You are on page 1of 19

KOMPONEN SISTEM WILAYAH PERKOTAAN

Transportasi dan tata guna lahan berhubungan sangat erat, sehingga biasanya dianggap membentuk satu landuse transport system. Agar tata guna lahan dapat terwujud dengan baik maka kebutuhan transportasinya harus terpenuhi dengan baik. Sistem transportasi yang macet tentunya akan menghalangi aktivitas tata guna lahannya. Sebaliknya, tranportasi yang tidak melayani suatu tata guna lahan akan menjadi sia-sia, tidak termanfaatkan. Suatu rencana kota juga tak pernah lepas dari rencana tata guna lahan serta rencana transportasi. 1. Pendekatan Sistem Sistem adalah suatu perangkat yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan, yang menjalankan fungsinya demi mencapai tujuan. Pendekatan system (system approach) adalah suatu cara yang sistematik dan menyeluruh untuk memecahkan masalah yang melibatkan suatu system. (Mohammadi,2001 dalam Khisty dan Lall, 2003: 7). Sub system kegiatan merupakan system kegiatan tertentu yang membangkitkan pergerakan dan dapat menarik pergerakan. System ini berkaitan erat dengan pengaturan pola tata guna lahan sebagai unsur terpenting dalam pembentukan pola kegiatan kota atau daerah. Sistem tersebut dapat merupakan suatu gabungan dari berbagai system pola kegiatan tata guna lahan (land use) seperti kegiatan social, ekonomi, budaya dsb. Kegiatan yang timbul dalam system ini membutuhkan pergerakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap hari, besarnya pergerakan yang ditimbulkan tersebut sangat berkaitan dengan jenis dan intensitas kegiatan yang dilakukan. Pergerakan tersebut membutuhkan moda transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda tersebut bergerak. Prasarana yang diperlukan merupakan bagian dari system jaringan meliputi jaringan jalan raya, terminal, dll.Interaksi antara system kegiatan dan system jaringan akan menghasilkan suatu pergerakan. Dari ketiga sub system tersebut, masih diperlukan system kelembagaan. System ini terdiri dari individu, kelompok, lembaga, instansi pemerintah serta swasta yang terlibat. Di Indonesia system kelembagaan yang berkaitan dengan transportasi adalah: a. System kegiatan:Bappenas, Pemda b. System jaringan: Dep. Perhubungan, Bina Marga c. System pergerakan DLLAJR,Polantas. Seluruh kebijaksanaan yang diambil oleh masing-masing kelembagaan harus terkait dan terkoordinasi dengan baik. Secara umum dapat disebutkan, bahwa Pemerintah, Swasta dan Masyarakat harus ikut berperan dalam mengatasi masalah transportasi, Karena hal ini merupakan masalah bersama yang memerlukan penanganan dan keterlibatan semua pihak. Selain dari semua sub system diatas terdapat suatu aspek yang harus selalu diperhatikan dalam pengadaan system transportasi yaitu aspek lingkungan.

2. Pendekatan Sistem Kegiatan Pendekatan terhadap system kegiatan ini sebenarnya sangat banyak macam dan faktornya, namun pada pembahasan ini ditekankan pada aspek pola tata guna lahan dalam suatu kota. Keterkaitan antara system kegiatan (model tata guna lahan) dengan system transportasi dapat dilihat bahwa perencanaan transportasi untuk masa yang akan datang selalu dimulai dari perubahan dan perkembangan tata guna lahan. Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui perencanaan tata guna lahan dalam merencanakan system angkutan. Tata guna tanah/lahan perkotaan adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan pembagian dalam ruang dari peran kota; kawasan tempat tinggal, kawasan tempat kerja, kawasan tempat rekreasi dst. Pola distribusi kegiatan guna lahan pada saat sekarang sangat tidak teratur diakibatkan banyaknya rencana kota yang diabaikan karena alasan ekonomi. Faktor determinan yang mempengaruhi Guna lahan : a. Faktor kependudukan, Tingginya aktifitas perkotaan sangat dipengaruhi oleh perkembangan jumlah penduduk; Perkembangan jumlah penduduk tidak saja dipengaruhi oleh natural growth, akan tetapi arus masuk (pergerakan penduduk) in migration Pertumbuhan penduduk yang tinggi sangat berpengaruh pada spasial perkotaan. b. Faktor kegiatan penduduk, kegiatan-kegiatan penduduk seperti ekonomi, industry, perkantoran yang esensinya menggunakan lahan sangatlah mempengaruhi tata guna lahan. Pola penggunaan lahan di kawasan perkotaan, umumnya terbentuk polarisasi yaitu munculnya kutubkutub pertumbuhan, atau meningkatnya daerah lain akibat dari aktifitas yang berbeda dalam sebuah kota sehingga pergerakan penduduk di dasari kebutuhan akan pekerjaan, tempat tinggal, fasilitas, dll. Jika manfaat lahan di setiap daerah untuk suatu kota telah diketahui, maka ini memungkinkan kita untuk memperkirakan lalu lintas yang dihasilkan (Blunden dan Black, 1984 dalam Khisty dan Lall, 2003: 74). Dari hal tersebut maka kita dapat mengetahui sejauh mana tingkat kebutuhan akan jasa transportasi yang merupakkan masukan yang berguna untuk merencanakan sampai tingkat mana fasilitas-fasilitas transportasi akan disediakan. Keterkaitan guna lahan dengan arus lalu lintas (Menhein, 1979 dalam Miro, 2004: 45) adalah sebagai berikut:

