You are on page 1of 377

Isi Buku

Dari Penerbit
Dari Penulis
Ucapan Terima Kasih
Mukadimah
Pernikahan Itu Agung

Jendela Pertama:
Sebelum Sampai Ke Akad Nikah

Bagian Satu:
Kupinang Engkau Dengan Hamdalah

Bab 1: Kupinang Engkau Dengan Hamdalah


Bab 2: Mempertimbangkan Pinangan
Bab 3: Mengenai Sumber Informasi dan Perantara
Bab 4: Selama Proses Berlangsung
Bab 5: Antara Menyegerakan dan Tergesa-gesa

Bagian Dua:
Mencapai Pernikahan Barakah

Bab 6: Dimanakah Wanita-wanita Barakah Itu?


Bab 7: Undangan-undangan Mubazir Itu...
Bab 8: Awalnya Dari Niat

Jendela Kedua:
Sejak Akad Nikah dan Malam Pertama

Bagian Satu:
Maka, Ia Menjadi Istrimu

Bab 9: Memasuki Malam Zafaf


Bab 10: Masa Pengantin Baru
Bab 11: Tinggal Dimana Setelah Menikah?
Bagian Dua:
Saat-saat Indah Bersama Suami

Bab 12: Saat Tepat Untuk Berhias


Bab 13: Keindahan Suami Istri
Bab 14: Keindahan yang Lebih Besar

Jendela Ketiga:
Rumah Tangga Pasca Nikah

Bagian Satu:
Menjaga Rumah Kita

Bab 15: Biarlah Engkau yang Tercantik di Hatiku


Bab 16: Komunikasi Suami Istri

Bagian Dua:
Membawa Keluarga Ke Masa Depan

Bab 17: Komunikasi Kita dan Pendidikan Anak


Bab 18: Keasyikan yang Menghancurkan Keluarga Kita

Bagian Tiga:
Persoalan Rumah Tangga

Bab 19: Konflik dan Perceraian


Bab 20: Poligami

Epilog
Tuhan, Dimana Fathimatuz Zahra Sekarang?
Pamit Penulis
Jendela Pertama

Sebelum Sampai
Ke Akad Nikah
.....................................................

Bagian Satu:
Kupinang Engkau dengan Hamdalah

Bab 1 Kupinang Engkau dengan Hamdalah


Kupinang Engkau dengan Hamdalah
- Mendahului dengan Hamdalah
Wanita Boleh Menawarkan Diri

Bab 2 Mempertimbangkan Pinangan


Catatan Bagi Ayah
Memperhatikan Agama
Meminta Izin Anak
Meminta Pertimbangan Istri
Musywarah

Catatan Bagi Wanita yang Dipinang


Agama Calon Suami
Kemandirian Ekonomi
Ada Ladang Amal Shalih
Nikah dan Menuntut Ilmu
Mengenai Syarat Nikah
Menyampaikan Isi Hati Kepada Ibu
Jangan Buka Pintu Lagi
Mengapa Kau Mempersulit Diri?

Bab 3 Mengenai Sumber Informasi dan Perantara


Pertama, Memberi Informasi Obyektif
Kedua, Tidak Persuasif
Ketiga, Memberi Informasi Menurut Apa Yang Diketahuinya
Keempat, Lebih Melihat Pada Usaha
Kelima, Moderat dan Tidak Menyudutkan
Keenam, Memotivasi Jika Mampu
Perantara untuk Menawarkan Maksud Seorang Wanita

....................................................................................................................................
Bab 4 Selama Proses Berlangsung
Persangkaan Kepada Allah
Persangkaan dan Persepsi Terhadap Calon
....................................................................................................................................

Bab 5 Antara Menyegerakan dan Tergesa-gesa


Pertama, Tanda-tanda Hati
Kedua, Tanda-tanda Perumpamaan
Segala Puji Bagi Allah

Bagian Dua:
Mencapai Pernikahan Barakah

Bab 6 Dimanakah Wanita-wanita Barakah Itu?

MASALAH MAHAR

Sebaik-baik Mahar
-Tidak Bisa Dinilai Secara Kuantitatif

Pernikahan Fathimah Az-Zahra


-Seperti Apakah Keturunan Kita?

Berapa Ukuran Mahar?


Berlebihan Menuntut Mahar
-Biarlah Rasulullah yang Menjadi Wali
-Peringatan Penting

jalinan Perasaan yang Barakah


-Peringatan bagi Suami
- Hak Atas Mahar

MEMPERSULIT PROSES PERNIKAHAN

Pertama, Menyebabkan Pembandingan


Kedua, Menimbulkan Keraguan
Ketiga, Melemahkan Kesediaan Berjuang Bersama-sama
Keempat, Mengeraskan Hati
Antara Mempersulit dan Kesulitan

MENGAJUKAN SYARAT NIKAH

Mempersyaratkan Tinggal Di Rumah Istri


Mensyaratkan Tidak Berhubungan Intim
Mempertimbangkan Kembali Syarat Nikah
Kelak Ada Dialog

Bab 7 Undangan-undangan Mubazir itu

Bab 8 Awalnya Dari Niat

NIAT KETIKA MENIKAH

-Niat Ketika Memilih Pendamping


-Niat Dalam Urusan Pernikahan

MASIH ADA NIAT SESUDAH AKAD NIKAH

HUJAN ITU MENSUCIKAN BUMI


Jendela Dua
............................

Bagian Satu
Memasuki Jenjang Pernikahan

***

Bab 9 Memasuki Malam Zafaf

Ikatan itu Bernama Mitsaqan-Ghalizhan


Mengucapkan Ijab-Qobul Nikah
- Siapa yang Menikahkan?
Walimah Itu Ungkapan Syukur
Memasuki Malam Zafaf
Kelengkapan Zafaf
- kelengkapan laki-laki
- kelengkapan Wanita
Kelengkapan Tambahan
Mengajak Istri Shalat Bersama
- Masalah Kita
Makanan Kecil Pembuka
Apakah Sekarang Saat yang Tepat?
- Urusan Berkenaan dengan Pakaian
- Bercanda
- Salah Tingkah Itu Rahmat
- Selanjutnya, Istri Hendaknya Tidak Malu
- Berbicara Dari Hati Ke Hati
- Mandi Janabah Bersama
- Masih Ada Kehangatan

Bab 10 Masa Pengantin Baru

Belajar Mendampingi Suami


Merintis Kebiasaan Yang Baik
Dan Istri Pun Hamil

Bab 11 Tinggal Dimana Setelah Menikah?

TINGGAL DI RUMAH SENDIRI


Catatan Ketika Mengontrak Rumah
- Masalah Anak Ketika Pindah
TINGGAL BERSAMA ORANGTUA
- Anak yang Diharapkan
- Keluarga yang Menuntut
- Saudara Perempuan Tinggal Serumah

PRIORITAS TEMPAT TINGGAL

Bagian Dua
Saat-saat Indah Bersama Suami

***

Bab 12 Saat Tepat Untuk Berhias

Saat Suami Akan Pergi


Saat Suami Pulang
- Ketika Suami Harus Pulang Mendadak
Saat Berangkat Ke Pembaringan

Bab 13 Keindahan Suami Istri

Laki-laki dan Perempuan Memang Beda


Mandi Jinabah
Istri Juga Memiliki Kebutuhan
Maka dalam Jima’ Ada Kemuliaan

MENGGAIRAHKAN SUAMI
- Membuang Rasa Malu
- Allah Telah Menghalalkan
- Pakaian dan Parfum Istri
- Ciptakan Suasana Dulu
- Hanya Untuk Anda
- Aktif Secara Bijak
- Mandi Jinabah Bersama
- Kebutuhsn Wanita Lebih Bersifat Psikis

SAAT-SAAT YANG TEPAT


- Malam-malam Bahagia
- Ketika Hati Yang Berselisih Rukun Kembali
- Saat Suami Menghadapi Cobaan
KETIKA JIMA’ MENJADI KEUTAMAAN
Pertama, Ketika Pulang dari Bepergian
Kedua, Ketika Harus Pulang Mendadak

JIMA’ SELAMA HAMIL


Jangan Tinggalkan Istri Anda Kesepian
Mengubah Posisi Jima’

JIMA’ SETELAH PERSALINAN


Padahal Istri Sedang Haid

Bab 14 Keindahan yang Lebih Besar


Jendela 3

.........................................................................................
Bagian Satu
Menjaga Rumah Kita
.........................................................................................

Bab 15 Biarlah Kau yang Tercantik di Hatiku


Engkau yang Tercantik Di Hatiku

Bab 16 Komunikasi Suami Istri


Menyalahkan Pasangan
Saling Menyalahkan
Tanpa Alternatif
Sangat Sensitif Terhadap Kritik
Cara Berpikir “Semua Salah”
Tidak Mencari Akar Masalah
Tanpa Jangkauan Ke Depan
Komunikasi Kursif karena Cara Berbicara
Kenangan Indah

Bagian Dua
Membawa Keluarga Ke Masa Depan

Bab 17 Komunikasi Kita dan Pendidikan Anak

Bab 18 Keasyikan yang Menghancurkan Keluarga


Sudah Termasuk Menggunjing
Ada Yang Dibolehkan
Allah Mengancam
Allah Akan Mempermalukan
Mereka Memakan Bangkai Manusia
Ia Merusak Kita
Hubungan Suami Istri Cenderung Bersifat Permukaan
Kepercayaan Sulit Dibangun
Kepuasan Rendah
Saling Pengertian Sulit Tumbuh
“Sibuk” Menepis Penilaian Sosial
Dan Masyarakat Pun Hancur
Zhan Yang Terpenuhi
Terbentuknya Persistensi Tentang Orang Lain
Masyarakat Tak Lagi Ikut Mendidik Anak Kita
Anak-anak Pun Menjadi Korban

Bagian Tiga
Persoalan Rumah Tangga

***

Bab 19 Konflik dan Perceraian


Perbedaan dalam Perkara Yang Wadag
Sikap Terhadap Hidup dan Teman Hidup
Perbedaan Prinsip Keimanan
Ketika Kemelut Itu Terjadi
- Sabar
- Dialog
- Mencari Penengah
Konflik dan Perceraian
Perceraian Para Sahabat
Yang Harus Dijaga Ketika Bercerai
Jangan Rusak Kehormatannya
Jangan Kau Rampas Rezeki Anakmu
Kemana Engkau Pergi?

Bab 20 Poligami
Poligami Orang-orang Shaleh

Epilog
Bab 21 Tuhan, Dimana Fathimatuz Zahra Sekarang?
Mihrab Agung Orang-orang Tercinta

Pamit Penulis
[Kata Pengantar]

Dari Penulis
.........................................................................

❖❖❖

H anya Allah yang berhak dipuji, meskipun kita sering haus pujian. Hanya
Allah yang mampu menyangga segala macam pujian yang ditujukan bagi-
Nya. Selain Allah, tak ada yang kuat menyangga berba-gai pujian, kecuali
orang yang Allah telah berikan kepada-nya taufiq dan hidayah. Maka, izinkanlah saya
untuk memu-lai buku ini dengan hamdalah, dengan pujian kepada Allah 'Azza wa Jalla.

Bersama-sama saya, mari kita ucapkan alhamdulillahi rabbil 'alamin. Kemudian


mari kita ingat nikmat-Nya yang lebih sering kita ingkari daripada kita syukuri itu.
Kemudian mari terima nikmat-Nya dan kita berbahagia karenanya. U-capkanlah pujian
kepadanya bahwa hari ini kita bisa makan. Sementara jutaan saudara-saudara kita
menahan lapar se-tiap hari. Sepiring nasi panas dengan lauk ala kadarnya ada-lah
kenikmatan luar biasa jika dihidangkan dan dilahap de-ngan rasa syukur, berterima kasih
kepada Allah yang telah memperhatikan kebutuhan kita. Bergembiralah, karena kita bisa
mengenyangi perut kita dan istri kita dengan rizki yang halal, di saat ada saudara kita
yang harus mencuri tiga batang pohon singkong milik tetangganya untuk memperta-
hankan hidup agar anaknya tidak sampai mati kelaparan.

Sesungguhnya Allah memberi kita nikmat yang ba-nyak. Sayang, kita sulit
mensyukurinya.
Sesudah itu, marilah kita tundukkan hati sejenak. Mari kita ucapkan shalawat atas
Nabi Muhammad, manusia suci yang Allah sendiri memujinya. Shalawat kita juga untuk
ke-luarganya yang mulia, yang Allah juga memujinya. Mari kita ucapkan pelan-pelan:
"Allahumma shalli 'alaa Muham-mad wa 'alaa ali Muhammad".
Selebihnya, saya ingin menceritakan kepada Anda ten-tang buku yang sedang Anda
baca ini. Secara umum, buku ini merupakan edisi satu jilid dari keseluruhan trilogi Ku-
pinang Engkau dengan Hamdalah, yakni buku Kupinang Engkau dengan Hamdalah --
judul buku sama dengan nama triloginya-- yang terbit akhir Juni 1997, Mencapai
Pernikahan Barakah (akhir Oktober, 1997), serta yang ketiga Disebabkan Oleh Cin-ta,
Kupercayakan Rumahku Padamu (Juli, 1998). Isinya, dengan demikian, ya sama. Hanya
ada berbagai penambahan infor-masi atau pendalaman pembahasan. Bab Keasyikan yang
Menghancurkan Keluarga dibahas lebih tuntas pada buku ini, hal yang belum bisa saya
lakukan pada buku Disebabkan Oleh Cinta mengingat terbatasnya halaman. Begitu juga
misalnya, bab Mempertimbangkan Pinangan dibahas lebih jauh pada bu-ku Kado
Pernikahan untuk Istriku yang sedang Anda baca ini. Ada penambahan dua sub judul
pada bab tersebut, yakni peringatan agar tidak membuka pintu pinangan setelah me-
nerima pinangan dari orang lain serta pertimbangan bagi yang telah menikah untuk tidak
mempersulit diri dengan merahasiakan pernikahan jika tidak ada sesuatu yang mem-
bawa madharat besar manakala diumumkan.
Sub bab Jangan Buka Pintu Lagi, sekedar contoh saja, sebelumnya tidak masuk
dalam buku Kupinang Engkau de-ngan Hamdalah. Akan tetapi ketika saya menjumpai ada
sau-dara kita yang menghadapi masalah karena mene-
rima pinangan setelah pinangan orang lain se-
cara resmi diterima, maka saya tergerak untuk menambah-kan sub bab ini pada bab
Mempertimbangkan Pinangan agar bisa menjadi peringatan bagi kita. Sebab tidak ada
jaminan bahwa kita tidak akan melakukan hal yang sama, seandai-nya kita tidak ingat
peringatan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam agar tidak meminang wanita yang telah
dipinang saudaranya.

Selain penambahan dan pendalaman, ada juga peng-hapusan hal-hal yang ternyata
saya lihat tidak terlalu perlu, meskipun tidak semua penghapusan karena alasan ini. Se-
bagian saya hapus karena pijakannya kurang kuat, sekali-pun secara psikologis dapat
dipertanggungjawabkan. Sebagian saya hapus semata-mata untuk meringankan be-ban
moral. Mengapa? Itu yang saya tidak enak untuk me-nulis di sini.
Alhasil, buku ini tidak persis sama isinya dengan edisi yang terpisah-pisah. Mudah-
mudahan bermanfaat dan membawa kebaikan bagi kita semua, terutama bagi Anda yang
mau menikah atau baru menikah dan punya anak. Mudah-mudahan Allah meridhai
usaha ini dan memaafkan kesalahan-kesalahan saya dalam menulis buku ini.

Pembaca,
Sebelum kata pengantar ini saya tutup, masih ada yang ingin saya sampaikan. Ada
perubahan dalam perwajahan buku ini. Tidak seperti buku-buku kita sebelumnya, daftar
isi untuk buku Kado Pernikahan ini kita cetak berwarna. Se-lain itu, daftar isi tidak
memberi informasi isi buku secara lengkap. Hanya garis besar. Informasi tentang isi buku
se-cara lebih rinci, bisa Anda jumpai pada tiap-tiap Jendela Pembahasan.
Pada beberapa halaman diberi ornamen. Selain itu, jenis huruf yang dipakai juga
sangat beragam, sehingga tidak terasa monoton. Jarak antar paragraf juga diusahakan
setepat mungkin dengan mempertimbangkan berat ringan-nya pembahasan, nilai penting
tiap-tiap paragraf, serta ke-mampuan mata untuk membaca secara efektif.
Berbagai perbaikan pada buku ini, khususnya pada per-wajahan buku, dilakukan
untuk tujuan sederhana: memudah-kan Anda membaca dan memahami buku ini. Buku ini
tebal, ka-rena itu kami tidak ingin Anda kecapekan membaca karena perwajahan buku
yang kaku. Betapa banyak buku-buku yang sangat bagus isinya, tetapi tidak disentuh oleh
pemba-ca semata-mata karena perwajahan yang melelahkan atau sampul buku yang
salah. Saya pernah melihat satu buku terjemahan yang sampulnya menjengkelkan dan
perwajah-annya (lay out) menyedihkan, ternyata isinya sangat berman-faat.
Masih ada keinginan saya berkenaan dengan perwajah-an buku, tetapi untuk kondisi
kita saat ini masih belum me-mungkinkan. Saya sebenarnya ingin memberi ruangan yang
cukup lebar di bagian pinggir buku, sehingga Anda bisa memberi hasyiah (catatan
pinggir) --salah satu tradisi Islam yang sangat berharga. Tetapi jika ini dilakukan untuk
selu-ruh bab, buku yang sudah tebal ini akan membengkak hala-mannya secara besar-
besaran. Padahal, harga kertas seka-rang sangat mahal.
Begitulah. Dan tegur sapa Anda saya tunggu.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Yogyakarta, 1 Juli 1998

Mohammad Fauzil Adhim


[Pendahuluan]
...........................................................
(Mukadimah)

J ika ada surga di dunia, maka surga itu adalah pernikahan yang bahagia.
Tetapi jika ada neraka di dunia, itu adalah rumah tangga yang penuh
pertengkaran dan kecurigaan-kecurigaan yang menakutkan di antara suami
dan istri.
Di Timur dan di Barat, banyak usaha dilakukan orang untuk mencapai
pernikahan yang bahagia. Kadangkala usa-ha itu mendekati kebaikan, kadangkala
justru menjauhkan orang dari pernikahan yang sungguh-sungguh bahagia. Ma-rriage
contracts adalah salah satu contoh usaha mencapai ke-bahagiaan pernikahan yang saya
kira lebih banyak sedihnya daripada bahagianya. Marriage contracts atau kontrak
perka-winan adalah model yang lazim dipergunakan oleh pengan-tin-pengantin di
Amerika untuk mengatur hubungan antara suami dan istri seperti yang dikehendaki
oleh kedua belah pihak. Masing-masing menandatangi surat perjanjian yang berisi
tentang kewajiban masing-masing pihak terhadap orang lain. Misalnya, siapa yang
harus membuat secangkir kopi panas setiap pagi. Atau, apa yang harus dilakukan oleh
seorang suami kepada istrinya. Katakanlah, kapan suami berkewajiban mengatakan "I
love you".
Kebahagiaan memang mahal. Buku-buku konseling atau psikologi perkawinan
terus berusaha menemukan akar masalah ketidakbahagiaan perkawinan, meskipun
ternyata masih banyak yang menemui kegagalan. Tulisan James O. Prochaska & Carlo
C. DiClemente adalah salah satu yang bisa menerangkan dengan agak baik. Dari
serangkaian pene-litian, Prochaska dan DiClemente menyimpulkan bahwa faktor
yang sangat banyak mempengaruhi perkawinan itu bahagia atau tidak, perkawinan
yang lumpuh dapat diper-baiki atau tidak, adalah orientasi pasangan suami istri itu
terhadap anak. Suami istri yang memiliki orientasi kuat ter-hadap pendidikan anak,
mempunyai keinginan-keinginan yang besar terhadap pendidikan anak-anaknya, akan
lebih bahagia. Mereka ini --yang memiliki orientasi kuat terhadap pendidikan anak-
anak mereka-- semakin bahagia manakala anaknya semakin banyak.
Kalau begitu, apakah sebaiknya kita mengikuti James O. Prochaska agar
pernikahan kita bahagia? Emm, kita be-lum bisa memutuskan. Sebab, mereka yang
mempunyai orientasi kuat terhadap pendidikan anak, sering mengalami situasi
kesepian dan tidak berguna begitu anak-anak mereka telah mandiri dan satu per satu
meninggalkan rumah untuk memasuki rumah mereka sendiri. Mereka dapat merasa
ba-hagia, sejauh anak-anak mereka yang telah mandiri menun-jukkan bahwa mereka
masih membutuhkan peran orang-tuanya.

Alhasil, bagaimana kesimpulannya? Silakan Anda am-bil kesimpulan sendiri


setelah menyimak sedikit informasi yang telah saya sampaikan.
Sambil menanti Anda mengambil kesimpulan, saya ingin mengajak Anda untuk
melihat gambaran yang sangat berbeda tentang orientasi perkawinan. Jika buku-buku
psi-kologi atau artikel-artikel perkawinan selalu berbicara ten-tang perkawinan yang
bahagia (happy marriage atau successful marriage), maka kita mendapati cerita yang
berbeda da-lam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, An-Nasa'i, Ibnu Majah,
Ad-Darimi, Ibnu Sinni dan yang lainnya dengan kedudukan hasan.

Selengkapnya, mari kita simak kisah pernikahan Uqail bin Abu Thalib dengan
seorang wanita dari kalangan Bani Jasym. Seperti lazimnya upacara pernikahan, tamu-
tamu berdatangan. Dan seperti lazimnya upacara pernikahan di masa sekarang, para
tamu ketika itu memberi ucapan sela-mat sekaligus sebagai do'a.
"Semoga bahagia dan banyak anak," kata para tamu kepada pengantin laki-laki.
Menerima ucapan selamat seperti itu, Uqail segera ter-ingat Rasulullah
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Ke-mudian ia berkata, "Jangan kalian
mengatakan demikian, karena sesungguhnya Rasulullah Saw. telah melarang hal
tersebut."
"Kalau demikian," kata mereka, "apakah yang harus ka-mi katakan, wahai Abu
Zaid?"
"Katakanlah oleh kalian," jawab Uqail, "Semoga Allah membarakahi Anda
sekalian dan melimpahkan barakah kepa-da Anda. Demikian yang diperintahkan
kepada kita."

Hadis ini mengajarkan kepada kita bahwa yang paling penting untuk dicari
dalam pernikahan bukan kebahagiaan. Yang paling penting justru barakah, konsep
yang sangat se-ring terdengar tetapi tidak banyak diketahui artinya. Men-do'akan
pengantin baru agar dapat mencapai pernikahan yang bahagia dan sekaligus banyak
anak dilarang (makruh). Sebaliknya, sunnah bagi kita mendo'akan saudara kita yang
menikah dengan do'a barakah. Mudah-mudahan pernikahan itu barakah bagi
pengantinnya dan barakah atas pengantin-nya, yakni barakah pernikahan tersebut
juga terasakan oleh orang-orang di sekelilingnya.

Kalau begitu, apakah "bahagia dan banyak anak" meru-pakan kata yang tabu
dalam pernikahan yang Islami? Bukan begitu. Melalui lisan suci Rasulullah Saw.,
Islam justru me-ngingatkan kita agar tidak melupakan kriteria memilih istri agar
dapat memperoleh kesenangan dan banyak anak.

"Kawinilah wanita yang subur rahimnya (waluud) dan pencinta," sabda


Rasulullah Saw. sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, An-Nasa'i dan Al-
Hakim. "Sebab aku kelak berbanyak-banyak kepada umat-umat lain de-ngan kalian."
Rasulullah Saw. juga pernah menganjurkan, "Pilihlah yang masih gadis karena ia
lebih manis mulutnya, lebih da-lam kasih-sayangnya, lebih terbuka, dan lebih
menginginkan kemudahan."
Yang dimaksud dengan "mulut manis" adalah ucapan-nya, kata Abdul Hamid
Kisyik. Adapun yang dimaksud de-ngan "lebih dalam kasih-sayangnya" adalah banyak
melahir-kan anak, terbuka, dan polos.

Ketika seorang sahabat memberi tahu Rasulullah bah-wa ia baru saja menikah
dengan seorang janda, Rasulullah Saw. mengatakan, "Mengapa tidak gadis yang ia
dapat berma-in denganmu, dan engkau dapat bermain dengannya, eng-kau
menggigitnya dan ia menggigitmu?" (HR An-Nasa'i, sha-hih).
Sebagian sahabat Nabi memberi keterangan, Tetaplah kalian mengawini gadis-
gadis, sebab mereka lebih manis mu-lutnya, lebih rapat rahimnya, lebih hangat
vaginanya, lebih sedikit tipuannya, dan lebih rela dengan nafkah yang sedikit.

Keterangan sahabat ini senada dengan hadis Nabi yang mengingatkan:

Khath Arab

"Kawinilah oleh kalian perawan, sebab perawan itu lebih segar mulutnya, lebih
subur rahimnya, lebih hangat vagina-nya, dan lebih rela dengan nafkah yang sedikit."
(HR. Abu Na'im melalui Ibnu Umar r.a.. Periksa Mukhtarul Ahaadits).

Yang dimaksud dengan lebih rapat rahimya (antaqu ar-haman) adalah banyak
melahirkan. Umar bin Khaththab menganjurkan, "Perbanyaklah anak karena kalian
tidak tahu dari anak yang mana kalian mendapatkan rezeki."
Anak yang barakah adalah rezeki akhirat sekaligus reze-ki dunia. Kita tidak tahu
anak yang mana yang paling besar membawa rezeki, sehingga bisa mengangkat kita
kepada kebahagiaan akhirat.
Masih ada hadis-hadis mengenai kesenangan-kesena-ngan yang bisa diperoleh
ketika menikah dan perlu diper-timbangkan ketika akan melangkah ke sana. Allah
Swt. juga telah berfirman, Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sen-diri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepa-danya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sa-yang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir. (QS. Ar-Ruum [30]: 21).
Tetapi ada yang unik. Kita dilarang mendo'akan orang yang menikah agar
mendapat kebahagiaan dan banyak anak dalam pernikahannya. Kita diminta untuk
mendo'akan me-reka semoga Allah membarakahi pengantin itu dan melim-pahkan
barakah bagi mereka. Yang pertama, mendo'akan agar mereka menjadi suami istri
yang penuh barakah, sehingga sekelilingnya ikut terkena barakahnya. Yang kedua,
mendo'a-kan agar mereka mendapatkan barakah. Wallahu A'lam bisha-wab.
Mengapa kita disuruh mendo'akan dengan do'a barakah dan tidak dengan do'a
banyak anak, padahal ada beberapa anjuran untuk memperbanyak anak? Sekali lagi,
Allahu A'lam bishawab.
Ketika bertemu kawan, kita juga mendo'akan barakah. Tapi sebelum sampai
kepada barakah, kita mendo'akannya semoga Allah melimpahkan salam (kedamaian
dan keten-teraman) dan rahmat. Maka kita pun mengucapkan assalamu-'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Untuk mencapai barakah, orang terlebih dulu mempe-roleh salam dan rahmat.
Sebuah keluarga bisa barakah jika di dalamnya ada sakinah. Mereka merasakan
ketenteraman. Dalam keadaan diguncang kesulitan atau dikarunia kesuk-sesan, suami
dan istri merasakan ketenteraman saat ber-dekatan. Ketika suami datang dengan
wajah kusam berlipat-lipat, istri memberi sambutan hangat besemangat. Wajahnya
tetap teduh dan penuh perhatian sehingga suami semakin sayang.

Jika Anda mempunyai istri demikian, bersyukurlah. Anda sudah mendapatkan


kunci kebahagiaan. "Tiga kunci kebahagiaan seorang laki-laki adalah istri shalihah
yang jika dipandang membuatmu semakin sayang dan jika kamu pergi membuatmu
merasa aman, dia bisa menjaga kehormatan-mu, dirinya dan hartamu; kendaraan
yang baik yang bisa mengantar ke mana kamu pergi; dan rumah yang damai yang
penuh kasih sayang. Tiga perkara yang membuatnya sengsara adalah istri yang tidak
membuatmu bahagia jika dipandang dan tidak bisa menjaga lidahnya juga tidak
mem-buatmu merasa aman jika kamu pergi karena tidak bisa men-jaga kehormatan
diri dan hartamu; kendaraan rusak yang jika dipakai hanya membuatmu merasa lelah
namun jika kamu tinggalkan tidak bisa mengantarmu pergi; dan rumah yang sempit
yang tidak kamu temukan kedamaian di da-lamnya."
Kalau keluarga Anda penuh barakah dan Allah melim-pahkan barakah atas
keluarga Anda, maka Anda akan men-dapati rumah tangga yang diliputi oleh
mawaddah wa rahmah (ketulusan cinta dan kasih-sayang). Kalau suami resah, ada
pangkuan istri yang siap merengkuh dengan segenap pera-saannya. Kalau istri gelisah,
ada suami yang siap menam-pung airmata dengan dekapan hangat di dada, serta
usapan tangan yang memberi ketenteraman dan perlindungan.

Tanpa adanya sakinah, mawaddah wa rahmah, keluarga sulit mencapai barakah


dan penuh dengan kebarakahan. Su-ami-istri tidak bisa saling mencurahkan kasih-
sayang secara penuh. Mereka tidak bisa saling menerima, mempercayai dan
memaafkan kekurangan-kekurangan, padahal setiap ki-ta selalu punya kekurangan.
Di sini keluarga dipenuhi oleh keluh-kesah dan kekecewaan. Bukan oleh keadaan
ekonomi, melainkan oleh ketidakpuasan terhadap teman hidupnya beserta
keluarganya. Sehingga interaksi antar keduanya menjadi kering, sangat periferal.
Bukan dari hati ke hati, se-hingga saling merindukan. Pergi tiga hari saja tidak di-
tunggu-tunggu kedatangannya. Apalagi sekedar terlambat pulang satu atau dua jam.
Dalam keadaan yang demikian, keluarga tidak menjadi tempat terbaik untuk
membesarkan anak dan menumbuh-kan kekuatan jiwa mereka. Rumah menjadi
tempat yang sempit, sehingga anak-anak dan suami tidak menemukan kedamaian di
dalamnya. Meskipun secara fisik, rumah cukup besar dan megah.
Jadi, jika Anda mendo'akan barakah, insya-Allah Anda juga mendo'akan sakinah,
mawaddah wa rahmah bagi keluarga yang akan dibangun oleh pengantin baru itu.
Anda juga mendo'akan mereka mendapatkan keturunan yang barakah. Biar anak
banyak asal barakah, sungguh sangat alhamdulillah.

Mendo'akan barakah sama seperti menyuruh shalat. Kalau Anda menyuruh saya
melakukan shalat, berarti Anda juga menyuruh saya untuk berwudhu atau malah
mandi jinabah jika saya sedang berhadas besar. Sebab, tidak bisa saya melakukan
shalat kalau saya berhadas.
Kalau Anda menganjurkan saya shalat dengan khusyuk dan tenang, berarti Anda
juga menganjurkan saya menghi-langkan perintang-perintang ketenangan. Anda tetap
bisa shalat, tetapi ketika isya' itu perut Anda melilit-lilit shalat Anda tidak bisa tenang.
Karena itu makanlah lebih dulu. Semoga shalat Anda lebih sempurna.
Tetapi kalau Anda menyuruh saya mandi, tidak secara otomatis menyuruh saya
shalat. Begitu juga kalau Anda mendo'akan banyak anak, belum tentu barakah. Malah
anak bisa menjadi fitnah yang menyusahkan orangtua dunia akhirat.
Ini tidak berarti Anda tidak boleh meraih kesenangan dan bercanda dengan anak
istri. Malah sebagaiman ditun-jukkan di awal tulisan ini, kita banyak ditunjukkan dan
"di-perintahkan" untuk memperoleh kesenangan-kesenangan itu. Bahkan, berjima'
pun bernilai ibadah.
Kalau Anda berhubungan intim, Anda akan mendapat pahala shalat Dhuha.
Kalau Anda meremas-remas jemari istri dengan remasan sayang, dosa-dosa Anda
berdua bergu-guran. Kalau Anda menyenangkan istri sehingga hatinya bahagia dan
diliputi suka cita, Anda hampir-hampir sama dengan menangis karena takut kepada
Allah. SubhanaLlah. Maha Suci Allah. Ia memberi keindahan. Ia juga memberi pahala
dan ridha-Nya.

"Barangsiapa menggembirakan hati seorang wanita (is-tri), "kata Rasulullah Saw.,


"seakan-akan menangis karena takut kepada Allah. Barangsiapa menangis karena
takut ke-pada Allah, maka Allah mengharamkan tubuhnya dari ne-raka."
"Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan istrinya
memperhatikan suaminya," kata Nabi Saw. menjelaskan, "maka Allah memperhatikan
mereka ber-dua dengan perhatian penuh rahmat. Manakala suaminya merengkuh
telapak tangannya (diremas-remas), maka bergu-guranlah dosa-dosa suami-istri itu dari
sela-sela jari-jema-rinya." (Diriwayatkan Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi' dari Abu
Sa'id Al-Khudzri r.a.).
Bahkan, pahala yang didapatkan ketika bersetubuh de-ngan istri bisa mencapai
tingkat pahala mati terbunuh dalam perang di jalan Allah. Nabi kita Muhammad al-
ma'shum bersabda, "Sesungguhnya seorang suami yang mencampuri istrinya, maka
pencampurannya (jima') itu dicatat memper-oleh pahala seperti pahala anak lelaki yang
berperang di jalan Allah lalu terbunuh."
Mengenai hadis yang disebut terakhir ini, saya tidak menemukan keterangan
lebih lanjut. Tetapi dari berbagai hadis tentang jima' dan bercumbu, kita mendapati
bahwa ke-duanya merupakan sesuatu yang dihormati dan bagi yang melakukannya
secara sah, Allah memberi pahala yang besar. Bahkan, orang yang meninggalkan jima'
bisa "keluar dari Islam" (tidak termasuk ummat Muhammad) manakala tindakannya
menyebabkan suami atau istri mengalami pen-deritaan.
Wallahu A'lam bishawab.

Jika pernikahan Anda barakah, insyaAllah Anda mendapati pernikahan sebagai


jalan yang menyelamatkan. Siapa saja yang memperoleh keselamatan? Anda sendiri,
istri atau suami Anda, anak-cucu serta orangtua Anda, termasuk mer-tua. Mereka
akan saling tolong menolong dengan amalnya sepanjang anak, istri, orangtua dan
mertua tetap dalam ke-imanan dan takwa. Mereka yang derajat amalnya kurang
disusulkan kepada yang derajat amalnya lebih tinggi.
Allah Swt. menjanjikan hal ini dalam surat Az-Zukhruf ayat 70, Masuklah ke
surga beserta istri kamu untuk digem-birakan.
Kemudian, di dalam surat Ar-Ra'd ayat 23, Allah Swt. mengabarkan, Surga 'Adn,
mereka masuk ke dalamnya ber-sama mereka yang saleh di antara orangtua mereka,
istri-is-tri mereka, dan keturunan mereka.
Abdullah bin 'Abbas, kata Ath-Thabrani dan Ibn Mar-dawaih, meriwayatkan
bahwa Rasulullah Saw. bersabda, "Ketika seorang masuk ke surga, ia menanyakan
orangtua, istri dan anak-anaknya. Lalu dikatakan padanya, 'Mereka tidak mencapai
derajat amalmu.' Ia berkata, 'Ya Tuhanku, aku beramal bagiku dan bagi mereka.' Lalu
Allah memerin-tahkan untuk menyusulkan keluarganya ke surga itu."

Setelah itu Ibn 'Abbas membaca surat Ath-Thur ayat 21, Dan orang-orang
beriman, lalu anak-cucu mereka meng-ikuti mereka dengan iman, Kami susulkan
keturunan mereka pada mereka, dan Kami tidak mengurangi amal mereka sedi-kit pun.

Pertanyaannya, bagaimana pernikahan bisa menjadi jalan keselamatan bagi


mertua? Bukankah yang akan disu-sulkan adalah orangtua, istri dan anak-cucu?
Mertua adalah orangtua teman hidup kita, istri kita. Jika saat menikah istri meniatkan
untuk mencapai keselamatan agama dan menja-ga kehormtan farjinya, insya-Allah
yang demikian ini dapat membawa orangtuanya kepada keselamatan dunia akhirat.
Bukankah kalau seorang anak perempuan melakukan per-buatan dosa karena tidak
dinikahkan oleh ayahnya pada saat ia seharusnya menikah, dosa-dosanya akan
ditanggung oleh ayahnya?
Jadi, pernikahan barakah adalah jalan keselamatan. Me-milih calon istri --juga
calon suami-- juga berarti memilih orang yang diharapkan dapat ikut menyelamatkan
orangtua dan anak-cucu kelak di yaumil-qiyamah, seorang yang dapat ikut
mendekatkan kepada syafa'at di hari akhir. Seorang is-tri yang membantu suaminya
bertakwa dan memperbaiki akhlak, berarti membantu mertuanya mencapai surga.
Tindakannya sendiri merupakan "wasilah" untuk mencapai surga dan kasih-sayang
Allah bagi dirinya sendiri maupun orangtua, karena orangtua bisa disusulkan kepada
derajat amal anaknya.
Wallahu A'lam bishawab.
Maka semakin besar barakah pernikahan Anda, berarti semakin luas wilayah
keselamatan dan kedamaiannya. Ti-dak hanya keluarga, masyarakat pun bisa ikut
memperoleh barakahnya, meskipun saat itu mereka tidak merasakan langsung. Sebab
adakalanya barakah yang sampai ke masya-rakat tampak dengan segera. Adakalanya,
sesudah anak-anak yang lahir dari pernikahan itu dewasa. Adakalanya malah sesudah
mereka tidak ada lagi. Sebagian malah tidak terlihat secara kasat mata, padahal Allah
menolak bencana karena satu orang ini. Misalnya, jika keluarga itu melahirkan
seorang wali 'abdal.

Siapakah wali 'abdal itu? Abu Nu'aim dalam Hilyat Al-Awliya', kata K.H.
Jalaluddin Rakhmat, meriwayatkan sabda Nabi Saw., "Karena merekalah Allah
menghidupkan dan me-nolak bencana." Sabda Nabi ini terdengar begitu berat se-
hingga Ibnu Mas'ud bertanya, "Apa maksud 'karena mereka-lah Allah menghidupkan
dan mematikan'?" Rasulullah Saw. ber-sabda, "Karena mereka berdo'a kepada Allah
supaya diper-banyak, maka Allah memperbanyak mereka. Mereka memo-hon agar
para tiran dibinasakan, maka Allah binasakan me-reka. Mereka berdo'a agar turun
hujan, maka Allah turun-kan hujan. Karena permohonan mereka, maka Allah me-
numbuhkan tanaman di bumi. Karena do'a mereka, Allah menolak berbagai
bencana."
Allah sebarkan mereka di muka bumi. Pada setiap ba-gian bumi, ada mereka.
Kebanyakan orang tidak mengenal mereka. Jarang manusia menyampaikan terima
kasih khu-sus kepada mereka. Kata Rasulullah, "Mereka mencapai kedudukan mulia
itu karena banyak shalat atau puasa."

Karena apa mereka mencapai derajat itu? Bissakhai wan-nashihati lil muslimin, kata
Rasulullah Saw. Dengan kederma-wanan dan kecintaan yang tulus kepada kaum
muslimin.
Bab 1

K upinang Engkau
dengan Hamdalah

S uatu saat, seorang akhwat bertanya kepada saya. Pertanyaannya sederhana,


akan tetapi tidak mudah bagi saya untuk dengan tepat menjawabnya. Saat
itu akhwat kita ini mengajukan pertanyaan retoris, pertanyaan yang
seolah-olah tidak membutuhkan jawaban, akan tetapi sekarang saya bisa merasakan
bahwa ada hal yang diam-diam menjadi masalah. Saya bisa merasakan, ada sesuatu
yang sedang berlangsung namun tidak banyak terungkap karena berbagai sebab.
Ketika itu, akhwat tersebut mengajukan pertanyaan yang pada intinya adalah:
“Apa yang menghalangi ikhwan-ikhwan itu meminang seorang akhwat? Mengapa
ikhwan banyak yang egois, hanya memikirkan dirinya sendiri?”
“Sesungguhnya,” kata akhwat tersebut, “banyak akhwat yang siap.”
Akhwat itu bertanya bukan untuk dirinya. Telah beberapa bulan ia menikah.
Ketika mempertanyakan masalah itu kepada saya, ia didampingi suaminya. Ia
bertanya untuk mewakili “suara hati” (barangkali demikian) akhwat-akhwat lain yang
belum menikah. Sementara usia semakin bertambah, ada kegelisahan dan kadang-
kadang kekhawatiran kalau mereka justru dinikahkan oleh orangtuanya dengan laki-
laki yang tidak baik agamanya.
Pertanyaan akhwat itu serupa dengan pertanyaan Rasulullah al-ma’shum. Beliau
yang mulia pernah bertanya, “Apa yang menghalangi seorang mukmin untuk
mempersunting istri? Mudah-mudahan Allah mengaruniainya keturunan yang
memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah.”
Apa yang menghalangi kita untuk menikah? Kenapa kita merasa berat untuk
meminang seorang akhwat secara baik-baik dengan mendatangi keluarganya? Apa

Kado Pernikahan 1
yang menyebabkan sebagian dari kita merasa terhalang langkahnya untuk
mempersunting seorang gadis muslimah yang baik-baik sebagai istri, sementara
keinginan ke arah sana seringkali sudah terlontarkan. Sementara kekhawatiran jatuh
kepada maksiat sudah mulai menguat. Sementara ketika “maksiat-maksiat kecil” (atau
yang kita anggap kecil) sempat berlangsung, ada kecemasan kalau-kalau
keterlambatan menikah membuat kita jatuh kepada maksiat yang lebih besar.
Saya teringat kepada burdah, syair karya Al-Bushiri. Di dalamnya ada beberapa
bait sindiran mengenai saya dan Anda:
Siapakah itu
yang sanggup kendalikan hawa nafsu
seperti kuda liar
yang dikekang temali kuat?

Jangan kau berangan


dengan maksiat nafsu dikalahkan
maksiat itu makanan
yang bikin nafsu buas dan kejam

Sungguh, hampir saja kaki kita tergelincir kepada maksiat-maksiat besar kalau
Allah tidak menyelamatkan kita. Dan kita bisa benar-benar memasukinya
(na’udzubillahi min dzalik tsumma na’udzubillahi min dzalik) kalau kita tidak segera
meniatkan untuk menjaga kesucian kemaluan kita dengan menikah. Awalnya
menumbuhkan niat yang sungguh-sungguh untuk suatu saat menghalalkan pandangan
mata dengan akad nikah yang sah. Mudah-mudahan Allah menolong kita dan tidak
mematikan kita dalam keadaan masih membujang.
Rasulullah Muhammad Saw. pernah mengingatkan:
“Orang meninggal di antara kalian yang berada dalam kehinaan adalah
bujangan.”
Rasulullah Saw. juga mengingatkan bahwa, “Sebagian besar penghuni neraka
adalah orang-orang bujangan.”
Seorang laki-laki yang membujang harus menanggung beban syahwat yang
sangat berat. Apalagi pada masa seperti sekarang ini ketika hampir segala hal
memanfaatkan gejolak syahwat untuk mencapai keinginan. Perusahaan-perusaan obat
memanfaatkan gambar-gambar wanita untuk menarik pembeli. Perusahaan-perusaan
rokok juga memanfaatkan gadis-gadis muda yang seronok untuk mempromosikan ro-
koknya di stasiun-stasiun dengan merelakan diri mengambilkan sebatang rokok
sekaligus menyalakan apinya ke laki-laki yang sedang lengah ataupun sengaja

Kado Pernikahan 2
“melengahkan” diri. Saya pernah menyaksikan kejadian semacam ini di stasiun Tugu,
Yogyakarta sekitar bulan Juli tahun 1996 yang lalu.
Tidak sekedar sampai di situ, acara-acara TV, radio bahkan artikel-artikel
kesehatan dan olahraga di koran dimanfaatkan untuk mengekspos rangsang
pornografis demi meningkatkan oplah. Kadang malah acara-acara keislaman yang
diselenggarakan organisasi keislaman, tanpa sadar tergelincir untuk untuk ikut
memanfaatkan hal-hal semacam ini lantaran ikut-ikutan dengan prosedur protokoler
di TV.
Maka, tak semua dapat menahan pikiran dan angan-angannya. Saya sering
mendengarkan “keluhan” teman laki-laki yang seusia dengan saya mengenai pikiran-
pikiran dan angan-angan mereka tentang pernikahan atau mengenai harapannya
terhadap seorang gadis. Dorongan-dorongan alamiah untuk mempunyai teman hidup
yang khusus ini telah menyita konsentrasi. Daya serap terhadap ilmu tidak tajam.
Apalagi untuk shalat, sulit merasakan kekhusyukan. Ketika mengucapkan iyyaKa
na’budu wa iyyaKa nasta’in yang muncul bukan kesadaran mengenai kebesaran
Allah yang patut disembah, melainkan bayangan-bayangan kalau suatu saat telah
menikah. Malah, sebagian membayangkan pertemuan-pertemuan.
Shalat orang yang masih belum menikah memang sulit mencapai kekhusyukan,
apalagi memberi bekas dalam akhlak sehari-hari. Barangkali itu sebabnya Rasulullah
Muhammad Saw. menyatakan, “Shalat dua rakaat yang didirikan oleh orang yang
menikah lebih baik dari shalat malam dan berpuasa pada siang harinya yang
dilakukan oleh seorang lelaki bujangan.”
Maka, bagaimana seorang yang masih membujang dapat mengejar derajat orang-
orang yang sudah menikah, kalau shalat malam yang disertai puasa di siang hari saja
tak bisa disejajarkan dengan derajat shalat dua rakaat mereka yang telah didampingi
istri. Padahal mereka yang telah mencapai ketenangan batin, penyejuk mata dan
ketenteraman jiwa dengan seorang istri yang sangat besar cintanya, bisa jadi
melakukan shalat sunnah yang jauh lebih banyak dibandingkan yang belum menikah.
Maka, apa yang bisa mengangkat seorang bujangan kepada kemuliaan di akhirat?
Alhasil, membujang rasanya lebih dekat dengan kehinaan, sekalipun jenggot
yang lebat telah membungkus kefasihan mengucapkan dalil-dalil suci Al-Qur’an dan
Al-Hadis. Benarlah apa yang disabdakan oleh Rasulullah, “Orang meninggal di
antara kalian yang berada dalam kehinaan adalah bujangan.” Bujangan. Tanpa
seorang pendamping yang dapat membantunya bertakwa kepada Allah, hati dapat
terombang-ambing oleh gharizah (instink) untuk memenuhi panggilan biologis, oleh
kerinduan untuk mempunyai sahabat khusus yang hanya kepadanya kita bisa
menceritakan sisi-sisi hati yang paling sakral, serta oleh panjangnya angan-angan
yang sulit sekali memangkasnya. Dalam keadaan demikian, agaknya sedikit sekali
yang sempat merasakan khusyuknya shalat dan tenangnya hati karena zikir. Dalam
keadaan demikian, kita bisa disibukkan oleh maksiat yang terus-menerus. Sesekali
dapat melepaskan diri dari maksiat memandang wanita ajnabi (bukan muhrim), tetapi

Kado Pernikahan 3
masuk kepada maksiat lainnya. Pikiran disibukkan oleh hal-hal yang kurang maslahat,
sedang mulut mengucapkan kalimat-kalimat yang memiriskan hati.
Di saat seperti ini, kita dapat merenungkan sekali lagi peringatan Rasulullah
Muhammad yang terjaga. Dalam sebuah hadis yang berasal dari Abu Dzar r.a.,
Rasulullah Saw. menegaskan:
“Orang yang paling buruk di antara kalian ialah yang melajang (membujang),
dan seburuk-buruk mayat (di antara) kalian ialah yang melajang (membujang).”
(HR Imam Ahmad dalam Musnadnya, diriwayatkan juga oleh Abu Ya’la dari
Athiyyah bin Yasar. Hadis ini dha'if, begitu 'Abdul Hakim 'Abdats
menjelaskan).
Semoga Allah ‘Azza wa Jalla melindungi kita dari kematian dalam keadaan
membujang, sementara niat yang sungguh-sungguh untuk segera melangsungkan
pernikahan, belum tumbuh. Semoga Allah Swt. menolong mereka yang telah
mempunyai niat. Kalau belum lurus niatnya, mudah-mudahan Allah mensucikan niat
dan prasangkanya. Kalau telah kuat tekadnya (‘azzam), semoga Allah menyegerakan
terlaksananya pernikahan yang barakah dan dipenuhi ridha-Nya. Kalau mereka masih
terhalang, mudah-mudahan Allah melapangkan dan kelak memberikan keturunan
yang memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaha illaLlah.
Saya teringat, terhadap hal-hal yang sangat dikecam dan diberikan peringatan
mengenai bahayanya, biasanya Islam memberikan penghormatan yang tinggi untuk
hal-hal yang merupakan kebalikannya. Kalau membujang sangat tidak disukai, kita
mendapati bahwa menikah mendekatkan manusia kepada surga-Nya. Ketika
dikabarkan kepada kita bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah bujangan, kita
banyak mendapati di dalam hadis tentang kemuliaan akhirat dan bahkan keindahan
hidup di dunia yang insya-Allah akan didapatkan melalui pernikahan. Seorang yang
menikah, berarti menyelamatkan setengah dari agamanya. Bahkan, bagi seorang
remaja, menikah berarti menyelamatkan dua pertiga dari agamanya.
Kita menjumpai hadis yang memberikan pertanyaan retoris sebagai sindiran,
“Apa yang menghalangi seorang mukmin untuk mempersunting istri? Mudah-
mudahan Allah mengaruniainya keturunan yang memberi bobot kepada bumi dengan
kalimat laa ilaha illaLlah.” Maka kita juga menjumpai hadis-hadis yang
menjaminkan kepada kita yang ingin menikah demi menjaga kehormatan dan
kesucian farjinya.
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw. bersabda, “Tiga orang yang akan selalu
diberi pertolongan oleh Allah adalah seorang mujahid yang selalu memperjuangkan
agama Allah Swt., seorang penulis yang selalu memberi penawar, dan seorang yang
menikah untuk menjaga kehormatannya.” (HR. Thabrani)
Dalam hadis lain dalam derajat shahih, Rasulullah Saw. bersabda:
“Tiga golongan orang yang pasti mendapat pertolongan Allah, yaitu budak
mukatab yang bermaksud untuk melunasi perjanjiannya, orang yang menikah dengan

Kado Pernikahan 4
maksud memelihara kehormatannya, dan orang yang berjihad di jalan Allah.” (HR
Turmudzi, An-Nasa’i, Al-Hakim dan Daruquthni).
Masih ada hadis senada. Namun demikian, ada baiknya kalau kita alihkan
perhatian sejenak kepada peringatan yang disampaikan oleh Rasulullah, “Bukan
termasuk golonganku orang yang merasa khawatir akan terkungkung hidupnya
karena menikah kemudian ia tidak menikah.” (HR Thabrani).
Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang memiliki keyakinan. Tanpa
keyakinan, ilmu akan kosong maknanya.

Kupinang Engkau dengan Hamdalah


Banyak jalan yang mengantarkan orang kepada peminangan dan pernikahan.
Banyak sebab yang mendekatkan dua orang yang semula saling jauh menjadi suami-
istri yang penuh barakah dan diridhai Allah. Tapi sekarang bukan saatnya untuk
membicarakan masalah ini. Insya-Allah lain kali saya akan membicarakan dalam
buku tersendiri.
Sekarang, ketika niat sudah mantap dan tekad sudah bulat, marilah
mempersiapkan hati untuk melangkah ke peminangan.

Mendahului dengan Hamdalah


Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kekuatan pada Anda menghadap
orangtua seorang wanita untuk melakukan peminangan. Setelah perkenalan dan
percakapan sejenak dengan keluarga akhwat yang akan dipinang, sekarang marilah
kita mendengarkan nasehat Imam Nawawi.
Orang yang meminang, kata Imam Nawawi dalam Al-Adzkaarun Nawawiyyah,
disunnahkan untuk memulai dengan membaca hamdalah dan shalawat untuk Rasul
Saw. Ustadz Abdul Hamid Kisyik dalam bukunya Bimbingan Islam untuk Mencapai
Keluarga Sakinah (Al-Bayan, 1995) mengingatkan kembali. Dianjurkan, kata Hamid
Kisyik, memulai lamaran dengan hamdalah dan pujian lainnya kepada Allah Swt.
serta shalawat kepada Rasul-Nya.
Pinanglah ia dengan mengucapkan, “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Allahumma
shalli ‘aala Muhammad wa ‘alaa ali Muhammad.”
Kalau ingin menggunakan shalawat lain, silakan. Ada berbagai ucapan shalawat
yang dibenarkan oleh As-Sunnah. Ada shalawat yang panjang, meliputi Rasulullah,
istri-istri beliau serta keluarganya. Tetapi shalawat yang pendek juga tidak apa-apa.
Hanya saja, sebaiknya shalawat tidak dipenggal hanya sampai kepada Rasulullah saja.
Ucapkanlah shalawat minimal untuk Rasulullah beserta ‘aal beliau Saww. Semoga
yang demikian ini menjadikan peminangan Anda barakah.

Kado Pernikahan 5
Sesudah itu, ucapkan:

Khat Arab

“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-
Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Aku datang
pada kalian untuk mengungkapkan keinginan kami melamar putri kalian --Fulanah
binti Fulan -- atau janda kalian --Fulanah binti Fulan."
Atau kalimat lain yang semakna.
Kami, kata Imam Nawawi selanjutnya, di dalam kitab Sunan Abu Daud, Sunan
Ibnu Majah, dan yang lainnya meriwayatkan melalui Abu Hurairah r. a. yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
“Setiap perkataan --menurut riwayat yang lain setiap perkara-- yang tidak
dimulai dengan bacaan hamdalah, maka hal itu sedikit barakahnya --menurut riwayat
yang lain terputus dari kebarakahannya.” (HR Abu Daud, Ibnu Majah dan Imam
Ahmad, hasan).
Pada sebuah kumpulan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Abu
Hurairah, kata Ustadz Abdul Hamid Kisyik, dari Abu Hurairah r.a., Nabi Saw.
bersabda, “Setiap lamaran yang tidak ada syahadat di dalamnya seperti tangan
yang tidak membawa berkah.”
Setelah pinangan kita sampaikan, biarlah pihak keluarga wanita dan wanita yang
bersangkutan untuk mempertimbangkan. Sebagian memberikan jawaban dengan
segera, sebelum kaki bergeser dari tempat berpijaknya, sebab pernikahan
mendekatkan kepada keselaman akhirat, sedang calon yang datang sudah diketahui
akhlaknya. Sebagian memerlukan waktu yang cukup lama untuk bisa memberi ke-
pastian apakah pinangan ditolak atau diterima, karena pernikahan bukanlah untuk
sehari dua hari saja.
Apapun, serahkan kepada keluarga wanita untuk memutuskan. Mereka yang
lebih tahu keputusan apa yang terbaik bagi anaknya. Cukuplah Anda memegangi
husnuzhan Anda kepada mereka. Bukankah ketika Anda meminang seorang wanita
berarti Anda mempercayai wanita yang Anda harapkan beserta keluarganya?
Keputusan apa pun yang mereka berikan, sepanjang didasarkan atas musyawarah
yang lurus, adalah baik dan insya-Allah memberi akibat yang baik bagi Anda. Tidak
kecewa orang yang istikharah dan tidak merugi orang yang musyawarah. Maka, apa
pun hasil musyawarah sepanjang dilakukan dengan baik, akan membuahkan
kebaikan. Sebuah keputusan tidak bisa disebut buruk atau negatif, jika memang

Kado Pernikahan 6
didasarkan pada musyawarah yang memenuhi syarat, hanya karena tidak memberi
kesempatan kepada Anda untuk menjadi anggota keluarga mereka. Jika niat Anda
memang untuk silaturrahmi, bukankah masih tersedia banyak peluang lain untuk itu?
Anda telah meminangnya dengan hamdalah. Anda telah dimampukan datang
oleh Allah yang Maha Besar. Dia-lah Yang Maha Lebih Besar. Semua yang lain
adalah kecil. Apalagi kita. Kita cuma manusia. Manusia adalah makhluk yang ke
mana pun mereka pergi, selalu membawa wadah kotoran yang busuk baunya.
Kita ini kecil. Anda juga kecil. Saya apalagi.
Lalu, apa alasan kita untuk merasa besar kalau tidak ada yang takabur kepada
kita? Apakah karena Anda merasa hanya mencari ridha Allah, padahal ketika memu-
tuskan pun mereka berniat mencari ridha Allah?
Ada pelajaran yang sangat berharga dari Bilal bin Rabah, muadzin kecintaan
Rasulullah Saw. tentang meminang. Ketika ia bersama Abu Ruwaihah menghadap
Kabilah Khaulan, Bilal mengemukakan:
“Saya ini Bilal, dan ini saudaraku. Kami datang untuk meminang. Dahulu kami
berada dalam kesesatan kemudian Allah memberi petunjuk. Dahulu kami budak-
budak belian, kemudian Allah memerdekakan...,” kata Bilal.
Kemudian ia melanjutkan, “Jika pinangan kami Anda terima, kami panjatkan
ucapan Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah. Dan kalau Anda menolak, maka kami
mengucapkan Allahu Akbar. Allah Maha Besar.”
Menurut pandangan Bilal, jika pinangan diterima, maka hanya Allah yang
berhak dan layak dipuji. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Segala puji bagi Allah Tuhan
seru sekalian alam. Pujian dalam segala bentuknya. Peminangan pun insya-Allah
merupakan sebentuk pujian kepada-Nya dengan menjaga kehormatan atas apa yang
dikaruniakan kepada kita. Adapun kalau pinangan ditolak, kita ingat bahwa yang
besar dan seharusnya besar di mata dan hati kita adalah Allah ‘Azza wa Jalla.
Peminangan adalah salah satu bentuk ikhtiar untuk mengagungkan Allah. Kita
mengagungkan Allah dengan berusaha menghalalkan karunia kecintaan kepada lawan
jenis melalui ikatan pernikahan yang oleh Allah disebut mitsaqan-ghalizha
(perjanjian yang sangat berat).
Maka, kalau pinangan yang Anda sampaikan ditolak, agungkan Allah. Semoga
kita tetap berbaik sangka kepada Allah. Kita tetap berprasangka baik. Sebab, bisa jadi,
penolakan justru merupakan jalan pensucian jiwa dari kezaliman-kezaliman diri kita
sendiri. Boleh jadi penolakan merupakan proses untuk mencapai kematangan,
kemantapan, dan kejernihan niat, mengingat bahwa ada banyak hal yang dapat
menyebabkan terkotorinya niat. Bisa jadi Allah hendak mengangkat derajat Anda,
kecuali jika justru Anda merendahkan diri sendiri. Tapi kita juga perlu memeriksa
hati, jangan-jangan perasaan itu muncul karena ‘ujub (kagum pada diri sendiri).
Penolakan bisa saja merupakan “metode Allah” untuk meluruskan niat dan
orientasi Anda.

Kado Pernikahan 7
Kekecewaan mungkin saja timbul. Barangkali ada yang merasa perih, barangkali
juga ada yang merasa kehilangan rasa percaya diri ketika itu. Dan ini merupakan
reaksi psikis yang wajar, sehingga saya juga tidak ingin mengatakan, “Tidak usah
kecewa. Anggap saja tidak ada apa-apa.”
Kecewa adalah perasaan yang manusiawi. Tetapi ia harus diperlakukan dengan
cara yang tepat agar ia tidak menggelincirkan kita ke jurang kenistaan yang sangat
jelas.
Rasulullah Saw. mengajarkan, “Ada tiga perkara yang tidak seorang pun dapat
terlepas darinya, yaitu prasangka, rasa sial, dan dengki. Dan aku akan memberikan
jalan keluar bagimu dari semua itu, yaitu apabila timbul pada dirimu prasangka,
janganlah dinyatakan; dan bila timbul di hatimu rasa kecewa, jangan cepat
dienyahkan; dan bila timbul di hatimu dengki, janganlah diperturutkan.”
Kekecewaan memang pahit. Orang sering tidak tahan menanggung rasa kecewa.
Mereka berusaha membuang jauh-jauh sumber kekecewaan. Mereka berusaha
memendam dalam-dalam atau segera menutupi rapat-rapat dengan menjauh dari
sumber kekecewaan. Repress, istilah psikologinya. Sekilas tampak tak ada masalah,
tetapi setiap saat berada dalam kondisi rawan. Perasaan itu mudah bangkit lagi
dengan rasa sakit yang lebih perih. Dan yang demikian ini tidak dikehendaki Islam.
Islam menghendaki kekecewaan itu menghilang pelan-pelan secara wajar,
sehingga kita bisa mengambil jarak dari sumber kekecewaan sehingga tidak
kehilangan obyektivitas dan kejernihan hati. Kalau kita bisa mengambil jarak, kita
tidak lingsem, tidak terjerembab dalam subjektivisme yang berlebihan. Kita menjadi
lebih tegar, meskipun untuk menghapus rasa kecewa dengan cara itu dibutuhkan
proses yang lebih lama jika dibandingkan dengan cara me-repress-nya.
Kalau Anda ternyata mengalami rasa kecewa, periksalah niat-niat Anda. Di balik
yang Anda anggap baik, mungkin ada niat-niat yang tidak lurus. Periksalah motif-
motif yang melintas-lintas dalam batin Anda selama peminangan hingga saat-saat
menunggu jawaban. Kemudian biarkan hati Anda berproses secara wajar sampai
menemukan kembali ketenangannya secara mantap.
Perahu telah berlayar. Ketika angin bertiup kencang, matikan mesin. Inilah
tawakkal, begitu seorang guru pernah menasehati “murid”-nya.
Tetapi, kalau jawaban yang diberikan oleh keluarga wanita sesuai dengan
harapan Anda, berbahagialah sejenak. Bersyukurlah. Insya-Allah kesendirian yang
Anda alami dengan menanggung rasa sepi, sebentar lagi akan berganti dengan canda
dan keramahan istri yang setia mendampingi. Wajahnya yang ramah dan teduh, insya-
Allah akan menghapus kepenatan Anda selama berada di luar rumah. Insya-Allah,
sebentar lagi.
Tunggulah beberapa saat. Setelah tiba masanya, halal bagi Anda untuk
melakukan apa saja yang menjadi hak Anda bersamanya. Setelah tiba masanya, halal
bagi Anda untuk merasakan kehangatan cintanya. Kehangatan cinta wanita yang telah

Kado Pernikahan 8
mempercayakan kesetiaannya kepada Anda. Setelah tiba masanya, halal bagi Anda
untuk menemukan pangkuannya ketika Anda risau.
Tetapi, tunggulah beberapa saat. Sebentar lagi. Selama menunggu, ada
kesempatan untuk menata hati. Melalui pernikahan, Allah memberikan banyak
keindahan dan kemuliaan. Ada amanah apa di baliknya?

---
... jika sikap menawarkan diri
dilakukan dengan ketinggian sopan-santun,
tidak akan menimbulkan akibat kecuali yang maslahat.
Seorang laki-laki yang memiliki pengetahuan mendalam
pasti akan meninggikan penghormatan
terhadap mujahadah saudaranya.
Tidak akan merendahkan
wanita yang menjaga kehormatannya seperti ini,
kecuali laki-laki yang rendah dan tidak memiliki kehormatan ....
---

Wanita Boleh Menawarkan Diri


Ada empat wanita yang mulia di surga, salah satunya adalah Khadijah bin
Khuwailid. Kelak dari rahimnya yang suci, lahir salah seorang wanita utama lainnya,
yaitu Fathimah az-Zahra. Keduanya adalah orang yang paling dicintai Rasulullah
Muhammad Saw. Yang pertama adalah istri beliau, sedang yang kedua adalah ummu
abiha (ibu yang melahirkan bapaknya). Begitu Rasulullah menjuluki.
Sangat besar rasa cinta Rasulullah kepada Khadijah. Sampai-sampai Aisyah, istri
Nabi yang paling dicintai di antara istri-istri lain sesudah Khadijah, merasa sangat
cemburu. Shahih Bukhari dan Shahih Muslim menceritakan bahwa Aisyah
mengatakan, “Tidak pernah aku merasa cemburu kepada seorang pun dari istri-istri
Rasulullah seperti kecemburuanku terhadap Khadijah. Padahal aku tidak pernah
melihatnya. Tetapi Rasulullah seringkali menyebut-nyebutnya. Jika ia memotong
seekor kambing, ia potong-potong dagingnya, dan mengirimkannya kepada sahabat-
sahabat Khadijah.
Maka aku pun berkata kepadanya, ‘Sepertinya tidak ada wanita lain di dunia ini
selain Khadijah...!’
Maka berkatalah Rasulullah, ‘Ya, begitulah ia, dan darinyalah aku mendapat
anak.’“

Kado Pernikahan 9
Dalam suatu riwayat dikisahkan, suatu saat Aisyah merasa cemburu, lalu berkata,
“Bukankah ia hanya seorang wanita tua dan Allah telah memberi gantinya untukmu
yang lebih baik daripadanya? Maka beliau pun marah sampai berguncang rambut
depannya. Lalu beliau berkata, ‘Demi Allah! Ia tidak memberikan ganti untukku yang
lebih baik daripadanya. Khadijah telah beriman kepadaku ketika orang-orang
masih kufur, ia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, ia memberikan
hartanya kepadaku ketika manusia yang lain tidak mau memberiku, dan Allah
memberikan kepadaku anak darinya dan tidak memberiku anak dari yang lain.’
Maka aku berkata dalam hati, “Demi Allah, aku tidak akan lagi menyebut
Khadijah dengan sesuatu yang buruk selama-lamanya.”
Pernikahan Khadijah dengan Rasulullah Saw. adalah yang paling indah dan
penuh barakah. Pernikahan yang seagung ini justru berawal dari inisiatif Khadijah. Ia
mengusulkan pernikahan kepada Muhammad Saw., menurut riwayat, dengan mahar
yang berasal dari hartanya.
Ia menolak menikah dengan raja-raja, para bangsawan, dan para hartawan yang
meminangnya, tetapi ia lebih menyukai Muhammad yang miskin dan yatim. Ia
mencari suami yang agung, kuat, berkepribadian tinggi, dan berjiwa bersih. Dan itu
ada pada Muhammad. Ia terkesan dengan Muhammad.
Ketika hatinya terpikat betul, ia meminta Maisarah yang menjadi pembantu
dekatnya untuk memperhatikan gerak-gerik dan tingkah-laku Muhammad dari dekat.
Laporan Maisarah kelak mendorong Khadijah menawarkan dirinya kepada beliau.
Khadijah mengungkapkan kepada Muhammad, “Wahai Muhammad, aku senang
kepadamu karena kekerabatanmu dengan aku, kemuliaanmu dan pengaruhmu di
tengah-tengah kaummu, sifat amanahmu di mata mereka, kebagusan akhlakmu, dan
kejujuran bicaramu.”
Setelah melalui proses peminangan yang agung, Khadijah kemudian menikah
dengan Muhammad. Abu Thalib menyampaikan khotbah nikah mewakili pihak
pengantin laki-laki. Sedang pihak pengantin perempuan diwakili oleh Waraqah bin
Naufal dengan khotbah yang fasih dan memikat. Kelak, Allah mengaruniakan
keturunan, salah satunya wanita agung Fathimah Az-Zahra.
Menikah merupakan sunnah yang diagungkan oleh Allah. Al-Qur’an menyebut
pernikahan sebagai mitsaqan-ghalizha (perjanjian yang sangat berat). Mitsaqan-
ghalizha adalah nama dari perjanjian yang paling kuat dihadapan Allah. Hanya tiga
kali Al-Qur’an menyebut mitsaqan-ghalizha. Hanya untuk tiga perjanjian Allah
memberi nama mitsaqan-ghalizha. Dua perjanjian berkenaan dengan tauhid, yaitu
perjanjian Allah dengan Bani Israel yang untuk itu Allah mengangkat bukit Thursina
ketika mengambil sumpah. Sedang yang lain adalah perjanjian Allah dengan para
Nabi ulul-azmi, Nabi yang paling utama di antara para Nabi. Dan, pernikahan
termasuk perjanjian yang oleh Allah digolongkan sebagai mitsaqan-ghalizha. Allah
menjadi saksi ketika seseorang melakukan akad nikah. Wallahua’lam bishawab.

Kado Pernikahan 10
Setiap jalan menuju mitsaqan-ghalizha dimuliakan oleh Allah. Islam
memberikan penghormatan yang suci kepada niat dan ikhtiar untuk menikah. Nikah
adalah masalah kehormatan agama, bukan sekedar legalisasi penyaluran kebutuhan
biologis dengan lawan jenis. Islam memperbolehkan kaum wanita untuk menawarkan
dirinya kepada laki-laki yang berbudi luhur, yang ia yakini kekuatan agamanya, dan
kejujuran amanahnya menjadi suaminya. Dan Khadijah adalah teladan pertama bagi
wanita yang bermaksud untuk menawarkan diri.
Sikap menawarkan diri menunjukkan ketinggian akhlak dan kesungguhan untuk
mensucikan diri. Sikap ini lebih dekat kepada ridha Allah dan untuk mendapatkan
pahala-Nya. Yakinlah, Allah pasti akan mencatatnya sebagai kemuliaan dan
mujahadah (perjuangan) suci. Tidak peduli tawarannya itu diterima atau ditolak,
terutama kalau ia tidak memiliki seorang wali. Demikian saya mencatat dari buku
Memilih Jodoh dan Tatacara Meminang dalam Islam karya Husein Muhammad
Yusuf (GIP, Jakarta, 1995).
Insya-Allah, jika sikap menawarkan diri dilakukan dengan ketinggian sopan-
santun, tidak akan menimbulkan akibat kecuali yang maslahat. Seorang laki-laki yang
memiliki pengetahuan mendalam pasti akan meninggikan penghormatan terhadap
mujahadah saudaranya. Tidak akan merendahkan wanita yang menjaga
kehormatannya seperti ini, kecuali laki-laki yang rendah dan tidak memiliki
kehormatan kecuali sekedar apa yang disangkanya sebagai kebaikan.
Seorang laki-laki insya-Allah akan sangat hormat, setia, dan menaruh kasih-
sayang mendalam jika ia menerima tawaran wanita shalihah untuk menikahi. Mudah-
mudahan Allah menambahkan kemuliaan dalam keluarganya dan memberikan
keturunan yang meninggikan derajat orangtua di hadapan Allah. Kalau terhalang
untuk menerima tawaran, insya-Allah pada diri laki-laki akan tumbuh rasa hormat,
segan, dan respek terhadapnya.
Sungguh, saya sangat hormat kepada mereka yang berani bermujahadah. Kepada
mereka, saya ingin menyampaikan salam hormat saya. Semoga Allah memberi
pertolongan dan ridha-Nya kepada kita semua sampai kelak Allah mengumpulkan di
akhirat. Mudah-mudahan Allah ‘Azza wa Jalla mengumpulkan mereka bersama
Khadijah di Al-Haudh. Allahumma amin. Ya Allah ini hamba-Mu memohon kepada-
Mu.
Saya ingin membahas masalah ini lebih lanjut, mengingat pentingnya masalah
ini. Sedang sikap seperti ini merupakan sikap terhormat yang dimuliakan. Tetapi
untuk lebih baik dan tuntasnya, insya-Allah akan saya tuliskan dalam buku tersendiri.
Saat ini cukuplah dengan melihat contoh-contoh lain yang tercatat dalam sejarah.
Imam Bukhari menceritakan cerita dari Anas r.a. Ada seorang wanita yang
datang menawarkan diri kepada Rasulullah Saw. dan berkata, “Ya, Rasulullah!
apakah Baginda membutuhkan daku?”
Putri Anas yang hadir dan mendengar perkataan wanita itu mencela sebagai
wanita yang tidak punya harga diri dan rasa malu, “Alangkah sedikit rasa malunya.
Sungguh memalukan, sungguh memalukan.”

Kado Pernikahan 11
Anas berkata kepada putrinya itu, “Dia lebih baik darimu. Dia senang kepada
Rasulullah Saw., lalu menawarkan dirinya untuk beliau!” (HR Bukhari).
Rabi’ah binti Ismail Asy-Syamiyah, istri Ahmad bin Abu Al-Huwari --murid
Abu Sulaiman Ad-Darani, seusai menunaikan shalat Isya’, berhias lengkap dengan
busananya. Setelah itu ia mendekati tempat tidur suaminya. Ia menawarkan kepada
suaminya, “Apakah malam ini engkau membutuhkan kehadiranku atau tidak?”
Jika suaminya berhasrat untuk menggaulinya, ia melayani sampai suaminya
mencapai kepuasan. Kalau malam itu suaminya sedang tidak berminat, maka ia
menukar pakaian yang dikenakan tadi dan berganti dengan pakaian lain yang biasa
digunakan untuk beribadah. Malam itu, ia tenggelam di tempat shalatnya hingga
subuh.
Rabi’ah adalah salah satu istri Ahmad bin Abu Al-Huwari. Suatu hari, ia
memasak makanan yang enak. Masakan itu diberi campuran aroma yang harum.
Setelah masak dan menyantap makanan itu, Rabi’ah berkata kepada suaminya,
“Pergilah ke istrimu yang lain dengan membawa tenaga baru.”
Sebelum menikah dengan Ahmad bin Abu Al-Huwari, Rabi’ah telah menikah
dengan seorang suami yang kaya. Sesudah kematian suaminya, ia memperoleh harta
waris yang sangat besar. Ia kesulitan menasharufkan (membelanjakan) hartanya demi
kepentingan Islam dan diberikan kepada orang yang membutuhkan. Ia melihat
Ahmad bin Abu Al-Huwari sebagai orang yang dapat menjalankan amanah.
Sementara itu, Rabi’ah sendiri seorang perempuan yang adil.
Maka, ia meminang Syekh Ahmad bin Abu Al-Huwari agar berkenan
memperistri dirinya. Ketika mendapatkan pinangan Rabi’ah, Syekh Ahmad berkata,
“Demi Allah, sesungguhnya aku tidak berminat lagi untuk menikah. Sebab aku ingin
berkonsentrasi dalam beribadah.”
Rabi’ah menjawab, “Syekh Ahmad, sesungguhnya konsentrasiku dalam
beribadah lebih tinggi daripada kamu. Aku sendiri sudah memutuskan keinginan
untuk tidak menikah. Tetapi tujuanku menikah kali ini tidak lain agar dapat
menasharufkan harta kekayaan yang kumiliki kepada saudara-saudara yang muslim,
dan untuk kepentingan Islam sendiri. Aku pun mengerti bahwa kamu adalah seorang
yang shalih. Tetapi, justru dengan begitu aku akan memperoleh keridhaan dari Allah
Swt.”
Ahmad bin Abu Al-Huwari tidak segera memberikan jawaban. Ia perlu
mengkonsultasikan dulu dengan Abu Sulaiman Ad-Darani, gurunya. Memperoleh
penjelasan dari Syekh Ahmad, Ad-Darani berkata, “Baiklah, kalau begitu nikahilah
dia. Karena perempuan itu adalah seorang wali”.
Bagi banyak wanita, mengajukan tawaran secara langsung barangkali sulit
dilakukan karena kendala-kendala psikis. Bisa juga untuk lebih menjaga kehormatan.
Jika menghadapi yang demikian, Anda bisa menyampaikan niat Anda melalui orang
lain yang dapat dipercaya (tsiqah), terutama orangtua jika masih ada.

Kado Pernikahan 12
Orangtua juga bisa mengambil inisiatif untuk menawarkan anak gadisnya kepada
laki-laki yang telah dikenal akhlaknya. Umar bin Khaththab r.a., ayah Hafshah,
adalah salah satu contoh.
Imam Bukhari meriwayatkan, Umar bin Khaththab berkata:
Saya datang kepada Utsman bin Affan, menawarkan Hafshah kepadanya. Lalu
Utsman berkata, “Nantilah, saya akan pikirkan dulu!”
Pada waktu itu istri Utsman bin Affan, Sayyidatina Ruqaiyyah binti Rasulullah
Saw. meninggal dunia ketika perang Badar berkobar. Dan Utsman diperintahkan oleh
Nabi untuk mengurus istrinya. Beberapa malam kemudian, Utsman berjumpa dengan
saya dan berkata, “Saya pikir, pada waktu ini saya belum berminat untuk kawin.”
Setelah itu, saya pergi menawarkan putriku kepada Abu Bakar, “Kalau kau mau,
saya akan menikahkan engkau dengan Hafshah!” Abu Bakar diam dan tidak
menjawab tawaran saya. Saya sangat marah dan kurang senang dengan sikapnya yang
berbeda dengan Utsman, meski Ustman juga menolak anakku.
Beberapa malam kemudian, Hafshah dipinang oleh Rasulullah Saw. Beliau
sudah mengobati luka hati saya karena penolakan kedua sahabatku itu. Tiba-tiba Abu
Bakar datang dan menemuiku sambil berkata, “Mungkin kau marah dan kurang
senang kepada saya. Ketika kau menawarkan Hafshah, saya diam dan tidak menjawab
sepatah pun!”
Saya jawab, “Ya, benar.”
Lalu Abu Bakar melanjutkan, “Sebenarnya saya ingin sekali menerima
tawaranmu itu. Tetapi sebelum engkau menawarkan Hafshah kepadaku, aku sudah
mendengar Nabi Saw. menyebut-nyebut untuk meminangnya. Dan aku tidak mau
membuka rahasia beliau kepadamu. Namun, jika beliau tidak jadi menikahinya, tentu
akan saya terima tawaranmu itu dengan senang hati.” (Shahih Bukhari).
Kita tinggalkan dulu kisah pernikahan Ummul Mukminin Hafshah r.a. dengan
manusia utama, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa ‘alaa `alihi wasallam.
Insya-Allah kita bisa melanjutkan lagi dengan kisah-kisah lain yang kemudian
melahirkan keturunan pilihan. Misal, pernikahan orangtua ‘Abdullah bin Mubarok. Ia
sangat terkenal di kalangan para ulama, shalihin, ahli zuhud dan para ilmuwan. Ia
lahir dari pernikahan anak gadis Nuh bin Maryam dengan Mubarok, budaknya yang
jujur.
Kita bisa melanjutkan ke kisah-kisah lainnya. Tetapi saya kira, Anda bisa
menemukan sendiri kisah-kisah demikian di berbagai buku. Sekarang, marilah kita
tutup bab ini dengan memohon kepada Allah mudah-mudah kita tidak dimatikan
oleh-Nya dalam keadaan membujang. Mudah-mudahan Allah memperbaiki akhlak
kita yang masih penuh maksiat ini. Semoga Allah mengaruniakan kepada kita
keturunan yang memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaha illaLlah.

Kado Pernikahan 13
Sesudahnya, bagi para orangtua maupun akhwat yang sedang menghadapi
pinangan (atau, sedang bersiap menghadapi pinangan), mari kita lanjutkan
pembicaraan ke bab dua Mempertimbangkan Pinangan.
Sedang bagi ikhwan yang telah memiliki hasrat, atau sempat jatuh hati, jika telah
memenuhi syaratnya silakan mendatangi orangtuanya secara resmi. Menikah secara
resmi. Menantikan saatnya tiba yang kadang prosesnya tak mudah, tetapi sering juga
sangat sederhana. Di sinilah indahnya mujahadah. Semoga Allah menjadikan
pendamping kita termasuk wanita shalihah yang penuh barakah, dan darinya lahir
keturunan yang hukma-shabiyya rabbi radhiya (memiliki kearifan semenjak kecil dan
diridhai Allah).
Allahumma amin. Ya Allah, kabulkanlah do’a kami.

Kado Pernikahan 14
Bab 2

M empertimbangkan
Pinangan

S uatu waktu,“ demikian seorang akhwat dalam suratnya menuturkan,


"(saya) bertemu dengan beberapa akhwat yang sedih dengan godaan dari
sekian ikhwan dalam sekian perjumpaan."
“Apa jawab atas masalah ini?” kata akhwat tersebut melanjutkan, “Ada
kesamaan dalam jawaban, bahwa ketika seorang akhwat sudah menikah, maka insya-
Allah kemungkinan digoda lebih kecil karena si penggoda akan lebih mikir-mikir
kalau ia sudah bersuami.”
Akhwat itu kemudian melanjutkan, “Sampai-sampai, ada yang berencana untuk
memakai cincin nikah walaupun belum menikah, demi menghindari godaan. Karena
ternyata berkerudung pun masih sering digoda. Sehingga nikah dipandang dapat
digunakan sebagai kerudung keamanan.”
Ketika usia semakin bertambah, orang semakin peka terhadap dorongan untuk
berumah-tangga. Pada diri manusia, memang terdapat naluri untuk mengikat
persahabatan dengan lawan jenis. Dorongan ini muncul pada diri laki-laki maupun
perempuan. Seorang wanita yang matang, mengekspresikan kebutuhannya terhadap
lawan jenis sebagai teman hidup dengan cara-cara yang dewasa dan mempersiapkan
diri baik-baik untuk menyambutnya, jauh-jauh hari sebelumnya. Kerinduan terhadap
teman hidup yang membantunya bertakwa kepada Allah, ditunjukkan dengan usaha
yang sungguh-sungguh untuk menata hati dan tujuan.
Sementara itu, wanita yang belum matang orientasi hidupnya lebih banyak
menunjukkannya melalui bentuk-bentuk lahiriah. Kurang matangnya kondisi psikis,
membuat ia kurang mempercayai daya tarik psikis. Apalagi ikatan-ikatan yang lebih

Kado Pernikahan 15
bersifat ideologis atau menyentuh kedalaman aqidah. Ia akan lebih mempercayai daya
tarik badaniah. Bahkan, pada taraf ini pun ia sering mengalami keraguan, sehingga
memilih kosmetik untuk membuatnya lebih menarik. Ini di satu sisi. Di sisi lainnya,
ketika ia mulai menginjak usia yang layak baginya untuk menjadi istri dan ibu,
terkadang ia “harus” disibukkan oleh laki-laki yang juga sudah mulai menginjak
masanya. Sebagian laki-laki hanya merasakan dorongan, tetapi belum memiliki
keberanian untuk sungguh-sungguh menemaninya sebagai suami yang setia dan
bertanggung jawab. Sebagian telah memiliki niat dan keinginan untuk bersungguh-
sungguh menjalin ikatan pernikahan dengan seorang akhwat yang siap dan qanitat,
tetapi masih ada kendala-kendala psikis. Masih ada keraguan, sehingga ia lebih
memilih untuk melemparkan godaan-godaan halus atau godaan-godaan yang agak
lebih terang-terangan dengan harapan bisa bersambut dengan pertanyaan serius dari
akhwat (siapa tahu?).
Sebagian ikhwan mengalami kejutan beitu mendengar kajian tentang pentingnya
menyegerakan nikah, sehingga ia menghadapi akhwat dengan semangat meluap-luap,
apakah ia siap dikhitbah. Sayang, dorongan yang meluap-luap itu kadang tidak
disertai dengan kesiapan dalam hal-hal lain, terutama dalam hal ilmu berkenaan
dengan tugas kerumahtanggaan maupun dalam memenuhi kebutuhan istri. Di antara
tiga kebutuhan yang harus dipenuhi, ada kalanya baru satu yang ia miliki, yaitu
kesiapan memenuhi kebutuhan biologis. Sedang kebutuhan psikis dan kebutuhan
ma’isyah (nafkah), lazimnya kurang diperhatikan. Seorang ikhwan bahkan sempat
mengemukakan pendapatnya, bahwa orangtua mestinya membiasakan diri
menumbuhkan budaya yang memungkinkan anak laki-lakinya segera menikah dengan
jalan memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang akan terbentuk itu. Padahal
kewajiban memenuhi kebutuhan ekonomi ada pada suami, bukan pada orangtua
suami.
Sebagian ikhwan telah menyiapkan bekal secara sungguh-sungguh sehingga
betul-betul bisa menjadi pendamping istri yang insya-Allah diridhai Allah. Pada diri
mereka barangkali masih banyak kekurangan, meskipun demikian mereka dengan
serius berikhtiar untuk memperbaiki diri dalam hal kesiapannya memenuhi tiga
kebutuhan istrinya maupun dalam hal kesiapan memikul tanggungjawab sebagai
ayah, anak, dan menantu. Kemampuannya mencukupi ma’isyah barangkali belum
memadai, walaupun begitu mereka memiliki kesungguhan untuk memenuhinya
sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Yang demikian ini, insya-Allah lebih siap
untuk mengemban tanggungjawab besar di balik mitsaqan-ghalizha. Mudah-mudahan
Allah ‘Azza wa Jalla memberikan pertolongan kepada mereka. Allahumma amin.
Situasi psikis yang berbeda-beda, juga jenjang kedewasaan yang tak sama,
melahirkan sikap yang beragam dalam menghadapi dorongan untuk mencari teman
hidup. Ada yang berkeinginan sekedar untuk melegitimasi keinginan bersebadan
dengan lawan jenis, tanpa harus jatuh ke dalam dosa. Tetapi, mereka menghendaki
untuk tidak tinggal satu rumah. Sebagian berkeinginan kuat untuk terikat secara resmi
melalui pernikahan yang sah di hadapan agama, negara, dan dalam pandangan
masyarakat, walaupun kondisi yang mereka hadapi tidak jauh berbeda dengan yang

Kado Pernikahan 16
pertama. Mereka memilih ini karena di dalamnya ada kemaslahatan yang lebih besar
dan kedudukan wanita lebih mulia, karena agama menghendaki suami yang
memuliakan istrinya dengan seutama-utama kemuliaan yang mampu ia berikan.
Keutamaan ini terutama berkait dengan sikap dan perlakuan. Di sini, ada mujahadah.
Ada perjuangan besar yang insya-Allah mulia di hadapan Allah dan mempesona di
hati istri. Kelak, insya-Allah kita akan merasakan keindahannya, di dunia maupun di
akhirat.
Ada banyak mujahadah (perjuangan) pada masa-masa ini. Perjuangan untuk
menyiapkan sekaligus menambah bekal dalam mendampingi suami dan menyusui
anak dengan tenang di tengah malam. Perjuangan untuk menegakkan prasangka yang
baik (husnuzhan) kepada Allah. Pasti Ia menolong, sebagaimana Ia mempertemukan
Zulaikha sebagai istri Yusuf a.s. setelah bertahun-tahun Zulaikha berdoa karena tidak
kuat menahan sakitnya merindukan Yusuf yang dicintainya. Perjuangan untuk tetap
menjadi muslimah yang memiliki komitmen terhadap agamanya. Dan juga,
perjuangan untuk tetap mempertahankan busana muslimah beserta identitas
keislamannya ketika dilanda keraguan, sedang pada saat yang sama mereka yang
menanggalkan hijab juga mengalami masalah yang sama.
Apakah engkau mengira mereka yang berlepas diri, yang bergandengan tangan
dengan pemuda yang ia inginkan, tidak mengalami ketidakpastian? Tidak. Sama
sekali tidak. Insya-Allah engkau lebih tenang. Ketika saya sedang mengerjakan buku
ini, saya menerima berbagai surat. Salah satunya “mengeluhkan” masalah ini.
Seorang cewek mempunyai teman laki-laki. Selama ini keinginannya tak “terlalu
jauh”. Akan tetapi suatu ketika, teman laki-laki itu menginginkan hubungan suami-
istri. Cewek itu menangis terus. Ia bingung (ada saran?).
Zaman memang telah berubah. Gadis-gadis sekarang semakin lambat dewasa.
Padahal mereka mengalami menstruasi (haid) pada usia yang lebih dini dibandingkan
dengan wanita-wanita sebelum mereka. Para lelaki juga tidak banyak dipersiapkan
oleh keluarganya ataupun mempersiapkan dirinya sendiri untuk menjadi dewasa
secara penuh ketika mereka telah melewati usia 20 tahun. Padahal, mereka
mengalami mimpi indah (ihtilam) pada masa yang lebih awal dibandingkan dengan
generasi orangtua mereka. Sementara ihtilam seharusnya --begitu kalau kita
menengok fiqih-- menjadi pertanda datangnya masa ‘aqil-baligh (akalnya sampai,
kedewasaan intelektual). Segera sesudah mengalami ihtilam (mimpi indah), mereka
seharusnya sudah siap untuk memikul taklif (pembebanan tanggung-jawab). Salah
satunya, membiayai hidupnya sendiri dan anak orang lain (jika sudah menikah) bagi
laki-laki, selambat-lambatnya pada usia 18 tahun.
Berbagai informasi yang diberikan melalui media massa, penataran, serta iklim
yang tumbuh dalam keluarga, juga banyak yang tidak mendorong mereka untuk siap
mencapai kedewasaan dalam arti yang utuh ketika mereka telah mencapai kemasakan
seksual (sexual maturation). Akibatnya, kedewasaan sekaligus tanggungjawab
mereka terlambat beberapa tahun dibanding kemasakan seksualnya. Apalagi banyak
di antara mereka yang tidak mempunyai bekal ilmu, orientasi, dan misi yang kuat
sebelum mereka mengalami kemasakan seksual. Keadaan ini, acapkali, menimbulkan

Kado Pernikahan 17
reaksi-reaksi impulsif terhadap lawan jenis. Ini menimbulkan beban psikis, meskipun
banyak di antara mereka yang tidak menyadari apa yang terjadi pada dirinya.
Media massa juga kerap menyampaikan informasi yang timpang, searah, tidak
adil, dan kadang bahkan menyesatkan. Media massa menjadikan informasinya
sebagai alat eksploitasi bagi satu kepentingan tertentu (maaf, saya menggunakan kata
“tertentu”) terhadap pembacanya yang berada pada masa rawan ini. Alasan psikologis
dan medis sering digunakan, meskipun tidak sungguh-sungguh memiliki pijakan
ilmiah, sehingga para gadis dan pemuda berada dalam situasi ketakutan ketika akan
melangkah ke pernikahan yang tergolong dini tanpa tahu bagaimana mesti
menyikapinya. Variabel pengaruh seolah-olah hanya terletak pada faktor usia,
padahal usia tidak bisa mengindikasikan tingkat kedewasaan dan tanggungjawab
seseorang. Banyak yang sudah hampir jadi sarjana, usia sudah menginjak 25 tahun,
tetapi pola pikirnya masih sama dengan pola pikir anak SMA.
Saya sering tidak paham (mungkin karena saya tidak tergolong orang jenius)
dengan apa yang berlangsung di sekeliling. Menikah usia muda dikecam dalam
berbagai kesempatan (bahkan melalui jalur ilmiah), akan tetapi kondom dijual bebas
dengan harga murah. Sementara itu, ekspos sumber-sumber rangsang seksual pun
dibiarkan meningkat, terutama melalui TV dan tabloid-tabloid. Kampanye anti
pelecehan digelar habis-habisan, namun demikian pada saat yang sama wanita dipakai
sebagai alat untuk menarik perhatian di berbagai kesempatan resmi. Ironisnya,
kadang-kadang malah dilakukan oleh mereka yang menyerukan sikap anti-pelecehan
terhadap wanita.
Melalui engineering of consent (rekayasa persetujuan) diciptakan image (citra) --
sekaligus rasa takut-- bahwa menikah muda hanya dilakukan oleh mereka yang tidak
memiliki intelektualitas tinggi. Menikah muda adalah tindakan orang yang
berpendidikan rendah. Sehingga mereka tidak memiliki kesiapan yang memadai
(coba, apa ukurannya sehingga disebut memadai) untuk menjadi istri dan ibu.
Sementara itu, pada saat yang sama, sekolah dan perguruan tinggi tidak pernah
menyiapkan mereka untuk mengerti dan mencintai tanggungjawab sebagai istri dan
ibu. Ironisnya, berlawanan dengan pernyataan sebelumnya, berkembang citra “untuk
apa berpendidikan tinggi-tinggi sampai jenjang perguruan tinggi kalau hanya untuk
mendidik anak?” Alhasil, mereka menjumpai suami, anak, dan rumahtangganya
sebagai “hanya”. “Hanya” bangunan yang disebut rumah. “Hanya”....
Jadi, ada yang perlu kita cermati dengan kecerdasan tinggi. Ada yang perlu kita
pikirkan di sini.
Sekarang pinangan telah datang. Jawaban atas pinangan itu sedang dinantikan.
Maka pertimbangkanlah matang-matang, dengan melihat berbagai kondisi yang ada
di sekeliling, serta kondisi yang ada di dalam keluarga dan diri sendiri. Ayah perlu
memikirkan kemaslahatan anak gadisnya, sebelum mengambil keputusan. Engkau
pun perlu mempertimbangkan pinangan itu.

Kado Pernikahan 18
Catatan bagi Ayah
Rasulullah pernah bersabda, “Pukullah anak-anak karena meninggalkan sholat
pada usia tujuh tahun, pisahkan tempat tidurnya pada usia sembilan tahun, dan
kawinkanlah pada usia 17 tahun jika memungkinkan. Apabila perkawinan dilakukan,
maka suruhlah si anak duduk di hadapan bapaknya, kemudian katakanlah, ‘Mudah-
mudahan Allah tidak menjadikan kamu dalam fitnah di dunia, tidak pula di akhirat’.”
Anak gadis sudah memungkinkan untuk dinikahkan kalau ia dipersiapkan untuk
memasuki masa dewasa sejak awal. Seorang gadis bahkan dapat memiliki kesiapan
dan kedewasaan lebih dini dibanding anak laki-laki. Wanita memang cenderung lebih
cepat matang dibanding laki-laki.
Dari Anas r.a., Rasulullah al-ma’shum bersabda, “Barangsiapa mempunyai anak
perempuan yang telah mencapai usia dua belas tahun, lalu ia tidak segera
mengawinkannya, kemudian anak perempuan tersebut melakukan suatu perbuatan
dosa, maka dosanya ditanggung oleh dia (ayahnya).” (HR. Baihaqi).
Pebuatan dosa. Perbuatan dosa apakah yang menyebabkan ayah ikut
menanggung dosanya? Wallahua’lam bishawab. Jika kita perhatikan, insya-Allah kita
akan mendapat pengetahuan bahwa perbuatan dosa yang seorang ayah ikut
menanggung dosanya bila tidak segera mengawinkan anak perempuannya adalah
dosa-dosa yang berkait dengan dorongan gharizah (naluri) untuk berdekat-dekat
dengan lawan jenis. Pada usia-usia yang rawan ini, gejolak mudah membakar dada.
Akan tetapi, apakah ia sudah memungkinkan untuk dikawinkan?
Saya tidak bisa menjawab. Anda yang lebih tahu siapa anak Anda. Anda yang
lebih tahu bagaimana Anda mempersiapkan anak Anda memasuki masa ‘aqil-baligh.
Apakah persiapan yang Anda berikan melalui pendidikan semenjak kecil telah
mengantarkannya menjadi wanita yang betul-betul mencapai ‘aqil-baligh, taklif
(dewasa dan bertanggungjawab) dan sekaligus telah memiliki keterampilan untuk
menasharufkan harta (manajemen anggaran) di rumah?
Sekarang ia sudah memasuki masa taklif. Jika ia belum terampil, insya-Allah
kelak akan memiliki keterampilan yang diperlukan. Sedang saat ini, yang diharapkan
adalah kepekaan ayah untuk cepat tanggap terhadap apa yang dirasakan oleh anak
gadisnya.
Ketika seorang laki-laki datang meminang, ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan oleh seorang ayah.

Memperhatikan Agama
Pernah, ada orang bertanya kepada Al-Hasan r.a. mengenai calon suami putrinya.
Kemudian Al-Hasan r.a. menjawab, “Kamu harus memilih calon suami (putrimu)
yang taat beragama. Sebab, jika dia mencintai putrimu, dia akan memuliakannya.
Dan jika dia kurang menyukai (memarahinya), dia tidak akan menghinakannya.”
Dalam sebuah hadis yang sangat terkenal, Rasulullah bersabda:

Kado Pernikahan 19
“Jika datang kepada kalian (hai calon mertua) orang yang kalian sukai
(ketaatan) agamanya dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia (dengan putrimu). Sebab,
jika kamu sekalian tidak melakukannya, akan lahir fitnah (bencana) dan akan
berkembang kehancuran yang besar di muka bumi.”
Kemudian ada yang bertanya,
“Wahai Rasulullah, bagaimana jika orang (pemuda) itu mempunyai (cacat atau
kekurangan-kekurangan)?”
Maka, Rasulullah Saw. menjawab, (mengulangnya tiga kali)
“Jika datang kepada kalian orang yang bagus agama dan akhlaknya, maka
nikahkanlah dia (dengan putrimu)!” (HR Imam Tirmidzi dari Abu Hatim Al-
Mazni).
Pada hadis ini --sampai-sampai Rasulullah Saw. mengulang jawaban tiga kali--
seorang ayah diperingatkan agar memperhatikan orang yang beragama dan berakhlak
bagus. Akhlak yang bagus adalah sebagian tanda-tanda bagusnya agama seseorang.
Tanda ini lebih kuat daripada tanda lainnya, misal pengetahuan agama dan
lingkungan. Dua hal yang disebut terakhir ini menjadi pertimbangan pendukung
mengenai agama dan akhlak orang yang berniat menjadi suami putri Anda.
Seorang ayah bisa mencari pengetahuan mengenai laki-laki yang meminang anak
gadisnya dengan seksama sebelum mengambil keputusan. Antara lain, ia dapat
menanyai orang yang dekat dengan calon menantunya. Ia juga bisa menanyakan
kepada orang-orang yang dapat dipercaya (tsiqah).
Sebelum membicarakan masalah lain, marilah kita renungkan peringatan
Rasulullah Saw. Beliau bersabda, “Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena
silau akan kekayaan laki-laki itu meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak
pernah pernikahan itu akan dibarakahi-Nya.”

Meminta Izin Anak


Pernikahan berkaitan langsung dengan perasaan anak gadis yang insya-Allah
akan mendampingi suaminya seumur hidup. Dialah nanti yang akan merasakan
manis-indahnya pernikahan ataupun pahit-getirnya perpisahan, kalau ternyata cinta
tak bisa tumbuh juga. Oleh karena itu, seorang ayah perlu meminta izin kepada anak
gadisnya sebelum menikahkan. Islam menolak pemaksaan orangtua atas anak gadis
agar mau menikah dengan laki-laki pilihan orangtua, sedang ia sendiri tidak
menyukai. Pemaksaan dapat menjerumuskan anak kepada dosa besar. Minimal dosa
karena tidak taat pada suami, termasuk dalam melayani keinginan suami di tempat
tidur, karena tidak ada kehangatan cinta di hatinya. Padahal, penolakan istri untuk
melakukan hubungan intim termasuk perkara yang sangat dilaknat oleh agama.
Dari Ibnu Abbas, bahwa ada seorang hamba sahaya yang masih gadis datang
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dia melaporkan bahwa
dia dikawinkan oleh ayahnya, padahal dia tidak suka terhadap laki-laki pilihan

Kado Pernikahan 20
ayahnya itu. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pilihan
terhadapnya. Demikian hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu
Daud, Ibnu Majah dan Adz-Dzaruquthni.
Dan dari ‘Aisyah, bahwa ada seorang remaja putri dikawinkan dengan seorang
laki-laki kemudian dia berkata, “Sesungguhnya ayah telah mengawinkanku dengan
anak saudaranya agar kehinaannya dapat terangkat karena aku. Sedangkan aku tidak
menyukainya.”
Kemudian ‘Aisyah berkata, “Duduklah”, sehingga Ra-sulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam datang. Lalu aku mengabarkannya. Kemudian Rasulullah mengutus
seseorang kepada ayahnya untuk mengundangnya ke rumah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Kemudian Rasulullah menyerahkan perkara itu terhadap sang gadis
tersebut. Lalu gadis itu berkata, “Ya Rasulullah, sebenarnya aku telah rela terhadap
apa yang telah diperbuat ayahku terhadapku, akan tetapi aku berkeinginan untuk
memberitahukan kepada wanita-wanita tentang sesuatu dalam masalah ini.” (HR
An-Nasa’i).
Maka, sebelum memberi jawaban kepada peminang, tanyakanlah kepada anak
gadis Anda. Rasulullah Saw. bersabda, “Tidaklah seorang janda dikawinkan,
sehingga dia dimintai persetujuannya dan tidak pula seorang gadis hingga dia
dimintai persetujuannya.”
Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimanakah persetujuannya?”
Rasulullah menjawab, “Persetujuannya adalah pada saat dia diam.” (HR
Bukhari dan Muslim).
Al-Bukhari dan Muslim juga pernah meriwayatkan dari ‘Aisyah, dia berkata,
“Ya Rasulullah, apakah wanita-wanita harus dimintai persetujuannya jika mereka
akan dikawinkan?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya”.
Aku bertanya lagi, “Sesungguhnya seorang gadis jika dimintai persetujuannya,
kemudian dia diam, karena malu?” Rasulullah bersabda:
“Diamnya itu adalah persetujuannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Syaikh Yusuf Qardhawi mengingatkan, seorang gadis kadang-kadang merasa
malu untuk menjelaskan tentang persetujuannya itu dan dia juga malu untuk
menampakkan bahwa dia sudah berkeinginan untuk melangsungkan perkawinan.
Sedangkan diamnya itu menunjukkan kebersihannya dari segala penyakit yang dapat
mencegahnya dari hubungan seksual, atau adanya sebab lain yang tidak baik untuk
melangsungkan pernikahan dengan laki-laki itu, di mana sebab-sebab itu tidak ada
seorang pun yang mengetahuinya, kecuali dia sendiri. Wallahu A’lam. Demikian
kutipan saya dari Ruang Lingkup Aktifitas Wanita Muslimah (Al-Kautsar, 1996).
Selain meminta izinnya, berikanlah kesempatan kepadanya untuk mengetahui
siapa calon suaminya, terutama jika calon suami itu pilihan Anda sedang anak gadis
Anda belum mengenalnya. Biarkanlah anak gadis Anda untuk menilai sendiri calon

Kado Pernikahan 21
suaminya, apakah ia menyukai atau tidak. Anda bisa memberikan informasi, memberi
keterangan seperlunya tentang si calon. Tetapi sebaiknya tidak banyak mempersuasi
(membujuk) dengan menampakkan yang baik-baik saja. Sebab persuasi dapat
menimbulkan harapan-harapan yang akan ia peroleh ketika akad nikah telah dilak-
sanakan. Sehingga bisa jadi ia mengalami kekecewaan justru karena terlalu tingginya
harapan yang muncul lantaran persuasi Anda. Padahal, pada mulanya ia tak banyak
mengharapkan hal-hal yang tidak mendasar.
Sebagian gadis menikah dengan orang yang belum pernah dikenalnya sama
sekali dan baru melihat laki-laki yang menikahinya ketika akad nikah telah selesai,
yaitu saat pertama kali memasuki kamar pengantin. Mereka ridha dengan suaminya.
Tetapi ini tidak berlaku umum. Sehingga Anda tidak bisa mengambilnya sebagai
hukum yang Anda terapkan begitu saja kepada anak gadis Anda. Anda perlu bersikap
tengah-tengah dan memahami kebutuhan anak gadis Anda, kecuali jika dia telah ridha
dengan pilihan Anda tanpa mensyaratkan apa pun mengenai laki-laki yang akan
menjadi suaminya.
Seorang gadis yang tidak diberi kesempatan untuk mengetahui dan
mempertimbangkan calon suaminya, berhak untuk memutuskan hubungan
perkawinan apabila ia tidak rela terhadap suami pilihan ayahnya. Kesempatan
mengetahui ini meliputi hal-hal yang berkenaan dengan segi lahiriah maupun segi-
segi yang lebih bersifat psikis dan agama dari si calon suami.
“Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.” (QS Al-Baqarah: 229).
Kasus gagalnya perkawinan karena istri belum mengetahui calon suaminya
pernah terjadi di masa Rasulullah. Ketika menikah, Hadiqah tidak pernah bertemu
dengan Tsabit bin Qais kecuali pada malam pengantin mereka. Sang istri sangat
terkejut dengan suami yang dijumpainya pada malam pengantin itu dan secara
spontan timbul keinginan untuk berpisah.
Hadiqah berkata kepada Rasulullah, “Tampaklah apa yang tidak saya ketahui
pada malam pengantin kami. Saya pernah melihat beberapa orang laki-laki, namun
suami saya adalah laki-laki yang paling hitam kulitnya, pendek tubuhnya, dan paling
jelek wajahnya. Tidak ada satu kebagusan pun yang saya temui pada dirinya. Saya
tidak mengingkari kebagusan akhlaknya dan agamanya, ya... Rasulullah, tetapi saya
takut menjadi kafir jika tak bercerai darinya. Saya takut jika terus-menerus maksiat
padanya karena ketidaktaatan saya pada suami, dan saya tahu itu menyalahi perintah
Allah Swt.”
Rasulullah Saw. memanggil Tsabit dan berkata kepadanya, “Temui istrimu,
Hadiqah dan ceraikan ia sebagaimana layaknya, biarkan mahar itu menjadi haknya.”
Kisah Hadiqah dan Tsabit bin Qais ini juga disampaikan oleh Imam Bukhari
dalam shahihnya. Sesungguhnya, kata Ibnu Abbas, istri Tsabit bin Qais telah
menghadap kepada Nabi Saw. Ia berkata, “Ya Rasulullah, saya tidak mencela

Kado Pernikahan 22
akhlak dan agamanya, tetapi saya tidak mau kufur dalam Islam." Maka Rasulullah
Saw. bersabda, “Maukah Anda mengembalikan kebun-kebunnya?”
Ia menjawab, “Ya.”
Maka Rasulullah Saw. bersabda (kepada Tsabit), “Terimalah kebun itu, dan
talaklah istrimu itu satu kali.”
Ada hadis lain yang meriwayatkan kisah Tsabit bin Qais ini. “Amr bin Syu’aib
dari ayahnya, dari kakeknya r.a. dalam riwayat Ibnu Majah; Sesungguhnya Tsabit bin
Qais itu adalah orang yang buruk rupa dan bentuknya, dan istrinya berkata, “Kalau
saya tidak takut pada Allah, tentu saya ludahi muka suami saya itu apabila
mendatangi saya”. Dan dalam riwayat Ahmad dari hadis Sahal bin Abi Hasmah,
“Dan kejadian itu adalah permulaan khulu’ dalam Islam."
Khulu’ merupakan hak istri untuk meminta cerai karena sebab tertentu yang
kuat.
Jadi, sebelum menikahkan anak gadis Anda dengan laki-laki yang meminangnya,
tanyakan dulu apakah ia setuju atau tidak. Berikan kesempatan padanya untuk
mengetahui calon suaminya agar lebih dapat mengekalkan hubungan kalau ia ternyata
rela dan menyukai. Ada pun kalau ia tidak menyukai, ini lebih baik daripada terlanjur
menikah. Kalau sudah terlanjur, silaturrahmi bisa rusak.

Meminta Pertimbangan Istri


“Berkonsultasilah terhadap wanita-wanita dalam masalah anak-anak
perempuan,” kata Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Abu Daud. Dalam hadis ini
terdapat rawi yang majhul, tetapi banyak hadis yang maknanya senada dengan hadis
ini. Begitu Syaikh Yusuf Qardhawi memberi keterangan.
Al-Imam Abu Sulaiman Al-Khaththabi memberikan beberapa catatan penting
dalam menyampaikan kesimpulan mengenai hadis-hadis tersebut.
Beliau mengatakan, “Berkonsultasilah dengan kaum ibu dalam masalah
perkawinan anak-anak perempuan mereka, bukan berarti bahwa mereka mempunyai
wewenang terhadap akad nikah tersebut. Akan tetapi dipandang dari segi kebaikan
dan perbaikan terhadap diri mereka dan dalam segi menggauli mereka dengan baik.
Dan karena upaya itu lebih dapat mengekalkan persahabatan dan akan dapat
menimbulkan rasa cinta kasih di antara anak-anak gadis mereka dengan sang suami.
Hal ini dapat terjadi jika akad nikah itu atas dasar kerelaan dari ibu-ibu mereka
dan sesuai dengan keinginan mereka. Dan jika akad pernikahan itu di luar kerelaan
ibu-ibu mereka, maka bisa jadi ibu-ibu mereka merongrong suami mereka. Dia juga
akan menimbulkan kerusakan terhadap hati anak gadisnya. Sedangkan anak-anak
perempuan, biasanya lebih cenderung terhadap ibu-ibu mereka dan akan lebih
menerima perkataan yang datangnya dari ibu-ibu mereka.

Kado Pernikahan 23
---
Pernikahan itu sangat sensitif.
Apa saja yang ada dalam proses menuju pernikahan maupun fase-fase awal
pernikahan,
mudah membangkitkan perasaan yang kuat,
negatif maupun positif.
---
Dengan adanya permasalahan yang seperti ini, maka berkonsultasi dengan sang
ibu adalah sunnah hukumnya dalam masalah akad pernikahan anaknya. Wallahu
A’lam.”
Beliau juga pernah berkata, “Dan terkadang juga hal itu menjadi penting oleh
karena adanya alasan-alasan tertentu, selain apa yang telah kita sebutkan di atas.
Dan hal itu karena mungkin seorang wanita lebih mengetahui tentang masalah-
masalah khusus yang terdapat pada diri anak-anak perempuan, atau juga dapat
mengetahui tentang kejadian-kejadian yang rahasia, di mana (kalau) anak
perempuannya itu melangsungkan pernikahan dengan orang tersebut, maka hal itu
tidak akan berlangsung lama atau tidak akan memberikan kebaikan. Sedang alasan-
alasan itu berada pada ibunya tersebut. Dan adanya penyakit dapat menggagalkan
terlaksananya hak-hak pernikahan. Pendapat ini adalah sesuai dengan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Jangan kamu kawinkan seorang gadis, kecuali dengan seizinnya. Sedangkan
persetujuannya adalah diamnya.”
Ketika bertemu Musa a.s., Syafura sangat terkesan oleh sikap dan perilakunya. Ia
tidak menunjukkan perasaannya kepada Musa a.s. karena rasa malu yang besar.
Tetapi ia menceritakan kepada ayahnya, Nabiyullah Syu’aib a.s. Kelak, Nabi Syu’aib
menikahkan putrinya dengan Musa a.s. yang di kemudian hari juga menjadi Nabi.
Putri Anda barangkali juga mempunyai perasaan-perasaan serupa. Ada seseorang
yang memiliki tempat khusus di hatinya. Ada laki-laki yang begitu berarti baginya,
meskipun ia tidak menunjukkan gelagat di hadapan Anda maupun di hadapan laki-
laki yang telah memunculkan kesan membekas dalam jiwanya. Ada halangan
kejiwaan yang membuatnya tidak berani menceritakan kepada Anda. Meski masih
ada rasa malu, kadang-kadang ia berani terbuka pada ibunya atau neneknya tentang
rahasia-rahasia yang ia simpan rapat-rapat. Ia berani mengungkapkan bahwa hatinya
telah terpaut dengan seorang laki-laki, yang barangkali berbeda dengan laki-laki yang
sempat dipikirkan ayahnya untuk dijodohkan dengannya.
Dan jika laki-laki yang disukainya itu datang untuk mengawini anak perempuan
itu, kata Syaikh Yusuf Qardhawi, maka orang itulah yang akan didahulukan dan
diterima pinangannya. Sebagaimana yang diisyaratkan di dalam sebuah hadis shahih:

Kado Pernikahan 24
Khat Arab
Belum pernah terlihat bagi dua orang yang bercinta seperti pernikahan.

Kuatnya ikatan perasaan antara dua hati, dapat kita baca pada kisah pernikahan
Abdurrahman bin Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. dengan Atikah binti Amr bin Nufail.
Abu Bakar pernah mengkhawatirkan anaknya sehingga khawatir kalau perasaan
anaknya yang begitu kuat terhadap istrinya, Atikah, akan mengalahkan pikiran dan
agamanya. Ia kemudian menyuruh Abdurrahman untuk menceraikan Atikah, tetapi
Abdurrahman tidak sanggup melakukan. Abu Bakar terus mendesak, sampai akhirnya
Abdurrahman tidak mampu menghadapi perintah ayahnya. Tetapi perceraian tidak
pernah bisa melemahkan ikatan perasaan dua orang yang diliputi kerinduan.
Perpisahan tidak mematikan perasaan Zulaikha kepada Yusuf dan tetap menantikan
perjumpaan dengan Yusuf, meskipun kecantikannya telah banyak dimakan usia.
Perceraian Abdurrahman juga demikian. Ia tidak bisa melupakan kelembutan dan
ketinggian akhlak Atikah. Ia mengadukan cekaman perasaannya kepada Allah dengan
bersyair:
“Demi Allah tidaklah aku melupakanmu
Walau matahari kan terbit meninggi
“Dan tidaklah terurai air mata merpati itu
kecuali berbagi hati
“Tidak pernah kudapatkan orang sepertiku
mentalak orang seperti dia,
Dan tidaklah orang seperti dia
Ditalak karena dosanya
"Dia berakhlak mulia, beragama
dan bernabikan Muhammad,
Berbudi pekerti tinggi
bersifat pemalu dan halus tutur katanya

Perpisahan tidak melemahkan ikatan perasaan. Ia justru semakin kuat dengan


disirami air mata. Melihat rintihan tangis anaknya, Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak tega
hatinya. Kepada anaknya ia mengatakan, "Wahai anakku, rujuklah engkau kepadanya
kalau memang engkau tidak dapat melupakannya."
Maka, rujuklah Abdurrahman kepada Atikah, istri yang sangat dicintainya.
Mereka hidup dalam rumah tangga yang penuh dengan kebahagiaan hingga
Abdurrahman mencapai syahid pada perang Tha'if. Konon, ketika mendengar kabar
syahidnya Abdurrahman, Atikah sangat sedih disebabkan dalamnya rasa cinta kepada

Kado Pernikahan 25
Abdurrahman. Tetapi kecintaannya terhadap Abdurrahman, tidak menghalanginya
untuk melepas Abdurrahman pergi berjihad. Inilah ketinggian Atikah. Wallahu A'lam
bishawab.
Ikatan perasaan demikian kuat. Anak gadis Anda barangkali telah terpaut hatinya
kepada seseorang yang ia rela terhadapnya. Ia berharap dapat menemani hidupnya
sebagai istri shalihah, sekalipun ia belum pernah bertegur sapa. Ia mempunyai
perasaan itu, mempunyai cita-cita tentang rumah tangga yang akan dibangunnya.
Sekali saat, barangkali ia menceritakan isi hatinya kepada neneknya, kepada ibunya
saat ia menemukan kesempatan untuk berbicara dari hati ke hati, kepada saudara
perempuan yang lebih tua, atau kepada bibinya. Seringkali, seorang gadis
mempercayakan rahasia hatinya kepada mereka. Karena itu, bertanyalah kepada
mereka agar keputusan Anda lebih dekat kepada maslahat dan jauh dari madharat dan
mafsadah (kerusakan).

Musyawarah
Banyak hadis yang menunjukkan keutamaan musyawarah. Al-Qur'an juga
memberi perhatian kepada pentingnya musyawarah. Allah Swt berfirman, "Dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah." (QS Ali Imran: 159).
Ada musyawarah. Kemudian, ada tawakal yang mengikuti. Yang disebut terakhir
ini seringkali tertinggal, tidak mengikuti hasil musyawarah.
Tak mudah memang. Karena itu, silakan Anda mencari sendiri pembahasan
mengenai tawakal ini.
Ada syarat-syarat musyawarah. Musyawarah dengan orang yang memenuhi
syarat, dapat memberi manfaat dan lebih dekat dengan maslahat dan keselamatan
akhirat, bahkan keselamatan dunia. Tetapi musyawarah dengan orang yang tidak
memenuhi syarat, justru lebih dekat kepada madharat dan mafsadat. Imam Abu
'Abdillah mengingatkan, musyawarah dengan orang yang tidak memenuhi syarat
lebih besar bahayanya dibanding manfaatnya.
Pembahasan lebih lanjut tentang musyawarah, silakan Anda cari di buku lain.
Saya kira, cukuplah pembahasan saya tentang musyawarah. Semoga bermanfaat.

Catatan bagi Wanita yang Dipinang


"Suatu hari yang lain," begitu cerita seorang akhwat dalam suratnya, "Allah
mempertemukan saya dengan seorang akhwat yang sedih dengan setumpuk
masalahnya. Dengan sedih ia berkata, 'Alangkah enaknya kalau saat ini ada suami...'
Mengapa? Dan bagaimana suami dapat meringankan kesedihannya?"
"Mengapa suami? Karena adanya keyakinan bahwa suami dapat membimbing
untuk mencintai Allah. Dan karena pendekatan suami lebih dari hati ke hati, dengan
kasih sayang, maka lebih menyentuh untuk dilakoni.”

Kado Pernikahan 26
"Masalahnya, bagaimana kriteria suami yang seperti itu?”
Saya kadang-kadang menerima pertanyaan tentang bagaimana memilih suami
yang baik, suami yang dapat membimbing istri dalam menjalani kehidupan bersama
sebagai satu keluarga yang saling mencintai. Pada suatu seminar, pertanyaan
mengenai ini berkembang ke arah yang lebih mendasar lagi. Pertanyaan itu dikaitkan
dengan janji Allah bahwa wanita yang baik adalah bagi laki-laki yang baik dan begitu
pula sebaliknya.
Allah Swt berfirman:
Khat Arab

"Dan perempuan-perempuan yang keji adalah diperuntukkan bagi laki-laki


yang keji, dan laki-laki yang keji juga diperuntukkan bagi perempuan yang keji,
sedangkan perempuan-perempuan yang baik diperuntukkan bagi laki-laki yang baik
dan laki-laki yang baik juga diperuntukkan bagi perempuan-perempuan yang baik..."
(QS An-Nur:26).
Pembahasan tentang ini memerlukan ruang yang khusus. Pada kesempatan ini
insya-Allah saya membahas sedikit saja sejauh yang saya mampu. Dan sesungguhnya,
pengetahuan yang haq hanya di sisi Allah. Wallahul Musta'an.
Sekarang, ketika pinangan telah datang, apa yang perlu engkau perhatikan
sebagai bahan pertimbangan.

Agama Calon Suami


Baik laki-laki maupun perempuan, diperingatkan agar memilih pendamping
hidup atas dasar agama calonnya. Sebagian orang menempatkan peringatan ini dalam
derajat yang paling ringan. Asal seagama, dianggap telah memenuhi ketentuan untuk
memilih berdasarkan agama calonnya. Sebagian orang bertanya, "Kenapa agama?"
"Kadang-kadang, orang yang agamanya baik memperlakukan istri dengan cara
yang buruk. Sikapnya kepada orang lain juga tidak menyenangkan. Padahal, ia rajin
ke masjid, shalat, puasa, dan banyak mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan. Tetapi,
mereka tidak memperlakukan istri dan anak-anaknya dengan baik."
"Sebaliknya, orang-orang yang tidak begitu mengenal agama, sikapnya kepada
istri justru sangat baik. Perhatiannya kepada istri, besar sekali. Kadang mereka malah
bisa menjadi sahabat yang enak diajak bicara oleh istri dan anak-anaknya."
Pertanyaannya, apakah yang dimaksud dengan beragama? Apakah mereka yang
lebih utama agamanya adalah mereka yang luas pengetahuan agamanya? Jika ini yang
dimaksud, sesungguhnya para orientalis memiliki pengetahuan agama yang lebih luas
daripada kebanyakan kita saat ini. Penulis kamus bahasa Arab yang menjadi
pegangan standar sekarang, Al-Munjid, adalah Louis Ma'luf, seorang orientalis.

Kado Pernikahan 27
Kalau begitu, bagaimana menentukan ukuran bahwa calon suami yang datang
meminang termasuk laki-laki yang beragama? Wallahu A'lam bishawab. Agama
meliputi tauhid yang merupakan intinya dan syari'at sebagai aturan-aturan baku yang
lebih bersifat zhahir. Tauhid hidup dalam iman. Iman adalah perkara qalbiyyah
(rahasia hati). Orang tidak dapat melihat derajat iman seseorang. Orang tidak bisa
menilai aqidah-qalbiyyah (urusan keyakinan dalam hati) orang lain.
Tetapi, keyakinan hati mempengaruhi sikap dan perilaku. Keagamaan seeorang
insya-Allah dapat dilihat melalui amal perbuatannya. Ada berbagai petunjuk As-
Sunnah yang dapat dipakai untuk "menerka" agama dari laki-laki yang datang
meminang Anda.
Rasulullah Saw. bersabda, "Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah
yang paling baik akhlaknya." (HR Ahmad dan Abu Daud).
Dalam hadis lain yang bersumber dari 'Aisyah r.a., dari Nabi dikatakan,
"Sesungguhnya kelembutan tidak menghinggapi sesuatu kecuali
memperindahnya dan tiada dicabut dari sesuatu melainkan memperburuknya."
(HR. Muslim).
Rasulullah Saw. juga bersabda:
"Sesungguhnya seorang hamba yang berakhlak baik akan mencapai derajat dan
kedudukan yang tinggi di akhirat, walau ibadahnya sedikit." (HR Thabrani dengan
sanad baik).
Masih banyak hadis yang menunjukkan tanda-tanda keimanan melalui sikap,
perilaku dan ketinggian moral. Tanda-tanda ini yang dapat engkau perhatikan ketika
seorang pemuda meminangmu. Ada tanda lain yang dapat engkau perhatikan,
terutama berkait dengan tanggungjawabnya kelak sebagai kepala rumah keluarga.
Misal, bagaimana sikapnya terhadap upaya mencari nafkah pada saat ini, sedang ia
masih menuntut ilmu di perguruan tinggi.
Pembahasan lebih lanjut insya-Allah kita lakukan pada sub judul Kemandirian
Ekonomi.
Seorang ulama mengatakan bahwa, tidak mungkin mengetahui keberagamaan
seseorang melalui shalat dan puasa serta sebagian ritual agama. Keimanan dalam
beragama, dapat diketahui melalui aspek-aspek akhlak, penjagaan hak-hak orang lain,
dan sikap menghindarkan orang lain dari kezaliman-kezaliman dirinya. Adakalanya
ketika seseorang berpuasa, sangat takut kemasukan air setetes sehingga tidak berani
berkumur. Tetapi ia tidak takut melanggar hak-hak orang lain. Begitu KH.
Abdurrahman Wahid pernah mencontohkan.
Peringatan Imam Abu 'Abdillah dapat Anda pertimbangkan ketika menilai
agama calon suami Anda. Beliau pernah berkata, "Janganlah kalian tertipu dengan
shalat mereka dan puasa mereka. Sesungguhnya mungkin ada seseorang yang
mengerjakan shalat dan puasa sampai-sampai seandainya ia meninggalkannya, ia
merasa takut. Tetapi, amatilah mereka dalam kebenaran bicara dan penunaian
amanat."

Kado Pernikahan 28
Ada contoh yang ekstrem tentang masalah ini. Abu Said Al-Khudri, salah
seorang sahabat terkenal, mengatakan bahwa Abu Bakar pernah bercerita di hadapan
Nabi. Saat itu Abu Bakar menuturkan pengalamannya ketika melintasi padang pasir
dan melihat seorang lelaki berwajah tampan sedang melakukan shalat dengan
khusyuk.
"Pergi dan bunuhlah orang itu," tukas Nabi.
Abu Bakar segera pergi menemukan lelaki yang itu masih dalam keadaan seperti
semula, shalat dengan khusyuk. Abu Bakar jadi ragu untuk membunuhnya. Akhirnya
ia kembali.
Nabi kemudian memanggil Umar bin Khaththab.
"Pergilah ke sana dan bunuhlah lelaki itu!" perintah Nabi kepada Umar.
Umar pun segera pergi ke sana. Umar melihat lelaki itu sedang larut dalam
ibadah. Umar tidak sampai hati membunuhnya. Akhirnya ia pun kembali menghadap
Nabi.
"Wahai Nabi, yang aku lihat adalah lelaki yang sedang shalat dengan sangat
khusyuk. Aku tidak tega membunuhnya," ujar Umar.
Nabi akhirnya menyuruh Ali untuk membunuhnya.
Ali segera pergi ke sana, tetapi ia tidak menemukan lelaki itu. Ali kembali
menghadap Nabi, lalu memberitahukan hal itu kepada beliau.
Nabi berkata, "Orang itu dan kawan-kawannya membawa Al-Qur'an hanya
sampai tenggorokan. Mereka telah keluar dari agama bagai anak panah melesat dari
busurnya. Bunuhlah mereka! Karena mereka adalah seburuk-buruk makhluk di muka
bumi." (Shahih Muslim).
Ketika mendapatkan pinangan, engkau juga bisa memperhatikan tanda-tanda
membekasnya agama pada diri calon suami berkait dengan kewajiban-kewajibannya
terhadapmu kelak.
Ketika seseorang bertanya kepada Rasulullah tentang hak istri, beliau bersabda:
"Memberikan makanan kepadanya apabila engkau makan, memberikan pakaian
apabila engkau berpakaian, jangan memukul wajah, jangan mengatakan wajah
engkau buruk, dan jangan menghukum (tidak menanyainya) kecuali di dalam rumah,
yakni jangan memindahkannya ke rumah lain kemudian tidak ditanyainya di dalam
rumah tersebut." (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Hibban, dan dishahihkan oleh Al-
Hakim).
Penjelasan Al-Fakhrurrazi mengenai fazhzhan dan ghalizhal-qalbi ketika
menjelaskan surat 'Ali Imran ayat 159-160, menarik untuk kita simak. Asbabun nuzul
(sebab turunnya) ayat ini sebenarnya sama dengan ayat-ayat sebelumnya surat ini,
yaitu berkenaan dengan perang Uhud. Tetapi, kali ini kita akan mengambil pelajaran
dari Al-Fakhrurrazi mengenai fazhzhan dan ghalizhal-qalbi untuk mengetahui

Kado Pernikahan 29
keberagamaan calon suami, orang yang akan memimpinmu jika engkau
menerimanya.
Kata Al-Fakhurrazi, "Kalau kita belum paham perbedaan antara fazhzhan dan
ghalizhal-qalbi, perhatikanlah contoh ini. Mungkin ada orang yang akhlaknya tidak
jelek. Tidak pernah mengganggu orang lain. Lidahnya tidak pernah menyakiti orang
lain. Hanya saja, dalam hatinya tidak pernah ada rasa kasihan kepada orang lain.
Orang ini tidak kasar, namun dalam hatinya tidak ada rasa kasih-sayang. Ia tidak
fazhzhan, tetapi ghalizhal qalbi. Kedua sifat ini tidak boleh menempel pada diri
seorang pemimpin. Dia tidak boleh berperilaku yang menganggu orang lain dan juga
tidak boleh mempunyai hati yang keras. Karena itu, “Sekiranya kamu ini
bertingkahlaku kasar dan hati kamu keras, maka orang-orang itu akan lari darimu."
Seorang yang beragama, tidak bersifat fazhzhan. Juga tidak ghalizhal qalbi. Jika
dua sifat ini tidak ada pada dirinya, insya-Allah dia akan memiliki akhlak yang lemah
lembut. Meskipun begitu, ada perbedaan yang besar sekali antara sifat lemah lembut
dengan menampakkan kelembutan. Mengenai hal ini, hatimu yang lebih tahu.
Wallahu A'lam bishawab.
Insya-Allah, engkau juga bisa melihatnya ketika meminang. Kalau ia
meminangmu dalam rangka berpoligami, engkau dapat menilai alasannya dari
alasannya berpoligami, sikapnya terhadap istri dan keseimbangannya antara harapan
terhadapmu dan sikapnya terhadap istrinya terdahulu. Jika ia berpoligami karena
menurutnya istri terdahulu tidak memiliki akhlak yang baik sebagai istri, engkau
dapat menilainya dari bagaimana ia mengungkapkan hal itu kepadamu. Sebagian di
antara caranya menceritakan, merupakan tanda apakah ia akan menjaga rahasiamu
ataukah menunjukkan tidak ada rasa cemburu di hatinya kalau rahasia istrinya
diketahui orang lain.
Tanda-tanda keberagamaan yang bersifat akhlaqi insya-Allah lebih utama,
termasuk di dalamnya sikap dan semangatnya terhadap agama. Seorang yang
bersemangat dan memiliki sikap yang baik, insya-Allah lebih mudah menyerap ilmu-
ilmu agama yang belum ia punyai.
Akhir-akhir ini, sebagian orang telah menyempitkan batasan agama kepada yang
dianggap sefikrah saja. Atau bahkan lebih sempit lagi se-harakah atau se-halaqah.
Padahal, kesamaan harakah atau halaqah tidak menandakan tingkat kematangan
dalam beragama. Ada banyak aspek yang perlu diperhatikan. Saya sempat khawatir,
pola interaksi pada sebagian kelompok cenderung mengarah kepada kerahiban.

Kemandirian Ekonomi
Seorang laki-laki seharusnya telah mampu membiayai hidupnya sendiri sejak
memasuki masa taklif, yaitu usia 15 tahun menurut sistem penanggalan qamariyyah
atau lunar system. Selambat-lambatnya usia 18 tahun, seharusnya ia sudah berusaha
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan hasil keringatnya sendiri, walaupun
orangtua masih mampu membiayai dan sekaligus masih mau membiayai.

Kado Pernikahan 30
Ketika menikah, ia mempunyai kewajiban untuk menafkahi istrinya, termasuk di
dalamnya makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal dengan cara yang baik. Setelah
menikah, orangtua tidak mempunyai kewajiban memberi nafkah terhadap anak
perempuannya. Kebutuhan ekonomi seorang wanita menjadi tanggungan suami.
Adapun kalau orangtua memberi, itu bersifat shadaqah. Tidak wajib.
Tetapi, marilah kita simak hadis berikut. Rasulullah Saw. bersabda, "Sedekah
tidak halal buat orang kaya dan orang yang masih mempunyai kekuatan dengan
sempurna." (HR Tirmidzi).
Karena itu, seorang laki-laki hendaknya berusaha mandiri. Apalagi ketika ia
telah mempunyai niat untuk menikah, bahkan telah meminang. Berusaha untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi diri sendiri dan keluarga adalah suatu kehormatan,
sehingga seseorang lebih bisa menegakkan kepala ketika ada sesuatu yang harus
disikapi. Ketergantungan secara ekonomi kepada keluarga, bisa melahirkan tekanan
psikis dan konflik-konflik yang pelik manakala seseorang telah menikah.
Kemandirian ini perlu saya bahas di sini mengingat pentingnya masalah.
Sebagian laki-laki berharap menikah, akan tetapi hendak menggantungkan kebutuhan
ekonominya kepada keluarga. Di antara mereka bahkan ada yang bersikap agak apatis
terhadap usaha mencari sendiri penghasilan yang halal, sebelum menyelesaikan
pendidikan di perguruan tinggi. Ada pikiran untuk tetap meminta kiriman orangtua,
dan mengharapkan agar orangtua istrinya juga tetap mengirimkan biaya hidup setiap
bulannya.
Sikap ini melemahkan keberanian untuk bertanggungjawab terhadap istri yang
dinikahinya. Tanggung jawab tidak hanya berkait dengan kewajiban untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi, melainkan mencakup pula berbagai tanggung jawab lain yang
juga bersifat penting dan mendasar bagi kehidupan bersama dalam rumah tangga.
Sikap ini potensial untuk menimbulkan konflik, terutama konflik psikis bagi istri.
Harga diri dan rasa percaya diri sebagai keluarga sulit untuk ditegakkan. Dengan
demikian ketergantungan secara ekonomi melahirkan ketidakberdayaan pada aspek-
aspek lain yang seharusnya dibangun berdua dalam rumah-tangga yang mesra.
Mereka mempunyai posisi yang lemah di hadapan orangtua, mertua, saudara, kerabat
lain, dan bahkan mereka lemah di hadapan dirinya sendiri. Kepercayaan istri terhadap
integritas pribadi suami juga kurang bisa terbangun.
Dampak dari keadaan ini sangat luas, khususnya terhadap pembentukan orientasi
keluarga dan kesiapannya untuk memberikan pendidikan kepada anak menurut apa
yang dipandang maslahat dan ideal. Kurang terbangunnya rasa percaya diri sekaligus
harga diri sebagai keluarga, mempengaruhi citra mereka tentang keluarga mereka
sendiri. Ini mempengaruhi mereka dalam memberi pengasuhan kepada anak, sehingga
bisa melahirkan pola-pola sikap yang kurang sesuai dalam mengasuh anak. Sejak dari
child-abuse (kekejaman terhadap anak), pengabaian anak sampai ketidakpekaan
orangtua terhadap kebutuhan psikis anak. Kalau ditarik lagi, akan terdapat rentetan
dampak psikis yang lain.

