You are on page 1of 75

GURU PROFESIONAL

DAN BEBAN KERJANYA


Oleh:
Drs. SURIADI
Kepala SMP Negeri 1 Tanjung Morawa
E-mail: suriadi_trimosurodinoyo@yahoo.co.id

Dipresentasikan pada Workshop Peningkatan


Profesionalisme Guru

Kerjasama SMP Negeri 1 Biru-Biru


Dengan Anggota Sub Rayon 31
Tanggal 29 Nopember 2008, di SMP Negeri Biru-Biru
A. Pendahuluan
 Abad 21 yang bercirikan globalisasi yang
serba kompetitif dengan perubahan yang
terus menggesa merupakan abad profesional.
 Sangat mustahil, jika ada organisasi yang
bisa bertahan tanpa profesionalisme.
 Bahkan, bukan hanya sekedar
profesionalisme biasa tetapi profesionalisme
kelas tinggi (world-class professionalism)
yang memampukan kita sejajar dan bermitra
dengan orang-orang dan organisasi-
organisasi terbaik dari seluruh dunia (Jansen,
2007:http://www.duniaguru.com).
 Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas
yang merupakan produk pendidikan
merupakan kunci keberhasilan
pembangunan suatu negara (Depdiknas,
2008.a:1).
 Menurut Supriano (2007:3) banyak bukti
empirik yang menunjukkan bahwa suatu
negara yang lebih memprioritaskan
pendidikan dari pada pranata lainnya,
ternyata mampu menghasilkan SDM yang
lebih unggul, produktif dan inovatif dalam
percaturan kehidupan global.
 Sebaliknya, negara yang mengecilkan
pranata pendidikan lebih cepat mengalami
keterpurukan disebabkan SDMnya tidak
mampu bersaing dalam percaturan
kehidupan global.
 Hal ini didukung Gultom yang mengutip
United Nations (2004:2) bahwa pendidikan
merupakan hal yang sangat fundamental
dalam meningkatkan kualitas SDM.
 Bahkan Rusmana (2000:36), Djuwita
(2004:12) dan Rochaeni (2004:42) lebih
menegaskan bahwa untuk mendapatkan
SDM berkualitas harus ditempuh melalui
pendidikan yang berkualitas.
 Kenyataan menunjukkan bahwa kualitas
pendidikan di Indonesia masih sangat
memprihatinkan (Depdiknas,
2003:http://www.depdiknas.go.id).
 Hal ini didukung Umaedi (2002:2) yang
mengatakan bahwa kualitas pendidikan
nasional terus mengalami penurunan.
 Menurut laporan ASPBAE (Asian South
Pacific Beurau of Adult Education) and GCE
(Global Campaign for Education) yang dikutip
Firdaus (2005:7) penelitian terhadap kualitas
Pendidikan Dasar di 14 negara Asia Pasifik,
Indonesia hanya menempati peringkat 10 di
bawah Kamboja dan India.
Til aar ya ng dik utip
An war (2003:13)
 Masalah pokok dalam pendidikan nasional,
yaitu
2. menurunnya akhlak dan moral peserta didik,
3. pemerataan kesempatan belajar,
4. masih rendahnya efisiensi internal sistem
pendidikan,
5. status kelembagaan,
6. manajemen pendidikan yang tidak sejalan
dengan pembangunan, dan
7. SDM yang belum profesional.
Menurut Poedj inoegroho
(2008:
http: // www .d uni aguru. com )
 hampir separuh dari lebih kurang 2,6 juta guru
di Indonesia tidak layak mengajar.
 Kualifikasi dan kompetensinya tidak
mencukupi untuk mengajar di sekolah.
 Yang tidak layak mengajar atau menjadi guru
berjumlah 912.505, terdiri dari 605.217 guru
SD, 167.643 guru SMP, 75.684 guru SMA, dan
63.961 guru SMK.
Menurut Fat tah yang di kut ip
Poedj inoegr oho
(2008:
http: // www .d uni aguru. com )
 pada uji kompetensi Matematika, dari 40
pertanyaan rata-rata hanya dua
pertanyaan yang diisi dengan benar dan
pada Bahasa Inggris hanya satu yang
diisi dengan benar oleh guru yang
berlatar belakang pendidikan Bahasa
Inggris.
Kompas ( 9 D esember 2005)