- Arus lalu lintas ditentukan menurut pola tata guna lahannya dan tingkat pelayanan system transportasinya. - Kalau arus lalu lintas dalam jangka waktu yang lebih lama (panjang) semakin bertambah, hampir pasti bahwa pola tata guna lahan dan tingkat pelayanan transportasinya mengalami perubahan. Pengaturan tata guna lahan di kota-kota saat ini memang menjadi suatu permasalahan yang sangat sulit dan rumit mengingat pertumbuhan dan perkembangan nilai lahan yang sedemikian tinggi serta kepadatan bangunan yang sangat tinggi pula. 3. Pendekatan Sistem Jaringan Jaringan transportasi adalah jaringan prasarana trasnportasi (lintasan jalan, lintasan penyeberangan, lintasan transportasi laut, lintasan rel) dan simpul sarana transportasi (terminal, pelabuhan, bandara). Dalam hal ini akan dibahas mengenai system transportasi darat, sistem jaringan (prasarana) meliputi jalan dan terminal. Jaringan jalan merupakan suatu kesatuan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki. System jaringan jalan dengan peranan pelayanan, jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional dengan simpul jasa distribusi disebut jaringan jalan primer, dan system jaringan jalan dengan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kota membentuk system jaringan jalan sekunder. Transport jalan raya seringkali dikatakan sebagai urat nadi bagi kehidupan dan perkembangan ekonomi, social, dan mobilitas penduduk yang tumbuh mengikuti maupun mendorong perkembangan yang terjadi pada berbagai sector dan bidang kehidupan tersebut. Dalam hubungan ini transportasi khususnya transportasi jalan raya, menjalankan dua fungsi, yaitu sebagai unsur penting yang melayani kegiatan-kegiatan yang sudah/sedang berjalan (the servicing function) dan sebagai unsur penggerak penting dalam proses pembangunan (the promoting function). (Kamaluddin, 2003: 53). Dalam angkutan jalan raya, system jaringan jalan dan kendaraan bermotor tidak dapat dipisahkan. Dimana dalam pembangunan jaringan jalan harus memperhatikan jumlah kendaraan yang akan melewatinya. Permasalahan yang muncul, kondisi system transportasi yang memburuk akibat meningkatnya motorisasi yang diperparah akibat lebih tingginya kenaikan jumlah kendaraan bermotor dibanding kecepatan pembangunan jalan. Hal ini menggambarkan bahwa system penyediaan dan system permintaan terdapat ketimpangan sehingga system transportasi tidak berjalan dengan efektif dan efisien. Salah satu contoh dari permasalahan yang ditimbulkannya yaitu dapat menimbulkan kemacetan diakibatkan kapasitas jaringan jalan tidak sesuai dengan kendaraan yang ada. 4. Pendekatan Sistem Pergerakan Transportasi yang baik yaitu transportasi yang dapat memberikan kenyamanan, biaya murah dan efesiensi waktu. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki flow/jaringan transportasi

untuk mengurangi masalah yang muncul yaitu dengan melakukan intervensi pada sarana transportasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberlakukan system angkutan massal, dimana dengan hal tersebut kita dapat mengurangi system pergerakan pada jalan raya, juga sebagai suatu langkah antisipasi dalam peningkatan kepadatan lalu lintas. Sebaran geografis antara tata guna tanah (sistem kegiatan) serta kapasitas dan lokasi dari fasilitas transportasi (sistem jaringan) digabung untuk mendapatkan volume dan pola lalu lintas (sistem pergerakan). Volume dan pola lalu lintas pada jaringan transportasi akan mempunyai efek feedback atau timbal balik terhadap lokasi tata guna tanah yang baru dan perlunya peningkatan prasarana. Ada 2 masalah dalam meminimalkan pergerakan akibat land use yaitu a. Bangkitan lalulintas, Bangkitan lalu lintas tergantung dari land use sebuah daerah (permukiman, perkantoran, industry, perdagangan, dll) mempunyai karakteristik bangkitan lalu lintas maupun pergerakan yang berbeda-beda. Beberapa tipe antara lain : Tipe land use yang menghasilkan lalu lintas yang berbeda dengan land use lainnya Land use yang berbeda menghasilkan tipe lalu lintas yang berbeda (pejalan kaki, truk, mobil) Land use yang berbeda menghasilkan lalu lintas pada waktu yang berbeda. b. Jarak yang terlalu jauh yang mengakibatkan land use yang jauh jaraknya bakal ditinggalkan dan akan beralih fungsi, sehingga alih fungsi ini akan menimbulkan masalah baru. Dalam hal ini perlunya dalam rencana tata guna lahan memperhatikan zona-zona pembagian berdasarkan aktivitas penduduk yang saling berkaitan juga dalam rencana kota distribusi penduduk juga harus diperhatikan agar distribsi ruang dan distribusi . 5. Transportasi dan Dampak Lingkungan Kemacetan, polusi, konservasi energy dan penurunan kesehatan masyarakat adalah beberapa dampak lingkungan yang diakibatkan oleh pergerakan kendaraan bermotor. Kemacetan lalu lintas tidak hanya mengurangi efisiensi pengoperasian transportasi, tetapi juga membuang waktu dan energy, menimbulkan polusi yang berlebihan, membahayakan kesehatan masyarakat dan mempengaruhi ekonomi masyarakat. Kemacetan lalu lintas juga dapat membahayakan kesehatan.Konsentrasi Karbon monoksida yang tinggi pada jalan yang padat akan menghalangi aliran oksigen untuk para pengemudi, sehingga akan mempengaruhi kinerja pengemudi. Hal ini akan berakibat pada menipisnya lapisan ozon yang selanjutnya mengakibatkan sesak napas, batuk, sakit kepala, penyakit paru-paru, penyakit jantung,dan kanker. Dari tinjauan masalah transportasi dan dampaknya pada lingkungan, maka dapat dilihat kontribusi yang sangat besar dari masalah transportasi terhadap kenyamanan dan kelestarian lingkungan. Hal tersebut sangat bertentangan dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah suatu pola pembangunan yang bertujuan untuk

mencukupi /memenuhi kebutuhan generasi penduduk masa kini tanpa membahayakan kemampuan generasi yang akan dating untuk mencukupi /memenuhi kebutuhannya. (World Comission on Environment and Development/WCED (1987) dalam Yunus, 2005:141). Untuk mengatasi permasalahan ini sedikitnya terdapat tiga konsep yang dapat diberikan. Konsep yang pertama adalah usaha untuk mengurangi jumlah kendaraan bermotor yang ada, hal ini dapat dilakukan dengan penyediaan sarana transportasi massal yang nyaman, sehingga dapat menjadi alternative terbaik bagi masyarakat dan dapat mengurangi jumlah kendaraan pribadi. Konsep kedua adalah perbaikan mutu gas buangan dari kendaraan bermotor, baik dari segi desain, perawatan maupun pemakaian bahan bakar yang seminimal mungkin dapat memberikan pencemaran terhadap lingkungan. Konsep yang ke tiga adalah usaha mengurangi kemacetan lalu lintas di jalan sehingga pemborosan energy dan pencemaran lingkungan dapat dikurangi.

B. KONSEP DAN DEFINSI


Pengertian Umum tentang Perencanaan Wilayah danKota Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden RepublikIndonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara RepublikIndonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah. Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa. Kawasan megapolitan adalah kawasan yang terbentuk dari 2 (dua) atau lebih kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan membentuk sebuah sistem. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sumber : Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

C. KRITERIA UNTUK WILAYAH PERKOTAAN

MENGUKUR & MEMBANDINGKAN

STRUKTUR

Teori - Teori Spasial Pengembangan Wilayah 1. Teori Kutub Pertumbuhan (Francois Perroux, 1995) Teori ini dikenal dengan pole de croissance atau growth pole,yang menyatakan bahwa: Pertumbuhan/ pembangunan tidak terjadi di segala tempat pada ruang {space} Lebih dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi sehingga bersifat non spasial Menurut Perroux, pertumbuhan tidaklah terjadi secara bersamaan setiap waktu, tetapi dimulai pada beberapa titik atau kutub tertentu, dengan tingkat intensitas yang berbeda dan selanjutnya menyebar ke berbagai arah. Kutub pertumbuhan adalah suatu kelompok yang mempunyai kemampuan untuk menginduksikan pertumbuhan pada kelompok lain. Suatu perusahaan yang dinamis menghasilkan pengaruh induksi terhadap perusahaan lain dalam suatu lingkup tertentu untuk jangka waktu tertentu. Pengaruh induksi itu terdiri dari dimension effect dan an inovation efect. Penggerak utama perkembangan ekonomi adalah kemajuan teknologi dan inovasi yang cenderung terdapat pada perusahaan tertentu yang dinamakan industri pendorong. Apabila sebuah industri pendorong atau kompleks industri pendorong terbangun pada sebuah lokasi, maka industri tersebut akan berkembang dengan pesat dan unit-unit ekonomi lainnya cenderung untuk mengambil lokasi yang berdekatan karena faktor pengaruh aglomerasi ekonomi yang terdiri dari berbagai bentuk, yaitu: keuntungan intern perusahaan, keuntungan ekstern bagi perusahaan tapi intern bagi industri, dan keuntungan ekstern bagi industri tapi intern bagi kegiatan perkotaan. Untuk menerapkan teori kutub perumbuhan ini, yang perlu diketahui adalah: Jenis sumber daya alam dan wilayah yang hendak dikembangkan, agar disesuaikan jenis industrinya. Jenis keahlian sumber daya manusia, agar dapat disesuaikan dengan program training dari sumber daya manusia itu. Kondisi jaringan transportasi dari wilayah yang ditinjau untuk dapat menetapkan lokasi industri atau pusat pelayanan dengan cermat. Teori kutub pertumbuhan menjelaskan interaksi antara kutub-kutub pertumbuhan dengan wilayah pengaruhnya. Beberapa aspek interaksi tersebut, antara lain : Interaksi menimbulkan ketidakseimbangan struktural di wilayah tsb. Industri-industri pendorong {propulsive industry } dan industri-industri kecil{key industry} berlokasi di kutub pertumbuhan yang letaknya terpencar di wilayah pengaruh. Tempat sentral dan kutub pertumbuhan biasanya merupakan pusat industri konsentrasi penduduk yang substansial.

2. Teori Inti Dan Pinggiran {Friedman ;1964} Dalam suatu wilayah terdapat perbedaan yang prinsip diantara daerah inti {center} dengan daerah pinggiran {peri-phery} disekitarnya yang disebut daerah belakang,hinterland {pedalaman. Hubungan antara daerah inti dengan daerah pinggiran mempunyai karakter yang spesifik karena adanya pengaruh-pengaruh kuat dari daerah pusat terhadap daerah pinggirannya yaitu: pengaruh dominasi, informasi, psikologis, mata rantai, produksi. Regional Cluster Integrasi Fungsional Spasial Konsep sistem: Sistem yg terintegrasi dari berbagai pusat pelayanan {growth center} dari berbagai tingkatan serta mpy fungsi karakteristik yg berperan penting dlm memfasilitasi pengembangan wilayah yg lebih merata. Integrasi Teritorial Pemusatan hubungan antara desa kota secara hierarkis akan memperlemah dan mematikan usahausaha kecil dan jaringan perdagangan serta jaringan organisasi pekerja yang dibentuk di kota kecil dan pedesaan.

D. TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASINYA


Tata guna lahan adalah sebuah pemanfaatan lahan dan penataan lahan yang dilakukan sesuai dengan kodisi eksisting alam. Tata guna lahan berupa: Kawasan permukiman Kawasan permukiman ini ditandai dengan adanya perumahan yang disertai prasana dan sarana serta infrastrukutur yang memadai. Kawasan permukiman ini secara sosial mempunyai norma dalam bermasyarakat. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan 0-15% (datar hingga landai). Kawasan perumahan Kawasan perumahan hanya didominasi oleh bangunan-bangunan perumahan dalam suatu wilayah tanpa didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan 0-15% (datar hingga landai).

Kawasan perkebunan Perkebunan ini ditandai dengan dibudidayakannya jenis tanaman yang bisa menghasilkan materi dalam bentuk uang. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan 8-15% (landai). Kawasan pertanian Kawasan pertanian ditandai oleh adanya jenis budidaya satu tanaman saja. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan 8-15% (landai). Kawasan ruang terbuka hijau Kawasan terbuka hijau ini dapat berupa taman yang hanya ditanami oleh tumbuhan yang rendah dan jenisnya sedikit. Namun dapat juga berupa hutan yang didominasi oleh berbagai jenis macam tumbuhan. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan 15-25% ( agak curam ). Kawasan perdagangan Kawasan perdagangan ini biasanya ditandai dengan adanya bangunan pertokoan yang menjual berbagai macam barang. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan 0-8% ( datar ) Kawasan industri Kawasan industri ditandai dengan adanya proses produksi baik dalam jumlah kecil maupun dalam jumlah besar. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan 8-15% ( hingga landai ). Kawasan perairan Kawasan perairan ini ditandai oleh adanya aktifitas perairan, seperti budidaya ikan, pertambakan, irigasi, dan sumber air bagi wilayah dan sekitarnya. Perencanaan Tata Guna lahan pada hakekatnya adalah Pemanfaatan lahan yang ditujukan untuk suatu permukaan tertentu. Permasalahan yang mungkin timbul dalam perencanaan kesesuaian/kecocokan lahan terhadap suatu peruntukan tertentu. suatu lahan adalah masalah

Hal yang terpenting dalam suatu perencanaan tata guna lahan adalah usulan rencana lokasi serta tujuan

peruntukannya. Perencanaan Tata Guna Lahan 3 Tahapan dalam Perencanaan Tata Guna Lahan:

1. Melakukan survey pendahuluan atas data-data dasar yang meliputi : studi pustaka survey lapangan pekerjaan laboratorium (Memadukan Peta dasar dengan peta tematik untuk digunakan laporan)

2. Melakukan penilaian kapabilitas lahan dari hasil tahap pertama untuk berbagai peruntukan lahan. 3. Menyiapkan rencana lokasi dan tujuan dari peruntukan lahan