Kado Pernikahan 31
Lalu, bagaimana kalau orangtua berinisiatif untuk tetap membiayai anaknya
masing-masing agar kuliahnya dapat diselesaikan dengan baik? Tidak masalah dan
bahkan baik, sejauh suami tetap mempunyai keinginan untuk tidak menggantungkan
diri sepenuhnya kepada kiriman orangtua. Sekalipun kenyataannya, hampir seratus
persen masih tetap berasal dari orangtua masing-masing. Tetapi niat yang kuat untuk
tidak menggantungkan sepenuhnya, merupakan bentuk adanya tanggung jawab. Inilah
yang paling penting.
Rasulullah Saw. bersabda, "Terlaknatlah orang yang membebankan semua
kebutuhannya kepada orang lain."
Terkadang, inisiatif menikah berasal dari orangtua demi menyelamatkan anaknya
dari kekejaman maksiat. Mereka menawarkan untuk tetap membiayai kuliah sampai
selesai sekaligus memberi biaya hidup. Ini adalah sikap yang baik dan terpuji. Insya-
Allah, kelak mereka akan menjumpai upayanya sebagai kemuliaan di akhirat.
Allahumma amin.
Tetapi, kesediaan orangtua tertentu --ada yang bahkan mengajukan inisiatif--
untuk membiayai keluarga yang baru dibangun oleh anak mereka, tidak bisa menjadi
ukuran agar orangtuanya juga memberi perlakuan yang sama terhadap keluarganya.
Kalau pun orangtua ternyata menjaminkan biaya hidup, mestinya ia juga tetap
memiliki keinginan yang kuat untuk mencari nafkah yang halal dan thayyib agar yang
masuk ke perut istri, kelak janin yang dikandung istrinya hingga saatnya lahir, adalah
harta yang halal dan utama.
Islam menunjukkan sikap yang sangat menghargai kesungguhan seorang pemuda
memenuhi kebutuhan ekonominya sendiri. Rasulullah Saww. bersabda:
"Ibadah itu ada tujuh puluh bagian, yang paling utama adalah mencari (rezeki)
yang halal."
Rasulullah Saw. juga bersabda:
"Mencari rezeki yang halal adalah kewajiban sesudah kewajiban shalat."
Pada hadis yang lain, Rasulullah Saww. bersabda, "Tidak seorang pun makan
makanan yang lebih baik daripada yang dihasilkan dari hasil kerja tangannya
(sendiri)." (HR Bukhari).
Rasulullah Saw. juga bersabda:
"Orang yang minta-minta padahal tidak begitu menghajatkan, sama halnya
dengan orang yang memungut bara api." (HR Baihaqi dan Ibnu Khuzaimah dalam
shahihnya).
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis shahih, bahwa
Rasulullah Saw. bersabda, "Selalu minta-minta itu dilakukan oleh oleh seseorang di
antara kamu, sehingga dia akan bertemu Allah, dan tidak ada di mukanya sepotong
daging." (HR Bukhari dan Muslim).
Rasulullah Saw. juga menegaskan:

Kado Pernikahan 32
"Barangsiapa merasa lelah karena bekerja sehari suntuk untuk mencari rezeki
yang halal, niscaya diampuni segala dosanya."
Ketika seseorang telah diampuni segala dosanya, maka Allah akan mencurahkan
rahmat-Nya. Ia menjadi penjaga dan pelindung. Dan Allah adalah sebaik-baik
pelindung. Kalau Allah yang memberi penjagaan, insya-Allah kelak akan lahir dari
rahim istri anak-anak yang takwa lagi suci sebagaimana do'a suami ketika pertama
kali memegang kening istrinya. Insya-Allah mereka akan menjadi anak yang memberi
bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah. Sedang di akhirat mereka
akan menjadi penolong bagi orangtuanya selagi orangtuanya tetap beriman, meski
derajat amalnya tidak sebanding dengan derajat amal anaknya. Nanti, simaklah Ar-
Ra'd ayat 23.
Oleh karena itu, ketika datang pinangan, perhatikan apakah calon suami Anda
telah mandiri. Kalau tidak, apakah calon suami Anda selama ini telah berusaha
mandiri dan mempunyai iktikad untuk mandiri.
Barangkali ia belum mempunyai penghasilan yang memadai. Tetapi pilihan
sikapnya untuk mandiri, insya-Allah menjadi petunjuk tentang kesiapannya memikul
tanggung jawab sebagai suami dan kelak sebagai ayah. Seorang suami yang
bertanggung jawab lebih berarti dan lebih dekat dengan keselamatan dunia-akhirat
serta kemesraan keluarga. Insya-Allah, kehadiran Anda kelak sebagai istri,
memudahkan pertolongan Allah terhadap datangnya rezeki yang mencukupi
kebutuhan-kebutuhan keluarga. Mencukupi kebutuhannya yang besarnya barangkali
tak terbayangkan dapat dipenuhinya ketika calon suami Anda belum menikah seperti
sekarang ini.
Allah akan menolong. Insya-Allah.
Ada beberapa hadis yang menunjukkan hal ini.
Rasulullah Saw. bersabda, "Carilah oleh kalian rezeki dalam pernikahan (dalam
kehidupan berkeluarga)." (HR Imam Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus).
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah bersabda, "Tiga orang yang akan selalu
diberi pertolongan oleh Allah adalah seorang mujahid yang selalu memperjuangkan
agama Allah Swt., seorang penulis yang selalu memberi penawar, dan seorang yang
menikah demi menjaga kehormatan dirinya." (HR Thabrani).
Dalam hadis lain dengan derajat shahih, Rasulullah Saww. bersabda:
"Tiga golongan orang yang pasti mendapat pertolongan Allah, yaitu budak
mukatab yang bermaksud untuk melunasi perjanjiannya, orang yang menikah
dengan maksud memelihara kehormatannya, dan yang orang berjihad di jalan
Allah." (HR Turmudzi, An-Nasa'i, Al-Hakim dan Daruquthni).
Di dalam Al-Qur'anul Karim, Allah Swt. telah berfirman, "Dan kawinkanlah
orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari
hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.

Kado Pernikahan 33
Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya." (QS An-
Nur:32).
Berkenaan dengan ayat ini, Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. berkata, "Taatlah kepada
Allah dalam apa yang diperintahkan kepadamu yaitu perkawinan, maka Allah akan
melestarikan janji-Nya kepadamu yaitu kekayaan. Allah telah berfirman; 'jika mereka
miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya'". (Dikeluarkan oleh
Ibnu Abi Hatim, dari Ad-Dur Al-Mantsur).
Ada perkataan dari Umar bin Khaththab yang dapat Anda renungkan. Beliau
berkata, "Sungguh aku memaksakan diri bersetubuh dengan harapan Allah akan
mengkaruniakan dariku makhluk yang akan bertasbih dan mengingat-Nya."
Dan Umar pun menganjurkan, "Perbanyaklah anak, karena kalian tidak tahu
dari anak yang mana kalian mendapatkan rizki."
Akhirnya, marilah kita menengok sebuah hadis Nabi. Luruskanlah niat dan
tumbuhkan keyakinan. Mudah-mudahan dengan jernihnya pikiran dan bersihnya hati
ketika mempertimbangkan pinangan seorang pemuda yang akhlaknya tidak engkau
ragukan, sedangkan kemampuannya memenuhi ma'isyah saat ini masih belum mapan,
mendekatkan pada pertolongan-Nya.
Mari kita simak hadis ini, mudah-mudahan Allah memasukkan keyakinan dan
husnuzhan kepada-Nya.
Rasulullah Muhammad Saw. diriwayatkan berkata,
"Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian di antara kamu, sesungguhnya
Allah akan memperbaiki akhlak mereka, meluaskan rezeki mereka, dan menambah
keluhuran mereka."
Allah Maha Luas Pertolongan-Nya. Maha Luas.

Ada Ladang Amal Shalih


Pernikahan adalah keagungan yang diberikan Tuhan kepada manusia. Di
dalamnya ada keindahan dan ketenteraman. Di dalamnya ada rasa cinta kepada
kekasih yang menemukan tamannya. Di dalamnya juga ada ladang amal shalih.
Jodoh ada di tangan Tuhan. Kadang-kadang seorang wanita mendapatkan
pendamping yang sekilas menurut pandangan mata zhahir manusia, tidak sepadan
ilmu maupun ibadahnya. Wanitanya sangat khusyuk dalam beribadah, kuat
menegakkan shalat malam --barangkali seperti Rabi'ah Asy-Syamiyah-- dan tinggi
ilmu agamanya. Sedangkan laki-laki yang menikahinya, ternyata tidak sebanding
dalam hal ilmu maupun ibadah.
Sebaliknya juga bisa terjadi. Laki-lakinya sangat luas pengetahuannya mengenai
kitab-kitab yang berisi ilmu-ilmu agama. Bekas shalatnya tampak di kening. Tetapi
istrinya sekilas tidak mencapai kedudukan yang sederajat karena ilmu dan ibadahnya
yang kurang.

Kado Pernikahan 34
Ada pertanyaan, mengapa demikian? Jawab saya sederhana, wallahu a'lam
bishawab. Allah Maha Bijaksana. Ia mengetahui kebaikan-kebaikan besar yang tidak
nampak dalam penglihatan mata akal kita. Sebagian dari pernikahan semacam itu
adalah ujian, kecuali jika mereka memang memilih bukan atas dasar agama. Mereka
menikahi laki-laki atau wanita yang tidak sepadan karena mengejar kemuliaan, harta,
atau martabat. Tentang ini Rasulullah telah memperingatkan agar kita tidak
terjerumus ke dalamnya.
Tetapi, adakalanya pernikahan semacam ini berlangsung tidak karena dorongan-
dorongan rendah seperti itu. Pernikahan yang sepintas tidak seimbang itu, membuka
ladang amal shalih yang tidak bisa dilakukan oleh mereka yang belum menikah.
Tugas suami memang memberi pendidikan dan pengarahan kepada istri. Tetapi ketika
istri mempunyai pengetahuan agama yang lebih banyak, dia dapat mengajarkan
kepada suaminya apa-apa yang belum diketahui suaminya, dengan niat berbakti
kepada suami dalam rangka mencari ridha Allah. Insya-Allah, pada pernikahan yang
semacam ini Allah melimpahkan barakah dan kelak memberikan keturunan yang
memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah.
Seorang istri yang mengajarkan beberapa pengetahuan agama kepada suaminya,
perlu berhati-hati agar tidak terjatuh kepada sikap meninggikan diri di hadapan suami.
Sehingga ia tidak mendengarkan kata-kata suaminya dan tidak menaati. Juga, seorang
wanita shalihah perlu menjaga diri benar-benar agar sikapnya tidak menjauhkan
suami dari ibunya sedemikian sehingga si suami lebih mendengar kata-kata istrinya
dan mengabaikan nasehat ibunya.
Seorang suami yang memiliki ilmu agama yang lebih tinggi dari istri, dapat
menjadi pegangan bagi istri untuk bertanya hal-hal yang tidak diketahuinya. Suami
yang demikian ini perlu memiliki sifat yang penuh kasih-sayang, membimbing dan
ridha ketika mendidik dan mengarahkan istrinya. Mudah-mudahan istri dapat belajar
kepada suaminya bagaimana memberikan pengajaran dan pendidikan kepada anak-
anak yang lahir dari rahimnya, kelak ketika Allah telah menjadikan dia merelakan
rasa sakitnya untuk melahirkan.
Setiap ilmu yang sampai kepada manusia dan diamalkan, maka Allah
mengalirkan pahala kepada yang menyampaikan tanpa mengurangi pahala yang
melaksanakan sedikit pun. Kalau amalan suami yang diridhai Allah berawal dari ilmu
yang disampaikan istri, maka baginya pahala sebanyak yang dilakukan oleh suami
tanpa terkurangi. Demikian juga sebaliknya, istri yang mengerjakan kebajikan setelah
mendapatkan pendidikan dari suaminya, maka Allah akan mencatat kebaikan yang
sama. Insya-Allah, di sinilah ilmu akan barakah sampai anak-cucu.
Kalau suami-istri itu adalah ahli ibadah, insya-Allah mereka dapat saling
membantu dalam ketakwaan. Kalau istri sudah menjadikan shalat malam sebagai
perhiasan hidupnya, sedangkan suami masih belum terbiasa, istri dapat membiasakan
suaminya untuk mulai menegakkan shalat malam. Demikian pula bagi seorang suami,
ia dapat membimbing istri untuk melakukan shalat malam di rumah. Adapun kalau
keduanya belum terbiasa untuk shalat malam, mereka dapat saling membantu.

Kado Pernikahan 35
Ada banyak hadis yang dapat kita renungkan, misalnya hadis yang diriwayatkan
oleh Nasa'i, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban di dalam shahihnya serta al-Hakim, bahwa
Rasulu-llah bersabda, "Barangsiapa bangun malam dan membangunkan istrinya
kemudian keduanya shalat dua raka'at --Nasa'i menambahkan, berjama'ah-- maka
keduanya ditulis di antara orang-orang lelaki dan orang-orang perempuan yang
banyak berzikir". (Al-Hakim berkata: shahih menurut syarat Bukhari dan Muslim.
Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyatakan, hadis ini shahih).
Pembahasan lebih lanjut insya-Allah kita lakukan pada bab Keindahan Yang
Lebih Besar, di bagian dua jendela kedua buku ini. Saat ini, yang penting adalah
memeriksa sikap calon suami yang datang meminang Anda. Sikap dan semangat yang
baik, insya-Allah lebih dapat mengantarkan suami-istri kepada jalan kebaikan. Betapa
banyak orang yang mempunyai pengetahuan luas, tetapi kurang memiliki keyakinan.
Jadi, inilah jawaban saya atas pertanyaan sebagian akhwat mengenai (calon)
suami yang ilmu agamanya kurang atau suami yang ilmu agamanya jauh lebih tinggi.
Di luar itu, saya ingin menambahkan. Kita tidak bisa mengukur tinggi tidaknya
derajat ketakwaan seseorang. Ada kalanya seseorang mencapai derajat yang tinggi
bukan karena banyaknya ibadah yang dilakukan maupun luasnya pengetahuan yang
dimiliki. Ia mencapai derajat yang lebih tinggi karena kejujurannya dalam berdagang
maupun hati yang tidak pernah memiliki prasangka buruk kepada saudaranya sesama
muslim, misalnya. Allahu A'lam bishawab wallahul musta'an.

Nikah dan Menuntut Ilmu


Islam memandang pernikahan sebagai kemuliaan yang sangat tinggi derajatnya.
Allah menyebut ikatan pernikahan sebagai mitsaqan-ghalizha (perjanjian yang sangat
berat). Hanya tiga kali istilah ini disebutkan dalam Al-Qur'an, dua lainnya berkenaan
dengan tauhid. Sedang tauhid adalah inti agama.
Islam menganjurkan ummatnya untuk menikah. Demikian tingginya kedudukan
pernikahan dalam Islam, sehingga menikah merupakan jalan penyempurnaan separuh
agama. Rasulullah Saw. bersabda, "Apabila seorang hamba telah berkeluarga,
berarti dia telah menyempurnakan separuh dari agamanya. Maka takutlah kepada
Allah terhadap separuh yang lainnya." (HR Ath-Thabrani).
Islam juga meletakkan penghormatan yang sangat tinggi terhadap ilmu dan orang
yang menuntutnya. Banyak sekali hadis shahih maupun hasan yang menunjukkan
keutamaan menuntut ilmu. Dalam surat Al-Mujadilah, Allah Swt. telah berfirman,
"Allah mengangkat derajat orang-orang beriman dan orang-orang berilmu
beberapa derajat."
Shafwan bin 'Assal al-Muradi r.a. mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda, "Selamat datang kepada penuntut ilmu, sesungguhnya penuntut ilmu
dikitari oleh para malaikat dengan sayap-sayapnya kemudian sebagian mereka
menaiki sebagian yang lain hingga mencapai langit dunia karena kecintaan mereka
kepada apa yang ia tuntut." (HR Ahmad dan Thabrani).

Kado Pernikahan 36
"Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim," kata Rasulullah Saw. dalam
hadis shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan lainnya. Menuntut ilmu wajib
atas setiap muslim, laki-laki maupun perempuan, sejak lahir hingga masuk ke liang
lahat. Menikah juga diarahkan untuk tetap utuh dalam keluarga yang sakinah
mawaddah warahmah sampai kematian menjemput mereka. Mudah-mudahan
keduanya akan mendapati pernikahan sebagai jalan yang diridhai Allah dan
mengantarkan kepada keselamatan dari pedihnya siksa api neraka.
Pernikahan dan menuntut ilmu diharapkan untuk seumur hidup. Maka mestinya
keduanya berjalan seiring. Menuntut ilmu seharusnya lebih memberikan kesiapan dan
bekal bagi penuntutnya untuk menikah, serta menegakkan kehangatan keluarga.
Menuntut ilmu seharusnya mendorong seseorang untuk lebih bersemangat menikah,
dan lebih yakin terhadap janji Allah kepada orang yang menikah demi
menyelamatkan kehormatannya dari lawan jenis yang masih belum halal. Sementara
menikah, seharusnya membuat orang lebih matang dalam berilmu. Seharusnya, ....ya
seharusnya...!
Seharusnya, pernikahan dan mencari ilmu bisa berjalan beriringan. Tidak saling
mengacaukan. Insya-Allah, pernikahan tidak menjadikan orang tidak bisa menuntut
ilmu. Kurangnya gairah menuntut ilmu, bukanlah karena melakukan pernikahan.
Rasanya, agak mustahil Allah menyerukan dua hal yang sama-sama mulia, tetapi
sifatnya justru saling bertentangan (Mudah-mudahan anggapan saya ini tidak salah).
Kalau kita mau lebih jujur sedikit saja, insya-Allah kita akan mendapati bahwa
masalahnya bukan terletak pada status pernikahannya. Sesekali tengoklah rumah kost
mahasiswa di Yogya. Anda akan menemukan jam Belajar Masyarakat, Pukul 19.00-
21.00. Tapi, ini bukan jam belajar mahasiswa, sebab ujian masih jauh. Padahal
mereka hidup sejahtera dengan shadaqah tetap dari orangtua.
Dengan demikian, mudah-mudahan keinginan mencari ilmu tidak membuat
Anda mempersulit pernikahan. Pertimbangkanlah masak-masak madharat dan
mafsadahnya jika Anda berat untuk menerima pinangan semata-mata karena ingin
tetap menuntut ilmu, sedangkan Anda telah memiliki kesiapan dan mempunyai bekal
yang cukup. Saya khawatir, menunda-nunda pernikahan karena alasan ini sementara
mental telah siap, justru melahirkan madharat. Antara lain kompleks psikis yang
berat.
Sekali saat, luangkanlah waktu untuk merenungkan masalah ini sejenak.
Pikirkanlah secara jernih. Apalagi pada masa-masa yang rawan fitnah seperti
sekarang ini.
Ukhty fillah, marilah kita berdo'a semoga Allah menjernihkan hati kita setelah
kita berkali-kali jatuh dalam kekeruhan jiwa dan pekatnya zhan yang kurang baik.

Mengenai Syarat Nikah


Terkadang, kata Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, seorang wanita mensyaratkan
kepada orang yang meminangnya dengan persyaratan tertentu agar bisa menikahinya.

Kado Pernikahan 37
Syarat itu adakalanya menegakkan dan memperkuat akad nikah. Adakalanya merusak
akad nikah, misalnya tidak boleh menjima' sebelum lulus kuliah. Adakalanya, wanita
mengajukan persyaratan yang keluar dari masalah tersebut seluruhnya.
Syarat nikah adakalanya berasal dari keinginan calon mempelai wanita. Tetapi,
adakalanya berasal dari kehendak orangtua atau anggota keluarga lain. Keinginan itu
kemudian dibebankan kepada anak gadisnya agar mempersyaratkan kepada calon
suami yang akan menikahinya.
Islam membolehkan wanita mengajukan syarat-syarat nikah kepada calon
suaminya ketika melakukan akad. Jika Anda termasuk yang berkeinginan untuk
mengajukan beberapa persyaratan kepada orang yang meminang Anda, silakan baca
bab "Di manakah Wanita-wanita Barakah Itu?" di bagian satu jendela pertama buku
ini. Saya berharap kepada Allah, mudah-mudahan saya bisa membahas masalah ini
lebih mendalam. Adapun tinjauan menurut fiqih, silakan periksa buku-buku lain yang
telah menjelaskan masalah ini dengan sangat baik.
Wallahu A'lam bishawab.
Pada bab ini, cukuplah saya kutipkan sebuah hadis. Rasulullah bersabda,
"Seorang wanita yang penuh barakah dan mendapat anugerah Allah adalah yang
maharnya murah, mudah menikahinya, dan akhlaknya baik. Namun sebaliknya,
wanita yang celaka adalah yang mahal maharnya, sulit menikahinya, dan buruk
akhlaknya."
Dari 'Aisyah r.a., bahwa Rasulullah bersabda, "Nikah yang paling besar
barakahnya adalah yang paling kecil maharnya."
Nikah yang paling besar barakahnya bukan yang sangat besar maharnya,
sehingga menimbulkan decak kagum pada tetangga dan kenalan, serta perasaan takut
dan gemetaran pada orang-orang berikutnya yang mau nikah. Nikah yang paling besar
barakahnya bukan yang paling banyak hadiahnya, sehingga menimbulkan perasaan
malu bagi saudara-saudara dan kerabat yang menikah tanpa hadiah sebesar itu dari
calon suaminya.
Jadi, begitulah. Selebihnya, wallahu A'lam bishawab.

Menyampaikan Isi Hati Kepada Ibu


Anda mungkin mempunyai pandangan mengenai pernikahan yang agak berbeda
dengan yang banyak dipahami masyarakat, khususnya orangtua. Anda menghendaki
tata cara yang menurut Anda lebih Islami, misalnya. Sementara yang demikian ini
masih kurang dikenal.
Perbedaan pandangan itu bisa jadi karena Anda telah belajar lebih banyak, bisa
jadi karena pengetahuan Anda masih kurang sehingga belum bisa bersikap di tengah-
tengah. Jika tidak dikomunikasikan, perbedaan ini bisa mendatangkan masalah.
Membicarakannya jauh-jauh hari, bahkan ketika pinangan belum tiba, insya-Allah
lebih dekat dengan kemaslahatan dan membuahkan kesejukan bagi semua pihak.

Kado Pernikahan 38
Demikian juga pandangan mengenai suami yang baik dan insya-Allah dapat
membahagiakan Anda. Suami yang dapat menjadi teman hidup dan menyiapkan
perbekalan menuju kampung akhirat.
Atau...? Anda mungkin telah mempunyai perasaan tentang siapa kiranya laki-laki
yang paling sesuai di hati Anda untuk teman pulang ke kampung akhirat, seandainya
ada orang-orang yang ingin bersungguh-sungguh menemani Anda. Barangkali, seperti
Syafura putri Nabi Syuaib, di dalam hati Anda telah tertambat harapan kepada
seseorang yang menurut Anda tsiqah (bisa dipercaya). Sementara Anda gelisah, apa
yang paling maslahat (membawa kebaikan) untuk dilakukan.
Atau, ada rahasia-rahasia lain yang tidak layak bagi saya untuk mengetahuinya,
padahal masalah itu sangat berarti bagi Anda.
Ada bagian-bagian rahasia hati yang dapat Anda simpan sendiri. Meskipun
demikian, ada sejumlah rahasia hati yang sebaiknya Anda kemukakan pada orang
terdekat, selagi belum datang pinangan. Sampaikan rahasia hati Anda yang
menyangkut masalah penting dalam hidup Anda kepada ibu. Jika malu, Anda bisa
menyampaikan kepada nenek. Bisa juga kepada tante atau kakak wanita yang telah
memiliki pengalaman hidup. Mereka insya-Allah dapat bersikap bijaksana. Sehingga
kalau ada masalah yang Anda anggap pelik, mudah-mudahan Allah memudahkan
jalan keluarnya.
Kalau orangtua melihat ada madharat dan mafsadat yang mungkin terjadi dalam
masalah Anda, insya-Allah mereka dapat memikirkan jalan keluarnya. Sehingga,
Anda akan mendapat pemecahan terbaik.
Mereka telah memiliki pengalaman hidup. Bagi anak perempuan, seorang ayah
memiliki hak perwalian. Tidak sah nikah tanpa wali. Ada berbagai hadis yang
menunjukkan hal ini. Silakan Anda periksa. Semoga Allah Swt. memberikan hidayah
dan ilmu kepada kita, sehingga kita menjadi orang-orang yang yakin. Orang-orang
yang memahami hikmah di balik disyariatkannya wali pernikahan seorang anak gadis.
Komunikasikanlah rahasia hati Anda, termasuk pandangan Anda tentang
pernikahan. Komunikasikanlah secara lemah lembut dengan pembicaraan yang
memuliakan mereka. Sehingga ketika masanya tiba, insya-Allah semua berjalan
dengan penuh kemaslahatan, barakah dan melegakan semua pihak.
Allahu A'lam bishawab.
Komunikasikanlah baik-baik. Mudah-mudahan semuanya berujung pada
kebaikan dunia-akhirat. Allahumma amin.

Jangan Buka Pintu Lagi


Suatu ketika seorang akhwat datang dengan membawa masalah. Seorang laki-
laki yang baik agamanya, begitu menurut akhwat tersebut, telah meminangnya dan
dengan tangan terbuka diterima. Tetapi karena sesuatu dan lain hal (sekedar
menirukan gaya panitia ketika menyampaikan kabar tentang pembicara yang tidak

Kado Pernikahan 39
bisa datang), pernikahan belum bisa diselenggarakan segera. Masih perlu waktu
untuk melengkapi keperluan nikah.
Dalam masa penantian, secara informal ada ikhwan lain datang dengan maksud
untuk meminang. Ketika diberitahu bahwa telah ada yang meminang dan sekarang
sedang dalam penantian, ikhwan kita ini mengatakan tak masalah. Bukankah belum
ada akad nikah? Kalau nanti di tengah jalan ternyata peminang pertama jadi
menikahi, maka dia akan mundur dengan senang hati. Karena itu, tak ada salahnya
kan kalau mencoba-coba untuk menjajagi kemungkinan menikah? Toh, kalau
peminang pertama memang serius bisa mundur sewaktu-waktu. Sementara kalau
tidak jadi, dia bisa maju.
Tapi, mencabut perasaan dan keputusan ternyata tak semudah mencabut duri
dalam daging. Sekarang keduanya berkeinginan untuk segera menikah dengan
sahabat kita ini dan kedua-duanya siap untuk segera melangsungkan pernikahan.
Persoalan ini semakin sulit dipecahkan karena sahabat kita merasa kedua-duanya
baik. Selain itu, sangat tidak mudah untuk menyuruh salah satu mundur karena
keduanya sudah melangkah agak jauh. Ikhwan yang pertama telah meminta dan
orangtua kedua belah pihak telah saling mengadakan pembicaraan.
Pembaca,
Ketika persoalan ini dihadapkan kepada saya, tidak ada jalan keluar yang saya
tawarkan kepada saudara kita ini. Saya berada dalam perasaan yang tidak jelas. Saya
hanya teringat pesan Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wasallam agar tidak meminang
wanita yang sedang berada dalam pinangan saudaranya. Perintah yang ada dalam
hadis Nabi itu ditujukan kepada kaum laki-laki. Tetapi, saya rasa (ya, saya rasa)
wanita pun perlu membantu saudaranya --yakni laki-laki Muslim-- agar tak
meminangnya ketika ia sedang berada dalam pinangan, terutama ketika pinangan itu
telah positif dinyatakan diterima.
Marilah sejenak kita tengok hadis Nabi Saw. ini. Nabi kita yang mulia telah
mengingatkan:

Khath Arab

Dari 'Uqbah bin 'Amir r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, "Orang mukmin
adalah saudara orang mukmin yang lain. Maka tidak halal bagi seorang mukmin
menjual barang yang sudah dibeli saudaranya, dan tidak halal pula meminang
wanita yang sudah dipinang saudaranya, sehingga saudaranya itu
meninggalkannya." (HR Jama'ah).
Rasulullah juga bersabda:

Khath Arab

Kado Pernikahan 40
Dan dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. beliau bersabda, "Jangan hendaknya
lelaki meminang wanita yang telah dipinang orang lain, sehingga orang itu
melangsungkan perkawinan atau meninggalkannya (tidak jadi)." (HR Ahmad dan
Muslim).
Apa arti pesan Rasulullah itu bagi kita? Jawaban pertama adalah wallahu A'lam
bishawab. Saya tidak tahu apa-apa tentang soal ini. Sesudah itu, mari kita periksa apa
hikmah di balik peringatan untuk tidak meminang pinangan saudaranya sesama
Mukmin ini. Mari kita ingat perkataan Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallahu 'anha
mengenai pernikahan sebelum kita melangkah lebih dalam. Kata 'Aisyah r.a.,
"Pernikahan itu sangat sensitif, dan tergantung kepada pribadi masing-masing untuk
mendapatkan kemuliaannya."
Pernikahan itu sangat sensitif. Hampir setiap hal yang bersangkutan dengan
nikah sangat sensitif. Hampir setiap tahap dan proses peka terhadap munculnya sikap
maupun perasaan-perasaan tertentu secara khusus, baik yang dinyatakan ataupun
tidak. Apa saja yang ada dalam proses menuju pernikahan maupun fase-fase awal
pernikahan, mudah membangkitkan perasaan yang kuat, negatif maupun positif.
Padahal, lembaga pernikahan sangat agung. Lembaga pernikahan sangat
mempengaruhi bagaimana orang-orang yang ada di dalamnya serta anak-anak yang
dilahirkan kelak akan tumbuh. Secara umum, lembaga pernikahan sebagian besar
masyarakat akan menentukan corak masyarakat yang terbentuk.
Kekecewaan dalam pernikahan, terutama proses-proses paling awal dari
pernikahan, sangat mudah mempengaruhi sikap orang yang bersangkutan terhadap
lawan jenis, ikatan pernikahan, kepercayaan terhadap sesama manusia, dan bahkan
agama --khususnya dalam perkara mengimani prinsip-prinsip agama. Secara khusus,
cacat dalam proses awal --di antaranya perasaan dilecehkan karena keluarga calon
istri menerima pinangan dari orang lain-- dapat mengakibatkan sikapnya kelak kepada
istri dan anak-anaknya menjadi tidak baik. Sedangkan bagi peminang kedua --
seandainya kelak menikah dengan peminang kedua-- sikap keluarga/calon istri juga
merupakan tanda yang yang tidak baik. Kepercayaan sulit dibangun. "Benar, saat ini
saya yang menang. Tapi apa yang dapat menjamin bahwa istri saya ini nanti akan
memiliki kesetiaan, sedangkan ludah yang sudah ditumpahkan saja ia masih mau
menjilat kembali."
Ini salah satu kemungkinan saja. Kemungkinan yang lain boleh jadi bukan
sesuatu yang pasti buruk. Tuhan Sangat Kuasa untuk menentukan peristiwa yang
sama sekali lain dibanding perhitungan-perhitungan 'aqliyyah (akal) manusia. Hanya
saja, sejauh yang mampu saya baca, itulah kemungkinan yang bisa terjadi.
Mudah-mudahan kejadiannya tidak sampai seperti itu. Pintu-pintu Allah masih
terbuka, seandainya hati kita mampu mengetuk-Nya. Mudah-mudahan Allah
memperbaiki keadaan kita dan menghapus kesalahan-kesalahan kita dengan
memperjalankan diri kita beserta keturunan kita ke dalam golongan orang-orang yang
suka berbuat baik. Mu-dah-mudahan Allah kelak mematikan kita, orangtua kita,

Kado Pernikahan 41
teman hidup kita, saudara-saudara kita, sahabat-sahabat kita serta orang-orang yang
dekat kita dalam keadaan memperoleh ampunan dan ridha Allah.
Setiap kita mempunyai kemungkinan untuk melakukan kesalahan, bahkan yang
lebih besar lagi. Mudah-mudahan kita bisa merenungkan lebih dalam tentang urusan
agama kita, setahap demi setahap.

Mengapa Engkau Persulit Dirimu?


Banyak saudara-saudara kita yang harus berkeringat deras untuk bisa mencapai
pernikahan. Banyak yang bingung harus bagaimana lagi agar desakan untuk menikah
bisa surut, sementara puasa sudah dijalaninya dengan istiqamah. Banyak yang harus
melewatkan malam-malamnya dengan perasaan gelisah yang memuncak, sehingga
kadang harus diteduhkan dengan air mata, demi menenangkan hati dari kerinduan
bersanding dengan teman hidup. Banyak yang terbangun dari tidurnya yang tidak
nyenyak untuk merintih kepada Tuhan, "Ya Allah, hadirkanlah bagiku istri yang
menjadi penyejuk mataku dari sisi-Mu."
Atau, "Ya Allah, hampir-hampir tak kuat hamba-Mu ini menahan keinginan
untuk menikah. Ya Allah, inilah hamba-Mu mengadu kepada-Mu."
Banyak yang resah. Dan kemudian Allah menolongnya. Tetapi ada juga yang
dimudahkan jalannya oleh Allah untuk menikah. Di saat ada orang-orang yang harus
jatuh bangun menghadapi kesulitan, ia dengan ringan dilapangkan jalan untuk
menikah. Pada saat ada sejumlah orang yang dihimpit kesedihan karena keinginan
untuk menikah semasa masih kuliah tak bisa terlaksana, justru ada yang
menyembunyikan pernikahan karena alasan-alasan yang tak prinsip. Padahal kita
dianjurkan untuk segera mengumumkan pernikahan. Walimah, salah satu fungsinya
adalah untuk mengabarkan kepada masyarakat tentang pernikahan kita. Adakanlah
walimah walau hanya dengan seekor kambing. Kalau tak mampu, dengan
menyembelih seekor ayam pun bisa, yang penting kabar pernikahan kita
tersampaikan. Bahkan lazim di sebagian masyarakat Jawa Timur walimah nikah
diselenggarakan tanpa memotong kambing ataupun ayam.
Mengumumkan nikah bisa merupakan bentuk syukur kita kepada Allah yang
telah menyempurnakan setengah dari agama kita. Juga untuk menghindarkan saudara-
saudara kita dari fitnah dan tindakan memfitnah kita. Alhasil, mengapa kau
sembunyikan pernikahanmu jika tidak ada alasan yang prinsip untuk membuatmu
harus merahasiakan pernikahanmu? Mengapa...?
Berbicara tentang walimah, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian. Di
sebagian masyarakat, pernikahan sudah bukan lagi bentuk syukur kepada Allah
dengan mengharap do'a barakah dari para tamu untuk mempelai berdua. Pesta
pernikahan sudah menjadi pertaruhan status sosial, sehingga perhitungan-perhitungan
penilaian sosial menjadi sangat diperhatikan.
Dan demi prestise maupun mempertahankan gegap-gempita acara, sebuah
pernikahan yang Islami harus tercoreng oleh cacat yang bisa mengurangi barakah

Kado Pernikahan 42
(mudah-mudahan Allah mengampuni). Demi mendapatkan hasil rias yang
menakjubkan (kita ini memang suka membesarkan diri sendiri, ya) atau menjaga agar
riasan tidak luntur, kadang ada yang secara sengaja meninggalkan shalat. Kadang
pengantin harus repot dengan riasan-riasan yang memenuhi wajah dan kepalanya
ketika ia tetap shalat, karena prosesi merias tetap dilaksanakan menjelang waktu
shalat.
Ironis sekali. Di saat Allah menyempurnakan setengah dari agama kita dengan
memberi kemudahan bagi kita untuk menikah, kita justru mengecilkan asma' Allah.
Padahal setiap shalat ketika selalu bertakbir. "Hanya Engkaulah ya Allah Yang Maha
Besar dan Maha Lebih Besar...."
Masih banyak yang bisa kita bicarakan tentang masalah ini. Tapi karena bab ini
bukan tentang walimah, maka pembahasan lebih lanjut tentang masalah ini kita tunda
dulu. Insya-Allah kita akan mendiskusikannya nanti pada bab Memasuki Malam Zafaf
di jendela kedua buku ini.
Sebelum saya akhiri bab kita ini, saya masih ingin mengingat satu hal lagi
berkenaan dengan walimah. Di masyarakat kita, akhir-akhir ini mulai terjadi
kecenderungan menjadikan walimah untuk "investasi". Penyelenggaraan walimah
secara sengaja diorientasikan hampir semata-mata untuk mendapatkan uang yang
mencukupi untuk kebutuhan hidup beberapa saat. Seorang akhwat bahkan mengeluh,
orangtua mengizinkan dia menikah sebelum lulus dengan catatan pesta nikah harus
diadakan besar-besaran dengan perhitungan bahwa dari pesta nikah itu akan
terkumpul banyak sekali uang. Dari uang yang terkumpul ini nanti bisa
didepositokan, sehingga bunganya bisa diambil setiap bulan untuk biaya hidup
keluarga baru itu sehari-hari.
Jalan pikiran semacam ini kelihatan tepat dan runtut. Tetapi semakin besar dan
mewah pesta pernikahan yang dilangsungkan, tidak menjadi jaminan sama sekali
bahwa akan semakin besar juga isi amplop yang akan diberikan oleh para tamu.
Apalagi dalam situasi seperti sekarang. Oleh karena itu, mengadakan walimah besar-
besaran dengan perhitungan seperti itu, saya khawatikan justru akan meninggalkan
kekecewaan yang besar manakala uang yang didapat tidak cukup untuk
didepositokan. Lebih-lebih kalau sampai "tekor" (merugi) dalam jumlah yang besar,
sedangkan modal penyelenggaraan walimah diperoleh dari hutang, sehingga yang
tersisa dari pesta pernikahan itu boleh jadi justru tangis dan kesedihan yang panjang.
Hari-hari selanjutnya, kecemasan tentang bagaimana melunasi hutang akan terus
mengejar. Mudah-mudahan tidak sampai kehabisan nafas.
Artinya apa? Pesta pernikahan janganlah justru menjatuhkan kita ke dalam
madharat dan mafsadah yang besar. Jangan karena perhitungan tentang isi amplop,
kita justru menjadi tidak percaya kepada Allah; tidak percaya bahwa Allah menjamin
rezeki kita setiap bulan, bahkan setiap hari, setiap jam dan setiap detik. Janganlah
pesta pernikahan menjadikan kita berubah, dari berharap kepada rezeki Allah beralih
mengharapkan bunga dari deposito bank (padahal bank saja tidak bisa menjamin
nasibnya sendiri dari kebangkrutan).

Kado Pernikahan 43
Saya teringat dengan teman saya. Di daerahnya, sudah mulai lazim dalam
undangan nikah dicantumkan permintaan agar tidak membawa kado, cukup amplop
saja. Karena sudah disarankan oleh shahibul bayt (tuan rumah) untuk membawa
amplop saja, berangkatlah mereka ke pesta pernikahan itu dengan menyiapkan
amplop masing-masing. Keluarga mempelai wanita pun berbahagia bahwa tamu-
tamunya membawa amplop.
Tapi malang tak dapat ditolak. Untung tak bisa diraih. Setelah dibuka, banyak
amplop yang kosong (“Tidak salah mereka,” kata istri saya. “Kan mereka disuruh
bawa amplop?”).
"Masih untung kalau isi uang seratus perak. Ini kosong sama sekali," kata teman
saya cerita.
Di luar itu, ada persoalan lebih mendasar yang membuat sikap mencari dana
untuk didepositokan itu tidak tepat. Persoalan itu bukan terletak pada perhitungan-
perhitungan ekonomi yang ternyata kemungkinannya untuk "impas" atau "rugi"
memang sangat besar. Persoalan yang lebih mendasar ada pada masalah adab, akhlak,
aqidah dan khususnya persangkaan kita kepada Allah serta keadaan hati kita tentang
apa yang seharusnya dicita-citakan dalam menikah. Andaikan ternyata hasil akhir
pesta nikah itu kerugian, lalu menyebabkan hutang membengkak, saya khawatir
pengantin yang baru menikah beserta orangtua dan anggota keluarga yang lain
senantiasa disibukkan oleh impian-impian, di samping kecemasan-kecemasan
berkenaan dengan masalah hutang.

Kado Pernikahan 44
Bab 3

M engenai
Sumber Informasi dan
Perantara

S uatu ketika, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab r.a. ingin menilai
seorang laki-laki yang datang kepada beliau memohon agar diberi jabatan
dalam pemerintahan. Umar r.a. berkata kepadanya, "Bawa orang yang
mengenalmu ke sini!"
Lelaki itu pulang dan kembali membawa seorang teman. Lalu Umar r.a. bertanya
kepada orang itu, "Apakah kau kenal orang ini?"
"Ya."
"Apakah kau tetangganya, dan tahu keadaan yang sebenarnya?" Umar r.a.
bertanya.
"Tidak," kata orang itu.
"Apakah kau pernah menemaninya dalam perjalanan, sehingga kau tahu pasti
perangai dan akhlaknya..."
"Tidak."
"Apakah kau pernah berhubungan masalah uang dengan orang itu, sehingga kau
tahu bahwa dia sangat takut memakan barang yang haram?"
"Tidak".
"Apakah kau hanya mengenalnya di masjid ketika dia berdiri dan duduk di
masjid?"
"Ya".
"Enyahlah kau dari sini. Kau tidak mengenalnya...!"
Lalu Umar r.a. menoleh kepada laki-laki yang datang kepadanya itu dan berkata,
"Bawa lagi orang yang benar-benar mengenalmu ke sini."

Kado Pernikahan 45
Dalam riwayat lain dikatakan, ada seseorang berkata kepada Amirul Mukminin
Umar r.a. bahwa di fulan itu seorang yang jujur. Maka Amirul Mukminin bertanya,
"Apakah kau pernah menempuh perjalanan bersamanya?"
"Tidak".
"Apakah pernah terjadi permusuhan antara kau dan dia?" tanya Umar bin
Khaththab.
"Tidak."
"Apakah kau pernah memberinya amanat?"
"Tidak."
"Kalau begitu," kata Umar r.a., "kau tidak mengenalnya selain melihatnya
mengangkat dan menundukkan kepalanya di masjid."
Kisah percakapan Umar bin Khaththab ini saya angkat dari buku Memilih Jodoh
dan Tatacara Meminang dalam Islam (GIP, 1995) karya Husein Muhammad Yusuf
ketika membicarakan tema cara memilih suami yang baik.
Dalam dua riwayat tersebut, Umar memeriksa apakah orang yang dihadapkan
kepadanya memenuhi syarat untuk menjadi sumber informasi mengenai seseorang.
Dalam proses pernikahan, pihak calon pengantin perempuan seringkali membutuhkan
sumber informasi. Kadang, sumber informasi ini sekaligus menjadi perantara
(comblang) yang mengusahakan pertemuan dua pihak menjadi satu keluarga. Sering
juga, calon pengantin membutuhkan informasi dari berbagai sumber informasi di luar
perantara.
Selama proses menuju pernikahan, orang membutuhkan sumber informasi.
Pertama, untuk memperoleh keterangan mengenai aspek-aspek pribadi calon
suami/istri. Kedua, orang yang membutuhkan sumber informasi, bisa untuk
memperoleh keterangan tentang persoalan-persoalan temporer (sesaat) dan
situasional. Tentang persoalan kedua ini, insya-Allah kita akan membahasnya pada
bab berikutnya Selama Proses Berlangsung, segera setelah bab ini selesai.
Memperantarai dua orang untuk menikah mendapat kedudukan mulia dalam
Islam. Membantu dua orang yang berkeinginan untuk menikah, sehingga Allah
mempertemukan mereka sebagai suami istri yang sah di hadapan Allah, insya-Allah
lebih dekat kepada ridha Allah. Ada berbagai keterangan mengenai keutamaan
menjadi perantara nikah, insya-Allah termasuk menjadi sumber informasi bagi me-
reka yang mau menikah. Tetapi bukan bagian saya untuk membahas masalah ini,
mengingat belum adanya ilmu pada saya tentang ini. Selain itu, saya belum tepat
untuk membicarakan masalah ini. Wallahu A'lam bishawab wastaghfirullahal 'adzim.
Cukuplah saya kutipkan nasehat Sayyidinina 'Ali bin Abi Thalib karamallahu
wajhahu. Beliau mengatakan, "Sebaik-baik syafaat adalah memperantarai dua orang
untuk menikah, di mana dengan itu Allah mengumpulkan mereka berdua."
Selanjutnya, saya ingin membahas beberapa hal penting bagi mereka yang
meniatkan diri untuk memperantarai pernikahan. Demikian juga bagi sumber
informasi yang dimintai keterangan oleh salah satu pihak calon pengantin.
Pembahasan ini saya harapkan juga bisa bermanfaat bagi mereka yang akan menikah,

Kado Pernikahan 46
sehingga mereka memperoleh maslahat dan barakah yang besar dalam pernikahan.
Mudah-mudahan Allah 'Azza wa Jalla memberi petunjuk kepada saya tentang ini,
memperjalankan saya dengan kekuasaan-Nya untuk menepati petunjuk-Nya, dan
menjauhkan saya dari kekeliruan-kekeliruan saya sendiri.

Pertama,
Memberi Informasi Objektif
Perantara maupun sumber informasi seyogyanya memberikan informasi yang
objektif. Ia memberi keterangan yang bersifat informatif sehingga dapat bermanfaat
bagi calon pengantin maupun keluarganya untuk menilai calon pasangannya.
Adakalanya, sebagian informasi tidak informatif, tidak bernilai sebagai
informasi. Justru, kadang malah menimbulkan penilaian (persepsi) yang salah tentang
calonnya. Tidak informatifnya keterangan yang diberikan, kadang karena kurangnya
deskripsi (penggambaran) mengenai informasi yang abstrak.
Kalau Anda mengatakan "dia wanita yang baik" ketika ada seseorang yang
memiliki "maksud" bertanya, maka perlu Anda tunjukkan perilaku-perilaku dan sikap
yang membuat Anda menyimpulkan dia sebagai wanita yang baik. Tanpa penjelasan,
peminang bisa salah persepsi sehingga ia menemui kekecewaan-kekecewaan yang
beruntun setelah menikah. Padahal, andaikata ia memperoleh keterangan yang
objektif dan informatif, insya-Allah dia justru mendapati istrinya sebagai wanita yang
menyejukkan, sekalipun ada kekurangan-kekurangan.

Kedua,
Tidak Persuasif
Kita sebaiknya tidak memberi keterangan yang bersifat persuasif (membujuk).
Keterangan yang persuasif, apalagi jika sengaja mempersuasi agar kedua orang itu
berhasil dipertemukan, dapat memunculkan kondisi psikis yang tidak
menguntungkan.
Pertama, informasi persuasif (bersifat membujuk, promosi) dapat memunculkan
harapan (atau malah angan-angan) yang terlalu tinggi mengenai calonnya. Ini
menjadikannya kurang peka terhadap kebaikan-kebaikan pasangannya kelak setelah
menikah, karena secara tak sadar selalu membandingkan dengan harapan semula
sebelum menikah. Ia lebih peka terhadap kekurangan, meskipun sedikit, sementara
kebaikannya sebenarnya banyak.
Keadaan ini mudah menimbulkan kekecewaan atau bahkan kecenderungan untuk
melakukan penolakan psikis terhadap pasangannya. Padahal, semakin tidak bisa
mensyukuri kebaikan pasangannya, semakin besar penderitaan psikisnya. Sementara

Kado Pernikahan 47
untuk mengambil jarak dari masalah, lebih sulit karena sudah mengalami distorsi
kognitif.
Sebagian informasi persuasif ini berasal dari buku-buku yang lebih banyak
menjanjikan keindahan yang akan didapatkan ketika menikah, tetapi kurang banyak
membahas pada bagaimana keduanya harus memperjuangkan keluarganya. Ketiadaan
misi dan lebih banyak persuasi, menumbuhkan harapan yang tidak seimbang.
Kedua, informasi yang persuasif mengarahkan harapan orang tentang keindahan-
keindahan yang akan diberikan pasangan hidupnya. Bukan apa yang kelak perlu ia
lakukan kepada pasangannya. Ini menjadikannya mudah merasa kurang terhadap apa
yang telah diberikan oleh pasangannya. Bahkan, ketika pasangannya telah banyak
memberikan keindahan-keindahan, kehangatan dan penghormatan, ia tidak
merasakannya sebagai kebaikan yang layak disyukuri. Ia menerimanya sebagai
sekedar kewajaran yang memang sudah seharusnya ia terima. Tuntutan terhadap
pasangan lebih mudah muncul dalam dirinya. Susahnya, tuntutan itu sering tidak
dinyatakannya karena ia merasa bahwa mengenai hal itu "seharusnya dia sudah
mengerti".
K.H. Jalaluddin Rakhmat menceritakan, bila sepasang suami-isteri saling
mencintai, lama kelamaan wajahnya akan saling mirip satu dengan yang lain. Terjadi
perubahan fisiologis di antara mereka. Ini disebabkan oleh perubahan psikologis.
Karena itu, kata Kang Jalal, mulailah dari perubahan akhlak, nanti fisik mengikuti.
Wallahu A'lam. Tetapi ada yang patut dicatat dari cerita Kang Jalal. Suami-istri
yang saling mencintai akan saling menemukan kesamaan-kesamaan. Kalau mereka
menjumpai perbedaan, insya-Allah mereka akan berusaha mempersamakan atau
menoleransi perbedaan. Ada sebuah keluarga yang setiap membuat sayur, harus selalu
dipisahkan dua ketika suami di rumah. Istrinya suka masakan yang manis, sedang
suaminya suka asin. Tetapi keduanya hidup harmonis.
Tetapi ketika harapan terhadap pasangan terlalu tinggi, ia akan peka terhadap
perbedaan-perbedaan. Sementara perbedaan yang ada melahirkan kesenjangan psikis
maupun komunikasi.
Sesungguhnya, kalau kita selalu mencari perbedaan pada diri pasangan sebagai
kekurangan, maka tidak ada orang yang sama persis dengan kita kecuali dengan diri
kita sendiri. Tetapi, kalau kita mencari kesamaan-kesamaan sebagai kebaikan atau
untuk introspeksi, insya-Allah kita akan menjumpai kesamaan pada pasangan kita
sebanyak yang kita cari. Wallahua'lam wallahul musta'an.
Ketiga, orang justru menjadi takut menikah karena membandingkan persepsinya
(penilaiannya) mengenai calon dengan keadaan dirinya. Seorang ikhwan bisa bisa
merasa minder dan "ngeri", karena menganggap akhwat yang ia harapkan terlalu
tinggi derajatnya dan "hampir-hampir mencapai kesempurnaan". Alhasil, ia tidak
berani meminang atau menerima pinangan justru karena pengaruh informasi yang
persuasif. Padahal, keadaan yang sesungguhnya tidak demikian.

Kado Pernikahan 48
Dalam kasus ini, informasi persuasif justru bisa mendekatkan kepada madharat.
Allahua'lam wastaghfirullahal 'adzim.

Ketiga,
Memberi Informasi Menurut Apa yang Diketahui
Nilai keutamaan orang yang memperantarai pernikahan atau pun yang menjadi
sumber informasi, insya-Allah terletak pada usaha untuk memberi keterangan yang
tepat. Bukan pada banyaknya informasi yang dapat ia sampaikan. Seyogyanya, kita
menjauhkan diri dari memberi informasi yang bersifat qila wa qila (katanya sih
katanya, kononnya konon). Informasi mengenai hal-hal fisik, seharusnya ia ketahui
dari melihat langsung.
Bagi Anda yang ingin mengetahui keadaan fisik calon, masalah ini perlu
mendapat perhatian. Wajah dan telapak tangan, dapat Anda lihat sendiri. Tetapi
mengenai bagian fisik lainnya, Anda perlu meminta orang lain jika Anda ingin
mengetahuinya. Contoh terbaik dalam hal ini adalah Rasulullah Saw.
Imam Ahmad, Imam Thabrani, Imam Hakim, dan Imam Baihaqi pernah
meriwayatkan sebuah hadis dari Anas bin Malik r.a. Suatu ketika, Rasulullah Saw.
pernah mengutus Ummu Sulaim r.a. kepada seorang wanita (yang akan dilamar).
Rasulullah mengatakan, "Perhatikanlah urat di atas tumitnya dan ciumlah bau
lehernya."
Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah Saw. berkata, "Ciumlah bau gigi
(depannya) di sepanjang lebar mulutnya."

Keempat,
Lebih Melihat Pada Usaha
Memperantarai dua orang untuk menikah, menurut Sayyidina 'Ali bin Abi Thalib
karamallahu wajhahu merupakan sebaik-baik syafaat. Nilai usaha orang yang
memperantarai, insya-Allah terletak pada kesungguhannya dalam mengusahakan.
Berhasil atau tidak, baginya pahala orang menikahkan dua orang saudara sesama
Muslim.
Karena itu, seorang perantara hendaknya lebih memperhatikan kemaslahatan
dalam mengusahakan, bukan berorientasi pada keberhasilan mempertemukan.
Kegagalan mempertemukan insya-Allah bukan keburukan, jika Anda mengusahakan
pada kemaslahatan. Kesudahan bagi keduanya insya-Allah baik.
Sebaliknya, keberhasilan mempertemukan tetapi kurang memperhatikan
kemaslahatan-kemaslahatan, terma-suk dalam memberi informasi, bisa justru
menghasilkan madharat. Mudah-mudahan Allah Swt. memasukkan kita ke dalam

Kado Pernikahan 49
golongan orang-orang yang selamat dan bahagia. Bukan golongan orang-orang yang
tersesat dan menderita.

Kelima,
Moderat dan Tidak Menyudutkan
Adakalanya orang yang diperantarai menghadapi beberapa pilihan. Menentukan
pilihan untuk masalah yang menyangkut kehidupan selama di dunia dan sampai
akhirat ini, bukan perkara mudah. Butuh kejernihan agar tidak terombang-ambing
oleh desakan hawa nafsu yang jahat. Butuh kejernihan, agar hati semakin berih dan
lurus ketika mengambil keputusan. Tidak justru merusak niat. Padahal, niat adalah
masalah mendasar dalam mengambil keputusan.
Seorang perantara yang menjumpai keadaan seperti ini, hendaknya berusaha
untuk bersikap moderat. Sikap moderat (al-wasthiyyah) insya-Allah lebih dekat
kepada kemaslahatan dan ridha Allah. Sekalipun ia berdiri untuk memperantarai salah
satu orang yang sedang dipertimban-kan, ia sebaiknya bersikap netral.
Kecenderungan hati barangkali sulit dihapuskan. Tetapi, insya-Allah akan baik kalau
ia mencoba memilih berdiri di tengah-tengah dalam ucapan. Ini akan membuahkan
ketenangan. Dan ketenangan lebih dekat kepada kejernihan.
Adakalanya sebagian orang bersikap kurang moderat. Ia cenderung mengarahkan
pikiran orang yang diperantarai, sekalipun barangkali tidak disadari. Kadang-kadang
bahkan mengarahkan kepada "sikap negatif" yang memojokkan, sehingga orang yang
diperantarai merasa tertekan. Merasa berada pada situasi yang riskan. Atau,
menyebabkan orang yang diperantarai tertekan secara emosional. Padahal, dalam
saat-saat seperti itu, yang ia butuhkan adalah kejernihan dan ketenangan agar lebih
dekat kepada tawakal dan ridha Allah. Pada saat-saat seperti ini orang yang hendak
menikah sangat perlu menjaga prasangka dan keyakinannya terhadap Allah Swt.
Moderat lebih dekat dengan keseimbangan. Saya pernah mendengar seorang
perantara memberikan pertanyaan yang bernada memojokkan, "Apa sudah ada tanda-
tanda penolakan dari pihak sana?"
Pertanyaan yang semacam ini juga termasuk tidak netral dan bisa menyebabkan
ketidakamanan secara emosional, "Bagaimana, apa sudah ada kecenderungan ke
pihak yang di sini? Barangkali sudah ada kepastian kalau tidak jadi."
Pertanyaan-pertanyaan sejenis, juga keterangan-keterangan lain yang tidak
berimbang, membawa orang yang diperantarai kepada situasi yang tidak
mengenakkan emosi. Keputusan yang hampir jadi sesuai yang dikehendaki perantara,
bisa justru mentah kembali karena pertanyaan atau pun pernyataan yang menyudutkan
secara emosional.

Kado Pernikahan 50
Saya ingat kisah Sayyidina 'Ali karamallahu wajhahu. Semua musuhnya tahu
kalau Sayyidina 'Ali sudah mengangkat pedang, sulit mengelak dari tebasannya ketika
berhadapan di medan peperangan.
Suatu ketika, seorang musuh berada pada situasi terdesak. Ia berhadapan dengan
Sayyidina 'Ali. Merasa terdesak dan tak ada pilihan lain, ia meludahi Sayyidina 'Ali.
Pedang yang hampir menebas, ternyata tidak jadi menghilangkan nyawanya.
Mengapa Sayyidina 'Ali mengurungkan tebasan pedangnya? Beliau tidak ingin
mengayunkan pedangnya karena hati yang terusik oleh ludah.
Sikap seorang ustadz berikut agaknya bisa dicontoh. Ketika ada orang
mengajukan masalahnya, ia menunjukkan sisi baik dari keduanya secara berimbang.
Kekurangan pada salah satu pihak, ditunjukkan sebagai kesempatan untuk
memperoleh kemuliaan akhirat, dan diimbangi dengan kelebihan yang mungkin ada.
Sementara kekurangan pihak lainnya, dijelaskan dengan cara yang sama secara
seimbang dan adil.

Keenam,
Memotivasi Jika Mampu
Sebagian perantara maupun sumber informasi, selain memberikan keterangan
yang diperlukan juga memberi motivasi. Ini baik, agar orang bersemangat dan tetap
optimis menghadapi tantangan dan kesulitan yang ada. Jika orang yang diperantarai
masih ragu-ragu, motivasi dapat membuatnya yakin dan mantap untuk segera
melangkah ke jenjang pernikahan. Ia dapat memikirkan kesulitan-kesulitan yang ada
secara tenang, sehingga Allah memudahkannya keluar dari masalah. Insya-Allah.
Meskipun demikian, seorang perantara maupun sumber informasi perlu berhati-
hati dalam memberikan motivasi (targhiib). Syukur, jika motivasi yang diberikan
lebih dapat menumbuhkan keyakinan terhadap pertolongan Allah. Sesungguhnya
Allah itu dekat dan sangat luas karunia-Nya. Juga berkenaan dengan firman Allah
Swt, "Fa idza 'azzamta, fa tawakkal 'alaLlah." Maka, jika kamu telah membulatkan
tekad, bertawakkallah kepada Allah.
Jika Anda dapat memotivasi orang ke arah yang demikian, insya-Allah kelak
Anda akan mendapatkan syafa'at dan keutamaan di akhirat. Sementara itu, di mata
manusia sikap demikian merupakan kemuliaan.
Akan tetapi, jika Anda memotivasi dengan menonjolkan aspek-aspek pada diri
calon yang mungkin menjadikannya lebih terpengaruh, saya khawatir kesudahannya
malah tidak baik. Sikap ini rawan terhadap impression management (pengelolaan
kesan). Dan impression management mendekati manipulasi informasi, tidak
menunjukkan sebagian informasi untuk lebih menonjolkan informasi yang dianggap
penting. Ini menimbulkan kesan dan harapan. Kalau tidak sesuai dengan yang
diangankan, dapat menimbulkan kekecewaan di belakang hari.

Kado Pernikahan 51
Menceritakan aspek-aspek yang ada pada diri calon, boleh dilakukan. Tetapi
hendaknya tetap memperhatikan, agar keterangan tersebut tidak mendorong
munculnya persepsi yang keliru dan harapan yang tidak tepat. Bersyukur, jika sumber
informasi atau perantara dapat memberikan keterangan mengenai diri calon sekaligus
mengarahkan pada kelurusan niat. Ada ladang amal shalih di dalamnya.

Perantara untuk Menawarkan Maksud Seorang Wanita


Jika seorang wanita bermaksud menawarkan diri dan meminta bantuan kepada
Anda untuk memperantarai, ada persoalan yang perlu mendapat perhatian. Perantara
adalah penghubung antara maksud mulia seorang wanita dengan laki-laki yang
diharapkan. Sekaligus, ia menjadi orang pertama yang memberi keterangan kepada
pihak laki-laki mengenai wanita yang mempunyai maksud.
Perantara perlu berhati-hati dalam mengemukakan alasan wanita tersebut
memilih laki-laki yang dimaksudkan. Ia perlu menjaga agar sikap dan keterangannya,
tidak menimbulkan pandangan yang keliru dari laki-laki yang dimaksud terhadap
wanita yang menginginkannya. Ini terutama berkait dengan wanita itu, sekaligus nanti
pengaruh mendasarnya pada niat laki-laki itu ketika mempertimbangkan.
Niat dan harapan, sebagaimana kita bahas di bagian awal bab ini, sangat
mempengaruhi bagaimana orang menjalani kehidupannya setelah berumahtangga.
Seorang perantara sebaiknya berusaha untuk tidak menonjolkan aspek fisik,
terutama kecantikan dan kekayaan, dengan harapan agar laki-laki yang dimaksudkan
lebih terdorong. Kalaupun wanita itu bermaksud mempercayakan hartanya kepada
suaminya, perantara sebaiknya berusaha mengarahkan kepada kelurusan niat. Kisah
Rabi'ah binti Ismail Asy-Syamiyah, menarik untuk disimak.
Selanjutnya, pembicaraan ini saya cukupkan dengan dua hadis Nabi Saw.
Mudah-mudahan dapat menjadi renungan. Mudah-mudahan Allah memberikan
petunjuk.
Imam Thabrani meriwayatkan hadis dari Anas bin Ma-lik r.a. yang menyebutkan
bahwa Rasulullah bersabda, "Barangsiapa menikahi wanita karena kehormatannya
(jabatannya), maka Allah hanya akan menambahkan kehinaan."
"Barangsiapa yang menikahi wanita karena hartanya, maka Allah tidak akan
menambah kecuali kefakirannya."
"Barangsiapa yang menikahi wanita karena nasabnya (kemuliaannya), maka
Allah hanya akan menambahkannya kerendahan."
"Dan barangsiapa yang menikahi seorang wanita ka-rena ingin menutupi
(kehormatan) matanya, membentengi farjinya, dan mempererat tali silaturrahmi,
maka Allah akan memberikan barakah-Nya kepada dia (suami) dan istrinya (dalam
kehidupan keluarganya)."

Kado Pernikahan 52
Ada hadis senada yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam An-Nasa'i.
Di samping itu, terdapat hadis-hadis lain yang memberikan peringatan dalam soal ini.
Sebagai penutup, marilah kita simak hadis riwayat Imam Abu Daud dan At-Tirmidzi
berikut.
Rasulullah Saw. bersabda, "Janganlah kalian menikahi wanita karena
kecantikannya semata, boleh jadi kecantikannya itu akan membawa kehancuran.
"Dan janganlah kalian menikahi wanita karena kekayaannya semata, boleh jadi
kekayaannya itu akan menyebabkan kesombongan.
"Tetapi nikahilah wanita itu karena agamanya. Sesungguhnya budak wanita
yang hitam lagi cacat, tetapi taat beragama adalah lebih baik (daripada wanita kaya
dan cantik yang tidak beragama)".
Begitu. Mudah-mudahan Allah memberikan kemuliaan kepada mereka yang
telah memperantarai dengan bijak dan adil. Mudah-mudahan Allah mengampuni kita
semua. Allahumma amin.
'Alaa kulli hal, semoga Allah memberi kekuatan dan kejernihan kepada kita jika
ada yang membutuhkan informasi dari apa yang kita ketahui tentang seseorang atau
ketika ada yang harus kita perantarai.
Sungguh, tidak mudah menjaga kejernihan hati. Tetapi, juga tidak mudah untuk
melepaskan diri dari ghurur (keadaan terkelabui); menyangka berhati-hati, tetapi
sesungguhnya bukan. Sebagaimana juga tidak mudah melepaskan diri dari keburukan,
meski kita telah tahu ada penyakit hati yang bersarang.
Hanya Allah Yang Maha Kuasa. Semoga Allah menolong kita. Dan atas segala
kesalahan saya pada Anda, maafkan saya.

Kado Pernikahan 53
Bab 4

S elama Proses Berlangsung

Ummul Mukminin 'Aisyah r.a. mengatakan:


"Pernikahan itu sangat sensitif
dan tergantung kepada pribadi masing-masing
untuk mendapatkan kemuliaannya."

M enikah adalah kesucian. Sangat besar kemuliaan di dalamnya. Sangat


tinggi kedudukannya dalam Islam, sehingga Al-Qur'an menyebutnya
sebagai mitsaqan-ghaliza (perjanjian yang sangat berat). Hanya tiga kali
kata ini disebut, dua untuk perjanjian tauhid. Maka, pernikahan yang diridhai Allah
akan dipenuhi oleh doa malaikat yang menjadi saksi pernikahan.
Ketika akad nikah terjadi, halal apa-apa yang sebelumnya diharamkan. Apa yang
sebelumnya merupakan maksiat dan bahkan dosa besar, sejak saat itu telah menjadi
kemuliaan, kehormatan dan besar sekali pahala di sisi Allah. Pernikahan telah
mengubah pintu-pintu dosa dan kekejian menjadi jalan kemuliaan dan kesempurnaan
manusia dalam beragama. Allah menyempurnakan setengah agama ketika seseorang
melakukan pernikahan.
Namun demikian, sebelum akad ada proses. Selama proses inilah setan berusaha
memanfaatkan momentumnya untuk menggoda dan merusak, sehingga pernikahan
bergeser jauh dari makna dan tujuannya.
Proses menuju akad nikah banyak memberi pengaruh terhadap hubungan antara
suami dan istri kelak setelah menikah. Demikian juga, hubungan antara dua keluarga,
yaitu keluarga istri dan keluarga suami, banyak dipengaruhi oleh proses dari

Kado Pernikahan 54
peminangan hingga akad berlangsung. Persepsi dan penerimaan masing-masing
anggota keluarga, banyak dipengaruhi oleh persoalan-persoalan qalbiyyah (hati, ter-
masuk niat) ketika proses sedang berlangsung. Oleh karena itu, setelah peminangan,
yang perlu kita jaga adalah segala hal yang dapat merusak makna dan tujuan
pernikahan, yang mungkin muncul selama proses berlangsung. Sebagian proses
berjalan dengan mudah dan sederhana. Sebagian harus menempuh proses yang pelik
dan rumit. Sebagian berlangsung cepat dalam waktu singkat, sebagian harus
menunggu dalam waktu yang cukup lama.
Proses pernikahan manakah yang terbaik? Yang terbaik adalah yang paling
maslahat dan barakah, serta jauh dari mafsadah (kerusakan) dan bibit-bibit
kekecewaan yang menjauhkan orang dari rasa syukur. Proses pernikahan yang
mendatangkan maslahat dan barakah bisa jadi berlangsung dengan mudah, bisa pula
berlangsung melalui jalan yang pelik. Allah Maha Tahu apa yang paling maslahat
bagi Anda. Ketika hujan lebat sedang turun dan petir menggelegar sambut-
menyambut, kalau Anda tidak berhati-hati, bisa tersambar oleh petir yang nyasar.
Kalau Anda menjaga diri, istiqamah, dan tawakal, insya-Allah Anda akan mendapati
hujan sebagai pensucian bumi hati Anda. Sedang petir membawa muatan listrik yang
menerangi.
Sesungguhnya, sepanjang yang saya ketahui, salah satu pandangan Islam tentang
pernikahan adalah sederhana dalam proses dan sederhana dalam pelaksanaan. Anda
harus memperhatikan keadaan hati Anda ketika akan melaksanakan. Sebab, di sinilah
setan berusaha untuk menyimpangkan niat dan tujuan Anda. Islam menganjurkan kita
untuk menyegerakan menikah, tetapi setan bisa mengambil bentuk yang mirip ketika
kita tidak mau menunda-nunda tanpa alasan. Setan mengarahkan kita untuk bersikap
tergesa-gesa. Khusus pembahasan mengenai menyegerakan dan tergesa-gesa, insya-
Allah akan kita bicarakan pada bab berikutnya, Antara Menyegerakan dan Tergesa-
gesa.
---
Kita seringkali tidak bisa membedakan,
apakah kita melakukan sesuatu
karena persangkaan kita yang baik kepada Allah
ataukah justru karena persangkaan kita
yang kurang tepat kepada-Nya.
---

Setan berusaha untuk merebut masa sebelum menikah, masa yang sangat rawan.
Masa ini bisa menyesatkan manusia jika tidak berhati-hati. Dengan demikian boleh
jadi ia mendapati pernikahannya kelak tidak sebagaimana harapannya, meskipun --
barangkali-- pasangan hidupnya sudah berperilaku yang sesuai dengan tuntunan Islam

Kado Pernikahan 55
dan bahkan melakukan kebajikan-kebajikan dalam rumah tangga. Na'udzubillahi min
dzalik. Semoga Allah menjauhkan kita dari hal-hal yang demikian.
Ada dua hal yang perlu kita jaga sejak berangkat meminang (atau, sejak
datangnya pinangan bagi seorang gadis) sampai dengan pelaksanaan akad-nikah.
Pertama, menyangkut persangkaan kita kepada Allah. Ini yang paling rawan. Kedua,
persangkaan dan persepsi kita terhadap pernikahan dan calon pasangan hidup kita.
Masalah kedua ini, banyak kaitannya dengan masalah pertama. Jika masalah yang
pertama tidak baik, masalah yang kedua sangat mungkin untuk ikut tidak baik.

Persangkaan Kepada Allah


Orang yang tampak bersungguh-sungguh ketika berdoa, bisa jadi karena
keyakinannya bahwa Allah itu dekat. Allah Maha Mendengar doa orang-orang yang
berpengharapan kepada-Nya. Ia yakin bahwa Allah memperhatikan orang yang
datang kepada-Nya untuk mengadukan keluh-kesahnya atau memohon pertolongan-
Nya. Karena kemuliaan-Nya, maka adalah kelayakan bagi manusia untuk berdoa
secara sungguh-sungguh sekaligus berhati-hati agar terjauh dari berdoa yang tidak
layak, sekalipun Allah Sangat Luas Pemberian-Nya.
Meskipun demikian, bisa jadi orang tampak sangat bersungguh-sungguh ketika
berdoa, sampai wajahnya berkerut-kerut dan ekspresinya berubah, justru karena
ketidakyakinannya. Ia mengkhusyuk-khusyukkan diri ketika berdoa, justru karena
keyakinannya yang tipis bahwa Allah Maha Mengabulkan doa orang-orang yang
berpengharapan kepada-Nya. Ia menyangatkan diri ketika memohon kepada Allah
karena khawatir keinginannya tidak tercapai, padahal ia tahu Allah Maha Besar
Kekuasaan-Nya.
Sungguh, sangat jauh perbedaan antara kesungguhan doa orang yang yakin dan
kesungguhan orang yang berdoa justru karena kurang yakin terhadap kemurahan
Allah. Orang yang sangat besar keyakinannya kepada Allah ketika berdoa bisa jadi
sampai menangis, mengingat-ingat besarnya karunia Allah dan kecilnya amanah yang
sudah ia tunaikan. Orang yang berdoa karena kurngnya keyakinan, juga bisa
menangis. Tetapi jauh sekali perbedaannya. Dan berbeda sekali persangkaannya
kepada Allah. Padahal, Allah Swt. berfirman dalam sebuah hadis Qudsi:
"Aku menuruti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku." (HR Bukhari dan
Muslim).
Kita seringkali tidak bisa membedakan, apakah kita melakukan sesuatu karena
persangkaan kita yang baik kepada Allah ataukah karena persangkaan kita yang
kurang tepat kepada Allah Azza wa Jalla. Kita sering tidak bisa membedakan, kecuali
setelah mengambil jarak dari masalah itu dengan pertolongan Allah. Dan datangnya
pertolongan Allah, adakalanya sesuai dengan persangkaan kita mengenai pertolongan,
bisa pula sebaliknya, justru nampak berkebalikan dengan apa yang kita anggap
sebagai cara menolong. Sungguh, rugi orang yang menyangka pertolongan Allah

Kado Pernikahan 56
sebagai pengabaian-Nya. Semoga kita terhindar dari prasangka yang tidak diridhai-
Nya.
Pernikahan adalah salah satu amanah Allah bagi manusia yang beriman kepada-
Nya. Pernikahan adalah ketundukan kita kepada-Nya, sekalipun Allah memberi
tempat kepada perasaan-perasaan manusiawi. Justru, Allah-lah yang memberikan
perasaan-perasaan dan dorongan itu kepada manusia. Sementara itu, setan berusaha
untuk memanfaatkan momentum menjelang nikah, selama proses menuju pernikahan,
justru untuk mengangkuhkan diri seolah Allah tidak memperhatikan. Padahal tidak
ada yang bisa disembunyikan dari pengetahuan dan "penglihatan" Allah.
Pernikahan adalah amanah Allah. Dan Allah tidak pernah zalim kepada
makhluk-Nya. Tidak pernah Allah memberikan amanah kepada manusia, kecuali Ia
akan memberikan sarana untuk memenuhi amanah. Allah tidak pernah zalim. Maha
Suci Allah dari kezaliman.
Setiap amanah telah dicukupi dengan sarana yang dengan itu orang bisa
melaksanakan amanah-Nya, dalam hal ini melaksanakan pernikahan. Walaupun
demikian, manusia sering melakukan kezaliman kepada dirinya sendiri maupun
kepada Allah dengan prasangka-prasangka buruk kepada-Nya. Maha Suci Allah dan
segala puji bagi-Nya yang luas ampunan dan kasih sayang-Nya.
Astaghfirullahal'adzim. Laa ilaaha illa Anta, subhanaka innii kuntu minazh-
zhalimin.
Masya Allah. Manusia seringkali tergesa-gesa dan penuh keluh-kesah karena
dangkalnya ilmu dan pendeknya jangkauan akalnya terhadap rahmat Allah. Ketika
membutuhkan gerimis untuk mendinginkan bumi hatinya, ia mengeluh dan kadang
bahkan cepat memberikan penilaian yang salah ketika Allah mengirimkan mendung.
Padahal, mendung yang tebal itu membawa muatan air yang melimpah, lebih dari
sekedar yang ia butuhkan. Ketika ia tidak melihat mendung, dan hanya merasakan
teriknya matahari, ia lupa bahwa matahari pun adalah rahmat. Berkait dengan
keinginannya, matahari mempercepat penguapan air laut menjadi awan yang
selanjutnya akan menjadi hujan. Tetapi manusia sangat pendek jangkauan akalnya,
tergesa-gesa dan mudah mengeluh.
Semoga Allah mengampuni kezaliman kita dan menggantikan dengan hati yang
bersyukur.
Masalah-masalah berkenaan dengan prasangka yang kurang baik terhadap Allah,
tidak hanya ketika berhadapan dengan apa yang oleh anggapan lahiriah sebagai
kesulitan. Keadaan-keadaan yang dirasa mudah, juga perlu dijaga agar kemudahan
yang diberikan oleh Allah tidak menjatuhkan kita ke dalam keadaan "mengabaikan"
rahmat Allah. Seolah-olah, kitalah yang menyebabkan kemudahan. Manusia memang
rawan terhadap sikap takabur, menyombongkan diri di hadapan orang lain dan di
hadapan dirinya sendiri.
Mudah-mudahan kita bisa menjaga persoalan-persoalan qalbiyyah selama proses
menuju pernikahan berlangsung. Semoga Allah subhanahu wa ta'ala menyelamatkan

Kado Pernikahan 57
kita dari urusan hati yang menjerumuskan. Semoga Allah mensucikan niat kita dalam
melangkah ke jenjang pernikahan. Saya sangat mengharap kepada Allah niat terbaik
saat melangsungkan akad-nikah. Mudah-mudahan Allah menjadikan pernikahan kita
barakah dan diridhai Allah hingga kelak kita menghadap-Nya di yaumil-akhir.
Mudah-mudahan Allah Swt. mengaruniai kita keturunan yang memberi bobot kepada
bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah.
Inilah yang kita perlu jaga. Kita perlu menata hati ketika menjalani urusan-
urusan selama proses berlangsung, termasuk ketika nanti mengadakan walimah.
Mudah-mudahan kebersahajaannya maupun kemeriahannya, kita laksanakan di atas
niat serta jalan yang diridhai Allah. Semoga barakah dunia akhirat. Allahumma amin.
Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan.

Persangkaan dan Persepsi Terhadap Calon


Proses pernikahan ada yang berlangsung cepat, ada yang membutuhkan waktu
lama. Mengenai waktu yang dibutuhkan selama proses, saya teringat kepada doa
keluar rumah yang artinya, "Dengan menyebut nama Allah atas jiwaku, hartaku, dan
agamaku. Ya Allah, jadikanlah aku ridha dengan apa yang Engkau tetapkan dan
jadikanlah barakah apa yang telah Engkau takdirkan. Sehingga, tidak kepingin aku
untuk menyegerakan apa yang Engkau tunda, dan menunda apa yang Engkau
segerakan."
Ada satu catatan. Pernikahan termasuk salah satu dari tiga perkara yang
dianjurkan untuk disegerakan. Jika tidak ada hal yang merintangi, mempercepatnya
adalah lebih baik. Mempercepat proses pernikahan termasuk salah satu kebaikan dan
lebih dekat dengan kemaslahatan, barakah, dan ridha Allah. Insya-Allah, pertolongan
Allah sangat dekat. Apa-apa yang menghalangi langkah untuk menyegerakan, akan
dimudahkan dan dilapangkan. Sesungguhnya Allah tidak zalim terhadap apa-apa
yang diserukan-Nya. Allah tidak zalim terhadap hamba-Nya, betapa pun Allah
Mutlak Kekuasaan-Nya. Kitalah yang sering zalim kepada Allah.
Laa ilaaha illa Anta, subhanaka innii kuntu minazh-zhalimin. Rabbana zhalamna
anfusana waillam taghfirlana lanaa kuunanna minal khosirin.
Ya Allah, ampunilah hamba atas kezaliman hamba sendiri.
Mempercepat proses pernikahan adalah lebih baik, tetapi hendaknya tidak
terjatuh pada sikap tergesa-gesa. Selama proses berlangsung, kita membutuhkan
informasi dan pembicaraan berkaitan dengan rencana pernikahan. Adakalanya, kita
mendapatkan informasi mengenai beberapa hal dari keluarga calon, perantara, atau
orang lain. Adakalanya, kita mendapatkan keterangan tentang beberapa hal dari calon
pendamping secara langsung.
Selama masa ini kita sangat peka terhadap berbagai informasi yang kita terima,
disebabkan oleh besarnya harapan untuk menyegerakan ataupun besarnya

Kado Pernikahan 58
kekhawatiran. Bisa juga oleh sebab-sebab lain yang bersifat qalbiyyah (hati). Kadang-
kadang, orang mengalami deprivasi (kebutuhan yang sangat, seperti orang yang lapar)
yang menyebabkannya menjadi lebih peka terhadap jenis-jenis informasi tertentu.
Pada saat Anda sedang mengalami deprivasi makanan, Anda akan cepat mengira
orang yang sedang memukul-mukulkan besi kecil sebagai penjual nasi goreng sedang
lewat.
Masa menjelang nikah adalah masa yang sensitif. Apa yang berlangsung selama
masa ini, bagaimana memaknainya, mempengaruhi bagaimana kedua manusia itu
kelak akan menghayati pernikahannya. Proses antara pinangan dengan pelaksanaan
akad, hingga detik-detik akadnya, bisa menjernihkan niat-niat yang masih keruh
sehingga pada saat keduanya melakukan shalat berjama'ah segera setelah akad,
mereka banyak beristighfar, memohon pertolongan Allah untuk melimpahkan
kebarakahan dan menjauhkan dari keburukan, serta merasakan syukur yang dalam
karena telah terhindar dari ancaman maksiat. Tetapi, proses menuju pernikahan bisa
juga mengeruhkan niat-niat, sekalipun sekilas tampak mendapat pembenaran agama.
Padahal manusia mendapatkan hasil dari perbuatannya sesuai dengan apa yang
diniatkan.
Pada masa ini, di antara sekian banyak hal yang mungkin harus diselesaikan,
masalah lisan adalah yang paling peka dan paling rawan. Sebab, masalah
memperlakukan lisan ini mempengaruhi keseluruhan masalah lain, termasuk dalam
hubungan suami-istri setelah menikah. Bahkan termasuk bagaimana menghayati
hubungan intim suami-istri. Wallahu A'lam bishawab wastaghfirullahal 'adzim. Saya
mohon perlindungan Allah dari kekejian lisan saya sendiri.
Ada dua hal yang perlu dijaga dalam memperlakukan lisan selama proses
berlangsung (juga sesudahnya). Pertama, menjaga lidah dalam mengucapkan kata-
kata (hifdhul-lisan). Kedua, menjaga persepsi kita terhadap apa yang kita dengar dari
lisan orang lain.
Ada dua bagian manusia yang dapat menjaminkan surga atau menjerumuskan ke
neraka, yaitu lisan dan kemaluan. Nikah adalah proses menjaga kesucian kemaluan
kita dari tindakan yang tidak diridhai Allah (mudah-mudahan kita termasuk orang
yang menikah demi menjaga kesucian farji). Melalui nikah, apa yang sebelumnya
merupakan dosa besar, menjadi ibadah yang dimuliakan. Nikah adalah kesucian.
Tetapi, lisan dapat menjadikannya keruh.
Dari Sahl bin Sa'd As-Sa'di r.a., bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
"Barangsiapa yang menjamin kepadaku akan menjaga apa yang ada di antara
kedua rahangnya (mulut) dan apa yang ada di antara kedua kaki pahanya
(kemaluan) niscaya aku menjamin surga untuknya." (HR Bukhari).
Suatu ketika Uqbah bin Amir r.a. bertanya, "Ya Rasulullah, apakah keselamatan
itu?"
Beliau menjawab, "Tahanlah lisanmu, kerasanlah di rumahmu, dan tangisilah
dosamu." (HR Tirmidzi).

Kado Pernikahan 59
Saya tidak bisa menjelaskan bab ini lebih lanjut. Cukuplah saya akhiri bab ini
dengan beberapa hadis. Mudah-mudahan Allah Swt. mengampuni kesalahan-
kesalahan niat dalam menikah disebabkan oleh ketidaktahuan kita, dan
meluruskannya dengan menyemayamkan niat terbaik yang diridhai-Nya. Mudah-
mudahan kelak kita akan mendapati pernikahan kita dan keturunan kita seluruhnya
barakah dan diridhai Allah 'Azza wa Jalla. Allahumma amin.
Al-Maqdisi mengetengahkan sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
"Berikan penafsiran terbaik tentang apa yang engkau dengar, dan apa yang
diucapkan saudaramu, sampai engkau menghabiskan semua kemungkinan dalam
arah itu."
Suatu ketika Imam Ahmad bin Hanbal ditanya mengenai hadis, "Jika engkau
mendengar sesuatu yang mungkin diucapkan oleh saudaramu, berikan interpretasi
yang terbaik sampai engkau tidak dapat menemukan alasan untuk melakukannya."
Menanggapi pertanyaan tersebut, Imam berkata, "Carilah alasan untuknya
dengan mengatakan mungkin dia berkata begini, atau mungkin maksudnya begini."
Tabayyun (meminta penjelasan) adalah bentuk lain upaya untuk mendapatkan
interpretasi sesuai dengan yang dimaksudkan oleh orang yang mengucapkannya. Bisa
jadi kita mendengar langsung dengan orang yang berbicara, tetapi kita menangkapnya
tidak sebagaimana dimaksud. Di sinilah tabayyun (mengecek kebenaran informasi)
diperlukan.
Rasulullah Saw. juga diriwayatkan pernah bersabda,
"Janganlah salah satu di antara kamu sekalian ber-imma'ah, yang jika orang
lain baik maka engkau baik, dan jika mereka jelek maka engkau ikut jelek pula. Akan
tetapi hendaklah engkau tetap konsisten terhadap (keputusan) dirimu. Jika orang-
orang baik, maka engkau juga baik, dan jika mereka jelek, hendaklah engkau
menjauhinya keburukan-keburukan mereka." (HR Tirmidzi).
Apakah imma'ah itu? Kita minta Muhammad Hashim Kamali, seorang guru
besar ilmu fiqih pada International Islamic University, Malaysia, untuk menjelaskan.
Menurut Muhammad Hashim Kamali, imma'ah adalah, "Memuji atau mencela orang
lain tanpa alasan, tetapi semata-mata karena dia melihat orang lain melakukan hal
itu."
Kita imma'ah ketika kita dengan cepat menyimpulkan ucapan orang lain hanya
dari mendengar selintas. Kita juga imma'ah kalau kita segera memberikan pujian
karena mendengar kabar sekedarnya mengenai dia. Apalagi kalau sampai
menjatuhkan kesimpulan dengan sangat yakin tentang seseorang hanya dari rumor --
entah, apakah masih termasuk imma'ah atau bukan.
Alhasil, dengan kriteria seperti itu, rasanya hampir setiap hari kita terperosok ke
dalam imma'ah. Kadang-kadang tersadar sesudah lewat, tetapi melakukan kesalahan
lagi beberapa menit sesudah sadar.

Kado Pernikahan 60
Saya mohon ampunan kepada Allah atas berbagai perbuatan imma'ah yang saya
lakukan karena ketidaktahuan saya atau karena kecerobohan saya. Saya meminta
maaf kepada Anda jika saya pernah gegabah menyimpulkan ucapan Anda, padahal
saya belum memeriksanya.
Apapun, kita mengharap pertolongan Allah semoga kemudahan dalam proses
menumbuhkan kehangatan dan keakraban setelah menikah. Adapun kesulitan dalam
proses, melahirkan kesetiaan, kedalaman cinta, dan kelurusan niat setelah
melaksanakan akad nikah. Bagi mereka ketenteraman, mawaddah wa rahmah hingga
hari kiamat kelak. Allahumma amin.
Rahmat Allah datang dalam berbagai bentuk.

Kado Pernikahan 61
Bab 5

A ntara Menyegerakan
dan Tergesa-gesa

Rasulullah menasehatkan:
"Mintalah fatwa dari hatimu. Kebaikan itu adalah apa-apa yang tenteram jiwa
padanya dan tenteram pula dalam hati. Dan dosa itu adalah apa-apa yang syak
dalam jiwa dan ragu-ragu dalam hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa
kepadamu dan mereka membenarkannya."

S alah satu perkara yang perlu disegerakan adalah menikah. Begitu Islam
mengajarkan. Menyegerakan bagi seorang laki-laki yang telah mencapai
ba'ah adalah dengan segera meminang wanita baik-baik yang ia mantap
dengannya. Ia mendatangi orangtua wanita tersebut dengan menjaga adab sambil
membersihkan niat.
Rasulullah Muhammad Saw. bersabda:
Khath Arab
"Barangsiapa yang dimudahkan baginya untuk menikah, lalu ia tidak menikah,
maka tidaklah ia termasuk golonganku." (HR Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi).1
Nabi kita juga mengingatkan, "Bukan termasuk golonganku orang yang merasa
khawatir akan terkungkung hidupnya karena menikah, kemudian ia tidak menikah."
(HR Ath-Thabrani).
Sedang menyegerakan nikah bagi keluarga wanita adalah dengan mempercepat
pelaksanaan jika tidak ada kesulitan yang menghalangi. Juga, menyederhanakan
proses agar tidak membebani kedua mempelai. Mudah-mudahan mereka akan

Kado Pernikahan 62
mendapatkan rumah tangga yang barakah dan diridhai Allah, keluarga yang di
dalamnya terdapat anak-anak yang memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa
ilaaha illaLlah.
Menyegerakan nikah insya-Allah lebih dekat kepada pertolongan Allah dan
syafa'at Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah akan menyempurnakan
setengah agama kita kalau kita menyegerakan menikah. Insya-Allah, kita akan
mendapati pernikahan yang barakah. Sebuah pernikahan yang barakah akan
menjadikan orang-orang yang ada di dalamnya tenteram dan saling memberi manfaat.
Mereka akan memperoleh kebahagiaan dan terhindar dari hidup yang sia-sia. Seorang
pemalas akan menjadi rajin, seorang peragu akan memperoleh yakin, dan seorang
yang bimbang akan memperoleh keteguhan.
Nikah adalah satu di antara tiga perkara yang sunnah untuk disegerakan. Allah
akan melimpahkan ridha-Nya kepada orang yang menyegerakan nikah. Mereka yang
menyegerakan nikah atau membantu orang untuk menyegerakan nikah, insya-Allah
akan mendapati rahmat dan perlindungan Allah kelak di yaumil-hisab. Sebab,
sesungguhnya perbuatan menyegerakan nikah merupakan perkara yang disunnahkan
oleh Rasulullah. Dan setiap perkara yang disunnahkan, adalah tindakan yang diridhai
dan dicintai Allah.
Wallahu A'lam bishawab.
Akan tetapi, di dalam setiap perbuatan, setan berusaha untuk menggelincirkan
manusia. Jika orang tidak mau melakukan kemaksiatan, setan berusaha untuk
menggelincirkan manusia dengan menampakkan apa-apa yang sepintas mirip dengan
perkara yang disunnahkan.
Banyak contoh tentang ini. Agama menganjurkan kita untuk syukur nikmat,
mengabarkan dan menampak-nampakkan nikmat yang kita peroleh demi
mengagungkan kemurahan Allah. Dan setan berusaha untuk menyimpangkan niat
kita, sehingga kita menampak-nampakkan bukan dalam rangka syukur nikmat, tetapi
dalam rangka riya' dan sum'ah. Jika riya' adalah tindakan yang dilakukan dengan
harapan orang melihat kebaikan yang ada pada diri kita, sum'ah adalah tindakan agar
orang mendengarkan keunggulan kita.
Kadang orang bersikap merendah karena tawadhu', tetapi orang bisa merendah
dalam rangka meninggikan diri di hadapan orang lain. Yang pertama, adalah
kemuliaan akhlak yang sering dianjurkan agama. Yang kedua, adalah rekayasa kesan
agar tampak sebagai orang yang memiliki kedalaman pemahaman agama.
Masih banyak yang lain. Hanya saja, kita sering tidak tahu bahwa yang ada pada
hati kita bukanlah sebagaimana yang diharapkan oleh agama. Bisa jadi, kita mampu
menunjukkan argumentasi (hujjah) atas apa yang kita lakukan. Kita berargumentasi
melalui kekuatan nalar dan lisan yang dikaruniakan kepada kita, akan tetapi hati kita
mengingkari. Sayangnya, kita pun sering tidak tahu bahwa hati kita mengingkari
disebabkan pekatnya penghalang mata hati kita untuk melihat beningnya kebenaran.

Kado Pernikahan 63
Perkara nikah juga demikian. Kita disunnahkan untuk menyegerakan pernikahan.
Meskipun demikian, kita bisa jadi terjatuh pada tindakan tergesa-gesa. Bersegera,
akan mendekatkan orang kepada saat menikah. Penantian yang telah melewati
berpuluh-puluh malam, insya-Allah segera terbayarkan dengan akad nikah yang
dalam waktu dekat akan terlaksana. Sementara itu, tergesa-gesa bisa jadi justru
menjadikan tibanya saat akad nikah harus melalui waktu yang lama.
Ada perbedaan yang jauh antara pernikahan yang disegerakan dengan pernikahan
yang dilaksanakan secara tergesa-gesa. Waktu yang dibutuhkan dari peminangan
sampai akad nikah bisa jadi sama. Tetapi, suasana yang terbawa dalam rumahtangga
sangat berbeda.
Pernikahan yang disegerakan insya-Allah penuh barakah dan diridhai Allah. Di
dalamnya, Allah mencurahkan perasaan sakinah kepada suami-istri tersebut. Bahkan,
suasana sakinah juga terasakan oleh seisi rumah, sanak famili yang mengetahui, serta
orangtua dari keduanya, kecuali bagi mereka yang sedang merasakan kekeruhan
dalam jiwanya.
Tapi, apakah sakinah itu? Wallahu A'lam. Sepanjang pengetahuan saya, sakinah
adalah ketenangan hati, ketenteraman jiwa, dan terbebasnya diri dari keinginan-
keinginan yang dilarang, sebab sesuatu yang dilarang akan menimbulkan kegelisahan
dan kecemasan. Mereka juga tidak begitu terganggu oleh penilaian-penilaian sesaat
dari masyarakat, sebab mereka menyandarkan penilaian kepada sumber yang jernih
dalam soal-soal yang diatur dan mendasarkan pada kesepakatan dan kecintaan berdua
dalam soal-soal yang dilapangkan (mubah) bagi kita. Mereka mungkin akan
melakukan apa yang secara sosial diharapkan, tetapi itu bukan karena terdesak oleh
tekanan norma sosial semata. Melainkan menurut pertimbangan kemaslahatan.
Mereka mungkin akan menolak apa yang diharapkan secara sosial, tetapi itu bukan
karena ingin menentang tatanan. Tetapi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
berkenaan dengan madharat dan mafsadah.
Apa pengaruh sakinah bagi suami-istri yang baru memasuki jenjang pernikahan?
Apakah makna sakinah dalam membina kehidupan berumahtangga, mendidik anak,
dan menetapkan misi setelah mereka mempunyai anak dari pernikahan mereka?
Sayang sekali kita tidak bisa membahas saat ini. Mudah-mudahan Allah memberikan
petunjuk, ilmu, dan kekuatan pada saya untuk membahasnya di waktu lain dalam
kesempatan yang lebih baik. Saat ini, cukuplah saya katakan bahwa sakinah
menguatkan ikatan perasaan antara suami dan istri dengan jalinan perasaan yang
diliputi oleh kerinduan yang menenteramkan saat tidak bertemu dan ketenangan yang
menyejukkan saat berjumpa. Sakinah menumbuhkan kelembutan dan keramahan
dalam pergaulan mereka, termasuk dalam mendidik anak kelak, serta memunculkan
optimisme dan kekuatan jiwa ketika menghadapi masalah sehingga mereka tidak
lebih tua dari usianya.
Bagaimana suasana keluarga yang sakinah? Sayang sekali saya belum bisa
menggambarkan. Hanya saja, diam-diam saya kadang terkesan ketika menjumpai
hadis yang mengabarkan sebagian tandanya.

Kado Pernikahan 64
"Akan lebih sempurna ketakwaan seorang mukmin," kata Rasulullah Saw., "jika
ia mempunyai seorang istri yang shalihah, jika diperintah suaminya ia patuh, jika
dipandang membuat suaminya merasa senang, jika suaminya bersumpah
membuatnya merasa adil, jika suaminya pergi ia akan menjaga dirinya dan harta
suaminya."
"Tiga kunci kebahagiaan seorang laki-laki," kata Rasulullah Saw. menunjukkan,
"adalah istri shalihah yang jika dipandang membuatmu semakin sayang dan jika kamu
pergi membuatmu merasa aman, dia bisa menjaga kehormatan dirinya dan hartamu;
kendaraan yang baik yang bisa mengantar ke mana kamu pergi; dan rumah yang
damai yang penuh kasih-sayang. Tiga perkara yang membuatnya sengsara adalah istri
yang tidak membuatmu bahagia jika dipandang dan tidak bisa menjaga lidahnya, juga
tidak membuatmu merasa aman jika kamu pergi karena tidak bisa menjaga
kehormatan diri dan hartamu; kendaraan rusak yang jika dipakai hanya membuatmu
lelah namun jika kamu tinggalkan tidak bisa mengantarmu pergi; dan rumah yang
sempit yang tidak kamu temukan kedamaian di dalamnya."
Kita cukupkan pembicaraan sekilas tentang sakinah. Kita kembali lagi kepada
pembahasan kita mengenai pernikahan yang disegerakan dan pernikahan yang
tergesa-gesa.
Jika pernikahan yang disegerakan lebih dekat kepada kemaslahatan dan barakah,
maka pernikahan yang tergesa-gesa lebih dekat kepada kegersangan dan kekecewaan.
Pernikahan yang tergesa-gesa mendatangkan penyesalan dan ketidakbahagiaan. Ia
mendapati istrinya menyusahkan dan membuatnya cepat beruban sebelum waktunya
(he hmm, tapi bukan cepat beruban karena minyak rambut).
Saya teringat kepada penghujung do'a Nabi Daud 'alaihissalam, "Ya Allah, ...
Hindarkanlah saya dari anak-anak yang durhaka terhadap orangtuanya; harta yang
jadi bencana bagi saya maupun orang lain; tetangga yang buruk sifatnya, yaitu jika
melihat kebaikan pada saya difitnahnya dan jika melihat keburukan
disebarluaskannya, dan istri yang menyusahkan, membuat saya beruban sebelum
waktunya."
Jika pernikahan yang barakah membuat rumah terasa damai dan penuh kasih
sayang, pernikahan yang tidak barakah mengakibatkan rumah terasa sempit dan
orang tidak menemukan kedamaian di dalamnya. Ukuran fisiknya barangkali luas,
bahkan jauh melebihi kebutuhan. Akan tetapi, tidak ada kelapangan di dalamnya.
Betapa bedanya antara luas dan lapang.
Pernikahan yang barakah insya-Allah akan kita dapati ketika kita menyegerakan
nikah. Tetapi, pernikahan yang dilakukan tergesa-gesa justru bisa melahirkan
kehampaan, kecuali kalau Allah menolong kita mengambil jarak dari keadaan kita
sendiri, melakukan introspeksi yang teliti dan berhati-hati dalam menilai masalah.
Selanjutnya, mudah-mudahan kita bisa menjaga lisan (hifdhul-lisan) dari menga-
takan apa-apa yang tidak baik di hadapan Allah dan manusia mengenai pasangan
hidup kita, sekalipun dia tidak tahu. Sebab ungkapan kekesalan dan kekecewaan --
apalagi sampai menutupi kebaikan yang ada padanya-- bisa menjadi do'a yang pasti

Kado Pernikahan 65
dikabulkan ketika ucapan itu keluar bersamaan dengan sa'atu-nailin, yaitu saat ketika
ucapan menjadi do'a, dan do'a pada saat itu pasti terkabul.
Pembicaraan mengenai ini akan semakin panjang jika diteruskan. Cukuplah kita
akhiri dengan berdo'a, mudah-mudahan Allah mengarunia kita dengan kemuliaan dan
kebarakahan dalam keluarga kita. Semoga dari sana lahir keturunan yang memberi
bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah. Keturunan yang hukma-
shabiyya rabbi radhiyyah, yang memberikan kesejukan mata dan ketenteraman jiwa
di dunia hingga kelak di hari kiamat.
Selanjutnya, mari kita lihat perbedaan antara menyegerakan dan tergesa-gesa.
Kita akan membicarakan masalah ini melalui dua cara. Pertama, melalui tanda-tanda
hati (mudah-mudahan Allah menjernihkan hati kita). Kedua, melalui perumpamaan
yang dapat dipikirkan oleh akal.

Tanda-tanda Hati
"Orang yang mempunyai niat yang tulus," kata Imam Ja'far Ash-Shadiq, guru
dari Imam Abu Hanifah, "adalah dia yang hatinya tenang, terbebas dari pemikiran
mengenai hal-hal yang dilarang, berasal dari upaya membuat niatmu murni untuk
Allah dalam segala perkara."
Pada hari ketika harta benda dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang
yang datang kepada Allah dengan hati yang suci. (QS 26: 88-90).
Kalau kita menyegerakan nikah karena niat yang jernih, insya-Allah hati kita
akan merasakan sakinah, yaitu ketenangan jiwa saat menghadapi masalah-masalah
yang harus diselesaikan. Kita merasa yakin, meskipun harapan dan kekhawatiran
meliputi dada. Kita merasa tenang, meskipun ada sejumlah masalah yang membebani
dan menyita perhatian.
Ketenangan dan beban masalah bukanlah dua hal yang bertentangan. Seperti
seorang ibu yang telah memiliki kematangan, kedewasaan dan kasih sayang besar
kepada anak serta pengharapan besar terhadap ridha Allah. Saat menghadapi
persalinan, ia merasakan ketenangan hati dan keyakinan. Meskipun harus melewati
perjuangan mendebarkan yang melelahkan secara fisik dan ketegangan psikis, namun
ketegangan ini bukan sejenis perasaan tidak aman.
Lain halnya dengan tergesa-gesa. Ketergesa-gesaan ditandai oleh perasaan tidak
aman dan hati yang diliputi kecemasan yang memburu. Seperti berdiri di depan anjing
galak yang tidak pernah kita kenal, ada perasaan ingin untuk cepat-cepat berlari pergi
menjauhi tempat itu. Kalau berlari, takut dikejar dan terjatuh. Kalau tetap berdiri di
dekatnya, tidak ada kepastian dan ada kekhawatiran jangan-jangan anjing itu
menggigit.
Inilah gambaran sekilas. Kalau belum jelas, bertanyalah kepada hati nuranimu.
Mintalah fatwa kepadanya.

Kado Pernikahan 66
Rasulullah Saw. bersabda,
"Mintalah fatwa dari hatimu. Kebaikan itu adalah apa-apa yang tenteram jiwa
padanya dan tenteram pula dalam hati. Dan dosa itu adalah apa-apa yang syak
dalam jiwa dan ragu-ragu dalam hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa
kepadamu dan mereka membenarkannya." (HR Ahmad).

Tanda-tanda Perumpamaan
Kalau suatu saat Anda naik motor dan menjumpai tikungan tajam, apa yang
Anda lakukan? Apakah Anda akan segera membelokkan kemudi tanpa mengurangi
kecepatan karena ingin cepat sampai? Atau, Anda mengurangi kecepatan sedikit,
menelikung dengan miring, dan sesudah berbelok baru menambah kecepatan sedikit
demi sedikit?
Jika Anda memilih yang pertama, sangat mungkin Anda terpental sendiri. Anda
terjatuh, sehingga harus berhenti sejenak atau agak lama. Baru kemudian dapat
meneruskan perjalanan.
Keinginan Anda untuk cepat sampai di tempat tujuan dengan tidak mengurangi
kecepatan, apalagi justru dengan menambah kecepatan, tidak membuat Anda lebih
cepat sampai dengan tenang, tenteram, dan aman. Bisa-bisa, kalau kecepatan Anda
tetap antara sebelum berbelok dengan saat-saat berbelok, Anda justru terpental.
Antara gaya sentrifugal dan gaya sentripetal, tidak seimbang.
Jika Anda memilih yang kedua, insya-Allah Anda akan dapat sampai lebih cepat.
Awalnya memang mengurangi kecepatan, tapi sesudah betul-betul memasuki
tikungan dengan baik, Anda bisa menambah kecepatan. Jika Anda mengurangi
kecepatan lebih banyak lagi, Anda bahkan dapat membelok tanpa harus memiringkan
badan banyak-banyak.
Jalan yang lempang adalah tamsil dari masa melajang, masa ketika masih sendiri.
Belokan adalah proses peralihan menuju status baru, menikah dan berumah tangga.
Sedang jalan berikutnya yang dilalui setelah berbelok, adalah kehidupan keluarga
setelah menikah.
Pilihan pertama adalah sikap tergesa-gesa untuk menikah, sedangkan pilihan
yang kedua adalah menyegerakan.
Ada perumpamaan lain. Kita melihat perumpamaan yang dekat-dekat dengan
kita. Kalau suatu saat Anda bikin kolak kacang hijau, ada beberapa bahan yang perlu
Anda masukkan. Bahan yang paling pokok adalah kacang hijau dan gula. Kalau
Anda memasukkan gula bersamaan dengan kacang hijau, sesudah itu segera direbus,
Anda akan mendapati kacang hijau itu tidak mau mekar. Anda tergesa-gesa. Kalau
Anda memasukkan gula setelah kacang hijaunya mekar, Anda menyegerakan. Tetapi,
kalau Anda lupa tidak segera memasukkan gula setelah kacang hijaunya mekar cu-
kup lama, Anda akan kehilangan banyak zat gizi yang penting.

Kado Pernikahan 67
Sampai di sini, saya kira cukup pembahasan mengenai menyegerakan dan
tergesa-gesa. Mudah-mudahan Allah Ta'ala memasukkan kita ke dalam golongan
orang-orang yang menyegerakan, bukan tergesa-gesa. Semoga Allah menjadikan
pernikahan kita barakah dan diridhai Allah.
Saya memohon perlindungan kepada Allah dari penjelasan yang tidak menambah
kejelasan. Mudah-mudahan apa yang kurang dalam tulisan ini menjadikan Anda
berhati-hati. Mudah-mudahan apa yang terang, menjadikan Anda mempunyai
keyakinan hati. Mantap dalam melangkah.

Segala Puji bagi Allah


Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan banyak karunia. Dialah Yang
Awal dan Yang Akhir. Maha suci Allah dari segala persangkaan hamba-hamba-Nya.
Maha Mulia Allah yang menurunkan hujan untuk mensucikan bumi dan
menumbuhkan berbagai tanaman, baik yang berbuah, yang berbunga maupun yang
berbuah sekaligus berbunga.
Saya bersyukur kepada Allah yang telah memberikan kekuatan dan petunjuk
kepada saya untuk menulis bab ini, sekaligus buku ini secara keseluruhan. Semoga
menjadi do'a yang baik. Menjadi sunnah hasanah yang diridhai.

Catatan Kaki:
1. "Ini dinisbahkan atas nama Nabi yang Nabi sama sekali terbebas dari
mengucapkan yang demikian. Ini hadis dha'if." Kata Ustadz Abdul Hakim
Abdats, "Hadis ini mursal, tabi'in langsung menyandarkan kepada nama Nabi,
jelas tidak membawa nama sahabat."

Kado Pernikahan 68
Bab 6

D i Manakah
Wanita-wanita Barakah Itu?

Rasulullah bersabda,
"Seorang wanita yang penuh barakah dan mendapat anugerah Allah adalah
yang maharnya murah, mudah menikahinya, dan akhlaknya baik.
Namun sebaliknya, wanita yang celaka adalah yang mahal maharnya,
sulit menikahinya, dan buruk akhlaknya."

M enikah hampir menyamai kemuliaan agama. Perjanjian nikah disebut


mitsaqan-ghalizhan. Istilah ini tidak pernah dipakai dalam Al Qur’an,
kecuali hanya untuk tiga peristiwa. Satu untuk perjanjian akad nikah, dan
dua kali untuk perjanjian tauhid.
Dalam masalah tauhid, pembelaan terhadap kebenaran agama dari mereka yang
menyerang, bisa dilakukan dengan mubahalah (perang doa). Masing-masing pihak
memohon kepada Allah dengan sumpah yang sungguh-sungguh agar pihak yang salah
mendapat kutukan. Mendapat azab.
Hal yang sama juga kita jumpai dalam pernikahan. Ada yang serupa dengan
mubahalah dalam pernikahan, yaitu li'an. Keduanya merupakan perang doa.
Jika mubahalah disebutkan dalam satu ayat, kita mendapati Al Qur’an
menerangkan tentang li'an tidak cukup satu ayat. Allah Swt. berfirman:
"Dan orang-orang yang menuduh istri mereka (berzina), padahal mereka tidak
mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah
empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah orang-orang

Kado Pernikahan 69
yang benar. Dan (sumpah) yang kelima, bahwa laknat Allah atasnya, jika ia termasuk
orang-orang yang berdusta.
Dan istrinya itu akan dihindarkan dari hukuman, apabila sumpah empat kali
atas nama Allah yang dilakukan suaminya itu adalah dusta. Dan (sumpah) yang
kelima, bahwa laknat Allah atasnya, jika suaminya itu termasuk orang-orang yang
benar." (QS An-Nur [24]: 6-9).
Bila perceraian biasa bisa diakhiri dengan rujuk dan masih terbuka kesempatan
untuk merajut kebahagiaan bersama-sama seperti sebelumnya, maka tidak demikian
dengan li'an. Dua orang yang telah bercerai setelah keduanya saling me-li'an
(melaknat) haram untuk bersatu kembali untuk selama-lamanya.
Rasulullah Saw., bersabda,

Khat Arab

"Dua orang suami-istri yang saling melaknat, apabila telah berpisah (bercerai),
maka tidak akan pernah bertemu lagi selamanya." (Hadis Shahih).
Jadi, tak ada lagi ruang untuk menyatukan hati yang telah berpisah, ketika
penyesalan datang. Apabila sebelumnya keduanya saling melaknat, tidak ada lagi
kesempatan untuk menghayati kebersamaan dan kebahagiaan ketika mereka
menyadari kesalahan-kesalahannya. Na'udzubillahi min dzalik. Semoga kita tidak
pernah sedikit pun tergelincir ke dalam prasangka yang buruk kepada teman hidup
kita, karena prasangka yang buruk merupakan bibit li'an.
Pernikahan sedemikian pentingnya dalam pandangan Islam. Pernikahan menjadi
sunnah Rasul. At-Tirmidzi, Imam Ahmad ibn Hanbal, dan Al-Baihaqi pernah
meriwayatkan sebuah hadis bahwa Rasulullah Saw. bersabda, "Empat macam perkara
termasuk sunnah-sunnah para Rasul, yaitu: memakai pacar, memakai wewangian,
bersiwak, dan menikah."
Pernikahan merupakan bukti kekuasaan Allah Yang Maha Mulia. Ia menciptakan
kasih-sayang dan kerinduan-kerinduan. Ia memberikan ketenteraman yang tidak
pernah bisa dirasakan oleh orang yang belum menikah. Rumah bagi mereka yang
menikah adalah tempat yang menyejukkan. Tiap-tiap anggota keluarga insya-Allah
memperoleh ketenteraman dan terjalin ikatan kasih-sayang.
Pernikahan yang barakah akan menumbuhkan al-'athifah (jalinan perasaan) yang
demikian. Mereka akan mendapati pernikahan sebagaimana firman Allah Swt. dalam
surat Ar-Rum ayat 21, surat yang paling populer untuk penghias undangan nikah,
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Ia menciptakan untukmu istri-
istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenteram dengannya, dan dijadikan-
Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang mengetahui."

Kado Pernikahan 70
Dalam pernikahan yang barakah, insya-Allah akan tumbuh sakinah. Antara
suami dan istri, tumbuh perasaan kasih dan sayang. Perasaan ini bukan sejenis luapan-
luapan sesaat, sehingga semakin kering ketika pernikahan sudah dimakan usia. Ketika
sebuah pernikahan barakah, suami merasa semakin sayang ketika tertegun
memandang istrinya yang semata wayang. Istri merasakan getaran cinta yang semakin
mendalam saat memandangi wajah suaminya.
Bagaimana keluarga yang sakinah itu? Allahu A'lam bishawab. Hadis berikut
mudah-mudahan dapat memahamkan kita sebagian di antara tanda-tandanya.
"Tiga kunci kebahagiaan seorang laki-laki," kata Rasulullah Saw. menunjukkan,
"adalah istri shalihah yang jika dipandang membuatmu semakin sayang dan jika
kamu pergi membuatmu merasa aman, dia bisa menjaga kehormatan dirinya
dan hartamu; kendaraan yang baik yang bisa mengantar ke mana kamu pergi; dan
rumah yang damai yang penuh kasih sayang. Tiga perkara yang membuatnya
sengsara adalah istri yang tidak membuatmu bahagia jika dipandang dan tidak bisa
menjaga lidahnya juga tidak membuatmu merasa aman jika kamu pergi karena tidak
bisa menjaga kehormatan diri dan hartamu; kendaraan rusak yang jika dipakai
hanya membuatmu lelah namun jika kamu tinggalkan tidak bisa mengantarmu pergi;
dan rumah yang sempit yang tidak kamu temukan kedamaian di dalamnya."
"Akan lebih sempurna ketakwaan seorang Mukmin," kata Rasulullah Saw., "jika
ia mempunyai seorang istri shalihah; jika diperintah suaminya ia patuh, jika
dipandang membuat suaminya merasa senang, jika suaminya bersumpah membuatnya
merasa adil, jika suaminya pergi ia akan menjaga dirinya dan harta suaminya."
Tetapi, tidak semua pernikahan mendapatkan barakah. Adakalanya, indahnya
pernikahan segera kering setelah masa pengantin baru berlalu. Setahun belum berlalu,
tetapi rumahtangga sudah dipenuhi oleh rasa jemu. Anak belum lagi satu, malah istri
baru menjalani kehamilan pertama, tetapi hubungan keduanya justru semakin kaku.
Bahkan lebih kaku dibanding malam pertama, saat keduanya masih belum begitu
kenal.
Apa yang menyebabkan pernikahan tidak barakah? Wallahu A'lam bishawab.
Saya hanya bisa berharap kepada Allah Swt semoga Ia menjadikan pernikahan saya,
juga pernikahan Anda, dibarakahi dan diridhai-Nya. Dengan demikian, pernikahan
semakin mendekatkan kita kepada-Nya. Bukan justru mendatangkan kekecewaan-
kekecewaan yang membuat kita sulit bersyukur kepada Allah Swt. Betapa banyak
nikmat Allah. Akan tetapi alangkah sulitnya mensyukuri sekian banyak karunia-Nya,
kalau hati penuh kekecewaan.
Tulisan ini merupakan doa saya, mudah-mudahan saya dan Anda mencapai
pernikahan yang barakah. Sejauh yang saya bisa, saya berusaha untuk membahas
beberapa hal yang menjadikan pernikahan tidak barakah atau berkurang
kebarakahannya. Mudah-mudahan, dengan demikian saya dan Anda semuanya dapat
mengambil pelajaran. Sehingga kita bisa menghindarkan diri dari keadaan-keadaan
yang mengurangkan barakah. Apalagi sampai menghilangkan.

Kado Pernikahan 71
Ada pernikahan yang penuh barakah. Ada pernikahan yang sedikit
kebarakahannya. Dan yang paling menakutkan, adalah pernikahan yang tidak akan
pernah ada kebarakahan di dalamnya.
Pernikahan yang bagaimanakah yang tidak akan pernah ada kebarakahan di
dalamnya?
Rasulullah Saw. menunjukkan, "Barangsiapa yang menikahkan (putrinya)
karena silau akan kekayaan laki-laki itu meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka
tidak pernah pernikahan itu akan dibarakahi-Nya."
Sebagian pernikahan kurang barakah karena niatnya yang tidak tepat. Sebagian
disebabkan oleh berbagai hal selama proses berlangsung. Sebagian dipengaruhi oleh
pelaksanaan pernikahan. Sebagian disebabkan akhlak setelah menikah. Tetapi
perubahan akhlak setelah menikah, banyak disebabkan oleh niat orang yang menikah
dan yang menikahkan (karena itu, ajaklah orangtua berbicara). Pernikahan yang
barakah insya-Allah justru menjadikan akhlak keduanya semakin baik. Bila
sebelumnya masih kurang sesuai dengan keutamaan akhlak, insya-Allah setelah
menikah mereka menjadi baik akhlaknya. Ini berdasarkan hadis Nabi:
"Kawinkanlah (zawwajuu) orang-orang yang masih sendirian di antara kamu,
sesungguhnya Allah akan memperbaiki akhlak mereka, meluaskan rizki mereka,
dan menambah keluhuran mereka."
Mengenai niat, insya-Allah kita akan membahasnya tiga bab mendatang.
Sementara beberapa aspek yang mempengaruhi kebarakahan dan sakinah dalam
pernikahan, sudah kita bahas dalam bab-bab sebelumnya, betapa pun masih terbatas.
Pada bab ini, saya ingin mengajak Anda untuk menyelami beberapa peringatan
berikut, dengan segala keterbatasan yang ada pada saya saat ini (semoga Allah
mengampuni kesalahan dalam pembahasan ini dan memberikan petunjukNya).
"Sesungguhnya," kata Rasulullah Saw., "termasuk dari keberuntungan perempuan
adalah mudah lamarannya, ringan mas kawinnya, dan subur rahimnya." (HR
Ahmad).
Sabda Rasulullah Saw.:
Khat Arab

"Wanita yang paling agung kebarakahannya, adalah yang paling ringan


maharnya." (HR Ahmad, Al-Hakim, Al-Baihaqi dengan sanad yang shahih).
Rasulullah juga mengingatkan,

Khat Arab

Kado Pernikahan 72
"Seorang wanita yang penuh barakah dan mendapat anugerah Allah adalah
yang maharnya murah, mudah menikahinya, dan akhlaknya baik. Namun sebaliknya,
wanita yang celaka adalah yang mahal maharnya, sulit menikahinya, dan buruk
akhlaknya."
Pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari Anas r.a.,
Rasulullah bersabda, "Orang yang menikahi wanita karena kedudukannya, Allah
hanya akan menambahinya kehinaan; yang menikahinya karena kekayaannya, Allah
hanya akan memberinya kefakiran; yang menikahinya karena nama besar
keturunannya, Allah justru akan menambahinya kerendahan. Namun, laki-laki yang
menikahi wanita hanya karena menjaga pandangan mata dan memelihara nafsunya
atau untuk mempererat hubungan kasih-sayang (silaturrahim), maka Allah akan
membarakahi laki-laki itu dan memberi kebarakahan yang sama pada wanita itu
sepanjang ikatan pernikahannya."
Cukup sampai di sini kutipan kita terhadap hadis-hadis Nabi mengenai
pernikahan dan kebarakahannya. Sekarang, marilah kita melanjutkan pembahasan
kita. Mudah-mudahan Allah memberikan taufik dan hidayah kepada kita, kemudian
melimpahkan barakah dan ridha-Nya. Allahumma amin.
---

Rasulullah tidak pernah


memberikan mahar melebihi
12 uqiyah.

---

Masalah Mahar
Mahar atau maskawin, kata Shaleh bin Ghanim As-Sadlan dalam buku Mahar &
Walimah, merupakan satu hak yang ditentukan oleh syariah untuk wanita sebagai
ungkapan hasrat laki-laki pada calon istrinya, dan juga sebagai tanda cinta kasih serta
ikatan tali kesuciannya. Maka mahar merupakan keharusan tanpa boleh ditawar oleh
laki-laki untuk menghargai pinangannya dan simbol untuk menghormatinya serta
membahagiakannya.
Mahar disebut juga dengan istilah yang indah, yakni shidaq. Shidaq berarti
kebenaran. Mahar menunjukkan kebenaran dan kesungguhan cinta kasih laki-laki
yang meminangnya. Ia merupakan bukti kebenaran ucapan laki-laki atas
keinginannya untuk menjadi suami bagi orang yang dicintainya. Mahar bukanlah
harga atas diri seorang wanita. Wanita tidak menjual dirinya dengan mahar. Namun ia
membuktikan kebenaran kesungguhan, cinta, dan kasih-sayang laki-laki yang
bermaksud kepadanya dengan mahar.

Kado Pernikahan 73
Jadi, makna mahar atau maskawin dalam sebuah pernikahan lebih dekat kepada
syari'at agama dalam rangka menjaga kemuliaan peristiwa suci. Mahar adalah syarat
sahnya sebuah perkawinan. Juga, sebagai ungkapan penghormatan seorang laki-laki
kepada wanita yang menjadi istrinya. Memberikan mahar merupakan ungkapan
tanggung-jawab kepada Allah sebagai Asy-Syari' (Pembuat Aturan) dan kepada
wanita yang dinikahinya sebagai kawan seiring dalam meniti kehidupan
berumahtangga.
Kelak, mahar merupakan aspek penting yang banyak memberi pengaruh apakah
sebuah pernikahan akan barakah atau tidak. Kita telah membaca beberapa hadis Nabi
berkenaan dengan hal ini di awal bab. Oleh karena itu, saya tidak membahasnya lagi.
Saat ini, kita lebih baik melanjutkan pembahasan kita mengenai berbagai hal
dalam masalah mahar.

Sebaik-baik Mahar
Ada kenangan indah dalam sejarah. Tak hanya orang-orang di zaman Rasulullah
yang terkesan. Orang-orang yang hidup jauh sesudah Rasulullah tiada, masih sering
menyebut-nyebut dengan penuh penghormatan. Perjalanan hidupnya banyak yang
diabadikan oleh Al Qur’an dan Al-Hadis. Keturunannya menambah keharuman Islam.
Sebuah pernikahan yang benar-benar penuh barakah.
Mengenai pernikahannya, Tsabit berkata, "Belum pernah aku mendengar mahar
yang lebih mulia daripada mahar Ummu Sulaim. Ia hidup rukun bersamanya dan
melahirkan anak."
Apa mahar Ummu Sulaim? Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah dalam Zadul Ma'ad
sebagaimana disebut dalam Mahar & Walimah, mencatat: .... Dan dalam Sunan An-
Nasa'i bahwa Abu Thalhah melamar Ummu Sulaim lalu berkata, "Demi Allah, wahai
Abu Thalhah, orang seperti Anda tidak akan ditolak (melamar wanita), akan tetapi
Anda seorang kafir, sedangkan saya seorang Muslimah. Tidak halal bagiku untuk
kawin dengan Anda.
"Namun jika Anda masuk Islam, maka yang demikian dapat menjadi maharku.
Saya tidak meminta selain itu."
Kemudian Abu Thalhah masuk Islam dan masuk Islamnya itu merupakan mahar
untuk Ummu Sulaim.
Saya tidak tahu, apakah ada seorang mukminah dengan aqidah yang betul-betul
kuat meminta mahar seperti mahar Ummu Sulaim. Kita tidak tahu, adakah wanita-
wanita di masa sekarang yang bertindak seperti Ummu Sulaim.
Saat ini, banyak wanita muslimah yang bersedia menikah dengan pemuda non-
muslim setelah pemuda itu menyatakan masuk Islam. Tetapi, tidak sedikit muslimah-
muslimah kita masih sangat kurang dalam agamanya dan sedikit sekali
pengamalannya. Masuk Islamnya calon suami, agak tragis, sering sekedar legitimasi
atau malah strategi untuk mendapatkan pengesahan sebagai suami-istri. Kelak,

Kado Pernikahan 74
sesudah punya anak satu, suami itu kembali ke agama semula. Sementara itu
wanitanya memiliki dua alternatif pilihan saja: bercerai dengan suami dan anaknya,
atau bercerai dengan Islam yang telah menjadi agamanya sejak bayi.
Ada yang bisa kita catat dari kisah agung pernikahan Ummu Sulaim dengan Abu
Thalhah. Kita mencatat bahwa mahar dapat menjadi dakwah. Mahar menjadi pengikat
kasih-sayang sekaligus untuk syi'ar Islam.
Barangkali untuk tujuan ini, kita mendapati banyak orang memberikan mahar
kepada istrinya berupa mushaf Al Qur’an dan mukena. Jika ini tujuannya, kita dapat
bertanya kembali, apakah mahar jenis ini masih mempunyai kekuatan untuk
menegakkan syi'ar Islam ketika yang demikian ini telah menjadi tradisi dan orang-
orang di sekeliling kita sudah banyak yang menggunakan mukena.
Apalagi, kita juga mendapati bahwa mahar yang seperti ini tidak jarang sekedar
sebagai basa-basi formal. Basa-basi sosial atau religi. Sedangkan mahar yang
sesungguhnya, bukan itu. Di atas kertas, mahar yang disebutkan pada saat akad
adalah mushaf Al Qur’an dan seperangkat alat shalat. Tetapi di belakangnya, ada
sejumlah mahar yang atas pertimbangan sosial tidak dinyatakan saat itu, tetapi disebar
berita pada saat lain.
Jika ini yang terjadi, saya khawatir mahar tersebut tidak menjadi syi'ar Islam.
Hari ini, kita merasakan itu. Mahar yang dekat dengan nafas agama itu, justru tidak
membuat kita bergetar. Tidak membuat darah kita berdesir terkesiap karena tertegun
oleh keagungannya, di balik yang tampak bersahaja.
Saya khawatir, mahar yang demikian bukannya menjadi syi'ar, jika di
belakangnya ada yang tidak ditampakkan atas alasan-alasan basa-basi sosial. Jangan-
jangan tindakan ini mengandung unsur kebohongan, sehingga pernikahan justru
menjadi tidak barakah. Wallahu A'lam bishawab.
Apakah mahar berupa mushaf Al Qur’an tidak bisa menjadi syi'ar? Insya-Allah
masih mempunyai kekuatan syi'ar jika kita meniatkan betul dan menjaga niat itu
ketika menyampaikan mahar.
Selebihnya, syi'ar dalam bentuk-bentuk seperti itu, sifatnya sangat kontekstual.
Kalau dulu, mahar berupa perlengkapan shalat mempunyai kekuatan syi'ar sangat
besar, maka sekarang perlu kita pikirkan kembali. Ketika orang belum begitu
mengenal shalat, mahar berupa perlengkapan shalat membuat undangan terkesan dan
mencatat dalam hatinya tentang sebuah kemuliaan: shalat. Sekarang, ketika
masalahnya berganti, bentuk mahar yang menjadi syi'ar dapat dipilih yang lebih
sesuai dengan semangat yang ingin kita tumbuhkan sekarang. Misalnya, jubah dengan
atau tanpa cadar dan perlengkapannya. Di luar itu, disampaikan mahar lain jika
memungkinkan dan disebut bersamaan dengan penyebutan mahar jubah. Adapun
kalau ada hadiah sebelum atau sesudah akad nikah, maka yang demikian ini tidak
termasuk yang disebutkan.
Selanjutnya, ada yang perlu kita waspadai. Mahar bisa menjadi syi'ar. Tetapi
juga bisa menjadi sarana untuk mendapatkan penilaian sosial. Yang pertama, kita

Kado Pernikahan 75
mengarahkan masyarakat kepada suatu kesan yang baik terhadap agama, dan mudah-
mudahan hati mereka tergerak. Yang kedua, penilaian masyarakat mengarahkan kita
untuk menentukan mahar yang disebut layak, baik dan pantas. Atau, penyebutan
mahar malah dalam rangka menunjukkan ketinggian derajat atau kebesaran martabat
keluarga wanita yang menikah, meskipun untuk itu harus dilakukan impression
management (manajemen kesan) sehingga orang mendapat kesan yang lebih dari
sesungguhnya.
Berbeda sekali antara dua hal tersebut, baik dalam makna maupun dalam
akibatnya.
Satu catatan, tidak ada keharusan memberikan bentuk mahar sebagai syi'ar
khusus. Mahar lebih dekat artinya kepada pemberian sebagai bukti kebenaran kasih-
sayang dan ketaatan kepada syari'at yang telah ditetapkan oleh Asy-Syari' (Allah Swt).
Ini yang paling penting.
Pembahasan kita tentang mahar Ummu Sulaim dan tujuan dakwahnya, sekedar
untuk menunjukkan bahwa mahar tidak harus selalu berbentuk harta. Musa diminta
memberi mahar berupa pekerjaan menggembala kambing beberapa tahun. Dan Ummu
Sulaim meminta mahar berupa kesediaan masuk Islam demi meninggikan kemuliaan
Islam.

Tidak Bisa Dinilai Secara Kuantitatif


Kisah mahar Ummu Sulaim menunjukkan pengertian bahwa, mahar tidak dapat
diukur dari sedikit-banyaknya secara kuantitatif. Segenggam tepung bahan roti
(makanan); sebuah cincin besi; dan sepasang terompah dapat dijadikan sebagai mahar
yang menjadikan perkawinan sah karenanya. Begitu pengertian yang bisa kita ambil
dari Shaleh bin Ghanim.

Pernikahan Fathimah Az-Zahra


Siapakah Fathimah Az-Zahra? Kita bisa menjawab, dia adalah putri Muhammad
Rasulullah. Ibunya adalah Khadijah binti Khuwailid, wanita paling agung di
zamannya.
Tetapi ini tidak mencukupi untuk memperoleh gambaran tentang siapa Fathimah
Az-Zahra. Banyak orang yang menulis buku khusus untuk mencoba menggambarkan
keagungan dan kebesarannya. Seandainya kita sempat mengetahui, yang agak
lengkap sedikit saja, tentang bagaimana wanita yang akan pertama kali masuk surga
ini mengatur rumah tangga dan mendidik anaknya, betapa besar pelajaran yang akan
diperoleh oleh kaum muslimin. Seandainya, kita sempat menghayati sedikit saja
bagaimana Fathimah Az-Zahra menjadi madrasah dan masjid pertama bagi anak-
anaknya, insya-Allah kita akan mendapatkan kesempurnaan cara mendidik yang
sebaik-baiknya. Sehingga, kelak akan lahir anak-anak yang penuh barakah dan
diridhai Allah sampai keturunan yang lahir jauh sesudah masanya lewat.

Kado Pernikahan 76
Tetapi, sedikit sekali yang kita ketahui, kecuali peristiwa ketika tangan putri
pemimpin besar ini melepuh karena memutar gilingan. Itu pun sering tidak lengkap.
Sangat tinggi keagungan Fathimah Az-Zahra. Ayahnya memberi julukan Ummu
Abiha (ibu yang melahirkan ayahnya) karena besarnya penghormatan dan kebaktian
Az-Zahra kepada Rasulullah. Setiap Rasulullah Saw. datang dari bepergian, beliau
langsung singgah di rumah Fathimah, setelah menunaikan shalat dua raka'at di
masjid. Baru sesudah itu beliau menjenguk istrinya. Kalau Fathimah datang,
Rasulullah segera berdiri menyambut dan menciumnya.
'Aisyah, istri yang paling dicintai Rasulullah sesudah Khadijah, menceritakan,
"Tidak pernah aku melihat seorang pun yang paling mirip keadaannya dengan
Rasulullah Saw. dalam cara berdiri dan duduknya seperti Fathimah, putri Rasulullah
Saw. Bila dia datang, Nabi Saw. segera berdiri dan menyambutnya, menciumnya, dan
mendudukkannya di tempat duduknya."
Sebagai istri, Az-Zahra juga teladan yang tak habis-habisnya untuk setiap
muslimah. Tidak pernah ia membuat marah suaminya, karena Allah tidak menerima
ibadah seorang istri sampai suaminya ridha.
Tentang Az-Zahra, suaminya mengatakan dengan kalimat singkat, "Ketika aku
memandangnya, hilanglah kesusahan dan kesedihanku."
Fathimah Az-Zahra memang penuh kemuliaan dan kasih-sayang. Ketika
suaminya pulang perang dalam keadaan penuh luka, Fathimah merawatnya dengan
penuh kasih-sayang. Ia bersihkan darah suaminya, Ali bin Abi Thalib, dengan penuh
perhatian.
Dari rahimnya lahir anak-anak yang penuh kemuliaan. Dua orang putranya,
Hasan dan Husain r.a. sudah kita kenal kemuliaannya. Zainab, putri Fathimah, adalah
wanita yang tegar dan penuh kehormatan berani mempertahankan diri di hadapan
penguasa yang telah menghina dan memenggal leher saudaranya, Al-Husain. Ia
melindungi 'Ali Ausath, putra Al-Husain, setelah dua 'Ali lainnya mendapati kematian
di ujung pedang yang kejam. Kelak 'Ali Ausath dikenal sebagai 'Ali Zainal 'Abidin,
pemuka ahli ibadah. Dan, dari keturunan laki-laki mulia ini, kita menjumpai orang-
orang yang banyak berjuang demi keharuman agama dan kehormatan ummat
manusia, sampai sekarang. Mulai dari Mesir, Yaman, Malaysia, Bandung, Surakarta
hingga bagian timur Indonesia.
Bagaimana Fathimah melahirkan keturunan yang penuh barakah? Anak-anak itu
lahir dari pernikahan yang barakah. Pernikahan yang diridhai Allah. Kemudian
Fathimah mendidiknya dengan keteguhan yang mengagumkan. Sebagai gambaran,
kita dengarkan penuturan Jabir Al-Anshari. Jabir meriwayatkan bahwa, Nabi melihat
Fathimah sedang menggiling dengan kedua tangannya sambil menyusui anaknya.
Maka mengalirlah air mata Rasulullah.
"Anakku," kata Rasulullah, "engkau menyegerakan kepahitan dunia untuk
kemanisan akhirat."

Kado Pernikahan 77
Ketika mendengar ucapan Rasulullah, Fathimah Az-Zahra mengatakan, "Ya
Rasulullah, segala puji bagi Allah atas nikmat-Nya, dan pernyataan syukur hanyalah
untuk Allah atas karunia-Nya."
Begitu sebagian berita yang sampai kepada kita tentang rumahtangga Fathimah
Az-Zahra. Bagaimana pernikahan Fathimah Az-Zahra dengan 'Ali putra Abi Thalib?
Apa mahar yang diberikan oleh 'Ali dalam pernikahan yang penuh barakah itu?
Kita sudah sering mendengar berita bahwa, 'Ali menjual baju besi untuk
membayar maharnya. Konon, baju besi itu dibeli oleh Utsman bin Affan seharga 400
dirham yang kemudian menghadiahkan kembali kepada 'Ali. Begitu menurut sebagian
riwayat.
Tetapi, apa yang dilakukan setelah memperoleh hasil penjualan baju besi itu? Ia
menyerahkan uang itu kepada Rasulullah Saw. Nabi Saw. kemudian memberikan
sebagian uang itu kepada Asma' untuk membeli wewangian, sebagian kepada Ummu
Salamah untuk makanan, sebagian kepada tiga orang sahabat, yaitu 'Ammar, Abu
Bakar, dan Bilal. Ketiga sahabat ini membelanjakan uang untuk membeli
perlengkapan dan perabot rumahtangga Fathimah Az-Zahra. Perabot rumahtangga
yang sederhana. Padahal ayahnya adalah seorang pemimpin, seorang tokoh besar
yang disegani dan dihormati. Andaikan Rasulullah mau yang jauh lebih mewah,
beliau akan bisa mendapatkan dengan cara apa pun. Tetapi Rasulullah tidak
melakukannya. Di sini ada yang bisa kita renungkan.
Inilah mahar pernikahan Fathimah Az-Zahra yang penuh barakah. Darinya lahir
keturunan yang penuh barakah sampai hari ini.
Sekarang ketika kita hendak mencari pernikahan yang barakah, kita bertanya
dimana Fathimah Az-Zahra? Kita membutuhkan teladan yang suci dari wanita agung
ini. Akan tetapi, Fathimah Az-Zahra telah lama tiada menyusul ayahnya ke
rahmatullah. Az-Zahra telah tiada. Entah, teladannya masih kita ikuti ataukah ikut
pergi bersama ketiadaan beliau.

