You are on page 1of 40

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam kehidupan sehari-hari setiap orang pasti menghadapi berbagai masalah, mulai dari masalah yang paling sederhana sampai dengan masalah yang paling rumit tantangan dan kompleks. Masalah yang rumit dan kompleks merupakan potensial yang harus dipecahkan oleh orang yang menghadapi

masalah itu. Oleh karena itu, setiap orang akan berusaha untuk mengatasi dan memecahkan masalahnya. Dengan melihat dan menganalisis situasi dan kondisi suatu masalah dan tujuan yang hendak dicapainya, seseorang dapat menggunakan atau mencari cara atau pendekatan yang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Untuk menerapkan suatu pendekatan dalam memecahkan suatu masalah di samping pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah itu, juga bergantung pada persepsi tentang masalah yang dihadapi. Analisis sistem merupakan suatu metode yang sangat mendasar untuk

memahami hubungan sistem dengan lingkungannya. Dalam pengertian umum analisis sistem merupakan pedoman berpikir yang menyajikan suatu kerangka kerja yang dapat digunakan oleh metode analisis lainnya. Oleh karena sifatnya

yang sangat mendasar tersebut, maka analisis sistem dapat diterapkan pada berbagai tingkatan yang sifatnya sangat rumit. Penerapan analisis sistem yang paling sederhana adalah suatu cara berpikir, tetapi sebaliknya analisis sistem juga dapat diterapkan pada bentuk yang sangat rumit dengan mempergunakan berbagai perhitungan rumus matematika yang paling cangih. Keluwesan penerapan analisis sistem merupakan metode yang dapat digunakan untuk berbagai penerapan dalam memecahkan berbagai tingkatan masalah.

B. Rumusan Masalah
Masalah yang ingin dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana menerapkan pola berpikir sistem dalam menyelesaikan masalah kesehatan.

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah : 1. Untuk mengetahui makna berpikir sistem 2. Untuk mengetahui penerapan berpikir sistem dalam menyelesaikan masalah kesehatan

D. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah untuk menambah ilmu pengetahuan tentang organisasi khususnya tentang cara berpikir sistem.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Sistem
Untuk menerapkan konsep sistem, diperlukan pemahaman yang baik lebih dahulu tentang pengertian atau definisi sistem. Beberapa orang pakar teori manajemen menyampaikan pendapatnya tentang sistem, sebagai berikut: 1. Churchman (1968); sistem merupakan seperangkat bagian yang

terkoordinasi untuk menyelesaikan seperangkat tujuan. 2. Fiicks (1972); menyatakan bahwa sistem adalah seperangkat unsur-unsur yang saling berkaitan, saling bergantung, dan saling berinteraksi atau suatu usaha yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu dengan yang lainnya, dalam usaha untuk mencapai satu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks. 3. Johnson, Kast, dan Rosenzweig (1973), tiga pakar teori manajemen menyatakan bahwa sistem adalah suatu tatanan yang kompleks dan menyeluruh. Lebih luas lagi pendapat Kast dan Rosenzweig (1974), yaitu sistem dipahami sebagai suatu tatanan yang menyeluruh dan terpadu terdiri atas dua bagian atau lebih yang saling tergantung dan ditandai oleh batas-batas yang tegas dari lingkungan supra sistemnya.

4. Huberman (1978); mendefinisikan sistem sebagai suatu kumpulan unsur yang saling berkaitan satu dengan lainnya secara signifikan. 5. Romiszowski (1982); adalah kumpulan komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan. 6. Bactiar (1988), seorang ahli sosiologi, mengemukakan bahwa sistem adalah: sejumlah satuan yang saling berhubungan satu dengan lainnya sedemikian rupa sehingga membentuk suatu kesatuan yang biasanya berusaha untuk mencapai tujuan tertentu. Pada bagian yang sama, Bactiar juga menambahkan bahwa sistem adalah seperangkat ide atau gagasan, asas, metode, dan prosedur yang disajikan sebagai satu tatanan yang teratur. 7. Cleland dan King (1988) yang menyatakan bahwa sistem adalah sekelompok sesuatu yang secara tetap saling berkaitan dan saling bergantungan sehingga membentuk suatu keseluruhan yang terpadu. 8. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia: dinyatakan bahwa sistem adalah: (1) Seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas; (2) susunan yang teratur dari pandangan, teori, Asas, dan sebagainya; dan (3) metode atau cara untuk sesuatu. Didasarkan pada berbagai tipe sistem yang ada di alam semesta ini, Boulding (1956) menyajikan suatu klasifikasi sistem yang terdiri atas: Pertama: sistem yang berstruktur statis atau tingkatan yang berbentuk kerangka; kedua, melakukan

sistem dinamis sederhana yang ditetapkan sebelumnya, sistem ini dapat diumpakan seperti cara kerja sebuah jam; ketiga, sistem sibernetik (cybernetic), atau nama panggilannya sistem termostat - sistem ini secara otomatis memelihara keseimbangannya sendiri; keempat, sistem terbuka; kelima, sistem genetik seperti tumbuh-tumbuhan; keenam, sistem hewani; ketujuh, sistem insani sebagai mahluk hidup; kedelapan, sistem sosial atau sistem kehidupan sosial; dan kesembilan, sistem transedental. Dari klasifikasi Boulding tersebut, tampak bahwa tingkat pertama, kedua, dan ketiga termasuk dalam golongan yang bersifat fisik atau sistem mekanis yang merupakan landasan ilmu pengetahuan alam. Sementara itu, tingkat keempat, kelima, dan keenam merupakan sistembiologik, seperti ilmu hayat, ilmu tumbuhtumbuhan, dan ilmu hewan. Tingkat ketujuh, kedelapan dan kesembilan adalah sistem-sistem yang berkaitan dengan manusia dan sistem sosial. Di dalam suatu sistem yang kompleks seperti sistem sosial termasuk di dalamnya sistem kesehatan, kejelasan hierarki atau struktur sistem sangat penting. Kejelasan istilah-istilah yang digunakan dalam satu sistem perlu disepakati oleh sekelompok orang yang akan menyusun hierarki atau struktur sistem, kelompok penyusun atau tim harus menyepakati dahulu suatu kerangka hierarki atau struktur sistem, sub sistem, komponen, dimensi, dan variabel dari suatu masalah.