E. PERTUMBUHAN/PEENURUNAN WILAYAH PERKOTAAN


Dalam era desentralisasi dan partisipasi masyarakat serta keterbukaan, telah terjadi kecenderungan yang berkembang dalam masyarakat dan juga keinginan pemerintah daerah yaitu agar dalam penyelenggaraan otonomi daerah peran masyarakat dalam proses pembangunan harus diutamakan. Lahirnya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan legitimasi untuk menyerahkan kewenangan dalam proses penyelenggaraan penataan ruang kepada daerah. Namun, konsekuensi kondisi tersebut memberikan implikasi antara lain adalah memberikan kemungkinan banyaknya daerah yang hanya memikirkan kepentingannya sendiri, tanpa berupaya untuk ber-sinergi dalam pelaksanaan pembangunan dengan daerah lainnya, demi sekedar mengejar target dalam lingkup kacamata masing-masing. Kondisi tersebut akan menimbulkan persoalan pembangunan apabila tidak diikat dengan satu kerangka keterpaduan yang mengedepankan kepentingan wilayah yang lebih luas dan dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Masing-masing daerah otonom sangat bersemangat dalam membangun daerahnya masing-masing sehingga tiap daerah menginginkan ketersediaan sarana, prasarana, maupun pelayanan yang sama di daerahnya. Kalaupun secara finansial dapat dipenuhi oleh pemerintah pusat, hal ini tetap menjadi ganjalan dari segi efisiensi dan produktivitas. Prasarana yang bersifat tunggal dan melayani wilayah sekitarnya (prasarana wilayah) seperti pelabuhan, sangatlah tidak efisien apabila harus dibangun pada setiap daerah. Karena itu haruslah dicari suatu sinergi yang baik dalam mengupayakan ketersediaan

prasarana sejenis yang secara hirarki fungsional dia dapat melayani kebutuhan kebutuhan yang tidak hanya menguntungkan pembangunan daerah tetapi juga wilayah dan nasional. Sebagai contoh, prasarana jalan secara sistem berhirarki mulai dari jalan arteri, kolektor, dan lokal yang secara keseluruhan mendukung kelancaran sistem aktivitas dan produksi baik dari asal bahan baku maupun menuju outlet-nya. Begitu pula dengan sistem kota-kota yang terdiri dari fungsi pelayanan kegiatan nasional, wilayah, maupun lokal. Kota-kota tersebut secara hirarki fungsional melayani penduduk kotanya maupun wilayah sekitarnya. Isu selanjutnya adalah implikasi demokratisasi, yaitu keikutsertaan masyarakat dalam penentuan keputusan-keputusan publik. Saya bermaksud memberikan penekanan yang kuat pada aspek ini, karena hal ini merupakan inti dari reformasi yang kita cita-citakan yaitu timbulnya masyarakat sipil (civil society), masyarakat yang egaliter berdasarkan kesetaraan. Dengan demikian, masyarakat harus diberikan peranan yang cukup besar dalam penentuan nasibnya. Dalam kaitan tersebut, pendekatan perencanaan yang sentralistik dan top-down harus segera direvisi menjadi pendekatan perencanaan yang lebih mengedepankan demand masyarakat yang disebut sebagai community driven planning. Isu yang paling aktual untuk saat ini adalah bagaimana upaya untuk mencapai kondisi di mana masyarakat sendirilah yang mendesain rencana yang diinginkan dan pemerintah adalah fasilitatornya. Hal ini sangat penting dalam penataan ruang wilayah dan perkotaan. Isu ketiga adalah terkait dengan tantangan dalam pengembangan perkotaan. Pada tahun 1980 penduduk perkotaan berjumlah sekitar 32,85 juta atau 22,27% dari penduduk nasional. Tahun 1990, dalam waktu 10 tahun penduduk perkotaan menjadi 55,43 juta atau 30,9% dari penduduk nasional, sedang tahun 1995 penduduk perkotaan bertambah menjadi 35,91%. Perkembangan tesebut disamping akan meningkatkan beban kota dalam penyediaan infrastruktur, fasilitas umum dan prasarana lingkungan, juga menimbulkan dampak perpindahan penduduk dari desa ke kota. Berbagai isu telah menjadi fokus dalam pembangunan perkotaan dan diantaranya telah pula menjadi suatu agenda pembahasan internasional seperti Deklarasi Berlin. Kenyataannya, dunia sedang menghadapi pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat dan banyak kota-kota yang dihadapkan kepada hypergrowth gagal untuk mengatasi tantangan dalam penciptaan lapangan kerja, penyediaan rumah yang layak huni, serta pemenuhan kebutuhan pokok warganya. Selain itu, kita juga menghadapi kenyataan bahwa banyak kota-kota yang rawan dengan konflik-konflik horizontal dan segregasi sosial.

F. KARAKTERISTIK PREDIKSI & TATA GUNA LAHAN


Sebelum dikeluarkannya PP No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah, masalah model perencanaan penggunaan tanah masih merupakan masalah yang belum tuntas artinya masalahnya masih menjadi pembicaraan diantara para perencana pembangunan di Indonesia. Hal ini disebabkan belum ditemukan model perencanaan penggunaan tanah yang dapat dijadikan pedoman oleh para perencana pembangunan. Adapun faktor-faktornya adalah: 1. UUPA sendiri hanya mengatur secara garis besarnya saja.

Hal ini bisa dilihat dalam ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 UUPA (UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria). Pasal 14 menentukan agar Pemerintah membuat rencana umum penggunaan tanah untuk berbagai macam kepentingan masyarakat dan negara. Sedang Pasal 15 UUPA menentukan agar penggunaan tanah tidak menimbulkan kerusakan bagi lingkungan hidup termasuk terpeliharanya tingkat kesuburan tanah. 2. Adanya perbedaan pendapat tentang kedudukan dari rencana penggunaan tanah. 3. Selama ini pemerintah Indonesia menggunakan model perencanaan penataan wilayah termasuk penggunaan tanah yang diwarisi oleh Pemerintah Hindia Belanda. Tetapi setelah keluar PP No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah maka sudah ada aturan yang bisa dipergunakan sebagai acuan dalam mengatur dan menyelesaikan persoalan penatagunaan tanah di Indonesia. Ada beberapa Model Perencanaan Penggunaan Tanah yaitu: 1.Model Zoning Menurut model ini, tanah di suatu wilayah/daerah tertentu dibagi dalam beberapa zone penggunaan atau kepentingan-kepentingan/kegiatan-kegiatan/usaha-usaha yang dilakukan. Contoh model zoning yang dikembangkan oleh Ernest W Borgess untuk kota Chicago, dimana wilayah dibagi menjadi: a. Wilayah the loop yang merupakan wilayah perdagangan yang sering disebut downtown. b. The zone in transitions merupakan wilayah yang disiapkan bagi perkembangan industri dan perdagangan. c. The zone of working mens homes merupakan wilayah pemukiman bagi pekerja-pekerja kelas bawah. d. The residential zone merupakan wilayah pemukiman bagi orang-orang kaya e. The commuters zone merupakan wilayah diluar batas kota. Kebaikan dari model zoning adalah: Tugas perencana penggunaan tanah cukup sederhana. Adanya jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah warga masyarakat.

Kelemahan-kelemahannya adalah: Tidak adanya ruang atas tanah yang dapat menampung kegiatan-kegiatan yang dipandang merugikan atau mengganggu apabila diletekkan pada zone-zone tertentu. Akan terjadi perkembangan wilayah yang tidak merata. Pada suatu saat, suatu zone akan mengalami tingkat kepadatan yang tinggi. 2.Model Terbuka Istilah terbuka mempunyai arti bahwa suatu ruang atas tanah dalam satu wilayah tertentu tidak terbagibagi dalam zone-zone penggunaan sebagaimana dalam model zoning. Model terbuka menitikberatkan pada usaha-usaha untuk mencari lokasi yang sesuai bagi suatu kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah atau swasta. Untuk memperoleh lokasi yang sesuai, faktor-faktor tertentu harus diperhatikan antara lain: a.Data kemampuan fisik tanah Atas data kemampuan fisik tanah dibuatlah pola penggunaan tanah. Pola penggunaan tanah perkotaan dibuatlah jaringan jalan dengan tetap memperhatikan asas ATLAS. Sedangkan pola penggunaan tanah untuk pedesaan dibuat atas dasar tinggi dan tingkat kemiringan tanah. Atas dasar ini maka suatu wilayah pedesaan dibedakan menjadi beberapa wilayah penggunaan utama yang disebut wilayah tanah usaha. Wilayah tanah usaha dibedakan menjadi Wilayah tanah usaha terbatas. Ketinggian <> 1000 m. Perbedaan ketinggian tanah ini akan membedakan pula perbedaan pola penggunaan tanah b.Keadaan sosial ekonomi masyarakat Meliputi: kepadatan penduduk, kegiatan yang dilakukan penduduk & mata pencaharian, rata-rata pendapatan perkapita, adat istiadat dll. Data ini penting untuk mencegah keresahan-keresahan masyarakat sebagai akibat adanya kegiatan pembangunan. Keadaan lingkungan hidup. Untuk mengetahui pengaruh pembangunan terhadap lingkungan hidup dilakukan dengan ANDAL (analisa dampak lingkungan) c.Data mengenai penguasaan tanah yang ada di wilayah tersebut. Prinsip-prinsip yang dipergunakan dalam model terbuka:

Bahwa perencanaan penggunaan tanah tidak menggariskan kegiatan yang harus diletakkan, tetapi meletakkan kegiatan yang telah digariskan. Tersedianya peta penggunaan tanah bukan merupakan tujuan tetapi berfungsi sebagai alat atau sarana untuk mecapai tujuan pembangunan. Bahwa tanah itu sendiri tidak dapat memberikan suatu bagi manusia, tetapi kegiatan yang ada di atasnyalah yang memberikan manfaat dan kemakmuran. Kebaikan dari model terbuka: Semua kegiatan pembangunan baik pemerintah maupun swasta dilaksanakan dan tertampung, tanpa ada kekawatiran akan terjadi konflik dalam penggunaan tanah. Tanah dapat digunakan sesuai dengan asas-asas penggunaan tanah. Kelemahan model terbuka adalah kurangnya jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah warga masyarakat. Hak atas tanah warga masyarakat kurang mendapatkan jaminan hukum. Untuk mengatasi ini maka hendaknya proses pembebasan tanah dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 3. Land Consolidation Dikenal pula adanya teknik konsolidasi tanah (land consolidation) yaitu teknik penataan kembali lokasi dan batas-batas tanah serta sarana dan prasarana (pelurusan jalan, sungai, saluran pembagian/pembuangan air) sedemikian rupa, sehingga pengkaplingan menjadi berbentuk segi empat panjang dan setiap persil dapat dicapai secara efisien oleh penggarap atau saluran air. Penatagunaan tanah juga mencakup arti pemeliharaan. Tanah itu harus dipelihara baik-baik menurut cara yang lazim dikerjakan di daerah yang bersangkutan sesuai dengan petunjuk dari jawatan-jawatan yang bersangkutan agar bertambah kesuburan serta dicegah kerusakannya. Dalam dictum peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah dinyatakan bahwa tanah sebagai kekayaan bangsa Indonesia harus dimanfaatnkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk itu perlu dilakukan konsolidasi tanah sebagai upaya untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penggunaan tanah serta menyelaraskan kepentingan induvidu dengan fungsi sosial tanah dalam rangka pelaksanaan pembangunan. Konsolidasi tanah ialah kebijaksanaan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alan dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Bertitik tolak dari definisi tersebut di atas maka ada beberapa elemen dari konsolidasi tanah, yaitu:

Konsolidasi tanah merupakan kebijakan pertanahan; Konsolidasi tanah berisikan penataan kembali penguasaan, penggunaan, dan usaha pengadaan tanah; Konsolidasi tanah bertujuan untuk kepentingan pembangunan, meningkatkan kualitas lingkungan, pemeliharaan sumber daya alam; Konsolidasi tanah harus dilakukan dengan melibatkan pastisipasi aktif masyarakat. Tujuan Konsolidasi tanah ialah untuk mencapai pemanfaatan tanah secara optimal melalui peningkatan efisiensi dan produktifitas penggunaan tanah. Sedangkan sasaran yang akan dicapai ialah terwujudnya suatu tatanan penguasaan dan penggunaan tanah yang tertib dan teratur. Sedangkan pelaksanaan konsolidasi tanah diatur lebih lanjut dalam SE KBPN No. 410-4245/1991 tentang Petunjuk Pelaksnaan Konsolidasi Tanah. Dalam pont 2 SE ini dinyatakan bahwa Peningkatan yang demikian itu mengarah kepada tercapainya suatu tatanan penatagunaan dan penguasaan tanah yang tertib dan teratur. Sasaran konsolidasi tanah terutama ditujukan pada wilayah sebagai berikut: a. Wilayah perkotaan; Wilayah pemukiman kumuh; Wilayah yang tumbuh pesat secara alami; Wilayah pemukiman yang mulai tumbuh; Wilayah yang direncanakan menjadi pemukiman yang baru; Wilayah yang relative kosong di bagian pinggiran kota yang diperkirakan akan berkembang sebagai daerah pemukiman. b. Wilayah pedesaan Wilayah yang potensial dapat memperoleh pengairan tetapi belum tersedia jaringan irigasi; Wilayah yang jaringan irigasinya telah tersedia tetapi pemanfaatannya belum merata; Wilayah yang berpengairan cukup baik maupun masih perlu ditunjang oleh pangadaan jaringan jalan

yang memadai. Pada point 3 SE KBPN No. 410-4245/1991 dinyatakan bahwa konsolidasi tanah meliputi kegiatan sebagai berikut: a. Konsolidasi tanah perkotaan Pemilihan lokasi; Penyuluhan; Penjajakan kesepakatan; Penetapan lokasi konsolidasi tanah dengan surat Kep. Bupati/walikotamadya; Pengajuan daftar usulan rencana kegiatan konsolidasi tanah; Identifikasi subjek dan objek; Pemetaan dan pengukuran keliling; Pengukuran dan pemetaan rincian; Pengukuran topografi dan pemetaan penggunaan tanah; Pembuatan blok plan/pradisain tata ruang; Pembuatan desain tata ruang; Musyawarah tentang rencana penetapan kapling baru; Pelepasan hak atas tanah oleh para peserta; Penegasan tanah sebagai objek konsolidasi tanah; Staking out/relokasi;

Konstruksi/pembentukan badab jalan dll; Redistribusi tanah/penerbitan sk pemberian hak; Sertifikat; PENERAPAN KONSEP INTERAKSI TATA GUNA LAHAN-SISTEM TRANSPORTASI DALAM PERENCANAAN SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota ITB, ISSN 0853-9847, Vol. 8, No. 3, Juli 1997 Gray literature from JBPTITBPP / 2007-02-14 18:48:03 Oleh : Russ Bona Frazila, ST., MT., Department of Civil Engineering (frazila@trans.si.itb.ac.id) Dibuat : 1997-07-00, dengan 1 file Keyword : Transport planners, Transportation network development policy, Regional Landuse Plan, Transport Network System, Quantitative model, Road transport network Abstrak: Adanya interaksi yang kuat antara tata guna lahan dengan sistem transportasi sudah banyak diketahui oleh para perencana transportasi. Akan tetapi, konsep ini sangat jarang digunakan dalam perencanaan sistem jaringan transportasi. Kinerja yang sering dipakai adalah trend pertumbuhan arus lalulintas pada ruas jalan yang sebenarnya tidak/kurang tepat digunakan sebagai patokan dalam menentukan kebijakan pengembangan sistem jaringan transportasi. Hal ini akan merupakan suatu tindakan yang keliru dalam menentukan kebijakan pengembangan sistem jaringan transporttasi. Pada dasarnya, konsep interaksi ini menggabungkan kebijakan pengembangan wilayah yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW (tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kotamadya) dengan sistem jaringan transportasi yang akan mengakomodir pergerakan yang ditimbulkan oleh kegiatan tata guna lahan tersebut. Sebenarnya, tata guna lahan mempunyai hubungan kausal (timbal balik) dengan sistem jaringan transportasi (jalan raya, jalan rel, dan lainnya). Suatu model kuantitatif telah dikembangkan yang mengaitkan adanya interaksi antara RTRW dengan sistem jaringan transportasi (khususnya jalan raya) sehingga kebijakan pengembangan sistem jaringan transportasi sesungguhnya telah mengantisipasi dan mengakomodir adanya perubahan akibat pengembangan wilayah. Model kuantitatif dapat digunakan untuk skala perencanaan yang berbeda misalnya skala tata ruang dapat berupa skala nasional, regional/pulau, propinsi, kabupaten/kotamadya dan kawasan sedangkan sistem jaringan jalan dapat berupa jalan arteri, kolektor, lokal (baik primer maupun sekunder). Makalah ini akan menjabarkan secara jelas konsep interaksi tersebut dalam bentuk suatu model kuantitatif dan memberikan hasil penerapan model pada rencana pengembangan sistem jaringan transportasi (jalan) dengan kasus di propinsi Jawa Timur. Deskripsi Alternatif : Abstrak: Adanya interaksi yang kuat antara tata guna lahan dengan sistem transportasi sudah banyak diketahui oleh para perencana transportasi. Akan tetapi, konsep ini sangat jarang digunakan dalam perencanaan sistem jaringan transportasi. Kinerja yang sering dipakai adalah trend pertumbuhan arus lalulintas pada ruas jalan yang sebenarnya tidak/kurang tepat digunakan sebagai patokan dalam menentukan kebijakan pengembangan sistem jaringan transportasi. Hal ini akan merupakan

suatu tindakan yang keliru dalam menentukan kebijakan pengembangan sistem jaringan transporttasi. Pada dasarnya, konsep interaksi ini menggabungkan kebijakan pengembangan wilayah yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW (tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kotamadya) dengan sistem jaringan transportasi yang akan mengakomodir pergerakan yang ditimbulkan oleh kegiatan tata guna lahan tersebut. Sebenarnya, tata guna lahan mempunyai hubungan kausal (timbal balik) dengan sistem jaringan transportasi (jalan raya, jalan rel, dan lainnya). Suatu model kuantitatif telah dikembangkan yang mengaitkan adanya interaksi antara RTRW dengan sistem jaringan transportasi (khususnya jalan raya) sehingga kebijakan pengembangan sistem jaringan transportasi sesungguhnya telah mengantisipasi dan mengakomodir adanya perubahan akibat pengembangan wilayah. Model kuantitatif dapat digunakan untuk skala perencanaan yang berbeda misalnya skala tata ruang dapat berupa skala nasional, regional/pulau, propinsi, kabupaten/kotamadya dan kawasan sedangkan sistem jaringan jalan dapat berupa jalan arteri, kolektor, lokal (baik primer maupun sekunder). Makalah ini akan menjabarkan secara jelas konsep interaksi tersebut dalam bentuk suatu model kuantitatif dan memberikan hasil penerapan model pada rencana pengembangan sistem jaringan transportasi (jalan) dengan kasus di propinsi Jawa Timur. erpen atau yang lebih dikenal dengan cerita pendek. Sering kita mendengarnya namun apakah kita mengetahui apa pengertian dari cerpen secara ilmu pengetahuan?apa kita tahu ciri - ciri dari cerpen? Kali ini saya akan memberi pengetahuan tentang cerpen. Barangkali bisa membantu kalian memahami apa itu cerpen dan cirinya. langsung saja, simak penjelasan dibawah ini : Pengertian Cerpen Cerpen (cerita pendek) adalah karangan pendek yang berbentuk prosa. Sebuah cerpen mengisahkan sepenggal kehidupan tokoh yang penuh pertikaian, peristiwa, dan pengalaman. Tokoh dalam cerpen tidak mengalami perubahan nasib. Ciri - Ciri dari sebuah cerpen adalah Bentuk tulisannya singkat, padat, dan lebih pendek daripada novel. Terdiri kurang dari 10.000 kata. Sumber cerita dari kehidupan sehari-hari, baik pengalaman sendiri maupun orang lain. Tidak melukiskan seluruh kehidupan pelakunya karena mengangkat masalah tunggal atau sarinya saja. Habis dibaca sekali duduk dan hanya mengisahkan sesuatu yang berarti bagi pelakunya saja. Tokoh-tokohnya dilukiskan mengalami konflik sampai pada penyelesaiannya. Penggunaan kata-katanya sangat ekonomis dan mudah dikenal masyarakat. Sanggup meninggalkan kesan mendalam dan mampu meninggalkan efek pada perasaan pembaca. Menceritrakan satu kejadian, dari terjadinya perkembangan jiwa dan krisis,tetapi tidak sampai menimbulkan perubahan nasib. Beralur tunggal dan lurus. Penokohannya sangat sederhana, singkat, dan tidak mendalam. - See more at: http://koffieenco.blogspot.com/2013/02/pengertian-dan-ciri-ciricerpen.html#sthash.7NTE3Iih.dpuf

You might also like