 Tercatat 15% guru mengajar tidak sesuai dengan


keahlian yang dipunyainya atau bidangnya.
 Berapa banyak peserta didik yang mengenyam
pendidikan dari guru-guru tersebut?
 Berapa banyak yang dirugikan?
 Memprihatinkan, mengenaskan, bencana untuk
dunia pendidikan.
 Apakah guru seperti itu merupakan guru
profesional?
 Fenomena tersebut menegaskan bahwa
masalah SDM pendidikan yang belum
profesional merupakan salah satu akar
permasalahan yang dihadapi dalam upaya
peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
 Laporan ASPBAE and GCE yang dikutip
Firdaus (2005:7) menunjukkan bahwa kualitas
guru Indonesia menempati peringkat terakhir
atau paling rendah di antara 14 negara di Asia
Pasifik.
 Hal ini didukung Lubis (2008:4) yang
mengatakan bahwa salah satu indikator
rendahnya kualitas pendidikan adalah human
capital (mental/SDM dan skill manusianya).
 Sedangkan, Tampubolon (2008:14)
mengatakan bahwa salah satu sebab
mendasar dan utama dari rendahnya kualitas
pendidikan nasional adalah sistem
pemberdayaan guru yang tidak berkualitas.
 Sementara itu, Dharma
(2008:http://www.duniaguru.com) mengatakan
mantan Mendikbud Fuad Hassan ketika
dimintai pendapatnya tentang perkembangan
pendidikan Indonesia pernah berkata “Jangan
terlalu ribut soal kurikulum dan sistemnya. Itu
semua bukan apa-apa, justru pelaku-
pelakunya itulah yang perlu diperhatikan.
Me ndik nas Ba mb ang Su dibyo
yang dik utip Suhendro
(2 008:htt p: // www.d uniaguru .c om)

 pernah mencanangkan bahwa pekerjaan guru adalah


sebagai profesi seperti halnya dokter, wartawan dan
profesi lainnya.
 Seperti halnya dokter, maka guru pun dituntut
memiliki kompetensi dan kemampuan akademik yang
memadai dalam melaksanakan profesinya.
 Tidak semua orang dapat bertindak sebagai dokter
karena menyangkut keselamatan seseorang,
begitupun dengan profesi guru: tidak semua orang
dapat bertindak sebagai guru karena menyangkut
masa depan bangsa dan negara.
Suh end ro
(2008 :htt p: //www .
duni aguru. com)
 Kelemahan guru adalah
2. masih banyak guru yang bersikap tidak profesional
seperti tidak dimilikinya jiwa kreatif dan inovatif
dalam menyampaikan materi pelajaran,
3. kebanyakan guru merasa cukup dengan keilmuan
yang telah mereka dapat di bangku kuliah, dan
4. kebanyakan guru mengajar tanpa program yang jelas
dengan alasan mereka merasa hafal di luar kepala
terhadap materi yang akan disampaikan.
 Idealisme profesi guru dan komitmen
membangun pendidikan berkualitas
merupakan kunci jawaban dari
persoalan pendidikan yang dihadapi
selama ini.
 Sebuah Data yang disajikan Portal
www.duniaguru. com pada Desember
2007 lalu telah melakukan jajak
pendapat dengan pertanyaan ”Jika
Anda seorang guru dan 'diberi'
kesempatan untuk ganti profesi,
maukah Anda?”.
 Jawaban para guru adalah tetap memilih
profesi guru (55,8%), tetap sebagai guru dan
mencari tambahan penghasilan (27,9%), ganti
profesi (15,4%), bingung (1%).
 Ini berarti, lebih dari 80% guru ingin setia pada
profesinya. Artinya lagi, tingkat kepuasan
menjalani profesi keguruan cukup tinggi.
 Tentu saja ini kabar baik, karena sulit kita
membayangkan kalau para guru mogok atau
ogah-ogahan menjalani profesinya.
B. Guru Profesional
 Istilah “guru profesional” berasal dari kata “guru” dan
“profesional.
 Guru adalah padanan dari pendidik, yang menurut
pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian masyarakat.
 Kata “profesional” merujuk kepada dua hal, yakni (1)
orang yang menyandang suatu profesi, dan (2) kinerja
atau performance seseorang dalam melakukan
pekerjaan yang sesuai dengan profesinya (Danim,
2002:22-23).
 Dengan demikian, guru profesional
dalam kajian ini adalah orang yang
menyandang profesi guru yang memiliki
kinerja atau performance dalam
melaksanakan tugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian
masyarakat sesuai dengan profesi guru.
Menurut mantan Mendi kbud
Fuad Hasan yang di kuti p
Dharma (2008:
http: // www .d uni aguru. com)
 di Indonesia, Jepang, Finlandia, Amerika
Serikat, dan di manapun di dunia ini
kualitas pendidikan ditentukan oleh
kualitas gurunya, bukan oleh besarnya
dana pendidikan dan juga bukan oleh
hebatnya fasilitas.
 Jika guru berkualitas baik, maka baik
pula kualitas pendidikannya.
 Danumihardja (2001:39) tidak mungkin
pendidikan dapat meningkatkan
kualitasnya, jika tidak ditunjang oleh
guru-guru profesional dan inovatif.
 Brand yang dikutip Gultom (2007:2)
yang mengemukakan hasil studi dari
pakar pendidikan menyimpulkan bahwa
guru merupakan faktor kunci yang
paling menentukan dalam keberhasilan
pendidikan dinilai dari prestasi belajar
siswa.
 Gibson yang dikutip Danim (2002:145) hasil
penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan
sekolah dalam meningkatkan kualitas
lulusannya sangat dipengaruhi oleh kapasitas
kepala sekolahnya, di samping adanya guru-
guru yang kompeten di sekolah itu.
 Nursito (2002:5) hasil penelitian yang
dilakukan Bardley di 16 negara, menunjukkan
bahwa faktor guru memberikan kontribusi
sebesar 34%, manajemen 22%, sarana 26%,
dan waktu belajar 18% terhadap hasil belajar
siswa.
 Untuk melihat tingkat kemampuan
profesional guru dilakukan melalui dua
presfektif, yaitu
2. tingkat pendidikan minimal dari latar
belakang pendidikan untuk jenjang
sekolah tempat guru tersebut menjadi
guru, dan
3. penguasaan guru terhadap materi bahan
ajar, mengelola proses pembelajaran,
mengelola siswa, melaksanakan tugas-
tugas bimbingan (Danim, 2002:30).
Semi awan yang di kut ip Dani m
(2002: 31)

