You are on page 1of 6

Identitas Buku : : The Peasants Revolt of Banten in 1888 : Pemberontakan Petani Banten 1888 : Hasan Basari : Prof. Dr.

Sartono Kartodidjo : PT. Dunia Pustaka Jaya : 1984, Cetakan Pertama : 510 halaman

Judul Asli Judul Buku Peterjemah Pengarang Penerbit Tahun Terbit Tebal Buku

PEMBERONTAKAN PETANI BANTEN 1888

Buku yang berjudul Pemberontakan Petani Banten 1888 menceritakan tentang pemberotakan yang dilakukan oleh para petani di daerah Jawa Barat khususnya Banten. Pada abad 19 Banten merupakan pusat pemberontakan jadi cukup alasan untuk menamakannya sebagai persemaian kerusuhan yang terkenal. Dalam pengataman daerah Jawa khususnya Banten adalah daerah yang paling rusuh sejak dulu. Pemberontakan yang terjadi sangat singkat antara tanggal 9 Juli sampai 30 Juli. Pemberontakan-pemberontakan itu bersifat tradisional, lokal atau regional dan berumur pendek. Sebagai gerakan sosial, pemberontakanpemberontakan itu tidak menunjukkan ciri-ciri modern dan agitasi yang meliputi seluruh negri. Bagian terbesar dari pemberontakan-pemberontakan petani itu bersifat lokal dan tak mempunyai hubungan satu sama lain. Petani-petani itu tidak tahu untuk apa mereka memberontak, secara samar-samar mereka hanya ingin menggulingkan pemerintahan hindia belanda yang cukup membuat menderita, akan tetapi mereka tidak menyadari bahwa mereka sedang mengambil bagian di dalam suatu gerakan revolusioner. Pemberontakan di Banten merupakan pemberontakan yang memakai agama sebagai kedok. Pemberontakan terjadi akibat masuknya perekonomian barat yang tidak diinginkan para petani dan pengawasan politik yang merongrong tatanan masyarakat tradisional. Pemberontakan yang dilakukan oleh para petani ini tidak dilakukan para petani yang berada dikalangan bawah, akan tetapi dilakukan oleh para petani dikalangan atas. Pemberontakan yang banyak terjadi di Banten karena adanya faktor faktor tertentu adanya keresahan sosial dapat dicontohkan terjadinya disintegrasi tatanan tradisional karena
1

semakin memburuknya system politik dan tumbuhnya kebencian religius terhadap penguasa penguasa asing, sehingga dapat memunculkan pemberontakan pemberontakan pada abad 19. Aspek politik yang paling menonjol dalam pemberontakan tersebut karena kebencian rakyat terhadap pamongpraja dan perlawanan terhadap sewa tanah yang akan diterapkan oleh pemerintah kolonial di agen agennya. Langkanya uang dan rendahnya hasil hasil petani memunculkan pemberontakan untuk menyampaikan ketidakpuasan dan dendam mereka. Pemberontakan pemberontakan tersebut bersifat revolusioner yang mempunyai tujuan untuk menghancurkan birokrasi yang korup dan menumbangkan sistem pemerintahan yang dibangun oleh penguasa asing. Pemberontakan tersebut juga dapat dipandang untuk merebut kekuasaan politik yang dikuasai oleh pamongpraja kolonial, akan tetapi dalam pemberontakan tersebut pihak pamongpraja kolonial yang selalu menang karena golongan golongan yang memberontak lemah dalam bidang organisasi. Dalam buku ini dijelaskan pada akhir-akhir menjelang pemberontakan, dilakukanlah pertemuan-pertemuan akhir dan diambil keputusan-keputusan serta persiapan-persiapan akhir sebelum memberontak. Banyak para haji melakukan pertemuan-pertemuan dan membahas pemberontakan pada esok harinya. Menjelang akhir Minggu, pada malam hari tanggal 5 Juli, sekitar sepuluh orang yang berasal dari Arjawinangun, menemui Haji Tubagus Ismail membawa informasi bahwa penjabat-penjabat Eropa dan pribumi ditunggu kedatangannya di Balagendung pada hari sabtu tanggal 7 Juli. Kemudian pada malam harinya, barisan orangorang yang terus bertambah besar, bersenjata golok dan tobok dan dipimpin oleh Haji Wasid dan Haji Tubagus Ismail, bergerak dari Cibeber kearah Saneja, salah satu tempat pemusatan yang penting, dimana mereka menantikan tanda yang segera untuk menyerang. Serangan pertama para pemberontakan itu dilakukan di rumah Dumas, seorang juru tulis di kantor asisten residen, merupakan sasaran yang pertama. Tidak diketahui dengan pasti, apakah serangan terhadap rumah Dumas itu dilakukan sesuai rencana sebagai permulaan pemberontakan ataukah merupakan tindakan yang didorong oleh suasana saat itu. Pemberontakan dirumah Dumas tersebut dipimpin oleh Haji Tubagus Ismail dan memimpin pasukannya pada malam hari minggu itu, tanggal 8 Juli. Ia memimpin sejumlah besar partisan, yang terutama berasal dari Arjawinangun, Gulacir, desa kelahiran Haji Tubagus Ismail dan di Cibeber. Kemudian Dumas dan istri anaknya lari kerumah Jaksa dan Ajun Kolektor. Sementara itu, kaum pemberontak masih terus mencari Dumas, sambil berteriakteriak menuju kerimah jaksa setelah diberitahu bahwa Dumas ada disana. Tidak lama kemudian rumah jaksa pun dikepung oleh kaum pemberontak yang berteriak-teriak memerintahkannya agar segera menyerahkan Dumas.
2

Serangan umum yang terjadi dikerahkannya sepasukan pemberontak dibawah pimpinan Kiyai Haji Tubagus Ismail dan Haji Usman dari Anjarwinangun menuju gardu di Pasar Jombang Wetan. Para pemberontak tersebut selalu menyebut kata Sabil Allah disetiap awal penyerangan. Gerombolan dari utara dipimpin oleh Haji Wasid, Kiyai Haji Usman dari Tunggak, Haji Abdul Gani dari Beji dan Haji Nasiman dari Kaligundu. Pada akhirnya mereka bergabung dan menjadi jumlah massa yang sangat banyak. Pemimpin utama operasi ini adalah Haji Wasid. Pasukan pertama dipimpin oleh Lurah Jasim, pasukan kedua dipimpin oleh Haji Abdulgani dari Beji dan Haji Usman dari Arjawingun dan pasukan terakhir dipimpin oleh Kiyai Haji Tubagus Ismail dan Haji Usman dari Tunggak. Pemberontakan yang dipimpin oleh Lurah Jasim bergerak menuju rumah Jaksa dan Ajun Kolektor. Tempat lain yang menjadi sasaran pemberontakan adalah rumah Asisten Residen dibawah pimpinan Kiyai Haji Tubagus Ismail kemudian bergerak menuju rumah Asisten Residen tersebut. Asisten Residen juga membawa serta babu2nya dan dua orang anak Gubbels yaitu Elly dan Dora yang bersembunyi di samping istal. Kedua anak Gubbels nantinya juga ikut dibunuh oleh pemberontak, akan tetapi seorang babu yaitu juru masak tidak dibunuh dan diberi kesempatan untuk melarikan diri dan menjadi Muslim. Kekejaman lainnya dialami oleh kepala penjual di gudang penjualan. Akan tetapi Bachet sempat melakukan serangan terhadap pemberontak, yaitu dengan menembak para pemberontak dan yang terkena tembakan Bachet adalah Sadik dan Kimbu, keduanya tewas. Tapi pada akhirnya Bachet berhasil dibunuh oleh para pemberontak dan tiga anak kecil yang bersamanya selamat, sementara tinggal dirumah Ramidin. Paginya, pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Lurah Jasim bergerak ke Penjara, mereka membebaskan para tahanan, narapidana yang paling terkenal adalah Agus Suradikaria, ia dipenjara akibat berbagai kejahatan seperti perkosaan dan korupsi. Agus Suradikaria awalnya merupakan Asisten Wedana Merak, tapi kemudian dipecat. Pada waktu itu Agus Suradikaria bergabung dengan kaum pemberontak dan menjadi pimimpin dalam setiap kerusuhan. Ketika berada di dalam penjara terdapat dua orang yang tertangkap oleh para pemberontak yaitu Ardaman dan Mian, mereka diseret dari persembunyian akan tetapi keduanya tidak dibunuh dan harus menjadi pengikut pemberontak, tapi tidak lama mereka kemudian melarikan diri. Pengejaran terhadap orang orang yang melarikan diri. Pengejaran yang pertama dilakukan Grondhout, akan tetapi ia dan kelurganya langsung berlindung ke Kepatihan untuk sementara waktu. Ketika tiba ke Temuputih anak dari Ajun Kolektor, Nyai Mas Nganten bergabung denagnn mereka. Di Ciwaduk mereka bertemu dengan mantri cacar, Mas
3

Ranggawinata beserta keluarga dan mereka sepakat melanjutkan perjalanan ke Anyer dimana mereka mengharapkan bertemu dengan Asisten Residen disana. Ketika sampai di Gardu Kusambi Buyut mereka berhadapan dengan para pemberontak, dan rombongan tersebut dipisahkan. Pada akhirnya Grondhout mati dihantam dengan batu. Pemburu utama dari Grondhout adalah Lurah Kasar sendiri, Haji Masna, Sarip, Haji Hamim dan Haji Kamad. Mary Bachet, August Bachet, dan Anna Canter Vischer tidak diperbolehkan tinggal di desa desa yang dilalui, karena mereka kafir. Menurut Agus Suradikaria yang menyebabkan penderitaan rakyat adalah pajak yang sangat berat tanpa belas kasihan yang dibebankan kepada rakyat. Pada waktu itu salah satu sasaran pembunuhan terlupakan satu orang yaitu Raden Awimba, dan ketiga kalinya ia melarikan diri dari para pemberontak. Peristiwa yang penting adalah pengejaran terhadap Asisten Residen yaitu Gubbels, walupun pada awalnya Asisten Residen tidak mengetahui dan tidak menghiraukan telah terjadi pemberontakan dan ia nekat pergi ke Cilegon untuk menengok keluarganya. Akan tetapi disana ternyata telah terjadi pemberontakan dan ditengah perjalanan ia bertemu dengan para pemberontak dan mendapatkan luka akibat tusukan di perut. Gubbels pada waktu itu ingin mempertahankan, akan tetapi bisa juga dirobohkan oleh para pemberontak. Di markas pemberontak yaitu berada di rumah Asisten Residen. Disana sudah ada Mary Banchet, August Banchet dan Anna Canter Visscher yang sudah tiba lebih dulu. Mary Banchet merupakan calon istri dari Tuan Raja. Di rumah Asisten Residen diadakan pesta, disana terjadi pembakaran dokumen serta arsip arsip yang diambil dari kantor Ajun Kolektor. Pembakaran tersebut atas perintah dari Haji Wasid sendiri. Pada saat itu Raden Penna mulai bertindak denagn cara mengerahkan pasukannya untuk melawan pemberontak yang berada di Cilegon. Pemberontakan juga terjadi di kecamatan kecamatan, seperti Bojonegoro, Balagendung, Krapyak, Gogrol, dan Mancak. Pada tanggal 9 Juli para pemberontak berkumpul di Bendung, Trumbun, Kubang, Kaloran dan Kaganteran. Mereka membentu suatu kelompok kelompok yaitu kelompok pertama yang dipimpin oleh Haji Muhamad Asik, pasukan yang kedua dipimpin oleh Haji Mohamad Kanapiah dan Haji Muhidin serta pasukan yang ketiga dipimpin oleh Katab yaitu seorang pedagang tembakau.

Untuk menumpas pemberontakan yang sudah hampir padam itu, dikirimkanlah pasukan-pasukan ekspedisi ke berbagai jurusan. Pasukan-pasukan militer yang mengadakan patroli pada umumnya dimaksudkan untuk memamerkan kekuatan, selain itu mereka ditugaskan untuk melakukan penangkapan-penangkapan dan mengambil tindakan-tindakan terhadap kaum pemberontak. Pengejaran dilakukan dengan giat sekali, namun hasilnya rupa4

rupanya cukup mengecewakan, karena mereka tidak berhasil menangkap pemimpinpemimpin pemberontakan yang sesudah selama satu minggu dikejar-kejar tampa hentinya, masih berkeliaran dengan bebas. Para pemberontak pada waktu itu mendengar kabar buruk, bahwa pasukan induk mereka telah dibubarkan setelah reaksi dari pihak pemerintah. Sejak awal rencan para pemberontak adalah menduduki Serang dan bertujuan untuk membantai para pamongpraja yang sangat mereka benci. Bupati dan Krontolir berusaha menghentikan para pemberontak agar menghentikan rencana mereka, namun para pemberontak tidak mengindahkan dan tentara melepaskan tembakan yang menewaskan sembilan pemberontak. Satu pukulan yang dihadapkan para pemberontak adalah tewasnya kawan seperjuangan mereka dan banyak teman teman mereka yang luka luka serta kekalahan bentrokan di Toyomerto yang membuat para pemberontak tidak lagi bersemangat. Para pemimpin pemimpin pemberontakan yang kemudian ditangkap oleh para tentara. Pimpinan Kapten de Brauw melakukan pembersihan dalam pemberontakan, dengan cara menembaki siapa yang membangkang. Akan tetapi para pemimpin pemberontak bersembunyi di Ciora Kulon dan pasukan militer segera bergerak ke tempat tersebut. Berhasilnya pengejaran yang berakhir dengan ditewaskannya pemimpin-pemimpin pemeberontakan dan pengikut-pengikut mereka di dekat sumur pada tanggal 30 Juli, telah mendorong pemerintah untuk melancarkan pencarian terhadap pemimpin-pemimpin pemberontak yang belum tertangkap. Meskipun Banten kelihatannya kembali tenang setelah pemimpin-pemimpin pemberontakan ditangkap, semangat keagamaan belum berkurang dan jiwa pemberontak dikalangan penduduk belum dapat dipatahkan sepenuhnya.

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bawasannya Pemberontakan di Banten ini terjadi dikarenakan ketidak puasan para petani oleh pemerintahan. Adanya masalah pajak, kerja paksa untuk desa, sikap fanatik dalam agama islam sehingga menganggap pemerintahan adalah pemerintah yang kafir. Didaerah Banten kepemilikan tanah tetap berada ditangan perorangan. Jika tanah hendak akan dijadikan dasar bagi penghasilan pemerintah lewat pajak atau sewa, maka beberapa ketentuan yang dibuat harus bisa menempatkan pajak dalam hierarki sosial ekonomi, yaitu siapa yang dianggap pemilik yang harus menanggung pembayaran sewa. . Para pemberontak juga berasal dari elite elite agama yang menjadi pemimpin. Para elite agama ini juga menumpas para orang orang yang dianggap menganut pahan milenari atau mesianik. Semangat keagamaanpun ditanamkan melalui gerakan tarekat. Gerakan ini merupakan alat yang baik sekali untuk mengorganisasikan gerakan keagamaan dan menyelenggarakan indoktrinasi tentang cita-cita kebangkitan kembali. Di Pulau Jawa pada abad XIX hanya ada tiga tarekat yaitu Naksabandiyah, Kadariyah dan Syatariyah. Tarekat ini melakukan perluasan pengaruhnya dengan jalan memperbanyak pengikut dan menyalurkan semua otoritas ke tangan guru tarekat. Di lembaga ini ditanamkan pembentukan solidaritas kelompok melalui revitalisasi ritual-ritual dan upacara religio-mistik . Ketidakpuasan rakyat kecil khususnya petani yang pada akhirnya melakukan pemberontaka denga cara membunuh para pejabat pejabat pemerintah colonial pada saat itu. Walaupun pada akhirnya pemberontakan tersebut dapat diredam dengan cara penangkapan para tokoh tokoh pemberontak dan pemimpin pemimpin yang dibang dan ada juga yang dibunuh. Kelebihan Meskipun metodologi utama yang digunakan Sartono adalah metodologi sejarah, ia juga memakai metodologi ilmu-ilmu sosial lain; politik, sosiologi, dan antropologi. Sehingga studi kasus ini komprehensif. Studi kasus ini ditulis dengan detail berdasarkan catatan persidangan para pelakunya serta arsip pemerintah Hindia Belanda. Kekurangan Kalimat sulit dipahami sehingga harus berulang ulang kali membacanya. Penggunaan kata katanya tidak mudah dipahami oleh pembaca.

You might also like