You are on page 1of 6

RESULT CONTROL

Oleh:

Agung Praptapa

Universitas Jenderal Soedirman

Result control merupakan strategi pengendalian yang menekankan pada hasil


dari suatu aktivitas. Hal ini berkaitan dengan memberikan imbalan (reward) pada
pihak-pihak yang memperoleh hasil seperti yang diharapkan, dan memberikan
hukuman (punishment) bagi pihak-pihak yang tidak berhasil mendapat hasil
sesuai dengan yang diharapkan. Ini mengikuti konsep result accountability,
dimana karyawan (termasuk manajer) harus mempertanggungjawabkan hasil
yang diperoleh.

Kalau hanya menekankan pada hasil, apakah ada jaminan bahwa mereka
mendapatkan hasil tersebut dengan cara yang benar? Disini akan diberikan
contoh sederhana di dunia pendidikan, dimana ditargetkan index prestasi (IP)
minimal bagi mahasiswa penerima beasiswa adalah 3.5. Apabila mahasiswa
mendapatkan IP 3,5 maka akan diberi reward berupa beasiswa untuk semester
berikutnya, sedangkan yang tidak berhasil mendapatkan IP 3,5 akan dicabut
beasiswanya. Bagaimana kita yakin bahwa para mahasiswa mendapatkan IP 3,5
dengan cara yang benar? Yang bukan karena nyontek, atau mencari bocoran
soal?

Logika penggunaan result control berkaitan dengan cara memperoleh hasil


adalah sebagai berikut: bila target hasil telah ditetapkan dan para karyawan
benar-benar ingin mencapai target tersebut, maka para karyawan akan
melakukan pekerjaan tersebut dengan sebaik-baiknya agar hasil yang diperoleh
dapat sesuai yang diharapkan. Jadi dalam kaitannya dengan contoh beasiswa di
atas, maka mahasiswa akan bekerja keras untuk memperoleh IP minimal 3,5.
Jadi kesungguhan untuk mencapai result yang diharapkan akan mempengaruhi
cara bekerja mereka. Dijamin seperti itu? Tentu saja tidak dijamin apabila tidak
ada kontrol yang baik pada pelaksanaan kerja. Oleh karenanya result control
akan sangat baik apabila disertai dengan action control.

Lantas kenapa harus menggunakan result control? Karena result control memiliki
kelebihan tertentu. Karyawan yang dikendalikan melalui hasil yang diperoleh
akan memiliki keleluasaan dalam melaksanakan tugas karena yang difokuskan
disini adalah hasilnya. Terserah bagaimana cara kerjanya yang penting hasil
harus sesuai dengan harapan. Hal ini justru memberikan dorongan kepada
karyawan untuk melakukan inovasi agar hasil yang diperoleh bisa sesuai
harapan.

Jadi, dalam result control reward diberikan bagi mereka yang memperoleh hasil
sesuai yang diharapkan (pay for perfomance). Disini berlaku konsep meritokrasi
(meritocracies) yaitu penghargaan diberikan atas dasar merit (prestasi). Konsep
ini sangat disukai oleh para profesional karena mereka memiliki kecenderungan
bekerja untuk suatu hasil, bukan bekerja untuk sekedar menjalankan tugas.

Pendekatan result control sering pula diterapkan dalam organisasi yang


menggunakan konsep management by objective (MBO). Dalam MBO, atasan dan
bawahannya pada suatu organisasi bersama-sama mengidentifikasi tujuan
bersama, kemudian tanggungjawab dan hasil yang ingin dicapai dirinci untuk
setiap karyawan, yang kemudian menggunakan ukuran tersebut sebagai dasar
untuk menjalankan unit organisasi dan untuk mengukur kontribusi tiap-tiap
anggota organisasi. Dengan demikian dalam MBO ini, hasil yang ingin dicapai
oleh suatu unit, manajernya, dan juga tiap-tiap orang yang bekerja dalam unit
tersebut teridentifikasi. Setiap orang tahu targetnya masing-masing.