 hierarki profesi tenaga kependidikan, yaitu


2. tenaga profesional merupakan tenaga
kependidikan yang berkualifikasi
pendidikan sekurang-kurangnya S1 atau
yang setara, dan memiliki wewenang
penuh dalam perencanaan, pelaksanaan,
penilaian, dan pengendalian
pendidikan/pengajaran,
2. tenaga semi profesional merupakan tenaga
kependidikan yang berkualifikasi tenaga
kependidikan D3 atau yang setara yang telah
berwenang mengajar secara mandiri, tetapi
masih harus melakukan konsultasi dengan
tenaga kependidikan yang lebih tinggi jenjang
profesionalnya, baik dalam perencanaan,
pelaksanaan, penilaian, dan pengendalian
pendidikan/pengajaran, dan
3. tenaga paraprofesional merupakan tenaga
kependidikan yang berkualifikasi tenaga
kependidikan D2 ke bawah, yang memerlukan
pembinaan dalam perencanaan, pelaksanaan,
penilaian, dan pengendalian
pendidikan/pengajaran.
 Seorang guru disebut sebagai guru
profesional karena kemampuannya
dalam mewujudkan kinerja profesi guru
secara utuh yang dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya dalam mencapai tujuan
pendidikan.
 Guru profesional akan tercermin dalam
penampilan pelaksanaan pengabdian
tugas-tugas yang ditandai dengan
keahlian, baik dalam materi, maupun
metode.
 Menurut Surya (2005:1) keahlian yang dimiliki
guru profesional adalah keahlian yang
diperoleh melalui suatu proses pendidikan
dan pelatihan yang diprogramkan secara
khusus untuk itu.
 Keahlian tersebut mendapat pengakuan
formal yang dinyatakan dalam bentuk
sertifikasi, akreditasi, dan lisensi dari pihak
yang berwenang.
 Dengan keahliannya itu, guru mampu
menunjukkan otonominya, baik secara
pribadi, maupun sebagai pemangku
profesinya.
 Guru profesional dituntut untuk mampu
memikul dan melaksanakan tanggung
jawabnya sebagai guru kepada peserta
didik, orangtua, masyarakat, bangsa,
negara dan agamanya.
 Menurut Surya (2005:1) guru
profesional mempunyai tanggung jawab
3. pribadi,
4. sosial,
5. intelektual, dan
6. moral dan spiritual.
 Idealnya guru profesional harus memiliki
2. bakat,
3. minat,
4. panggilan jiwa,
5. idealisme,
6. komitmen,
7. kualifikasi akademik,
8. kompetensi,
9. tanggung jawab, dan
10. prestasi kerja.
Me nurut D jojonegoro y ang
dikutip G ultom ( 2007:5 )
 profesionalisme dalam suatu pekerjaan/jabatan
ditentukan oleh tiga faktor penting, yakni
2. memiliki keahlian khusus yang dipersiapkan oleh
program pendidikan keahlian atau spesialisasi,
3. memiliki kemampuan untuk memperbaiki
kemampuan (keterampilan dan keahlian khusus),
dan
4. memperoleh penghasilan yang memadai sebagai
imbalan terhadap keahlian yang dimiliki tersebut.
Me nurut Sury a ( 2005:2)
 profesionalisme guru mempunyai makna
penting, karena profesionalisme
2. memberikan perlindungan dan
kesejahteraan,
3. merupakan suatu cara untuk memperbaiki
profesi pendidikan, dan
4. memberikan kemungkinan perbaikan dan
pengembangan diri yang memungkinkan
guru dapat memberikan pelayanan sebaik
mungkin dalam memaksimalkan
kompetensinya.
Surya (2005: 2- 3)