B. Hubungan Sistem
1. Hubungan Ekternal dan Internal Sesuatu dapat dinamakan sistem bila terjadi hubungan atau interrelasi dan interdependensi baik internal maupun eksternal antar subsistem. Disebut hubungan internal bila terjadi interaksi, interrelasi, dan interdependensi. Bila antar sistem terjadi interaksi, interrelasi dan interdependensi eksternal. 2. Hubungan Deterministik Dan Nondeterministik Disebut hubungan diterministik bila hubungan antar subsistem/komponen di mana hubungan itu terjadi dengan sendirinya dan tergantung pada subsistem komponen lain. Sebaliknya, bila hubungan itu tidak pasti bahwa sesuatu itu dapat berfungsi, maka suatu komponen tidak perlu bergatung pada suatu komponen yang lain. Hubungan yang demkian ini disebut nonditerministik. Contoh: Bola disebut hubungan

lampu mempunyai akibat deterministik terhadap penerangan, karena tanpa bola lampu dengan berbagai jenis dan bentuknya akan mengakibatkan kegelapan. Namun terang dan gelap lampu tidak ada hubungannya dengan kipas angin. 3. Hubungan Fungsional dan Disfungsional Bila terdapat pengaruh yang menunjang, memperkuat, mempercepat fungsi perubahan atau pertumbuhan suatu sistem atau subsistem, maka hubungan itu disebut hubungan fungsional. Sebaliknya, bila akibat dari hubungan itu

menimbulkan pengaruh yang menghambat atau mencegah, maka hubungan itu disebut disfungsional.

4. Sistem Tertutup dan Sistem Terbuka Pada dasarnya sistem hanya terdiri atas dua sistem, yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka. Sistem tertutup: di dalam proses kerjanya tidak dipengaruhi oleh lingkungannya, dengan demikan sistem ini tidak memperoleh masukan dari lingkungan sistemnya. Sistem terbuka: di dalam proses kegiatannya memperoleh masukan atau berhubungan secara dinamik dengan sistem yang lain di luar lingkungan sistemnya, dengan demikian sistem ini terjadi suatru proses yang dinamis, yaitu sistem dipengaruhi oleh sistem yang berada di luarnya dan pada gradasi tertentu langsung atau tidak langsung keluaran suatu sistem terbuka dapat mempengaruhi sistem terbuka lainnya.

C. Konsep Dalam Sistem


1. Konsep Lingkungan Lingkungan merupakan batas antara satu sistem dengan sistem lainnya. Makin terbuka suatu sistem, makin perilakunya terpengaruhi oleh lingkungannya. Lingkungan suatu sistem merupakan pembeda antara satu sistem dengan sistem yang lain. Konsep lingkungan yang merupakan batas suatu sistem dapat membantu untuk lebih memahami perbedaan antara sistem tertutup dan sistem terbuka. 2. Konsep Interfase Pendapat Kast dan Rosenzweig tentang konsep interfase, adalah suatu konsep yang menggambarkan persatuan atau pertemuan antara satu sistem

dengan sistem yang lain. Makin terbuka suatu sistem seperti sistem kesehatan, makin banyak wilayah persentuhannya. 3. Konsep Entropy Kata entropy tidak ada terjemahan yang tepat, istilah ini diambil dari kajian ilmu termodinamika, yang menggambarkan suatu keadaan yang tidak teratur

dalam suatu sistem. Melalui istilah entropy dapat dipahami kemampuan dan keterbatasan suatu sistem dalam mencapai fungsi dan tujuan. Menurut Eddington yang dikuti Bertalanffy , dikutip kembali oleh Endang (2000), entropy merupakan panah waktu (the arrow of time). Misalnya tanpa entropy di alam semesta ini maka tidak dapat dibedakan antara masa lalu dan masa yang akan datang. 4. Konsep Keseimbangan Salah satu konsep yang erat kaitannya dengan entropy adalah konsep keseimbangan dinamik. (Van Gigch, 1974). Konsep kesimbangan dinamik adalah kemampuan dan ketangguhan dari suatu sistem dalam mempertahankan kelangsungan keberadaannya. 5. Konsep Haemostat Konsep keseimbangan dinamik ini erat kaitannya haemostat dengan konsep

Konsep ini yang menjaga agar suatu sistem tetap terpelihara

kseimbangannya antara berbagai komponen yang terdapat di dalam sistem. Prosedur kerja suatu sistem (yang selanjutnya akan disebut sistem terbuka) mengubah atau memproses masukan yang diperoleh dari lingkungannya atau dari

sistem lain menjadi keluaran , yang selajutnya akan dijadikan masukan oleh sistem lain. Proses transformasi ini merupakan suatu proses yang bersifat ritmik. Secara singkat prosedur kerja sistem adalah: Masukan Transformas/Proses Keluaran

Agar suatu sistem

dapat bertahan hidup dan dapat mempertahankan

keberadaannya diperlukan ketangguhan, kemampuan dan keseimbangan dalam menjaga hubungannya dengan lingkungan. Untuk itu, sebuah sistem harus

mempunyai kemampuan untuk dapat menyesuaikan dirinya dan mempunyai mekanisme serta dapat memelihara keseimbangan. Hal ini penting mengingat pertama: agar tetap terpeliharanya keadaan keseimbangan, di mana berbagai

sistem selalu berada dalam keseimbangan dan seluruh sistem tetap serasi dengan lingkungannya; kedua, mekanisme adaptasi diperlukan agar tercipta keseimbangan yang dinamis dari sebuah sistem. 6. Konsep Umpan Balik Salah satu konsep yang harus diperhatian di dalam suatu sistem yang erat kaitannya, baik dengan Konsep keseimbangan dinamik maupun konsep hierarki adalah konsep umpan balik. Melalui proses umpan balik (baik yang bersifat positif maupun negatif), suatu sistem yang teratur , secara berkesinambungan sebuah sistem akan tetap memperoleh informasi yang akurat dalam menyesuaikan keberadaannya. suatu

10

D. Analisis Sistem
Analisis sistem adalah cara berfikir berdasarkan teori umum sistem (General System Theory). Teori umum sistem, menurut para pakar teori

manajemen, memberikan pengertian/definisi, sebagai berikut: 1. Boulding, analisis sistem adalah merupakan kerangka ilmu pengetahuan (skeleton of science) yang dapat menyajikan suatu struktur teoritik secara sistematis, di mana berbagai disiplin diarahkan, diintetegrasikan, dan didayagunakan secara produktif. 2. Dalam konteks yang sama Berthalanffy (1979), mengemukakan bahwa : teori umum sistem adalah merupakan suatu konsep yang bersifat

menyeluruh yang memandang sesuatu secara keseluruhan, di mana keseluruhan itu lebih penting artinya daripada jumlah bagian-bagiannya. Dalam kaitan itu, menurut Berthalanffy minimal terdapat lima tujuan utama teori umum sistem , yaitu: (1) terdapat kecenderungan pengintregrasian berbagai ilmu alamiah dan ilmu sosial; (2) pengintregasian itu berpusat pada teori umum sistem ; (3) merupakan instrumen penting dalam tampaknya

teori-teori di atas mungkin bidang ilmu non fisik; (4)

mengembangkan prisip-prinsip untuk menyatukan berbagai bidang ilmu; dan (5) dampak dari hal-hal tersebut diperlukan pengintegrasian berbagai bidang ilmu dalam proses pendidikan.

