You are on page 1of 16

BAB III TINJAUAN PUSTAKA I.

Definisi Obstruksi Jaundice

Hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik menyebabkan terjadinya kolestasis yang disebut sebagai ikterus obstruktif saluran empedu, sebelum sumbatan melebar. Aktifitas enzim alkalifosfatase akan meningkat dan ini merupakan tanda adanya kolestasis. Infeksi bakteri dengan kolangitis dan kemudian pembentukan abses menyertai demam dan septisemia yang tidak jarang dijumpai sebagai penyulit ikterus obstruktif. (5) II. Anatomi dan Histologis Kandung empedu merupakan kantong berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Kandung empedu terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu terdiri atas fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung tulang rawan costa IX kanan. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati dan ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum inter lobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai duodenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum. Histologi Saluran empedu dilapisi epitel toraks dengan bentuk seperti kriptus, yang didalamnya terdapat sel mukus yang berselang-seling. Sel oto polos yang jarang akan ditemukan di dalam dinding fibrosa duktus utama. Dinding vesika biliaris memiliki empat lapisan. Daerah fundus, korpus dan infundibulum ditutupi oleh peritoneum

viseralis. Perimuskularis dibawahnya merupakan jaringan lapisan ikat dengan penonjolan yang bervariasi dan kaya pembuluh darah dan pembuluh limfe. Tunika muskularis mengandung serabut otot longitudinalis. Tunika mukosa dilapisi epitel toraks tinggi, yang bila terjadi peradangan, bisa berinvaginasi secara dalam untuk membentuk sinus Rokitansky-Aschoff. Sel yang mensekresi mukus hanya menonjol pada daerah kollum.

Vaskularisasi Suplai arteri ke batang saluran empedu ekstrahepatik proksimal muncul dari cabang kecil yang berasal dari arteri hepatika lobaris, dan vaskularisasi duktus koledokus distal oleh cabang dari arteri gastroduodenalis dan arteri pankreatikoduodenalis superior. Arteri sistika yang ke vesika biliaris biasanya berasal dari arteri hepatika dekstra yang terletak posterior lateral terhadap duktus heaptikus komunis. Selama kolesistektomi, arteri sistika ditemukan pada basis duktus sistikus dalam segitiga Calot, tiga sisiya dibatasi oleh duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, dan hati. Drainase vena ke batang saluran empedu ekstrahepatik dan vesika biliaris langsung ke vena porta.

Sistem Limfatik Drainase pembuluh limfe batang hepatobiliaris bersifat sentrifugal. Pembuluh dari parenkim hati dan batang saluran empedu intrahepatik berkonvergensi pada porta hepatis dan berjalan sepanjang duktus hepatikus komunis di dalam ligamentum hepatoduodenale untuk memasuki sisterna khili dan kemudian duktus torasikus. Limfe vesika biliaris berdrainsase sepanjang duktus sistikus ke dalam jalinan ini. Pada kolesistisis, kelenjar limfe yang membesar khas bisa ditemukan pada kollum vesika biliaris (nodus limfatikus duktus sistikus) maupun pada sambungan duktus sistikus dengan koledokus serta sepanjang bagian supraduodenal distal dari duktus koledokus.

Persyarafan Sistem Saluran Empedu Persyarafan otonom batang saluran empedu terdiri dari serabut saraf simpatis (nervus vagus) dan simpatis (torasika) yang mengikuti jalannya suplai vaskular. Persyarafan vagus muncul dari vagus anterior serta penting dalam mempertahankan tonus

dan kontraktilitas vesika biliaris. Serabut simpatis aferen memperantarai nyeri kolik biliaris. Sebagian produksi empedu dipengaruhi oleh kendali otonom.

Gambar 1 anatomi system hepatobilier III. Fisiologis Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara 600-1200 ml/hari.Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di akan mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volume nya 80-90%. Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi dari kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal berikut ini yaitu :

a. Hormonal :Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu. Neurogen :Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu. (3) Empedu Empedu secara primer terdiri dari air, lemak organic dan elektrolit yang secara normal disekresi oleh hepatosit. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan.

Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu : Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena

asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pancreas serta asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.

Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari

yang

penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.

Metabolisme bilirubin Karena eritrosit yang sudah tidak berguna lagi di degradasi di dalam sistem retikuloendotelial, maka hemoglobin dilepaskan dan diubah menjadi biliverdin. Pigmen ini direduksi menjadi bilirubin yang tak larut air yang tak terkonjugasi (bilirubin indirect yang diukur dengan reaksi van den bergh), diangkut ke dalam darah dan terikat pada albumin, diekstraksi oleh hepatosit. Di dalam sitoplasma, bilirubin diangkut oleh protein Y dan Z ke retikulum endoplasma. Dengan adanya glukoronil transferase, bilirubin

dikonjugasikan dengan asam glukoronat dan dalam jumla lebih sedikit dengan sulfat, untuk membentuk bilirubin glukoronida dan bilirubin sulfat. Bilirubin terkonjugasi yang larut dalam air ini (bilirubin direct) kemudian disekresi ke dalam kanalikuli biliaris melalui mekanisme transpor aktif yang sama dengan yang dimiliki oleh garam organik lain, tetapi berbeda dari sekresi garam empedu. Beban bilirubin harian bagi sekresi sekitar 30 mg. Di dalam usus, bakteri usus mengubah bilirubin ke kelas senyawa yang dikenal sebagai urobilinogen. Urobilinogen ini terutama diekskresikan di dalam feses, tetapi sebagian di reabsorpsi dan di ekstraksi oleh hepatosit untuk memasuki sirkulasi enterohepatik atau diekskresikan di dalam urin.

Gambar 2

IV. Patofisiologis Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obatobatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon. (4) Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. (4) Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun

meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh. (4) Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif. (4)

V. Etiologi Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu.
(5)

Beberapa keadaan yang jarang dijumpai


(5)

sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter papila vater. pankreas, striktur bilier. (4) VI. Manifestasi Klinis Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri jaundice obstruktif. Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang menjalar ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan karsinoma pankreas. Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya berfluktuasi mungkin disebabkan karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang teraba membesar pada pasien jaundice juga diduga sebuah malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier). (4) Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis) Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan z sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala Ringkasnya etiologi

disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma, karsinoma ampulla, karsinoma

pentade Reynold, berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma.

Gambar 3 . Obstruksi batu pada gallbladder dan manifestasi klinis Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah kolangitis akut dapat menyeb abkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.

Gambar 4. Obstruksi pada ampula

VII. Diagnosis(4) 1. Pemeriksaan Fisik Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala atau tanda dalam fase tenang. Kadang teraba hati agak membesar dan sklera ikterik. Perlu diketahui bila kadar bilirubin darah kurang dari 3mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, baru akan timbul ikterik klinis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai dengan obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial nonpiogenik yang ditandai dengan trias Charcot, yaitu demam dan menggigil, nyeri di daerah hati dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangiolitis piognik intrahepatik, akan timbul lima gejala pentade reynold, berupa tiga gejala tria charcot, ditambah shock dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma. Kelainan batang saluran empedu sering bisa dicurigai atas dasar riwayat penyakit saja. Nyeri kuadran kanan atas, intoleransi makanan berlemak, demam dan kedinginan serta riwayat ikterus, urin berwarna gelap dan feses berwarna terang. Semuanya menggambarkan penyakit saluran empedu. Di samping itu, gambaran fisis ikterus, nyeri tekan kuadran kanan atas dan massa pada kuadan kanan atas sangat bermanfaat dalam memusatkan diagnosis pada batang saluran empedu. Tetapi gambaran ini tidak patognomonik bagi penyakit saluran empedu dan kadang-kadang bisa timbul sekunder terhadap penyakit dalam sistem organ lain. Lebih lanjut karena lokasi anatominya, maka batang saluran empedu tidak memberikan kemungkinan dengan pemeriksaan palpasi luar (kecuali vesika biliaris yang berdistensi). Sehingga berbeda dari banyak sistem tubuh lain, sebenarnya diagnosis pasti sebagian besar kasus saluran empedu selalu memerlukan bantuan pemeriksaan laboratorium dan/atau teknik pembuatan gambar radiografi, sonografi atau radionuklir. Tes diagnostik ini telah dirancang secara primer untuk mendeteksi adanya batu empedu dan/atau untuk menentukan adanya obstruksi atau halangan aliran empedu dengan analisis kimia berbagai fungsi hati dan ekskresi empedu atau dengan visualisasi langsung anatomi batang saluran empedu.

2. Pemeriksaan laboratorium Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada kolestasis.Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu

hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna ekstrahepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat 10 kali jumlah normal. Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai normal dan menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan. Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal. Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun penanda tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak percabangan hepatobilier lainnya.

3. pemeriksaan radiologis Tujuan dibuat pencitraan adalah: (1) memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik), (2) untuk menentukan level obstruksi, (3) untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi, (4) memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi)

10

USG : memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level obstruksi, mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi lain sehubuungan dengan penyakit (mis, metastase hepatik, kandung empedu, perubahan parenkimal hepatik). USG : identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu kandung empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar dan struktur yang mengelilinginya.

Gambar 5.USG obstruksi jaundice CT : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas, ginjal dan retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik dengan akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier. ERCP dan PTC : menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Namun prosedur ini invasif dan bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis dan perdarahan. EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging malignansi gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi modalitas penting dalam evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi dan staging tumor ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris benigna atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat.

11

Magnetic

Resonance

Cholangio-Pancreatography

(MRCP)

merupakan

teknik

visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik. VIII. Komplikasi Obstruktif Jaundice 1. Cholangitis Cholangitis adalah suatu kondisi dimana empedu didalam saluran-saluran common, hepatik, dan intrahepatik menjadi terinfeksi. Seperti cholecystitis, infeksi menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu. Pasien-pasien dengan cholangitis adalah sangat sakit dengan suatu demam yang tinggi dan peningkatan jumlahjumlah sel darah putih. Cholangitis mungkin berakibat pada suatu abses (abscess) didalam hati atau sepsis. 2. Pankreatits akut Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis

IX. Penatalaksanaan 1. Tindakan operatif a. Kolesistektomi Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi. Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik. Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli

12

lainnya berpendapat lain mengingat silent stone akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik. Indikasi kolesistektomi sebagai berikut : 1. Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat. 2. Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu. 3. Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya b. Kolesistostomi Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabang-cabang saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan resiko tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi dengan kolesistektomi dini.

Indikasi dari kolesistostomi adalah : 1. Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis 2. Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang menyertai, kesulitan teknik operasi. 3. Tersangka adanya pankreatitis. Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi. c. Sfingerotomy endosokopik, PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage) , Pemasangan T Tube saluran empedu koledoskop dan Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube.

13

2. Tindakan non operatif a. Terapi disolusi Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang mampu melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak 1973 di klinik Mayo, Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan terjadinya kekambuhan.

Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 15 mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan CDCA setelah batu larut sering timbul rekurensi kolelitiasis. Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu : 1. Wanita hamil 2. Penyakit hati yang kronis 3. Kolik empedu berat atau berulang-ulang 4. Kandung empedu yang tidak berfungsi. b. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL) ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi lebih mudah. c. Dietetik Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk memberi makanan secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh. Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan. Kadang-kadang

14

penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi, maka diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan gas akan sangat membantu.

X. Kesimpulan Secara umumnya, obstruksi jaundice adalah perubahan warna kulit, sclera mata atau jaringan lainnya (mebran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Obstruksi jaundice dapat terjadi akibat adanya hambatan saluran empedu. Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelaian pada dinding saluran empedu misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Pengobatan ikterus sangat bergantung penyakit dasar penyebabnya.

15

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

1. 2.

Sabiston David C. Jr.. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC.2010.115-128 Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.

3.

Cholelithiasis, Patofisiologi Pembentukan Batu Empedu. Diunduh dari: http://ilmubedah.info/cholelithiasis-patofisiologi-pembentukan-batu-empedu20110216.html

4.

James S. Clarke, Barrett P. Diagnosis of Obstructive Jaundice. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1501243/. Febuary, 4 2012.

5.

Bonheur,

J,L.

Biliary

Obstruction.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/187001-overview. Febuary, 4 2012

16

You might also like