 kualitas profesionalme ditunjukkan oleh lima


unjuk kerja, yakni
2. keinginan untuk selalu menampilkan perilaku
yang mendekati standar ideal,
3. meningkatkan dan memelihara citra profesi,
4. keinginan untuk senantiasa mengejar
kesempatan pengembanangan profesional
yang dapat meningkatkan dan memperbaiki
kualitas pengetahuan dan keterampilannya,
5. mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi,
dan
6. memiliki kebanggaan terhadap profesinya.
Suhendro
(2008: ht tp: //www. duni aguru.co
m)
 Selain kualifikasi pendidikan, profesionalisme guru dapat
dilihat dari
2. tingginya rasa tanggungjawab dan komitmen guru dalam
membangun pendidikan bermutu;
3. adanya kemauan dan keseriusan guru untuk
mengembangkan potensi kependidikan atau kompetensi
dasar sesuai dengan tuntutan IPTEK;
4. kemampuan untuk berfikir analitis, sistematis dan
bersikap aktif, kreatif serta inovatif dalam
mengembangkan program pendidikan; dan
5. kemampuan membangun konsep belajar bermakna,
menarik dan menyenangkan dengan memanfaatkan
kecanggihan teknologi informasi.
 Karakteristik guru profesional adalah
2. mengembangkan kemampuan berpikir
kritis, memecahkan masalah, dan
kreativitas siswa,
3. mempunyai sikap yang positif dan
moral yang tinggi, dan
4. melakukan belajar berkesinambungan
dan pengembangan profesi.
Und ang -U ndang Nomor 1 4 tahun 2005 tent ang Guru
dan Dosen, menurut Gultom (2 007 :6 ) dalam
pelaksanaannya m emiliki sembilan mis i s ebagai
beri ku t

1. mengangkat martabat guru,


2. menjamin hak dan kewajiban guru,
3. meningkatkan kompetensi guru,
4. memajukan profesi serta karir guru,
5. meningkatkan mutu pembelajaran,
6. meningkatkan mutu pendidikan nasional,
7. mengurangi kesenjangan ketersediaan guru antar
daerah dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik,
dan kompetensi,
8. mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar
daerah, dan
9. meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.
 Undang-Undang Nomor 14 tahun
2005 juga menyebutkan bahwa
kompetensi guru mencakup
kompetensi
2. pedagogik,
3. kepribadian,
4. profesional, dan
5. sosial.
Kom petensi pedagogi k, meliputi

1. memahami peserta didik,


2. merancang pembelajaran, termasuk
memahami landasan pendidikan untuk
kepentingan pembelajaran,
3. melaksanakan pembelajaran,
4. merancang dan melaksanakan evaluasi
pembelajaran, dan
5. mengembangkan peserta didik untuk
mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya,
Ko mp ete nsi k epribadia n me ru pakan
kema mpuan pers onal y ang
mencerm inkan k epemil ik an terhadap

1. kepribadian yang mantap dan stabil,


2. kepribadian yang dewasa,
3. kepribadian yang arif,
4. kepribadian yang berwibawa, dan
5. akhlak mulia untukdan dapat menjadi
teladan,
Ko mpete nsi
profesio nal, meli puti
1. menguasai substansi keilmuan yang
terkait mata pelajaran, dan
2. menguasai langkah-langkah penelitian
dan kajian kritis untuk menambah
wawasan dan memperdalam
pengetahuan/materi mata pelajaran,
Ko mp ete nsi s osia l, berkenaan
dengan k emampuan guru s ebagai
bagian dari ma syarakat untuk
berk omunik asi dan b ergaul secara
efe ktif yang meli puti k emamp uan
berk omunik asi secara dan b erg aul
secara e fe ktif dengan
1. peserta didik,
2. sesama pendidik dan tenaga
kependidikan, dan
3. orangtua/wali peserta didik dan
masyarakat.
C. Mentalitas Profesional
1. mentalitas mutu,
2. mentalitas altruistik,
3. mentalitas melayani,
4. mentalitas pembelajar,
5. mentalitas pengabdian,
6. mentalitas kreatif, dan
7. mentalitas etis.
1. Mentalitas Mutu
 Seorang profesional menampilkan kinerja terbaik yang
mungkin.
 Dengan sengaja dia tidak akan menampilkan the
second best (kurang dari terbaik) karena tahu
tindakan itu sesungguhnya adalah bunuh diri profesi.
 Seorang profesional mengusahakan dirinya selalu
berada di ujung terbaik (cutting edge) bidang
keahliannya.
 Dia melakukannya karena hakikat profesi itu memang
ingin mencapai suatu kesempurnaan nyata,
menembus batas-batas ketidakmungkinan praktis,
untuk memuaskan dahaga manusia akan ideal mutu:
kekuatan, keindahan, keadilan, kebaikan,
kebergunaan.
2. Mentalitas Altruistik
 Seorang profesional selalu dimotivasi oleh
keinginan mulia berbuat baik.
 Istilah baik di sini berarti berguna bagi
masyarakat.
 Aspek ini melengkapi pengertian baik dalam
mentalitas pertama, yaitu mutu.
 Baik dalam mentalitas kedua ini berarti
goodness yang dipersembahkan bagi
kemaslahatan masyarakat.
 Profesi seperti guru, dokter, atau advokat
memang jelas sangat bermanfaat bagi
masyarakat.
3. Mentalitas Melayani