11

3. Siagian (1988), mengatakan analisis sistem dewasa ini merupakan salah satu alat bantu yang makin luas penggunaannya dalam analisis keputusan. Selanjutnya Siagian mengemukakan bahwa berbeda model-model

matematis yang mengunakan angka-angka untuk menjelaskan situasi tertentu, analisis sistem sesungguhnya merupakan sikap mental seseorang dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah. 4. Quade (1968), karakteristik analisis sistem adalah suatu pendekatan yang sistimatik yang dapat membantu pimpinan (pengambil keputusan) dalam memilih seperangkat tindakan melalui penelaahan yang menyeluruh dan membandingkannya dengan berbagai konsekwensi. 5. Subrahmanyam (1971), pendapatnya tentang analisis sistem: Di dalam mencari konsensus , pertimbangan berdasarkan nilai-nilai tertentu dalam analisis sitem.

merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

Analisis sistem hanyalah merupakan suatu teknik pengambilan keputusan. Pada dasarnya analisis sitem merupakan forum dialog yang

berkesinambungan

antara pengambil keputusan dan analis di mana si

pengambil keputusan meminta berbagai alternatif pemecahan masalah. 6. Dua pakar manajemen Cleland dan King (1988), menyatakan bahwa analisis sitem merupakan suatu proses ilmiah, atau metodologi yang dapat menggambarkan dengan jelas hubungan masalah dengan unsur-unsurnya. Pada bagian lain mereka menambahkan bahwa analisis sistem merupakan suatu metodologi untuk menganalisis dan memecahkan permasalahan

12

melalui suatu pengujian yang sistimatik dan sistemik serta membandingkan berbagai altenatif berdasarkan sumber-sumber pembiayaan dan

keuntungan yang berkaitan dengan setiap altenatif. Kajian analisis sistem ditujukan untuk menghindari berbagai kesalahan yang berskala besar dan memberikan atau menyampaikan suatu daftar pilihan kepada pengambilan keputusan yang menggambarkan berbagai ramuan keefektifan perician biaya untuk dijadikan pertimbangan dalam menentukan pilihan.

E. Model Pendekatan Sistem


Untuk mengaplikasikan pendekatan sistem, menurut Quade (1968) dan

Subrahmanyam (1971) harus dilakukan melalui sebuah model karena model merupakan hal yang paling esensial dalam penerapan pendekatan sistem. Langkah-langkah mengaplikasikan pendekatan sistem menurut Suriasumantri (1977) sangat sederhana. Langkah-langkah itu terdiri atas: 1) Merumuskan tujuan yang ingin dicapai; 2) Mengembangkan berbagai alternatif yang mungkin dapat dilakukan dalam mencapai tujuan; 3) Menetapkan kriteria untuk melihat alternatif yang terbaik dari seperangkat alternatif yang diajukan; 4) Memilih alternatif terbaik berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dari seperangkat alternatif yang diajukan tersebut. Guna mendukung ke-4 langkah dalam pengkajian Sistem Analisis, teknik yang dipergunakan untuk mengembangkan alternatif-alternatif dalam mencapai

13

suatu tujuan tertentu bisa bersifat analitik atau intuitif. Dalam hal-hal tertentu maka proses kreatif dianjurkan untuk menemukan alternatif yang bersifat baru dan segar. Sistem analisis sering bersifat tidak efektif, bila alternatif yang diajukan bersifat ituitu juga. Teknik-teknik berfikir kreatif seperti brainstorming, disarankan untuk dipergunakan dalam mengembangkan alternatif yang benar-benar baru. Walaupun demikian dalam memilih alternatif-alternatif yang diajukan tersebut kita tetap berpegang kepada prinsip-prinsip ekonomi dalam mengalokasikan sumber-

sumber ekonomis secara efisien. Salah satu teknik yang dipakai untuk melakukan seleksi tersebut dipinjam dari ilmu ekonomi yakni Cost and Benefit Analysis (CBA). Teknik ini mempergunakan moneter, umpamanya rupiah, sebagai alat pengukur input dan out put. Dengan membandingkan ratio dipandang dipandang input dan output dari berbagai yang

alternatif, maka kita bisa menetapkan ratio alternatif mana yang dari prinsip ekonomi bersifat paling efisien. CBA adalah salah satu

teknik ekonomi yang sudah dikenal. Johnson, Kast, dan Rosenzweig (1973) mengemukakan bahwa pendekatan sistem adalah cara berpikir untuk mengatur tugas, melalui suatu kerangka yang melukiskan faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal sehingga merupakan suatu keseluruhan secara terpadu. Sejalan dengan ketiga pakar di atas, Van Gigch (1974) mengemukakan, bahwa pendekatan sistem merupakan desain metodologi, kerangka kerja

14

konseptual, metode ilmiah baru, teori keorganisasian, sistem manajemen, metode rekayasa riset operasi, dan metode untuk meningkatkan efisiensi biaya serta metode untuk menerapkan teori umum sistem. Sebagai desain metodologi, pendekatan sistem merupakan alat bantu bagi para pengambil keputusan dengan cara mempertimbangkan semua

permasalahan yang berkaitan dengan keputusan yang akan diambil. Sedangkan pendekatan sistem sebagai kerangka konseptual bertujuan untuk mencari berbagai persamaan dan berbagai kecenderungan fenomena yang ada dengan menggunakan analisis multidisiplin. Sebagai metode ilmiah baru, pendekatan sistem mencoba mewujudkan cara berpikir baru yang dapat diaplikasikan, baik terhadap ilmu-ilmu perikehidupan maupun terhadap ilmu-ilmu perilaku. Dalam teori organisasi dan manajemen modern, menurut Kast dan Rosenzweig (1974), mengemukakan bahwa pendekatan sistem merupakan suatu kerangka kerja yang bersifat integratif dalam teori dan pratik organisasi dan manajemen. Selzniek (1966), telah menggunakan analisis struktural dan pendekatan sistem dalam penelitian organisasi pemerintahan dan organisasi yang besar dan kompleks.

15

BAB III PENERAPAN BERPIKIR SISTEM DI PUSKESMAS

Di sebuah institusi pelayanan kesehatan, pimpinan pada seluruh jenjang senantiasa membuat keputusan. Pengaruh dari keputusan tersebut menjangkau mungkin

masalah yang vital bagi kelangsungan hidup bagi organisasi itu mempunyai banyak pengaruh, baik besar maupun

sendiri. Semua keputusan

kecil, kepada kinerja, jadi setiap pimpinan harus mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan. Kualitas keputusan pimpinan adalah ukuran efektifitas mereka dan nilai mereka bagi organisasi. Suka atau tidak, pimpinan dinilai dan dihargai atas dasar pentingnya, jumlah, dan hasil keputusan mereka. Organisasiorganisasi pemerintah membuat keputusan yang

mempengaruhi kehidupan setiap penduduk, organisasi-organisasi bisnis membuat keputusan untuk menghasilkan produk-produk baru. Rumah sakit rumah sakit, membuat keputusan yang mempengaruhi pasien tahun-tahun berikutnya. Ada sejumlah pendekatan terhadap pengambilan keputusan. Pendekatan mana yang terbaik tergantung pada sifat masalah, tersedianya waktu, biaya masing-masing strategi, dan keterampilan mental dari pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan bukanlah suatu prosedur yang tetap, tetapi proses berurutan . Pada sebagian besar keputusan, para manajer menjalani sejumlah tahapan yang membantu mereka memikirkan permasalahan dari awal sampai

16

akhir dan membuat berbagai strategi alternatif. Tahap-tahap itu tidak perlu diterapkan dengan kaku, nilai tahapan tersebut terletak pada kemampuannya

memaksa pengambilan keputusan menyusun masalah itu dalam suatu cara yang logis. 1. Analisis Situasi Dalam menganalisis situasi kesehatan, ada beberapa hal yang perlu dikaji, salah satunya yakni jenis data menurut Blum. Jenis data kesehatan ada 4 macam yaitu data tentang perilaku (behavior), lingkungan (environment), pelayanan kesehatan (health service) dan keturunan (heredity). Dari keempat jenis data tersebut maka dapat diuraikan sebagai berikut : a. Analisis faktor pelayanan kesehatan Berdasarkan data yang dipaparkan dalam Dokumen Rencana Strategis

Kabupaten A, diperoleh data pelayanan kesehatan sebagai berikut : 1. Angka Kematian Bayi Angka kematian bayi di Kabupaten X per 1000 kelahiran hidup 2. Angka Kematian Ibu Angka kematian ibu di Kabupaten X pada tahun 2012 adalah 307 per pada tahun 2012 adalah 25,28

100.000 kelahiran dari target 125 per 100.000 kelahiran hidup 3. Angka Penemuan Kasus Baru Angka Penemuan Kasus Baru penyakit TB paru di Kabupaten X adalah 55 % dan angka kesembuhan sebesar 84,3 %

17

4. Case fatality rate (CFR) CFR penyakit demam berdarah di Kabupaten X adalah 0,44 % 5. Insidence Rate (IR) Insidence Rate DBD di Kabupaten X 100.000 penduduk b. Analisis faktor kependudukan 1. Jumlah penduduk Kabupaten X adalah 1.417.047 jiwa 2. Kepadatan penduduk Tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten X tahun 2012 sebesar 3.537 jiwa per KM , Untuk sebaran penduduk Kabupaten X terakumulasi di Kecamatan Ilir Timur II yaitu sebesar 12,01 % (170.192 jiwa) 3. Struktur umur Jumlah penduduk yang terbesar adalah golongan umur 15 - 44 tahun, yaitu laki- laki 364.959 orang dan perempuan 388.497 orang. Kelompok umur dibawah 15 tahun jumlah laki- laki 14,00 % dan perempuan 13,00 % dari jumlah seluruh penduduk. Untuk kelompok umur 45 - 64 tahun jumlah laki- laki adalah 115.682 atau sebesar 8.16 % dan perempuan 111,570 orang atau sebesar 7,87 % dari jumlah penduduk. Sedangkan untuk kelompok umur lebih dari 65 tahun jumlah laki- laki 22.397 atau sebesar 2, % dan perempuan 28.306 orang atau sebesar 2, % dari jumlah seluruh penduduk 4. Sex ratio Sex ratio Kabupaten X pada tahun 2012 adalah 0,97 pada tahun 2012 adalah 34 per pada tahun 2012

18

c. Analisis faktor lingkungan Lingkungan fisik , terdiri atas : 1. Kelembaban udara Kabupaten X merupakan daerah tropis dengan angin lembab nisbi,suhu

udara cukup panas berkisar 23,4-31,7 C, 2. Curah hujan terbanyak pada bulan Januari, February dan Maret yang mengakibatkan banjir pada daerah-daerah rendah. Selain curah hujan yang tinggi keadaan banjir ini dipengaruhi air pasang yang tinggi, kondisi tanah jenuh yang tidak dapat menyerap air serta besarnya debit air dari hulu. 3. Ketinggian tempat, Permukaan tanah relatif datar, 30 % tanahnya berbentuk rawa. Lingkungan biologis, terdiri atas : 1. Penderita Demam Berdarah di Kabupaten X pada tahun 2012 sebanyak (IR=34 per 100.000 pddk) 2. Karena morfologi tanahnya berupa rawa maka Kabupaten X merupakan tempat bersarang berbagai jenis plasmodium penyebab malaria 3. Karena topografinya berupa dataran rendah maka Kabupaten X iklim tropis yang hangat dan lembab sehingga memiliki

mendukung

perkembangbiakan nyamuk Lingkungan sosial terdiri atas : 1. Mata pencaharian penduduk adalah bertani dan pekerja industri.

