You are on page 1of 14

PENERAPAN PIDANA DENDA PASAL 10 KUHP DALAM KASUS PELANGGARAN LALU LINTAS

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana denda merupakan salah satu bagian dari pidana pokok yang ditentukan dalam pasal 10 KUHP yang digunakan sebagai pidana alternatif atau pidana tunggal dalam Buku II dan Buku III KUHP, dalam perjalanannya dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal, antara lain menurunnya nilai mata uang yang mengakibatkan keengganan penegak hukum untuk menerapkan pidana denda. Selain itu, pidana penjara masih di nomor satukan dalam penetapan dan penjatuhan kaitannya dengan tujuan pemidanaan, terutama tercapainya efek jera bagi pelaku dan tercapainya pencegahan umum. Efektivitas pidana denda masih jauh dari tujuan pemidanaan karena pidana denda belumlah mempunyai fungsi dan peran yang optimal. Fungsi dan peran pidana denda belum optimal karena para penegak hukum masih cenderung untuk memilih pidana penjara ataupun kurungan daripada pidana denda. Kondisi ini dikarenakan juga peraturan penjara perundang-undangan atau kurungan. yang ada kurang memberikan dorongan pidana dilaksanakannya penjatuhan pidana denda sebagai pengganti atau alternatif Sebaliknya, faktor pidana dalam

kemampuan masyarakat juga

menyebabkan belum berfungsinya pidana denda jika suatu undang-undang memberikan ancaman pidana denda yang relatif tinggi. Pidana denda yang ditentukan sebagai ancaman kumulatif akan mengakibatkan peran dan fungsi pidana denda sebagai pidana alternatif ataupun pidana tunggal belum mempunyai tempat yang wajar dan memadai dalam kerangka tujuan pemidanaan,terutama untuk tindak pidana yang diancam pidana penjara jangka pendek dan tindak pidana yang bermotifkan atau terkait dengan harta benda atau kekayaan. Pelaku dalam pidana denda seharusnya membayar sendiri pidana denda yang dijatuhkan, walaupun dengan pemaksaan oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini jaksa penuntut umum melakukan penyitaan (sementara). Pidana denda dapat dijadikan salah satu pemasukan negara sebagai penghasilan negara bukan pajak (PNBP). Pola pidana denda harus ditetapkan dan dilaksanakan secara konsisten dengan mendasarkan pada kepentingan hukum seseorang atau masyarakat yang dilindungi. Penentuan pola pidana yang telah ditetapkan perlu dijadikan dasar untuk melakukan

pengharmonisasian peraturan perundang- undangan, baik peraturan yang telah dibentuk maupun peraturan yang akan atau sedang dibentuk. Pidana denda adalah pemberian sejumlah uang tertentu sebagai ganti kerugian atas pelanggaran yang dilakukan. Salah satu bentuk tindak pidana yang dikenakan dengan pidana denda adalah tindak pidana terhadap pelanggaran lalu lintas. Delikdelik yang terdapat dalam perkara pelanggaran lalu lintas hanya bersifat ringan sehingga hakim lebih cederung menjatuhkan pidana denda kepada setiap pelanggar lalu lintas. Di Indonesia pengaturan tentang lalu lintas dan angkutan jalan secara nasional diatur di dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang ini menjadi dasar pedoman dalam penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas. Ketentuan mengenai pidana undang Nomor 22 Tahun 2009 tersebut.. Pelaksanaan penerapan pidana denda di masing-masing daerah berpedoman kepada tabel denda tilang dari hasil koordinasi antara Ketua Pengadilan Negeri, Kepala Kepolisian dan Kepala Kejaksaan Negeri setempat. Penetapan tabel denda ini didasarkan dengan pertimbangan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat setempat, dengan demikian tabel pidana denda dari masing- masing daerah akan bervariasi besar anggaran dananya. Dasar hukum berlakunya penetapan tabel denda tilang tersebut adalah berdasarkan SEMA nomor 4 tahun 1993. Mahkamah Agung bersama dengan Menteri Kehakiman, Jaksa Agung dan Kepala tertanggal 19 Juni 1993 Kepolisian Republik Indonesia telah mengeluarkan kesepakatan tentang Tata Cara denda terhadap setiap pelanggaran lalu-lintas secara jelas telah diatur dalam undang-

Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan Tertentu yang terutama dimaknai sebagai kesepakatan bersama dalam menentukan besarnya pidana denda yang harus dibayar oleh pelanggar lalu lintas dengan memperhatikan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan Tertentu hingga saat ini SEMA tersebut masih menjadi acuan dalam pembuatan kesepakatan di tingkat daerah untuk menentukan besarnya pidana denda yang harus dibayarkan oleh para pelanggar lalu lintas. Pengadilan Negeri
5

SEMA Nomor 4 Tahun 1993 kemudian diimplementasikan oleh Ketua dengan melakukan kesepakatan bersama Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Kepolisian Resort/ Kota Besar untuk menentukan kisaran besaranya pidana denda yang disesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat

setempat. Kesepakatan Ketua Pengadilan Negeri, Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Kepolisian Resort/ Kota Besar pada umumnya dituangkan dalam bentuk tertulis sebagai pedoman bagi polisi di jalan yang melakukan penindakan bagi para pelanggar lalu lintas dan bagi Hakim dalam memutuskan besarnya pidana denda yang harus dibayar oleh pelanggar untuk disetorkan kepada negara melalui jaksa selaku eksekutor negara. Pengadilan Negeri JAKARTA telah menyikapi hal tersebut dan telah melakukan kesepakatan secara lisan antara Ketua Pengadilan Negeri JAKARTA, Kepala Kejaksaan Negeri JAKARTA dan Kepala Kepolisian JAKARTA yang kemudian oleh Ketua Pengadilan dituangkan dalam suatu tabel jenis pelanggaran dan besarnya pidana denda yang kemudian menjadi acuan bagi Hakim dalam memutuskan besarnya pidana denda yang harus dibayarkan kepada negara oleh pelanggar. Berdasarkan uraian tersebut di atas, timbul rasa tertarik untuk menuangkan tulisan ini dalam bentuk skripsi yang berjudul PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM HUKUM PIDANA (STUDI PELANGGARAN LALU LINTAS DI JAKARTA)

B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan diatas maka perlu dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pandangan hukum pidana terhadap penerapan pidana denda pada pelanggaran lalu-lintas ? 2. Bagaimana penerapan pidana denda dalam pelanggaran lalu-lintas di JAKARTA ? 3. Bagaimana analisa penerapan pidana denda dalam pelanggaran lalu-lintas dalam putusan tilang di JAKARTA ? III. HASIL PENELITIAN A. PANDANGAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENERAPAN PIDANA DENDA PADA PELANGGARAN LALU LINTAS 1. Kerangka Teoritik Pidana Denda dalam Hukum Pidana Pidana denda merupakan salah satu jenis dari pidana pokok dalam hukum pidana Indonesia yang merupakan bentuk pidana tertua dan lebih tua dari pidana penjara dan setua pidana mati. Pidana denda adalah hukuman berupa kewajiban bagi

seorang yang telah melanggar larangan dalam rangka mengembalikan keseimbangan hukum atau menebus kesalahan dengan pembayaran sejumlah uang tertentu. Pidana denda tersebut diancam sebagai alternatif dengan pidana kurungan terhadap hamper semua pelanggaran yang ditentukan dalam buku III KUHP dan Undang-undang diluar KUHP. Ranah pidana denda hanya dapat disejajarkan atau disamaratakan dengan ancaman pidana untuk kejahatan ringan, kejahatan karena kealpaan, pelanggaran, atau pidana penjara jangka pendek lainnya. Ukuran atau kesamarataan pidana denda sebagai alternatif atau sebagai pengganti penjara atau kurungan, dalam perkembangannya, masih fluktuatif. Dapat dilihat dari perkembangan pembentukan Undang-undang diluar KUHP. 2.
6

