You are on page 1of 17

Energi Panas Bumi

Energi panas bumi di dekat tanaman Reykjavik. Iceland memilik jumlah energi panas bumi yang cukup banyak. Energi Geo (Bumi) thermal (panas) berarti memanfaatkan panas dari dalam bumi. Inti planet kita sangat panas- estimasi saat ini adalah,500 celcius (9,932 F)- jadi tidak mengherankan jika tiga meter teratas permukaan bumi tetap konstan mendekati 10-16 Celcius (50-60 F) setiap tahun. Berkat berbagai macam proses geologi, pada beberapa tempat temperatur yang lebih tinggi dapat ditemukan di beberapa tempat. Menempatkan panas untuk bekerja Dimana sumber air panas geothermal dekat permukaan, air panas itu dapat langsung dipipakan ke tempat yang membutuhkan panas. Ini adalah salah satu cara geothermal digunakan untuk air panas, menghangatkan rumah, untuk menghangatkan rumah kaca dan bahkan mencairkan salju di jalan. Bahkan di tempat dimana penyimpanan panas bumi tidak mudah diakses, pompa pemanas tanah dapat membahwa kehangatan ke permukaan dan kedalam gedung. Cara ini bekerja dimana saja karena temparatur di bawah tanah tetap konstan selama tahunan. Sistem yang sama dapat digunakan untuk menghangatkan gedung di musim dingin dan mendinginkan gedung di musim panas. Pembangkit listrik Pembangkit Listrik tenaga geothermal menggunakan sumur dengan kedalaman sampai 1.5 KM atau lebih untuk mencapai cadangan panas bumi yang sangat panas. Beberapa pembangkit listrik ini menggunakan panas dari cadangan untuk secara langsung menggerakan turbin. Yang lainnya memompa air panas bertekanan tinggi ke dalam tangki bertekanan rendah. Hal ini menyebabkan "kilatan panas" yang digunakan untuk menjalankan generator turbin. Pembangkit listrik paling baru menggunakan air panas dari tanah untuk memanaskan cairan lain, seperti isobutene, yang dipanaskan pada temperatur rendah yang lebih rendah dari air. Ketika cairan ini menguap dan mengembang, maka cairan ini akan menggerakan turbin generator.

Keuntungan Tenaga Panas Bumi Pembangkit listrik tenaga Panas Bumi hampir tidak menimpulkan polusi atau emisi gas rumah kaca. Tenaga ini juga tidak berisik dan dapat diandalkan. Pembangkit listik tenaga geothermal menghasilkan listrik sekitar 90%, dibandingkan 65-75 persen pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Sayangnya, bahkan di banyak negara dengan cadangan panas bumi melimpah, sumber energi terbarukan yang telah terbukti ini tidak dimanfaatkan secara besarbesaran. Energi Panas Bumi Posted: Mei 2, 2011 in Download, Iptek

Energi Geo (Bumi) thermal (panas) berarti memanfaatkan panas dari dalam bumi. Inti planet kita sangat panas- estimasi saat ini adalah,500C (9,932 F)- jadi tidak mengherankan jika tiga meter teratas permukaan bumi tetap konstan mendekati 10C-16C (50F-60F) setiap tahun. Berkat berbagai macam proses geologi, pada beberapa tempat temperatur yang lebih tinggi dapat ditemukan di beberapa tempat.

Menempatkan panas untuk bekerja Dimana sumber air panas geothermal dekat permukaan, air panas itu dapat langsung dipipakan ke tempat yang membutuhkan panas. Ini adalah salah satu cara geothermal digunakan untuk air panas, menghangatkan rumah, untuk menghangatkan rumah kaca dan bahkan mencairkan salju di jalan. Bahkan di tempat dimana penyimpanan panas bumi tidak mudah diakses, pompa pemanas tanah dapat membahwa kehangatan ke permukaan dan kedalam gedung. Cara ini bekerja dimana saja karena temparatur di bawah tanah tetap konstan selama tahunan. Sistem yang sama dapat digunakan untuk menghangatkan gedung di musim dingin dan mendinginkan gedung di musim panas. Pembangkit listrik Pembangkit Listrik tenaga geothermal menggunakan sumur dengan kedalaman sampai 1.5 KM atau lebih untuk mencapai cadangan panas bumi yang sangat panas. Beberapa pembangkit listrik ini menggunakan panas dari cadangan untuk secara langsung menggerakan turbin. Yang lainnya memompa air panas bertekanan tinggi ke dalam tangki bertekanan rendah. Hal ini menyebabkan kilatan panas yang digunakan untuk menjalankan generator turbin. Pembangkit listrik paling baru menggunakan air panas dari tanah untuk memanaskan cairan lain, seperti isobutene, yang dipanaskan pada temperatur rendah yang lebih rendah dari air. Ketika cairan ini menguap dan mengembang, maka cairan ini akan menggerakan turbin generator. Keuntungan Tenaga Panas Bumi Pembangkit listrik tenaga Panas Bumi hampir tidak menimpulkan polusi atau emisi gas rumah kaca. Tenaga ini juga tidak berisik dan dapat diandalkan. Pembangkit listik tenaga geothermal menghasilkan listrik sekitar 90%, dibandingkan 65-75 persen pembangkit listrik berbahan bakar fosil.

Sayangnya, bahkan di banyak negara dengan cadangan panas bumi melimpah, sumber energi terbarukan yang telah terbukti ini tidak dimanfaatkan secara besarbesaran. sumber: greenpiece indonesia Isu Pemanasan Global Pemanasan global dan polusi dan pembakaran bahan bakar fosil yang menyebabkan bahwa ada ancaman di seluruh dunia. Selimut ini polusi dunia, perangkap panas dan membuat efek rumah kaca yang mempengaruhi atmosfir bumi. Semua ini berdampak pada persediaan air bersih, kesehatan masyarakat, pertanian, pantai, hutan, dan banyak lagi. Energi bersih, terbaharukan dan ramah lingkungan

Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan. Pemanfaatan panas bumi relatif ramah lingkungan, terutama karena tidak memberikan kontribusi gas rumah kaca, sehingga perlu didorong dan dipacu perwujudannya; pemanfaatan panas bumi akan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak sehingga dapat menghemat cadangan minyak bumi Potensi energi panas bumi di Indonesia mencakup 40% potensi panas bumi dunia, tersebar di 251 lokasi pada 26 propinsi dengan total potensi energi 27.140 MW atau setara 219 Milyar ekuivalen Barrel minyak. Kapasitas terpasang saat ini 1.194 atau 4% dari seluruh potensi yang ada. sumber: PERTAMINA GeoThermal Energy

PANAS BUMI DI INDONESIA: PROBLEM SOLVER ATAU PROBLEM MAKER? Kalau kita membaca judul di atas, terbayang betapa berat beban yang harus ditanggung pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan panas bumi. Dari sekian banyak stakeholders pengembangan panas bumi, paling tidak ada 3 pihak utama, yaitu pengembang panas bumi, PLN sebagai pembeli dan pemerintah sebagai regulator. Mengapa sampai ada pertanyaan di atas? Ini dikarenakan banyak pihak yang berpendapat, yang mengisyaratkan ketidakyakinan, apakah pengembangan panas bumi merupakan langkah yang strategis, tepat, dan ekonomis buat Negara ataukah malah sebaliknya, akan memberikan beban kepada Negara ini. Meskipun pada sisi yang lain, banyak pihak juga yang optimis bahwa panas bumi akan memberikan solusi terhadap kekurangan pasokan listrik nasional. Pertanyaan yang sering diutarakan adalah pada harga beli listrik berapa yang harus ditanggung oleh PLN. Panas Bumi Seperti diketahui dari data Pemerintah, bahwa Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 40% cadangan dunia, yaitu mencapai 27.000 MW. Jumlah yang sangat besar apabila dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk

penyediaan listrik nasional. Sampai sejauh ini, pemanfaatannya hanya sebesar 1.196 MW (4.4%) saja yang berasal dari 7 pembangkit listrik yaitu di Jawa, Sulawesi dan Sumatera Utara. Mengapa baru sebesar itu? Dalam kebijakan energy-mix ditargetkan bahwa pada tahun 2025, Indonesia harus sudah dapat memanfaatkan panas bumi sebagai sumber energi minimum 5% (atau lebih dari 1.350 MW) terhadap konsumsi energi nasional. Berdasarkan milestone-nya, sesuai yang termuat dalam Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025, diperlukan penambahan lebih dari 5.000 MW Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) sebelum tahun 2015. Hal ini kemudian tertuang dalam Rencana Proyek Kelistrikan 10.000 MW Tahap Kedua antara tahun 2010-2015. Panas Bumi di Indonesia Dari beberapa artikel yang Penulis baca, kebutuhan listrik nasional akan meningkat antara 6-10% per tahun. Dari data PLN Jawa Bali, beban puncak dari Januari sampai dengan April 2010 berkisar antara 14.000-17.000 MW (80% dari beban nasional). Apabila dihitung rata-rata sebesar 16.000 MW, maka kebutuhan listrik nasional saat ini menjadi sekitar 20.000 MW. Rata-rata margin cadangan listrik nasional saat ini adalah 20% sedangkan persentase margin yang ideal diasumsikan sebesar 35%. Dengan mempertimbangkan kehilangan listrik secara nasional ratarata sebesar 10% (tahun 2009), maka jumlah listrik yang harus tersedia pada kuartal pertama 2010 menjadi sekitar 29.000 MW. Tingkat elektrifikasi nasional sampai dengan Oktober 2009 baru sebesar 64% (masih di bawah 50% untuk Indonesia bagian timur, sedang Jakarta hampir 100%). Target PLN adalah 80% pada tahun 2014, terutama akan tercapai dengan masuknya pengusahaan listrik oleh swasta. Bagaimana kebutuhan listrik nasional sebesar itu dapat terpenuhi? Direktur Utama PT PLN (Persero) sebelum Dahlan Iskan, Fahmi Mochtar pernah mengatakan bahwa ada 4 tantangan utama yang menjadi penghambat percepatan penyediaan energi listrik nasional yaitu keseimbangan antara supply dan demand, tarif dan subsidi, optimalisasi fuel mix serta keamanan penyediaan energi primer. Dari situs Berita Indonesia, April 2009, kapasitas pembangkitan pada tahun 2009 adalah sebesar 29.705 MW (Jawa-Bali 22.302 MW dan di luar Jawa-Bali sebesar 7.403 MW). Dari data ini dapat dilihat bahwa margin cadangan listrik yang kita punyai relatif kecil. Inilah salah satu penyebab mengapa masih sering terjadi shortage listrik di Jawa-Bali.

Sejauh mana cadangan energi nasional mampu menjawab tantangan kebutuhan listrik di atas? Menurut dokumen Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral, Siaran Pers Nomor 24/HUMAS DESDM/2008 pada bulan April 2008 tentang Membangun Ketahanan Energi Nasional, disebutkan bahwa pada April 2008, cadangan dan produksi energi Indonesia terdiri dari Minyak Bumi dengan sumber daya 56,6 miliar barel, cadangan 8,4 miliar barel, produksi 348 juta barel dan rasio cadangan/produksi 24 tahun. Gas bumi dengan sumber daya 334,5 TSCF, cadangan 165 TSCF, produksi 2,79 TSCF dan rasio cadangan/produksi 59 tahun. Batubara dengan sumber daya 90,5 miliar ton, cadangan 18,7 miliar ton dan produksi 201 juta ton, sedangkan rasio cadangan/produksi 93 tahun. Coal Bed Methane (CBM) dengan sumber daya 453 TSCF. Tenaga air 75,67 GW, panas bumi 27 GW, mikro hydro 0,45 GW, biomass 49,81 GW, tenaga surya 4,8 kWh/m2/day, tenaga angin 9,29 GW dan uranium 3 GW untuk 11 tahun (hanya di Kalan, Kalimantan Barat). Dari cadangan yang tersisa, bahan bakar fosil akan habis dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dengan mengandalkan sumber energi dari fosil maka akan ada ketergantungan yang tinggi terhadap harga pasar dan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendapatan/devisa dari ekspor bahan bahan bakar fosil tersebut karena pemanfaatan di dalam negeri. Panas bumi mempunyai keunikan secara alami yang tidak dipunyai oleh sebagian besar jenis energi yang lain, diantaranya adalah bahwa hasil dari panas bumi tidak dapat di-ekspor, hanya dapat dimanfaatkan di lokasi asal panas bumi tersebut dihasilkan, ramah lingkungan untuk mendukung usaha pemerintah merespon isu global warming, merupakan energi terbarukan, pengusahaannya tidak memerlukan lahan yang luas, tingkat keandalan pembangkit yang tinggi sehingga menjadi dapat alternative base-load dari PLN, bebas dari risiko kenaikan harga bahan bakar fosil, tidak tergantung dari cuaca, dan pada akhirnya dapat menggantikan sebagian dari bahan bakar fosil yang makin habis. Pengusahaan panas bumi mempunyai keunikan dibandingkan dengan energi yang lain. Produksi dari pengusahaan hulu adalah uap panas yang sebagian besar akan dipakai untuk menggerakkan sudu-sudu pembangkit listrik. Kapasitas dan jenis pembangkit listrik dirancang dengan mempertimbangkan parameter-parameter tertentu; terutama karakteristik uap, cadangan yang tersedia di reservoir,

kemampuan produksi uap per sumur, dan kondisi lokasi untuk tempat pembangkit. Hal-hal tersebut akan menentukan besarnya investasi yang akan ditanamkan. Skema pengusahaan dari hulu (produksi uap) ke hilir (produksi listrik) ini dikenal dengan skema total project. Pengusahaan dapat juga mengusahakan produksi uapnya saja, kemudian dijual ke pihak lain seperti yang terjadi di wilayah Gunung Salak, Drajat dan Lahendong. Pada saat ini investor secara umum lebih tertarik dengan skema pengembangan total project. Hal ini dapat dipahami karena dengan skema total project, pengembang dapat menjamin kepastian tidak adanya keterlambatan pemanfaatan produksi uap menjadi listrik. Namun demikian, baik skema parsial maupun total project, pengembang haruslah mendapatkan kepastian bahwa produksi uap dan listriknya dibeli dengan harga yang wajar oleh pembeli, dalam hal ini PLN. Karena PLN adalah pembeli tunggal listrik hasil pengusahaan tersebut, maka wajar apabila sebelum pengembang memutuskan suatu investasi, mulai dari mengikuti lelang wilayah panas bumi, eksplorasi dan eksploitasi, sudah harus diketahui berapa harga listrik yang akan diterima kalau berhasil memproduksi uap dan listrik. Hal ini berbeda dengan pengusahaan batubara dan migas, yang hasil produksinya dapat dijual bebas ke pasar dengan harga pasar. Karena itu dengan adanya beberapa lelang WKP yang melelangkan harga jual listrik sebagai penentu, dapat dikatakan sebagai langkah terobosan Pemerintah untuk mempercepat proses pembangunan pembangkit listrik panas bumi. Penentuan harga beli listrik ini sempat lama ditunggu oleh para pengembang, dan setelah melalui beberapa perubahan peraturan, akhirnya Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 32/2009 pada tanggal 4 Desember 2009, yang menetapkan harga patokan tertinggi pembelian tenaga listrik oleh PLN dari pembangkit listrik tenaga panas bumi sebesar 9,70 sen US$/Kwh. Harga ini sama dengan harga beli listrik yang diusulkan oleh API (Asosiasi Panas Bumi Indonesia), namun lebih tinggi dari usulan PLN yaitu sebesar 7,6 sen US$/Kwh. Usulan API dibarengi dengan rekomendasi bahwa project IRR yang menarik untuk pengembang adalah 16%, lebih tinggi dibandingkan dengan usulan PLN sebesar 12%. JICA/BKFDEPKEU melakukan kajian harga beli listrik panas bumi dan hasilnya adalah sebesar 11,9 sen US$/Kwh. Perbandingan yang lebih lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Apakah besaran maksimum harga beli di atas memberikan dampak positif sehingga membuat para pengembang tertarik dan segera menanamkan investasi? Dari beberapa kesempatan dan berdasarkan uraian di beberapa media, nampaknya pengembang dapat menerima ceiling price yang dikeluarkan, namun masih menyisakan kebimbangan; diantaranya adalah apakah PLN akan membeli listrik dengan hasil lelang WKP? Bagaimana dengan key terms and conditions dari Electricity Sales Contract-nya (ESC)? PLN dalam banyak kesempatan masih meyakini bahwa harga beli listrik panas bumi seharusnya sama atau lebih rendah dari batubara. Masih menurut studi JICA (West JEC), harga beli listrik batubara berfluktuasi tergantung dari harga pasar batubara. Pada harga pasar tertentu,

harga beli listrik dari batubara memang masih lebih rendah dari harga beli listrik panas bumi. Dengan memakai harga listrik panas bumi hasil studi JICA, sepanjang harga pasar batubara tidak lebih dari US$ 135 per ton, maka harga beli listrik batubara masih lebih rendah dari harga beli listrik panas bumi. Hal ini tentu menyisakan pertanyaan apakah harga batubara dapat bertahan di bawah harga tersebut dalam 30 tahun ke depan seiring dengan makin menipisnya cadangannya? Bagaimana dampaknya terhadap ketahanan dan swasembada energi nasional? Tabel 1: Harga Pembelian PLTP dengan Kapasitas 110 MW (Base Price, sen US$/Kwh)

Tabel 2: Harga Listrik Pembangkit Batubara (PLTU) Hasil Studi JICA (West JEC)

Dengan memperhitungan keunikan panas bumi, JICA (West JEC) menyatakan bahwa totalbiaya pembangkit listrik PLTU (batubara) adalah sen 17,7 sen US$/kwh, lebih mahal sebesar 5,8 sen US$ per kwh dibandingkan dengan panas bumi. Perbedaan ini disebabkan oleh selisih efisiensi pembangkit, kesempatan mendapatkan devisa

dari ekspor batubara, selisih pendapatan pajak serta biaya lingkungan yang harus dibebankan untuk pengusahaan batubara. Apakah harga beli listrik panas bumi sebesar di atas tidak memberikan beban subsisi yang semakin besar ke Negara? Memang, banyak pihak yang mengatakan bahwa sejalan dengan pengembangan panas bumi sebagai sumber tenaga listrik, maka biaya subsidi yang akan ditanggung Negara akan meningkat. Hal ini tidak tepat. Seperti diketahui bahwa BPP (Biaya Pokok Penyediaan) PLN tahun 2009 adalah sebesar US$ 10 sen sedangkan harga tertinggi listrik panas bumi yang ditetapkan adalah US$ 9,7 sen. Sehingga harga beli listrik pada lokasi yang sama (electricity grid) panas bumi secara nasional masih lebih rendah dari BPP. Dengan berjalannya waktu dan dengan terambilnya porsi listrik dari tenaga diesel yang tergantikan oleh sumber panas bumi misalnya, maka BPP tentu akan turun sehingga harga beli listrik panas bumi tidak lagi lebih rendah dari BPP. Dari semua uraian di atas, Penulis berpendapat bahwa pengusahaan tenaga listrik dari panas bumi merupakan salah satu solusi yang tepat; terutama untuk menambah tingkat elektrifikasi nasional, meningkatkan ketahanan Negara dan swasembada di bidang listrik karena pemanfaatan sumberdaya lokal yang secara karakteristik harus dimanfaatkan di tempat (non-exportable), mendukung penuh upaya Negara dalam menurunkan efek global warming, dan di atas semua itu, pemanfaatan sumberdaya panas bumi, secara integral, tidak memberikan beban subsidi yang lebih besar kepada Negara. Salah satu kunci sukses percepatan pengembangan sumberdaya panas bumi adalah response yang cepat dari PLN dalam pencapaian kesepakatan dengan para pengembang PLTP, baik dari sisi harga beli listrik maupun dalam kesepakatan ketentuan-ketentuan dan kondisi-kondisi yang penting dalam kontrak pembelian listrik. Dan pada akhirnya, kelengkapan dan ketersediaan peraturan-peraturan pendukung secara cepat dan akurat tentu sangat diperlukan oleh PLN dan para pengembang untuk bersama-sama memajukan bangsa dan Negara ini.

Peluang Dan Tantangan Pengembangan Panas Bumi

1.

Pendahuluan

Dalam skala energi mix (bauran energi) nasional, pemanfaatan panas bumi terutama untuk keperluan listrik selama 25 tahun masih sangat kecil (3% dari total konsumsi listrik national). Di lain pihak keterdapatan enegi terbarukan dan ramah lingkungan ini di Indonesia berlimpah, mencapai 40% potensi dunia. Cadangan tersebut setara dengan 11 milyar barrel minyak, jumlah yang cukup besar untuk menunda net oil importer dan mendukung diversivikasi energi primer bila saja

panas bumi dapat dioptimumkan. Persoalan tersendatnya pengembangan panas bumi nasional sangat klasik, diantaranya karena kebijakan fiskal yang belum konsisten, besarnya investasi awal dan faktor keekonomian. 2. a. Kondisi Saat Kini Potensi Panas Bumi

Penyebaran manifestasi panas bumi di Indonesia pada umumnya berasosiasi dengan busur gunungapi. Busur ini terbentang sepanjang 7 ribu km, dari ujung Sumatra melalui Jawa, Nusatenggara, Banda sampai kepulauan Sangihe. Dari hasil kegiatan penyelidikan yang dilakukan baik oleh Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral maupun oleh pengembang panas bumi sampai 2003 telah terinventarisir 251 daerah panas bumi dan tersebar di 26 propinsi ( Tabel 1). Total potensi energi panas bumi sekitar 27.140,5 MW yang dibagi atas sumber daya 14.080,5 MW dan cadangan 13.060 MW (Tabel 2). Data tersebut dimutakhirkan setiap tahun sesuai dengan tingkat penyelidikan.

Table 1. Sebaran Lokasi Panas Bumi

b.

Pemanfaatan Panas Bumi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Propinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Bengkulu Bangka-Belitung Sumatera Selatan Lampung Banten Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Utara Maluku Papua Kalimantan Barat Total Lokasi Jumlah Lokasi 17 16 16 1 8 4 3 6 13 5 40 14 1 11 5 3 18 5 2 14 16 13 9 6 2 3 251

Pemanfaatan energi panas bumi untuk pembangkit listrik baru memberikan kontribusi sebesar 3% atau 807 MW dari total konsumsi listrik national. Listrik tersebut dihasilkan dari 7 lapangan yang telah berproduksi yaitu: Kamojang, Darajat, Wayang Windu dan Salak in Jawa Barat; Dieng di Jawa Tengah; Sibayak di Sumatra Utara dan Lahendong di Sulawesi Utara (Gambar 1).

Tabel 2. Potensi Energi Panas Bumi Indonesia

SUMBER DAYA (MWe) LOKASI SPEKULATIF SUMATERA JAWA BALI NUSA TENGGARA SULAWESI MALUKU KALIMANTAN PAPUA Total 251 Lokasi 5.630 2.362,5 175 925 275 50 50 9.467,5 HIPOTETIS 2.353 1.591 427 125 117 4.613

CADANGAN (MWe) KAPASITAS TERDUGA 5.433 2.860 871 721 142 10.027 MUNGK IN 15 603 110 728 13.060 TERBUKTI 389 1.837 14 65 2.305 TERPASANG

2 785 20 Total 807 MWe

14.080,5

Total : 27.140,5

3. a.

Peluang Pengembangan Potensi Yang Tersedia Cukup Besar

Penyebaran manisfestasi panas bumi terdapat hampir diseluruh kepulauan Indonesia. Telah diketahui bahwa 70 dari 251 lokasi merupakan lapangan yang mempunyai reservoir berentalphi tinggi (temperatur dan tekanan tinggi) dengan potensi sekitar 20 ribu MW. Sedangkan sisanya 7 ribu MW merupakan lapangan yang mempunyai reservoir berentalphi sedang dan rendah. b. Energi Bersih Lingkungan

Setelah Indonesia meretifikasi Kyoto Protokol, keunggulan lingkungan energi panas bumi yang selama ini belum secara ekonomi diapresiasi kini memiliki kesempatan untuk meningkatkan nilai keekonomiannya. Misalnya dengan memanfaatkan Clean Development Mechanism (CDM) produk Kyoto Protokol. Mekanisme ini menetapkan bahwa negara maju harus mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 5,2% terhadap emisi tahun 1990, dapat melalui pembelian energi bersih dari negara berkembang yang proyeknya dibangun setelah tahun 2000. Energi bersih tersebut termasuk panas bumi.

c.

Regulasi

Telah tesedia perangkat perundang-undangan sektor energi seperti UU 15/2005 tentang ketenaga listrikan, UU 27/2003 tentang panas bumi, Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2003-2020. Dalam waktu dekat, pemerintah akan menetapkan kebijakan Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025. Semua regulasi tersebut telah membuka perhatian terhadap isu lingkungan dan pengembangan yang berkelanjutan. Khusus dibidang panas bumi telah disusun Blue Print dan Road-map pengembangannya. d. Kebutuhan Energi Listrik

Kebutuhan pembangkit tenaga listrik masih akan tumbuh dengan cepat sejalan dengan kebutuhan untuk menaikan rasio elektrifikasi dari 50% menjadi 90% pada tahun 2020 (KEN). Pengembangan panas bumi cocok karena dapat dikembangkan secara bertahap sesuai keekonomiannya.

Gambar 1. Kapasitas Terpasang PLTP

e.

Keunggulan Komparatif

Sebagai energi terbarukan, panas bumi dapat diandalkan sebagai pasokan jangka panjang. Bebrapa PLTP di Itali masih berproduksi setelah 100 tahun, sedangkan di Selandia Baru dan Amerika Utara masih beroperasi setelah 50 tahun. Kamojang sampai saat ini sudah berproduksi selama 22 tahun. Dalam pengoperasiannya, penggunaan lahan PLTP relatif kecil dan tidak tergantung musim. Disamping pembangkit tenaga listrik, energi ini dapat dimanfaatkan untuk pengeringan hasil pertanian, pengawetan hasil perikanan dan parawisata. 4. a. Tantangan Pengembangan Kebijakan Fiskal

Pengusahaan panas bumi untuk existing contract berlandaskan UU MIGAS 8/1991 dan Kepmen KEU 776/KMK.04/1992, dimana barang operasi yang diimpor oleh pengusaha untuk keperluan pengusahaan sumber daya panas bumi tidak dipungut bea masuk, PPN, pajak penjualan atas barang mewah dan pajak penghasilan. Perlakuan khusus terhadap panas bumi menjadikan tahun 90-an sebagai era booming investasi di bidang panas bumi. Sedangkan kebijakan perpajakan saat ini tidak lagi memberlakukan incentive diatas. Pembayaran bagian pemerintah sebesar 34% setelah memenuhi Net Operating Income (NOI) sangat menarik bagi pengembang panas bumi. Kebijakan baru dari beberapa PEMDA berupa pajak daerah dan pungutan-pungutan restribusi daerah merupakan biaya tambahan bagi pengembang. Kebijakan tentang pemegang IUP panas bumi yang baru untuk membayar iyuran tetap, iyuran produksi dan royalti mengakibatkan berkurangnya bagian untuk pengembang. Hasil simulasi yang dilakukan oleh pengembang menunjukan besaran pembayaran bagian pemerintah dan pemerintah daerah berkisar 42% sampai 44%. b. Investasi Awal Besar

Pengembangan panas bumi sangat padat modal terutama pada tahap awal yaitu tahapan eksplorasi yang berdampak kepada aspek pembiayaan dan nilai dari keseluruhan proyek serta penentuan harga steam yang diperoleh. Seperti semua eksplorasi sumberdaya alam, eksplorasi panas bumi juga beresiko tinggi. Keterdapatan reservoar panas bumi dibentuk oleh tatanan dan

kondisi geologi yang komplek.Tidak ada garansi bahwa pemboran eksplorasi atau pemboran produksi akan mendapatkan fluida panas yang ditargetkan. Pengembang harus siap baik mental maupun finansial menerima eksplorasi sebagai kegiatan yang mengandung resiko. Berbeda dengan energi fosil, untuk pembangkit listrik bahan bakarnya telah tersedia, kegiatan hanya terfokus pada tahapan pembangkitan tenaga listrik. Namun dalam waktu jangka panjang biaya pengembangan panas bumi akan lebih kecil karena pasokan energi terus berlangsung, tidak demikian halnya dengan jenis energi lain yang harus didatangkan dari tempat lain. c. Harga Jual Uap dan Listrik

Harga jual listrik atau uap dari pembangkit listrik tenaga panas bumi saat ini secara keekonomian belum begitu menarik bagi investor. Harga jual uap berkisar antara 3,7 cents US$/kWh sampai dengan 3,8 cents US$/kWh. Sedangkan harga jual listrik berkisar antara 4,20 cents US$/kWh sampai 4,44 cents US$/kWh dengan eskalasi 1,5% per tahun. Subsidi yang diberlakukan oleh pemerintah terhadap bahan bakar minyak dan energi juga berdampak negatif pada pengembangan panas bumi di Indonesia. Kebijakan subsidi ini mengakibatkan energi panas bumi kalah bersaing. 5. Kesimpulan dan Diskusi

Peluang memajukan pengembangan panas bumi yang cadangannya melimpah dimungkinkan, bila semua pihak dapat dan mau memahami persoalan yang dihadapi. Dimengerti bahwa daya beli PT. PLN (Persero) masih terbatas karena kemampuan beli masyarakat akan energi sebagai basic need ini juga terbatas. Sebaliknya, perlu dipahami juga bahwa Require Rate of Return (RRR) bagi developer masih belum tercapai khususnya bagi PMA. Rencana pemerintah untuk menaikan harga listrik menjadi sekitar 7 cents US$/kWh pada 2005, akan mempercepat tercapainya RRR. Untuk pengembangan lapangan baru, bantuan pendanaan melalui CDM perlu diusahakan untuk membantu biaya investasi awal. Disamping itu, perlu jaminan pembelian setelah uap ditemukan. Hal ini mengingat panas bumi bukan komoditi yang dapat diekspor tetapi hanya dapat dimanfaatkan untuk keperluan domestik. Dalam Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025, terlihat bahwa pemerintah mendorong pemanfaatan sumber energi domestic dan terbarukan. Kebijakan ini memberikan penekanan untuk mengurangi peranan BBM dalam energy mix dari 50% pada 2004 menjadi 25% pada 2025, mengurangi subsidi BBM menurut skim harga rasionalisasi BBM secara bertahap, menyesuaikan tarif dasar listrik untuk mencapai harga keekonomiannya dan meningkatkan pemanfaatan energi baru dan

terbarukan. Khusus untuk panas bumi, kontribusinya dalam energy mix ditargetkan dari 807 Mwe pada tahun 2005 menjadi 9500 Mwe pada tahun 2025. Kebijakan fiskal membebaskan pajak impor untuk barang operasi guna keperluan pengusahaan panas bumi, perlu dipertimbangkan untuk diberikan kembali. Hal ini untuk mendorong proyek axisting contract agar menambah kapasitas produksinya sesuai dengan komitmen kontrak. Dengan incentive ini diharapkan investasi akan meningkat dan target pengembangan panas bumi akan tercapai yang pada akhirnya akan membantu untuk menunda net oil importer dan mendukung diversivikasi energi primer.

You might also like