Professional Documents
Culture Documents
Dari Penerbit
Dari Penulis
Ucapan Terima Kasih
Mukadimah
Pernikahan Itu Agung
Jendela Pertama:
Sebelum Sampai Ke Akad Nikah
Bagian Satu:
Kupinang Engkau Dengan Hamdalah
Bagian Dua:
Mencapai Pernikahan Barakah
Jendela Kedua:
Sejak Akad Nikah dan Malam Pertama
Bagian Satu:
Maka, Ia Menjadi Istrimu
Jendela Ketiga:
Rumah Tangga Pasca Nikah
Bagian Satu:
Menjaga Rumah Kita
Bagian Dua:
Membawa Keluarga Ke Masa Depan
Bagian Tiga:
Persoalan Rumah Tangga
Epilog
Tuhan, Dimana Fathimatuz Zahra Sekarang?
Pamit Penulis
Jendela Pertama
Sebelum Sampai
Ke Akad Nikah
.....................................................
Bagian Satu:
Kupinang Engkau dengan Hamdalah
....................................................................................................................................
Bab 4 Selama Proses Berlangsung
Persangkaan Kepada Allah
Persangkaan dan Persepsi Terhadap Calon
....................................................................................................................................
Bagian Dua:
Mencapai Pernikahan Barakah
MASALAH MAHAR
Sebaik-baik Mahar
-Tidak Bisa Dinilai Secara Kuantitatif
Bagian Satu
Memasuki Jenjang Pernikahan
***
Bagian Dua
Saat-saat Indah Bersama Suami
***
MENGGAIRAHKAN SUAMI
- Membuang Rasa Malu
- Allah Telah Menghalalkan
- Pakaian dan Parfum Istri
- Ciptakan Suasana Dulu
- Hanya Untuk Anda
- Aktif Secara Bijak
- Mandi Jinabah Bersama
- Kebutuhsn Wanita Lebih Bersifat Psikis
.........................................................................................
Bagian Satu
Menjaga Rumah Kita
.........................................................................................
Bagian Dua
Membawa Keluarga Ke Masa Depan
Bagian Tiga
Persoalan Rumah Tangga
***
Bab 20 Poligami
Poligami Orang-orang Shaleh
Epilog
Bab 21 Tuhan, Dimana Fathimatuz Zahra Sekarang?
Mihrab Agung Orang-orang Tercinta
Pamit Penulis
[Kata Pengantar]
Dari Penulis
.........................................................................
❖❖❖
H anya Allah yang berhak dipuji, meskipun kita sering haus pujian. Hanya
Allah yang mampu menyangga segala macam pujian yang ditujukan bagi-
Nya. Selain Allah, tak ada yang kuat menyangga berba-gai pujian, kecuali
orang yang Allah telah berikan kepada-nya taufiq dan hidayah. Maka, izinkanlah saya
untuk memu-lai buku ini dengan hamdalah, dengan pujian kepada Allah 'Azza wa Jalla.
Sesungguhnya Allah memberi kita nikmat yang ba-nyak. Sayang, kita sulit
mensyukurinya.
Sesudah itu, marilah kita tundukkan hati sejenak. Mari kita ucapkan shalawat atas
Nabi Muhammad, manusia suci yang Allah sendiri memujinya. Shalawat kita juga untuk
ke-luarganya yang mulia, yang Allah juga memujinya. Mari kita ucapkan pelan-pelan:
"Allahumma shalli 'alaa Muham-mad wa 'alaa ali Muhammad".
Selebihnya, saya ingin menceritakan kepada Anda ten-tang buku yang sedang Anda
baca ini. Secara umum, buku ini merupakan edisi satu jilid dari keseluruhan trilogi Ku-
pinang Engkau dengan Hamdalah, yakni buku Kupinang Engkau dengan Hamdalah --
judul buku sama dengan nama triloginya-- yang terbit akhir Juni 1997, Mencapai
Pernikahan Barakah (akhir Oktober, 1997), serta yang ketiga Disebabkan Oleh Cin-ta,
Kupercayakan Rumahku Padamu (Juli, 1998). Isinya, dengan demikian, ya sama. Hanya
ada berbagai penambahan infor-masi atau pendalaman pembahasan. Bab Keasyikan yang
Menghancurkan Keluarga dibahas lebih tuntas pada buku ini, hal yang belum bisa saya
lakukan pada buku Disebabkan Oleh Cinta mengingat terbatasnya halaman. Begitu juga
misalnya, bab Mempertimbangkan Pinangan dibahas lebih jauh pada bu-ku Kado
Pernikahan untuk Istriku yang sedang Anda baca ini. Ada penambahan dua sub judul
pada bab tersebut, yakni peringatan agar tidak membuka pintu pinangan setelah me-
nerima pinangan dari orang lain serta pertimbangan bagi yang telah menikah untuk tidak
mempersulit diri dengan merahasiakan pernikahan jika tidak ada sesuatu yang mem-
bawa madharat besar manakala diumumkan.
Sub bab Jangan Buka Pintu Lagi, sekedar contoh saja, sebelumnya tidak masuk
dalam buku Kupinang Engkau de-ngan Hamdalah. Akan tetapi ketika saya menjumpai ada
sau-dara kita yang menghadapi masalah karena mene-
rima pinangan setelah pinangan orang lain se-
cara resmi diterima, maka saya tergerak untuk menambah-kan sub bab ini pada bab
Mempertimbangkan Pinangan agar bisa menjadi peringatan bagi kita. Sebab tidak ada
jaminan bahwa kita tidak akan melakukan hal yang sama, seandai-nya kita tidak ingat
peringatan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam agar tidak meminang wanita yang telah
dipinang saudaranya.
Selain penambahan dan pendalaman, ada juga peng-hapusan hal-hal yang ternyata
saya lihat tidak terlalu perlu, meskipun tidak semua penghapusan karena alasan ini. Se-
bagian saya hapus karena pijakannya kurang kuat, sekali-pun secara psikologis dapat
dipertanggungjawabkan. Sebagian saya hapus semata-mata untuk meringankan be-ban
moral. Mengapa? Itu yang saya tidak enak untuk me-nulis di sini.
Alhasil, buku ini tidak persis sama isinya dengan edisi yang terpisah-pisah. Mudah-
mudahan bermanfaat dan membawa kebaikan bagi kita semua, terutama bagi Anda yang
mau menikah atau baru menikah dan punya anak. Mudah-mudahan Allah meridhai
usaha ini dan memaafkan kesalahan-kesalahan saya dalam menulis buku ini.
Pembaca,
Sebelum kata pengantar ini saya tutup, masih ada yang ingin saya sampaikan. Ada
perubahan dalam perwajahan buku ini. Tidak seperti buku-buku kita sebelumnya, daftar
isi untuk buku Kado Pernikahan ini kita cetak berwarna. Se-lain itu, daftar isi tidak
memberi informasi isi buku secara lengkap. Hanya garis besar. Informasi tentang isi buku
se-cara lebih rinci, bisa Anda jumpai pada tiap-tiap Jendela Pembahasan.
Pada beberapa halaman diberi ornamen. Selain itu, jenis huruf yang dipakai juga
sangat beragam, sehingga tidak terasa monoton. Jarak antar paragraf juga diusahakan
setepat mungkin dengan mempertimbangkan berat ringan-nya pembahasan, nilai penting
tiap-tiap paragraf, serta ke-mampuan mata untuk membaca secara efektif.
Berbagai perbaikan pada buku ini, khususnya pada per-wajahan buku, dilakukan
untuk tujuan sederhana: memudah-kan Anda membaca dan memahami buku ini. Buku ini
tebal, ka-rena itu kami tidak ingin Anda kecapekan membaca karena perwajahan buku
yang kaku. Betapa banyak buku-buku yang sangat bagus isinya, tetapi tidak disentuh oleh
pemba-ca semata-mata karena perwajahan yang melelahkan atau sampul buku yang
salah. Saya pernah melihat satu buku terjemahan yang sampulnya menjengkelkan dan
perwajah-annya (lay out) menyedihkan, ternyata isinya sangat berman-faat.
Masih ada keinginan saya berkenaan dengan perwajah-an buku, tetapi untuk kondisi
kita saat ini masih belum me-mungkinkan. Saya sebenarnya ingin memberi ruangan yang
cukup lebar di bagian pinggir buku, sehingga Anda bisa memberi hasyiah (catatan
pinggir) --salah satu tradisi Islam yang sangat berharga. Tetapi jika ini dilakukan untuk
selu-ruh bab, buku yang sudah tebal ini akan membengkak hala-mannya secara besar-
besaran. Padahal, harga kertas seka-rang sangat mahal.
Begitulah. Dan tegur sapa Anda saya tunggu.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
J ika ada surga di dunia, maka surga itu adalah pernikahan yang bahagia.
Tetapi jika ada neraka di dunia, itu adalah rumah tangga yang penuh
pertengkaran dan kecurigaan-kecurigaan yang menakutkan di antara suami
dan istri.
Di Timur dan di Barat, banyak usaha dilakukan orang untuk mencapai
pernikahan yang bahagia. Kadangkala usa-ha itu mendekati kebaikan, kadangkala
justru menjauhkan orang dari pernikahan yang sungguh-sungguh bahagia. Ma-rriage
contracts adalah salah satu contoh usaha mencapai ke-bahagiaan pernikahan yang saya
kira lebih banyak sedihnya daripada bahagianya. Marriage contracts atau kontrak
perka-winan adalah model yang lazim dipergunakan oleh pengan-tin-pengantin di
Amerika untuk mengatur hubungan antara suami dan istri seperti yang dikehendaki
oleh kedua belah pihak. Masing-masing menandatangi surat perjanjian yang berisi
tentang kewajiban masing-masing pihak terhadap orang lain. Misalnya, siapa yang
harus membuat secangkir kopi panas setiap pagi. Atau, apa yang harus dilakukan oleh
seorang suami kepada istrinya. Katakanlah, kapan suami berkewajiban mengatakan "I
love you".
Kebahagiaan memang mahal. Buku-buku konseling atau psikologi perkawinan
terus berusaha menemukan akar masalah ketidakbahagiaan perkawinan, meskipun
ternyata masih banyak yang menemui kegagalan. Tulisan James O. Prochaska & Carlo
C. DiClemente adalah salah satu yang bisa menerangkan dengan agak baik. Dari
serangkaian pene-litian, Prochaska dan DiClemente menyimpulkan bahwa faktor
yang sangat banyak mempengaruhi perkawinan itu bahagia atau tidak, perkawinan
yang lumpuh dapat diper-baiki atau tidak, adalah orientasi pasangan suami istri itu
terhadap anak. Suami istri yang memiliki orientasi kuat ter-hadap pendidikan anak,
mempunyai keinginan-keinginan yang besar terhadap pendidikan anak-anaknya, akan
lebih bahagia. Mereka ini --yang memiliki orientasi kuat terhadap pendidikan anak-
anak mereka-- semakin bahagia manakala anaknya semakin banyak.
Kalau begitu, apakah sebaiknya kita mengikuti James O. Prochaska agar
pernikahan kita bahagia? Emm, kita be-lum bisa memutuskan. Sebab, mereka yang
mempunyai orientasi kuat terhadap pendidikan anak, sering mengalami situasi
kesepian dan tidak berguna begitu anak-anak mereka telah mandiri dan satu per satu
meninggalkan rumah untuk memasuki rumah mereka sendiri. Mereka dapat merasa
ba-hagia, sejauh anak-anak mereka yang telah mandiri menun-jukkan bahwa mereka
masih membutuhkan peran orang-tuanya.
Selengkapnya, mari kita simak kisah pernikahan Uqail bin Abu Thalib dengan
seorang wanita dari kalangan Bani Jasym. Seperti lazimnya upacara pernikahan, tamu-
tamu berdatangan. Dan seperti lazimnya upacara pernikahan di masa sekarang, para
tamu ketika itu memberi ucapan sela-mat sekaligus sebagai do'a.
"Semoga bahagia dan banyak anak," kata para tamu kepada pengantin laki-laki.
Menerima ucapan selamat seperti itu, Uqail segera ter-ingat Rasulullah
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Ke-mudian ia berkata, "Jangan kalian
mengatakan demikian, karena sesungguhnya Rasulullah Saw. telah melarang hal
tersebut."
"Kalau demikian," kata mereka, "apakah yang harus ka-mi katakan, wahai Abu
Zaid?"
"Katakanlah oleh kalian," jawab Uqail, "Semoga Allah membarakahi Anda
sekalian dan melimpahkan barakah kepa-da Anda. Demikian yang diperintahkan
kepada kita."
Hadis ini mengajarkan kepada kita bahwa yang paling penting untuk dicari
dalam pernikahan bukan kebahagiaan. Yang paling penting justru barakah, konsep
yang sangat se-ring terdengar tetapi tidak banyak diketahui artinya. Men-do'akan
pengantin baru agar dapat mencapai pernikahan yang bahagia dan sekaligus banyak
anak dilarang (makruh). Sebaliknya, sunnah bagi kita mendo'akan saudara kita yang
menikah dengan do'a barakah. Mudah-mudahan pernikahan itu barakah bagi
pengantinnya dan barakah atas pengantin-nya, yakni barakah pernikahan tersebut
juga terasakan oleh orang-orang di sekelilingnya.
Kalau begitu, apakah "bahagia dan banyak anak" meru-pakan kata yang tabu
dalam pernikahan yang Islami? Bukan begitu. Melalui lisan suci Rasulullah Saw.,
Islam justru me-ngingatkan kita agar tidak melupakan kriteria memilih istri agar
dapat memperoleh kesenangan dan banyak anak.
Ketika seorang sahabat memberi tahu Rasulullah bah-wa ia baru saja menikah
dengan seorang janda, Rasulullah Saw. mengatakan, "Mengapa tidak gadis yang ia
dapat berma-in denganmu, dan engkau dapat bermain dengannya, eng-kau
menggigitnya dan ia menggigitmu?" (HR An-Nasa'i, sha-hih).
Sebagian sahabat Nabi memberi keterangan, Tetaplah kalian mengawini gadis-
gadis, sebab mereka lebih manis mu-lutnya, lebih rapat rahimnya, lebih hangat
vaginanya, lebih sedikit tipuannya, dan lebih rela dengan nafkah yang sedikit.
Khath Arab
"Kawinilah oleh kalian perawan, sebab perawan itu lebih segar mulutnya, lebih
subur rahimnya, lebih hangat vagina-nya, dan lebih rela dengan nafkah yang sedikit."
(HR. Abu Na'im melalui Ibnu Umar r.a.. Periksa Mukhtarul Ahaadits).
Yang dimaksud dengan lebih rapat rahimya (antaqu ar-haman) adalah banyak
melahirkan. Umar bin Khaththab menganjurkan, "Perbanyaklah anak karena kalian
tidak tahu dari anak yang mana kalian mendapatkan rezeki."
Anak yang barakah adalah rezeki akhirat sekaligus reze-ki dunia. Kita tidak tahu
anak yang mana yang paling besar membawa rezeki, sehingga bisa mengangkat kita
kepada kebahagiaan akhirat.
Masih ada hadis-hadis mengenai kesenangan-kesena-ngan yang bisa diperoleh
ketika menikah dan perlu diper-timbangkan ketika akan melangkah ke sana. Allah
Swt. juga telah berfirman, Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sen-diri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepa-danya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sa-yang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir. (QS. Ar-Ruum [30]: 21).
Tetapi ada yang unik. Kita dilarang mendo'akan orang yang menikah agar
mendapat kebahagiaan dan banyak anak dalam pernikahannya. Kita diminta untuk
mendo'akan me-reka semoga Allah membarakahi pengantin itu dan melim-pahkan
barakah bagi mereka. Yang pertama, mendo'akan agar mereka menjadi suami istri
yang penuh barakah, sehingga sekelilingnya ikut terkena barakahnya. Yang kedua,
mendo'a-kan agar mereka mendapatkan barakah. Wallahu A'lam bisha-wab.
Mengapa kita disuruh mendo'akan dengan do'a barakah dan tidak dengan do'a
banyak anak, padahal ada beberapa anjuran untuk memperbanyak anak? Sekali lagi,
Allahu A'lam bishawab.
Ketika bertemu kawan, kita juga mendo'akan barakah. Tapi sebelum sampai
kepada barakah, kita mendo'akannya semoga Allah melimpahkan salam (kedamaian
dan keten-teraman) dan rahmat. Maka kita pun mengucapkan assalamu-'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Untuk mencapai barakah, orang terlebih dulu mempe-roleh salam dan rahmat.
Sebuah keluarga bisa barakah jika di dalamnya ada sakinah. Mereka merasakan
ketenteraman. Dalam keadaan diguncang kesulitan atau dikarunia kesuk-sesan, suami
dan istri merasakan ketenteraman saat ber-dekatan. Ketika suami datang dengan
wajah kusam berlipat-lipat, istri memberi sambutan hangat besemangat. Wajahnya
tetap teduh dan penuh perhatian sehingga suami semakin sayang.
Mendo'akan barakah sama seperti menyuruh shalat. Kalau Anda menyuruh saya
melakukan shalat, berarti Anda juga menyuruh saya untuk berwudhu atau malah
mandi jinabah jika saya sedang berhadas besar. Sebab, tidak bisa saya melakukan
shalat kalau saya berhadas.
Kalau Anda menganjurkan saya shalat dengan khusyuk dan tenang, berarti Anda
juga menganjurkan saya menghi-langkan perintang-perintang ketenangan. Anda tetap
bisa shalat, tetapi ketika isya' itu perut Anda melilit-lilit shalat Anda tidak bisa tenang.
Karena itu makanlah lebih dulu. Semoga shalat Anda lebih sempurna.
Tetapi kalau Anda menyuruh saya mandi, tidak secara otomatis menyuruh saya
shalat. Begitu juga kalau Anda mendo'akan banyak anak, belum tentu barakah. Malah
anak bisa menjadi fitnah yang menyusahkan orangtua dunia akhirat.
Ini tidak berarti Anda tidak boleh meraih kesenangan dan bercanda dengan anak
istri. Malah sebagaiman ditun-jukkan di awal tulisan ini, kita banyak ditunjukkan dan
"di-perintahkan" untuk memperoleh kesenangan-kesenangan itu. Bahkan, berjima'
pun bernilai ibadah.
Kalau Anda berhubungan intim, Anda akan mendapat pahala shalat Dhuha.
Kalau Anda meremas-remas jemari istri dengan remasan sayang, dosa-dosa Anda
berdua bergu-guran. Kalau Anda menyenangkan istri sehingga hatinya bahagia dan
diliputi suka cita, Anda hampir-hampir sama dengan menangis karena takut kepada
Allah. SubhanaLlah. Maha Suci Allah. Ia memberi keindahan. Ia juga memberi pahala
dan ridha-Nya.
Setelah itu Ibn 'Abbas membaca surat Ath-Thur ayat 21, Dan orang-orang
beriman, lalu anak-cucu mereka meng-ikuti mereka dengan iman, Kami susulkan
keturunan mereka pada mereka, dan Kami tidak mengurangi amal mereka sedi-kit pun.
Siapakah wali 'abdal itu? Abu Nu'aim dalam Hilyat Al-Awliya', kata K.H.
Jalaluddin Rakhmat, meriwayatkan sabda Nabi Saw., "Karena merekalah Allah
menghidupkan dan me-nolak bencana." Sabda Nabi ini terdengar begitu berat se-
hingga Ibnu Mas'ud bertanya, "Apa maksud 'karena mereka-lah Allah menghidupkan
dan mematikan'?" Rasulullah Saw. ber-sabda, "Karena mereka berdo'a kepada Allah
supaya diper-banyak, maka Allah memperbanyak mereka. Mereka memo-hon agar
para tiran dibinasakan, maka Allah binasakan me-reka. Mereka berdo'a agar turun
hujan, maka Allah turun-kan hujan. Karena permohonan mereka, maka Allah me-
numbuhkan tanaman di bumi. Karena do'a mereka, Allah menolak berbagai
bencana."
Allah sebarkan mereka di muka bumi. Pada setiap ba-gian bumi, ada mereka.
Kebanyakan orang tidak mengenal mereka. Jarang manusia menyampaikan terima
kasih khu-sus kepada mereka. Kata Rasulullah, "Mereka mencapai kedudukan mulia
itu karena banyak shalat atau puasa."
Karena apa mereka mencapai derajat itu? Bissakhai wan-nashihati lil muslimin, kata
Rasulullah Saw. Dengan kederma-wanan dan kecintaan yang tulus kepada kaum
muslimin.
Bab 1
K upinang Engkau
dengan Hamdalah
Kado Pernikahan 1
yang menyebabkan sebagian dari kita merasa terhalang langkahnya untuk
mempersunting seorang gadis muslimah yang baik-baik sebagai istri, sementara
keinginan ke arah sana seringkali sudah terlontarkan. Sementara kekhawatiran jatuh
kepada maksiat sudah mulai menguat. Sementara ketika “maksiat-maksiat kecil” (atau
yang kita anggap kecil) sempat berlangsung, ada kecemasan kalau-kalau
keterlambatan menikah membuat kita jatuh kepada maksiat yang lebih besar.
Saya teringat kepada burdah, syair karya Al-Bushiri. Di dalamnya ada beberapa
bait sindiran mengenai saya dan Anda:
Siapakah itu
yang sanggup kendalikan hawa nafsu
seperti kuda liar
yang dikekang temali kuat?
Sungguh, hampir saja kaki kita tergelincir kepada maksiat-maksiat besar kalau
Allah tidak menyelamatkan kita. Dan kita bisa benar-benar memasukinya
(na’udzubillahi min dzalik tsumma na’udzubillahi min dzalik) kalau kita tidak segera
meniatkan untuk menjaga kesucian kemaluan kita dengan menikah. Awalnya
menumbuhkan niat yang sungguh-sungguh untuk suatu saat menghalalkan pandangan
mata dengan akad nikah yang sah. Mudah-mudahan Allah menolong kita dan tidak
mematikan kita dalam keadaan masih membujang.
Rasulullah Muhammad Saw. pernah mengingatkan:
“Orang meninggal di antara kalian yang berada dalam kehinaan adalah
bujangan.”
Rasulullah Saw. juga mengingatkan bahwa, “Sebagian besar penghuni neraka
adalah orang-orang bujangan.”
Seorang laki-laki yang membujang harus menanggung beban syahwat yang
sangat berat. Apalagi pada masa seperti sekarang ini ketika hampir segala hal
memanfaatkan gejolak syahwat untuk mencapai keinginan. Perusahaan-perusaan obat
memanfaatkan gambar-gambar wanita untuk menarik pembeli. Perusahaan-perusaan
rokok juga memanfaatkan gadis-gadis muda yang seronok untuk mempromosikan ro-
koknya di stasiun-stasiun dengan merelakan diri mengambilkan sebatang rokok
sekaligus menyalakan apinya ke laki-laki yang sedang lengah ataupun sengaja
Kado Pernikahan 2
“melengahkan” diri. Saya pernah menyaksikan kejadian semacam ini di stasiun Tugu,
Yogyakarta sekitar bulan Juli tahun 1996 yang lalu.
Tidak sekedar sampai di situ, acara-acara TV, radio bahkan artikel-artikel
kesehatan dan olahraga di koran dimanfaatkan untuk mengekspos rangsang
pornografis demi meningkatkan oplah. Kadang malah acara-acara keislaman yang
diselenggarakan organisasi keislaman, tanpa sadar tergelincir untuk untuk ikut
memanfaatkan hal-hal semacam ini lantaran ikut-ikutan dengan prosedur protokoler
di TV.
Maka, tak semua dapat menahan pikiran dan angan-angannya. Saya sering
mendengarkan “keluhan” teman laki-laki yang seusia dengan saya mengenai pikiran-
pikiran dan angan-angan mereka tentang pernikahan atau mengenai harapannya
terhadap seorang gadis. Dorongan-dorongan alamiah untuk mempunyai teman hidup
yang khusus ini telah menyita konsentrasi. Daya serap terhadap ilmu tidak tajam.
Apalagi untuk shalat, sulit merasakan kekhusyukan. Ketika mengucapkan iyyaKa
na’budu wa iyyaKa nasta’in yang muncul bukan kesadaran mengenai kebesaran
Allah yang patut disembah, melainkan bayangan-bayangan kalau suatu saat telah
menikah. Malah, sebagian membayangkan pertemuan-pertemuan.
Shalat orang yang masih belum menikah memang sulit mencapai kekhusyukan,
apalagi memberi bekas dalam akhlak sehari-hari. Barangkali itu sebabnya Rasulullah
Muhammad Saw. menyatakan, “Shalat dua rakaat yang didirikan oleh orang yang
menikah lebih baik dari shalat malam dan berpuasa pada siang harinya yang
dilakukan oleh seorang lelaki bujangan.”
Maka, bagaimana seorang yang masih membujang dapat mengejar derajat orang-
orang yang sudah menikah, kalau shalat malam yang disertai puasa di siang hari saja
tak bisa disejajarkan dengan derajat shalat dua rakaat mereka yang telah didampingi
istri. Padahal mereka yang telah mencapai ketenangan batin, penyejuk mata dan
ketenteraman jiwa dengan seorang istri yang sangat besar cintanya, bisa jadi
melakukan shalat sunnah yang jauh lebih banyak dibandingkan yang belum menikah.
Maka, apa yang bisa mengangkat seorang bujangan kepada kemuliaan di akhirat?
Alhasil, membujang rasanya lebih dekat dengan kehinaan, sekalipun jenggot
yang lebat telah membungkus kefasihan mengucapkan dalil-dalil suci Al-Qur’an dan
Al-Hadis. Benarlah apa yang disabdakan oleh Rasulullah, “Orang meninggal di
antara kalian yang berada dalam kehinaan adalah bujangan.” Bujangan. Tanpa
seorang pendamping yang dapat membantunya bertakwa kepada Allah, hati dapat
terombang-ambing oleh gharizah (instink) untuk memenuhi panggilan biologis, oleh
kerinduan untuk mempunyai sahabat khusus yang hanya kepadanya kita bisa
menceritakan sisi-sisi hati yang paling sakral, serta oleh panjangnya angan-angan
yang sulit sekali memangkasnya. Dalam keadaan demikian, agaknya sedikit sekali
yang sempat merasakan khusyuknya shalat dan tenangnya hati karena zikir. Dalam
keadaan demikian, kita bisa disibukkan oleh maksiat yang terus-menerus. Sesekali
dapat melepaskan diri dari maksiat memandang wanita ajnabi (bukan muhrim), tetapi
Kado Pernikahan 3
masuk kepada maksiat lainnya. Pikiran disibukkan oleh hal-hal yang kurang maslahat,
sedang mulut mengucapkan kalimat-kalimat yang memiriskan hati.
Di saat seperti ini, kita dapat merenungkan sekali lagi peringatan Rasulullah
Muhammad yang terjaga. Dalam sebuah hadis yang berasal dari Abu Dzar r.a.,
Rasulullah Saw. menegaskan:
“Orang yang paling buruk di antara kalian ialah yang melajang (membujang),
dan seburuk-buruk mayat (di antara) kalian ialah yang melajang (membujang).”
(HR Imam Ahmad dalam Musnadnya, diriwayatkan juga oleh Abu Ya’la dari
Athiyyah bin Yasar. Hadis ini dha'if, begitu 'Abdul Hakim 'Abdats
menjelaskan).
Semoga Allah ‘Azza wa Jalla melindungi kita dari kematian dalam keadaan
membujang, sementara niat yang sungguh-sungguh untuk segera melangsungkan
pernikahan, belum tumbuh. Semoga Allah Swt. menolong mereka yang telah
mempunyai niat. Kalau belum lurus niatnya, mudah-mudahan Allah mensucikan niat
dan prasangkanya. Kalau telah kuat tekadnya (‘azzam), semoga Allah menyegerakan
terlaksananya pernikahan yang barakah dan dipenuhi ridha-Nya. Kalau mereka masih
terhalang, mudah-mudahan Allah melapangkan dan kelak memberikan keturunan
yang memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaha illaLlah.
Saya teringat, terhadap hal-hal yang sangat dikecam dan diberikan peringatan
mengenai bahayanya, biasanya Islam memberikan penghormatan yang tinggi untuk
hal-hal yang merupakan kebalikannya. Kalau membujang sangat tidak disukai, kita
mendapati bahwa menikah mendekatkan manusia kepada surga-Nya. Ketika
dikabarkan kepada kita bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah bujangan, kita
banyak mendapati di dalam hadis tentang kemuliaan akhirat dan bahkan keindahan
hidup di dunia yang insya-Allah akan didapatkan melalui pernikahan. Seorang yang
menikah, berarti menyelamatkan setengah dari agamanya. Bahkan, bagi seorang
remaja, menikah berarti menyelamatkan dua pertiga dari agamanya.
Kita menjumpai hadis yang memberikan pertanyaan retoris sebagai sindiran,
“Apa yang menghalangi seorang mukmin untuk mempersunting istri? Mudah-
mudahan Allah mengaruniainya keturunan yang memberi bobot kepada bumi dengan
kalimat laa ilaha illaLlah.” Maka kita juga menjumpai hadis-hadis yang
menjaminkan kepada kita yang ingin menikah demi menjaga kehormatan dan
kesucian farjinya.
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw. bersabda, “Tiga orang yang akan selalu
diberi pertolongan oleh Allah adalah seorang mujahid yang selalu memperjuangkan
agama Allah Swt., seorang penulis yang selalu memberi penawar, dan seorang yang
menikah untuk menjaga kehormatannya.” (HR. Thabrani)
Dalam hadis lain dalam derajat shahih, Rasulullah Saw. bersabda:
“Tiga golongan orang yang pasti mendapat pertolongan Allah, yaitu budak
mukatab yang bermaksud untuk melunasi perjanjiannya, orang yang menikah dengan
Kado Pernikahan 4
maksud memelihara kehormatannya, dan orang yang berjihad di jalan Allah.” (HR
Turmudzi, An-Nasa’i, Al-Hakim dan Daruquthni).
Masih ada hadis senada. Namun demikian, ada baiknya kalau kita alihkan
perhatian sejenak kepada peringatan yang disampaikan oleh Rasulullah, “Bukan
termasuk golonganku orang yang merasa khawatir akan terkungkung hidupnya
karena menikah kemudian ia tidak menikah.” (HR Thabrani).
Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang memiliki keyakinan. Tanpa
keyakinan, ilmu akan kosong maknanya.
Kado Pernikahan 5
Sesudah itu, ucapkan:
Khat Arab
“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-
Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Aku datang
pada kalian untuk mengungkapkan keinginan kami melamar putri kalian --Fulanah
binti Fulan -- atau janda kalian --Fulanah binti Fulan."
Atau kalimat lain yang semakna.
Kami, kata Imam Nawawi selanjutnya, di dalam kitab Sunan Abu Daud, Sunan
Ibnu Majah, dan yang lainnya meriwayatkan melalui Abu Hurairah r. a. yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
“Setiap perkataan --menurut riwayat yang lain setiap perkara-- yang tidak
dimulai dengan bacaan hamdalah, maka hal itu sedikit barakahnya --menurut riwayat
yang lain terputus dari kebarakahannya.” (HR Abu Daud, Ibnu Majah dan Imam
Ahmad, hasan).
Pada sebuah kumpulan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Abu
Hurairah, kata Ustadz Abdul Hamid Kisyik, dari Abu Hurairah r.a., Nabi Saw.
bersabda, “Setiap lamaran yang tidak ada syahadat di dalamnya seperti tangan
yang tidak membawa berkah.”
Setelah pinangan kita sampaikan, biarlah pihak keluarga wanita dan wanita yang
bersangkutan untuk mempertimbangkan. Sebagian memberikan jawaban dengan
segera, sebelum kaki bergeser dari tempat berpijaknya, sebab pernikahan
mendekatkan kepada keselaman akhirat, sedang calon yang datang sudah diketahui
akhlaknya. Sebagian memerlukan waktu yang cukup lama untuk bisa memberi ke-
pastian apakah pinangan ditolak atau diterima, karena pernikahan bukanlah untuk
sehari dua hari saja.
Apapun, serahkan kepada keluarga wanita untuk memutuskan. Mereka yang
lebih tahu keputusan apa yang terbaik bagi anaknya. Cukuplah Anda memegangi
husnuzhan Anda kepada mereka. Bukankah ketika Anda meminang seorang wanita
berarti Anda mempercayai wanita yang Anda harapkan beserta keluarganya?
Keputusan apa pun yang mereka berikan, sepanjang didasarkan atas musyawarah
yang lurus, adalah baik dan insya-Allah memberi akibat yang baik bagi Anda. Tidak
kecewa orang yang istikharah dan tidak merugi orang yang musyawarah. Maka, apa
pun hasil musyawarah sepanjang dilakukan dengan baik, akan membuahkan
kebaikan. Sebuah keputusan tidak bisa disebut buruk atau negatif, jika memang
Kado Pernikahan 6
didasarkan pada musyawarah yang memenuhi syarat, hanya karena tidak memberi
kesempatan kepada Anda untuk menjadi anggota keluarga mereka. Jika niat Anda
memang untuk silaturrahmi, bukankah masih tersedia banyak peluang lain untuk itu?
Anda telah meminangnya dengan hamdalah. Anda telah dimampukan datang
oleh Allah yang Maha Besar. Dia-lah Yang Maha Lebih Besar. Semua yang lain
adalah kecil. Apalagi kita. Kita cuma manusia. Manusia adalah makhluk yang ke
mana pun mereka pergi, selalu membawa wadah kotoran yang busuk baunya.
Kita ini kecil. Anda juga kecil. Saya apalagi.
Lalu, apa alasan kita untuk merasa besar kalau tidak ada yang takabur kepada
kita? Apakah karena Anda merasa hanya mencari ridha Allah, padahal ketika memu-
tuskan pun mereka berniat mencari ridha Allah?
Ada pelajaran yang sangat berharga dari Bilal bin Rabah, muadzin kecintaan
Rasulullah Saw. tentang meminang. Ketika ia bersama Abu Ruwaihah menghadap
Kabilah Khaulan, Bilal mengemukakan:
“Saya ini Bilal, dan ini saudaraku. Kami datang untuk meminang. Dahulu kami
berada dalam kesesatan kemudian Allah memberi petunjuk. Dahulu kami budak-
budak belian, kemudian Allah memerdekakan...,” kata Bilal.
Kemudian ia melanjutkan, “Jika pinangan kami Anda terima, kami panjatkan
ucapan Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah. Dan kalau Anda menolak, maka kami
mengucapkan Allahu Akbar. Allah Maha Besar.”
Menurut pandangan Bilal, jika pinangan diterima, maka hanya Allah yang
berhak dan layak dipuji. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Segala puji bagi Allah Tuhan
seru sekalian alam. Pujian dalam segala bentuknya. Peminangan pun insya-Allah
merupakan sebentuk pujian kepada-Nya dengan menjaga kehormatan atas apa yang
dikaruniakan kepada kita. Adapun kalau pinangan ditolak, kita ingat bahwa yang
besar dan seharusnya besar di mata dan hati kita adalah Allah ‘Azza wa Jalla.
Peminangan adalah salah satu bentuk ikhtiar untuk mengagungkan Allah. Kita
mengagungkan Allah dengan berusaha menghalalkan karunia kecintaan kepada lawan
jenis melalui ikatan pernikahan yang oleh Allah disebut mitsaqan-ghalizha
(perjanjian yang sangat berat).
Maka, kalau pinangan yang Anda sampaikan ditolak, agungkan Allah. Semoga
kita tetap berbaik sangka kepada Allah. Kita tetap berprasangka baik. Sebab, bisa jadi,
penolakan justru merupakan jalan pensucian jiwa dari kezaliman-kezaliman diri kita
sendiri. Boleh jadi penolakan merupakan proses untuk mencapai kematangan,
kemantapan, dan kejernihan niat, mengingat bahwa ada banyak hal yang dapat
menyebabkan terkotorinya niat. Bisa jadi Allah hendak mengangkat derajat Anda,
kecuali jika justru Anda merendahkan diri sendiri. Tapi kita juga perlu memeriksa
hati, jangan-jangan perasaan itu muncul karena ‘ujub (kagum pada diri sendiri).
Penolakan bisa saja merupakan “metode Allah” untuk meluruskan niat dan
orientasi Anda.
Kado Pernikahan 7
Kekecewaan mungkin saja timbul. Barangkali ada yang merasa perih, barangkali
juga ada yang merasa kehilangan rasa percaya diri ketika itu. Dan ini merupakan
reaksi psikis yang wajar, sehingga saya juga tidak ingin mengatakan, “Tidak usah
kecewa. Anggap saja tidak ada apa-apa.”
Kecewa adalah perasaan yang manusiawi. Tetapi ia harus diperlakukan dengan
cara yang tepat agar ia tidak menggelincirkan kita ke jurang kenistaan yang sangat
jelas.
Rasulullah Saw. mengajarkan, “Ada tiga perkara yang tidak seorang pun dapat
terlepas darinya, yaitu prasangka, rasa sial, dan dengki. Dan aku akan memberikan
jalan keluar bagimu dari semua itu, yaitu apabila timbul pada dirimu prasangka,
janganlah dinyatakan; dan bila timbul di hatimu rasa kecewa, jangan cepat
dienyahkan; dan bila timbul di hatimu dengki, janganlah diperturutkan.”
Kekecewaan memang pahit. Orang sering tidak tahan menanggung rasa kecewa.
Mereka berusaha membuang jauh-jauh sumber kekecewaan. Mereka berusaha
memendam dalam-dalam atau segera menutupi rapat-rapat dengan menjauh dari
sumber kekecewaan. Repress, istilah psikologinya. Sekilas tampak tak ada masalah,
tetapi setiap saat berada dalam kondisi rawan. Perasaan itu mudah bangkit lagi
dengan rasa sakit yang lebih perih. Dan yang demikian ini tidak dikehendaki Islam.
Islam menghendaki kekecewaan itu menghilang pelan-pelan secara wajar,
sehingga kita bisa mengambil jarak dari sumber kekecewaan sehingga tidak
kehilangan obyektivitas dan kejernihan hati. Kalau kita bisa mengambil jarak, kita
tidak lingsem, tidak terjerembab dalam subjektivisme yang berlebihan. Kita menjadi
lebih tegar, meskipun untuk menghapus rasa kecewa dengan cara itu dibutuhkan
proses yang lebih lama jika dibandingkan dengan cara me-repress-nya.
Kalau Anda ternyata mengalami rasa kecewa, periksalah niat-niat Anda. Di balik
yang Anda anggap baik, mungkin ada niat-niat yang tidak lurus. Periksalah motif-
motif yang melintas-lintas dalam batin Anda selama peminangan hingga saat-saat
menunggu jawaban. Kemudian biarkan hati Anda berproses secara wajar sampai
menemukan kembali ketenangannya secara mantap.
Perahu telah berlayar. Ketika angin bertiup kencang, matikan mesin. Inilah
tawakkal, begitu seorang guru pernah menasehati “murid”-nya.
Tetapi, kalau jawaban yang diberikan oleh keluarga wanita sesuai dengan
harapan Anda, berbahagialah sejenak. Bersyukurlah. Insya-Allah kesendirian yang
Anda alami dengan menanggung rasa sepi, sebentar lagi akan berganti dengan canda
dan keramahan istri yang setia mendampingi. Wajahnya yang ramah dan teduh, insya-
Allah akan menghapus kepenatan Anda selama berada di luar rumah. Insya-Allah,
sebentar lagi.
Tunggulah beberapa saat. Setelah tiba masanya, halal bagi Anda untuk
melakukan apa saja yang menjadi hak Anda bersamanya. Setelah tiba masanya, halal
bagi Anda untuk merasakan kehangatan cintanya. Kehangatan cinta wanita yang telah
Kado Pernikahan 8
mempercayakan kesetiaannya kepada Anda. Setelah tiba masanya, halal bagi Anda
untuk menemukan pangkuannya ketika Anda risau.
Tetapi, tunggulah beberapa saat. Sebentar lagi. Selama menunggu, ada
kesempatan untuk menata hati. Melalui pernikahan, Allah memberikan banyak
keindahan dan kemuliaan. Ada amanah apa di baliknya?
---
... jika sikap menawarkan diri
dilakukan dengan ketinggian sopan-santun,
tidak akan menimbulkan akibat kecuali yang maslahat.
Seorang laki-laki yang memiliki pengetahuan mendalam
pasti akan meninggikan penghormatan
terhadap mujahadah saudaranya.
Tidak akan merendahkan
wanita yang menjaga kehormatannya seperti ini,
kecuali laki-laki yang rendah dan tidak memiliki kehormatan ....
---
Kado Pernikahan 9
Dalam suatu riwayat dikisahkan, suatu saat Aisyah merasa cemburu, lalu berkata,
“Bukankah ia hanya seorang wanita tua dan Allah telah memberi gantinya untukmu
yang lebih baik daripadanya? Maka beliau pun marah sampai berguncang rambut
depannya. Lalu beliau berkata, ‘Demi Allah! Ia tidak memberikan ganti untukku yang
lebih baik daripadanya. Khadijah telah beriman kepadaku ketika orang-orang
masih kufur, ia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, ia memberikan
hartanya kepadaku ketika manusia yang lain tidak mau memberiku, dan Allah
memberikan kepadaku anak darinya dan tidak memberiku anak dari yang lain.’
Maka aku berkata dalam hati, “Demi Allah, aku tidak akan lagi menyebut
Khadijah dengan sesuatu yang buruk selama-lamanya.”
Pernikahan Khadijah dengan Rasulullah Saw. adalah yang paling indah dan
penuh barakah. Pernikahan yang seagung ini justru berawal dari inisiatif Khadijah. Ia
mengusulkan pernikahan kepada Muhammad Saw., menurut riwayat, dengan mahar
yang berasal dari hartanya.
Ia menolak menikah dengan raja-raja, para bangsawan, dan para hartawan yang
meminangnya, tetapi ia lebih menyukai Muhammad yang miskin dan yatim. Ia
mencari suami yang agung, kuat, berkepribadian tinggi, dan berjiwa bersih. Dan itu
ada pada Muhammad. Ia terkesan dengan Muhammad.
Ketika hatinya terpikat betul, ia meminta Maisarah yang menjadi pembantu
dekatnya untuk memperhatikan gerak-gerik dan tingkah-laku Muhammad dari dekat.
Laporan Maisarah kelak mendorong Khadijah menawarkan dirinya kepada beliau.
Khadijah mengungkapkan kepada Muhammad, “Wahai Muhammad, aku senang
kepadamu karena kekerabatanmu dengan aku, kemuliaanmu dan pengaruhmu di
tengah-tengah kaummu, sifat amanahmu di mata mereka, kebagusan akhlakmu, dan
kejujuran bicaramu.”
Setelah melalui proses peminangan yang agung, Khadijah kemudian menikah
dengan Muhammad. Abu Thalib menyampaikan khotbah nikah mewakili pihak
pengantin laki-laki. Sedang pihak pengantin perempuan diwakili oleh Waraqah bin
Naufal dengan khotbah yang fasih dan memikat. Kelak, Allah mengaruniakan
keturunan, salah satunya wanita agung Fathimah Az-Zahra.
Menikah merupakan sunnah yang diagungkan oleh Allah. Al-Qur’an menyebut
pernikahan sebagai mitsaqan-ghalizha (perjanjian yang sangat berat). Mitsaqan-
ghalizha adalah nama dari perjanjian yang paling kuat dihadapan Allah. Hanya tiga
kali Al-Qur’an menyebut mitsaqan-ghalizha. Hanya untuk tiga perjanjian Allah
memberi nama mitsaqan-ghalizha. Dua perjanjian berkenaan dengan tauhid, yaitu
perjanjian Allah dengan Bani Israel yang untuk itu Allah mengangkat bukit Thursina
ketika mengambil sumpah. Sedang yang lain adalah perjanjian Allah dengan para
Nabi ulul-azmi, Nabi yang paling utama di antara para Nabi. Dan, pernikahan
termasuk perjanjian yang oleh Allah digolongkan sebagai mitsaqan-ghalizha. Allah
menjadi saksi ketika seseorang melakukan akad nikah. Wallahua’lam bishawab.
Kado Pernikahan 10
Setiap jalan menuju mitsaqan-ghalizha dimuliakan oleh Allah. Islam
memberikan penghormatan yang suci kepada niat dan ikhtiar untuk menikah. Nikah
adalah masalah kehormatan agama, bukan sekedar legalisasi penyaluran kebutuhan
biologis dengan lawan jenis. Islam memperbolehkan kaum wanita untuk menawarkan
dirinya kepada laki-laki yang berbudi luhur, yang ia yakini kekuatan agamanya, dan
kejujuran amanahnya menjadi suaminya. Dan Khadijah adalah teladan pertama bagi
wanita yang bermaksud untuk menawarkan diri.
Sikap menawarkan diri menunjukkan ketinggian akhlak dan kesungguhan untuk
mensucikan diri. Sikap ini lebih dekat kepada ridha Allah dan untuk mendapatkan
pahala-Nya. Yakinlah, Allah pasti akan mencatatnya sebagai kemuliaan dan
mujahadah (perjuangan) suci. Tidak peduli tawarannya itu diterima atau ditolak,
terutama kalau ia tidak memiliki seorang wali. Demikian saya mencatat dari buku
Memilih Jodoh dan Tatacara Meminang dalam Islam karya Husein Muhammad
Yusuf (GIP, Jakarta, 1995).
Insya-Allah, jika sikap menawarkan diri dilakukan dengan ketinggian sopan-
santun, tidak akan menimbulkan akibat kecuali yang maslahat. Seorang laki-laki yang
memiliki pengetahuan mendalam pasti akan meninggikan penghormatan terhadap
mujahadah saudaranya. Tidak akan merendahkan wanita yang menjaga
kehormatannya seperti ini, kecuali laki-laki yang rendah dan tidak memiliki
kehormatan kecuali sekedar apa yang disangkanya sebagai kebaikan.
Seorang laki-laki insya-Allah akan sangat hormat, setia, dan menaruh kasih-
sayang mendalam jika ia menerima tawaran wanita shalihah untuk menikahi. Mudah-
mudahan Allah menambahkan kemuliaan dalam keluarganya dan memberikan
keturunan yang meninggikan derajat orangtua di hadapan Allah. Kalau terhalang
untuk menerima tawaran, insya-Allah pada diri laki-laki akan tumbuh rasa hormat,
segan, dan respek terhadapnya.
Sungguh, saya sangat hormat kepada mereka yang berani bermujahadah. Kepada
mereka, saya ingin menyampaikan salam hormat saya. Semoga Allah memberi
pertolongan dan ridha-Nya kepada kita semua sampai kelak Allah mengumpulkan di
akhirat. Mudah-mudahan Allah ‘Azza wa Jalla mengumpulkan mereka bersama
Khadijah di Al-Haudh. Allahumma amin. Ya Allah ini hamba-Mu memohon kepada-
Mu.
Saya ingin membahas masalah ini lebih lanjut, mengingat pentingnya masalah
ini. Sedang sikap seperti ini merupakan sikap terhormat yang dimuliakan. Tetapi
untuk lebih baik dan tuntasnya, insya-Allah akan saya tuliskan dalam buku tersendiri.
Saat ini cukuplah dengan melihat contoh-contoh lain yang tercatat dalam sejarah.
Imam Bukhari menceritakan cerita dari Anas r.a. Ada seorang wanita yang
datang menawarkan diri kepada Rasulullah Saw. dan berkata, “Ya, Rasulullah!
apakah Baginda membutuhkan daku?”
Putri Anas yang hadir dan mendengar perkataan wanita itu mencela sebagai
wanita yang tidak punya harga diri dan rasa malu, “Alangkah sedikit rasa malunya.
Sungguh memalukan, sungguh memalukan.”
Kado Pernikahan 11
Anas berkata kepada putrinya itu, “Dia lebih baik darimu. Dia senang kepada
Rasulullah Saw., lalu menawarkan dirinya untuk beliau!” (HR Bukhari).
Rabi’ah binti Ismail Asy-Syamiyah, istri Ahmad bin Abu Al-Huwari --murid
Abu Sulaiman Ad-Darani, seusai menunaikan shalat Isya’, berhias lengkap dengan
busananya. Setelah itu ia mendekati tempat tidur suaminya. Ia menawarkan kepada
suaminya, “Apakah malam ini engkau membutuhkan kehadiranku atau tidak?”
Jika suaminya berhasrat untuk menggaulinya, ia melayani sampai suaminya
mencapai kepuasan. Kalau malam itu suaminya sedang tidak berminat, maka ia
menukar pakaian yang dikenakan tadi dan berganti dengan pakaian lain yang biasa
digunakan untuk beribadah. Malam itu, ia tenggelam di tempat shalatnya hingga
subuh.
Rabi’ah adalah salah satu istri Ahmad bin Abu Al-Huwari. Suatu hari, ia
memasak makanan yang enak. Masakan itu diberi campuran aroma yang harum.
Setelah masak dan menyantap makanan itu, Rabi’ah berkata kepada suaminya,
“Pergilah ke istrimu yang lain dengan membawa tenaga baru.”
Sebelum menikah dengan Ahmad bin Abu Al-Huwari, Rabi’ah telah menikah
dengan seorang suami yang kaya. Sesudah kematian suaminya, ia memperoleh harta
waris yang sangat besar. Ia kesulitan menasharufkan (membelanjakan) hartanya demi
kepentingan Islam dan diberikan kepada orang yang membutuhkan. Ia melihat
Ahmad bin Abu Al-Huwari sebagai orang yang dapat menjalankan amanah.
Sementara itu, Rabi’ah sendiri seorang perempuan yang adil.
Maka, ia meminang Syekh Ahmad bin Abu Al-Huwari agar berkenan
memperistri dirinya. Ketika mendapatkan pinangan Rabi’ah, Syekh Ahmad berkata,
“Demi Allah, sesungguhnya aku tidak berminat lagi untuk menikah. Sebab aku ingin
berkonsentrasi dalam beribadah.”
Rabi’ah menjawab, “Syekh Ahmad, sesungguhnya konsentrasiku dalam
beribadah lebih tinggi daripada kamu. Aku sendiri sudah memutuskan keinginan
untuk tidak menikah. Tetapi tujuanku menikah kali ini tidak lain agar dapat
menasharufkan harta kekayaan yang kumiliki kepada saudara-saudara yang muslim,
dan untuk kepentingan Islam sendiri. Aku pun mengerti bahwa kamu adalah seorang
yang shalih. Tetapi, justru dengan begitu aku akan memperoleh keridhaan dari Allah
Swt.”
Ahmad bin Abu Al-Huwari tidak segera memberikan jawaban. Ia perlu
mengkonsultasikan dulu dengan Abu Sulaiman Ad-Darani, gurunya. Memperoleh
penjelasan dari Syekh Ahmad, Ad-Darani berkata, “Baiklah, kalau begitu nikahilah
dia. Karena perempuan itu adalah seorang wali”.
Bagi banyak wanita, mengajukan tawaran secara langsung barangkali sulit
dilakukan karena kendala-kendala psikis. Bisa juga untuk lebih menjaga kehormatan.
Jika menghadapi yang demikian, Anda bisa menyampaikan niat Anda melalui orang
lain yang dapat dipercaya (tsiqah), terutama orangtua jika masih ada.
Kado Pernikahan 12
Orangtua juga bisa mengambil inisiatif untuk menawarkan anak gadisnya kepada
laki-laki yang telah dikenal akhlaknya. Umar bin Khaththab r.a., ayah Hafshah,
adalah salah satu contoh.
Imam Bukhari meriwayatkan, Umar bin Khaththab berkata:
Saya datang kepada Utsman bin Affan, menawarkan Hafshah kepadanya. Lalu
Utsman berkata, “Nantilah, saya akan pikirkan dulu!”
Pada waktu itu istri Utsman bin Affan, Sayyidatina Ruqaiyyah binti Rasulullah
Saw. meninggal dunia ketika perang Badar berkobar. Dan Utsman diperintahkan oleh
Nabi untuk mengurus istrinya. Beberapa malam kemudian, Utsman berjumpa dengan
saya dan berkata, “Saya pikir, pada waktu ini saya belum berminat untuk kawin.”
Setelah itu, saya pergi menawarkan putriku kepada Abu Bakar, “Kalau kau mau,
saya akan menikahkan engkau dengan Hafshah!” Abu Bakar diam dan tidak
menjawab tawaran saya. Saya sangat marah dan kurang senang dengan sikapnya yang
berbeda dengan Utsman, meski Ustman juga menolak anakku.
Beberapa malam kemudian, Hafshah dipinang oleh Rasulullah Saw. Beliau
sudah mengobati luka hati saya karena penolakan kedua sahabatku itu. Tiba-tiba Abu
Bakar datang dan menemuiku sambil berkata, “Mungkin kau marah dan kurang
senang kepada saya. Ketika kau menawarkan Hafshah, saya diam dan tidak menjawab
sepatah pun!”
Saya jawab, “Ya, benar.”
Lalu Abu Bakar melanjutkan, “Sebenarnya saya ingin sekali menerima
tawaranmu itu. Tetapi sebelum engkau menawarkan Hafshah kepadaku, aku sudah
mendengar Nabi Saw. menyebut-nyebut untuk meminangnya. Dan aku tidak mau
membuka rahasia beliau kepadamu. Namun, jika beliau tidak jadi menikahinya, tentu
akan saya terima tawaranmu itu dengan senang hati.” (Shahih Bukhari).
Kita tinggalkan dulu kisah pernikahan Ummul Mukminin Hafshah r.a. dengan
manusia utama, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa ‘alaa `alihi wasallam.
Insya-Allah kita bisa melanjutkan lagi dengan kisah-kisah lain yang kemudian
melahirkan keturunan pilihan. Misal, pernikahan orangtua ‘Abdullah bin Mubarok. Ia
sangat terkenal di kalangan para ulama, shalihin, ahli zuhud dan para ilmuwan. Ia
lahir dari pernikahan anak gadis Nuh bin Maryam dengan Mubarok, budaknya yang
jujur.
Kita bisa melanjutkan ke kisah-kisah lainnya. Tetapi saya kira, Anda bisa
menemukan sendiri kisah-kisah demikian di berbagai buku. Sekarang, marilah kita
tutup bab ini dengan memohon kepada Allah mudah-mudah kita tidak dimatikan
oleh-Nya dalam keadaan membujang. Mudah-mudahan Allah memperbaiki akhlak
kita yang masih penuh maksiat ini. Semoga Allah mengaruniakan kepada kita
keturunan yang memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaha illaLlah.
Kado Pernikahan 13
Sesudahnya, bagi para orangtua maupun akhwat yang sedang menghadapi
pinangan (atau, sedang bersiap menghadapi pinangan), mari kita lanjutkan
pembicaraan ke bab dua Mempertimbangkan Pinangan.
Sedang bagi ikhwan yang telah memiliki hasrat, atau sempat jatuh hati, jika telah
memenuhi syaratnya silakan mendatangi orangtuanya secara resmi. Menikah secara
resmi. Menantikan saatnya tiba yang kadang prosesnya tak mudah, tetapi sering juga
sangat sederhana. Di sinilah indahnya mujahadah. Semoga Allah menjadikan
pendamping kita termasuk wanita shalihah yang penuh barakah, dan darinya lahir
keturunan yang hukma-shabiyya rabbi radhiya (memiliki kearifan semenjak kecil dan
diridhai Allah).
Allahumma amin. Ya Allah, kabulkanlah do’a kami.
Kado Pernikahan 14
Bab 2
M empertimbangkan
Pinangan
Kado Pernikahan 15
bersifat ideologis atau menyentuh kedalaman aqidah. Ia akan lebih mempercayai daya
tarik badaniah. Bahkan, pada taraf ini pun ia sering mengalami keraguan, sehingga
memilih kosmetik untuk membuatnya lebih menarik. Ini di satu sisi. Di sisi lainnya,
ketika ia mulai menginjak usia yang layak baginya untuk menjadi istri dan ibu,
terkadang ia “harus” disibukkan oleh laki-laki yang juga sudah mulai menginjak
masanya. Sebagian laki-laki hanya merasakan dorongan, tetapi belum memiliki
keberanian untuk sungguh-sungguh menemaninya sebagai suami yang setia dan
bertanggung jawab. Sebagian telah memiliki niat dan keinginan untuk bersungguh-
sungguh menjalin ikatan pernikahan dengan seorang akhwat yang siap dan qanitat,
tetapi masih ada kendala-kendala psikis. Masih ada keraguan, sehingga ia lebih
memilih untuk melemparkan godaan-godaan halus atau godaan-godaan yang agak
lebih terang-terangan dengan harapan bisa bersambut dengan pertanyaan serius dari
akhwat (siapa tahu?).
Sebagian ikhwan mengalami kejutan beitu mendengar kajian tentang pentingnya
menyegerakan nikah, sehingga ia menghadapi akhwat dengan semangat meluap-luap,
apakah ia siap dikhitbah. Sayang, dorongan yang meluap-luap itu kadang tidak
disertai dengan kesiapan dalam hal-hal lain, terutama dalam hal ilmu berkenaan
dengan tugas kerumahtanggaan maupun dalam memenuhi kebutuhan istri. Di antara
tiga kebutuhan yang harus dipenuhi, ada kalanya baru satu yang ia miliki, yaitu
kesiapan memenuhi kebutuhan biologis. Sedang kebutuhan psikis dan kebutuhan
ma’isyah (nafkah), lazimnya kurang diperhatikan. Seorang ikhwan bahkan sempat
mengemukakan pendapatnya, bahwa orangtua mestinya membiasakan diri
menumbuhkan budaya yang memungkinkan anak laki-lakinya segera menikah dengan
jalan memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang akan terbentuk itu. Padahal
kewajiban memenuhi kebutuhan ekonomi ada pada suami, bukan pada orangtua
suami.
Sebagian ikhwan telah menyiapkan bekal secara sungguh-sungguh sehingga
betul-betul bisa menjadi pendamping istri yang insya-Allah diridhai Allah. Pada diri
mereka barangkali masih banyak kekurangan, meskipun demikian mereka dengan
serius berikhtiar untuk memperbaiki diri dalam hal kesiapannya memenuhi tiga
kebutuhan istrinya maupun dalam hal kesiapan memikul tanggungjawab sebagai
ayah, anak, dan menantu. Kemampuannya mencukupi ma’isyah barangkali belum
memadai, walaupun begitu mereka memiliki kesungguhan untuk memenuhinya
sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Yang demikian ini, insya-Allah lebih siap
untuk mengemban tanggungjawab besar di balik mitsaqan-ghalizha. Mudah-mudahan
Allah ‘Azza wa Jalla memberikan pertolongan kepada mereka. Allahumma amin.
Situasi psikis yang berbeda-beda, juga jenjang kedewasaan yang tak sama,
melahirkan sikap yang beragam dalam menghadapi dorongan untuk mencari teman
hidup. Ada yang berkeinginan sekedar untuk melegitimasi keinginan bersebadan
dengan lawan jenis, tanpa harus jatuh ke dalam dosa. Tetapi, mereka menghendaki
untuk tidak tinggal satu rumah. Sebagian berkeinginan kuat untuk terikat secara resmi
melalui pernikahan yang sah di hadapan agama, negara, dan dalam pandangan
masyarakat, walaupun kondisi yang mereka hadapi tidak jauh berbeda dengan yang
Kado Pernikahan 16
pertama. Mereka memilih ini karena di dalamnya ada kemaslahatan yang lebih besar
dan kedudukan wanita lebih mulia, karena agama menghendaki suami yang
memuliakan istrinya dengan seutama-utama kemuliaan yang mampu ia berikan.
Keutamaan ini terutama berkait dengan sikap dan perlakuan. Di sini, ada mujahadah.
Ada perjuangan besar yang insya-Allah mulia di hadapan Allah dan mempesona di
hati istri. Kelak, insya-Allah kita akan merasakan keindahannya, di dunia maupun di
akhirat.
Ada banyak mujahadah (perjuangan) pada masa-masa ini. Perjuangan untuk
menyiapkan sekaligus menambah bekal dalam mendampingi suami dan menyusui
anak dengan tenang di tengah malam. Perjuangan untuk menegakkan prasangka yang
baik (husnuzhan) kepada Allah. Pasti Ia menolong, sebagaimana Ia mempertemukan
Zulaikha sebagai istri Yusuf a.s. setelah bertahun-tahun Zulaikha berdoa karena tidak
kuat menahan sakitnya merindukan Yusuf yang dicintainya. Perjuangan untuk tetap
menjadi muslimah yang memiliki komitmen terhadap agamanya. Dan juga,
perjuangan untuk tetap mempertahankan busana muslimah beserta identitas
keislamannya ketika dilanda keraguan, sedang pada saat yang sama mereka yang
menanggalkan hijab juga mengalami masalah yang sama.
Apakah engkau mengira mereka yang berlepas diri, yang bergandengan tangan
dengan pemuda yang ia inginkan, tidak mengalami ketidakpastian? Tidak. Sama
sekali tidak. Insya-Allah engkau lebih tenang. Ketika saya sedang mengerjakan buku
ini, saya menerima berbagai surat. Salah satunya “mengeluhkan” masalah ini.
Seorang cewek mempunyai teman laki-laki. Selama ini keinginannya tak “terlalu
jauh”. Akan tetapi suatu ketika, teman laki-laki itu menginginkan hubungan suami-
istri. Cewek itu menangis terus. Ia bingung (ada saran?).
Zaman memang telah berubah. Gadis-gadis sekarang semakin lambat dewasa.
Padahal mereka mengalami menstruasi (haid) pada usia yang lebih dini dibandingkan
dengan wanita-wanita sebelum mereka. Para lelaki juga tidak banyak dipersiapkan
oleh keluarganya ataupun mempersiapkan dirinya sendiri untuk menjadi dewasa
secara penuh ketika mereka telah melewati usia 20 tahun. Padahal, mereka
mengalami mimpi indah (ihtilam) pada masa yang lebih awal dibandingkan dengan
generasi orangtua mereka. Sementara ihtilam seharusnya --begitu kalau kita
menengok fiqih-- menjadi pertanda datangnya masa ‘aqil-baligh (akalnya sampai,
kedewasaan intelektual). Segera sesudah mengalami ihtilam (mimpi indah), mereka
seharusnya sudah siap untuk memikul taklif (pembebanan tanggung-jawab). Salah
satunya, membiayai hidupnya sendiri dan anak orang lain (jika sudah menikah) bagi
laki-laki, selambat-lambatnya pada usia 18 tahun.
Berbagai informasi yang diberikan melalui media massa, penataran, serta iklim
yang tumbuh dalam keluarga, juga banyak yang tidak mendorong mereka untuk siap
mencapai kedewasaan dalam arti yang utuh ketika mereka telah mencapai kemasakan
seksual (sexual maturation). Akibatnya, kedewasaan sekaligus tanggungjawab
mereka terlambat beberapa tahun dibanding kemasakan seksualnya. Apalagi banyak
di antara mereka yang tidak mempunyai bekal ilmu, orientasi, dan misi yang kuat
sebelum mereka mengalami kemasakan seksual. Keadaan ini, acapkali, menimbulkan
Kado Pernikahan 17
reaksi-reaksi impulsif terhadap lawan jenis. Ini menimbulkan beban psikis, meskipun
banyak di antara mereka yang tidak menyadari apa yang terjadi pada dirinya.
Media massa juga kerap menyampaikan informasi yang timpang, searah, tidak
adil, dan kadang bahkan menyesatkan. Media massa menjadikan informasinya
sebagai alat eksploitasi bagi satu kepentingan tertentu (maaf, saya menggunakan kata
“tertentu”) terhadap pembacanya yang berada pada masa rawan ini. Alasan psikologis
dan medis sering digunakan, meskipun tidak sungguh-sungguh memiliki pijakan
ilmiah, sehingga para gadis dan pemuda berada dalam situasi ketakutan ketika akan
melangkah ke pernikahan yang tergolong dini tanpa tahu bagaimana mesti
menyikapinya. Variabel pengaruh seolah-olah hanya terletak pada faktor usia,
padahal usia tidak bisa mengindikasikan tingkat kedewasaan dan tanggungjawab
seseorang. Banyak yang sudah hampir jadi sarjana, usia sudah menginjak 25 tahun,
tetapi pola pikirnya masih sama dengan pola pikir anak SMA.
Saya sering tidak paham (mungkin karena saya tidak tergolong orang jenius)
dengan apa yang berlangsung di sekeliling. Menikah usia muda dikecam dalam
berbagai kesempatan (bahkan melalui jalur ilmiah), akan tetapi kondom dijual bebas
dengan harga murah. Sementara itu, ekspos sumber-sumber rangsang seksual pun
dibiarkan meningkat, terutama melalui TV dan tabloid-tabloid. Kampanye anti
pelecehan digelar habis-habisan, namun demikian pada saat yang sama wanita dipakai
sebagai alat untuk menarik perhatian di berbagai kesempatan resmi. Ironisnya,
kadang-kadang malah dilakukan oleh mereka yang menyerukan sikap anti-pelecehan
terhadap wanita.
Melalui engineering of consent (rekayasa persetujuan) diciptakan image (citra) --
sekaligus rasa takut-- bahwa menikah muda hanya dilakukan oleh mereka yang tidak
memiliki intelektualitas tinggi. Menikah muda adalah tindakan orang yang
berpendidikan rendah. Sehingga mereka tidak memiliki kesiapan yang memadai
(coba, apa ukurannya sehingga disebut memadai) untuk menjadi istri dan ibu.
Sementara itu, pada saat yang sama, sekolah dan perguruan tinggi tidak pernah
menyiapkan mereka untuk mengerti dan mencintai tanggungjawab sebagai istri dan
ibu. Ironisnya, berlawanan dengan pernyataan sebelumnya, berkembang citra “untuk
apa berpendidikan tinggi-tinggi sampai jenjang perguruan tinggi kalau hanya untuk
mendidik anak?” Alhasil, mereka menjumpai suami, anak, dan rumahtangganya
sebagai “hanya”. “Hanya” bangunan yang disebut rumah. “Hanya”....
Jadi, ada yang perlu kita cermati dengan kecerdasan tinggi. Ada yang perlu kita
pikirkan di sini.
Sekarang pinangan telah datang. Jawaban atas pinangan itu sedang dinantikan.
Maka pertimbangkanlah matang-matang, dengan melihat berbagai kondisi yang ada
di sekeliling, serta kondisi yang ada di dalam keluarga dan diri sendiri. Ayah perlu
memikirkan kemaslahatan anak gadisnya, sebelum mengambil keputusan. Engkau
pun perlu mempertimbangkan pinangan itu.
Kado Pernikahan 18
Catatan bagi Ayah
Rasulullah pernah bersabda, “Pukullah anak-anak karena meninggalkan sholat
pada usia tujuh tahun, pisahkan tempat tidurnya pada usia sembilan tahun, dan
kawinkanlah pada usia 17 tahun jika memungkinkan. Apabila perkawinan dilakukan,
maka suruhlah si anak duduk di hadapan bapaknya, kemudian katakanlah, ‘Mudah-
mudahan Allah tidak menjadikan kamu dalam fitnah di dunia, tidak pula di akhirat’.”
Anak gadis sudah memungkinkan untuk dinikahkan kalau ia dipersiapkan untuk
memasuki masa dewasa sejak awal. Seorang gadis bahkan dapat memiliki kesiapan
dan kedewasaan lebih dini dibanding anak laki-laki. Wanita memang cenderung lebih
cepat matang dibanding laki-laki.
Dari Anas r.a., Rasulullah al-ma’shum bersabda, “Barangsiapa mempunyai anak
perempuan yang telah mencapai usia dua belas tahun, lalu ia tidak segera
mengawinkannya, kemudian anak perempuan tersebut melakukan suatu perbuatan
dosa, maka dosanya ditanggung oleh dia (ayahnya).” (HR. Baihaqi).
Pebuatan dosa. Perbuatan dosa apakah yang menyebabkan ayah ikut
menanggung dosanya? Wallahua’lam bishawab. Jika kita perhatikan, insya-Allah kita
akan mendapat pengetahuan bahwa perbuatan dosa yang seorang ayah ikut
menanggung dosanya bila tidak segera mengawinkan anak perempuannya adalah
dosa-dosa yang berkait dengan dorongan gharizah (naluri) untuk berdekat-dekat
dengan lawan jenis. Pada usia-usia yang rawan ini, gejolak mudah membakar dada.
Akan tetapi, apakah ia sudah memungkinkan untuk dikawinkan?
Saya tidak bisa menjawab. Anda yang lebih tahu siapa anak Anda. Anda yang
lebih tahu bagaimana Anda mempersiapkan anak Anda memasuki masa ‘aqil-baligh.
Apakah persiapan yang Anda berikan melalui pendidikan semenjak kecil telah
mengantarkannya menjadi wanita yang betul-betul mencapai ‘aqil-baligh, taklif
(dewasa dan bertanggungjawab) dan sekaligus telah memiliki keterampilan untuk
menasharufkan harta (manajemen anggaran) di rumah?
Sekarang ia sudah memasuki masa taklif. Jika ia belum terampil, insya-Allah
kelak akan memiliki keterampilan yang diperlukan. Sedang saat ini, yang diharapkan
adalah kepekaan ayah untuk cepat tanggap terhadap apa yang dirasakan oleh anak
gadisnya.
Ketika seorang laki-laki datang meminang, ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan oleh seorang ayah.
Memperhatikan Agama
Pernah, ada orang bertanya kepada Al-Hasan r.a. mengenai calon suami putrinya.
Kemudian Al-Hasan r.a. menjawab, “Kamu harus memilih calon suami (putrimu)
yang taat beragama. Sebab, jika dia mencintai putrimu, dia akan memuliakannya.
Dan jika dia kurang menyukai (memarahinya), dia tidak akan menghinakannya.”
Dalam sebuah hadis yang sangat terkenal, Rasulullah bersabda:
Kado Pernikahan 19
“Jika datang kepada kalian (hai calon mertua) orang yang kalian sukai
(ketaatan) agamanya dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia (dengan putrimu). Sebab,
jika kamu sekalian tidak melakukannya, akan lahir fitnah (bencana) dan akan
berkembang kehancuran yang besar di muka bumi.”
Kemudian ada yang bertanya,
“Wahai Rasulullah, bagaimana jika orang (pemuda) itu mempunyai (cacat atau
kekurangan-kekurangan)?”
Maka, Rasulullah Saw. menjawab, (mengulangnya tiga kali)
“Jika datang kepada kalian orang yang bagus agama dan akhlaknya, maka
nikahkanlah dia (dengan putrimu)!” (HR Imam Tirmidzi dari Abu Hatim Al-
Mazni).
Pada hadis ini --sampai-sampai Rasulullah Saw. mengulang jawaban tiga kali--
seorang ayah diperingatkan agar memperhatikan orang yang beragama dan berakhlak
bagus. Akhlak yang bagus adalah sebagian tanda-tanda bagusnya agama seseorang.
Tanda ini lebih kuat daripada tanda lainnya, misal pengetahuan agama dan
lingkungan. Dua hal yang disebut terakhir ini menjadi pertimbangan pendukung
mengenai agama dan akhlak orang yang berniat menjadi suami putri Anda.
Seorang ayah bisa mencari pengetahuan mengenai laki-laki yang meminang anak
gadisnya dengan seksama sebelum mengambil keputusan. Antara lain, ia dapat
menanyai orang yang dekat dengan calon menantunya. Ia juga bisa menanyakan
kepada orang-orang yang dapat dipercaya (tsiqah).
Sebelum membicarakan masalah lain, marilah kita renungkan peringatan
Rasulullah Saw. Beliau bersabda, “Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena
silau akan kekayaan laki-laki itu meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak
pernah pernikahan itu akan dibarakahi-Nya.”
Kado Pernikahan 20
ayahnya itu. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pilihan
terhadapnya. Demikian hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu
Daud, Ibnu Majah dan Adz-Dzaruquthni.
Dan dari ‘Aisyah, bahwa ada seorang remaja putri dikawinkan dengan seorang
laki-laki kemudian dia berkata, “Sesungguhnya ayah telah mengawinkanku dengan
anak saudaranya agar kehinaannya dapat terangkat karena aku. Sedangkan aku tidak
menyukainya.”
Kemudian ‘Aisyah berkata, “Duduklah”, sehingga Ra-sulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam datang. Lalu aku mengabarkannya. Kemudian Rasulullah mengutus
seseorang kepada ayahnya untuk mengundangnya ke rumah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Kemudian Rasulullah menyerahkan perkara itu terhadap sang gadis
tersebut. Lalu gadis itu berkata, “Ya Rasulullah, sebenarnya aku telah rela terhadap
apa yang telah diperbuat ayahku terhadapku, akan tetapi aku berkeinginan untuk
memberitahukan kepada wanita-wanita tentang sesuatu dalam masalah ini.” (HR
An-Nasa’i).
Maka, sebelum memberi jawaban kepada peminang, tanyakanlah kepada anak
gadis Anda. Rasulullah Saw. bersabda, “Tidaklah seorang janda dikawinkan,
sehingga dia dimintai persetujuannya dan tidak pula seorang gadis hingga dia
dimintai persetujuannya.”
Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimanakah persetujuannya?”
Rasulullah menjawab, “Persetujuannya adalah pada saat dia diam.” (HR
Bukhari dan Muslim).
Al-Bukhari dan Muslim juga pernah meriwayatkan dari ‘Aisyah, dia berkata,
“Ya Rasulullah, apakah wanita-wanita harus dimintai persetujuannya jika mereka
akan dikawinkan?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya”.
Aku bertanya lagi, “Sesungguhnya seorang gadis jika dimintai persetujuannya,
kemudian dia diam, karena malu?” Rasulullah bersabda:
“Diamnya itu adalah persetujuannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Syaikh Yusuf Qardhawi mengingatkan, seorang gadis kadang-kadang merasa
malu untuk menjelaskan tentang persetujuannya itu dan dia juga malu untuk
menampakkan bahwa dia sudah berkeinginan untuk melangsungkan perkawinan.
Sedangkan diamnya itu menunjukkan kebersihannya dari segala penyakit yang dapat
mencegahnya dari hubungan seksual, atau adanya sebab lain yang tidak baik untuk
melangsungkan pernikahan dengan laki-laki itu, di mana sebab-sebab itu tidak ada
seorang pun yang mengetahuinya, kecuali dia sendiri. Wallahu A’lam. Demikian
kutipan saya dari Ruang Lingkup Aktifitas Wanita Muslimah (Al-Kautsar, 1996).
Selain meminta izinnya, berikanlah kesempatan kepadanya untuk mengetahui
siapa calon suaminya, terutama jika calon suami itu pilihan Anda sedang anak gadis
Anda belum mengenalnya. Biarkanlah anak gadis Anda untuk menilai sendiri calon
Kado Pernikahan 21
suaminya, apakah ia menyukai atau tidak. Anda bisa memberikan informasi, memberi
keterangan seperlunya tentang si calon. Tetapi sebaiknya tidak banyak mempersuasi
(membujuk) dengan menampakkan yang baik-baik saja. Sebab persuasi dapat
menimbulkan harapan-harapan yang akan ia peroleh ketika akad nikah telah dilak-
sanakan. Sehingga bisa jadi ia mengalami kekecewaan justru karena terlalu tingginya
harapan yang muncul lantaran persuasi Anda. Padahal, pada mulanya ia tak banyak
mengharapkan hal-hal yang tidak mendasar.
Sebagian gadis menikah dengan orang yang belum pernah dikenalnya sama
sekali dan baru melihat laki-laki yang menikahinya ketika akad nikah telah selesai,
yaitu saat pertama kali memasuki kamar pengantin. Mereka ridha dengan suaminya.
Tetapi ini tidak berlaku umum. Sehingga Anda tidak bisa mengambilnya sebagai
hukum yang Anda terapkan begitu saja kepada anak gadis Anda. Anda perlu bersikap
tengah-tengah dan memahami kebutuhan anak gadis Anda, kecuali jika dia telah ridha
dengan pilihan Anda tanpa mensyaratkan apa pun mengenai laki-laki yang akan
menjadi suaminya.
Seorang gadis yang tidak diberi kesempatan untuk mengetahui dan
mempertimbangkan calon suaminya, berhak untuk memutuskan hubungan
perkawinan apabila ia tidak rela terhadap suami pilihan ayahnya. Kesempatan
mengetahui ini meliputi hal-hal yang berkenaan dengan segi lahiriah maupun segi-
segi yang lebih bersifat psikis dan agama dari si calon suami.
“Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.” (QS Al-Baqarah: 229).
Kasus gagalnya perkawinan karena istri belum mengetahui calon suaminya
pernah terjadi di masa Rasulullah. Ketika menikah, Hadiqah tidak pernah bertemu
dengan Tsabit bin Qais kecuali pada malam pengantin mereka. Sang istri sangat
terkejut dengan suami yang dijumpainya pada malam pengantin itu dan secara
spontan timbul keinginan untuk berpisah.
Hadiqah berkata kepada Rasulullah, “Tampaklah apa yang tidak saya ketahui
pada malam pengantin kami. Saya pernah melihat beberapa orang laki-laki, namun
suami saya adalah laki-laki yang paling hitam kulitnya, pendek tubuhnya, dan paling
jelek wajahnya. Tidak ada satu kebagusan pun yang saya temui pada dirinya. Saya
tidak mengingkari kebagusan akhlaknya dan agamanya, ya... Rasulullah, tetapi saya
takut menjadi kafir jika tak bercerai darinya. Saya takut jika terus-menerus maksiat
padanya karena ketidaktaatan saya pada suami, dan saya tahu itu menyalahi perintah
Allah Swt.”
Rasulullah Saw. memanggil Tsabit dan berkata kepadanya, “Temui istrimu,
Hadiqah dan ceraikan ia sebagaimana layaknya, biarkan mahar itu menjadi haknya.”
Kisah Hadiqah dan Tsabit bin Qais ini juga disampaikan oleh Imam Bukhari
dalam shahihnya. Sesungguhnya, kata Ibnu Abbas, istri Tsabit bin Qais telah
menghadap kepada Nabi Saw. Ia berkata, “Ya Rasulullah, saya tidak mencela
Kado Pernikahan 22
akhlak dan agamanya, tetapi saya tidak mau kufur dalam Islam." Maka Rasulullah
Saw. bersabda, “Maukah Anda mengembalikan kebun-kebunnya?”
Ia menjawab, “Ya.”
Maka Rasulullah Saw. bersabda (kepada Tsabit), “Terimalah kebun itu, dan
talaklah istrimu itu satu kali.”
Ada hadis lain yang meriwayatkan kisah Tsabit bin Qais ini. “Amr bin Syu’aib
dari ayahnya, dari kakeknya r.a. dalam riwayat Ibnu Majah; Sesungguhnya Tsabit bin
Qais itu adalah orang yang buruk rupa dan bentuknya, dan istrinya berkata, “Kalau
saya tidak takut pada Allah, tentu saya ludahi muka suami saya itu apabila
mendatangi saya”. Dan dalam riwayat Ahmad dari hadis Sahal bin Abi Hasmah,
“Dan kejadian itu adalah permulaan khulu’ dalam Islam."
Khulu’ merupakan hak istri untuk meminta cerai karena sebab tertentu yang
kuat.
Jadi, sebelum menikahkan anak gadis Anda dengan laki-laki yang meminangnya,
tanyakan dulu apakah ia setuju atau tidak. Berikan kesempatan padanya untuk
mengetahui calon suaminya agar lebih dapat mengekalkan hubungan kalau ia ternyata
rela dan menyukai. Ada pun kalau ia tidak menyukai, ini lebih baik daripada terlanjur
menikah. Kalau sudah terlanjur, silaturrahmi bisa rusak.
Kado Pernikahan 23
---
Pernikahan itu sangat sensitif.
Apa saja yang ada dalam proses menuju pernikahan maupun fase-fase awal
pernikahan,
mudah membangkitkan perasaan yang kuat,
negatif maupun positif.
---
Dengan adanya permasalahan yang seperti ini, maka berkonsultasi dengan sang
ibu adalah sunnah hukumnya dalam masalah akad pernikahan anaknya. Wallahu
A’lam.”
Beliau juga pernah berkata, “Dan terkadang juga hal itu menjadi penting oleh
karena adanya alasan-alasan tertentu, selain apa yang telah kita sebutkan di atas.
Dan hal itu karena mungkin seorang wanita lebih mengetahui tentang masalah-
masalah khusus yang terdapat pada diri anak-anak perempuan, atau juga dapat
mengetahui tentang kejadian-kejadian yang rahasia, di mana (kalau) anak
perempuannya itu melangsungkan pernikahan dengan orang tersebut, maka hal itu
tidak akan berlangsung lama atau tidak akan memberikan kebaikan. Sedang alasan-
alasan itu berada pada ibunya tersebut. Dan adanya penyakit dapat menggagalkan
terlaksananya hak-hak pernikahan. Pendapat ini adalah sesuai dengan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Jangan kamu kawinkan seorang gadis, kecuali dengan seizinnya. Sedangkan
persetujuannya adalah diamnya.”
Ketika bertemu Musa a.s., Syafura sangat terkesan oleh sikap dan perilakunya. Ia
tidak menunjukkan perasaannya kepada Musa a.s. karena rasa malu yang besar.
Tetapi ia menceritakan kepada ayahnya, Nabiyullah Syu’aib a.s. Kelak, Nabi Syu’aib
menikahkan putrinya dengan Musa a.s. yang di kemudian hari juga menjadi Nabi.
Putri Anda barangkali juga mempunyai perasaan-perasaan serupa. Ada seseorang
yang memiliki tempat khusus di hatinya. Ada laki-laki yang begitu berarti baginya,
meskipun ia tidak menunjukkan gelagat di hadapan Anda maupun di hadapan laki-
laki yang telah memunculkan kesan membekas dalam jiwanya. Ada halangan
kejiwaan yang membuatnya tidak berani menceritakan kepada Anda. Meski masih
ada rasa malu, kadang-kadang ia berani terbuka pada ibunya atau neneknya tentang
rahasia-rahasia yang ia simpan rapat-rapat. Ia berani mengungkapkan bahwa hatinya
telah terpaut dengan seorang laki-laki, yang barangkali berbeda dengan laki-laki yang
sempat dipikirkan ayahnya untuk dijodohkan dengannya.
Dan jika laki-laki yang disukainya itu datang untuk mengawini anak perempuan
itu, kata Syaikh Yusuf Qardhawi, maka orang itulah yang akan didahulukan dan
diterima pinangannya. Sebagaimana yang diisyaratkan di dalam sebuah hadis shahih:
Kado Pernikahan 24
Khat Arab
Belum pernah terlihat bagi dua orang yang bercinta seperti pernikahan.
Kuatnya ikatan perasaan antara dua hati, dapat kita baca pada kisah pernikahan
Abdurrahman bin Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. dengan Atikah binti Amr bin Nufail.
Abu Bakar pernah mengkhawatirkan anaknya sehingga khawatir kalau perasaan
anaknya yang begitu kuat terhadap istrinya, Atikah, akan mengalahkan pikiran dan
agamanya. Ia kemudian menyuruh Abdurrahman untuk menceraikan Atikah, tetapi
Abdurrahman tidak sanggup melakukan. Abu Bakar terus mendesak, sampai akhirnya
Abdurrahman tidak mampu menghadapi perintah ayahnya. Tetapi perceraian tidak
pernah bisa melemahkan ikatan perasaan dua orang yang diliputi kerinduan.
Perpisahan tidak mematikan perasaan Zulaikha kepada Yusuf dan tetap menantikan
perjumpaan dengan Yusuf, meskipun kecantikannya telah banyak dimakan usia.
Perceraian Abdurrahman juga demikian. Ia tidak bisa melupakan kelembutan dan
ketinggian akhlak Atikah. Ia mengadukan cekaman perasaannya kepada Allah dengan
bersyair:
“Demi Allah tidaklah aku melupakanmu
Walau matahari kan terbit meninggi
“Dan tidaklah terurai air mata merpati itu
kecuali berbagi hati
“Tidak pernah kudapatkan orang sepertiku
mentalak orang seperti dia,
Dan tidaklah orang seperti dia
Ditalak karena dosanya
"Dia berakhlak mulia, beragama
dan bernabikan Muhammad,
Berbudi pekerti tinggi
bersifat pemalu dan halus tutur katanya
Kado Pernikahan 25
Abdurrahman. Tetapi kecintaannya terhadap Abdurrahman, tidak menghalanginya
untuk melepas Abdurrahman pergi berjihad. Inilah ketinggian Atikah. Wallahu A'lam
bishawab.
Ikatan perasaan demikian kuat. Anak gadis Anda barangkali telah terpaut hatinya
kepada seseorang yang ia rela terhadapnya. Ia berharap dapat menemani hidupnya
sebagai istri shalihah, sekalipun ia belum pernah bertegur sapa. Ia mempunyai
perasaan itu, mempunyai cita-cita tentang rumah tangga yang akan dibangunnya.
Sekali saat, barangkali ia menceritakan isi hatinya kepada neneknya, kepada ibunya
saat ia menemukan kesempatan untuk berbicara dari hati ke hati, kepada saudara
perempuan yang lebih tua, atau kepada bibinya. Seringkali, seorang gadis
mempercayakan rahasia hatinya kepada mereka. Karena itu, bertanyalah kepada
mereka agar keputusan Anda lebih dekat kepada maslahat dan jauh dari madharat dan
mafsadah (kerusakan).
Musyawarah
Banyak hadis yang menunjukkan keutamaan musyawarah. Al-Qur'an juga
memberi perhatian kepada pentingnya musyawarah. Allah Swt berfirman, "Dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah." (QS Ali Imran: 159).
Ada musyawarah. Kemudian, ada tawakal yang mengikuti. Yang disebut terakhir
ini seringkali tertinggal, tidak mengikuti hasil musyawarah.
Tak mudah memang. Karena itu, silakan Anda mencari sendiri pembahasan
mengenai tawakal ini.
Ada syarat-syarat musyawarah. Musyawarah dengan orang yang memenuhi
syarat, dapat memberi manfaat dan lebih dekat dengan maslahat dan keselamatan
akhirat, bahkan keselamatan dunia. Tetapi musyawarah dengan orang yang tidak
memenuhi syarat, justru lebih dekat kepada madharat dan mafsadat. Imam Abu
'Abdillah mengingatkan, musyawarah dengan orang yang tidak memenuhi syarat
lebih besar bahayanya dibanding manfaatnya.
Pembahasan lebih lanjut tentang musyawarah, silakan Anda cari di buku lain.
Saya kira, cukuplah pembahasan saya tentang musyawarah. Semoga bermanfaat.
Kado Pernikahan 26
"Masalahnya, bagaimana kriteria suami yang seperti itu?”
Saya kadang-kadang menerima pertanyaan tentang bagaimana memilih suami
yang baik, suami yang dapat membimbing istri dalam menjalani kehidupan bersama
sebagai satu keluarga yang saling mencintai. Pada suatu seminar, pertanyaan
mengenai ini berkembang ke arah yang lebih mendasar lagi. Pertanyaan itu dikaitkan
dengan janji Allah bahwa wanita yang baik adalah bagi laki-laki yang baik dan begitu
pula sebaliknya.
Allah Swt berfirman:
Khat Arab
Kado Pernikahan 27
Kalau begitu, bagaimana menentukan ukuran bahwa calon suami yang datang
meminang termasuk laki-laki yang beragama? Wallahu A'lam bishawab. Agama
meliputi tauhid yang merupakan intinya dan syari'at sebagai aturan-aturan baku yang
lebih bersifat zhahir. Tauhid hidup dalam iman. Iman adalah perkara qalbiyyah
(rahasia hati). Orang tidak dapat melihat derajat iman seseorang. Orang tidak bisa
menilai aqidah-qalbiyyah (urusan keyakinan dalam hati) orang lain.
Tetapi, keyakinan hati mempengaruhi sikap dan perilaku. Keagamaan seeorang
insya-Allah dapat dilihat melalui amal perbuatannya. Ada berbagai petunjuk As-
Sunnah yang dapat dipakai untuk "menerka" agama dari laki-laki yang datang
meminang Anda.
Rasulullah Saw. bersabda, "Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah
yang paling baik akhlaknya." (HR Ahmad dan Abu Daud).
Dalam hadis lain yang bersumber dari 'Aisyah r.a., dari Nabi dikatakan,
"Sesungguhnya kelembutan tidak menghinggapi sesuatu kecuali
memperindahnya dan tiada dicabut dari sesuatu melainkan memperburuknya."
(HR. Muslim).
Rasulullah Saw. juga bersabda:
"Sesungguhnya seorang hamba yang berakhlak baik akan mencapai derajat dan
kedudukan yang tinggi di akhirat, walau ibadahnya sedikit." (HR Thabrani dengan
sanad baik).
Masih banyak hadis yang menunjukkan tanda-tanda keimanan melalui sikap,
perilaku dan ketinggian moral. Tanda-tanda ini yang dapat engkau perhatikan ketika
seorang pemuda meminangmu. Ada tanda lain yang dapat engkau perhatikan,
terutama berkait dengan tanggungjawabnya kelak sebagai kepala rumah keluarga.
Misal, bagaimana sikapnya terhadap upaya mencari nafkah pada saat ini, sedang ia
masih menuntut ilmu di perguruan tinggi.
Pembahasan lebih lanjut insya-Allah kita lakukan pada sub judul Kemandirian
Ekonomi.
Seorang ulama mengatakan bahwa, tidak mungkin mengetahui keberagamaan
seseorang melalui shalat dan puasa serta sebagian ritual agama. Keimanan dalam
beragama, dapat diketahui melalui aspek-aspek akhlak, penjagaan hak-hak orang lain,
dan sikap menghindarkan orang lain dari kezaliman-kezaliman dirinya. Adakalanya
ketika seseorang berpuasa, sangat takut kemasukan air setetes sehingga tidak berani
berkumur. Tetapi ia tidak takut melanggar hak-hak orang lain. Begitu KH.
Abdurrahman Wahid pernah mencontohkan.
Peringatan Imam Abu 'Abdillah dapat Anda pertimbangkan ketika menilai
agama calon suami Anda. Beliau pernah berkata, "Janganlah kalian tertipu dengan
shalat mereka dan puasa mereka. Sesungguhnya mungkin ada seseorang yang
mengerjakan shalat dan puasa sampai-sampai seandainya ia meninggalkannya, ia
merasa takut. Tetapi, amatilah mereka dalam kebenaran bicara dan penunaian
amanat."
Kado Pernikahan 28
Ada contoh yang ekstrem tentang masalah ini. Abu Said Al-Khudri, salah
seorang sahabat terkenal, mengatakan bahwa Abu Bakar pernah bercerita di hadapan
Nabi. Saat itu Abu Bakar menuturkan pengalamannya ketika melintasi padang pasir
dan melihat seorang lelaki berwajah tampan sedang melakukan shalat dengan
khusyuk.
"Pergi dan bunuhlah orang itu," tukas Nabi.
Abu Bakar segera pergi menemukan lelaki yang itu masih dalam keadaan seperti
semula, shalat dengan khusyuk. Abu Bakar jadi ragu untuk membunuhnya. Akhirnya
ia kembali.
Nabi kemudian memanggil Umar bin Khaththab.
"Pergilah ke sana dan bunuhlah lelaki itu!" perintah Nabi kepada Umar.
Umar pun segera pergi ke sana. Umar melihat lelaki itu sedang larut dalam
ibadah. Umar tidak sampai hati membunuhnya. Akhirnya ia pun kembali menghadap
Nabi.
"Wahai Nabi, yang aku lihat adalah lelaki yang sedang shalat dengan sangat
khusyuk. Aku tidak tega membunuhnya," ujar Umar.
Nabi akhirnya menyuruh Ali untuk membunuhnya.
Ali segera pergi ke sana, tetapi ia tidak menemukan lelaki itu. Ali kembali
menghadap Nabi, lalu memberitahukan hal itu kepada beliau.
Nabi berkata, "Orang itu dan kawan-kawannya membawa Al-Qur'an hanya
sampai tenggorokan. Mereka telah keluar dari agama bagai anak panah melesat dari
busurnya. Bunuhlah mereka! Karena mereka adalah seburuk-buruk makhluk di muka
bumi." (Shahih Muslim).
Ketika mendapatkan pinangan, engkau juga bisa memperhatikan tanda-tanda
membekasnya agama pada diri calon suami berkait dengan kewajiban-kewajibannya
terhadapmu kelak.
Ketika seseorang bertanya kepada Rasulullah tentang hak istri, beliau bersabda:
"Memberikan makanan kepadanya apabila engkau makan, memberikan pakaian
apabila engkau berpakaian, jangan memukul wajah, jangan mengatakan wajah
engkau buruk, dan jangan menghukum (tidak menanyainya) kecuali di dalam rumah,
yakni jangan memindahkannya ke rumah lain kemudian tidak ditanyainya di dalam
rumah tersebut." (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Hibban, dan dishahihkan oleh Al-
Hakim).
Penjelasan Al-Fakhrurrazi mengenai fazhzhan dan ghalizhal-qalbi ketika
menjelaskan surat 'Ali Imran ayat 159-160, menarik untuk kita simak. Asbabun nuzul
(sebab turunnya) ayat ini sebenarnya sama dengan ayat-ayat sebelumnya surat ini,
yaitu berkenaan dengan perang Uhud. Tetapi, kali ini kita akan mengambil pelajaran
dari Al-Fakhrurrazi mengenai fazhzhan dan ghalizhal-qalbi untuk mengetahui
Kado Pernikahan 29
keberagamaan calon suami, orang yang akan memimpinmu jika engkau
menerimanya.
Kata Al-Fakhurrazi, "Kalau kita belum paham perbedaan antara fazhzhan dan
ghalizhal-qalbi, perhatikanlah contoh ini. Mungkin ada orang yang akhlaknya tidak
jelek. Tidak pernah mengganggu orang lain. Lidahnya tidak pernah menyakiti orang
lain. Hanya saja, dalam hatinya tidak pernah ada rasa kasihan kepada orang lain.
Orang ini tidak kasar, namun dalam hatinya tidak ada rasa kasih-sayang. Ia tidak
fazhzhan, tetapi ghalizhal qalbi. Kedua sifat ini tidak boleh menempel pada diri
seorang pemimpin. Dia tidak boleh berperilaku yang menganggu orang lain dan juga
tidak boleh mempunyai hati yang keras. Karena itu, “Sekiranya kamu ini
bertingkahlaku kasar dan hati kamu keras, maka orang-orang itu akan lari darimu."
Seorang yang beragama, tidak bersifat fazhzhan. Juga tidak ghalizhal qalbi. Jika
dua sifat ini tidak ada pada dirinya, insya-Allah dia akan memiliki akhlak yang lemah
lembut. Meskipun begitu, ada perbedaan yang besar sekali antara sifat lemah lembut
dengan menampakkan kelembutan. Mengenai hal ini, hatimu yang lebih tahu.
Wallahu A'lam bishawab.
Insya-Allah, engkau juga bisa melihatnya ketika meminang. Kalau ia
meminangmu dalam rangka berpoligami, engkau dapat menilai alasannya dari
alasannya berpoligami, sikapnya terhadap istri dan keseimbangannya antara harapan
terhadapmu dan sikapnya terhadap istrinya terdahulu. