You are on page 1of 21

REFERAT APPENDISITIS AKUT

Pembimbing: dr. Aladin S. Johan, Sp.B

Oleh: Nama: Primarini Kusuma Dewi A. NPM: 1102009218

BAGIAN ILMU BEDAH RSUD KABUPATEN BEKASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 2013-2014

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Assalammualaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan ridho-Nya,sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul APPENDISITIS AKUT ini. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Bedah di RumahSakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnyakepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian referat ini. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, untuk perbaikan lebih lanjut. Akhir kata dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua pada umumnya, dan bagi penulis pada khususnya. Wassalam.

Jakarta, April 2013

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR..............................................................................................................2 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................................4 BAB II APPENDISITIS AKUT 2.1 Anatomi dan Fisiologi Apendiks ......................................................................................5 2.2 Etiologi dan Patofisiologi Appendisitis ................................................................................6 2.3 Klasifikasi Appendisitis ........................................................................................................9 2.4 Manifestasi Klinis .................................................................................................................10 2.5 Pemeriksaan Fisik .................................................................................................................12 2.6 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................................................16 2.7 Diagnosis ...............................................................................................................................17 2.8 Diagnosis Banding ...............................................................................................................17 2.9 Komplikasi ...........................................................................................................................18 2.10 Penatalaksanaan..................................................................................................................19 2.11 Komplikasi..19 2.12 Prognosis.19

BAB III KESIMPULAN..17

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................18

BAB I PENDAHULUAN

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis. Appendix merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang berada di perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali menimbulkan masalah bagi kesehatan. Peradangan akut Appendix atau Appendicitis acuta menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera dilakukan tindakan bedah. Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan. Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan Appendicitis acuta mengalami perforasi setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik, appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan. Diagnosis Appendicitis acuta pada anak kadangkadang sulit. Hanya 50-70% kasus yang bisa didiagnosis dengan tepat pada saat penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada pasien anak berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis Appendicitis. Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari Appendix yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena peritonitis dan syok. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yangmenjelaskan bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinyaakut abdomen di seluruh dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira10 cm dan berpangkal di sekum. Lumennya menyempit di bagian proksimaldan melebar di bagian distal. Namun demikian pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Apendiks terletak di ileosekum dan merupakan pertemuan ketiga tinea koli (Tinea libera, tinea colica, dan tinea omentum). Apendiks juga dapat terbentang retrocaecal,retroileal, dan pelvic Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu dibelakang sekum, di belakang kolon ascendens, atau di tepi lateral kolon ascendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene. Meskipun fungsi apendiks sampai saat ini tidak jelas, tetapi mukosa apendiks seperti mukosa lainnya mampu menghasilkan sekresi cairan, musin, dan enzim proteolitik. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut AssociatedLymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun karena jumlah kelenjar limfe disini sedikit sekali jika dibandingkan jumlahnya di saluran cerna atau di seluruh tubuh.

2.2 Etiologi dan Patofisiologi Appendisitis Obstruksi Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith merupakan penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan Appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkanoleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga meningkat pada pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah trauma,stress psikologis, dan herediter. Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi. Fecalith ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% padakasus Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis acutagangrenosa dengan perforasi. Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix normal0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminalsekitar 60 cmH.

Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral,mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium. Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihitekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akantetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual,muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendixdan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ. Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangansuplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerahdengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi, invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu daerah infark di batas antemesenterik. Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Appendicitis,khususnya pada anak-anak. Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpuldi dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntahdalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain. Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi perkembang biakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan ini menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti demam, takikardia, dan leukositosisakibat pelepasan mediator inflamasi karena iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Appendix berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc Burneys. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi Appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine. Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi Appendix mencakup peningkatan
7

suhu melebihi 38.6C, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi,dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik. Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare seringdijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasiIleum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis. Bakteriologi Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal. Sekitar 60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan bakteri jenis anaerob,dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix yang normal. Diduga lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal Colon memainkan peranan penting pada perubahan Appendicitis acuta ke Appendicitis gangrenosa dan Appendicitis perforata. Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi. Flora normal pada Appendix sama dengan bakteri pada Colon normal. Flora padaAppendix akan tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri yang umumnya terdapat di Appendix, Appendicitis acuta dan Appendicitis perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteriadapat ditemukan. Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien Appendicitis perforata dan non perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai, seringkali pasien telah mengalami perbaikan. Apalagi, organisme yang dikultur dan kemampuan laboratorium untuk mengkultur organisme anaerob secara spesifik sangat bervariasi. Kultur peritoneal harus dilakukan pada pasien dengan keadaan imunosupresi, sebagai akibat dari obat-obatan atau penyakit lain, dan pasien yang mengalami abscess setelah terapi Appendicitis. Perlindungan antibiotik terbatas 24-48 jam pada kasus Appendicitisnon perforata. Pada Appendicitis perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara intravena hingga leukosit normal atau pasien tidak demam dalam 24 jam. Penggunaan irigasiantibiotik pada drainage rongga peritoneal dan transperitoneal masih kontroversi.

Peranan lingkungan: diet dan higiene Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan kondisi tertentu pada pencernaan. Appendicitis, penyakit Divertikel, carcinoma Colorectal lebih sering pada orang
8

dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan makanan dengan kandungan serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada perubahan motilitas, flora normal,dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan untuk timbul fecalith.

2.3.Klasifikasi Appendisitis Adapun klasifikasi appendicitis berdasarkan klinikopatologis adalah sebagai berikut:

1. Appendisitis Akut Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang disadari oleh radang mendadak apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum local. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Disini nyeri dirasaakn lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan somatic setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bias mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapaat perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. a. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis) Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadipeningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosaappendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasanyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demamringan. Pada appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihatnormal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa. b. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis) Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edemamenyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks danmenimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema padaapendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dindingappendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karenadilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema,hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyerilepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif danpasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertaidengan tanda-tanda peritonitis umum.

c. Appendicitis akut gangrenosa Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulaiterganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tandatandasupuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dindingappendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Padaappendicitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairanperitoneal yang purulen. 2. Appendicitis Infiltrat Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehinggamembentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yanglainnya. 3. Appendicitis Abses Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic. 4. Appendicitis Perforasi Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggrenyang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitisumum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringannekrotik. 5. Appendicitis Kronis Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagaiproses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensirendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronisbaru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kananbawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik danmikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa danmuskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit daneosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosatampak dilatasi. 2.4. Manifestasi klinis Appendisitis akut mempunyai gejala klinis yang banyak sekali dan menyerupai penyakit lain. Pada bebrapa kasus appendiks tidak mempunyai tanda utama, gejala, maupun tes diagnostik yang akurat Gejala klinis Gejala klinis appendisitis akut adalah nyeri abdomen. Secara klasik nyeri timbul pertama kali ditengah bagian bawah epigastrium atau daerah umbilicus, menetap, kadang disertai rasa kram yang intermitten. Setelah periode 12 jam, biasanya antara 4-6 jam lokasi nyeri terlokalisir di kuadran kanan bawah di titik McBurney. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap
10

berbahaya karena mempermudah terjadinya perforasi. Variasi letak appendiks akan menyebabkan letak nyeri yang bervariasi juga. Appendiks yang terletak retrosekal akan menyebabkan nyeri peda daerah sisi dan nyeri punggung, sedangkan appendiks yang terletak pelvic akan menyebabkan nyeri pada suprapubis, serta yangterletak retroileal dapat menyebabkan nyeri pada daerah testis. Bila terjadi peritonitis, dapat ditemukan nyeri tekan yang difus,defence muskuler, bising usus yang menurun atau hilang pada distensi abdomen. Anoreksia hampir selalu menyertai appendicitis. Vomitus terjadi pada kira-kira 75% pasien tetapi tidak terus menerus, sebagian besar pasien mengalami vomitus hanya 1-2 kali. Obstipasi sebagian besar terjadi sebelum nyeri abdomen danmerasa bahwa defekasi dapat mengurangi rasa nyeri perutnya. Diare dapat terjadi pada beberapa pasien. Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix, biasanyasuhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga >39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada 75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis Appendicitis diragukan. Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis. Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi Appendix.

