You are on page 1of 2

TEKNIK PENYIMPANAN SERBUK SARI TIGA KULTIVAR KELAPA DALAM Odih Setiawan1 dan Ruskandi2

anaman kelapa dibagi menjadi dua jenis berdasarkan umur dan sifat lainnya, yaitu kelapa Dalam dan kelapa Genjah. Tanaman kelapa Dalam memiliki batang besar dan pada bagian bawahnya membesar yang biasa disebut bole . Tinggi tanaman dapat mencapai 30 m, dan umur produksi 7090 tahun setelah tanam (Saefudin dan Randriani 1993). Tanaman kelapa Genjah memiliki karakter sebaliknya, yaitu berbatang ramping, tidak membentuk bole, dan berbuah lebih cepat 3-4 tahun setelah tanam. Pada tanaman kelapa Dalam, variasi warna buahnya sangat beragam karena sistem perkawinannya menyerbuk silang. Pembungaannya lambat, sekitar 8-10 tahun setelah tanam. Umumnya kelapa Dalam ditanam di semua daerah penghasil kelapa, karena mempunyai kualitas kopra yang lebih baik daripada kelapa Genjah (Thampan 1982). Pada tahun 2001, produksi kelapa setara kopra di Indonesia mencapai 3.032.620 ton (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2001). Diharapkan produksi akan terus meningkat setiap tahun.

BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di Loka Penelitian Tanaman Sela Perkebunan Pakuwon, Parungkuda, Sukabumi - Jawa Barat, pada bulan April-September 2002. Lokasi percobaan berada pada ketinggian tempat 450 m dpl dengan jenis tanah Latosol dan tipe iklim B1 (Oldeman). Bahan yang digunakan adalah bunga jantan dari tiga kultivar kelapa yaitu kelapa Dalam Tenga (DTA), kelapa Dalam Bali (DBI), dan kelapa Dalam Palu (DPU). Media perkecambahan terdiri atas sakarose, bacto agar, H 3BO 3, dan akuades. Alat yang dipakai yaitu mesin perontok dan pemecah, pengering (dehumidifier), ayakan dengan ukuran 50 mesh, 100 mesh, dan 125 mesh, lemari pembeku, lemari pengering, kompor listrik, timbangan halus, cawan petri, spatula/pengaduk, kuas kecil, gelas ukur, mikroskop, botol ampul, dan golok. Pengambilan bunga jantan diawali dengan memilih bunga jantan yang sudah masak, yang ditandai dengan membukanya seludang mulai dari bagian ujung bulir pada ujung mayang, kemudian pangkal tangkai mayang dipotong menggunakan golok yang tajam. Bunga jantan diseleksi dengan cara membuang bunga yang sudah pecah sewaktu seludang membuka serta bunga yang tidak normal dan terdapat tanda-tanda serangan hama penyakit. Perontokan bunga jantan dilakukan dengan menggunakan mesin perontok tipe Balitka dengan dua silinder yang dilengkapi dengan karet dan digerakkan dengan dinamo listrik. Bunga jantan kemudian dipecah dengan mesin pemecah dua silinder yang berlawanan arah dari tipe Balitka yang digerakkan dengan dinamo listrik. Pengeringan bunga jantan dilakukan pada suhu 40 oC dengan kelembapan nisbi 35-40%. Alat yang digunakan adalah dehumidifier yang diletakkan dalam lemari di ruang pengering. Lama pengeringan adalah 24-36 jam dengan kadar air 5-6%. Setelah kering dilakukan pengayakan tiga kali: pertama, menggunakan ayakan dengan ukuran 50 mesh yaitu untuk memisahkan serbuk sari dengan kulit bunga jantan; kedua, dengan ayakan ukuran 100 mesh untuk memisahkan serbuk sari dengan kotoran bunga jantan; terakhir dengan ayakan ukuran 125 mesh untuk pemurnian serbuk sari. Serbuk sari yang telah dimurnikan disimpan selama 24

Hibridisasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi kelapa. Tahapan pada proses hibridisasi meliputi penyediaan serbuk sari, emaskulasi, dan polinasi/ penyerbukan (Randriani dan Saefudin 1993). Persilangan secara alami dilakukan oleh serangga atau angin, sedangkan persilangan buatan dilakukan dengan mengembuskan serbuk sari pada bunga betina yang sedang reseptif. Pada persilangan buatan, serbuk sari tidak semuanya habis dipakai dalam satu hari persilangan, bergantung pada jumlah bunga betina yang sudah siap untuk diserbuki, sehingga serbuk sari perlu disimpan. Proses penyimpanan serbuk sari akan mempengaruhi viabilitasnya. Menurut Hersuroso et al. (1984), viabilitas serbuk sari yang baik adalah >30%. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui viabilitas serbuk sari tiga kultivar kelapa Dalam setelah disimpan 24 minggu.

Teknisi Litkayasa Penyelia dan 2Teknisi Litkayasa Lanjutan pada Loka Penelitian Tanaman Sela Perkebunan, Jalan Raya Pakuwon km 2, Parungkuda, Sukabumi 43357. Telp. (0266) 531241. Faks (0266) 533232

Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1, 2005

37

minggu dalam lemari pembeku pada suhu -20oC dengan kadar air 4-5%. Pengujian viabilitas kecambah serbuk sari kelapa diawali dengan menimbang 1,2 g bacto agar lalu dimasukkan ke dalam gelas ukur yang sudah berisi akuades 100 cc. Larutan kemudian dipanaskan di atas kompor listrik sambil diaduk menggunakan pengaduk. Setelah mendidih, dimasukkan 15 g sakarose dan 0,02 g H3BO3 kemudian diaduk sampai merata hingga larutan tersebut kelihatan jernih dan homogen, tidak menguning. Larutan lalu diangkat dan didinginkan selama 15 menit, setelah itu dituangkan ke dalam cawan petri yang sudah disiapkan. Setelah dingin, media dapat dipakai untuk menguji viabilitas serbuk sari. Pengujian serbuk sari dilakukan dengan cara menaburkan serbuk sari secara merata dengan kuas kecil ke dalam media. Serbuk sari didiamkan selama 1-1,5 jam sampai menjadi kecambah, lalu dilihat di bawah mikroskop untuk mengetahui viabilitas awal. Pengujian viabilitas serbuk sari selanjutnya dilakukan selama 24 minggu sejak penyimpanan awal dan pengamatan dilakukan dengan selang waktu 2 minggu. Persentase daya kecambah serbuk sari dihitung dengan rumus: V= a x 100% a+b

Sampai lama penyimpanan 10 minggu, viabilitas serbuk sari tidak mengalami penurunan, namun mulai menurun pada penyimpanan minggu ke-12 sampai ke-24. Penurunan viabilitas tersebut bukan berarti serbuk sari tidak dapat digunakan untuk persilangan, karena viabilitasnya masih di atas 30% (Tabel 1). Penurunan viabilitas dalam penyimpanan disebabkan udara masuk ke dalam botol ampul sewaktu dilakukan pengamatan. Selain itu, suhu dalam lemari pembeku juga berubah karena aliran listrik sempat mati selama dalam penyimpanan. Viabilitas serbuk sari dapat menurun sampai di bawah 30% dan suhu dalam lemari pembeku akan meningkat dari -20oC menjadi 2oC apabila aliran listrik mati sampai 2 hari. Penurunan viabilitas serbuk setelah disimpan 24 minggu adalah tertinggi pada DBI diikuti oleh DTA dan DPU. KESIMPULAN DAN SARAN Viabilitas serbuk sari dari ketiga kultivar kelapa Dalam Tenga (DTA), Dalam Bali (DBI), dan Dalam Palu (DPU) setelah disimpan 24 minggu masih baik, dan dapat digunakan untuk persilangan karena viabilitasnya di atas 30%. Sampai berapa lama viabilitas serbuk sari kelapa tersebut dapat bertahan dalam penyimpanan perlu diteliti lebih lanjut. DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2001. Statistik Perkebunan Indonesia, 1999-2000. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Jakarta. 192 hlm. Hersuroso, I., Suharyo, Santoso, S. Hastjarjo, dan Y. Faswani. 1984. Panduan Kebun Induk Kelapa Hibrida. Pusat Penelitian Kelapa, Medan. 88 hlm. Randriani, E. dan Saefudin. 1993. Persilangan buatan pada kelapa. Kumpulan Makalah Seminar Ilmiah tahun 1992/1993. Sub Balai Penelitian Kelapa Pakuwon. hlm. 2-3. Saefudin dan E. Randriani. 1993. Varietas kelapa. Kumpulan Makalah Seminar Ilmiah tahun 1992/1993. Sub Balai Penelitian Kelapa Pakuwon. hlm. 6-10. Thampan, P.K. 1982. Handbook of Coconut Palm. Oxford and IBH, New Delhi. 311 pp.

di mana V = viabilitas serbuk sari a = jumlah serbuk sari yang berkecambah b = jumlah serbuk sari yang tidak berkecambah

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan viabilitas serbuk sari dari tiga kultivar kelapa Dalam Tenga (DTA), Bali (DBI), dan Palu (DPU) sebelum dan sesudah disimpan dalam lemari pembeku disajikan pada Tabel 1. Viabilitas serbuk sari sebelum disimpan dalam lemari pembeku (minggu ke-0) cukup bagus, yaitu 39% untuk DPU dan masing-masing 40% untuk DTA dan DBI.

Tabel 1. Viabilitas serbuk sari tiga kultivar kelapa Dalam sebelum dan setelah disimpan dalam lemari pembeku Kultivar kelapa Dalam Tenga Dalam Bali Dalam Palu Viabilitas (%) minggu ke 0 40 40 39 2 40 40 39 4 40 40 39 6 40 40 39 8 40 40 39 10 40 40 39 12 39,2 37,0 37,0 14 38 36 37 16 38 36 37 18 37,8 36,0 36,5 20 37,0 36,0 36,5 22 36,0 35,4 36,5 24 36,0 34,0 35,8 Rata-rata (%) 38,50 37,54 37,60 Penurunan viabilitas (%) 4,0 6,0 3,2

38

Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1, 2005

You might also like