You are on page 1of 8

RETARDASI MENTAL

Disusun oleh :

Anita Widyastitu (010701008)


Dody Novianto (010701021)
Erick Maulan (010701029)
Feni Melati Sari (010701034)
Hannan (010701042)
I Wayan Dharmawan (010701063)

Program Studi Ilmu Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Ngudi Waluyo
Ungaran
2009
RETARDASI MENTAL

A. Pendahuluan

Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal)


sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat
perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama pada
retardasi mental ialah intelegensi yang terbelakang atau keterbelakangan mental..
Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa)
atau tuna mental.

Retardasi mental bukanlah suatu penyakit walaupun retardasi mental merupakan


hasil dari proses patologik di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan
terhadap intelektual dan fungsi adaptif. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau
tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya.

Hasil bagi intelegensi (IQ = “Intelligence Quotient”) bukanlah merupakan satu-


satunya patokan yang dapat dipakai untuk menentukan berat ringannya retardasi
mental. Sebagai kriteria dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau dilatih dan
kemampuan sosial atau kerja. Tingkatannya mulai dari taraf ringan, sedang sampai
berat, dan sangat berat.

Klasifikasi retardasi mental menurut DSM-IV-TR yaitu :

1. Retardasi mental berat sekali IQ dibawah 20 atau 25. Sekitar 1 sampai 2 %


dari orang yang terkena retardasi mental.
2. Retardasi mental berat IQ sekitar 20-25 sampai 35-40. Sebanyak 4 % dari
orang yang terkena retardasi mental.
3. Retardasi mental sedang IQ sekitar 35-40 sampai 50-55. Sekitar 10 % dari
orang yang terkena retardasi mental.
4. Retardasi mental ringan IQ sekitar 50-55 sampai 70. Sekitar 85 % dari orang
yang terkena retardasi mental. Pada umunya anak-anak dengan retardasi
mental ringan tidak dikenali sampai anak tersebut menginjak tingkat pertama
atau kedua disekolah.

B. Epidemiologi

Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-3


persen penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit di ketahui karena
retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan
dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak
sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali
lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

C. Etiologi

Penyebab kelainan mental ini adalah faktor keturunan (genetik) atau tak jelas
sebabnya (simpleks).keduanya disebut retardasi mental primer. Sedangkan faktor
sekunder disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi dalam
kandungan atau anak-anak.

Retardasi mental menurut penyebabnya, yaitu :

- Akibat infeksi atau intoksikasi. Dalam Kelompok ini termasuk keadaan retardasi
mental karena kerusakan jaringan otak akibat infeksi intrakranial, karena serum, obat
atau zat toksik lainnya.

- Akibat rudapaksa atau disebabkan fisik lain. Rudapaksa sebelum lahir serta juga
trauma lain, seperti sinar x, bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat
mengakibatkan kelainan dengan retardasi mental. Rudapaksa sesudah lahir tidak
begitu sering mengakibatkan retardasi mental.

- Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi.


Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme
(misalnya gangguan metabolime lemak, karbohidrat dan protein), pertumbuhan atau
gizi termasuk dalam kelompok ini.

Ternyata gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung lama sebelum umur 4
tahun sangat memepngaruhi perkembangan otak dan dapat mengakibatkan retardasi
mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum umur 6 tahun,
sesudah ini biarpun anak itu diberikan makanan bergizi, intelegensi yang rendah itu
sudah sukar ditingkatkan.

- Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal). Dalam kelompok ini termasuk
retardasi mental akibat neoplasma (tidak termasuk pertumbuhan sekunder
karena rudapaksa atau peradangan) dan beberapa reaksi sel-sel otak yang
nyata, tetapi yang belum diketahui betul etiologinya (diduga herediter). Reaksi
sel-sel otak ini dapat bersifat degeneratif, infiltratif, radang, proliferatif,
sklerotik atau reparatif.
- Akibat penyakit/pengaruh pranatal yang tidak jelas.
Keadaan ini diketahui sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak diketahui
etiologinya, termasuk anomali kranial primer dan defek kogenital yang tidak
diketahui sebabnya.
- Akibat kelainan kromosom. Kelainan kromosom mungkin terdapat dalam
jumlah atau dalam bentuknya.
- Akibat prematuritas. Kelompok ini termasuk retardasi mental yang
berhubungan dengan keadaan bayi pada waktu lahir berat badannya kurang
dari 2500 gram atau dengan masa hamil kurang dari 38 minggu serta tidak
terdapat sebab-sebab lain seperti dalam sub kategori sebelum ini.
- Akibat gangguan jiwa yang berat. Untuk membuat diagnosa ini harus jelas
telah terjadi gangguan jiwa yang berat itu dan tidak terdapat tanda-tanda
patologi otak.
- Akibat deprivasi psikososial. Retardasi mental dapat disebabkan oleh fakor-
faktor biomedik maupun sosiobudaya.
D. Diagnosis

Untuk mendiagnosa retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesa dari
orang tua dengan teliti mengenai kehamilan, persalinan dan perkembangan anak. Bila
mungkin dilakukan juga pemeriksaan psikologik, bila perlu diperiksa juga di
laboratorium, diadakan evaluasi pendengaran dan bicara. Observasi psikiatrik
dikerjakan untuk mengetahui adanya gangguan psikiatrik disamping retardasi mental.