19

2. Kabupaten X pada tahun 2012 Angka Melek Huruf sebesar 98,2 % dan Angka Pendidikan yang ditamatkan sekolah SD,SLTP dan SLTA dan Universitas pada tahun 2012 telah mencapai 99,44 %. d. Analisis faktor perilaku 1. Perilaku higienis : jumlah penduduk yang menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan di Kabupaten X pada tahun 2012 adalah 75 % 2. Jumlah penduduk di Kabupaten X Bersih adalah 80,2 % 3. Rumah tangga yang melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Kabupaten X adalah 50,6 % e. Analisis faktor upaya kesehatan 1. Masyarakat yang menggunakan sarana pelayanan kesehatan / Puskesmas di Kabupaten X sebanyak 1.264.478 orang 2. BOR =82,84 % 3. LOS = 5 hari 4. TOI = 4 hari 5. Jumlah tenaga kesehatan di Kabupaten X tahun 2012 adalah 1041 orang dengan perincian sebagai berikut : 1. Dokter 2. Dokter Spesialis 3. Dokter Gigi 4. Bidan : 74 : 6 : 38 : 269 yang memanfaatkan Penyediaan Air

20

5. Perawat 6. Apoteker 7. Ahli Madya Gizi 8. Sanitarian 9. Kesehatan Masyarakat S1 S2

: 301 :5 : 39 : 48 : 43 : 11

6. Sumber pembiayaan di Kabupaten X pada tahun 2012 adalah: a) APBD Kota b) APBD Provinsi c) APBN d) Jumlah 2. Identifikasi Masalah Dari data yang dijelaskan dalam analisis situasi maka disimpulkan di Kabupaten X pada tahun 2012 adalah sebagai berikut : a. Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat di Kabupaten X : Rp.56.626.037 :: Rp.2.684.851 : Rp.59.310.888

pada tahun 2012 masih kurang sebesar 29,2 % dari target 80 % b. Sarana pusat kesehatan masyarakat di Kabupaten X pada tahun 2012 belum memadai,dimana 1 puskesmas masih melayani 34.000 penduduk dari yang seharusnya 1 puskesmas melayani 30.000 penduduk c. Sarana kesehatan pustu di Kabupaten X pada tahun 2012 belum memadai ,

dimana 1 pustu melayani 18.000 penduduk dari yang seharusnya 1 pustu / 10.000 penduduk

21

d. Obat esensial-generik yang tersedia di puskesmas di Kabupaten X

pada

tahun 2012 belum memadai dimana setiap 1 orang penduduk mendapatkan US$ 0,32 dari yang seharusnya 1 penduduk mendapatkan US$ 1 e. Sebanyak 12,7 % wilayah Kabupaten X Jentik f. Kesembuhan TBC BTA positif di Kabupaten X belum tercapai dimana sekitar 41 % penderita TBC BTA + belum sembuh g. Sebanyak 43 % balita yang mengalami diare di Kabupaten X 2012 belum mendapatkan penanganan dengan baik h. Sebanyak 22 % makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat Kabupaten X pada tahun 2012 belum memenuhi syarat kesehatan i. j. Sebanyak 22 % rumah di Kabupaten X belum memenuhi syarat kesehatan Sebanyak 84,3 % balita di Kabupaten X pada tahun 2012 masih BGM pada tahun 2012 tidak mendapatkan pada tahun pada tahun 2012 belum Bebas

k. Sebanyak 32 % bayi di Kabupaten X ASI eksklusif l.

Sebanyak 8,02 % anak usia sekolah di Kabupaten X mengalami kegemukan dari yang seharusnya hanya 5 %

pada tahun 2012

m. Sebanyak 47,7 %

masyarakat di Kabupaten X

pada tahun 2012 belum

melaksanakan PHBS 3. Prioritas Masalah Penentuan prioritas dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara-cara yang digunakan antara lain dengan cara Bryant, Cara Ekonometrik, Metode Delbercq

22

atau Metode Hanlon. Dalam masalah kali ini dipilih penentuan prioritas dilakukan dengan menggunakan Metode Hanlon karena dianggap sangat lengkap dan objektif sehingga mampu mencerminkan kondisi sesungguhnya yang ingin diselesaikan di lapangan. Kriteria Hanlon sebagai berikut : Empat kriteria yang digunakan : 1. Kriteria A yaitu Besarnya Masalah 2. Kriteria B yaitu Tingkat Kegawatan Masalah 3. Kriteria C yaitu Kemudahan Penanggulangan Masalah 4. Kriteri D yaitu PEARL faktor Masing-masing kriteria di atas ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut :

LANGKAH 1 : Kriteria A ditentukan oleh : A1. Presentase penduduk yang terkena efek langsung dari masalah A2. Jumlah rata-rata biaya yang dikeluarkan perorangan, perbulan, akibat masalah tersebut A3. Besarnya kerugian yang dialami penduduk
NILAI PERSENTASE PENDUDUK YANG TERKENA 26-35 % 16-25 % 11-15 % 6-10 % 2-5 % <2% BIAYA YANG DIKELUARKAN/ ORANG/BULAN (DALAM RIBUAN) Rp. 100 Rp. 51-Rp.100 Rp.31-Rp.50 Rp.16-Rp.30 Rp.5-Rp.15 < Rp.5 KERUGIAN YANG DIALAMI PENDUDUK (DALAM RIBUAN) > Rp.10.000 Rp.5.100-Rp.10.000 Rp.2.600-Rp.5.000 Rp.1.100-Rp.2.500 Rp.500-Rp.1.000 < Rp.500

10 8 6 4 2 1

23

Dari 13 jenis masalah di atas, maka besar kriteria A diperoleh sebagai berikut :
Persentase penduduk yang terkena 29,2 % 11,75 % 44,45 % 68 % 12,7 % 41 % 43 % 22 % 22 % 84,3 % 32 % 3,02 47,7 % Biaya yang dikeluarkan/ orang/ bulan (dalam ribuan rupiah) 50 50 16-30 16-30 31-50 >100 >100 >100 51-100 >100 >100 16-30 >100 Kerugian yang dialami penduduk (dalam ribuan rupiah) <500 <500 2.600-5.000 2.600-5.000 5.100-10.000 >10.000 2.600-5.000 5.100-10.000 5.100-10.000 >10.000 >10.000 2.600-5.000 >10.000

Masalah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Nilai masing-masingnya adalah sebagai berikut :


Persentase penduduk yang terkena 10 6 10 10 6 10 10 8 8 10 10 2 10 Biaya yang dikeluarkan/orang/ bulan (dalam ribuan) 6 6 4 4 6 10 10 10 8 10 10 4 10 Kerugian yang dialami penduduk (dalam ribuan) 1 1 6 6 8 10 6 8 8 10 10 6 10 Ratarata 5,67 4,33 6,67 6,67 6,67 10 8,67 8,67 8,00 10 10 4,00 10

Masalah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Total 17 13 20 20 20 30 26 26 24 30 30 12 30

LANGKAH 2 : Kriteria B ditentukan oleh : B1. Tingkat urgensinya B2. Kecenderungan

24

B3. Tingkat Keganasannya Masing-masing diberi skala penilaian dari 0-10


Masalah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Keganasan 10 6 6 7 8 10 6 6 6 9 7 7 9 Tingkat Urgensinya 10 8 7 9 8 10 10 5 7 10 6 5 8 Kecenderu ngan 7 5 5 7 8 10 10 5 6 10 6 5 8 Total 27 19 18 23 24 30 26 16 19 29 19 17 25 Rata-rata 9,00 6,33 6,00 7,67 8,00 10,00 8,67 5,33 6,33 9,67 6,33 5,67 8,33