Skor Alvarado Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukanapakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut. Value Gejala 1 1 1 Tanda 2 1 1 Lab 2 1 Total poin 10 Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan. Gejala Klinik Adanya migrasi nyeri Anoreksia Mual/muntah Nyeri RLQ Nyeri lepas Febris Leukositosis Shift to the left

11

Gejala Appendicitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri local pada perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan peritonitis difus biasanya bernafas mengorok. Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien dapatdiobservasi dulu selama 6 jam. Pada penderita Appendicitis biasanya menunjukkan peningkatan nyeri dan tanda inflamasi yang khas. Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkatinflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik McBurneys. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal menunjukkan gejala lokal yang minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsings sign bersifat konfirmasidibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi dibandingdiagnostik, khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur Appendix. Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu tua. Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga Appendicitisnya telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada bayi,hanya dijumpai gejala letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala muntah, demam, dan nyeri. Tanda Klinis Anak-anak dengan Appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakanyang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarangdidiagnosis sebagai Appendicitis, kecuali pada anak dengan Appendicitis letak retrocaecal. Pada Appendicitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingganyeri yang timbul menyerupai nyeri pada kolik renal. Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan,karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebutakan mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang. Appendix umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa letak anatomis Appendix sebenarnya dapat pada semua titik, 360 mengelilingi pangkal Caecum. Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costa 12 dan spina iliaca posterior superior. Appendicitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri rectal. Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka pemeriksaan rectaltoucher tidak diperlukan lagi. 2.5. Pemeriksaan Fisik Appendicitis Tanda-tanda vital tidak mengalami perubahan yang banyak pada appendicitis yang sederhana. Kenaikan temperature jarang melebihi 1C. Kecepatan nadi dapat normal atau sedikit meningkat. Inspeksi Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasanya ditemukan distensi perut.
12

Palpasi Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan dan nyeri lepas secara klasik di kuadran kanan bawah pada appendiks letak anterior yang mengalami inflamasi. Nyeri tekan yang maksimal terletak pada atau dekat titik McBurney. Nyeri tekan pada perut kanan ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah (tanda Rovsing). Pada appendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolateral dorsal oleh uterus, keluhannyeri pada appendiks sewaktu hamil trimester I dan III akan bergeser kekanan sampai ke pinggang kanan. Pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan orang tidak hamil, karena itu harus dibedakan apakahnyeri berasal dari appendiks atau uterus, bila penderita miring ke kiri,nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari appendiks.Peristaltik usus sering normal,peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata. Rectal Toucher Pada rectal toucher menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada appendisitis pelvika, pada appendisitis pelvika, tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan rectal toucher. Pada pemeriksaan rectal toucher, akan didapatkan : -Nyeri tekan positif pada arah jam 9-11. -Pada yang mengalami komplikasi, ampula teraba distensi/cenderung kolaps.

Pada anak-anak, tidak diperlukan rectal toucher, karenaappendiksnya berbentuk konus atau pendek. Pemeriksaan tambahan (pemeriksaan khusus)

13

1. Rovsings Sign : Dengan cara penekanan pada kuadran kiri bawah menyebabkanrefleks nyeri pada daerah kuadran kanan bawah.

2. Psoas sign : Mengindikasikan adanya iritasi ke muskulus psoas. Tes inidilakukan dengan rangsangan otot psoas dengan hiperekstensisendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,kemudian paha ditahan. Tes ini dilakukan dengan cara pasien terlentang. Secara perlahan tungkai kanan pasien diekstensikan kearah kiri pasien sehingga menyebabkan peregangan m. psoas.Rasa nyeri pada maneuver ini menandakan tes positif. 3. Obturator sign Dilakukan untuk melihat apakah appendiks yang meradang kontak dengan m. Obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisiterlentang akan menimbulkan nyeri pada appendisitis pelvika.Positif dari nyeri hipogastrik pada peregangan m. Obturator internus yang menandakan iritasi pada daerah tersebut. Tesdilakukan dengan cara pasien berbaring terlentang, tungkai kanandifleksikan dan dilakukan rotasi interna secara pasif.