Seperti Apakah Keturunan Kita?


Pernikahan Fathimah Az-Zahra dan Sayyidina 'Ali yang penuh barakah telah
melahirkan orang-orang yang penuh kemuliaan. Kita mengenal Imam Syafi'i, peletak
dasar ‘ushul fiqih yang melalui jalur ibu bersambung kepada Fathimah Az-Zahra. Kita
mengenal Sayyid 'Abdullah Haddad, seorang 'alim yang wara' dan faqih. Kita juga
mengenal Syaikh 'Abdul Qadir Al-Jailani. Mengenai beliau, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah, mengatakan dalam bukunya Qodho' dan Qodar,
"Adapun para imam kaum Sufi serta para syaikh terdahulu yang terkenal seperti
Al-Junaid bin Muhammad beserta pengikut-pengikutnya, juga seperti Syaikh Abdul
Qadir Al-Jailani dan orang-orang semisalnya, maka mereka adalah termasuk orang
yang paling memperhatikan perintah dan larangan, termasuk orang yang sering
mewasiatkan (kepada murid-muridnya) untuk mengikuti yang demikian itu, dan
paling sering mengingatkan agar mereka jangan berjalan bersama (memikir-

Kado Pernikahan 78
mikirkan) takdir, sebagaimana pengikut-pengikut berikutnya berjalan mengikuti
mereka."
"Inilah perbedaan kedua yang pernah dikatakan oleh Al-Junaid kepada para
pengikutnya dan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani; perkataan yang semuanya berkisar
pada ittiba' terhadap perintah, meninggalkan larangan dan sabar menerima takdir.
Beliau tidak pernah menetapkan suatu tarekat-pun yang bertentangan dengan prinsip
di atas sama sekali; baik beliau sendiri maupun pada umumnya syaikh-syaikh yang
bisa diterima kehadirannya oleh kaum Muslimin...."
Orang-orang seperti mereka itulah yang lahir dari pernikahan Fathimah Az-
Zahra! Lalu, seperti apakah keturunan yang akan lahir dari pernikahan kita? Apakah
kelak Allah mengaruniakan kepada kita keturunan yang memberi bobot kepada bumi
dengan kalimat laa ilaaha illaLlah? Kita berharap demikian. Pada saat yang sama,
marilah kita periksa niat dan keadaan hati kita.
Ya Allah, sesungguhnya hati kami dalam genggaman Engkau. Kepada-Mu ya
Allah, kami memohon rahmat, bersihkanlah hati kami yang kami sendiri tidak
sanggup memeriksanya. Betapa pun kami masih banyak melakukan maksiat kepada-
Mu, Ya Allah, kami masih berharap kepada-Mu dengan hak ummat Muhammad,
karuniakanlah kepada kami keturunan yang menyejukkan mata dan meninggikan
kalimat-Mu.
Allahumma amin.

Berapa Ukuran Mahar?


Suatu ketika, seorang wanita datang kepada Rasulullah Saw. Demikian yang
diriwayatkan oleh Asy-Syafi'i dari Malik dari Abu Hazim dari Sahal bin Sa'ad.
Wanita itu menjumpai Rasulullah dan mengatakan, "Ya Rasulullah, sesungguhnya
aku telah merelakan diri untuk engkau nikahi."
Wanita itu berdiri lama. Kemudian seorang lelaki berdiri dan mengatakan, "Ya
Rasulullah, nikahkanlah ia dengan aku, jika engkau tidak berkenan menikahinya."
Kemudian Rasulullah bersabda, "Apakah kamu mempunyai sesuatu untuk
memberinya mahar?"
Lelaki itu pun menjawab, "Aku tidak memiliki apa-apa selain kainku ini."
Rasulullah kemudian bersabda lagi, "Jika engkau berikan kainmu itu, engkau
tidak mempunyai kain lagi. Carilah sesuatu untuk diberikan kepadanya."
Lelaki itu menjawab, "Aku tidak dapat menemukan apa pun."
Akhirnya Rasulullah bersabda, "Carilah sesuatu meskipun hanya sebuah cincin
besi."
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis tentang ini dalam shahihnya,
"Carilah maskawin meskipun hanya sebuah cincin terbuat dari besi." (Muttafaq
'alaih).

Kado Pernikahan 79
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa yang membayar dengan satu
dirham, maka ia telah sah nikahnya."
Menurut hadis ini, satu dirham saja telah mencukupi untuk menjadi mahar bagi
sebuah pernikahan yang sah. Satu dirham telah mencukupi. Rasulullah Saw. juga
bersabda, "Mahar yang paling baik adalah mahar yang paling sederhana." (HR An-
Nasa'i).
Sementara, Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadis berkenaan dengan
keberuntungan wanita dan mahar pernikahannya. Rasulullah Saw., dalam hadis itu,
bersabda,
"Sesungguhnya termasuk keberuntungan perempuan adalah mudah lamarannya,
ringan maskawinnya, dan subur rahimnya." (HR Ahmad).
Dari hadis-hadis ini, kita memperoleh gambaran tentang kesederhanaan mahar.
Sebuah cincin besi kalau memang tidak memungkinkan untuk memberi yang lebih,
sudah cukup untuk menjadi maskawin yang layak bagi sebuah pernikahan Islami.
Dalam riwayat lain, kita menjumpai kisah wanita Fuzarah menikah dengan
memperoleh mahar berupa sepasang terompah. Lalu Rasulullah Saw. menanyai
kerelaan wanita itu, "Apakah kamu mau menerima pernikahanmu dengan mahar
sepasang terompah?"
Ia menjawab, "Ya saya terima."
Kemudian Rasulullah menyetujui pernikahan itu. Demikian hadis yang
diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari Amir bin Rabi'ah.

---

Memberatkan mahar
dapat membuat pernikahan kehilangan barakahnya.
Istri mendapati rumahtangganya penuh kegersangan.
Sedang suami merasakan kehampaan
ketika berada di rumah.

---
Harta yang sedikit saja, telah layak untuk menjadi mahar meskipun cuma satu
dirham. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah setelah mengemukakan hadis-hadis yang
berkenaan dengan bimbingan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang mahar,
mengatakan:
"Hadis-hadis itu mengandung ajaran bahwa mahar tidak ditetapkan batas
minimalnya; segenggam gandum, sebuah cincin besi, dan sepasang terompah pun

Kado Pernikahan 80
dapat dijadikan sebagai mahar dan sah pernikahannya. Hadis-hadis itu juga
mengandung ajaran bahwa berlebihan dalam mahar makruh hukumnya dalam
pernikahan dan mengurangi barakah perkawinan."
Jika satu genggam tepung telah mencukupi sebagai mahar, kita menemukan
'Abdurrahman bin 'Auf memberi mahar satu nawat emas ketika menikah. Satu nawat,
kata Shaleh bin Ghanim As-Sadlan, bagi penduduk Madinah adalah seperempat dinar.
Menurut riwayat, Sayyidina 'Ali karamallahu wajhahu pernah mengatakan,
"Sungguh, aku benci kepada maskawin yang kurang dari sepuluh dirham. Hal ini
karena jangan sampai menyerupai maskawin pelacur."
Berapa besar mahar yang diberikan oleh Rasulullah kepada istri-istrinya? Abu
Salamah r.a. menceritakan hadis berikut:
Aku telah berkata kepada Siti 'Aisyah r.a. "Berapakah maskawin yang telah
dibayar oleh Rasulullah Saw.?"
Ia menjawab, "Maskawin yang diberikannya kepada istri-istrinya adalah dua
belas uqiyah dan satu nasy." Ia bertanya, "Tahukah kamu berapakah satu nasy itu?"
Aku menjawab, "Tidak."
Ia berkata, "Setengah uqiyah, jumlah semuanya seharga lima ratus dirham."
(HR Muslim, Abu Daud dan An-Nasa'i).
Berapakah satu uqiyah itu? Syaikh Mansur Ali Nashif menceritakan, satu uqiyah
sama dengan empat puluh dirham. Sehingga 12 uqiyah ditambah satu nasy, total
berjumlah 500 dirham. 500 dirham senilai seperempat dinar, setara dengan nilai
mahar 'Abdurrahman bin 'Auf.
Menurut riwayat, Rasulullah Saw. tidak pernah memberikan mahar melebihi
12,5 uqiyah. Hanya Ummu Habibah yang mendapat mahar lebih dari 12,5 uqiyah,
karena Raja Najasyi yang membayar maharnya, bukan Rasulullah Saw. sendiri.
Ummu Habibah menceritakan bahwa, dahulu ia menjadi istri Ubaidillah ibnu
Jahsy. Lalu Ubaidillah mati di negeri Habasyah. Kemudian Raja Najasyi
mengawinkannya dengan Nabi Saw. dan membayarkan maharnya sebanyak empat
ribu dirham. Setelah itu Raja Najasyi mengirimkannya (Ummu Habibah) kepada
Rasulullah Saw. dengan dikawal oleh Syuhrabil ibnu Hasanah. (HR Abu Daud, An-
Nasa'i dan Ahmad).
Baik mahar Rasulullah Saw. maupun mahar 'Abdurrahman bin 'Auf, nilainya
mencapai 500 dirham. Sebuah jumlah yang tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil.
Meskipun demikian, ada peristiwa yang dapat kita renungkan, ketika seorang sahabat
memberikan mahar kepada istrinya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa, seorang laki-laki datang dan
berkata kepada Nabi Saw., "Aku telah menikahi seorang wanita Anshar."
Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sudahkah kamu
melihatnya? Sebab pada mata para wanita Anshar terdapat sesuatu."

Kado Pernikahan 81
Dia menjawab, "Sudah, aku telah melihatnya."
Rasulullah kemudian berkata, "Berapa mahar pernikahanmu?"
Dia menjawab, "Empat uqiyah."
Rasulullah kemudian berkata, "Empat uqiyah? Seolah kamu mengukir perak
pada permukaan gunung ini. Kami tidak mempunyai sesuatu yang bisa kami berikan
kepadamu, akan tetapi mudah-mudahan kami dapat mengutus rombongan
bersamamu yang dapat memberi bantuan." Lalu Rasulullah pun mengirim utusan
kepada Bani 'Abs untuk pergi bersama laki-laki itu. (HR Muslim, shahih).
Apa maksud hadis ini? Kita dengarkan penjelasan Imam An-Nawawi dalam
Syarh Shahih Muslim:
"Ungkapan ini," kata Imam An-Nawawi, "memberi makna makruh memberi
mahar melebihi kemampuan yang dimiliki suami pada saat pernikahan."
Jadi, berapa ukuran mahar yang sesuai dan layak? Tidak bisa kita menentukan
secara kuantitatif. Kita hanya bisa mengambil pelajaran agar mahar tidak terlalu kecil,
juga tidak terlalu besar.
Berapa ukuran mahar yang disebut terlalu besar?
Pertama, apabila mahar yang diberikan melebihi kemampuan yang dimiliki
suami, seperti dalam kasus pemberian mahar empat uqiyah atau senilai 160 dirham,
meskipun Rasulullah Saw. sendiri maupun 'Abdurrahman bin 'Auf memberikan
mahar kepada istrinya sebesar 12,5 uqiyah atau senilai 500 dirham.
Kedua, mahar yang diberikan berlebihan dibanding apa yang biasa berlaku dalam
masyarakat. Sekalipun suami mampu memberikan mahar melebihi mitsil (mahar yang
biasa berlaku dalam masyarakat), ada baiknya untuk menahan diri. Kelak, ia bisa
memberikannya sebagai hadiah kepada istrinya. Ini akan menambah kecintaan istri.
Sementara bermewah-mewah dalam mahar, sehingga masyarakat
membicarakannya, saya khawatir bisa membawa madharat. Awal tradisi adalah
peristiwa-peristiwa semacam ini. Kalau tradisi ini menjadikan orang-orang di
kemudian hari berpengharapan lebih, sementara para pemudanya menjadi takut
menikah, apakah yang demikian tidak termasuk sunnah-sayyi'ah (kebiasaan baru
yang buruk)? Wallahu A'lam bishawab.

---

Tetapi, apakah himbauan agar mahar tidak melebihi apa yang biasa berlaku
dalam masyarakat tidak bertentangan dengan kisah Umar? Padahal Umar bin
Khaththab telah mengakui kekhilafannya.
Ketika itu, Umar bin Khaththab melarang memberi mahar 40 mata uang perak.
Barangsiapa yang melebihi itu, maka kelebihannya masuk Baitul-Mal. Kemudian

Kado Pernikahan 82
seorang wanita membantah ucapan Umar bin Khaththab sambil menyebutkan ayat 20
surat An-Nisa'. Setelah mendengar teguran itu, Umar berkata, "Wanita ini benar,
Umar salah."
Mengenai kisah Umar bin Khaththab ini, marilah kita dengar penjelasan dari
Shaleh bin Ghanim As-Sadlan. Meskipun begitu populernya kisah ini, kata Shaleh bin
Ghanim, tetapi di sana banyak jalan cerita yang menimbulkan keraguan. Apalagi
munculnya kisah ini jauh setelah masa Umar dan tidak ditemukan di berbagai kitab
yang dapat dijadikan sumber yang kuat. Banyak ulama dan ahli hadis yang tidak
memakai kisah ini sebagai dalil dalam masalah mahar yang berlebihan. Mereka
merasa cukup dengan petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam masalah
mahar. Dan Abu Bakar bin 'Arabi menegaskan dalam kitab Ahkam Al Qur’an bahwa
riwayat yang masyhur dari Umar adalah yang tidak bertentangan dengan masalah
wanita.
Shaleh bin Ghanim lebih lanjut menjelaskan, sebagian ahli hadis menyebutkan
beberapa riwayat yang membantah adanya interupsi seorang wanita dengan ayat dan
sikap menerima yang ditunjukkan oleh Umar. Bahkan sebagian di antara mereka
mengajukan dalil tambahan yang menolak interupsi wanita itu terhadap Umar.

---

Akhirnya, sebaiknya mahar diberikan atas kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan
istri dibutuhkan terutama ketika mahar yang diberikan jauh lebih kecil daripada yang
biasa dan layak berlaku, seperti kasus mahar sepasang terompah bagi wanita dari
kalangan Fuzarah. Kerelaan suami untuk memenuhi perintah Allah Swt. dalam surat
An-Nisa' ayat 4:
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita-wanita (yang kalian nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan
kepada kalian sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah
(ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (QS An-
Nisa' [04]: 4).
Maskawin diberikan penuh kerelaan. Wanita menerimanya penuh kerelaan.
Apalagi masa-masa mendekati akad nikah, sangat sensitif. Tepatlah yang dikatakan
oleh Ummul Mukminin 'Aisyah r.a. Kata beliau, "Pernikahan itu sangat sensitif dan
tergantung kepada pribadi masing-masing untuk mendapatkan kemuliaannya."

Berlebihan Menuntut Mahar


"Seorang wanita yang penuh barakah dan mendapat anugerah Allah," kata
Rasulullah Saw., "adalah yang maharnya murah, mudah menikahinya, dan akhlaknya
baik. Namun sebaliknya, wanita yang celaka adalah yang mahal maharnya, sulit
menikahinya, dan buruk akhlaknya."

Kado Pernikahan 83
Banyak ulama memperingatkan agar kita tidak berlebihan dalam mahar. Ada
berbagai madharat dan bahkan mafsadat (kerusakan) yang bisa timbul jika urusan
mahar berlebih-lebihan. Apalagi, jika ketentuan besarnya mahar tidak lagi menjadi
urusan wanita yang akan dinikahi dengan laki-laki yang akan menjadi suaminya.
Misalnya, keluarga bermaksud ikut memperoleh bagian dari mahar yang diterima
oleh anak gadisnya, sehingga mereka memberatkan mahar anaknya. Padahal mahar
merupakan hak penuh wanita yang menikah. Ia yang memiliki mahar itu dan baginya
mahar yang dibayarkan suaminya. Bukan bagi keluarga maupun orangtuanya.
Memberatkan mahar dapat membuat pernikahan menjadi kehilangan
barakahnya. Istri mendapati rumahtangganya penuh kegersangan. Sedang suami
merasakan kehampaan ketika berada di rumah. Melihat istri tidak membuatnya
bertambah sayang. Rumah tidak terasa lapang, meskipun secara fisik tampak luas dan
besar.
Di sinilah kita bisa mengingat ulasan Syaikh Yusuf Qardhawi dalam buku
Fatwa-fatwa Mutakhir (Fatawa Mu'ashirah). Ketika seorang pemuda bertanya
mengenai beratnya maskawin yang harus dibayarkan, Syaikh Yusuf Qardhawi
menutup penjelasannya dengan satu peringatan tajam. Ia berkata, "Kepada segenap
kaum muslimin saya berseru, demi Allah, kita diharamkan merintangi perkawinan
dengan cara demikian itu."
Apa yang terjadi jika mahar sudah berlebihan? Wallahu A'lam. Sepanjang yang
saya ketahui, setidaknya ada dua lingkup madharat dan bahkan mafsadat (kerusakan)
yang bisa timbul akibat mahar yang berlebih-lebihan. Pertama, madharat dan
mafsadat bagi istri. Ini bisa terbawa dalam keluarga yang mereka bangun kelak.
Kedua, mahar berlebih bisa mempengaruhi sistem pernikahan masyarakat.
Selanjutnya, ini membentuk persepsi sosial tentang status sosial, stratifikasi sosial,
pola interaksi dan rasa aman kolektif masyarakat, serta prasangka sosial (social
prejudice).
Mengenai yang disebut terakhir, bukan tempatnya untuk dibahas di sini.
Sekarang kita cukupkan pembahasan mengenai madharat mahar yang berlebihan bagi
istri dan keluarga yang akan mereka jalani.
Sayyidina 'Ali karamallahu wajhahu pernah mengingatkan, "Jangan berlebih-
lebihan dengan mahar wanita, sebab hal itu akan menyebabkan permusuhan."
Masalah ini juga pernah diingatkan oleh Sayyidina Umar bin Khaththab. Abu Al-
'Ajfa As-Sulami mengatakan, "Aku mendengar Umar bin Khaththab radhiyallahu
'anhu berkata, 'Jangan berlebihan dalam mahar wanita. Sebab seandainya mahar
berlebihan itu merupakan hal yang mulia dan bagian dari taqwa di sisi Allah,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paling berhak
melakukannya. Tetapi Rasulullah tidak memberi mahar istri-istrinya dan tidak pula
putri-putrinya menikah dengan mahar lebih dari dua belas uqiyah.
'Seseorang berlebihan dalam memberi mahar kepada istrinya sehingga dapat
menimbulkan permusuhan dalam dirinya kepada istrinya itu dan mudah baginya

Kado Pernikahan 84
berkata: aku telah mengeluarkan biaya mahal untuk kamu dalam ikatan keluarga
ini'." (Shahih At-Tirmidzi, An-Nasa'i).
Saya merasa masih terhalang untuk menjelaskan masalah ini. Insya-Allah, saya
akan menjelaskannya di kesempatan yang lain. Saat ini, saya ingin mengutarakan
penjelasan singkat mengenai hikmah di balik urusan mahar ini.
Ketika pernikahan berlangsung melalui proses sederhana dan mahar yang ringan,
insya-Allah yang tumbuh dalam hati suami adalah kasih-sayang dan penerimaan.
Sedang pada wanita adalah ridha dan kesetiaan. Ketika suami membayarkan mahar
yang ringan karena yang dikehendaki istri bukanlah besarnya mahar, suami justru
merasa masih belum banyak berbuat untuk istrinya. Ia perlu menjaga kepercayaan
istri yang diberikan kepadanya. Insya-Allah, ia akan merawat kerelaan istrinya
dengan menyuburkan kasih-sayang, penghormatan, dan kepercayaan.
Pada mahar yang ringan, ada kepercayaan tentang ketulusan cinta istri. Ada
kepercayaan tentang kesediaan istri untuk berjuang bersama-sama. Ketika Ummu
Sulaim mengatakan tidak meminta apa-apa kecuali keislaman Abu Thalhah, yang
terkesan bukanlah keinginan calon istri untuk kepentingan dirinya sendiri. Ada
sesuatu yang lebih besar dari itu: misi. Misi keselamatan bagi keduanya di dunia dan
akhirat. Misi mengibarkan keharuman bendera agama.
Alhasil, di balik ringannya mahar ada kekayaan jiwa. Inilah kekayaan yang
menenteramkan jiwa.

Khath Arab

Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah Saw. bersabda, "Bukanlah kekayaan
itu dengan banyaknya harta, tetapi kekayaan adalah kaya akan jiwa." (Muttafaqun
'alaihi).
Sebaliknya, ketika mahar berlebihan, suami merasa telah memberi ikatan. Ia
telah banyak berbuat untuk mencapai ikatan pernikahan. Sehingga ia tidak begitu
perlu untuk membina ikatan lagi. Sekarang, istrilah yang harus banyak berbuat untuk
membuat suasana rumahtangga seperti yang ia kehendaki. Istri harus memahami
tuntutan-tuntutan suami yang sayangnya sering tidak dikemukakan secara lisan.
Bukankah istri “seharusnya sudah mengerti apa tugasnya"?
Alhasil, pernikahan demikian tidak diikat dengan ikatan jalinan perasaan (al-
'athifah). Pernikahan semacam ini diikat dengan mahar. Ketundukan istri pada suami
bukan karena semakin dalamnya kecintaan, melainkan karena besarnya kekuasaan
dan wewenang suami. Atau, semata-mata karena syari'at memerintahkan kepatuhan.
Kepatuhan yang pertama bisa semakin menyuburkan jalinan perasaan (al-
'athifah) istri maupun suami. Sehingga hubungan hatin mereka semakin dekat
sebagaimana 'Abdurrahman bin Abu Bakar dan Atikah binti Amr. Sedang yang kedua

Kado Pernikahan 85
bisa semakin menjauhkan keduanya dari perasaan saling merindukan dan kasih
sayang. Ikatan mereka bukan lagi al-'athifah (jalinan perasaan), melainkan se-
rangkaian kewajiban untuk memenuhi tanggung jawab hukum dan sosial.
Wallahu A'lam bishawab wastaghfirullahal 'adzim.

Biarlah Rasulullah yang Menjadi Wali


Hari ini, ketika Anda sedang mempertimbangkan mengenai mahar dari suamimu,
marilah kita mendengarkan nasehat Rasulullah Saw. Dalam sebuah khotbahnya,
Rasulullah menjanjikan,
Jangan mempermahal nilai maskawin. Sesungguhnya kalau laki-laki itu mulia di
dunia dan takwa di sisi Allah, maka Rasulullah sendiri yang akan menjadi wali
pernikahannya. (HR Ash-habus Sunan).
Kalau Rasulullah menjadi wali pernikahan, Allah akan melimpahkan barakah-
Nya. Mudah-mudahan pernikahan itu penuh barakah sampai ke anak-cucu. Mudah-
mudahan dari pernikahan itu lahir anak-anak yang memberi bobot kepada bumi
dengan kalimat laa ilaha illaLlah.
Rasulullah Saw. bersabda, "Jangan mempersulit wanita-wanita yang dalam
perwalianmu dengan mahar yang tinggi. Mudahkanlah, niscaya akan kamu dapati
barakahnya. Karena dengan meringankan mahar mereka dan memberi jalan mudah
untuk pernikahannya akan memperindah akhlak wanita itu. Namun sebaliknya, adalah
kemalangan yang akan menimpa wanita (yang dalam perwalian)mu jika kamu
memberatkan maharnya dan mempersulit pernikahannya dan itu dapat menyebabkan
akhlaknya menjadi buruk."

Peringatan Penting
Setiap yang berlebihan adalah ketidakwajaran. Setiap ketidakwajaran bisa
mendatangkan keburukan (madharat) dan kerusakan (mafsadat). Mahar yang
berlebihan bisa menimbulkan permusuhan. Permusuhan antara suami dan istri
maupun permusuhan antar keluarga. Tetapi mahar yang terlalu sedikit bisa
menyebabkan wanita merasa tidak dihormati dan dihargai. Sehingga ia tidak merasa
hormat kepada suami.
Karena itu, mudah-mudahan kita bisa mencapai kemaslahatan dalam urusan
mahar ini. Seperti wanita dari kaum Fuzarah, Anda bisa menanyakan kerelaannya jika
Anda hendak memberikan mahar sederhana. Jika suku calon istri berbeda,
menanyakan kerelaannya juga dimaksudkan agar istri tidak merasa kurang dihargai.
Barangkali mahar dari Anda di luar kelaziman masyarakat setempat.
Wallahul Musta'an.

Kado Pernikahan 86
Jalinan Perasaan yang Barakah
Suatu ketika Rasulullah Saw. bersabda, "Bilamana seorang wanita
menyedekahkan maharnya kepada suaminya sebelum si suami menggaulinya, maka
Allah menulis (kebaikan) baginya untuk setiap satu dinar dengan pahala
membebaskan budak."
Kemudian sahabat bertanya kepada Rasulullah, "Lalu bagaimana jika hal itu
diberikan setelah berhubungan?"
Beliau menjawab,
Khat Arab

"Hal itu termasuk kecintaan (mawaddah) dan keharmonisan."


Menyedekahkan mahar kepada suami setelah merasakan hubungan intim, insya-
Allah akan menumbuhkan cinta dan keharmonisan. Mereka merasakan suasana
rumahtangga yang diliputi oleh kerinduan dan kehangatan cinta-kasih. Bagi mereka
sakinah (ketenteraman), mawaddah dan rahmah. Syaratnya, istri menyedekahkan
dengan senang hati.
Dalam kitab suci Al Qur’an Allah Swt mengabarkan masalah maskawin
(shadaq), antara lain:
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita-wanita (yang kalian nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan
kepada kalian sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah
(ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (QS An-
Nisa' [04]: 4).
Jika Anda ingin menyerahkan sebagian mahar Anda kepada suami dengan
senang hati dan penuh kerelaan, sampaikanlah dengan cara yang sebaik-baiknya.
Sampaikan dengan perkataan yang menyejukkan dan lemah lembut, sehingga tidak
membuat suami merasa pemberiannya kurang berarti. Ingatlah perkataan Ummu
Sulaim kepada Abu Thalhah ketika hendak menikahinya. Mudah-mudahan mahar
yang Anda sedekahkan kepada suami dapat menjadi pemberian yang sedap lagi baik
akibatnya. Mudah-mudahan Allah melimpahkan kebarakahan yang berlimpah.
---

Tuntutan psikis yang tinggi


menjadikan apa yang dipandang selalu kurang.
Kalau Anda memakai kacamata gelap,
matahari yang terang pun kelihatan redup!

---

Kado Pernikahan 87
Peringatan bagi Suami
Allah dan Rasul-Nya membolehkan wanita menyerahkan maharnya kepada
suami dengan penuh kerelaan. Di dalamnya, insya-Allah akan didapatkan keindahan
dan akibat yang baik.
Tetapi, ini tidak bisa menjadi alasan bagi suami untuk mendesak istri agar
menyerahkan mahar yang telah dibayarkan. Tidak. Sama sekali tidak bisa. Sebab,
syarat penyerahan mahar adalah kerelaan dengan senang hati. Bisa jadi istri
menyerahkan mahar yang telah diterima karena desakan suami, tetapi ia masih
berharap akan memperoleh kembali sekalipun ia tidak mengatakan. Yang demikian
ini termasuk beratnya hati. Bukan kerelaan. Bukan tindakan dengan senang hati.
Istri yang menyerahkan dengan senang hati, bisa jadi mempunyai harapan akan
mempunyai perhiasan. Tetapi bentuk pengharapannya berbeda. Ia mengharap karena
ada rasa yakin. Kalau suami dilapangkan rezekinya, ia akan dengan senang hati
memberikan perhiasan seperti yang dikehendaki.
Jadi, jangan sekali-kali mendesak istri untuk menyerahkan maharnya sebagai
pemberian kepada suami. Ingatlah peringatan Rasulullah Saw. yang disampaikan di
hari-hari terakhir menjelang wafatnya.
Kata Rasulullah,
"Barangsiapa menikahi seorang perempuan dengan harta yang halal, tetapi
menginginkan kemegahan dan kesombongan, Allah tidak akan memberinya bekal
kecuali kehinaan dan kerendahan. Sesuai dengan kadar kesenangannya, Allah akan
menyuruhnya berdiri di tepian jahannam dan kemudian jatuh ke dalamnya sejauh
tujuh puluh kharif (ukuran panjang). Siapa yang merampas mahar istrinya (atau tidak
membayarnya) di sisi Allah ia menjadi pezina. Allah akan berkata kepadanya di hari
kiamat, "Aku menikahkan kamu kepada hamba-Ku dengan perjanjian-Ku. Engkau
tidak memenuhi perjanjian itu." Allah akan menagih hak istrinya dan bila ia tidak
sanggup membayar dengan seluruh kebaikannya, ia dilemparkan ke neraka."
Betapa sedikit perolehannya. Betapa pedihnya neraka. Tak ada kesempatan untuk
bertemu dan melihat keramahan Rasulullah di yaumil-mahsyar bagi mereka yang
merampas mahar istrinya. Na'udzubillahi min dzalik. Semoga kita terhindar dari hal-
hal yang demikian.
Rasulullah Saw. mengingatkan,

Khat Arab

Siapa saja laki-laki mengawini seorang wanita dengan mahar sedikit atau
banyak, tetapi di dalam hatinya bermaksud tidak akan menunaikan apa yang menjadi
haknya itu kepadanya, berarti ia mengecohnya. Bila ia mati sebelum menunaikan hak
perempuan itu, maka kelak pada hari kiamat ia akan bertemu dengan Allah sebagai
orang yang berzina. (HR Thabrani).

Kado Pernikahan 88
Seorang suami terlarang mencari-cari alasan untuk menyudutkan istrinya
sehingga ia mendapat kesempatan untuk tidak memberi maskawin. Suami juga tidak
boleh menarik kembali maharnya dengan alasan apapun. Istri boleh menyedekahkan
sebagian maharnya kepada suami. Meskipun demikian, itu harus merupakan
pemberian yang penuh kerelaan dan senang hati. Memberi dengan penuh kerelaan.
Bukan atas desakan-desakan suami yang dapat menyebabkan istri terbebani secara
psikis, karena dalam hati ia merasa tidak rela.
Ini tidak boleh terjadi. Ini justru bisa menjadikan istri tidak hormat pada suami.
Sekaligus merupakan bibit nusyuz (pembangkangan) istri kelak di kemudian hari.
Alhasil, keluarga jauh dari barakah dan sakinah. Na'udzubillahi min dzalik.
Sekali lagi, suami tidak boleh menimbulkan situasi yang membuat istrinya
merasa sungkan atau tidak enak kalau tidak memberikan maharnya. Mari kita
perhatikan nasehat Abdul Hamid Kisyik, ".... Dengan kata lain berikanlah mahar
kepada wanita yang telah kamu pilih sebagai pemberian penuh kerelaan tanpa
tendensi dan pamrih. Kemudian jika mereka memberikan sebagian dari mahar itu
kepadamu setelah mereka miliki tanpa paksaan sedikit pun ataupun merasa malu dan
tertipu maka terima dan ambillah itu sebagai anugerah bukan dianggap sebagai suatu
hal yang menyedihkan atau suatu kesalahan.
"Apabila seorang istri memberikan hartanya kepada suaminya karena merasa
sungkan, takut atau terpaksa maka tidak halal bagi suami untuk mengambilnya,
firman Allah Swt.: Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain
sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang
banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya sedikit pun. Apakah
kamu akan mengambilnya kembali dengan tuduhan yang dusta dan dengan
menanggung dosa yang nyata? (QS An-Nisa':20).
Bagaimana kamu akan dapat mengambilnya kembali padahal kamu telah
menggaulinya sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil
darimu perjanjian yang kuat (mitsaqan ghalizha). (QS An-Nisa': 21).”
Mahar adalah hadiah. Sedangkan hadiah dapat menumbuhkan dan menguatkan
perasaan sayang dan cinta-kasih, seperti yang disinyalir oleh sebuah hadis Rasulullah
Saw., "Berikanlah hadiah, itu akan menumbuhkan dan memperkuat rasa cinta."

Hak Atas Mahar


Sekalipun pembahasan ini kurang relevan, tapi saya harus membicarakannya
agar tidak terjadi kekeliruan dalam memahami pembicaraan saya sebelumnya. Di
awal sub bab Berlebihan Menuntut Mahar saya telah mengatakan, "Padahal mahar
merupakan hak penuh wanita yang menikah. Ia yang memiliki mahar itu dan baginya
mahar yang dibayarkan suaminya. Bukan bagi keluarga maupun orangtuanya."
Maksud pembicaraan ini, ketika berlangsung pernikahan wanitalah yang berhak
atas mahar itu, termasuk kerelaan atas sedikitnya banyaknya jumlah mahar yang

Kado Pernikahan 89
diterima. Hak ini ada pada wanita yang akan menikah dan baginya mahar tersebut.
Bukan keluarganya.
Tetapi setelah menjadi hak penuh wanita, ia boleh memberikan kepada sebagian
keluarganya. Atau, ia menyimpan sendiri.
Mudah-mudahan pembicaraan singkat ini memberi kejelasan, sehingga tidak ada
jalan bagi mereka yang ingin memberat-beratkan mahar melalui anak gadisnya.
Mari kita ingat peringatan 'Abdul Hamid Kisyik, seorang ulama Mesir yang
memiliki pena tajam. Beliau berkata, "Jika mahar dibuat mahal, akhirnya
menyebabkan kerusakan dan keresahan di muka bumi. Hal ini tidak lagi maslahat
untuk ummat. Karena itu, wanita yang paling sedikit maharnya justru memiliki
keagungan dan akan mendapat kebarakahan yang amat besar."

MEMPERSULIT PROSES PERNIKAHAN


"Pernikahan itu sangat sensitif," kata Ummul Mukminin 'Aisyah r.a., "dan
tergantung kepada pribadi masing-masing untuk mendapatkan kemuliaannya."
Pernikahan itu sangat sensitif. Pada saat itu seseorang menjadi peka, lebih peka
dari sebelumnya. Boleh jadi ia menjadi lebih peka terhadap kebajikan-kebajikan dan
akhlak mulia. Boleh jadi ia justru menjadi peka terhadap kekurangan-kekurangan
orang lain sekalipun sedikit, sedangkan kebaikannya yang banyak tidak nampak di
mata.
Pernikahan itu sangat sensitif. Kalau sebuah pernikahan mengalami keretakan
dan kegersangan, yang merasakan panas serta gerahnya tidak hanya suami dan istri.
Sanak-kerabat pun bisa ikut merasakan. Pernikahan itu sangat sensitif. Kalau masing-
masing pribadi berusaha untuk saling menyelami dan menguatkan jalinan perasaan
(al-athifah) untuk kebaikan bersama, guncangan-guncangan besar pun insya-Allah
tidak menggoyahkan. Apalagi guncangan kecil, baik dari tetangga maupun keluarga.
Pernikahan itu sangat sensitif. Kalau masing-masing berusaha untuk
mendapatkan kemuliaan --bukan dimuliakan-- insya-Allah mereka akan meraih
rumahtangga yang barakah, sakinah (menenteramkan jiwa) mawaddah wa rahmah
(diliputi oleh rasa cinta dan kasih-sayang).
Pernikahan itu sangat sensitif. Segala jalan yang menyebabkan munculnya
keraguan dan kebimbangan mengenai akhlak maupun fisiknya, perlu dijauhkan.
Setiap pintu yang bisa membukakan penyesalan perlu ditutup, sedangkan pintu yang
mendatangkan kemantapan dan terhapusnya jalan penyesalan sebaiknya dibuka lebar.
Sederhana dalam proses dan sederhana dalam pelaksanaan merupakan jalan besar
menuju keluarga yang barakah, sakinah, mawaddah wa rahmah.
Sementara itu, mempersulit proses pernikahan dapat membuka pintu-pintu
madharat. Mempersulit proses pernikahan melapangkan jalan fitnah dan mafsadat
(kerusakan) masyarakat. Tetapi yang ingin saya bahas di sini adalah madharat bagi
suami-istri yang akan menikah.

Kado Pernikahan 90
Rasulullah bersabda,"Seorang wanita yang penuh barakah dan mendapat
anugerah Allah adalah yang maharnya murah, mudah menikahinya, dan akhlaknya
baik. Namun sebaliknya, wanita yang celaka adalah yang mahal maharnya, sulit
menikahinya, dan buruk akhlaknya."
Ada beberapa madharat yang bisa muncul akibat proses pernikahan yang
dipersulit:
Pertama,
Menyebabkan Pembandingan
Sulitnya menempuh proses pernikahan, dapat menyebabkan orang melakukan
pembandingan. Ia membandingkan proses yang ia jalani. Bisa juga membandingkan
orang yang dikehendaki.
Adakalanya, orang membandingkan dengan proses yang ditempuh oleh orang
lain. Pembandingan menyebabkan munculnya penilaian. Sebagian dari penilaian
masih berada dalam kebenaran, akan tetapi sebagian lagi dapat menjatuhkan kepada
prasangka dan dosa. Ia menilai iktikad calon teman hidupnya maupun keluarganya.
Adakalanya, orang membandingkan calon istrinya dengan orang lain.
Pembandingnya bisa jadi memang benar-benar ada, bisa jadi imajinatif. Ia tidak
membandingkan calon istrinya dengan seseorang, tetapi membandingkan dengan apa
yang diangan-angankannya di waktu dulu. Sumber pembandingan bisa jadi cerita
orang, bisa juga buku-buku tentang nikah.
Mungkin ia membandingkan calonnya dalam aspek psikis. Misalnya, keramahan
dan kelembutannya. Mungkin juga ia membandingkan aspek fisik si calon dengan
orang lain, sehingga ia menjadi kurang lega dan mantap dibanding sebelumnya.
Padahal, ketika sudah menikah saja seorang istri perlu menjauhkan suami dari
membanding-bandingkan kecantikan istri dengan orang lain. Sebab ini dapat
membuka jalan ketidakpuasan dan penyimpangan.
Ibnu Mas'ud r.a. mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda,

Khat Arab

Seorang wanita tidak boleh bergaul dengan wanita lain, kemudian ia ceritakan
kepada suaminya keadaan wanita itu, sehingga suaminya seolah-olah melihat wanita
tersebut." (HR Bukhari & Muslim).

Kedua,
Menimbulkan Keraguan
Ketika Mughirah bin Syu'bah r.a. akan meminang seorang wanita, begitu An-
Nasa'i menceritakan dalam hadisnya, Rasulullah bertanya, "Sudahkah kamu melihat
wanita itu?"

Kado Pernikahan 91
Kemudian Mughirah menjawab, "Belum."
Rasulullah kemudian berkata, "Lihatlah wanita itu, karena akan mengurangi
penyesalan antara kedua belah pihak. Yakni memberi kemungkinan tumbuhnya
keserasian, keselarasan, dan kebersamaan antara keduanya."
Al-Amasy berkata, "Setiap perkawinan yang dilangsungkan tanpa saling melihat
akan menyebabkan kesusahan dan kesedihan."
Melihat wanita yang akan dinikahi dapat menumbuhkan kemantapan. Ia lebih
yakin kepada satu pilihan. Mudah-mudahan mereka akan memperoleh keserasian dan
keselarasan setelah menikah.
Ketika proses pernikahan dipersulit, orang dapat membanding-bandingkan. Ini
membuka jalan ketidakpuasan dan ketidakrelaan.
Proses pernikahan yang dipersulit juga dapat mengakibatkan orang menjadi tidak
mantap melangkah, sekurang-kurangnya menjadi ragu. Padahal kemantapan terhadap
pilihan sangat diperlukan agar tercapai keselarasan, keserasian dan kebersamaan
antara keduanya. Demi mencapai kemantapan agar tidak mengangankan yang lain,
orang boleh melihat calonnya.
Mari kita lihat kembali kisah Mughirah bin Syu'bah r.a. melalui jalur lain:
Ketika Mughirah bin Syu'bah berkeinginan untuk menikahi seorang wanita, Nabi
Saw. bersabda kepadanya, "Pergilah untuk melihat wanita itu, karena dengan
melihat itu akan memberikan jaminan bagi kelangsungan hubunganmu berdua". Dia
melaksanakannya, lalu menikahinya. Di kemudian hari ia menceritakan tentang
kerukunan dirinya dengan wanita tersebut. (HR Ibnu Majah, An-Nasa'i dan At-
Tirmidzi).
Kalau orang merasakan keraguan, barakah pernikahan bisa berkurang.
Na'udzubillahi min dzalik.

Ketiga,
Melemahkan Kesediaan untuk Berjuang Bersama
Proses pernikahan yang dipersulit bisa melemahkan kesediaan untuk berjuang
bersama-sama. Kalau semula keluarga dibayangkan sebagi perahu yang perlu dikayuh
bersama-sama, sulitnya proses pernikahan dapat menyebabkan pikiran berubah. Ia
telah membayar proses pernikahan dengan kesulitan. Setelah akad nikah tercapai,
tibalah saatnya untuk menjadi penumpang saja di perahu itu. Tidak mengayuhnya
bersama-sama.
Keluarga yang demikian ini akan timpang. Apalagi kalau masing-masing merasa
paling banyak berjuang dalam mengibarkan layar pernikahan.

Kado Pernikahan 92
Keempat,
Mengeraskan Hati
Proses pernikahan yang sulit dapat mengeraskan hati dan meninggikan tuntutan
psikis terhadap istri. Kerasnya hati menyebabkan komunikasi begitu kering. Tidak
ada dialog dari hati ke hati, sehingga mata harus menangis karena perhatian orang
yang tercinta ada yang mengikis. Jarang sekali ada silaturrahmi, justru antar anggota
keluarga yang tinggal serumah. Sehingga masing-masing berjalan sendiri. Kalau ada
kebahagiaan, ia rasakan sendiri. Kalau ada keperihan, ia tangisi sendiri.
Tingginya tuntutan psikis terhadap istri, menyebabkan suami kurang bisa
merasakan kebaikan-kebaikan istri walaupun sebenarnya sangat besar. Ia selalu
merasa kecewa dan kesal terhadap istrinya. Padahal istri sudah melakukan banyak
hal. Ia mudah menyalahkan istrinya sebagai orang yang tidak bisa menjalankan
perannya dengan baik. Meskipun ia tahu setiap orang mempunyai kekurangan (sama
seperti dirinya).
Tuntutan psikis yang tinggi menjadikan apa yang dipandang selalu kurang.
Kalau Anda memaki kacamata gelap, matahari yang terang pun kelihatan
redup!

Antara Mempersulit dan Kesulitan


Adakalanya terhambatnya akad nikah karena keluarga wanita mempersulit
proses pernikahan. Adakalanya, kedua pihak tidak mempersulit proses, tetapi mereka
menjumpai kesulitan-kesulitan. Yang pertama, membuat orang merasa terhalang dan
dihambat. Yang kedua, insya-Allah dapat memperkokoh ikatan ketika keduanya
merasa mendapat tantangan yang harus disikapi dengan baik, arif, bijaksana, dan
tenang.
Adakalanya sebuah pernikahan harus menghadapi kesulitan untuk menguji
kesungguhan dan kejernihan niat. Ketika menghadapi masalah ini, sebagian mungkin
lari atau segera berhenti di tengah jalan. Sebagian lagi tetap mencoba untuk tidak
menyerah.
Kesulitan adalah perkara yang wajar, bahkan sangat wajar, dalam sebuah
mujahadah (perjuangan). Mencapai pernikahan yang barakah adalah perjuangan
untuk menjaga kesucian dan kehormatan. Kesulitan adalah kelayakan. Ia seperti hujan
yang diikuti petir, sedang petir membawa muatan energi besar. Sebelum hujan turun,
terlebih dulu ada awan. Mereka yang berada di bawahnya merasa kepanasan.
Meskipun demikian, kesulitan yang merupakan ujian kesungguhan niat agar
mendapat kemuliaan dan barakah Allah, berbeda sekali dengan kesulitan karena
mempersulit diri. Yang pertama adalah takdir Allah yang di dalamnya pasti ada
kebaikan. Yang kedua, Allahu a'lam bishawab. Saya tidak bisa menjelaskan.
Bagaimana memahaminya? Anda bisa jadi tidak berpuasa ketika Ramadhan tiba.
Dini hari Anda makan sahur bersama keluarga. Sesudah itu meniatkan untuk

Kado Pernikahan 93
melakukan puasa. Siang harinya Anda masuk-masukkan batang pensil ke
tenggorokan sehingga Anda muntah-muntah. Alhasil, Anda harus membatalkan
puasa.
Bisa jadi sebaliknya. Anda sudah berniat puasa. Jam tiga dini hari sudah masak
dan makan sahur. Pagi sampai siang hari menjaga diri dari melakukan hal-hal yang
dapat membatalkan. Tetapi pukul lima sore hari Anda datang bulan (menstruasi)
sehingga Anda harus membatalkan puasa.
Yang pertama Anda batal berpuasa karena mempersulit diri. Yang kedua, Anda
tidak jadi berpuasa karena mendapatkan kesulitan yang tidak bersumber dari diri
Anda. Yang pertama adalah perbuatan dosa, karena Anda memiliki pilihan untuk taat
atau tidak taat kepada perintah Allah. Yang kedua insya-Allah justru memberi
kemuliaan bagi Anda. Derajat Anda terangkat jika Anda ridha. Anda tidak berdosa
ketika membatalkan puasa, karena Anda menghadapi "paksaan takdir" (jabr) yang
tidak dapat Anda tentukan.
Keduanya perlu diganti dengan puasa di lain hari. Tapi makna keduanya sangat
berbeda.
Ada contoh lain. Ketika puasa, Anda sakit, sehingga Anda tidak berpuasa. Jika
Anda ridha, Allah akan membebaskan dosa-dosa Anda sesuai dengan sakit yang Anda
alami dan keridhaan Anda menerima. Dalam hal ini, kesulitan meningkatkan
kemuliaan dan derajat Anda.
Walaupun demikian, bisa jadi Anda sakit karena Anda tidak mau mengambil
rukhshah (keringanan). Misalnya Anda melakukan perjalanan jauh yang melelahkan
dan membahayakan fisik jika tidak makan, akan tetapi Anda tidak mengambil hak
Anda untuk tidak berpuasa. Akibatnya Anda sakit. Padahal Allah dan Rasul-Nya telah
memberi keringanan.
Pada kasus ini, Anda tidak mendapat kesulitan karena takdir mengharuskan
demikian. Anda sakit karena Anda menzalimi diri sendiri. Anda mempersulit diri.
Anda memberat-beratkan, sehingga Anda terkalahkan.
Wallahu A'lam bishawab wallahul musta'an.

MENGAJUKAN SYARAT NIKAH


Sebagian wanita mengajukan syarat-syarat ketika seorang laki-laki hendak
menikahinya. Adakalanya syarat itu muncul karena kehendaknya sendiri. Tetapi,
adakalanya syarat itu merupakan kehendak orangtua atau keluarga yang dibebankan
kepada anak gadisnya jika ingin melangsungkan pernikahan.
Pokok persoalan sehubungan dengan syarat-syarat nikah tidak terletak kepada
siapa yang pertama mempersyaratkan, istri sendiri atau keluarganya. Tetapi berkaitan
dengan kedudukan syarat itu menurut syari'at.
Kita ikuti penjelasan Abu Bakr Jabir Al-Jazairi tentang masalah ini. Jika
persyaratan yang ditetapkannya itu menegakkan dan memperkuat akad nikah, kata

Kado Pernikahan 94
Al-Jazairi, seperti syarat nafkah, menggauli, atau pembagian yang adil apabila
peminangnya sudah beristri, maka syarat-syarat tersebut berkaitan langsung dengan
asal (pokok) akad, sehingga tidak perlu ditetapkan lagi.
Jika syaratnya itu merusak akad nikah, seperti disyaratkan tidak boleh bersenang-
senang dengannya (termasuk bersebadan, pen.), atau tidak usah menyediakan
makanan dan minuman yang biasa disiapkan oleh wanita, maka syarat tersebut tidak
benar dan tidak wajib memenuhinya. Hal ini dikarenakan syarat-syarat tersebut
bertentangan dengan tujuan menikahinya, deikian kata Al-Jazairi dalam Pedoman
Hidup Muslim (Litera AntarNusa, 1996).
Masih dalam buku yang sama, Al-Jazairi menjelaskan bahwa jika syarat-syarat
tersebut keluar dari masalah tersebut seluruhnya, seperti si wanita mensyaratkan calon
untuk mengunjungi keluarganya, atau jangan membawanya ke luar negeri misalnya,
maka selama bukan syarat yang bersifat menghalalkan yang haram atau
mengharamkan yang halal, maka persyaratan itu wajib dipenuhi. Jika tidak, wanita
bisa mengajukan fasakh (pembatalan) pernikahan, jika memang mau.
Rasulullah Saw. bersabda,

Khat Arab

"Seutama-utama syarat yang harus dipenuhi, adalah persyaratan dalam rangka


menghalalkan kemaluan (bersenggama dengan istri)." (HR Bukhari & Muslim).
Masalah lain berkenaan dengan syarat nikah adalah menyangkut sah tidaknya
akad nikah. Adakalanya nikah sah tetapi syaratnya batal, misalnya mensyaratkan
tidak usah memberi maskawin atau nafkah. Sekalipun nikahnya sah, tetapi kewajiban
membayar maskawin dan memberi nafkah tetap tidak terhapus.
Ada hadis yang dapat kita simak. Rasulullah Saw. bersabda, "Hanya satu syarat
saja yang tidak ada pada Al-Qur-'an adalah salah, apalagi jika ada 100 syarat." (HR
Bukhari).
Pembicaraan lebih lanjut tentang masalah ini silakan diperiksa di berbagai
sumber. Anda juga bisa bertanya kepada pihak-pihak yang berhak, sehingga Anda
mendapat kejelasan tentang berbagai pendapat yang berbeda-beda dalam perkara ini.
Bukan bagian saya untuk membahasnya di sini. Saya belum memiliki hak untuk itu.
Sekali lagi, jika Anda hendak mengajukan syarat-syarat nikah kepada calon
suami Anda, periksa dulu berbagai sumber yang membahas masalah ini agar Anda
mendapat pemahaman hukum yang matang. Bertanyalah kepada orang-orang yang
faqih dan adil, agar Anda mendapatkan penjelasan yang mendalam dan rinci,
sehingga terang apa-apa yang kabur. Sampai Anda mendapatkan keyakinan setelah
Anda berada dalam keraguan. Dan itu, sekali lagi, bukan bagian saya untuk

Kado Pernikahan 95
membahas. Saya takut tergelincir dalam masalah ini mengingat masih sangat
sedikitnya bekal.
Bagian saya sekarang insya-Allah membahas maslahat dan madharat di balik
pengajuan syarat-syarat kepada calon suami yang akan menikahi.

Mempersyaratkan Tinggal Di Rumah Istri


Atsram menceritakan, seorang laki-laki menikahi seorang wanita dan ia
mensyaratkan tetap tinggal di rumahnya. Kemudian laki-laki itu bermaksud akan
membawa istrinya pindah, sedang istri-istrinya tidak mau yang kemudian
mengadukan masalahnya kepada Khalifah Umar.
Umar berkata bahwa wanita itu mempunyai hak agar dipenuhi syaratnya. Maka
laki-laki itu berkata, "Kalau begitu engkau menceraikan kami." Maka Umar berkata,
"Putusnya hak tergantung pada syarat."
Ada dua pendapat dalam maslah ini. Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Abu
Hanifah berpendapat bahwa syarat seperti ini hukumnya batal, tetapi akad nikahnya
sah. Imam Ahmad, Auza'y dan Abu Ishaq memandang syarat ini sah dan wajib
dipenuhi.
Jika kita mengikuti pendapat yang terakhir, maka ikatan pernikahan itu telah
berakhir dengan perceraian ketika suami terpaksa harus pindah tempat tinggal. Kata
Umar bin Khaththab, "Putusnya hak tergantung pada syaratnya."
Jika kita mengikuti pendapat pertama, masalahnya tidak selesai dengan
sederhana. Kalau suami mengabaikan persyaratan istri atau keluarga istri, akan
muncul masalah-masalah psikis yang bisa menjadi bibit madharat dan mafsadat
(kerusakan). Misalnya, istri merasa dilecehkan dan tidak diperhatikan haknya. Istri
bisa mengalami kekecewaan dan mengarahkan kepada perbuatan nusyuz
(pembangkangan, mendurhakai suami).
Jadi, ada masalah yang tidak sederhana di sini. Ketika seorang suami bermaksud
melakukan kebaktian kepada orangtua, terutama ibu, selama beberapa minggu
misalnya, masalah bisa timbul. Baik masalah pada suami, maupun pada istri. Padahal,
orang yang harus ditaati oleh seorang laki-laki yang pertama adalah orangtua,
terutama ibu. Sedang bagi wanita yang pertama kali harus ditaati sesudah menikah
adalah suaminya, sejauh tidak bertentangan dengan hukum.
Ini baru satu contoh masalah. Sepanjang hidup, manusia selalu berhadapan
dengan pilihan-pilihan. Kadang pilihan hidup menghadapkan orang kepada
kemungkinan pindah dari tempat tinggalnya untuk mencapai kemaslahatan dan
barakah. Demikian juga ketika ia telah menjalin ikatan pernikahan, keluarga itu bisa
berhadapan dengan kemungkinan pindah domisili karena ada sesuatu yang bisa
mendatangkan kemaslahatan, sakinah dan barakah bagi keduanya. Atau, kepindahan
itu mempunyai makna syi'ar, ketaatan, dan bahkan kecintaan terhadap agama.
Wallahu A'lam bishawab. Wallahul musta'an.

Kado Pernikahan 96
Saya teringat nasehat Yahya Ibn Mu'adz kepada saudaranya. Ketika saudaranya
mengemukakan ingin tinggal di tempat yang paling baik di muka bumi, Yahya
menjawab, "Menyinggung perkataanmu tentang keinginanmu tinggal tinggal di
tempat yang paling baik di muka bumi ini, jadikanlah dirimu sebagai orang yang
terbaik di antara manusia, kemudian menetaplah di manapun engkau suka. Sebuah
tempat menjadi terhormat karena penduduknya, bukan karena yang lain."
Di balik apa-apa yang tidak kita sukai, kadang Allah memberikan kebaikan yang
sangat besar. Kadang kita mengharap hujan, tetapi mengeluh ketika ada mendung
yang tebal. Sementara di balik apa-apa yang kita sukai, bisa jadi terdapat banyak
kerugian yang tidak kita lihat saat ini.

Mensyaratkan Tidak Berhubungan Intim


"Seutama-utama syarat yang harus dipenuhi," kata Rasulullah Saw., "adalah
persyaratan dalam rangka menghalalkan kemaluan (bersenggama dengan istri)."
(HR Bukhari & Muslim).
Dalam hadis ini istilah yang dipakai adalah mastahlaltum bihi furuj. Kata kunci
dalam soal kita sekarang adalah furuj, farji (alat kemaluan). Bukan nikah atau zawaj
(kawin). Ini menunjukkan kepada kejelasan dan kekuatan kedudukan hubungan
kelamin sebagai sesuatu yang menyebabkan munculnya persyaratan. Sementara, tidak
mungkin melakukan hubungan kelamin secara halal tanpa melakukan akad
pernikahan. Karena itu, memang tidak salah jika diartikan persyaratan dalam rangka
menikah, tetapi titik tekannya ada pada masalah persyaratan untuk terjadinya
hubungan kelamin. Begitu.
Dalam fiqih dikenal adagium, perintah untuk melakukan sesuatu berarti perintah
untuk melakukan perbuatan yang menjadi sarana terjadinya sesuatu. Kalau Anda
diperintahkan shalat, berarti Anda juga diperintahkan berwudhu. Sebab tidak sah
shalat Anda jika Anda tidak memiliki wudhu (jika Anda berhadas). Meskipun begitu,
perintah berwudhu tidak menunjukkan perintah untuk shalat.
Nah, jika Anda mempersyaratkan suami untuk tidak melakukan hubungan intim
kelak sesudah menikah sampai Anda lulus kuliah, apakah yang demikian ini tidak
bertentangan dengan akad dan tujuan menikah? Padahal, salah satu tujuan menikah
adalah untuk memelihara kehormatan kemaluan agar tidak terjerumus ke dalam
kemaksiatan karena menyalurkan tidak pada yang halal.
Rasulullah Saw. bersabda, "Hai para pemuda, barangsiapa di antara kamu
mampu kawin, maka hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu lebih mampu
menahan pandangan mata dan lebih menjaga kemaluan." (HR Bukhari & Muslim).
Syarat pernikahan yang seperti ini, sepanjang yang saya ketahui, tidak perlu
ditaati. Tetapi persoalan yang ingin saya bahas di sini bukan boleh-tidaknya
melanggar persyaratan yang merusak makna dan tujuan akad nikah. Saya ingin
mengajak Anda untuk melihat pintu-pintu madharat dan mafsadat (kerusakan) yang
bisa terjadi akibat adanya persyaratan semacam ini.

Kado Pernikahan 97
Jika Anda mempersyaratakan kepada suami Anda karena Anda tidak ingin
mengandung selama Anda masih kuliah atas berbagai pertimbangan, baik
pertimbangan sendiri maupun pertimbangan bersama dengan suami yang sama-sama
masih kuliah, maka ada yang perlu diperhatikan. Ketika Anda sudah terikat oleh
pernikahan yang sah, maka halallah apa-apa yang sebelumnya haram dan dosa besar.
Anda berhak mendapat kesenangan-kesenangan khusus bagi suami-istri. Pada saat-
saat tertentu, gejolak itu rendah. Tetapi pada saat-saat lain, gejolak bisa meninggi
bahkan tak terkendali.
Kalau hari sedang hujan, es tidak menarik. Tapi kalau matahari sedang terik-
teriknya, keinginan yang mendesak untuk mereguk kenikmatan tak bisa ditahan lagi.
Nah, ibarat kebutuhan terhadap es, segalanya bisa terjadi saat Anda berdua saling
memendam kerinduan.
Sebenarnya, Anda halal melakukan hubungan intim karena Anda telah mengikat
pernikahan yang sah. Masalahnya adalah, kalau sesudah "kecelakaan yang halal" itu
terjadi ternyata Anda harus hamil dari benih suami Anda sendiri. Apalagi kalau
sebelumnya Anda sempat memakai alat-alat kontrasepsi dan tidak terjadi apa-apa,
maka kehamilan yang terjadi dapat mengakibatkan Anda melakukan penolakan
terhadap anak yang Anda kandung. Padahal ia adalah anak Anda sendiri, anak yang
sah dari suami yang sah melalui hubungan intim yang sah dan halal. Sepenuhnya sah.
Rentetan akibatnya akan sangat panjang. Akibatnya terhadap Anda maupun
akibat terhadap suami karena sebelumnya tidak memiliki orientasi untuk memiliki
anak semasa kuliah. Rentetan akibatnya juga merugikan anak secara langsung untuk
masa yang sangat panjang, karena penolakan Anda menyebabkan ketidakmampuan
Anda untuk menerima keberadaannya dan memberikan kasih sayang kepadanya.
Padahal kasih-sayang dan penerimaan merupakan hal yang sangat penting dalam
mendidik anak. Selain itu, penolakan terhadap anak dapat melahirkan sejumlah
konflik-konflik psikis yang berat.
Kalau misalnya Anda tidak sampai mengalami kecelakaan karena Anda berdua
mematuhi persyaratan itu, masih ada yang harus Anda perhatikan. Bagaimana
pengaruh problem-problem psikis yang terakumulasi selama menunggu perkuliahan
selesai, padahal ia telah memiliki istri yang sah? Bagaimana kesiapan kalian untuk
menjadi suami istri yang baik dan saling menerima, apabila sebelumnya Anda
terhalang untuk menjalin kebersamaan? Apalagi kalau masing-masing masih tinggal
di kost yang berbeda.
Akhirnya juga berkait dengan kesiapan untuk menjadi orangtua. Kurangnya
orientasi sejak awal dapat menyebabkan Anda mengalami kejutan mental (shock)
setelah berkumpul bersama. Setelah kalian menjalin kebersamaan selama beberapa
waktu sebagai suami-istri dengan menjauhkan jima', sekarang tiba-tiba Anda
menghadapi bahwa seorang anak sebentar lagi akan lahir setelah beberapa bulan
sebelumnya Anda dikumpuli.
Jadi, soal orientasi dan kesiapan menjadi orangtua ini yang potensial
menimbulkan madharat dan mafsadat jika Anda mempersyaratkan suami untuk tidak

Kado Pernikahan 98
melakukan hubungan intim, meskipun syarat ini tidak berhak untuk ditaati. Saya kira
lebih baik kita meniatkan semenjak awal untuk melahirkan anak-anak yang memberi
bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah sekalipun masih kuliah. Insya-
Allah yang demikian ini merupakan mujahadah. Kelak, kita akan merasakan
keindahannya di dunia dan akhirat. Insya-Allah. Allahumma amin.

Mempertimbangkan Kembali Syarat Nikah


Jacqueline McCord Leo pernah menulis sebuah buku berjudul New Womens
Guide to Getting Married (Bantam Books, 1982). Buku ini menceritakan tentang
berbagai seluk beluk proses pernikahan. Sejak dari pemesanan undangan, jumlah
pakaian yang harus dipesan, warna apa saja yang perlu dipilih, kuenya bagaimana,
bunga apa saja yang harus disediakan kalau menikah untuk pertama kali. Juga, pesta
yang bagaimana kalau untuk perkawinan yang kedua atau yang berikutnya. Termasuk
di dalamnya, bagaimana jika Anda tidak menikah tetapi mendambakan prosesi
pernikahan, karena hidup ini sedemikian sepi tanpa prosesi pernikahan (he he he,
heran juga mereka).
Tetapi di antara isi buku itu, yang paling menarik untuk pembahasan kita kali ini
adalah mengenai syarat nikah. Dalam sebuah perkawinan Amerika, ada surat
perjanjian yang disebut sebagai Marriage Contracts. Isinya perjanjian mengenai
beberapa masalah yang dianggap penting untuk ditaati, yang mencakup karier dan
tempat tinggal sampai perlakuan pihak yang satu kepada pihak yang lain. Surat
perjanjian ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian tuntutan istri yang harus ditaati oleh
suami dan tuntutan (syarat nikah) suami yang harus ditaati oleh istri. Misal, setiap
Selasa selepas makan malam suami mengecup kening istri dan mengatakan I love
you.
Surat perjanjian ini dibuat untuk satu rentang waktu tertentu, misal 5 tahun.
Sesudah jatuh tempo, mereka membuat surat perjanjian baru untuk disepakati selama
rentang waktu lain. Tergantung kesepakatan bersama.
Melalui surat perjanjian semacam ini, hak-hak kedua pihak lebih terjamin dan
mempunyai kedudukan hukum formal yang kuat. Istri berhak melakukan complaint
jika suami tidak mencium keningnya sambil mengatakan I love you sehabis makan
malam hari Selasa.
Tetapi, dapatkah Anda membayangkan perasaan apa yang muncul ketika suami
mengecup keningnya? Kira-kira mana yang lebih menyentuh hati, kecupan karena
terikat syarat nikah ataukah usapan lembut karena perasaan sayang?
Melalui surat perjanjian ada kesepakatan yang diakui secara hukum. Tetapi ada
harga yang harus dibayar. Mereka menjadi lebih peka terhadap perilaku-perilaku yang
mengarah kepada tidak dipatuhinya perjanjian daripada sentuhan kasih-sayang dalam
peristiwa-peristiwa kecil setiap hari. Ini justru mendekatkan kepada ketidakbahagiaan
dan konflik daripada kemesraan dan saling menerima.

Kado Pernikahan 99
Sekarang ketika Anda ingin mengajukan syarat-syarat pernikahan,
pertimbangkanlah kembali. Apakah syarat-syarat nikah yang Anda ajukan tidak
membuka pintu madharat dan mafsadat (kerusakan)? Ataukah syarat pernikahan
Anda justru akan mendekatkan kepada maslahat dan kemuliaan dunia akhirat?
Pertimbangkanlah secara jernih. Mintalah fatwa kepada hatimu. Bertanyalah
kepada nuranimu yang jernih. Rasulullah Saw. bersabda, "Mintalah fatwa dari
hatimu. Kebaikan itu adalah apa-apa yang tenteram jiwa padanya dan tenteram pula
dalam hati. Dan dosa itu adalah apa-apa yang syak dalam jiwa dan ragu-ragu dalam
hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka mem-
benarkannya." (HR Ahmad).
Perkara syarat nikah adalah haq. Wanita berhak mengajukan syarat nikah.
Wallahu A'lam bishawab.

Kelak Ada Dialog


Jika masih terbuka kemungkinan untuk didialogkan bersama setelah menikah,
ada baiknya Anda menahan diri untuk tidak mempersyaratkan kepada suami. Kelak
ada saat yang lebih leluasa untuk berbicara dari hati ke hati, sehingga ia dapat
memahami dengan lebih baik ketika memikirkan dan mengambil keputusan atas
masalah yang sebelumnya ingin Anda persyaratkan. Sementara Anda bisa mengambil
jarak dari masalah. Bisa jadi, Anda justru berubah setelah membicarakannya dari hati
ke hati.
Insya-Allah yang demikian ini akan lebih dekat kepada kemaslahatan. Masalah
yang Anda hadapi, bisa jadi justru menumbuhkan mawaddah (rasa cinta) dan
keharmonisan (ulfah) di antara Anda dan suami ketika dibicarakan bersama-sama.
Melalui dialog yang terbuka dan saling percaya, bisa jadi tercapai apa yang
semula ingin Anda persyaratkan. Bisa jadi tidak. Tetapi di dalamnya Anda mendapat
pemahaman bahwa di balik apa-apa yang tampak tidak baik, bisa jadi di dalamnya
ada kebaikan yang berlimpah. Sebaliknya, bisa jadi Anda menganggapnya baik
padahal banyak madharat di dalamnya.
Akhirnya, kepada Allah kita memohon kebaikan yang sempurna di dunia dan
akhirat bagi kita dan keluarga kita, termasuk orangtua kita. Langkah untuk menikah
sebagian-nya merupakan langkah untuk mencapai keselamatan atas diri kita dan
orangtua kita, termasuk mertua kita. Kalau dari pernikahan itu akhlak dan agama kita
menjadi baik sehingga derajat amal kita jauh lebih tinggi dari derajat amal orangtua
kita misalnya, insya-Allah mereka akan disusulkan kepada kita meskipun derajat
amalnya tidak mencukupi sejauh mereka tetap beriman. Yang demikian ini termasuk
di antara barakah pernikahan. (Ya Allah, barakahilah kami, ya Allah, dan jadikanlah
pernikahan kami penuh barakah).
Mereka yang pernikahannya barakah, insya-Allah kelak termasuk orang-orang
yang di Hari Akhirat dikumpulkan Allah bersama orangtua dan keturunan mereka.

Kado Pernikahan 100


Apakah kita tidak ingin dimasukkan ke dalam golongan yang disebutkan Allah dalam
surat Az-Zukhruf [43] ayat 70, "Masuklah ke surga beserta istrimu untuk
digembirakan." Selanjutnya dalam surat Ar-Ra'd [13] ayat 23, Allah menjanjikan,
"Surga 'Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama mereka yang saleh di antara
orangtua mereka, istri-istri mereka, dan keturunan mereka."
Abdullah bin 'Abbas, dalam hadis yang dikeluarkan oleh Ath-Thabrani dan Ibnu
Mardawaih, meriwayatkan sabda Rasulullah Saw., "Ketika seseorang masuk ke surga,
ia menanyakan orangtua, istri, dan anak-anaknya. Lalu dikatakan padanya, 'Mereka
tidak mencapai derajat amalmu.' Ia berkata, 'Ya Tuhanku, aku beramal bagiku dan
bagi mereka.' lalu Allah memerintahkan untuk menyusulkan keluarganya ke surga
itu."
Setelah itu Ibn 'Abbas membaca surat Ath-Thuur [52] ayat 21, Dan orang-orang
yang beriman, lalu anak-cucu mereka mengikuti dengan iman, Kami susulkan
keturunan mereka pada mereka, dan Kami tidak mengurangi amal mereka sedikit
pun.
Di hari ketika anak dan orangtua bercerai-berai, antar sanak-kerabat dan teman
akrab menjadi musuh, mudah-mudahan kita termasuk golongan yang dikecualikan
sekalipun saat ini bekal kita masih jauh dari mencukupi. Mari kita perhatikan firman
Allah Swt. dalam surat Az-Zukhruf [43] ayat 67, Teman-teman akrab pada hari itu
sebagian menjadi musuh sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.
Saya jadi teringat kepada sebuah hadis. Rasulullah Saw. bersabda, "Harta yang
utama adalah lisan yang senantiasa dzikir, hati yang senantiasa bersyukur, dan istri
beriman yang membantu suami dalam menegakkan bangunan imannya." (HR Ibnu
Majah & Tirmidzi, hasan).
---

Jadi, keputusan untuk menikah sampai kepada pernik-pernik pernikahan banyak


mempengaruhi barakah tidaknya pernikahan. Wallahu A'lam bishawab.
Mudah-mudahan Allah mengampuni segala kesalahan kita dalam melangkah.
Sejak dari niat ketika akan berangkat sampai tindakan-tindakan sesudah akad
pernikahan hingga walimahnya. Astaghfirullahal 'adzim. Laa ilaaha illaa Anta,
subhanaKa innii kuntu minadz dzalimin.

TENTANG BARAKAH
Kita telah membicarakan masalah barakah. Tetapi apakah yang dimaksud
dengan barakah? Kita mulai dulu pembicaraan kita dengan orang yang membawa
laknat dan orang yang membawa barakah. Kalau seorang yang suka membuat
kerusakan ada di tengah kita, semua yang ada di situ bisa mendapatkan
keburukannya. Adapun kalau seorang yang takwa hadir di tengah kita, kehadirannya
mendatangkan barakah, seperti kata Al Qur’an, Sekiranya penduduk negeri beriman

Kado Pernikahan 101


dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka barakah dari langit
dan dari bumi... (QS 7: 96).
Untuk menggambarkan konsep laknat dan barakah ini, kata K.H. Jalaluddin
Rakhmat, Rasulullah Saw. membuat perbandingan mengenai orang yang bergaul
dengan orang yang jahat dan dengan orang yang saleh. Kata Rasulullah, kalau Anda
bergaul dengan orang saleh, Anda seperti bergaul dengan pedagang minyak wangi.
Walaupun Anda tidak kecipratan minyak wangi itu, Anda tetap tercium harum oleh
orang-orang yang ada di sekitar Anda. Sementara itu, jika Anda bergaul dengan orang
yang jahat, maka Anda seperti bergaul dengan pandai besi. Walaupun Anda tidak
tercoreng arangnya, paling tidak Anda sesak nafas karena kepulan asapnya.
Sebuah pernikahan disebut barakah jika terjadinya akad mendatangkan kebaikan
tidak hanya bagi kedua suami istri itu. Seperti minyak wangi, sekeliling pun ikut
merasakan barakahnya. Pernikahan mendatangkan kemanfaatan bagi orang-orang
sekitar, sekalipun tak langsung tampak.
Adakalanya orang baru merasakan wanginya setelah wewangian itu lewat.
Seperti ketika ada truk yang mengangkut durian, kita baru mencium wanginya setelah
truk berlalu beberapa meter. Adakalanya, orang merasakan kemanfaatan tetapi tidak
tahu sumber wewangian yang dihirupnya.
Sebaliknya, pernikahan yang justru mendatangkan kerusakan, adakalanya baru
terasa setelah lewat jauh. Kita merasakan bau yang menusuk, justru setelah motor
yang mengangkut ikan asin agak basah telah lewat beberapa ratus meter dari hadapan
kita.

Kado Pernikahan 102


Bab 7

U ndangan-undangan
Mubazir Itu…

S etelah melangsungkan akad nikah, orang perlu mengumumkan


pernikahannya, i'lan, agar masyarakat mengetahui. Melalui walimah,
pengantin yang baru menikah mengabarkan kepada orang banyak,
menyatakan rasa syukurnya atas rezeki yang dikaruniakan Allah padanya, serta
memohon doa agar pernikahan yang baru saja dilangsungkan dibarakahi oleh Allah
dan Allah ridha kepada keluarga baru itu beserta seluruh keturunannya kelak.
Allahumma amin.
Pada masa dulu, orang memberitahu kepada khalayak dan sanak kerabat secara
lisan. Mereka kemudian mengabarkan kepada orang lain dan siapa saja yang ditemui,
jika pihak yang mengadakan walimah mengizinkan. Selain khalayak umum, ada
orang-orang yang secara khusus diundang. Mengundang dengan cara ini, lebih dekat
dengan silaturahmi dan lebih dekat dengan kesucian hati serta kebersihan niat.
Zaman kemudian berkembang, orang semakin sulit menyediakan waktu kalau
tidak diberitahu jauh sebelumnya secara tertulis. Kesibukan pada masing-masing
pihak, pengundang maupun yang diundang, menjadikan undangan tertulis lebih
praktis. Melalui undangan tertulis, kita lebih memungkinkan untuk mengundang
orang yang lebih banyak.
Setelah undangan tertulis marak digunakan, mulai ada pergeseran. Undangan
cetak tidak hanya menyangkut fungsinya untuk memberitahu orang. Ada sejumlah hal
yang kemudian masuk di dalamnya. Awalnya sekedar agar tidak tampak terlalu
bersahaja, sehingga orang berusaha mendesain kartu undangan sehingga tampak lebih
menarik dan lebih anggun. Pilihan kertas juga demikian, semakin berkembang.

Kado Pernikahan 103


Sejauh semua itu masih fungsional, sepanjang pemahaman saya masih tidak
masalah. Hanya saja, saya kemudian mulai bertanya ketika melihat undangan-
undangan nikah yang mewah dan lebih banyak fungsi aksesorisnya. Atau, malah
fungsi prestise. Undangan-undangan itu dicetak di atas kertas yang jauh melebihi
kebutuhan. Ada sekian aksesoris yang tidak fungsional, kecuali sekedar sebagai
keunikan dan kekhasan. Padahal, sesudah itu undangan-undangan itu dibuang ke
tempat sampah. Kertas yang biasanya bertuliskan ayat suci Al-Qur'an, surat Ar-Rum
ayat 21 itu, berbaur dengan sampah-sampah lain yang siap diangkut tukang sampah.
Saya sempat berpikir, apakah undangan yang demikian ini tidak mubazir?
Membuat sesuatu yang jauh melebihi kebutuhan, kertasnya kadang sampai berlembar-
lembar yang ditumpuk-tumpuk, padahal hanya dibaca sesaat. Sesudah itu tidak
berguna lagi.
Ironis sekali. Undangan-undangan mubazir itu justru banyak yang berasal dari
kita yang beragama Islam. Bahkan dari kita yang tampak sekali ghirah
keagamaannya.
Saya tidak hendak mengajak Anda untuk bersikap kaku dengan tulisan ini.
Tidak. Kita melihat kenyataan sekarang bahwa kehadiran undangan cetak hampir-
hampir tidak mungkin untuk dihilangkan. Sehingga undangan itu mempunyai fungsi
untuk menyampaikan khabar, untuk i'lan (mengumumkan) atas peristiwa
membahagiakan. Melalui undangan, kita lebih memungkinkan mengundang banyak
orang.
Melalui tulisan ini, saya hendak mengajak berpikir sejenak, sehingga kita bisa
menghindari kemubaziran. Tetapi, kita juga menjauhkan diri dari sikap terlalu bakhil.
Kemubaziran banyak lahir dari sikap israf (berlebih-lebihan), sedang sikap bakhil
(kikir, terlalu mengurang-ngurangkan) menjauhkan kebaikan.
Langkah ini dapat dilakukan dengan mencegah diri dari pemakaian undangan
cetak yang berlebih-lebihan. Undangan boleh jadi tetap elegan, tetapi tidak berlebihan
dalam pemakaian kertas dan penggunaan aksesoris.
Menjauhkan kemubaziran juga bisa dilakukan dengan memberi manfaat
tambahan pada kartu undangan yang dicetak. Misalnya, dengan mengoptimalkan
fungsi seluruh kertas yang ada. Sehingga selain bermanfaat untuk menyampaikan
undangan walimah, juga bermanfaat untuk dakwah dalam waktu lama. Bukan yang
sekali dilihat, segera dimasukkan tong sampah.
Memberi manfaat lebih ini dilakukan dengan mendesain pesan-pesan maslahat.
Bisa juga dengan menyertakan fungsi lain yang diperlukan orang, kalender misalnya.
Bisa juga tabel zakat. Atau, Anda bisa menambahkan jadwal shalat untuk daerah
tempat walimah dilaksanakan yang mudah dibawa kemana-mana. Sedang kelebihan
kertas yang ada bisa dimanfaatkan juga dengan mendisain pembatas buku sekaligus
mengisinya dengan pesan maslahat.
Masih banyak sentuhan lain yang dapat diberikan. Anda dapat memikirkan
peluang-peluang itu agar undangan tidak terlalu mubazir. Semoga dengan demikian,

Kado Pernikahan 104


lebih dekat kepada barakah dan ridha Allah. Dengan demikian setan tidak mempunyai
kesempatan untuk menimbulkan kemubaziran.
Mudah-mudahan ikhtiar kita untuk menjadikan berbagai langkah selama proses
dengan sesuatu yang manfaat dan maslahat, menjadikan pernikahan kita barakah,
sakinah mawaddah wa rahmah. Semoga kelak Allah mengaruniai keturunan yang
memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah.

Kado Pernikahan 105


Bab 8

A walnya dari Niat

A
walnya dari niat. Kelak Allah akan menilainya dan memberikan barakah
sesuai dengan niatmu. Kalau niatmu menikah karena ingin menjawab
pertanyaan Rasulullah tentang apa yang menghalangi seorang mukmin
untuk mempersunting istri, insya-Allah engkau akan mendapati anak-
anak yang memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaha illaLlah. Jika
engkau tidak tahu betul bagaimana mendidik anakmu, Allah yang akan mendidiknya.
Allah yang akan memberikan ilmu melalui kekuasaan-Nya. Banyak cara Allah
membaguskan hamba-hamba-Nya. Banyak cara Allah menjadikan seorang hamba
terangkat tinggi karena niatnya melalui anak-anak yang mereka lahirkan. Padahal
mata kita yang penuh teori, semula memandang proses perkembangan anak-anak itu
sebagai kesalahan.
Sungguh, sangat sedikit ilmu yang dimiliki manusia.
Awalnya dari niat. Maka, atas dasar apakah engkau menikahi istrimu? Jika gadis
yang engkau pinang itu cantik, apakah engkau menikahinya karena mengharap
keindahan dan wajah yang mengesankan? Ataukah, karena khawatir kecantikannya
dapat membuatmu terjerumus kepada maksiat, lalu engkau berusaha dengan sungguh-
sungguh untuk segera menikahinya demi menjaga kehormatan farjimu berdua.
Beda sekali antara keduanya. Yang pertama dapat mendatangkan kekecewaan
setelah menikah. Pernikahan sangat sedikit barakahnya. Sedang yang kedua, insya-
Allah akan dipenuhi barakah dari Allah yang terus melimpah.
Ketika engkau melihat calon istrimu memiliki ilmu agama yang bagus, atas dasar
apakah engkau memilihnya? Ketika engkau melihat calon istrimu berkecukupan, atas

Kado Pernikahan 106


dasar apakah engkau meminangnya? Ketika engkau melihat calon istrimu
berkekurangan, atas dasar apakah engkau memintanya kepada kedua orangtuanya.
Awalnya adalah niat. Maka aku bertanya kepadamu wahai istriku, apakah yang
menggerakkan hatimu untuk mempercayakan kesetiaanmu padaku? Aku bertanya
kepadamu karena niat akan menentukan apa yang akan engkau dapatkan kelak setelah
kita menikah, dan kelak setelah kita tiada. Ketika kita sama-sama menjadi jenazah.
Niatmu akan mempengaruhi bagaimana engkau merasakan arti saat-saat
berdekatan, keindahan saat bersama, keadaan hati saat menghadapi masalah, sampai
bagaimana engkau merasakan arti darah setetes ketika melahirkan, juga ketika harus
bangun saat anakmu terbangun dari tidurnya.
Semua berawal dari niat. Niat ketika menerima pinangan, niat ketika memasuki
jenjang pernikahan, niat ketika menghabiskan saat-saat berdua, niat ketika berhias,
niat ketika memuji suami, dan niat ketika akan melakukan berbagai hal. Niat-niat itu
bisa menambah barakah dan memperbaiki kesalahan niat sebelumnya, bisa
mengurangi barakah dari apa yang sebelumnya telah engkau terima atau engkau
berikan kepada suami.
Awalnya dari niat.
Aku mendengar, kata Umar bin Khaththab r.a., Rasulullah Saw. bersabda,
"Sesungguhnya amal perbuatan itu (dinilai) hanya berdasarkan niatnya (innamal
a'malu binniyyati) --di dalam riwayat lain: berdasarkan niat-niatnya-- dan sesung-
guhnya setiap orang hanya memperoleh apa yang ia niatkan; barangsiapa yang
hijrahnya (diniatkan) kepada Allah dan Rasul-Nya maka (nilai) hijrahnya adalah
kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa hijrahnya (diniatkan) kepada dunia
yang ingin diraihnya atau perempuan yang ingin dinikahinya maka (nilai) hijrahnya
adalah kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya itu." (HR Bukhari, Muslim, Abu
Dawud, Turmudzi dan An-Nasa'i, shahih).
Innamal a'malu binniyati, kata Rasulullah Saw. dalam hadis tersebut. Mungkin
kita semua sudah pernah mendengar hadis ini. Barangkali malah sudah sangat sering
mendengar. Kadang malah menjadi alasan bagi sebagian orang untuk memaafkan diri
sendiri ketika melakukan perbuatan keliru. Dalilnya, bukankah setiap perbuatan
dinilai berdasarkan niatnya? Aku ingatkan kepada diriku sendiri, bukan demikian itu
yang disebut niat. Bukan. Niat yang sesungguhnya melandasi perbuatan, bukanlah
apa yang dengan mudah engkau ucapkan lalu engkau hapus di saat lain yang engkau
kehendaki. Kalau seorang gadis memintamu untuk memboncengkannya sedangkan
engkau sudah lama sekali menginginkan, maka tidak bisa engkau menyertainya
dengan niat menolong sebagai sesama muslim meskipun niat itu engkau ucapkan
berulang-ulang. Bukankah hatimu sendiri sudah gelisah dan tidak tenang?
Aku ingatkan kepada diriku sendiri dan orang-orang yang aku cintai, mintalah
kepada Allah penjagaan niat dari kotoran-kotoran yang tidak engkau ketahui dan
kebusukan yang tidak mampu engkau hilangkan sendiri saat ini. Semoga Allah
mengampunimu dan memperbaiki niat kita.

Kado Pernikahan 107


Dengarkanlah keterangan Imam Al-Ghazali rahimahuLlah. Beliau mengatakan,
barangkali ada orang bodoh mendengar perkataan kami tentang niat. Lalu ia berkata,
"Aku berdagang karena Allah", atau "Aku makan karena Allah". Jauh, amatlah jauh.
Hal itu hanya perkataan diri dan perpindahan dari satu pikiran ke pikiran yang lain.
Niat jauh dari yang demikian. Niat adalah kebangkitan jiwa dan kecenderungannya
pada apa yang muncul padanya berupa tujuan yang dituntut yang penting baginya,
baik secara segera maupun ditangguhkan.

---

Pelacur itu kemudian datang


meminta untuk dinikahi demi membersihkan diri.
Dari pernikahan itu lahir tujuh orang anak yang shaleh. Begitu cerita Zadan dari
Ibnu Mas'ud
dari Salman Al-Farisi.

---

Selama kecenderungan itu tidak ada di dalam batin, kata Imam Al-Ghazali
melanjutkan, tidak mungkin diusahakan, diciptakan dengan usaha, dan dipaksakan.
Melainkan hal itu, hasilnya kembali kepada perpindahan pemikiran dari sesuatu ke
sesuatu yang lain. Seperti seorang yang kenyang berkata, "Aku telah berniat untuk
lapar," atau "Aku berniat untuk makan disebabkan lapar," Atau orang yang gelisah
berkata, "Aku telah berniat untuk mencintai seseorang," atau "Aku telah berniat
memuliakan seseorang." Hal ini tidak muncul di dalam batinnya, dan itu mustahil.
Selama tidak muncul motif hal itu, maka tidak akan ada kebangkitan jiwa, karena
kebangkitan jiwa merupakan tanggapan (respons) terhadap motif dan tujuan yang
muncul. Contohnya adalah menikah, kata Imam Al-Ghazali. Orang yang dikuasai
syahwat dan ingin menikah, kemudian hendak memaksakan diri berniat mengikuti
Rasulullah Saw. dan sunnahnya, serta berniat mendapatkan anak yang shaleh. Hal itu
tidak mungkin terjadi karena tidak muncul motif-motif ini dari batinnya. Melainkan di
dalam batinnya hanya ada syahwat semata. Demikian penjelasan Imam Al-Ghazali
dalam buku Mutiara Ihya' 'Ulumuddin.
Wallahu A'lam bishawab.
Awalnya dari niat. Nikah juga diawali dengan niat. Niat yang baik dan jernih
akan mendekatkan kepada barakah. Semakin baik niat kita, insya-Allah semakin
barakah rumah tangga kita, sekalipun kita tidak bisa menunaikan seluruh perkara
yang kita niatkan dengan sebaik-baiknya. Bahkan kalau kita tidak bisa mengamalkan
apa yang sudah kita niatkan dengan sungguh-sungguh, maka bagi kita apa yang kita

Kado Pernikahan 108


niatkan. Allah menyempurnakan apa yang kita niatkan, sekalipun kita tidak bisa
melaksanakan.
Tetapi beda sekali antara niat yang sungguh-sungguh kuat dengan mengada-
adakan niat. Semoga Allah menyelamatkan kita dari ghurur (terkelabui). Kita
menyangka kita punya niat, padahal hanya angan-angan yang kemudian kita jelaskan
dengan akal.
Adapun jika engkau telah berniat dengan niat yang baik, maka berbahagialah,
sebab Rasulullah Saw. bersabda, "Niat orang mukmin lebih baik daripada
perbuatannya. Sementara niat orang fasik lebih jelek daripada perbuatannya."
Maka marilah kita meniatkan satu kebaikan di dalam pernikahan. Niat mendidik
anak dengan sebaik-baik pendidikan. Niat menetapkan satu sunnah hasanah dalam
keluarga. Niat untuk melaksanakan perbuatan yang mendatangkan barakah bagi kita
beserta istri (suami) kita. Niat untuk memuliakan istri dengan perkataan yang lembut,
bukan kasar dan menyakitkan. Serta niat lain.
Satu niat saja yang sungguh-sungguh ingin kita kerjakan, insya-Allah menjadi
pintu barakah, kebaikan berlipat-lipat yang terus berkembang. Hanya Allah yang
berhak menentukan kebaikan apa yang dikaruniakan kepada kita di dunia dan akhirat.
Sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik Pemberi Kebaikan. Maha Suci Allah dari
segala keburukan yang diangan-angankan oleh akal yang keruh.
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah --dalam apa yang diriwayatkan dari
Rabbnya-- bersabda, "Sesungguhnya Allah menulis kebaikan-kebaikan dan
keburukan-keburukan, kemudian menjelaskan hal tersebut (di dalam kitab-Nya);
barangsiapa berniat melakukan kebaikan tetapi dia tidak mengerjakannya maka
Allah menulisnya di sisi-Nya satu kebaikan yang utuh, jika dia meniatkannya
kemudian dia melakukannya maka Allah menulisnya di sisi-Nya sepuluh kebaikan
sampai tujuh ratus sampai berlipat-lipat ganda. Dan barangsiapa berniat
(melakukan) keburukan tetapi dia tidak mengerjakannya maka Allah menulisnya di
sisi-Nya satu kebaikan yang utuh, dan jika dia meniatkannya kemudian dia
mengerjakannya maka Allah menulisnya satu keburukan".
Dalam riwayat lain Ibnu Abbas menambahkan, "Atau Allah menghapuskannya
dan tidaklah berniat jahat kepada Allah kecuali orang yang binasa." (HR Bukhari &
Muslim, shahih).
Akan tetapi,
"Barangsiapa tidur dan dalam hatinya ada niat untuk mengkhianati (menipu)
orang Islam, ia tidur dalam kemurkaan Allah. Ia memasuki waktu subuh juga dalam
kemurkaan Allah kecuali bila ia mati atau bertaubat. Jika ia mati dalam keadaan itu,
maka ia mati bukan dalam agama Islam. Ketahuilah siapa yang mengkhianati kami,
ia bukan golongan kami (Nabi Saw. menyebutkan hal ini sebanyak tiga kali)."
Nah, sekarang ketika akan menikah, apa niat Anda?

Kado Pernikahan 109


NIAT KETIKA MENIKAH
Sebagian pernikahan menjadi penuh barakah karena niat awal ketika
memutuskan untuk menikah. Al-Idris Asy-Syafi'i menikah semata karena ingin
mendapatkan ridha dari pemilik pohon delima atas apa yang ia makan. Ia bersedia
menikah asal delima yang sudah dimakannya diikhlaskan dan pemiliknya ridha. Maka
ia menikah dengan Fathimah, putri pemilik pohon delima itu. Dari rahim istrinya,
lahir Muhammad bin Idris yang kelak dikenal sebagai Imam Syafi'i karena keutamaan
ilmu dan akhlaknya. Pernikahan Al-Idris melahirkan anak yang sangat penuh
barakah. Sampai sekarang kita masih mengambil ilmu dari apa yang diwariskan oleh
Imam Syafi'i, buah pernikahan Al-Idris dan Fathimah yang diridhai.
Ada contoh lain pernikahan karena menjaga diri dari hal yang meragukan,
semata-mata demi mencapai keselamatan akhirat. Imam Bukhari dalam hadis
shahihnya pernah meriwayatkan sebuah cerita dari Rasulullah.
"Seorang laki-laki," kata Rasulullah Saw., "membeli sebidang tanah dan
menemukan sebuah tempayan berisi emas dalam tanah itu. Katanya kepada si penjual,
'Ambillah emasmu, karena hanya tanah yang saya beli dari engkau dan saya tidak
membeli emas'. Kata yang punya tanah, 'Tanah itu beserta isinya telah saya jual
kepada engkau'. Keduanya lalu minta putusan kepada seseorang. Kata orang itu,
'Adakah kamu berdua mempunyai anak?' Seorang di antara mereka berkata, 'Ya, saya
mempunyai seorang anak laki-laki'. Kata yang seorang lagi, 'Ya, saya mempunyai
seorang anak perempuan'. Kata hakim tadi, 'Kawinkanlah anak perempuan itu dengan
anak laki-laki ini dan belanjailah dengan keduanya dari harta itu dan
bershadaqahlah'." (HR Bukhari dalam shahihnya, hadis No. 1513).
Suatu ketika seorang pemuda ahli 'ibadah mendatangi pelacur karena desakan
keinginan yang kuat. Setelah berada dalam kamar berdua dengan pelacur itu, ia
merasakan ketakutan yang amat sangat mengingat pengawasan Allah yang tak pernah
lepas serta kedudukannya di hadapan Allah. Maka ia berkeringat dan pucat karena
takutnya. Ia meninggalkan tempat pelacuran itu dan tidak mengambil uangnya
kembali, meskipun pelacur itu berusaha menahannya.
Setelah pemuda itu pergi, pelacur itu merenung. Seharusnya dialah yang lebih
takut kepada Allah mengingat perbuatan-perbuatannya. Maka ia berniat bertaubat dan
mencari pemuda itu agar dinikahi. Tetapi ketika sampai, ia dapati pemuda itu
meninggal seketika karena rasa takutnya saat melihat kedatangan pelacur itu.
Maka ia bertanya, "Adakah 'Abid (ahli 'ibadah) ini mempunyai saudara laki-laki
yang belum menikah?"
Orang-orang menunjukkan saudaranya yang juga seorang ahli 'ibadah, tetapi
sangat miskin. Ia kemudian datang meminta untuk dinikahi demi membersihkan diri.
Dari pernikahan itu lahir tujuh orang anak yang shaleh. Begitu cerita Zadan dari Ibnu
Mas'ud dari Salman Al-Farisi.

Kado Pernikahan 110


Niat banyak mempengaruhi barakah tidaknya pernikahan. Sebagian dari niat
menikah, dijamin akan penuh dengan barakah selama-lamanya. Istri barakah bagi
suami, suami barakah bagi istri.
Allah 'Azza wa Jalla insya-Allah juga memberi barakah yang sangat besar
kepada seorang wanita yang menyerahkan diri kepada laki-laki yang ia mantap
dengan akhlak dan agamanya, semata karena mengharapkan ridha-Nya atau karena
ingin menjaga diri dari dosa. Apalagi jika laki-laki itu seorang yang masih sendirian.
Rasulullah Saw. menjanjikan, "Kawinkanlah orang-orang yang masih
sendirian di antara kamu, sesungguhnya Allah akan memperbaiki akhlak mereka,
meluaskan rezeki mereka, dan menambah keluhuran mereka."
Sebagian orang menikah karena takut mati dalam keadaan membujang. Ini yang
pernah terjadi pada Mu'adz bin Jabal r.a., salah seorang sahabat utama Rasulullah
Saw. Ketika dua orang istrinya meninggal dunia pada waktu menjalar wabah pes,
sedangkan ia sendiri mulai kejangkitan, maka ia berkata, "Kawinkanlah aku. Aku
khawatir akan meninggal dunia dan menghadap Allah dalam keadaan tak beristri."
Ibnu Mas'ud pernah mengatakan, "Seandainya tinggal sepuluh hari saja dari
usiaku, niscaya aku tetap ingin kawin. Agar aku tak menghadap Allah dalam keadaan
masih bujang."
Ada lagi niat-niat menikah yang insya-Allah dimuliakan dan baginya barakah
yang melimpah sampai yaumil-qiyamah. Anda bisa membaca berbagai sumber atau
bertanya kepada orang yang mempunyai hikmah. Atau, Anda bisa bertanya kepada
hati nurani Anda sendiri.

Niat Ketika Memilih Pendamping


Ada pernikahan yang tidak akan pernah diberi barakah karena niat orangtua
ketika memilih suami bagi anak gadisnya yang salah. Rasulullah Saw. mengingatkan,
"Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan lelaki
meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan itu akan
dibarakahi-Nya."
Pernikahan yang demikian ini kering dan hampa, kecuali jika istri bersedia untuk
bermujahadah (berjuang) untuk membawa suami kepada kelurusan agama. Ia
"berzuhud" terhadap harta dan kedudukan suami. Tetapi ia menunjukkan kelembutan
saat mengajak suami kepada kejernihan hati. Ia bisa tegas di saat lain dalam
menyikapi apa yang kurang tepat, tetapi tidak menunjukkan sikap keras dan perkataan
yang menyakitkan. Ia berzuhud dari kebaikan suami dalam perkara dunia karena
menjaga agar tidak lemah dan dilemahkan secara fisik maupun psikis. Al-ihsanu
yu'jizul insan. Sesungguhnya kebaikan itu melemahkan (mematikan) manusia.
Masalahnya, adakah wanita yang seperti itu manakala orangtua menikahkan karena
silau terhadap kekayaan seorang laki-laki? Tidak mudah bersikap seperti itu. Apalagi,
kalau semenjak awal tidak disadari.

Kado Pernikahan 111


Wallahu A'lam bishawab.
Dari Anas r.a., Rasulullah Saw. bersabda, "Siapa yang menikahi seorang wanita
karena kedudukannya, Allah hanya akan menambah kehinaan kepadanya; siapa yang
menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan; siapa yang
menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan menambah kerendahan padanya.
Namun, siapa yang menikah karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau
karena ingin mempererat kasih-sayang, Allah akan senantiasa membarakahi dan
menambah kebarakahan itu kepadanya." (HR Ath-Thabrani).
Dari 'Abdullah bin Amr r.a., Rasulullah Saw bersabda, "Janganlah kamu
menikahi seorang wanita karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu
membuatnya hina. Janganlah kamu menikahi seorang wanita karena hartanya,
mungkin saja harta itu membuatnya melampaui batas. Akan tetapi nikahilah seorang
wanita karena agamanya. Sebab, seorang wanita yang shaleh, meskipun buruk
wajahnya adalah lebih utama." (HR Ibnu Majah).
Ada hadis yang sangat populer tentang menentukan kriteria wanita yang akan
dinikahi. Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw. bersabda, "Biasanya wanita
dikawini karena empat (hal): karena hartanya, karena kebangsawanannya, karena
kecantikan, dan karena agamanya (akhlaknya). Maka pilihlah yang beragama
(berakhlak) semoga beruntung usahamu." (HR Bukhari & Muslim, shahih).
Muhammad Fuad 'Abdul Baqi yang mengkompilasi hadis-hadis shahih yang
disepakati Bukhari dan Muslim dalam Al-Lu'lu' wal Marjan mengatakan, "Arti taribat
yadaaka (engkau akan rugi dan miskin jika Anda tidak mengikuti tuntunan ini), yakni
jika Anda kawin dengan wanita yang tidak beragama (berakhlak) niscaya akan
menjadi fakir miskinlah Anda, yakni tidak akan bahagia dalam hidup.”
Sebagaimana seorang laki-laki yang akan meminang, seorang wanita yang
berkeinginan untuk menyerahkan diri kepada laki-laki untuk dinikahi juga perlu
memperhatikan niatnya memilih laki-laki itu. Menawarkan diri karena terkesan oleh
kekayaan dan ketampanan, hanya akan melahirkan penderitaan psikis yang
berkepanjangan kelak setelah madunya tak manis lagi.
Kalau Anda menikah, Anda bisa meminang wanita yang masih gadis. Bisa juga
seorang janda. Insya-Allah pernikahan Anda akan barakah jika Anda memilih istri
yang masih gadis atas pertimbangan sunnah Rasulullah Saw. atau apa yang
dimaksudkan dalam sunnah itu, yakni Anda bisa bercanda, bercumbu, saling
menggigit dan tertawa bersama. Anda memilih yang masih gadis karena hatinya
belum pernah terpaut pada orang lain, sehingga kasih-sayangnya lebih penuh.
Pertimbangan-pertimbangan semacam ini bisa Anda lihat pada berbagai hadis.
Di antaranya hadis-hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari maupun
Imam Muslim.
Masih berkenaan dengan gadis, mungkin Anda memilih yang masih belia karena
cintanya lebih hangat, kasih sayangnya lebih tulus dan lebih sedikit tipuannya,
disamping lebih rela terhadap belanja yang sedikit. Mungkin juga Anda memilih

Kado Pernikahan 112


gadis yang sudah beranjak tua usianya untuk menolongnya dan menyelamatkan
kehormatan agama. Yang demikian ini insya-Allah justru besar barakahnya.
Pernikahan yang penuh barakah insya-Allah juga Anda dapatkan ketika memilih
untuk menikah dengan seorang janda karena mengharapkan dia dapat merawat,
mendidik, dan mengasihi anak-anak dan saudara-saudara Anda yang masih perlu
penjagaan dan kasih sayang. Rasulullah Saw. pernah mendo'akan Jabir bin 'Abdullah
ketika menikahi seorang janda dengan harapan bisa merawat adik-adik perempuannya
yang masih kecil, setelah ayahnya meninggal. Ketika itu Rasulullah Saw.
mendo'akan, "Barakallah (semoga Allah membarakahi)." atau "Khaira (baik saja)."
(HR Bukhari & Muslim dalam Al-Lu'lu' wal Marjan, hadis No. 930).
Masih ada. Jika Anda memiliki pembantu, insya-Allah Anda akan mendapati
pernikahan yang sangat penuh barakah dengan menikahi pembantu Anda setelah
memberikan pendidikan sehingga dia matang, siap untuk menjadi istri dan ibu.

Khath Arab

Abu Musa r.a. berkata: Rasulullah Saw. bersabda, "Siapa yang memiliki jariyah
(hamba wanita, pembantu), lalu dipelihara dengan baik, kemudian dimerdekakan dan
dikawini, maka ia mendapat pahala dua kali lipat." (HR Bukhari & Muslim,
shahih).
Wallahu A'lam bishawab.

Niat dalam Urusan Pernikahan


Masalah niat tidak berhenti sampai saat memilih pendamping. Sesudah pinangan
datang dan kata sepakat dari dua keluarga sudah tercapai bahwa mereka akan
mengikat tali kekeluargaan melalui anaknya masing-masing, niat masih terus
menyertai dalam berbagai urusan yang berkenaan dengan terjadinya pernikahan.
Mulai dari memberi mahar, menebar undangan walimah, penyelenggaraan walimah
sampai dengan waktu yang dihabiskan untuk menyelenggarakan walimah. Walimah
lebih dari dua hari dekat kepada madharat. Walimah hari ketiga termasuk riya'.
Proses pernikahan dapat mempengaruhi niat. Proses pernikahan yang sederhana
dan mudah, insya-Allah akan mendekatkan orang kepada bersihnya niat.
Memudahkan proses pernikahan bisa menjernihkan niat yang sebelumnya masih
keruh. Sedang mempersulit dapat merusak niat yang sebelumnya sudah cukup bersih.
Saya kira Anda dapat memikirkan lebih jauh masalah itu. Mudah-mudahan Allah
Ta'ala meluruskan niat kita dalam menempuh urusan pernikahan seluruhnya. Mudah-
mudahan Allah membaguskan hati kita dan mengampuni kesalahan-kesalahan hati

Kado Pernikahan 113


kita dalam menempuh pernikahan, khususnya bagi yang telah menikah. Mudah-
mudahan Allah memaafkan apa yang belum bersih dan menggantikannya dengan
keikhlasan dan sakinah.

MASIH ADA NIAT SESUDAH AKAD NIKAH


Sesudah akad nikah, ada kesempatan untuk memeriksa kembali niat ketika
hendak melangkah ke pelaminan. Bahtera rumah tangga mulai mengarungi lautnya.
Sebelum berlayar jauh, kita bisa beristighfar bersama-sama atau apa pun yang baik
untuk kejernihan hati. Saya perlu menggarisbawahi tambahan kata-kata "atau apa pun
yang baik" karena perkara ini tidak termasuk perkara yang wajib, sehingga saya
khawatir jika ini dianggap wajib. Istighfar atau apa pun kalimat-kalimat thayyibah itu
tidak wajib, hanya bersifat sebagai ikhtiar untuk mencapai kemaslahatan. Jika
dianggap wajib, saya khawatir justru saya berdosa karenanya.
'Alaa kulli hal, masih ada niat sesudah akad nikah. Niat yang baik setelah
mengarungi bahtera rumah tangga, insya Allah dapat memperbaiki kesalahan-
kesalahan niat sebelumnya. Mudah-mudahan Allah menjadikan rumah tangga kita
penuh barakah.
Masih ada niat sesudah hidup bersama. Niat ketika berhias maupun niat ketika
berhubungan intim. Niat Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu adalah salah satu
contohnya. Beliau pernah berkata, "Sungguh aku memaksakan diri bersetubuh dengan
harapan Allah akan mengaruniakan dariku makhluk yang akan bertasbih dan
mengingat-Nya."
Pembahasan lebih lanjut mengenai berbagai hal yang berkenaan dengan
hubungan intim suami istri insya-Allah akan kita bicarakan pada bab Keindahan
Suami Istri di jendela kedua buku kita ini.

Hujan Itu Mensucikan Bumi


Adakalanya niat kita ketika hendak menikah masih belum bersih, kemudian
Allah memberikan kasih sayang-Nya. Allah memberikan berbagai keadaan sehingga
kita mensucikan niat kita. Allah menurunkan peristiwa-peristiwa sehingga kita
mengetahui kekotoran niat kita yang selama ini tersembunyi dari pengetahuan kita
sendiri.
Adakalanya niat seseorang sudah bersih, kemudian Allah menguji kesungguhan
niatnya. Allah memberikan ujian, sehingga tampak apakah ia bersungguh-sungguh
dengan niatnya. Sehingga tampak apakah ia tetap berpegang pada tali-Nya di saat
menghadapi kesulitan. Sehingga semakin kokoh niatnya kalau ia tetap memegangi
niatnya. Yang demikian ini insya-Allah akan membuat niatnya lebih dekat kepada
barakah dan tidak mudah luntur oleh keadaan sesudah menikah.

Kado Pernikahan 114


"Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan
untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati."
(Q.S. Ali 'Imran: 154).
Sebagian orang ridha terhadap apa yang terjadi, sehingga Allah menambah
kemuliaan dan barakahnya. Sebagian merasa kecewa kepada Allah. Sebagian lagi
merasa kecewa, kemudian memperbaiki hati setelah menyadari kesalahan-
kesalahannya.
Adakalanya Allah mensucikan bumi dengan menurunkan hujan. Dalam hujan
ada kilat dan petir. Sebelum hujan ada mendung tebal yang membuat gerah orang-
orang di muka bumi. Sayangnya, seringkali kita salah sangka. Kita sering tidak bisa
membedakan antara panasnya terik matahari dengan gerahnya awan tebal yang
mengawali hujan penuh rahmat.
Pensucian niat bisa juga terjadi karena bertambahnya ilmu. Ketika seseorang
memperoleh pengetahuan yang lebih baik mengenai agamanya, akhirnya ia mengenali
kekeruhan-kekeruhan niat yang selama ini tidak diketahuinya. Oleh karena itu, suami-
istri tetap perlu mencari ilmu setelah berumah tangga. Mudah-mudahan mereka dapat
menjadi suami-istri yang penuh barakah. Mudah-mudahan mereka dapat menjadi
orangtua yang penuh barakah, melahirkan keturunan yang memberi bobot kepada
bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah melalui pernikahan mereka. Allahumma
amin.
Wallahu A'lam bishawab.
Mudah-mudahan Allah memperbaiki niat kita. Mudah-mudahan Allah
melepaskan kita dari ghurur (terkelabui) atas perkara-perkara yang kita sangka niat
kita, padahal hanya angan-angan yang kita jelaskan dengan akal saja.

Kado Pernikahan 115


Bab 9

M emasuki Malam Zafaf

K alau sudah ada kerelaan untuk menjadi teman hidup, maka tunggu sesaat
lagi jalinan perasaan itu akan sah. Sesaat lagi, apa-apa yang haram bagi
kita telah menjadi halal atas karunia Allah. Sesaat lagi, seorang jejaka
mulai harus memberikan kelembutan sikap kepada wanita yang beberapa
waktu lalu dipinangnya. Sesaat lagi, seorang wanita mulai mempunyai kewajiban
untuk bertaba’ul (pengurusan dan pelayanan). Ini kelak di akhirat akan dimintakan
tanggung jawab kita. Ada perjanjian yang sangat berat kepada Allah, sehingga Allah
memberi hak kepada kita beberapa kesenangan dan memberi amanah di balik
kesenangan-kesenangan itu. Perjanjian ini terikat sesaat lagi, ketika seorang ayah
mengucapkan ijab atas anak gadisnya dan seorang laki-laki mengucapkan qabul
(penerimaan) untuk mengikat jalinan perasaan sebagai suami-istri.
Inilah akad nikah. Inilah akad yang menjadikan halal apa-apa yang sebelumnya
haram, dan membuat berpahala apa-apa yang sebelumnya merupakan dosa.

Ikatan Itu Bernama Mitsaqan-Ghalizhan


Nabi berdiri di Mina, di Masjid Kheif. Dia memandang ribuan jama’ah yang
hadir untuk berhaji di sekitarnya. Kemudian bibirnya yang tidak pernah berdusta
menyebutkan pujian kepada Allah. Lalu memulai khuthbahnya.
“Wahai manusia,” kata Rasulullah berseru, “dengarkan penjelasanku baik-baik,
karena aku tidak tahu apakah aku masih berjumpa lagi dengan kalian di tempat ini
pada tahun yang akan datang.”

Kado Pernikahan 116


Suara Rasulullah bergetar. Para sahabat merasa ada yang akan hilang. Ada tangis
yang terasa, tapi menahannya di tenggorokan. Ada kesedihan. Ucapan Rasulullah kali
ini, mengisyaratkan perpisahan. Tahun depan mungkin Rasulullah sudah tidak
bersama mereka lagi. Betapa besar kehilangan kalau Rasulullah benar-benar dipanggil
oleh Yang Mengutusnya, Allah subhanahu wa ta’ala. Betapa besar kehilangan kalau
kali ini adalah haji perpisahan, haji wada’, sedang wajah suci itu telah bertahun-tahun
membimbing mereka sekaligus menanggung luka-luka dalam beberapa peperangan.
Para sahabat merasakan kesedihan itu.
Kemudian Rasulullah berkata, “Apakah aku sudah menyampaikan risalah
Tuhanku kepada kalian?”
Para sahabat menjawab dengan suara serentak, dengan gemuruh yang sama, dan
dengan jawaban yang sama, “Benar. Engkau sudah menyampaikan risalah kepada
kami.”
“Allahumma isyhad. Ya Allah, saksikanlah!” Sebagian sahabat sudah tidak
sanggup lagi menahan tangisan mereka. Mereka mengetahui bahwa tugas Nabi sudah
berakhir, kata K.H. Jalaluddin Rakhmat.
“Wahai manusia,” begitu kata Nabi selanjutnya, “Hendaknya yang hadir
menyampaikan kepada yang tidak hadir. Tahukah kalian hari apakah sekarang ini?”
“Hari yang suci.”
“Negeri apakah ini?”
“Negeri yang suci.”
“Bulan apakah ini?”
“Bulan yang suci.”
“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, kehormatan kalian, sama sucinya
dengan hari ini, negeri ini, pada bulan ini. Sesungguhnya kaum Mukmin itu
bersaudara. Tidak boleh ditumpahkan darahnya. Tuhan kalian satu. Bapak kalian
semuanya Adam dan Adam dari tanah. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah
ialah yang paling takwa. Tidak ada kelebihan orang Arab di atas orang asing kecuali
karena takwanya. Apakah aku sudah menyampaikan kepada kalian?”
Suara para sahabat bergemuruh. Mereka menjawab, “Benar.” Begitulah setiap
kali Nabi menyampaikan satu bagian (maqtha’) nasehatnya, beliau mengakhirinya
dengan “apakah aku sudah menyampaikan kepada kalian?”; dan para sahabat
menjawab serentak dengan “benar”. Setiap beliau memulai bagian nasehatnya, kata
Kang Jalal, beliau berkata, “Simaklah pembicaraanku, kalian akan memperoleh
manfaat sesudah aku tiada. Pahamilah baik-baik supaya kalian memperoleh
kemenangan.”
Hari ini, Rasulullah telah tiada. Dan sekarang, saya ingin menyampaikan salah
satu pesan Rasulullah saat itu, ketika Anda sudah menguatkan hati untuk mengikat
perjanjian yang sangat berat (mitsaqan-ghalizhan). Istri Anda mempunyai hak atas

Kado Pernikahan 117


Anda karena perjanjian itu. Ia mempunyai hak yang suci, sama sucinya dengan hari
ketika khothbah perpisahan itu diucapkan.
Ketika Anda sudah mengikat perjanjian yang sangat berat, tahukah Anda apa hak
istri Anda? Dan ketika Anda menerima perjanjian berat dari suami Anda, tahukah
Anda hak suami atas Anda?
Di haji wada’ itu, Rasulullah Saw. Mengingatkan dengan peringatan suci,
“Wahai manusia, sesungguhnya istri kalian mempunyai hak atas kalian
sebagaimana kalian mempunyai hak atas mereka. Hak kalian atas mereka ialah
mereka (para istri) tidak boleh mengizinkan orang yang tidak kalian senangi masuk ke
rumah kecuali dengan izin kalian. Terlarang bagi mereka melakukan kekejian. Jika
mereka berbuat keji, bolehlah kalian menahan mereka dan menjauhi tempat tidur
mereka, serta memukul mereka dengan pukulan yang tidak melukai mereka. Jika
mereka taat, maka kewajiban kalian adalah menjamin rezeki dan pakaian mereka
sebaik-baiknya. Ketahuilah, kalian mengambil wanita itu sebagai amanah dari Allah,
dan kalian halalkan kehormatan mereka dengan Kitab Allah. Takutlah kepada Allah
dalam mengurus istri kalian. Aku wasiatkan kalian untuk selalu berbuat baik.”
“Aku wasiatkan kalian untuk selalu berbuat baik,” begitu kata-kata terakhir dari
Rasulullah ketika mengingatkan kita tentang kewajiban di balik amanah pernikahan.
Ada yang harus dijaga dalam perjanjian yang sangat berat ini (mitsaqan-ghalizhan).
Ada yang harus diperjuangkan karena amanah ini.
Ada yang besar dalam perjanjian berat ini. Hati yang menerima, jiwa yang rela,
sikap yang menenteramkan, dan kesediaan untuk berjuang bersama. Sudah siapkah
engkau? Aku bertanya kepada diriku sendiri dan juga kepadamu.
Perjanjian berat akan kita ikrarkan. Allah dan para malaikat menjadi saksi. Para
tamu juga menjadi saksi. Ada yang menjadi saksi khusus ketika perjanjian berat itu
diucapkan.
Akad nikah memang harus ada saksi. Sebenarnya, apakah saksi itu? Mengapa
perjanjian berat ini memerlukan saksi? Padahal Allah Maha Tahu dan tak ada yang
bisa disembunyikan dari penglihatan-Nya.
Maha Besar Allah. Sungguh Allah tidak pernah zalim kepada setiap makhluk-
Nya. Pernikahan memerlukan saksi untuk mengingatkan kepada kita tentang amanah
di baliknya. Mudah-mudahan kita selalu ingat dan tetap menjaganya sampai kelak
bertemu dengan Allah di Hari Kiamat.
Jadi, ikatan pernikahan bukanlah ikatan main-main. Ada kesenangan-kesenangan
di dalamnya yang boleh kita rasakan bersama, dan ada amanah di baliknya. Ada
sebuah amanah besar.
Sekarang ketika ayah dari calon istri Anda akan mengucapkan ijab nikah,
marilah kita perhatikan beberapa hal berkenaan dengan Ijab-Qabul Nikah.

Kado Pernikahan 118


Mengucapkan Ijab-Qabul Nikah
Perjanjian berat itu terikat melalui beberapa kalimat sederhana. Pertama adalah
kalimat ijab, yaitu keinginan pihak wanita untuk menjalin ikatan rumah tangga
dengan seorang laki-laki. Kedua adalah kalimat qabul, yaitu pernyataan menerima
keinginan dari pihak pertama untuk maksud tersebut.
Ijab-qabul adakalanya diucapkan dalam bahasa Arab. Adakalanya juga
diucapkan dalam bahasa setempat. Keduanya boleh dipakai. Ibnu Taimiyyah
mengatakan, ikatan nikah bisa terjalin dengan ungkapan yang bermakna nikah,
dengan kata dan bahasa apa pun.
Mana yang lebih afdhal? Mana yang lebih baik untuk dipakai? Wallahu A’lam
bishawab. Nikah adalah perjanjian yang berat. Kita perlu menghayati ucapan ijab-
qabul. Salah satu syarat ijab-qabul adalah kedua pihak memiliki sifat tamyiz (mampu
membedakan baik dan buruk), sehingga ia memahami perkataan dan maksud dari
ijab-qabul itu. Di atas pemahaman terhadap maksud ijab-qabul, ada penghayatan.
Sebagian dari kita mungkin lebih bisa merasakan makna di balik perjanjian yang
sangat berat ini ketika diucapkan dalam bahasa Arab, karena ini merupakan bahasa
Al-Qur’an. Tetapi sebagian lainnya, lebih dapat merasakan makna dari setiap kata
yang didengar dan diucapkan ketika ketika menggunakan bahasanya sehari-hari,
misal bahasa Indonesia.
Jika Anda lebih mudah merasakan makna ijab-qabul dalam bahasa Arab, Anda
dapat memilih untuk menggunakan bahasa Arab ketika berlangsung akad nikah.
Tetapi jika Anda lebih mampu menghayati dan lebih mudah terharu dengan bahasa
Indonesia, sesungguhnya akad-nikah dalam bahasa Indonesia tidak membuatnya lebih
rendah nilainya dibanding bahasa Arab. Jika dengannya Anda lebih merasakan
kedalaman arti akad nikah, insya-Allah bahasa Indonesia bisa lebih baik.
Yang jelas, apa pun bahasa yang digunakan, akad nikah hendaknya tidak
berbelit-belit dan terlalu mempersulit proses demi kesempurnaan adat istiadat.
Keagungan pernikahan tidak diukur dari lengkap tidaknya mengulang kalimat ijab
ketika mengucapkan qabul. Ini sekedar satu contoh saja.
Juga, hendaknya kita tidak terjebak ke dalam keinginan untuk mencapai "suasana
khusyuk" sehingga justru mempersulit diri. Jika kita menengok kisah-kisah
pernikahan di masa shahabat dan beberapa generasi berikutnya, kita sering mendapati
proses akad nikah yang begitu sederhana. Kadang terasa "terlalu sederhana" untuk
ukuran kita yang senang berbelit-belit ini. Misalnya, bukan hal yang aneh kalau kita
membaca seseorang minta dinikahkan --meminang-- lalu orangtua sang perempuan
mengatakan, "Ya, kau kunikahkan dengan Fulanah binti Fulan." Selesai. Dan dari
pernikahan-pernikahan semacam itulah justru lahir orang-orang yang memiliki
keutamaan besar di dunia dan akhirat.
Di zaman kita sekarang, agaknya sulit menjumpai model pernikahan yang
sederhana seperti itu. Barangkali hanya tinggal di sebagian daerah Lamongan, Jawa
Timur saja tradisi pernikahan Islami yang sangat sederhana tetap bisa berlangsung.

Kado Pernikahan 119


Proses pernikahan berlangsung sangat cepat. Begitu pinangan diterima --ini yang
pernah terjadi-- orangtua si gadis langsung menyatakan, kurang lebih, "Bagaimana,
akad nikah sekarang?" Jika ya, saksi bisa dipanggil dari tetangga kanan kiri. Perkara
mahar, gampang. Bisa dicari. Walimah, bisa dipersiapkan besok. Sedang untuk
hidangan sekarang, orang dapur bisa mempersiapkan.
Saya tidak tahu apakah ada daerah lain yang masih mempunyai tradisi
pernikahan yang sederhana dan Islami seperti itu. Jika masih ada daerah lain, saya
kira itu ada di daerah-daerah basis pesantren yang masih kental budaya pesantrennya.
Daerah-daerah Situbondo dan Probolinggo, barangkali.
Wallahu A'lam bishawab.

Siapa yang Menikahkan?


Sesungguhnya yang paling berhak untuk menikahkan seorang anak wanita
adalah ayahnya, karena dia adalah wali bagi anaknya. Tetapi adakalanya, keluarga
pengantin wanita menyerahkan kepada orang lain untuk mengijabkan pernikahan
anak wanitanya dengan laki-laki yang akan menjadi suami anaknya.
Sesungguhnya pernikahan merupakan ikatan yang suci. Ketika seorang ayah
mengucapkan ijab nikah, di dalamnya juga tersirat penyerahan tanggungjawab atas
anak wanitanya kepada laki-laki yang ia telah mantap dengannya. Ketika
mengijabkan, seorang ayah juga telah mempersaksikan bahwa tanggungjawabnya
terhadap anak wanitanya telah tertunaikan.
Jadi, ijab nikah bukan sekedar ucapan untuk mensahkan ikatan batin antara anak
wanitanya dengan seorang laki-laki yang telah dipilihnya. Di dalamnya juga terdapat
tanggungjawab ruhiyyah, semoga pernikahan ini menjadi jalan kebaikan bagi
orangtua serta keluarga anaknya yang baru saja menikah. Ini antara lain tampak
ketika seorang ayah mendoakan menantu laki-lakinya sebelum mengantarkannya
untuk menemui istrinya di malam pertama.
Anas bin Malik r.a. menceritakan kisah perkawinan Fathimah Az-Zahra r.a. Anas
berkata, Nabi bersabda, “Bawakan aku air!” ‘Ali berkata, “Aku tahu apa yang
dimaksudkan oleh beliau. Maka aku bangkit dan memenuhi gelas besar kemudian
memberikannya. “Beliau mengambilnya lalu meludahinya, kemudian bersabda
kepadaku, “Majulah!” Maka beliau menyiram kepalaku dan bagian depan tubuhku.
Kemudian beliau bersabda:

Khath Arab

Allahumma innii u’iidzuhu bika wa dzurriyatuhu minasy-syaithaanirrajiim.


Ya Allah, sesungguhnya aku melindungi dirinya dan keturunannya dengan-Mu
dari setan yang terkutuk.

Kado Pernikahan 120


Beliau bersabda, “Menghadap ke belakang!” Maka aku pun menghadap ke
belakang. Lalu beliau menyiram daerah antara dua belikat, lalu berdoa:

Khath Arab

Inni u’iidzuhu bika wa dzurriyatuhu minasy-syaithanir rajiim.


Sesungguhnya aku melindunginya dan keturunannya dengan-Mu dari setan yang
terkutuk.
Kemudian bersabda, “Hai Ali, temuilah istrimu dengan membaca basmalah
supaya mendapat barakah.” (HR. Abu Bakar bin As-Sina).
Abu Bakar bin As-Sina menulis dalam kitabnya, “Abu ‘Abdurrahman
memberitahukan kepada kami, ‘Abdul A’la bin Washil dan Ahmad bin Sulaiman
menceritakan kepada kami, Malik bin Isma’il menceritakan kepada kami, dari
‘Abdurrahman bin Hamid Ar-Rawasi, ‘Abdul Karim bin Salith menceritakan kepada
kami, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya r.a. Dia menceritakan perkawinan Fathimah,
lalu berkata: Pada saat malam pertama tiba, Nabi Saw. bersabda, “Hai ‘Ali, jangan
mengucapkan apapun sebelum kamu menemuiku.” Kemudian Nabi Saw. meminta air.
Beliau menggunakannya untuk wudhu, lalu membasuhkannya kepada ‘Ali sambil
berdoa:
Khath Arab

Allahumma baarik fiihimaa wa baarik ‘alaihima wa lahumaa fii syamlihimaa.


Ya Allah, barakahilah keduanya dengan barakah yang meliputi keharmonisan
keduanya.
Ketika seorang ayah mempercayakan anak wanitanya dengan ucapan ijab kepada
calon menantu, insya-Allah ia berada dalam keadaan hati yang sangat bersih dan
paling besar pengharapannya kepada Allah.
Adapun kalau bukan ayah, maka keluarga wanita bisa meminta kepada orang
yang ‘alim (berilmu) untuk mewakili ayah wanita tersebut dalam mengijabkan.
Tetapi, siapakah orang ‘alim itu? Wallahu A’lam bishawab. Sepanjang pengetahuan
saya orang ‘alim adalah orang yang sangat besar rasa takutnya kepada Allah dan
mengetahui halal-haramnya suatu perkara.
Wallahu A'lam bishawab.
Ada perkara-perkara lain dalam masalah ijab-qabul. Tetapi bukan wilayah saya
untuk membahasnya, termasuk yang berkenaan dengan orang yang mengijabkan
pernikahan seorang wanita kepada seorang laki-laki. Adapun pembahasan saya
sekilas tentang orang yang menikahkan, yang demikian ini sebagai ikhtiar untuk
menyampaikan apa yang lebih utama dan insya-Allah lebih besar barakahnya.

Kado Pernikahan 121


Mudah-mudahan pernikahan yang baru saja berlangsung akan penuh barakah Allah
dan dibarakahi atas mereka. Semoga dari pernikahan itu lahir keturunan yang
memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah.
Wallahu A'lam bishawab.

Walimah Itu Ungkapan Syukur


Kalau pernikahan sudah berlangsung, maka suami bisa menyelenggarakan
walimah sebagai ungkapan syukurnya kepada Allah. Melalui walimah, ia
mengungkapkan kerendahan hatinya dengan meminta doa barakah kepada kaum
muslimin yang datang; doa yang sungguh-sungguh, bukan sekedar mengikuti
kebiasaan bikin undangan, serta mengumumkan kepada masyarakat bahwa dua orang
yang bukan muhrim itu kini telah halal hidup bersama.
Rasulullah Saw. menganjurkan kepada kita untuk mengadakan walimah ketika
kita menikah. Rasulullah mengingatkan dengan sangat agar kita mengadakan walimah
untuk pernikahan kita, sesederhana apapun. Banyak hadis yang menunjukkan perkara
ini. Ketika Rasulullah mengetahui 'Abdurrahman bin Auf menikah --saat itu
'Abdurrahman bin Auf tidak menyelenggarakan walimah-- maka Rasulullah bersabda,
"Buatlah sebuah perayaan, adakan walimahan meskipun hanya dengan memotong
seekor kambing."
Ada hadis yang senada dengan itu. Dari Anas r.a., ia berkata, "Rasulullah belum
pernah berpesta untuk sesuatu kejadian sebagaimana yang Rasulullah lakukan
terhadap Zainab, "Buatlah walimah, berpestalah meskipun hanya dengan memotong
seekor kambing." (HR Bukhari dan Muslim).
Masih banyak hadis-hadis lain yang berbicara tentang perintah untuk
mengadakan walimah. Semuanya menunjukkan bahwa mengadakan walimah untuk
sebuah pernikahan sangat penting. Dari sinilah lahir kesimpulan hukum tentang
walimah. Sebagian besar 'ulama sepakat bahwa walimah hukumnya sunnah
muakkadah.
Dalam hal ini, masalah penting yang perlu kita ingat adalah, titik tekan anjuran
walimah ada pada penyelenggaraan walimahnya, bukan pada penyembelihan seekor
kambing sebagai pesta minimal. 'Abdurrahman bin Auf --sahabat utama Nabi Saw.--
adalah termasuk orang paling kaya di masa itu, sehingga perkataan "meskipun hanya
dengan memotong seekor kambing" menggambarkan penegasan tentang pentingnya
mengadakan walimah. Tetapi jika untuk memberi mahar cincin besi saja tidak bisa,
tentu ia tidak diharuskan mengadakan walimah dengan memotong seekor kambing.
Sebab jika ini dilaksanakan, justru bisa mendatangkan madharat.
Wallahu A'lam bishawab.
Di Indonesia, umumnya pesta walimah diselenggarakan oleh orangtua dari
mempelai wanita. Karena itulah, saya ingatkan kepada mereka agar memperhatikan
kemaslahatan dalam menyelenggarakan pesta pernikahan untuk anaknya.

Kado Pernikahan 122


Menyelenggarakan pesta walimah secara berlebihan sampai di luar kesanggupan
mereka atau pun menantunya, justru bisa mendatangkan madharat dan kerusakan
sehingga pernikahan yang suci itu kehilangan barakah. Memaksakan diri dalam
menyelenggarakan walimah juga bisa menjadi sunnah sayyi'ah, teladan buruk yang
bila dicontoh orang lain akan menyebabkan kita berdosa. Wallahu A'lam bishawab.
Ukuran berlebihan ini bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, kebiasaan yang berlaku
di masyarakat. Kedua, penyelenggaraan walimah dibandingkan dengan kemampuan
secara pribadi. Pesta walimah yang amat jauh lebih sederhana dari kebiasaan yang
berlaku di masyarakat masih dapat digolongkan berlebihan, apabila untuk
mengadakan walimah itu pengantin laki-laki atau orangtua pengantin perempuan
sampai memaksakan diri melebihi kesanggupan ekonominya saat itu.
Jadi, jika Anda mengadakan walimah dengan memotong seekor kambing,
sementara untuk membeli seekor ayam pun Anda sangat kepayahan, maka walimah
yang Anda laksanakan sudah termasuk berlebihan. Disebabkan oleh walimah itu,
boleh jadi Anda sudah termasuk melampaui batas. Tindakan yang melampaui batas
ini akan membawa akibat dalam dua hal. Pertama, beban bagi diri Anda pribadi.
Kedua, hilang atau berkurangnya barakah pernikahan Anda lantaran agama tidak
menyukai tindakan yang melampaui batas, termasuk dalam soal pernikahan. Kecuali
Anda menyadari kekeliruan Anda dan beristighfar, mungkin Allah akan
mengaruniakan barakah dan rahmat-Nya.
Persoalannya kemudian, di zaman kita ini kadang seorang pengantin laki-laki
tidak diberi kewenangan untuk menentukan bagaimana bentuk walimah yang sesuai
dengan kemampuannya sendiri secara pribadi, tanpa mengaitkan dengan kemampuan
orangtua atau saudaranya. Di sebagian daerah, adat istiadat pernikahan kaum
Muslimin sudah bergeser jauh dari pesan Islam. Sehingga menyebabkan para pemuda
mengalami kesulitan menikah disebabkan oleh tingginya biaya walimah yang harus ia
tanggung. Ketika persoalan ini sudah menyangkut masalah prestise keluarga di
hadapan masyarakat atau keluarga besan (mertua), maka persoalan yang suci dan
penuh kemuliaan ini bergeser men-jadi persoalan harga diri pribadi dan harga diri
keluarga. Alhasil, sistem pernikahan ini tidak mengkondisikan tumbuhnya pribadi
yang matang, mandiri, dan berani bertanggung jawab --yang saking jarangnya,
sampai-sampai terasa seperti slogan. Sistem pernikahan ini lebih cenderung
membentuk orang untuk memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap orang
lain, sekalipun itu kerabatnya sendiri, dan memudahkan tumbuhnya kekuasaan
keluarga terhadap anak-anaknya, sekalipun sudah waktunya untuk mandiri. Sistem
yang demikian ini juga menyulitkan lahirnya pemuda yang memiliki sikap laisal
fataa ma yaquulu kaana abi, wa inna mal fataa ma yaquulu ha ana dza (bukan
pemuda mereka yang berkata "inilah bapakku", tetapi sesungguhnya pemuda adalah
yang berkata inilah dadaku).
Selain itu, karena sistem yang demikian sering mempertaruhkan rasa malu
seseorang atau bahkan keluarga di hadapan sekelompok orang atau masyarakat secara
terbuka, maka secara jangka panjang mendorong orientasi setiap individu yang ada di

Kado Pernikahan 123


masyarakat itu untuk lebih memperhatikan hal-hal yang dapat mengangkat prestise
keluarga daripada apa yang membawa kemaslahatan sangat besar bagi masyarakat.
Juga, karena sistem semacam itu mempersulit perkara yang sebenarnya
sederhana, akhirnya menimbulkan perasaan takut pada pemuda untuk memenuhi
panggilan agama ini dengan wanita-wanita setempat. Rentetan akibat berikutnya tentu
sangat panjang. Salah satu yang sempat saya identifikasi adalah keluarnya ketentuan
dari pemuka masyarakat yang melarang pemudanya untuk menikah dengan wanita-
wanita dari lain suku. Ini, tentu saja, merupakan langkah yang tidak tepat dan dapat
membawa masyarakat kepada kejumudan yang besar. Disamping itu, langkah yang
semacam ini tidak akan mampu mengobati kerawanan sosial dengan sempurna.
Langkah itu hanya mengobati simptom (gejala), bukan akar penyakitnya.
Kembali ke soal berlebihan tidaknya pesta pernikahan yang kita selenggarakan.
Jika walimah seyogyanya dilakukan berdasarkan kemampuan mempelai laki-laki
secara pribadi, apakah ini berarti keluarga mempelai laki-laki dan keluarga mempelai
perempuan tidak boleh mengeluarkan biaya untuk acara tersebut? Letak persoalannya
bukan di sini. Letak persoalannya terletak pada ada tidaknya hal-hal yang membuat
seorang mempelai laki-laki menyelenggarakan walimah jauh melampaui batas
kemampuan wajarnya, terpaksa atau tidak. Ada pun kalau pihak keluarga mempelai
wanita atau keluarga mempelai laki-laki ada yang berinisiatif untuk ikut membantu
menyelenggarakan walimah, insya-Allah baik saja, sejauh hal itu memang diniatkan
untuk membantu. Apalagi kalau niatnya lebih luhur lagi, bukannya sekadar demi
mempertahankan harga diri keluarga.
'Alaa kulli hal, karena walimah merupakan ungkapan syukur kepada Allah
sekaligus majelis untuk meminta doa para hadirin agar pernikahan kita barakah, maka
hendaknya walimah itu tidak merendahkan asma'-Nya yang tinggi lagi mulia. Maksud
saya, penyelenggaraan walimah hendaknya tidak mengakibatkan kita secara sengaja
mengejek Tuhan dengan alasan keadaan dharurat. Misalnya, apa yang dilakukan oleh
sebagian orang dengan berhias sebelum memasuki waktu shalat Dzuhur --kadang
malah persiapannya sejak sebelum Subuh-- dan melewati beberapa waktu shalat tanpa
menyentuh air demi menjaga agar keindahan rias tidak rusak oleh air wudhu.
Saya sempat sedih dan merasa terpukul ketika pada suatu pesta pernikahan,
seseorang dengan ringan berkata bahwa Allah Maha Pengampun. Benar bahwa Tuhan
Maha Pengampun, tetapi Dia juga Maha Pedih Siksa-Nya. Saya juga merasa bingung
ketika dalam pesta pernikahan yang lain periasnya bercerita, biasanya ia merias
pengantin sebelum masuk waktu shalat, kecuali jika pengantinnya termasuk orang-
orang yang dipandang taat. Padahal, itu untuk pesta-pesta walimah yang diadakan
sore atau malam hari. Sehingga merias sebelum memasuki waktu shalat --kecuali jika
sedang mens-- berarti secara sengaja mengabaikan waktu shalat.
Saya belum termasuk orang yang khusyuk. Tetapi ketika mendengar hal yang
semacam itu, saya jadi bertanya apakah pesta pernikahan itu tidak justru
memburukkan taat kita kepada Allah di saat Ia menyempurnakannya? Apakah kita
tidak mendustakan-Nya ketika mengatakan dharurat (apa boleh buat, terpaksa

Kado Pernikahan 124


begini), padahal saat itu kita sedang mendapat kemudahan dan kebaikan dari-Nya?
Atau, jangan-jangan sikap kita seperti itu memang telah menjadi doa mohon keadaan
dharurat sehingga kita sekarang mengalami kesulitan yang bermacam-macam di
negeri ini. Wallahu A'lam bishawab wastaghfirullahal 'adzim.
Masih banyak hal yang bisa kita bicarakan tentang acara walimah nikah ini,
semoga walimah tidak menjadikan pernikahan kita berkurang barakahnya. Apalagi
sampai merusak dan menghapus barakah atas pernikahan kita, sehingga kita
mendapati rumah tangga kita kering, gersang, menjengkelkan, dan penuh
pertengkaran. Masih banyak yang bisa kita bicarakan agar walimah nikah dapat
menjadi ungkapan syukur kita yang jernih dan kerendahan hati kita untuk meminta
doa dengan tulus, lalu para tamu pun be-nar mendoakan dengan hati yang ikhlas
(bukan sebagai basa basi sosial) sehingga Allah berkenan melimpahkan ba-
rakah-Nya. Semoga melalui pernikahan yang barakah itu Allah berkenan memberi
syafa'at kepada kita, kelak di hari kiamat.
***
O ya, satu lagi masalah yang berkenaan dengan walimah. Sebagian dari kita ada
yang bersikap sangat keras sehingga pengantin wanita sama sekali tidak mau keluar
untuk menjumpai tamu dari kaum laki-laki dengan mengajukan argumentasi (hujjah)
perintah hijab bagi Ummahatul Mukminin, istri-istri Nabi.
Saya tidak akan berpanjang-panjang dalam soal hijab, kecuali dengan meyakini
wajibnya menutup aurat secara sempurna dengan mengulurkan kain yang menutupi
dada. Saya tidak berpanjang-panjang dalam soal ini karena bukan bagian saya. Yang
ingin saya sampaikan kepada Anda adalah, seorang pengantin wanita boleh
menjumpai tamu laki-laki berdasarkan sebuah hadis shahih riwayat Bukhari &
Muslim.
Dari Sahal, dia berkata, "Ketika Abu Usaid As-Sa'idi menjadi pengantin, dia
mengundang Nabi Saw. beserta para sahabat beliau. Maka tidak ada yang membuat
makanan dan menghidangkannya pada mereka selain istrinya, Ummu Usaid. Dia telah
merendam beberapa biji kurma di dalam satu bejana kecil yang terbuat dari batu pada
malam harinya. Tatkala Nabi Saw. selesai makan, Ummu Usaid menghancurkan
kurma tersebut, lalu menuangkannya sebagai hadiah khusus untuk Nabi Saw." (HR
Bukhari & Muslim).
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, pensyarah shahih Bukhari paling otoritatif,
menerangkan, "Hadis ini dapat dijadikan dalil mengenai diperbolehkannya wanita
melayani suami dan tamu undangannya, tapi dengan catatan tidak menimbulkan
fitnah, serta dengan tetap memperhatikan hal-hal yang wajib dia tutup."
Ada dua catatan yang diberikan oleh Al-Hafizh sehubungan dengan pembolehan
wanita melayani suami dan tamu undangan, yaitu tidak menimbulkan fitnah serta
dengan tetap memperhatikan hal-hal wajib dia tutup. Dua hal inilah barangkali
yang sulit dijaga sehingga membuat sebagian dari kita bersikeras tidak mau
menampakkan diri sama sekali di hadapan para undangan --yang terdiri dari wanita
dan laki-laki-- lalu ada kesan bahwa menampakkan diri ketika walimah adalah tidak

Kado Pernikahan 125


boleh. Padahal untuk melayani undangan laki-laki saja dibolehkan, asal memenuhi
dua ketentuan sebagaimana disebutkan oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar.
Wallahu A'lam.
Masalah ini perlu saya kemukakan kepada Anda atas dua alasan. Pertama, saya
melihat sikap tidak mau menampakkan diri sama sekali mulai merebak, sehingga
kadang-kadang menimbulkan "fitnah" di masyarakat. Jika sikap itu dikarenakan tidak
bisa memenuhi dua ketentuan dari Al-Hafizh, maka yang demikian itu insya-Allah
akan membawa kebaikan. Apalagi kalau bisa menjelaskan kepada tamu dengan cara
yang baik. Kedua, saya menyampaikan disebabkan oleh kekhawatiran saya bahwa hal
ini dipandang haram. Sikap ini saya dasarkan pada peristiwa ketika Sayyidina 'Ali
karamallahu wajhahu minum sambil berdiri seraya mengatakan kepada khalayak
tentang dibolehkannya minum sambil berdiri. Selengkapnya tentang peristiwa Sayyi-
dina 'Ali ini bisa Anda baca pada bab Keindahan Suami-istri.
Begitulah. Semoga penjelasan ini bermanfaat dan membawa kebaikan bagi kita,
dunia dan akhirat. Selebihnya, karena walimah sudah selesai, saya hanya bisa menitip
doa semoga pernikahan Anda penuh barakah. Doa yang maksudnya sama dengan doa
Anda tatkala mengecup ubun-ubun istri di malam zafaf:

Khath Arab

Barakallahu likulli waahidin minnaa fii shaahibihi.