LANGKAH 3 : Menentukan menyelesaikan kriteria kelompok C yang terdiri dari ketua kemudahan bagian penanggulangan, menyangkut sumber-sumber dan teknologi yang tersedia untuk masalah. Masing-masing (Kesga,P2M,Promkes,Kesling,Program) terlibat dalam memberikan nilai. Masing-masing orang memberikan nilai antara 0,5 1,5 berdasarkan perkiraan kemudahan penanggulangan. Skala pengukurannya adalah sebagai berikut : 0,5 0,75 1,0 1,25 1,5 : Sangat sulit : Sulit : Antara sulit dan mudah : Mudah : Sangat mudah

25

Nilai rata-rata :
Masalah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Kesga 1,25 0,75 0,75 0,75 0,5 0,5 1,0 1,0 1,0 0,75 0,5 0,5 0,5 Nilai Kemudahan Penanggulangan P2M Promkes Kesling Program 1,25 1,0 1,0 1.25 0,75 0,75 0,75 0,5 0,75 0,75 0,75 0,5 0,75 0,75 0,75 0,5 1,0 0,5 1,0 0,5 0,5 0,5 0,5 0,75 1,25 0,5 1,0 0,75 1,25 1,25 0,5 0,75 0,75 1,25 0,5 0,5 0,5 1,25 0,5 0,75 0,5 1,25 1,0 1,5 0,5 1,25 0,5 0,75 0,5 1,25 0,5 1,0 Total 4,5 3,5 3,5 3,5 3,5 2,75 4,5 4,75 4 3,75 4,75 3,5 3,75 Rata-rata 0,9 0,7 0,7 0,7 0,7 0,55 0,9 0,95 0,8 0,75 0,95 0,7 0,75

LANGKAH 4 : Menentukan kriteria D (PEARL Faktor) P E A R L : Appropriateness (kesesuaian) : Economic Feasibility (secara ekonomi murah) : Acceptability (dapat diterima) : Resources Availability (tersedianya sumber daya) : Legality (legalitas terjamin)

Jawaban kriteria ini ada 2 yaitu : Ya = 1 ; Tidak = 2

26

Masalah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Appropriate 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Economic Feasibility 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1

Accepta bility 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0

Resources Availability 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1

Legality 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 P*E*A*R*L 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0

Setelah nilai kelompok kriteria A,B,C, dan D didapatkan melalui : 1. Nilai Prioritas Dasar (NPD) = (A + B) * C 2. Nilai Prioritas Total (NPT) = (A + B) * C * D Masalah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 A 5,67 4,33 6,67 6,67 6,67 10 8,67 8,67 8,00 10 10 4,00 10 B 9,00 6,33 6,00 7,67 8,00 10,00 8,67 5,33 6,33 9,67 6,33 5,67 8,33 C 0,9 0,7 0,7 0,7 0,7 0,55 0,9 0,95 0,8 0,75 0,95 0,7 0,75 D 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 (A+B)*C 13,20 7,46 8,87 10,04 10,27 11,00 15,61 13,30 11,46 14,75 15,51 6,77 13,75 (A+B)*C* D 0 0 0 0 10,27 0 15,61 13,30 0 0 15,51 0 0

penetapan

kriteria, nilai-nilai tersebut kemudian dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut

Urutan Prioritas

4 1 3 2

27

Dari tabel hasil perhitungan NPD dan NPT di atas maka dapat disimpulkan bahwa urutan masalah yang menjadi prioritas adalah sebagai berikut : 1. Masalah 7 (Sebanyak 43 % balita yang mengalami diare di Kabupaten X pada tahun 2012 belum mendapatkan penanganan dengan baik ) 2. Masalah 11 (Sebanyak 32 % bayi di Kabupaten X tidak mendapatkan ASI eksklusif ) 3. Masalah 8 (Sebanyak 22 % masyarakat Kabupaten X kesehatan ) 4. Masalah 5 (Sebanyak 12,7 % wilayah Kabupaten X belum Bebas jentik ) 5. Tujuan Berdasarkan masalah yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : a. Tujuan umum/ goal : Terwujudnya derajat kesehatan balita di Kabupaten X yang setinggi-tingginya b. Tujuan khusus / objective Meningkatkan penanganan balita sakit karena Diare di Kabupaten X tahun 2009 dari 57 % menjadi 100 % c. Tujuan pelaksanaan /Implementing objective Terlaksananya penanganan balita yang menderita penyakit diare di 16 Kabupaten X . d. Tujuan sumber daya / resources objective - Melatih tenaga kesehatan untuk menangani balita dengan penyakit diare pada Kabupaten X pada tahun 2012 - Menyusun anggaran untuk mendanai peningkatan cakupan penanganan balita dengan diare pada pada tahun 2012 makanan yang dikonsumsi oleh pada tahun 2012 belum memenuhi syarat pada tahun 2012

28

- Mengarahkan sarana dan prasarana kesehatan untuk memfasilitasi peningkatan cakupan penanganan balita dengan diare di Kabupaten X Tahun 2012. 6. Alternatif Pemecahan Masalah 1) Melatih tenaga MTBS di setiap puskesmas 2) Pelayanan puskesmas keliling 3) Membuka puskesmas pembantu yang dekat dengan wilayah yang susah dijangkau 4) Mengaktifkan kader posyandu untuk deteksi dini penyakit diare di wilayahnya 5) Membagikan larutan oralit kepada setiap RT b. Menetapkan Kriteria Dan Bobotnya Untuk menentukan alternatif kegiatan mana yang akan dilaksanakan perlu dilakukan analisis kriteria sebagai berikut : 1) Kriteria Mutlak : a) Dapat langsung berdampak pada peningkatan penanganan kasus diare pada balita b) Tenaga yang tersedia mencukupi untuk melaksanakan kegiatan tersebut c) Biaya yang dibutuhkan tidak lebih dari 10 juta d) Pelaksanaannya waktunya singkat dan mudah Kriteria mutlak sangat penting dan berpengaruh, dan jika satu saja yang tidak terpenuhi maka alternatif kegiatan tersebut langsung dihapus. 2) Kriteria Keinginan : a) Biaya maintenance murah ; bobot 10 b) Tidak mudah rusak / hilang ; bobot 8 c) Mudah diperbaiki / ditingkatkan kemampuannya ; bobot 6 d) Mudah dipantau ; bobot 4

a. Alternatif dari peningkatan cakupan penanganan balita sakit karena diare:

29

c. Skoring Alternatif Pemecahan Masalah : 1. Skoring dengan kriteria mutlak


Alternatif N o 1 2 3 4 Kriteria Mutlak Manfaatnya langsung dirasakan Tenaga yang tersedia cukup Biaya pelaksanaan 10 juta Waktu pelaksanaannya 2 hari Latih petugas MTBS PUSKEL PUSTU Aktifkan kader Pembagian oralit

x x x

Jika alternatif kegiatan tidak memenuhi satu saja dari kriteria mutlak maka alternatif tersebut langsung disingkirkan. 2. Skoring dengan kriteria keinginan
No Kriteria Keinginan Alternatif Latih petugas MTBS 7.10 = 70 8.8 = 64 4.6 = 24 4.4 = 16 174 PUSKEL 7.10 = 70 8.8 = 64 5.6 = 30 4.4 = 16 180 Aktifkan kader 9 .10 = 90 8.8 = 64 5.6 = 30 1.3 = 3 189 Pembagia n oralit 8.10 = 80 6.8 = 48 2.6 = 12 3.4 = 12 152

1 2 3 4

Biaya pemeliharaan murah Tidak mudah rusak/ hilang Mudah ditingkatkan kemampuannya Mudah dipantau JUMLAH

7.

Pengambilan Keputusan Berdasarkan tabel di atas maka alternatif kegiatan yang menjadi keputusan sementara untuk dilaksanakan adalah mengaktifkan kader posyandu untuk deteksi dini kasus diare pada balita di wilayahnya dan pelaksanaan puskesmas keliling

a. Keputusan sementara

b. Konsekuensi Dari 2 alternatif keputusan sementara di atas konsekuensi masing-masing adalah :

30

Mengaktifkan kader posyandu untuk deteksi dini kasus diare, tidak ada konsekuensinya Puskesmas keliling , petugas yang bertugas di puskesmas menjadi berkurang karena melaksanakan kegiatan lapangan sehingga efektifitas pelayanan menjadi berkurang c. Keputusan tetap Berdasarkan pertimbangan policy marker (pemerintah). Consumer (masyarakat), provider (pelaksana) maka diputuskan bahwa kegiatan yang akan dilaksanakan adalah mengaktifkan kader posyandu untuk deteksi dini kasus diare pada balita di wilayahnya. 8. Rencana Operasional

31

32 RENCANA OPERASIONAL

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Kegiatan Membuat susunan Tim/ Panitia Pelaksana Mendata jumlah kasus diare pada balita di setiap kecamatan Mendata jumlah kader di setiap posyandu Membuat proposal anggaran kegiatan Menyusun metodologi dan Materi Pelatihan serta alternatif pembicara Menginventarisir alternatif tempat pelaksanaan pelatihan Rapat konsolidasi akhir pemantapan pelaksanaan pelatihan Pelatihan kader posyandu Pelatihan kader posyandu Pelatihan kader posyandu Pelatihan kader posyandu Pendampingan kader di lapangan Membuat sekretariat pemantauan kader Evaluasi kegiatan

Tujuan Mengorganisir kegiatan pelatihan kader posyandu Mengetahui keadaan awal kasus diare pada balita di setiap kecamatan Mengetahui kader aktif dan tidak aktif di setiap kecamatan Mengetahui jumlah dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan pelatihan Mencari metode pelatihan yang efektif sehingga mendorong peserta lebih aktif yang memudahkan tranfer pengetahuan Mendapatkan tempat pelatihan yang representatif untuk semua peserta Mengevaluasi kesiapan akhir pelatihan Meningkatkan pengetahuan kader tentang deteksi dini kasus diare pada balita di Kabupaten X Meningkatkan pengetahuan kader tentang deteksi dini kasus diare pada balita diKec, X Meningkatkan pengetahuan kader tentang deteksi dini kasus diare pada balita di Kec.X Meningkatkan pengetahuan kader tentang deteksi dini kasus diare pada balita di Kabupaten X

Sasaran

Waktu Pelaksanaan

Biaya Jumlah (Rp) Sumber 200.000 APBD 500.000 300.000 300.000 100.000 100.000 300.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 5.000.000 2.000.000 3.000.000 APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD

Penanggung jawab Kasubag Kesga Kasubag P2M Kasubag Program Ketua Panitia Sie Acara Sie Perlengkapan Sie Acara Panitia Panitia Panitia Panitia Tim satgas Kasubag P2M Kepala Dinas

K et

Kader posyandu

33

9.

Pelaksanaan Dan Pergerakan Dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten A pada bulan April 2014 di

Balai Pelatihan Kesehatan Makassar. Pelatihan diberikan kepada kader dari 16 kecamatan di seluruh wilayah Kab. A dengan fasilitator dari Dinas Kesehatan Pusat. Pelatihan dimulai dengan pre test dengan hasil nilai rata rata 6.5 dan diakhiri dengan post test dengan hasil nilai rata rata 9. Metode pelatihan: ceramah, tanya jawab, sharing pengalaman, penugasan, bermain peran, simulasi Materi yang disampaikan selama pelatihan antara lain : 1) Perkenalan, kontrak belajar dan menyusun harapan 2) Tugas tugas kader posyandu 3) Pengenalan penggunaan buku Early warning alert response system diare 4) Pengisian blanko laporan W1 5) Teknik deteksi dini kasus diare 6) Simulasi pelaksanaan kegiatan deteksi dini dan kewaspadaan KLB diare 7) Evaluasi dan rencana tindak lanjut (RTL) 10. Pemantauan
NO 1 JENIS PEMANTAUA N Anggaran dan Kerangka Waktu INDIKATOR Apakah semua peserta pelatihan telah ditunjuk dan dimobilisasikan ke tempat pelatihan sesuai menurut jadwal? Apakah peningkatan kemampuan dan kegiatan pelatihan telah diselesaikan menurut jadwal? Apakah kegiatan pelatihan tercapai sesuai dengan rencana pelaksanaan yang disetujui? Apakah dana pelatihan dialokasikan tepat pada waktunya?

34

Pemantauan manfaat

Perubahan apa yang telah berlangsung selama pelatihan dan setelah peserta kembali melaksanakan tugasnya? Perubahan apa yang terjadi dengan angka cakupan penanganan kasus diare pada balita setelah pelatihan ini?

11.