Bagaimana langkah-langkah yang harus dilakukan apabila akan merancang


result control? Ada lima tahap yang harus dilalui. Pertama adalah menetapkan
dimensi apa saja yang tepat untuk menilai kinerja suatu unit organisasi. Kedua,
menetapkan bagaimana mengukur dimensi kinerja tersebut. Ketiga, menetapkan
target. Keempat, melakukan monitoring atas kinerja yang diperoleh. Dan yang
terakhir memberikan reward dan punishment.

Mendefinisikan Dimensi Kinerja

Dimensi kinerja bagi suatu organisasi akan berbeda dengan organisasi lainnya
bergantung pada karakteristik bisnisnya. Yang paling penting disini adalah kita
harus menetapkan apa saja yang harus dilihat untuk menyatakan suatu unit
organisasi berkinerja baik atau tidak. Keberhasilan suatu unit bisnis bisa dilihat
dari aspek profitabilitasnya, kepuasan pelanggannya, kepuasan pemegang
sahamnya, pangsa pasarnya, dan kualitas produknya. Di suatu universitas
kinerjanya dapat dilihat dari jumlah dan mutu penelitian, kualitas pengajaran,
kualitas lulusan, dan produktivitas lulusan.

Penentuan dimensi kinerja ini sangat penting karena sekali ditetapkan, seluruh
elemen organisasi harus berkomitmen untuk mencapai tujuan yang dimensinya
telah ditetapkan tersebut. Prestasi kerja mereka tidak bisa diukur dengan
dimensi lain diluar yang telah ditetapkan.

Cara Pengukuran Kinerja

Setelah dimensi kinerja ditetapkan, kita harus bersepakat tentang bagaimana


cara mengukurnya. Ini sangat penting karena suatu dimensi dapat diukur dengan
cara yang berbeda-beda. Mengukur profitabilitas bisa dengan beragam cara,
demikian pula untuk mengukur lainnya. Oleh karenanya diperlukan kesepakatan.
Tanpa kesepakatan bisa menimbulkan kerancuan dikemudian hari.

Dengan mengambil contoh dimensi kinerja yang telah ditetapkan pada suatu
unit bisnis, mari kita coba tentukan cara mengukurnya. Dimensi kinerja yang
pertama adalah profitabilitas. Profitabilitas dapat diukur dari jumlah laba dalam
rupiah (total pendapatan dikurangi total biaya), profit margin (laba dibagi
dengan total pendapatan kemudian dikalikan 100%), atau dengan cara
pengukuran profitabilitas lainnya. Dimensi kinerja kedua dalam contoh di atas
adalah kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan dapat diukur dengan jumlah
pelanggan yang melakukan pembelian ulang, jumlah pelanggan baru yang
melakukan pembelian berdasar rekomendasi pelanggan lama, atau bisa juga
menggunakan ukuran customer satisfaction index yang angkanya didapatkan
dari hasil survey kepada pelanggan. Kepuasan pemegang saham bisa dilihat dari
hasil survey atapun ukuran lain seperti pendapatan per lembar saham (earning
per share atau EPS, yaitu jumlah laba dibagi dengan jumlah saham). Demikian
selanjutnya kita harus sepakati cara pengukuran tiap-tiap dimensi kinerja.

Penetapan Target

Target merupakan suatu ukuran tentang sesuatu yang ingin kita capai dalam
suatu kurun waktu tertentu. Fungsi menetapkan target adalah untuk memotivasi
kita mencapai apa yang telah kita tetapkan dan untuk menjaga agar kita bekerja
secara efisien. Dengan kata lain adalah agar kita bekerja efektif dan efisien.
Efektif berarti kita bekerja pada koridor untuk mencapai tujuan atau dengan kata
lain kita bekerja dengan benar. Sedangkan efisien adalah kita bekerja secara
hemat. Jadi kalau bisa mencapai tujuan dengan biaya yang lebih murah
mengapa harus mengeluarkan biaya yang lebih mahal? Kalau dalam bentuk
formula, efektif adalah membandingkan antara output dengan tujuan,
sedangkan efisien adalah membandingkan antara output dengan input.

Target harus ditetapkan secara cermat dan harus merupakan perpaduan antara
top down dan buttom up. Dengan kata lain target harus ditetapkan dengan
melalui komunikasi yang baik antara yang memberikan target dan yang akan
menjalankan target. Mengapa? Karena atasan akan lebih cenderung menetapkan
target yang setinggi-tingginya sedangkan yang akan menjalankan akan
cenderung menetapkan target yang serendah-rendahnya. Target yang terlamapu
tinggi yang hampir tidak mungkin tercapai justru tidak memotivasi . Sebaliknya,
target yang terlampau rendah akan merugikan perusahaan. Tentu saja karyawan
akan senang apabila targetnya rendah karena mereka akan lebih mudah
mencapainya, tapi perusahaan akan dirugikan karena seharusnya bisa
memperoleh hasil yang lebih apabila target ditetapkan lebih tinggi dan bisa
terpenuhi. Untuk sebagai pedoman, target yang baik adalah yang “challenging
but acheivable”. Target harus menantang, tetapi juga pada takaran yang harus
memungkinkan untuk dicapai.

Target yang ditetapkan disini harus konsisten dengan ukuran kinerja yang telah
ditetapkan. Misalnya, dalam contoh di atas, kinerja kita antara lain diukur dari
aspek profitabilitas, dan profitabilas ini diukur dengan jumlah rupiah laba yang
dihasilkan dan profit margin. Maka target disini harus mencantumkan angka,
yang sesuai dengan ukuran yang telah disepakati untuk digunakan. Misalnya,
laba tahun ini targetnya Rp. 2 Milyar, dengan profit margin sebesar 20%. Jadi
setelah target ini ditentukan, maka tugas kita selanjutnya adalah mencapai laba
Rp. 2 Milyar, dan profit margin 20%. Dengan kata lain, kita bekerja untuk
mencapai target tersebut! Bukan target yang lain yang diluar apa yang telah
ditetapkan.
Monitoring Kinerja

Setelah target ditetapkan, maka kita harus berusaha mencapainya, karena


target itulah yang akan digunakan sebagai dasar apakah kita memberikan hasil
sesuai yang diharapkan atau tidak. Dalam perjalanan menuju target, kita harus
memiliki mekanisme untuk mengukur seberapa jauh kita telah merealisasikan
target, sehingga kita memiliki informasi sudah seberapa jauh kita melangkah
dan masih seberapa jauh kita harus melangkah. Yang harus diingat disini, kita
dalam mengukur realisasi kerja harus dengan formula yang telah ditetapkan.

Kalaupun target ditetapkan tahunan, bukan berarti kita memonitor kinerja kita
hanya pada akhir tahun. Target tahunan bisa kita rinci menjadi target bulanan,
target mingguan, bahkan target harian. Tetapi tetap saja, kalau sudah kita
sepakati bahwa target adalah tahunan, maka pemenuhan target bulanan dan
mingguan atau harian tersebut hanyalah dalam kerangka agar target tahunan
terpenuhi.

Reward and Punihment

Pemberian penghargaan kepada yang berhasil mencapai target dan memberikan


hukuman bagi yang tidak memenuhi target merupakan konsekuensi dari result
accountability. Penghargaan (reward) tidak terbatas pada penghargaan dalam
bentuk uang. Penghargaan bisa dalam bentuk uang maupun bukan uang.
Penghargaan dalam bentuk uang dapat berupa kenaikan gaji ataupun bonus.
Sedangkan penghargaan dalam bentuk bukan uang bisa dalam bentuk
kesempatan untuk dipromosikan, pengakuan (sebagai karyawan berprestasi
misalnya), kemanan kerja yang lebih (misalnya status asuransi kesehatannya
dinaikkan dari silver ke gold), kesempatan training (dikirim training ke luar
negeri bagi yang mencapai target misalnya), promosi jabatan, atau bentuk-
bentuk lainnya.

Hukuman (punishment) demikian pula, bisa dalam bentuk uang maupun dalam
bentuk bukan uang. Hukuman dalam bentuk uang misalnya penundaan kenaikan
gaji ataupun tidak diberikannya bonus bagi yang tidak target. Hukuman jenis ini
memang tidak mewajibkan karyawan untuk membayar kepada perusahaan
sejumlah uang tertentu, tetapi mereka tidak diberi hak seperti apabila mereka
mencapai target. Jadi karyawan tidak akan minus, tetapi tidak diberi plus. Namun
ada pula perusahaan yang mewajibkan karyawan untuk membayar dalam
bentuk uang apabila tidak target. Perusahaan taxi misalnya, mereka menetapkan
target agar sopir dalam satu hari harus setor uang sejumlah tertentu. Apabila
target, sopir mendapatkan bonus, yaitu hak atas uang kelebihan, tetapi apabila
tidak target, sopir diwajibkan menutup selisih antara target dengan yang
diperoleh pada hari tersebut. Walau cara yang terakhir ini ada yang
menerapkan, namun sering dipertanyakan dari aspek etika dan perlindungan
karyawan. Hukuman dalam bentuk bukan uang tentunya adalah sisi kebaikan
dari reward. Jadi karyawan yang tidak target bisa ditunda promosinya, atau
bahkan diturunkan levelnya diperusahaan.
Yang harus diperhatikan disini adalah penghargaan ataupun hukuman harus
cukup berarti bagi karyawan. Artinya, penghargaan yang terlampau kecil dan
hukuman yang terlampau kecil yang tidak berarti buat karyawan tidak akan
memberikan motivasi kepada karyawan. Memang menjadi sangat relatif
akhirnya, apa yang berarti bagi seseorang bisa jadi tidak berarti bagi orang lain.
Untuk itu disini pedomannya adalah bukan nilai rupiahnya, tetapi nilai
keberartiannya. Sebagai contoh bonus Rp. 100.000,- akan berarti buka office
boy, tetapi akan tidak berarti bagi seorang manajer. Jadi, penghargaan maupun
hukuman harus tepat sasaran dan tepat takaran.

Pro dan Kontra

Kelebihan dan kekurangan suatu metoda adalah hal yang biasa. Oleh karenanya
ada yang mendukung (pro) dan ada pula yang tidak mendukung (contra) atas
result control ini. Yang pro terhadap result control beranggapan bahwa result
control merupakan cara yang praktis untuk mengendalikan seseorang atau
bagian organisasi karena ukurannya sangat mudah, yaitu hasilnya sesuai dengan
harapan atau tidak. Result control juga memberikan kesempatan kepada para
karyawan untuk bebas berimprovisasi atas cara kerjanya, karena yang penting
adalah hasilnya. Jadi justru merangsang inovasi. Karyawan tidak terkekang
dengan cara-cara kerja standar yang sebetulnya masih bisa ditingkatkan.
Bahkan, cara kerja mungkin bahkan lebih baik karena untuk mencapai hasil yang
baik diperlukan cara kerja yang baik pula. Result control juga merupakan
pendekatan pengendalian yang relatif murah bila dibandingkan dengan action
control. Hal ini dikarenakan kesederhanaan cara pengukurannya dan jumlah
orang yang terlibat dalam kegiatan monitoring hasil lebih sedikit.

Yang kontra terhadap pendekatan result control beranggapan bahwa cara


pengendalian ini sama saja dengan mengalihkan resiko kepada pelaksana,
karena yang akan diterima oleh organisasi (bisa perusahaan atau bentuk
organisasi lain) adalah hanya hasilnya memenuhi standar, baik dari sisi jumlah
maupun kualitas. Disamping itu, dengan hanya hasil yang diperhitungkan bisa
mendorong karyawan untuk melaksanakan tugasnya dengan berbagai cara
termasuk yang mungkin tidak sesuai dengan etika agar target terpenuhi.
Misalnya, karyawan melakukan manipulasi data karena yang penting adalah
target tahun ini tercapai. Penjualan yang seharusnya belum pasti, sudah
dilaporkan bahwa barang tersebut sudah terjual. Biaya yang seharusnya
dilaporkan tahun ini, ditunda pelaporannya pada awal tahun mendatang agar
tahun ini target biaya terpenuhi. Hal lain yang menjadikan orang kontra adalah
soal bahayanya apabila penetapan tidak tepat karena apabila penetapan
targetnya tidak tepat, akan menjadikan perusahaan tidak mendapatkan yang
seharusnya.

Pro dan kontra yang ada disini bukan berarti kita dihadapkan pada pilihan akan
menggunakan result control atau tidak, namun kita justru harus mampu
memaksimalkan kelebihan yang ada dan meminimalkan, atau bahkan
mengeliminasi kekurangan yang ada.
Selesi pertama kali : 27 Feb 2009.

You might also like