 Kaum profesional tidak bekerja untuk kepuasan diri


sendiri saja tanpa peduli pada sekitarnya.
 Sebaliknya, kepuasannya muncul karena konstituen,
pelanggan, atau pemakai jasa profesionalnya telah
terpuaskan lebih dahulu via interaksi kerja.
 Kaum profesional lahir karena kebutuhan masyarakat
pelanggan.
 Seorang profesional bahkan dengan tegas mematok
nilai moneter atas jasa profesionalnya.
4. Mentalitas Pembelajar
 Di bidang olahraga, seorang pemain profesional,
sebelum terjun penuh waktu, terlebih dahulu
menerima pendidikan dan pelatihan yang mendalam.
 Dan di sepanjang karirnya ia terus-menerus
mengenyam latihan-latihan tiada henti.
 Begitu juga di bidang lain, seorang pekerja
profesional adalah dia yang telah mendapat
pendidikan dan pelatihan khusus di bidang
profesinya.
 Bahkan untuk profesi-profesi yang sudah mapan,
sebelum seseorang diberi hak menyandang status
profesional, dia harus menempuh serangkaian ujian.
 Bila lulus barulah dia mendapatkan sertifikasi
profesional dari asosiasi profesinya.
5. Mentalitas Pengabdian
 Seorang pekerja profesional memilih dengan sadar satu bidang
kerja yang akan ditekuninya sebagai profesi.
 Pilihannya ini biasanya terkait erat dengan ketertarikannya pada
bidang itu, bahkan ada semacam rasa keterpanggilan untuk
mengabdi di bidang tersebut.
 Mula-mula, pilihan itu dipengaruhi oleh bakat dan kemampuannya
yang digunakannya sebagai kalkulasi peluang suksesnya di sana.
 Tetapi kemudian berkembang sebuah hubungan cinta antara
sang pekerja dengan pekerjaannya.
 Seorang profesional, semakin ia menekuni profesinya semakin
timbul rasa cinta.
 Dan bila hatinya sudah mantap betul maka ia memutuskan untuk
hanya menekuni bidang itu sampai tuntas dan menyatu padu
dalam sebuah ikatan cinta yang kekal.
 Demikianlah, seorang profesional mengabdi sepenuh cinta pada
profesi yang dipilihnya.
6. Mentalitas Kreatif

 Seorang olahragawan profesional


menguasai sepenuhnya seni bermain.
 Baginya permainan tidak melulu soal
teknis, tetapi juga seni. Ia beranjak dari
seorang jago menjadi seorang maestro
seperti Rudy Hartono di bulutangkis,
Pele di sepakbola, atau Muhammad Ali
di tinju.
 Sedangkan pemain amatir, tidak pernah
sampai ke jenjang seni; asal menguasai
teknik-teknik dasar maka memadailah
untuk ikut pertandingan-pertandingan.
 Seorang profesional, sesudah menguasai
kompetensi teknis di bidangnya, berkembang
terus ke tahap seni.
 Dia akan menemukan unsur seni dalam
pekerjaannya.
 Dia akan menghayati estetika dalam
profesinya.
 Mata hatinya terbuka lebar melihat kekayaan
dan keindahan profesi yang ditekuninya.
 Seterusnya, perspektif, keindahan, dan
kekayaan ini akan memicu kegairahan baru
bagi sang profesional yang pada gilirannya
memampukannya menjadi pekerja kreatif,
berdaya cipta, dan inovatif.
7. Mentalitas Etis
 Seorang pekerja profesional, sesudah memilih
untuk "menikah" dengan profesinya, menerima
semua konsekuensi pilihannya, baik manis
maupun pahit.
 Profesi apa pun pasti terlibat menggeluti
wacana moral yang relevan dengan profesi itu.
 Misalnya profesi hukum menggeluti moralitas
di seputar keadilan, profesi kedokteran
menggeluti moralitas kehidupan, profesi bisnis
menggeluti moralitas keuntungan, begitu
seterusnya dengan profesi lain.
 Maka seorang profesional sejati tidak akan
menghianati etika dan moralitas profesinya
demi uang atau kekuasaan atau yang lainnya.
 Penghianatan profesi disebut juga sebagai
pelacuran profesionalisme yakni
ketidaksetiaan pada moralitas dasar kaum
profesional.
 Di pihak lain, jika profesinya dihargai dan
dipuji orang, dia juga akan menerimanya
dengan wajar.
 Kaum profesional bukanlah pertapa yang tidak
membutuhkan uang atau kekuasaan, tetapi
mereka menerimanya sebagai bentuk
penghargaan masyarakat yang diabdinya
dengan tulus.
D. Strategi dalam Mewujudkan Guru
Profesional

 Profesionalisasi merupakan proses


peningkatan kualitas atau kemampuan para
penyandang profesi untuk mencapai kriteria
standar ideal dari penampilan atau perbuatan
yang diinginkan profesinya itu (Danim,
2002:23).
 Dalam kajian ini profesionalisasi guru adalah
proses peningkatan kualitas guru untuk
mencapai kriteria standar ideal (kompetensi
guru) dari penampilan atau perbuatan yang
diinginkan profesi guru.
Wi lensky yang di kuti p D an im
(2002:28 -29) mengemukakan
lim a l angkah prof esion alisasi
suatu pe kerj aan
 memunculkan suatu pekerjaan yang penuh waktu
atau full-time bukan pekerjaan sambilan,
 menetapkan sekolah sebagai tempat menjalani
proses pendidikan atau pelatihan,
 mendirikan assosiasi profesi,
 melakukan agitasi secara politis untuk
memperjuangkan adanya perlindungan hukum
terhadap assosiasi profesinya, dan
 mengadopsi secara formal kode etik yang
ditetapkan.
Capl ow yang di kutip Dani m
(2002: 29) lima tahap
prof esi on ali sasi suatu
pekerj aan
1. menetapkan perkumpulan profesi,
2. mengubah dan menetapkan pekerjaan itu
menjadi suatu kebutuhan,
3. menetapkan dan mengembangkan kode
etik,
4. melancarkan agitasi untuk memperoleh
dukungan masyarakat, dan
5. secara bersama mengembangkan fasilitas
latihan.
 Profesionalisasi terhadap guru dalam jabatan
mengandung makna dua dimensi utama, yakni
(1) peningkatan status, dan (2) peningkatan
kemampuan praktis (Danim, 2002:24).
 Aksentasi peningkatan status dapat dilakukan
melalui penelitian, diskusi antarrekan se profesi,
penelitian dan pengembangan membaca karya
akademik kekinian dan sebagainya, sedangkan
aksentasi peningkatan kemampuan praktis dapat
dilakukan melalui kegiatan belajar mandiri,
mengikuti pelatihan, studi banding, observasi
praktikal, dan lain lain menjadi bagian integral
upaya profesionalisasi itu.
 Untuk pembentukan keprofesionalan guru
diperkuat beberapa hal yang harus
dimilikinya dan terus disikapi oleh
pemerintah, yakni
 kemampuan intelektual yang perlu digali
dan dipertajam dengan input sains dan
teknologi yang terkini,
 pengetahuan spesialisasi yang terus
dikembangkan sehingga menimbulkan
kompetensi atau skill yang inovatif, dan
 kemampuan mengkomunikasikan ilmu
kepada siswa dan lingkungan sosial.
 Ketiga hal tersebut mengajak guru tidak hanya merasa
puas dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui
bangku akademiknya saja, tetapi lebih jauh diharapkan
mampu merencanakan dan mewujudkan strategi-
strategi baru yang cerdas dan dinamis.
 Guru harus terus membaca buku-buku pengetahuan
terkini, mengikuti informasi up to date surat kabar,
mampu mengoperasikan komputer dan internet dan
senantiasa mengikuti pendidikan latihan (diklat) serta
melakukan penelitian terhadap perkembangan ilmu
yang diperoleh.
 Menurut Widiani bahwa guru-guru di Jepang yang
secara terus-menerus meningkatkan
profesionalismenya dengan mengikuti diklat dan
mendiskusikan kembali serta mengevaluasi diri.
 Di Amerika Serikat, pengembangan tenaga
kependidikan yang efektif dilakukan dengan beberapa
model.
 Crandall yang dikutip Danim (2002:45) mengemukakan
model-modelnya sebagai berikut
3. model mentoring yaitu para praktisi atau guru
berpengalaman merilis pengetahuannya atau
memberikan mentor kepada praktisi yang kurang
berpengalaman,
4. model praktik (terapan) berupa penautan antara hasil-
hasil riset yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan
praktis, dan
5. model inkuiri yaitu pendekatan yang berbasis pada
guru-guru. Pada model ini guru-guru diharuskan aktif
menjadi peneliti, seperti membaca, bertukar pendapat,
melakukan observasi, menganalisa kritis dan
merefleksikan pengalaman praktis.
 Pengembangan profesionalisme guru perlu
mendapat respons aktif dari semua pihak,
termasuk kepala sekolah, pihak penyelenggara
sekolah (yayasan bila swasta) dan pemerintah
melalui pejabat yang berwenang.
 Konkritnya, pemerintah jangan terlalu banyak
menuntut kualitas pendidikan di negeri ini bila
tidak dibarengi dengan perhatian yang cukup
serius.
 Kenyataan di lapangan, nasib guru masih
sangat memprihatinkan.
 Terlebih lagi guru swasta yang belum memiliki
ketegasan standar honor minimum.
Dengan mengadops i Sl amet ( 2007:9- 10)
strategi yang dapat di tempuh dalam
pencapai an kom petensi gur u adalah