14

Pemeriksaan Obturator sign

4.Blumbergs sign (nyeri lepas kontralateral) Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ. 5.Wahls sign Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan perkusi di RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren padaauskultasi. 6.Baldwins test Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkaikanannya ditekuk. 7.Defence muscular Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix. 8.Nyeri pada daerah cavum Douglasi Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum Douglasiatau Appendicitis letak pelvis. 9.Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral 10.Dunphys sign (nyeri ketika batuk)

15

2.6 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitifitas dan spesifitas CRP adalah 80% dan 90%. Ultrasonografi Dapat membantu dalam menegakkan diagnosis appendiks akut. Peradangan appendiks ditujukkan dengan pembesaran diameter terluar lebih dari 6 mm, tidak tertekan, berkurangnya peristaltik ataupun akumulasi cairan disekitar periappendikal. Appendiks yang meradang dapat ditunjukkan secara tepat pada 86% kasus, sehingga dapat menurunkan appendektomi yang tidak perlu sekitar 7% dan penundaan operasi yang lebih dari 6 jam, sebanyak 2%. USG menunjukkan sensitifitas 75%, spesifisitasnya 100%. Laparoskopi dapat digunakan sebagai alat diagnostik, sekaligus terapi. Alat ini dapat membedakan kelainan ginekologis dan ileitis dengan appendisitis. Bila diagnosis appendisitis akut dapat ditegakkan, maka dapat langsung dilakukan appendektomi per laparoskopi. CT scan Dapat digunakan untuk diagnosis appendisitis. Pada CT scanappendiks yang mengalami inflamasi tampak berdilatasi (lebih besar dari 5cm) dan dindingnya lebih tipis. Fekalit dapat mudah dilihat, tetapi kehadirannya tidak patognomonis pada diagnosis appendisitis. Analisis urin Bertujuan untuk mendiagnosia batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah Pengukuran enzim hati dan tingkatan amylase membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu, dan pancreas. Serum Beta Human Chorionic Gonadotropin (B-HCG) untuk memeriksa adanya kemungkinan kehamilan. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy menrupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma colon. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tnada pasti appendicitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan appendicitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

16

2.7 Diagnosis Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering pada perempuan dibanding lelaki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda seringtimbul gangguan yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.Untuk menegakkan diagnosis appendisitis akut didahului dengan anamnesis yang lengkap, diikuti dengan pemeriksaan fisik dan diperkuat dengan pemeriksaan penunjang.

2.8. Diagnosis Banding Terdapat banyak penyakit akut abdomen yang mempunyai tanda dangejala yang mirip dengan apendisitis akut : a.Gastroenteritis Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit.Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistalsissering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjoldibandingkan apendisitis akut. b.Demam Dengue Demam Dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis.Di sini didapatkan hasil tes positif untuk Rumple Leede,trombositopenia, dan hematokrit yang meningkat. c.Limfadenitis Mesenterika Limfadenitis mesenterika yang biasanya didahului oleh enteritis ataugastroenteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertaidengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar, terutama kanan. d.Kelainan ovulasi Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri peurt kana bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Padaanamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapimungkin dapat mengganggu selama dua hari. e.Infeksi panggul Salpingitis akut kanan sering di kacaukan dengan apendisitis akut.Suhu biasanya lebih tingi daripada apendesitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanyadisertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbulnyeri hebat dipanggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapatdilakukan colok dubur bila perlu untuk diagnosis banding

17

f.Kehamilan diluar kandungan Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan diluar rahimdengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus didaerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaanvaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan padakuldosentesis di dapatkan darah. g.Kista ovarium terpuntir Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan terabamassa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografidapat menetukan diagnosis. h.Endometriasis eksterna Endometrium diluar rahim akan memberikan keluhan nyeri ditempatendometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul ditempat itukarena tidak ada jalan keluar. i.Urolitiasis pielium/ureter kanan Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaranyang khas. Eritrosituria serung ditemukan. Foto perut polos atauurografi intravena dapat meyakinkan penyakit tersebut. Pielonefritissering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebraldisebelah kanan, dan piuria. j.Penyakit saluran cerna lainnnya Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan diperut,seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau kolon,obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis,karsinoid, dan mukokel apendiks.

2.9. Komplikasi Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi. Baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks,sekum, dan lekuk usus halus. Komplikasi apendisitis akut diantaranya : Perforated Appendicitis, terjadi penyebaran kontaminasi didalam ruang atau rongga peritoneum akan menimbulkan peritonitis generalisata. terjadi Appendicular infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa lama kelamaan akan mengecil dan menghilang) Appendicitis kronis, merupakan serangan ulang Appendicitis yang telahsembuh

18

2.10.Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita appendicitis meliputi penanggulangan konservatif dan operatif. a) Penanggulangan konservatif Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotic. Pemberian antibiotic berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotic sistemik. b) Operasi Bila diagnose sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotic dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan draignase (mengeluarkan nanah). Pada appendisitis dengan abses atau pyda appendisitis dengan perforasi, perlu dilakukan laparotomi. Sebelum pembedahan perlu dilakukan perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik.

2.11. Komplikasi Post Operasi 1. Fistel berfaeces Appendicitis gangrenosa, maupun fistel tak berfaeces; karena benda asing, tuberculosis, Aktinomikosis. 2. Hernia cicatricalis. 3. Ileus 4. Perdarahan dari traktus digestivus: kebanyakan terjadi 2427 jam setelahAppendectomy, kadangkadang setelah 1014 hari. Sumbernya adalah echymosisdan erosi kecil pada gaster dan jejunum, mungkin karena emboli retrograd darisistem porta ke dalam vena di gaster/ duodenum.

2.12 Prognosis Mortalitas dari Appendicitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000 pada tahun1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang menyebabkan penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana diagnosis dan terapi,antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan darah dan plasma, sertameningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi tepat sebelum terjadi perforasi.

19

BAB III KESIMPULAN

Appendicitis adalah peradangan pada Appendix vermicularis. Appendix merupakan derivat bagian dari midgut, yang lokasi anatomisnya dapat berbeda tiap individu. Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan. Faktor-faktor yang menjadi etiologi dan predisposisi terjadinya Appendicitis meliputifaktor obstruksi, bakteriologi, dan diet. Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta.Gejala klinis Appendicitis meliputi nyeri perut, anorexia, mual, muntah, nyeri berpindah, dan gejala sisa klasik berupa nyeri periumbilikal kemudian anorexia /mual/muntah, demam. Tanda klinis yang dapat dijumpai dan manuver diagnostik pada kasus Appendicitis adalah Rovsings sign, Psoas sign, Obturator sign, Defence musculare, nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau Appendix letak pelvis, nyeri pada pemeriksaan rectal toucher. Pemeriksaan penunjang dalam diagnosis Appendicitis adalah pemeriksaan laboratorium, Skor Alvarado, ultrasonografi, dan radiologi. Diagnosis banding Appendicitis antara lain; . Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh Appendicitis adalah perforasi, peritonitis, Appendicular infiltrat, Appendicular abscess, shock Septic, mesenterial pyemia dengan Abscess hepar, dan perdarahan GIT. Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta meliputi; pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia, puasakan pasien, analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah, pemberian antibiotikai.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.

20

DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidjat. R, De Jong. W, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC;Jakarta. 2004 David C Sabiston : buku Ajar Bedah, Bagian I. EGC: Jakarta. bLorraine M. Wilson. Patofisiologi, Edisi 6, EGC: Jakarta. 2005

21

You might also like