Tingkat kecerdasan intelegensia bukan satu-satunya karakteristik, melainkan


harus dinilai berdasarkan sejumlah besar keterampilan spesifik yang berbeda.
Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia,
termasuk temuan klinis, prilaku adaptif dan hasil tes psikometrik. Untuk diagnosis
yang pasti harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang mengakibatkan
berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan sosial biasa
sehari-hari. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan retardasi mental dapat ditemukan
berbagai macam perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala:
mikrosefali, hidrosefali, dan sindrom down. Wajah pasien dengan retardasi mental
sangat mudah dikenali seperti hipertelorisme, lidah yang menjulur keluar, gangguan
pertumbuhan gigi dan ekspresi wajah tampak tumpul.

Kriteria diagnostik retardasi mental menurut DSM-IV-TR yaitu :

1. Fungsi intelektual yang secara signifikan dibawah rata-rata. IQ kira-kira 70 atau


dibawahnya pada individu yang dilakukan test IQ.
2. Gangguan terhadap fungsi adaptif paling sedikit 2 misalnya komunikasi,
kemampuan menolong diri sendiri, berumah tangga, sosial, pekerjaan, kesehatan
dan keamanan.
3. Onsetnya sebelum berusia 18 tahun Ciri-ciri Perkembangan penderita retardasi
mental.
Diagnosis Banding

Anak-anak dari keluarga yang sangat melarat dengan deprivasi rangsangan yang
berat (retardasi mental ini reversibel bila diberi rangsangan yang baik secara dini).
Kadang-kadang anak dengan gangguan pendengaran atau penglihatan dikira menderita
retardasi mental. Mungkin juga gangguan bicara dan “cerebral palsy” membuat anak
kelihatan terbelakang, biarpun intelegensianya normal. Gangguan emosi dapat
menghambat kemampuan belajar sehingga dikira anak itu bodoh. “early infantile” dan
skizofrenia anak juga sering menunjukkan gejala yang mirip retardasi mental.1

Pencegahan dan Pengobatan

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada


masyarakat, perbaikan keadaan-sosio ekonomi, konseling genetik dan tindakan
kedokteran (umpamanya perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik,
kehamilan pada wanita adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan
peradangan otak pada anak-anak).

Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak,


perdarahan subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat
dibuka dengan kraniotomi; pada mikrosefali yang kogenital, operasi tidak menolong).1
Pencegahan tersier merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus sebaiknya
disekolah luar biasa. Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau
dektrukstif.

Konseling kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan
tujuan antara lain membantu mereka dalam mengatasi frustrasi oleh karena mempunyai
anak dengan retardasi mental. Orang tua sering menghendaki anak diberi obat, oleh
karena itu dapat diberi penerangan bahwa sampai sekarang belum ada obat yang dapat
membuat anak menjadi pandai, hanya ada obat yang dapat membantu pertukaran zat
(metabolisme) sel-sel otak.
Latihan dan Pendidikan
Pendidikan anak dengan retardasi mental secara umum ialah:

• Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada.


• Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial.
• Mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat mencari nafkah kelak.

Latihan diberikan secara kronologis dan meliputi :

1. Latihan rumah: pelajaran-pelajaran mengenai makan sendiri, berpakaian


sendiri, kebersihan badan.
2. Latihan sekolah: yang penting dalam hal ini ialah perkembangan sosial.
3. Latihan teknis: diberikan sesuai dengan minat, jenis kelamin dan kedudukan
sosial.
4. Latihan moral: dari kecil anak harus diberitahukan apa yang baik dan apa
yang tidak baik. Agar ia mengerti maka tiap-tiap pelanggaran disiplin perlu
disertai dengan hukuman dan tiap perbuatan yang baik perlu disertai hadiah.
Daftar Pustaka

Maramis WF. Retardasi Mental dalam Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga
University Press, Surabaya, 1994. Hal: 385-402
Sadock BJ, Sadock VA. Mental Retardation in Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry, Lippincott & William, London. p:1161-79
Maslim R. Retardasi Mental.dalam Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa-Rujukan
Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta. Hal.119-21
Retardasi Mental. Available at: http://www.repubikaonline.com. Accessed on June,14
2005
Mental Retardation. Available at: http://www.ncbdd.cdc.com. Accessed on June,14 2005
Mental Retardation. Available at: http://www.emedicine.com. Accessed on June,14 2005.

You might also like