tanaman cabai merah (Capsicum annum L.) terhadap virus mosaik ketimun patogenik. Universitas Sumatera Utara. Siregar EBM. 2005. Kontruksi gen CP CMV pada Agrobacterium. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Siregar EBM, Khardinata EH. 2005. Rekayasa Genetika Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Tahan Virus Mosaik Ketimun (CMV). Jurnal Komunikasi Penelitian. 17 (2): 30-36. Sunarlim N, Sutrisno. 2003. Perkembangan penelitian bioteknologi pertanian di Indonesia. Tinjauan Ilmiah Riset Biologi dan Bioteknologi Pertanian. 6 (1).

You might also like