Semoga Allah membarakahi masing-masing di antara kita terhadap teman
hidupnya.
Ya Allah Ya Rahim, barakahilah pernikahan orang-orang yang mengharapkan
barakah-Mu. Allahumma amin.

Ehmm, karena tamu-tamu sudah pulang ke rumah masing-masing dan burung-


burung juga sudah kembali ke sarangnya, maka jangan lupa: malam zafaf Anda telah
tiba. Di kamar pengantin, istri Anda telah lama menunggu. Maka jangan biarkan ia
gelisah karena Anda tak kunjung datang untuk menghabiskan malam bahagia dan
penuh barakah (mudah-mudahan. Allahumma amin).
Tapi sabar dulu. Sebelum memasuki malam zafaf, apa yang sudah Anda ketahui
tentang malam yang penuh cerita? Bagaimana agar malam zafaf terlewatkan dengan
baik, dan bukannya meninggalkan cerita duka dan benih kekecewaan? Ada ilmunya.
Mudah-mudahan Allah menjadikan tulisan berikut ini bermanfaat dan penuh barakah
bagi kita semua, terutama bagi Anda yang akan memasuki malam zafaf.
Dan agar Anda tak terlalu gelisah, inilah pembahasan tentang malam zafaf itu.
Silakan mencermati.

Kado Pernikahan 126


Memasuki Malam Zafaf
Masa sesudah akad nikah adalah saat yang peka. Hari itu seorang jejaka baru saja
menjadi suami, dan seorang gadis memulai kehidupannya sebagai istri. Perasaan
mereka sangat sensitif ketika pertama kali bertemu dan berdekatan. Ada salah
tingkah, tapi ada perasaan ingin dekat. Ada rasa bahagia, tapi tak sedikit
canggungnya. Agak takut, tapi juga agak terbuka.
Malam zafaf memang malam yang peka. Kekecewaan di malam ini, bisa
membawa pengaruh bagi kehidupan selanjutnya. Kebahagiaan atau sentuhan perasaan
yang dalam sangat membantu keduanya untuk hidup bersama menuju keluarga
barakah. Keindahan di malam zafaf menjadi jalan untuk saling menerima, saling
percaya dan rasa cinta yang diliputi kerinduan-kerinduan halus. Adapun salah tingkah
dan canggung, itu adalah rahmat Allah Ta'ala. Maha Besar Allah dengan segala
rahmat-Nya. Insya-Allah ini akan kita bicarakan nanti.
Lalu, apakah malam zafaf itu? Inilah malam ketika seorang wanita pertama kali
memasuki rumah suaminya setelah ia dinikahkan. Ini adalah malam ketika ia pertama
kali berdekatan dengan suami dalam satu kamar --yang meskipun luas, rasanya sempit
saja. Sederhananya, malam zafaf adalah malam pemboyongan istri ke kamar
suaminya. Pada masa sekarang, malam zafaf adalah malam ketika pertama kali
mereka bermalam bersama.
Yang tidak sederhana adalah bagaimana menghabiskan malam zafaf itu. Yang
demikian ini agar Anda dapat menikmati keindahan agung sebagai suami-istri.
Mudah-mudahan dengan demikian malam zafaf Anda akan penuh barakah. Sehingga
hari-hari berikutnya Anda merasakan ketenteraman jiwa (sakinah), kecintaan yang
tulus (mawaddah) dan rahmah.
Ada beberapa hal yang diajarkan oleh agama kita agar pengantin baru
memperoleh kenikmatan yang mesra di malam zafaf. Jika Anda akan memasuki
malam zafaf, kesampingkan dulu salah tingkah Anda. Mari kita simak beberapa hal
yang mudah-mudahan dapat membawa rumahtangga Anda penuh rasa cinta dan
harmonis (ulfah).

Kelengkapan Zafaf
Pengantin baru perlu melakukan beberapa persiapan sehingga malam zafaf
terlaksana dengan penuh barakah dan keindahan yang tak terlupakan. Persiapan ini
meliputi fisik, atribut-atribut kebendaan, maupun persiapan psikis dan ruhiyyah.
Persiapan-persiapan fisik inilah yang saya sebut sebagai kelengkapan zafaf, semata-
mata agar tulisan ini hanya dibaca oleh mereka yang telah memerlukan.
Seorang laki-laki maupun wanita perlu memperhatikan kelengkapan zafaf ini.
Mudah-mudahan Allah melimpahkan barakah bagi kedua mempelai di malam
pertama mereka.

Kado Pernikahan 127


Kelengkapan Laki-laki
Seorang lelaki, kata Ustadz Abduh Ghalib Ahmad ‘Isa, hendaknya berhias
dengan menghilangkan bulu ketiak, mencukur rambut kemaluan, membersihkan
janggutnya, menggunting kukunya, mandi dengan air dan sabun, dan memakai
pakaian yang baru jika berkemampuan. Jika tidak, maka hendaklah ia memakai
pakaian yang bersih.
Seorang lelaki dianjurkan untuk berhias di malam itu. Sebab, hubungan seksual
di malam itu mempunyai kesan yang sangat dalam untuk jangka waktu yang sangat
lama, kata Mahmud Al-Shabbagh. ‘Aisyah r.a. pernah ditanya, “Pekerjaan apa yang
mula-mula dilakukan oleh Nabi pada saat beliau memasuki rumahnya?” ‘Aisyah
menjawab, “Sikat gigi.” (HR Muslim).
Ada kemungkinan, kata Al-Shabbagh, bahwa Nabi Muhammad Saw. Melakukan
hal itu untuk menyambut istri beliau dengan ciuman. Alangkah manisnya jika seorang
suami mencium istrinya bila hendak meninggalkan rumahnya pada pagi hari, dan jika
bertemu lagi dengan istrinya pada sore harinya, agar tetap awet muda.
Sebelum memasuki malam zafaf, seorang laki-laki hendaknya memotong
kumisnya dan merapikan jenggotnya. Jenggot bukan untuk dicukur, karena
memanjangkan jenggot merupakan sunnah. Sedang wewangian akan
menyempurnakan kelengkapan fisik sehingga lebih indah bagi Anda berdua. Insya-
Allah.

Kelengkapan Wanita
Wanita hendaknya melakukan beberapa hal untuk memasuki malam zafaf.
Wanita hendaknya memotong kuku-kukunya terutama kuku jemari tangan. Yang
demikian ini agar tidak menjadikan malam zafaf kurang mengenakkan di ujungnya,
karena ketika wanita mencapai puncak kenikmatan dalam berhubungan intim, wanita
banyak mengenakan jari-jemari tangannya pada suami dengan cengkeraman yang
kuat.
Mengenai rambut, wanita hendaknya dalam keadaan bersih ketika memasuki
malam zafaf. Ia telah mencukur rambut ketiaknya sehingga bersih. Juga mencukur
rambut kemaluannya1. Yang demikian ini termasuk perkara-perkara sunnah.
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, “Kami pernah bersama-sama
Nabi Saw. dalam suatu perang. Pada saat kami telah selesai, kami bergegas
menunggangi unta yang lambat jalannya, sehingga aku tersusul oleh seorang
penunggang dari belakangku. Lalu aku menoleh, dan tiba-tiba aku bertemu dengan
Rasulullah Saw. Beliau bertanya, ‘Apa yang membuatmu tergesa-gesa?’
Aku menjawab, ‘Baru saja aku menikah (menjadi pengantin).’
Beliau bertanya, ‘Gadis atau janda yang engkau nikahi?’
Aku menjawab, ‘Janda!’

Kado Pernikahan 128


Nabi bersabda, ‘Hendaklah engkau menikah dengan seorang gadis agar engkau
bisa bermain dengannya dan ia bisa bermain denganmu.’
Jabir berkata, ‘Maka pada saat kami tiba, kami berangkat untuk masuk.’
Beliau lantas berkata, ‘Bersabarlah! Masuklah kalian pada waktu malam atau
waktu Isya’ agar wanita yang rambutnya kusut bisa menyisirnya dan wanita yang
ditinggal pergi dapat mencukur bulu kemaluannya.’” (HR Bukhari).
Rasulullah Saw. bersabda, “Lima perkara dari fithrah; mencukur bulu kemaluan,
berkhitan, menggunting kumis, mencabuti bulu ketiak, dan memotong kuku.” (HR
Jama’ah).
Dari Anas bin Malik r.a., berkata, “Telah dijangkakan waktu untuk kami
terhadap urusan menggunting kumis, memotong kuku, mencabuti bulu ketiak,
mencukur bulu ari-ari2, yakni jangan lebih dari empat puluh hari sekali.” (HR
Muslim dan Ibnu Majah).
Inilah perkara-perkara sunnah yang berkenaan dengan kebersihan.
Melaksanakannya insya-Allah akan dirahmati. Sehingga kita mendapatkan
kemanisannya kelak setelah hari perhitungan. Apalagi untuk malam zafaf. Insya-
Allah ada hikmah yang sangat besar di dalamnya. Sebagian kecil dari hikmah itu
adalah agar di malam zafaf itu pengantin wanita memiliki askhanu aqbalan.
Apa yang dimaksud dengan askhanu aqbalan? Askhanu aqbalan adalah lebih
hangatnya vagina pada seorang wanita. Sebagian sahabat Nabi menganjurkan kita
agar tetap menikahi gadis-gadis karena lebih hangat vaginanya (askhanu aqbalan).
Mereka lebih hangat dibanding janda. Dan seorang gadis dapat mencapai yang lebih
hangat lagi dengan mencukur rambut kemaluannya sehingga bersih.
Dalam sebuah hadis disebutkan,

Khath Arab

“Kawinilah oleh kalian perawan sebab perawan itu lebih segar mulutnya, lebih
subur rahimnya, lebih hangat vaginanya, dan lebih rela dengan nafkah yang sedikit.”
(HR Abu Na’im melalui Ibnu Umar r.a. Periksa Mukhtarul Ahaadits).
Manfaat mencukur rambut kemaluan bagi wanita, agar ia lebih dapat terdorong
gairahnya untuk menikmati hubungan seksual pertama bersama suaminya. Sementara
suaminya belum begitu ia kenal. Kalaupun sebelumnya sempat mengenal, tak pernah
sedekat ini. Sehingga ada salah tingkah, canggung, sekaligus perasaan malu
bercampur rindu dan takut.
Kalau gairahnya tumbuh dan perasaannya terbangkitkan, insya-Allah malam
zafaf akan menjadi malam yang sangat mengesankan dan sulit terlupakan. Adapun
bagi laki-laki, bersihnya kemaluan wanita dan askhanu-aqbalan dapat membuatnya
lebih bersemangat sekaligus memudahkannya melaksanakan tugas sakralnya dengan

Kado Pernikahan 129


baik, sekalipun ia masih gugup dan berkeringat cemas. Mudahmudahan mereka
memperoleh kenikmatan yang sempurna dan penuh barakah. Mudah-mudahan dari
pertemuan pertama di malam zafaf itu lahir keturunan yang memberi bobot kepada
bumi dengan kalimat laa ilaha illaLlah.
Malam itu pengantin wanita juga perlu memakai wangi-wangian, agar malam
zafafnya dipenuhi malaikat rahmat dan menjadikan suami terkesan karena bau yang
pertama kali tercium dari istrinya adalah yang sedap. Wewangian ini terutama dipakai
pada daerah-daerah lipatan, yaitu lipatan telinga, lipatan jari-jemari, ma'athif (antara
leher dan geraham), kening, lipatan payudara serta kemaluan, yaitu pada dinding-
dindingnya serta permukaannya, bila perlu. Khusus pada daerah lipatan, kalau pun
tidak sempat memberi wewangian, cukuplah dalam keadaan bersih.
Dari ‘Aisyah r.a., berkata, “Sepuluh perkara dari fithrah; menggunting kumis,
menurunkan sedikit jenggot, bersikat gigi, berkumur-kumur dan menghisap air ke
dalam hidung, memotong kuku, membasuh lipatan-lipatan anak jari, lipatan-lipatan
telinga, mencabuti bulu ketiak, mencukur bulu-bulu air, beristinja, dan saya telah lupa
yang kesepuluh, mungkin berkumur-kumur.” (HR Ahmad, Muslim, An-Nasa’i dan
At-Tirmidzi).
Dalam sebuah hadis shahih ‘Aisyah menceritakan kepada kita tentang
wewangian wanita. Katanya, “Kami keluar bersama Nabi Saw. ke Makkah. Maka
kami ikatkan pada dahi pembalut yang diberi wewangian ketika kami berihram.
Ketika salah seorang dari kami berkeringat dan mengalir di wajahnya, lalu Nabi
Saw. melihatnya, maka beliau tidak melarangnya.” (HR Abu Dawud, shahih).
Dari Umainah binti Rafiqah, bahwa istri-istri Nabi Saw. membuat pembalut-
pembalut yang di dalamnya terdapat wars dan za’faran, lalu mereka mengikatkan
pada bagian bawah rambut mereka dari dahi mereka, sebelum mereka berihram.
Kemudian mereka berihram dalam keadaan seperti itu. (HR Ath-Thabrani)3.
Mengharumkan kemaluan setelah membersihkan dengan kapas, terdapat pada
tuntunan bersuci dari haid. Di malam zafaf, ada baiknya wanita memasukinya dalam
keadaan telah memberi wewangian pada kemaluannya.
‘Aisyah menerangkan bahwa Asma’ bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang
mandi haid. Nabi menjawab, “Hendaklah seseorang kamu mengambil air beserta daun
bidara, lalu bersuci dengan sebaik-baiknya. Kemudian sesudah itu, hendaklah
menyiramkan air atas kepalanya dan menggosok-gosoknya, hingga sampailah air ke
pangkal rambutnya. Sesudah itu, baru menuangkan air ke dalamnya. Sesudah itu,
hendaklah ia mengambil sepotong kapas yang sudah dikasturikan (diberi minyak
wangi), lalu ia membersihkan diri dengan dia.”
Kala itu Asma’ bertanya, “Bagaimana ia membersihkan diri dengan kapas yang
dikasturikan itu, ya Rasulullah?”
Nabi menjawab, “Subhanallah, kau bersuci dengan itu.”

Kado Pernikahan 130


Kala itu ‘Aisyah dengan suara yang halus berkata, “Kau menggosok-gosokkan
dengan dia tempat-tempat bekas darah (pada dinding kemaluan) yang telah kotor
dengan darah haid.”
Dan Asma’ bertanya lagi tentang mandi janabah. Maka Nabi menjawab,
“Hendaklah ia mengambil air, lalu bersuci dengan sebaik-baiknya. Kemudian barulah
ia menuangkan air atas kepala dengan menggosok-gosokkan kepalanya sehingga air
itu sampai ke pangkal rambutnya (ke tulang kepala). Sesudah itu barulah ia
menuangkan air atas badannya.”
Di akhir pembicaraan, ‘Aisyah berkata, “Sebaik-baik wanita ialah wanita
Anshar. Mereka tidak malu bertanya tentang hal-hal agama.” (HR Muslim, shahih).
Berkenaan dengan berhias dan wewangian bagi wanita, ada baiknya kita
mengingat hadis dari Abu Hurairah.

Khath Arab

Wewangian lelaki adalah yang tampak baunya dan tersembunyi warnanya. Dan
perhiasan wanita adalah apa yang tampak warnanya dan tersembunyi baunya. (HR
An-Nasa’i dan At-Tirmidzi. Muhammad Nashiruddin Al-Albani menilai hadis
yang dikeluarkan At-Tirmidzi sebagai hadis shahih).
Perhiasan seorang lelaki adalah yang tampak baunya dan tersembunyi warnanya.
Ini adalah perhiasan yang terpuji bagi laki-laki. Sedang bagi wanita, perhiasan yang
ter-puji adalah yang tampak warnanya dan tersembunyi baunya. Maksud perkataan ini
adalah, wewangian yang dipakai seorang wanita tidak tercium harumnya oleh orang
lain kecuali dengan berdekatan betul. Dan tidak ada laki-laki yang diperbolehkan
untuk berdekatan dengan seorang wanita dengan kedekatan yang rapat kecuali
suaminya. Wallahu A’lam bishawab.
Kelak ketika tak ada mata yang melihat kecuali mata suaminya, wanita boleh
memakai ghumrah (pemerah pipi dari minyak za’faran). Juga boleh menggunakan
perhiasan lain. Wanita-wanita dewasa dapat menghias pengantin wanita sehingga
menjadi wanita tercantik dan paling anggun di malam itu, sebagaimana para wanita
dulu juga menghias ‘Aisyah sebelum dipertemukan dengan Rasulullah.
Selain itu, wanita ada baiknya bercelak. Dari Ibnu ‘Abbas r.a., berkata, “Nabi
Saw. bersabda, ‘Hendaklah kamu selalu bercelak, karena celak itu menumbuhkan
bulu mata, menghilangkan kotoran-kotoran pada mata dan membersihkan
penglihatan’.” (HR Ath-Thabrani).
Tapi terlarang baginya untuk mencukur alisnya. Mencukur alis merupakan salah
satu cara berhias untuk memperoleh kesan mata lebih sayu. Mata yang terkesan
terlalu lebar --menurut pemilik mata bersangkutan-- dapat diubah kesannya menjadi
lebih sipit dengan cara mencukur sebagian alis. Tetapi Rasulullah melarang cara ini.

Kado Pernikahan 131


Nabi Saw. melaknat cara ini. Karena itu, tidak ada tempat bagi wanita untuk
mempercantik diri dengan mencukur alis. Kata Ibnu Mas’ud r.a. :

Khath Arab

Rasulullah Saw. melaknati perempuan yang membuat tahi lalat, perempuan yang
minta dibuatkan tahi lalat, perempuan yang menipiskan alis mata dan perempuan
yang mengikir giginya supaya menjadi baik yang mengubah ciptaan Allah. Kemudian
ada seorang perempuan yang bertanya kepadanya tentang itu. Maka beliau berkata,
“Bagaimana aku tidak melaknati orang yang dilaknati oleh Rasulullah Saw.,
sedangkan di dalam kitab Allah, Allah Ta’ala berfirman, “Apa yang diberikan Rasul
kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah.”
Di malam itu, wanita juga boleh menggunakan cincin untuk berhias. Masih ada
pembahasan lain yang lebih khusus berkenaan dengan persiapan untuk melakukan
hubungan intim. Insya-Allah kita akan membicarakan dengan tenang masalah ini
pada bab Keindahan Suami-istri. Adapun untuk memasuki malam zafaf, insya-Allah
pembahasan ini telah cukup.

Kelengkapan Tambahan
Ada kelengkapan tambahan yang dapat dilakukan oleh suami. Sebelum
memasuki malam zafaf, suami bisa menata tempat tidur dengan baik. Ia menutupinya
dengan sprei yang bersih. Sprei yang baru diseterika insya-Allah lebih baik, karena
lebih memberikan kenyamanan dan kehangatan. Juga, suami dapat memberi
wewangian pada permukaan spreinya sehingga harum dan sedap.
Pada masa sekarang, malam pertama umumnya di rumah orangtua istri. Karena
itu, sebaiknya istri yang menata tempat tidur dan memberikan sprei yang hangat.
Seorang wanita insya-Allah dapat memilih parfum untuk tempat tidurnya yang pas,
tidak terlalu harum dan tidak menyengat baunya. Ia bisa memilih bau-bau yang
lembut, jika memungkinkan. Adapun kalau sulit dilakukan, sprei yang bersih telah
cukup.
Berkenaan dengan pakaian pada malam zafaf, seorang lelaki hendaknya tetap
menjaga agar pakaian yang dikenakan tidak memperlihatkan aurat. Sebab yang
demikian itu makruh, kata Abduh Ghalib Ahmad ‘Isa menjelaskan. Ia bisa
mengenakan pakaian yang menarik, tetapi tetap sederhana.
Pengantin wanita bisa mengenakan pakaian-pakaian yang bagus dan menarik,
sehingga ia terlihat anggun di malam itu. Wanita juga bisa mempertimbangkan untuk
menggunakan pakaian yang tidak menyulitkan tugas suami. Mungkin suami Anda
termasuk yang masih canggung dan rikuh.

Kado Pernikahan 132


Mengajak Istri Shalat Bersama
Ada saat-saat untuk merasakan keindahan. Ada saat-saat untuk menghayati
kebesaran Tuhan Yang Telah Men-ciptakan. Sangat besar kasih-sayang Allah kepada
kita. Dan hari ini, Allah mengaruniakan kepada kita seorang sahabat, penyayang,
pelindung, pengasih dan pemberi ketenteraman. Di saat inilah kita perlu mengingat
kebesaran Allah dan mensyukurinya.
Malam ini adalah malam pertama untuk memasuki malam-malam berikutnya
sebagai suami-istri. Hari ini ada-lah hari pertama untuk melangkah ke hari-hari
berikutnya yang panjang. Mudah-mudahan kita dapat tetap bersama-sama sampai
kelak hari perhitungan di hadapan mahkamah Allah.
Maka, alangkah baiknya jika malam ini kita awali dengan shalat sunnah bersama.
Kita mulai kehidupan kita sebagai suami-istri dengan menyebut-nyebut nama-Nya
dan menundukkan diri di hadapan-Nya. Kita memohon pertolongan kepada-Nya. Kita
memohon perlindungan-Nya dari segala keburukan, yang tampak oleh kita maupun
yang tidak tampak. Mudah-mudahan Allah melimpahkan barakah atas malam
pertama kita dan malam-malam berikutnya. Mudah-mudahan Allah mengaruniakan
kepada kita dari pertemuan di malam ini keturunan yang penuh barakah, keturunan
yang dapat menjadi syafa’at bagi kita kelak di yaumil-hisab.
Ketika malam zafaf tiba, ada baiknya engkau memasuki kamar pengantin dalam
keadaan berwudhu. Sehingga ketika suamimu masuk, engkau dapat mengikuti shalat
di belakangnya. Shalat dua raka’at untuk memohon agar jalinan perasaan (al-’athifah)
berupa rasa kasih dan sayang antara engkau dan suamimu dapat berkembang dan
mengakar kuat di jantung hatimu. Sedang benih-benih kebencian dapat dimatikan
sebelum tumbuh.
Mudah-mudahan pula, akan dipenuhi Allah dengan barakah-Nya. Barakah bagi
Anda berdua maupun barakah bagi keluarga Anda, baik dari pihak istri maupun dari
pihak suami.
Sesungguhnya, sebaik-baik pernikahan adalah yang paling besar barakah-Nya.
Karena itu, marilah kita awali malam zafaf ini dengan shalat dua raka’at. Apabila aku
telah bertakbir, maka ikutilah dengan takbir di belakangku.
Sesungguhnya, shalat bersama dua rakaat bagi pengantin baru, dapat menjauhkan
keduanya dari perasaan benci. Saat-saat awal memang penuh keindahan. Tetapi di
saat-saat awal pula, benih-benih kebencian mudah tumbuh. Ketidakpercayaan mudah
muncul di hati masing-masing. Dan dengan shalat dua raka'at, insya-Allah keburukan
itu menjauh dengan rahmat Allah.
Telah diriwayatkan dari Syaikh Syaqiq, ia berkata, “Datanglah seorang lelaki
bernama Abu Huraiz, lalu ia berkata, “Sesungguhnya aku menikah dengan
perempuan gadis, dan aku merasa khawatir ia membenciku”.
Maka ‘Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata,

Kado Pernikahan 133


Sesungguhnya rasa kasih itu dari Allah, sedang kebencian itu dari setan dimana
ia berkeinginan untuk membencikan kepada kalian pada apa yang telah Allah
halalkan bagimu. Maka apabila istrimu datang kepadamu, maka perintahlah agar ia
shalat di belakangmu dua raka’at, dan berdo’alah Anda, “Ya Allah barakahilah
bagiku dalam keluargaku, dan berilah barakah mereka padaku. Ya Allah, kumpulkan
antara kami apa yang Engkau kumpulkan dengan kebaikan, dan pisahkan antara
Kami jika Engkau memisahkan menuju kebaikan”. (Ditakhrij oleh Ibnu Syaibah).
Ada doa-doa lain yang bisa dipanjatkan ketika itu. Ada yang berupa rangkaian
doa untuk memohon barakah dengan cinta kasih dan penerimaan istri atas diri kita.
Sesudahnya dilanjutkan dengan doa memohon keturunan yang bertakwa. Kemudian
segera diikuti dengan mengajak istri mengecap kemesraan bersama. Tentang ini,
Anda bisa mencari di berbagai sumber. Insya-Allah ada banyak sumber yang bisa
Anda rujuk untuk doa sesudah shalat bersama.
Tetapi, sebelum shalat, ada doa yang sebaiknya tidak Anda abaikan. Ketika
pertama kali menemui istri di malam perkawinannya, suami disunatkan menyebut
asma' Allah. Lalu memegang nashiyahnya pada permulaan menjumpainya, kata Imam
An-Nawawi, dan mengucapkan doa berikut:
Semoga Allah membarakahi masing-masing di antara kita terhadap teman hidupnya.
Doa ini diucapkan dengan memegang dan mengecup nashiyah istri. Apa
nashiyah itu? An-nashiyah adalah rambut yang tumbuh di bagian depan kepala.
Makna yang dimaksud ialah ubun-ubun, baik yang ada rambutnya ataupun tidak.
Dalil memegang ubun-ubun di atas ialah hadis Abu Dawud dan Nasa’i serta Abu
Ya’la Al-Maushuli, melalui Amr ibnu Syu’aib, dari ayahnya dari kakeknya secara
marfu’ dengan adanya sanad ini. Demikian keterangan yang saya ambil dari Al-
Adzkaar Imam An-Nawawi.
Kemudian dilanjutkan dengan doa lain, misalnya yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Sinni dalam hadis yang shahih:

Khath Arab

Apabila salah seorang dari kamu menikahi seorang perempuan, maka hendaklah
ia memegang ubun-ubunnya, membaca basmalah dan memanjatkan doa memohon
barakah, serta mengucapkan doa, “Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu
kebaikannya dan kebaikan wataknya. Dan aku mohon perlindungan-Mu dari
kejahatannya dan kejahatan wataknya.
Kalau engkau sudah mengucapkan doa, maka sekarang engkau bisa bergegas
shalat bersama istrimu. Sebelum mengajaknya melakukan kebersamaan, ajaklah
untuk beristighfar. Ini adalah kesempatan untuk memperbaiki diri dari kesalahan-
kesalahan dan memulai kehidupan baru dengan sesuatu yang lebih baik. Dengan hati
dan niat yang lebih baik.

Kado Pernikahan 134


Wallahu A’lam bishawab.

Masalah Kita
Shalat bersama di malam zafaf (secara umum di hari pertama setelah akad
nikah) sangat baik dilakukan untuk memohon barakah dan ulfah (keharmonisan)
kepada Allah Ta'ala, sehingga tidak ada kebencian yang tersisa di hati kita.
Masalahnya, rangkaian acara setelah akad kadang demikian panjangnya dan langsung
bersambung dengan walimah. Rangkaian acara yang panjang kadang demikian
melelahkan, sehingga suami-istri yang baru menikah itu tidak berkesempatan untuk
melaksanakan shalat bersama dua rakaat. Alhasil, shalat bersama dua rakaat tidak bisa
dilangsungkan di hari pertama.
Nah, kalau begitu, apa yang harus Anda lakukan?

Makanan Kecil Pembuka


Ketika suami mendatangi istrinya pada malam zafaf, kata Abduh Ghalib Ahmad
‘Isa, maka hendaknya ia tersenyum kepada istrinya dengan wajah yang manis sambil
menyampaikan salam penghormatan kepadanya dengan ucapan: Assalamu’alaikum
wa rahmatullahi wa barakatuh. Semoga kesejahteraan atasmu rahmat Allah dan
barakah-Nya.
Dalam kaitannya dengan ini, telah diriwayatkan hadis dari Anas r.a. bahwa ia
berkata, Rasulullah Saw. telah bersabda kepada saya,

Khath Arab

Wahai Anakku, jika engkau datang pada keluargamu, maka ucapkan salam,
maka akan menjadikan kebarakahan atasmu dan atas keluargamu (penghuni
rumahmu). (HR At-Tirmidzi, dan ia berkata, “Ini hadis hasan lagi shahih).
Pada malam zafaf ini, suami hendaknya bersikap lemah lembut dan mengajaknya
berbicara dari hati ke hati dengan perkataan yang halus dan menyenangkan. Ini insya-
Allah akan mencairkan kekakuan. Kalaupun wajah masih gugup dan tangan masih
gemetar, rasa cinta dan kedamaian berada di dekat suami mulai terasa bergetar di
dada.
Perkataan yang halus dan menyenangkan ini diikuti dengan sikap penuh kasih-
sayang ketika membuka malam zafaf dengan segelas susu atau sedikit makanan kecil
yang manis-manis. Di malam zafaf ini, segelas susu berdua bukanlah retorika bahasa
agar tulisan ini terasa indah. Tetapi demikianlah contoh yang sampai kepada kita.
Segelas susu berdua di awal pertemuan dapat menghapus kekakuan di antara
kedua mempelai. Ada kemesraan dan kelembutan yang tumbuh. Ada jalinan perasaan

Kado Pernikahan 135


yang mulai terajut. Ada sikap kikuk mencair pelahan ketika Anda berdua meminum
dari gelas yang sama. Insya-Allah.
Saya kira pembicaraan kita tentang segelas susu berdua cukup sampai di sini.
Silakan Anda melanjutkan sendiri dengan menyeduh segelas susu untuk malam zafaf
Anda kelak. Selebihnya, mari kita dengarkan cerita dari Asma' binti Yazid bin Sakan:

Khath Arab

Aku menghias ‘Aisyah untuk Rasulullah Saw., lalu aku datang kepadanya.
Kemudian aku memanggil beliau supaya memandang ‘Aisyah secara jelas. Beliau
kemudian datang di sampingnya. Selanjutnya didatangkan sebuah wadah besar berisi
susu. Beliau meminumnya. Lalu Nabi memberikan kepada ‘Aisyah. Ketika itu
‘Aisyah menundukkan kepalanya dan merasa malu.
Asma’ berkata, “Kemudian aku membentaknya dan berkata kepadanya,
‘Terimalah dari tangan Nabi Saw.”
Asma’ berkata lagi, “Lalu ia menerimanya dan meminumnya sedikit.” Kemudian
Nabi bersabda kepadanya, “Berilah temanmu itu.” (HR Ahmad).

Apakah Sekarang Saat yang Tepat?


Salah satu keindahan yang berhak dirasakan oleh suami-istri adalah saat ketika
mereka telah bersatu dalam kemesraan yang dalam. Mereka mencapai kenikmatan
yang belum pernah terasakan sebelumnya ketika melakukan hubungan seks. Inilah
keindahan dan sekaligus kenikmatan yang oleh Allah dijanjikan pahala besar di sisi-
Nya. Bagi Anda pahala shalat Dhuha sampai pahala anak laki-laki yang gugur di
medan perang ketika melakukan itu kepada istri.
Tetapi apakah sekarang saat yang tepat untuk maksud tersebut? Bukankah
suami-istri masih rikuh dan gugup ketika bertemu? Apakah malam zafaf tidak
sebaiknya dihabiskan dengan bincang- bincang saja agar tumbuh keakraban dan
perasaan dekat? Baru beberapa malam lagi dapat mengajak istri untuk maksud
tersebut.
Sebagian informasi yang disampaikan dalam beberapa pembicaraan memang
menyebutkan, hubungan intim ketika baru pertama kali bertemu cenderung tidak bisa
mengantarkan kepada puncak kenikmatan (orgasme). Tetapi pembicaraan tentang
orgasme sering hanya bersifat fisik biologis saja. Padahal ada kebahagiaan dan
keindahan di atas kenikmatan biologis belaka.
Lihatlah wanita melahirkan, secara biologis mereka sakit. Mereka secara fisik
mengalami perobekan. Tetapi dengarkan betapa bahagianya mereka. Kelelahan dan
nyeri akibat proses persalinan, seakan tak ada bekasnya begitu anak yang dinanti-
nanti lahir.

Kado Pernikahan 136


Hubungan Anda berdua insya-Allah juga demikian. Jika kerinduan Anda tidak
sekedar kerinduan biologis, insya-Allah Anda akan merasakan betapa indah malam
itu, meskipun harus salah tingkah dan gugup. Justru, salah tingkah dan gugup bisa
memberi kebahagiaan tersendiri yang membuat malam zafaf tidak pernah terlupakan.
Ada hal lain. Sebagian informasi tentang keringnya hubungan intim di malam
pertama, sejauh yang saya ketahui tidak memiliki dasar yang dapat dipercaya secara
ilmiah. Argumen qila wa qila (kabarnya konon katanya) tidak bisa diterima sebagai
hukum ilmiah.
Selain itu, melakukan hubungan intim di malam zafaf bukan sekedar sebagai
pelampiasan dorongan seks terhadap lawan jenis. Ada yang lebih tinggi dari itu. Di
atas dorongan biologis, ada dorongan cinta terhadap lawan jenis. Di atas cinta ada
kasih-sayang yang lebih tulus. Di atas kasih ada dorongan ruhiyyah, dorongan untuk
mencapai kesucian dan keutamaan ukhrawi. Masing-masing dorongan memiliki
keindahannya sendiri. Jika engkau menunduk karena besarnya rasa cinta dan sayang
pada suami, maka kehadirannya saja sudah membuatmu bahagia. Sedang sentuhannya
semakin membuatmu tidak bisa berkata apa-apa. Insya-Allah.
Pada malam zafaf, suami-istri yang baru menikah insya-Allah berada dalam
keadaan hati yang paling bersih dan paling baik persangkaannya kepada Allah.
Mereka berada dalam keadaan hati yang lapang, jiwa yang tenang serta muatan
ruhiyyah yang tinggi. Keadaan ini tidak selalu bisa dicapai di malam-malam
selanjutnya. Manusia berada dalam keadaan hati yang paling bersih, niat yang paling
suci dan kesadarannya tentang kebesaran Allah yang paling mendalam hanyalah
sa’atan-sa’atan (sesaat-sesaat). Tidak setiap waktu kita bisa mencapai niat yang
sangat suci dan persangkaan kepada Allah yang paling baik.
Ketika kita dalam keadaan sangat merasakan betapa agungnya Allah dan niat
yang betul-betul mengharapkan pertolongan dan ridha-Nya, insya-Allah akan tumbuh
di rahimmu anak yang takwa lagi suci. Anak yang penuh barakah dan dibarakahi.
Mereka lahir untuk memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah.
Mereka lahir atas kekuasaan dan keputusan Allah Yang Maha Suci, diikuti niat yang
suci serta persangkaan yang baik pada bapak-ibunya ketika melakukan hubungan suci
suami-istri.
Jadi jika memungkinkan untuk melakukan di malam itu, maka melaksanakannya
insya-Allah lebih baik dan lebih besar barakah-Nya. Meskipun gugup dan masih
sangat salah tingkah. Kalaupun tidak, meniatkan untuk mendatangi karena mengharap
ridha dan barakah-Nya insya-Allah sudah tercatat sebagai kemuliaan. Selain itu,
mendatangi istri untuk maksud tersebut di malam zafaf juga sebagai ungkapan syukur
atas karunia Allah Yang Maha Penyayang.
Hubungan seks di malam ini lebih dimaksudkan untuk mencapai barakah.
Adapun kalau Anda telah mempunyai dorongan yang meluap-luap, yang demikian ini
adalah rahmat Allah sebagai rizqi bagi Anda dan istri Anda. Kita memohon kepada
Allah mudah-mudahan rizqi yang dikaruniakan Allah kepada kita di malam zafaf ini

Kado Pernikahan 137


dipenuhi dengan barakah-Nya dan atas perantara itu Allah menjauhkan kita dari siksa
api neraka.
Rizqi ketika melakukan kemesraan bersama, meliputi beberapa tingkatan.
Pertama, rizqi dimampukan untuk melakukan hubungan intim secara halal. Kedua,
rizqi diberi kenikmatan yang ada di dalam jima’. Ketiga, rizqi diberi pahala dan
kemuliaan karena hubungan seks yang kita lakukan, dari pahala shalat Dhuha sampai
dengan pahala seorang anak laki-laki yang terbunuh dalam peperangan fi sabilillah.
Dan Allah Maha Kuasa untuk melipatgandakan dan meninggikan lagi pahala serta
barakah jima’ yang dilakukan oleh suami-istri sesuai dengan niatnya.
Masih ada tingkatan-tingkatan rizqi lainnya dalam hu-bungan intim suami-istri,
khususnya di malam zafaf. Salah satunya adalah rizqi berupa anak yang dilahirkan
dari hu-bungan intim di malam itu. Sebaik-baik rizqi adalah yang paling besar
barakah-Nya. Dan pada malam zafaf insya-Allah kita berada dalam keadaan hati dan
jiwa yang paling siap untuk menerima karunia ruhiyyah. Pada malam zafaf insya-
Allah kita berada dalam niat paling bersih, pengharapan terbaik, dan prasangka
kepada Allah yang paling bersih. Karena itu, melaksanakan kemesraan suami-istri di
malam zafaf insya-Allah merupakan kemuliaan yang utama. Insya-Allah dari malam
zafaf ini lahir anak-anak yang menjadi syafa’at bagi orangtuanya di hari kiamat
dengan seizin Allah. Anak-anak yang hukma-shabiyyan rabbi-radhiyyan (sejak kecil
memiliki kearifan dan diridhai Tuhan). Anak-anak yang memberi bobot kepada bumi
dengan kalimat laa ilaha illaLlah.
Islam memberikan tuntutan kepada kita ketika memasuki malam zafaf adalah
agar suami-istri yang baru menikah dapat segera memperoleh kenikmatan hubungan
intim. Ibarat puasa, segerakanlah berbuka ketika maghrib tiba. Yang demikian ini
lebih besar barakah dan ridha-Nya.
Wallahu A’lam bishawab.
Ada yang bisa kita renungkan untuk kita jadikan sebagai cermin ketika
membicarakan masalah melakukan hubungan intim dan rizqi yang ada di dalamnya.
Salah satu teladan kita adalah Umar bin Khaththab, seorang sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam yang termasuk khulafaur-rasyidin.
Umar bin Khaththab r.a. mengingatkan dengan mencontohkan dirinya, “Sungguh
aku memaksakan diri bersetubuh dengan harapan Allah akan mengaruniakan dariku
makhluk yang akan bertasbih dan mengingat-Nya.”
Umar r.a. juga menganjurkan, “Perbanyak anak, karena kalian tidak tahu dari
anak yang mana kalian mendapatkan rizqi.”
Jadi kalau memungkinkan, mendatangi istri di malam zafaf insya-Allah lebih
utama dan lebih besar barakah-Nya. Sedang istri bisa mengingatkan suami tentang
niat. Adapun kalau suami tampak masih ragu, istri bisa menyemangati dengan cara-
cara yang baik, halus dan mengesankan suaminya. Semoga Allah meridhai usaha
Anda.

Kado Pernikahan 138


Rasulullah Saw. bersabda, “Nikah itu sunnahku. Siapa yang tidak mau
menerapkan sunnahku, sudah tentu ia bukan dari golonganku. Maka budayakanlah
perkawinan, karena aku bangga dengan banyaknya bilanganmu lebih dari umat-umat
lain di hari kiamat.” (HR Ibnu Majah).
Nah, mari kita tetapkan niat untuk memberikan kesenangan kepada istri di
malam pertama. Mudah-mudahan Allah mengaruniai dengan kebersihan hati,
memperbaiki akhlak kita sesudahnya, dan mensucikan niat. Semoga pertemuan kita
saat ini penuh barakah dan dibarakahi. Allahum-ma amin.
Tetapi sekalipun Anda sebaiknya bersegera mendatangi istri untuk melakukan
apa yang lazim dilakukan oleh orang yang sudah menikah, Anda juga perlu
memperhatikan kesiapan dan perasaan istri. Jika Anda tetap memaksakan untuk
hubungan intim, sementara istri berada dalam ketidaksiapan dan ketakutan, malam
pertama Anda bisa meninggalkan kesan yang mengerikan, bukan membahagiakan.
Karena itulah, barangkali ada baiknya Anda jawab pertanyaan Ukasyah Abdul
Mannan Al-Thayyibi Hasan 'Asur (namanya memang panjang sekali) dalam bukunya
Etika & Nasehat Malam Pertama. Salah satu bab di buku itu diberi judul berupa
pertanyaan, "Malam Pertama, Mengerikan atau Membahagiakan?"
Jika Anda ingin malam zafaf Anda tidak berakhir dengan kesedihan yang
mengerikan, maka Anda perlu mendekati istri dengan cara yang baik dan lembut agar
ia siap. Sesudahnya, Anda bisa melakukan apa yang seharusnya Anda lakukan.

Urusan Berkenaan dengan Pakaian


Setelah kecupan di kening ketika berdoa, shalat dua raka’at bersama-sama,
meminum susu segelas berdua --kalau bersedia bisa meminum di bekas bibir istri
pada mulut gelas-- dan menjalin kedekatan dengan sikap lembut serta pembicaraan
yang halus, sekarang kita bisa menjalin kedekatan yang lebih dalam lagi. Sebelum
suami membuka aurat dan istri membuka auratnya, Abduh Ghalib Ahmad ‘Isa
mengingatkan agar kita masing-masing memanjatkan doa kepada Tuhan.
Ada doa yang diajarkan Nabi Saw.:
Allahumma jannibnasy-syaithaana wa jannibisy-syaithana maa razaqtanaa.
Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaithan dan
jauhkanlah syaithan dari apa yang Engkau rezekikan kepada kami.
Setelah memanjatkan doa dengan permohonan yang sungguh-sungguh,
pengantin pria dapat melepaskan pakaiannya. Demikian juga pengantin wanita dapat
melepaskan pakaiannya. Anda dapat melepas pakaian seluruhnya dan kemudian
menutupi keadaan Anda berdua dengan selimut. Tetapi yang lebih utama adalah
melepaskan sedikit demi sedikit.
Melepaskan sedikit demi sedikit dapat membuat suami lebih tertarik dan
semangatnya tumbuh. Tetapi mudahkanlah suami untuk mendapatkan apa-apa yang
ingin dimaksudkan. Jangan menyulitkan, apalagi ketika perasaannya sudah

Kado Pernikahan 139


terbangkitkan. Anda yang tahu bagaimana menggoda suami. Anda juga bisa
membantu suami melepaskan pakaian, dan suami juga bisa membantu istrinya
melepas pakaian.
Ketika suami-istri melepas pakaian, sebaiknya suami aktif mengajak bergurau,
seperti bermain, memeluk, dan mencium. Demikian nasehat Ustadz ‘Abduh Ghalib
Ah-mad ‘Isa, seorang ulama di Khartoum.
Rasulullah Saw. bersabda,

Khath Arab

Janganlah salah seorang dari kalian mengumpuli istrinya seperti binatang


mengumpuli. Tetapi agar ada utusan antara kedua. Maka ditanyakan, “Apakah yang
dimaksud utusan itu?” Beliau bersabda, “Mencium dan bercanda.” (HR Ad-
Dailami).

Bercanda
Hubungan intim hendaknya dilakukan dengan tenang dan sabar. Tidak tergesa-
gesa. Apalagi di malam zafaf, ketika istri baru pertama kalinya membuka aurat di
hadapan suami. Karena itu, jangan terlalu panas (tapi juga jangan terlalu dingin).
Di malam zafaf, seorang suami hendaknya melakukan persenggamaan secara
perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit. Sikap terburu-buru dapat membuat istri takut
sehingga cenderung menarik diri secara psikis. Sikap tenang dan sabar, insya-Allah
lebih dekat kepada maslahat dan kebahagiaan agung, meskipun suami harus
menempuh jalan beberapa kali agar bisa melaksanakan maksudnya. Itulah sebabnya,
sebelum memasuki malam zafaf istri ada baiknya mempersiapkan kelengkapan
zafafnya agar tercapai kenikmatan yang mengesankan.
Ibnu Qayyim mengatakan, “Setiap kenikmatan yang membantu terwujudnya
kenikmatan di hari akhir adalah kenikmatan yang dicintai dan diridhai oleh Allah
Swt. Pencipta kenikmatan itu akan merasakan kenikmatan dalam dua segi. Pertama,
perbuatan tersebut menyampaikan dirinya kepada ridha Allah Swt. Selain itu, akan
datang pula kepadanya nikmat-nikmat lain yang lebih sempurna.”
Ketika mengajak untuk menghabiskan malam zafaf dengan kenikmatan yang
diridhai Allah, suami dapat memberitahukan kepada istrinya bahwa ia tidak akan
tergesa-gesa. Ia ingin menghabiskan malam zafaf dengan tenang secara bersama-
sama. Dan ini diberitahukan kepada istri sebelum sama-sama melepas pakaian
ataupun pada permulaannya. Yang demikian ini insya-Allah akan menumbuhkan rasa
cinta istri kepada suami serta perasaan tenteram ketika berada di dekatnya. Sebab,

Kado Pernikahan 140


seorang suami yang mencintai istrinya dengan kecintaan yang kuat akan berusaha
untuk memperhatikan perasaan istrinya.
Ajaklah istri untuk bercanda dan bergurau dulu sebelum Anda melakukan
persetubuhan. Sehingga istri merasa senang, perasaannya terhadap hubungan intim
terbangkitkan, lalu menumbuhkan kesiapan padanya untuk melakukan itu bersama
Anda dalam kenikmatan yang sempurna. Ketika perasaannya terbangkitkan dan
cintanya kepada suami berkembang, istri bisa lebih terbuka. Ia tidak terhalang oleh
rasa malunya.
Mendatangi istri tanpa menyenangkannya terlebih dulu, termasuk kelemahan
bagi seorang suami. Rasulullah Saw. mengingatkan,

Khath Arab

Tiga hal yang termasuk kelemahan suami. Beliau menghitung darinya: Dari
seorang suami mendekati budak perempuannya atau istrinya kemudian ia
mengumpulinya sebelum mengajak bercanda kepadanya dan menyenangkannya. Ia
mengumpulinya kemudian ia memperoleh hajatnya dari istrinya itu sebelum ia (istri
atau budak perempuannya) memperoleh hajatnya.
Katakan, keindahan-keindahan serta rasa bahagia yang ingin Anda sampaikan
kepada istri. Begitu juga istri, dapat menyampaikan perasaannya yang sedang mekar
kepada suami. Mudah-mudahan Anda dapat meresapi ketenteraman yang ada di
antara Anda berdua. Bukankah Anda adalah pakaian suami Anda, dan suami adalah
pakaian bagi Anda? Pakaian itu memberi perlindungan, rasa aman, ketenteraman dan
kesenangan.
---
“Wanita yang terbaik di antara kamu
ialah yang membuang perisai malu
ketika ia membuka baju untuk suaminya,
dan memasang perisai malu
ketika ia berpakaian lagi.”
---

O ya, jangan lupa nasehat Kanun al-Idrisi al-Hasani, penulis kitab Qurratul
'Uyun fin Nikah Syar'i wa Adabihi. Dalam kitabnya itu, Kanun mengingatkan agar
Anda tidak lupa meletakkan bantal di bawah --maaf-- pantat istri. Yang demikian ini
adalah untuk kebaikan Anda berdua sehingga malam zafaf terlewatkan dengan indah
dan meninggalkan kenangan yang mengesankan.

Kado Pernikahan 141


Sekali lagi saya ingatkan Anda soal bantal ini. Kelihatannya sepele, tapi dari
masalah-masalah yang sampai kepada saya ternyata tidak semua orang tahu nasehat
Kanun Al-Idrisi ini. Soal mengapa Anda perlu memakai bantal, silakan baca sendiri di
kitab Qurratul 'Uyun. Atau, Anda bisa ikut pengajiannya setiap bulan Ramadhan di
berbagai musholla dan masjid di Jombang, Jawa Timur.

Salah Tingkah Itu Rahmat


Ada yang bertanya kepada saya tentang salah tingkah dan canggung, bagaimana
menghilangkannya? Mengapa saya harus merasa rikuh?
Saya menjawab, salah tingkah itu rahmat. Ini adalah rahmat yang perlu
disyukuri. Ada keindahan-keindahan yang Anda dapatkan ketika salah tingkah. Salah
satu manfaat salah tingkah, Anda tidak saling menuntut ketika pertama kali
melakukan kemesraan bersama di malam zafaf. Anda justru merasa ingin melakukan
yang menyenangkan teman hidup Anda. Anda tidak ingin melukainya. Nah, di sinilah
insya-Allah Anda akan merasakan betapa salah tingkah itu rahmat yang tidak perlu
ditakuti, justru disyukuri.
Begitu.
---
Semangat suami bisa surut karena istri
yang bersikap dingin. Sebaliknya,
seorang suami yang sulit bangkit
dapat menjadi suami yang penuh kehangatan
karena istrinya...
---

Selanjutnya, Istri Hendaknya Tidak Malu


Al-Khara’ithy mengatakan, “Ammarmah bin Watsi-mah memberitahu kami,
bapakku memberitahuku, dia berkata, “Abdullah bin Rabi’ah adalah orang yang
terkenal di kalangan orang-orang Quraisy sebagai orang yang baik dan selalu menjaga
kehormatan dirinya. Penisnya tidak bisa ereksi. Sementara orang-orang Quraisy tidak
pernah ada yang memberi kesaksian tentang kebaikan atau keburukannya dalam
masalah ini. Dia pernah menikahi seorang wanita. Tapi hanya beberapa waktu
berselang, istrinya lari darinya dan kembali ke keluarganya lagi. Begitu seterusnya.
Lalu Zainab binti Umar bin Salamah bertanya, “Mengapa para wanita itu lari dari
anak pamannya?”
Ada yang menjawab, “Karena wanita-wanita yang pernah menjadi istrinya tak
mampu membuatnya mampu melaksanakan tugas sebagai suami.”

Kado Pernikahan 142


“Tak ada yang menghalangiku untuk membuatnya bangkit,” kata Zainab,
“Demi Allah, saya adalah wanita berperawakan besar dan bergairah.”
Maka akhirnya Zainab menikah dengannya, kata Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah,
selalu sabar meladeninya dan akhirnya mereka dikaruniai enam anak.
Semangat suami bisa surut karena istri yang bersikap dingin dan menahan
tangannya dari cengkeraman yang mesra kepada suami. Sikap dingin adakalanya
karena rasa malu yang menguasai, sementara ia sebenarnya berkeinginan untuk
memperoleh kehangatan cinta dari suaminya. Tapi seperti minuman hangat yang
didekatkan pada segelas es, gairah dan kemesraan suami bisa surut oleh dinginnya
sikap istri dalam menanggapi usapan sayang dan kecupan cinta suaminya.
Sebaliknya, seorang suami yang sulit terbangkitkan hasratnya dapat menjadi
laki-laki yang penuh kehangatan karena istri yang tahu bagaimana menumbuhkan
ketertarikan suami kepada dirinya saat melakukan hubungan intim. Rasa malu tidak
menghalanginya untuk memberikan kebahagiaan pada suaminya, dan merasakan
keindahan berdekatan dengan suami. Karena keindahan dalam berhubungan intim
merupakan kenikmatan yang dicintai dan diridhai Allah. Insya-Allah, seorang istri
yang mau menggairahkan suaminya akan memperoleh ridha dan barakah-Nya.
Mudah-mudahan Allah memberikan kebahagiaan kepada Anda; kebahagiaan ketika
melakukan hubungan intim bersama suami, kebahagiaan ketika menjalani kehidupan
rumah tangga sehari-hari, kebahagiaan ketika Allah menitipkan benih suami di rahim
Anda, kebahagiaan ketika bayi Anda mengisap ASI yang menjadi bagian dari diri
Anda sendiri, dan terutama kebahagiaan ketika bertemu dengan Allah. Allahumma
amin.
Benarlah nasehat Sayyidina Muhammad Al-Baqir kepada kaum wanita. Beliau
mengatakan, “Wanita yang terbaik di antara kamu ialah yang membuang perisai
malu ketika ia membuka baju untuk suaminya, dan memasang perisai malu ketika ia
berpakaian lagi.”
Seorang suami akan merasa semakin sayang ketika istri mampu membangkitkan
semangatnya ketika sama-sama menanggalkan pakaian. Dan ia merasakan cinta
semakin mendalam disertai kebahagiaan dan keinginan untuk memberikan
ketenteraman ketika ada rona merah di wajah istri setelah ia menutupi tubuhnya
dengan pakaian kembali. Inilah sebagian di antara rahasia-rahasia.

Berbicara Dari Hati Ke Hati


Setelah mencapai kenikmatan puncak dari istri Anda, dan urat-urat telah
melemah, tunggulah istri untuk mencapai ketenangan kembali. Jangan cepat-cepat
meninggalkannya, karena yang demikian ini termasuk salah satu kelemahan laki-laki
sebagaimana kita simak pada hadis terdahulu. Usapan pelan yang mesra dan kecupan
lembut di kening masih ada yang mengharapkan. Kalau Anda berdua telah mencapai
ketenangan yang membahagiakan, suami dapat membantu istrinya untuk mengenakan
pakaiannya kembali. Tetapi jika istri tampak sangat malu, Anda dapat

Kado Pernikahan 143


membiarkannya dengan memberikan perlindungan. Ketika seorang istri mencapai
puncak kenikmatan (orgasme), ada semburat merah di wajah yang menyertai.
Sesudah itu ia merasa malu sekali terhadap suaminya. Apalagi ini untuk pertama
kalinya ia terbuka terhadap lawan jenis.
Sayangilah istri Anda. Ajaklah ia berbicara dari hati ke hati dalam suasana yang
lebih tenang. Dengarkan apa yang ingin ia sampaikan; perasaannya, kebahagiaannya,
harapan-harapannya, dan mungkin juga sedikit kekhawatirannya sekaligus
keinginannya untuk mendapatkan suami yang memberi perlindungan, rasa aman,
ketenteraman, ikatan batin dan penerimaan.
Anda dapat membicarakan masalah-masalah ringan untuk beberapa saat. Kalau
di antara perasaan bahagia itu istri sempat merasakan perasaan takut kehilangan, atau
kekhawatiran apakah ia bisa menjadi istri sebagaimana yang Anda harapkan, atau ada
pengharapan-pengharapan, maka biarkanlah dada Anda menjadi tempat istri
merebahkan kegelisahannya. Berikan keteduhan padanya beberapa saat.
Sesudah tenang, Anda bisa bersuci dari hadas besar. Tetapi jika Anda ingin
mengulangi sekali lagi atau istri masih merasakan kerinduan, cukuplah seorang suami
berwudhu dan membersihkan apa yang menjadi bagiannya sebelum melakukannya
lagi. Adapun kalau Anda memilih untuk mandi ketika akan mengulangi, yang
demikian ini lebih utama dan insya-Allah lebih mendatangkan kebahagiaan bagi istri.
Tetapi berwudhu saja telah mencukupi. Mandi jika terlalu lama justru dapat
memadamkan kerinduan istri.

Mandi Janabah Bersama


Ada kewajiban sesudah jima’. Masing-masing wajib mandi janabah untuk
mensucikan diri dari hadas besar. Anda dapat melakukannya sendiri-sendiri, tapi bisa
juga mandi bersama-sama dalam satu bak agar keindahan dan kemesraan pada malam
zafaf dapat lebih sempurna. Mudah-mudahan jalinan perasaan (al-’athifah) di antara
Anda terikat lebih kuat. Semoga jalinan perasaan itu penuh barakah dan dibarakahi.
Anda masih bisa bermain-main kecil, bercanda bersama istri ketika mandi
janabah. ‘Aisyah r.a. mengatakan, “Aku pernah mandi jinabat bersama-sama
Rasulullah Saw. dari satu bejana. Tangan kami berulang-ulang ke dalamnya.”
(Muttafaq ‘alaih). Ibnu Hibban menambah, “Dan tangan kami bertemu di
dalamnya.”
Selain untuk lebih menyempurnakan kemesraan dan keakraban, kesempatan
mandi jinabat juga merupakan kesempatan pertama untuk melakukan amal shalih.
Barangkali ada yang masih belum mengerti cara mandi, Anda bisa mengingatkan
dengan penuh kasih-sayang dan perhatian. Semoga Allah meridhai dan memberikan
barakah atas niat Anda.

Kado Pernikahan 144


Masih Ada Kehangatan
Masih ada kehangatan yang tersisa untuk menuju peraduan malam yang indah.
Kerlingan mata dan pembicaraan singkat yang pendek bisa mengantarkan Anda ke
peraduan sebelum menutup malam zafaf dengan doa dan memanjatkan rasa syukur
kepada Allah. Semoga apa yang menjadi rizqi Anda di malam ini, bisa menjadi rizqi
yang penuh barakah di waktu-waktu berikutnya hingga hari kiamat. Semoga dari
keindahan di malam zafaf, akan tumbuh di rahim istri keturunan yang penuh barakah,
keturunan yang memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah.
Setelah mengucapkan doa, terkatuplah mata pelahan-lahan. Sedangkan tangan
dengan tangan masih bisa saling menggenggam. Ada ketenteraman di sana. Insya-
Allah.
Khath Arab

Barakallahu likulli waahidin minkumaa fii shaahibihi wa jama’a bainakumaa fii


khairin.
Semoga Allah membarakahi masing-masing Anda berdua terhadap teman hidup
Anda, dan menghimpunkan Anda berdua dalam kebaikan.
Allahumma amin.

Catatan Kaki:
1. Membersihkan rambut-rambut yang tumbuh pada daerah kemaluan, baik pada
laki-laki maupun perempuan, lazim disebut dengan istilah istihdaad. Istihdaad
boleh dilakukan dengan menggunting atau memotong habis dan dengan
mencabutnya, atau dengan cara melumurinya dengan obat perontok rambut.
Tetapi lebih utama dengan cara mencukur, membersihkan dengan menggunakan
pisau cukur. Demikian penjelasan dari Muhammad ‘Athiyah Khumais dalam
Fiqih Wanita tentang Thaharah. Saat ini banyak tersedia pisau cukur yang
higienis, praktis, aman dan nyaman. Syekh Ibnu Daqiqil ‘Aid mengatakan,
“Sebagian mereka cenderung menguatkan wanita mencukur, karena dengan
cara mencabut dapat merusak kulit. Hal itu dikuatkan pula oleh Imam Nawawi
dan lain-lain dengan katanya: Menurut Sunnah, mencukur bulu ari-ari dengan
pisau cukur, itulah yang lebih baik bagi laki-laki dan perempuan.”
2. Yang dimaksud dengan bulu ari-ari adalah rambut yang tumbuh pada bagian
atas zakar laki-laki dan yang tumbuh di sekitar vagina (faraj) perempuan.
Demikian penjelasan Muhammad ‘Athiyah Khumais.
3. Abdul Halim Abu Syuqqah menjelaskan, Ath-Thabrani menjelaskan dalam Al-
Kabir dan di dalamnya terdapat Haki-mah binti Umaimah. Ibnu Juraij
meriwayatkan darinya, tetapi tak seorang pun berbicara tentangnya. Abu Dawud
berhujjah dengan riwayatnya, dan sisa rijalnya adalah rijal shahih.

Kado Pernikahan 145


Bab 10

M asa-masa Pengantin Baru

M asa pengantin baru barangkali sama pentingnya dengan malam pertama.


Masa ini istri Anda sangat sensitif. Perasaannya sangat peka. Apalagi
kalau ia masih gadis. Begitu juga suami, sekalipun perasaan laki-laki
konon tak sehalus perasaan wanita, ia akan peka. Karena keduanya sangat sensitif,
maka ibarat negatif film yang belum dicuci, ia mudah terbakar. Kalau terbakar,
hanguslah potret yang telah dibidik dengan sangat hati-hati itu.
Masa ini memang sangat peka. Kehancuran ikatan suci pernikahan, kadang
bermula dari masa-masa pengantin baru yang tak terlewati dengan baik. Apalagi jika
salah satu atau keduanya telah membawa perasaan yang negatif ketika memasuki
pernikahan, goresan luka yang perih akan mudah terjadi. Di sinilah kita melihat lebih
dalam lagi hikmah di balik pesan Nabi Saw. agar memurahkan mahar dan
memudahkan nikah. Di sinilah kita melihat bahwa hikmah di balik pesan-pesan Nabi
tak cukup jika hanya ditulis dalam satu bab panjang seperti pada bab "Di Manakah
Wanita-wanita Barakah Itu?". Di sinilah kita melihat bahwa masa-masa ketika proses
sedang berlangsung terasa sangat penting.
Tetapi karena akad nikah telah berlangsung dan malam zafaf telah lewat, maka
marilah kita teruskan pembicaraan kita tentang masa-masa pengantin baru. Soal
indahnya masa yang penuh cerita ini, tak perlu saya tulis. Anda sudah tahu sendiri.
Lagi pula indahnya masa pengantin baru itu lebih enak dialami daripada dipelajari.
Karena itu lebih baik kita memahami masalah-masalah yang lebih penting berkenaan
dengan masa pengantin baru ini.

Kado Pernikahan 146


Pertama, jangan lupa menemani istri Anda. Sediakan waktu khusus untuknya.
Lebih-lebih jika ini merupakan pernikahan kedua dalam rangka matsna (poligami),
maka Anda perlu sekali memperhatikan. Jangan abaikan haknya untuk tinggal
bersama Anda dan menghabiskan masa-masa yang khusus untuk Anda berdua itu.
Tentang berapa lama Anda harus tinggal bersama istri Anda ini, mari kita simak Anas
(bin Malik) r.a. riwayat Abu Qilabah yang berkata:

Khath Arab

Termasuk sunnah bagi (seseorang) jika menikahi (lagi) seorang gadis, setelah
dia mempunyai istri, dia bermukim padanya selama tujuh hari, lalu mengadakan
pembagian. Apabila menikahi seorang janda, dia berhak untuk bermukim padanya
selama tiga hari (tiga malam), kemudian barulah mengadakan pembagian (waktu).
(Selanjutnya) Abu Qilabah berkata, "Jika aku mau, pasti aku mengatakan bahwa
Anas r.a. memarfu'kan berita (atsar) tersebut kepada Rasulullah Saw." (HR
Bukhari).
Selama masa pengantin baru ini, sebaiknya suami lebih banyak menghabiskan
waktu untuk menemani istri, sehingga istri memiliki kesempatan untuk mulai belajar
bertaba'ul (mengurus dan melayani) kepada suami dengan baik dan sesuai dengan
suami. Sebaliknya, suami bisa belajar mengenal istri. Yang dimaksud dengan
mengenal istri boleh jadi berkait-erat dengan persoalan-persoalan psikis, termasuk
yang bersangkutan dengan bagaimana ia dibesarkan keluarganya, sehingga suami
dapat memahami perbedaan sikap istri dan menerima apa yang bisa diterima. Tetapi
mengenal istri boleh jadi bersangkutan dengan hal-hal yang kelihatan kecil dan
sepele, misalnya makanan kesukaan istri.
Berkenaan dengan masalah yang disebut terakhir ini, boleh jadi sebagian orang
menganggap sepele (ah, rumah tangga kok cuma ngurusi soal makanan). Tetapi
menyepelekan masalah yang sepele ini, bisa memicu ketidakpuasan suami-istri.
Mereka merasa diabaikan. Jika ini terus berlanjut, percekcokan bisa timbul.
Pentingnya memperhatikan persoalan yang dianggap sepele itu tidak berarti
melupakan soal-soal yang lebih penting. Sebab di atas itu semua, masalah yang paling
berpengaruh memang orientasi. Pernikahan Hari Moekti adalah contoh yang tepat
untuk menggambarkan bahwa orientasi masing-masing sangat mempengaruhi
kebahagiaan pernikahan. Ketika Kang Hari masih menjadi rocker, pernikahannya
sering diwarnai ketidakpuasan dan ketegangan-ketegangan. Akan tetapi setelah
menemukan Islam, mereka mendapati keluarganya penuh kebahagiaan.1
Salah satu masalah penting yang perlu dicatat dari perjalanan keluarga Hari
Moekti adalah soal perubahan orientasi keluarga yang ikut mempengaruhi
kebahagiaan pernikahan mereka. Ketika Kang Hari telah menemukan Islam, ia
menemukan cara pandang yang sama sekali baru tentang istri, tentang bagaimana

Kado Pernikahan 147


bersikap dan memuliakan istri, tentang bagaimana memandang kehidupan, serta
tentang tujuan hidup yang semuanya berpulang kepada Allah.2
Wallahu A'lam bishawab. Semoga kita berkesempatan untuk menemukan Islam
sebelum kita meninggal.
Singkat cerita, masa pengantin baru sangat peka. Dan seperti yang dinasehatkan
oleh Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallahu 'anha, tergantung pribadi masing-
masing untuk memperoleh kemuliaannya.

---
... Di sinilah kita melihat lebih dalam lagi
hikmah di balik pesan Nabi Saw.
agar memurahkan mahar dan memudahkan nikah.
Di sinilah kita melihat
hikmah di balik pesan-pesan Nabi ....
---

Lalu apa yang bisa kita lakukan pada masa-masa pengantin baru? Wallahu A'lam
bishawab. Selebihnya, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan kepada Anda.
Mudah-mudahan ada manfaatnya.

Belajar Mendampingi Suami


Anda barangkali geli dengan sub judul ini. Tetapi kita menghadapi kenyataan
bahwa para wanita usia nikah di zaman kita umumnya tidak memperoleh pendidikan
memadai tentang bagaimana mendampingi suami. Sama halnya dengan suami mereka
yang pada umumnya tidak sempat mendapat pendidikan tentang bagaimana menjadi
suami sebagaimana yang diterima oleh orangtua mereka dulu. Sebabnya sederhana,
sebagian besar dari generasi usia nikah maupun keluarga baru di zaman kita
umumnya menghabiskan masa kecil hingga masa dewasa di sekolah-sekolah formal
saja. Mereka tidak memperoleh pengalaman dan pendidikan mengenai peran-peran
sosial maupun peran keluarga dari lingkungan, katakanlah dari masjid dan pesantren.
Bahkan, mereka juga tidak mendapatkan pengalaman itu dari keluarga --komunitas
terdekat yang sebenarnya paling memungkinkan untuk memberi pengalaman kepada
anak.
Jika pada generasi orangtua, suami-istri memasuki pernikahan dengan membawa
bekal ilmu berumah-tangga yang mereka peroleh dari pesantren atau mushalla, maka
pada generasi kita tidak seperti itu. Kita memasuki pernikahan dengan tangan kosong;

Kado Pernikahan 148


sebagian nyaris tanpa bekal, kecuali ijazah diploma atau kursus MS Excel. Jika tidak,
kita membawa bekal sertifikat seminar menjelang pernikahan --yang tidak cukup
untuk memberi gambaran kepada kita tentang bagaimana berumah tangga, khususnya
mendampingi suami. Adapun bagaimana bersikap kepada suami ketika sedang marah,
bagaimana meredam emosi suami, bagaimana memberi sentuhan yang
membangkitkan gairah istri ketika suami mempunyai keinginan besar sementara istri
sedang dingin-dinginnya, dan soal-soal semacamnya, kita nyaris tidak tahu. Saya
sendiri baru tahu bahwa di pesantren ada literatur (sekaligus pengajiannya) tentang
urusan yang saya sebut terakhir itu ketika saya sudah menikah. Sampai sekarang saya
belum mengetahui isi kitabnya secara persis. Saya hanya mendengar penjelasan dari
seorang gus (putra kiai) tentang isi kitab yang membahas soal itu ketika menyarankan
kepada saya untuk mempelajari, sehingga bisa melengkapi pembahasan tentang jima'
pada buku Mencapai Pernikahan Barakah.
Kembali ke persoalan mendampingi suami, ada baiknya kita mendengar nasehat
dari Al-Khasyat, "Mendampingi suami merupakan sebuah proses belajar. Kecocokan
perasaan harus melalui beberapa tahapan, entah membutuhkan waktu lama atau relatif
singkat dari 'usaha dan kesalahan'."
Persoalan yang lebih penting dalam mendampingi suami adalah keinginan yang
tulus, bukan keterampilan memasak atau menjahit sebelum Anda menikah. Kata Al-
Khasyat, "Sebelum ini seorang istri perlu memiliki keinginan tulus untuk memahami
suaminya, dan berusaha secara terus-menerus untuk merealisasikan kecocokan dan
keharmonisan dengan suaminya sedikit demi sedikit, dibarengi dengan kesabaran,
kelembutan, dan ketekunan dalam menghindari berbagai sebab permusuhan, serta
menjauhi sebab-sebab perselisihan, dan menciptakan suasana yang sesuai dengan
perkembangan semangat kasih-sayang dan cinta-kasih."
"Adalah mustahil," kata Al-Khasyat lebih lanjut, "bila kelembutan dan
keharmonisan dapat diraih tanpa kemauan dari pihak suami maupun istri untuk
menghilangkan sebagian tingkah laku dan beberapa kebiasaan yang lalu."
Seperti yang telah kita dengar dari Al-Khasyat, yang kita perlukan agar bisa
mendampingi suami adalah keinginan yang tulus. Istilah ini sangat indah dan
barangkali sangat sering Anda dengar. Tetapi apakah keinginan yang tulus itu? Apa
yang dapat menandakan kita tulus atau tidak?
Wallahu A'lam bishawab. Silakan Anda cari jawabnya dengan bertanya kepada
diri Anda sendiri.
Sementara Anda mencari jawabnya, mari kita melanjutkan pembicaraan kita
kepada persepsi. Secara sederhana, bagaimana Anda mempersepsi sesuatu sama
halnya dengan bagaimana Anda memandang. Jika Anda memakai kacamata merah,
maka apa pun yang Anda lihat akan tampak ada warna merahnya. Daun yang hijau
dan bunga yang putih pun akan tampak kemerah-merahan.
Selain itu, pengalaman dan pengetahuan Anda juga mempengaruhi. Orang Jawa
Timur akan berbinar-binar melihat rujak cingur yang hitam pekat bumbunya dan

Kado Pernikahan 149


menebar bau petis campur terasi (Ouw, sedapnya). Air liurnya akan segera mengucur
sehingga tak sabar lagi untuk segera menikmati. Tetapi orang lain, akan segera
bergidik. Jijik. Jangankan untuk memakannya, melihat orang lain makan saja rasanya
tengkuk sudah geli. Iihh, makanan kok hitam begitu. Baunya nusuk-nusuk lagi...!
Singkatnya, persepsi dipengaruhi oleh zhan (prasangka) Anda, sebagaimana
warna kacamata mempengaruhi penglihatan kita terhadap benda-benda yang kita
lihat. Selain itu, persepsi kita dipengaruhi oleh pengalaman, ilmu, dan juga kondisi
psikis kita saat itu. Jika Anda sedang marah sekali, Anda akan mudah melakukan
kesalahan dalam menafsiri perkataan orang lain, termasuk perkataan suami atau istri
Anda. Ini satu contoh.
Lalu apa perlunya kita berdiskusi soal persepsi dengan pembicaraan kita
mengenai masa pengantin baru? Untuk menjawab pertanyaan ini, sekali lagi mari kita
ingat bahwa masa pengantin baru adalah masa yang sangat peka. Keindahan malam
zafaf dan kebahagiaan masa pengantin baru bisa berantakan karena persepsi kita tidak
baik. Akibatnya, kita mudah menaruh "kecurigaan" manakala kita menjumpai hal-hal
yang tidak mengenakkan. Ini dapat menjadi sebab munculnya bibit perselisihan yang
bersifat latent (tersembunyi).3
Karena itu, pengantin baru perlu belajar menjaga persepsi terhadap apa yang
dilakukan oleh suami atau istrinya. Jika tidak, bersama keindahan itu akan tumbuh
penyakit yang dapat meledak sewaktu-waktu ketika masa pengantin baru telah lewat.
Ada hal lain yang kita butuhkan di masa pengantin baru, yaitu penerimaan yang
tulus. Penerimaan dari kedua pihak. Bukan suami saja atau istri saja. Sederhana
bukan? Ya, sederhana. Sangat sederhana menuliskannya. Jauh lebih sederhana
daripada mengamalkannya.

Merintis Kebiasaan Yang Baik


Allah menyempurnakan setengah agama kita ketika kita dikaruniai kekuatan
untuk menikah. Kemudian kita disuruh menyempurnakan yang setengahnya. Salah
satu yang bisa kita lakukan untuk menyempurnakan setengah dari agama kita adalah
dengan merintis kebiasaan yang baik dan saling mengingatkan tentang watak (khuluq)
serta perilaku yang tidak baik. Sebagian dari kita mungkin memiliki perilaku buruk
yang tidak diketahuinya, kecuali dengan bantuan orang lain, termasuk suaminya
sendiri.
Berkenaan dengan merintis kebiasaan yang baik ini, ada sebuah hadis yang dapat
kita renungkan:

Kado Pernikahan 150


Khath Arab

"Barangsiapa yang menetapkan sunnah-hasanah (kebiasaan yang baik) lalu ia


diamalkan, maka ia mendapat pahala seperti orang yang mengerjakannya tanpa
dikurangi sedikit pun.
Dan barangsiapa yang menetapkan dalam Islam satu sunnah sayyi'ah
(kebiasaan yang buruk) lalu ada yang mengamalkannya, maka ia memperoleh dosa
seperti yang mengerjakannya tersebut tanpa dikurangi sedikit pun." (HR Muslim).
Kebiasaan baik yang kita rintis di rumah kita bisa jadi menyangkut ibadah
mahdhah seperti shalat, bisa jadi berkenaan dengan perilaku kita kepada keluarga atau
perilaku kita terhadap tetangga atau lebih luas lagi. Yang jelas, bisa merintis sunnah
hasanah atau tidak, sebaiknya suami isteri berusaha untuk mengurangi perilaku-
perilaku yang buruk. Syukur kalau bisa saling belajar melihat kekurangan masing-
masing dan kemudian menyadarinya, bukan menjadikannya untuk berapologi. Syukur
pula kalau bisa memperbaiki kekurangan-kekurangan sehingga menjadi kebaikan.
Saya tidak berpanjang-panjang dengan masalah sunnah hasanah ini. Saya grogi
membahasnya. Karena itu, marilah kita beralih kepada tema kita yang lain, yakni
mengenai mengurangi keburukan dan memperbaiki kekurangan. Mudah-mudahan
dengan pertolongan Allah, keluarga kita akan barakah dan selamat dan fitnah dunia
maupun fitnah akhirat. Mudah-mudahan dengan pertolongan Allah, anak-anak kita
dapat lebih memikirkan ummat Muhammad dibanding orangtuanya atas sebab kita
berusaha memperbaiki sebagian kekurangan kita.
Hambatan besar yang mungkin muncul ketika kita ingin menjadikan rumah kita
sebagai tempat untuk saling memperbaiki kekurangan, adalah seperti yang pernah
dilukiskan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya' 'Ulumuddin pada pembahasan
tentang penyakit hati. Ia berkata, "Akan tetapi, biasanya kita justru menyibukkan diri
dengan mencari-cari jawaban untuk menunjukkan kepada orang itu bahwa ia sendiri
juga menyandang cacat-cacat seperti itu. Lalu kita akan berkata kepadanya: 'Anda
sendiri juga melakukan begini... dan begitu....' Dan sikap permusuhan seperti itu
pasti menghalangi kita daripada memanfaatkan nasehatnya."
Seperti kata Al-Ghazali, adakalanya kita berkata saat diingatkan, "Habis, Mas
kemarin juga begitu."
Atau kalimat lain yang mirip dengan itu, misalnya, "Ah, Mas nyuruh bangun
awal. Mas sendiri susah dibangunkan. Bagaimana mau shalat malam kalau tidur
terus?"
Contoh lain yang semakna dengan itu masih banyak. Silakan Anda cari sendiri.
Atau, silakan Anda ingat-ingat apakah dalam hidup Anda pernah mengucapkan

Kado Pernikahan 151


kalimat-kalimat yang seperti itu manakala Anda diingatkan oleh suami Anda (atau
suami diingatkan oleh isterinya). Atau, Anda sering mengucapkannya? Jika ya, maka
ingatlah bahwa sesungguhnya suami Anda bukan Nabi yang Allah
mema'shumkannya, sehingga ia terjaga dari melakukan kesalahan. Ia juga bukan
tergolong sahabat Nabi --yang sekalipun tidak ma'shum, tetapi Allah meridhai mereka
dan mengampuni kesalahannya. Ia adalah manusia biasa, sangat biasa. Sehingga
terbuka kemungkinan melakukan kesalahan, sekalipun ia sangat menginginkan
kebaikan. Sederhananya, ia mungkin sering tidur tanpa bangun malam, meskipun
berkali-kali ia mengatakan ingin shalat malam.
Mari kita perhatikan hadis ini:

Khath Arab

"Allah merahmati seseorang yang bangun pada malam hari lalu menunaikan
shalat. Dia bangunkan istrinya dan jika istri enggan, maka dia percikkan air ke
wajahnya. Dan Allah merahmati seorang wanita yang bangun malam hari untuk
menunaikan shalat. Dia bangunkan suaminya dan apabila suaminya enggan, maka
dia percikkan air ke wajahnya." (HR Abu Dawud, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan
yang lainnya. Ibnu Hibban dan Al-Hakim menshahihkan hadis ini. Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al-Albani berpendapat, hadis ini hasan).
Atau mari kita simak hadis ini:

Khath Arab

Dari Abu Darda' r.a., dari Nabi Saw., beliau bersabda, "Tiga (orang), Allah
mencintai mereka, tersenyum kepada mereka dan merasa gembira dengan mereka.
Pertama, orang yang apabila suatu golongan menghadapi serbuan maka ia
berperang sendirian semata-mata karena Allah 'Azza wa Jalla, maka ia terbunuh
atau ditolong oleh Allah 'Azza wa Jalla dan dicukupi-Nya lalu Allah berfirman
(kepada para malaikat, "Lihatlah hamba-Ku ini bagaimana dia bershabar karena-Ku
dengan (mengorbankan) dirinya."
Kedua, orang yang memiliki istri cantik dan kasur empuk lagi bagus, kemudian
ia bangun (melakukan shalat) malam, maka Allah berfirman, "Ia meninggalkan
syahwatnya dan mengingat-Ku. Padahal kalau suka ia tidur saja."

Kado Pernikahan 152


Ketiga, orang yang apabila dalam perjalanan (safar) bersama dengan
rombongan lalu di saat itu begadang malam kemudian tidur, ia bangun waktu sahur
dalam keadaan susah dan senang." (HR Thabrani dengan sanad hasan. Al-
Haitsami berkata, "Para perawinya terpercaya." Menurut Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, hadis ini hasan).
Hadis-hadis ini tidak berbicara tentang sifat suami sebagai manusia biasa. Dan
saya pun tidak bermaksud untuk menjelaskan kepada Anda makna dari dua hadis
tersebut karena saya belum berhak menjelaskan. Tetapi melalui hadis ini saya ingin
berbincang-bincang dengan Anda bahwa suatu saat barangkali Anda yang
memercikkan air ke wajahnya, dan di saat lain Anda yang susah dibangunkan
sehingga suami perlu memercikkan air ke wajah Anda. Suatu saat Anda yang perlu
mengingatkan suami ketika ia melakukan kesalahan atau mengucapkan kalimat-
kalimat yang merusak. Tetapi di saat lain boleh jadi suamilah yang harus
mengingatkan Anda karena Anda melakukan kesalahan atau mengucapkan kalimat
yang tidak baik; kesalahan yang sama seperti yang pernah dilakukan oleh suami
Anda.
Jika Anda menerima peringatan dan nasehat suami, sementara suami pun
demikian, maka insya-Allah dari rumah Anda akan terbit cahaya yang menerangi dan
memberi kesejukan bagi sekeliling. Paling tidak bagi orang yang mendiami rumah
Anda. Tetapi jika Anda berkata "Uuh, Mas juga sering begitu", maka kisah romantis
tentang pernikahan penuh barakah selesai sampai di sini. Ia akan merasa terhalang
secara psikis untuk mengingatkan Anda dengan segera di saat ia menjumpai Anda
melakukan kesalahan. Yang paling mudah ia lakukan kemudian adalah marah dan
menyalahkan. Kalau ini terus berlanjut, berarti Anda berdua telah jatuh dalam
coercive communication (komunikasi memaksa). Selengkapnya tentang coercive
communication ini bisa Anda simak pada bab Komunikasi Suami-Istri di jendela tiga
buku ini.
---
Seperti kata Al-Ghazali,
saat diingatkan adakalanya kita berkata,
"Habis, Mas kemarin juga begitu."
---

Dan Istri Pun Hamil


Masa pengantin baru, barangkali terasa belum lewat ketika istri Anda muntah-
muntah di pagi hari. Ketika Anda mendekat, ia menepis Anda. Di saat Anda
membutuhkan seorang teman untuk berbincang santai, ia malah berangkat tidur dan
enggan bangun. Belakangan periksa, ternyata ia telah positif mengandung.

Kado Pernikahan 153


Sebagian orang terkejut dengan masa nyidam. Apalagi kalau mereka sama-sama
tidak mengerti bahwa perubahan situasi emosi yang drastis itu disebabkan oleh
datangnya kehamilan, percekcokan bisa tersulut dengan cepat sebagaimana api yang
membakar rumput kering. Akibatnya, hubungan suami dengan istri akan renggang.
Masing-masing menyimpan perasaan yang tidak mengenakkan.
Datangnya kehamilan dan masa nyidam itu adakalanya pada bulan ketiga
pernikahan, adakalanya dua tahun kemudian. Akan tetapi tidak menutup
kemungkinan istri sudah mengandung setelah satu bulan menikah.
Nah, jika Anda masih menginginkan suasana pengantin baru, apa yang sebaiknya
Anda lakukan bersama istri Anda yang mulai mengandung?
Silakan Anda jawab sendiri. Mumpung masih pengantin baru.

Catatan Kaki:
1. Ustadz Hari Moekti sempat menceritakan pengalaman-nya berumah tangga
pada kesempatan acara bedah buku "Seni Dalam Pandangan Islam" karya
Abdurrahman Al-Baghdadi di Fakultas Sastra UGM. Cerita serupa juga
dikemukakan ketika menjadi pembicara pada seminar Memaksimalkan
Kecerdasan Anak yang diselenggarakan oleh Unpas, Bandung awal Juli lalu.
2. Soal bagaimana perubahan pandangan itu mengubah juga kehidupan
pernikahannya, lebih baik Anda bertanya langsung kepada Ustadz Hari Moekti
sehingga memperoleh penjelasan yang lebih baik dan lebih jernih. Di atas
segala-galanya, tentu saja hanya Allah 'Azza wa Jalla sumber segala
kebahagiaan dan Dia-lah yang memberi kebahagiaan kepada siapa pun yang Dia
Kehendaki. Wallahu A'lam bishawab.
3. Bibit perselisihan bersifat latent (tersembunyi) karena pada masa ini
keindahan sebagai pengantin baru menutupi berbagai "ketidaksesuaian
kecil". Di sinilah permaafan dan permakluman dibutuhkan agar hal yang
tidak mengenakkan tidak menjadi bibit perselisihan yang sewaktu-waktu bisa
meledak. Setelah masa pengantin baru usai, rumah tangga masih penuh
kesejukan. Rumah terasa lapang dan damai, meskipun secara fisik sempit.
Masalahnya, persoalan hubungan antara suami dan istri tidak sesederhana
menuliskan kata permaafan dan permakluman.

Kado Pernikahan 154


Bab 11

T inggal di Mana
Setelah Menikah?

Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu


bertempat tinggal menurut kemampuanmu...”
(Al-Qur’an 65: 6)

S
etelah menikah, suami mempunyai kewajiban untuk menyediakan
tempat tinggal bagi istri sesuai dengan kemampuannya. Para Imam
Mazhab1 sepakat, dengan beberapa perbedaan kecil, bahwa seorang
suami wajib menempatkan istri di tempat tinggal yang layak. Sehingga
istri terjaga kehormatannya dan merasakan kedamaian dalam kehidupan
berumahtangga bersama suami.
Kalau suami mempunyai kewajiban untuk menyediakan tempat tinggal yang
memberikan kedamaian, rasa aman dan privacy2 bagi istri, maka secara seimbang istri
mempunyai kewajiban untuk tinggal di tempat yang telah disediakan oleh suaminya.
Kewajiban untuk tinggal di rumah suami, betapa pun sederhananya tempat tinggal itu,
merupakan ketetapan syari’at. Syari’at menjadikan kewajiban sang istri itu sebagai
salah satu hak laki-laki yang menjadi suaminya. Suami berhak menuntut istrinya agar
tinggal di rumah dan tidak meninggalkannya, kata Dr. Musa Kamil menjelaskan.
Sekarang, ketika Anda telah mengikat perjanjian berat (mitsaqan ghalizha)
bersama istri, pikirkanlah di mana Anda tinggal. Kalau sekarang Anda dihadapkan
pada beberapa kemungkinan tempat tinggal, Anda bisa mempertimbangkan maslahat
dan madharat pada masing-masing tempat dengan tetap mengingat bahwa
menyediakan tempat tinggal bagi istri merupakan kewajiban Anda.

Kado Pernikahan 155


Masalah ini juga bisa Anda musyawarahkan dengan istri, wanita yang insya-
Allah telah mengikhlaskan kesetiaan dan kasih-sayangnya untuk mendampingi Anda
sepanjang hidupnya. Apakah sebaiknya Anda tinggal di rumah kontrakan sederhana,
kredit rumah KPR/BTN, membangun sendiri rumah tinggal secara berangsur-angsur,
atau memenuhi permintaan mertua untuk tinggal bersama mereka?

TINGGAL DI RUMAH SENDIRI


Ada kelebihannya tinggal di rumah sendiri, baik kontrakan maupun hak milik,
bagi mereka yang baru saja membangun rumah-tangga. Dengan tempat tinggal yang
terpisah sehingga kita bisa mengatur sendiri roda rumah-tangga, kita bisa belajar
secara lebih leluasa untuk saling mengenal, memahami secara lebih baik dan
sekaligus membina kepekaan. Ketika suami-istri merasakan peluh perjuangan dalam
meletakkan fondasi keluarga, insya-Allah akan dapat mengokohkan arah dan misi
perkawinan. Perkawinan melahirkan kekuatan jiwa pada masing-masing anggotanya,
kecuali jika masing-masing tidak memiliki kedewasaan yang cukup. Darinya lahir
orang-orang yang memiliki kejelasan arah dan keberanian berjuang. Inilah yang
dibutuhkan untuk masa depan masyarakat yang lebih mulia.
Sepanjang sejarah, orang-orang besar yang membawa kemuliaan bagi umat
manusia lahir dari keluarga yang memiliki kekuatan jiwa. Jiwalah yang menyimpan
kekuatan dan kekayaan. Jiwa yang besar dan kokoh mampu mencairkan gunung-
gunung batu yang keras. Tetapi, jiwa yang kerdil justru menyembunyikan kelemahan
di balik apa-apa yang tampak sebagai kekuatan. Lihatlah Baghdad setelah masa
Nizamul Mulk lewat. Bangsa yang besar dengan sejumlah kemajuan peradaban itu,
segera jatuh dan habis oleh serangan Tartar yang waktu itu masih belum berbudaya.
Dan dengan tempat tinggal yang terpisah dari orang lain, insya-Allah kita bisa
lebih menghayati bagaimana membangun kekuatan jiwa untuk membentuk orientasi
yang kokoh. Dalam rumah sederhana yang kita atur sendiri kita mempunyai
kesempatan untuk menguati dan melengkapi. Melengkapi secara fisik dengan
perabot-perabot rumah-tangga yang diperlukan, maupun melengkapi secara psikis
dengan hati yang menerima, jiwa yang rela dan kesediaan untuk berjuang bersama-
sama.
Jika kita mau menengok sejenak ke masa Rasulullah Saw dan para sahabat, kita
melihat bahwa keluarga-keluarga yang baru saja terbentuk memulai kehidupan
berumah-tangga dalam rumah yang terpisah dari orangtua. Fathimah putri
Rasulullah, tinggal di rumah sederhana bersama suaminya Ali bin Abi Thalib dengan
perabot rumah tangga yang dibeli dari sebagian mahar. Padahal mahar yang diterima
Fathimah dari Ali bin Abi Thalib tidak terlalu besar untuk ukuran waktu itu maupun
untuk ukuran waktu sekarang. Barangkali keseluruhan yang dikeluarkan untuk ke-
pentingan tersebut tidak lebih besar dibanding sebuah prosesi perkawinan yang sangat
sederhana di negeri kita yang jarang lahir orang besar ini. Wallahu A’lam bishawab.

Kado Pernikahan 156


Ketika menikah, Ali tidak memiliki sebuah rumah yang akan ditempati untuk
hidup berumah-tangga. Fathimah meminta sebuah rumah pada ayahnya, kata
‘Abdurrahman Asy-Syarqawi dalam buku Muhammad Sang Pembebas. Tapi ayahnya
menolak keras permintaannya. Lalu datanglah seorang laki-laki kaya dari kalangan
Anshor yang bermaksud untuk memberikan sebuah rumah yang mungil di antara
rumah yang dimilikinya pada kedua suami-istri yang masih muda belia. Ali dan
Fathimah tidak mau menerima pemberian laki-laki tersebut. Akan tapi laki-laki itu
bersumpah tak akan memasuki rumah itu selama-lamanya. Laki-laki itu tetap bersikap
keras untuk memberikan rumahnya, hingga akhirnya Muhammad Saw. membolehkan
mereka berdua menerima pemberian itu dengan cara jual-beli. Tidak dengan cara
hibah.
Begitu Fathimah putri Rasulullah dan Sayyidina Ali membangun rumah-
tangganya. Bagaimana dengan pengantin baru lainnya? Mari kita tengok Asma’ binti
Abu Bakar yang baru saja menikah dengan Az-Zubair. Ayahnya adalah seorang
pedagang kaya yang sukses (kelak kita mengenalnya sebagai khalifah Rasulullah
yang pertama). Ketika mengungsi ke Yatsrib, Abu Bakar membawa kekayaan yang
bernilai empat puluh ribu dirham Makkah, ukuran yang sangat besar waktu itu. Abu
Bakar memang sangat kaya waktu itu. Tetapi bagaimana dengan keluarga Asma’ binti
Abu Bakar dengan Az-Zubair?
Mari kita dengar penuturan Asma’ binti Abu Bakar:
“Az-Zubair mengawiniku,” kata Asma’, “Di bumi ini dia tidak memiliki harta
atau hamba atau apapun kecuali unta dan kudanya. Akulah yang memberi makan
kudanya, menimba air, menjahit timba airnya (yang terbuat dari kulit) serta membuat
adonan.... Aku juga biasa mengangkut biji kurma dari tanah Az-Zubair yang
diserahkan kepadanya oleh Rasulullah Saw. di atas kepalaku. Tanah itu jauhnya kira-
kira dua pertiga farsakh (2 mil)... hingga Abu Bakar mengirimkan seorang pelayan
kepadaku setelah itu untuk menggantikanku mengurusi kuda. Dengan demikian se-
olah-olah dia memerdekakanku.” (HR Bukhari dan Muslim).
Salah satu manfaat tinggal di rumah sendiri, baik kontrakan maupun hak milik,
adalah istri bisa berusaha melepaskan ikatan-ikatan keluarganya3 untuk memulai satu
warna kehidupan rumah-tangga yang baru bersama suaminya. Ia belajar mengatur
rumah-tangga sekaligus menyelami pikiran, semangat, dan perasaan suaminya.
Sehingga ia bisa betul-betul mengenal suaminya dengan baik. Ini sangat penting bagi
kelangsungan kehidupan rumah-tangga yang sejuk dan penuh kasih-sayang sesuai
dengan keunikan pribadi masing-masing, sejauh tidak melanggar batas-batas agama.
Kondisi ini merupakan fondasi untuk mendidik anak setelah mereka
mendapatkan amanah tersebut dari Allah Swt. Cita-cita melahirkan keturunan yang
memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah sulit untuk tercapai
jika kedua orangtua anak itu belum memiliki bekal jiwa yang mantap dan kokoh.
Bagaimana orangtua harus memberikan pendidikan yang akan menumbuhkan
syaja’ah (keberanian), iffah (kemampuan menahan diri), dan izzah (harga diri) jika

Kado Pernikahan 157


orang tuanya masih berkubang dengan kurangnya kehangatan dalam hubungan
suami-istri?
Wallahu A’lam bishawab wastaghfirullahal ‘azhim.
Dalam rumah-tangga kita menginginkan kedamaian. Kita mengharapkan suasana
keluarga sakinah mawaddah wa rahmah, sehingga masing- masing anggota keluarga
merasakan rumah mereka sebagai tempat peristirahatan yang memberikan keteduhan
jiwa, kelapangan dan kedamaian. Tetapi adalanya keluarga yang baru belajar
berumah-tangga harus mengalami benturan-benturan sampai menyebabkan mereka
saling mendiamkan.
Situasi semacam ini tidak perlu terjadi. Tetapi adakalanya, situasi konflik yang
lahir karena masing-masing masih kurang mampu menyesuaikan diri, “menuntut”
sikap khusus yang tidak memungkinkan ketika mereka tinggal dalam satu rumah
dengan orangtua atau mertua. Alhasil, mereka harus tampil dengan topeng manis di
depan anggota keluarga lainnya tanpa ada pengendapan masalah secara jernih.
Akibatnya, mereka mengalami konflik-konflik tersembunyi. Na’udzubillahi min
dzalik. Allahu A’lam bishawab.
Saya kira cukup sampai di sini pembicaraan kita tentang manfaat tinggal di
rumah sendiri. Masih ada manfaat lain, yaitu suami-istri bisa belajar bertaba’ul
dengan lebih baik serta lebih memungkinkan terbentuk kedekatan yang lebih erat
antara suami dan istri. Tetapi saya kira lebih baik kita membicarakan beberapa hal
yang perlu kita perhatikan kalau kita akhirnya memutuskan untuk mengontrak rumah.
Adapun bagi Anda yang telah memiliki rumah hak milik, bisa langsung menyimak
bab berikutnya Saat Tepat untuk Berhias. Atau, Anda bisa mempertimbangkan untuk
tinggal bersama orangtua. Tentang ini insya-Allah akan kita bicarakan di bagian akhir
bab ini.

Catatan Ketika Mengontrak Rumah


Sewa-menyewa rumah termasuk salah satu kegiatan muamalah yang
memerlukan perjanjian tertulis. Dalam hukum positif, akta sewa sangat penting untuk
memberi jaminan hukum terhadap transaksi yang terjadi antara penyewa dengan
pihak yang menyewakan sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Baik secara
perdata maupun pidana.
Persoalan ini penting untuk Anda perhatikan, terutama ketika perjanjian sewa
berlaku untuk jangka waktu beberapa tahun dimana selama masa itu banyak
perubahan dan kemajuan yang mungkin terjadi. Anda perlu membuat perjanjian
tertulis yang memiliki kedudukan di hadapan hukum, sehingga Anda maupun pihak
yang menyewakan dituntut untuk memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku antar
kedua pihak. Pelanggaran atas ketentuan yang disepakati bersama dapat berimplikasi
hukum. Sebaliknya, Anda juga akan memperoleh jaminan hukum karena segala

Kado Pernikahan 158


bentuk tindakan pemilik rumah yang menciderai kesepakatan bersama dapat
mendatangkan sanksi hukum.
Keluarga muda kadang harus menghadapi berbagai masalah karena
ketidaksiapan ketika pemilik rumah secara sepihak menciderai perjanjian, sementara
penyewa tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak ada akta perjanjian yang memiliki
kekuatan hukum. Mereka harus panik ketika pemilik rumah mengambil tindakan
sepihak, misalnya dengan menaikkan harga secara tiba-tiba dan harus dipenuhi dalam
tempo yang singkat semata sebagai strategi untuk mengeruk keuntungan secara
sewenang-wenang. Mereka harus kalut karena tidak siap dalam banyak hal.
Ketidaksiapan psikis untuk pindah, ketidaksiapan finansial untuk membayar atau
mencari kontrakan baru, ketidaksiapan sosial untuk secara tiba-tiba menghadapi
masyarakat yang berbeda, ketidaksiapan dalam masalah pendidikan anak-anak yang
juga berarti proses adaptasi ulang yang mendadak serta ketidaksiapan lainnya yang
riskan. Cukup mahal yang harus dibayar atas berbagai ketidaksiapan, terutama yang
harus dibayar oleh anak bagi perkembangan dan pertumbuhannya di masa-masa
berikutnya. Kepribadian anak bisa menjadi fragile (seperti barang yang mudah pecah)
jika peristiwa semacam ini sering terjadi. Kecuali jika Anda mampu menjadi ibu
seperti Khadijah istri Rasulullah.
Keadaan semacam ini tidak hanya bisa membahayakan kondisi psikis anak.
Orangtua pun bisa mengalami masalah berkenaan dengan interaksi sosial maupun
interaksi antar anggota keluarga. Keadaan tempat tinggal yang tidak stabil dan selalu
dihadapkan pada sejumlah kecemasan untuk melakukan penyesuaian diri kembali
secara total akibat tindakan sepihak, dapat mengubah orientasi keluarga. Sehingga
mereka menjadi pribadi-pribadi yang sulit berempati kepada orang lain, sekaligus
mengembangkan sikap-sikap egois. Mereka juga bisa mengembangkan orientasi-
orientasi materialis atau bahkan ketidakpercayaan pada akhlak-akhlak suci. Ini
merupakan predisposisi untuk tumbuhnya ideologi-ideologi yang bertentangan
dengan watak suci aqidah Islam.
Ideologi ini bisa jadi tumbuh sebagai sikap hidup sehari-hari sekalipun mereka
tetap merasa Islam sebagai pandang-an dunianya yang otentik. Bisa jadi secara sadar
mereka mengalami perubahan pandangan. Yang pertama sebagai pandangan dunia
aktual saja, sedang yang kedua menjadi pandangan dunia aktual sekaligus tekstual.4
Karena itu, Anda perlu memperhatikan betul masalah-masalah penting yang
berkenaan dengan sewa-menyewa rumah, baik berkenaan dengan aspek hukum
maupun as-pek psikis dan pendidikan. Perjanjian sewa-menyewa secara tertulis yang
memiliki kekuatan hukum perlu Anda perhatikan sekalipun Anda melakukan
transaksi (muamalah) dengan sesama muslim. Apalagi jika Anda berniat melakukan
sewa selama beberapa tahun sementara bea sewa tidak dapat Anda penuhi sekaligus
dalam satu kali pembayaran.

Masalah Anak Ketika Pindah

Kado Pernikahan 159


Keluarga-keluarga muda di masa sekarang semakin banyak yang tinggal di
rumah-rumah kontrakan sampai mereka mempunyai beberapa anak. Bahkan
adakalanya mereka masih tinggal di rumah kontrakan ketika anak-anak mereka sudah
memasuki usia sekolah dasar maupun menengah pertama. Tidak jarang mereka harus
berpindah-pindah karena berbagai alasan, sejak dari pencideraan akad sewa-menyewa
secara sepihak oleh pemilik rumah sampai dengan tuntutan pekerjaan yang
mengharuskan sering berpindah.
Setiap perpindahan ke tempat tinggal baru menuntut penyesuaian diri kembali
secara drastis. Apalagi jika rumah baru yang akan ditempati berada di lokasi yang
sama sekali asing. Tidak ada orang yang telah dikenal sebelumnya.
Keadaan ini dapat menimbulkan masalah, terutama bagi anak usia TK ataupun
awal SD. Karena itu, orangtua perlu mempersiapkan mental anak jauh-jauh hari
sebelum pindah. Kecuali jika Anda terpaksa pindah secara mendadak atau anak Anda
masih bayi (kalau ini, ibunya yang perlu mempersiapkan diri).
Orangtua perlu memberitahukan rencana kepindahan kepada anak beberapa
minggu sebelumnya. Syukur bisa satu atau dua bulan sebelumnya. Selama masa itu,
orangtua bisa memberi gambaran tentang tempat tinggal yang baru dan apa saja yang
bisa dilakukan di sana. Orangtua juga bisa menceritakan mengenai berbagai hal yang
“dapat” menjadi nilai lebih dari tempat tinggal yang baru sehingga menggerakkan
keinginan anak untuk pindah. Ini akan sangat membantu anak untuk mengurangi
stress dan perasaan terasing karena berpisah dari kawan-kawan bermainnya setelah
berpindah.
Keterlibatan orangtua untuk membantu anaknya melakukan penyesuaian diri
sangat diperlukan. Di saat-saat anak masih terasa terasing, orangtua perlu menjadi
kawan yang akrab dan hangat bagi anak-anaknya sehingga mereka tetap bisa
berkembang secara baik. Jika Anda mampu menjadi sahabat yang baik bagi anak-
anak Anda, bisa jadi saat-saat seperti ini merupakan kesempatan bagi Anda untuk bisa
menyelami anak Anda secara lebih mendalam dan akrab. Sehingga Anda mengenal
betul anak Anda, dan anak merasa hormat sekaligus sayang terhadap Anda. Ini
membantu Anda menjadi orangtua yang efektif.
Untuk menuju ke arah sana, orangtua dapat melibatkan anak-anak untuk pindah
tempat tinggal sekaligus melakukan penyesuaian diri. Ini dilakukan sejak masa belum
pindah, ketika sedang pindah, sampai dengan awal-awal menjalani kehidupan di
tempat tinggal yang baru. Yang disebut terakhir ini misalnya menemani anak untuk
memperoleh kesempatan bergaul dengan teman sebaya, tanpa menjadikan anak
terhambat proses sosialisasinya. Maksudnya, keterlibatan orangtua jangan sampai
menjadikan teman-teman anak tidak bisa berekspresi sebagai anak-anak karena rikuh
terhadap Anda.
Contoh lain adalah berkenaan dengan proses penyesuaian diri dengan sekolah
yang baru. Orangtua bisa membantu anak melakukan sosialisasi dengan
mengantarkan anak ke sekolah. Membantu anak melakukan penyesuaian diri dan
sosialisasi ini juga bisa Anda lakukan dengan menanyakan perkembangan anak di

Kado Pernikahan 160


sekolah yang baru maupun mengajak anak mengkomunikasikan pengalaman-
pengalaman serta perasaannya dalam penyesuaian diri dan bergaul dengan teman
barunya.
Sekali waktu Anda juga bisa memaklumi kebutuhan anak untuk bertemu dengan
teman-teman lamanya di tempat tinggal Anda yang dulu. Anda justru bisa mengajak
anak silaturrahmi ke tetangga-tetangga lama jika memungkinkan.

TINGGAL BERSAMA ORANGTUA


Adakalanya keluarga muda memilih tinggal bersama orangtua, bukan di rumah
kontrakan atau bahkan rumah sendiri. Sebagian memilih tinggal bersama mertua
karena desakan orangtua atau sanak kerabat istri. Sebagian karena desakan ekonomi,
sehingga lebih baik dana yang terbatas dialokasikan untuk kepentingan-kepentingan
lain yang maslahat daripada membayar sewa rumah. Sebagian lagi karena dorongan
untuk berbakti kepada orangtua. Ada juga yang ingin menyenangkan istri dengan
berbagai alasan. Dan mungkin juga ada yang tinggal bersama mertua karena masalah
ini menjadi syarat nikah dari istri ketika suami mengajukan keinginannya untuk
menikahi. Khusus yang terakhir ini, saya tidak membahas di bab ini. Silakan Anda
melihat kembali pada bab "Dimanakah Wanita-wanita Barakah Itu?" di jendela
pertama buku kita ini.
Ada kelebihannya tinggal bersama mertua atau orang-tua5. Mereka telah
memiliki pengalaman hidup yang banyak, sehingga insya-Allah telah cukup arif
untuk memahami masalah-masalah suami-istri yang baru menikah. Mereka dapat
memberi bimbingan kepada anak dan menantunya, sehingga mereka dapat
membangun keluarga dengan kondisi yang lebih baik. Mereka juga bisa memberikan
bantuan-bantuan kepada rumah tangga anaknya, tanpa menjadikan fondasi rumah
tangga anaknya lemah. Sebab kebaikan dapat melemahkan manusia. Al-ihsanu
yu’jizul insan.
Ada sebuah ungkapan yang dinisbahkan kepada Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib6.
Katanya, “Ajaklah bermusyawarah orang yang sudah tua karena mereka telah banyak
pengalaman. Dan mintailah pendapat yang masih muda karena mereka masih jernih.”
Dalam keadaan demikian, tinggal bersama orangtua atau mertua di masa awal-
awal menikah bisa justru lebih dekat kepada kemaslahatan. Mereka dapat
membimbing Anda bagaimana menjalankan kehidupan berumah tangga, tanpa
mencampuri perkara-perkara yang mestinya memang diserahkan kepada Anda sendiri
untuk menentukan. Mereka dapat mengarahkan bagaimana Anda harus menjadi suami
dan istri Anda harus mendampingi Anda, tanpa menjadikan Anda berdua mengalami
ketegangan dan konflik-konflik psikis.
Orangtua yang bagus agamanya, insya-Allah dapat bertindak demikian. Mereka
tahu apa yang menjadi hak menantu atas mertua. Juga, mereka insya-Allah dapat

Kado Pernikahan 161


memahami batas-batas kewajiban seorang menantu. Hak menantu atas mertua antara
lain “pembelaan” ketika menghadapi konflik.
Sejauh yang saya pahami, Islam menggariskan bahwa mertua merupakan
pembela bagi menantu ketika menengahi masalah. Mereka membela menantunya,
bukan anaknya. Mereka merupakan sumber rasa aman bagi menantu sekaligus
membantu dalam proses ishlah (perbaikan hubungan) ketika masalah yang ada pada
mereka tidak dapat diselesaikan sendiri. Sekalipun demikian, tentu saja mereka tetap
dituntut untuk adil terhadap anaknya sendiri maupun menantu.
Jadi, orangtua suami merupakan “pembela” sekaligus sumber rasa aman bagi
istri. Sementara orangtua istri merupakan “pembela” bagi suami. Bukan sebaliknya,
menjadi sumber ketegangan dan perasaan tertekan karena adanya berbagai tuntutan
yang ditujukan kepada menantunya.
Ketegangan dan konflik psikis ini rentan muncul ketika orangtua atau saudara-
saudara perempuan suami sudah memiliki sikap “seharusnya seorang istri itu
sikapnya begini atau begitu”. Ketika sikap semacam ini muncul, yang terjadi adalah
pihak keluarga suami mengembangkan tuntutan-tuntutan psikis terhadap istri. Padahal
ketika seseorang memiliki tuntutan psikis untuk memperoleh perlakuan dari orang
lain, ia akan berkurang kepekaannya terhadap kebaikan yang ada.
Masalah ini riskan, terutama jika terdapat dua hal. Pertama, tidak terbangun
komunikasi yang baik antara suami dan istri. Kurang bagusnya komunikasi bisa jadi
karena mereka mengalami kekalutan emosi, sehingga cenderung melihat masalah
dengan satu arah. Bisa jadi karena belum matangnya kedua pihak, terutama suami,
sehingga menghasilkan komunikasi yang cenderung koersif (memaksa)7.
Kedua, orangtua memiliki prasangka yang kurang baik tentang iktikad
menantunya, sehingga dapat menjadi self-fulfilling prophecy (nubuwwah yang
dipenuhi sendiri). Ini bisa membawa ke persoalan psikis yang akumulatif. Orang tua
tetap mengingat “kesalahan-kesalahan” menantunya yang terjadi di masa lalu.
Ada berbagai hal yang dapat menyebabkan terjadinya kondisi yang demikian,
khususnya dampak akumulatif. Salah satunya yang cukup rentan adalah kebiasaan
untuk saling menceritakan kekecewaan dan secara bersama-sama mengembangkan
sikap minor. Dalam keadaan demikian, masing-masing pihak tidak berusaha untuk
memberikan interpretasi terbaik terhadap sikap atau perkataan pihak lain.
Tentang ini, Rasulullah Saw. mengingatkan, “Jika engkau mendengar sesuatu
yang mungkin diucapkan oleh saudaramu, berikan interpretasi yang terbaik sampai
engkau tidak dapat menemukan alasan untuk melakukannya.”
Ketika Imam Ahmad ibn Hanbal ditanya mengenai hadis ini, beliau berkata,
“Carilah alasan untuknya dengan mengatakan mungkin dia berkata begini, atau
mungkin maksudnya begini.”

Kado Pernikahan 162


Saya tidak berani meneruskan pembicaraan tentang masalah ini. Hanya kepada
Allah kita berharap, mudah-mudahan Allah memperbaiki lisan kita dan menjaminkan
bagi kita beserta keturunan kita keselamatan dunia akhirat. Allahumma amin.
Selain masalah komunikasi, terutama jika tidak ada budaya tabayyun
(mengklarifikasi informasi), ada beberapa hal yang bisa menyebabkan munculnya
konflik. Konflik ini mungkin bersifat internal, mungkin bersifat eksternal.
Konflik internal lebih bersifat beban psikis. Mereka mengalami konflik batin,
tetapi tidak sampai muncul ke permukaan sehingga tidak menimbulkan pertengkaran.
Namun demikian masalah semacam ini dapat muncul dalam bentuk lain, misalnya
sikap mereka atau salah satu di antara mereka terhadap orang lain. Bisa juga sikap
mereka terhadap anak.
Sebagian sistem perkawinan juga potensial menimbulkan masalah. Hanya saja,
pembicaraan tentang masalah ini perlu tempat khusus agar cukup leluasa untuk
mendalami. Saat ini cukuplah saya garis bawahi bahwa sejauh pemahaman saya,
Islam menetapkan prinsip kesederhanaan dan kemudahan. Sederhana dalam proses,
sederhana dalam pelaksanaan. Mudah dalam proses, mudah dalam pelaksanaan.
Sejauh memenuhi ketentuan minimal; ada kedua mempelai, ada wali, ada saksi, dan
ada mahar, cukuplah. Selanjutnya, suami dapat melaksanakan walimah --meskipun
hanya dengan seekor kambing-- setelah memboyong istrinya ke rumah.
Beberapa hal yang bisa menjadi sumber masalah, antara lain:

Anak yang Diharapkan


Ada anak yang sangat diharapkan oleh keluarga dan sanak saudara. Ia menjadi
orang yang dibanggakan. Ia menjadi orang yang diperhatikan dan didengarkan.
Keluarga merasa kurang lengkap kalau ia tidak hadir dalam acara yang khas keluarga.
Anak yang diharapkan bisa juga karena keluarga bertumpu kepadanya untuk
melanjutkan garis kehormatan keluarga; untuk melanjutkan klan keluarga --apa pun
istilahnya.
Posisi sebagai anak yang diharapkan dapat menjadikan istri pilihannya lebih
mudah diterima dan dipahami oleh keluarga. Keluarga memberi dukungan yang
penuh dan tulus kepada menantunya, sehingga memudahkan dia dalam penyesuaian
diri. Bisa juga sebaliknya, keluarga bias dengan sikapnya terhadap orang yang
sekarang menjadi suami Anda. Keluarga biasa memperlakukannya sebagai porselen
antik, sehingga mereka mengharapkan Anda memperlakukan suami (juga
keluarganya, barangkali) sebagai porselen antik. Padahal Anda dan suami
menghendaki pola interaksi yang berbeda.

Kado Pernikahan 163


Keluarga yang Menuntut
Sikap menuntut kadang menimbulkan masalah. Ini terutama jika tidak diimbangi
dengan kelapangan hati bahwa setiap orang memiliki sejarah hidup dan sejarah
keluarga sendiri. Setiap orang memiliki pengalaman hidup yang berbeda. Setiap orang
tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang berbeda-beda keadaannya maupun
kerangka sikapnya. Pola berpikir antara dua orang bersaudara saja bisa berbeda.
Sikap menuntut yang tidak diimbangi dengan penerimaan tentang keunikan
perkembangan setiap manusia, menyebabkan keluarga tidak mau mengerti mengenai
proses belajar. Mereka menuntut menantunya untuk bisa bersikap dan berperilaku
sesuai “standar nilai keluarga” dengan tidak memberi permakluman bahwa untuk itu
orang membutuhkan waktu. Waktu untuk belajar, waktu untuk menyesuaikan diri,
dan waktu untuk mensinkronkan nilai-nilai yang ada dalam dirinya.
Di sinilah perlu komunikasi yang baik. Setiap kita wajar memiliki tuntutan. Yang
kita perlukan adalah mempertemukan tuntutan-tuntutan itu agar tidak menjadi
benturan yang keras.

Saudara Perempuan Serumah


Salah satu hal yang riskan ketika saudara perempuan serumah dengan istri adalah
pembandingan. Saudara perempuan membandingkan dengan apa yang ideal
menurutnya terhadap iparnya; membandingkan dirinya atau bahkan ibu dan kerabat
dengan iparnya. Masalah juga bisa muncul jika saudara perempuan memiliki
kecemburuan terhadap iparnya karena “telah mengambil” perhatian saudaranya.
Masalah ini ketika disimak kadang terasa lucu. Akan tetapi, peristiwa semacam
ini acapkali memang terjadi. Meskipun demikian, tentu saja Anda jangan
menggeneralisir sehingga menyamaratakan. Kehadiran saudara perempuan serumah
kadang malah sangat positif karena mau memahami, mendampingi, membimbing ipar
dalam memahami suaminya. Ini memudahkan istri mengenali dan menyesuaikan diri
dengan suaminya.
***
Insya-Allah benturan-benturan tidak akan terjadi seandainya keluarga
memahami agama, sehingga mereka menghormati kedudukan menantu dan saudara
ipar dalam rumah serta memahami batas-batas hak dan kewajiban. Benturan kadang
muncul karena tuntutan maupun penilaian didasarkan pada standar nilai pribadi yang
kadang tidak jelas ukurannya.
Selain itu, peran suami dalam menyelaraskan sikap keluarga dengan istrinya
sangat banyak menentukan. Misalnya berkenaan dengan kecemburuan saudara
perempuannya, ia dapat menetralisir sejak awal.

Kado Pernikahan 164


Pada akhirnya, memang kedewasaan sikap dari kita yang banyak menentukan.
Masalahnya, apakah kita selama ini telah cukup dewasa dalam mengarifi kehidupan
kita? Itulah!

PRIORITAS TEMPAT TINGGAL


Setelah menikah, maka yang harus ditaati pertama kali oleh seorang suami
adalah orangtua, terutama ibunya. Sedang bagi istri, yang pertama kali harus dipatuhi
adalah suaminya. Suami berkewajiban menyediakan tempat tinggal bagi istri. Sebagai
imbangan, istri harus bersedia bertempat tinggal di mana pun, sejauh suami tidak
menjerumuskan dengan menempatkannya pada lingkungan yang rusak dan penuh
kefasikan (naudzubillahi min dzalik).
Kalau suatu saat mereka dihadapkan pada pilihan untuk tinggal bersama
orangtua agar bisa berkhidmat kepada mereka, sedangkan orangtua dari kedua belah
pihak menghendaki, maka yang perlu diprioritaskan pertama kali adalah orangtua
suami. Sesudah itu, baru orangtua istri. Meskipun demikian, jalan musyawarah adalah
lebih baik, sehingga tercapai kemaslahatan bersama.
Ada hukum. Ada kearifan (tanpa merusak hukum).
Sampai di sini pembahasan kita tentang tempat tinggal. Semoga bermanfaat.
Semoga Allah Swt. memberikan barakah dan ampunan-Nya. Allahumma amin.

Catatan Kaki:
1. Periksa misalnya dalam buku Suami-Istri Islami karya Dr. Musa Kamil terbitan
Remaja Rosdakarya, Bandung, 1997.
2. Penjagaan terhadap privacy istri ini terutama menonjol pada pandangan mazhab
Hanafi. Menurut mazhab Hanafi, suami harus menyediakan tempat tinggal
untuk istrinya di satu rumah yang terpisah, tidak ada seorang pun keluarganya di
situ, kecuali yang dikehendaki oleh istrinya.
3. Melepaskan ikatan keluarga tidak dalam pengertian mengurangi silaturrahmi,
apalagi sampai memutus. Melepaskan ikatan keluarga berarti melepaskan pola
berumahtangga sebagaimana yang diterimanya dalam keluarga orangtua, untuk
kemudian bisa memulai pola kehidupan berumahtangga sebagaimana
dikehendaki oleh kedua pihak: suami dan istri. Semoga dengan demikian, lebih
mudah mencapai keharmonisan dan kekukuhan. Wallahu A’lam bishawab.

Kado Pernikahan 165


4. Pembahasan mengenai pandangan-dunia aktual dan pandangan-dunia tekstual
silakan lihat pada buku Mendidik Anak menuju Taklif (Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1996).
5. Dalam bab ini, jika saya menyebut kata mertua dan orangtua secara bersamaan,
maka kata mertua berarti orangtua istri. Sedang kata orangtua berarti orangtua
suami. Ini karena yang berkewajiban menyediakan tempat tinggal adalah suami,
sehingga pembicaraan ini seakan-akan saya tujukan kepada suami. Meskipun
sesungguhnya juga perlu dibaca oleh istri karena istri juga bisa ikut memberi
pertimbangan.
6. Saya belum menemukan sumber tertulis apakah qaul (pendapat, nasehat) ini
memang berasal dari beliau r.a. atau tidak. Karena itu saya tidak memastikan
bahwa qaul ini berasal dari beliau. Meskipun demikian dari isinya, insya-Allah
kita bisa mengambil beberapa pelajaran yang bermanfaat.
7. Coercive-communication adalah pola komunikasi yang memberi efek perasaan
dipaksa atau terpaksa pada orang yang diajak berkomunikasi. Pembahasan lebih
lanjut tentang coercive communication bisa Anda baca pada bab Komunikasi
Suami-Istri di jendela ketiga buku ini.

Kado Pernikahan 166


Bab 12

S aat Tepat untuk Berhias

A bdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu biasa membaca Al-Qur’an, kata


Al-Qasim bin Abdurrahman. Jika sudah selesai membaca dia bertanya,
“Mana orang-orang yang masih bujangan?” Kemudian ia berkata lagi,
“Mendekatlah ke sini, kemudian katakan, ‘Ya Allah anugerahilah aku
seorang wanita yang apabila kupandang dia membuatku senang, jika kusuruh dia
menurutiku, dan jika aku meninggalkannya dia menjaga dirinya dan hartaku’.”
Adalah kebahagiaan seorang laki-laki ketika Allah menganugerahkan kepadanya
seorang istri yang apabila ia memandangnya, ia merasa semakin sayang. Kepenatan
selama di luar rumah, terkikis ketika memandang wajah istri yang tercinta.
Kesenangan-kesenangan di luar, tak menjadikan suami merasa jengah di rumah.
Sebab surga ada di rumahnya. Baiti jannati. Rumahku surgaku.
Kebahagiaan ini lahir dari istri yang apabila suami memandangnya, membuat
suami semakin bertambah kuat jalinan perasaannya (‘athifah). Wajah istri adalah
keteduhan, telaga yang memberi kesejukan ketika suami mengalami kegerahan.
Barangkali ungkapan Sayyidina Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhahu tentang
istrinya, Fathimah binti Rasulullah, merupakan gambaran sempurna tentang istri yang
apabila dipandang membuat suami merasa semakin sayang. Kata Sayyidina Ali,
“Ketika aku memandangnya, hilanglah kesusahan dan kesedihanku.”
Lalu apakah yang ada pada diri seorang istri, sehingga ketika suami
memandangnya semakin besar rasa sayangnya? Konon, seorang laki-laki akan mudah
terkesan oleh kecantikan wajah. Sempurnalah kebahagiaan seorang laki-laki jika ia
mempunyai istri yang wajahnya cantik memikat.

Kado Pernikahan 167


Tetapi asumsi ini segera dibantah oleh dua hal. Pertama, bantahan berupa fakta-
fakta. Kedua, bantahan as-Sunnah dari Rasulullah Muhammad Saw.
Konon, Christina Onassis mempunyai wajah yang sangat cantik. Ia juga
memiliki kekayaan yang sangat besar. Mendiang ayahnya meninggalkan harta
warisan yang berlimpah, antara lain kapal pesiar pribadi dan pulau milik pribadi juga.
Telah beberapa kali menikah, tetapi Christina harus menghadapi kenyataan pahit.
Seluruh pernikahannya berakhir dengan kekecewaan. Terakhir, ia menutup kisah
hidupnya dengan satu keputusan: bunuh diri.
Christina memiliki kecantikan wajah yang memikat. Banyak laki-laki yang
mengaguminya. Tetapi perkawinannya tak pernah lama. Mereka yang dulu sangat
mengaguminya, menyudahi perkawinan Christina dengan bercerai. Kecantikan wajah
tidak membuat suaminya semakin sayang ketika memandangnya. Jalinan perasaan
(‘athifah) antara Christina dan suami-suaminya tidak semakin kuat.
Kasus Christina memberi pelajaran bagi kita bahwa bukan kecantikan wajah
secara fisik yang dapat membuat suami semakin sayang ketika memandangnya. Ada
yang bersifat psikis, atau lebih tepatnya lebih bersifat qalbiyyah.
Christina Onassis tidak sendirian. Ada kasus-kasus lain, baik yang mencuat ke
permukaan maupun tidak. Tetapi bukan bagian kita saat ini untuk mengkompilasi
kasus-kasus seperti yang dialami oleh putri Onassis ini. Cukuplah kasus Christina
Onassis sebagai bantahan pertama. Rasa cinta dan ‘athifah (jalinan perasaan) bukan
tumbuh dari wajah yang mempesona.

---
“Engkau tak mungkin
dapat mencukupi kebutuhan semua orang
dengan hartamu;
karenanya, cukupilah mereka semua
dengan wajahmu yang gembira
dan watak yang baik.”
---

Dalam bentuk sederhana, kita mendapati di sekeliling kita bahwa orang lebih
mudah tersentuh hatinya oleh keramahan dan kelembutan daripada keelokan wajah.
Sikap yang baik meluluhkan hati manusia sehingga di hatinya tumbuh kasih-sayang.
Sedang kecantikan wajah segera sirna pesonanya ketika ia menampakkan sikap
kurang bersahabat, keras hati, dan meninggikan diri. Allahu A’lam bishawab.
Dari bantahan pertama yang berupa fakta, marilah kita memeriksa bantahan
kedua, yaitu hadis Nabi Muham-mad Saw. Rasulullah al-ma’shum pernah bersabda,

Kado Pernikahan 168


“Janganlah kamu menikahi seorang wanita karena kecantikannya, mungkin saja
kecantikannya itu membuatnya hina. Janganlah kamu menikahi seorang wanita
karena hartanya, mungkin saja harta itu membuatnya melampaui batas. Akan tetapi
nikahilah seorang wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang
shaleh, meskipun buruk wajahnya, adalah lebih utama.” (HR Ibnu Majah).
Ada lagi hadis yang sangat populer di kalangan kita tentang kriteria wanita yang
akan dinikahi. Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw. bersabda, “Biasanya wanita
dikawini karena empat (hal): karena hartanya, karena kebangsawanannya, karena
kecantikannya, dan karena agamanya (akhlaknya). Maka pilihlah yang beragama
(berakhlak) semoga beruntung usahamu.” (HR Bukhari & Muslim).
Lalu, apakah hadis-hadis tersebut tidak bertentangan dengan sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Al-Khathib? Al-Khathib meriwayatkan sebuah hadis yang
berbunyi, “Memandang wajah yang tampan atau cantik dapat menjernihkan mata,
sedangkan memandang wajah yang jelek mengakibatkan wajah masam dan
cemberut.”
Sebelum berbicara lebih lanjut, mari kita dengarkan penjelasan pakar hadis
zaman ini, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Dalam Silsilah Hadits Dha’if
dan Maudhu’, Al-Albani menyatakan bahwa hadis itu maudhu’. Palsu. Dengan
demikian sama sekali tidak tidak bisa dipakai sebagai argumentasi (hujjah) yang
dapat diterima.
Al-Albani lebih lanjut menegaskan, “Umumnya perawi ini meriwayatkan hadits-
hadits munkar, bahkan saya yakin bahwa dialah yang memalsu hadits ini. Demikian
pernyataan Ibnu Adi.”
Ada hadis-hadis serupa dengan ini, tetapi kedudukannya juga maudhu’ (palsu).
Karena itu, saya kira saya tidak perlu menambahkan di sini. Cukuplah penjelasan
tentang kemaudhu’an satu hadis di atas sebagai penguat bahwa kesejukan ketika
memandang sehingga perasaan ini semakin sayang, letaknya bukan pada keelokan
rupa secara zahir. Ada yang lebih bersifat bathiniyyah. Lebih bersifat psikis. Lebih
lanjut tentang masalah ini bisa Anda baca pada bab Ada Keindahan Yang Lebih
Besar.
Sekalipun demikian, perhatian terhadap kecantikan yang bersifat psikis
hendaknya tidak melalaikan wanita untuk merawat kecantikan fisiknya. Seorang
wanita shalihah insya-Allah akan merawat kecantikannya dan berdandan untuk
suaminya, justru karena rasa sayangnya yang sangat besar terhadap suami dan
terutama karena kesadarannya tentang kewajiban untuk menjadikan pandangan mata
suaminya sejuk ketika memandangnya. Dengan demikian suami tak tergerak untuk
memandang yang lain. Ia mencukupkan diri dengan hanya memandang istrinya.
Saya jadi teringat kepada sebuah hadis Nabi. Dari Anas radhiyallahu 'anhu, Ad-
Dailami meriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sebaik-baik istri kamu ialah
yang menjaga diri lagi pandai membangkitkan syahwat, yaitu keras menjaga
kehormatannya, pandai membangkitkan syahwat suaminya.”

Kado Pernikahan 169


Muhammad Utsman al-Khasyat menulis di dalam buku Muslimah Ideal Di Mata
Pria tentang penampilan fisik bagi wanita. Kata al-Khasyat, “Setiap wanita sangat
membutuhkan penampilan fisik. Ia juga mesti bertingkah-laku wanita dan berusaha
menampakkan kelembutan dan daya tariknya. Wanita seperti ini menunjukkan
penghormatan kepada kewanitaannya dan memperlihatkan keinginannya untuk
menarik perhatian suaminya.”
Seorang istri shalihah yang mencintai suaminya akan berusaha merawat
kecantikannya untuk menyejukkan pandangan mata suami, sehingga tidak
memandang wanita ajnabi yang bukan haknya. Ia berhias ketika di rumah, dan tidak
melakukannya ketika keluar rumah. Di saat ia berada di samping suaminya, ia bisa
memakai parfum yang menghangatkan penciuman suami. Tetapi tidak memakainya
ketika keluar, karena untuk ke masjid saja ia harus membersihkannya sampai tak
tercium baunya kalau pada saat itu ia sedang berparfum.
Lebih lanjut silakan periksa kembali bab Memasuki Malam Zafaf pada
pembahasan tentang sebaik-baik perhiasan bagi laki-laki dan perempuan.
Berhias bagi seorang istri untuk suaminya termasuk perbuatan yang mempunyai
nilai ‘ibadah. Demikian juga bagi suami, sunnah berhias bagi istrinya sekalipun ada
perbedaan antara berhias bagi laki-laki dan berhias bagi wanita. Mengharumi tubuh
merupakan salah satu sunnah dalam berhias bagi seorang laki-laki.
Rasulullah Saw., kata Muhammad Abdul Halim Hamid dalam buku Bagaimana
Membahagiakan Istri (Citra Islami Press, Solo, 1996), adalah orang yang paling
wangi baunya. Beliau mencintai wewangian dan memerintahkan sahabat-sahabatnya
untuk memakainya. Bau wewangian juga merupakan faktor penguat ikatan cinta
suami-istri dan menjauhkan dari rasa sebal.
Wallahu A’lam bishawab.
Seorang istri bisa berhias untuk suaminya kapan saja, sejauh tidak menyebabkan
kewajibannya terlalaikan. Tetapi ada tiga waktu yang insya-Allah tepat untuk berhias,
yaitu ketika suami akan pergi, ketika suami pulang, dan ketika berangkat ke
pembaringan. Tiga waktu ini memberi kesan khusus bagi suami, sehingga lebih
berarti dibanding waktu lain kecuali saat berjima’ dan saat suami sedang manja.
Wallahu A’lam.