1. mengikuti kuliah di Perguruan Tinggi sesuai dengan


bidangnya bagi guru yang belum memiliki kualifikasi
akademik S1/DIV, bagi guru yang telah berkualifikasi
S1/D4 seyogiyanya melanjutkan ke jenjang S2
terutama pada Program Studi Teknologi Pendidikan.
Menurut Depdiknas (2008:3) pada tahun 2008
pemerintah memberikan subsidi peningkatan
kualifikasi akademik bagi guru PNS dan bukan PNS
yang memenuhi syarat dan berada di bawah binaan
Depdiknas pada TK, SD, SMP, SMA, SMK, dan PLB
baik negeri maupun swasta untuk memperoleh
kualifikasi akademik S1/D4 sejumlah 270.000 guru,
2. mengikuti pendidikan profesi guru
yang diselenggarakan Perguruan
Tinggi terakreditasi yang ditunjuk
pemerintah,
3. mengikuti pelatihan dan lokakarya
yang sesuai dengan bidang
keahliannya,
4. mengikuti pelatihan penelitian
tindakan kelas (classroom action
research) dan melaksanakannya di
sekolah,
5. mengikuti cara-cara penulisan karya
ilmiah di profesinya,
6. mengikuti kegiatan forum ilmiah
(seminar, semiloka, diskusi panel,
konferensi, temu ilmiah, dan
sebagainya),
 belajar secara berkelompok melalui
KKG/MGMP/MGBK,
 belajar mandiri dan dilakukan secara
terus menerus,
 mempelajari modul-modul pendidikan
guru berbasis kompetensi,
 belajarlah dari kesalahan dan lakukan
perbaikan atas kekurangannya,
 berkunjung ke pusat-pusat kegiatan
ilmiah/pengembangan ilmu (LiPI, Pusat
Penelitian di Perguruan Tinggi, Laboratorium,
Perpustakaan, dan sebagainya),
 mengunjungi sekolah-sekolah yang unggul
(best practices and lessons learned),
 mengunjungi dan berdialog dengan guru-
guru tangguh,
 melakukan pemagangan kepada guru-guru
yang terbukti unggul,
 membaca buku-buku, majalah-majalah,
jurnal-jurnal dan hasil-hasil penelitian di
profesinya,
16. kunjungan ke dunia usaha/dunia
industri,
17. pengalaman kerja di dunia
usaha/dunia industri,
18. mengunjungi pusat-pusat sumber
belajar, penerbit-penerbit, dan
tempat-tempat lain yang memiliki
sumber belajar,
19. menjadi anggota organisasi profesi dan
berpartisipasi di dalamnya,
20. menulis artikel yang dipublikasikan di jurnal-
jurnal profesinya,
21. memanfaatkan internet (web-site) dan
membangun jaringan dengan pihak-pihak yang
relevan pada bidangnya,
22. menghadiri ceramah-ceramah/presentasi-
presentasi ilmiah oleh para ahli,
23. membaca media masa agar dapat mengetahui
perkembangan mutakhir di profesinya,
24. memiliki perpustakaan pribadi di rumahnya,
25. mengikuti lomba-lomba karya ilmiah di
bidangnya, baik tingkat lokal, nasional,
dan internasional,
26. pertukaran guru antar sekolah,
27. tutorial oleh teman sejawat di sekolahnya
sendiri,
28. biasakan membaca selama dua jam per
hari, baik pada bidangnya, maupun
didang terkait,
29. terapkan delapan kebiasaan perilaku tangguh,
yakni
(b) proaktif,
(c) setiap kegiatan mengacu pada tujuan yang jelas,
(d) buat prioritas (penting dan segera),
(e) berpikir menang-menang (saling menghidupi),
(f) mendengar lebih dahulu, baru minta didengar,
(g) bersinergi (kerja sama kreatif),
(h) inovasi (pembaruan) terus menerus, dan
(i) spirit tinggi untuk maju (berpikir, bersemangat
dan bertindak lebih baik),
30. kehidupan adalah perubahan, tanpa
perubahan tidak ada kehidupan dalam
diri kita. Oleh karena itu, sekecil
apapun kita harus melakukan
perubahan berupa peningkatan/
pengembangan, dan
31. lakukan yang terbaik, jalan menuju
puncak akan terbuka.
E. Tugas Guru
1. merencanakan pembelajaran;
2. melaksanakan pembelajaran (a) kegiatan awal tatap
muka, (b) kegiatan tatap muka, (c) membuat resume
proses tatap muka;
3. menilai hasil pembelajaran (a) penilaian dengan tes,.
(b) penilaian non tes berupa pengamatan dan
pengukuran sikap, (c) penilaian non tes berupa
penilaian hasil karya;
4. membimbing dan melatih peserta didik (a) bimbingan
dan latihan pada kegiatan pembelajaran, (b)
bimbingan dan latihan pada kegiatan intrakurikuler,
(c) bimbingan dan latihan dalam kegiatan
ekstrakurikuler; dan
5. melaksanakan tugas tambahan sebagai (a) kepala
sekolah, dan (b) wakil kepala sekolah.
F. Beban Kerja dan Tunjangan
Profesi Guru
 Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen pasal 35 ayat (2)
dinyatakan bahwa beban kerja guru mengajar
sekurang-kurangnya 24 jam dan sebanyak-
banyaknya 40 jam tatap muka per minggu.
 Bahkan menurut Depdiknas (2008.d:3)
sebagai tenaga profesional, guru baik PNS
maupun bukan PNS dalam melaksanakan
tugasnya berkewajiban memenuhi jam kerja
yang setara dengan beban kerja pegawai
lainnya yaitu 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima)
jam kerja (@ 60 menit) per minggu.
 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 18 Tahun 2007 Tentang Sertifikasi
Bagi Guru Dalam Jabatan
mengamanatkan bahwa guru yang telah
memperoleh sertifikat pendidik, nomor
registrasi, dan telah memenuhi beban
kerja mengajar minimal 24 jam tatap
muka per minggu memperoleh tunjangan
profesi sebesar satu kali gaji pokok.
pasa l 1 ayat 1
Permendiknas No mo r 36
Tahun 2007
 guru yang telah memiliki sertifikat pendidik dan nomor registrasi
guru dari Departemen Pendidikan Nasional diberikan tunjangan
profesi dengan ketentuan
 (1) beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat)
jam pelajaran tatap muka dalam satu minggu bagi guru kelas dan
guru mata pelajaran,
 (2) beban kerja guru sekurang-kurangnya 6 (enam) jam pelajaran
tatap muka dalam satu minggu bagi guru yang mendapat tugas
tambahan sebagai kepala sekolah,
 (3) beban kerja guru sekurang-kurangnya 12 (dua belas) jam
pelajaran tatap muka dalam satu minggu bagi guru yang
mendapat tugas tambahan sebagai wakil kepala sekolah, dan
 (4) tugas bimbingan kepada sekurang-kurangnya 150 (seratus lima
puluh) peserta didik bagi guru bimbingan dan konseling.
 Guru yang tidak dapat memenuhi bebabn kerja
minimum 24 jam tatap muka karena struktur program
kurikulum dapat diberi tugas sebagai berikut
2. mengajar di Sekolah atau Madrasah lain baik negeri,
maupun swasta sesuai dengan mata pelajaran yang
diampu,
3. menjadi Guru Bina/Pamong pada Pendidikan Terbuka,
atau
4. mengajar pada Program Kelompok Belajar Paket A,
Paket B, dan Paket C sesuai bidangnya, namun wajib
melaksanakan beban kerja minimum 12 (dua belas)
jam tatap muka per minggu pada satuan pendidikan
tempat guru diangkat sebagai Guru Tetap.
 Pembagian tugas bagi guru tersebut diterbitkan
bersama oleh Kepala Sekolah pada Satuan Pendidikan
tempat guru diangkat sebagai guru tetap dan Kepala
Sekolah/Kepala Kelompok Belajar tempat guru
mendapat tambahan jam mengajar serta diketahui
oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
Penyalu ra n tunjangan p ro fe si b agi
guru d il akukan dengan k etentuan

1. Guru yang telah memperoleh Sertifikat Pendidik menyampaikan


kelengkapan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sebagai
berikut:
 Foto Copy Sertifikat Pendidik yang dilegalisasi oleh Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang mengeluarkan,
 Foto Copy SK Kenaikan Pangkat dan Kenaikan Gaji Berkala
terakhir bagi guru PNS yang telah dilegalisasi oleh Kepala
Sekolah yang bersangkutan,
 Foto Copy Impassing Jabatan Fungsional Guru bukan PNS
yang dilegalisasi oleh Kepala Sekolah atau Penyelenggara
Satuan Penidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat,
 Surat Keterangan bebabn kerja sebagai guru dari Kepala Sekolah
pada Satuan Pendidikan tempat guru diangkat sebagai guru tetap,
 Foto Copy Nomor Rekening Bank/Pos guru yang bersangkutan.
2.menerbitkan surat keputusan penetapan
guru penerima tunjangan profesi kepada
Menteri Pendidikan Nasional,
3.Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
melaksanakan proses pencairan
pembayaran tunjangan profesi berdasarkan
surat keputusan melalui Bank/Pos,
4.Bank/Pos melakukan penyaluran dana
tunjangan profesi ke nomor rekening guru
penerima tunjangan profesi.
 Guru yang terdaftar sebagai peserta sertifikasi
guru tahun 2006 dan telah lulus sertifikasi guru
dalam jabatan:
 sebelum bulan Oktober 2007, mendapat
tunjangan profesi terhitung mulai 1 Oktober
2007,
 pada bulan Oktober 2007, mendapat tunjangan
profesi terhitung mulai 1 Nopember 2007,
 pada bulan Nopember 2007, mendapat
tunjangan profesi terhitung mulai 1 Desember
2007,
 pada bulan Desember 2007, mendapat
tunjangan profesi terhitung mulai 1 Januari
2008.
 Guru yang terdaftar sebagai peserta
sertifikasi guru tahun 2007 dan telah lulus
sebelum bulan Januari 2008 mendapat
tunjangan profesi terhitung mulai 1 Januari
2008.
Tunj angan pro fesi guru
di bebankan ol eh Anggaran
Pendapatan dan Bel anj a Negara
(APBN ).
Pembayaran tunjangan profesi dapat dihentikan apabila:
1. guru meninggal dunia,
2. guru mencapai batas usia pensiun atau setinggi-tingginya mencapai
usia 60 tahun,
3. mengundurkan diri sebagai guru atas permintaan sendiri atau alih
tugas bukan sebagai guru,
5. melalaikan tugas sebagai guru sesuai dengan ketentuan yang
berlaku,
6. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara
guru dan penyelenggara pendidikan,
7. guru melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama,
8. guru yang bersangkutan dinyatakan bersalah karena tindak pidana
oleh pengadilan dan telah memiliki kekuatan hukum tetap, dan
9. 8. beban kerja guru kurang dari yang dipersyaratkan.

You might also like