Pengaturan Pidana Denda dalam KUHP Kedudukan dan pola pidana denda dalam hukum pidana positif indonesia

bertolak dari ketentuan pasal 10 KUHP, yang menyatakan bahwa: 1. Pidana pokok, terdiri dari: a. pidana mati b. pidana penjara c. pidana kurungan d. pidana denda e. pidana tutupan (yang di tambahkan berdasarkan Undang-Undang No. 20 1946). 2. Pidana tambahan, terdiri atas: a. pencabutan hak-hak tertentu b. perampasan barang-barang tertentu c. pengumuman keputusan hakim. Berdasarkan urutan pidana pokok tersebut, terkesan bahwa pidana denda adalah pidana pokok yang paling ringan. Walaupun tidak ada ketentuan yang dengan tegas menyatakan demikian. Akan tetapi melihat urutan yang terdapat pada Pasal 10 KUHP pidana denda menjadi pidana paling ringan. Mulai Pasal 104 sampai Pasal 488 untuk kejahatan (buku II) perumusan pidananya adalah pidana penjara tunggal, pidana penjara dengan alternatif denda, pidana kurungan tunggal, pidana kurungan dengan alternatif denda, dan pidana denda yang diancamkan secara tunggal. Pidana denda yang digunakan sebagai pidana alternatif atau pidana tunggal dalam buku II dan buku III KUHP. 3. Pidana Denda Dalam Sistem Pemidanaan Pelanggaran Lalu Lintas Pelanggaran lalu lintas adalah pelanggaraan terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 yang menggantikan Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

Lintas

dan Pada

Angkutan setiap

Jalan.

Undang-undang mempunyai

lalu

lintas

terbaru mengenai

tersebut jumlah

menerapkan sanksi pidana yang lebih berat bagi si pelanggar. daerah ukuran sendiri maksimum dan minimum denda yang akan diterapkan. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1993 yang menyebutkan: Dalam hal menentukan maksimum uang titipan untuk pelanggaran yang bersifat ringan, sedang, dan berat, Ketua Pengadilan Negeri agar memperharikan secara teliti keadan sosial dan ekonomi di wilayah hukumnya masing-masing. Sesuai dengan Surat Edaran diatas, dapat dipahami bahwa penjatuhan atau pemberian pidana denda bagi pelanggar digantungkan pada keadaaan dan kemampuan pada masyarakat setempat. Surat edaran tersebut tidak mengikat, namun ketentuan yang ada didalamnya secara umum dipatuhi oleh Pengadilan Negeri, dengan alasan untuk mengurangi keanekaragaman (disparitas) pemidanaan denda.
7

B. PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN LALU LINTAS DI JAKARTA 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Lalu Lintas di Kota JAKARTA Transportasi harus digunakan sesuai dengan peruntukannya dan

pengoperasiannya harus sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan, namun dalam kenyataannya masih sering ditemui masyarakat yang menggunakan transportasi tidak berdasarkan pada aturan perundang- undangan yang berlaku. Para pengguna transportasi khususnya remaja masih banyak melalaikan pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan baik yang terdapat dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) maupun yang ada pada UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pelanggaranpelanggaran itu dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja dan oleh orang dewasa maupun oleh para remaja. Pakar Sosiolog Kota JAKARTA,Muhammad Iqbal, berpendapat bahwa gejala itu terjadi diakibatkan tiga faktor yakni, perilaku manusia (personal) itu sendiri, situasi sosial (lingkungan) dan sikap adaptif terhadap penyimpangan/pelanggaran atas perilaku tersebut. Pelanggaran bisa dilakukan oleh siapa saja (masyarakat), karena di dalam diri seseorang memiliki perilaku untuk melakukan penyimpangan. Menurut Benny, SH., Polantas JAKARTA, menyatakan bahwa hal yang harus diperhatikan oleh pengguna jalan raya adalah keselamatan diri dan keselamatan

sekitarnya. Tindakan kepolisian untuk melakukan razia bukan semata-mata agar masyarakat menggunakan helm, menyalakan lampu untuk kepentingan polisi, akan tetapi untuk menjamin keselamatan masyarakat dalam berkendara. Apabila sipelanggar tidak mematuhi peraturan lalu lintas bukan hanya merugikan dirinya sendiri tetapi juga merugikan orang yang disekitarnya. Perlu diketahui mengapa di JAKARTA tingkat kesadaran akan mamatuhi peraturan lalu lintas masih tergolong rendah. Berikut beberapa hal penyebab rendahnya kesadaran akan mematuhi peraturan lalu lintas dari penelitian yang dilakukan yakni: 1. Minimnya pengetahuan mengenai peraturan dan rambu lalu lintas 2. Dari kecil sudah terbiasa melihat orang melanggar lalu lintas atau bahkan orang tuanya sendiri 3. Hanya patuh ketika ada polisi yang patroli atau melewati pos polisi 4. Memutar balikkan ungkapan 5. Tidak memikirkan keselamatan diri atau orang lain 6. Melanggar dengan berbagai alasan 7. Bisa "damai di tempat" dengan petugas agar tidak terjadi tilang.
Melihat hal tersebut diatas, Kapoldasu meminta kepada seluruh aparat Satlantas Polresta JAKARTA untuk tidak lagi melakukan pembiaran terhadap warga yang melanggar peraturan lalu lintas. Disamping itu juga, Kapoldasu menghimbau masyarakat untuk

tuidak menitipkan uang tilang kepada petugas. Seluruh pelaku pelanggaran lalu lintas akan disidang. Untuk itu pihaknya akan berkoordinasi dengan Pengadilan Negeri menjatuhkan denda maksimal guna memberikan efek jera terhadap pelanggar lalu-lintas. 2. Keberadaan dan Pelaksanaan Pidana Denda dalam Penerapan Sanksi terhadap Pelanggaran Lalu Lintas di JAKARTA Pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 212 KUHAP, khusus untuk wilayah kota JAKARTA, Pengadilan tinggi JAKARTA telah menetapkan besarnya denda tilang yang harus dibayar oleh pengguna jalan yang melanggar ketentuan sesuai dengan Kordinasi antara Pengadilan, Kejaksaan dan kepolisian. Setelah berlakunya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu dan Angkutan Jalan diberikan alternatif pemberian sanksi pidana terhadap pelanggar lalu lintas yaitu pidana kurungan atau pidana denda, namun dalam penerapannya besarnya jumlah denda yang dijatuhkan terhadap setiap pelanggaran lalu lintas di kota JAKARTA belum berpedoman kepada besarnya jumlah denda yang termuat dalam Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan tersebut melainkan masih berpedoman pada tabel denda tilang yang dibuat oleh Ketua Pengadilan Negeri JAKARTA, Kepala Kejaksaan Negeri JAKARTA serta KepalaKepolisian Resort JAKARTA pada tangaal 4 Februari 2009 Berdasarkan hasil wawancara dengan hakim Pengadilan Negeri JAKARTA yang menyatakan bahwa tabel denda tilang tersebut menjadi acuan atau pedoman bagi hakim dalam menerapkan pidana denda bagi pelanggar lalu lintas. Penerapan pidana denda ini tidak boleh melebihi dari besarnya jumlah denda yang terdapat dalam tabel denda tilang yang ada di kota JAKARTA ini dan sanksi yang lebih sering digunakan adalah sanksi denda karena sanksi denda merupakan alternatif dari sanksi kurungan. Penerapan pidana denda ini merupakan suatu sistem imbalan dan penderitaan, yang akibatnya adalah suatu dukungan efektif untuk mematuhi kaedah-kaedah. Penerapan peraturan pidana dalam situasi konkrit, hakim harus mempunyai kebebasan: 1. Memilih beratnya pidana yang bergerak dari minimum ke maksimum dalam perumusan delik yang bersangkutan. 2. Memilih pidana pokok yang mana yang patut dijatuhkan apakah pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan ataukah pidana denda, sesuai dengan pertimbangan berat ringannya perbuatan yang dilakukan. Tentu ada ketentuan yang tidak memberi alternatif kepada hakim mengenai macam pidana ini. Sebenarnya sebelum hakim tiba pada pemilihan seperti tersebut pada butir 1 dan butir 2, ia dapat memilih apakah yang menjatuhkan pidana pokok dan tambahan ataukah ia menjatuhkan pidana bersyarat saja, manakala ia memandang lebih bermanfaat bagi masyarakat dan terpidana jika ia menjatuhkan pidana bersyarat saja. Hal ini akan leibih nyata jika Rancangan KUHP Nasional telah menjelma dengan pidana pengawasan sebagai alternatif pidana penjara. Ada tiga cara pembayaran denda dalam pelanggaran lalu lintas di kota JAKARTA, yaitu: a. Denda titipan, pelanggar dapat menitipkan dendanya kepada yang mempunyai kuasa untuk itu (kepolisian) dengan alasan si pelanggar ingin melanjutkan perjalanan dan tidak dapat mengikuti persidangan maka pelanggar menitipkan denda tersebut kepada petugas yang mempunyai kuasa supaya tidak ada jaminan yang disita petugas. Kemudian petugas itu yang menyampaikan atau menyetorkan denda itu ke Pengadilan Negeri dengan menunjukkan berkas tilang titipan tersebut.

b.

Setoran langsung, pelanggar dapat membayar dan menyetornya langsung ke bank BRI di jalan putri hijau dengan menunjukkan surat tilangnya dan menyimpan bukti pembayarannya untuk mengambil jaminan atau barang yang disita oleh petugas.

c.

Hadir dalam persidangan, pelanggar mengikuti persidangan yang telah ditentukan waktunya oleh petugas kepolisian di dalam surat tilangnya dan membayar langsung dendanya di Pengadilan sesuai dengan putusan yang telah ditentukan hakim. Sejak berlakunya tabel denda tilang yang dibuat oleh Ketua Pengadilan Negeri

JAKARTA, Kepala Kejaksaan Negeri JAKARTA serta Kepala Kepolisian Resort JAKARTA pada tanggal 4 Februari 2009 telah dilakukan sosialisasi baik yang dilakukan oleh pihak pengadilan, pihak kejaksaan dan kepolisian. 3. Efektifitas Penerapan Pidana Denda dalam Pelanggaran Lalu Lintas di JAKARTA Suatu pemidanaan dikatakan efektif apabila tujuan yang ingin dicapai dengan adanya pemidanaan itu tercapai. Adapun tujuan pemidanaan adalah: demi pengayoman masyarakat 2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikannya orang yang baik dan berguna 3. Menyelesai konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbanagn, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. 4. Mebebaskan rasa bersalah pada terpidana. Selanjutnya diutarakan bahwa pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan martabat manusia. Menurut hasil riset yang telah dilakukan, efektifitas pidana denda masih jauh dari tujuan pemidanaan. Pidana denda juga bisa dipandang sebagai alternatif pidana pencabutan kemerdekaan. Sebagai sarana dalam politik kriminal, pidana ini tidak kalah efektifnya dari pidana pencabutan kemerdekaan. Berdasarkan pemikiran ini maka pada dasarnya sedapat mungkin denda itu harus dibayar oleh terpidana dan untuk pembayaran itu ditetapkan tenggang waktu. Kalau keadaan mengizinkan, denda yang tidak dibayar itu dapat dikembalikan dari kekayaan atau pendapatan terpidana sebagai gantinya. Pengganti itu tidak mungkin, maka pidana penjara pengganti dikerjakan kepadanya. Ketentuan agar terpidana sedapat mungkin membayar dendanya harus
14 15

1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum

diartikan dendanya.

bahwa

kepadanya

diberi kesempatan oleh hakim untuk mengangsur

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak kepolisian resort kota JAKARTA, menyatakan bahwa tabel denda tilang yang telah dibuat tersebut masih belum memberikan efek jera bagi pelanggar lalu lintas karena rendahnya jumlah denda tilang yang berlaku di kota JAKARTA. Menurut beliau, jumlah denda menurut tabel denda tilang yang sudah ada tersebut sebenarnya bisa memberikan efek jera bagi pelanggar apabila denda dalam tabel tersebut diterapkan sebagai denda minimum yang artinya jumlah yang terdapat dalam tabel tersebut menjadi denda minimum yang harus dibayarkan, namun hakim disini cenderung menjatuhkan denda dibawah dari ketentuan yang ada pada tabel tersebut. Menurut ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 30 KUHP, tidak ada ketentuan batas waktu yang pasti kapan denda itu harus dibayar. Disamping itu tidak ada pula ketentuan mengenai tindakan-tindakan lain yang dapat menjamin agar terpidana dapat dipaksa untuk membayar dendanya misalnya dengan jalan merampas atau menyita harta benda atau kekayaan terpidana. C. ANALISA PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN LALU LINTAS DALAM PUTUSAN TILANG DI JAKARTA 1. Putusan Register Nomor 63457 Pengadilan Negeri JAKARTA Kasus Pelanggaran Lalu Lintas Putusan Register Nomor 63457 Pengadilan Negeri JAKARTA mungkin hanya sebagian kecil dari kasus-kasus Pelanggaran Lalu Lintas yang terjadi di lingkungan masyarakat dengan melihat banyaknya Pelanggaran Lalu Lintas yang terjadi. Pelanggaran lalu lintas oleh terdakwa Ratiman yaitu melanggar pasal 288 (2) UULAJ Yo 211, 212 PP 44 tahun 1993. Dalam kasus pelanggaran lalu lintas yang terjadi yang dilakukan terdakwa Ratiman. Pelaku pelanggaran lalu lintas ini merupakan manusia sebagai subjek hukum pidana yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pelanggaran lalu dilakukan oleh terdakwa adalah tindak pidana yang dilakukan dengan tertangkap tangan dengan artian penyidikan pelanggaran lalu lintas dimulai dengan pemeriksaan kendaraan bermotor dijalan dalam hal adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Ratiman. Dalam pemeriksaan terdakwa secara tertangkap tangan tidak dapat menunjukan Surat Izin Mengemudi yang sah kepada petugas, sehingga petugas menahan atau menyita Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) truk tersebut. Pengendara truk diwajibkan memiliki Surat Izin Mengemudi yang termasuk kedalam golongan SIM BII (Pasal 211 ayat 2 PP nomor 44 tahun 1993). Terdakwa sebagai lintas yang

pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan membayar denda sebesar Rp 200.000 sesuai dengan ketentuan Pasal 288 (2) UULAJ. Melihat dari tabel denda tilang yang ada di Kota JAKARTA untuk jenis kendaraan truk yang tidak dapat menunjukkan SIM sesuai dengan ketentuan dikenakan denda sebesar Rp 350.000,-. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi perbedaan ketentuan denda yang terdapat antara UULAJ dengan tabel denda tilang yang ada di kota JAKARTA. Putusan hakim dalam pelanggaran ini tidak mengacu pada tabel denda tilang tersebut melainkan mengacu pada UULAJ. Mengingat kekuasaan kehakiman yang mandiri dan tidak ada kewajiban bagi hakim untuk harus menjatuhi jumlah dendanya sesuai dengan tabel denda tilang tersebut. Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. 2. Putusan Register Nomor 68225 Pengadilan Negeri JAKARTA Pelanggaran yang dilakukan terdakwa adalah pelanggaran lalu lintas Pasal 288 (2) UULAJ Yo.211, 212 PP 44 Tahun 1993 dan melanggar Pasal 290 dan 291 (1) (2) UULAJ Yo.70 PP 43 tahun 1993 yang dirumuskan dalam Undang-undang 22 tahun 2009. Dalam kasus pelanggaran lalu lintas yang terjadi yang dilakukan terdakwa Faisal. Pelaku pelanggaran lalu lintas ini merupakan manusia sebagai subjek hukum pidana yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh terdakwa adalah tindak pidana yang dilakukan dengan tertangkap tangan dengan artian penyidikan pelanggaran lalu lintas dimulai dengan pemeriksaan kendaraan bermotor dijalan dalam hal adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Faisal. Dalam pemeriksaan terdakwa secara tertangkap tangan tidak dapat menunjukan Surat Izin Mengemudi yang sah kepada petugas dan tidak mengenakan helm yang berstandar Nasional. sehingga petugas menahan atau menyita Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) sepeda motor tersebut. Pengendara sepeda motor diwajibkan memiliki Surat Izin Mengemudi yang termasuk kedalam golongan SIM C (Pasal 211 ayat 2 PP nomor44 tahun 1993) Terdakwa sebagai pelaku harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan membayar denda sebesar Rp 100.000 sesuai dengan ketentuan Pasal 288 (2) UULAJ. Melihat dari tabel denda tilang yang ada di Kota JAKARTA untuk jenis kendaraan roda dua atau sepeda motor yang tidak dapat menunjukkan SIM sesuai dengan ketentuan dikenakan denda sebesar Rp 100.000,-. Hal tersebut menunjukkan bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan mengacu pada table denda tilang tersebut karena jumlah denda yang dijatuhkan hakim sesuai dengan jumlah denda

yang ada pada tabel denda tilang yang ada di kota JAKARTA. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian penulisan skripsi ini, dapat diambil kesimpulan yaitu sebagai berikut: 1. Menurut pandangan hukum pidana, penerapan pidana denda dalam pelanggaran lalu lintas diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Pidana denda masuk dalam kategori pidana pokok (sesuai Pasal 10 KUHP) sebagai urutan terakhir atau keempat, sesudah pidana mati, pidana penjara dan pidana kurungan. Pidana denda diatur dalam Pasal 30-31 KUHP dan bukan dimaksudkan sekedar untuk tujuan-tujuan ekonomis misalnya untuk sekedar menambah pemasukan keuangan negara, melainkan harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan pemidanaan. Pidana denda dalam pelanggaran lalu lintas diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang ini menggantikan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 karena sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan linkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan saat ini, sehingga perlu diganti dengan dengan undang-undang yang baru. Ketentuan pidananya diatur dalam Pasal 273 sampai Pasal 315 memuat denda yang lebih tinggi dari undang-undang yang sebelumnya. 2. Penerapan pidana denda dalam pelanggaran lalu lintas di kota JAKARTA seperti yang telah kita ketahui bersama, Pengadilan Negeri JAKARTA telah menetapkan besarnya denda tilang yang harus dibayar oleh pengguna jalan yang melanggar ketentuan sesuai dengan Kordinasi antara Pengadilan, Kejaksaan dan kepolisian. Besarnya denda tersebut ditentukan oleh kategori jenis pelanggaran (ringan, sedang dan berat) dan jenis kendaraan yang melanggar yaitu bermotor roda dua, roda empat, mobil penumpang umum, pick up, bus/truk dan truk gandeng. Hal ini dibuat atas keluarnya SEMA Nomor 4 Tahun 1993 yang berisi agar masingmasing daerah membuat standar besarnya jumlah denda atas pelanggaran lalu lintas dengan melihat kondisi sosial dan ekonomi masyarakat daerah tersebut. Berdasarkan hasil penelitian juga menyatakan bahwa besarnya jumlah denda tilang yang ada di kota JAKARTA masih dikategorikan rendah. Hal ini yang menyebabkan tidak efektifnya penerapan pidana denda serta penerpan pidana denda tersebut tidak mengakibatkan efek jera. Ini ditunjukkan dari angka pelanggaran lalu lintas yang tinggi setiap bulannya. Terdapat tiga cara pembayaran denda dalam pelanggaran lalu lintas di kota JAKARTA, yaitu: denda titipan yang merupakan denda yang dapat

dititipkan kepada petugas yang mempunyai kuasa, denda setoran langsung yang merupakan denda yang dibayar langsung oleh pelanggar ke bank BRI jalan putri hijau yang ditunjuk sebagai bank yang resmi tempat pembayaran denda tilang di kota JAKARTA serta menghadiri persidangan yang merupakan cara yang seharusnya diikuti oleh pelanggar. 3. Analisis penerapan pidana denda dalam pelanggaran lalu lintas dapat dilihat dari berbagai vonis hakim yang dijatuhkan kepada pelaku pelanggaran lalu lintas seperti kasus yang ada, tampak jelas bahwa masih ada ketimpangan dalam menentukan jumlah denda. Mulai dari jumlah denda yang diputus jumlahnya dibawah tabel denda tilang, jumlah dendanya sama dengan tabel denda tilang bahkan jumlah dendanya lebih dari yang ditentukan dalam tabel denda tilang. Tampak jelas hakim dalam menjatuhkan putusan mandiri dan tidak ada kewajiban bagi hakim untuk harus mematuhi jumlah denda sesuai dengan tabel denda tilan tersebut. Tabel denda tilang tersebut digunakan untuk menghindari terjadinya perbedaan (disparitas) yang beraneka ragam dalam menentukan jumlah denda tilang tersebut. Hukum itu harus memberikab rasa keadilan, kepastian, dan kemanfaatan bagi masyarakat. B. Saran 1. Agar kedepannya, pemerintah melalukan sosialisasi yang cukup terhadap Undang-Undang ini serta perlu pengawasan dan pemberian sanksi yang tegas kepada oknum petugas yang selalu memanfaatkan peluang melakukan damai dengan pelanggar lalu lintas untuk kepentingan pribadinya. 2. Saat ini jaksa selaku eksekutor hanya menunggu apabila ada pelanggar yang tidak mau membayar denda. Ini dikarenakan tingginya pelanggar di kota JAKARTA, namun kedepan perlu diadakannya koordinasi dengan pihak kepolisian dalam hal pelanggar dalam batas waktu yang ditentukan tidak memenuhi kewajibannya menyetorkan uang denda maka SIM yang bersangkutan akan diblokir (dibatalkan) dan begitu juga dengan STNK dapat tidak diterbitkan untuk tahun berikutnya. 3. Agar kedepannya hakim perlu adanya memberikan sanksi pidana tehadap orang yang melakukan pelanggaran lalu lintas dengan menjatuhkan ancaman pidana denda maksimal serta tabel denda tilang yang sudah ada tersebut perlu ditinjau kembali oleh pihak Pengadilan, Kejaksaan dan Kepolisian karena jumlah denda dalam tabel tersebut terlalu rendah jika dibandingkan dengan denda yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 agar diperbaharui lagi supaya kedepannya lebih menimbulkan efek jera.