Pengawasan Dan Pengendalian Pengawasan kegiatan dilaksanakan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten A. Hasilnya adalah : 1. ditemukan penyimpangan dalam pengalokasian anggaran pelatihan sehingga biaya pelatihan membengkak dari proposal yang disusun sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Jumlah Anggaran (Rp) 200.000 500.000 300.000 300.000 100.000 100.000 300.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 5.000.000 2.000.000 3.000.000 51.800.000 Besar Penyimpangan Anggaran 300.000 100.000 150.000 200.000 150.000 100.000 50.000 2.000.000 1.000.000 500.000 5.000.000 2.300.000 900.000 200.000 12.950.000

Anggaran Kegiatan Membuat susunan Tim/ Panitia Pelaksana Mendata jumlah kasus diare pada balita di setiap kecamatan Mendata jumlah kader di setiap posyandu Membuat proposal anggaran kegiatan Menyusun metodologi dan Materi Pelatihan serta alternatif pembicara Menginventarisir alternatif tempat pelaksanaan pelatihan Rapat konsolidasi akhir pemantapan pelaksanaan pelatihan Pelatihan kader posyandu Pelatihan kader posyandu Pelatihan kader posyandu Pelatihan kader posyandu Pendampingan kader di lapangan Membuat sekretariat pemantauan kader Evaluasi kegiatan

Realisasi (Rp) 500.000 600.000 450.000 500.000 250.000 200.000 350.000 12.000.000 11.000.000 10.500.000 15.000.000 7.300.000 2.900.000 3.200.000 64.750.000

Ternyata terjadi pembengkakan anggaran sebesar Rp. 12.950.000,- atau terjadi penyimpangan anggaran sekitar 20 %.

35

2. Peserta, pemandu, narasumber dan penyelenggara pelatihan masih belum mematuhi aturan waktu kehadiran selama pelatihan. Dapat dilihat pada gtabel berikut :

No 1 2 3 4

Uraian Peserta Pemandu Narasumber Panitia

Rata - Rata Kedatangan Jadwal Realisasi 7.30 8.00 7.30 8.30 7.30 8.40 7.00 7.30

Rata Rata Kepulangan Jadwal Realisasi 20.30 21.00 21.00 22.00 19.30 20.30 21.00 22.00

3. Ditemukan kecamatan yang tidak mengirimkan kadernya lengkap sehingga target peserta yang diharapkan tidak tercapai
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 TOTAL Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Jumlah kader aktif 35 35 35 40 35 20 25 30 30 25 20 25 35 35 485 Jumlah kader % tidak hadir

ikut pelatihan 35 30 32 38 32 19 25 30 30 24 19 24 30 35 463

pelatihan 100 85,71 91,43 95 91,43 95 100 100 100 96 95 96 85,71 100 95,46

Dari data di atas disimpulkan bahwa hanya 95,46 % kader posyandu yang hadir pelatihan sehingga masih ada sekitar 4 % yang belum ikut.

36

12. Evaluasi Menurut Maidin, 2003 jenis jenis evaluasi adalah sebagai berikut : a. Evaluation of needs, Dilakukan sebelum pelatihan kader posyandu dilaksanakan dengan memperhatikan dasar pertimbangan kegiatan menurut data yang ada pada tahap analisis situasi. Hasilnya : Pelatihan kader posyandu sesuai dengan kebutuhan masyarakat Kab. A dengan 43 % kasus diare pada balita yang belum tertangani. b. Evaluation of Design Evaluasi ini menilai kelayakan dari : 1. Pre dan Post Test, untuk melihat kemampuan peserta sebelum mendapatkan pelatihan. Dengan hasil test tersebut diharapkan terlihat tingkat kemampuan peserta, sehingga dapat ditindak lanjuti dalam proses pelatihan. 2. Evaluasi harian : evaluasi ini dilakukan oleh peserta untuk mengetahui tingkat pemahaman mengenai materi serta terhadap pemandu. Evaluasi ini sebaiknya diadakan pada setiap topik, untuk memastikan bahwa materi yang disampaikan benar-benar dipahami oleh peserta. 3. Pengamatan pemandu terhadap peserta : evaluasi ini dilakukan oleh penanggungjawab kelas yang bertugas untuk mengamati perkembangan setiap peserta selama pelatihan yang dicatat dalam Yang akan dievaluasi meliputi hal-hal sebagai berikut : c. Evaluation of Performance dan memadainya rencana program atau proposal suatu kegiatan kesehatan terhadap kebutuhan masyarakat., terdiri

37

Evaluasi ini untuk menilai keserasian antara rencana kegiatana di atas kertas dengan implementasi di lapangan : 1. Jumlah kader posyandu yang mengikuti pelatihan deteksi dini diare pada balita adalah sebesar 97,8 % 2. Keaktifan kader selama pelatihan selama sesi diskusi dan tanya jawab sebesar 89,7 % 3. Ketepatan waktu pelatihan dan kehadiran peserta selama pelatihan sebesar 98,2 % 4. Materi pelatihan yang diberikan sesuai dengan tujuan pelatihan yaitu meningkatkan keaktifan kader posyandu dalam deteksi dini diare pada balita d. Evaluation of Effect Evaluasi ini merupakan analisis terhadap pengaruh langsung segera dari hasil suatu kegiatan kesehatan. 1. Tingkat pengetahuan kader posyandu sebelum dan sesudah pelatihan mengalami peningkatan dari 65 % menjadi 95 % 2. Sikap dan motivasi kader posyandu dalam deteksi dini balita dengan diare meningkat dari 65 % menjadi 91 % e. Impact Evaluation Evaluasi ini merupakan analisis terhadap akibat langsung dan tidak langsung dari sebuah kegiatan. Bisa dilakukan setelah jangka waktu 1 tahun. Dengan melihat persentase penanganan balita dengan diare di Kabupaten X

38

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN


Dari uraian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Berpikir sistem sangat diperlukan dalam menguraikan masalah kesehatan, mulai dari perencananan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai tahap evaluasi. 2. Berpikir sistem memudahkan tenaga kesehatan memahami dan

menyelesaikan masalah kesehatan

B. SARAN
Pimpinan institusi pelayanan kesehatan memerlukan pemahaman sistem dalam usaha untuk menyelessaikan masalah kesehatan.

39

DAFTAR PUSTAKA

1) Jujun S, Suriasumantri., 2002. Jakarta

Berpikir Sistem. PPs Universitas Negeri

2) Endang Sunarya, 2002. Teori Perencanaan Pendidkan, Berdasarkan Pendekatan Sistem.,Yogyakarta : Adicita Karya Nusa. 3) Djadjang A., SH., 2010. Kapita Selekta Kuliah Azas-azas Manajemen., Jakarta, Sekolah Tinggi Manajemen Indonesia 4) Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen Personalia & Sumberdaya Manusia Cetakan ke-15, Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta. 5) Hasibuan, Malayu S.P. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia,edisi revisiJakarta: BumiAksara. 6) Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi Edisi ke-12,Jakarta: Salemba Empat.

40

You might also like