Ketika Suami Akan Pergi


Pada awal berumah-tangga, seorang istri mungkin bisa berhias secara sempurna.
Tetapi ketika anak sudah banyak, agaknya repot bagi istri untuk berhias secara
sempurna setiap pagi ketika akan melepas suaminya berangkat bekerja. Urusan
dengan anak, terutama ketika anak masih balita, cukup menyita waktu dan perhatian.
Sekalipun demikian, hendaklah istri bisa menyisakan waktu untuk berhias bagi

Kado Pernikahan 170


suaminya agar ketika suami berangkat yang terakhir dilihatnya adalah wajah istri
yang cantik dan menyejukkan.
Berhias ketika suami akan berangkat kerja, tidak mesti harus mempercantik diri
dengan alat kosmetik. Di saat sangat repot mengurusi anak, agaknya menjaga
kebersihan muka yang berseri-seri telah cukup untuk merawat jalinan perasaan suami
kepada Anda. Ini terutama ketika Anda menemaninya di meja makan, saat-saat yang
berarti bagi suami sebelum berangkat kerja.
Suasana di meja makan, kata Muhammad Abdul Halim Hamid, dapat digunakan
untuk menunjukkan rasa kasih-sayang, demikian juga ketika Rasulullah Saw. sedang
menyantap hidangan dengan istrinya. Ia mengambilkan makanan, menyuapkannya
dan demikian pula sebaliknya. Ia meminum di tempat istrinya dan demikian pula sang
istri berbuat yang sama. Begitu Muhammad Abdul Halim Hamid menulis di bukunya.
Dari Aisyah r.a., ia berkata, “Suatu saat ketika saya haid saya minum dengan
gelas Rasulullah Saw., kemudian beliau meminum di tempat saya meletakkan mulut.
Ketika saya haid dan tubuh saya berkeringat, saya memberikan gelas kepada
Rasulullah dan beliau meminumnya di tempat mana saya meminum.” (HR Muslim).
Sekali lagi, dalam kehidupan sehari-hari istri Anda mungkin tidak bisa berhias
dengan sempurna setiap Anda akan berangkat kerja karena banyaknya kesibukan
yang harus ia jalani sebagai istri, ibu dan kepala rumah-tangga (sedang Anda sebagai
kepala keluarga). Apalagi jika anak sudah banyak, sebagian masih kecil dan
membutuhkan banyak perhatian. Sedangkan yang ada dalam kandungan sudah
mencapai usia tujuh bulan.
Ia mungkin tidak sempat memakai ghumrah (pemerah pipi dari za’faran),
padahal Anda termasuk suami yang menyukai melihat wajah istri yang memerah
lembut. Dan Anda pun termasuk suami yang mengharapkan dapat merasakan aroma
mewangi ketika mengecup istri menjelang berangkat kerja atau pergi jauh.
Ia mungkin juga tidak sempat untuk memberi khidhab (pewarna telapak tangan),
jika sebelumnya ia biasa memakai untuk Anda. Ia juga tidak mempercantik dirinya
dengan sesuatu yang sangat Anda sukai. Semua itu bukan karena cintanya kepada
Anda telah berkurang. Tetapi karena besarnya perhatian dan tanggung jawab istri
Anda terhadap anak-anak. Dalam hal ini, Anda perlu memahami dan menerima istri
Anda.
Ada satu catatan. Pagi hari merupakan stressful-time (waktu yang paling mudah
menimbulkan stres) bagi hampir semua anggota keluarga, terutama keluarga yang
tidak memiliki pembantu. Apalagi pada masa sekarang, ketika pendidikan anak
umumnya diserahkan kepada lembaga pendidikan formal, sejak dari TK (bahkan
play-group) sampai dengan SLTA, stres “pagi hari” lebih mudah muncul. Ibu sibuk
memandikan si kecil yang baru menginjak usia satu setengah tahun sambil tetap
menjaga agar nasinya tidak hangus. Sementara kakaknya yang usia 5 tahun bersiap-
siap untuk pergi ke TK bersama kakaknya yang akan belajar di SD. Belum lagi harus
mengurusi Anda yang kadang juga meminta perhatian hampir sama besarnya dengan

Kado Pernikahan 171


anak yang sudah duduk di SMP. Praktis, istri tidak bisa setiap hari berhias secara
sempurna.
Meskipun demikian, seorang istri ada baiknya untuk tetap mengusahakan agar
dapat kelihatan berseri-seri ketika menemani suami makan dan melepasnya pergi.
Menata rambut secara sederhana (kalau di hadapan suami kan nggak apa-apa
melepas jilbab) dan membersihkan muka sekedarnya dengan air (tanpa lotion
pembersih muka), cukuplah. Asal tidak awut-awutan. Apalagi kalau setiap pagi
begitu.
Adapun kalau Anda ingin membahagiakan suami dengan berhias secara
sempurna, maka yang demikian ini lebih baik. Insya-Allah pandangan mata suami
Anda akan lebih terjaga, sehingga hatinya juga ikut terjaga. Tetapi Anda tetap perlu
memperhatikan siapa suami Anda. Sebab Anda berhias untuk suami Anda seorang.
Sebagian suami senang melihat istri yang memakai kosmetik. Sebagian ada yang
senang kalau istrinya polos. Tidak menggunakan alat-alat kosmetik apa pun meskipun
hanya untuk di rumah. Bahkan bedak pun tidak, karena kecantikan memancar dari
jiwa. Sebagian senang melihat istrinya memakai ghumrah (pemerah pipi) dan lipstik
saat di rumah. Tetapi ada juga yang tidak suka kalau istrinya memakai lipstik karena
merasa seronok.
Nah, Anda perlu memperhatikan masalah-masalah se-macam ini disamping
memperhatikan kesukaan Anda sendiri. Biarlah sekali waktu suami Anda tertegun
ketika melihat Anda.
Masih ada satu catatan lagi. Seorang istri hendaknya menjaga diri agar tidak
berlebihan dalam berhias, baik dalam pemakaian alat kosmetika dan perhiasan
maupun waktu yang dihabiskan untuk berhias. Terkadang ada wanita yang karena
kurang percaya diri atau karena kecenderungan untuk mengagumi kecantikan dirinya
secara berlebihan, menjadikan dirinya tidak dapat mengendalikan keinginan untuk
menggunakan berbagai alat kosmetik. Begitu juga terhadap mode-mode pakaian,
tidak terkecuali busana muslimah. Juga, terkadang ada wanita yang senang berlama-
lama mematut diri di depan cermin untuk berhias. Begitu lamanya ia berhias sampai
ia tertegun kagum memandang dirinya. Sementara suami bosan menunggu dan
sampai menyebabkan dirinya merasa jengkel.
Hal semacam ini perlu dihindari oleh seorang istri shalihah. Berhias untuk suami
itu baik. Berhias itu fithrah. Apalagi bagi seorang wanita. Ia bisa memperoleh
kebahagiaan di dalamnya. Tetapi ia harus memperhatikan agar tidak sampai
berlebihan. Selebihnya, bagi Anda yang ingin membaca lebih jauh silakan periksa
buku Muslimah Ideal Di Mata Pria karya Muhammad Utsman al-Khasyat.
Sebaliknya, seorang suami juga perlu belajar memahami istrinya. Kalau Anda
cukup lima atau sepuluh menit saja untuk berhias, maka tidak demikian untuk istri
Anda. Perawatan tubuh pada laki-laki berbeda dengan wanita. Kecenderungan
alamiah maupun proses belajar antara Anda dan istri Anda juga berbeda. Jumlah
penampang penghasil bau badan juga berbeda. Wanita memiliki apocrine yang

Kado Pernikahan 172


menghasilkan bau badan khasnya, 70% lebih banyak dibanding laki-laki, meskipun
ada sebagian laki-laki yang apocrinenya cukup besar.
Jadi pahamilah istri Anda kalau ia membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk
berhias. Terimalah istri Anda. Insya-Allah Anda akan mendapati istri Anda semakin
sayang kepada Anda. Dan Anda pun merasa semakin sayang ketika memandang
wajahnya yang bersih dan bola matanya yang memancarkan rasa cinta dan kerinduan
halus kepada Anda.

Ketika Suami Pulang


“Engkau,” kata Rasulullah Saw., “tak mungkin dapat mencukupi kebutuhan
semua orang dengan hartamu; karenanya, cukupilah mereka semua dengan wajahmu
yang gembira dan watak yang baik.” (HR Al-Hakim dalam Mustadrak).
Rumah bukan hanya rumah, kata Ruqayyah Waris Maqsood. Rumah adalah
tempat berlindung, tempat yang memberikan ketenteraman, kedamaian, tempat
berbagai hal, dan tempat rizki. Ketenteraman dan keteduhan jiwa bagi istri. Juga
tempat suami menemukan ketenangan. Rumah adalah surga bagi penghuninya
(mudah-mudahan Allah menjadikan rumah kita termasuk yang demikian. Amin).
Ketika seorang suami mengalami kepenatan selama di luar rumah, terutama
kepenatan-kepenatan yang bersifat psikis, maka ia mendapatkan kegairahan dan
semangat baru ketika bertemu dengan istrinya di rumah. Sambutan yang hangat
disertai senyum mesra dan pandangan mata yang menampakkan kerinduan,
meluluhkan rasa capek dan mungkin juga gumpalan-gumpalan emosi di luar rumah.
Apalagi jika suami sedang menghadapi pekerjaan yang memeras energi psikis, maka
yang dapat menyejukkannya adalah wajah yang gembira dan watak yang baik. Begitu
pelajaran yang bisa kita tarik dari hadis riwayat Al-Hakim di awal sub bab ini. Atau
pada saat tertentu suami harus mencari pangkuan istri untuk menemukan kedamaian
ketika merebahkan kepalanya. Suatu ketika mungkin Anda akan benar-benar
menjumpai suami Anda berharap bisa merebahkan kepalanya di pangkuan Anda
(sebagaimana, Anda akan mencari dada suami di saat ada air mata yang harus
ditumpahkan dan luapan perasaan yang ingin Anda bagi tanpa dinyatakan secara
lisan).
Inilah salah satu manfaat perkawinan yang barakah: menghidupkan kembali
semangat dan kekuatan saat bertemu istri di rumah. Imam Al-Ghazali menulis, “Salah
satu manfaat perkawinan adalah kenikmatan mempunyai pendamping dan
memandangnya dan dengan berbagi kegembiraan bersamanya membuat hati
disegarkan kembali dan diperkuat untuk mengabdi kepada Allah; karena jiwa
cenderung mengalami kebosanan dan cenderung untuk mengelak kewajiban sebagai
sesuatu yang tak wajar. Jika jiwa dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tak
disukainya, maka ia akan mengeluh dan mundur, tetapi jika dihidupkan kembali

Kado Pernikahan 173


dengan kesenangan dari waktu ke waktu maka ia akan memperoleh kekuatan dan
semangat baru.”
Sempurnalah perkawinan dan kebahagiaan yang dirasakan ketika rumah
memberi kedamaian dan penuh kasih-sayang (sehingga anak-anak kelak tak ingin lari
dari rumah). Sempurnalah kebahagiaan ketika suami semakin sayang setiap
memandang wajah istrinya yang semata wayang.
“Tiga kunci kebahagiaan seorang laki-laki,” kata Rasulullah Saw., “istri
shalihah yang jika dipandang membuatmu semakin sayang dan jika kamu pergi
membuatmu merasa aman, dia bisa menjaga kehormatan dirinya dan hartamu;
kendaraan yang baik yang bisa mengantar ke mana kamu pergi; dan rumah yang
damai yang penuh kasih-sayang. Tiga perkara yang membuatnya sengsara adalah
istri yang tidak membuatmu bahagia jika dipandang dan tidak bisa menjaga lidahnya
juga tidak bisa membuatmu merasa aman jika kamu pergi karena tidak bisa menjaga
kehormatan diri dan hartamu; kendaraan rusak yang jika dipakai hanya membuatmu
lelah namun jika kamu tinggalkan tidak bisa mengantarmu pergi; dan rumah yang
sempit yang tidak kamu temukan kedamaian di dalamnya.”
Di saat suami pulang dari bepergian (terutama bepergian jauh), istri diharapkan
dapat menyambutnya dengan kegembiraan wajah, kehangatan senyuman, dan diri
dalam keadaan berhias. Barangkali, dibanding berhias saat suami akan pergi, berhias
ketika suami pulang jauh lebih besar maslahat dan manfaatnya. Kepercayaan dan rasa
cinta yang mendalam, bisa disuburkan dari sini. Kepercayaan dan rasa sayang suami
kepada istri, juga kepercayaan dan kesetiaan istri kepada suami, insya-Allah akan
berkembang dari sini.
Begitu pentingnya berhias dan menampakkan kehangatan sikap ketika suami
pulang, sehingga Rasulullah Saw. melarang suami pulang mendadak di malam hari
agar istri berkesempatan untuk membersihkan diri dan merapikan dandanan terlebih
dulu. Yang demikian ini juga dimaksudkan agar kepulangan suami yang
mengagetkan, tidak menumbuhkan bibit rasa tidak suka dalam diri istri terhadap
suami.

Khath Arab

Dari Jabir r.a., sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda, “Bila salah seorang
dari kalian bepergian untuk waktu lama, janganlah pulang menemui istri pada
malam hari.” (Muttafaqun ‘alaih).
Mengapa suami yang habis bepergian jauh untuk waktu yang lama tidak
diperkenankan pulang mendadak? Ada tujuannya. Dari Jabir r.a., Rasulullah Saw.
bersabda:

Kado Pernikahan 174


Khath Arab

“Apabila kamu datang dari bepergian, janganlah kembali kepada istrimu pada
malam hari, agar ia dapat mencukur rambut kemaluannya lebih dulu dan merapikan
dandanannya serta lakukanlah jima’.” (HR Imam yang Lima kecuali An-Nasa’i).
Berhias semenarik mungkin ketika suami pulang dari bepergian jauh, apalagi jika
seminggu tidak pulang, barangkali lebih mudah dilakukan istri. Tanpa diminta pun,
istri insya-Allah akan menyambut suaminya dengan penuh kecantikan dan
kehangatan. Perasaan kangen yang besar dan cinta yang meluap, akan menjadikan
pertemuan dengan suami begitu berarti. Inilah saatnya istri menyambut suami dengan
dandanan yang rapi, kening yang harum dan (maaf) kemaluan yang tercukur bersih
rambutnya.
Kata Rasulullah Saw., “Sebaik-baik istri kamu ialah yang menjaga diri lagi
pandai membangkitkan syahwat, (yakni) keras menjaga kehormatan kemaluannya,
pandai membangkitkan syahwat suaminya.” (HR Ad-Dailami dari Anas r.a.).
Tapi istri barangkali tidak bisa selalu menyambut suami dengan dandanan
sempurna setiap hari. Mungkin hari itu ia kelelahan karena banyaknya pekerjaan
rumah-tangga yang menumpuk, si kecil yang rewel seperti bapaknya (he hmmm) dan
tamu bulanan yang datang beserta sindrom menstruasinya yang menyebabkan istri
mudah letih. Mungkin hari itu ia lagi teringat orangtua dan saudara-saudaranya yang
sudah lama tak berjumpa. Begitu kangennya dengan orang-orang yang ia cintai
(meskipun ia sangat mencintai Anda), sehingga ia menjadi lamban. Dan ia tak sempat
berhias ketika menyambut kedatangan Anda.
Hal-hal semacam ini perlu Anda pahami. Tanpa kesediaan untuk memahami,
keindahan rumah-tangga sulit tercapai. Nasehat Ruqayyah Waris Maqsood mengenai
masalah ini patut kita simak. Jika seorang laki-laki tiba di rumah lebih awal dari
biasanya, kata Ruqayyah, sebaiknya ia menunggu, sehingga istri yang belum
berpakaian secara layak mempunyai waktu untuk merapikan diri.
Sekali waktu, mungkin istri tidak bersikap seperti yang Anda kehendaki. Padahal
saat itu Anda ingin sekali melihat istri Anda tampak anggun dan menyenangkan.
Anda juga ingin sekali mencium aroma wangi dari ma'athif (antara leher dan
geraham) istri Anda tersayang.

Kado Pernikahan 175


---
“Sebaik-baik istri kamu ialah yang menjaga diri
lagi pandai membangkitkan syahwat,
yaitu keras menjaga kehormatannya,
pandai membangkitkan syahwat suaminya.”

---

Jika suatu saat Anda mengalami, dengarkan nasehat Ruqayyah Waris Maqsood.
Kata Ruqayyah, “Jangan merasa bersedih karena istri Anda tidak bersikap seperti
yang Anda kehendaki. Bicaralah! ‘Sayang, aku senang sekali kalau kau mengenakan
baju yang bersih dan parfum untukku seorang. Aku tahu kau merasa lelah hari ini,
tetapi jika kau mau melakukannya untuk menyenangkan hatiku, aku tahu kau masih
menyayangiku’.”
“Perhatikanlah kata-kata penting pernyataan Anda,” kata Ruqayyah
mengingatkan, “ungkapkan kekecewaan Anda, akuilah kerja keras dan pengorbanan
mereka, nyatakan kebutuhan Anda akan cinta dan kehormatan --dan lihatlah
hasilnya.”

Ketika Suami Harus Pulang Mendadak


Salah satu saat yang penting lainnya adalah saat datangnya fitnah, kata
Muhammad Abdul Halim Hamid, yaitu ketika seorang istri merasakan perubahan
jiwa pada diri suaminya yang diakibatkan oleh pengaruh para pesolek jalanan yang
menggoda. Maka hendaklah ia segera berdandan secantik mungkin. Hal ini dilakukan
untuk memagarinya dari fitnah nafsu dan menghindarkan matanya dari melirik wanita
lain.
Ada saatnya ketika pulang menemui istri menjadi keharusan. Mungkin tidak
lama setelah suami Anda berangkat kerja. Mungkin ketika suami Anda sedang
bepergian santai untuk menikmati suasana. Dan ia tiba-tiba pulang menemui Anda
karena mengingat nasehat Rasulullah Mu-hammad Saw., “Jika salah seorang di
antara kamu melihat wanita cantik dan hatinya menjadi cenderung kepada wanita
itu, maka ia harus langsung pulang dan menemui istrinya dan mendatanginya di
tempat tidur supaya ia terhindar dari pikiran yang kotor.” (HR Muslim).
Maka jika suatu saat suami Anda pulang mendadak dan mengajak Anda untuk
melakukan jima’, berbahagialah. Karena suami Anda memelihara cinta dan
kesetiaannya kepada Anda. Suami Anda masih menjaga agama dan kehormatan

Kado Pernikahan 176


seksualnya. Rasa cintanya kepada Anda mencegah dia dari membiarkan pikirannya
terkotori oleh fantasi yang bukan-bukan.
Karena itu, jika suatu ketika suami Anda harus pulang mendadak untuk
memperoleh kehangatan dari Anda, segeralah membersihkan diri dan merapikan
dandanan. Mintalah suami Anda untuk menunggu Anda berhias sejenak dengan sikap
yang mesra, hangat dan menggemaskan. Atau, kalau suami Anda tidak sabar untuk
memandangi wajah Anda, biarlah ia tertegun memandangi Anda ketika berhias. Akan
tetapi kalau suami Anda tidak sabar menunggu Anda berhias, maka Anda lebih
bijaksana. Jangan biarkan ia kecewa karena hasratnya tersendat beberapa saat. Doro-
ngan seks laki-laki memang berbeda dengan dorongan seks wanita!
Ekspresi keinginan untuk melakukan hubungan seks antara Anda dan suami
Anda memang berbeda!

Khath Arab

Dari Abu Ali Thalaq bin Ali r.a., sesungguhnya Ra-sulullah Saw. bersabda,
“Apabila seorang suami mengajak istrinya, maka penuhilah segera meskipun ia
sedang berada di dapur.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Hibban).
Abdullah bin Mas’ud r.a. mengatakan bahwa dia mendengar Rasulullah Saw.
bersabda,

Khath Arab

“Seorang istri yang diajak oleh suaminya ke tempat tidurnya, tetapi dia
menangguhkannya hingga suaminya tidur, maka istri tersebut dalam keadaan
laknat.”
Begitulah. Maka ketika suami Anda harus pulang mendadak demi
menyelamatkan agama, kehormatan seksnya, serta kesetiaan cintanya kepada Anda,
segeralah menyambut suami Anda dengan kehangatan yang lain daripada hari-hari
biasanya. Tunjukkanlah kerinduan Anda kepadanya dan tatapan mata cinta yang
menggemaskan, sehingga ia semakin kuat hasratnya. Atau, (kalau anak-anak tak
melihat) berikan kecupan hangat yang menggairahkan dan kemanjaan yang
membuatnya dekat dengan Anda.

Kado Pernikahan 177


“Sebaik-baik istri kamu,” kata Rasulullah Saw., “ialah yang menjaga diri lagi
pandai membangkitkan syahwat, (yakni) keras menjaga kehormatan kemaluannya,
pandai membangkitkan syahwat suaminya.” (HR Dailami dari Anas r.a.).
Sesudah itu, segeralah berhias secantik mungkin hanya untuk suami Anda
seorang. Kalau perlu Anda bisa memakai ghumrah untuk mengharumkan pipi
sekaligus menjadikannya bersemu merah. Anda juga bisa memakai pengharum
kening dan nashiyah (ubun-ubun) sekaligus menjadi-annya tampak menarik. Pakailah
gaun yang paling menyenangkan suami. Sebagian suami akan merasa begitu bahagia
ketika melihat istrinya menggunakan gaun tertentu. Ia begitu terkesan olehnya.
Berhiaslah secantik mungkin. Tetapi jangan terlalu lama mematut di depan
cermin, sehingga menjadikan suami Anda kesal menunggu. Apalagi ia pulang
mendadak untuk menemui Anda karena desakan untuk menjaga kehormatan seks dan
kesetiaan cintanya!
O ya, jangan lupa wewangian yang menghangatkan semangat. Berilah
wewangian pada daerah-daerah lipatan, yaitu lipatan telinga, lipatan jari-jemari,
ma'athif (antara leher dan geraham), ketiak, lipatan payudara serta kemaluan (kalau
sempat). Atau, Anda juga bisa memberi wewangian pada tempat-tempat yang Anda
harapkan suami bersemangat mengecupnya. Sebagian istri, sangat menikmati usapan
dan kecupan pada tempat-tempat tertentu dibanding bagian lain tubuhnya.
Jika Anda masih menyimpan wewangian yang Anda pakai pada malam pertama,
Anda bisa memakainya sekarang sehingga perasaannya semakin terbangkitkan dan
mengingatkan pada keagungan jima’ di malam pertama. Jadikanlah saat ini seperti
malam pertama atau lebih indah lagi. Semoga Allah memberikan kenikmatan yang
paling besar barakahnya pada jima’ yang Anda lakukan saat ini. Semoga Allah
semakin menguatkan jalinan perasaan (‘athifah) antara Anda dan suami Anda
sehingga mencapai ulfah (keharmonisan). Dan semoga, kelak Anda berdua
memperoleh keutamaan di akhirat disebabkan oleh besarnya keinginan Anda untuk
membantu suami melaksanakan perintah Rasulullah Muhammad al-ma’shum, yaitu
segera pulang dan mengajak istri berjima’ ketika hatinya tergoda di tengah perjalanan.
Mudah-mudahan dari sini Allah memberikan keturunan yang memberi bobot kepada
bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah (ya Allah, karuniakanlah kepada kami
keturunan yang memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah).
Sebagai penutup sub judul ini cukuplah saya tandaskan, jadikanlah diri Anda
sebagai istri yang paling pandai membangkitkan syahwat suami ketika ia harus
pulang mendadak menemui Anda.

Ketika Berangkat Ke Pembaringan


Umamah binti Al-Harits pernah berwasiat kepada putrinya ketika menikah
dengan Raja Kendah. Ada sepuluh nasehat yang diberikan. Salah satunya adalah
nasehat untuk memeriksa urusan makan dan tidur suami. Karena, kata Umamah,

Kado Pernikahan 178


sesungguhnya panasnya lapar begitu membakar, dan kurangnya tidur memicu
kemarahan.
Saya tidak tertarik untuk membahas bagaimana kurangnya tidur dapat
menyebabkan seseorang mudah tersulut kemarahannya (padahal ketika marah,
pikiran orang jarang yang jernih). Saya lebih tertarik untuk mengajak Anda
mengetahui bagaimana berhias akan menjadikan suami Anda merasa lebih sejuk dan
teduh ketika berdekatan dengan Anda di pembaringan. Sedang Anda pun insya-Allah
akan merasakan ketenteraman berada dalam satu selimut dengannya.
Banyak suami maupun istri yang senang untuk berintim-intim ketika berangkat
tidur, meskipun tidak melakukan jima’. Mereka bercakap-cakap ringan menjalin
keakraban sebelum menutup mata dengan do’a. Sebagian senang membicarakan
masalah-masalah ringan dalam keluarga, tentang harapannya terhadap anak misalnya.
Sebagian suka apabila suami atau istri mengajak berbicara tentang diri mereka,
sehingga mereka merasa memperoleh perhatian dari orang yang dicintai dan
mencintainya.
Sebagian suami (juga istri) berkeinginan untuk saling berintim-intim ketika
berangkat ke pembaringan. Sebagian berkeinginan untuk menjalin keakraban dengan
kedekatan fisik: berpegangan tangan, mengusap rambut istri, mengecup kening atau
sekedar mengusap-usap pergelangan tangan. Kadang ini dilanjutkan dengan
bercumbu dan jima’. Tetapi kadang mereka menutupnya dengan tidur lelap yang
nikmat.
Di antara para suami, ada juga yang berkeinginan agar istrinya menggunakan
pakaian-pakaian yang menarik dan seksi ketika beristirahat di tempat tidur. Ia senang
kalau istrinya mau memakai pakaian dalam saja1 dan bertingkah laku manja saat
berdekatan di pembaringan, meskipun ia ketat terhadap hijab istri saat di luar. Dan ini
merupakan perkara yang boleh saja dilakukan. Wallahu A’lam bishawab.
Allah Swt. telah mengisyaratkan tentang waktu-waktu aurat, waktu ketika Anda
bisa menanggalkan pakaian luar. Apalagi buat suami Anda. Firman Allah:
“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak yang kamu miliki
dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu meminta izin kepadamu tiga kali
(dalam satu hari), yaitu sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian
(luar)mu di tengah hari, dan sesudah shalat isya’. Itulah tiga aurat bagi kamu.” (QS.
An-Nuur: 58).
Begitu pentingnya berhias saat berangkat ke pembaringan bersama suami,
sampai-sampai Syaikh Muhammad bin Umar an-Nawawi al-Bantani menulis dalam
bukunya, Uquudullujain, “Seorang istri wajib memiliki rasa malu (membiasakan) di
hadapan suaminya dan menyedikitkan pertengkaran dengannya. Wajib merendahkan
pandangannya di hadapan suaminya, menaati perintahnya, tidak berbicara ketika
suaminya sedang berbicara dan wajib berdiri (menyambut) ketika suaminya datang
dari perjalanan atau dari mana saja. Demikian pula ketika suaminya berangkat dari
rumah, memperlihatkan rasa cinta ketika dekat suami dan memperlihatkan

Kado Pernikahan 179


kegembiraan ketika melihat suami. Wajib menyerahkan dirinya kepada suami ketika
hendak tidur dan memakai wewangian hanya untuk suami, harus memakai wangi-
wangian pada mulutnya dengan misik atau lainnya yang wangi. Mengenakan pakaian
yang bersih dan rapi, dan selalu mengenakan perhiasan di hadapan suami serta tidak
memakai wewangian ketika suami tidak ada.”
Tentu saja berhias ketika berangkat ke pembaringan berbeda dengan berhias di
waktu-waktu lain. Anda tak perlu memakai ghumrah atau lipstik, apalagi kalau Anda
biasa tidur dengan lampu dimatikan. Cukuplah wewangian dan kebersihan tubuh.
Kecuali jika Anda akan melakukan jima’. Atau, barangkali suami Anda sedang manja
saat itu.
Selama berada di tempat tidur, keinginan untuk berintim-intim dan mendapat
perhatian bisa jadi bukan dari suami. Seorang istri boleh saja meminta perhatian dan
kehangatan belaian suami. Jika suami kurang bisa menangkap isyarat keinginan Anda
untuk memperoleh perhatiannya, bantulah ia untuk memahami keinginan Anda
dengan menyampaikan maksud Anda secara lisan. Katakanlah, “Mas, aku kangen
sekali padamu.” (padahal Anda bertemu setiap hari). Atau katakan secara lebih jelas
jika ia belum menangkap maksud Anda. Bagaimana mengungkapkannya? Saya kira
Anda lebih mengenal suami Anda dibanding saya.
Dalam masalah ini, Ruqayyah Waris Maqsood mengingatkan kepada para suami.
Kata Ruqayyah, “Jika seorang laki-laki bersikeras menolak untuk mengabulkan
permohonan istrinya untuk diberi perhatian, ia harus menyadari bahwa nantinya di
hari pengadilan ia akan mendapatkan pertanyaan yang sulit dijawab. Buku catatannya
akan dibuka untuk mengungkapkan segala perbuatannya, betapapun memalukannya
itu! Mungkin ia telah merasa sebagai Muslim yang terbaik, tanpa menyadari
kebenaran nasehat dari ajaran Rasulullah Saw.: “Yang terbaik di antara kalian adalah
yang terbaik kepada istri dan keluarganya.” Bayangkanlah kekagetannya pada akhir
kehidupan agama dengan shalat dan perbuatan baik, ketika mendapati bahwa
sebenarnya Anda telah bersalah dengan bersikap kejam terhadap istri di tahun-tahun
itu, dan kini dipanggil untuk mempertanggungjawabkannya!”
Rasulullah Saw. bersabda:
“Ada dua dosa yang akan disegerakan Allah siksanya di dunia ini juga, yaitu al-
baghyu dan durhaka kepada orangtua.” (HR Turmudzi, Bukhari dan Thabrani).
Al-baghyu, kata K.H. Jalaluddin Rakhmat, adalah berbuat sewenang-wenang,
berbuat zalim dan menganiaya orang lain. Dan al-baghyu yang paling dimurkai Allah
ialah berbuat zalim terhadap istri sendiri. Termasuk al-baghyu ialah menelantarkan
istri, menyakiti hatinya, merampas kehangatan cintanya, merendahkan
kehormatannya, mengabaikannya dalam mengambil keputusan, dan mencabut haknya
untuk memperoleh kebahagiaan hidup bersama Anda. Karena itulah, kata Kang Jalal,
Rasulullah Saw. mengukur tinggi-rendahnya martabat seorang laki-laki dari cara ia
bergaul dengan istrinya. Nabi Saw. bersabda:

Kado Pernikahan 180


“Tidak memuliakan wanita kecuali laki-laki yang mulia. Tidak merendahkan
wanita kecuali laki-laki yang rendah juga.”
Karena itu, wahai istriku, ingatkanlah aku jika aku ternyata telah menyakiti
hatimu atau merampas kehangatan cinta yang menjadi hakmu dariku, sementara aku
tidak menyadari. Maafkanlah suamimu karena tidak peka terhadap kerinduanmu
untuk memperoleh kehangatan dan perhatian. Sampaikanlah apa yang menjadi
kerinduan dan keinginanmu agar suamimu dapat menunjukkan perhatian yang
menyejukkanmu. Yang demikian ini juga agar tidak ada fitnah yang bisa mendekat
kepadamu maupun kepadaku. Insya-Allah.
Bicaralah, Sayang, agar aku mengerti.

‘Alaa kulli hal, kepada sidang pembaca silakan memeriksa kembali tulisan ini.
Apa-apa yang salah, itu semata karena kesalahan dan kekurangan saya. Ingatkan
dengan cara yang ma’ruf agar saya lebih terbuka dan dapat menerima. Adapun kalau
ada yang benar, itu semata karena hidayah Allah 'Azza wa Jalla. Mudah-mudahan kita
bisa menerapkan semampu kita.
Ya Allah, tolonglah kami. Berikanlah barakah atas kami dan bagi kami.
Allahumma amin.

Catatan Kaki:
1. Ada dua pengertian tentang pakaian dalam. Pertama, secara umum masyarakat
mengartikan pakaian dalam adalah sejenis celana dalam, BH, kaos dalam dan
rok dalam. Kedua, pakaian dalam berarti pakaian yang dipakai setelah pakaian
dalam menurut pengertian umum sebelum jubah dan jilbab. Pakaian dalam pada
tulisan ini mencakup kedua pengertian tersebut.

Kado Pernikahan 181


Bab 13

S entuhan Mesra Saat


Berdua

Malam kian larut dan diselimuti kegelapan


Telah sekian lama kekasih tiada kucumbu
Demi Allah, bila tidak karena-Mu yang kuingat
Niscaya ranjang ini berguncang keras
Tetapi wahai Tuhanku, rasa malu telah menghalangiku
Dan suamiku lebih mulia
untuk kendaraannya diinjak orang

S
uatu ketika saya menerima surat dari sebuah kota di Jawa Tengah. Isinya
berupa keluhan sekaligus pertanyaan. Seorang istri mengeluhkan, suaminya
jarang sekali mengajak berjima’. Padahal keinginan untuk dicumbu suami
demikian besar. Kadang ingin bicara kepada suami agar memberi kehangatan
padanya, tapi tak tahu bagaimana mengungkapkannya. Ia malu dan takut. Nah,
apakah yang sebaiknya dilakukan oleh seorang istri muslimah?
Dari kota yang sama, ada lagi istri yang bermasalah. Kalau yang pertama
mengeluh setengah bertanya bagaimana suaminya agar lebih sering mengajak jima’,
maka akhwat kita ini berbeda lagi. Yang menjadi kebingungannya justru bagaimana
menghadapi kemauan suami yang begitu tinggi. Perut sudah besar karena usia
kehamilan yang semakin bertambah, tetapi keinginan suami untuk bermesraan dan
melakukan jima’ tidak berkurang.

Kado Pernikahan 182


Masalah hubungan seks merupakan tema penting yang sering menjadi
pembahasan para ulama terdahulu. Ada berbagai kitab karya ulama kita yang secara
luas mengupas berbagai segi kehidupan seks antara suami dan istri, baik dalam satu
kitab tersendiri yang membahas masalah hubungan seks secara rinci dan mendalam
maupun sebagai bagian dari pembahasan mengenai agama secara keseluruhan.
Berbeda dengan berbagai agama lain (juga interpretasi dari sebagian orang Islam
yang belum banyak menyelami ajaran Islam), hubungan seks suami-istri dipandang
sebagai bagian dari kesucian agama. Bahkan, Allah Swt. memberi pahala kepada
suami-istri yang melakukan persetubuhan (jima’).
Rasulullah Saw. pernah bersabda,
“Sesungguhnya seorang suami yang memandang istrinya dan istrinya pun
memandangnya (dengan syahwat), maka Allah akan memandang dua insan tersebut
dengan pandangan rahmat. Dan jika suami itu memegang telapak tangan istrinya
dengan maksud mencumbunya atau menjima’nya, maka dosa-dosa kedua insan itu
akan berjatuhan dari sela-sela jemarinya.” (H.R. Maisarah bin Ali dan Imam
Rafi’i dari Abu Said al-Khudri).
Sudah sama-sama dimaklumi, kata Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, bahwa cinta
orang yang bisa merasakan sesuatu yang sesuai dengan harapannya dan dia tidak
sabar lagi untuk menikmatinya, lebih kuat dari cinta orang yang belum merasakannya.
Bahkan jiwanya akan tersapih darinya.
Cinta yang terjalin antara suami-istri dan cinta yang tumbuh setelah mereka
bersetubuh, kata Ibnu Qoyyim lebih lanjut, lebih besar dari cinta sebelumnya.
Merupakan penyebab yang lazim jika nafsu hati bercampur dengan kenikmatan
pandangan mata. Jika mata sudah bisa memandang, maka hati semakin bernafsu. Jika
badan beradu badan, maka nafsu hati, kenikmatan mata dan kelezatan berkumpul
menjadi satu. Jika hal-hal itu tidak terpenuhi, maka kerinduan akan semakin
menggelora, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah syair:
“Kerinduan semakin melecut suatu waktu
jika jarak sebelumnya semakin berdekatan.”
Oleh karena itu, masih kata Ibnu Qoyyim, penderitaan terasa semakin berlipat
bagi orang yang pernah melihat kekasihnya atau bersanding dengannya, lalu tiba-tiba
keduanya harus berpisah. Penderitaan wanita jauh lebih terasa jika pernah merasakan
madunya laki-laki, terlebih lagi jika ia baru pertama itu merasakannya. Sehingga
hampir-hampir dia tak kuasa menahannya. Aiman bin Huzaim berkata:
“Tiada lagi resah saat bersanding wanita
resah itu hadir saat berjauhan dengannya.”
Kebutuhan untuk memperoleh kehangatan dan pelukan sayang dari kekasih,
tampak lebih halus pada wanita. Kalau seorang laki-laki cenderung lebih impulsif
(meskipun tidak sepenuhnya impulsif), maka wanita merasakannya dengan proses
yang lebih mendalam. Ia merindukan dengan keterlibatan emosi yang penuh,

Kado Pernikahan 183


sehingga ketika kekasih tercinta lama tak mencumbu, dia akan sangat menderita.
Kalau tak ada rasa takut kepada Allah dan kesetiaan cinta kepada suami tercinta, tepi
ranjangnya bisa terguncang oleh laki-laki lain.
Inilah yang pernah ditakutkan oleh seorang wanita Arab ketika hatinya tak kuat
menahan rindu untuk bercumbu dengan kekasih di atas ranjang yang suci. Di saat
malam semakin sepi dan dingin, ia merintih di balik pintu rumahnya yang terkunci
rapat:
Malam kian larut dan diselimuti kegelapan
Telah sekian lama kekasih tak kucumbu
Demi Allah,
bila tidak karena-Mu yang kuingat
niscaya ranjang ini berguncang keras
Tetapi wahai Tuhanku,
rasa malu telah menghalangiku
Dan suamiku lebih mulia
untuk kendaraannya diinjak orang
Alangkah sepinya malam kalau di saat mata akan terpejam, tak ada suami yang
mengajaknya berbicara. Kehangatan berdampingan dengannya akan menjadi beku
kalau kekasih tak pernah mencandai.
Kelak ketika ia pernah mencicipi madu suaminya, jiwanya akan tersapih kalau
suami lama tak menyentuhnya. Malam-malam akan terasa panjang. Hati gelisah tak
menemukan ketenangan. Jari-jemari pun terasa dingin dan kaku karena tak ada
kekasih yang mencumbu. Padahal telah ada suami yang wajib memberi kehangatan
seks padanya.
Saya teringat kepada perkatan Hindun binti Al-Muhallab. Kata Hindun, “Saya
tidak melihat sesuatu yang lebih berharga bagi wanita yang baik maupun yang buruk
selain perbuatan mengikuti laki-laki yang bisa mendatangkan ketenangan bagi
dirinya. Berapa banyak orang yang diharapkan bisa mendatangkan ketenangan, tapi
justru tak ada gunanya. Dalam keadaan seperti apapun ketenangan jauh lebih
dibutuhkan.”
Jima’ dengan suami dapat melahirkan ketenangan pada jiwa yang membutuhkan.
Kebutuhan istri untuk berjima’ memang tidak seekspresif suami. Istri juga relatif
lebih mampu menahan gejolak seksnya. Berbeda dengan suami yang cenderung lebih
impulsif dan tidak dapat menunda hasratnya. Ini antara lain bisa kita lihat dari hadis-
hadis yang memperingatkan istri agar tidak menunda kebutuhan seks suami. Bahkan
ada hadis yang menyuruh seorang suami untuk cepat-cepat pulang menemui istri dan
mengajaknya berjima’ ketika syahwatnya tergoda saat melihat wanita di perjalanan.

Kado Pernikahan 184


Tetapi hasrat istri yang tampak lebih tenang itu lebih kuat pengaruhnya. Sebab
ketika sama-sama mencapai kenikmatan puncak, istri merasakan kenikmatan yang
jauh lebih besar dibanding suami. Seorang istri bisa mencapai multi-orgasme
(kenikmatan puncak yang berulang-ulang) dalam satu kali jima’. Tetapi suami tidak
bisa demikian. Lebih jelasnya, nanti silakan periksa Mukhtarul Ahaadits. Ada hadis
yang menerangkan masalah ini.
Sebagai tambahan, cukuplah penjelasan Ibnu Umar sebagaimana disebutkan oleh
Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Ausath1. Kata Ibnu Umar, “Kelebihan yang ada di
antara kenikmatan wanita dan kenikmatan laki-laki, bagaikan goresan jarum di debu.
Hanya saja Allah menutupi para wanita dengan rasa malu.”
Begitu dalamnya kenikmatan yang mampu dicapai oleh seorang istri, sehingga
dialah yang paling merasakan kerinduan kalau berbulan-bulan tak ada kesempatan
untuk berjima’ dengan kekasih. Kata Ibnu Qoyyim, “Penderitaan wanita jauh lebih
terasa jika pernah merasakan madunya laki-laki, terlebih lagi jika dia baru pertama
itu merasakannya.”2
Tetapi (segala puji bagi Allah Yang Maha Sempurna), Allah telah memberi
keseimbangan. Allah meletakkan dorongan untuk berhubungan seks pada diri seorang
wanita sebagai kebutuhan psikis, bersumber dari kedalaman perasaan dan emosinya.
Ia merasakan kebutuhan untuk berjima’ secara perlahan-lahan, tidak meledak-ledak
sebagaimana laki-laki sehingga harus segera dipenuhi (sebagai gambaran Anda dapat
membaca hadis-hadis berkenaan dengan jima’).

---
Hanya dengan cara inilah
insya-Allah kita memperoleh ketenteraman
dan kebahagiaan terdalam hari kiamat.
Begitu kita melihatnya sebagai kekurangan dan kelemahan, maka terbukalah
pintu kekecewaan kepada teman hidup kita.
---

Sekalipun demikian, seorang suami tidak boleh mengabaikan kebutuhan istri


untuk memperoleh kehangatan jima’. Jika istri harus memenuhi kebutuhan seks Anda
sekalipun ia saat itu sedang memasak di dapur, maka istri pun mempunyai kebutuhan
seks yang harus dipenuhi oleh suami. Jumhur ulama’ menyatakan, melakukan jima’
bagi seorang suami hukumnya wajib, kecuali jika ada halangan.
Ada perbedaan pendapat soal rentang waktu yang dapat ditoleransi. Sebagian
ulama menyatakan paling lama enam bulan sekali suami harus memenuhi kebutuhan
istri untuk berjima’. Sebagian lainnya berpendapat empat bulan sekali.

Kado Pernikahan 185


Imam Ahmad berpendapat paling lama empat bulan, karena Allah menentukan
masa ini untuk sahaya. Bila seorang suami pergi dan tidak ada halangan untuk pulang,
maka ia diberi waktu enam bulan. Ketika Imam Ahmad ditanya, berapa lama seorang
suami boleh pergi meninggalkan istrinya, Imam Ahmad menjawab enam bulan. Dan
kalau suami tidak mau pulang, maka hakim memisahkan keduanya.
Ibnu Hazm lebih ketat lagi. Kata Ibnu Hazm, “Wajib seorang suami menjima’
istrinya minimal sekali setiap masa suci bila hal itu mampu dilakukan. Apabila tidak
demikian, maka ia telah bermaksiat kepada Allah SWT.”
Firman Allah:
“.... apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu....” (QS Al-Baqarah: 222).
Bahkan Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali, menasehatkan agar suami menjima’
istri empat hari sekali demi menjaga ketenangan istri. Imam Al-Ghazali menulis
dalam Ihya’ ‘Ulumuddin, “Sebaiknya ia mendatangi istrinya sekali setiap empat
malam. Yang demikian itu lebih adil mengingat jumlah wanita yang boleh
dinikahinya sekaligus ialah empat orang. Karena itu, boleh saja ia menunda
waktunya sampai sebatas ini. Kendatipun demikian, hendaknya ia menambah atau
mengurangi sesuai dengan kebutuhan istri. Hal ini terutama mengingat bahwa upaya
membentengi istri dan gejolak nafsu syahwatnya merupakan kewajiban seorang
suami.”
Jika seorang suami melupakan kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan seks
istri sehingga istri mengalami penderitaan batin yang panjang, keretakan rumah-
tangga bisa terjadi. Muhammad Abdul Halim Hamid mengingatkan, “Setiap amal
yang diwajibkan Allah pasti mengandung kebajikan yang banyak. Barang siapa
menyia-nyiakannya, maka akan datanglah berbagai musibah.”
“Oleh karena itu,” kata Muhammad Abdul Halim Hamid lebih jauh,
“barangsiapa yang mengabaikan kewajiban jima’ akibatnya berbahaya bagi istri. Ia
akan merasa tertekan dan gelisah. Dengan demikian berarti tak dapat merasakan
kenikmatan dan kebahagiaan.”
Suami bisa jadi telah jatuh ke dalam al-baghyu apabila ia menelantarkan
kebutuhan jima’ istrinya. Ia berbuat sewenang-wenang dan zalim tanpa ia sadari.
Padahal al-baghyu termasuk perbuatan yang disegerakan siksanya di dunia dan
akhirat. Wallahu A’lam bishawab.
Astaghfirullahal ‘adzim.

Laki-laki dan Perempuan Memang Beda


Laki-laki dan perempuan memang beda. Allah menciptakan perbedaan di antara
mereka, termasuk dalam dorongan untuk berjima’. Segala puji bagi Allah 'Azza wa

Kado Pernikahan 186


Jalla. Tidaklah Dia menciptakan perbedaan melainkan ada kebaikan di dalamnya.
Maka, mudah-mudahan kita termasuk yang memperoleh sebesar-besar kebaikan atas
perbedaan tersebut. Semoga mengantar kita kepada kebahagiaan dan kenikmatan
yang penuh barakah fid dunya wal akhirah.
Hasrat berjima’ pada laki-laki banyak berkaitan dengan fisiologinya, berkenaan
dengan fungsi biologis fisiknya. Penimbunan sel-sel sperma dan air mani dalam
rongga air mani secara teratur, merangsangnya untuk melakukan hubungan seks.
Ketika rongga air mani penuh, maka hasrat untuk berjima’ muncul dan butuh segera
untuk terpenuhi. Ia akan gelisah jika tidak segera terpenuhi, misalnya karena istri
menunda-nunda ketika diajak bercinta di atas tempat tidur.
Berbeda dengan laki-laki, hasrat untuk berjima’ pada wanita lebih banyak
bersumber dari kebutuhan psikisnya untuk memperoleh kehangatan dan kemesraan
dari orang yang dicintainya. Secara fisik tidak ada sesuatu yang menimbun sehingga
memunculkan dorongan untuk segera melakukan jima’. Secara fisik tidak ada sesuatu
yang memaksanya untuk berjima’ dan apabila tidak segera dipenuhi akan
mengakibatkan kegelisahan. Birahinya lebih banyak terbangkitkan oleh perasaan dan
kebutuhan psikisnya. Jika ia merasa dicintai, dikagumi dan dihargai oleh suaminya,
maka gairahnya dapat terbangkitkan untuk secara fisik berhubungan intim dengannya.
Tentu saja penjelasan ini tidak cukup. Pembicaraan tentang sumber dorongan
berjima’ lebih banyak berhubungan dengan sifat pemenuhan kebutuhan untuk
berjima’ antara suami dan istri. Laki-laki membutuhkan pemenuhan yang lebih segera
dibanding wanita. Perintah Rasulullah Saw. kepada suami untuk segera pulang dan
mengajak istri-nya berjima’ ketika syahwatnya tergoda oleh wanita di jalan, memberi
gambaran betapa pentingnya segera memenuhi kebutuhan seks bagi seorang laki-laki.
Insya-Allah yang demikian ini lebih maslahat. Wallahu A’lam bishawab.
Barangkali berangkat dari sini, kita mendapati perbedaan nasehat dari
Muhammad Abdul Halim Hamid ketika berbicara tentang jima’. Kepada suami,
Abdul Halim mengingatkan bahwa ada kewajiban untuk menjima’ istri, kemu-dian
menyebutkan rentang waktu paling lama seorang wanita dapat menahan gejolak
seksnya. Tetapi kepada istri, Ab-dul Halim mengingatkan, hak suami yang ada pada
istri adalah mendapatkan pemenuhan segera, apabila istri diajak untuk itu (jima’).
Pemenuhan segera seorang istri atas ajakan suaminya ini sesungguhnya dapat
menciptakan rasa bahagia baginya. Karena dengan begitu seorang suami dapat
menjaga kehormatan dirinya, memenuhi kebutuhan biologisnya, sekaligus melindungi
masyarakat dari perbuatan kotor dan munkar.”
Rasulullah Saw. mengingatkan, “Apabila seorang suami mengajak istrinya,
maka penuhilah segera meskipun ia sedang berada di dapur.” (HR. Tirmidzi dan
Ibnu Hibban).
Maha Suci Allah Yang Di Tangan-Nya terletak rahasia penciptaan. Seorang laki-
laki mudah terangsang gairah jima’nya dan bisa segera melakukannya setelah
membayangkan sejenak tanpa memerlukan persiapan-persiapan pendahuluan. Ia juga

Kado Pernikahan 187


mudah terbangkitkan oleh kecantikan dan kesegaran. Karena itu, jangan menceritakan
kecantikan seorang wanita kepada suami Anda seolah-olah ia menyaksikan sendiri
(selengkapnya baca bab Biarlah Engkau yang Tercantik Di Hatiku). Juga, jangan
melupakan berhias untuk suami Anda tersayang. Apalagi kalau sewaktu-waktu ia
harus pulang mendadak, berikanlah kecantikan, kesegaran dan kehangatan Anda yang
paling sempurna (masih ingat Saat Tepat untuk Berhias, kan?).
Maha Suci Allah. Jika seorang laki-laki mudah terbangkitkan oleh kecantikan
dan kesegaran, maka seorang wanita baru akan terangsang gairah jima’nya ketika
suami menge-cup dan mencumbunya dengan penuh kecintaan.3 Istri juga perlu
mendengar kata-kata rayuan dari suami agar gairahnya terbangkitkan, sehingga
bartholin yang ada dalam farj-nya menjadikan siap untuk didatangi. Inilah yang lebih
penting bagi seorang istri --cumbu rayu-- daripada sekedar bertemunya dua khitan.
Kata Imam Al-Ghazali, “Dan hendaknya ia mendahuluinya dengan rayuan, belaian,
ciuman, dan sebagainya.”
Imam As-Suyuti mengingatkan para suami dengan cara yang lebih lembut.
Beliau mendo’akan:
Semoga Allah memberikan kemuliaan dan
keselamatan yang abadi
kepada mereka yang mengetahui
cara yang baik untuk menepuk pipi
yang lembut,
untuk membelai pinggang yang ramping,
untuk memasuki farj terindah
dengan terampil!
Di sinilah kadang timbul masalah. Suami merasa sudah melakukan hubungan
seks, sementara istri baru mulai bangkit gairahnya. Sehingga ketika suami mencapai
kenikmatan puncak, istri baru berada dalam perjalanan. Tak mudah menyesuaikan
dua karakter jima’ yang berbeda. Tetapi Rasulullah Saw. telah memberi tuntunan,
“Apabila seorang dari kalian bersetubuh dengan istrinya, hendaklah
menyempurnakannya. Apabila hajatnya telah selesai, janganlah ia mempercepat
(meninggalkan) istrinya itu hingga selesai pula hajatnya.” (HR. Abdur Razzaq dan
Abu Ya’la dari Anas).
Rasulullah Saw. juga mengingatkan:
“Apabila salah seorang dari kalian bersetubuh dengan istrinya, janganlah
menyingkir hingga hajat istrinya selesai sebagaimana ia senang selesai (dengan)
hajatnya.” (HR. Ibnu ‘Adiy dari Ibnu Abbas).
Ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki bisa mencapai orgasme
dalam waktu 5 atau 10 menit. Sementara wanita membutuhkan waktu yang lebih lama

Kado Pernikahan 188


untuk bisa mencapai puncak kenikmatan. Dalam perbedaan inilah ada kesempatan
untuk saling belajar, saling menerima, saling memaafkan sekaligus ada ladang amal
shalih di dalamnya. Tanpa itu, yang muncul hanyalah keretakan dan ketegangan-
ketegangan psikis. Ego yang paling nampak.
O ya, hampir lupa. Sekalipun dorongan berjima’ pada wanita lebih berakar pada
kebutuhan psikis, tetapi perubahan-perubahan hormonal karena adanya menstruasi
setiap bulan juga mempengaruhi. Dari pasang surutnya perubahan yang sering ia
alami selama menstruasi, kadang wanita merasakan gairah yang sangat kuat untuk
melakukan hubungan seksual hingga mencapai puncak kenikmatan. Tetapi kadang-
kadang keinginannya untuk berjima’ sangat lemah. Kedua hal ini bisa berlangsung
selama beberapa hari, bisa juga hanya sebentar.
‘Alaa kulli hal, perbedaan antara laki-laki dan perempuan memang ada.
Perbedaan itu tidak menunjukkan kelemahan di satu pihak, dan kelebihan di pihak
lain. Perbedaan itu tidak berarti kekurangan dan ketidaksempurnaan. Allah Swt. telah
menciptakan dengan sebaik-baik bentuk. Ia ciptakan perbedaan sebagai
kesempurnaan dan jalan untuk mencapai barakah yang paling besar. Hanya dengan
cara inilah insya-Allah kita memperoleh ketenteraman dan kebahagiaan terdalam
hingga kelak di yaumil-qiyamah. Begitu kita melihatnya sebagai kekurangan dan
kelemahan, maka terbukalah pintu kekecewaan kepada teman hidup kita. Terbukalah
pintu untuk merasa lebih tinggi dan paling banyak berbuat. Ini akan mempersempit
pintu sakinah, mawaddah wa rahmah.
Maha Besar Allah yang telah menciptakan perbedaan. Tidaklah Allah
menciptakan segala sesuatu (termasuk karakter seks yang berbeda) dengan sia-sia.
Maha Suci Allah, semoga kita dijauhkan dari siksa api neraka.
Tak ada cela dalam perbedaan yang diciptakan Allah. Semoga kita termasuk
orang-orang yang mensyukuri dan meraih kebahagiaan tertinggi di samping-Nya.
Semoga barakah dan diridhai Allah setiap jima’ kita. Allahumma amin.

Mandi Jinabah
Seorang wanita pernah bercerita, masalah yang kadang membuatnya malas
melayani keinginan suami adalah mandi wajib sesudah jima’. Kadang-kadang ia
dihinggapi rasa enggan kalau harus mengurai rambut dan membersihkannya dengan
shampoo. Belum lagi rambut tidak mudah kering. Sehingga ketika suami mengajak
berjima’, kadang muncul gejala mual-mual serasa mau muntah (nausea).
Munculnya nausea (mual-mual) atau bahkan muntah (vomiting), sebenarnya
merupakan reaksi psikis akibat keengganan terhadap sesuatu yang berhubungan
dengan jima’. Keengganan untuk mengurai rambut dan mengeramasi sesudah
melakukan jima’, merupakan salah satu perkara yang bisa memunculkan nausea.

Kado Pernikahan 189


Wajar memang jika sebagian wanita mengalami masalah ini. Apalagi kalau
suaminya termasuk laki-laki yang tinggi kebutuhan jima’nya, sehingga istri harus
mandi wajib setiap hari atau bahkan dua kali sehari. Tetapi ini sebenarnya tidak perlu
terjadi andaikan ia mengetahui bahwa Islam memberikan keringanan terhadap
masalah ini.
Mandi junub sehabis jima’ wajib dilakukan oleh wanita, sebagaimana ia wajib
mandi ketika haid atau nifasnya selesai. Tetapi Anda tidak harus membuka dan
mengurai rambut ketika mandi wajib sehabis jima’. Allah dan Rasul-Nya telah
meringankan Anda. Dandanan rambut Anda yang indah tidak perlu Anda acak-acak
dengan mengeramasi, kecuali jika Anda memang ingin keramas. Cukuplah
menuangkan air di atas kepala Anda tiga kali (baca Box 6.1. Kaifiyah Mandi
Wajib).

Khath Arab

Ummu Salamah bertanya, “Wahai Rasulullah, saya seorang perempuan yang


berambut panjang dan bersanggul. Apakah saya harus membuka (mengurai) rambut
saya yang disanggul untuk mandi haid dan janabat?” Rasulullah Saw. menjawab,
“Tidak, cukup bagimu menuangkan air di atas kepalamu tiga kali cidukan, kemudian
siramlah badanmu dengan air. Dengan begitu engkau telah bersih.” (HR. Muslim).
Mandi junub sebaiknya disegerakan. Tetapi jika malam terlalu dingin atau tangan
terlalu berat untuk melepas kehangatan, Anda bisa menunda mandi jinabah. Cukuplah
Anda berwudhu seperti wudhu untuk shalat sebelum Anda tidur. Nanti sesudah
bangun, Anda bisa melakukan mandi junub sendirian atau bersama suami dalam satu
bak mandi. Jadi, Anda mandi junub sekaligus mandi pagi.
Ibnu Umar pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., “Bolehkah salah seorang
dari kami tidur dalam keadaan junub (hadas besar)?”
“Ya,” jawab beliau, “jika ia telah berwudhu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Riwayat lain bahkan meringankan ketentuan ini, sehingga seseorang bisa tidur
sehabis berjima’ tanpa melakukan wudhu terlebih dulu. Hal ini berdasarkan
keterangan Aisyah r.a. sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Tirmidzi dan
Ibnu Majah bahwa “adakalanya Rasulullah Saw. tidur dalam keadaan junub sebelum
beliau menyentuh air.”
Alhasil, janganlah kewajiban mandi junub membuat Anda enggan melayani
keinginan suami untuk bercinta di atas tempat tidur, setelah mengetahui kemudahan
yang diberikan Islam.

Kado Pernikahan 190


Semoga sesudah ini tak ada masalah karena keengganan mandi junub. Adapun
kalau Anda tidak berat dan tidak ada kesulitan, Anda bisa menyegerakan mandi
junub.
Box. 6.1. Kaifiyah Mandi Wajib

Ada beberapa hadis yang menerangkan mengenai kaifiyah (tata cara)


mandi wajib. Ibnu Syaibah meriwayatkan sebuah hadis, “Bukalah rambutmu
dan mandilah, yakni dalam haid.”
Hadis ini juga ditakhrij oleh Ibnu Majah dari jalur Ibnu Syaibah dan Ali
bin Muhammad. Menurut Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hadis ini
sanadnya shahih menurut syarat Asy-Syaikhani. Menurut keduanya, kata
Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Hadis Shahih, hadis ini berkaitan dengan
kisah 'Aisyah sewaktu haid dalam haji Wada’ dan Nabi Saw. berkata
kepadanya, “Bukalah kepalamu, sisirlah, dan tahanlah dari umrahmu!”
Hadis ini tidak bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Zubair dari Ubaid bin Umair yang menceritakan: Telah sampai kepada ‘Aisyah
bahwa Abdullah bin Amr memerintahkan kaum wanita ketika mandi supaya
membuka kepalanya. Maka Aisyah berkata, “Alangkah mengherankan sekali
Ibnu Amr ini. Ia memerintahkan agar mereka mencukur rambut kepalanya?
Sesungguhnya aku biasa mandi dengan Rasulullah dari satu bejana dan aku
tidak menambah siraman atas kepalaku dengan tiga siraman.”
Hadis ini ditakhrij oleh Imam Muslim, Ibnu Abi Syaibah, Al-Baihaqi serta
Imam Ahmad. Menurut Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, antara
kedua hadis di atas tidak ada pertentangan karena dua hal sebagai berikut:
Pertama, hadis pertama lebih shahih daripada hadis yang belakangan. Karena
hadis yang belakangan ini meskipun ditakhrij oleh Imam Muslim, tetapi Abu
Zubair adalah mudallis.
Kedua, hadis yang pertama berlaku untuk kasus haid. Sedangkan hadis
yang belakangan ini berlaku untuk kasus jinabat (mandi junub), sehingga
keduanya bisa dikompromikan. Jadi dikatakan wajib membuka (rambut)
sewaktu haid, bukan mandi junub. Demikian menurut Imam Ahmad dan ulama
salaf lain. “Penyatuan ini adalah lebih tepat,” kata Syaikh Al-Albani
menambahkan.

Kado Pernikahan 191


Istri juga memiliki kebutuhan
Telah kita bicarakan bahwa suami mempunyai kewajiban untuk berhubungan
seks dengan istri, termasuk mengenai batas waktu minimal yang dapat ditoleransi.
Suami harus memperhatikan bahwa istri juga mempunyai kebutuhan untuk
bersetubuh. Sekarang kita akan membicarakan kembali masalah ini. Tetapi kita tidak
membicarakan masalah ini dalam kedudukannya sebagai kewajiban. Ada sesuatu
yang lain ketika suami-istri melakukan jima’. Ada sedekah pada hati yang
merindukan ketika suami mengajak istrinya bersetubuh.
Ketika jiwa terlalu lama menantikan belaian cinta dari suami, air mata bisa
mengalir karena tidak kuat menahan rasa sepi yang mencekam. Sementara tidak ada
kekasih yang menguak hasratnya.
Inilah yang pernah diceritakan oleh Al-Abbas bin Hi-syam Al-Kalby. Ia
menuturkan bahwa Abdul-Malik bin Marwan mengirim pasukan perang ke Yaman
dan mereka menetap di sana hingga beberapa tahun lamanya. Suatu malam ketika
sedang berada di Damaskus, Abdul-Malik bin Marwan berkata, “Demi Allah, malam
ini saya akan menelusuri kota Damaskus untuk mendengar apa komentar orang-orang
tentang pasukan yang kukirim untuk berperang yang terdiri dari kaum laki-laki,
hingga harta mereka menjadi melimpah.”
Tatkala sedang berada di sebuah lorong, tiba-tiba Abdul-Malik bin Marwan
mendengar suara wanita yang sedang mendirikan shalat. Dia mencuri dengar. Ketika
wanita itu beranjak ke tempat tidurnya, ia berkata, “Ya Allah yang telah menjalankan
onta-onta yang cantik, menurunkan kitab-kitab dan menganugerahkan keinginan, aku
memohon kepada-Mu untuk mengembalikan suami yang saat ini tidak ada di
sampingku, sehingga dia bisa menguak hasratku dan aku menjadi senang karenanya.
Aku memohon kepada-Mu agar Engkau menetapkan keputusan antara diriku dan
Abdul-Malik bin Marwan yang telah memisahkan kami.”
Lalu wanita itu berucap:
Malam ini terasa panjang dengan
air mata yang mengalir
hatiku terasa kelu karena derita yang mendera
Kutahan derita malam ini sambil
menghitung bintang
cinta membuat hati terasa terpotong-potong
jika di sana ada bintang yang menghilang
mataku berpendar mencari
bintang yang datang
seandainya tidak kuingat jalinan

Kado Pernikahan 192


di antara kami
akan kudapatkan hati ini
memberontak tak terkendali
Setiap kekasih tentu mengingat kekasihnya
pertemuan setiap hari yang diharapkannya
Ya Allah, ringankanlah
kerinduan yang mendera
do’a dipanjatkan dan Engkau mendengarnya
kupanjatkan sepotong do’a setiap waktu
karena keinginan yangmenyeruak
di dalam diriku

Abdul-Malik bertanya pada pengawalnya, “Tahukah kamu, rumah siapakah ini?”


“Ya, saya tahu. Ini adalah rumah Yazid bin Sinan.”
“Siapakah wanita yang berada di dalamnya?”
“Istrinya.”

Ada yang bisa kita petik dari kisah ini. Kerinduan yang tak menemukan
muaranya, dapat menjadikan hati ingin memberontak. Kalau saja tak ada iman yang
dipegang dan jalinan yang diingat, cinta yang ada di hati bisa terguncang. Dan ini bisa
membawa kepada fitnah yang besar.
Benarlah kata-kata Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Menurut Ibnu Qayyim,
persetubuhan yang dihalalkan bisa menambah cinta, jika memang hal itu dikehendaki
orang yang dicintai. “Jika dia sudah mencicipi kenikmatan percintaan dan
persetubuhan,” kata Ibnu Qayyim menambahkan, “keinginannya untuk merasakan
lagi justru semakin menggebu, jauh lebih menggebu daripada sebelum dia
merasakannya.”
Hal semacam ini juga terjadi pada istri. Apalagi Allah telah memberinya
dorongan syahwat yang jauh lebih besar dibanding laki-laki. Hanya Allah telah
menutupinya dengan rasa malu.
Di sinilah perlu komunikasi yang baik antara suami dan istri. Kalau suami sudah
lama tidak menyentuh Anda, maka Anda dapat mengingatkannya agar memberikan
kehangatan di atas tempat tidur. Anda bisa mengingatkan secara langsung dengan
mengungkapkan keinginan Anda. Bisa juga menyampaikan secara halus. Jika di
masa-masa pengantin baru Anda berdua bisa membentuk ungkapan yang baik untuk
menyatakan keinginan berjima’, insya-Allah akan lebih baik. Tetapi, tentu saja

Kado Pernikahan 193


banyak cara yang bisa Anda pakai agar lebih menyentuh perasaannya sehingga ia
semakin sayang. Bukan tersinggung.
Wallahu A’lam bishawab. Astaghfirullahal ‘adzim.
Insya-Allah Tuhan Yang Maha Pengasih akan mencatat apa yang Anda lakukan
sebagai kebaikan jika Anda mengingatkan suami karena ingin mencegahnya dari
kesalahan. Mencegahnya agar tidak melalaikan kewajiban untuk memuaskan gejolak
syahwat Anda. Juga mencegah agar diri Anda tidak terjatuh ke dalam perbuatan dosa
karena kurangnya sentuhan suami.
Wallahu A’lam bishawab.
Dalam sebuah hadis disebutkan:
“Tidak diperbolehkan bagi seorang istri memasukkan seseorang yang tidak
disukai suaminya ke dalam rumah-tangganya.... Ia tidak boleh menolak suaminya di
tempat tidur. Ia tidak boleh mendiamkannya. Jika suami bersalah, istri boleh
menegurnya hingga ia merasa puas. Jika suami menerima tegurannya dengan baik
dan benar, maka tegurannya itu akan diterima oleh Allah, sedang jika suami tidak
suka pada teguran istrinya, maka tegurannya itu tetap akan diterima oleh Allah
bagaimanapun juga.” (HR. Al-Hakim).
Ketika mengingatkan suami agar mendatangi istri empat hari sekali, Imam Al-
Ghazali menulis, “Kendatipun demikian hendaknya ia menambah atau mengurangi
sesuai dengan kebutuhan istri. Hal ini terutama mengingat bahwa upaya membentengi
istri dari gejolak nafsu syahwatnya merupakan kewajiban seorang suami.”
Tetapi tidak setiap suami dapat menangkap keinginan istri, sekalipun istri sudah
menunjukkan secara samar hasratnya untuk berjima’. Apalagi kalau istri tidak
menampakkan tanda-tanda keinginannya. Karena itu istri perlu menyampaikan
kerinduannya (selain dengan membangkitkan gairah suami) jika tidak adanya jima’
dapat membuatnya kecewa dan frustasi. Hal ini untuk membentengi iman dan
menjaga kehormatan kemaluan. Insya-Allah ini merupakan sikap yang mulia.4
Peringatan Ruqayyah Waris Maqsood tentang masalah ini patut diperhatikan.
Kata Ruqayyah, “Jika seorang laki-laki bersikeras menolak untuk mengabulkan
permohonan istrinya untuk diberi perhatian, ia harus menyadari bahwa nantinya di
hari pengadilan ia akan mendapatkan pertanyaan yang sulit dijawab. Buku catatannya
akan dibuka untuk mengungkapkan segala perbuatannya, betapa pun memalukannya
itu! Mungkin ia telah merasa sebagai Muslim yang terbaik, tanpa menyadari
kebenaran nasehat dari ajaran Rasulullah Saw.: “Yang terbaik di antara kalian adalah
yang terbaik kepada istri dan keluarganya.” Bayangkanlah kekagetannya pada akhir
kehidupan agama de-ngan shalat dan perbuatan baik, ketika mendapati bahwa
sebenarnya Anda telah bersalah dengan bersikap kejam terhadap istri di tahun-tahun
itu, dan kini dipanggil untuk mempertanggungjawabkannya!”
Kalau seorang suami datang memberikan kehangatan seksual kepada istri (begitu
pula istri kepada suami) maka Allah mencatatkan pahala sedekah bagi mereka.

Kado Pernikahan 194


Rasulullah Saw. bersabda, “Dalam hubungan intim yang kamu lakukan di antara
kamu ada sedekah.”
Para sahabat menanggapi, “Wahai Rasulullah, ketika salah seorang di antara
kami memuaskan gairah seksualnya, apakah ia akan mendapat pahala untuk itu?”
Dan Beliau menjawab, “Tidakkah kamu berpikir bahwa jika ia melakukannya
secara tidak sah ia akan mendapat dosa? Dengan demikian, jika ia melakukannya
secara sah, ia akan mendapat pahala.” (HR. Muslim).
Hadis ini, kata Ruqayyah Waris Maqsood, hanya berarti jika perbuatan seksual
dilakukan jauh di atas tingkat hewani semata-mata. Apakah hal menakjubkan yang
mengubah seks menjadi sedekah, yang menjadikannya sebagai masalah pahala atau
dosa dari Allah? Yaitu dengan menjadikan kehidupan seks seseorang lebih dari
sekedar hubungan fisik biasa; yaitu dengan niatan untuk mendapat ridha Allah dengan
cara bersikap perhatian terhadap pasangannya. Seorang suami yang tak dapat
memahami hal ini tidak akan mendapatkan penghormatan dari istrinya.
Wallahu A’lam bishawab.
Tak selalu mudah memahami apa yang disukai istri ketika berjima’. Kadang ada
suami yang merasa sudah memuaskan kebutuhan jima’ istrinya, tetapi istri tidak
merasakannya. Hal ini antara lain disebabkan oleh perbedaan karakteristik seks antara
laki-laki dan perempuan sebagaimana kita sebut terdahulu. Bagi laki-laki, jima’ lebih
berpusat pada bertemunya dua kemaluan. Padahal bagi wanita, itu “hanyalah”
pelengkap ketika farji sudah siap untuk menerima. Artinya, perlu ada yang lain, yaitu
percumbuan dan ungkapan kata-kata cinta yang merayu dari suaminya.
Dalam hal ini istri perlu membantu suami agar dapat memberikan kepuasan
padanya. Kalau ada bagian-bagian tertentu tubuhnya yang terasa sakit atau risih
ketika diusap atau dibelai-belai, ia perlu mengemukakan kepada suaminya (kecuali
yang ia bisa belajar menikmati). Ia bisa menunjukkan bagian mana yang ia merasa
paling senang kalau dicumbu suaminya, sehingga ia memperoleh kenikmatan. Ia perlu
menyampaikan hal-hal semacam ini dengan cara yang tepat agar suami dapat
menerima dan memperbaiki diri. Bukan merasa tidak mampu.
Selebihnya, adalah kesediaan untuk saling menerima dan memaafkan
kekurangan-kekurangan yang ada pada kekasihnya.
Ada hal lain. Istri bukanlah seonggok bantal guling yang dingin dan kaku ketika
berjima’. Ia juga perlu berperan untuk menjadikan jima’ lebih indah. Gairahkanlah
suami Anda, antara lain dengan menunjukkan gairah Anda kepadanya di atas tempat
tidur. Kata Ibnu Qutaybah, “Semakin besar gairah seorang wanita, semakin besar
pula gairah laki-laki padanya.”
Kalau Anda pandai membangkitkan gairahnya, insya-Allah ia akan lebih tertarik
untuk mencumbu Anda. Ia akan lebih mampu menjadikan Anda terangsang, karena
ketika semangatnya tumbuh, ia akan lebih mudah menyatakan perasaan cintanya
kepada Anda. Tangannya akan lebih ringan untuk membelai dan bermain-main

Kado Pernikahan 195


dengan Anda (sementara Anda butuh permainan pendahuluan untuk bisa terangsang).
Insya-Allah yang demikian akan menjadikan Allah ridha dan memandang Anda
berdua dengan pandangan rahmat.
Berkenaan dengan ini, marilah kita ingat kembali nasehat Rasulullah Saw.
(semoga kita tetap bershalawat kepadanya). Kata Rasulullah Saw., “Sebaik-baik istri
kamu ialah yang menjaga diri lagi pandai membangkitkan syahwat, (yakni) keras
menjaga kehormatan kemaluannya, pandai membangkitkan syahwat suaminya.”
(HR. Dailami dari Anas r.a.).
Sebaliknya, seorang suami hendaknya juga memperhatikan agar tidak terburu-
buru ketika melakukan persetubuhan. Hendaknya ia mengajak istrinya bermain dulu.
Jangan langsung menyenggamainya karena ini akan menyakitkan istri. Sakit secara
fisik karena bartholin yang ada dalam vaginanya belum mengeluarkan pelumas.5
Sakit secara psikis karena kecewa dan frustasi. Apalagi kalau suami segera
meninggalkan istri sesudah berjima’, padahal istri baru terangsang saat itu.
Kecuplah istri Anda untuk mengawali jima’. Ciuman yang penuh kerinduan akan
membangkitkan birahi wanita. Banyak wanita yang merasa senang ketika beberapa
bagian tubuhnya dicium agak lama. Wanita juga lebih mudah terangsang apabila
suami memberikan belaian yang hangat sebelum menjima’. Klitoris (al-badhar)
termasuk bagian yang sensitif.
Berkenaan dengan ciuman ini, Imam Al-Zabidi menasehatkan, “Ciuman ini tidak
hanya mencakup pipi dan bibir saja, tetapi suami harus membelai dada serta semua
bagian tubuh istrinya.”
Ciuman, cumbuan, dan kata-kata cinta insya-Allah bisa mengantar istri Anda
untuk mencapai kenikmatan puncak, disamping Anda sendiri insya-Allah akan
merasakan kenikmatan yang lebih indah. Ciuman tidak hanya ke pipi dan bibir.
Genggaman tidak hanya pada pergelangan tangannya.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah pernah menasehatkan agar persetubuhan bisa
mencapai puncak kenikmatan. Kata Ibnu Qayyim, “Mata memperoleh kenikmatan
dengan memandang kekasih, telinga mendengar perkataannya, hidung mencium
aromanya, mulut mengecupnya dan tangan mengelusnya. Setiap anggota badan
mendapat bagian kenikmatan yang dituntutnya. Jika ada satu anggota badan tidak
mendapatkan bagiannya, maka jiwa terus akan menuntutnya dan tidak merasa tenang
kecuali setelah mendapatkannya. Maka dari itu wanita juga disebut sakan
(ketenteraman), karena jiwa merasa tenteram jika bersanding dengannya. Allah Swt.
berfirman,
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian
istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian merasa cenderung dan merasa
tenteram kepadanya.” (Ar-Ruum: 21).”
“Maka dari itu,” kata Ibnu Qayyim menambahkan, “Allah melebihkan jima’
pada siang hari daripada jima’ pada malam hari, karena alasan yang sifatnya naluri,

Kado Pernikahan 196


yaitu karena biasanya indera menjadi pasif pada malam hari dan menuntut untuk
diistirahatkan.”
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Ruqayyah Waris Maqsood. Ia menulis,
“Baik untuk diingat bahwa dalam beberapa masyarakat Islam, waktu terbaik untuk
seks bukanlah pada malam hari tetapi pada waktu istirahat siang hari. Ia tak mudah
dilakukan kalau Anda bekerja sejak pagi hingga sore hari! Tetapi mungkin sesekali,
Anda bisa masuk kamar satu jam lebih awal dari biasanya. Adalah hal yang
menyebalkan bagi seorang istri jika satu-satunya perhatian yang diterimanya adalah
“pemberitahuan” yang tiba-tiba tentang keinginan seks suaminya.”
Tetapi sebagian ulama berpendapat lain. Jima’ sebaik-nya dilakukan pada malam
hari, apalagi bagi pengantin yang baru pertama kali melakukan “tugas sakralnya”.
Lepas dari itu tidak ada batasan kapan suami-istri melakukan jima’, kecuali larangan
berjima’ di siang hari pada bulan Ramadhan. Petunjuk-petunjuk dari As-Sunnah lebih
menekankan pemenuhan segera ketika suami bangkit nafsu syahwatnya, serta tidak
cepat-cepat menyudahi agar istri juga bisa ikut merasakan kenikmatan hubungan
intim.
Wallahu A’lam.
---

Pembahasan lebih rinci mengenai bagaimana mencumbu istri, melakukan jima’


serta berbagai hal yang berhubungan dengan itu, dapat Anda periksa di berbagai
sumber. Literatur keislaman telah kaya dengan pembahasan mengenai masalah ini,
meskipun ada yang lebih tepat disebut seksologi Arab daripada Islam. Tetapi
pembahasan yang telah disumbangkan melalui literatur klasik telah memberi
sumbangan yang sangat berharga.
Pengajian-pengajian di pesantren atau lingkungan yang berdekatan dengan
pesantren, sering mengambil masalah ini sebagai pembahasan rutin. Sebagian daerah
di Jombang misalnya, mengadakan pengajian dengan tema ini setiap sore selama
bulan Ramadhan.

Maka Dalam Jima’ Ada Kemuliaan


Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu biasa memaksakan dirinya berjima’. Ia
menuturkan, “Sungguh aku memaksakan diri bersetubuh dengan harapan Allah akan
mengaruniakan dariku makhluk yang akan bertasbih dan mengingat-Nya.”
Tasabbub (membuat sebab) atau jima’ dalam rangka ingin mempunyai anak,
merupakan tindakan yang disukai Allah. Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu
merupakan salah satu contoh. Ia seorang sahabat utama Rasulullah Saw.. Ia

Kado Pernikahan 197


bertasabbub disebabkan oleh keinginan untuk mempunyai anak yang bertasbih dan
mengingat-Nya.
Syaikh Muhammad bin Umar An-Nawawi Al-Bantani menjelaskan, melakukan
jima’ dengan upaya melahirkan keturunan merupakan bentuk pendekatan kepada
Allah dari empat segi, yaitu:
1. Menegakkan mahabbah (kecintaan) kepada Allah dalam upaya melahirkan
keturunan dengan maksud melestarikan keberadaan manusia.
2. Mencari kecintaan Rasulullah Saw. sebab memperbanyak keturunan merupakan
kebanggaannya.
3. Mencari kebarakahan dengan do’a anak shalih pada saat kedua orangtuanya
meninggal dunia.
4. Mencari syafa’at (pertolongan) dengan meninggalnya anak yang masih kecil bagi
kedua orangtuanya.
Di satu sisi, kemampuan untuk melaksanakan kebaikan yang disengaja, insya-
Allah telah memberikan kebahagiaan tersendiri, di luar kenyataan bahwa Allah
memang telah menyediakan kebahagiaan ketika suami-istri berjima’. Dorongan untuk
mencapai kebaikan dapat menumbuhkan perasaan yang baik ketika bisa
melaksanakan. Barangkali inilah sebabnya keluarga yang memiliki satu misi suci
relatif tak terdengar keluhannya dalam masalah ini (semoga Allah menanamkan misi
dalam hati kita dan keluarga kita. Allahumma amin).
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menulis, “Dalam jima’ terdapat puncak kenikmatan,
puncak kasih-sayang terhadap kekasih tercinta, pahala, shadaqah, kesenangan jiwa,
hilangnya pikiran-pikiran yang kotor, hilangnya ketegangan, badan terasa ringan dan
bertambah sehat dan bisa melampiaskan cumbuan. Jika jima’ itu sengaja dilakukan
untuk suatu kebaikan, melampiaskan kasih-sayang, kerinduan, kesenangan dan
mengharapkan pahala, maka itulah kenikmatan yang tidak bisa ditandingi kenikmatan
macam apa pun. Terlebih lagi jika persetubuhan itu dilakukan hingga mencapai
puncak orgasme.”
Alhasil, ada dua kenikmatan yang insya-Allah kita cerap saat berjima’ kalau niat
kita baik. Paling tidak, ada satu kenikmatan yang kita reguk jika persetubuhan tak
sempat mencapai orgasme. Masalahnya, apakah niat kita sudah baik? Ini yang saya
tidak berani menjawab.

MENGGAIRAHKAN SUAMI
Dalam sebuah seminar kemuslimahan di Yogyakarta, seorang peserta
menyampaikan masalahnya. Setiap suami menginginkan, ia selalu melayani. Tetapi
ketika ia menghendaki kemesraan, suami sering tidak siap untuk berjima’. Alhasil ia

Kado Pernikahan 198


harus memendam kekecewaan dan kejengkelan karena suami tidak memberi
kehangatan yang ia minta. Padahal ia sangat membutuhkan.
Laki-laki dan perempuan memang berbeda karakteristik seksnya. Seorang
perempuan bisa melayani keinginan syahwat suaminya kapan saja, sekalipun ia tidak
siap. Ekstremnya, ketika sedang tidak memiliki gairah syahwat pun perempuan bisa
melakukan jima’ dengan suaminya. Tetapi tidak demikian dengan laki-laki. Secara
fisik, hanya dalam keadaan tertentu ia bisa memenuhi hasrat istrinya. Dan ini banyak
dipengaruhi oleh kondisi psikis.

---
"Tidak ada yang lebih menjamin
kebahagiaan hidup berumah tangga,
dan tidak ada yang lebih menjamin
utuhnya kejantanan dan keikhlasan suami,
daripada pengalaman dan pengetahuan istri
mengenai seni bercinta...."
Demikian kata Al-Khasyat.
---

Potensi seks suami memang merupakan masalah umum suami-istri. Tidak lama
setelah menikah, seorang ikhwan pernah bertanya kepada saya jamu atau ramuan apa
yang dapat menguatkan syahwatnya ketika bersama istri. Secara berseloroh saya
sempat menyebutkan bumbu masakan yang dapat menguatkan syahwat. Konon begitu
kabarnya. Ada juga pil yang menguatkan sesuatu yang ada pada suami. Tetapi di
antara pil kuat atau obat perangsang, ada yang secara jangka panjang berdampak
negatif, antara lain terhadap ginjal. Di samping itu, bisa secara langsung
mengakibatkan lemahnya kesanggupan seks suami setelah sekian lama
mengkonsumsi.
Sebenarnya, insya-Allah suami tidak perlu menggunakan pil jika istri mampu
membangkitkan gairah suami. Kata Ibnu Qutaybah, “Semakin besar gairah seorang
wanita, semakin besar pula gairah laki-laki kepadanya.”
Menurut riwayat, Rasulullah Saw. juga pernah bersabda tentang masalah ini.
Kata Rasulullah, “Sebaik-baik istri kamu ialah yang menjaga diri lagi pandai
membangkitkan syahwat, (yakni) keras menjaga kehormatan kemaluannya, pandai
membangkitkan syahwat suaminya.” (HR. Dailami dari Anas r.a.).
Berkenaan dengan masalah ini, ada baiknya kita mendengar kisah Abdullah bin
Rabi’ah. Dia adalah orang yang terkenal di kalangan orang-orang Quraisy sebagai

Kado Pernikahan 199


orang yang baik dan selalu menjaga kehormatan dirinya. Penisnya tidak bisa ereksi.
Sementara orang-orang Quraisy tidak pernah ada yang memberi kesaksian tentang
kebaikan dan keburukannya dalam masalah ini. Dia pernah menikahi seorang wanita.
Tapi hanya beberapa waktu berselang, istrinya lari darinya dan kembali ke
keluarganya lagi. Begitu seterusnya sampai suatu ketika Zainab binti Umar bin Sala-
mah berkata, “Mengapa para wanita lari dari anak pamannya?”
Ada yang menjawab, “Karena wanita-wanita yang pernah menjadi istrinya tidak
mampu membuatnya melaksanakan tugas sebagai suami.”
Zainab kemudian berkata:
“Tak ada yang menghalangiku untuk membuatnya bangkit. Demi Allah, saya
adalah wanita yang berperawakan besar dan bergairah.”
Maka Zainab menikah dengannya, selalu sabar meladeninya dan akhirnya
mereka dikaruniai enam anak.
Kisah Abdullah bin Rabi’ah dengan Zainab binti Umar ini memberi pelajaran
yang menarik. Impotensi yang cukup berat bisa tersembuhkan karena istri yang
bergairah dan pandai membangkitkan gairah seks suaminya. Abdullah bin Rabi’ah
bahkan bukan sekedar sembuh dari impotensi. Tidak lahir enam orang anak kalau
mereka tidak aktif ber-tasabbub. Wallahu A’lam bishawab.
Istri yang mengenal suaminya, insya-Allah akan mampu membangkitkan
syahwat suaminya sehingga lebih puas ketika berjima’. Tentang bagaimana
menggairahkan suami, saya kira Anda lebih tahu. Tetapi ada beberapa hal yang
mungkin dapat Anda perhatikan. Selengkapnya bisa Anda simak poin-poin berikut.
Mudah-mudahan ada manfaat-nya bagi Anda untuk menghangatkan kembali
hubungan Anda bersama suami:

Membuang Rasa Malu


Malu merupakan perhiasan orang-orang beriman. Rasulullah Muhammad Saw.
dikenal sebagai orang yang sangat pemalu, begitu pemalunya sehingga diibaratkan
seperti wanita pingitan. Utsman bin Affan, khalifah ketiga sekaligus menantu
Rasulullah juga seorang pemalu. Sifat malu memang perhiasan orang-orang beriman
(seberapa besarkah sifat malu kita?).
Tetapi ada saatnya membuang rasa malu adalah lebih baik. Seorang istri
sebaiknya membuang rasa malu ketika telah membuka pakaiannya di depan suami
dan segera mengenakan kembali setelah jima’ selesai, saat ia kembali bergaul
bersama orang lain yang ada di rumahnya.
Wallahu A’lam bishawab.

Kado Pernikahan 200


Imam Muhammad Al-Baqir menasehatkan, “Wanita yang terbaik di antara
kamu ialah yang membuang perisai malu ketika ia membuka bajunya untuk
suaminya, dan memasang perisai malu ketika ia berpakaian lagi.”
Bilal bin Abi Bardah, kata Ibnu Asakir, suatu hari berkata kepada majelisnya,
“Siapakah wanita yang paling mencintai suaminya?” Orang-orang dalam majelis itu
segera bergeming. Lalu Ishaq bin ‘Abdillah bin Harits an-Naufali maju dan berkata,
“Telah datang orang yang akan memberitahukannya kepada kalian!”
Mereka pun menanyakan masalah hal itu.
Ia menjawab, “Yaitu wanita pemalu yang berusaha menghilangkan rasa
malunya kepada suaminya.”
Ia lalu melantunkan bait syair berikut ini:
Wanita-wanita itu selalu mencurahkan cintanya
sewaktu suaminya tidak ada di sisinya.
Dan bila suami mereka telah kembali,
wanita itu menghilangkan rasa malunya.6

Seorang suami akan semakin sayang kepada istri yang mampu membangkitkan
semangatnya ketika sama-sama menanggalkan pakaian. Dan ia merasakan cinta
semakin mendalam disertai kebahagiaan dan keinginan untuk memberikan
ketenteraman ketika ada rona merah di wajah istri setelah ia kembali menutupi
tubuhnya dengan pakaian. Inilah sebagian di antara rahasia-rahasia. Insya-Allah.
Majid Sulaiman Daudin mengingatkan, keindahan perasaan adalah pakaian bagi
pasangan suami-istri. Sama sekali tidak berdosa bagi mereka berdua untuk saling
bermesraan dan bercumbu rayu mengungkap perasaan-perasaannya dalam bentuk
kata-kata maupun sikap yang disukai.
Sikap suami-istri yang melepas pakaian ketika melakukan hubungan seksual,
atau hanya sedang bercumbu berdua saja di dalam kamar, tidaklah bertentangan
dengan sunnah. Namun tetap, kata Daudin, hendaknya mereka tidak melakukan
hubungan seksual tanpa busana atau tanpa kain penutup.
Selanjutnya Sulaiman Daudin menerangkan, “Sesungguhnya figur seorang
wanita muslim dalam kehidupan rumah tangganya haruslah cukup memiliki rasa malu
saat ditinggal suaminya atau di depan sang suami ketika ada orang ketiga di
rumahnya. Rasa malu seperti itu sangat dianjurkan. Namun, jika suami dan istri
sedang berduaan perasaan malu seperti itu harus ditanggalkan, terutama jika sedang
menuju proses hubungan seksual. Bagaimanapun proses tersebut merupakan
perjalanan yang mampu menjauhkan pasangan suami-istri dari kenistaan atau melihat
sesuatu yang tidak dihalalkan oleh Allah. Oleh karena itu, mereka tidak terlarang
melampiaskan segala keinginannya atau menyegarkan jiwanya dengan cara yang
disukai tanpa merasa bersalah.”

Kado Pernikahan 201


Penulis kitab Qurratul ‘Uyun --kitab klasik pengantar seksologi yang banyak
dibaca di pesantren-- bahkan menyatakan bodoh suami-istri yang berjima’ dengan
masih ada kain yang melekat di balik selimutnya. Suami-istri hendaknya melepaskan
setiap kain yang melekat ketika berjima’, sehingga tidak ada yang menghalangi
tercapainya kenikmatan yang sempurna bagi suami-istri. Cukuplah selimut yang
menutup mereka.
Wallahu A’lam bishawab.
‘Alaa kulli hal, seorang istri hendaknya memahami bagaimana mencapai
kenikmatan dan memuaskan suami ketika sedang melakukan keintiman. “Tidak ada
yang lebih menjamin kebahagiaan hidup berumah tangga, dan tidak ada yang lebih
menjamin utuhnya kejantanan dan keikhlasan suami, daripada pengalaman dan
pengetahuan istri mengenai seni bercinta. Kasih sayang yang tercurah di malam hari
akan memperteguh kebahagiaan di siang hari,” demikian kata Al-Khasyat.
Istri hendaknya tidak menjadi mitra yang pasif ketika sedang berjima’ bersama
suami. Istri hendaknya memainkan peran aktif. Jika Anda dingin seperti es, air panas
pun akan menjadi dingin ketika berdekatan dengan Anda. Sebaliknya, jika Anda
bergairah, insya-Allah Anda akan mendapati suami Anda berada di sisi Anda dengan
penuh cinta. Seperti kata Ibnu Qutaybah, “Semakin besar gairah seorang wanita,
semakin besar pula gairah laki-laki kepadanya”.

Allah Telah Menghalalkan


Suatu ketika, Sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhu sengaja berdiri di hadapan
penduduk Kufah. Kemudian ia meminum sisa air yang digunakan untuk mencuci
muka sambil berdiri. Kemudian beliau berkata, “Sebagian orang tidak menyukai
minum sambil berdiri, padahal Nabi Saw. pernah melakukan seperti apa yang telah
aku lakukan ini.” (HR. Bukhari).
Ketika memberi syarah (komentar) terhadap hadis ini, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-
Asqalani berkata dalam Fathul-Bari, “Dalam hadis tersebut terdapat beberapa
pelajaran yang bermanfaat, di antaranya adalah jika orang ‘alim melihat manusia
menjauhi sesuatu, padahal dia tahu bahwa hal itu diperbolehkan dalam agama,
hendaklah dia menjelaskan apa yang benar karena dikhawatirkan berlarut-larut
sehingga manusia menyangkanya haram. Artinya, jika kondisinya seperti itu yang
dikhawatirkan, hendaklah salah seorang yang mengetahui segera memberi tahu
hukumnya, sekalipun tidak diminta, dan jika ditanya, sudah pasti dia harus
menjawabnya.”
Rasulullah Saw. mengingatkan, “Orang yang mengharamkan yang halal sama
dengan orang yang menghalalkan yang haram.” (HR. Ath-Thabrani. Para
perawinya adalah perawi-perawi hadis shahih, kata Hafizh Haitsami).

Kado Pernikahan 202


Sesungguhnya, telah sempurna kebijakan Allah atas apa-apa yang dihukumkan-
Nya, baik mengenai apa yang dihalalkan maupun yang diharamkan. Adapun kalau
kita tidak mengambil apa yang dihalalkan tanpa mengharamkannya, maka yang
demikian ini insya-Allah termasuk keleluasaan yang diberikan kepada kita. Kita tidak
berdosa karenanya. Wallahu A’lam bishawab.

---
Suami-istri boleh telanjang
dan melihat kemaluan,
tetapi lebih sopan kalau saling menutupi
seperti yang dilakukan
Sayyidina 'Ali bin Abi Thalib.
---

Memandang aurat istri termasuk perkara yang dihalalkan. Allah telah


menghalalkan seorang suami untuk melihat aurat istri seluruhnya. Konsensus (ijma’)
ulama-ulama terdahulu telah menegaskan kebolehannya. Nanti silakan periksa
Ensiklopedi Ijma’ (Pustaka Firdaus) terjemahan KHA. Mustofa Bisri dan KH. Sahal
Mahfudz pada entri aurat.
Ijma’ ini ditegaskan lagi oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ketika ditanya
tentang laki-laki apabila melihat kepada seluruh tubuh istrinya, dan meraba-rabanya
hingga kemaluannya, ia menjawab, “Tidak haram.”
Ketika ditanya apakah boleh suami-istri telanjang dan melihat kemaluan yang
lain, M. Mutawalli Sya’rawi menjawab, “Boleh, tetapi lebih sopan kalau saling
menutupi seperti yang dilakukan Sayyidina Ali bin Abi Thalib karamallahu
wajhahu.”
Jawaban Sya’rawi ini tidak menunjuk kepada keharaman memandang aurat istri.
Sya’rawi tetap menunjukkan kehalalan sambil pada saat yang sama mengemukakan
adab. Dalam hal ini perlu dibedakan antara ketentuan hukum dengan adab. Masalah
ini perlu saya kemukakan karena saya mendengar sebagian orang telah memandang
haram apa yang telah dihalalkan oleh Allah ini. Juga, saya tergerak untuk menuliskan
ini ketika saya mendengar adanya kemadharatan yang dilakukan oleh sebagian orang
karena tidak adanya pengetahuan bahwa hal ini, yaitu melihat kemaluan istri dan
merasakannya, dibolehkan.
Saya teringat kepada Ustadz Abdul Hakim Abdats dalam kuliahnya tentang
derajat hadis. Ketika menerangkan mengenai contoh-contoh hadis dha’if (lemah) dan
maudhu’ (palsu), beliau sampai kepada hadis-hadis yang melarang suami melihat
kamaluan istri sesudah memberitahukan kedudukan hadisnya, Ustadz Abdul Hakim

Kado Pernikahan 203


Abdats mengatakan, “Allah telah halalkan. Maka halallah seluruhnya. Halal dilihat,
halal disentuh, halal dirasa, dan seterusnya.”7
Anggapan tentang haramnya suami-istri saling melihat aurat, antara lain
berangkat dari sebuah hadis:

Khath Arab

“Apabila seorang dari kalian melakukan persetubuhan, maka janganlah melihat


kemaluan karena yang demikian dapat mengakibatkan kebutaan. Dan jangan pula
memperbanyak pembicaraan karena dapat mengakibatkan kebisuan.”
Menurut Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hadis ini maudhu’ (palsu)
dan diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dengan sanad dari Uzdi, dari Ibrahim bin
Muhammad bin Yusuf al-Firyabi, dari Muhammad bin Abdur Rahman at-Tastiri, dari
Abu Hurairah r.a.
Ibrahim, kata Al-Uzdi, adalah tidak diperhitungkan. Sedang menurut Al-Albani,
kelemahan hadis ini karena Muhammad bin Abdur Rahman mengutarakan sanadnya
secara tunggal, di samping ia banyak mengutarakan riwayat-riwayat munkar.
Ada hadis lain yang mirip dengan ini, yaitu yang berbunyi:

Khath Arab

“Apabila seorang dari kalian menjima’ istri atau budak wanitanya, maka jangan
melihat kemaluannya, karena yang demikian dapat menyebabkan kebutaan.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dalam kitab al-Maudhu’at dari riwayat
Ibnu Adi dengan sanad dari Hi-syam bin Khalif, dari Buqyah, dari Ibnu Juraij, dari
Atha’, dari Ibnu Abbas r.a.. Begitu Syaikh Muhammad Nashirud-din Al-Albani
menerangkan.
---
Hadis tersebut dengan jelas menunjukkan
kebolehan suami-istri saling melihat kemaluan masing-masing,
baik dalam keadaan mandi bersama atau ketika bersetubuh.

(Muhammad Nashiruddin Al-Albani)


---

Kado Pernikahan 204


Mengenai hadis ini, Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini maudhu’. Palsu.
Artinya, Nabi tidak pernah mengatakan yang demikian ini, sehingga tidak bisa
dipakai untuk istidlal (pengambilan dalil) hukum haram atau makruhnya memandang
aurat istri. Masih ada hadis-hadis lain yang berkenaan dengan hal ini, tetapi
kedudukannya juga lemah sehingga tidak perlu kita tambahkan di sini.
Penilaian terhadap hadis ini dapat kita tambahkan dengan mengutip tulisan
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam bukunya Silsilah Hadits Dha’if dan
Maudhu’. Al-Albani menulis bahwa Ibnul Jauzi berkata, “Menurut Ibnu Hibban,
Buqyah dahulunya suka meriwayatkan dari para pendusta dan suka mencampur aduk
perawi sanad, banyak mempunyai kitab sahib dhu’afa dalam meriwayatkan hadis.
Riwayat ini boleh jadi merupakan salah satu yang diriwayatkan dari sanad yang
dha’if, yaitu Ibnu Juraij, kemudian ditadliskan (campur aduk). Hadis ini adalah mau-
dhu’.”
Penilaian di atas, kata Al-Albani menambahkan, dari segi sanadnya. Adapun dari
segi maknanya, ia bertentangan dengan hadis shahih yang ada dalam Shahihain dan
Ashabus Sunan lainnya, yang menyebutkan bahwa Aisyah r.a. mandi bersama dengan
Rasulullah Saw. dengan bergantian gayungnya, dan bahkan disebutkan saling
berebutan gayung. Hadis tersebut dengan jelas menunjukkan kebolehan suami-istri
saling melihat kemaluan masing-masing, baik dalam keadaan mandi bersama atau
ketika bersetubuh.
Yang lebih menguatkan hal ini, tegas Al-Albani, adalah riwayat Ibnu Hibban dari
sanad Sulaiman bin Musa bahwa ia ditanya tentang suami melihat kemaluan istrinya,
maka ia menjawab, “Aku tanyakan kepada Atha, maka ia menjawab, ‘Aku tanyakan
kepada Aisyah r.a., maka ia menjawab seraya menyebutkan hadis.’”
Ibnu Hajar, pensyarah Shahih Bukhari paling otoritatif sampai saat ini,
mengomentari dengan satu perkataan singkat, “Inilah nash tentang pembolehan
seorang suami melihat kemaluan istrinya, atau sebaliknya, yakni istri melihat ke-
maluan suami.”
Jadi, tidak ada halangan bagi Anda untuk melihat kemaluan pasangan hidup
Anda begitu akad nikah diucapkan. Allah telah halalkan persetubuhan bagi Anda,
maka halallah apa-apa yang dengannya Anda bertasabbub. Halal untuk dilihat, halal
untuk disentuh, halal untuk diraba, halal untuk dirasa, dan seterusnya. Demikian kita
mengingat kembali penjelasan Abdul Hakim Abdats.
Seorang istri boleh melihat apa yang ada pada suaminya. Dan seorang suami juga
boleh memandang perhiasan istrinya. Melihat kemaluan dapat menghangatkan
kembali gairah suami yang sedang menurun. Seorang suami yang dingin dapat
digairahkan syahwatnya dengan memberinya kesempatan untuk melihat, memandang
maupun menyentuh kemaluan istri. Kata Al-Razi, memandang adalah obat
perangsang birahi yang begitu hebat sehingga rangsangan yang ditimbulkannya tidak
tertahankan.

Kado Pernikahan 205


“Jika wanita itu halal bagi laki-laki, maka laki-laki itu boleh melihat semua
bagian tubuhnya,” kata Al-Zabidi.
Sedang Khuraisi mengemukakan, “Seorang suami diperbolehkan melihat
kemaluan istrinya.”
Bahkan ketika ada orang bertanya, “Bolehkah seseorang mencium vagina
istrinya?”, Imam Abul-Hasan Al-Kazhim mengatakan “Tidak ada masalah.”
Masih banyak sumber dan argumen yang menunjukkan kebolehan. Sebagian
kitab yang melarang, juga tidak menyatakan sebagai larangan syar’i. Ketika Qurratul
‘Uyun melarang suami untuk mendatangi istri dalam posisi miring, penulisnya tidak
melarang secara syar’i. Tetapi hanya pertimbangan kesehatan agar pinggang tidak
sakit. Begitu menikah, suami-istri berhak untuk merasakan keindahan dari tubuh
teman hidupnya, kecuali menjima’ dubur. Menjima' dubur adalah terlarang.
Demikianlah, saya perlu menerangkan masalah ini agar apa yang dibolehkan
agama tidak sampai dianggap haram. Mengharamkan yang halal, dapat mendatangkan
madharat (kerugian) dan mafsadat (kerusakan) yang besar di belakang hari. Setiap
perkara yang besar bermula dari yang kecil. Adapun kalau Anda tidak menyukai,
misalnya karena alasan adab, maka yang demikian insya-Allah termasuk keleluasaan
bagi Anda sejauh tidak mengharamkan.
Wallahu A’lam bishawab. Astaghfirullahal ‘adzim.
Sebaliknya, seorang suami juga perlu memahami istrinya. Sekalipun halal
memandang kemaluan istri, Anda perlu memperhatikan kesiapan dan perasaannya.
Apalagi pada awal-awal menikah ketika ia merasa belum betul-betul menjadi bagian
dari diri Anda. Ketika ia merasa masih agak asing terhadap Anda karena dulu Anda
adalah orang lain, maka yang ia perlukan adalah kehalusan dan kelembutan. Sikap
kasar dan tergesa-gesa ketika meminta istri mengizinkan Anda melihatnya, dapat
membuatnya menarik diri secara psikis. Tetapi jika Anda dapat mendekati dengan
kelembutan dan kasih-sayang, insya-Allah ia justru dipenuhi dengan perasaan cinta
dan kerelaan terhadap Anda. Allahumma amin.
Suami bisa jadi tergerak hatinya untuk melihat ketika sedang berjima’. Bisa juga
Anda saling melihat sesudah melakukan jima’. Mudah-mudahan yang demikian ini
dapat menjadikan istri mencapai kenikmatan yang lebih indah karena suami tidak
buru-buru tidur, padahal istri masih ingin ada pembicaraan dan cumbuan yang hangat.
Suami biasanya cepat mengantuk setelah mencapai orgasme, kecuali jika ia berusaha
keras untuk menyenangkan istrinya karena mengingat hadis Nabi, “Apabila salah
seorang dari kalian bersebadan dengan istrinya, hendaklah menyempurnakannya
(istrinya). Jika ia mendahului istrinya, janganlah mempercepat (meninggalkan)
istrinya itu.” (HR. Abu Ya’la dari Anas).
Astaghfirullahal ‘adzim. Semoga Allah menjauhkan kita dari fitnah. Allahumma
amin.

Kado Pernikahan 206


Sebagai penutup pembahasan tentang masalah ini (semoga Allah mengampuni
kita), mari kita dengarkan penegasan Ruqayyah Waris Maqsood, seorang muslimah
dari Inggris yang menikah dengan orang Pakistan. Dalam bukunya Mengantar
Remaja Ke Surga, Ruqayyah menjelaskan kepada para suami agar tidak merasa jijik
terhadap apa yang ada pada istrinya. Ia menulis, “Wanita buang air kecil dari saluran
yang benar-benar berbeda dengan tempat yang digunakan untuk hubungan seksual.
Adalah hal yang benar-benar diperbolehkan bagi seorang suami untuk menyentuh
vagina (dan klitoris) istrinya, dan tidak menyentuhnya dari tempat keluarnya air
kencing. Rasulullah Saw. menganjurkan untuk mencukur secara teratur rambut-
rambut yang tumbuh di kemaluan. Ini merupakan pekerjaan yang sulit bagi wanita,
tetapi lebih disukai demi kebersihan dan membangkitkan daya tarik seksual bagi
pasangan.”
“Jika wanita mandi sebelum mengadakan hubungan intim, dan mungkin
mengenakan parfum kesayangan,” kata Ruqayyah lebih lanjut, “tetapi suami tetap
menganggap istri kotor, maka itu berarti ia telah bersikap mengabaikan, dan secara
zalim mengecam ciptaan dan tujuan Allah, dan melalaikan tugasnya.”
Nah.
Berkenaan dengan hikmah mencukur rambut kemaluan dan memakai wewangian
bagi wanita, bisa Anda simak kembali bab Memasuki Malam Zafaf. Selebihnya mari
kita periksa sub judul berikut ini.

Pakaian dan Parfum Istri


Allah telah memberi keleluasaan bagi kita pada tiga waktu aurat untuk
menanggalkan pakaian luar. Saat-saat ini (sebelum shalat subuh, tengah hari dan
sesudah shalat isya’) memberi ruang privacy (kerahasiaan) bagi kita. Kita diajarkan
untuk membiasakan orang-orang di sekeliling kita, bahkan termasuk anak kita yang
belum baligh, untuk meminta izin kalau mereka ingin memasuki kamar kita.
Pada waktu-waktu ini, suami-istri boleh mengenakan pakaian yang seandainya
dilihat orang lain mengakibatkan dosa, tetapi menyenangkan bagi pasangannya dan
insya-Allah menjadikan Allah merahmati Anda. Di antara para suami ada yang
senang jika istrinya mengenakan pakaian-pakaian menarik ketika beristirahat di
tempat tidur. Ia ingin agar istri memakai pakaian dalam saja dan bertingkah laku
manja saat berdekatan di pembaringan. Adapun kalau sudah di luar, ia akan bersikap
tegas karena seorang muslimah memang seharusnya mengenakan busana yang
menutup auratnya dengan benar.
Sebagian suami, demikian juga istri, berkeinginan untuk saling berintim-intim
ketika berangkat ke pembaringan. Sebagian berkeinginan untuk menjalin keakraban
dengan kedekatan fisik tanpa melakukan jima’; berpegangan tangan, mengusap
rambut, mengecup kening dan saling memandang dengan rasa sayang. Adakalanya
kedekatan fisik berarti jima’.

Kado Pernikahan 207


Keinginan untuk menciptakan keakraban, khususnya berkenaan dengan jima’
antara lain tumbuh karena kepandaian istri dalam mengenakan pakaian dan aroma
mewangi dari parfum pilihannya. Rangsangan ini mendorong suami untuk melakukan
percumbuan --satu hal yang menyenangkan istri-- sebelum berjima’.
Pemakaian parfum bagi istri insya-Allah juga mendatangkan kemaslahatan bagi
kedua pihak, terutama istri. Ada tempat-tempat yang dapat membangkitkan birahi istri
apabila suami mengecupnya dalam-dalam. Dan pemakaian parfum pada tempat-
tempat itu membimbing suami untuk mencumbu dengan penuh kecintaan dan
semangat.
Kalau begitu, seorang istri muslimah dituntut untuk glamour? Tentu saja tidak.
Anda juga perlu membatasi diri, di samping mengingatkan suami untuk tidak
berlebihan.

---
Membentengi istri dari gejolak nafsu syahwatnya
merupakan kewajiban seorang suami.
Tetapi ada baiknya istri juga memahami
cara membangkitkan gairah seks suami.
---

Mudah-mudahan Allah membarakahi pernikahan kita semua dan mengampuni


kesalahan-kesalahan yang kita lakukan. Semoga Allah memberikan kepada kita
keturunan yang memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah dan
dapat menjadi syafa’at bagi orangtuanya kelak di yaumil-hisab. Allahumma amin.

Ciptakan Suasana Dulu


Ada kalanya keinginan untuk berjima’ datang dari istri. Keinginan bisa muncul
di saat suami sedang bergairah, sehingga keduanya dapat melakukan jima’ yang
paling indah. Tetapi bisa jadi, permintaan istri untuk melakukan jima’ datang pada
saat suami sedang dingin sehingga tidak bisa menguak hasrat istrinya. Suami tidak
menjima’ istri, pada-hal istri sangat membutuhkan. Masalah inilah yang pernah
dikeluhkan oleh seorang peserta seminar keputrian di Yogyakarta sebagaimana saya
sebut pada bagian terdahulu.
Ada kalanya istri menginginkan ada yang menyentuh dirinya sebelum mata
terlelap tidur. Ia ingin suami mencumbu dan memberikan keintiman fisik tanpa jima’
saat bersama-sama di pembaringan, sedang mata belum mengantuk dan gairah sedang

Kado Pernikahan 208


bangun. Tetapi karena suami kecapekan, sementara keinginan itu demikian kuatnya,
ia menghabiskan malam itu dengan pelukan air mata yang mengering.
Membentengi istri dari gejolak nafsu syahwatnya merupakan kewajiban seorang
suami. Begitu Imam Al-Ghazali mengingatkan dalam Ihya’nya. Tetapi ada baiknya
istri juga memahami cara membangkitkan gairah seks suami. Meminjam kata-kata
Utsman al-Khasyat, seorang istri perlu memahami seni bercinta.
Jika Anda sedang bergejolak dan ingin ada sentuhan hangat dari kekasih,
ciptakan suasana kehangatan dan romantis antara Anda dengan suami terlebih dulu.
Anda tentu lebih mengerti bagaimana tersenyum kepadanya. Mudah-mudahan yang
demikian ini menjadikannya lebih siap. Kalau hari itu ia merencanakan kegiatan
sampai malam hari sehingga menyebabkannya kecapekan seperti beberapa hari
belakangan, mungkin ia bisa mengambil keputusan untuk pulang satu dua jam lebih
awal demi memenuhi kerinduan Anda. Atau ia akan menunda keberangkatannya
untuk mencurahkan kasih-sayangnya kepada Anda.
Atau Anda bisa menyampaikan keinginan ketika ia akan berangkat, “Mas...,
jangan pergi. Aku ingin engkau di sisiku.”
Bisa juga Anda menelponnya agar tidak pulang terlalu malam. Begitu. Saya kira
pembicaraan ini telah cukup.

Hanya Untuk Anda


Menurut riwayat, Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan, “Bilamana
rambut seseorang bertambah, dorongan seksnya berkurang.”
Rambut yang dimaksud di sini adalah rambut yang tumbuh antara pusar dan
kemaluan. Semakin bertambah rambut seseorang pada bagian itu, semakin berkurang
dorongan seksnya. Meskipun harus diingat bahwa dorongan seks tidak hanya muncul
karena satu sebab.
Perkataan ini juga berarti, menghilangkan rambut pada area pusar dan kemaluan
dengan cara mencukurnya akan dapat menambah gairah. Gairah Anda ketika berjima’
dengan suami, maupun gairah suami terhadap Anda. Sehingga mencukur rambut
kemaluan bisa sebagai cara untuk membangkitkan birahi Anda sendiri maupun suami.
Mencukur rambut kemaluan dapat menjadikan vagina lebih hangat. Yang demikian
ini insya-Allah menjadikan jima’ Anda lebih nikmat dan menyenangkan.
Selengkapnya bisa Anda baca kembali uraian tentang ini pada bab Memasuki Malam
Zafaf di awal jendela dua buku ini.
Maka kalau suatu saat Anda merasa gairah Anda surut, barangkali Anda sudah
lama tidak mencukur rambut kemaluan Anda. Padahal telah lebih dari 40 hari --
jangka waktu terlama untuk mencukur rambut, memotong kuku, dan mencabuti bulu
ketiak. Begitu mestinya.

Kado Pernikahan 209


Tentang perkara ini ada yang perlu dijelaskan. Askhanu aqbalan (lebih
hangatnya vagina) baru akan tercapai kalau seseorang memotongnya secara bersih.
Bukan sekedar memangkasnya. Hal ini juga berlaku bagi suami. Mencukur rambut
dapat menjadikannya bergairah jika dilakukan hingga bersih. Bukan sekedar
mengurangi.
Wallahu A’lam.
Mencukur rambut secara teratur termasuk perkara yang disunnahkan oleh
Rasulullah Saw.. Kata Rasulullah Saw., “Lima perkara dari fithrah; mencukur bulu
kemaluan, berkhitan, menggunting kumis, mencabuti bulu ketiak, dan memotong
kuku.” (HR. Jama’ah).
Dari Anas bin Malik r.a., berkata, “Telah dijangkakan waktu untuk kami
terhadap urusan menggunting kumis, memotong kuku, mencabuti bulu ketiak,
mencukur bulu ari, yakni jangan lebih dari empat puluh hari sekali.” (HR. Muslim
dan Ibnu Majah).
Anda dapat mengingatkan suami tentang sunnah Rasulullah ini. Di luar
kenyataan bahwa hal ini bisa membangkitkan dorongan seks suami, yang lebih
penting lagi adalah bahwa ini merupakan perkara sunnah. Insya-Allah jika Anda
senantiasa mengingatkan suami, termasuk mandi di hari Jum’at, Allah akan ridha
terhadap Anda dan melimpahkan barakah ke dalam perkawinan Anda. Allahumma
amin.
Akhirnya, kita bisa menggarisbawahi bahwa seandainya Anda melakukan untuk
merangsang keinginan seks suami, maka yang demikian ini insya-Allah tetap
merupakan perbuatan yang dirahmati dan diridhai Allah. Sebab berjima’ dengan
suami yang sah adalah perkara yang diridhai Allah. Sedang hal-hal yang menjadi
“wasilah”nya, juga dipandang sebagai kebaikan yang diridhai Allah. Sebagaimana
kata Ibnu Qayyim ketika membahas masalah jima’, “Setiap kenikmatan yang
membantu terwujudnya kenikmatan di hari akhir adalah kenikmatan yang dicintai dan
diridhai oleh Allah Swt.. Pencipta kenikmatan itu akan merasakan kenikmatan dalam
dua segi. Pertama, perbuatan tersebut menyampaikan dirinya kepada ridha Allah Swt..
Selain itu, akan datang pula kepadanya nikmat-nikmat lain yang lebih sempurna.”

***
Rasulullah Saw. menganjurkan untuk mencukur secara teratur rambut-rambut
yang tumbuh di kemaluan. Ini merupakan pekerjaan yang sulit bagi wanita, tetapi
lebih disukai demi kebersihan dan membangkitkan daya tarik seksual bagi pasangan.
Begitu Ruqayyah mengingatkan.
Sulitnya mencukur rambut kemaluan bagi wanita, barangkali disebabkan
tempatnya yang tidak mudah dibersihkan dengan menggunakan pisau cukur biasa.
Kepekaan kulit juga mempengaruhi, sehingga banyak wanita yang enggan mencukur

Kado Pernikahan 210


rambut kemaluan. Ini berbeda dengan mencukur rambut ketiak yang relatif lebih
mudah dan tidak bikin risih.
Jika Anda termasuk yang mengalami masalah dengan pisau cukur yang tidak
sesuai, barangkali Anda bisa mempertimbangkan untuk memakai pisau cukur yang
khusus didesain untuk keperluan wanita. Tetapi kalau Anda bertanya bagaimana
mengatasi rasa risih karena mencukur rambut itu, saya tidak bisa menjawab.
Begitu. Mudah-mudahan uraian ini bermanfaat bagi Anda.

Aktif Secara Bijak


Ketika seorang sahabat memberi tahu Rasulullah bahwa ia baru saja menikah
dengan seorang janda, Rasulullah Saw. mengatakan, “Mengapa tidak gadis yang ia
dapat bermain denganmu dan engkau bermain dengannya, engkau menggigitnya dan
ia menggigitmu?” (HR. An-Na-sa’i).
Nabi Saw. juga pernah menasehatkan, “Hendaklah kalian kawin dengan gadis
karena ia lebih lembut mulutnya, lebih lengkap rahimnya, tidak berfikir untuk
berbuat serong, dan lebih menerima keadaan.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqi
dari Uwaimir bin Saidah).
Berangkat dari hadis ini, Husein Muhammad Yusuf dalam buku Memilih Jodoh
dan Tata-cara Meminang dalam Islam (GIP, 1995) menerangkan, “Pernikahan
dengan seorang gadis lebih utama dari janda, karena dapat membuat hubungan lebih
erat, hati bersatu, bisa bercanda dan bersenang-senang. Bahkan Rasulullah Saw.
menerangkan kepada para sahabat suatu kenikmatan yang tidak akan dijumpai pada
janda. Kecupan pada lidah, bibir dan ciuman pada mulut istri yang masih gadis
mempunyai kesan dan kenikmatan tersendiri.”
Saling mencandai dan menggoda dengan godaan sayang dapat menambah
keindahan rumah-tangga. Ini bisa kita jumpai pada hadis yang lain lagi. Masih
berkenaan dengan kelebihan menikahi gadis.
Dari Jabir r.a., berkata, “Kami suatu saat bersama Nabi Saw. pada suatu
peperangan. Ketika kami pulang dan sudah dekat dengan Madinah, saya berkata
kepada Rasulullah Saw., “Ya Rasulullah, saya baru jadi pengantin.”
Rasulullah Saw. berkata, “Kamu sudah menikah?”
Saya menjawab, “Benar.”
Beliau Saw. bertanya lagi, “Dengan perawan atau janda?”
Saya menjawab, “Dengan janda.”
Bersabdalah Rasulul Saw., “Kenapa tidak dengan perawan sehingga engkau
bisa bercanda dengannya?”

Kado Pernikahan 211


Dalam riwayat lain, “Kenapa tidak dengan yang muda sehingga engkau bisa
menggodanya dan ia bisa menggodamu?”
Atau bersabda, “... sehingga engkau dapat tertawa dengannya dan ia tertawa
denganmu?”
(Muttafaqun ‘Alaihi).
Hadis-hadis ini antara lain menggambarkan keuntungan menikah dengan gadis
adalah bisa saling menggoda, bercanda, dan bahkan saling menggigit dengan gigitan
mesra. Istri penuh gairah dan menampakkan cinta kasihnya. Inilah yang insya-Allah
dapat mengantarkan kita mencapai kenikmatan surgawi. Sehingga perasaan suami-
istri menjadi hidup dan terbawa ke dalam kehidupan sehari-hari. Dan yang demikian
ini merupakan sifat-sifat bidadari di surga yang dijanjikan Allah Swt.. Mereka adalah
gadis yang sebaya usianya dan penuh cinta kasih. Artinya, mereka penuh kelembutan
dan gairah. Demikian antara lain maknanya sebagaimana dapat kita pahami dari
sebuah hadis Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrany.
Dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha, ia berkata, “Saya berkata, “Ya
Rasulullah, jelaskanlah kepadaku firman Allah tentang bidadari-bidadari yang
bermata jeli.”
Beliau menjawab, “Bidadari yang kulitnya bersih, matanya jeli dan lebar,
rambutnya berkilau seperti sayap burung nazar.”
Saya berkata lagi, “Jelaskanlah kepadaku tentang firman Allah, ‘Laksana
mutiara yang tersimpan baik’.”8
Beliau menjawab, “Kebeningannya seperti kebeningan mutiara di kedalaman
lautan, tidak pernah tersentuh tangan manusia.”
Saya berkata lagi, “Ya Rasulullah, jelaskanlah kepada-ku firman Allah, ‘Di
dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik’”9
Beliau menjawab, “Akhlaknya baik dan wajahnya cantik jelita.”
Saya berkata lagi, “Jelaskanlah kepadaku firman Allah, ‘Seakan-akan mereka
adalah telur (burung onta) yang tersimpan dengan baik’.”10
Beliau menjawab, “Kelembutannya seperti kelembutan kulit yang ada pada
bagian dalam telur dan terlindung kulit telur bagian luar, atau yang biasa disebut
putih telur.”
Saya berkata, “Ya Rasulullah, jelaskanlah kepadaku firman Allah, ‘Penuh cinta
lagi sebaya umurnya’.”11
Beliau menjawab, “Mereka adalah wanita-wanita yang meninggal di dunia pada
usia lanjut, dalam keadaan rabun dan beruban. Itulah yang dijadikan Allah tatkala
mereka sudah tahu, lalu Dia menjadikan mereka sebagai wanita-wanita gadis, penuh
cinta, bergairah, mengasihi dan umurnya sebaya.”

Kado Pernikahan 212


Saya bertanya, “Ya Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah
bidadari yang bermata jeli?”
Beliau menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-
bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang
tidak tampak.”
Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”
Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada
Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera,
kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan,
sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, “Kami hidup
abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu
mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah
bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami
memilikinya.”
Saya berkata, “Ya Rasulullah, salah seorang wanita di antara kami pernah
menikah dengan dua, tiga, atau empat laki-laki lalu dia meninggal dunia. Dia masuk
surga dan mereka pun masuk surga pula. Siapakah di antara laki-laki itu yang akan
menjadi suaminya di surga?”
Beliau menjawab, “Wahai Ummu Salamah, wanita itu disuruh memilih, lalu dia
pun memilih siapa di antara mereka yang akhlaknya paling bagus, lalu dia berkata,
‘Wahai Rabb-ku, sesungguhnya lelaki inilah yang paling baik akhlaknya tatkala
hidup bersamaku di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya’. Wahai Ummu
Salamah, akhlak yang baik itu akan pergi membawa dua kebaikan, dunia dan
akhirat.”12
Ketika menuliskan hadis ini dalam bukunya Taman Orang-orang Jatuh Cinta
dan Memendam Rindu, Ibnu Qayyim melanjutkan dengan pembahasan mengenai
kelebihannya kenikmatan bersetubuh dengan istri yang dinikahi ketika masih perawan
dan belum pernah merasakan persetubuhan sebelumnya. Ini menarik untuk disimak.
Tetapi pembahasan kita sekarang bukanlah mengenai masalah ini.
Masalah yang menjadi perhatian sekarang adalah, aktifnya seorang istri dengan
penuh kelembutan dan perasaan cinta, dapat menjadikan suami lebih bergairah.
Keaktifan merupakan sikap yang disukai oleh Islam. Islam memandang kecintaan
yang penuh sebagai sifat wanita ideal yang ada dalam surga.
“Hendaknya kaum wanita mengetahui bahwasanya tidak ada yang lebih
menyakitkan hati pria yang memiliki perasaan membara dalam pernikahan kecuali
dengan seorang wanita yang “dingin”, yang kurang memberikan reaksi pada
ungkapan perasaan suaminya,” kata Muhammad Utsman Al-Khasyat, “Beberapa
sensus menunjukkan bahwa sikap seperti ini dianggap sebagai faktor pemicu
timbulnya perceraian, rusaknya rumah tangga, serta hancurnya kendali diri.”

Kado Pernikahan 213


“Oleh karena itu,” kata Muhammad Utsman Al-Kha-syat melanjutkan,
“seharusnya setiap wanita yang tulus dan ikhlas memperhatikan kebahagiaan
suaminya agar berusaha keras melaksanakan segala sesuatu guna mewujudkan
keharmonisan seksual yang sempurna bersamanya.”
Keaktifan dan sikap yang penuh kecintaan ketika berjima’ dapat ditunjukkan
dengan kata-kata yang menimbulkan kerinduan, kerjapan mata, maupun ciuman
manja. Istri juga memberikan pijatan romantis di saat-saat berjima’. Sebagian di
antara cara memijat dapat meningkatkan birahi suami.
Wallahu A’lam bishawab. Astaghfirullahal ‘adzim.

Mandi Jinabah Bersama


Menggairahkan suami juga bisa dilakukan dengan mandi jinabah bersama setelah
melakukan jima’. Sehingga kenikmatan selama berjima’, semakin sempurna dengan
kedekatan dan canda di saat sedang mandi bersama.13 Ada kedekatan, ada penunaian
kewajiban agama untuk membersihkan diri dari hadas besar, ada canda, ada
kenikmatan dan ada keindahan di saat saling melihat, memandang dan melayani
hingga berangkat kembali ke kamar tidur bersama-sama. Di saat ini Anda masih bisa
menjalin kemesraan. Barangkali justru semakin mempererat jalinan perasaan di antara
Anda.
Semoga Allah mempersatukan Anda berdua hingga yaumil-akhir. Kalau ada
sebagian orang mengungkapkan, “Tak ada yang dapat memisahkan kita kecuali
kematian.”, maka jika keduanya mencapai pernikahan yang penuh barakah, kedua-
duanya beriman kepada Allah, insya-Allah mereka akan dipersatukan oleh Allah ke
dalam surga-Nya. Sehingga tak ada yang dapat memisahkan mereka, sekalipun itu
kematian (semoga kita termasuk yang demikian).
Mandi bersama insya-Allah akan melengkapi kenikmatan yang masih kurang,
terutama bagi istri, jika sebelumnya belum mencapai kenikmatan yang paling
sempurna. Perasaan dicintai merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi seorang
wanita. Dan tidak ada yang lebih indah kecuali perasaan dicintai oleh orang yang ia
cintai. Tak berbeda dengan kebahagiaan seorang laki-laki ketika ia merasa mendapat
penghormatan dari kekasihnya, istri yang telah dipinangnya dengan kalimat Allah di
waktu yang lalu.
Mandi bersama bagi pengantin yang baru menikah, insya-Allah akan dapat
mempererat cinta kasih antara keduanya. Mereka akan lebih mudah menemukan
keharmonisan (ulfah) dan pertautan hati. Rasa rikuh dan kekakuan akan lebih mudah
mencair. Sehingga keduanya dapat saling menemukan kecocokan dan keselarasan,
termasuk dalam masalah jima’.
Adakalanya istri merasa malu dan risih dengan payudaranya. Karena sekalipun
yang melihat adalah suaminya sendiri yang telah menikahinya secara sah, tetapi

Kado Pernikahan 214


sebelumnya ia adalah orang lain. Ini perlu diatasi dengan baik. Sikap yang tidak tepat
karena suami terburu-buru ingin mereguk kebebasan bersama, justru dapat
menjadikan istri menarik diri secara psikis. Ia tidak merasa dekat.
Jika Anda mendapati istri Anda demikian, padahal Anda ingin lebih dari itu,
nasehat Ruqayyah dapat Anda perhatikan. Kata Ruqayyah, “Ingat juga, jika istri
merasa malu dengan payudaranya, maka ia akan lebih malu terhadap daerah di
sekitar alat kelaminnya. Laki-laki yang mau mengatasi perasaan semacam itu pada
dirinya sendiri, dan perlahan-lahan menghilangkan rasa malu istrinya adalah salah
satu ciri seorang Muslim yang pandai dan berhasil.”
Kalau ia tidak bisa mengatasi rasa malu istrinya, tidak bisa lemah lembut dan
sabar ketika menguak rasa malu istri, maka ia sulit menjumpai pengalaman jima’
yang sempurna. Sulit merasakan kenikmatan surga, meminjam istilah Imam Al-
Ghazali, yang dicicipkan Allah di dunia.
Benarlah kata-kata Ruqayyah ketika menyinggung masalah laki-laki yang
sembarangan dan ceroboh dalam mengatasi rasa malu istri. Kalau para suami
menguak rasa malu istri dengan cara yang menyakitkan perasaan, “Akibatnya, mereka
tidak pernah menikmati pengalaman berhubungan intim dengan wanita yang benar-
benar penuh gairahnya,” kata Ruqayyah. Padahal, ‘Ketika gairah wanita sudah benar-
benar sempurna, ia tak dapat lagi mengendalikan gerakan-gerakannya yang penuh
semangat, yang dikenal sebagai qabd yang terjadi di dalam vagina. Sebagian laki-laki
tak pernah melihat keadaan ini --suatu tragedi yang menyedihkan dan sebenarnya tak
perlu terjadi,”
Menghilangkan rasa malu istri ketika telah membuka pakaian di hadapan suami,
perlu kelembutan dan kearifan.14 Perasaan wanita sangat peka. Jika ia masih sangat
pemalu saat jima’ di malam pertama, maka suami dapat menghilangkan perasaan itu
perlahan-lahan di saat tidak sedang melakukan jima’. Mandi janabah bersama
misalnya. Sehingga istri bisa lebih terbuka dan dapat lebih bersemangat saat
melakukan jima’ pada kesempatan berikutnya.
Alhasil, insya-Allah banyak sekali maslahat yang akan Anda peroleh jika Anda
melaksanakan sunnah mandi janabah bersama, terutama di masa-masa pengantin
baru. Masa awal-awal pengantin baru adalah saat yang penting. Anda dapat
memulainya di malam pertama. Masalahnya, malam pertama ada kalanya tidak
berarti zafaf (pemboyongan) istri ke rumah suami. Malam pertama di masa sekarang
sering berarti kesempatan untuk menikmati jima’ yang pertama kali di rumah mertua.
Jadinya, malu kan sama mertua kalau mau mandi janabah bersama? He hmm.
Tentu saja mandi jinabah bersama bukan hanya untuk pengantin baru. Anda bisa
melakukannya di saat-saat ada kesempatan. Meskipun pernikahan Anda sudah
membuahkan keturunan yang sekarang sudah saatnya menikah. Anda dapat meminta
suami menemani mandi jinabah untuk mempererat jalinan perasaan dan menyegarkan
kembali gairah suami terhadap Anda. Atau --tak harus mandi jinabah-- Anda dapat
memintanya mandi bersama, atau Anda menemaninya di saat sedang mandi, untuk

Kado Pernikahan 215


kemudian melanjutkan dengan jima’. Ini insya-Allah dapat menjadikannya bergairah
ketika Anda membutuhkan, maupun ketika ia ingin sekali meluapkan rasa rindunya
setelah lama berada di perjalanan (selengkapnya baca sub bab Ketika Jima’ Menjadi
Keutamaan).
Menurut riwayat, Rasulullah Saw. biasa mandi bersama istrinya, Aisyah r.a.
Selengkapnya mari kita dengar penuturan Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallahu
'anha sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahih-nya:

Khath Arab

'Aisyah berkata, “Saya mandi bersama-sama dengan Rasulullah Saw. dari satu
bejana. Beliau mendahului saya hingga saya berkata, ‘Tinggalkan saya, tinggalkan
saya’.” Waktu itu keduanya berjanabat. (HR. Muslim).
Di dalam hadis lain, Imam Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan At-Tirmidzi
meriwayatkan:

Khath Arab

Dari Ibnu Abbas; ia berkata, “Salah seorang istri Nabi Saw. mandi dalam sebuah
bejana. Maka datanglah Nabi Saw. untuk berwudhu atau mandi dari bejana itu.
Namun istrinya menegur beliau, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya ini junub.”
Nabi menjawab, “Sesungguhnya air ini tidak ikut memuat janabat.” (HR. Ahmad,
Abu Dawud, An-Nasa’i, dan At-Tirmidzi).
Ummu Salamah juga pernah mengatakan:

Khath Arab

“Aku pernah mandi janabat bersama-sama Rasulullah Saw. dari satu bejana.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Jadi, tak ada halangan syar’i bagi Anda untuk mandi bersama. Baik dalam satu
kamar mandi maupun dalam satu bathtube (jika Anda punya). Semoga Allah
merahmati dan memberi kesempurnaan barakah kepada kita semua. Allahumma
amin.

Kado Pernikahan 216


Kebutuhan Wanita Lebih Bersifat Psikis
Kebutuhan dan kegairahan seks wanita lebih bersifat psikis daripada fisik. Ia
akan merasakan kegairahan dan kerelaan jika ia merasa dicintai oleh orang yang ia
cintai. Laki-laki sedikit berbeda.
Wallahu A’lam bishawab.
Ada hikmah di dalamnya. Ini yang dapat kita pikirkan.