DAFTAR PUSTAKA Buku Hamzah, Andi, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita 1993. Suhariyono AR, Pembaruan Pidana Denda Indonesia Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2012 Suparni, Niniek, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana Dan Pemidanaan Jakarta:Sinar Grafik, 2007 Homepage Internet http://www.scribd.com/doc/97889873/Pelanggaran-Lalu-Lintas-Di-Kota-JAKARTA

PENERAPAN PIDANA DENDA PASAL 10 KUHP DALAM KASUS PELANGGARAN LALU LINTAS

TUGAS HUKUM EKONOMI SYARIAH Dosen : Drs. H. Dhani Ramdani, M.Ag

Oleh :

Nama NIM SMT

: POLTAK NATANAEL : 2010020446 : VI EXECUTIVE

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG (UNPAM) 2013

You might also like

  • Babab
    Babab
    Document57 pages
    Babab
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • 1.1 Latar Belakang: Bab I Pendahuluan
    1.1 Latar Belakang: Bab I Pendahuluan
    Document72 pages
    1.1 Latar Belakang: Bab I Pendahuluan
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Skripsi Beti Pajak - Doc2
    Skripsi Beti Pajak - Doc2
    Document47 pages
    Skripsi Beti Pajak - Doc2
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Deee
    Deee
    Document5 pages
    Deee
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • T Ips 1004768 Chapter3-1
    T Ips 1004768 Chapter3-1
    Document38 pages
    T Ips 1004768 Chapter3-1
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • COVER
    COVER
    Document15 pages
    COVER
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Udan
    Udan
    Document41 pages
    Udan
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document2 pages
    Daftar Pustaka
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Kra2 PPJK011
    Kra2 PPJK011
    Document28 pages
    Kra2 PPJK011
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Sder
    Sder
    Document15 pages
    Sder
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • T Ips 1004768 Chapter3-1
    T Ips 1004768 Chapter3-1
    Document38 pages
    T Ips 1004768 Chapter3-1
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Bagus
    Bagus
    Document64 pages
    Bagus
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Derww
    Derww
    Document101 pages
    Derww
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Chapter III-V
    Chapter III-V
    Document71 pages
    Chapter III-V
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Chapter II
    Chapter II
    Document23 pages
    Chapter II
    Ferri Wicaksono
    No ratings yet
  • COVER
    COVER
    Document15 pages
    COVER
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Dalma
    Dalma
    Document132 pages
    Dalma
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Chapter II 1
    Chapter II 1
    Document83 pages
    Chapter II 1
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Document12 pages
    Bab Iii
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Reww
    Reww
    Document26 pages
    Reww
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Freee
    Freee
    Document28 pages
    Freee
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Derr
    Derr
    Document12 pages
    Derr
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Frtyr
    Frtyr
    Document71 pages
    Frtyr
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • DEEE
    DEEE
    Document105 pages
    DEEE
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Tyuiuu
    Tyuiuu
    Document14 pages
    Tyuiuu
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Chapter I-1
    Chapter I-1
    Document10 pages
    Chapter I-1
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Chapter II
    Chapter II
    Document23 pages
    Chapter II
    Ferri Wicaksono
    No ratings yet
  • Sder
    Sder
    Document19 pages
    Sder
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Deree
    Deree
    Document12 pages
    Deree
    Nur Qodri
    No ratings yet
  • Serww
    Serww
    Document96 pages
    Serww
    Nur Qodri
    No ratings yet