***
Akhirnya, saya juga harus menjelaskan kepada Anda untuk melengkapi
pembahasan kita tentang menggairahkan suami. Selain peran istri yang besar dalam
membangkitkan gairah suaminya dan menjaganya agar tidak surut, suami juga perlu
memperhatikan hal-hal yang dapat menyebabkan hubungan intimnya menjadi
berantakan. Inilah jawaban saya atas pertanyaan yang pernah diajukan kepada saya
oleh seorang ikhwan yang baru menikah tentang ramuan yang dapat membangkitkan
syahwat, sebagaimana telah saya paparkan di muka.
Lebih lanjut marilah bersama-sama memahami soal ini dengan perumpaan
sederhana. Istri Anda di rumah (namanya istri ya di rumah), mungkin pernah
menggoreng kerupuk untuk teman lauk di kala Anda makan. Kalau istri Anda sering
menggoreng kerupuk, dia mesti tahu bedanya menggoreng kerupuk ketika minyak
belum panas, sedang panas, dan ketika terlalu panas karena api yang kelewat besar.
Kalau minyak belum begitu panas, kerupuk sulit mengembang. Sering dalamnya
tidak matang. Selain itu tidak bisa renyah. Lebih repot lagi kalau minyak goreng yang
dipakai kurang bagus, rasanya akan serik, merepotkan tenggorokan. Sedang kalau api
terlalu besar sehingga minyak goreng terlampau panas, kerupuk tidak mau
mengembang. Sebentar saja akan hangus. Padahal dalamnya belum matang.
Sama seperti menggoreng kerupuk, yang terbaik adalah kalau panasnya tepat dan
terkendali. Terlalu dingin, kerupuk tidak matang. Terlalu panas, kerupuk hangus
sebelum matang. Repot, kan?
Alhasil, semuanya ternyata berpulang pada pengendalian diri Anda. Susahnya,
ini yang banyak tidak diketahui orang, termasuk oleh saudara-saudara kita.
Berkenaan dengan pengendalian diri ini, ada satu kisah yang sangat menarik.
Ketika Sayyid Muhammad Al-Baqir menikah, banyak tamu yang datang untuk ikut
berbahagia atas peristiwa mulia ini. Ketika hari sudah malam dan tamu-tamu sudah
pada pulang, Sayyid Al-Baqir bermaksud mendatangi istrinya di kamar pengantin.
Tetapi di sana masih banyak kaum perempuan yang berkumpul, sehingga beliau
malu. Setelah ditunggu agak lama, perempuan-perempuan itu belum juga pergi.
Akhirnya beliau menyelinap ke kamar sebelah. Di sana beliau membaca kitab dan
menelaahnya. Beliau memang seorang 'ulama yang sangat cinta terhadap 'ilmu.

Kado Pernikahan 217


Begitu asyiknya menelaah kitab dan memikirkannya, sampai-sampai beliau tidak
tahu kalau perempuan-perempuan yang berkumpul di kamar pengantin sudah pergi.
Di kamar pengantin istrinya menunggu, tapi suaminya tak kunjung datang. Sementara
Sayyid Muhammad Al-Baqir semakin tenggelam dalam kitab yang dibacanya. Beliau
terus membacanya hingga tersadar hari sudah pagi ketika terdengar adzan Subuh.
Kisah Al-Marhum Sayyid Muhammad Al-Baqir ini memberi kita dua pelajaran
penting. Pertama, kecintaan yang sangat besar kepada 'ilmu, dapat membuat kita
mampu terjaga semalam suntuk untuk membaca, kegiatan yang bagi sebagian orang
sangat membosankan dan monoton. Kedua, soal pengendalian diri yang sangat bagus,
sehingga di malam pertama pernikahan pun dapat menyibukkan diri dengan membaca
kitab secara serius. Kalau tak mempunyai pengendalian diri yang bagus, orang tak
bisa berkonsentrasi di waktu yang sangat menegangkan seperti itu.
Lalu, bagaimana dengan kita?

SAAT-SAAT YANG TEPAT


“Istri yang cerdas,” kata Muhammad Abdul Halim Hamid, “adalah istri yang
dapat memilih saat-saat yang tepat untuk membangkitkan gairah suami dan
menciptakan aktivitas jima’ yang indah.”
“Untuk itu, “ kata Muhammad Abdul Halim Hamid menambahkan, “maka
siapkanlah segala sesuatunya sedemikian rupa, sehingga menambah rasa suka cita
yang lebih dalam.”
Di bagian yang lain, ia juga menulis, “Suami yang cerdas melakukan jima’ pada
waktunya yang pas, sehingga semakin sempurna kenikmatan dan kebahagiaan yang
diraih.”
Sebelum melanjutkan pembicaraan mengenai saat-saat yang tepat untuk
berjima’, ada baiknya kita mengingat kembali peringatan-peringatan Rasulullah
mengenai pentingnya segera memenuhi panggilan suami untuk melakukan jima’.
“Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya,” kata Rasulullah Saw., “tidaklah
seorang laki-laki mengajak istrinya ke tempat tidur, kemudian ia menolaknya kecuali
bahwa yang ada di langit marah kepadanya sehingga suaminya ridha kembali.”
(HR. Muttafaqun ‘Alaihi).
Dari Aththa’ bin Dinar Al-Hadzali berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “Tiga
golongan yang tidak diterima shalatnya, kebaikannya tidak bisa naik ke atas langit
bahkan tidak melewati kepala-kepala mereka, (salah satunya adalah) seorang wanita
yang ketika diajak suaminya di malam hari ia menolaknya.” (HR. Ibnu Huzaimah).
Rasulullah Muhammad al-ma’shum juga menasehatkan:

Kado Pernikahan 218


Khath Arab

Dari Abu Ali Thalaq bin Ali r.a., sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda,
“Apabila seorang suami mengajak istrinya, maka penuhilah segera meskipun ia
sedang berada di dapur.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Hibban).

Hadis-hadis ini menunjukkan pentingnya segera memenuhi gairah syahwat


suami. Jika suami mengajaknya berjima’, sekalipun saat itu ia sedang memasak, maka
memenuhi ajakan suami untuk bercinta di atas tempat tidur lebih utama. Bahkan
melakukan puasa sunnah saja, akan tidak bernilai apa-apa jika suami tidak ridha
lantaran menghambat pemenuhan kebutuhan seksnya. Memenuhi keinginan suami
untuk bersetubuh dalam hal ini lebih mulia daripada melakukan ibadah puasa sunnah.
Sebagian suami memang memiliki dorongan seks yang besar, sehingga ia bisa
melakukan jima’ beberapa kali dalam sehari. Umar ibn Ubaydillah r.a., menurut
riwayat melakukan jima’ tujuh kali di malam pengantinnya ketika menikah dengan
Aisyah binti Thalhah r.a., kemenakan Ummul Mukminin 'Aisyah r.a..15
Pembahasan mengenai saat-saat yang tepat, tidak berkait langsung dengan
kewajiban segera memenuhi keinginan seks suami. Saat-saat yang tepat lebih
berkenaan dengan bagaimana mencapai keindahan, keharmonisan, dan kenikmatan
yang lebih sempurna bagi pasangan dengan berusaha untuk melakukan jima’.
Kenikmatan jima’ yang sempurna akan melapangkan jiwa, menyegarkan pikiran,
meringankan badan, dan memberikan ketenteraman. Sehingga dapat menambah
keharmonisan, menjalin kembali kerukunan jika sempat keruh, dan --salah satu
hikmahnya-- menjadikan suami lebih bersemangat ketika berkiprah di tengah
masyarakat.
Saat-saat yang tepat itu antara lain:

Malam-malam Bahagia
Jima’ dianjurkan dilakukan pada malam-malam bahagia, kata Abdul Halim
Hamid, seperti malam walimah kerabat dan handai tolan.
Suami maupun istri dapat saling mengingatkan pasangannya kepada kenangan
terindah di malam pertama, sehingga membangkitkan kerinduan dan rasa cinta yang
menggelora. Pada saat seperti ini, insya-Allah suami-istri sangat siap melakukan jima’
sehingga mencapai kebahagiaan tersendiri yang tidak setiap saat bisa diraih. Ada yang
lain dalam kebahagiaan kali ini.

Kado Pernikahan 219


Ketika Hati yang Berselisih Rukun Kembali
Kadang-kadang hati manusia tidak jernih. Ia mudah terbakar ketika mendengar
perkataan yang belum jelas kedudukannya, tanpa melakukan tabayyun terlebih dulu
untuk memeriksa kebenaran berita maupun kebenaran interpretasinya.
Kadang-kadang suami-istri mengalami ketegangan, sehingga komunikasi antara
keduanya menjadi beku. Dan ketika menyadari kekhilafan masing-masing, ada
keinginan untuk menghapus kesalahan dan mencairkan kembali kebekuan yang ada di
antara mereka.
Di saat seperti inilah, jima’ sangat baik untuk dilakukan dengan penuh kecintaan.
Jima’ menjadi pertanda penyerahan diri dan kerelaan hati untuk merajut kembali
sulaman cinta kasih berumah tangga. Jima’ menjadi kesempatan untuk menyatakan
ketulusan dan keinginan yang sungguh-sungguh untuk memperbaiki hubungan dan
memaafkan kekurangan-kekurangan pasangannya.

Saat Suami Menghadapi Cobaan


Kadangkala orang harus menghadapi kesulitan di luar rumah. Bisa jadi benturan-
benturan kecil karena adanya gesekan dengan orang lain, termasuk gesekan ideologis.
Bisa kesulitan di tempat kerja.
Di saat seperti ini, istri bisa cepat tanggap. Ia tidak membiarkan suaminya
menahan beban berat sendirian. Ia bisa menghiburnya. Ia memberi perhatian yang
sangat tulus --sesuatu yang begitu berharga bagi orang yang bermasalah. Ia
memberikan kecintaan yang tulus. Ia juga membangkitkan kerinduan suami,
menumbuhkan gairahnya untuk berjima’ dan kemudian melayaninya di atas tempat
tidur dengan gairah dan cinta kasih yang penuh.
Jika suami mampu mencapai kenikmatan yang sempurna karena istri pandai
membangkitkan gairah syahwatnya, ia akan merasakan kelegaan, kelapangan dan
merasa ada yang mendukungnya. Ini merupakan kekuatan psikis yang sangat besar
artinya untuk membuatnya tetap tegar dan kuat.
Jadi, hubungan intim di saat ini tidaklah sekedar pelampiasan kebutuhan
biologis. Ada yang lebih penting dari itu. Perasaan dicintai dan diterima.
Selain itu, ada yang masih bisa dilakukan oleh seorang istri ketika suami
menghadapi masalah. Ketika orang menghadapi beban berat, apakah itu berupa
perasaan bahagia yang teramat sangat ataukah ketegangan dan kesedihan, maka yang
ia butuhkan adalah seorang sahabat yang tulus dan mau mendengarkan dengan baik.
Ia membutuhkan pendengar yang baik; seorang yang mau mendengar sekaligus
menunjukkan perhatian. Dan yang seharusnya bisa demikian adalah istri.

Kado Pernikahan 220


Biarkanlah ia menumpahkan segala bebannya. Dengarkanlah semuanya. Tetapi
tidak pasif. Dengarkan dengan menunjukkan bahwa Anda memperhatikannya. Inilah
yang terpenting.
Anda juga bisa belajar untuk menentukan kapan sebaiknya Anda memberikan
pendapat dan meluruskan hal-hal yang kurang tepat. Kalau ia masih meluap-luap,
sebaiknya Anda menunda dulu sampai ia menumpahkan seluruh beban jiwanya.
Sesudah ia tenang, baru Anda bisa menyampaikan koreksi. Mungkin esok hari atau
ketika ia berbincang santai.

KETIKA JiMA’ MENJADI KEUTAMAAN


Setiap kali suami-istri melakukan jima’, Allah telah memberikan pahala bagi
mereka di surga kelak. Ketika seorang suami menjima’ istrinya, maka baginya
tercatat pahala shadaqah. Kapan saja suami-istri melakukan, sejauh tidak dalam
waktu yang terlarang (misal ketika istri haid), Allah menyediakan kebaikan bagi
mereka.
Di luar itu, ada jima’ yang insya-Allah lebih utama. Keutamaan ini karena Nabi
Saw. memberi anjuran untuk melakukannya. Insya-Allah jika kita melaksanakannya
karena mengharap syafa’at Rasulullah dan ingin memperoleh kemaslahatan yang ada
di dalamnya, Allah akan memberikan barakah dan ridha-Nya atas jima’ yang kita
lakukan hingga kelak kita menemuinya sebagai kemuliaan di akhirat. Allahumma
amin.
Ada dua waktu yang di dalamnya terdapat kemuliaan. Setidaknya, hanya inilah
yang saya ketahui. Pertama, ketika suami pulang dari bepergian jauh, terutama untuk
waktu yang cukup lama. Kedua, ketika suami pulang mendadak karena ia terangsang
birahinya saat berada di luar rumah.

Pertama,
Ketika Pulang dari Bepergian
Pulang dari bepergian jauh merupakan saat-saat mulia untuk melakukan jima’.
Rasulullah Saw. memberi tuntunan bagi suami dan istri mengenai jima’ setelah
pulang dari bepergian jauh, terutama jika perjalanan itu sampai memakan waktu
beberapa hari. Apalagi kalau sampai berminggu-minggu.
Seorang suami hendaknya bersegera mengajak istrinya berjima’ ketika sampai di
rumah. Salah satu hikmah melaksanakan sunnah berjima’ ketika pulang dari
bepergian adalah menghibur hati istri yang selama ditinggal di rumah harus
memendam kerinduan, harus menanggung sepi saat di pembaringan dan gelisah
karena menanti serta memikirkan keselamatan suami di perjalanan. Jima’ setelah

Kado Pernikahan 221


lama tidak bertemu dengan kekasih, insya-Allah akan membawa berbagai
kemaslahatan. Antara lain, ada rasa sayang yang semakin bertambah.
Hikmah lain menyegerakan jima’ setelah bepergian jauh adalah menghilangkan
kekeruhan hati dan mungkin juga syahwat suami, sehingga tak ada tempat lagi untuk
berkembang. Godaan-godaan syahwat dan benih-benih ketidakbaikan akan segera
terkikis ketika memperoleh kehangatan dari istri terkasih. Kehangatan yang berbeda
dengan saat-saat biasa.
Kadang-kadang masalah seperti ini diabaikan karena benih ketidakbaikan itu
begitu kecil. Barangkali tidak kelihatan. Tetapi benih yang kecil itu dapat tumbuh
besar dan menampakkan bentuknya 10 atau 20 tahun mendatang.
Bisa jadi memang tak ada penyakit hati yang sempat menyentuh suami maupun
istri. Tetapi tak ada jaminan bahwa setiap bepergian selalu aman dari penyakit hati,
baik bagi yang bepergian maupun bagi yang ditinggal. Karena itu, segera melakukan
jima’ dengan penuh keinginan setelah pulang, dapat menjadi usaha preventif. Lebih
penting dari itu, jima’ sesudah bepergian jauh merupakan sunnah Rasulullah Saw.. Di
dalamnya pasti ada kebaikan yang sangat besar. Kebaikan dunia maupun kebaikan
akhirat.
Begitu sebagian hikmah jima’ sesudah bepergian jauh. Barangkali itulah
sebabnya --Wallahu A’lam-- maka tugas untuk mempersiapkan jima’ terletak pada
keduanya, baik suami maupun istri. Islam menganjurkan pada seorang istri untuk
berhias ketika menyambut kedatangan suami dan memberi kehangatan seks yang
paling sempurna. Ini dilakukan dengan, antara lain, mencukur rambut kemaluan
(masih ingat hikmahnya, bukan?).
Dalam sebuah hadis dinyatakan:

Khath Arab

Dari Jabir r.a., sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda, “Jika engkau datang
dari bepergian, janganlah kembali kepada istrimu pada malam hari, agar ia dapat
mencukur rambut kemaluannya lebih dulu dan merapikan dandanannya serta
lakukanlah jima’.” (HR. Khamsah kecuali An-Nasa’i).
Agar istri dapat bersiap-siap, suami sebaiknya memberi tahu terlebih dulu
kepulangannya sebelum ia sampai di rumah. Di masa lalu, ini dapat dilakukan dengan
menyuruh orang untuk mengabarkan. Tetapi pada masa sekarang, umumnya sudah
banyak yang memperoleh kemudahan dengan adanya fasilitas telepon.
Sebaiknya, suami juga tidak kembali ke rumah pada malam hari. Pada saat ini
mungkin istri sedang tidak siap. Apalagi jika ia sudah tidur nyenyak, pikirannya bisa

Kado Pernikahan 222


panik. Sehingga tidak bisa memberikan sambutan yang paling hangat. Justru bisa
sebaliknya, istri merasa jengkel.
Selain itu, Anda mungkin juga sangat lelah dan mengantuk di saat itu, sehingga
Anda tidak bisa lama menemani istri. Tidak bisa lama ketika merayu dan mencumbu
sebelum berjima’. Sesudah melakukan jima’, Anda mungkin sudah mengantuk
sehingga tidak sempat lagi untuk memberikan kecupan dan kemesraan kepada istri.
Padahal istri menghendaki masih ada kemesraan sesudah jima’. Tidak langsung
ditinggal tidur suaminya, sementara ia harus menyimpan kecewa.
Tetapi yang demikian ini barangkali tidak selalu bisa kita lakukan. Jika kita bisa
memperkirakan sebelumnya, kita bisa memberi tahu istri kapan kira-kira kita pulang.
Sehingga pada waktu tersebut istri mempersiapkan diri sekedarnya dan
menyempurnakan sesudah suami tiba.
Adapun kalau kita tidak sempat memberi tahu, maka kita bisa menunggu istri
untuk mempersiapkan diri terlebih dulu. Kalau kita terpaksa pulang malam, kita bisa
mengusahakan agar sampai di rumah tidak terlalu malam sehingga ada waktu untuk
mencandai istri. Tetapi jika terpaksa pulang cukup malam (sementara masjid
sekarang biasanya dikunci sehabis Isya’), maka Anda yang lebih tahu bagaimana
sebaiknya.
Istri yang cerdas akan menguak kerinduan suaminya. Ia memberi sambutan
hangat dan membangkitkan syahwat suami. Ia berhias dengan dandanan yang
menyenangkan. Ia memberi kemanjaan yang menggemaskan, tanpa kehilangan
kedewasaannya. Ia menarik minat suaminya dengan perkataan yang menyejukkan dan
kecupan yang penuh kasih-sayang.
“Kecupan yang dilakukan dengan penuh perasaan,” kata Muhammad Utsman Al-
Khasyat dalam buku Muslimah Ideal Di Mata Pria, “memberikan bukti yang tulus
bagi terwujudnya keharmonisan jasmani dan ruhani. Nilainya melebihi ribuan janji.
Selain memberikan tanda keharmonisan jasmani dan ruhani, kecupan juga
menjadikan hubungan seksual semakin mengasyikkan.”
“Pria tidak akan melupakan hal ini ketika melakukan hubungan seksual dengan
istrinya,” kata Al-Khasyat menandaskan, “Ia akan menganggap istrinya sebagai
wanita ideal jika memiliki kemampuan untuk mengekspresikan kerinduan melalui
ungkapan-ungkapan bibir dari kedua belah pihak. Wanita yang mengabaikan dan
tidak mau tahu tentang semuanya itu akan kehilangan pondasi keharmonisan rumah
tangga dan mendapatkan celaan dari semua pria.”
Wallahu A’lam.

Kado Pernikahan 223


Kedua,
Ketika Harus Pulang Mendadak
“Jika salah seorang di antara kamu melihat wanita cantik dan hatinya menjadi
cenderung kepada wanita itu,” kata Rasulullah Saw. menasehatkan, “maka ia harus
pulang dan menemui istrinya dan mendatanginya di tempat tidur supaya ia terhindar
dari pikiran yang kotor.” (HR. Muslim).
Suatu saat suami Anda mungkin akan pulang mendadak karena mengingat pesan
Rasulullah Saw.. Ia pulang tidak seperti biasanya. Baru satu atau dua jam
meninggalkan rumah, ia sudah kembali lagi dan meminta Anda untuk bercinta di
tempat tidur.
Di saat seperti ini, Anda barangkali tidak begitu siap. Mungkin juga Anda tidak
begitu bergairah karena sedang sibuk di dapur. Bau bumbu masak yang tak sedap saja
masih melekat.
Tapi, kesampingkan dulu masalah itu. Saat ini yang lebih utama adalah
menyambutnya dengan memberi pelayanan di atas tempat tidur sebaik-baiknya.
Biarkanlah kepuasan seksnya ia peroleh dari Anda, sehingga pikirannya tidak keruh
mengharapkan yang lain. Berbahagialah kalau suami Anda ternyata harus pulang
mendadak, sekalipun Anda tidak begitu siap, karena ini menandakan ia menjaga
agamanya, kehormatan seksnya, serta kesetiaan cintanya kepada Anda.
Dalam keadaan tertentu, suami juga mungkin tidak sempat mencumbu dan
merayu Anda sehingga Anda benar-benar terangsang ketika akan berjima’. Ia
mungkin melakukannya cuma sebentar sebelum Anda sempat merasakan birahi. Ia
buru-buru bersetubuh tanpa pemanasan yang cukup. Quickie istilahnya.
Maka jika suami ternyata melakukan quickie di saat pulang mendadak,
relakanlah. Insya-Allah masih ada kesempatan untuk jima’ yang lebih indah di lain
waktu. Atau, jika ia masih bergairah, Anda dapat memintanya untuk mengulang jima’
sehingga ia dapat menyempurnakannya untuk Anda. Antarkanlah ia untuk berwudhu.
Kemudian Anda bisa menjalin kemesraan kembali.
O ya, jangan lupa menutup pintu, jendela-jendela, kerai-kerai, dan tirai. Jagalah
agar tidak ada anak yang mendengar.16 Suara orangtua yang berjima’ bisa
mengganggu pikiran anak. Apalagi jika anak sampai melihatnya. Pengalaman primal-
scene (melihat orang berjima’ pada masa kanak-kanak) dapat menimbulkan dampak
yang kurang baik.
Jangan lupa gantungkan dulu gagang telepon. Dering telepon saat berjima’ hanya
akan mengganggu. Biarlah saat ini hanya khusus untuk Anda berdua.
Satu lagi, bagaimana kalau Anda sedang haid? Tak ada halangan untuk melayani
suami. Jika ia harus pulang mendadak, Anda bisa ber-mubasyarah (bermesraan).
Suami boleh memperoleh kenikmatan dari tubuh istrinya, kecuali apa yang ada di
bawah pusar. Selain itu istri bisa membantu suami untuk beristimna’. Mengenai

Kado Pernikahan 224


masalah ini, nanti silakan baca sub judul Padahal Istri Sedang Haid di bab ini juga.
Nggak enak membicarakannya sekarang . . . .

JIMA’ SELAMA HAMIL


Sebagian literatur kesehatan yang membahas masalah kehamilan,
merekomendasikan agar suami-istri tidak melakukan hubungan intim selama trimester
(tiga bulan) pertama. Alasannya, jima’ pada trimester pertama dapat membahayakan
janin yang ada dalam kandungan. Tetapi, rekomendasi ini lemah. Pertama, tidak
banyak suami-istri yang mampu mengetahui kehamilan hingga beberapa minggu.
Mereka mengetahui bahwa istri sudah mengandung ketika kehamilan menginjak usia
8 atau 10 minggu. Selama masa tidak mengetahui, tidak ada hambatan untuk
melakukan hubungan seks. Dan ternyata tidak terjadi apa-apa.
Kedua, sejauh ini saya tidak melihat argumentasi medis yang betul-betul kuat
untuk kehamilan yang normal. Sehingga rekomendasi yang semacam ini tidak
mempunyai kekuatan untuk diikuti.
Kekhawatiran sebagian orang untuk berjima’ dengan istrinya ketika hamil, bukan
masalah baru. Sejak dulu orang sering mencemaskan. Dulu orang-orang Arab juga
tidak berani melakukan hal itu karena khawatir akan menimbulkan mudharat terhadap
anaknya. Kemudian Nabi Saw. menjelaskan kebolehannya. Judamah binti Wahb Al-
Asadiyyah r.a. menceritakan hadis berikut, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
“Sesungguhnya aku hampir saja akan melarang ghilah (menyetubuhi istri yang
sedang menyusui) sebelum aku ingat bahwa orang-orang Rumawi dan Persia biasa
melakukan hal tersebut dan ternyata tidak membahayakan anak-anak mereka.”
Dalam sebuah hadis diriwayatkan:
Seorang laki-laki datang lalu bertanya, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku
ber’azal terhadap istriku.”
Nabi Saw. bertanya, “Mengapa?”
Laki-laki itu menjawab, “Aku kasihan terhadap anaknya.”
Rasulullah Saw. bersabda, “Seandainya hal tersebut membahayakan, maka
niscaya orang-orang Persia dan orang-orang Rumawi tertimpa bahayanya.” (Hadis
ini dan hadis sebelumnya diriwayatkan oleh Imam Muslim).
Alangkah panjangnya penantian jika untuk melakukan jima’ harus menunggu
istri melahirkan. Alangkah lamanya waktu, jika selama merawat kehamilan tak ada
suami yang membelai. Padahal jima’ di saat ini dibolehkan. Suami-istri tidak
terlarang untuk melakukan jima’ meskipun perut sudah membesar.
Masalah ini perlu diketahui agar tidak menimbulkan sikap yang tidak tepat hanya
karena tidak memiliki pengetahuan. Suami-istri perlu memahami agar dapat mencapai

Kado Pernikahan 225


yang terbaik di saat hamil. Semoga dengan demikian, istri tidak merasa tertekan
ketika suami memintanya melayani di tempat tidur saat hamil tujuh bulan. Demikian
juga, semoga suami tetap bisa memberi kehangatan jima’ kepada istrinya yang sedang
mengandung, terutama pada trimester kedua. Sehingga tidak ada keluhan
sebagaimana saya ceritakan di awal bab ini.
Sekali lagi, jima’ ketika istri mengandung bisa tetap dilakukan. Jima’ selama
hamil dan menyusui tidak berbahaya. Seandainya jima’ di waktu ini membahayakan,
bangsa Persia dan Rumawi tentu sudah merasakan akibatnya.

---
“Engkau boleh bersetubuh dari depan
dan boleh juga dari belakang,
tetapi hindari di waktu haid dan dubur.”
(HR Ahmad dan Tirmidzi)
---

Jangan Tinggalkan Istri Anda Kesepian


Istri tetap merasakan kebutuhan jima’ selama hamil. Sehingga menjauhinya
karena khawatir terhadap kondisi kesehatan janin maupun karena kasihan (habis istri
mudah capek), tidaklah tepat. Kalau perasaan kasihan muncul, atau istri memang
mengeluhkan rasa capeknya jika melakukan jima’, maka yang perlu dilakukan adalah
membicarakan dengan terbuka bagaimana melakukan jima’ yang lebih baik dan lebih
menyenangkan bagi keduanya. Ini antara lain dengan mengubah posisi saat berjima’.
Nanti insya-Allah akan kita bicarakan, segera sesudah sub judul ini selesai.
Jima’ pada trimester pertama, istri mungkin masih membutuhkan penyesuaian.
Ini jika istri merasakan kekhawatiran (Anda perlu menghilangkan perasaan itu).
Pada trimester kedua, gairah istri acapkali meningkat. Aliran darah pada
payudara dan pelvis meningkat, sehingga meningkatkan kepekaannya ketika
mendapat rangsangan dari suaminya. Lubrikasi atau pelumasan vagina juga
meningkat dan berlangsung dalam waktu yang lebih cepat (sesuatu yang kadang sulit
bagi seorang laki-laki untuk merangsangnya di saat istri tidak sedang hamil), sehingga
wanita lebih mudah mencapai kenikmatan jima’ yang sempurna. Wanita lebih cepat
terangsang birahinya, sehingga dapat beriringan dengan birahi suami yang biasanya
lebih cepat bangkit daripada istri.
Anda tak perlu terlalu berharap. Tetapi sangat mungkin pada trimester kedua ini
Anda akan mencapai kenikmatan puncak berulang (multi-orgasme). Kenikmatan yang
mungkin jarang Anda peroleh pada jima’-jima’ sebelum hamil.

Kado Pernikahan 226


Produksi estrogen dan steroids juga mengalami kenaikan. Peningkatan produksi
estrogen dan steroids ini menjadikan sebagian wanita merasa erotis. Tak berlebihan
kalau hasrat untuk berjima’ pada trimester kedua ini kerap meningkat. Karena itu,
jangan tinggalkan istri Anda kesepian di saat-saat yang sangat membutuhkan
kehangatan ini.
Hubungan seks pada trimester ketiga membutuhkan kerjasama yang lebih baik,
terutama untuk minggu-minggu terakhir menjelang persalinan. Wanita cenderung
merasakan ketergantungan dan mudah lelah saat berjima’. Kadang wanita merasa
dirinya tidak menarik, sehingga ketika suami sering mengajaknya berjima’, ia merasa
heran, “Lha wong hamil seperti ini kok masih minta.”
Posisi berjima’ yang beragam dapat dicoba pada masa ini. Pembicaraan lebih
lengkap, silakan simak sub bab berikut:

Mengubah Posisi Jima’


Suatu saat Umar bin Khaththab r.a. menyetubuhi vagina istri dari belakang.
Setelah jima’, Umar merasa cemas kalau perbuatan itu merupakan pelanggaran
hukum Allah. Karena itu, Umar cepat-cepat menghadap Rasulullah Saw. dengan
wajah sedih. Kata Umar, “Ya Rasulullah! Celaka aku.”
Nabi bertanya, “Apa yang mencelakakanmu?”
Umar menjawab, “Tadi malam saya mengubah (posisi) pelana saya” --sebagai
ungkapan halus tentang posisi bersetubuh dari belakang. Maka Nabi tidak menjawab
hingga turun ayat (Q.S. 2:223). Beliau lalu berkata kepada Umar, “Engkau boleh
bersetubuh dari depan dan boleh juga dari belakang, tetapi hindari di waktu haid dan
dubur.”
Kisah Umar bin Khaththab ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan At-Tirmidzi.
Pada hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad diceritakan, seorang perempuan
Anshar bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang seorang suami yang menyetubuhi
vagina istrinya melalui jalan belakang. Maka Rasulullah Saw. membacakan ayat:
Istrimu bagaikan ladang-ladang kamu; karena itu, datangilah ladangmu itu
bagaimana saja kamu kehendaki.” (Q.S. Al-Baqarah [2]” 223).
Rasulullah Saw. juga menegaskan, “Dari belakang atau dari depan (tidak apa-
apa), asalkan pada vagina.” (HR. Muslim dan Abu Dawud).
Jadi, Anda boleh melakukan jima’ dengan posisi apapun yang Anda sukai, sejauh
tidak menyetubuhi vagina pada masa haid dan tidak menyetubuhi anus. Mengubah
posisi jima’ dapat menghilangkan kejenuhan dan rasa bosan. Disamping itu,
mengubah posisi jima’ juga akan memberikan nuansa kenikmatan yang berbeda.
Setiap bagian tubuh, terutama tubuh wanita, memiliki kepekaan dan kenikmatan yang
berbeda-beda saat dirangsang.

Kado Pernikahan 227


Jika di malam pertama sebaiknya melakukan jima’ dengan posisi suami di atas
dan istri telentang di bawah karena lebih mudah dilakukan dan lebih besar
kemungkinan untuk menyebabkan kehamilan, maka saat ini (juga tujuh hari pertama)
Anda bisa mencoba berbagai posisi yang bisa memberi kenikmatan pada kedua pihak.
Paling tidak, dapat meringankan istri ketika beban perutnya semakin berat.
Sebelum membicarakan lebih jauh, mari kita ingat kembali firman Allah:

Khath Arab

Istri-istrimu bagaikan ladang-ladang kamu; karena itu, datangilah ladang-


ladang kamu bagaimana saja kamu kehendaki, dan takutlah kepada Allah, dan
ketahuilah sesungguhnya kamu akan bertemu Allah, dan gembirakanlah (Mu-
hammad) orang-orang Mukmin. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 223).
Sekarang, ketika usia kehamilan semakin bertambah, Anda dapat
mempertimbangkan beberapa posisi jima’, antara lain:

Istri Di Atas
Posisi ini berkebalikan dengan biasanya. Kali ini istri yang perlu aktif ketika
melakukan jima’. Istri mengambil posisi di atas setengah jongkok dan suami telentang
di bawahnya. Suami dapat mengimbangi dengan gerakan kakinya.
Pada posisi ini istri insya-Allah lebih mudah meraih kenikmatan puncak. Istri
dapat mengatur waktu untuk penetrasi dengan lebih tenang. Posisi ini juga
memberikan rangsangan pada klitoris (al-badhar), sehingga lebih memungkinkan
memberikan kenikmatan yang lebih pada wanita. Rangsangan pada al-badhar ini
berlanjut karena ketika penetrasi, al-badhar bersentuhan dengan bagian dari apa yang
ada pada suaminya.
Posisi ini dapat dilakukan terutama ketika usia kehamilan belum mencapai
trimester ketiga. Posisi ini juga baik untuk suami yang cepat mencapai inzal.

Suami-Istri Berdampingan
Suami-istri tidur dengan posisi miring. Kemudian suami bisa aktif melaksanakan
jima’, sedang istri membantu. Suami bisa menyesuaikan dengan keadaan istri yang
sedang hamil. Posisi ini lebih ringan bagi wanita yang hamil tua, tidak terlalu
melelahkan. Tetapi bagi suami, pinggangnya mudah sakit. Atas alasan ini penulis
kitab Qurratul 'Uyun menganjurkan untuk tidak melakukan dengan posisi ini.

Kado Pernikahan 228


Sekalipun demikian, Anda dapat mempertimbangkan. Termasuk ketika istri tidak
sedang hamil sehingga bisa lebih aktif.

Duduk Berhadapan
Kalau melakukan dengan posisi duduk berhadapan, sebaiknya istri duduk di atas
pangkuan suami dengan kaki terbuka. Istri lebih aktif daripada suami, sedangkan
suami tidak leluasa. Posisi ini insya-Allah baik bagi wanita yang ingin mencapai
kenikmatan puncak. Apalagi jika suami sedang capek, sementara istri sangat
membutuhkan.

Suami Mendatangi Istri dari Belakang


Cara berjima’ ini cocok bagi wanita yang sedang hamil tua, meskipun tidak
tertutup kemungkinan melakukan di saat lain sebagaimana pernah dilakukan oleh
seorang laki-laki Anshar. Juga ketika nifas belum lama berakhir.
Posisi mendatangi istri dari belakang sedang istri menungging, meringankan
wanita. Ketika persalinan tinggal beberapa minggu lagi, posisi ini cukup baik. Tetapi
wanita relatif tidak mudah mencapai orgasme karena al-badhar jarang mendapat
rangsangan.
Sekalipun demikian, posisi ini dapat memberikan kenikmatan ketika suami
memberikan rabaan pada payudara selama melakukan jima’. Sedangkan mengenai al-
badhar, keduanya dapat memberi perhatian sebelum jima’.
Masalah mendatangi istri dari belakang ini perlu saya jelaskan lebih lanjut agar
tidak disalahpahami. Ketika buku Mencapai Pernikahan Barakah terbit, saya sempat
menerima surat yang mempertanyakan keabsahan pembolehan mendatangi istri dari
belakang sekaligus menanyakan dalilnya. Pertanyaan ini dilontarkan sebab dari
diskusi dengan saudara-saudara seiman, tidak menghasilkan kesimpulan yang
menunjukkan bolehnya mendatangi istri dari belakang.
Munculnya kebingungan atas soal ini sangat wajar. Sebab selama ini banyak
ustadz kita yang menggunakan istilah mendatangi istri dari belakang sebagai
ungkapan halus untuk pengertian menjima' istri pada duburnya. Dan menjima' pada
dubur, tidak diragukan lagi keharamannya. Ada beberapa hadis yang menjadi hujjah
haramnya (sebagian ada yang menghukumi karahah syadidah [sangat tidak
disukai]) menjima' dubur istri. Di antaranya hadis riwayat Imam Ahmad dan At-
Tirmidzi, serta hadis shahih riwayat Imam Muslim dan Imam Abu Dawud. Kedua
hadis ini sekaligus merupakan dalil yang membolehkan mendatangi istri dari
belakang dengan pengertian menjima' vagina istri dengan mendatanginya dari arah
belakang. Selengkapnya tentang kedua hadis ini bisa Anda baca kembali pada sub bab
Mengubah Posisi Jima' di halaman 234.

Kado Pernikahan 229


Jadi sekali lagi, boleh menjima' istri dari belakang asal masuknya pada vagina
(farji), bukan pada dubur. Beda sekali hukumnya antara menjima' vagina istri dari
belakang dengan menjima' dubur (anus). Sangat beda. Tetapi keduanya kadang
diungkapkan oleh sebagian guru-guru kita dengan istilah yang sama, yaitu
mendatangi istri dari belakang.
Saya kira pembahasan masalah mendatangi istri dari belakang cukup sampai di
sini. Semoga bahasan ini berman-faat. Semoga Allah menjaminkan barakah di
dalamnya, serta mengampuni dosa-dosa akibat kekhilafan dalam menjelaskan.

JIMA’ SETELAH PERSALINAN


Setelah istrinya bersalin, suami harus sabar menunggu selama enam minggu jika
ingin melakukan jima’. Sebelum itu, ia tidak bisa melakukan hubungan suami-istri. Di
sinilah kadang ada kesenjangan. Kadang suami sangat berkeinginan, sedangkan istri
masih nifas (disamping kurang minat).
Sekalipun demikian, istri sebaiknya tidak menolak ajakan suami ke tempat tidur.
Suami-istri masih boleh memperoleh berbagai kesenangan selama istri menjalani
masa nifas, sejauh tidak sampai kepada persetubuhan.
Majid Sulaiman Daudin mengingatkan, “Haid bukanlah uzur untuk menolak,
karena itu suami halal mencumbui istrinya yang sedang dalam keadaan haid atau nifas
(bersalin), asalkan tidak melanggar batas antara pusar dan lutut. Yang dimaksud
dengan mencumbui di sini adalah meraba, mengusap, dan mencium. Bersumber dari
Aisyah r.a., ia berkata, ‘Sesungguhnya Rasulullah Saw. menyuruh salah seorang kami
apabila sedang dalam keadaan haid untuk memakai kain, dan beliau mencumbuinya
pada bagian atas kain’.”
Selanjutnya Sulaiman Daudin mengatakan, “Hadis-hadis yang mengharamkan
seorang istri menolak ajakan suami ke tempat tidur menunjukkan bahwa laknat atau
kutukan akan terus menimpanya sampai berakhirnya maksiat dengan terbitnya fajar,
atau sampai dia mau bertaubat, atau dia mau kembali ke tempat tidur. Seorang wanita
yang mengerti akan hak-hak suami-istri akan memenuhi permintaan suaminya apapun
yang sedang dia lakukan, sebab memenuhi ajakan suami adalah lebih baik. Bahkan,
memenuhi permintaan tersebut termasuk salah satu kewajibannya.”
Jika kebutuhan untuk berjima’ sangat mendesak, suami bisa beristimna’ dengan
tangan istrinya. Tentu saja, suami tetap perlu memperhatikan kondisi istrinya. Lebih
jauh tentang istimna’ (masturbasi dengan tangan istri), silakan baca sub judul Padahal
Istri Sedang Haid.
Kelak setelah masa nifas selesai, suami juga perlu menyesuaikan diri kalau
melakukan jima’. Betapa pun keadaan istri saat ini berbeda dengan keadaannya
sebelum hamil. Sehingga untuk melakukan jima’ secara sempurna, perlu bertahap.

Kado Pernikahan 230


Suami hendaknya tidak tergesa-gesa ketika menjima’ istrinya yang baru selesai
nifasnya. Sikap tergesa-gesa dapat menyebabkan istri merasa sakit. Sakit secara fisik
karena liang persenggamaan belum pulih sepenuhnya. Sakit secara psikis karena ia
kurang siap dan belum bisa menikmati cumbuan maupun rangsangan langsung secara
sempurna.
Bau vagina setelah bersalin bisa menjadi masalah yang agak mengganggu proses
hubungan intim. Sebagian literatur yang membahas masalah hubungan suami-istri
setelah bersalin, merekomendasikan untuk menggunakan vaginal-sprays, yaitu
parfum semprot khusus untuk mengharumkan vagina. Tetapi vaginal-sprays ini
mempunyai resiko iritasi vagina, sehingga saya tidak merekomendasikan
penggunaannya ketika membahas masalah ini dalam buku Menjadi Ibu Bagi
Muslimah (MitraPustaka, 1995).
Bau vagina insya-Allah tidak menjadi masalah jika Anda memperhatikan sunnah
ghusl (mandi) ketika bersuci dari haid. Oleskanlah kasturi pada bekas darah di
dinding vagina setelah selesai ghusl. Salah satu kelebihan kasturi adalah baunya yang
wangi-lembut dan tidak mudah hilang karena terkena air. Keharuman kasturi masih
terasa sekalipun dicuci.
Dan dari ‘Aisyah r.a., bahwa seorang wanita Anshar pernah bertanya kepada
Nabi Saw. tentang cara mandi dari haid. Kepada wanita itu beliau Saw. kemudian
menerangkan cara-cara mandi. Beliau kemudian bersabda, “Ambillah sepotong kapas
yang dibasahi minyak kasturi, lalu bersucilah kamu dengannya.”
Wanita itu masih bertanya, “Bagaimana caranya saya bersuci dengan itu?”
Nabi bersabda, “Subhanallah, bersucilah kamu dengannya.”
Maka saya (‘Aisyah) menarik wanita itu ke arahku, lalu berkata, “Usapkanlah
kapas itu mengikuti bekas darah (pada vaginamu).” (HR. Jama’ah selain At-
Tirmidzi).
Begitu.

Padahal Istri Sedang Haid


Berjima’ ketika istri sedang haid termasuk perkara yang dilarang agama. Islam
telah mengharamkan persetubuhan dengan istri yang sedang haid. Apalagi jika
melakukan tidak pada tempat yang lazim untuk berjima’. Sekalipun ada madzhab
yang membolehkan, tetapi kedudukannya juga lebih dekat ke haram dan tetap dengan
catatan untuk memilih tidak melakukan demi kehati-hatian.
Persoalannya, syahwat suami adakalanya sulit untuk diredakan di saat istri
sedang menghadapi halangan syar’i dan kesehatan. Suami terangsang birahinya di
saat haid istri baru memasuki hari pertama. Ini tentu menjadi beban yang berat bagi
suami kalau harus menunggu haid berakhir (yang kadang sampai tujuh hari). Juga
bagi istri jika ia mampu berempati.

Kado Pernikahan 231


Tetapi Islam telah memberikan kemudahan. Ketika hubungan seks dilarang,
Islam memberikan kesempatan kepada suami-istri untuk ber-mubasyarah
(bermesraan). Suami istri tetap boleh saling bercumbu, mencium, dan memeluk
kekasihnya. Suami berhak memperoleh kenikmatan atas apa-apa yang ada pada tubuh
istrinya, sejauh tidak pada vaginanya. Dan istri pun berhak menikmati mubasyarah.
Ketika ditanya tentang apa saja yang boleh dilakukan oleh suami terhadap
istrinya yang sedang haid, Aisyah menjawab:

Khath Arab

Segala sesuatu boleh, kecuali jima’. (HR. Thabrani).


Masruq bin Ajda pernah bertanya kepada Aisyah r.a. tentang apa saja yang
diperkenankan bagi seorang laki-laki terhadap istrinya yang sedang haid. Maka
Aisyah menjawab, “Segala sesuatu selain vagina.”17
Aisyah r.a. berkata, “Nabi Saw. memeluk dan menciumku, padahal saya sedang
haid.” (HR. Ahmad dan Baihaqi).
Dalam riwayat lain di sebutkan:
Dan dari Ikrimah, dari salah seorang istri Nabi Saw. (dikatakan) bahwa apabila
menginginkan sesuatu dari istrinya yang sedang haid, Nabi Saw. menutupkan sesuatu
pada kemaluan istrinya. (HR. Abu Dawud).
Dari Aisyah r.a., ia berkata, “Rasulullah Saw. pernah menyuruh saya berkain
saja, lalu ia menyentuhkan badannya kepada badan saya, padahal saya sedang
haid.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sedang Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadis yang menguatkan hal ini:
Dari Aisyah r.a., ia berkata, “Saya tidur bersama Rasulullah Saw. di atas sebuah
tikar, padahal saya sedang haid, dan di tubuh saya hanya selembar kain.” (HR.
Ahmad).
Seorang suami bahkan boleh membaringkan kepala di antara kedua paha dan
lutut istri untuk memperoleh kemanjaan dan kehangatan. Suami boleh tidur di antara
kedua paha istri yang sedang haid tanpa ditutup kain. Ini bisa kita lihat pada hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud.
Dari Imarah bin Khurab; suatu saat bibinya bercerita kepadanya bahwa ia (bibi
Imarah) pernah bertanya kepada ‘Aisyah r.a., “Salah seorang dari kami (para wanita)
sedang haid, padahal ia dan suaminya tidak mempunyai kain yang dipergunakan
untuk berbaring kecuali satu kain saja (untuk selimut tidur). Maka bagaimana?”
‘Aisyah berkata, “Saya beritahukan kepadamu apa yang pernah diperbuat oleh
Rasulullah. Pada suatu malam, beliau masuk ke rumah, lalu ke tempat sujud beliau.
Beliau tidak berpaling sedikit pun sehingga saya tertidur. Ketika merasa kedinginan,

Kado Pernikahan 232


beliau berkata, ‘Dekatkanlah dirimu kepadaku.’ Maka saya berkata, ‘Sesungguhnya
saya sedang haid.’ Beliau bersabda, ‘Walaupun kamu sedang haid, bukakanlah kedua
pahamu.’
(Kata ‘Aisyah r.a.) Saya lalu membukakan kedua paha saya, sementara beliau
meletakkan pipi dan dadanya di atas paha saya; saya pun menelengkungkan diri
kepada beliau, dan hangatlah beliau dan tidur.” (HR. Abu Dawud).
Selain boleh memperoleh kenikmatan mengusap, mencium dan memeluk ketika
istri sedang haid, suami bisa ber-istimna’ (masturbasi). Tetapi ini dilakukan dengan
tangan istri. Tidak bermasturbasi dengan tangannya sendiri (self-sex).
Dalam Ihya’ ‘Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan masalah ini. Kata
Imam Al-Ghazali, “Dibolehkan pula bagi seorang suami beristimna’ (masturbasi)
dengan tangan istrinya yang sedang dalam keadaan haid. Juga bersenang-senang
dengan bagian tubuh istrinya, di bawah sarung, kecuali melakukan jima’. Demi
mencegah pelanggaran dalam hal ini, hendaknya si istri yang sedang haid
mengenakan kain sarung mulai pinggang sampai ke atas lututnya. Hal ini termasuk
adab (tata krama atau kesopanan).”
Keleluasaan untuk beristimna’ dengan tangan istri ini insya-Allah dapat
mencegah terjadinya keadaan yang tidak baik karena suami sulit membendung
keinginannya. Ikatan suami-istri insya-Allah masih terjaga. Tetapi jika suami
melakukannya sendiri, istri dapat terluka perasaannya. Sehingga dapat merusak ikatan
pernikahan.

***
Alhamdulillah, bab ini telah selesai. Ada beberapa pelajaran yang dapat kita
ambil. Tetapi masih ada beberapa pokok permasalahan yang tidak saya angkat dalam
buku ini. Adab berjima’, misalnya. Sikap ini saya ambil bukan karena memandang
hal tersebut tidak penting, tetapi sudah banyak ulama’ yang menuliskan dan dapat
dibaca secara luas. Anda dapat mempelajarinya.
Sikap ini juga tidak hanya pada pembahasan mengenai jima’. Pada bab-bab yang
lain, sebagaimana saya katakan dalam pendahuluan, ada pokok-pokok bahasan yang
tidak saya angkat. Sekali lagi bukan karena tidak penting. Sebagiannya justru sangat
mendasar untuk diketahui. Untuk itu, silakan merujuk ke sumber-sumber lain yang
telah mengangkatnya dengan baik.
Bab ini telah selesai. Masalah yang kita bicarakan meru-pakan tema penting dan
perlu diketahui oleh ummat Islam untuk mencapai pernikahan Islami yang lebih
berbahagia dan harmonis. Tetapi tidak semua orang berhak membacanya di saat ini.
Kepada Anda saya menitipkan, jagalah bab ini agar tidak terbaca oleh yang belum
berhak. Kecuali jika Anda mendampingi pembahasan sehingga dapat menjaga
penangkapannya sebagaimana pembahasan tentang masalah-masalah seperti ini dapat
dilakukan secara umum melalui forum pengajian kitab setiap Ramadhan di Jombang.

Kado Pernikahan 233


Ada beberapa tempat yang biasa menyelenggarakan pengajian untuk tema semacam
ini di sana dengan didampingi oleh seorang ustadz.
Semoga Allah ‘Azza wa Jalla mengampuni kesalahan-kesalahan saya dalam
membahas masalah ini. Semoga Allah menjadikan barakah apa-apa yang baik dan
haq dalam buku ini. Allahumma amin.

Catatan Kaki:
1. Dikutip dari Taman Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu karya Ibnu
Qoyyim Al-Jauziyyah, Darul Falah, Jakarta, 1417 H.
2. Barangkali, inilah salah satu hikmah disyari’atkannya tinggal bersama istri
selama tujuh hari setelah zafaf, jika istrinya seorang perawan. Dengan demikian
istri bisa mereguk kenikmatan bersama suaminya. Insya-Allah dari sini istri
akan lebih kokoh cintanya. Selain itu, tidak setiap pengantin dapat melakukan
jima’ pada malam pertama. Karena itu, masa tujuh hari pertama memberi
mereka kesempatan untuk menemukan saat-saat bercinta. Baru sesudah tujuh
hari suami membagi masa gilir dengan istri-istri lain.
3. Pemakaian wewangian saat berjima’, sesungguhnya lebih banyak manfaatnya
bagi istri, selain menjadikan suami lebih senang dan bersemangat. Suami insya-
Allah lebih tergerak untuk mencumbu ketika berjima’, sehingga istri
memperoleh kenikmatan. Wallahu A’lam bishawab.
4. Pada masa kekhalifahan Islam, pengadilan juga menangani masalah kewajiban
suami untuk memenuhi kebutuhan seks istri. Seperti pada kasus yang
diberitakan oleh Muhammad bin Ma’an Al-Ghifari. Katanya:
Seorang wanita datang kepada Umar bin Khaththab. Ia berkata, “Wahai Amirul
Mukminin, suamiku berpuasa siang hari dan terus beribadah pada malam hari.
Saya tidak ingin mengganggunya. Ia senantiasa beribadah kepada Allah Swt.”
Maka Umar berkata, “Ya, itulah suamimu, bagus!”
Tetapi wanita tersebut tidak suka jawaban Umar, ia mengulangi ucapannya dan
Umar menjawab dengan jawaban yang sama. Maka Ka’ab Al-Asadi berkata
pada Umar, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya wanita ini mengadu
tentang perlakuan suaminya yang menjauhi dirinya untuk bercumbu.”
Umar kemudian menangani perkara ini. Suami wanita itu akhirnya menyadari
kekhilafannya setelah Umar menengahi masalah yang dialami oleh wanita
tersebut. Begitu contoh yang sempat kita dengar. Dan Umar adalah salah satu
sahabat utama Nabi Saw.

Kado Pernikahan 234


5. Untuk membantu istri memperoleh kenikmatan jima’, paling tidak agar ia tidak
merasa sakit, kadangkala kita bisa memakai pelumas buatan (lubrikasi
artifisial). Ada beberapa jenis pelumas buatan yang bisa dipakai.
6. Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh ad-Dimasyq sebagaimana dikutip
dalam Muslimah Ideal Di Mata Pria karya Muhammad Utsman al-Khasyat
(Pustaka Hidayah, Bandung, 1997).
7. Sebagaimana saya transkrip dari kaset rekaman kuliah beliau di Semarang.
Kepada Ustadz Abdul Hakim Abdats, Afwan wa jazaakumullah khairan
katsiran.
8. Al-Waqi’ah ayat 23.
9. Ar-Rahman ayat 70.
10. Ash-Shaffat ayat 49.
11. Al-Waqi’ah ayat 37.
12. Ibnu Qayyim memberi catatan, Sulaiman bin Abu Karamah (salah satu perawi
hadis ini) menyendiri dalam ri-wayat ini. Abu Hatim menganggapnya dha’if.
Menurut Ibnu Adiy, mayoritas hadis-hadisnya adalah munkar dan saya tidak
melihat orang-orang terdahulu membicarakannya. Kemudian dia menyebutkan
hadis ini dari jalannya, seraya berkata, “Hanya sanad inilah yang diketahui.”
13. Suami-istri perlu memperhatikan bagaimana mereka bercanda ketika bersama-
sama di kamar mandi agar tidak membawa kepada madharat. Pembahasan
tentang ini silakan baca buku Bersikap terhadap Anak (Titian Ilahi Press,
Yogyakarta, 1996) pada bab Awas! Usianya Sudah 10 Tahun.
14. Ingat kembali nasehat Imam Muhammad Al-Baqir maupun Bilal bin Abi
Bardah bahwa sebaik-baik istri adalah yang membuang rasa malunya ketika ia
membuka baju untuk suaminya, dan melekatkan kembali rasa malunya ketika ia
mengenakan pakaian kembali.
15. Periksa Mengantar Remaja Ke Surga karya Ruqayyah Waris Maqsood.
16. Pembahasan selengkapnya bisa Anda baca pada buku Bersikap Terhadap Anak
(Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1996) pada bab Awas! Usianya Sudah 10
Tahun.
17. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi,
Nasa’i, Ibnu Majah, dan Daruquthni.

Kado Pernikahan 235


Bab 14

K eindahan Tak Sekedar


“Itu”

D r. Achmad Tafsir pernah bercerita bahwa orang sering meremehkan


masalah seksual dalam keluarga, padahal banyak krisis keluarga yang
sebetulnya terjadi dikarenakan adanya masalah-masalah seksual yang
tidak diselesaikan. Kedua belah pihak tidak terbuka. Dalam perkembangan waktu
masalah-masalah itu kemudian terakumulasi, dan akhirnya meledak menjadi krisis
keluarga. Ada sikap-sikap ekstrem terhadap seks itu, yang tidak seluruhnya benar.
Begitu Jalaluddin Rakhmat menulis di dalam makalahnya yang kemudian diterbitkan
bersama makalah dari beberapa penulis lain dalam buku Keluarga Muslim dalam
Masyarakat Modern (Remadja Rosdakarya, Bandung, 1993).
Seks dalam keluarga merupakan masalah suci. Islam memberi tempat bagi
manusia untuk menghidupkan aktivitas seks bagi suami-istri. Allah menyediakan
kemuliaan akhirat ketika suami-istri memenuhi kebutuhan seksnya, sekalipun itu
sekedar untuk memperoleh kesenangan dari kekasihnya yang sah. Ketika seorang
suami memandang istrinya, atau istri memandang suami, dengan penuh syahwat
untuk bercumbu atau berjima’, Allah memandang mereka dengan pandangan rahmat.
Alhasil, seorang muslim yang baik juga perlu memahami tuntunan Islam mengenai
seks agar perilaku dan kebutuhan seksnya mempunyai nilai di hadapan Allah.
Sikap ekstrem dalam masalah seks, sebaiknya dihindari. Menyibukkan dalam
zikir sehingga melalaikan kebutuhan seks istrinya, tidak dipandang sebagai kemuliaan
oleh agama. Begitu juga, tidak benar seorang istri menenggelamkan diri dengan
kesibukan ibadah sehingga mengakibatkan kebutuhan seks suami terlantar.

Kado Pernikahan 236


Abu Sa’d menuturkan, Rasulullah Saw. pernah menegur istri Shafwan ibn
Mu’attal karena terlalu banyak beribadah sehingga mengganggu kehidupan
perkawinannya. Wanita itu biasa membaca dua surah yang panjang-panjang dalam
shalat Isya’nya, sehingga membuat suaminya menunggu. Ia juga kerap melakukan
puasa tanpa seizin suaminya, yang membuatnya kelelahan dan menghindari setiap
kesempatan untuk melakukan hubungan intim dengan suaminya di siang hari (karena
hubungan seksual dilarang ketika melakukan ibadah puasa). Rasulullah memberikan
peraturan demi suaminya, kata Ruqayyah Waris Maqsood. Beliau menganjurkan
untuk membatasi bacaannya pada satu surah saja, dan puasa bila diizinkan suaminya.
Hal yang sama juga terjadi ketika Rasulullah Saw. mendengar tentang seseorang
yang suka berkhalwat, yaitu ‘Abdullah ibn ‘Amr. Ia biasa melakukan shalat di
sepanjang malam dan puasa di sepanjang siang. Rasulullah menasehatinya untuk
tidak berlebihan dalam ibadahnya seraya mengatakan, “Matamu mempunyai hak atas
kamu, tamumu mempunyai hak atas kamu, dan istrimu pun mempunyai hak atas
kamu.” (HR Bukhari).
Allah ‘Azza wa Jalla memberikan rahmat bagi suami-istri yang melakukan jima’.
Allah juga memberikan kenikmatan surgawi yang sangat menyenangkan ketika kita
berjima’. Jima’ memberikan kelegaan dan keindahan dalam rumah tangga. Jima’
sangat penting dalam menjaga keharmonisan hubungan suami-istri. Ia bisa
mempererat jalinan perasaan dua orang yang berlainan jenis itu.
Jima’ begitu penting dalam menegakkan kehidupan rumah tangga. Tetapi ada
yang lebih penting dari itu. Manusia membutuhkan ketenangan (sakinah), cinta kasih
dan rahmah. Jima’ hanyalah salah satu wasilah (perantara) untuk mencapai
ketenangan jiwa karena gejolak syahwat dapat disalurkan melalui jalan yang halal dan
dihormati Allah. Karena itu, jima’ secara halal dapat menambah kecintaan suami-istri.
Jima’ hanyalah wasilah. Ketika seseorang melakukan jima’, maka yang paling
penting bukanlah kenikmatan bersetubuh, tetapi ketenangan jiwa, kejernihan hati, dan
kelapangan dada dari beban karena desakan itu bisa disalurkan dengan baik.
Sekalipun demikian, jima’ bukan semata peristiwa biologis. Ia juga merupakan
peristiwa psikis.
Ketika jima’ terhenti hanya sebagai peristiwa biologis, maka yang ia peroleh
hanyalah kenikmatan saat inzal (ejakulasi bagi laki-laki, lubrikasi dan keterangsangan
bagi wanita). Sesudahnya tak ada ketenangan hati dan ketenteraman jiwa saat
menjalani kehidupan bersama dalam rumah tangga, saat mendidik anak, dan saat
memperjuangkan komitmen kehidupan. Atau barangkali hal-hal semacam ini sudah
tidak mengusik hati, karena keresahan jiwa sudah menjadikan mereka sibuk terhadap
kenikmatan-kenikmatan periferal (semu).
Ketika jima’ hanya merupakan peristiwa biologis yang cuma memberi
kenikmatan inzal, sedang mereka tak menemukan kenikmatan lain yang lebih
menyentuh rasa kemanusiaan (jangan bicara yang lebih tinggi dulu), maka hari ini
kita saksikan orang sibuk membicarakan seks, seks, dan seks tanpa beranjak dari pola
pembahasan yang hampir semuanya cenderung menekankan kepada aspek fisik. Lagi-

Kado Pernikahan 237


lagi tidak menyentuh kepada aspek jiwa. Setiap hari orang sibuk berbicara tentang
seks. Media massa memberi porsi yang besar terhadap seks; seks di rumah, seks di
kantor, dan menyegarkan kembali hubungan seks dengan istri (masih untung kalau
begini) melalui perpindahan tempat. Mereka sibuk menawarkan cara, misalnya
suami-istri bepergian ke satu hotel dan melakukan hubungan seks di sana, tanpa
mendengar keceriaan tawa anak-anak yang mengganggu.
Pada saat yang sama, manusia juga disibukkan untuk mempercantik diri.
Sebagian dari mereka disibukkan dengan obsesi untuk melakukan rekayasa
kecantikan demi mempertahankan daya tarik seks mereka di hadapan suami. Kita
pernah membaca di media massa, sebagian di antara mereka melakukan operasi
plastik untuk memancungkan hidung dan memontokkan payudara. Di antaranya
berakhir dengan tragis; hidung yang patah, pembusukan payudara, kerusakan wajah
akibat kosmetik yang berlebihan.
Ini adalah ironi kemanusiaan. Di saat manusia semakin “terdidik”, mereka justru
mengalami kemerosotan dalam kehidupan psikisnya. Mereka terjebak pada aspek
fisik yang sangat zahir, sehingga keelokan rupa yang menjadi perhatian utama (dan
karena itu cepat membosankan). Padahal sesungguhnya, ada yang lebih berarti.
Adakalanya orang aktif secara seksual, tetapi mereka tidak menemukan
kesejukan dalam rumahnya. Rumah berhenti sebagai bangunan yang beratap dan
berpintu. Mereka aktif bertasabbub, istri melahirkan anak hampir setiap dua tahun
sekali (kadang malah tidak sampai dua tahun), anak mereka sampai lebih dari lima
orang, tetapi tak ada kedamaian di rumah. Hubungan antara suami dan istri tidak
akrab, apalagi mesra (kecuali saat berjima’).
Ini berarti, ada yang lebih indah dari jima’. Keindahan di luar jima’ ini memang
bisa semakin menyempurnakan keindahan dan kenikmatan jima’. Tetapi keindahan
itu bukan terletak pada tercapainya inzal saat berjima’. Ada kesenangan hidup dalam
rumah tangga (semoga Allah memberikan kesenangan itu kepada keluarga kita). Dan
kesenangan itu bukan terletak pada kecantikan wajah --yang membuat sebagian orang
merasa cemas dan dilanda ketakutan ketika usia mendekati 40 tahun.
Kata Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, “Allah menjadikan penyebab kesenangan
adalah keberadaan istri. Andaikata penyebab tumbuhnya cinta adalah rupa yang elok,
tentunya yang tidak memiliki keelokan tidak akan dianggap baik sama sekali.
Kadangkala kita mendapatkan orang yang lebih memilih pasangan yang lebih buruk
rupanya, padahal dia juga mengakui keelokan yang lain. Meski begitu tidak ada
kendala apa-apa di dalam hatinya. Karena kecocokan akhlak merupakan sesuatu yang
paling disukai manusia, dengan begitu kita tahu bahwa inilah yang paling penting dari
segala-galanya. Memang bisa saja cinta tumbuh karena sebab-sebab tertentu. Tetapi
cinta itu akan cepat lenyap dengan lenyapnya sebab.”
Keberadaan istri (atau suami) itulah yang lebih indah daripada jima’ atau
memandangi kecantikan wajah istri yang tidak terhalangi oleh bedak tebal. Sekalipun
demikian, seorang istri perlu menjaga suaminya agar tidak tergoda oleh kecantikan

Kado Pernikahan 238


wanita lain. Ini dilakukan dengan dua hal, setidaknya baru ini yang saya ketahui.
Pertama, melayani dengan penuh kehangatan (syukur jika mau mengingatkan suami
tentang hal ini) jika suami harus pulang mendadak karena tergoda oleh kecantikan
wanita di perjalanan. Kedua, tidak menceritakan kecantikan wanita lain seolah-olah
suami melihat sendiri. Apalagi imajinasi sering memberi kesan yang lebih kuat
dibanding melihat secara langsung (selengkapnya baca bab Biarlah Engkau yang
Tercantik Di Hatiku di jendela tiga buku ini).
Anda bisa memberi izin atau bahkan menganjurkan suami untuk matsna
(menikah lagi untuk yang kedua kali) dengan wanita lain secara sah sehingga bisa
menjadi teman untuk berjuang bersama-sama dengan Anda. Tetapi Anda tidak bisa
memberinya izin untuk membayangkan wanita lain. Anda perlu menjaganya
(disamping suami juga perlu menjaga dirinya sendiri).
Di sinilah keunikan agama kita sekaligus menunjukkan kesempurnaannya dalam
mengatur setiap sisi kehidupan kita. Ada wasilah (perantara), ada ghoyah (tujuan).
Kita hendaknya tidak terjebak pada wasilah sehingga melupakan ghoyah. Tetapi kita
juga sebaiknya tidak melupakan wasilah karena memandang ghoyah.1
Maka mudah-mudahan kita bisa mengikhtiarkan agar keberadaan kita
mempunyai makna bagi teman hidup kita. Jika kehadiran kita tidak bisa dirasakan
maknanya oleh teman hidup kita, maka keluarga akan runyam. Akan terasakan
kekeringan atau kegersangan komunikasi dan selanjutnya membuat jiwa merasa lapar
jika terlalu lama berlangsung. Hubungan dalam keluarga terasa beku tanpa
kehangatan. Hubungan dalam keluarga lebih bersifat peran-peran atau tugas-tugas. Ini
dapat menegangkan. Apalagi kalau sampai terjadi keadaan di mana adanya kita lebih
buruk daripada tidak adanya, maka dapat dibayangkan bagaimana suasana dalam
keluarga itu (naudzubillahi min dzalik).
Saya ingin melanjutkan pembahasan mengenai masalah ini. Tetapi sebelum itu,
marilah kita berhenti sejenak untuk memohon barakah kepada Allah Yang Maha
Pengasih atas keluarga kita, pernikahan kita, dan atas diri kita. Mudah-mudahan Allah
mengampuni kekeliruan kita.
Ketika pernikahan kita barakah (ya Allah, barakahilah pernikahan kami dan
ampunilah kesalahannya), maka kehadiran kita sangat berarti bagi teman hidup kita.
Kehadiran Fathimah Az-Zahra bagi suaminya, Sayyidina Ali karamallahu wajhahu
adalah gambaran paling mempesona. Saya sangat terkesan dengan keindahan
pernikahan mereka, sehingga ingin menuliskan sekali lagi komentar Sayyidina Ali
tentang istrinya. Kata Sayyidina Ali, “Ketika aku memandangnya, hilanglah
kesusahan dan kesedihanku.”
Ah, seandainya para istri seperti Fathimatuz Zahra, maka akan lahir kekuatan
yang sangat besar melalui suami dan anak-anak yang dilahirkan. Suami tidak keder
ketika harus menghadapi benturan di luar. Suami menjadi tegar ketika harus
menegakkan kepala di luar rumah. Suami berani menanggung rasa sakit karena ketika
di rumah, ia temukan surga yang memberi kedamaian. Bukan keadaan yang

Kado Pernikahan 239


mencekam karena harus menghadapi tuntutan istri yang tidak pernah puas dengan
rezeki suaminya.
Ya Allah, kami sambat kepada-Mu, penuhilah keluarga kami dengan barakah-
Mu. Jadikanlah istri-istri kami sebagai penyejuk mata. Karuniakanlah kepada kami
keturunan yang menyejukkan mata dan menjadi imam orang yang bertakwa.
Jika jalinan perasaan tumbuh subur di ladang keluarga kita, maka perasaan kita
akan mengharap kehadiran teman hidup kita ketika ia sedang jauh dari kita. Di sinilah
keindahan yang lebih mulia insya-Allah akan terbentuk. Suami-istri akan merasa
bermakna dan mengalami keterpenuhan jiwa kita ia merasa ada yang mencintai dan
merindukannya; ada yang menggelisahkan dirinya kalau sesuatu yang kurang
mengenakkan terjadi.
Jalaluddin Rakhmat memberi gambaran indah dalam khothbahnya. Ia
mengingatkan kedua mempelai dengan uraian singkat. Kata Jalaluddin Rakhmat,
“Dahulu Anda adalah manusia bebas yang boleh pergi sesuka Anda. Tetapi, sejak
pagi ini, bila Anda belum juga pulang setelah larut malam, di rumah Anda ada
seorang wanita yang tidak bisa tidur karena mencemaskan Anda. Kini, bila berhari-
hari Anda tidak pulang tanpa berita, di kamar Anda ada seorang perempuan lembut
yang akan membasahi bantalnya dengan linangan air mata. Dahulu, bila Anda
mendapat musibah, Anda hanya mendapat ucapan “turut berduka cita” dari sahabat-
sahabat Anda. Tetapi kini, seorang istri akan bersedia mengorbankan apa saja agar
Anda meraih kembali kebahagiaan Anda. Anda sekarang mempunyai kekasih yang
diciptakan Allah untuk berbagi suka dan duka dengan Anda.”
Perasaan ada yang menerima, ada yang mencintai dengan tulus, ada yang
memperhatikan dan tidak menginginkan kemarahannya, serta perasaan ada yang
mengharapkannya menjadi baik secara tulus dan ikhlas, jauh lebih indah daripada
kehangatan tubuh dan keharuman pipi saat berjima’. Inilah yang dirindukan manusia
dalam pernikahan.
Saya jadi teringat kepada salah satu nasehat Rasulullah. Dari Anas bin Malik r.a.
berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “Tidakkah kalian mau saya beritahu tentang
wanita ahli surga?” Kami berkata, “Tentu ya Rasulullah.” Rasulullah Saw. bersabda,
“Setiap istri yang wadud (sayang) dan walud (banyak anak). Apabila ia membuat
marah suami atau menyakiti hatinya atau suami marah kepadanya, ia berkata,
‘Inilah tanganku berada di tanganmu. Saya sungguh tidak bisa menikmati tidur dan
istirahat sehingga engkau ridha kembali.”
Ketika suami mendengar perkataan yang tulus dari istrinya, maka kekerasan
hatinya insya-Allah akan luluh. Kemarahannya akan reda dan berganti dengan
perasaan rahmah dan ingin melindungi. Api akan padam ketika berhadapan dengan
air. Tetapi akan berkobar ketika dihembus angin, kecuali ketika apinya masih kecil.

Kado Pernikahan 240


---
Perasaan ada yang menerima,
ada yang mencintai dengan tulus,
ada yang memperhatikan
dan tidak menginginkan kemarahannya,
jauh lebih indah daripada kehangatan saat berjima’.
Inilah yang dirindukan manusia dalam pernikahan.
---

Maka di sinilah kita perlu belajar. Ketika ada yang meluap emosi negatifnya,
salah satu pihak perlu menahan diri. Ia perlu menjadi air. Kalau keduanya tidak ada
yang bersedia untuk berendah hati mendengar kemarahan dan kekesalan
pasangannya, yang terjadi adalah pertengkaran dan perseteruan. Kalau terus berlanjut,
keduanya bisa mengembangkan sikap mempersalahkan teman hidupnya. Dialah yang
harus begini atau begitu.
Sebaliknya, kelapangan hati untuk meredam emosi insya-Allah akan membawa
kepada kebaikan. Kelembutan akan membawa kepada keindahan dan tegaknya sikap
yang seharusnya. Insya-Allah. Kelembutan akan mencairkan hati yang beku dan
melunakkan gunung yang keras. Setelah kemarahan reda, keduanya bisa melakukan
ishlah. Anda bisa mengoreksi secara bijak. Insya-Allah teman hidup Anda akan lebih
mudah menerima. Lebih bisa menyadari jika memang ada kesalahan yang harus
diperbaiki.
Kita mungkin tidak bisa meniru kelapangan hati Rasulullah Saw.. Tetapi ada
baiknya kita mengingat bagaimana reaksi Rasulullah menghadapi kemarahan Aisyah,
istri beliau yang tercinta. Suatu ketika Aisyah pernah marah kepada beliau. Aisyah
berkata, “Engkau ini hanya mengaku-aku saja sebagai Nabi.” Rasulullah yang mulia
hanya tersenyum menghadapi hal itu dengan penuh kesabaran dan keagungan.
Jika suami-istri dapat saling meredakan hati yang bergejolak, maka kehadiran
seorang istri akan lebih bermakna bagi suami. Begitu juga, istri akan merasakan
ketenteraman dan kebahagiaan dengan hadirnya suami di rumah. Sekedar hadir saja.
Tak lebih dari itu. Barangkali hanya untuk duduk-duduk bersama dan bercanda.
Sesuatu yang kelihatan tidak penting dan tidak bermanfaat. Tetapi adakalanya jiwa
kita merindukan saat-saat seperti itu. Anak-anak kadang juga menunggu-nunggu
kesempatan semacam itu. Ketika kebutuhan jiwa itu tak terpenuhi, kadang anak
menderita sakit. Bukan karena ada gangguan fisik, tetapi semata sebagai reaksi
somatis atas kebutuhan jiwanya.
Ah. Kalau berbicara seperti ini saya jadi teringat kepada kehidupan rumah tangga
Rasulullah (kita bisa meniru nggak, ya?). Rasulullah adalah seorang pemimpin besar,
panglima militer yang besar dan sekaligus tokoh panutan masyarakat yang terbesar

Kado Pernikahan 241


sampai zaman ini. Rasulullah juga seorang manusia yang memiliki kesibukan luar
biasa untuk berbagai keperluan, sejak dari melayani masyarakat sampai dengan
mencari ma’isyah (penghidupan keluarga). Tetapi beliau masih sempat bercanda
dengan istri-istrinya dengan canda yang mungkin tidak akan dilakukan oleh seorang
pemimpin tingkat kabupaten.
Pernah Rasulullah mengajak istrinya, Aisyah, untuk berlomba lari dengannya.
Rasulullah kalah. Lain kali Rasulullah kembali mengajak Aisyah berlomba lari dan
Rasulullah memenangkannya sehingga beliau tertawa seraya berkata, “Ini pembalasan
yang dulu.” Begitu Imam Ahmad dan Abu Dawud menceritakan dalam hadisnya.
Kata Muhammad Abdul Halim Hamid, hadis ini shahih.
Rasulullah juga menunjukkan perhatian dan kemesraan kepada Aisyah ketika
meminum. Rasulullah meminum dari gelas yang sama dengan Aisyah dan meminum
di bekas tempat Aisyah meminum. Begitu yang diceritakan Imam Muslim dalam
hadisnya.
Begitu juga ketika mandi bersama, kadang Rasulullah menunjukkan candanya.
Bercanda dengan istri atau suami insya-Allah membawa kepada kebaikan dan
langgengnya perasaan cinta antara keduanya. Agama ini bahkan menilai canda suami-
istri sebagai tindakan di luar dzikrullah yang tidak termasuk kesia-siaan.
Rasulullah Saw. bersabda, “Segala sesuatu selain dzikrullah itu permainan dan
kesia-siaan, kecuali terhadap empat hal; yaitu seorang suami yang mencandai
istrinya, seseorang yang melatih kudanya, seseorang yang berjalan menuju dua
sasaran (dalam permainan panah, termasuk juga dalam berlomba), dan seseorang
yang berlatih renang.” (HR. An-Nasa’i. Shahih, kata Muhammad Abdul Halim
Hamid).
Begitu dekatnya hubungan Rasulullah dengan istrinya, sehingga beliau dapat
mengenali kapan Aisyah marah dan kapan Aisyah ridha hanya dari perbedaan diksi
ketika berbicara kepada Rasulullah. Padahal Aisyah tidak menampak-nampakkan
emosinya.
Ketika rumah diwarnai dengan kehangatan, penerimaan, perhatian, dan kasih-
sayang, maka ia menjadi surga bagi penghuninya. Rumah tidak sekedar bangunan
kokoh dari batu bata dan semen. Rumah memberi arti kedamaian dan keteduhan
psikis. Dan ini lebih indah dari sekedar kenikmatan hubungan seks berhenti sebagai
peristiwa biologis semata-semata. Jika hubungan seks tidak berhenti sebagai peristiwa
biologis semata-semata, ada keindahan yang lebih dari itu.
“Banyak orang yakin bahwa ekspresi yang ada dalam pandangan seseorang
dapat mengungkapkan isi hati seseorang,” kata Ruqayyah, “Pasti, pandangan
kekasih adalah hal yang paling menyenangkan dan menenteramkan. Banyak kaum
istri yang mendambakan pandangan semacam itu, sekalipun mereka sudah menikah
selama bertahun-tahun.”
“Jika Anda tak dapat membuat diri Anda untuk memandang dan memperhatikan
istri Anda,” kata Ruqayyah lebih lanjut, “maka baginya itu adalah tanda bahwa Anda

Kado Pernikahan 242


tak benar-benar mencintainya. Walaupun tidak menyenangkan dan tampak
berlebihan, banyak wanita merasa tersentuh sekali jika seorang laki-laki benar-benar
mengucapkan bahwa ia mencintainya.”
Rasulullah kadang memanggil Aisyah dengan sebutan humaira’ (wanita yang
pipinya bersemu merah). Ini merupakan panggilan mesra seorang suami kepada
istrinya. Bagaimana dengan kita?
Ungkapan cinta merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi seorang istri.
Mungkin Anda benar-benar mencintainya. Meskipun demikian, jika tidak pernah
Anda ungkapkan melalui kata-kata mesra ketika tidak sedang berjima’, cinta itu bisa
terasa hambar baginya. Begitu juga pandangan mata.
Kebutuhan untuk mendengar dan didengarkan merupakan sesuatu yang penting,
termasuk mendengar perkataan cinta suaminya. Manusia mempunyai kebutuhan
untuk itu.
Seorang istri mempunyai kebutuhan untuk didengar perasaannya. Ia butuh ada
orang yang mau menerima ceritanya, tentang kelelahannya, tentang kecemasannya
menunggu Anda, dan isyarat-isyarat yang diberikannya.
Suami adakalanya tidak bisa mendengarkan ungkapan perasaan istri
sebagaimana yang diharapkan. Ketika istri bercerita tentang betapa capeknya ia hari
itu dengan mencuci popok yang bertumpuk dan anaknya yang cerewet (atau cerdas?),
suami segera menanggapinya sebagai persoalan yang perlu segera diselesaikan agar
tidak menjadi masalah. Yang terjadi kemudian, istri justru jengkel. Persoalan ini
terlalu sepele untuk didiskusikan. Yang ia butuhkan adalah kekasih yang mau
mendengarkan. Mendengar inilah yang berharga. Bukan pembahasan mengenai
masalah yang disampaikan.
“Keunikan” istri yang semacam ini kadang membingungkan suami. Padahal,
suami juga mempunyai sikap serupa. Hanya obyeknya yang berbeda. Lihat saja
bagaimana para bapak yang baru selesai menyaksikan siaran langsung sepak bola.
Mereka sibuk membicarakan tendangan pemain dari kesebelasan favoritnya dengan
rekan-rekannya yang juga menyaksikan, semeja lagi. Mereka membicarakan, kalau
mau jujur, bukan untuk memberi informasi karena mereka sudah sama-sama tahu.
Mereka juga tidak mendiskusikan untuk memperoleh pemecahan masalah karena
mereka tidak memiliki kompetensi untuk membicarakan. Mereka membicarakan
pertandingan sepak bola yang baru saja selesai sebagai luapan perasaan yang butuh
disampaikan dan butuh ada yang mau mendengarkan.
Lain istri, lain pula suami. Di tempat kerja, banyak laki-laki yang lebih suka
memecahkan masalahnya seorang diri, dan membicarakan hanya kepada orang-orang
yang sarannya benar-benar ia butuhkan, kata Ruqayyah. Sebagian orang lebih suka
menjauhkan diri untuk sementara waktu dari permasalahan, dan kembali lagi nanti.
Ketika mereka tiba di rumah, kadang-kadang mereka ingin menyepi --dan inilah yang
tidak diketahui dan kurang dihargai oleh banyak istri.

Kado Pernikahan 243


“Sebagian kaum istri kurang pandai menangani kebutuhan suami untuk
mendapatkan kedamaian dan ketenangan,” kata Ruqayyah Waris Maqsood, “Secara
naluriah mereka merasakan ketegangan itu, dan bereaksi dengan mendesak suami
untuk diberitahu semuanya. Mungkin suami merasa malu dan tidak enak bila istri
mengetahui hal tersebut, dan mungkin ia tidak ingin membicarakannya dengan
istrinya. Ia ingin menjaga istrinya dan rumahnya sebagai tempat berlindung dari
semua persoalan. Apalagi menceritakan seluk-beluk masalah itu kepada istri akan
memakan waktu terlalu lama dan ia tidak ingin menyia-nyiakan waktu malamnya.2
Di sinilah kadang timbul persoalan. Apalagi kalau istri membiarkan sikap curiga
tumbuh dalam hatinya. Konflik bisa muncul, meskipun bersifat internal. Istri merasa
suami tidak mencintainya. Istri merasa suami tidak mempercayainya. Padahal
persoalannya adalah pada bagaimana istri menghadapi suaminya. Jika suami
memperoleh dukungan psikis yang menjadikannya menemukan ketenangan, suami
akan dapat menceritakan kepada istri tanpa perasaan terbebani. Sikap Khadijah binti
Khuwailid ketika suaminya pulang dengan wajah pucat sehabis memperoleh wahyu,
barangkali dapat menjadi pelajaran bagi para istri. Selengkapnya bisa Anda baca
sendiri pada buku-buku yang berbicara tentang kehidupan Khadijah r.a., sirah
Nabawiyah, atau tentang keluarga Nabi Saw..
Ketika istri mampu mendampingi dan memberikan perhatian yang ikhlas, maka
suami merasakan kekuatan psikis dan dorongan semangat yang luar biasa. Inilah yang
ada pada diri Khadijah, terutama ketika Rasulullah Saw. berada pada masa-masa sulit.
Karena itu, tidaklah berlebihan jika kedudukan Khadijah di hati Rasulullah tak bisa
digantikan oleh siapa pun, termasuk oleh Aisyah yang usianya jauh lebih muda.
Padahal, ketika itu Khadijah telah lama meninggal dunia.
Muhammad Utsman Al-Khasyat pernah menulis, “Tindakan logis yang
dilakukan oleh setiap wanita yang berpikir cemerlang sewaktu berada di samping
suaminya adalah membantunya dengan kata-kata yang baik, memberikan senyuman
yang memotivasi, dan mendorongnya terus-menerus untuk merealisasikan semua
tujuan yang diharapkan. Setiap keberhasilan yang diraih bukanlah milik sendiri,
melainkan milik mereka berdua.”
Mendengarkan dan didengarkan secara tulus inilah sesuatu yang sangat berharga,
disamping keberadaan istri. Ada saat-saat di mana kita sebenarnya butuh untuk saling
berbicara, apa saja, dengan teman hidup kita. Seperti bercanda dengan istri, yang
terpenting bukanlah isi dari canda itu melainkan kesempatan untuk bercanda itulah
yang membukakan katup-katup hati. Begitu juga dengan berbicara antara suami-istri,
ada saat-saat di mana yang terpenting adalah kesempatan berbicara itu sendiri. Bukan
isi pembicaraannya. Keakraban dan perasaan dicintai ketika berbicara itulah yang
lebih berharga daripada tema-tema yang dibicarakan. Inilah yang disebut healthy
communication climate (suasana komunikasi yang sehat).
Pada masa sekarang, orang kadang membutuhkan waktu khusus untuk pergi
meninggalkan keluarga dan menikmati kebersamaan berdua di tempat yang jauh dari
hiruk pikuk keluarga. Mereka ingin mengulang bulan madunya dengan merencanakan

Kado Pernikahan 244


secara khusus acara yang memungkinkan mereka berbicara apa saja di luar kesibukan
sehari-hari.
Sebenarnya, insya-Allah kita tidak perlu sampai menyediakan waktu khusus
untuk melakukan revitalisasi perkawinan dengan meninggalkan anak-anak di rumah.
Ada waktu-waktu yang jika kita memanfaatkannya, insya-Allah jiwa kita akan
menemukan apa yang dibutuhkan. Hubungan perasaan antara suami dan istri dapat
terjaga. Waktu itu misalnya ba’da Dzuhur.
Tengah hari sehabis shalat Dzuhur, suami-istri bisa menutup pintu kamarnya.
Mungkin ber-qailulah (tidur siang) bersama. Mungkin juga “sekedar” (apa sih yang
sekedar?) untuk berbicara apa saja, tanpa harus ada tema. Mungkin juga sekali waktu
saling merayu dan memberikan pujian yang membesarkan hati. Atau mungkin
bercakap-cakap tanpa kata; saling memperhatikan tanpa banyak mengucapkan kata-
kata karena mata sudah berbicara banyak. Bisa juga mereka melakukan keintiman
fisik tanpa melakukan jima’.
Wallahu A’lam bishawab.
Ada lagi yang insya-Allah lebih indah dari jima’: kepercayaan. Perasaan bahwa
istri atau suami memberikan kepercayaan merupakan sesuatu yang sangat berharga.
Perasaan memiliki kepercayaan terhadap teman hidup, juga sangat berharga. Ketika
rasa percaya itu ada, suami tidak khawatir ketika meninggalkan istrinya di rumah.
Dan ini termasuk salah satu dari tiga kebahagiaan seorang laki-laki.
Rasulullah Saw. bersabda, “Tiga kunci kebahagiaan seorang laki-laki adalah istri
shalihah yang jika dipandang membuatmu semakin sayang dan jika kamu pergi
membuatmu merasa aman, dia bisa menjaga kehormatan dirinya dan hartamu;
kendaraan yang baik yang bisa mengantar kema-na kamu pergi; dan rumah yang
damai yang penuh kasih-sayang. Tiga perkara yang membuatnya sengsara adalah istri
yang tidak membuatmu bahagia jika dipandang dan tidak bisa menjaga lidahnya juga
tidak membuatmu merasa aman jika kamu pergi karena tidak bisa menjaga
kehormatan diri dan hartamu; kendaraan rusak yang jika dipakai hanya membuatmu
lelah namun jika kamu tinggalkan tidak bisa mengantarmu pergi; rumah yang sempit
yang tidak kamu temukan kedamaian di dalamnya.”
Proses menuju pernikahan banyak memberi pengaruh terhadap seberapa jauh
masing-masing memiliki kepercayaan dan merasa mendapatkan kepercayaan dari
orang yang dicintai. Selengkapnya, bisa Anda renungkan kembali bab terdahulu Di
Manakah Wanita-wanita Barakah Itu....
Selain kepercayaan, mendengarkan dan didengarkan, serta perasaan diterima dan
didukung, perhatian dan kelembutan merupakan sesuatu yang berharga. Keintiman
fisik sebagai salah satu bentuk kebersamaan di luar jima’, juga dibutuhkan.
Kedekatan fisik atau mungkin sampai membawa mereka kepada permainan dan
cumbuan, dapat dilakukan misalnya ketika menghabiskan waktu aurat. Pada saat ini
masing-masing bisa beristirahat dengan melepaskan pakaian luar. Selebihnya mereka

Kado Pernikahan 245


bisa saling memandang dan saling menyentuh. Tidak lebih. Kecuali jika Anda
memang ingin melanjutkan ke hubungan seks.
Akhirnya, kata Ruqayyah, sedikit “sentuhan” tambahan sebenarnya dapat
memperlancar hubungan. Rasulullah Saw. bersabda, “Menyuapkan sedikit makanan
ke dalam mulut istri adalah sedekah.” (Bukhari dan Muslim). Ini menunjukkan jenis
kelembutan yang harus hadir dalam keluarga Muslim. Remasan, rangkulan, sentuhan
tangan, cubitan kecil di pipi, hadiah kecil yang menunjukkan Anda mengingat istri
selama bekerja --semua itu merupakan sarana penghantar cinta Anda kepada istri.
Begitu Ruqayyah menjelaskan.
Kelak ketika Allah telah menganugerahkan seorang anak dalam pernikahan kita,
keindahan itu semakin sempurna jika orangtua memiliki misi terhadap anaknya dan
mampu membina hubungan yang serasi dengan anaknya. Tanpa itu, kita bisa
mengalami kebosanan selama berada di rumah. Yuni Nur Kayati, seorang ibu
berputera satu menulis di dalam bukunya Anakku, Dengarlah Ibu Ingin Bicara
tentang masalah ini. Kata Yuni, “Menjalani rutinitas sehari-hari di rumah akan
menjadi suatu yang membosankan jika kita tidak mampu memaknainya. Untuk itu,
kesadaran bahwa ini adalah salah satu bentuk ibadah kepada Allah sangat penting.
Dan kita akan menjalankan dengan perasaan bahagia.”
Demikian.
Keindahan tak sekedar “itu”. Tak sekedar jima’. Mudah-mudahan keindahan ini
ada dalam keluarga kita. Mudah-mudahan Allah membarakahi.
Allahumma amin.

Catatan Kaki:
1. Wasilah dalam konteks ini dapat dipahami sebagai perantara, kenikmatan
perantara untuk tercapai kenikmatan yang lebih besar, cara yang
mengantarkan orang kepada tujuan, sesuatu yang memperantarai atau
menjadi mediator tercapai kenikmatan atau kemaslahatan yang besar.
Ghoyah adalah tujuan, kenikmatan yang lebih prinsipil dan lebih langgeng,
lebih menjamin keharmonisan, sesuatu yang memiliki nilai yang lebih
mendasar, kebahagiaan akhir.
Kecantikan wajah dapat menjadikan orang senang. Ini merupakan wasilah.
Tetapi ini bukan ghoyah. Kecantikan dapat menjadikan hubungan seks lebih
indah dan menyenangkan. Mempercantik diri demi membahagiakan suami
merupakan perbuatan sunnah. Ini dapat menjadikan suami lebih dalam
cintanya. Tetapi istri hendaknya tidak melulu disibukkan dengan berhias.
Demikian juga suami hendaknya tidak hanya menyibukkan perhatian
terhadap kecantikan istrinya. Pada saat yang sama istri harus membentengi

Kado Pernikahan 246


suami dari keterjebakan terhadap kecantikan wanita lain. Begitu
rangkaiannya. Prinsip semacam ini juga kita jumpai dalam masalah-masalah
lain. Secara umum ini dijabarkan melalui prinsip-prinsip fiqih.
2. Baca kembali Saat-saat yang Tepat pada bab sebelumnya.

Kado Pernikahan 247


Bab 15

B iarlah Engkau
yang Tercantik di Hatiku

S etelah menikah, ada amanah untuk saling menjaga pandangan.


Antara lain untuk menjaga pandangan suami sehingga tidak
memandang dengan perasaan yang besar kecuali terhadap istri.
Sehingga ia tidak mengangankan orang lain kecuali istrinya sendiri. Tidak
menginginkan yang lain kecuali istrinya. Tidak ada yang lebih cantik, kecuali
istrinya.
Jadi, Anda para istri, hendaknya berusaha membuat pandangan mata
suami hanya tertuju kepada diri Anda seorang. Tidak ada kesempatan baginya
untuk memandang yang lain, apalagi sampai membayang-bayangkan, apalagi
lebih dari sekadar membayangkan. Mata suami banyak bergantung kepada
wajah Anda. Jika wajah Anda membawa kesejukan, insya-Allah ia tidak akan
tergerak untuk memalingkan pandangan.
Kesejukan wajah, sungguh tidak berhubungan dengan kecantikan. Bagi
seorang yang belum menikah, kecantikan wajah boleh jadi begitu penting atau
bahkan terpenting, sehingga ada yang menikah atas dasar kecantikan wajah.
Akan tetapi seorang yang sudah menikah, atau seorang yang sudah menghayati
sebuah pernikahan, kecantikan wajah terasa demikian tidak pentingnya.
Kecantikan wajah terletak di urutan nomor kesekian. Jauh lebih penting
daripada kecantikan wajah adalah kesejukan wajah Anda ketika suami
memandang.
Alhasil, hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘alaa alihi wasallam
mengenai seorang istri yang apabila dipandang membuat suami semakin

Kado Pernikahan 248


sayang, tidak hanya berlaku bagi mereka yang memiliki kecantikan luar biasa.
Boleh jadi mereka yang menurut penilaian umum sangat tidak cantik, justru
menyimpan keteduhan jiwa yang luar biasa sehingga dapat menghapus
kepenatan psikis dan fisik suami saat datang. Sebaliknya, bisa jadi kecantikan
wajah yang dikenang-kenang dan diangan-angankan sebelum menikah, tampak
demikian membosankan dan melelahkan mata.
Selengkapnya bunyi hadis Nabi Saw. itu berbunyi:
“Tiga kunci kebahagiaan laki-laki adalah istri shalihah yang jika
dipandang membuatmu semakin sayang dan jika kamu pergi membuatmu
merasa aman, dia bisa menjaga kehormatan dirinya dan hartamu; kendaraan
yang baik yang bisa mengantar ke mana kamu pergi; dan rumah yang damai
yang penuh kasih-sayang.
Tiga perkara yang membuatnya sengsara adalah istri yang tidak
membuatmu bahagia jika dipandang dan tidak bisa menjaga lidahnya, juga
tidak membuatmu merasa aman jika kamu pergi karena tidak bisa menjaga
kehormatan diri dan hartamu; kendaraan rusak yang jika dipakai hanya
membuatmu lelah dan jika kamu tinggalkan tidak bisa mengantarmu pergi;
dan rumah yang sempit yang tidak kamu temukan kedamaian di dalamnya.”
---
Kecantikan wajah
terletak di nomor kesekian.
Jauh lebih penting daripada kecantikan wajah
adalah kesejukan wajah Anda
ketika suami memandang.
---
Saya teringat kepada Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah. Dalam bukunya yang
berjudul Taman Orang-orang yang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Ibnu
Qayyim berkata, “Allah menjadikan penyebab kesenangan adalah keberadaan
istri. Andaikan penyebab tumbuhnya cinta adalah rupa yang elok, tentunya
yang tidak memiliki keelokan tidak akan dianggap baik sama sekali.
Kadangkala kita mendapatkan orang yang lebih memilih pasangan yang lebih
buruk rupanya, padahal dia juga mengakui keelokan yang lain. Meski begitu
tidak ada kendala apa-apa di dalam hatinya. Karena kecocokan akhlak
merupakan sesuatu yang paling disukai manusia, dengan begitu kita tahu
bahwa inilah yang paling penting dari segala-galanya. Memang bisa saja cinta
tumbuh karena sebab-sebab tertentu. Tetapi cinta itu akan cepat lenyap dengan
lenyapnya sebab.”
Perkatan Ibnu Qayyim ini berarti, jika Anda menikah dengan seorang
gadis disebabkan oleh tingkah lakunya yang menggemaskan, maka tiga bulan

Kado Pernikahan 249


setelah menikah boleh jadi rumah tangga akan penuh dengan ketegangan
psikis karena di saat nyidam ia tidak menggemaskan lagi. Pembawaannya
kuyu dan lusuh, seperti kain sarung yang tertumpuk di kotak cucian. Apalagi
kalau pembawaannya di masa nyidam itu menyebalkan sekaligus bikin risih.
Kasus pernikahan Christina Onassis adalah contoh yang tepat untuk
memahami penjelasan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah ini. Konon, Christina adalah
perempuan yang memiliki kecantikan luar biasa. Ia juga pandai membawakan
diri di kalangan selebritis, sehingga tidak malu-maluin kalau diajak menghadiri
berbagai pertemuan. Justru di kalangan selebritis, Christina adalah orang yang
sangat dikenal. Sementara itu, untuk soal kekayaan, cukuplah saya kabarkan
kepada Anda bahwa dari mendiang ayahnya saja ia sudah mewarisi kapal
pesiar pribadi, pulau pribadi, danau, sejumlah bangunan, perusahaan real-
estate, pesawat terbang pribadi, deposito milyaran dolar, serta armada kapal (di
luar kapal pesiar pribadi itu). Akan tetapi, pernikahan-pernikahannya selalu
berakhir dengan kekecewaan dan kegetiran. Ia tak menemukan kebahagiaan
dalam pernikahannya. Usahanya untuk menemukan kebahagiaan pernikahan
ini akhirnya ia hentikan dengan bunuh diri di Argentina. Begitu menurut
shahibul hikayat.
Apa artinya? Kecantikan dan kepandaian mempercantik diri tidak dapat
menjamin utuhnya cinta dalam pernikahan. Kita merasa tenteram saat
memandang, lalu perasaan sayang kita kepada istri semakin besar, bukan
karena kecantikan dan kepandaian berhias.
Lalu, apa yang membuat suami merasa semakin dekat ketika
memandangnya sedangkan ia telah bergaul lama? Wallahu A’lam bishawab.
Saya tidak tahu persis bagaimana menjelaskannya, di samping saya juga tidak
tahu persis persoalan ini sampai ke akarnya yang terdalam. Hanya saja, secara
kasar dapat kita pahami bahwa itu bukan terletak pada wajah. Bukan.
Melainkan apa yang memancar dari wajah itu. Hati kita menjadi hidup jika
wajah yang kita pandang memberikan keramahan, memancarkan kerinduan,
dan menebar kehangatan. Hati kita semakin terpaut jika kehadiran kita
diharap-harapkan dan ditunjukkan dengan pancaran wajah yang hidup dan
tidak kaku beku.1 Boleh jadi Anda saat itu sakit, akan tetapi Anda bisa
memancarkan pandangan mata yang menggambarkan bahwa cinta dan
kerinduan Anda tidak sakit; Anda menampakkan melalui pandangan mata
Anda bahwa kehadiran suami sangat berarti.
---
Banyak peristiwa komunikasi
yang lebih bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan jiwa
daripada informasi.
---

Kado Pernikahan 250


Alangkah letihnya suami jika ia bergegas-gegas pulang, diterpa panas
yang menyengat atau hujan yang menyiramkan rasa dingin, tetapi sesampai di
rumah tak ada senyum hangat yang menyambut, tak ada mulut yang bicara,
dan tak ada mata yang membalas pandangan dengan penuh keinginan. Tubuh
yang telah letih akan terasa semakin letih ketika beban psikis yang hendak
ditumpahkan ternyata tidak tertampung karena istri tak tertarik mendengarkan.
Beban psikis boleh jadi berupa problem-problem yang ia jumpai selama
berada di luar rumah, bisa jadi persoalan-persoalan serius yang ia pikirkan
sejak lama, tetapi bisa juga “hanya sekadar” kejadian-kejadian ringan yang
ingin ia ceritakan kepada istri. Kejadian ringan ini mungkin berupa
pengalamannya merasakan semangkuk kecil rujak gobet, mungkin
pertemuannya dengan teman sekolah semasa SD, atau mungkin
kegembiraannya karena tadi menerima surat dari ibunya.
Kisah-kisah yang ingin diceritakan oleh suami barangkali tidak begitu
penting substansinya. Pengalaman-pengalaman itu tidak memiliki isi yang
dapat mempengaruhi jalannya sejarah, misalnya. Katakanlah, apa pentingnya
kisah semangkuk rujak gobet yang pedas bagi kemajuan pendidikan anak-
anak? Tidak ada. Apa pentingnya kisah rujak gobet itu untuk kemajuan
masyarakat? Tidak ada.
Namun demikian, persoalannya bukan pada substansi semata-mata.
Persoalannya lebih kepada bagaimana memperhatikan dan diperhatikan.
Persoalannya lebih kepada bagaimana mendengarkan dan didengarkan. Sebab
setiap kita butuh memperhatikan dan diperhatikan. Sebab setiap kita butuh
mendengarkan dan didengarkan.
Lihatlah orang-orang yang baru usai melihat pertandingan sepak bola
bersama-sama. Kadang-kadang malah duduk bersama-sama dalam satu kursi.
Mereka juga minum dari gelas yang sama ketika sedang menyaksikan
pertandingan. Akan tetapi, begitu pertandingan selesai, mereka saling
bercerita. Kadang malah sambil menggambarkan detail peristiwa, misalnya
peristiwa masuknya gol ke gawang lawan. Padahal mereka sama-sama
menyaksikan. Lalu, apa yang diharapkan dari cerita itu? Apakah mereka
bermaksud ingin memberitahu, ingin menyampaikan informasi kepada
rekannya? Jelas tidak, sebab mereka melihat bersama-sama. Apakah mereka
mendiskusikan sepak bola demi meningkatkan mutu persepakbolaan Indonesia
di masa mendatang? Juga tidak. Banyak di antara mereka yang tidak memiliki
ilmu persepakbolaan, sehingga pembicaraan mereka tidak mencukupi untuk
merumuskan strategi persepakbolaan yang bisa berkelit dari praktek sepak bola
gajah. Apakah mereka hendak melakukan renungan bersama mengenai
pelajaran yang bisa diambil dari sebuah pertandingan sepak bola? Lagi-lagi
tidak. Lalu apa, kalau semua kemungkinan di atas tidak tepat? Kebutuhan
untuk mendengar dan didengarkan; kebutuhan untuk mengungkpkan apa yang
menarik dan mengesankan kepada orang yang tepat, sekalipun sama-sama
sudah tahu.

Kado Pernikahan 251


Banyak komunikasi sehari-hari ytang dimaksudkan untuk berbagi cerita
dan kebahagiaan. Peristiwa-peristiwa menarik biasanya cenderung mendorong
kita untuk menceritakan tidak hanya satu kali kepada satu orang. Padahal
dalam kesempatan lain, kadang bukan sekadar sebagai dorongan naluriah,
melainkan telah melalui proses pemikiran, menceritakan satu episode cerita
beberapa kali kepada orang lain. Ini terutama ketika kita menganggapnya ada
yang perlu diambil pelajaran dalam cerita tersebut.
Singkat cerita, banyak peristiwa komunikasi yang lebih bersifat
pemenuhan kebutuhan jiwa daripada untuk memperoleh informasi. Di sisi lain,
seringkali kita butuh mendengar sesuatu dua-tiga kali untuk bisa menyadari
makna pentingnya. Kadang kita diingatkan atau diberi cerita tentang sesuatu
tanpa bisa mengambil pelajaran apa-apa, akan tetapi ketika mendengar untuk
yang keempat kali kita merasa mendapatkan pelajaran yang sangat berharga.
Namun demikian, alangkah seringnya kita takabbur. Kita mementahkan
orang yang menceritakan sesuatu lebih dari satu kali. Kita takabbur terhadap
diri sendiri (’ujub) sehingga memastikan diri kita bisa mengingat dengan jelas
satu cerita yang pernah sampai kepada kita; kita juga takabbur terhadap orang
lain sehingga menganggap tidak perlu mendengarkan cerita yang disampaikan
dua kali. Padahal banyak peristiwa komunikasi yang memerlukan perulangan
cerita untuk bisa mengkomunikasikan suatu perkara dengan baik.
Bentuk tindakan mementahkan pembicaraan orang yang menceritakan
suatu kejadian lebih dari satu kali, misalnya bertanya, “Kamu itu mengalami
itu berapa kali?”
“Satu kali.” Jawaban ini diberikan sudah dengan menyimpan kekecewaan
psikologis. Besar-kecilnya tingkat kekecewaan bergantung kepada seberapa
besar nilai cerita itu untuk diungkapkan kepada Anda. Kekecewaan ini
semakin besar ketika Anda menukas dengan perkataan, “Satu kali? Kok kamu
menceritakannya berkali-kali?”
Komunikasi semacam ini mudah memancing konflik, lebih-lebih jika
terjadi antara suami-istri. Istri atau suami yang pernah merasakan kekecewaan
yang teramat sangat karena pembicaraannya dimentahkan dengan cara seperti
itu dapat mencari kesempatan untuk mementahkan pasangan hidupnya.
Masalah bisa timbul. Misalnya dalam kesempatan membahas suatu peristiwa,
suami tidak ingat cerita yang pernah dikemukakan istrinya. Ketika ia bertanya,
istrinya menukas, “Apakah harus diceritakan lagi? Saya sudah pernah cerita
dan berita tidak ada yang diulang, kecuali kalau terjadi berkali-kali. Masak
nggak ingat?”
Kalau sudah demikian, pertengkaran bisa meledak. Kalau sudah
demikian, kita bisa jatuh dalam komunikasi kursif (lebih lanjut tentang
komunikasi kursif, silakan baca di bab berikutnya Komunikasi Suami Istri).
Kalau sudah demikian, wajah kita terasa sangat menjengkelkan bagi pasangan
hidup kita. Kalau sudah demikian, engkau bukan yang tercantik di hati suami.

Kado Pernikahan 252


---
Sambutan ketika suami datang banyak memegang peranan. Lebih-lebih
sambutan ketika suami harus pulang mendadak karena ada yang membuatnya
tergoda di tengah perjalanan. Padahal boleh jadi Anda tidak tahu persis
apakah saat ini ia pulang karena tergoda di jalan ataukah karena sudah saatnya
pulang. Artinya, sambutan hangat sebaiknya diberikan setiap saat.
Memberi sambutan hangat bukan berarti mesti menyelenggarakan acara
yang “gegap-gempita”, misalnya dengan segera memeluk suami tercinta atau
membawakan tasnya. Yang terpenting bagi suami bukan itu. Yang terpenting
bagi suami adalah kabar bahwa istrinya baik-baik saja (sekalipun tidak
dinyatakan secara lisan) atau ada pertanyaan-pertanyaan dan cerita-cerita istri.
Yang juga penting bagi suami adalah bahwa kedatangannya diharapkan istri.
Ini ditunjukkan dengan tidak ada rasa engan memberi senyuman dan
keringanan hati untuk menanggapi pembicaraan suami, meskipun boleh jadi si
istri tidak banyak bicara.
Pada saat-saat tertentu, tidak ada yang lebih diharapkan oleh suami selain
sambutan hangat dan sikap yang menenteramkan dari seorang istri. Seperti
Muhammad yang mencari Khadijah untuk diselimuti sebelum akhirnya
bertandang ke Waraqah bin Naufal, kita kadang pulang dengan harapan segera
disambut istri dengan penuh kehangatan. Pada saat seperti ini, kita mencari
tangan yang dengan penuh perhatian mengusap peluh-peluh kecemasan kita.
Kita tidak siap untuk bercerita sekalipun untuk peristiwa yang paling ringan.
Kita hanya butuh dipahami dan ditenangkan dulu. Nanti setelah hati cukup
siap, suami bisa bercerita banyak tentang apa yang dialami.
Meskipun begitu, jangan terburu-buru mengharap cerita dulu. Adakalanya
suami tidak segera “mampu” menceritakan gejolak hatinya. Ia hanya mampu
mengungkapkan kerisauannya yang paling kuat. Oleh sebab itu, tunggulah
sampai memungkinkan baginya untuk bercerita sebelum Anda menanyakan
apa saja yang terjadi.
Kadang persoalan muncul karena istri mengharapkan suaminya segera
bercerita tentang apa saja yang dia alami selama berada di luar rumah,
sementara suami bergegas-gegas pulang agar segera mendengar apa saja yang
berlangsung di rumah selama ia tidak ada. Persoalan menjadi rumit ketika istri
“menuntut” suami untuk segera bercerita banyak, dan ketika suami tidak
segera bercerita, ia menjadi muram. Padahal ini menjadikan suami justru tidak
bisa bercerita, sekalipun saat itu ia sudah sangat ingin bercerita. Apalagi kalau
saat itu kondisi suami justru membutuhkan “pengertian” dan penenangan.
Persoalan akan lebih runyam lagi sehingga menyebabkan pertengkaran
terbuka di saat suami justru membutuhkan kasih sayang dan kehangatan istri,
Jika istri menuntut suaminya untuk bercerita sekaligus menaruh prasangka
buruk atas sikap suaminya yang tidak segera bercerita. Dalam situasi seperti
ini, keadaan justru jadi serba tidak enak. Kalaupun akhirnya suami bercerita,

Kado Pernikahan 253


itu tidak akan mengubah apa-apa. Istri mendengar tidak dengan kelegaan dan
kepercayaan penuh, dan suami pun --sebagai konsekuensi logis-- tidak bisa
bercerita dengan hati lapang. Ujung-ujungnya akan timbul kecurigaan dan
perasaan tidak puas terhadap pasangan hidupnya. Jika tidak diredakan, hal ini
dapat menjadi sebab terjadinya keretakan rumah tangga yang parah.
Na’udzubillahi min dzalik.
Menjalin hubungan suami-istri yang saling pengertian dan penuh
perhatian memang membutuhkan usaha dan cara-cara yang tepat. Hubungan
suami-istri merupakan cermin bahwa dua orang atau lebih yang mempunyai
kehendak searah, yang sama-sama menginginkan kebaikan dan keindahan,
yang sama-sama menginginkan kemuliaan dan keselamatan (dunia-akhirat)
bisa mengalami perselisihan karena adanya kesalahan dalam komunikasi dan
menempatkan sikap. Jika masing-masing bersikukuh dengan persepsinya,
kebaikan bisa jadi akan segera lari menjauhi mereka. Alhasil, apa yang mereka
usahakan bersama-sama harus kandas bukan karena keduanya tidak memiliki
komitmen yang sama, melainkan lebih dikarenakan tidak adanya komunikasi
yang baik dan penempatan sikap yang tepat.
Mendidik anak juga demikian. Boleh jadi anak ingin melakukan sesuatu
yang baik. Akan tetapi karena tidak tahu bagaimana cara mencapainya, ia
melakukan dengan cara yang salah. Boleh jadi Anda sebagai orangtua tidak
menanyainya lebih dulu dan hanya memberi cap (judgement) bahwa ia nakal
dan bandel. Ini membuat anak berontak. Alhasil, iktikad anak untuk
melakukan perbuatan-perbuatan bajik harus kandas hanya karena orangtuanya
tidak mau mencoba memahami jalan pikiran anak.
Jika dalam menjalin hubungan suami-istri sulit untuk duduk bersama
meluruskan persepsi dengan lapang dada, maka sulit untuk melakukan hal
semacam ini terhadap anak. Suami-istri sudah memiliki pengalaman hidup,
ilmu, dan kedewasaan. Anak belum memiliki itu semua. Padahal kesemuanya
merupakan bekal penting untuk bisa mendudukkan persepsi masing-masing
pada tempatnya.
Akhirnya, persoalan mendidik anak ternyata banyak berhubungan dengan
bagaimana kita membina hubungan suami-istri. Banyak persoalan pendidikan
anak yang tidak berhubungan langsung dengan proses mendidik anak, namun
lebih kepada bagaimana kita menjalin suami-istri, bagaimana kita menjalin
hubungan dengan orang lain, tetangga, tukang becak, sopir, sampai dengan
pengemis. Dan yang terakhir ini, seingat saya belum pernah dibahas dalam
seminar-seminar, buku-buku, atau berbagai kesempatan lain. Perkara semacam
ini sering dianggap tidak penting karena “tidak memiliki pijakan ilmiah”,
kecuali oleh kiai-kiai di pesantren-pesantren kecil yang tersembunyi
tempatnya.
Sungguh, perkara-perkara itu memiliki pijakan ilmiah yang kuat jika kita
mau berpikir dengan sungguh-sungguh, dengan hati yang jernih dan bekal

Kado Pernikahan 254


yang memadai. Repotnya, kita umumnya tidak dituntut untuk memiliki
kematangan sebagai syarat “lulus” atas ilmu yang kita pelajari.
Ah, kok ngelantur sampai ke sana.

Engkau yang Tercantik di Hatiku


Dari pembicaraan kita semenjak awal bab ini, kita mendapati bahwa
kecantikan tak dapat menjamin bahwa yang tercantik di hati suami adalah istri
semata. Ada yang lebih penting daripada sekadar kecantikan, yaitu keramahan,
kehangatan, dan rasa cinta yang tulus. Ada yang bisa menyuburkan perasaan,
yaitu perhatian dan penerimaan yang tulus terhadap kekasih. Ada yang bisa
memperindah, yaitu canda yang menyenangkan. Rasulullah Saw. pernah kejar-
kejaran --lomba lari-- dengan istrinya, ‘Aisyah radhiyallahu’anha. Sampai
sekarang, saya tidak pernah mendengar ada orang yang kejar-kejaran dengan
istri untuk bercanda, sehingga istrinya sangat terkesan dan menaruh rasa cinta
yang sangat dalam. Sebaliknya, yang pernah saya dengar adalah istri yang lari
ketakutan karena dikejar-kejar oleh suaminya yang sedang marah.
Jika ‘Aisyah hanya mampu menangis dan berkata, “Ah, semua
perilakunya mengesankan bagiku (kana kullu amrihi ajaba)” saat ditanya
tentang perilaku Rasulullah yang peling mengensankan; maka saya ragu
apakah istri yang lari ketakutan karena dikejar-kejar oleh suaminya akan
berkata seperti itu ketika suaminya telah meninggal.
Singkat cerita, bukan wajah yang membuat suami terkesan sehingga yang
tercantik di hatinya adalah istrinya semata, melainkan apa yang memancar dari
wajah itulah yang paling mempengaruhi perasaan suami.
Sekalipun demikian, Anda tidak bisa meninggalkan masalah merawat
kecantikan dan berhias untuk suami tercinta. Dalam hal ini yang terpenting
adalah menunjukkan iktikad untuk memberikan yang terbaik bagi suami,
bukan pada kesempurnaan Anda berhias. Berhias dengan sempurna tetapi
suami merasa bahwa istri tak pernah berhias untuknya, maka apa yang Anda
lakukan tidak mempunyai nilai apa-apa. Sebaliknya, sesederhana apa pun
engkau berhias, jika suami merasa apa yang engkau lakukan itu disebabkan
oleh cintamu kepada suami, maka tak ada yang lebih cantik di hatinya kecuali
engkau.
Yang menjadi pertanyaan kemudian, kapan seorang suami merasa bahwa
istrinya berhias untuk suami, kapan suami memandang istrinya berhias untuk
orang lain di sepanjang jalan atau majelis-majelis, serta kapan suami
memandang istrinya berhias untuk kepuasan diri sendiri saja? Wallahu A’lam
bishawab. Saya tidak tahu. Silakan Anda bertanya kepada diri Anda sendiri
ketika sedang berhias: apakah Anda berhias demi menjaga pandangan suami
ataukah Anda berhias semata karena itu telah menjadi kebiasaan Anda ataukah
karena yang lainya lagi…(yang saya tidak tahu apa itu)? Kalau Anda bisa

Kado Pernikahan 255


menjawab pertanyaan ini dengan jernih, insya-Allah juga bisa menjawab
pertanyaan sebelumnya. Anda bisa memahami kapan suami merasa Anda
berhias sama sekali bukan untuknya. Sama sekali.
Alhasil, di samping mengetahui saat tepat untuk berhias, Anda juga perlu
mengetahui apa yang dapat merawat perasaan suami kepada Anda.
Termasuk dalam kategori merawat adalah menjaga lisan untuk tidak
menceritakan kecantikan wanita lain sehingga suami seolah-olah
memandangnya sendiri. Meskipun kecantikan bukan segala-galanya, namun
orang mudah dipengaruhi oleh kesan-kesan visual. Orang mudah terpengaruh
oleh keindahan pandangan dan suara. Orang mudah terpengaruh oleh kesan
sekilas, sehingga banyak peristiwa serong terjadi hanya karena suami terkesan
oleh perhatian yang “tulus” dari rekan sekerjanya karena sering mengingatkan,
“Maaf, Pak…. Itu krah bajunya kurang pas.” Setelah mereka menikah, suami
mendapati rekan sekerja yang sekarang menjadi istrinya itu sama saja dengan
istrinya yang terdahulu.
Kembali ke soal larangan menceritakan kecantikan wanita lain. Sebelum
beranjak lebih jauh, mari kita temui Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam
bukunya Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu. Menurut
Ibnu Qayyim, ada tiga pendorong cinta yang datang dari diri orang yang
dicintai. Salah satunya adalah, “Pandangan dengan menggunakan mata atau
hati, jika boleh diistilahkan begitu. Betapa banyak laki-laki yang mencintai
wanita, hanya karena mendengar ciri-ciri wanita itu dan belum pernah
melihatnya. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang
seorang wanita memberitahukan sifat-sifat wanita lain di hadapan suaminya,
hingga seakan-akan suaminya melihat wanita itu.”2
Dalam bahasa kita sekarang, pandangan dengan hati sebagaimana yang
dimaksudkan oleh Ibnu Qayyim barangkali adalah fantasi atau imajinasi.
Secara sederhana, bayangan yang kita ciptakan mendorong perasaan kita untuk
menyukai, merindukan, memiliki, membenci --meskipun kita sama sekali
belum pernah melihat secara langsung. Jika ini terus berlangsung, maka ada
beberapa keadaan yang mungkin terjadi. Tetapi kali ini, cukuplah dua di antara
berbagai kemungkinan itu saja yang kita bahas di sinsi.
Pertama, suami akan membanding-bandingkan istrinya dengan
kecantikan yang dibayangkannya berdasar cerita istrinya. Membandingkan
istri dengan fantasi akan selalu berakhir dengan kenyataan bahwa istri sangat
jauh dari yang diharapkan, berbeda sekali dengan yang diangan-angankan
suami. Ini memicu kekecewaan dan ketidakpuasan perkawinan. Sehingga
secantik apa pun istri berhias, ia tidak akan pernah menjadi yang tercantik di
hati suami.
Kedua, jika fantasinya semakin kuat sehingga perasaannya terhadap
wanita yang diceritakan oleh istri semakin besar, maka perasaan yang meluap-
luap itu tidak bisa tidak akan mendorongnya untuk bertindak. Keinginan yang

Kado Pernikahan 256


besar terhadap wanita yang diceritakan oleh istri inilah yang dapat membuka
pintu fitnah. Bahkan seandainya pun suami sempat bertemu dengan wanita
yang diceritakan dan ternyata secara objektif jauh dari yang digambarkan oleh
istrinya, ia tetap memiliki harapan positif terhadap wanita tersebut.
Apa ini artinya? Silakan Anda renungkan sendiri dengan jernih.
Yang juga termasuk merawat perasaan suami adalah memberi sambutan
hangat di saat ia harus pulang mendadak karena hatinya tergoda oleh
kecantikan wanita lain di perjalanan. Barangkali sudah tiga atau empat kali
saya menyampaikan kepada Anda tentang masalah ini di sepanjang buku Kado
Pernikahan untuk Istriku ini. Meskipun demikian, saya masih harus
menjelaskannya lagi dari sisi lain, mengingat pentingnya soal meredakan
gejolak suami karena ketertarikan terhadap apa yang dilihatnya. Sebelum
membahas lebih lanjut, mari kita perhatikan sekali lagi hadis Nabi tentang
perkara ini.
Dari Jabir r.a. berkata, Rasullullah Saw. Bersabda, “Seorang wanita itu
datang dalam bentuk syaithan, maka ketika salah seorang dari kalian melihat
wanita yang memikatnya, segeralah mendatangi istrinya, karena itu bisa
meredam gejolak yang ada dalam dirinya.” (HR. Muslim)
Ketika suami harus pulang mendadak ingin menjaga syahwatnya, maka
hendaknya istri memberi sambutan dengan sebaik-baiknya sehingga
persetubuhan yang dilakukan itu berakhir dengan mengesankan. Bukan justru
meninggalkan kekecewaan, sehingga gejolaknya semakin meluap-luap. Istri
yang sangat bergairah akan dapat meredakan gejolak suami yang sedang
memuncak.
Masalah yang kemudian bisa terjadi adalah, di saat sedang penuh gairah,
suami boleh jadi tidak mampu lagi menahan dirinya untuk bersegera
melakukan hubungan seks. Ia terlalu panas untuk menunggu. Pada saat seperti
ini boleh jadi suami akan terdorong untuk melakukan quickie (hubungan seks
kilat) sebagaimana telah saya jelaskan pada bab Keindahan Suami Istri.
Karena itu ia perlu disambut dengan penuh gairah dan rasa cinta yang
membakar.
Persoalan bisa muncul karena satu di antara dua hal ini. Pertama, istri
memandang remeh karena tak mampu berempati. Seorang akhwat pernah
bertanya, “Laki-laki itu kok aneh, sih. Lihat pisau berkilat saja bisa
membangkitkan syahwat.” Gejolak suami diremehkan karena istri
memandangnya berdasarkan dinamika syahwatnya sendiri. Karena istri tidak
empatik, ia tidak memberi pelayanan dengan gairah yang hangat. Akibatnya,
suami merasakan kekecewaan yang berat, meskipun ia dilayani istrinya di
tempat tidur.
Kedua, istri tidak memberi sambutan yang hangat dan penuh gairah ketika
suaminya pulang mendadak karena ia sedang tidak berminat sama sekali untuk

Kado Pernikahan 257


berjima’. Dinginnya syahwat istri ini karena suaminya termasuk memiliki
dorongan seks yang tinggi sehingga frekuensi jima’ di antara mereka sangat
tinggi. Padahal saat pulang mendadak, jima’ perlu disegerakan dengan penuh
gairah.
Di sinilah kita melihat salah satu hikmah poligami. Pembagian masa gilir
memungkinkan istri untuk tidak jenuh terhadap hubungan seks, sehingga
setiap masa gilir tiba istri selalu dalam keadaan bersemangat dan syahwatnya
bangkit saat berdua dengan suami di tempat tidur.
Sebaliknya bagi suami, terutama yang gairahnya sangat tinggi, pembagian
masa gilir itu lebih menjamin keteraturan dalam menjaga syahwatnya.
Maslahat lainnya, suami lebih terjaga agar tidak terlalu panas saat berkumpul
bersama istrinya, sehingga lebih menjamin kebahagiaan seksual istri. Wallahu
A’lam bishawab.
Tentu saja, pernikahan poligamis bukan hanya sekedar (meskipun itu juga
bukan sekedar) untuk memberi kepuasan seks bagi suami maupun istri-
istrinya. Ada hal yang lebih penting. Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut
mengenai poligami, silakan periksa bab Poligami di bagian akhir buku kita ini.
Begitu.

Catatan Kaki:
1. Silakan periksa Bagaimana Membahagiakan Suami karya Muhammad
Abdul Halim Hamid, Citra Islami Press, Solo, 1993, pada bab Sambutan
yang Menyenangkan.
2. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan redaksi, “Janganlah wanita
bergaul dengan wanita lain, lalu dia memberitahukan sifat wanita itu
kepada suaminya seakan-akan dia dapat melihatnya.” Hadis ini juga
diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Imam Ahmad.

Kado Pernikahan 258


Bab 16

K omunikasi Suami-Istri

B erbicara tentang komunikasi, ada cerita menarik yang sebaiknya kita


simak baik-baik. Seorang psikiater mewawancarai pasiennya dalam satu
session terapi. Pasien itu berkata, “Suami saya baik sekali. Bila kami
bertengkar dan ia salah, ia cepat-cepat mengakui kesalahannya dan meminta maaf.”
“Bagaimana kalau Nyonya yang salah?” tanya psikiater.
Pasien itu menjawab, “Saya salah? O, itu tidak mungkin terjadi, Dokter.”
Pasien ini memang sakit jiwa. Tetapi, kata Jalaluddin Rakhmat, MSc., betapa
sering kita pun menirunya. Kita jarang meneliti kembali persepsi kita. Padahal
persepsi yang tidak cermat dapat mengakibatkan berbagai bentuk distorsi kognitif --
satu istilah yang muluk-muluk untuk maksud sederhana, bahwa anggapan kita,
perasaan kita, dan tindakan kita menjadi kacau dan tidak akurat karena kita telah
memiliki praduga yang keliru sebelumnya. Karena kita mengalami distorsi kognitif,
ucapan orang lain kita tangkap secara salah. Ia memaksudkan A, kita menangkapnya
B, atau bahkan kita tidak mau menerima bahwa apa yang dikatakannya adalah A
hanya karena kita telah terlanjur menganggap tidak mungkin itu terjadi.
Dari bangun tidur di pagi hari hingga berbaring kembali menjelang tengah
malam, 70% waktu bangun kita gunakan untuk berkomunikasi. Begitu sebuah
penelitian mengungkapkan. Ini berarti, kualitas hidup kita banyak ditentukan oleh
bagaimana kita berkomunikasi dengan sesama; antara suami dan istri, orangtua dan
anak, tetangga dengan tetangga lainnya, dan begitu seterusnya kalau dipanjangkan

Kado Pernikahan 259


terus. Singkatnya, hidup kita ini ternyata banyak sekali ditentukan oleh bagaimana
kita menggunakan mulut kita.
Alhasil, urusan mulut banyak memberi andil dalam perjalanan kita menempuh
kehidupan. Pertama, bagaimana kita menangkap komunikasi orang lain. Kedua,
bagaimana kita mengkomunikasikan apa yang ingin kita nyatakan, apa yang kita
rasakan, ataupun apa yang tidak kita inginkan.
James O. Prochaska dan Carlo. C. DiClemente, peneliti di Texas Research
Institute of Mental Sciences (TRIMS) pernah menulis sebuah buku berjudul The
Transtheoretical Approach, Crossing Traditional Boundaries of Therapy (1984).
Salah satu bab dalam buku tersebut membahas problem-problem perkawinan dan
perceraian. Kata Prochaska dan Di-Clemente, sebagian terbesar ketidakpuasan
perkawinan ternyata bersumber dari masalah komunikasi. Masalah komunikasilah
yang paling banyak menyebabkan suami-istri bertengkar. Juga masalah komunikasi
sering menjadi sebab paling pokok, dan repotnya justru sering tidak tampak, pada
banyak kasus perceraian. Demikian juga, kejadian-kejadian mental yang buruk dan
menyedihkan setelah perceraian, banyak diakibatkan oleh komunikasi, terutama jika
kedua pihak saling menyalahkan. Mereka puas, akan tetapi anak-anak kehilangan
kepercayaan kepada kedua orangtua.
Saling menyalahkan satu sama lain bukan monopoli mereka yang telah bercerai.
Suami-istri yang belum lama menikah dan masih terikat dalam pernikahan, sering
melakukan hal yang sama. Mereka mudah menyalahkan jika teman hidupnya
melakukan sesuatu secara kurang pas menurut ukurannya (meskipun secara objektif
apa yang dilakukan tidak salah). Sikap mudah menyalahkan teman hidup (blaming
partner) inilah yang menurut Prochaska dan DiClemente dapat menyebabkan
kegagalan komunikasi.
Tentang kegagalan komunikasi ini, mari kita minta kembali Jalaluddin Rakhmat,
MSc. untuk menjelaskan.
Persepsi orang sering tidak cermat, kata Kang Jalal. Bila kedua pihak
menanggapi yang lain secara tidak cermat, terjadilah kegagalan komunikasi
(communication breakdowns). Anda menduga istri Anda tidak setia, dan istri Anda
menduga Anda sudah bosan kepadanya. Komunikasi di antara Anda berdua akan
mengalami kegagalan, karena Anda berdua menafsirkan pernyataan orang lain dengan
kerangka tadi. Katakanlah, kata Kang Jalal lebih lanjut, Anda pulang terlambat dari
kantor. Istri Anda kelihatan menyambut Anda dengan gembira. Ia mengungkapkan
betapa senangnya Anda pulang setelah cemas menunggu. Karena persepsi di atas,
Anda menganggap ucapan istri Anda hanya kamuflase dari ketidaksetiaannya.
Dengan suara keras, Anda menanggapi istri Anda, “Ah, bilang saja, kamu tidak
senang aku pulang cepat.” Istri Anda pasti terkejut dan menduga Anda mencari gara-
gara untuk menceraikannya. Anda dapat membayangkan apa yang terjadi selanjutnya,
demikian tutur Kang Jalal di buku Psikologi Komunikasi (2000).
Sementara Anda membayangkan apa yang terjadi selanjutnya, mari kita runut
bagaimana kegagalan komunikasi terjadi. Sebelum menjadi konflik terbuka, awalnya

Kado Pernikahan 260


adalah persepsi yang tidak cermat. Persepsi ini tidak dibetulkan, tidak dikoreksi,
sehingga kita percaya bahwa persepsi kita benar. Kita meyakini persepsi kita. Pada
tingkat tertentu, keyakinan kita bisa mencapai keadaan persisten alias tetap dan tidak
bisa diubah-ubah. Jika keadaannya demikian, diberi informasi seobjektif apa pun,
dipaparkan segamblang apa pun dan diyakinkan dengan bukti sekuat apa pun tak akan
mengubah keyakinan. Kamu beritahu atau tidak, sama saja keadaan hatinya.
Munculnya persistensi ini bisa melalui beberapa jalan. Pertama, dari kebiasaan
buruk dalam keluarga berupa kesukaan membicarakan keburukan orang lain, lebih-
lebih jika sampai tingkat tajassus (selengkapnya baca bab Keasyikan yang
Menghancurkan Keluarga). Kedua, adanya salah persepsi yang tidak diluruskan,
tetapi justru dikuatkan dengan mencari-cari kesalahan. Ketiga, sikap saling
menyalahkan yang tetap dipertahankan.

***
Pembicaraan tentang persistensi anggapan kita cukupkan sampai di sini.
Selanjutnya kita akan memusatkan pembicaraan ke masalah komunikasi kursif, satu
bentuk komunikasi yang paling sering menyebabkan perpecahan keluarga.
Komunikasi kursif (coercive comunication) adalah bentuk hubungan dua orang
atau lebih yang menyampaikan pesan dengan efek memaksa pada orang yang
menerima pesan. Komunikasi kursif adakalanya merupakan cara yang secara sadar
dipilih orang untuk memenangkan pendapatnya. Akan tetapi, amat sering orang
melakukan komunikasi kursif tanpa menyadari bahwa ia telah melakukan komunikasi
dengan efek memaksa yang amat kuat.
Komunikasi persuasif cenderung membuat orang yang mendengar pesan
melakukan sesuatu sesuai dengan kehendak orang yang mengkomunikasikan
(komunikator). Meskipun demikian, ada perbedaan mendasar antara komunikasi
persuasif dengan komunikasi kursif. Bagi Anda yang ingin mendalami lebih jauh
mengenai hal ini bisa membaca buku yang secara khusus membahas komunikasi.
Sekarang bukan saat yang tepat untuk membahasnya berpanjang-panjang mengingat
terbatasnya ruang. Cukuplah kita mengingat tulisan James O. Prochaska dan Carlo C.
DiClemente. Mereka mengatakan, “Kepercayaan yang baik menjadi rusak manakala
proses perubahan biasa berlangsung secara kursif untuk saling memaksa masing-
masing pihak berubah.”
Mengingat banyak orang melakukan komunikasi kursif tanpa sadar telah
melakukan, saya ingin mengajak Anda untuk menengok ciri-ciri komunikasi kursif.
Penjelasan berikut ini mudah-mudahan bisa memberi gambaran yang gamblang.
Dalam komunikasi kursif, ada beberapa ciri. Selengkapnya, inilah tanda-tanda
komunikasi kursif:

Kado Pernikahan 261


---
Sikap saling menyalahkan
rentan terhadap percekcokan.
---
Menyalahkan Pasangan
Ada sebuah ucapan yang dinisbahkan kepada Sayyidina ‘Ali karamallahu
wajhahu, salah seorang shahabat Nabi yang dikenal keluasan ilmunya dan kedalaman
hikmahnya. Konon beliau mengatakan, “Sahabat terbaik bukanlah orang yang selalu
membenarkanmu. Tetapi sahabat terbaik adalah yang membuat kamu benar.”
Sampai sekarang saya belum mendapati sumber untuk merujukkan perkataan ini,
apakah benar merupakan ucapan beliau. Tetapi dari sisi makna, perkataan ini
mempunyai maksud bahwa sahabat terbaik adalah seseorang yang senantiasa
menginginkan kebenaran selalu beserta kita sehingga tidak membiarkan kita berada
dalam kesalahan. Ia mengingatkan kita ketika terjatuh dalam perilaku atau pikiran
yang salah, apalagi sesat. Ia menunjukkan kepada kita dengan penuh kasih-sayang
letak kesalahan kita dan bila perlu memarahi kita, marah karena rasa kasih. Ia
mengoreksi apa yang melenceng, membetulkan apa yang tidak tepat, meluruskan apa
yang bengkok, dan apabila perlu mematahkan apa yang berlebihan dan tidak perlu.
Sahabat yang berbahaya bagi keselamatan kita di dunia dan akhirat justru yang
selalu mengiyakan perkataan kita, membenarkan setiap perkataan kita meskipun
nyata-nyata salah hanya agar kita menganggapnya sebagai sahabat yang setia, dan
seterusnya. Lebih berbahaya lagi jika sahabat itu mencarikan untuk kita bahan-bahan
pujian untuk perkara yang seharusnya tidak dipuji, selalu menunjukkan permakluman
dengan pembelaan panjang atas kekeliruan kita (bukan memaklumi untuk meluruskan
kita dengan cara hikmah), dan semacamnya.
Jika sahabat terbaik adalah yang selalu ingin membuat kita benar sehingga ia tak
pernah segan mengingatkan kita tentang perkara yang salah, maka tidak demikian
yang dimaksud dengan sikap menyalahkan pasangan dalam tema yang kita bahas
sekarang. Sikap menyalahkan pasangan merupakan bentuk pertahanan diri,
ketidakmauan dikoreksi atau karena ingin menunjukkan “jika aku bisa salah,
sesungguhnya engkau juga sangat bisa salah, karenanya jangan salahkan aku”.
Apa yang dipersalahkan bisa jadi tepat, bisa jadi keliru. Boleh jadi istri memang
melakukan kesalahan seperti yang dipersalahkan oleh suami; tetapi juga sangat
mungkin bahwa apa yang dipersalahkan oleh suami adalah perkara yang tidak salah.
Hanya suami belum melakukan tabayyun (mencari kejelasan) atau suami memang
tidak mau mendengar bayan (penjelasan) yang diterima.
Pertanyaannya, bagaimana mungkin menyatakan sesuatu yang benar-benar salah
dapat digolongkan sebagai tindakan keliru? Mengapa menyalahkan perkara yang
salah merupakan kekeliruan? Soalnya bukan terletak pada dia salah atau tidak. Dari
pembicaraan tentang sahabat yang membuat kita benar di atas, kita tahu bahwa salah

Kado Pernikahan 262


satu bentuk perilaku yang baik adalah mengingatkan kita terhadap kesalahan kita.
Letak perbedaannya dengan menyalahkan ada pada iktikad dan cara. Menyalahkan
lebih dekat pengertiannya kepada laknat, meski tidak tepat betul. Nanti silakan lihat
Al-Adzkaar karangan Imam Nawawi. Di bagian belakang ada pembahasan mengenai
laknat, salah satunya berkenaan dengan laknat terhadap pelaku perbuatan dosa. Kita
boleh melaknat pelaku perbuatan dosa dengan catatan tidak menunjuk identitas yang
bisa mengungkap siapa orangnya, tetapi dengan menisbahkan kepada perbuatannya.
Misalnya kita bisa mengatakan, “Terlaknatlah orang yang merampas tanah orang-
orang miskin”, tetapi tidak boleh mengatakan, “Terlaknatlah Si Fulan yang merampas
tanah orang-orang miskin”, terkecuali jika memenuhi persyaratan untuk dilaknat.
Pengertian apa yang bisa kita ambil dari sini? Bukankah perbuatan munkar
sepatutnya dikecam demi melaksanakan perintah amar makruf nahi munkar?
Secara sederhana kita bisa melihat perbedaannya. Menyalahkan pasangan lebih
dekat kepada tindakan menilai negatif pada pribadinya, bukan menunjukkan pada
tindakan yang keliru secara spesifik. Selengkapnya, bertanyalah kepada hati nurani
atau orang-orang yang berpengalaman. Saya hanya bisa mengatakan bahwa tindakan
menyalahkan pasangan (blaming partner) mudah menyulut kemarahan --tersembunyi
atau terbuka-- karena orang menjadi mudah tersinggung. Sedangkan tindakan
“membuat kamu benar” menjadikan kita dapat menyadari kesalahan kita, menerima
dengan lapang dada, dan insya-Allah akan lebih siap memperbaiki sesuai dengan
tingkat kesanggupannya melakukan proses perubahan.
Terakhir, ada kalanya kita tidak bermaksud menyalahkan, tetapi ditafsirkan
sebagai sikap menyalahkan karena yang kita ajak bicara sedang sensitif emosinya.
Persepsi seperti itu juga bisa muncul karena sudah ada zhan (dugaan) kepada kita.
Zhan membuat kita menyeleksi informasi yang kita terima sehingga sesuai dengan
zhan kita. Ibaratnya, kalau memakai kacamata hijau, kertas putih pun tampak hijau,
setidaknya banyak berisi bercak hijau; memakai kacamata merah semua tampak
merah; dan memakai kacamata bening membuat kita melihat segala sesuatu apa
adanya, merah tampak merah dan hijau tampak hijau.

Saling Menyalahkan
Komunikasi suami-istri akan bertambah runyam jika keduanya sudah saling
menyalahkan. Munculnya situasi saling menyalahkan ini mudah dipahami.
Kebanyakan dari kita mudah sekali terpancing oleh sikap yang ditunjukkan teman
hidup kita, bahkan kadang sikap yang tidak dimaksudkan untuk membuat kita
masygul. Kita mudah mereaksi, sehingga berbalas menyalahkan dapat dengan mudah
terjadi ketika teman hidup kita menyalahkan. Alhasil, tak ada penyelesaian masalah
kecuali menambah gerahnya suasana batin di rumah.
Kita memang bukan Rasulullah, tetapi mudah-mudahan dapat mendekatinya.
Kita memang tak terbiasa mengendalikan diri. Lihatlah bagaimana Rasulullah
menghadapi istrinya, bahkan dalam situasi fitnah sekalipun.

Kado Pernikahan 263


Mari kita ingat sejenak peristiwa yang sempat mengguncangkan dada Rasulullah
ketika tersebar fitnah mengenai ‘Aisyah, istrinya. Apakah yang lebih besar
guncangannya bagi seorang suami selain mendengar kabar bahwa istrinya telah
berbuat selingkuh? Adakah yang lebih pedih bagi seorang laki-laki melebihi
tersebarnya pembicaraan di setiap sudut kampung dan negeri tentang istrinya yang
dikabarkan menyeleweng dengan seorang laki-laki yang dikenalnya sangat dekat?
Apakah yang akan Anda lakukan jika Anda yang mengalami peristiwa semacam ini?
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengalami. Nabi besar kita ini
merasakan sendiri peristiwa haditsul ‘ifk yang mengguncangkan kota Madinah bahwa
istri yang paling dikasihinya melakukan penyelewengan dengan Shafwan. Ini
merupakan guncangan yang besar. Masyarakat banyak yang percaya. Kehancuran
mudah terjadi kalau tak kuat menahan lidah. Tetapi Muhammad bukan kita.
Muhammad adalah orang yang paling mulia lidahnya dan paling mampu menahan
diri. Kalau tidak, kalau sampai menuduh dan saling menyalahkan, berakhirlah kisah
manis pernikahan Rasulullah dan ‘Aisyah r.a.. Tetapi sekali lagi, Muhammad tidak
tergelincir kepada tindakan-tindakan yang membawa kepada kerusakan.
Guncangan yang besar dapat diredakan kembali dengan kekuatan hati untuk
tetap mendahulukan tabayyun. Tetapi sandungan-sandungan kecil bisa berubah
menjadi malapetaka yang keperihannya tidak hanya dirasakan oleh mereka berdua
jika peristiwa-peristiwa menjengkelkan yang kecil-kecil membuat mereka saling
menyalahkan. Lebih-lebih jika sikap saling menyalahkan ini sudah ditingkatkan lagi
kepada bentuk saling melecehkan. “Alaah, kamu ngomong doang!”
Sikap saling menyalahkan ini rentan terhadap percekcokan; mulanya terpendam
lama-lama muncul ke permukaan, syukur kalau tidak sampai menyebabkan piring
beterbangan dari meja ke dinding rumah. Pada taraf yang “ringan” sikap saling
menyalahkan menyebabkan masing-masing merasa dongkol. Pada gilirannya
menyebabkan masing-masing merasa sebagai pihak yang benar, sementara itu pihak
yang lain dianggap tidak pernah mau mengerti, meskipun mereka sebenarnya belum
mencoba untuk saling terbuka dan saling memahami. Sekali lagi, zhanlah yang
banyak menyebabkan kita tidak mau melakukan ishlah (perbaikan keadaan) dengan
saling terbuka dan saling memahami.
Jika sikap saling merasa paling benar ini terus tumbuh, kelak pada waktunya
akan menyebabkan kepercayaan terhadap teman hidupnya runtuh. Persis seperti yang
telah diperingatkan oleh Prochaska dan DiClemente, “Kepercayaan yang baik
menjadi rusak manakala proses perubahan biasa berlangsung secara kursif untuk
saling memaksa masing-masing pihak berubah.”
Sikap saling menyalahkan ini bisa berkembang, dari lingkup suami-istri kepada
lingkup yang lebih luas ketika ipar turut serta dalam adegan saling menyalahkan.
Keadaan ini bisa berkembang ke skala yang lebih luas, misalnya antar orangtua
masing-masing pihak atau bahkan antar keluarga besar.

Kado Pernikahan 264


Banyak hal yang bisa menyebabkan. Sebagian di antaranya bisa Anda simak
kembali bab “Tinggal di Mana Setelah Menikah?” pada pembahasan tentang anak
yang diharapkan.
Lalu bagaimana caranya agar kita bisa keluar dari kemelut? Tak tahu saya
bagaimana menjawabnya. Tetapi jika masing-masing cukup berlapang dada, buku
Muhammad Hashim Kamali berjudul Kebebasan Berpendapat dalam Islam bisa
dibaca. Dalam buku yang diterbitkan oleh Mizan, Bandung ini, Kamali membahas
secara cukup memuaskan tentang berbagai sisi komunikasi yang rawan, termasuk di
antaranya tentang tabayyun.

Tanpa Alternatif
Munculnya sikap menyalahkan pasangan dan bahkan saling menyalahkan antara
suami dan istri antara lain karena mereka tidak biasa melihat alternatif dalam
menghadapi berbagai masalah. Mereka cenderung melihat masalah dalam satu arah,
dari satu segi, sehingga tidak bisa berpikir secara tenang dan sejuk tentang apa yang
diharapkan, apa yang terbaik, dan bagaimana mencapai yang terbaik.
Tidak adanya alternatif ini merupakan ciri komunikasi kursif, baik yang masih
berada pada taraf menyalahkan pasangan maupun saling menyalahkan. Di sinilah
letaknya masalah mengapa sikap negatif lebih mudah muncul, kecaman lebih mudah
dilontarkan daripada mengingatkan sekalipun kedua hal ini bisa mirip bentuk zahir
ucapannya, dan orang bisa merasa dirinya ditolak seluruhnya manakala apa yang
diharapkan dianggap tidak dipenuhi oleh teman hidupnya. Sekali lagi, ini karena
mereka tidak terbiasa melihat alternatif.
Ada contoh sederhana berkenaan dengan masalah ini yang mungkin dengan
mudah dapat Anda jumpai di sekeliling Anda. Suami dan istri adakalanya mempunyai
selera yang berbeda dalam hal masakan. Suami menyukai sayur yang cenderung asin,
sedangkan istri lebih menyukai yang manis. Perbedaan ini bisa menyulut
pertengkaran jika keduanya tidak bisa melihat alternatif. Suami mengatakan kepada
istri, “Kamu tidak tahu masakan yang benar. Ini bukan sayur untuk teman makan. Ini
kolak atau bubur.”
Komentar semacam ini bisa menyulut perasaan terlecehkan atau tertolak pada
istri. Jika istri membalas komentar itu dengan komentar senada, jadilah mereka
terperosok ke dalam sikap saling menyalahkan. Dan kalau ini terjadi, masalah tidak
selesai. Tetapi jika istri mencoba memahamkan suami ketika saatnya tepat, misal
dengan menawarkan jalan pemecahan masing-masing disediakan sayur sendiri
dengan jenis masakan yang sama hanya beda asin-manisnya, bibit konflik itu bisa
reda kalau bukan malah semakin merekatkan hubungan mereka. Kecuali jika salah
satu pihak tetap bersikukuh dan memandang alternatif semacam itu sebagai
pemborosan besar tanpa ada alternatif lain yang lebih ringan serta lebih mungkin
untuk diterapkan.

Kado Pernikahan 265


Ketika salah satu pihak tidak bisa melihat alternatif, pembicaraan tentang apa
yang salah, di mana letak kesalahan sesuatu, apa yang seharusnya, sampai kepada
bagaimana upaya yang memungkinkan untuk mencapai yang baik bisa kehilangan
makna. Pembicaraan semacam ini tetap bisa ditafsirkan sebagai bentuk sikap
memojokkan “pihaknya”. Bisa juga ditafsirkan sebagai sikap pembelaan sepihak
manakala seseorang berusaha menerangkan duduk persoalannya. Pada kasus sikap
saling menyalahkan yang sudah meluas lingkup pelakunya, penjelasan seorang suami
atau istri kepada kerabat bisa ditafsirkan sebagai pembelaan terhadap teman hidup
secara subjektif. “Kamu mau membela istrimu, ya?”
Pembicaraan ini jadinya mengingatkan saya tentang satu hal: pembela istri
seharusnya keluarga suami, dan pembela suami seharusnya keluarga istri. Jika
masing-masing justru berposisi sebaliknya, keadaan yang timbul bisa tidak
mengenakkan. Kecuali dalam perkara tertentu yang menjadikan keluarga harus
mengingatkan dan bahkan memperingatkan menantu, misalnya dalam perkara yang
sudah membahayakan syari’at.
Tapi bersikap demikian memang sulit, ya?

Sangat Sensitif terhadap Kritik


Yang menyebabkan komunikasi tidak bisa berjalan dengan lancar, khususnya
dalam membicarakan masalah-masalah, adalah jika salah satu pihak begitu sensitif
terhadap kritik. Pembicaraan yang mengarah kepada kesalahan-kesalahannya, sedikit
saja, dianggap sebagai kritik. Ini menyebabkan keduanya tidak bisa mendiskusikan
dengan baik kesalahan masing-masing maupun masalah yang sedang mereka hadapi
bersama-sama. Hal-hal yang semestinya bisa diurai dengan tenang dan jelas agar bisa
diambil sikap yang tepat, tidak bisa didiskusikan karena salah satu pihak cepat merasa
dikritik. Lebih-lebih jika sampai menyebabkannya tersinggung.
Perhatikanlah kalimat berikut:
“Setiap orang kan bisa melakukan kesalahan. Masak saya tidak boleh salah?
Saya kan bukan malaikat?”
Kalimat ini merupakan contoh ungkapan yang membuat diskusi tidak bisa
berlanjut. Kalimat seperti ini tidak memberi kemungkinan untuk berbicara secara
terbuka terhadap masalah atau kesalahan yang ada, sebab kalimat tersebut tidak bisa
dibantah. Selain itu juga rawan terhadap munculnya sikap menyalahkan pasangan
maupun sikap saling menyalahkan. Ini artinya, akar masalah tidak pernah bisa digali
karena sudah ditutup dengan pernyataan semacam itu.
So sensitive to criticism (begitu peka terhadap kritik) berbeda dengan cepat
menyadari kritik. Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang mudah
sekali tersentuh oleh kritik yang dilontarkan kepadanya meskipun disampaikan oleh
perempuan tua. Sahabat lain ketika diingatkan Nabi karena mengatakan sebagai
budak hitam, segera menelungkupkan kepalanya ke tanah dan mempersilakan sahabat
yang telah dihina itu untuk menginjaknya.

Kado Pernikahan 266


Sikap semacam ini bukan termasuk sensitif terhadap kritik, tetapi termasuk sikap
cepat menyadari kekeliruan setelah menerima kritik dan lapang mengakui. Salah satu
keagungan Umar bin Khaththab adalah mudahnya menerima kritik dan cepatnya
menyadari. Sedangkan salah satu kekurangan kita yang besar adalah kita lebih sering
peka terhadap kritik daripada menerima dan menyadarinya. Dari sisi ini saja derajat
kita memang amat jauh dibandingkan Umar bin Khaththab. Apalagi dibanding
Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa ‘alaa `aalihi wasallam.
Jika peka terhadap kritik menyebabkan kita mudah emosi dan ujung-ujungnya
bisa menyebabkan kita menyalahkan pasangan hidup kita, maka mudah menerima
kritik menjadikan kita merasa berterima kasih dan ujung-ujungnya lebih mendekatkan
hati.
Akhirnya saya mohon maaf tidak bisa menerangkan lebih lanjut bagian ini.
Silakan Anda mencari penjelasan sendiri. Sekarang mari kita simak sub judul
berikutnya.

Cara Berpikir “Semua Salah”


Jika Anda membuat secangkir susu, kemudian tanpa sadar Anda menambahkan
jeruk ke dalamnya sehingga susunya menggumpal-gumpal tidak mau terseduh dengan
baik, maka Anda dapat mengatakan bahwa minuman susu Anda telah terkontaminasi
alias tercemari. Penggemar HT yang suka ngebreak menyebutnya splitter jika dalam
HT-nya masuk suara-suara yang tidak dikehendaki.
Sebagaimana penggemar HT, psikolog juga mempunyai istilah khas. Jika para
breaker menyebut HT yang tercampuri oleh suara dari luar dengan splitter, maka
psikolog menyebut pikiran yang tercemari prosesnya dalam menarik kesimpulan
sebagai distorsi kognitif.
---
... kekurangan kita yang besar adalah
kita lebih sering peka terhadap kritik
daripada menerima dan menyadarinya …
---
Ada bermacam-macam bentuk distorsi kognitif. Tetapi sebagian besar tidak
penting untuk kita bicarakan di sini, di samping saya banyak yang belum mengerti.
Bentuk distorsi kognitif yang sesuai dengan bahasan kita sekarang adalah cara
berpikir “semua salah atau semua benar”, sebut saja begitu untuk lebih mudahnya.
Cara berpikir “semua salah” memandang satu dua peristiwa sebagai keseluruhan.
Jika Anda dikritik beberapa orang karena warna pakaian yang Anda kenakan, Anda
mengatakan “semua orang telah mengkritik saya.”
Mari kita perhatikan kesalahan berpikir yang tampak pada ucapan tadi.
Setidaknya ada dua hal. Pertama, hanya beberapa orang yang mengkritik, maka tidak

Kado Pernikahan 267


tepat kalau mengatakan semua orang mengkritik. Kedua, para pengkritik itu
mengkritik cara berpakaian bukan orangnya, sehingga tidak tepat perkataan “telah
mengkritik saya”.
Distorsi kognitif dalam bentuk cara berpikir “semua salah” mirip contoh yang
saya sebut di atas. Dalam kehidupan sehari-hari, kalimat semacam itu sering
terucapkan, secara serius atau tidak. Kadang juga diungkapkan oleh orangtua kepada
anak, sehingga anaknya belajar berpikir secara salah sejak kecil.
Salah satu ungkapan distorsi kognitif cara berpikir “semua salah” adalah
pemakaian kata “selalu” atau “tidak pernah” untuk mengungkapkan sikap. Jika Anda
beberapa kali mendapat kritik, Anda mengatakan, “Selalu saya yang dikritik.”; “Saya
memang tidak pernah benar. Saya selalu salah.” Padahal kritik itu hanya dilontarkan
beberapa kali.

Tidak Mencari Akar Masalah


Komunikasi kursif terjadi antara lain karena kita enggan mencari akar masalah.
Karena enggan mencari masalah, maka kita tidak melihat alternatif. Pada gilirannya
ini memu-dahkan kita terjatuh ke dalam bentuk distorsi kognitif beru-pa cara berpikir
“semua salah”. Ini terjadi karena zhan kita yang negatif, persepsi kita yang salah,
sikap menyalahkan pasangan dan terlebih-lebih sikap saling menyalahkan.
Karena kita tidak mau mencari akar masalah, maka kita tidak dapat memahami
dengan sungguh-sungguh mengapa masalah itu muncul dan tidak segera hilang. Ini
kemudian bisa menimbulkan distorsi kognitif dengan mengalihkan masalah kepada
orang, sehingga kita melihat negatif pada suami atau istri kita. Ah, pasti dia ini yang
tidak mau memperbaiki diri.
Mencari akar masalah memang tidak selalu enak. Mengakui diri sendiri berbuat
salah, melakukan sesuatu yang bodoh atau yang sejenisnya merupakan pekerjaan
yang sangat berat, malah paling berat. Mengaku kepada diri sendiri jauh lebih susah
dilakukan daripada mengatakan kepada teman hidup kita, “Ya sudah, aku akui. Aku
memang salah. Aku memang salah, kok.”
Pengakuan kepada orang lain adakalanya bukan cerminan dari sikap rendah hati,
melainkan justru sebaliknya. Contoh berikut ini jangan membuat Anda GR (gedhe
rasa) jika mendengar orang mengatakan kepada Anda, “Ya, sudah. Saya hargai kamu.
Saya akui kamu memang hebat dan layak dibanggakan.”

Tanpa Jangkauan Ke Depan


Orang yang banyak berpikir secara seksama tentang implikasi dari tindakan masa
kini ke masa yang akan datang, cenderung memperhitungkan secara lebih matang.
Jika kita berpikir tentang pendidikan anak untuk jangka waktu yang panjang dengan
mendasarkan pada akibat yang berkelanjutan pada ucapan kita, kita akan cenderung
lebih cermat melihat apa yang dapat membawa kebaikan di masa 25 tahun mendatang

Kado Pernikahan 268


pada anak kita dan apa yang membawa keburukan. Hal-hal yang bersifat jangka
pendek bukan menjadi perhatian utama kecuali dalam rangka mencapai hasil jangka
panjang dan amat sangat jangka panjang.
Seorang ibu yang berpikir tentang bagaimana anaknya yang sekarang usia 2
tahun kelak di usianya yang ke-25 berpikir dan beragama, akan lebih mampu
menahan diri daripada ibu yang lebih berpikir bagaimana agar tidak malu dengan
tetangga karena anaknya sering belepotan jika makan ice cream. Ibu yang berpikir
bagaimana caranya agar tidak capek mengurusi anak sepulang kantor, akan lebih
mudah memilih mendiamkan anak dengan cara apa pun ketika si kecil menangis.
Tetapi ibu yang tidak ingin capek mengurusi anak setelah ia tua, akan lain cara
berpikirnya. Lain pula cara berpikir ibu yang menginginkan agar anak-anaknya tidak
membuat ia dan suami susah di Hari Akhir.
Alhasil, ada tidaknya jangkauan berpikir ke masa depan atau yang amat jauh di
depan sangat menentukan kesabaran dan kecermatan kita. Orang yang memiliki
jangkauan yang jauh ke depan dengan berbekal ilmu, akan tidak risau untuk membuat
anaknya hafal nama menteri meskipun anak lain sesama nol besar sudah hafal nama-
nama menteri (dari yang paling menyedihkan sampai yang paling memprihatinkan).
Jangkauan yang jauh ke masa depan juga menjadikan kita lebih tenang dan lebih
mampu menjaga keseimbangan berpikir. Kita menjadi tidak begitu mudah
tersinggung, meskipun kita menjadi lebih mudah sedih jika mendengar perkataan
yang untuk masa 2 tahun memiliki dampak yang kelihatan bagus tetapi untuk 20
tahun ke depan bisa memberi dampak negatif.
Jangkauan berpikir yang sangat jauh ke masa depan insya-Allah membuat kita
lebih betah mencari alternatif saat menemui masalah dan lebih tahan mencari akar
masalah. Ini merupakan efek positif yang besar sekali artinya dalam menahan diri kita
untuk tidak mudah jatuh ke dalam sikap saling menyalahkan maupun dalam distorsi
kognitif berupa cara berpikir “semua salah”.
So, what do you think about your future?

Komunikasi Kursif karena Cara Berbicara


Cara kita berbicara bisa menimbulkan efek kursif. Kita memakai kata-kata yang
tidak bisa dielakkan oleh orang lain, kata yang tidak bisa dibantah karena merupakan
kebenaran umum tetapi mengandung kesalahan untuk perkara-perkara khusus, serta
jenis-jenis kalimat tanya tak tanya (semacam question tag dalam bahasa Inggris).
Contoh-contoh berikut ini mudah-mudahan bisa memperjelas keterangan saya
yang masih belum jelas tersebut.
Suatu saat Anda sedang melakukan kegiatan bersama dengan rekan Anda. Dia
sedang ingin melakukan sesuatu yang Anda tidak tertarik dan menurut Anda tidak
penting. Pertanyaannya, bagaimana perasaan Anda jika dia berkata kepada Anda
dengan kalimat seperti ini:

Kado Pernikahan 269


“Kamu mau membantu saya, kan? Nggak apa-apa, kok. Aku nggak apa-apa
kalau kamu memang mau membantu.”
Saya rasa, saya tidak perlu menunggu jawaban Anda atas pertanyaan ini. Karena
itu, lebih baik saya mengajukan pertanyaan berikutnya, bagaimanakah perasaan Anda
jika saat itu Anda memandang apa yang ingin dikerjakan teman Anda sebagai perkara
yang baik? Seperti apakah perasaan Anda ketika dimintai tolong dengan kalimat yang
tiba-tiba memastikan bahwa Anda mau membantunya? Rasanya tetap tidak enak,
sekalipun Anda tetap membantu. Ada perasaan yang tidak sreg dan rasanya berat
mengerjakan.
Perasaan jengkel dan merasa terpaksa juga bisa muncul dari komunikasi suami-
istri. Seharian Anda capek mengasuh anak dan mendiamkannya dari kerewelan
dengan seluruh kasih-sayang Anda lantaran ia agak tidak enak badan. Suami Anda
tidak banyak tahu tentang apa yang Anda kerjakan. Menjelang Isya’ ia baru pulang,
ketika Anda sedang kecapekan sementara anak Anda masih menangis. Anda sengaja
membiarkannya dulu karena ingin menyelesaikan masak. Kemudian suami Anda
berkata, “Seorang ibu harus menyayangi anak. Kalau ibunya sendiri tidak mau
memperhatikan, apakah ia harus mencari perhatian dari ibunya teman-temannya.”
Ia berhenti sejenak. Kemudian berkata lagi, “Kamu mau menyayangi anakmu,
kan? Cobalah kau beri perhatian.”
Kalimat suami Anda sama sekali tidak salah. Kesalahannya adalah waktu
penyampaian dan tujuan penggunaannya yang tidak tepat. Setiap ibu memang harus
menyayangi anaknya. Anda sendiri merasa begitu. Anda akan membantah jika ada
orang yang mengatakan bahwa kasih-sayang bisa dari orang lain. Tetapi, meskipun
Anda sangat menyayangi anak dengan sepenuh hati, Anda bisa merasa terpaksa saat
memeluk anak gara-gara ucapan suami yang seperti itu. Anda bahkan bisa marah
pada anak, sehingga Anda berkata, “Diam kamu. Kamu kenapa sih dari tadi nangis
terus? Bapakmu yang seharian tidak menggendongmu, marah-marah sama ibu gara-
gara kamu menangis. Ibu ini capek.”
Kalimat Anda ini jika terdengar oleh suami bisa menyulut kemarahan karena ia
merasa tidak marah kepada Anda ketika berkata kepada Anda. Suami merasa Anda
menyalahkannya. Sementara Anda sebenarnya hanya ingin memberi tahu kepada
suami Anda, “Mas, aku ini memperhatikan dan menyayangi anakmu sejak pagi
hingga petang tanpa henti.”
Kalau diteruskan, ini bisa menjadi pertengkaran. Nggak enak, kan? Saya kira
Anda akan mengiyakan pertanyaan ini. Dan jika Anda setuju, maka kita tahu bahwa
itu berakar pada komunikasi yang bersifat kursif.

Kenangan Indah
Menulis komunikasi suami-istri membuat ingatan saya melayang kepada
keluarga Rasulullah dengan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Suatu saat ‘Aisyah pernah
marah kepada beliau sambil mengatakan, “Engkau ini hanya mengaku-aku saja

Kado Pernikahan 270


sebagai Nabi.” Rasul yang mulia hanya tersenyum menghadapi hal itu dengan penuh
kesabaran dan keagungan.1
Dialah Muhammad, Rasul Allah yang lembut jiwanya. Dialah suami ‘Aisyah
yang sepeninggalnya membuat ‘Aisyah menangis tak mampu menjelaskan ketika ada
yang bertanya tentang akhlak Rasulullah.2 Dialah suami yang mampu menahan emosi
mendengar ucapan istrinya. Seandainya kita, apakah yang akan kita lakukan kalau
istri kita mengucapkan kalimat yang serupa dengan itu?
Berbahagialah ‘Aisyah yang mencapai derajat kemuliaan amat tinggi dengan
pendamping yang mulia. Berbahagialah ‘Aisyah yang suaminya tak pernah memberi
perlakuan kepadanya, kecuali yang baik, bahkan saat terjadi perselisihan.
Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
berselisih dengan ‘Aisyah, istri beliau putri Abu Bakar. Abu Bakar menjadi penengah.
Ketika itu Rasulullah berkata, “Bicaralah atau saya yang bicara.” 'Aisyah menjawab
dengan lantang, “Bicaralah Anda! Jangan mengucapkan yang tidak benar!”
Mendengar perkataan itu, Abu Bakar menampar muka putrinya hingga mulutnya
mengeluarkan darah. Kemudian Abu Bakar berkata, “Engkau ini memusuhi dirimu
sendiri. Apakah beliau pernah mengucapkan yang tidak benar?” Maka ‘Aisyah duduk
berlindung di belakang Rasul yang mulia. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda,
“Kami tidak mengundangmu untuk melakukan ini. Kami tidak menginginkan
tindakan seperti itu darimu.”
Ah, tak ada yang tercela pada Rasulullah. Tapi betapa sulitnya meniru.
Astaghfirullah.
Kisah rumah tangga Rasulullah Saw. masih banyak yang bisa kita kenangkan.
Tetapi bukan di sini tempatnya untuk membicarakan. Anda yang tertarik, bisa
mencari-cari di berbagai bahan bacaan.
Begitu.

Catatan Kaki:

1. Kisah ini saya kutip dari buku Mahmud Al-Shabbagh, Tuntunan Keluarga
Bahagia Menurut Islam (Remadja Rosdakarya, Bandung, 1991) dengan satu
catatan: hadis shahih.
2. Selengkapnya, ceritanya begini: ‘Abdullah bin Umar dan dua orang kawannya
menemui ‘Aisyah dan memintanya bercerita tentang Nabi Saw. ‘Aisyah menarik
nafas panjang. Kemudian dia menangis seraya berkata lirih, “Ah, semua
perilakunya menakjubkan.” ‘Abdullah mendesak lagi, “Ceritakan kepada kami
yang paling menakjubkan dari semua yang engkau saksikan.”
Kemudian ‘Aisyah menceritakan sepotong kisah indah bersama Rasulullah
Saw: Pada suatu malam, ketika dia tidur bersamaku dan kulitnya sudah
bersentuhan dengan kulitku, dia berkata, “Ya ‘Aisyah, izinkan aku untuk

Kado Pernikahan 271


beribadah kepada Tuhanku.” Aku berkata, “Aku sesungguhnya senang merapat
denganmu; tetapi aku juga senang melihatmu beribadah kepada Tuhanmu.” Dia
bangkit mengambil ghuraba air, lalu berwudhu. Ketika berdiri shalat, kudengar
dia terisak-isak menangis sehingga air matanya membasahi janggutnya. Ketika dia
berbaring, air mata mengalir lewat pipinya membasahi bumi di bawahnya. Pada
waktu fajar, Bilal datang dan masih melihat Nabi Saw. menangis, “Mengapa Anda
menangis padahal telah Allah ampuni dosa-dosamu yang lalu dan yang
kemudian?” tanya Bilal. “Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur.
Aku menangis karena tadi malam turun ayat (Ali Imran 190-191): ‘Celakalah
orang-orang yang membaca ayat ini dan tidak memikirkannya.’”

***

Kado Pernikahan 272


Bab 17

K omunikasi Kita
dan Pendidikan Anak

S ekitar dua puluh menit pertama kuliah psikiatri, biasanya dosen memberi
kesempatan pada kami untuk mewawancarai pasien gangguan jiwa yang
dihadirkan di depan kelas. Ini sangat penting bagi mahasiswa agar bisa
memahami isi perkuliahan dengan lebih baik, sehingga nantinya ia bisa lebih mudah
mengenali simptom-simptom1 gangguan jiwa sebagai bekal untuk menentukan jenis
gangguan jiwa yang dialami dan bentuk terapi yang harus diberikan.
Peserta kuliah umumnya tertarik dengan sesi ini. Mereka bertanya kepada pasien
dengan penuh rasa ingin tahu. Banyak yang mereka tanyakan. Satu selesai memberi
perta-nyaan, peserta lain segera menyampaikan pertanyaan. Jika peserta kuliah
kebingungan mau bertanya apa, Pak Soewadi yang mengajar psikiatri memancing
pertanyaan-pertanyaan dengan menunjukkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa
ditanyakan.
Jika rekan-rekan peserta kuliah lainnya antusias bertanya, saya sebaliknya. Saya
sering merasa tidak tega melihat pasien yang duduk di hadapan kami semua.
Barangkali saya memang tidak berbakat menjadi terapis, tetapi pikiran saya biasanya
berkecamuk oleh pertanyaan-pertanyaan, misalnya mengapa anak gadis yang cantik
dan cerdas itu sampai perlu mendapatkan perawatan jiwa? Mengapa peristiwa tidak
naik kelas dapat menjadi pemicu munculnya gangguan jiwa yang secara umum orang
menyebutnya gila --istilah sederhana untuk menyebut berbagai macam gangguan
jiwa.
Menurut pandangan psikologi, gangguan jiwa tidak datang tiba-tiba. Ia
merupakan hasil dari proses hidup yang panjang. Apa yang sering kita sebut sebagai
penyebab terjadinya gangguan jiwa sebenarnya hanya merupakan peristiwa pemicu.

Kado Pernikahan 273


Ibarat kita meniup balon anak-anak sampai menggelembung keras sekali, begitu
berbenturan dengan ranting pohon sedikit saja sudah menyebabkan balon meletus.
Apa yang menyebabkan balon itu meletus? Bukan terbenturnya ia dengan ranting
pohon, tetapi tiupan kita yang menjadikan balon menggelembung sedemikian besar
dan keras. Benturan dengan ranting hanya peristiwa pemicu.
Jadi, tidak ada orang gila karena putus cinta. Juga tidak ada orang yang harus
menjadi gila karena kehilangan jabatan. Yang ada adalah orang dengan keadaan jiwa
yang sudah rapuh, sudah rawan, struktur mentalnya sudah kurang bagus dan
kemudian mengalami peristiwa yang mengguncangkan sebagai pemicu munculnya
gangguan jiwa.
Persoalannya, apa yang menyebabkan seseorang memiliki jiwa yang rapuh?
Apakah karena mereka banyak menghadapi pengalaman-pengalaman pahit? Apakah
karena mereka sering dihadapkan pada kegagalan demi kegagalan? Ataukah, mereka
memang memiliki mental bawaan yang labil?
---
sebagian besar pelaku bunuh diri
adalah perempuan
yang memiliki sifat manja
---
Tidak demikian persoalannya. Banyak orang yang sering mengalami kegagalan,
ditimpa berbagai pengalaman pahit, serta mengalami kegetiran demi kegetiran. Akan
tetapi mereka mampu menjadi manusia yang besar dan membawa kebaikan bagi umat
manusia sepanjang sejarah. Tidak jarang orang merasa bersyukur dengan pengalaman
masa lalunya yang sulit karena dianggapnya sebagai proses penempaan diri yang
bagus. Sebaliknya, orang-orang yang pengalamannya manis-manis saja, harus
terjungkal begitu menemui persoalan yang tak seberapa besar.
Perbedaan mereka yang tangguh dan yang rapuh adalah pada penghayatan
mereka terhadap peristiwa yang mereka alami. Lantaran bab ini bukan membicarakan
kesehatan mental, maka izinkan saya untuk mengajak Anda melihatnya dari sisi
pendidikan anak, khususnya bagaimana komunikasi kita sehari-hari mempengaruhi
pendidikan anak.
Sebelum berbicara lebih jauh, cerita berikut sebaiknya Anda simak.
Prof. Dr. dr. Hernomo Ontoseno Koesoemobroto, Kabag SPK (Sentra
Pengobatan Keracunan) IRD RSUD dr. Soetomo Surabaya mengungkapkan hasil
sebuah penelitian yang dilakukan oleh lembaga yang dipimpinnya. Menurut
Hernomo, sebagian besar pelaku bunuh diri yang dikirimkan ke IRD SPK adalah
perempuan yang memiliki sifat manja (ngaleman dalam bahasa Jawa). Artinya,
pada masa hidupnya mereka itu sangat manja kepada orangtuanya, terutama
kepada ibunya.

Kado Pernikahan 274


“Untuk itu, ibu-ibu yang memiliki anak perempuan aleman memang harus
memperlakukannya ekstra hati-hati,” kata Hernomo sebagaimana diberitakan oleh
harian Jawa Pos, 23 Januari 1998.
Apa yang menyebabkan anak manja? Banyak yang salah paham. Manja sering
dihubungkan dengan kasih-sayang berlebihan, sehingga membuat para orangtua
berhati-hati dalam memberikan kasih-sayang (untuk tidak menyebut kurang sayang).
Mereka bersikap keras pada anak, padahal sikap keras ini bisa menyebabkan mental
anak kurang kokoh.
Manja sebenarnya tidak berhubungan dengan banyak sedikitnya kasih-sayang
yang diterima anak. Al-Hasan dan Al-Husain adalah anak yang banyak memperoleh
kasih-sayang, dari orangtua maupun kakeknya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Tidak ada orang yang menyayangi anak seperti Rasulullah, sampai harus
merangkak kuda-kudaan dengan anak, menjulurkan lidah untuk bercanda ataupun
memanjangkan sujud demi kenyamanan cucunya ketika menaiki lehernya di saat
bersujud. Tetapi kita semua melihat, mereka berdua tidak menjadi pribadi yang
manja. Bahkan sebaliknya mereka menjadi pahlawan-pahlawan yang rela ditebas
lehernya dengan keharuman syuhada. Mereka tidak menjadi orang yang manja dan
cengeng.
Ketika ada yang merenggut anak secara kasar dari gendongan Rasulullah karena
pipis, Rasulullah bahkan menegur, “Pakaian yang basah ini dapat dibersihkan dengan
air, tetapi apa yang dapat menghilangkan kekeruhan dalam jiwa anak akibat
renggutanmu yang kasar?”
Sepanjang yang saya ketahui, sikap manja lebih banyak berhubungan dengan
komunikasi kita kepada anak. Secara sederhana, kita dapat membagi komunikasi ini
ke dalam dua macam, yaitu komunikasi kepada anak dan komunikasi bersama anak.
Komunikasi kepada anak, maksudnya adalah bagaimana orangtua berbicara
kepada anak, menyatakan maksud dan nasehat kepada anak, serta mendiskusikan
sesuatu dengan anak. Termasuk dalam kategori komunikasi kepada anak antara lain
menyuruh, melarang, menganjurkan, menceritakan sesuatu, serta bentuk-bentuk
komunikasi lainnya yang secara langsung ditujukan kepada anak dan diungkapkan
secara langsung kepada anak. Tulisan dan seminar-seminar tentang komunikasi
orangtua dan anak umumnya hanya membicarakan komunikasi jenis ini.
---
Akibat peristiwa itu pun
akhirnya berbeda-beda bagi tiap anak.
Apa yang membedakan?
Ungkapan spontan
masing-masing orangtua
---

Kado Pernikahan 275


Komunikasi bersama anak, maksudnya adalah segala bentuk perilaku
komunikasi kita yang tidak kita tujukan kepada anak, akan tetapi anak dapat
menangkap dan mendengarnya. Kalau Anda berbicara dengan suami Anda dengan
cara yang manja merajuk-rajuk dan anak melihat perilaku komunikasi Anda itu, maka
anak menerimanya sebagai proses belajar dan secara otomatis ia mempersepsi apa
yang ia lihat, dengar, dan rasa.
Bab ini akan membicarakan lebih jauh masalah komunikasi bersama anak.
Secara lebih khusus insya-Allah akan menyoroti apa pengaruhnya perilaku
komunikasi suami-istri terhadap pendidikan anak. Sementara itu, berkenaan dengan
masalah komunikasi kepada anak, bukan buku tentang pernikahan yang bertugas
membahasnya.
Kembali ke kasus gadis manja. Komunikasi orangtua banyak berperan
menjadikan seorang anak memiliki sifat manja. Anak belajar melakukan identifikasi
diri, tidak sekedar imitasi atau meniru-niru dari orangtua. Anak belajar menghayati
peristiwa “dari bagaimana orangtua menghayati”. Dalam hal ini, anak belajar dari
ekspresi yang tampak. Ini terutama kelihatan pada komunikasi sehari-hari antara
suami dan istri dan justru bukan pada komunikasi antara orangtua kepada anak.
Bukan merupakan sesuatu yang aneh jika istri berbicara dengan cara merajuk-
rajuk manja. Bagi pengantin baru, ini menyenangkan. Segala keindahan rasanya
bertabur menjadi satu ketika mendengar istri berkata manja. Tetapi hati-hatilah dalam
menempatkan kemanjaan agar tidak tetap terbawa ketika anak-anak telah lahir. Gaya
bicara istri yang merajuk manja bisa membawa anak untuk cengeng dan manja.
Masih sejenis ini adalah respon kita ketika mengalami sesuatu; entah tersandung
batu, entah digelitik suami, entah ketika udara begitu panas ataupun dingin; baik
dalam suasana bercanda, serius, santai ataukah dalam suasana tegang. Kadangkala
ketika udara terasa panas, kita cepat mengatakan, “Aduuh, panas, Mas. Kenapa sih
kok panas? Aduuh...!”
Dari sisi cara pengucapannya (sayang saya tidak bisa mencontohkan secara lisan
kepada Anda) kalimat itu bisa membawa anak belajar cengeng dan manja. Dari sisi
isi, kalimat-kalimat sejenis ini mendorong anak untuk mudah mengeluhkan cuaca
yang jika pola itu dibawa terus bisa sampai kepada sikap mudah menyalahkan
keadaan dan zaman (seperti yang kadang kita lihat di sekeliling kita). Kalimat seperti
itu juga merangsang anak tidak mensyukuri nikmat Allah dan menilai keadilan Ilahi
dengan cara yang sedemikian dangkal. Hanya karena hawa dingin yang agak kuat,
kita merasa Tuhan sedang “tidak berpihak kepada kita”; kita merasa Tuhan tidak
mendengar do’a kita. Alangkah seringnya kita bertuhan dengan sikap yang kekanak-
kanakan dan egois. Alangkah seringnya kita ini keminter (sok cerdas) di hadapan
Allah, Tuhan Yang Maha Luas Pengetahuan-Nya. Allah telah mengabarkan:
“Maha sempurna pengetahuan-Nya tentang apa saja.” (QS. Al-Baqarah [2]:
29).
“Dan Allah Maha Luas, Maha Tahu.” (QS Ali ‘Imran [3]: 73).

Kado Pernikahan 276


Ungkapan yang spontan tentang apa saja di sekeliling kita maupun ucapan-
ucapan Anda kepada suami, merupakan alat untuk bercermin bagi anak. Anak belajar
menghayati hidup sehari-hari, memaknai rasa capek, ganjalan, dan berbagai bentuk
kejadian sebagaimana ia mengidentifikasi dari orangtua, terutama ibu.
Saya ingin memberi contoh kepada Anda tentang ungkapan spontan ini.
Sebagaimana ibu-ibu yang lain, anak Anda mungkin pernah kehujanan dan
kepanasan. Tetapi reaksi anak Anda terhadap pengalaman kehujanan yang ia alami
bisa berbeda seratus delapan puluh derajat dibanding anak-anak lain. Akibat dari
peristiwa itu pun akhirnya berbeda-beda bagi tiap anak. Apa yang membedakan?
Ungkapan spontan masing-masing orangtua, atau setidaknya ungkapan orangtua
ketika mengalami peristiwa serupa.
---
Gaya bicara istri yang merajuk manja bisa
membawa anak untuk cengeng dan manja.
---
Sebagian orangtua merespon anak yang pulang dalam keadaan basah kuyup
dengan ungkapan gembira. Bahkan sebagian ada yang bangga, “Lihat, dia datang. Dia
memang punya semangat. Itu, anakmu!”
Tetapi sebagian lainnya segera menyambut anak dengan sejumlah pertanyaan,
secara langsung kepada anak maupun tidak. Orangtua berkata, “Aduh..., kenapa kamu
basah kuyup begini? Tadi kan sudah kelihatan berawan, kenapa tidak membawa jas
hujan atau payung. Coba kalau tadi bawa payung, kamu tidak sampai kehujanan
seperti ini. Makanya, lain kali dengar kata Mama. Ini, kasihan sekali kamu. Pasti
kamu kedinginan....”
Atau, “Aduuh, Pak. Tadi kenapa Didin nggak disuruh bawa payung? Tuh,
kasihan dia. Kedinginan pasti. Coba tadi kamu mau perhatian sedikit, dia nggak harus
pulang dengan kehujanan begitu.”
Kalimat ini akan lebih “heroik” lagi kalau diteruskan hingga panjang sekali dan
diucapkan berulang-ulang, bahkan ketika anak sudah tidak merasa kedinginan (secara
fisik). Meskipun kalimat ini mengekspresikan perasaan ibu yang khawatir terhadap
anaknya karena besarnya perasaan sayang, tetapi efeknya bagi anak justru tidak
menguatkan jiwa. Anak merasa tertekan oleh “kesalahan-kesalahannya” (apalagi jika
Anda sebelumnya tidak mengingatkan untuk bawa payung)2 di saat dia masih merasa
kedinginan. Anak belajar untuk mengasihani dirinya sendiri sehingga ia melatih
dirinya untuk tidak berani menghadapi hujan dan tidak tahan terhadap “rintangan-
rintangan kecil” yang ia jumpai, bahkan yang belum ia jumpai. Ia tidak bisa menjadi
seorang Emha Ainun Nadjib “muda” yang suatu saat harus tergopoh-gopoh
memberesi kertas yang akan dijualnya di saat hujan akan turun. Ia tidak bisa menjadi
seorang Imam Al-Ghazali yang ketika akan berguru disuruh gurunya untuk
membuang kotoran kuda dengan tangannya sendiri. Ia tidak bisa menjadi pribadi
cemerlang tanpa fasilitas (dimulai dari fasilitas payung).3 Ia hanya akan menjadi

Kado Pernikahan 277


manusia biasa-biasa saja sebatas fasilitas yang sanggup ia dapatkan dari orangtua.
Akibatnya, biaya mendidik akan sangat mahal.
Ini berbeda dengan kalimat pertama. Pada kalimat pertama ungkapan rasa
kasihan dari ibu tidak ditunjukkan dengan kata-kata kasihan, tetapi dengan kata-kata
yang menunjukkan kegembiraan ibu melihat anaknya datang. Kalimat seperti ini
memberikan efek yang lebih membesarkan hati dan menguatkan semangat. Apalagi
kalau diikuti dengan tindakan memberikan handuk (tubuh yang basah dapat
dikeringkan dengan handuk, bukan omelan), mengantarkannya ke kamar mandi,
memberinya minuman hangat, dan menemaninya sambil mendengar cerita-cerita dari
anak. Sikap seperti inilah yang menghangatkan jiwa anak. Bukan kata-kata
penyesalan dari Anda lantaran anak tidak membawa payung atau jas hujan.
Saya teringat dengan almarhum kakek. Saya menghabiskan masa kecil saya
bersama kakek sampai ia meninggal ketika saya kelas 1 SMP. Kami tinggal di rumah
yang bocor kalau hujan. Rumah-rumah lain juga banyak yang bocor. Bedanya, ketika
hujan datang, kami tidak menggerutu dan sedih sebagaimana yang kadang saya
dengar dari orang-orang lain yang mempunyai pengalaman serupa. Hujan selalu
disambut dengan penuh rasa syukur oleh almarhum kakek, setidaknya begitu yang
saya ingat. Setelah memberesi apa yang perlu diberesi, kami biasa berkumpul
bersama untuk menikmati makanan ringan yang digoreng nenek. Pada saat seperti itu,
kakek saya biasa menyitir ayat-ayat suci atau hadis yang menceritakan tentang nikmat
Allah, tentang turunnya hujan yang akan menumbuhkan tanaman-tanaman, tentang
mensyukuri nikmat, tentang surga, tentang kufur nikmat yang akan mengubah karunia
menjadi malapetaka. Allah Maha Kuasa mengubah hujan yang penuh kenikmatan
menjadi malapetaka yang merobohkan pohon-pohon dan menghanyutkan rumah-
rumah.
Kadang pada saat hujan seperti itu, kakek tekun membaca kitab dan
menceritakan isinya. Cerita tentang isi kitab sering seperti tidak ditujukan secara
langsung kepada anak cucunya, tetapi dibaca sedemikian rupa sehingga kami
mendengarnya. Atau, kakek berdialog dengan nenek tentang isi kitab.
Situasi semacam ini, yang melahirkan penghayatan tentang hujan sebagai nikmat
dan saat-saat akrab, saya rasakan amat besar manfaatnya. Saya tidak tergantung
kepada suasana yang terang dan tenang untuk membaca. Saat-saat hujan deras tetap
memberikan keasyikan untuk membaca, menulis, atau pun berdiskusi. Rintik hujan
bukan halangan untuk pergi (dengan jalan kaki) demi memperoleh apa yang
dibutuhkan, misalnya buku baru di toko.
Ada lagi manfaat-manfaat lain, khususnya bagi tumbuhnya semangat dan
kemampuan menghayati panas dan dingin atau keadaan lain sebagai karunia Tuhan
Yang Memberi Nikmat dengan adil. Begitu.
Astaghfirullahal ‘adzim.
Alhasil, komunikasi kita sehari-hari mempengaruhi kematangan anak,
mempengaruhi pendidikan anak. Komunikasi bersama anak ini mempengaruhi baik
dari segi cara kita berkomunikasi maupun dari segi isi komunikasi. Jika peribahasa

Kado Pernikahan 278


mengatakan bahasa menunjukkan bangsa, maka komunikasi menunjukkan
“bagaimana kita” sehingga seperti itulah anak mengidentifikasi.
Pengaruh ini tidak hanya secara khusus berkenaan konteks komunikasi kita.
Maksudnya, jika kita sering mengeluhkan hujan di saat kita akan pergi atau menjemur
pakaian, maka pengaruhnya bagi anak tidak hanya terhadap perasaannya ketika hujan
turun, tetapi meluas ke aspek-aspek lain.
Bicara tentang pengaruh isi komunikasi kita bagi pendidikan anak, saya teringat
dengan Murtadha Muthahhari. Ia pernah berkata:
Kita meratapi generasi ini disebabkan ia meninggalkan Al-Qur’an.
Mengapa mereka tidak mempelajari Al-Qur’an di sekolah-sekolah mereka?
Bahkan setelah memasuki perguruan tinggi, mereka tetap saja tidak mampu
membaca Al-Qur’an. Tak diragukan lagi, hal ini tentunya amat menyedihkan.
Namun seharusnya kita bertanya kepada diri kita sendiri. “Apa kiranya yang
telah kita lakukan sampai sekarang mengenai hal ini? Apakah, dengan
menyelenggarakan beberapa pelajaran fiqih dan cara membaca Al-Qur’an
seperti sekarang ini, kita dapat mendorong generasi ini mengerti kandungan
Al-Qur’an?
Sungguh aneh, generasi tua sendiri telah meninggalkan Al-Qur’an; namun
ia menyesali generasi mudanya karena tidak mengenal Al-Qur’an! Sungguh,
kita sendirilah yang telah menjauh dari Al-Qur’an, lalu mengharap generasi
muda kita mendekat kepadanya! Mari saya buktikan, bagaimana Al-Qur’an
menjadi sesuatu yang ditinggalkan di antara kita.
Jika seseorang diketahui sebagai pakar tentang Al-Qur’an, yakni banyak
melakukan penelitian dan perenungan tentang makna-makna yang terkandung
di dalamnya; atau ia mempelajari tafsir Al-Qur’an secara mendalam, sejauh
apa ia dihormati di kalangan kita? Nihil!
Saya tertarik untuk mengutip tulisan Muthahhari ini karena saya belum bisa baca
Al-Qur’an dan belum mampu menjadikannya sebagai pegangan hidup, yang
kepadanya saya berkonsultasi setiap hari dalam menghadapi berbagai hal. Muthahhari
menunjukkan lebih lengkap lagi dalam bukunya bahwa jauhnya generasi muda dari
Al-Qur’an karena orang-orang tua tidak menunjukkan apresiasi yang tinggi terhadap
orang yang memiliki penguasaan bagus atas Al-Qur’an.
Generasi muda mengambil semangat dari bagaimana orangtua mereka menyikapi
segala sesuatu di sekeliling mereka. Ketika mereka mendapati orangtua kurang
perhatian terhadap orang yang memiliki penguasaan Al-Qur’an, memberi respon yang
datar, dan tidak terdengar ucapan yang menyiratkan kecintaan, maka mereka tidak
menaruh minat dan bahkan lebih jauh lagi dibanding orangtua mereka. Ini tidak
berarti orangtua mereka tidak mengajarkan kepada mereka tentang Al-Qur’an, tidak
berarti orangtua mereka tidak membaca Al-Qur’an, tidak berarti orangtua mereka
jauh dari Al-Qur’an, dan juga tidak berarti orangtua mereka tidak mencintai Al-
Qur’an. Tetapi kecintaan dan kedekatan mereka dengan Al-Qur’an tidak dicerminkan
dalam ucapan spontan dan sikap menghargai terhadap Al-Qur’an dan orang-orang

Kado Pernikahan 279


yang menguasainya, kecuali dalam bentuk ungkapan formal dalam pengajaran.
Contoh ungkapan formal ini adalah, “Al-Qur’an adalah pegangan hidup setiap
muslim. Setiap muslim harus mempunyai Al-Qur’an.”
Ungkapan semacam ini tidak menggerakkan jiwa. Ungkapan ini lebih bersifat
kognitif yang menjadi makanan bagi otak saja, tetapi tidak menghidupkan kehendak
(konasi) dan rasa (afeksi). Padahal jika kehalusan perasaan dan kehendak kita
bergerak (dzauq), pikiran kita juga ikut hidup. Pikiran kita bekerja.
Bandingkan dengan ungkapan kita ketika mendengar rekan kita diterima di
sebuah perusahaan otomotif. Apa yang kita katakan? Kita mengucapkan,
“MasyaAllah, hebat ya. Wah, nanti besar sekali gajinya itu.”
Sangat lain efeknya terhadap perasaan kita antara kalimat pertama tadi dengan
kalimat terakhir yang baru saja kita dengar. Kalimat pertama lebih banyak bermuatan
informasi dengan urutan logis: jika Al-Qur’an penting, maka setiap orang perlu punya
Al-Qur’an. Sedang kalimat kedua secara langsung membangkitkan rasa kagum kita
terhadap pekerjaan di perusahaan otomotif sekaligus menanamkan nilai bahwa letak
kehebatan itu ada pada gaji.
Karena itu, saya pernah merasa risau ketika membaca sebuah buku panduan
untuk ustadz/ustadzah TPA. Dalam buku itu dituliskan kalimat yang perlu diucapkan
oleh seorang ustadz ketika menerangkan konsep tentang qadha dan qadar.
Mari kita simak cuplikan sekilas tentang qadar sambil merenungkan apakah itu
sesuai untuk anak. Silakan periksa kalimat berikut ini:
“SEKARANG apa yang dimaksud dengan Qadar itu? Adapun yang dimaksud
dengan Qadar adalah ketentuan-ketentuan Allah yang harus berlaku bagi setiap
makhluk sesuai dengan batas ketentuan Allah yang telah diputuskan sejak zaman
azali. Apakah hal tersebut berakibat baik atau buruk, segala sesuatunya telah
ditentukan oleh Allah SWT.”4
Kalimat seperti itu tidak memiliki muatan perasaan, sehingga sulit
menggerakkan jiwa dan membangkitkan perasaan terhadap kekuasaan Allah. Kalimat
di atas lebih bersifat kognitif, hanya memberi informasi definisi qadar pada otak kita.
Ditinjau dari segi tingkat abstraksinya,5 kalimat tersebut lebih sesuai untuk
mahasiswa daripada santri TKA. Penjelasan dengan kalimat yang membutuhkan
kemampuan memahami konsep seperti pada kalimat di atas, saya rasa lebih sesuai
untuk mahasiswa Fakultas Ushuluddin jurusan Aqidah Filsafat dibanding anak usia
TK atau SD. Ditinjau dari teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif, anak-
anak usia TK belum mencapai tahap berpikir operasional formal. Dan menurut per-
kembangan taklif pun, mereka baru berkisar tahap tamyiz (membedakan benar salah
dan baik buruk dengan kemampuan akalnya).
Anda barangkali merasa bingung dengan penjelasan ini lantaran dalam praktek
pengajaran, anak-anak TKA menunjukkan respon dan mampu menanggapi ketika
ditanya tentang pengertian qadar. Mereka dapat menyahut ketika ustadz
mengucapkan kalimat yang memang sengaja tidak diselesaikan.

Kado Pernikahan 280


Mengenai persoalan tersebut, saya ingin menjelaskan dengan apa yang saya
sebut sebagai pseudo-afektif (seolah-olah bersifat afektif). Guru dan orangtua sering
merasa bahwa anak-anak antusias betul dan tanggap terhadap apa yang disampaikan
ketika anak dengan cepat melengkapi kalimat kita yang tidak selesai. Guru (juga
orangtua) mengira, itu menunjukkan bahwa anak mampu menyerap materi yang
diajarkan, sekalipun sulit. Padahal anak sesungguhnya hanya antusias untuk
melengkapi kalimat dan tidak bersangkut paut dengan pemahaman dan penghayatan
materi. Kecepatan melengkapi kalimat lebih banyak berhubungan dengan daya ingat
daripada pencerapan. Apalagi jika anak “belajar” dari orangtua bahwa pendengar
harus segera merespon kata-kata yang terpenggal ketika seorang ustadz memberi
ceramah. Misalnya, anak melihat bagaimana ibunya selalu meneruskan kata-kata
ustadz yang tidak selesai sekalipun tidak memperhatikan dengan sungguh-sungguh.
Karena itu ketika di TKA ustadznya mengucapkan kalimat, “Jadi, ini merupakan tak-
dir Al... All...?”, maka ia segera menyahut, “Allah....!”
Pembicaraan ini saya cukupkan sampai di sini, mengingat bab ini bukan tentang
komunikasi ustadzah TKA. Pembicaraan lebih jauh tentang kalimat yang mempunyai
muatan perasaan, silakan Anda baca sendiri di buku yang lain. Salah satu buku yang
bisa Anda baca adalah Mutiara Ilmu Balaghah terbitan Mutiara Ilmu, Surabaya.
Sebagai penutup pembicaraan kita tentang kalimat yang menggerakkan jiwa,
rasakan kalimat berikut. Ucapkan kepada anak Anda yang mulai mengerti:
“Wahai Anakku, sesungguhnya aku akan mengajarkanmu beberapa kata ini
sebagai nasehat buatmu. Jagalah hak-hak Allah, niscaya Allah pasti akan menjagamu.
Jagalah dirimu dari berbuat dosa terhadap Allah, niscaya Allah akan selalu berada di
hadapanmu.
Apabila engkau menginginkan sesuatu, mintalah pada Allah. Dan apabila engkau
menginginkan pertolongan, mintalah pertolongan pada Allah. Ketahuilah, bahwa
apabila seluruh umat manusia berkumpul untuk memberi manfaat padamu, mereka
tidak akan mampu melakukannya kecuali apa yang telah dituliskan oleh Allah di
dalam takdirmu itu. Juga sebaliknya, apabila mereka berkumpul untuk mencelakai
dirimu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakaimu sedikit pun kecuali atas
kehendak Allah.
Pena telah diangkat dan lembaran takdir telah kering.”6
***
Pembicaraan kita tentang pengaruh komunikasi suami-istri terhadap pendidikan
anak masih panjang. Tetapi saya mengalami kesulitan dalam mengungkapkan secara
tertulis karena sebagian lebih mengena untuk dibicarakan secara lisan daripada
melalui tulisan. Pengungkapan secara lisan memungkinkan untuk mencontohkan
secara gamblang, terutama yang bersangkut paut dengan cara bicara, ekspresi wajah,
intonasi, dan perbedaan volume suara.
Demikianlah. Dan sekarang izinkan saya untuk memasuki bab berikutnya
Keasyikan yang Menghancurkan Keluarga.

Kado Pernikahan 281


Astaghfirullahal ‘adzim. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin.

Catatan Kaki:
1. Simptom adalah gejala yang nampak.
2. Kadang ibu tidak mengingatkan anak untuk membawa payung atau jas hujan
ketika anak akan berangkat les, misalnya. Tetapi ketika melihat anak pulang
dalam keadaan kehujanan, ia sibuk menanyai anak mengapa tadi tidak membawa
payung dan asyik menyalahkan suami lantaran tadi tidak menyuruh anak
membawa payung. Sikap semacam ini memberi efek yang negatif bagi anak.
Inilah yang disebut dengan argumentum ad hominem atau menyalahkan orang
untuk membenarkan diri sendiri. Lebih jauh silakan lihat Salahnya Kodok:
Bahagia Mendidik Anak bagi Ummahat (MitraPustaka, 1996).
Sesungguhnya, rasa penyesalan bisa menjadi semangat bagi anak jika
diungkapkan dengan cara yang tepat tanpa si-buk menutup-nutupi kesalahan diri
sendiri. Misalnya, “Maaf-kan, Ibu. Ibu lupa tidak mengingatkanmu membawa
payung sebelum kau berangkat tadi.”
3. Sesungguhnya segala sesuatu yang ada di dunia ini, di sekeliling kita ini, adalah
fasilitas bagi pencapaian kesempurnaan kita. Peristiwa hujan dan panas, air yang
mengalir maupun angin yang berhembus, adalah fasilitas bagi kematangan jiwa
anak dan latihan jiwa anak. Sesungguhnya setiap hal yang kita jumpai adalah
pelajaran bagi orang-orang yang mengambil pelajaran. Mahasuci Allah dengan
segala ciptaan-Nya.
4. Pengurus TKA dan TPA Al-Ikhlas Bidang Kurikulum, Kumpulan Materi TKA:
Aqidah, Akhlak dan Syari’ah, TKA dan TPA Al-Ikhlas Samirono, Catur Tunggal,
Yogyakarta, 1997.
5. Semakin tinggi tingkat abstraksi sebuah kalimat, semakin sulit orang
membayangkan, semakin rendah tingkat abstraksinya semakin mudah orang
membayangkan. Penggambaran tentang surga dalam Al-Qur’an memakai kalimat
yang mengandung nilai abstraksi rendah sehingga justru memungkinkan orang
untuk membayang-bayangkan betapa indahnya surga yang di dalamnya ada
bidadari-bidadari yang sebaya usianya dengan kita, yang selalu perawan dan
penuh gairah, yang di bawahnya mengalir sungai-sungai susu, yang.... ah, bisakah
kita mendapatkan surga-Nya?
Setelah orang membayang-bayangkan betapa nikmatnya surga, kita diberi
penjelasan dengan tingkat abstraksi yang tinggi. Sehingga insya-Allah justru
membangkitkan rasa penasaran kita. Sebab segala keindahan yang sanggup kita
bayangkan, ternyata masih tidak akan sanggup mewakili keindahan yang ada di
surga. Wallahu A’lam bishawab.

Kado Pernikahan 282


6. Kalimat ini adalah nasehat Rasulullah kepada Ibnu ‘Abbas. Ketika itu Ibnu
‘Abbas masih kanak-kanak yang baru mengerti. Hadis ini diriwayatkan oleh At-
Tirmidzi.
Membandingkan materi panduan untuk ustadzah TKA dengan hadis Nabi
memang tidak adil. Tapi saya tidak menemukan contoh yang lebih baik dibanding
hadis ini. Ada contoh lain sebagaimana termuat pada buku Mendidik Anak
Bersama Rasulullah karya Muhammad Nur Abdul Hafizh (Al-Bayan, 1997) hal.
120, akan tetapi sama-sama hadis Nabi. Karena itu saya mohon maaf.

***

Kado Pernikahan 283


Bab 18

K easyikan yang
Menghancurkan Keluarga

“Wahai orang yang telah menghancurkan


kehormatan orang lain, dan yang memutuskan tali kasih,
kau akan hidup penuh kehinaan.
Jika engkau orang merdeka dan
dari keturunan orang yang baik-baik,
pastilah kau tidak akan menodai kehormatan orang lain.”

(Imam Syafi’i)

B etapa seringnya kita menghancurkan keluarga kita sendiri demi


memperoleh keasyikan-keasyikan kecil. Saat-saat berkumpul yang
mestinya bisa digunakan untuk berbicara dari hati ke hati, berubah
menjadi pembicaraan yang menggelapkan hati lantaran kita tidak berhati-hati.
Pembicaraan yang mestinya bisa saling mengakrabkan antar anggota keluarga dan
menguatkan perasaan kasih-sayang, berubah menjadi ajang untuk membuka aib orang
lain.
Betapa mengasyikkannya ghibah (menggunjing) dan betapa buasnya ia
menerkam kita. Betapa besarnya bahaya ghibah dan betapa sulitnya kita menghindari.
Ia datang mengajak setiap orang, sehingga kita bisa mendengar orang melakukan
ghibah saat pengajian, saat ngobrol santai, saat..., bahkan saat memberikan khotbah
nikah.

Kado Pernikahan 284


Di keluarga, menggunjing sering terjadi saat acara-acara santai; saat melepas
lelah di siang hari; saat minum kopi atau teh panas di malam hari; saat kawan lama
datang bertamu; atau saat suami pulang dengan membawa sedikit “kekecewaan”
karena terbentur dengan teman. Kadang acara santai tidak dihabiskan dengan
menggunjing, tetapi digunakan untuk melotot di depan TV yang sebagian beritanya
juga berisi gunjingan terhadap orang lain.
Hampir setiap kita tidak bisa melepaskan dari perbuatan ghibah (menggunjing),
kecuali orang-orang yang betul-betul wara’ (sangat menjaga diri) saja. Ia menyerang
semua lapisan, semua kelas sosial ekonomi, serta segala latar belakang. Kita sering
mendapat kesempatan untuk ghibah di saat sedang “berdakwah”. Kita kadang
melakukan ghibah dengan alasan amar makruf nahi munkar meskipun kita tidak
pernah mengingatkan orang yang kita gunjing.
Saya teringat dengan ceramah Ustadz Dzikrullahu Akbar (semoga Allah
memuliakan hidup dan matinya). Beliau pernah bercerita tentang masa’il qalbiyyah
(masalah-masalah hati) sampai akhirnya sampai kepada pembahasan tentang menjaga
komentar. Ustadz Dzikrullahu Akbar menceritakan seorang ulama yang sangat
menjaga komentarnya sehingga tidak bisa dipancing-pancing, sampai-sampai seakan
lebih baik disembelih daripada membicarakan keburukan orang lain.
Ustadz Dzikrullahu Akbar sendiri konon adalah orang yang berhati-hati dalam
masalah ghibah. Pernah seorang aktivis dakwah datang mengadu. Ia menceritakan
kawannya begini dan begitu. Semua untuk pengertian yang negatif. Kali ini Ustadz
Dzikrullah diam.
Di waktu yang lain, aktivis tersebut datang lagi. Ceritanya masih sama dengan
sebelumnya; tindakan teman lain yang justru membawa dampak yang negatif, dan
seterusnya. Semuanya menggambarkan negatifnya orang lain dan positifnya apa yang
diperjuangkan, tanpa pernah membicarakan kekurangan-kekurangannya. Kali ini
Ustadz Dzikrullahu masih tetap diam.
Aktivis itu kemudian datang lagi untuk ketiga kali. Ia menceritakan lagi tentang
temannya di remaja masjid yang menjadi “pengganggu” dakwahnya. Ia bercerita
panjang lebar.
Selesai bercerita, Ustadz Dzikrullahu Akbar berkata kepada aktivis tersebut,
“Aku ini heran, Mas. Sampeyan sedari dulu hingga sekarang sudah tiga kali bicara
kepada aku tentang masalah itu. Tapi seingatku, Sampeyan itu tidak pernah mengakui
bahwa Sampeyan ya pernah berbuat salah kepada orang itu, entah sekali atau dua kali.
Kok tidak pernah. Cerita Sampeyan itu, yang jelek semua teman Sampeyan. Teman
Sampeyan itu jeleeek thok, tidak ada baiknya.”
“Kesimpulanku begini akhirnya,” kata Ustadz Dzikrullahu Akbar, “Sampeyan itu
malaikat atau Nabi. Teman Sampeyan itu setan. Bagaimana?”
“Ah, ya tidak begitu,” kata aktivis dakwah itu menyergah.

Kado Pernikahan 285


“Lha cerita Sampeyan begitu-e. Tidak pernah menyebut kebaikannya, jeleek
thok. Sementara sikap Sampeyan pada dia, baiiik thok,” kata Ustadz dari Jawa Timur
ini.
Cerita Ustadz Dzikrullahu Akbar kita cukupkan sampai di sini dulu. Selanjutnya,
saya ingin menulis lebih jauh tentang menggunjing, bahayanya bagi kehidupan kita,
serta kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan.
Saya tulis bab ini sebagai peringatan bagi diri saya sendiri, istri saya (perhatikan
tulisan ini baik-baik), orangtua saya, saudara-saudara saya, sahabat-sahabat saya,
orang-orang yang saya cintai, serta kaum muslimin seluruhnya. Semoga Allah
menolong saya dalam menulis bab ini dan mengampuni dosa-dosa serta kezaliman
saya. Semoga Allah memperbaiki mulut-mulut kita yang sering kita kotori ini dengan
perkataan-perkataan yang membawa maslahat.
Astaghfirullahal ‘adzim. Laa ilaaha illa Anta, subhanaKa inni kuntu minadz-
dzalimin.
---
Banyak di antara kita
yang merasa tidak menggunjing
ketika mereka membicarakan orang lain,
meskipun telah jelas-jelas menggunjing.
---
Sudah Termasuk Menggunjing
Tak jarang kita sulit diingatkan. Kita tetap saja menggunjing karena yang kita
bicarakan memang benar-benar terjadi. Kita merasa tidak menggunjing karena ada
fakta yang membenarkan pembicaraan kita. Padahal larangan menggunjing bukan
atas alasan faktual atau tidak, tetapi atas alasan menjaga kehormatan sesama muslim.
Setiap muslim dijaga kehormatannya. Tak seorang pun boleh membuka-buka
kekhilafan orang lain yang disembunyikan, sekalipun yang membuka itu seorang
kepala negara. Tak seorang pun boleh mengintip dan memasuki rumah orang lain jika
tidak diizinkan, sekalipun itu rumah rakyat jelata yang miskin dan tak berdaya.
Apalagi jika sampai merampas tanahnya, sekalipun untuk mendirikan bangunan-
bangunan yang membawa kemaslahatan bagi ummat manusia.
Barangkali kita sulit menemukan contoh yang lebih indah di zaman ini
ketimbang yang pernah dicontohkan oleh Umar bin Khaththab. Suatu ketika Umar
melakukan ronda malam bersama Abdullah bin Mas’ud. Pada tempat yang terpencil
mereka melihat kerlipan cahaya. Dari arah yang sama, mereka mendengar sayup-
sayup suara orang bernyanyi. Keduanya mengikuti cahaya itu dan sampai di sebelah
rumah. Diam-diam Umar menyelinap masuk. Ia melihat seorang tua sedang duduk
santai. Di hadapannya ada cawan minuman dan seorang perempuan yang sedang
bernyanyi.

Kado Pernikahan 286


Umar menampakkan dirinya dan menghardik, “Belum pernah aku melihat
pemandangan seburuk yang aku lihat malam ini. Seorang tua yang menanti ajalnya!
Hai musuh Allah, apakah kamu mengira Allah akan menutup aibmu padahal kamu
berbuat maksiat.”
Orang tua itu menjawab, “Janganlah tergesa-gesa, ya Amirul Mukminin. Saya
hanya berbuat maksiat satu kali. Anda menentang Allah sampai tiga kali. Tuhan
berfirman:
“Janganlah mengintip keburukan orang lain [tajassus].” (Al-Hujuraat 49: 12).
Anda telah mengintip. Tuhan berfirman:
“Masuklah ke rumah-rumah dari pintunya.” (Al-Baqarah 2: 189).
Anda menyelinap masuk. Dan Anda sudah masuk ke sini tanpa izin, padahal
Allah berfirman:
“Janganlah kamu masuk ke rumah yang bukan rumahmu sebelum kamu meminta
izin dan mengucapkan salam kepada orang yang ada di dalamnya.” (An-Nuur 24:
27).
Umar berkata, “Kamu benar!”
Ia keluar, menggigit pakaiannya sambil menangis, “Celaka kamu, Umar, jika
Allah tidak mengampunimu. Ada orang yang bersembunyi dari keluarganya.
Sekarang ia akan berkata: Umar mengetahuiku. Kemudian keluarganya me-
nguntitnya.”
Selama beberapa waktu, orang tua itu tidak pernah menghadiri majelis Umar.
Pada suatu hari, ia datang dan duduk di barisan paling belakang; seakan-akan ia mau
bersembunyi dari pandangan Umar. Akan tetapi, Umar melihatnya dan
memanggilnya. Orang tua itu berdiri dengan penuh kekhawatiran khalifah akan
mempermalukannya dengan apa yang pernah dilihatnya. Umar menyuruhnya
mendekat, “Dekatkan telingamu padaku.”
Ia berbisik kepadanya, “Demi Yang telah mengutus Mu-hammad dengan haq
sebagai Rasul! Seorang pun tak akan kuberitahukan apa yang telah kusaksikan pada
dirimu. Begitu pula Ibnu Mas’ud yang ada bersamaku.”
“Ya Amirul Mukminin, dekatkan juga telingamu”, kata orang tua itu. Sekarang
dia berbisik, “Begitu pula saya. Demi Yang mengutus Muhammad dengan haq
sebagai Rasul, saya tidak pernah kembali pada perbuatan itu sampai aku datang ke
majelis ini.”
Mendengar itu, Umar mengucapkan takbir dengan suara keras. Orang-orang
yang hadir tidak tahu karena apa ia bertakbir.
Allahu Akbar. Betapa tingginya kehormatan kita dalam masyarakat Islam.
Kesalahan yang kita lakukan tidak menjadi alasan untuk menjerumuskan kita dalam
aib yang memalukan, sehingga kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kesalahan kita
tetap dijaga kerahasiaannya sehingga memungkinkan kita untuk memperbaiki diri,

Kado Pernikahan 287


menata hati, dan memperbagus akhlak tanpa terbebani oleh bisik-bisik tetangga dan
tatapan curiga orang-orang yang tak percaya bahwa kita bisa baik.
Sekali lagi, marilah kita simak kembali salah satu peristiwa yang terjadi pada
masa pemerintahan Umar bin Khaththab. Pernah datang seorang laki-laki kepada
Umar. Ia menceritakan seorang gadis yang pernah berbuat dosa, kemudian bertaubat.
Ketika ia dilamar, pamannya ragu-ragu apakah ia harus menceritakan masa lalunya
yang buruk. Umar berkata, “Apakah kamu ingin membongkar apa yang telah Allah
sembunyikan? Demi Allah, jika kamu memberitahukan keadaan dia kepada orang
banyak, aku akan menghukum kamu sebagai pelajaran kepada semua penduduk kota.
Nikahkanlah dia sebagai perempuan yang suci.”
Allahu Akbar. Perempuan ini jelas telah melakukan perbuatan dosa. Tetapi Islam
merangkulnya sebagai perempuan suci ketika ia telah bertaubat. Islam menjaga
kehormatannya dan menutupi keburukan masa lalunya. Umar bahkan memberi
ancaman kalau paman gadis itu sampai menceritakan masa lalunya yang kelam.
Bandingkan dengan apa yang terjadi di zaman kita sekarang. Kehormatan
manusia sering diabaikan. Koran-koran sering membuka aib orang tanpa ada jaminan
bahwa orang-orang tersebut benar-benar melakukan keburukan, padahal andaikan ia
benar-benar melakukan saja mestinya tetap dihormati martabatnya. Demi sebuah
kepentingan, kadang saya merasakan sebuah koran menjatuhkan kehormatan
berdasarkan zhan dan kabar-kabar yang masih perlu ditabayyuni. Hanya karena
wartawan tidak pernah melihat seorang ulama melakukan shalat, koran telah menebar
fitnah dengan menyebutkan ulama ini tidak pernah shalat. Wartawan ini tidak
melakukan tabayyun dengan bertanya kepada yang bersangkutan, orang-orang yang
mengenal detail kehidupannya sehari-hari, maupun keluarganya. Wartawan dengan
ringan menulis bahwa ulama ini diisukan tidak shalat. Padahal setelah orang lain
melakukan tabayyun kepada orang-orang yang mengenal detail kehidupan sehari-
hari-nya, diperoleh bukti bahwa ulama ini mengerjakan shalat. Hanya tidak bisa
melakukan sambil berdiri.
Saya pernah memiliki prasangka yang kurang baik (biar terkesan tidak terlalu
negatif atas prasangka buruk saya) terhadap seorang ulama. Waktu itu koran-koran
memberitakan tentang ulama ini, menggambarkannya sebagai ulama yang
pengetahuannya dangkal dan kurang wawasan, menceritakannya sebagai orang yang
emosional, menunjukkan sebagai figur yang banyak digerakkan oleh vested interest
dengan kharisma yang diwarisi dari orangtua daripada kematangan ilmunya.
Pendeknya, ulama ini tidak tergolong sebagai orang yang betul-betul berilmu,
emosional, tidak tulus, dan menyandang berbagai konotasi negatif. Koran memang
berkepentingan menimbulkan citra negatif terhadap ulama ini, sampai-sampai saya
hampir percaya. Saya lupa bahwa koran lebih berpihak kepada oplah daripada
kejujuran dan kebenaran.

Kado Pernikahan 288


---
“Ghibah,” kata Nabi,
“adalah membicarakan saudara kalian dengan cara
yang tidak akan dia sukai.”
---
Ketika saya datang ke Jombang untuk mengikuti acara halaqah diniyyah, ulama
yang dikesankan negatif ini ikut memberikan presentasi. Ia datang tanpa membawa
makalah, tanpa membawa kitab untuk rujukan di meja pembicara, dan tanpa
membawa catatan kasar tentang apa yang akan dipresentasikannya.
Allahu Akbar wastaghfirullahal 'adzim. Saya harus tertegun dan menangis begitu
kiai ini mempresentasikan “maqalahnya”. Ia menguraikan pendapatnya dengan
argumentasi yang sangat kuat; terampil menyebutkan kitab rujukan sekaligus
mengutipkan paragraf-paragraf yang ada di dalamnya berikut menyebutkan jilid, bab,
dan halamannya tanpa membaca (yang bisa dicek oleh sebagian peserta halaqah
yang memegang kitab tersebut); sangat pandai menjabarkan yang sulit secara
sederhana dan rinci; teliti dalam memberikan keterangan dan peka terhadap
perbedaan di antara dua hal yang kelihatannya sama tetapi berbeda sekaligus
menjelaskan kepada para peserta halaqah dengan sangat tenang tanpa membuka
catatan sambil telapak tangan kanannya diletakkan di atas punggung telapak kirinya.
Ia mampu menepis cercaan dan serangan yang sangat emosional dengan wajah yang
tetap tersenyum teduh tanpa perubahan ekspresi, lalu menjelaskan dengan cermat
tentang persoalan yang diajukan untuk menyerangnya sehingga orang yang
menyerangnya dengan penuh emosi, tidak bisa berkutik. Ia menunjukkan melalui
kematangan bicaranya, bahwa ia senantiasa membaca kitab-kitab yang mutakhir dan
mengkaji dengan tekun, termasuk disertasi para cendekiawan muslim belakangan
yang ditulis dalam bahasa Arab.
Selama mendengar presentasinya, saya merasakannya sebagai orang yang tulus,
senantiasa mendo’akan kebaikan bagi orang lain, dan berhati-hati dalam menilai
pendapat yang kelihatan salah. Ia selalu mendasari jawaban-jawabannya atas
pertanyaan para peserta dengan mendasarkan pada kitab-kitab rujukan yang beragam
dan dalil yang banyak. Saya tidak melihatnya sebagai orang yang berpengetahuan
dangkal, berwawasan sempit, emosional dan tanpa kharisma. Saya tidak melihatnya
seperti itu.
Saya beruntung bisa berjumpa langsung dengan ulama tersebut setelah saya
menyimpan prasangka yang buruk (bahkan ketika menghadiri halaqah pun
prasangka buruk itu masih saya bawa). Saya bersyukur Allah membukakan bukti
kepada saya bahwa ulama itu sama sekali tidak seperti persangkaan saya, sehingga
saya bisa meminta maaf dan memohon do’a kepada ulama tersebut (semoga Allah
memuliakannya di dunia dan akhirat). Akan tetapi, masih banyak orang yang tidak
sempat melihat bukti bahwa ulama tersebut tidak sebagaimana yang mereka baca dan

Kado Pernikahan 289


mereka dengar. Lalu, dengan apakah mereka memperbaiki prasangkanya? Padahal
sebagian prasangka adalah dosa.
Wallahu A’lam bishawab.
Apa yang ingin saya ceritakan di sini? Ghibah. Menggunjing. Bahwa ghibah atau
menggunjing itu dapat membuat kita memiliki prasangka yang buruk terhadap orang
lain. Kita bisa menaruh kecurigaan kepada orang lain yang pernah dipergunjingkan
orang kepada kita. Kita bahkan bisa mencapai taraf yakin bahwa orang yang
digunjing benar-benar buruk, sehingga membuat kita bersikap yang sangat merugikan
atas dasar keyakinan yang salah bahwa Si Fulan buruk.
Cerita tentang keburukan menggunjing kita teruskan nanti saja. Sekarang mari
kita memasuki pembicaraan yang mendasar sebelum beranjak lebih jauh, yakni apa
sih yang dimaksud menggunjing itu? Apa saja yang termasuk perbuatan
menggunjing? Dan pertanyaan-pertanyaan lain.
Mengapa masalah ini perlu saya bahas? Banyak di antara kita yang merasa tidak
menggunjing ketika mereka membicarakan orang lain, meskipun mereka telah jelas-
jelas menggunjing. Banyak di antara kita yang tidak tahu bahwa dirinya menggunjing,
bahkan di saat mereka mengungkap keburukan orang lain.
Tentang pengertian menggunjing ini, marilah kita dengarkan percakapan
Rasulullah Saw. dengan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum melalui hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim.
“Tahukah kalian apakah ghibah (menggunjing) itu?” tanya Nabi.
Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”
“Ghibah,” kata Nabi, “adalah membicarakan saudara kalian dengan cara yang
tidak akan dia sukai.”
Salah seorang sahabat kemudian bertanya, “Bagaimana jika yang aku katakan
mengenai saudaraku itu hal yang sebenarnya?”
Rasulullah menjawab, “Jika yang engkau katakan itu benar, maka engkau telah
mencemarkan nama baiknya (dengan ghibah), dan jika dia tidak seperti yang engkau
katakan, maka engkau telah menuduhnya dengan kebohongan dan dusta (buhtan).”1

---
Allah benci kepada makhluk
yang merendahkan sesama ciptaan-Nya
yang telah Ia jaga kehormatannya.
Kepada mereka yang membuka aurat saudaranya,
Allah memberikan ancaman.
---

Kado Pernikahan 290


Jadi menurut penjelasan Rasulullah, yang dimaksud menggunjing bukanlah
perbuatan memburuk-burukkan seseorang tanpa didukung bukti. Akan tetapi,
menggunjing adalah membicarakan keburukan orang lain yang memang benar-benar
terjadi, bisa dibuktikan dan tidak mengada-ada. Kalau tidak ada buktinya, tidak benar-
benar terjadi dan mengada-ada, kita bukan lagi menggunjing. Kita sudah buhtan.
Kita sudah melakukan kebohongan. Alhasil, ada fakta atau tidak ada fakta, tetap dosa.
Begitu penjelasan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sederhana dan
jelas. Tak perlu dijelaskan lebih jauh lagi. Tetapi jika Anda masih ingin mendengar
penjelasan yang lain lagi, kita bisa menemui Imam Nawawi melalui kitabnya, Al-
Adzkaar. Kata Imam Nawawi (rahimahullah):
“Ghibah ialah menyebut perihal seseorang dengan sebutan yang tidak
disukainya, baik menyebutnya melalui lisan, tulisan, sindiran, atau dengan isyarat
mata, tangan, dan kepala.”
“Batasan pengertian ghibah yang diharamkan,” kata Imam Nawawi melanjutkan,
“ialah semua pengertian yang dilontarkan kepada orang lain untuk mengungkapkan
kekurangan seorang muslim, antara lain dengan cara meniru-niru, umpamanya
berjalan dengan langkah yang dipincangkan, atau mengangguk-anggukkan kepala,
atau gerakan lainnya. Dilakukan demikian dengan tujuan meniru-niru keadaan orang
yang diejek. Semua itu diharamkan tanpa ada yang memperselisihkan.”
Imam Nawawi kemudian menjelaskan panjang lebar mengenai ghibah, termasuk
siapa saja yang bisa melakukan ghibah beserta bentuk ghibah yang mereka lakukan.
Kalangan ahli fiqih dan ahli ibadah, kata Imam Nawawi, sesungguhnya mereka
melakukan ghibah dengan kata-kata sindiran yang memberikan pengertian sama
dengan perkataan yang jelas. Dikatakan kepada seseorang di antara mereka, “Bagai-
mana keadaan Si Fulan?” Maka dijawab, “Semoga Allah memperbaiki kita, semoga
Allah mengampuni kita, semoga Allah memperbaikinya. Kami memohon
keselamatan kepada Allah, kami memuji kepada Allah yang tidak menguji kita
terjerumus dalam kegelapan, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan. Semoga
Allah membebaskan kita dari sedikit rasa malu, semoga Allah menerima taubat kita,”
dan kata-kata lain yang serupa dengan pengertian mencela orang yang dimaksud.
Semua itu merupakan ghibah yang diharamkan.
Penjelasan Imam Nawawi masih panjang, tetapi saya kira lebih baik Anda
membaca sendiri buku Al-Adzkaar. Begitu juga definisi dari para ulama lainnya, bisa
Anda cari di buku lain.
Sekarang, marilah kita memasuki bagian berikutnya.

Ada Yang Dibolehkan


Mari kita melihat sekilas saja tentang ghibah yang dibolehkan. Selebihnya
silakan Anda mencari sendiri pada buku-buku tentang ghibah.

Kado Pernikahan 291


Ada beberapa keadaan yang membolehkan kita untuk menceritakan keburukan
orang lain. Misalnya ketika memberi informasi kepada orang yang sedang meneliti
kepribadian orang yang akan dijadikan mitra usahanya, atau orang yang akan
dinikahinya (atau menikahinya).
Berkenaan dengan mengungkapkan informasi tentang kepribadian orang yang
akan menikahi, contoh dari Rasulullah Saw. agaknya patut kita renungkan. Suatu
ketika Fathimah binti Qais ra. dilamar oleh Mu’awiyah dan Abu Al-Jahim. Kemudian
datang bertanya kepada Nabi, maka Nabi mengatakan, “Mu'awiyah orang yang
lemah, sedangkan Abu Al-Jahim tidak pernah meletakkan tongkatnya di pundaknya.”
Perhatikan ucapan Rasulullah ini. Beliau mengungkapkan kekurangan masing-
masing pelamar. Tetapi sekalipun demikian, Rasulullah Saw. tidak sampai menilai
begitu jauh untuk mempengaruhi keputusan Fathimah binti Qais.
Lebih lanjut mengenai ini, kita perlu belajar. Mudah-mudahan Allah memberi
taufik dan hidayah-Nya.
Hal lain yang membolehkan untuk menggunjing adalah ketika Anda dizalimi
(dianiaya). Jika Anda mempunyai sepetak tanah yang dengannya Anda menghidupi
anak istri, kemudian tanah Anda dirampas oleh seseorang atau penguasa tanpa diberi
ganti rugi yang seimbang sedangkan Anda tidak diberi hak untuk menentukan boleh-
tidaknya tanah Anda dibeli, maka Anda boleh menggunjing orang yang telah
menganiaya Anda itu.
Allah berfirman:
Allah tidak menyukai orang-orang yang mengungkapkan keburukan, kecuali
bagi orang yang dizalimi. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-
Nisaa’ 4: 148).
Penguasa yang melakukan kezaliman dan kekejaman secara terang-terangan,
menurut sebagian ulama boleh digunjing, kecuali Imam Al-Ghazali dan Ibnu Sirin
yang sangat ketat melarang menggunjing penguasa --yang sangat kejam sekalipun.
Berkenaan dengan ghibah yang dibolehkan, saya teringat dengan suatu peristiwa.
Saya pernah mengingatkan seseorang tentang menggunjing ini, kemudian orang
tersebut berhujjah (beralasan dengan mengemukakan dasar) bahwa Nabi menyuruh
kita untuk tidak sepenuhnya husnuzhan, tetapi menyediakan buruk sangka sebagai
kewaspadaan. Ia menyebutkan sebuah hadis:

Khath Arab
“Waspadalah kalian dari manusia dengan berlaku buruk sangka.” (HR Ath-
Thabrani dan Ibnu Adi).
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyatakan, hadis itu dha’if sekali
karena di dalam sanadnya terdapat Buqyah bin Walid. Selanjutnya, Al-Albani
mengutip Al-Haitsami yang berkata, “Buqyah bin Walid adalah mudallas (tukang

Kado Pernikahan 292


campur aduk sanad maupun perawi), sedangkan selainnya adalah perawi-perawi yang
dapat dipercaya (tsiqah).”
Menurut Al-Albani, di samping dari segi sanadnya sangat lemah, hadis tersebut
bertentangan dengan hadis-hadis shahih yang diriwayatkan oleh Ashabus Sunan, juga
oleh Bukhari dan Muslim. Dalam hadis-hadis shahih tersebut, kata Al-Albani, dengan
tegas Rasulullah Saw. memerintahkan kaum muslimin untuk menjauhi dan
meninggalkan buruk sangka kepada saudaranya sesama muslim. Contohnya adalah
hadis beliau “Iyyakum wazhzhanni fainnazh zhanna akdzabul haditsi” (jauhilah
olehmu berburuk sangka, karena sesungguhnya berburuk sangka itu adalah sejelek-
jelek ucapan).
Wallahu A’lam bishawab.
Tulisan dalam sub judul ini sama sekali belum mencukupi. Saya membicarakan
sekilas saja sekedar agar kita tidak sampai terbelenggu mengungkapkan kebenaran
hanya karena kita tidak tahu kebolehannya. Ilmu yang lebih banyak tentang ini, tentu
saja kita sendiri yang perlu mencari. Selebihnya, mudah-mudahan kita bisa bertanya
kepada hati nurani kita. Boleh jadi dalam situasi yang dibolehkan, hati kita
mengarahkan kita memanfaatkan kebolehan itu untuk iktikad yang buruk.
Astaghfirullahal ‘adzim.
Singkatnya, ada ghibah yang dibolehkan, tetapi lebih banyak yang diharamkan.
Jika ghibah yang haram kita kerjakan --dan ini mengasyikkan-- Allah telah
mempersiapkan ancaman-Nya untuk kita. Na’udzubillahi min dzalik.

Allah Mengancam
Allah memelihara kehormatan manusia. Allah menjaga kehormatan manusia.
Allah melindungi martabat ciptaan-ciptaan-Nya. Karena itu, jangan engkau rusak
kehormatan anak Adam yang telah dijaga oleh Allah.
Allah murka kepada hamba-hamba-Nya yang telah Ia jaga kehormatannya, Ia
rahasiakan aibnya, Ia pelihara martabatnya, Ia sembunyikan khilafnya, tetapi hamba
itu membongkar sendiri aib dan keburukannya kepada manusia lainnya. Allah Tuhan
kita juga benci kepada makhluk yang merendahkan sesama ciptaan-Nya yang telah Ia
jaga kehormatannya. Kepada mereka yang membuka aurat saudaranya, Allah
memberikan ancaman. Sesungguhnya Allah Maha Pedih Siksa-Nya. Ia sudah
menegaskan:
“Mereka ingkari ayat-ayat Allah, lalu Allah mengazab mereka karena dosa-
dosanya. Sungguh, Allah Maha Kuat, dan dahsyat hukuman-Nya.” (QS. al-Anfal 8:
52).
Allah sungguh memberi ancaman kepada kita yang masih membiarkan mulut
kita membongkar-bongkar aib saudara kita. Rasulullah Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam telah mengabarkan kepada kita tentang ancaman bagi orang-orang
yang menggunjing.

Kado Pernikahan 293


Kita rasanya masih sering membuka aib saudara-saudara kita. Kita perlu
berlindung kepada Allah dari ancaman-Nya. Bukankah mulut kita masih sering kita
nodai dengan perkataan menggunjing?
Astaghfirullahal ‘adzim. Semoga Allah mengampuni keburukan-keburukan kita
dan memperbaiki akhlak kita hingga kita mencapai husnul-khatimah. Allahumma
amin.

Allah Akan Mempermalukan


Mereka yang menggunjing saudaranya sama seperti mengoyak-ngoyak
kehormatan, mempermalukan sesama, dan merendahkan derajat manusia. Mereka
yang membuka aib saudaranya berarti menghambat jalan saudaranya untuk mencapai
kebaikan puncak, untuk mencapai kebaikan yang sempurna. Mereka mempermalukan
saudaranya. Kepada mereka Allah akan mempermalukan, sehingga di dalam
rumahnya sendiri pun ia masih harus sibuk menutupi rasa malu yang sudah tidak bisa
ditutup-tutupi lagi karena Allah telah membuka aibnya.
Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan, “Wahai
orang-orang yang menyatakan Islam dengan lidahnya, tetapi iman belum masuk ke
dalam kalbunya, janganlah kamu menyakiti kaum Muslim. Janganlah kamu
mempermalukan mereka. Janganlah kamu mengintip-intip (mencari-cari) aib mereka.
Barangsiapa yang membongkar-bongkar aib saudaranya orang Islam, Allah akan
membongkar aibnya. Barangsiapa yang dibongkar aib-nya oleh Allah, Allah akan
mempermalukannya, bahkan di tengah keluarganya.” Nabi menyampaikan
sabdanya dengan suara yang keras, seakan-akan beliau ingin agar orang-orang yang
tinggal di kemah-kemah pun mendengarnya. Waktu itu, Nabi baru saja selesai shalat
subuh.2
Apa yang dapat engkau lakukan untuk mempertahankan nama baikmu jika Allah
sendiri yang berkenan mempermalukan? Siapakah yang lebih kuasa untuk
menolongmu dari rasa malu jika Allah sudah mempermalukanmu sampai-sampai di
dalam rumah pun engkau merasa malu? Apakah yang engkau pertaruhkan untuk
keasyikan membicarakan keburukan orang lain yang kadang tidak buruk (karena
merupakan kehendak Allah) jika untuk itu engkau harus kehilangan semua
kehormatan dan kepercayaan, bukan hanya dari masyarakat melainkan juga dari anak
cucu dan sanak kerabat.
Dalam psikologi ada istilah image building (pembentukan citra). Bidang ini
berurusan dengan bagaimana membentuk citra tentang seseorang sehingga
masyarakat menganggapnya sebagai orang yang baik, berwawasan luas, dan
seterusnya sesuai dengan citra yang ingin dibentuk. Ini merupakan salah satu bentuk
rekayasa psikologis dengan memanfaatkan berbagai sarana publikasi. Jika medianya
tepat, image building dapat berhasil dengan baik. Meskipun begitu, segala rekayasa
manusia tak akan mampu menghadapi rekayasa Allah. Segala upaya sistematis untuk
menimbulkan citra yang positif, akan menghasilkan citra yang sebaliknya jika Allah
telah mempermalukannya, bahkan sampai di rumahnya sendiri.

Kado Pernikahan 294


Banyak jalan yang bisa menyebabkan seseorang merasa sangat malu jika Allah
sudah menetapkan untuk mempermalukannya. Ilmu Allah sungguh terlalu luas jika
hanya sekedar untuk mempermalukan orang yang sering membuat malu saudaranya.
Jika engkau sudah berhadapan dengan ilmu Allah, maka segala perbendaharaan ilmu
yang engkau miliki tak akan mempunyai kekuatan apa-apa jika Allah sudah
menetapkanmu untuk menanggung malu yang teramat besar.
Peristiwa atau keadaan yang mempermalukanmu bisa berasal dari siapa saja
yang ada di rumahmu; bisa anakmu, bisa istrimu, bisa kerabat yang menjadi
tanggunganmu, dan bahkan bisa juga dirimu sendiri. Engkau mungkin sudah
mendidik anakmu dengan baik, dengan sungguh-sungguh, dan dengan ilmu yang
lengkap. Tetapi jika Allah sudah menetapkan untuk mempermalukanmu melalui
anakmu, maka kesungguhan dan ilmumu tak bisa apa-apa. Engkau mungkin sudah
memperlakukan istri secara ma’ruf dan membimbingnya dengan berdasar ilmu. Akan
tetapi jika Allah sudah memutuskan bahwa engkau harus menanggung aib melalui
istrimu, ada saja kelengahan yang akan engkau lakukan. Ada saja yang bisa
menyebabkan ketentuan Allah berlaku sekalipun engkau merasa sudah menjalankan
apa yang semestinya dengan sebaik-baiknya (kecuali berhenti menggunjing). Tentu
saja, kita juga perlu berhati-hati dalam menilai perkara semacam ini manakala terjadi
pada lingkungan yang ada di dekat kita. Boleh jadi itu ujian dari Allah bagi hamba-
Nya yang beriman. Lain sekali nilainya.
Berkenaan dengan ini, mari kita dengarkan hadis lain yang membawa pesan
senada dengan hadis sebelumnya.
Ibnu Abbas ra. meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda,
“Barangsiapa menyimpan rahasia (aib) temannya, Allah menyimpan pula rahasianya
di hari kiamat. Dan barangsiapa membuka rahasia temannya sesama Muslim, Allah
membukakan pula rahasianya, hingga Allah mempermalukan dia dalam rumah
tangganya.”
Rasulullah juga bersabda:
Barangsiapa menyimpan rahasia (aib), seakan-akan dia menghidupkan kembali
anak yang dikubur hidup-hidup. (HR Abu Dawud dan Nasa’i).
Begitulah Allah menjaga kehormatan manusia. Allah meninggikan siapa yang
dikehendaki dari hamba-hamba-Nya. Dan Allah Maha Kuasa untuk merendahkan
siapa yang dikehendaki dari hamba-hamba-Nya, sekalipun mereka berasal dari
keturunan baik-baik dan golongan orang-orang yang mulia.
Dalam perjalanan hidup saya, terasa oleh saya bahwa adakalanya orang-orang
dari keturunan yang baik dan sangat menjaga agamanya, terpuruk jatuh karena
mereka berhenti hanya sekedar membanggakan keturunan, tetapi tidak berhenti
membicarakan aib orang lain. Sebaliknya, dari keturunan orang-orang yang biasa-
biasa saja, ternyata lebih baik dari persangkaan orang yang memiliki prasangka
negatif. Wallahu A’lam bishawab.

Kado Pernikahan 295


Ketika menulis bab ini, saya sempat merasakan kesedihan. Teringat oleh saya
bagaimana di daerah saya, di wilayah bekas pesantren almarhum kakek saya, berdiri
pabrik bir yang sangat besar. Teringat oleh saya, orang-orang yang berlarian ke rumah
meminta perlindungan saat mereka mempertahankan tanahnya. Teringat oleh saya
bahwa mereka yang gigih di depan justru dari kalangan yang disebut orang-orang
awam yang bukan santri, sedangkan mereka yang mengaku ulama justru merestui dan
mengizinkan. Dan santri-santri pun bungkam. Bungkam!
Di saat itu, rasanya pedih sekali ketika harus melihat bahwa pesantren kakek
saya sudah tidak ada lagi. Bangunannya sudah tidak ada lagi. Pengajian-pengajian
kitabnya sudah tidak ada lagi. Bahkan bekas-bekas sikap kesantrian pun tak terlalu
mudah dilihat pada orang-orang di sekitar wilayah bekas pesantren itu, termasuk
keturunan para pengasuh pesantren yang di masa wibawanya terkenal sangat wara’
dan luas ilmunya.
Saya merasakan, ada perbedaan antara mulut para kiai yang ikhlas membimbing
umatnya dengan mulut anak cucu yang hanya sekedar membanggakan leluhurnya.
Dari mulut para kiai yang mukhlis, ucapan yang keluar adalah do’a ketika
menyaksikan keburukan atau menghadapi perilaku yang tidak baik dari orang lain.
Sedangkan orang-orang yang hanya sekedar membanggakan, lebih banyak menyebut
keutamaan-keutamaan leluhurnya tetapi lupa tidak melakukan perbuatan-perbuatan
yang utama. Sebaliknya, mereka kadang merendahkan orang lain (yang bisa jadi
lebih tinggi dari dirinya) hanya karena tak semulia leluhurnya.
Saya kadang mendengar (tentu saja secara wadag) betapa orang-orang
keturunan yang mulia dan berakhlak agung, jatuh ke dalam kerendahan martabat dan
rasa malu yang tak dapat disembunyikan karena tidak hati-hati menjaga lisan.
Sebaliknya, orang-orang dari keturunan yang tidak memiliki sejarah keluhuran (tentu
saja hanya Allah Yang Maha Tahu) ternyata justru menjadi pelopor berbagai
kebaikan.
Hanya Allah Yang Maha Menguasai perbendaharaan langit dan bumi. Hanya
Allah Yang Menggenggam kehormatan dan kemuliaan anak Adam. Dan Allah Maha
Kuasa untuk memberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Allah Maha
Kuasa untuk mencabut dari siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Semoga Allah menyelamatkan kita dari keburukan disebabkan oleh busuknya
mulut kita sendiri. Semoga Allah berkenan mensucikan kita, mencuci kita, dan kita
menerima kita dengan ridha. Semoga Allah memperjalankan kita di atas ridha-Nya
sekalipun saat ini masih banyak kemungkaran dan kesesatan yang kita kerjakan.
Sekalipun masih banyak kesalahan yang kita kerjakan.

Mereka Memakan Bangkai Manusia


Di daerah Rumania, di sebuah negara bagian, pernah hidup seorang raja.
Namanya Vlad. Ia mempunyai kebiasaan yang sangat aneh. Diceritakan bahwa di
kerajaannya banyak sekali gelandangan, orang-orang miskin yang kelaparan. Oleh

Kado Pernikahan 296


raja, para gelandangan dan orang miskin itu diundang ke istananya. Kemudian ia
makan malam, dan menyembelih mereka, atau memasukkannya ke suatu tempat
untuk dibakar hidup-hidup. Hal itu ia lakukan sambil menikmati makan malamnya.
Katanya, itu salah satu cara untuk mengentas kemiskinan. Vlad mempunyai kebiasaan
menikmati kesenangan dalam menyiksa orang sambil makan. Salah satu siksaan yang
paling ia sukai adalah meletakkan korban itu di atas ujung logam yang sangat tajam.
Pantat korban itu diletakkan di atas ujung logam tersebut. Kalau orang itu bergerak,
maka tusukannya makin lama makin dalam, dan darahnya bercucuran. Vlad
mengambil darah itu, meminumnya sebagai dessert, cuci mulut.
Karena kelakuannya yang aneh itu, ia disebut dalam bahasa Rumania dengan
“Dracul”, Setan Vlad Dracul. Dari situlah kemudian muncul film tentang drakula
yang artinya orang yang senang menghisap darah. Kalau drakula hanya merupakan
film, maka Vlad Dracul adalah manusia yang pernah hidup dan menjadi penguasa.

---
Kita rasanya masih sering
membuka aib saudara-saudara kita.
Kita perlu berlindung kepada Allah dari ancaman-Nya.
---

Jalaluddin Rakhmat menceritakan kisah Vlad ini dalam tulisannya yang diberi
judul Lindungilah Kami Dari Penguasa yang Zalim. Kang Jalal menganggap Vlad
Dracul sebagai manusia yang zalim dan kejam.
Saya tidak tahu Anda setuju atau tidak dengan anggapan Kang Jalal. Jika Anda
setuju, maka sebutan apa lagi yang bisa dikenakan pada orang yang suka memakan
bangkai manusia dengan rakus? Kekejaman seperti apakah perilaku orang yang suka
mengunyah daging mayat saudaranya sendiri, sedangkan Vlad yang sekejam itu
hanya meminum darah manusia. Tidak sampai mengunyah mayatnya. Padahal Allah
berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu mencari-
cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang
lain.
Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-
Hujuraat 49: 12).

Kado Pernikahan 297


Allah menyamakan menggunjing dengan memakan mayat saudaranya. Ini
menggambarkan banyaknya keburukan dan kenistaan dalam menggunjing, serta apa
yang akan diperoleh dari orang yang menggunjing.
Sayangnya, kita sering tidak sadar ketika kita sedang memakan mayat saudara
kita. Kita asyik melahapnya, di saat menasehati, ngobrol santai maupun bercanda.
Kita tidak merasa jijik karena mata hati kita terlanjur demikian gelap, sehingga mulut
kita tetap saja mau mengunyah bangkai manusia. Padahal, makan daging sapi yang
sudah agak bau saja (belum sampai busuk) banyak dari kita yang tidak mau dan
bahkan sampai muntah-muntah.
Mari kita kenang kembali kisah di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘alaa
alihi wasallam yang berkenaan dengan menggunjing ini.
Diriwayatkan dari Ubaid, pembantu Rasulullah Saw. bahwa ada dua wanita yang
sedang berpuasa sementara mereka hampir meninggal karena kehausan. Lalu dia
memberitahu beliau, tetapi beliau berpaling dan mendiamkannya. Dia berkata,
“Wahai Nabi Allah, kedua wanita itu sudah mati atau hampir mati.” Beliau berkata,
“Panggillah mereka berdua.” Lalu dia memanggil keduanya, kemudian Rasulullah
menemui mereka dengan membawa bejana atau mangkuk. Beliau berkata kepada
salah seorang dari mereka, “Muntahlah!” Maka wanita yang disuruh itu pun
memuntahkan makanan dan minuman, darah dan nanah hingga memenuhi setengah
mangkuk. Kemudian beliau berkata kepada yang satunya lagi, “Muntahlah!” Lalu dia
pun memuntahkan makanan dan minuman, darah, nanah, daging, darah segar, dan
lain-lain, sehingga memenuhi mangkuk.
Beliau kemudian berkata, “Sesungguhnya kedua wanita itu berpuasa dari apa
yang telah dihalalkan Allah bagi mereka dan berbuka dengan apa yang telah
diharamkan Allah bagi mereka. Salah seorang dari mereka mendatangi yang lainnya
dan duduk-duduk bersamanya kemudian memakan daging-daging manusia.” (HR
Al-Baihaqi. Juga Ahmad dari jalan yang lain).3
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Ma’iz pernah datang kepada
Rasulullah Saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina.”
Lalu Rasulullah berpaling darinya sampai dia mengatakan empat kali. Ketika dia
mengucapkan yang kelima kalinya, beliau berkata, “Engkau telah berzina?”
Dia pun menjawab, “Ya.”
Beliau berkata, “Apakah engkau tahu zina itu?”
Dia menjawab, “Ya, aku melakukan sesuatu yang haram, yakni laki-laki
mendatangi perempuan dengan tidak halal.”
Beliau berkata, “Apa maksudnya engkau berkata begitu?”
Dia menjawab, “Aku ingin agar engkau membersihkanku.”
Rasulullah Saw. berkata, “Engkau telah memasukkan itu darimu ke dalam itu
darinya, seperti tenggelamnya cangkul di ladang dan tongkat di sumur?” Dia
menjawab, “Ya.” Lalu Rasulullah menyuruh untuk merajamnya, dan dia pun dirajam.

Kado Pernikahan 298


Kemudian Nabi Saw. mendengar seorang laki-laki berkata kepada temannya,
“Tidakkah engkau lihat orang yang ditutupi Allah, tetapi jiwanya dibiarkan sehingga
dia dirajam seperti anjing yang dirajam?”
Kemudian mereka mendatangi Nabi Saw. --dan karena ingin segera sampai--
mereka menunggangi keledai. Rasulullah berkata, “Turunlah kalian berdua (dari
tunggangan) dan makanlah mayat keledai ini.”
Mereka berkata, “Semoga Allah mengampunimu wahai Rasulullah, apakah yang
begini harus dimakan?”
Nabi Saw. berkata, “Apa yang telah kamu dapatkan dari saudaramu (yang
digunjingkan) tadi adalah makanan yang lebih buruk daripada ini. Demi Zat yang
jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya dia sekarang benar-benar telah berada
di sungai-sungai surga dan berenang di dalamnya.”4
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ketika
aku naik (ke langit dalam peristiwa Isra’ Mi’raj), aku melewati suatu kaum yang
berkuku kuningan sedang mencakar-cakar wajah dan dada mereka. Lalu aku bertanya,
“Siapakah mereka itu wahai Jibril?”
Jibril menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia
dan menjatuhkan kehormatan manusia.” (HR Abu Dawud).
Astaghfirullahal ‘adzim. Mulut kita ini, lidah kita ini, tubuh kita ini, betapa
seringnya merendahkan manusia lain. Allah tidak malu menciptakan mereka, tetapi
kita sering merasa malu berdekatan dengan mereka, bergaul dengan mereka,
bersahabat dengan mereka, atau sekedar bertemu dengan mereka hanya karena
derajatnya tidak sama. Betapa menyedihkan jika telinga ini mendengar orang
mengeluhkan dengan pandangan yang merendahkan atas orang-orang kampung yang
karena tidak berkesempatan kuliah, membuat mereka tidak bisa menangkap
pembicaraan Pak Mahasiswa yang bicaranya pakai istilah sulit-sulit (meskipun
sebenarnya bisa disederhanakan sampai sangat sederhana). Betapa menyedihkan
ketika saya harus membaca tukang-tukang becak dipersalahkan dan dinistakan
sebagai pembangkang hanya karena mereka tidak bisa beralih profesi menjadi sopir
angkot ketika pejabat melarang becak dan menyuruh mereka untuk menjadi sopir
angkot saja.5 Bukankah untuk menca-pai yang lebih baik seseorang membutuhkan
ilmu, keterampilan, dan modal, di samping kemauan? Aku tahu, tukang-tukang becak
itu bukannya tidak mau berjualan di kios-kios pasar atau menjadi sopir angkot. Tetapi
mereka itu tidak mampu. Karena itu, jangan sekali-kali engkau rendahkan saudara-
saudaraku itu di rumah-rumahmu ketika engkau membaca koran atau majalah hanya
karena engkau belum pernah merasakan bagaimana letihnya menarik becak. Jangan
engkau rendahkan orang yang kulitnya tidak seputih dirimu. Jangan engkau
rendahkan orang yang rambutnya tidak sebaik rambutmu. Jangan engkau rendahkan
mereka yang diciptakan Allah dengan wajah yang tidak tampan dan tidak pula manis.
Sebab Allah tidak pernah malu menciptakan mereka. Apakah engkau hendak
menghina Tuhan dengan penghinaanmu terhadap pekerjaan (af’al) Tuhan? Bukankah

Kado Pernikahan 299


Tuhan yang menciptakan mereka hitam atau putih, hidungnya mancung atau pesek,
dan seterusnya, dan seterusnya, dan seterusnya?
Aku ingatkan engkau sekali lagi wahai awak yang zalim, wahai istriku yang
Allah tidak menjaminkan keselamatanmu di akhirat (sebab engkau bukan nabi atau
rasul), wahai saudara-saudaraku, sahabat-sahabatku serta orang-orang yang kucintai,
jangan hina af’al Allah! Apakah engkau akan merusak kehormatan orang-orang yang
karena telah renta tak bisa merawat bantal dan selimutnya dengan baik sehingga
engkau jadikan ia sebagai bahan tertawaan, padahal mungkin Allah senantiasa
tersenyum ketika melihatnya? Apakah engkau sudah sedemikian terhormat dan
terjamin keselamatanmu di akhirat sehingga engkau bisa merendahkan orang
menyerahkan sisa hidupnya di tempat-tempat peribadatan untuk melayani Tuhan dan
ummat-Nya? Bukankah di antara kekasih-kekasih Allah terkadang tersembunyi
kemuliaannya, sehingga datangnya tidak dihiraukan dan perginya tidak ditangisi?6
Sesungguhnya, di antara orang-orang yang engkau rendahkan barangkali
memang tidak tergolong orang-orang yang memiliki kemuliaan tinggi di hadapan
Allah. Tetapi ketika engkau merendahkannya, merusak kehormatannya,
menggunjingnya, mentertawakannya, boleh jadi ia menjadi mulia karena pahala-
pahalamu dan orang-orang lain yang ikut mentertawakan diberikan oleh Allah
kepadanya. Maka dengan perasaan hina dan penuh pengharapan, kepada siapa saja
yang merasa pernah kurendahkan atau pernah kugunjing (padahal engkau tidak
mengetahuinya), maafkanlah aku dan ikhlaskanlah kesalahan-kesalahanku. Mudah-
mudahan Allah mempersaudarakan kita. Allahumma amin.
Sungguh, aku melihat hati yang masih lemah sulit untuk dilunakkan ketika ia
tahu saudaranya telah menggunjingnya. Saya pernah mendengar langsung orang-
orang yang menggunjing saya dengan perkataan yang sangat tidak saya sukai, dan
saya dapati perasaan saya sangat berubah. Perasaan itu sulit diubah meskipun saya
insya-Allah sudah memaafkannya meskipun ia tidak meminta maaf.
Maka, betapa riskannya menggunjing. Maka, hanya orang-orang khusus saja
yang sanggup berterima kasih (karena telah dihilangkan dosanya atas sebab
digunjing) kepada orang-orang yang telah menggunjingnya. Saya teringat cerita
tentang seorang kiai. Ketika ada orang yang menggunjingnya dengan perkataan-
perkataan yang buruk, ia ambilkan sejumlah barang beserta uang sebagai hadiah
kepada orang yang telah menggunjingnya.
Ya Allah, lunakkanlah hatiku dan tumbuhkanlah kepadaku rasa cinta pada
kebaikan dan kebenaran. Ya Allah, santunkanlah masing-masing dari kami kepada
saudaranya yang lain. Ya Allah, ampunilah kami dan sempatkanlah kami untuk
menebus penyesalan-penyesalan kami. Perjalankanlah kami karena tidak akan mampu
kami melewati jalan-Mu yang benar jika bukan karena kehendak-Mu.

Kado Pernikahan 300


Ia Merusak Kita
Setelah kita berbicara panjang tentang menggunjing; apa yang saja yang
termasuk menggunjing dan ancaman Allah terhadap orang-orang yang menggunjing
dan merusak kehormatan saudaranya; sekarang marilah kita berbicara tentang
bagaimana menggunjing sebenarnya merusak kita sendiri. Kalau kita menggunjing,
maka kita melukai diri sendiri. Kita merusak diri kita sendiri (sayangnya, sulit sekali
kita menyadari ini ketika sedang menggunjing). Kita menciderai diri kita sendiri, jiwa
kita sendiri, keluarga kita sendiri, dan bahkan anak-anak kita sendiri yang kita cintai
kita sayang-sayang setengah mati.
Saya tak hendak berpanjang-panjang dengan prolog semacam ini. Sudah gerah
rasanya. Karena itu, segera saja kita melihat kerusakan apa saja yang bisa ditimbulkan
oleh keasyikan kita menggunjing.

Hubungan Suami-istri Cenderung Bersifat Permukaan


Suami-istri kadang merasa telah menjalin kedekatan, tetapi hubungan mereka
renggang-renggang saja. Padahal mereka sering menghabiskan waktu bersama
dengan melihat TV sambil menikmati snack dari bungkus yang sama.
Orangtua juga demikian. Kadang mereka merasa tidak kurang-kurang
menyayangi dan menemani anak. Mereka merasa selalu dekat dengan anak.
Waktunya di rumah ba-nyak sekali --kalau bukan sebagian besar-- dihabiskan untuk
menonton TV bersama-sama; satu kursi, satu meja atau satu tikar bersama-sama.
Tetapi ia terkejut ketika anaknya yang mulai menginjak remaja berontak dan
memprotes orangtua karena kurang perhatian, kurang kasih-sayang, kurang
mendengar, serta kurang dekat dengan anak.
Muncul pertanyaan, apakah yang terjadi pada suamiku sehingga ia berkata
demikian? Apakah ia hanya mencari alasan saja untuk bisa menjauh dari rumah?
Apakah yang terjadi pada istriku sehingga ia mengatakan kurang diberi perhatian?
Apakah hanya untuk menyembunyikan kebosanannya saja? Apakah ia sedang
mencari-cari alasan untuk memperoleh perhatian “lebih” dari suami? Apakah yang
terjadi pada anak-anak yang manis-manis itu sehingga berubah menjadi hantu di siang
hari? Siapa yang berani-berani mempengaruhinya sehingga ia tampak begitu garang
mengatakan orangtua tidak dekat, padahal setiap hari selalu menghabiskan waktu di
depan TV bersama-sama selama berjam-jam? Dan seterusnya, dan seterusnya, dan
seterusnya.
Sebelum menginjak jauh ke menggunjing, mari kita pahami dulu mengapa
orang-orang yang sering menonton TV bersama kita bisa memprotes karena merasa
tidak dekat dengan kita. Pada saat kita menonton TV bersama-sama, sebenarnya yang
terjadi bukan kontak psikis yang erat dan akrab. Kedekatan kita lebih bersifat fisik
saja (physical closeness) karena tempat kegiatan yang sama. Tetapi secara psikis,
masing-masing memiliki kegiatan sendiri yang menyibukkan sekalipun yang
disaksikan sama. Tiap-tiap orang larut dalam keasyikannya sendiri-sendiri, sehingga

Kado Pernikahan 301


kedekatan secara fisik tidak menyebabkan mereka dekat secara psikis. Karena itu,
lamanya waktu yang dihabiskan untuk duduk-duduk bersama tidak menjadikan
masing-masing semakin akrab. Bahkan ketika acara usai pun, tak jarang masing-
masing terbenam dalam keasyikannya memikirkan tokoh cerita yang baru saja
ditayangkan di TV atau berpikir, “Seandainya saya tadi cepat-cepat menelpon, tentu
hadiah kuis empat setengah juta itu menjadi milik saya....”
Singkat kata, kedekatan yang tampak pada mereka sebenarnya cuma kedekatan
semu (pseudo-attachment). Seolah-olah dekat, tetapi batin mereka saling berjauhan
dan tidak saling menyapa. Masing-masing memiliki kepentingan sendiri yang tak
seorang pun boleh mengganggu. Sekali waktu, cobalah mengalihkan acara yang
sedang asyik ditonton oleh orang yang Anda cintai; entah suami, anak, atau bahkan
cucu. Alihkan secara tiba-tiba. Dan nantikan kegusaran mereka kepada Anda. Cucu
Anda yang paling kecil pun mungkin akan segera memarahi Anda dengan cara khas
anak-anak; teriak-teriak, memukul-mukul kaki, menangis, atau bahkan mengata-
ngatai Anda.
Apa ini artinya? Kedekatan yang terlihat sungguh-sungguh hanya bersifat
permukaan, bukan benar-benar merupakan kedekatan. Karenanya jangan terlalu
banyak berharap dari kedekatan semacam ini. Sama seperti kedekatan orang yang
naik bus bersama-sama. Mereka duduk dalam satu kursi, tetapi sepanjang perjalanan
mereka tidak saling bicara, tidak saling menanyakan alamat, tidak saling menanyakan
tujuan, dan bahkan tidak saling menanyakan nama (ini yang sangat minimal). Jika
untuk hal-hal seperti itu saja tidak, apa-lagi untuk saling berbincang-bincang jauh
yang akrab untuk dijadikan bahan renungan di rumah.
Lebih jauh tentang pseudo-attachment (kedekatan semu) insya-Allah akan saya
bahas lebih lanjut pada buku “Akan Kau Apakan Anak-anakku?” yang rencananya
akan saya tulis dalam waktu dekat ini. Adapun pembahasan tentang pseudo-
attachment pada bab ini, sekedar untuk memudahkan kita memahami bagaimana
menggunjing dapat menjadikan hubungan suami-istri cenderung bersifat permukaan.
Tetapi, bukankah menonton TV berbeda dengan menggunjing? Bukankah ketika
kita asyik menggunjing bersama istri, kita saling berbincang-bincang, saling
mendengarkan, saling menanggapi, dan bahkan saling mendukung? Bukankah ini
berarti ada komunikasi dua arah yang baik? Dan barangkali tidak ada komunikasi dua
arah yang lebih gayeng (asyik dan intens) melebihi acara menggunjing bersama.
Argumentasi ini kelihatannya benar. Untuk membuktikan benar tidaknya
argumentasi ini, marilah kita periksa secara teliti, sehingga kita mendapatkan bukti
yang kuat.
---
Dalam komunikasi yang bersifat permukaan,
suami-istri tidak memperoleh
kebutuhan psikis inter-personalnya.

Kado Pernikahan 302


Hal ini menyebabkan jiwa mereka
tidak merasakan keterpenuhan, sehingga...
---

Setiap saat kita menggunjing, maka perhatian utama kita tertuju pada kejelekan-
kejelekan orang yang kita gunjingkan. Pada saat seperti itu, kita sadari atau tidak kita
merasa unggul dan benar. Kalau kita tidak merasa lebih baik, lebih unggul dan lebih
benar, rasanya tidak ada ruang untuk membicarakan kejelekan orang.
Perasaan unggul (bukan kesadaran tentang keunggulan yang dikaruniakan Allah
kepada kita) menjadikan kita kurang peka terhadap kelemahan-kelemahan kita,
termasuk kelemahan dalam memberi perhatian dan memahami istri atau suami.
Perasaan unggul --yang bentuknya adalah memandang rendah orang yang digunjing
(meskipun tidak merasa merendahkan)-- menjadikan kita lebih siap untuk
memperoleh affirmasi (peng-iya-an) dan tidak siap kalau pernyataan kita dibantah
oleh suami. Kita cepat emosi. Kita akan dengan sigap membantah dengan
menunjukkan “bukti-bukti”. Ini menunjukkan bahwa yang kita butuhkan bukanlah
istri atau suami kita, tetapi dukungan terhadap penilaian kita tentang orang lain di saat
sedang ghibah.
Percakapan yang sering kelihatan gayeng (asyik dan intens) itu ditinjau dari
aspek komunikasi interpersonal juga kering. Tampaknya dua orang sedang berbicara
bersama-sama, tetapi mereka sebenarnya sedang berbicara sendiri-sendiri. Apa yang
mereka bicarakan merupakan sesuatu yang tidak berhubungan dengan pengenalan
terhadap orang yang diajak bicara, tidak saling memenuhi kebutuhan psikis, dan tidak
juga memasuki wilayah komitmen pribadi tentang berbagai persoalan. Pembicaraan
yang menyangkut nilai-nilai akhlak atau kegelisahan sosial yang lahir dari
penghayatan, sekalipun tidak menyangkut keadaan individu masing-masing, dapat
membuat jiwa semakin dekat sebab selaras dengan nurani dasar manusia (fithrah).
Akan tetapi dalam menggunjing hal ini tidak terjadi.
Jika setiap saat pikiran kita disibukkan oleh pembicaraan tentang orang lain7 dan
keburukan-keburukannya, akhirnya kita tidak merasa benar-benar akrab dengan istri
dan anak-anak kita --apalagi dengan tetangga kita. Kita sering ngobrol dengan
mereka, membicarakan berbagai keburukan orang lain, tetapi kita tidak pernah
berbicara dari hati ke hati. Ini menjadikan kita tidak bisa merasa dekat secara
emosional dengan orang-orang yang mestinya paling dekat dengan kita. Kalau sudah
seperti ini, kita tidak merasa gelisah dan mendo’akan dengan suara lirih ketika suami
tidak kunjung pulang, melainkan justru menyiapkan berbagai macam prasangka.
Begitu ia datang, sikap yang kita nampakkan bukan kerinduan yang menggelisah,
tetapi kejengkelan yang membawa rasa curiga. Apa akibat selanjutnya? Baca kembali
bagian awal bab sebelumnya Komunikasi Suami-istri, khususnya bagian cuplikan
tulisan Kang Jalal di buku Psikologi Komunikasi.

Kado Pernikahan 303


Dalam komunikasi yang cenderung bersifat permukaan, suami-istri tidak
memperoleh kebutuhan psikis interpersonalnya. Ini menyebabkan jiwa mereka tidak
merasakan keterpenuhan, sehingga bisa mencapai kualitas-kualitas yang lebih baik
dan lebih baik lagi. Seandainya saya boleh menggunakan istilahnya Maslow, mereka
mengalami “human diminution” (kemerosotan kemanusiaan manusia) dan semakin
jauh dari “full-humaness” (menjadi manusia yang sepenuhnya manusia).
Pada situasi komunikasi yang sudah terjatuh ke dalam bentuk yang sangat
permukaan (periferal), problem manusia tidak lagi bisa dihayati dan dicintai untuk
mendapat pemecahan yang paling mendatangkan kemaslahatan. Sebab, masing-
masing mereka terlanjur terbiasa mentertawakan problem dan memberikan
pemecahan yang periferal dan tidak tahan uji. Lihatlah ketika orang menggunjing,
dengan mudah ia mampu memberi penyelesaian masalah untuk semua hal. Padahal
jika mereka diminta untuk sungguh-sungguh memecahkan satu masalah yang “kecil”
saja, mereka akan kesulitan; kesulitan dengan diri mereka sendiri dan kesulitan
menemukan akar permasalahan.
Budaya pemecahan masalah yang cenderung periferal (permukaan) ini pada
gilirannya akan terbawa ke dalam kehidupan sehari-hari di rumah. Masalah-masalah
yang datang disikapi secara dangkal saja (karena tidak terbiasa lagi melihat akar
masalah), diselesaikan dengan mengandalkan otoritas --terutama jika berkenaan
dengan anak-- se-hingga masalah tak benar-benar terselesaikan, kecuali
permukaannya saja. Ibarat seorang dokter, ia hanya menyembuhkan simptomnya saja.
Ia tidak melacak etiologi penyakitnya. Dari sinilah kemudian anak merasa tidak
memperoleh perhatian yang dibutuhkan,8 tidak menemukan kesejukan yang
diharapkan, dan tidak mendapatkan orangtua yang “mendengarkan dia”. Anak
akhirnya tidak betah di rumah. Dan ini bisa menjadi salah satu jalan yang membuka
aib orangtua, sehingga orangtua merasa malu sekalipun dalam rumahnya sendiri.9
Penjelasan di atas barangkali agak ekstrem: menggunjing saja bisa menyebabkan
anak lari dari rumah. Tetapi ada yang lebih ekstrem lagi. Budaya bicara dan
pemecahan masalah yang lebih banyak menyangkut keburukan orang lain, dan jarang
berbicara tentang apa yang dibutuhkan oleh jiwanya sendiri, menjadikannya merasa
asing dengan realitas psikis istri atau suaminya. Bahkan bisa terjadi, ia merasa asing
dengan dirinya sendiri. Inilah yang disebut dengan keterasingan diri.
Orang yang mengalami keterasingan diri, senantiasa merasa kesepian. Kegiatan
yang ia lakukan --seperti pulang ke rumah, menyiram bunga, atau mengantar anak ke
sekolah misalnya-- bersifat mekanis (seperti mesin). Bahasa umumnya: rutinitas.
Padahal letak persoalannya bukan pada kerutinan, melainkan pada kosongnya makna
dalam kegiatan-kegiatan itu.
Contoh di atas belum menunjuk pada keterasingan diri (self-alienation), tetapi
baru pada gejala yang memiliki muatan alienasi diri. Saya ingin mengajak Anda
memahami masalah ini secara bertahap. Ketika orang sudah merasa jenuh pada
rutinitas, giliran berikutnya ia mulai merasakan kekosongan makna pada apa yang ia
lakukan. Ia sudah semakin mekanis sampai akhirnya benar-benar mekanis; seperti

Kado Pernikahan 304


robot yang sudah diprogram untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa mengerti apa
yang harus dilakukan ketika semua terasa hampa, kering, dan kosong. Karena sudah
menjadi mekanis seperti robot, maka manusia yang sudah terkikis nilai
kemanusiaannya (human diminution) ini disebut sebagai robopath (pathologi robot).
Ada berbagai jenis robopath --saya lupa apa saja-- sesuai dengan bentuk perilaku
yang muncul dari gangguan robopath. Salah satunya adalah cheerful-robo yang
berusaha menghalau rasa sepinya dan kekosongan jiwanya dengan banyak melahap
hal-hal yang bersifat sensual serta makan berbagai jenis makanan yang lezat. Hal-hal
yang bersifat sensual ia dapatkan dari TV, film, video, majalah,nonton orang-orang
cantik di jalan-jalan, ngrumpi, dan seterusnya sampai yang berbentuk obat-obatan
terlarang sejenis ekstasi (agar bisa mengalami “ekstase”). Padahal keasyikan saat
menonton TV atau ngrumpi hanya bertahan selama nonton atau ngrumpi berlangsung.
Sesudah itu, rasa sepi hinggap lagi. Mereka yang tidak tahan, akhirnya lari dari
dirinya sendiri (salah satunya ya minum ekstasi tadi). Mereka rapuh secara emosional
dan mental, sehingga mudah mengalami keputusasaan.
Agar lebih bisa memahami, mari kita simak contoh kecil berikut. Orang yang
pertama ikut lomba --baca puisi misalnya-- akan merasa senang dan bahagia begitu
dirinya menjadi juara harapan I. Tetapi orang yang sering ikut lomba dan selalu juara
satu -- gelar juara tidak lagi menarik. Menjadi juara tidak lagi menyenangkan. Makna
piala dan gelar juara sudah hilang, kecuali jika ada misi tertentu yang menggerakkan
untuk tetap meraih gelar juara. Tetapi ini sekaligus berarti, bukan gelar juara itu yang
memberi kebahagiaan dan makna, melainkan misi yang ada di baliknya.
Pada orang yang setiap ikut lomba terpaksa menjadi juara, pujian orang-orang
yang kagum tidak memberikan kebahagiaan apa-apa. Bisa jadi, pujian itu malah
membuat dia semakin hampa karena ada perasaan, “Piala ini hanya membuat mereka
terkagum-kagum, tetapi tidak lagi memperhatikan saya.”
Saya teringat cerita tentang Cak Nun. Saya pernah membaca sebuah koran yang
memuat peristiwa ketika Cak Nun dicekal, sehingga Cak Nun harus bertemu dengan
kepala kantor yang berurusan dengan ini (saya tidak ingat kantor apa itu). Ketika Cak
Nun masuk, kepala kantor tersebut sudah memasang muka seram. Tetapi ketika Cak
Nun ternyata sangat tidak memasalahkan pencekalannya, dan justru bertanya hal-hal
yang menjadi kebutuhan psikisnya sebagai manusia; ketika ditanya bagaimana
keadaannya hari ini, bagaimana perasaannya, kabar anak istrinya, dan sejenisnya,
kepala kantor ini justru terharu dan mengundang Cak Nun untuk bicara di tempatnya.
Banyak pejabat yang kaget ketika melihat dirinya sendiri setelah tidak memiliki
jabatan. Pada saat memiliki kekuasaan, ia “mencacatkan” tangannya sendiri sehingga
karyawanlah yang membukakan dan menutupkan pintu mobilnya. Ia tidak menyetir
sendiri mobilnya. Sudah ada orang yang bertugas untuk mengantarkan ke mana pun ia
pergi, termasuk bepergian untuk acara-acara di luar kepentingan dinas. Ia menyangka
itu merupakan bentuk ketulusan hubungan manusia dengan manusia, bentuk cinta
kasih antar sesama, padahal itu hanya merupakan obligasi (kewajiban) kepegawaian
yang hanya bersifat permukaan. Begitu ia turun dari jabatan, ia kehilangan itu semua

Kado Pernikahan 305


karena para bawahan tadi membukakan pintu atau membawakan tas bukan karena
cinta kasih kepadanya, tetapi karena memang pekerjaannya membukakan pintu kepala
kantornya. Ia terkejut. Dan akhirnya sakit. Orang pun menyebutnya dengan istilah
mewah: post power syndrome atau sindrom karena kehilangan kekuasaan.
Saya harap contoh-contoh di atas, termasuk contoh hubungan karyawan dengan
atasannya, dapat menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan hubungan yang
cenderung bersifat periferal atau dangkal.
Begitu. Dan bagaimana dengan Anda? Suami Anda masih sayang, kan? Semoga
Anda sehat-sehat saja hari ini.

Kepercayaan Sulit Dibangun


Dalam rumah tangga, orang membutuhkan sahabat yang bisa mendengar dan
menjaga rahasia-rahasianya. Ia menceritakan kepada istri atau suami hal-hal yang
tidak bisa diungkapkan kepada orang lain, seorang sahabat dekat sekalipun. Hal yang
bersifat rahasia ini boleh jadi persoalan-persoalan berat, boleh jadi persoalan-
persoalan yang ringan-ringan saja; persoalan yang sangat sepele dan tidak
berpengaruh terhadap kebijakan politik luar negeri sama sekali. Tetapi ketika tidak
ada kepercayaan, ke mana suami akan mengungkapkan rahasia-rahasianya? Di sinilah
persoalan yang pelik bisa muncul dan bisa menjadi jalan yang akan mempermalukan
mereka, sehingga di rumahnya sendiri pun akan merasa malu. Tetapi jalan untuk
mempermalukan orang yang akan dipermalukan-Nya, sungguh tidak sesempit
penjelasan saya yang sederhana.

---
Membicarakan keburukan-keburukan orang
membuat kita banyak dikendalikan
oleh prasangka-prasangka kita
tentang penilaian orang lain terhadap kita.
---

Apa yang menyebabkan kepercayaan terhadap istri atau suami berkurang atau
bahkan nyaris menghilang? Perasaan tidak aman. Jika Anda tidak segan-segan
menggunjing atau bahkan memburuk-burukkan keluarga Anda sendiri, orangtua Anda
sendiri, saudara Anda sendiri, serta orang-orang yang sangat dekat dengan Anda
dalam keluarga ketika sedang berkumpul bersama suami dan anggota keluarga
lainnya, maka ini juga menyiratkan bahwa tidak ada jaminan Anda akan menjaga
rahasia-rahasianya. Tidak ada jaminan kalau suami Anda bercerita tentang sesuatu
yang ingin dirahasiakannya --sekalipun sekedar tentang betapa nikmatnya makan

Kado Pernikahan 306


jagung rebus di rumah orang saat bertamu-- Anda tak akan menceritakannya kepada
orang lain ketika obrolan sudah gayeng (asyik dan intens).
Boleh jadi suami Anda percaya bahwa Anda mencintainya, akan tetapi ia ragu
apakah Anda dapat memilah mana yang boleh diceritakan dan mana yang tidak saat
Anda bertemu dengan kawan lama. Keraguan itu bertingkat-tingkat, dari yang
kadarnya rendah sampai yang sangat tinggi. Menceritakan aib orangtuanya saja ia
tidak segan-segan, apalagi menceritakan aib suami atau istrinya sendiri!
Ada saat-saat dimana suami atau istri bisa menceritakan tentang berbagai
persoalan yang tak satu telinga pun boleh mendengarnya, kecuali istri atau suaminya
sendiri. Cerita ini boleh jadi bersangkut-paut dengan saudara atau orang tua. Tetapi
ini tidak untuk menggunjing.
Contoh di atas adalah kasus sederhana dengan penjelasan sederhana, sangat
sederhana. Di luar yang telah dibahas, masih ada wilayah-wilayah kepercayaan yang
lebih luas. Berkurangnya kepercayaan tidak hanya mencakup dapat tidaknya Anda
menjaga rahasia pembicaraan suami atau istri, tetapi mencakup keseluruhan wilayah
kepercayaan.
Sayangnya kita tidak bisa membahas seluruhnya di bab ini. Mudah-mudahan
nanti bisa dipaparkan lebih mendalam pada kesempatan lain.

Kepuasan Rendah
Jika ada surga di dunia, itu hanya ada pada pernikahan yang bahagia. Tetapi jika
ada neraka di dunia, itu ada pada perkawinan yang dipenuhi percekcokan, kecurigaan,
kekecewaan, dan pertengkaran. Rumah menjadi tidak nyaman. Rumah tidak memberi
ketenteraman.
Kepuasan perkawinan banyak berhubungan dengan kepercayaan suami-istri. Jika
masing-masing memiliki kepercayaan yang tinggi, mereka lebih mungkin untuk
mencapai kepuasan perkawinan. Tetapi jika kepercayaan rendah, kepuasan
perkawinan juga cenderung rendah.
Kepuasan lebih banyak berhubungan dengan aspek-aspek psikis; intensitas
hubungan batin antara suami dan istri, terpenuhinya kebutuhan psikis, tercukupinya
perhatian, dan sejenisnya. Kepuasan perkawinan tidak terlalu banyak berhubungan
dengan banyaknya harta yang kita miliki. Keluarga Fathimatuz Zahra dan ‘Ali bin
Abi Thalib tidak termasuk kaya. Tetapi apa kata ‘Ali tentang Fathimah? “Ketika aku
memandangnya, hilanglah kesusahan dan kesedihanku.”
Kepuasan perkawinan juga memerlukan saling pengertian antara suami dan istri.
Lebih lanjut tentang saling pengertian, silakan simak sub judul berikut:

Kado Pernikahan 307


Saling Pengertian Sulit Tumbuh
Pada bab "Di Mana Wanita-wanita Barakah Itu"10 saya sudah bercerita sedikit
tentang Marriage Contracts. Dalam pernikahan yang menggunakan sistem marriage
contracts, pola hubungan diatur berdasarkan tugas-tugas yang telah dituangkan dalam
surat perjanjian sebelum mereka melangsungkan pernikahan. Di sini, yang paling
berperan adalah kekuatan hukum dari surat perjanjian. Bukan saling pengertian antara
suami dan istri.
Saling pengertian merupakan kekuatan rumah tangga yang sangat besar. Saling
pengertian antara suami dan istri membuahkan kearifan sehingga bisa menempatkan
sikap secara tepat (dan ini tak mudah); sikap ketika suami harus meninggalkan rumah
karena panggilan untuk melayani umat, sikap ketika suami harus berhadapan dengan
kondisi yang menantang, dan juga sikap dalam berbagai kondisi yang berbeda.
Saling pengertian inilah modal penting dalam menegakkan misi dan menyiapkan
anak-anak yang lahir dari pernikahan kita menuju pribadi yang matang dan memiliki
misi kuat.
Tumbuhnya saling pengertian banyak dipengaruhi oleh adanya kesadaran misi
pada masing-masing pihak, oleh pemahaman mengenai tugas-tugas kehidupan, oleh
jalinan perasaan masing-masing, dan oleh mendalamnya hubungan masing-masing.
Dalam hubungan suami-istri yang cenderung bersifat permukaan, ini sulit terbentuk.
Sedangkan hubungan yang bersifat permukaan merupakan akibat logis dari keasyikan
menggunjing yang dipelihara terus dan dibudayakan setiap hari di rumah, di kantor,
dan di tempat lain.

“Sibuk” Menepis Penilaian Sosial


Jika Anda sering mengamati perkembangan anak, maka Anda akan peka sekali
terhadap gejala-gejala yang ada pada perkembangan anak. Sebaliknya, jika Anda
tekun mendalami perkayuan (yang sekarang semakin sedikit karena berjuta-juta meter
persegi hutan kita sudah terbakar)11, maka Anda cepat berpikir tentang kekuatan
maupun kegunaan kayu begitu melihat ada sebatang kayu di hadapan Anda. Begitu
juga jika Anda sering mencela, mencaci, memaki, merendahkan, menggunjing
sesama, atau melecehkan kehormatan orang lain, Anda akan sangat peka terhadap
gelagat orang yang bisa ditafsirkan sebagai penilaian. Anda akan cepat berpikir
tentang komentar orang kelak jika Anda akan melakukan sesuatu, katakanlah sesuatu
yang baru. Alhasil, gerak Anda dipengaruhi (sebagai pengganti kata dihambat) oleh
persepsi Anda tentang orang lain --yang ternyata boleh jadi keliru sama sekali.
Bahasa lugasnya, Anda mudah berprasangka buruk (su’uzhan) dan prasangka buruk
itulah yang mengontrol tindakan-tindakan Anda.
Membicarakan keburukan-keburukan orang membuat kita banyak dikendalikan
oleh prasangka-prasangka kita tentang penilaian orang lain terhadap kita. Kita sangat
mudah risau dengan “kata orang” (sekali pun baru mungkin) tentang kita, sehingga
langkah kita yang membawa maslahat ada kemungkinan tidak jadi kita kerjakan

Kado Pernikahan 308


karena khawatir terhadap penilaian orang. Kita akhirnya sibuk memilih tindakan yang
melahirkan penilaian positif dari orang lain. Alhasil, kita semakin jauh dari kebaikan.
Betapa seringnya orang tidak berani melakukan apa yang dapat
mengantarkannya kepada cita-cita hanya karena takut dikomentari. Betapa lazimnya
kita mendengar orang takut berbicara di muka umum untuk menyampaikan kebenaran
hanya karena takut dinilai, takut tidak bisa berbicara secara menarik. Alhasil, ia tidak
menyampaikan kebenaran karena takut mencemarkan nama baik Islam mengingat dia
“tidak bisa mewakili” Islam dalam membawakan retorika yang bagus. Alhasil, kita
biarkan keadaan yang kritis hanya demi menjaga agar orang tidak memberi komentar
yang buruk (meskipun orang lain belum tentu berkomentar demikian).
Kita sudah terlalu banyak belajar dari orangtua kita; baik orangtua di rumah,
masyarakat, maupun sekolah. Kita belajar dari mereka agar tidak punya keberanian
menyampaikan apa yang harus disampaikan jika suara kita tidak bisa menggelegar,
retorika kita tidak bagus, dan pakaian kita tidak seperti pakaian “penyampai
kebenaran”. Kita sering belajar --dari orangtua kita maupun masyarakat-- untuk
mentertawakan orang yang maju dengan sangat lugu, sehingga ketika tiba saatnya kita
harus tampil, kita mundur teratur karena khawatir ditertawakan orang sebagaimana
kita juga mentertawakan mereka (meskipun kita melihatnya sebagai perasaan grogi).12
Saya teringat dengan satu peristiwa di tahun 1993. Ketika itu ada sarasehan di
Salman, Bandung untuk membicarakan tentang metodologi pendidikan agama untuk
anak prasekolah. Banyak sekali yang hadir pada acara tersebut, salah satunya adalah
seorang guru TK. Guru kita ini kemudian mendapat kepercayaan untuk
mempresentasikan pikiran-pikirannya cemerlang, tak lama setelah Menteri Agama
membuka acara. Tak banyak yang mendapat kehormatan untuk berbicara di sesi
pertama.
Kesedihan dan kerisauan menyergap saya ketika ibu kita mulai
mempresentasikan makalahnya di hadapan para undangan, tidak sedikit di antaranya
pemikir-pemikir pendidikan dan praktisi berpengalaman. Ibu kita ini tidak termasuk
orang yang akrab dengan dunia seminar, apalagi mempresentasikan. Ia juga masih
heran melihat OHP --yang bagi mahasiswa seperti makanan kecil. Tetapi sekali
presentasi, pesertanya orang-orang yang sudah biasa tampil di depan. Tak terlalu
heran jika ibu kita ini gugup dan sekaligus gagap teknologi.
Yang membuat saya sedih, orang-orang yang intelek itu rupanya banyak yang
tidak betah mendengar. Ada kegelisahan atau mungkin rasa malu melihat presentasi
dari ibu kita, padahal apa yang dikemukakannya begitu bagus jika kita mau berendah
hati dalam memakai bahasa. Saya merasa aneh melihat sikap yang semacam itu.
Bukankah yang “lebih intelek” mestinya justru memahami yang “agak kurang
intelek”? Waktu itu yang saya lihat mendengar dengan serius dan sungguh adalah
saudara-saudara kita dari Al-Arqam. Yang lainnya pun insya-Allah ada, tetapi saya
tidak melihat.
Astaghfirullahal ‘adzim. Wallahu A’lam bishawab.

Kado Pernikahan 309


Apa yang bisa kita ambil dari cerita ini? Sikap kita dapat menjadi hijab
(penghalang) bagi datangnya ilmu yang baik. Tetapi, dari mana sikap yang semacam
itu lahir?

Dan Masyarakat Pun Hancur


Rusaknya masyarakat tidak hanya karena pemimpin yang tidak adil. Keasyikan-
keasyikan kita menggunjing sesama, juga ikut berperan menghancurkan masyarakat.
Karena menggunjing, kesalahan seorang hamba Allah yang telah disembunyikan
Tuhannya kita sebarluaskan sehingga semua orang tahu, sehingga ia sibuk menutupi
wajahnya.
Saya teringat tulisan K.H. Jalaluddin Rakhmat. Katanya, “Perhatikan, betapa
banyak keburukan telah Anda lakukan dan Tuhan menyembunyikannya dari mata dan
telinga manusia. Sekiranya semua kejelekan Anda diketahui orang, Anda tidak akan
tahan hidup di tengah-tengah masyarakat.”
Ketika keburukan-keburukan kita disembunyikan oleh Allah dari penglihatan
orang, insya-Allah kita bisa lebih leluasa untuk memperbaiki diri. Kita bisa
melakukan perbaikan atas jiwa kita, mental kita, dan niat-niat kita tanpa terkungkung
oleh penilaian orang atas kita. Jika kita sebelumnya telah melakukan keburukan dan
tidak seorang pun mengetahui, kita memiliki kesempatan untuk menghapus
keburukan dengan banyak melakukan kebajikan tanpa takut ditolak oleh masyarakat,
atau setidaknya beberapa orang.
Ini dari satu sisi. Dari sisi lain, jika seseorang dikenal kebaikannya oleh
masyarakat (meskipun sangat sedikit), ia akan cenderung berusaha untuk
meningkatkan kebaikan-kebaikannya. Seiring dengan usahanya untuk semakin
meningkatkan kebaikan dan keutamaannya, keburukan-keburukan yang melekat
padanya akan menyusut. Ia tidak memiliki hambatan psikis yang berarti karena
masyarakat menerima perkembangan-perkembangan baiknya.
Sebaliknya, jika keburukannya yang dikenal masyarakat (sekalipun sedikit
sekali), maka sulit baginya untuk melakukan kebajikan-kebajikan yang diterima.
Masyarakat cenderung tidak menerima perbaikan yang bertahap dan pelan.
Masyarakat cenderung menghendaki perubahan yang tiba-tiba, spontan, dan
menyeluruh. Padahal ini merupakan syarat yang sulit dipenuhi manusia secara umum
(kecuali orang-orang khusus). Alhasil, orang itu semakin berkembang dengan
keburukannya (yang semula hanya sedikit). Dan boleh jadi ia justru menjadi
penyebab tersebarnya keburukan di tengah-tengah masyarakat.
Artinya, ketika keburukan seseorang tersebar luas, maka akan menyebabkan
yang bersangkutan sulit melakukan perubahan ke arah yang baik dan masyarakat sulit
menerima perbaikan yang bertahap dan pelan. Padahal, manusia umumnya
melakukan perubahan secara bertahap. Perubahan baru bisa dilakukan secara
bertahap, progresif dan baik ketika sudah pindah ke masyarakat lain yang tidak di-
kenal atau kulturnya sangat berbeda. Akhawat yang memiliki militansi tinggi,

Kado Pernikahan 310


umumnya adalah mereka yang berasal dari daerah-daerah yang sangat jauh. Mereka
mengalami perubahan (metamorfosis spiritual) setelah pindah ke tempat yang tidak
dikenalnya.
Sekalipun bab ini bukan tentang kebaikan merantau, tetapi izinkanlah saya untuk
melengkapi pembicaraan kita ini dengan nasehat Imam Syafi’i. Katanya, “Sungguh
aku melihat air yang tergenang dan terhenti memercikkan bau yang tak sedap.
Andaikan saja ia mengalir, air itu akan terlihat bening dan sehat. Sebaliknya, jika
engkau biarkan air itu menggenang, ia akan membusuk.”
Imam Syafi’i juga pernah mengingatkan, “Emas bagaikan debu sebelum
ditambang menjadi emas. Dan pohon cendana yang masih tertancap di tempatnya tak
ubahnya pohon-pohon untuk kayu bakar.
Jika engkau tinggalkan tempat kelahiranmu, kau akan temui derajat mulia di
tempat yang baru, dan kau bagaikan emas yang sudah terangkat dari tempatnya.”
Jika memperhatikan nasehat Imam Syafi’i, merantau membuat “emas yang
terpendam” dalam diri kita dapat terangkat sehingga kelihatan kilau emasnya.
Merantau membuat emas jiwa kita terasah dan mencapai ketinggian dengan lebih
banyak belajar, menghadapi tantangan, dan lingkungan yang lebih siap menerima
kita. Kita tidak dikenal, karena itu kacamata yang dipakai orang untuk melihat kita
lebih jernih. Kadangkala masyarakat baru tempat kita merantau justru menempatkan
sekaligus mengharapkan kita sebagai orang baik, sehingga “do’a” mereka akhirnya
menjadi kenyataan.
Saya beberapa kali mendengar kabar baik tentang teman-teman dari Jombang
setelah mereka kuliah di tempat lain. Sebagian di antara teman-teman itu konon tidak
biasa mengenakan sarung sebagai pakaian sehari-hari,13 tetapi di tempatnya yang baru
mereka mengalami perubahan positif. Mereka dianggap sebagai wakil sah dari santri
Jombang yang ‘alim. Mereka dianggap sekaligus diperlakukan sebagai orang yang
tahu bagaimana membawakan agama dan kesan tidak santri dalam penampilan
mereka dianggap hanya sebagai penyamaran (bukankah wali-wali Allah itu kadang
ada yang nampak sebagai orang yang tidak banyak faham agama?). Ini menyebabkan
mereka mengalami perubahan perilaku. Mereka juga mulai “malu” dengan anggapan
orang sehingga mereka berusaha untuk benar-benar menjadi orang baik, faham
agama, dan menjaga perilaku. Di sinilah kemudian terasa barakah do’a para kiai
terdahulu, sehingga sepeninggal mereka pun masih membawa kebaikan.
---
“Perhatikan,
betapa banyak keburukan telah Anda lakukan
dan Tuhan menyembunyikannya dari mata dan telinga manusia.
Sekiranya semua kejelekan Anda diketahui orang,
Anda tidak akan tahan hidup di tengah-tengah masyarakat.”
---

Kado Pernikahan 311


Mengapa tanah rantau memberi kesempatan yang lebih besar kepada seseorang
untuk menjadi orang baik dibanding tanah asal? Jawabnya, tidak ada gunjingan buruk
yang sampai kepada mereka sehingga mereka tidak memiliki prophecy (arti
harfiahnya sih nubuwwah)14 tentang kita. Karena tidak memiliki prophecy, mereka
menilai sesuai dengan yang mereka lihat dari kita selama bersama mereka. Tetapi jika
sudah ada prophecy, orang sudah memasang prasangka (sekaligus menyiapkan sikap)
kepada kita, “O..., orang ini begini dan begitu.”
Pada masyarakat tempat asal kita, perubahan ini relatif lebih sulit terjadi. Apalagi
jika kebiasaan menggunjing sudah merata. Mengapa? Mari kita simak secara lebih
rinci pada sub judul Zhan Yang Terpenuhi, Terbentuknya Persistensi Tentang Orang
Lain, dan Masyarakat Tak Lagi Ikut Mendidik Anak Kita.
Sekarang, mari kita lihat satu per satu.

Zhan Yang Terpenuhi


Kebiasaan menggunjing membuat kita tidak peka terhadap kebaikan orang. Kita
merasa nyaman dengan sikap-sikap kita mengungkap keburukan orang, sehingga kita
akhirnya tidak cermat dalam memeriksa penilaian kita kepada orang lain, apakah
tepat atau tidak. Pada gilirannya, kita mudah sekali berprasangka. Kita sudah tak bisa
membedakan mana zhan (prasangka) mana keburukan yang benar-benar dilakukan.
Ini dari satu sisi. Dari sisi lain, setiap kita mendengar sesuatu, kita segera
menghubungkan kabar tersebut dengan sesuatu yang “seharusnya ada”. Maksud saya
sederhana saja, jika Anda mendengar ada seorang yang sangat ‘alim, maka Anda
segera membayangkan bahwa orang itu memiliki perilaku-perilaku yang lazim
dimiliki oleh orang ‘alim (menurut persepsi Anda) atau yang seharusnya ada pada
orang ‘alim menurut angan-angan Anda. Selanjutnya, Anda berperilaku kepada orang
tersebut sesuai dengan anggapan Anda. Anda menjadi lebih sopan (apalagi jika Anda
sebelumnya mengira dia sebagai orang biasa-biasa saja), lebih hormat, dan lebih
merendahkan suara Anda. Padahal jika Anda mendengarnya sebagai orang yang
terusir karena menyalahi adat, Anda akan menyikapinya dengan sinis, meskipun
sesungguhnya dia orang yang ‘alim.
Zhan (prasangka) inilah yang membuat kita sulit objektif terhadap orang. Kita
sulit untuk bersikap adil (padahal kita diperintahkan untuk adil, sekalipun pada
musuh, sekalipun kita sedang marah). Zhan menjadi penghambat psikis
(psychological barriers) untuk menerima kenyataan bahwa orang yang paling buruk
pun bisa berubah menjadi orang yang sepenuhnya baik. Ia juga menjadi psychological
barriers (hambatan psikis) bagi orang yang terlanjur dinilai jelek untuk mengubah
dirinya menjadi orang baik.
Orang-orang yang bekerja di rumah sakit jiwa ataupun lembaga pemasyarakatan,
sangat akrab dengan fenomena terhambatnya kemajuan kepribadian seseorang
“hanya” gara-gara prasangka orang. Mereka yang telah dinyatakan sembuh dari
rumah sakit jiwa seringkali harus kembali lagi menjadi pasien karena masyarakat
tetap menyimpan prasangka yang buruk sehingga mereka tidak mau menerima alumni

Kado Pernikahan 312


RSJ sebagai anggota masyarakat yang normal. Mereka menolak alumni RSJ itu dalam
pergaulan sehari-hari, misalnya dengan bahasa isyarat yang menunjukkan
“keengganan” saat berkumpul bersama. Demikian juga alumni lembaga
pemasyarakatan, “terpaksa” menjadi penjahat lagi karena selalu dicurigai.
Satu lagi. Saya ingin mengajak Anda sekali lagi untuk melihat akibat dari zhan
yang tersebar dalam masyarakat ini terhadap seseorang. Jika seseorang dikenal
keburukannya (meskipun sedikit) dalam masyarakat, maka keburukan yang sedikit ini
lama-lama akan semakin berkembang, kecuali jika ia termasuk orang khusus yang
memiliki telinga cukup tebal untuk tidak menghiraukan ucapan orang, sehingga ia
tetap mampu menjadi orang baik.
Kita mendengar, kadang-kadang seorang remaja menjadi nakal karena ia
terlanjur dicap nakal. Ia menjadi nakal karena, “Daripada cuma dicap nakal padahal
saya tidak nakal, mending sekalian nakal. Ngapain? Toh sama saja, orang tetap
menganggap saya nakal.”
Begitu.

Terbentuknya Persistensi Tentang Orang Lain


Jika Anda mempunyai prasangka buruk terhadap orang lain dan Anda sering
menggunjingnya, atau minimal mendengar orang membicarakan “keburukannya”
(yang belum tentu benar), lama-lama Anda akan yakin bahwa orang tersebut memang
buruk. Anda sangat yakin tentang hal itu, sedemikian yakinnya sampai Anda tidak
bisa percaya ketika mendengar bahwa orang tersebut tidak sebagaimana yang Anda
yakini. Anda tetap tidak bisa percaya sekalipun ditunjukkan bukti-bukti yang kuat.
Anda mengajukan berbagai kemungkinan motif (yang ini berarti Anda berprasangka
buruk lagi), sehingga Anda berkata, “Ah, tidak mungkin. Itu mungkin hanya sekedar
biar orang menganggapnya sebagai orang baik saja.”
Anggapan yang sudah menetap dan sulit diubah-ubah sekalipun dengan bukti
kuat itulah yang dinamakan dengan persistensi. Anda mengalami persistensi
anggapan tentang orang lain. Artinya, anggapan Anda tentang orang lain telah bersifat
menetap kuat-kuat dan tidak bisa berubah sekalipun orang itu benar-benar lain sama
sekali dari yang Anda duga. Anda tetap tidak bisa menerima. Anda lebih percaya
pada anggapan Anda daripada fakta-fakta yang sepenuhnya bisa
dipertanggungjawabkan.
Persistensi terbentuk melalui proses penguatan yang terus menerus.
Sederhananya begini, prasangka tentang seseorang akan menjadi persistensi jika
setiap hari kita mendengarkan pembicaraan yang mendukung prasangka kita, jika
setiap hari kita membicarakan prasangka kita, dan seterusnya. Lama-lama prasangka
itu kita yakini. Dan terbentuklah persistensi.
Persistensi ini jika kita kuatkan terus akan membuat kita tidak mau lagi
menerima bahwa orang itu tidak seperti prasangka kita, sekalipun kita sudah
membuktikan sendiri bahwa prasangka kita salah. Akhirnya kita berkata, “Pokoknya

Kado Pernikahan 313


saya tetap tidak mau menerima dia. Saya tahu dia tidak begitu. Tapi kalau saya tidak
mau, mau apa?”
Dan ini berarti hati kita telah tertutup. Na’udzubillahi min dzalik.
Jika persistensi menyebar luas di masyarakat, apa yang akan terjadi pada
masyarakat itu? Apa yang bisa dilakukan oleh orang-orang yang terlanjur terkena
persistensi orang banyak?
Saya tiba-tiba teringat kepada Rasulullah. Ah, semua contoh dari Rasulullah
sangat menakjubkan. Sayangnya saya tidak bisa mencontoh perilaku-perilakunya (ya
Allah, sempurnakanlah kecintaanku padanya dan perjalankanlah aku dan orang-orang
yang mencintainya untuk bisa mencontoh Rasul-Mu sepenuhnya).
Sebelum menceritakan salah satu contoh dari Rasulullah, saya ingin mengajak
Anda bershalawat bersama-sama. Ucapkanlah dengan suara lirih dan hati yang
menghadap, memohon kepada Allah:
“Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa ali Muhammad. Allahumma
shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa ali Muhammad. Ya Allah, bangkitkanlah kami kelak
sebagai golongan orang-orang yang mencintai Rasul-Mu. Amin.”
Dan inilah contoh dari Rasul yang mulia itu:
Rasulullah Saw. mempunyai paman yang sebaya usianya. Namanya Hamzah
(baginya ridha Allah). Sejak kecil hingga tumbuh dewasa, Rasulullah sangat dekat.
Dialah paman yang sangat dicintai Rasulullah. Dialah yang menyertai Rasulullah
dalam berbagai keadaan. Jika Abi Thalib adalah pembela Rasulullah yang utama,
maka Hamzah adalah sahabat Rasulullah yang paling dekat dari kalangan pamannya.
Dalam sebuah peperangan, Hamzah radhiyallahu ‘anhu ikut serta. Hamzah
membela Rasulullah mati-matian, sementara musuh-musuh mengincarnya terus-
menerus. Mereka tahu, Hamzah adalah orang yang paling dekat di hati Nabi. Kalau
Hamzah mati, Rasulullah akan sangat kehilangan.
Dan inilah Wahsyi, penombak ulung yang mengintainya. Ia mempunyai tugas
khusus dari Hindun untuk mengintai Hamzah. Ia tak membiarkan dirinya kehilangan
jejak Hamzah. Dipantaunya terus kemana Hamzah bergerak. Diincarnya terus. Dan
diarahkan mata tombaknya setepat-tepatnya. Sampai ketika ia merasa yakin
bidikannya tak akan meleset, ia lepaskan tombak itu dengan dendam yang membakar.
Ujung tombak itu tak meleset lagi. Ujung tombak yang runcing itu menusuk dada
Hamzah. Tombak yang tajam itu merobek jantung Hamzah. Hindun berlari. Ia ambil
jantungnya. Ia makan jantung kekasih Rasulullah itu. Ia kunyah-kunyah jantung orang
suci itu dengan meninggalkan kepedihan yang mendalam di hati Rasulullah. Tak ada
pemandangan yang lebih menyedihkan hati saat itu kecuali melihat Hindun
mengunyah jantung pahlawan semua orang yang masih memiki nurani.
Apa yang Anda rasakan jika itu terjadi pada Anda? Kesedihan semacam apa
yang Anda rasakan jika kekasih Anda yang sudah meninggal diinjak-injak dan

Kado Pernikahan 314


dimakan jantungnya oleh orang yang Anda kenal? Apa yang akan Anda katakan kalau
suatu saat orang itu datang meminta maaf kepada Anda?
Saya sungguh tidak bisa membayangkan bagaimana Anda menjawab pertanyaan-
pertanyaan saya. Tetapi lebih sulit lagi membayangkan bagaimana Rasulullah
memaafkan mereka, menerima mereka, menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka,
dan bersikap ramah terhadap mereka ketika mereka datang kepada Rasulullah untuk
menyatakan masuk Islam. Mereka diterima oleh Rasulullah. Dan mereka menjadi
orang-orang yang dikenang Islam dengan dua sejarah; sejarah pedih ketika mereka
membunuh Hamzah, dan sejarah trenyuh ketika mereka bertaubat. Lihatlah Wahsyi
yang setiap saat menangis. Tak tahan hatinya jika mengenang mata tombaknya yang
menusuk dada Hamzah. Tak tahan hatinya merasakan keagungan Rasulullah yang
memaafkannya tanpa persyaratan apa-apa.
Begitulah Muhammad. Ia menyaksikan sendiri kekejian orang yang mengunyah
jantung Hamzah. Ia tidak mendengar desas-desus. Ia tidak mendengar gunjingan.
Tetapi itu tidak menjadikan hatinya keras sehingga tak mau memaafkan mereka,
meskipun kita akan sangat maklum seandainya Rasulullah tak mau memaafkan. Tidak
ada persistensi di hati Rasulullah bahwa mereka --Wahsyi dan Hindun-- tak mungkin
bisa berubah. Tidak ada itu.
Andaikan Wahsyi dan Hindun hidup di zaman kita ini, mungkin mereka tak
berkesempatan menjadi orang-orang yang bisa dikenang kebaikannya. Tetapi tidak.
Mereka hidup di zaman Rasulullah yang agung, sehingga mereka bisa mencapai
keagungan di hadapan Allah. Mereka bisa termasuk sebagai sahabat Nabi.
Sekedar penyimpul, dalam masyarakat yang percaya bahwa setiap manusia
selalu mempunyai kemungkinan untuk mencapai kebaikan, di detik-detik terakhir
kehidupannya sekalipun, akan memberi kesempatan yang seluas-luas-nya pada setiap
orang untuk lebih baik daripada sebelumnya. Tetapi dalam masyarakat yang telah
dipenuhi zhan --apalagi jika sampai bersifat persisten (menetap)-- perbaikan itu sulit
dilakukan. Bahkan seseorang yang memiliki banyak kebaikan pun, bisa menjadi
orang yang penuh keburukan ketika keburukannya yang sedikit diketahui orang dan
terus dibicarakan di setiap sudut rumah.

Masyarakat Tak Lagi Ikut Mendidik Anak Kita


Maka, masih adakah kegelisahan jika anak-anak tetangga mulai nakal dan
akhlaknya tidak baik? Masih adakah rasa tenteram untuk melepas anak berbaur
dengan anak-anak orang se-RT, se-RW, sekampung, atau (apalagi) sekota? Masih
tetap adakah orang-orang tua yang akan memanggil anak-anak “nakal” lalu
menasehati mereka dengan lemah lembut tentang hak Allah dan hak anak Adam,
kemudian memberikan kepada mereka mangga yang lebih banyak daripada yang
mereka curi demi menghalalkan makanan yang masuk ke perut anak orang? Masih
adakah sikap seperti itu, atau minimal kepercayaan bahwa orang lain tidak merusak
akan anak-anak kita, jika kita setiap hari menggunjing? Jika setiap hari kita
mendengar orang menggunjing?

Kado Pernikahan 315


Hari ini, saya merasakan pertanyaan-pertanyaan saya itu sebagai romantisme,
meskipun di masa kecil seingat saya hal-hal semacam itu masih ada pada masyarakat
saya. Hari ini, saya merasakan masyarakat kita tidak seperti dulu kepeduliannya
kepada kebaikan anak-anak tetangga.
Bergesernya kepedulian masyarakat ini saya rasa merupakan konsekuensi logis
dari hidupnya semangat menggunjing di tengah-tengah kita. Ketika keburukan orang
menjadi keasyikan kita di rumah saat menggunjing bersama istri, maka memperbaiki
masyarakat sama halnya dengan menghapus keasyikan. Dan itu sangat berat.
Ketika hati ini sudah terlalu keras, sulit merasakan kepedihan orang lain; sulit
merasakan kegelisahan orangtua yang memikirkan anaknya; sulit menangisi
masyarakat yang sedang sakit. Bagaimana bisa menangisi hal-hal yang seharusnya
ditangisi, sedangkan menangisi keburukan diri sendiri saja sulitnya masya-Allah.
Sebaliknya, kita justru lebih peka terhadap hal-hal yang semestinya tidak mendapat
prioritas untuk ditangisi. Kita mudah risau kalau nasi kita tidak enak, tetapi tidak risau
kalau umat Muhammad dilanda kebingungan.
Saya akhirnya harus mohon maaf kepada Anda. Saya tidak bisa melanjutkan
pembicaraan di sub judul ini. Maafkan saya, semoga Allah memuliakan Anda.
Ya Allah, bersihkan hati kami sebagaimana Engkau telah membersihkan bumi
dengan hujan.
Ya Allah, ampuni kami.

Anak-anak Pun Menjadi Korban


Dan akhirnya, keasyikan menggunjing saat berkumpul bersama sambil
menikmati kopi itu, menerkam anak-anak kita sendiri sebagai korbannya. Ada banyak
madharat yang disebabkan kebiasaan menggunjing.
Setidaknya ada 13 madharat menggunjing bagi anak yang sempat saya catat.
Catatan ini tidak termasuk madharat dalam aqidah dan keimanan mereka.
Selengkapnya, kerugian dan kerusakan yang bisa terjadi pada anak akibat
keasyikan kita menggunjing setiap hari, dapat Anda baca pada daftar berikut:
ƒ Merusak Harga Diri Anak
ƒ Merusak ‘iffah anak atau kemampuan kendali diri anak. Hal ini erat terkait
dengan harga diri dan rasa percaya diri anak.
ƒ Melemahkan kepercayaan terhadap orangtua
ƒ Menumbuhkan rasa takut bereksplorasi
ƒ Mematikan rasa percaya diri anak
ƒ Membunuh kreativitas anak
ƒ Terlalu berorientasi pada penilaian orang lain

Kado Pernikahan 316


ƒ Menciptakan ketergantungan pada otoritas orang lain
ƒ Merangsang anak membuat apologi
ƒ Lebih mengaktifkan quwwatusy-syahwiyah danghadhabiyyah daripada
quwwatul-’aqliyyah. Arti-nya, kekuatan syahwat dan agresi anak lebih
berkembang dibanding kekuatan akal budi anak.
ƒ Mematikan hati
ƒ Membuat anak sulit dinasehati
ƒ Menghabiskan waktu produktif anak
Sayang, kita tidak bisa mengupasnya sekarang mengingat keterbatasan halaman
pada buku ini. Semula saya merencanakan untuk membahas secara tuntas pada buku
ini, tetapi ternyata belum bisa. Insya-Allah dalam kesempatan lain kita akan
membahas dengan lebih leluasa, jika itu memang membawa kebaikan bagi kita
semua. Mudah-mudahan Allah memudahkan kita dan keturunan kita untuk mencapai
puncak kebajikan yang diterima Allah Ta’ala. Allahumma amin.
Ya, Allah demikianlah yang kutulis. Kumohonkan barakah-Mu atas tulisan ini
bagi kami dan anak cucu kami. Jauhkanlah kami dari perbuatan menggunjing dengan
kekuatan dan ilmu-Mu.
Selanjutnya, saya serahkan kepada sidang pembaca untuk memeriksa benar
salahnya. Mudah-mudahan Allah memberi taufik dan hidayah-Nya.
Kepada istriku, keluargaku, saudara-saudaraku, sahabat-sahabatku dan orang-
orang yang kucintai, kumohon engkau semua berkenan saling mengingatkan --dan
bukan saling menyalahkan. Kehidupan kita setelah ini tak ada yang menjamin,
kecuali jika Allah meridhai hidup kita sekarang dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berkenan memberi syafa’at bagi kita semua.
Ya Rasul, salam bagimu.
Ya Rasul, shalawat bagimu dan anak cucumu.
Astaghfirullahal ‘adzim.

Catatan Kaki:
1. Mohammad Hashim Kamali, Kebebasan Berpendapat dalam Islam, Mizan,
Bandung, 1996 dari Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, hadis No. 1806
dengan memberi catatan: Hadis tersebut merupakan bukti tentang perbedaan
ghibah dan buhtan.
2. Tafsir bil Ma’tsur, Remadja Rosdakarya, Bandung, 1994 dari Al-Durr Al-
Mantsur.
3. Ibrahim M. Al-Jamal, Penyakit-penyakit Hati, Pustaka Hidayah, Bandung,
1995.

Kado Pernikahan 317


4. Ibrahim M. Al-Jamal, ibid, dengan catatan kaki: Dikeluarkan oleh Abu Ya’la.
Ibnu Katsir juga mengatakan dalam tafsirnya, dan isnadnya shahih, IV/215,
terbitan Al-Halabi.
5. Martin van Bruinessen melaporkan kejadian-kejadian semacam ini dari
penelitian lapangan yang ia lakukan di negeri kita yang semata wayang ini.
Kumpulan laporan ini kemudian diterbitkan sebagai buku berjudul Rakyat Kecil,
Islam dan Politik, Bentang, Yogyakarta, 1998.
6. Mari kita ingat kembali penjelasan Nabi Saw. tentang wali ‘abdal.
Abu Nu’aim meriwayatkan sabda Nabi Saw., “Karena merekalah Allah
menghidupkan dan menolak bencana.”
Sabda Nabi ini terdengar begitu berat sehingga Ibnu Mas’ud bertanya, “Apakah
maksud ‘karena merekalah Allah menghidupkan dan mematikan?’”
Rasulullah Saw. bersabda, “Karena mereka berdo’a supaya umat diperbanyak,
maka Allah memperbanyak mereka. Mereka memohon agar para tiran
dibinasakan, maka Allah binasakan mereka. Mereka berdo’a agar turun hujan,
maka Allah turunkan hujan. Karena permohonan mereka, maka Allah
menumbuhkan tanaman di bumi. Karena do’a mereka, Allah menolakkan
berbagai bencana.”
Allah sebarkan mereka di muka bumi. Pada setiap bagian bumi, ada mereka.
Kebanyakan orang tidak mengenal mereka. Jarang manusia menyampaikan
terima kasih khusus kepada mereka. Kata Rasulullah Saw., “Mereka tidak
mencapai kedudukan mulia itu karena banyak shalat atau puasa.”
Karena apa mereka mencapai derajat itu? Bis-sakhai wan-nashihati lil muslimin,
kata Rasulullah Saw.. Dengan kedermawanan dan kecintaan yang tulus kepada
kaum muslimin.
7. Tidak berarti istri, suami, dan anak bukan termasuk orang lain. Kadang ketika
orang asyik menggunjing, tanpa sadar (?) mereka menggunjing istri atau
suaminya sendiri.
8. Kadangkala tidak hanya anak, melainkan istri atau suami juga.
9. Tetapi jalan Allah untuk mempermalukan orang yang suka membuka aib
saudaranya, tidak sesempit penjelasan saya ini. Ada banyak jalan yang tidak
selalu bisa dijelaskan secara betul-betul memadai menurut disiplin ilmiah,
sehingga kita hanya mengatakan, “Tiba-tiba dia berubah demikian setelah
bertemu dengan Si Fulan. Dia terpengaruh Si Fulan. Padahal anak saya itu baik.
Dia itu sangat cerdas sebenarnya. Sangat mengerti. Ya, karena terpengaruh saja
dia menjadi begitu.” Masih ada pertanyaan yang tersisa jika ada orang yang
berkata seperti itu: Mengapa anak yang manis itu bisa tiba-tiba mudah
dipengaruhi?
10. Bab ini ada pada jendela pertama buku ini.

Kado Pernikahan 318


11. Suara Merdeka, 19 April 1998 melaporkan hutan yang terbakar sejak Januari
sampai 17 April 1998 seluas 393.850 hektar atau 3.938.500.000 meter persegi.
Ini jika satu hektar masih tetap 10 ribu meter persegi. Dan ini hanya di
Kalimantan Timur. Belum termasuk tempat-tempat lain di Sumatera dan
Kalimantan (selain Kalimantan Timur).
12. Dalam hal ini perlu dibedakan antara grogi dan malu. Kebanyakan kita belum
punya malu (termasuk yang menulis buku ini), tetapi memiliki perasaan takut
dinilai orang. Rasa malu tidak menghalangi orang menyatakan apa yang harus
dinyatakan, tetapi perasaan takut dinilai menyebabkan orang tidak berani
menyampaikan apa yang seharusnya ia sampaikan.
Syaikh Abdul Wahab Asy-Sya’rani menyebut kedua sikap itu dengan istilah
yang sama: malu. Tetapi ia membedakan antara sikap malu yang syar’i dan
malu yang mewatak. Syaikh Asy-Sya’rani mengingatkan, “Malu yang mewatak
ialah jika seseorang malu untuk berdzikir kepada Allah Ta’ala dengan suara
keras di hadapan orang banyak, yaitu orang yang mempunyai nafsu (terhormat),
seperti para qadhi (hakim negara), para penguasa pemerintah, para guru dan
sebagainya. Maka apabila di antara mereka dianjurkan untuk berzikir kepada
Allah Ta’ala di muka banyak orang, yang hasil dari mereka adalah rasa malu,
seakan-akan mereka disuruh melakukan maksiat.”
13. Di Jombang dan beberapa tempat lain, kebiasaan memakai sarung mencirikan
orang yang santri, yaitu orang yang banyak belajar di pesantren dan (mestinya)
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka yang “bukan” santri
cenderung untuk memakai pakaian sehari-hari yang bukan sarung. Tentu saja ini
tidak bisa digeneralisasi.
Karena pakaian sarung sudah membawa citra kesantrian, maka perubahan dari
kebiasaan memakai celana panjang biasa ke pemakaian sarung beserta kopyah
menimbulkan tuntutan pada diri sendiri untuk menyesuaikan diri dengan citra
santri.
14. Dalam psikologi dikenal istilah self-fulfilling prophecy atau nubuwwah yang
dipenuhi sendiri. Jika kita menganggap diri kita sebagai orang yang bodoh dan
memiliki hafalan rendah, maka kita berperilaku yang sesuai dengan anggapan
kita sehingga akhirnya kita memang benar-benar bodoh. Jika masyarakat
menganggap seseorang jelek, maka mereka memperlakukan orang tersebut
sebagai orang yang jelek, sehingga orang tersebut akhirnya benar-benar menjadi
orang jelek. Wallahu A’lam bishawab.

Kado Pernikahan 319


Bab 19

K onflik

Dan Perceraian

S sama sekali tak ada yang berharap pernikahan yang suci harus
tergores oleh konflik-konflik, apalagi sampai menyebabkan
pertengkaran yang menakutkan. Sama sekali tak ada yang
menginginkan pernikahan yang kukuh hancur berantakan sehingga anak-anak
tak lagi dapat bersama bapaknya karena perceraian. Sama sekali tak ada yang
mendambakan pernikahan yang suci harus berwarna kelam karena tak ada
tempat lagi untuk bersatu.
Tetapi angin tak selalu bertiup ke arah yang kita inginkan. Laut yang
tenang kadang juga berombak keras, sehingga kapal harus terhempas dan
perahu bisa terbalik. Kalau bukan pelaut yang tangguh, perahu terbalik tak bisa
sampai ke tempatnya berlabuh.
Kehidupan perkawinan kadang harus menghadapi benturan keras.
Terkadang benturan keras itu bernama keadaan, contohnya kesulitan ekonomi
yang menghimpit. Terkadang benturan keras itu bernama tekanan sosial,
misalnya keinginan saudara-saudara dekat atau jauh untuk menentukan warna
perkawinan kita sesuai dengan apa yang mereka anggap nbaik --dan bukan
menurut syara’. Terkadang benturan keras itu bernama fitnah yang bermacam-
macam sumbernya: prasangka yang diperturutkan, keadaan sulit tak
tereleakkan seperti kejadian yang pernah menimpa Ummul Mukmininm
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam peristiwa haditsul ‘ifk, atau malah
bersumber dari kesukaan kita membuka keburukan saudara sendiri.

Kado Pernikahan 320


Adakalanya, benturan keras itu juga berasal dari tuntutan-tuntutan kita
kepada teman hidup kita. Ini misalnya dalam kasus tuntutan istri-istri Nabi
agar Nabi shallallahu ‘alaihi wassalaam memberi tambahan uang belanja.
Mereka akhirnya diberi pilihan ; kehidupan akhirat yang kekal ataukah
perceraian.
Ringkasnya, sangat banyak hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
benturan keras dalam rumah tangga. Sebagian dari sebab-sebab itu memang
tidak sepatutnya terjadi. Sebagian lagi, hanya Allah Yang Maha Tahu kebaikan
dibalik segala ketetapan-Nya. Kita hanya mencoba memahami sebatas
kesanggupan kita. Mudah-mudahan kita bukan termasuk orang-orang yang
mudah menjatuhkan penilaian atas hukum Allah, sedang ilmu kita sama sekali
belum lengkap.
Tulisan di bab ini ingin mengajak Anda untuk melihat bagian yang sering
kelihatan gelap dengan cara yang lebih adil. Mudah-mudahan saya dapat
memenuhi keinginan saya itu. Mudah-mudahan tulisan ini tidak jatuh ke dalam
penilaian yang gegabah.
Sebelum menginjak lebih jauh, saya ingin menunjukkan sebuah ilustrasi
kepada Anda tentang masalah konflik dan perceraian dengan peristiwa antara
‘Abdurrahman bin Abu Bakar Ash-Shiddiq dengan Atikah, istrinya. Keduanya
saling mencintai, sama-sama memiliki kekuatan agama dan sama-sama
mencintai Allah dan Rasul-Nya. Tetapi mereka bercerai ketika Abu Bakar
Ash-Shiddiq mengkhawatiri iman mereka jangan-jangan karena kecintaan
mereka pada pasangannya, dapat menyebabkan mereka lalai dalam menetapi
agama Allah. Kelak mereka rujuk kembali dan menjadi pasangan suami istri
yang sangat bahagiasampai ‘Abdurrahman (dalam riwayat lain ‘Abdullah)
syahid dalam sebuah peperangan.
Apa arti ilustrasi peristiwa perceraian ‘Abdurrahman r.a. dengan Atikah
r.a.? Banyak hal yang dapat menghantarkan seseorang kepada perceraian,
sehingga kita tidak bisa memberi penilaian yang sama atas semua perceraian.
Ini juga berarti, kita tidak bisa memberi penilaian terhadap kedua pihak secara
sama rata.
Persoalan ini sangat penting untuk saya kemukakan karena dari
pemahaman tentang masalah ini, kita akan menentukan sikap kita. Perasaan,
pandangan dan persepsi kita tentang orang lain dipengaruhi oleh pemahaman
kita tentang masalah yang menyangkut orang tersebut.
Ada tiga kategori masalah --menurut saya--yang dapat membawa rumah
tangga kepada konflik, terpendam maupun terbuka. Masing-masing masalah
dapat membawa pada keretakan rumah tangga, perceraian atau bahkan
kehancuran yang lebih parah dari semua itu.
Secara sederhana, mari kita lihat masing-masing kategori masalah
tersebut :

Kado Pernikahan 321


Perbedaan dalam Perkara yang Wadag
Suami istri yang secara psikis belum matang, mudah terpengaruh oleh
perbedaan-perbedaan yang sangat wadag (sangat-sangat permukaan). Mereka
cepat sekali mereaksi karena perbedaan selera makanan, perbedaan cara
menghidangkan ataupun perbedaan perilaku ketika makan. Mereka bisa
mengalami konflik --terbuka maupun tertutup-- hanya gara-gara persoalan
semacam ini.
Sebelum berbicara lebih jauh, rasanya lebih baik kita lihat sekilas apa
yang dimaksud konflik tertutup dan konflik terbuka. Konflik tertutup artinya,
suami istri merasakan kekecewaan yang mendalam atau kemarahan yang
berkelanjutan dalam rentang waktu yang cukup lama, tetapi tidak dinyatakan
secara terbuka. Mereka tidak mendialogkan, juga tidak mengungkapkannya
dalam bentuk kemarahan. Hanya, mereka “bertengkar” dalam hati.
Konflik terbuka berarti, masing-masing melontarkan kekecewaannya
atau kemarahannya secara frontal kepada pasangannya dan masing-masing
tidak bisa saling menerima. Ini menyebabkan mereka melakukan pertengkaran.
Dan setiap pertengkaran yang tidak diikuti islah dapat menyebabkan mereka
merasakan kekecewaan dan kemarahan yang semakin kuat.
Perbedaan wadag yang menjadi penyebab konflik ini, bisa jadi berupa
soal selera bentuk rumah atau bahkan sekedar warnanya saja. Bisa jadi konflik
muncul karena perbedaan cara menyajikan makanan atau perbedaan rangkaian
makanan yang disajikan ketika acara makan malam. Bahkan bisa jadi konflik
terbuka bersumber dari perbedaan kesukaan terhadap warna pakaian istri.
Kadang perbedaan yang remeh temeh itu bisa menyebabkan konflik
terbuka. Tetapi, sejarah keruntuhan rumah tangga ternyata masih saja
menyimpan catatan bahwa perbedaan-perbedaan yang sungguh-sungguh
wadag sanggup untuk menghancurkan bangunan rumah tangga. Ironisnya,
yang membuat warna rumah tangga menjadi kelam kadang bukan suami dan
istri, tetapi saudara-saudara dari suami atau istri. Keadaan ini kadang muncul
dan menjadi masalahyang meluas karna mereka tidak berkesempatan untuk
belajar berumah tangga secara alamiah dan wajar, misalnya karena mereka
belum hidup di rumah sendiri. Lebih jauh tentang masalah ini bisa Anda baca
pada bab Tinggal Dimana Setelah Menikah.
Kesulitan menemukan tempat tinggal sendiri bisa disebabkan oleh
banyak hal. Bisa karena “ketidaklayakan” tempat tinggal baru yang akan
ditempati, baik menurut suami dan istri maupun oleh orang-orang berpengaruh
dalam keluarga. Bisa juga karena ketidakmampuan memperoleh biaya
pengadaan tempat tinggal sendiri.
Yang menyebabkan orang peka terhadap persoalan-persoalan yang
sangat wadag (permukaan, hal-hal yang tidak prinsipil) dan merasa sangat
kesal dengan perbedaan itu, bisa bermacam-macam. Orientasi dangkal dan

Kado Pernikahan 322


bersifat jangka pendek saja. Orang yang biasa berpikir sampai besok pagi,
maka perhatiannya hanya sampai pada hari ini. Ia tidak berpikir lebih jauh
tentang apa yang tampaknya kurang baik di hari ini, tetapi membawa kebaikan
untuk masa lima tahun ke depan. Ia tidak berpikir tentang hal-hal yang
mendasar dalam hidup ini untuk kehidupan yang sebenarnya kelak setelah
mati.
Kita mudah sekali mengikuti trend antara lain karena orientasi kita
masih dangkal. Kita mengukur kebermaknaan kita sebagai manusia dari
seberapa jauh kita mampu mengikuti apa yang lagi menjadi pusat perhatian
masyarakat dan selera masyarakat sambil melupakan bahwa di balik trend ada
peletak trend (trend setter). Trend setter boleh jadi orang yang secara khusus
bekerja untuk merancang bangkitnya trend, boleh jadi tidak bekerja secara
khusus untuk menciptakan trend, tetapi ia menjadi rujukan bagi orang-orang
yang mengikutinya. Perancang trend profesional bekerja untuk menciptakan
kebutuhan pada masyarakat yang tidak butuh, sehingga produk-produk baru
yang tidak penting akan dicari-cari.
Pembicaraan tentang trend kita hentikan dulu sejenak. Kita masuki lagi
pembicaraan tentang hal yang menyebabkan kita peka (dan mudah
tersinggung) terhadap persoalan-persoalan yang sangat wadag. Dan inilah
salah satu penyebab itu : kebiasaan menggunjing.
Kebiasaan menggunjing juga ikut berperan menjadikan kita lebih peka
terhadap perbedaan selera warna rumah misalnya, atau perbedaan dalam hal-
hal lain sesuai dengan tema gunjingan yang sering kita lakukan.lebih jauh
tentang masalah ini, silakan baca kembali bab Keasyikan Yang
Menghancurkan Keluarga, khususnya sub judul “sibuk” Menepis Penilaian
Sosial.

Sikap Terhadap Hidup & Teman Hidup


Suatu ketika istri Anda ingin membuat kejutan yang menyenangkan
Anda. Saat itu, orang bilang ulang tahun Anda. Ia buat puding yang agak
mewah dibanding biasanya tanpa sepengetahuan Anda. Sekali lagi, ini
dilakukan istri Anda karena karena ingin membuat kejutan yang
menyenangkan Anda. Nanti, ia akan menghidangkan puding istimewa itu
kepada Anda begitu pulang kerja. Dan ia akan bahagia manakala melihat Anda
berseri-seri, apalagi kalau mau mengucapkan terima kasih dan sedikit pujian
buat istri.
Tetapi ketika datang dan memperoleh sambutan semacam itu, Anda justru
tidak bahagia. Anda sedih. Bukankah ulang tahun berarti kepergian seseorang
ke alam kubur semakin dekat? Mengapa kematian yang mendekat sebelum
kematian itu datang disambut bahagia oleh orang lain?

Kado Pernikahan 323


Tak hanya itu. Anda bahkan marah. Ulang tahun, menurut Anda, hanya
penghambur-hamburan uang untuk sesuatu yang tidak perlu. Ulang tahun
hanya membuat orang untuk cenderung kepada dunia yang sebentar dan tidak
mendorong untuk mempersiapkan mati. Padahal meninggalkan kecintaan
terhadap dunia dan membangkitkan kecintaan terhadap kehidupan sesudah
mati, alangkah sulitnya. Mengapa harus dipersulit lagi dengan pesta-pesta
ulang tahun?
Alhasil, istriAnda kecewa. Sangat-sangat kecewa (kecuali jika istri anda
seperti Fathimatuz Zahra yang segera istighfar begitu Rasulullah tidak jadi
masuk ke rumahnya karena melihat ada kelambu terpasang). Menurut istri
Anda, tidak seharusnya Anda bersikap demikian. Mestinya Anda bisa sedikit
toleran. Toh, kita dianjurkan bersyukur. Pesta ulang tahun itu sebagai bentuk
syukur. Sementara Anda tetap tidak bisa menerima. Sikap istri sangat
berlebihan.
Peristiwa ini akhirnya membuat istri Anda tak acuh terhadap Anda. Ia
kurang memperhatikan urusan taba’ul (pelayanan) suami. Apa gunanya
bersikap penuh perhatian kepada suami macam itu kalu dia tidak bisa
berterima kasih ?
Kalau ini terjadi, maka pintu konflik telah terbuka. Jika terus berlangsung,
konflik yang benar-benar terbuka bisa meledak. Suami istri melakukan
pertengkaran atas sebab puding ulang tahun.
Pertengkaran yang terjadi karena perbedaan sikap terhadap ulang tahun
ini, sangat mungkin meledak karena tidak adanya tabayyun (saling memberi
dan meminta penjelasan) secara lapang dada. Karena tidak ada tabayyun,
masing-masing berjalan dengan anggapan dan prasangkanya sendiri-sendiri.
Keduanya tidak saling meluruskan kekeliruan, tetapi saling menyalahkan. Dan
orang cenderung tidak mau disalahkan, meskipun mereka suka kalau
diingatkan terhadap kesalahannya (lebih lanjut silakan baca kembali bab
Keasyikan Yang Menghancurkan Keluarga sub judul Menyalahkan
Pasangan dan Saling Menyalahkan).
Selanjutnya, sikap tidak mau melakukan tabayyun ini membuat masing-
masing tidak mampu memperbaiki hubungan. Mereka tidak menemukan titik
temu dan saling menyadari kekhilafan untuk kemudian menemukan yang
terbaik. Dalam bahasa agama mereka tidak bisa melakukan ishlah (perbaikan).
Melakukan ishlah tidak berarti suami istri mengkompromikan apa pun
yang dianggap tidak sesuai, asal keharmonisan hubungan keduanya bisa
terjaga dengan baik. Tidak. Tidak demikian. Lebih-lebih kalau ketidaksesuaian
sikap itu menyangkut hal-hal yang menyangkut keyakinan tentang benar dan
salah. Akan tetapi, keduanya menmukan titik perdamaian ketika harus
mengoreksi perilaku yang salah.

Kado Pernikahan 324


Jadi, kalau perayaan ulang tahun tidak bisa diterima misalnya, maka sikap
ini bisa dipahami dan diterapkan dalam rumah tangga mereka tanpa harus ada
perpecahan.
Masalah sikap ini sering menyebabkan konflik dalam rumah tangga,
terutama ketika mereka berdua tidak biasa berdialog untuk tabayyun. Masalah
ini juga sering menyebabkan terjadinya pertengkaran dan bahkan perceraian.

Perbedaan Prinsip Keimanan


Iman kita kadang naik, kadang turun. Kita kadang sangat bersemangat
melaksanakan sebagian ketentuan agama, termasuk perkara-perkara sunnah,
tetapi kadang untuk melaksanakan yang wajib agak enggan.
Penghayatan iman kita juga tidak tetap. Setiap saat sangat mungkin untuk
mengalami perubahan; baik karena membaca, mendengar pengajian,
merenungkan kejadian-kejadian setiap saat, atau mengikuti serangkaian kursus
ilmu-ilmu keislaman secara berkesinambungan. Peristiwa-peristiwa khusus
juga bisa mengubah penghayatan iman kita secara mencolok. Orang yang
sebelumnya tidak peduli terhadap kesengsaraan orang lain, bisa berubah sama
sekali karena mengalami kecelakaan lalu lintas. Saat itu tidak ada yang
menolongnya sama sekali sampai akhirnya seorang pengemis melihatnya dan
memberikan pertolongan. Ini mengubah sikapnya secara total, sehingga setiap
saat ia memikirkan orang lain.
Perubahan naik turunnya iman atau perubahan dalam menghayati iman
kepada Allah, kadang tidak terjadi secara bersamaan dan seimbang antara
suami istri. Perbedaan ini bisa memunculkan konflik. Lebih-lebih pada orang
yang baru mengalami penyadaran, biasanya sangat peka terhadap kesalahan
orang lain dan cenderung mudah bersikap reaktif. Begitu ada kesalahan, dia
segera menanggapi --repotnya kadang tidak bijak caranya.
Ketika orang bersikap reaktif dan sangat peka terhadap kesalahan orang,
maka ia kurang bisa menerima bahwa setiap orang memiliki tahap-tahap
sendiri. Ia lupa bahwa hidayah Allah tidak datang pada waktu yang bersamaan,
serentak dan sama kadarnya untuk semua orang. Ia lupa bahwa kesadaran
tentang apa yang harus dikerjakan oleh hamba Allah, tidak semata-mata dari
pengetahuan dan ilmu, tetapi hidayah Allah-lah yang lebih menentukan. Ia
lupa itu sehingga cenderung tidak sabar menasehati.
Situasi semacam ini bisa muncul manakala seseorang memperoleh
kejutan pemahaman dari murabi yang sebenarnya belum mengerti tentang
muridnya; belum paham soal tahap-tahap , soal akal binaannya, dan
seterusnya. Bahkan adakalanya, pengetahuan tentang al-mad’uw (orang yang
didakwahi) tidak dianggap penting. Semua orang disamaratakan. Ibarat
menghadapi orang banyak dengan gangguan jiwa yang bermacam-macam,
semua diberi anti-depressant. Kalau sebagian besar mengalami depresi, maka

Kado Pernikahan 325


resep itu masih lumayan hasilnya. Tetapi kalau yang mengalami depresi hanya
satu orang, sementara sebagian besar mengalami gangguan jiwa dengan ciri-
ciri yang justru berkebalikan dengan depresi, resep itu justru membawa
keburukan bagi orang-orang yang kita hadapi.
Situasi semacam itu juga bisa muncul dari kegiatanyang memberi kejutan
besardengan mencecar mereka tentang dosa-dosa, sementara tidak ada syaikh
yang mampu membimbing dan mengawasi keadaan ruhani peserta. Ini
menjadikan mereka mengalami perubahan yang total tanpa kesiapan dan
keseimbangan. Mereka secara psikis masih labil. Mereka masih dalam suasana
terkejut tanpa ada yang membimbing tentang bagaimana menghadapi keadaan
dirinya, sehingga akhirnya mereka bersikap kaku dan keras. Begitu kaku dan
kerasnya, sampai akhirnya mereka harus berpisah atau bahkan memusuhi
orang tua disebabkan oleh perkara-perkara yang tidak wajib.
Sebagian orang memandang sikap semacam ini sebagai militansi. Tetapi
sesungguhnya sangat berbeda antara militansidengan kekakuan.
Konflik terbuka juga bisa muncul bukan karena salah satunya mengalami
perubahan secara mencolok tanpa diimbangi oleh yang lain. Konflik bisa
muncul karena sejak mula memang ada perbedaan mendasar dalam memahami
dan meyakini soal-soal aqidah.
Ada juga konflik yang berkenaan dengan perbedaan prinsip
keimanan,tetapi berangkat dari masalah sikap, keras kepala misalnya.ia tidak
mau diingatkan tentang persoalan-persoalan yang telah jelas-jelas dipesankan
dalam As-Sunnah, hanya karena ia mendengar informasi yang mirip dengan itu
sebagai paham yang salah. Misalnya tentang kewajiban mencintai ahl-bayt.
Karena selama ini mencintai ahl-bayt selalu dikaitkan dengan tasyayyu’
(menjadi Syiah), maka begitu ada yang mengingatkan agar kita mencintai ahl-
bayt, serta merta ia dituding sebagai pengikut Syiah. Padahal mencintai ahl-
bayt wajib atas setiap orang yang mengikuti jalan ahl-sunnah, sebagaimana
banyak disebutkan dalam berbagai hadis. Di antaranya itu ada hadis-hadis
yang kedudukannya sangat kuat, sehinga tidak ada keraguan di dalamnya.
Bukhari dan Muslim termasuk perawi yang pernah meriwayatkan hadis
tentang ahl-bayt. Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda :

“KUTINGGALKAN kepada kalian dua peninggalanku: kitabullah


sebagai tali yang terentang antara langit dan bumi, dan keturunanku ahlul
baytku. Sesungguhnya keduanya tidak akan berpisah hingga kembali kepadaku
di al-Haudh (surga).” (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad ibn Hanbal dari
Hadis Zaid bin Tsabit dan dari dua shahih Bukhari-Muslim).
Akhirnya saya harus mohon maaf bahwa ketiga sub judul di atas belum
dibahas dengan tuntas.

Kado Pernikahan 326


KETIKA KEMELUT ITU TERJADI
Perbedaan-perbedaan itu akhirnya bisa benar-benar menjadi konflik
terbuka. Jika ini terjadi, suami istri perlu menghadapinya dengan sikap yang
tepat. Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan dan mudah-mudahan Allah
selalu menolong kita dalam perkara ini, yaitu:

Sabar
Saat konflik merebak, maka yang dibutuhkan adalah kesabaran.
Kesabaran meliputi kerelaan menerima, ketahanan menghadapi dan
kemampuan menahan diri dari melakukan sesuatu yang mampu ia lakukan,
tetapi jika dikerjakan tidak banyak mendatangkan kemaslahatan. Lebih banyak
mudharat daripada maslahat.
Jika Anda bersabar dari kezaliman orang lain, bukan berarti Anda tidak
mampu melakukan pembalasan. Tetapi Anda tidak mau melakukannya
disebabkan Anda masih menunggu kalau-kalau ia akan menjadi baik dan dapat
menjadi saudara dalam naungan Islam. Jika Anda bersabar dalam menasehati
seseorang yang keras kepala, bukan berarti Anda tidak bisa membentak dan
berkata dengan sangat keras kepadanya. Akan tetapi Anda mengharap ridha
dari Allah dengan meneladani perintah Allah kepada Musa ‘alaihi salam
ketika mengingatkan Fir’aun.
Sabar tidak sama dengan ketidakberdayaan--sebagaimana dipahami oleh
sebagian orang. Sabar juga bukan kejumudan, sehingga kita hanya terdiam
tidak melakukan apa-apa. Tetapi sabar lebih condong kepada kemampuan
mengendalikan diri untuk tidak mengambil tindakan sebelum tepat saatnya.
Tetapi sabar lebih cenderung kepada usaha untuk menjaga kejernihan pikiran
dan kebersihan hati sehingga tidak mengambil tindakan secara tergesa-gesa.
Lalu apa persisnya tentang pengertian sabar? Bukan bagian saya untuk
membahas. Telah ada buku-buku yang sangat bagus membahas masalah sabar
ini. Ulama-ulama kita yang insya-Allah bersih dan jernih hatinya telah
menuangkan tintanya untuk menerangkan kepada kita tentang sabar. Kepada
merekalah Anda perlu merujuk, apa definisi (ta’rif) sabar yang benar. Di buku
ini saya belum berani memberi kesimpulan tentang apa itu sabar. Saya hanya
ingin memberi berbagai ilustrasi tentang sabar ini.
Sabar juga memuat ketahanan untuk menunggu saat yang baik karena
bersama kesulitan ada kemudahan, serta menjaga harapan kepada Allah karena
sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.
Pada titik tertentu, sabar dalam perkara nikah juga bisa berarti keikhlasan
untuk bercerai dengancara yang baik dan demi mencapai kebaikan tertinggi.
Sebagaimana Allah tidak menyukai kekerasan dan penganiayaan, tetapi pada
saatnya berperang merupakan bentuk kesabaran yang paling tinggi nilainya

Kado Pernikahan 327


sehingga kematian dalam berperang di jalan-Nyaberarti jaminan surga tanpa
hisab.
Sabar juga bearti Anda rela diamputasi yang memotong kaki kanan Anda
ketika tak ada pilihan yang lebih baik daripada memotong kaki; ketika
mempertahankan kaki justru akan merusak bagian-bagian tubuh yang lebih
penting dan membahayakan jiwa Anda.
Jika dulu Anda mengikhlaskan kaki Anda sakit termasuk sabar; maka
sekarang merelakan kaki sakit tanpa mengizinkannya dipotong boleh jadi
sudah keluar dari batas kesabaran. Anda boleh jadi sudah termasuk
menganiaya diri sendiri. Anda menzalimi diri sendiri.
Wallahu A’lam bishawab.
Gambaran-gambaran tentang sabar ini perlu saya kemukakan di sini agar
dapat merangsang Anda untuk memahami sabar dengan lebih baik. Saya
sendiri masih berusaha untuk memahami sabar dengan lebih tepat. Hal ini
karena kita sering sekali berbicara tentang sabar tanpa penjelasan, sehingga
kita seakan-akan sudah mengerti semua apa makna sabar.
Sekali lagi, pengertian yang lebih lanjut bukan bagian buku ini utuk
membahas. Saya kira, itu saja dulu pembahasan kita.

Dialog
Dialog suami istri dimaksudkan untuk mengikis hambatan-hambatan
psikis. Kadang masalah muncul bukan karena tidak ada kecocokan di kedua
belah pihak, melainkan karena sangat kurangnya kesempatan bagi keduanya
untuk saling berbincang dari hati ke hati. Boleh jadi, hanya dengan dialog atau
sekedar obroloan ringan, konflik-konflik yangkelihatan sulit untuk dipecahkan
dapat mencair sendiri.
Dialog juga dimaksudkan untuk tabayyun atau saling memperoleh
kejelasan. Tabayyun dilaksanakan untuk meluruskan informasi yang kita
terima atau untuk meluruskan persepsi kita mengenai informasi yang kita
dengar. Kadang kita kesal, dongkol dan marah kepada seseorang ketika
mendengar informasi tentang dia. Padahal setelah melakukan tabayyun, kita
menangis karena persepsi sama sekali terbalik.
Melalui tabayyun kita melakukan perbaikan hubungan. Kita membangun
kembali bagian-bagian yang retak, memaafkan kesalahan-kesalahan teman
hidup kita dan memberinya kesempatan untuk memperbaiki diri, mau
menerima bahwa untuk melakukan perbaikan perlu proses dan waktu, serta tak
bosan mengingatkan.
Melalui tabayyun (saling meminta penjelasan) kita melakukan ishlah
(perbaikan untuk mengakurkan kembali). Selagi hati masih bisa terbuka dan
tak ada luka yang terlalu parah untuk disembuhkan.

Kado Pernikahan 328


Mencari Penengah
Jika konflik sudah tak bisa diatasi dengan dialog --mungkin karena
keduanya sudah tidak bisa berdialog meskipun mereka merasa berdialog--
sementara keadaan semakin kritis dan pertengkaran semakin runcing, maka
kehadiran penengah yang adil sudah diperlukan. Kita mengambil penengah
dari keluarga kita. Merekalah yang akan bertindak sebagai hakim.
Allah Swt. berfirman:
“Apabila kamu khawatir kesulitan di antara keduanya, maka utuslah
seorang hakim dari keluarganya apabila keduanya menghendaki perdamaian
dan kebaikan, maka Allah akan mndamaikan di antara keduanya.
Sesungguhnya Allah Maha Tahu dan Maha Mengetahui.” (QS. An-Nisa’: 35).
Jadi, masing-masing mengambil penengah yang bisa diterima, penengah
yang adil dan mengerti tentang keduanya serta berdiri di tengah-tengah.
Artinya, dia netral dan tidak cenderung membela salah satu pihak, padahal ia
belum mengetahui permasalahan diantara keduanya.
Mengenai penengah ini, ‘Abdul Hamid Kisyik berkata, “penyelesaian
akhir yang masih dapat ditempuh adalah dengan cara mendatangkan waliyul
amri atau orang tua keduanya. Sebab, mereka inilah yang mengetahui perkara
dan dapat mencari jalan pemecahannya dengan mengirim hakim (penengah)
dari keluarga suami dan hakim dari keluarga istri agar mereka mempelajari
konflik yang terjadi, kemudian mendamaikan keadaan bila memungkinkan
bagi keduanya.”
Jadi, tugas saudara-saudara dan orang tua suami maupun istri bukanlah
untuk mendukung sikap saudara atau anaknya, apalagi justru memberi nilai
rapor yang jelek bagi ipar atau menantunya. Tugas mereka adalah menjadi
penenang, orang yang memahami,dan syukur-syukur bisa menjadi hakim yang
adil dan mengerti apa yang terbaik untuk kebaikan yang lebih tinggi yang lebih
tinggi bagi rumah tangga saudara dan iparnya.
Jika ipar atau mertua lebih banyak memberi nilai rapor yang merah
daripada menasehati dengan penuh cinta kasih dan kelembutan, maka konflik
akan semakin memanas. Konflik ini bisa berkembang menjadi “ganjalan
perasaan” antara dua keluarga besar, yaitu keluarga besar suami berikut sanak
kerabatnya dengan keluarga besar istri berikut sanak kerabatnya. Boleh jadi,
akhirnya tidak sekedar “ganjalan perasaan” yang ada diantara mereka. Dan
yang saya rasa sangat ironis adalah kalau sikap ipar beserta mertua inilah
justru yang menjadi penyebab munculnya konflik.
Ini bukan berarti saudara tidak boleh menilai iparnya dan orang tua tidak
boleh mengoreksi istri anaknya. Tidak demikian. Apalagi jika menyangkut hal-
hal yang sangat prinsipil dan tidak bisa ditawar-tawar secara syar’i. tetapi
tugas mereka adalah membatasi komentar negatif untuk hal-hal yang tidak
begitu penting, terutama untuk hal-hal yang tidak menjadi kewajiban ipar.

Kado Pernikahan 329


Wallahu A’lam bishawab.

Konflik dan Perceraian


Pada akhirnya, jika dialog sudah tak bisa memberi kebaikan lagi dan
datangnya penengah tak membawa perdamaian, sementara konflik semakin
meruncing, maka konflik bisa berakhir dengan perceraian sebagai bentuk
kesabaran.
Jika sudah tak ada jalan untuk memperbaiki suasana perkawinan sehingga
justru membahayakan kondisi jiwa anak, maka perceraian boleh jadi sama
seperti amputasi kaki yang membusuk. Jika dibiarkan akan merusak organ-
organ yang lebih penting dan keselamatan jiwa, sementara itu jika dipotong
tubuh kita akan pincang.
Alhasil, perceraian bisa menjadi jalan terbaik yang mendatangkan
kemaslahatan duania dan akhirat, kecuali jika kita tidak berhati-hati dalam
melangkah memasuki hari-hari berikutnya, ketika kaki sudah tinggal satu.
Inilah salah satu hikmah di balik pembolehan cerai dalam Islam. Inilah salah
satu “rahasia” mengapa perceraian menjadi jalan yang Islami.

Perceraian Para Sahabat


Akhirnya, ada baiknya kita menengok peristiwa-peristiwa perceraian
sahabat Nabi yang mulia radhiyallahu ‘anhum. Salah satunya dalah perceraian
penuh barakah antara Zaid bin Tsabit dan Zainab; perceraian yang oleh Allah
diabadikan dalam Al Qur’an, kitab pegangan kaum Muslim sampai akhir
zaman.
Wallahu A’lam bishawab. Hanya Allah saja yang tahu.
Mengenai perceraian Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu dan Zainab
radhiyallahu ‘anha, Allama Muhammad Zakariyya berkata, “Ummul
Mukminin Zainab (r.a.) adalah seupu Rasulullah (Saw.). beliau telah memeluk
Islam sejak awal kemunculannya. Pada mulanya beliau telah dikawinkan
dengan Zaid yang menjadi seorang hamba yang telah dimerdekakan dan
menjadi anak angkat Rasulullah (Saw.). Beliau kemudian dikenal sebagai Zaid
bin Muhammad. Zaid tidak dapat menyesuaikan diri dengan Zainab dan
akhirnya menceraikan Zainab.1
Sahabat Nabi yang juga pernah melakukan pereraian adalah
‘Abdurrahman (dalam riwayat lain ‘Abdullah) r.a. putera Abu Bakar Ash-
Shiddiq r.a. dengan Atikah radhiyallahu ‘anha. Sampai saat bercerai,
keduanya tidak pernah ceksok. Keduanya saling mencintai. Bahkan karena
begitu kuatnya rasa cinta di antara mereka berdua, sampai Abu Bakar Ash-
Shiddiq khawatir kalau kecintaan itu akan mengalahkan kecintaan mereka

Kado Pernikahan 330


kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah sebabnya Abu Bakar menyuruh anaknya,
‘Abdurrahman, untuk menceraikan istrinya.
Di kemudian hari, mereka rujuk. Mereka bangun kembali rumah
tangganya bersama-sama, sampai saat ‘Abdurrahman menemui syahidnya.
Kisah perceraian ‘Abdurrahman ibn Abu Bakar dengan ‘Atikah ini
memberi contoh yang unik tentang alasan bercerai. Perpisahan bukan karena
saling membenci, melainkan justru karena kuatnya rasa cinta sehingga
dikhawatiri mengalahkan rasa cinta kepada Allah dan Rasulnya. Saya tidak
tahu, apakah ada orang-orang sesudah mereka yang bercerai demi menjaga
rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang kita dengar kadang orang
menceraikan Allah dan Rasul-Nya demi menjaga kecintaan kepada istri atau
suaminya (Na’udzubillahi min dzalik. Mudah-mudahan kita tidak termasuk
yang demikian.).
Dari kisah perceraian ‘Abdurrahman dan Atikah, kita beralih ke cucu
Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa ‘alaa alihi wa sallam, Al-
Hassan r.a.. Sebelum bererita lebih lanjut, saya perlu mengingatkan bahwa ada
perselisihan di antara para ulama tentang sikap Al-Hassan r.a. terhadap
perceraian. Sebagian ulama percaya bahwa Al-Hassan sering melakukan
kawin-cerai, sedangkan sebagian lainnya menolak dengan tegas dengan
menunjukkan bahwa berita itu merupakan rekayasa busuk untuk
mendiskreditkan Al-Hassan radhiyalahu ‘anhu.
Mana pendapat yang paling kuat? Wallahu A’lam bishawab. Tetapi saya
melihat --sejauh kemampuan mata wadag saya melihat-- para ulama yang
percaya bahwa Al-Hassan sering melakukan kawin-cerai sungguh menaruh
kecintaan yang tulus. Mereka melihat keagungan Al-Hassan dalam perkara ini
sambil berusaha memahami dengan adil. Mereka tidak melecehkan
kehormatan cucu Rasulullah yang termasuk salah satu pemuka surga, kelak
setelah Hari Kiamat tiba. Di antara ulama yang percaya, ada yang termasuk
pencinta ahl-bayt yang gigih mengajak umat untuk mematuhi Rasulullah
Saww. Dengan mencintai ahl-bayt beliau. H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini
adalah salah satu contohnya.
Para ulama yang percaya menjelaskan bahwa, seringnya kawin-cerai yang
dilakukan oleh Al-Hassan radhiyallahu ‘anhu didasarkan pada alasan untuk
mempertahankan keturunan. Pada waktu itu, keturunan Rasulullah Saww.
sangat terancam keselamatan hidupnya dan kelangsungan generasinya.
Sementara itu, untuk memperbanyak keturunan dibatasi oleh ketentuan jumlah
maksimal istri yang boleh dinikahi, yakni empat orang. Sedangkan usia
rasanya sudah tak lama lagi.
Selain itu, para wanita ikhlas kalau nanti harus bercerai karena ynag
mereka cari adalah pertalian hubungan keluarga yang bersambung ke
Raulullah melalui anak yang dilahirkannya. Pada hari kiamat nanti, semua
hubungan pertalian darah akan putus kecuali hubungan pertalian darah dengan

Kado Pernikahan 331


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Disebabkan oleh keinginan untuk
memiliki hubungan pertalian darah dengan Rasulullah inilah, pernah Umar bin
Khatthab mendesak Sayyidina ‘Ali agar dinikahkan dengan putrinya,
meskipun ketika itu Ummi Kultsum --putri Imam ‘Ali-- masih belum cukup
umur.
Kelak, kita mendengar berita sedih. Al-Hassan meninggal karena diracun.
Sepeninggalnya, keturunannya dari istri-istrinya nyaris tanpa sisa terbunuh saat
membela Al-Husain pada peristiwa pembantaian di tanah duka (Karbala).
Mereka menjadi syuhada’ yang darahnya harum oleh kemuliaan. Tak lama
kemudian, Al-Husain pun menyusul para kemenakannya. Ia menjadi syahid
ketika kepalanya dipenggal. Ia menjadi mulia di hadapan Alah ketika
wajahnya dihinakan oleh manusia dan giginya diketuk-ketuk dengan ujung
pedang. Ia menjadi pahlawan yang tetap hidup di hati kaum mukminin, meski
jasadnya sudah terkubur lama.
Wallahu A’lam bishawab

Yang Harus Dijaga Ketika Bercerai


Sekarang ketika engkau terpaksa mengambil jalan perceraian,
perhatikanlah urusan-urusan yang menjadi kewajibanmu saat ini dan sesudah
bercerai. Juga, jangan engkau lupakan persoalan-persoalan penting yang akan
kusebutkan di bawah ini. Perhatikan dengan seksama dan jangan keliru
membacanya.
Perhatikan masalah-masalah ini agar engkau tidak jatuh kepada
kezaliman:

Jangan Rusak Kehormatannya


Yang sering membawa kerusakan pada hubungan silaturahmi antara
keluarga mantan suami dan keluarga mantan istri bukanlah perceraian itu
sendiri, melainkan sikap mengkambinghitamkan orang lain atas kejadian yang
sebenarnya dihalalkan Allah. Keduanya saling menyalahkan --termasuk di
depan anak-- demi menjaga nilai dirinya di depan orang lain, termasuk anak-
anak. Bahkan, kadang sebagian mengeluarkan perkataan-perkataan yang
merusak kehormatan mantan istrinya dengan ghibah, buhtan, atau caci-maki
(meskipun disampaikan dengan katakalimat yang lembut).
Aku ingatkan kepadamu. Begitu engkau menceraikannya, maka ia bukan
lagi istrimu. Karena itu, apa urusanmu sehingga engkau sibuk memberitahukan
kepada orang lain hal-hal yang tidak engkau sukai pada dirinya? Mengapa
engkau sibuk mengurusi orang lain yang bukan istrimu, sedangkan engkau
tidak hendak menolong dan tidak pula mengangkat martabatnya?

Kado Pernikahan 332


Aku ingatkan kepadamu, jangan engkau hancurkan kepercayaan anakmu
kepadamu, kepada manusia, dan kepada dirinya sendiri dengan kesukaanmu
membicarakan keburukan mantan istrimu, sedangkan engkau tidak hendak
membuat perbaikan dengan perkataanmu itu. Jangan engkau sakiti hati
anakmu dengan merendahkan ibu yang merawatnya, sedangkan engkau tidak
pernah memeluknya dan mengusap airmatanya yang telah mengering
semenjak lama.

Jangan KaurampasRezeki anakmu


Setelah bercerai, ayah tetap memiliki kewajiban utuk memberi makan
kepada anak-anaknya. Jika anak-anak tu menangis karena tak menemukan
makanan yang dapat mengenyangkan sekalipun butir-butir nasi yang
mengering, sementara dia asyik menikmati kue-kue dan minuman hangat
bersama anak-anaknya yang lain, maka dalam setiap tetes airmata anaknya
yang kelaparan ada dosa yang akan diperhitungkan oleh Allah kelak si yaumil
hisab. Jika anak-aak itu merintih karena perutnya sangat perih disebabkan
seharian tak menerima sesuap nasi, sementara bapaknya harus berbaring
karena kekenyangan, maka pada setiap tarikan nafas ada dosa yang
aiperhitungkan sebelum anak itu bisa tertawa kembali.
Maka aku ingatkan kepadamu, jangan kaurampas harta anakmu yang ada
padamu. Jangan engkau renggut sesuap nasi yang hampir masuk ke mulut
anakmu dengan tidak mempedulikan kewajibanmu. Bukankah Allah telah
melapangkan rezekimu?
Sesungguhnya , apa yang menjadi kewajibanmu atas perutnya yang lapar
telah jelas. Dan sesudah terang apa-apa yang menjadi kewajibanmu, janganlah
engkau menyamarkannya dengan mencari-cari alasan yang sesungguhnya
tidak akan mengubah malam menjadi siang dan tidak akan mengubah siang
menjadi malam!

Ke Mana Engkau Pergi?


Anak-anakmu mencari kasih sayangmu….
Ke mana saja engkau pergi? Tidakkah engkau lihat anak-anakmu sedang
kelaparan terhadap kasih-sayangmu? Tidakkah engkau lihat anak-ankmu
kehausan menunggu usapan kasih-sayangmu? Ke mana engkau pergi…!
Ke mana saja engkau pergi? Tengoklah sebentar anakmu itu. Ajak ia
bercanda meski hanya sebentar. Tidakkah engkau dengar ia memanggil-
manggilmu ke sana ke mari mencari kasih sayangmu? Tidakkah engkau
dengar ia merindukan perhatian dan usapan yang tulus darimu?
Ke mana engkau pergi?

Kado Pernikahan 333


Berhentilah engkau melangkah meninggalkan dia. Berhentilah sejenak.
Tengoklah wajahnya yang telah kuyu dan lihatlah bhahwa ia tetap anakmu. Itu
berarti, masih wajib bagimu untuk menyayanginya. Itu berarti, masih wajib
bagimu untuk memberi pengakuan kepadanya dan menguatkan hatinya. Itu
berarti, engkau masih perlu mendoakannya, jangan-jangan dalam pemenuhann
hak anak itulah syafa’at untuk hari akhirmu berada.
Ke mana engkau pergi?
Apakah akan engkau samakan perceraian orang-orang yang tidak
mengenal agama dengan orang-orang yang telah memahami agamanya>
apakah engkau akan mempersamakan diri dengan orang-orang yang hatinya
tak pernah tersentuh oleh hidayah, sehingga engkau mengabaikan hak-hak
anakmu yang telah berpisah darimu, sedangkan perpisahan itu terjadi bukan
karena kesalahannya? Apakah engkau akan berkilah lagi sedangkan telah jelas
apa yang wajib atasmu dan apa yang tidak?
Ke mana engkau akan pergi?

Catatan Kaki:
1. Allama Mohammad Zakariyya D.B., Asli Fadhilat Dzikir (Fadhaela-
Dzikir), Fazal Mohammed Bros., Penang-Malaysia, tanpa tahun.
2. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan
Memendam Rindu, Darul Falah, Jakarta, 1417.

Kado Pernikahan 334


Bab 20

P oligami

I jinkanlah saya untuk mengetengahkan masalah ini ke hadapan Anda.


Saya berharap bisa menyampaikan salah satu pesan Islam ini kepada
Anda dengan jernih dan adil. Semoga Allah menjadikan tulisan ini
barakah dan membawa keselamatan bagi hidup saya di dunia dan akhirat,
beserta orangtua saya, istri saya, dan keturunan saya seluruhnya. Semoga Allah
menjadikan tulisan ini barakah dan membawa keselamatan bagi hidup Anda di
dunia dan akhirat, beserta orangtua Anda, istri Anda, dan keturunan Anda
seluruhnya.
Saya ingin mengabarkan kepada Anda tentang firman Allah:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhdap (hak-hak)
perempuan yang yatim (kalau kamu menikahinya), maka kawinilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian, jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saj, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.” (QS An-Nisa’ [4]: 3)
Tak ada keraguan di dalamnya. Telah jelas firman Allah bahwa menikahi
lebih dari satu istri merupakan bentuk sikap Islami. Syaratnya satu: suami
dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, sehingga seorang pun yang teraniaya
secara psikis karena tidak diperhatikan. Lebih-lebih jika sampai teraniaya
secara fisik karena ditelantarkan nafkahnya.
Ketentuan untuk bersikap adil terhdap semua istri inilah yang secara
hukum dan moral membedakan pernikahan poligamis dalam Islam
dibandingkan praktek-praktek poligamis lainnya.

Kado Pernikahan 335


Hal ini berarti, untuk melakukan pernikahan poligamis kita harus melihat
diri kita sendiri pakah kita termasuk orang yang mampu berbuat adil atau
tidak. Untuk bisa melihat diri sendiri dengan tepat dan adil, ia memerlukan
ilmu yang matang dan pegenalan diri yang mendalam.
Kehadiran seorang guru yang jujur dan adil sangat membantu untuk
mengetahui apakah seseorang memenuhi persyaratan atau tidak ketika ingin
melakukan pernikahan poligamis. Amat sering kita tidak mampu menilai diri
kita sendiri. Terkadang kita menilai lebih (over estimate) diri kita sehingga kita
menganggap diri kita memenuhi syarat, padahal tidak. Namun demikian, kita
kadangkala juga menilai diri kita terlalu rendah (under estimate) sehingga
menganggap belum memenuhi syarat, padahal sudah saatnya menolong
saudara-saudara kita.
Keadaan ini sama seperti nikah monogami. Di utara dan di selatan, di
timur dan di barat, orang bergegap-gempita menganjurkan pemuda-pemuda
kita untuk segera menikah. Semua disamakan keadaannya, padahal sebagian
ada yang perlu ditakut-takuti (tarhib) agar tidak segera menikah meski
semangatnya sudah besar, karena keadaan mereka (bukan secara ekonomi)
masih perlu menahan diri dari menikah. Sebaliknya, sebagian ada yang perlu
didorong-dorong, disemangati (targhib) dan kalau perlu dibantu prosesnya,
meski ketika itu ia masih agak-agak takut ketika keadaannya sudah mencukupi
untuk segera menikah, dan menikah jauh lebih besar maslahatnya dibanding
membujang. 1
Jadi, tidak setiap laki-laki muslim dengan sendirinya boleh begitu saja
menikah secara poligamis. Kata Jamilah Jones dan Amu Aminah Bilal Philips
dalam buku mereka yang berjudul Poligami dan Poligini dalam Islam, “Kita
perlu ingat bahwa prialah yang pertama kali disuruh menikah dengan dua, tiga,
atau empat orang wanita (istri), kemudian dia dinasehati agar menikah dengan
seorang wanita saja bila dia tidak dapat berbaut adil dengan labih dari seorang
istri. Ini tidak berarti bahwa Islam menganjurkan semua pria untuk menikah
dengan sekurang-kurangnya dua orang wanita, tetapi tambahan (istri) itu jelas
diperbolehkan bagi orang-orang (pria) yang dapat memenuhi persyaratan-
persyaratannya. 2
Saya teringat kepada Ustadz Yunahar Ilyas, Lc.. dalam kesempatan
mengisi seminar di FIPS IKIP Yogyakarta, Ustadz Yunahar menyatakan ada
tiga kelompok orang yang melakukan pernikahan poligamis. Pertama, para
kiai dan orang-orang alim. Mereka menikah poligamis karena dengan
kedalaman ilmunya mereka bisa berlaku adil kepada istri-istrinya. Kedua, para
penguasa. Mereka menikah poligamis karena dengan kekuasannya itu mereka
(mudah-mudahan) bisa berbuat adil. Ketiga, orang-orang nekad. Mereka
menikah secara poligamis tanpa mengetahui atau bahkan tidak mempedulikan
soal berbuat adil. Mereka inilah yang banyak menyebabkan orang memiliki
kesan buruk terhadap poligami. Hal ini muncul karena mereka tidak berbuat
adil terhadap istri-istrinya, menelantarkan salah seorang di antara istri-istrinya,

Kado Pernikahan 336


atau mereka lebih memperhatikan seorang istri dan mengabaikan yang lain.
Akibatnya, orang memiliki kesan yang tidak baik dan bahkan cenderung
membenci pernikahan poligamis. Bahkan, orang bisa bersikap sinis terhadap
mereka yang berpoligami tanpa mempedulikan apakah mereka termasuk yang
tidak adil ataukah justru sebaliknya.
Alhasil, pernikahan poligamis perlu sangat didukung ketika syarat-
syaratnya terpenuhi, terlebih ketika dilaksanakan untuk maksud-maksud yang
membawa kepada kemaslahatan masyarakat. Meskipun begitu, pernikahan
poligamis sebaiknya tidak dilakukan, jika syarat-syaratnya tidak terpenuhi
sehingga jika dilaksanakan dapat membawa keburukan dan kerusakan pada
dirinya maupun masyarakat.
Agar pembicaraan ini lebih lengkap, mari kita lanjutkan dengan satu
pertanyaan, mengapa pernikahan poligamis sangat mendapat tempat dalam
Islam. Wallahu A’lam bishawab. Saya tidak tahu apa sebabnya. Meskipun
demikian, insya-Allah kita dapat melihat hikmah di balik disyari’atkannya
pernikahan poligamis.
Ada banyak aspek yang bisa kita tinjau untuk melihat sebagian hikmah
pernikahan poligamis, akan tetapi bukan bagian saya untuk membahas
keseluruhan aspek di sini. Telah banyak buku yang membahas hikmah
pernikahan poligamis, salah satunya secara khusus membahas hikmah di balik
pernikahan poligamis Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wa sallam.
Salah satu hal yang penting untuk kita jadikan sebagai renungan tentang
hikmah pernikahan poligamis ini adalah fakta bahwa jumlah wanita secara
umum jauh melebihi jumlah pria. Mereka semua berhak menikah dan perlu
hidup secara terhormat. Mereka perlu mendapatka pemenuhan kebutuhan akan
kasih-sayang, perlindungan, juga hubungan seks secara terhormat. Pernikahan
poligamis memungkinkan mereka mendapatkan apa-apa yang bisa diperoleh
wanita lain.
Jika Moise Tshombe3 yang sangat menentang poligami mengatakan
cukup baginya seorang istri asal bisa mengganti sekretaris wanitanya setiap
tahun, maka Islam tidak bisa menerima bentuk pelecehan wanita semacam ini.
Bagi Islam, sikap Moise Tshombe ini sangat melecehkan wanitakarena wanita
hanya dijadikan objek kenikmatan tanpa menjaga hak-hak mereka dan
perlindungan hukum yang pasti.
Menikah poligamis, meskipun boleh memperoleh kenikmatan-kenikmatan
seksual di dalamnya, namun lebih cenderung diarahkan untuk menyelamatkan
saudara-saudara kita yang menjelang menopause masih belum datang
pinangan; menolong janda-janda yang mengasuh anak-anak yatim; atau untuk
tujuan-tujuan maslahat lainnya, semisal untuk memperoleh keturunan yang
baik. Contoh tentang yang terakhir ini bisa kita ingat pada peristiwa
pernikahan Al-Hasan dan Al-Husain dengan putri-putri Imri’il Qais.

Kado Pernikahan 337


Dengan demikian, jika pernikahan poligamis diterapkan secara Islami,
insya-Allah akan meninggikan harkat wanita Islam. Sebaliknya, pernikahan
poligamis yang dipesankan Islam justru lebih banyak memuat aspek misi,
mencegah keburukan, mencari kemaslahatan, serta menolong wanita dari tipu
daya kehidupan yang menghancurkan.

Poligami Orang-orang Saleh


Jika kita menengok sekilas catatan emas sejarah Islam, akan kita dapati
bahwa orang-orang yang membuat catatan agung dalam sejarah pada masa
Nabi maupun sesudahnya banyak yang melakukan pernikahan poligamis.
Mereka adalah orang-orang yang dihormati dan siakui kehalusan akhlaknya
serta kebesaran jiwanya. Sahabat dan musuh sama-sama mengakui
keagungannya. Dan mereka tidak menjadi buruk dengan pernikahan poligamis
yang mereka lakukan. Dan kadang justru kemuliaannya tampak dari
pernikahan poligamisnya. Ini antara lain karena banyak di antara pernikahan
poligamis yang dilakukan oleh orang-orang saleh terdahulu jauh dari motif-
mitif seksual.
Pernikahan poligamis antara Umar bin Khaththab dengan Ummi Kultsum
putri Sayyidina ‘Ali misalnya, terjadi karena didorong oleh keinginan yang
sangat besar untuk mempunyai hubungan pertalian darah dengan Rasulullah.
Mengapa demikian? Kelak pada hari kiamat semua pertalian darah akan putus
kecuali hubungan pertalian darah dengan Rasulullah. Karena itulah, Umar bin
Khaththab berusaha keras agar bisa menikah dengan cucu Rasulullah ini
sehingga memiliki pertalian darah dengan Rasulullah Saww. di akhirat.
Wallahu A’lam bishawab.
Pernikahan Syaikh Ahmad bin Abu Al-Huwari lain lagi. Suami Rabi’ah
Asy-Syamiyyah meninggal dengan mewariskan harta yangs angat besar
jumlahnya; cukup melimpah-limpah. Rabi’ah menginginkan agar sepeninggal
suaminya, ada yang mampu mentasharufkan (membelanjakan) harta untuk
kepentingan agama. Maka ia mendatangi Syaikh Ahmad dengan maksud
menawarkan dirinya sebagai istri.
Mendapat penawaran diri dari Rabi’ah, Syaikh Ahmad berkata, “Demi
Allah, sesungguhnya aku tidak berminat lagi untuk menikah. Sebab aku ingin
berkonsentrasidalam ibadah.”
Rabi’ah berkata, “Syaikh Ahmad, sesungguhnya konsentrasiku dalam
beribadah lebih tingi daripada kamu. Aku sendiri sudah memutuskan
keinginan untuk tidak menikah. Tetapi, tujuanku menikah kali ini tidak lain
supaya dapat mentasharufkan harta kekayaan yang kumiliki kepada saudara-
saudara yang muslim, dan untuk kepentingan Islam sendiri. Aku pun mengerti
bahwa kamu adalah seorang yang saleh. Tetapi, justru dengan begitu aku akan
memperoleh ridha Allah Swt.”

Kado Pernikahan 338


Syaikh Ahmad berkata, “Baiklah, aku minta waktu. Aku hendak meminta
izin kepada guruku.”
Syaikh Ahmad menemui gurunya, Syaikh Sulaiman Ad-Darani.
Kepadanya ia menceritakan perihal penawaran diri dari Rabi’ah. Emndengar
penjelasan itu, Syaikh Sulaiman Ad-Darani berkata, “Baiklah, kalau begitu
nikahilah dia, karena perempuan itu adalah seorang wali.”

---

Pembahasan dalam bab ini tentu saja belum cukup. Masih banyak hal
yang perlu dicantumkan di sini agar hati kita lebih lapang memahami. Akan
tetapi, sebagai pembahasan awal, saya harapkan tulisan singkat ini dapat
membuka hati kita tentang satu hal: poligami merupakan bagian dari syari’at
Islam, sehingga kita tidak bisa memberikan label pro poligami kepada mereka
yang menunjukkan kebaikannya atau kontra poligami kepada mereka yang
mengingatkan untuk berhati-hati.
Sebagai bagian dari syari’at Islam, maka persoalannya bukanlah dalam
hal setuju atau tidak setuju dengan pelaksanaan pernikahan poligamis.
Persoalannya lebih berkait dengan apakah kita punya kesiapan atau tidak, bisa
berbuat adil atau tidak, memenuhi persyaratan atau tidak, dan termasuk soal ia
tergerak untuk melakukan pernikahan poligamis saat ia dalam keadaan
menikah poligamis atau monogamis baginya sama saja.
Sebaliknya, tidak setiap pernikahan poligamis yang dilakukan umat Islam
dengan sendirinya Islami. Pernikahan poligamis tidak dengan sendirinya sesuai
dengan pesan Islam. Justru bertentangan dengan Islam apabila pernikahan
poligamis tersebut dilakukan dengan melanggar hak-hak kaum perempuan
yang harus dihormati martabatnya, tidak memenuhi persyaratan, dan berbuat
aniaya melalui pernikahan poligamisnya itu.
Sama halnya ketika Al-Qur’an banyak berbicara mengenai kaum
mustadh’afun (proletar) yang sering berhadapan dengan penindas dari
kalangan mustakbirun (penguasa), tidak dengan sendirinya berarti Al Qur’an
sangat sejalan dengan Marxisme. Kita tidak bisa berkata demikian.
Kesimpulan yang tergesa-gesa dengan menganggap Islam sangat Marxian
terjadi karena kurang data. Kita tahu-tahu menyimpulkan demikian. Bahasa
mewahnya orang psikologi, kita melakukan jump to the conclusion (lompatan
ke kesimpulan). Atau kalau bukan karena lompatan ke kesimpulan, barangkali
kita sedang “memasukkan nash ke dalam kerangka pikir tertentu yang terlanjur
kita sepakati” (damj annash ithar al-khash).
Begitu.

Kado Pernikahan 339


Catatan Kaki:
1. Kita perlu mengingat bahwa hukum nikah atas setiap orang bisa berbeda-
beda sesuai dengan keadaan orang tersebut. Hukum nikah pada
seseorang bisa berubah-ubah tergantung perubahan keadaan orang
tersebut. Nikah bisa wajib, bisa sunnah, mubah, dan bisa pula makruh,
atau bahkan haram.
2. jamilah Jones dan Abu Aminah Bilal Philips, Monogami dan Poligini
dalam Islam, Srigunting, Jakarta, 1996.
3. Moise Tshombe pernah menjabat sebagai Presiden Republik Katanaga
dan pernah menduduki jabatan Perdana Menteri Kongo dalam waktu
singkat.

Kado Pernikahan 340


Bab 21

T uhan,

di Mana Fatimatuz Zahra


Sekarang?

D unia masih mengenangnya. Airmata masih ada yang mengalir


ketika mengingat kebesarannya. Ada rasa malu kalau
membandingkan dengan keadaan kita sekarang. Ada rasa haru
kalau melihat kembali perjuangan-perjuangannya; bagaimana ia dengan penuh
kasih-sayang mengusap darah suaminya seusai perang dan merawatnya penuh
perhatian; bagaimana ia mengambil air sendiri dengan berjalan jauh sampai
membekas di dadanya; dan bagaimana ia menginap di rumah Rasulullah
sementara ‘Ali menggantikan tempat tidur Nabi saat orang kafir Quraisy
mengepung. Malam itu, Rasulullah meninggalkan Makkah dan bersembunyi di
gua Tsaur. Sementara orang kafir mengancam nyawanya.
Fathimah sangat besar perjuangannya. Dia adalah putri dari seorang yang
suci. Dia sendiri suci. Dari rahimnya yang suci, kita pernah mendengar nama
Al-Hasan dan Al-Husain yang ikut bersama kakeknya ketika akan melakukan
mubahalah (perang doa) dengan pendeta Bani Najran. Ia juga melahirkan
Zainab yang kelak harus meninggalkan Mesir. Dari keturunan Zainab inilah
kelak Imam Syafi’I mendapat tempat dan perlindungan. Juga membuka
pesantrennya.
Hari ini adalah hari Jum’at. Bulannya Dzulhijjah. Tahun 1417 hijriyah.
Bulan haji. Bulan ketika orang memotong leher kambing dan sapi, tepat pada

Kado Pernikahan 341


tanggal 10. Sama seperti tahun itu, ketika orang-orang Kufah memintanya
menjadi khalifah dan mereka siap berbai’at kepadanya. Tanggal 10 Dzulhijjah
tahun itu, kaum muslimin juga menyembelih leher kambing kibasy.
Tetapi sebulan berikutnya, dunia tidak akan pernah melupakan. Jika pada
tanggal 10 Dzulhijjah orang-orang Islam bergembira ketika memotong leher
kambing dan onta, hari itu hati yang bersih menjerit menangis ketika penguasa
yang zalim memotong leher orang yang paling dicintai Rasulullah Saw.. Jika
dulu Fathimah Az-Zahra membukakan pintu kepada Rasulullah ketika akan
menemui Al-Husain, hari itu para wanita segera menutup wajahnya dengan
niqab untuk menyembunyikan keperihan hatinya ketika melihat kepala Al-
Husain diarak. Jika dulu Rasulullah sering mendekap dan menciumnya, hari
itu wajah yang sering didoakan Rasulullah itu dihinakan. Bahkan ketika sudah
menjadi mayat, giginya masih diantuk-antuk dengan ujung pedang. Padahal,
jenazah orang kafir saja kita disuruh menghormati.
Akan tetapi Al-Husain justru harum dengan darahnya. Sama seperti
airmata Zainab yang menyelamatkan ‘Ali Ausath, satu-satunya putra Al-
Husain yang masih tersisa dari pembantian. Airmata itu sampai sekarang tetap
mengalir di dada kaum muslimin yang tahu hak mereka, bercampur dengan
darah Al-Husain yang harum.
Pelajaran kadang memang harus pahit. Namun peristiwa di tanah duka
(Karbala) itu rasanya terlalu pahit. Hanya Al-Husain yang sanggup memikul
kemuliaan itu. Kita yang mencintai leher kita, apalagi kita masih mencintai
sapu tangan dan keramik unik, tidak cukup layak untuk mendapatkan
kehormatan. Alangkah tingginya Al-Husain dan keturunannya. Alangkah
jauhnya kita darinya. Lantas, apakah masih ada alasan untuk bersombong di
hadapan kemuliannya?
Kita memang terlalu jauh dari derajat Al-Husain. Bahkan untuk layak
disebut sebagai golongan yang mencintainya saja, entah layak entah tidak.
Sekadar meniru An-Nasa’I saja, saya belum yakin kita mempunyai cukup
keberanian dan ketegaran. Sekarang, tangan kita lecet sedikit saja sudah
membuat wajah kita muram dan mulut meringis. Padahal An-Nasa’i merelakan
nyawanya demi kecintaannya. Sama seperti Imam Ahmad ibn Hanbal yang
bersedia dipukuli penguasa. Sama seperti Imam Syafi’i yang konon adalah
imam kaum muslim Indonesia, sebab mayoritas umat Islam Indonesia
bermadzab Syafi’iyah meskipun kadang masih mencela orang yang
melaksanakan qaul (pendapat hasil ijtihad) Imam Syafi’i.1 Dan kita tahu,
mereka semua adalah ulama-ulama Ahlu Sunnah wal Jama’ah
Ah, sudahlah. Dengan rasa malu atau tidak sama sekali, kita harus
mengakui betapa jauhnya kita dari orang-orang terdahulu. Sangat jauh.
Meskipun demikian, masih ada yang dapat kita ambil. Kita dapat melihat
kembali sebagian kecil teladan Fathimatuz Zahra sehingga mempunyai

Kado Pernikahan 342


keturunan yang mulia sampai generasi-generasi yang jauh sesudahnya,
termasuk Syaih ‘Abdul Qadir Al-Jailani2 maupun Sayyid ‘Abdullah Haddad.
Keteladanan Fathimatuz Zahra mencakup kedekatan kepada Allah,
kuatnya dalam menegakkan shalat malam, khusyuknya dalam berzikir,
kesetiaannya yang sangat luar biasa kepada suami, serta kuatnya kecintaan dan
perhatian kepada anak-anaknya. Hari ini, insya-Allah kita akan mencoba
melihat bagaimana Fathimah Az-Zahra mendidik dan membesarkan putra-
putrinya. Sedangkan keteladanan lain, silakan periksa sendiri. Tentu saja,
membicarakan Fathimah Az-Zahra radhiyallahu ‘anha tidak bisa lepas dari
pembicaraan mengenai suaminya ‘Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhahu
dan ayahnya Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
---
Kepada anak-anak perempuannya,
Fathimah mengajarkan keberanian,
pengorbanan, keteguhan,
dan tidak takut kepada orang lain.
---
Imam Nawawi al-Bantani (Al-Jawi) pernah menuliskan keagungan
Fathimah Az-Zahra ketika berbicara masalah hak dan kewajiban suami-istri.
Berikut ini saya kutip dari Uqudul Lujain karya Imam Nawawi Al-Bantani. 3
Suatu hari Rasulullah Saw. Menjenguk Az-Zahra. Ketika itu ia sedang
membuat tepung dengan alat penggiling sambil menangis.
“Kenapa menangis, Fathimah?” Tanya Rasulullah, “Mudah-mudahan
Allah tidak membuatmu menangis lagi.”
“Ayah,” Fathimah menjawab, “aku menangis hanya karena batu
penggiling ini, dan lagi aku hanya menangisi kesibukanku yang silih berganti.”
Rasulullah kemudian mengambil tempat duduk di sisinya, kata Abu
Hurairah. Fathimah berkata, “Ayah, demi kemuliaanmu, mintakan kepada ‘Ali
supaya membelikan seorang budak untuk membantu pekerjaan-pekerjaanku
membuat tepung dan menyelesaikan pekerjaan rumah.”
Setelah mendengar perkataan putrinya, Rasulullah bangkit dari tempat
duduknya dan berjalan menuju tempat penggilingan. Beliau memungut
segenggam biji-bijian gandum dimasukkan ke penggilingan. Dengan membaca
bismillahir rahmanir rahim maka berputarlah alat penggiling itu atas ijin
Allah. Beliau terus memasukkan biji-bijian itu sementara alat penggiling terus
berputar sendiri, sambil memuji Allah dengan bahasa yang tidak dipahami
manusia. Ini terus berjalan sampai biji-bijian itu habis.

Kado Pernikahan 343


Rasulullah Saw. berkata kepada alat penggiling itu, “Berhentilah atas ijin
Allah. Seketika alat pengiling pun berhenti. Beliau berkata sambil mengutip
ayat Al-Qur’an, Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.
Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak pernah
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya, dan mereka selalu
mengerjakan segala yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6).
Merasa takut jika menjadi batu yang kelak masuk neraka, tiba-tiba batu
itu bisa berbicara atas ijin Allah. Ia berbicara dengan bahasa Arab yang fasih.
Batu itu berkata, “Ya, Rasulallah. Demi Dzat yang Mengutusmu dengan hak
menjadi Nabi dan Rasul, seandainya engkau perintahkan aku untuk menggiling
biji-bijian yang ada di seluruh jagat Timur dan Barat, pastilah akan kugiling
semuanya.”
Dan aku mendengar pula, kata Abu Hurairah yang meriwayatkan kisah
ini, nahwa Nabi Saw. bersabda, “Hai Batu, bergembiralah kamu.
sesungguhnya kamu termasuk batu yang kelak dipergunakan untuk
membangun gedung Fathimah di surga.”
Seketika itu, batu penggiling itu bergembira dan berhenti.
Nabi Saw. bersabda kepada putrinya, Fathimah Az-Zahra, “Kalau Allah
berkehendak, hai Fathimah, pasti batu penggiling itu akan berputar sendiri
untukmu. Tetapi Allah berkehendak mencatat kebaikan-kebaikan untuk dirimu
dan menghapus keburukan-keburukanmu, serta mengangkat derajatmu.
Hai Fathimah, setiap istri yang membuatkan tepung untuk suami dan
anak-anaknya, maka Allah mencatat baginya memperoleh kebajikan dari setiap
butir biji yang tergiling, dan menghapus keburukannya, serta mengangkat
derajatnya.
Hai Fathimah, setiap istri yang berkeringat di sisi alat penggilingnya
karena membuatkan bahan makanan untuk suaminya, maka Allah menjauhkan
antara dirinya dan neraka sejauh tujuh hasta.
Hai Fathimah, setiap istri yang meminyaki rambut anak-anaknya dan
menyisirkan rambut dan mencucikan baju mereka, maka Allah mencatatkan
untuknya memperoleh pahala seperti pahala orang yang memberi makan seribu
orang yang sedang kelaparan dan seperti orang yang memberi pakaian seribu
orang yang telanjang.
Hai Fathimah, setiap istri yang mencegah kebutuhan tetangganya, maka
Allah kelak akan mencegahnya (tidak memberi kesempatan baginya) untuk
minum dari telaga Kautsar pada hari kiamat.
Hai Fathimah, tetapi yang lebih utama dari semua itu adalah keridhaan
suami terhadap istrinya. Sekiranya suamimu tidak meridhaimu, tentu aku tidak
akan mendoakan dirimu.

Kado Pernikahan 344


Bukankah engkau mengerti, Hai Fathimah, bahwa ridha suami itu bagian
dari ridha Allah, dan kebencian suami merupakan bagian dari kebencian
Allah.
Hai Fathimah, manakala seorang istri mengandung, maka para malaikat
memohon ampun untuknya, setiap hari dirinya dicatat memperoleh seribu
kebajikan, dan seribu keburukannya dihapus. Apabila telah mencapai rasa sakit
(menjelang melahirkan) maka Allah mencatatkan untuknya memperoleh
pahala seperti pahala orang-orang yang berjihad di jalan Allah. Apabila telah
melahirkan, dirinya terbebas dari dosa seperti keadaannya setelah dilahirkan
ibunya.
Hai Fathimah, setiap istri yang melayani suaminya dengan niat yang
benar, maka dirinya terbebas dari dosa-dosanya seperti pada hari dirinya
dilahirkan ibunya. Ia tidak keluar dari dunia (yakni mati) kecuali tanpa
membawa dosa. Ia menjumpai kuburnya sebagai pertamanan surga. Allah
memberinya pahala seperti seribu orang yang berhaji dan berumrah, dan seribu
malaikat memohonkan ampunan untuknya hingga hari kiamat.
Setiap istri yang melayani suaminya sepanjang hari dan malam hari
disertai hati yang baik, ikhlas, dan niat yang benar, maka Allah akan
mengampuni dosanya. Pada hari kiamat kelak dirinya diberi pakaian
berwarna hijau, dan dicatatkan untuknya pada setiap rambut yang ada di
tubuhnya dengan seribu kebajikan, dan Allah memberi pahala kepadanya
sebanyak seratus pahala orang yang berhaji dan berumrah.
Hai Fathimah, setiap istri yang tersenyum manis di muka suaminya, maka
Allah memperhatikannya dengan penuh rahmat.
Hai Fathimah, setiap istri yang menyediakan diri tidur bersama suaminya
dengan sepenuh hati, maka ada seruan yang ditujukan kepadanya dari langit.
‘Hai wanita, menghadaplah dengan membawa amalmu. Sesungguhnya Allah
telah mengampuni dosa-dosamu yang berlalu dan yang akan datang.
Hai Fathimah, setiap istri yang meminyaki rambut suaminya, demikian
pula jenggotnya, memangkas kumis dan memotong kuku-kukunya, maka kelak
Allah akan memberi minum kepadanya dari rahiqim makhtum (tuak jernih
yang tersegel) dan dari sungai yang ada di surga. Bahkan kelak Allah akan
meringankan beban sakaratul maut. Kelak ia akan menjumpai kuburnya
bagaikan taman surga. Allah mencatatnya terbebas dari neraka dan mudah
melewati sirath (titian). 4

Mihrab Agung Orang-orangTercinta


Lima orang anak yang dikaruniakan Allah Swt. Kepada Az-Zahra, yaitu
Hasan, Husain, Zainab, Ummu Kultsum, dan Muhsin --yang meninggal
keguguran ketika masih berupa janin dalam rahim sucinya. Ummu Kultsum

Kado Pernikahan 345


kelak dinikahi oleh Umar bin Khaththab karena keinginan Umar yang kuat
untuk bersambung ikatan darah dengan Rasulullah.
Fathimah Az-Zahra mendidik sendiri dua putra dan dua putri yang
diamanahkan Allah Swt. kepadanya. Ia susui anak-anaknya dengan air susunya
sendiri. Ia rawat anak-anaknya dengan tangannya sendiri.
Ia memilih untuk mendekap anaknya sendiri, meskipun kepayahan
bekerja dan ada orang yang mau menggantikan, karena ibulah yang bisa
menyayangi anaknya, bukan orang lain --termasuk baby-sitter. Padahal
sekarang ibu-ibu muda kadang memilih untuk bisa makan dengan tenang dan
enak, sedangkan menggendong anak biar dikerjakan oleh baby-sitter.
Mari kita dengarkan cerita dari Bilal, muadzin Rasulullah:
“Saya melewati Fathimah yang sedang menggiling,” kata Bilal,
“sementara anaknya menangis.”
“Saya berkata kepadanya,” kata Bilal melanjutkan. “Jika engkau mau, biar
aku yang memegang gilingan dan engkau memegang anak itu. Atau, aku yang
memegang anak itu dan engkau memegang gilingan.”
Ia berkata, “Aku lebih dapat mengasihi anakku daripada engkau.”
Sebagaimana istrinya, Sayyidina Ali juga menolak orang membawakan
makanan yang akan diberikan kepada anaknya (masyaAllah, betapa hati-
hatinya beliau menjaga kebarakahan). Shalih, seorang pedagang pakaian
pernah mendapat cerita dari neneknya, “Saya melihat Ali karamallahu
wajhahu membeli kurma dengan harga satu dirham, lalu beliau membawanya
dibungkus selimut. Saya berkata kepadanya atau seseorang berkata kepadanya,
‘Saya yang akan membawanya, wahai Amirul Mukminin.’ Beliau berkata,
‘Jangan! Kepala keluarga lebih berhak membawanya.’”
Kisah ini disampaikan oleh Imam Bukhari. Jabatan Imam Ali saat itu
adalah khalifah, Amirul Mukminin. Pada masa sekarang, jabatan itu lebih
tinggi daripada presiden atau raja sebuah negara, sebab kekuasaannya meliputi
negeri-negeri lain. Tetapi untuk membawakan makanan anak, Amirul
Mukminin tidak mau menyerahkan kepada orang lain.
Jabir Al-Anshari menceritakan bahwa Nabi melihat Fathimah sedang
menggiling dengan kedua tangannya sambil menyusui anaknya. Maka
mengalirlah airmata Rasulullah.
“Anakku,” katanya, ”engkau menyegerakan kepahitan dunia untuk
kemanisan akhirat.”
Fathimah mengatakan, “Ya Rasulallah, segala puji bagi Allah atas
nikmat-Nya, dan pernyataan syukur hanyalah untuk Allah atas karunia-Nya.”
Lalu Allah menurunkan ayat, “Dan kelak Tuhanmu pasti akan
memberimu karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas.”

Kado Pernikahan 346


Kepada anak-anak perempuannya, Fathimah mengajarkan keberanian,
pengorbanan, keteguhan, dan tidak takut kepada orang lain sejauh ia berdiri di
atas kebenaran. Sehingga kita mendapati, dalam situasi yang penuh ketakutan
dan leher sewaktu-waktu bisa terputus, Zainab masih bisa menghadap Ibnu
Ziyad dengan penuh ketegaran. Kesedihan yang teramat sangat ketika hampir
semua saudara, kemenakan, sanak-kerabat, dan sahabat menjadi mayat
berserakan, tidak membuatnya kehilangan keberanian dan ketegaran untuk
mengatakan apa yang seharusnya dikatakan. Mengatakan kebernaran.
Ketika Ibnu Ziyad menghina Zainab dengan perkataan, “Puji Tuhan yang
telah mempermalukan dan menyingkap dusta kalian. Puji Tuhan yang telah
mengobati rasa dendam dan kesumatku kepada saudaramu.”; Zainab
menjawab dengan tegar, tanpa rasa takut. “Puji Tuhan yang telah
menganugerahi kami keutamaan syahadah. Puji Tuhan yang telah menetapkan
kenabian pada keluarga kami. Kekalahan dan kenistaan adalah milik kalian
wahai orang-orang zalim dan fasik. Syahadah adalah kebanggaan, bukan
kenistaan. Orang-orang zalimlah yang suka berbohong, bukan kami. Kami ahli
hakikat. Semoga Tuhan mencabut nyawamu, wahai anak marjanah!”
Ibnu Ziyad dan orang-orang yang hadir kaget mendengar kata
“marjanah”, wanita lacur. Ibnu Ziyad sangat tertampar dengan kata itu,
sehingga ia berkata, “sudah begini kalian masih berani angkat suara.”
Ibnu Ziyad mengambil kesempatan bicara dengan ‘Ali Ausath, kelak
dikenal dengan gelar ‘Ali Zainal ’Abidin. Dia pun memberi jawaban yang tak
kalah pedasnya dengan Zainab, padahal dia masih sangat kecil (bandingkan
dengan anak TPG/TPA sekarang). Kemudian Ibnu Ziyad memanggil algojo,
tukang jagal manusia, untuk memotong kepala ‘Ali Zainal ’Abidin. Tiba-tiba
Zainab bangkit dan memeluk ‘Ali Zainal ’Abidin dengan erat sambil
mengatakan, “Demi Allah, lehernya tidak akan terpenggal sebelum kalian
penggal leherku terlebih dulu.”
Ibnu Ziyad memandang Zainabdengan heran dan berkata, “Alangkah
kuatnya rahim mempererat mereka.”
Inilah Zainab, hasil didikan madrasah suci bernama Fathimatuz Zahra.
Semenjak kecil mereka dididik oleh ibu yang sangat kuat kasih sayangnya.
Dari Az-Zahra juga, mereka belajar pengorbanan.
Mereka belajar banyak tentang pengorbanan dari ibu mereka, Fathimah
Az-Zahra, dan ayah mereka, ‘Ali karamallahu wajhahu. Ada kisah
pengorbanan mereka yang kemudian menjadi sebab turunnya surat Al-Insaan
(76) ayat 8-9.
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin,
anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan
kepadamu hanyalah untuk mendapat ridha Allah. Kami tidak mengharapkan
balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih.” (QS. Al-Insaan:8-9).

Kado Pernikahan 347


Ketika itu Hasan dan Husain sedang dalam keadaan sakit. Rasulullah
ditemani oleh beberapa sahabat, datang menjenguk mereka. Rasulullah
menyarankan kepada ‘Ali untuk mengucapkan janji (bernazar) kepada mereka
itu. Semua anggota keluarga, termasuk Fathimah, ‘Ali dan Fazzah, pembantu
mereka, mengucapkan janji kepada Allah untuk menjalankan puasa selama
tiga hari bila putra-putra ‘Ali sembuh dari sakit.
Ketika mereka sembuh, puasa pun dimulai. Tetapi mereka tidak memiliki
apa-apa untuk berbuka puasa. ‘Ali kemudian meminjam tiga sha’ gandum dari
seorang Yahudi di Khaibar bernama Syam’un.
Fathimah memegang lima keping roti dengan sepertiga bagian gandum itu
dan meletakkan di atas meja makan saat berbuka puasa. Pada saat hendak
berbuka puasa, seorang pengemis mengetuk pintu dan meminta makanan
sambil berkata, “Tolonglah aku, semoga Allah memberimu makan dengan
makanan surga.” Keluarga itu pun memberikan makanan mereka dan berbuka
hanya dengan air.
Hari berikutnya mereka masih berpuasa. Sekali lagi lima keping roti
dipersiapkan. Kini, seorang anak yatim mengetuk pintu untuk meminta
makanan. Keluarga itu sekali lagi memberikan makanan mereka kepada anak
yatim itu. Pada hari ketiga datang tawanan menjelang saat berbuka. Mereka
melakukan hal yang sama.
Pada hari ketiga, ‘Ali membawa anak-anaknya ke rumah Rasulullah.
Melihat keadaan cucu-cucunya, beliau menjadi sedih dan berkata, “betapa
susah bagiku melihat kalian dalam keadaan yang sulit ini.”
Lalu beliau mengajak mereka kembali ke rumah Fathimah. Ketika tiba di
sana, Fathimah sedang berdo’a, sementara kondisi tubuhnya sedang dalam
keadaan lemah dan matanya begitu sayu.
Melihat ini, Rasulullah Saw. menjadi bertambah sedih. Pada waktu itu,
malaikat Jibril datang kepada beliau dan mengatakan, “Terimalah hadiah dari
Allah ini. Allah mengirimkan ucapan selamat bagimu karena memiliki
keluarga yang begitu mulia.”
Lalu Jibril membacakan kepada Rasulullah surat Al-Insaan (Hal Ata).
Inilah Fathimah, ibu yang mendidik anak-anaknya dengan kesabaran dan
kelembutan luar biasa itu. Ia menanamkan ke dada anak tauhid dan kesediaan
untuk berdarah-darah.
Fathimah, kata Soraya Maknun, mendidik seorang anak perempuan
seperti Zainab seorang wanita yang terpelajar, bijaksana dan terhormat, yang
kata-katanya dapat menenangkan saudaranya yang tak berdosa pada saat-saat
kritis di senja bulan Asyura’ (Muharram). Inilah wanita yang emosinya sangat
matang.

Kado Pernikahan 348


Kisah Fathimah Az-Zahra akan lebih panjang lagi kalau diteruskan. Dan
makalah ini tidak cukup untuk menuliskan. Oleh karena itu, kita sudahi dulu.
Sebagai penutup, saya sampaikan kisah singkat. Hasan dan Husain, kata
Abu Hurairah, bergulat. Lalu Rasulullah Saw. berkata, “Ayo Hasan!”
Maka Fathimah mengatakan, “Wahai Rasulullah, engkau mengatakan
‘ayo Hasan’, padahal dia lebih besar.”
Maka Rasulullah menjawab, “Aku mengatakan ‘Ayo Hasan’ dan malaikat
Jibril mengatakan ‘Ayo Husain.”
Sambil bermain-main dengan Hasan, Fathimah mengajarkan kepada
anaknya dengan mengatakan :
Jadilah seperti ayahmu, wahai Hasan
Lepaskan tali kendali yang membelenggu kebenaran
Sembahlah Tuhan yang memiliki anugerah
Janganlah kau bantu orang yang memiliki dendam
Saya tidak tahu apakah kita bisa meneladani Fathimatuz Zahra, sedangkan
tingkatan kita masih seperti ini. Jauh sekali.
Tetapi saya berharap pembicaraan ini ada manfaatnya. Setidaknya
mengajari kita rasa malu, untuk tahu diri. Kalau kita sudah merasa berkorban
dan berjasa, sebandingkah dengan pengorbanan Az-Zahra dan keluarganya?
Satu hal, tulisan ini adalah do’a. Mudah-mudahan Allah mengaruniakan
kepada kita keturunan yang penuh barakah dan Allah mengaruniakan kepada
mereka barakah, sampai yaumil-qiyamah. Semoga Allah mengaruniakan pada
kita keluarga yang penuh barakah dan Allah melimpahkan barakah kepada
kita.
Mudah-mudahan kita yang hadir saat ini dikumpulkan bersama
Rasulullah Muhammad Saw. di Al-Haudh. Allahumma amin.
Allahu A’lam bishawab.*

Catatan Kaki:
1. Menurut pendapat Imam Syafi’i, wanita wajib mengenakan cadar.
Sekarang jangankan bercadar, ada yang berjubah panjang dan berjilbab
menjulur saja sering sudah dianggap berlebihan dan sok alim. Saya
sering sedih jika mendengar komentar bernada cemooh dari mereka yang
mengerti betul qaul-qaul fiqih dan menganggap mereka eksklusif.

Kado Pernikahan 349


Sungguh, mereka adalah saudara-saudara kita yang belajar menjadi
muslimah yang baik.
2. Syaikh ‘Abdul Qadir Jailani termasuk ulama sufi yang terpercaya.
Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah menulis, “Adapun para imam kaum Sufi
serta para syaikh terdahulu yang terkenal seperti Al-Junaid bin
Muhammad beserta pengikut-pengikutnya, juga seperti Abdul Qadir Al-
Jailani dan orang-orang semisalnya, maka mereka adalah termasuk orang
yang paling memperhatikan perintah dan larangan, termasuk orang yang
paling sering mewasiatkan (kepada murud-muridnya) untuk mengikuti
yang demikian itu, dan paling sering mengingatkan agar mereka jangan
berjalan bersama (memikir-mikirkan) takdir, sebagaimana pengikut-
pengikut berikutnya berjalan mengikuti mereka.”
Lebih lanjut silakan periksa Qadha’ dan Qadar (Mantiq, Solo, 1996),
bagian dari Majmu’atur Rasail Liibni Taimiyyah.
3. Imam Nawawi Al-Bantani adalah syaikh Muhammad Ibnu Umar An-
Nawawi, ulama asal Banten Jawa Barat yang hidup di Arab pada
masanya dan banyak menulis kitab.
Bukan Imam Nawawi penulis kitab Al-Adzkaar dan Syarah Shahih
Muslim.
4. Saya tidak menemukan catatan mengenai kedudukan hadis ini. Wallahu
‘Alam Bishawab.
5. Tulisan ini semula merupakan makalah yang saya sampaikan pada acara
Diskusi Psikologi Anak di Pondok Pesantren (putri) Al-Munawwir,
Krapyak, Yogyakarta, 11 April 1997. Kemudian diperbaiki untuk diskusi
KMIS Fakultas Sastra UGM, 26 April 1997 dan acara Studium General
Training Kemuslimahan yang diselenggarakan oleh KSAI, 10 April
1998.
6. Persoalan yang paling sulit yang sering tidak bisa dielakkan oleh
orangtua adalah perasaan berjasa terhadap keberhasilan anak, di samping
rasa bangga. Halimah, ibu yang melahirkan Emha Ainun Najib,
menasehatkan agar orangtua tidak berani memiliki rasa bangga jika
anaknya mulai berhasil. Sebaliknya, perlu belajar terus-menerus, terus-
menerus.
Pada tingkat ini saja --belum tingkatan Fathimah Az-Zahra-- sudah
penuh tanda tanya, bisakah kita meniru, meskipun cuma sedikit?

Kado Pernikahan 350


Pamit Penulis
A khirnya, pada hari Jum’at tanggal 17 Juli 1988 pukul 7 lewat 13 menit,
buku Kado Pernikahan untuk Istriku selesai dengan rahmat Allah. Buku ini
mudah-mudahan bermanfaat dan barakah bagi saya, Anda, keturunan kita,
saudara-saudara kita, tetangga kita dan masyarakat kita hingga yaumil
qiyamah. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa dan kesalahan saya selama
menulis buku ini. Semoga Allah Swt. menerima kebaikan yang ada di buku ini,
sehingga Allah menerima umat Muhammad ini kelak ketika malaikat maut
telah datang. Semoga buku ini membawa manfaat bagi umat Muhammad. Dan
semoga dari pernikahan saya, pernikahan Anda, pernikahan saudara-saudara
kita…, pernikahan kita semua akan lahir anak-anak yang memberi bobot
kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illallah dan banyak memikirkan umat
Muhammad.
Buku ini telahselesai dan saya berharap dapat menjelaskan banyak hal
yang kita butuhkan untuk memperoleh kebaikan dalam rumah tangga. Saya
telah berusaha mengambil bagian-bagian yang jarang dibahas oleh buku-buku
di masa kita (tidak berarti belum pernah dibahas oleh para pendahulu kita).
Tetapi itu tidak berarti semua hal yang kita butuhkan sudah terpenuhidalam
buku ini.
Saya masih punya PR --semoga Allah menolong saya untuk
menyelesaikannya-- tentang masalah pernikahan ini, sementara masalah
pendidikan anak pun masih harus mendapat perhatian. Saya kadang-kadang
menerima surat dari saudara-saudara kita di tempat yang jauh maupun dekat.
Ada suara-suara perih yang tidak berani mereka ungkapkan kepada orang lain
dan kemudian berkirim surat kepada saya. Ada cerita sedih karena pernikahan
dipersulit oleh hal-hal yang tidak diwajibkan oleh agama. Dan masih ada hal-
hal lain yang mungkin bisa kita perbincangkan di lain waktu.
Saya berharap --mudah-mudahan Allah menolong saya-- bisa menulis di
antara persoalan-persoalan itu ke hadapan Anda. Insya-Allah, saya akan
menulis buku. Rencananya, buku ini akan saya beri judul “Tuhan, Di mana
Khadijah Sekarang?”.
Sesudah itu saya mengharap nasehat Anda --mudah-mudahan Allah
membuka hati saya untuk menerima nasehat-- agar saya tidak lupa. Doakan
saya agar tidak termasuk orang-orang yang merugi. Semoga kita semua
mendapatkan husnul khatimah. Allahumma amin.
Selanjutnya, masih ada yang ingin saya sampaikan sebelum kita berpisah.
Jika Imam Syafi’i yang wara’, zuhud, dan betul-betul ‘alim itu masih
mengingatkan tentang kemungkinan adanya kesalahan dalam kitab-kitabnya,
maka apatah lagi buku ini. Masalahnya, tidah mudah mengetahui kesalahan

Kado Pernikahan 351


diri sendiri, termasuk apa yang saya tulis di buku ini. Karena itu, tegur sapa
Anda dan nasehat yang Anda sampaikan dengan cara yang baik Insya-Alah
sangat penting bagi saya dan para pembaca.
Semoga buku ini tidak sia-sia dan ada nilainya di sisi Allah. Allahumma
amin.
Akhirnya, maafkan saya. kepada siapa pun yang pernah saya gunjing,
saya sakiti hatinya, atau apa pun saja yang membuat hati Anda tidak enak, saya
mohon keikhlasan Anda memaafkan saya. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla
meninggikan derajat Anda dunia-akhirat. Mudah-mudahan kita termasuk
orang-orang yang kembali kepada-Nya dengan ridha dan diridhai.
Billahi tawfiq wal hidayah.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kampung Mranggen Tegal, Sinduadi,


Mlati, Sleman, Yogyakarta
17 Juli 1998, pukul 07 lewat 40 menit

Kado Pernikahan 352


[Penutup]

Pamit Penulis

A
khirnya, pada hari Jum'at tanggal 17 Juli 1998 pukul 7 lewat 13 menit, buku
Kado Pernikahan untuk Istriku selesai dengan rahmat Allah. Buku ini mudah-
mudahan bermanfaat dan barakah bagi saya, Anda, keturunan kita, saudara-
saudara kita, tetangga kita dan masyarakat kita hingga yaumil qiyamah. Semoga Allah
mengampuni dosa-dosa dan kesalahan saya selama menulis buku ini. Semoga Allah
menerima kebaikan yang ada di buku ini, sehingga Allah menerima ummat Muhammad
ini kelak ketika malaikat maut telah datang. Semoga buku ini membawa kebaikan bagi
ummat Muhammad. Dan semoga dari pernikahan saya, pernikahan Anda, pernikahan
sau-dara-saudara kita..., pernikahan kita semua akan lahir anak-anak yang memberi
bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah dan banyak memikirkan ummat
Muhammad. Tidak seperti kita, orangtua mereka. Allahumma amin.

Buku ini telah selesai dan saya berharap bisa menjelas-kan banyak hal yang kita
butuhkan untuk memperoleh ke-baikan dalam rumah tangga. Saya telah berusaha
mengam-bil bagian-bagian yang jarang dibahas oleh buku-buku di masa kita (tidak
berarti belum pernah dibahas oleh para pendahulu kita). Tetapi itu tidak berarti semua hal
yang kita butuhkan sudah terpenuhi dalam buku ini.

Saya masih punya PR --semoga Allah menolong saya untuk menyelesaikannya--


tentang masalah pernikahan ini, sementara masalah pendidikan anak pun masih harus
men-dapat perhatian. Saya kadang-kadang menerima surat dari saudara-saudara kita di
tempat yang jauh maupun dekat. Ada suara-suara perih yang tak berani mereka
ungkapkan kepada orang lain dan kemudian berkirim surat kepada saya. Ada cerita sedih
karena pernikahan dipersulit oleh hal-hal yang tidak diwajibkan agama. Dan masih ada
hal-hal lain yang mungkin bisa kita perbincangkan di lain waktu.

Saya berharap --mudah-mudahan Allah menolong saya-- bisa menulis sebagian di


antara persoalan-persoalan itu ke hadapan Anda. Insya-Allah, saya akan menulis buku.
Rencananya, buku ini akan saya beri judul "Tuhan, Dimana Khadijah Sekarang?".

Sesudah itu, saya mengharap nasehat Anda --mudah-mudahan Allah membuka hati
saya untuk mau menerima nasehat-- agar saya tidak lupa. Do'akan saya agar tidak ter-
masuk orang-orang yang merugi. Semoga kita semua men-dapatkan husnul khatimah.
Allahumma amin.

Selanjutnya, masih ada yang ingin saya sampaikan se-belum kita berpisah. Jika Imam
Syafi'i yang wara', zuhud dan betul-betul 'alim itu masih mengingatkan tentang kemung-
kinan adanya kesalahan dalam kitab-kitabnya, maka apatah lagi buku ini. Masalahnya,
tidak mudah mengetahui kesalahan diri sendiri, termasuk apa yang saya tulis di buku ini.
Karena itu, tegur sapa Anda dan nasehat yang Anda sampaikan dengan cara yang baik
insya-Allah sangat pen-ting bagi saya dan para pembaca.

Semoga buku ini tidak sia-sia dan ada nilainya di sisi Allah. Allahumma amin.

Akhirnya, maafkan saya. Kepada siapa pun yang per-nah saya gunjing, saya sakiti
hatinya, atau apa pun saja yang membuat Anda merasa tidak enak, saya mohon
keikhlasan Anda memaafkan saya. Semoga Allah 'Azza wa Jalla me-ninggikan derajat
Anda dunia akhirat. Mudah-mudahan ki-ta termasuk orang-orang yang kembali kepada-
Nya dengan hati yang ridha dan diridhai.

Billahi tawfiq wal hidayah.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kampung Mranggen Tegal, Sinduadi,


Mlati, Sleman, Yogyakarta
17 Juli 1998, pukul 07 lewat 40 menit
[Puisi]

Hati-hati Bawa Hati


Aduh,
susahnya punya hati
letaknya tersembunyi,
tapi geraknya tampak sekali
(he hemm, malu juga diri ini)

Makanya,
lebih baik punya istri
kalau tersenyum ada yang menanggapi
kalau berekspresi ada yang memahami
sikapnya lembut tak bikin keki
kadang malah memuji
"Tuhan tak pernah ingkar janji,
kalau terus menjaga diri,
akan mendapat pendamping yang lurus hati."

Tapi kalau masih sendiri,


hati-hati bawa hati
kalau sibuk mencari perhatian,
kapan kamu mengenal gadis yang bisa menjaga
pandangan?
bagusnya sibuk menyiapkan perbekalan
(maunya sih kutulis memperbaiki iman)
saat-saat tak terbayangkan

Adapun kalau sudah beristri,


jangan lupa mengingatkan
kalau ada yang dilalaikan
tentang perkara yang disyari'atkan
tapi kalau ia memelihara kewajiban
ingat-ingatlah untuk memberi perhatian
jangan menunggu dapat peringatan

Karangmalang, 1 Maret 1997


You might also like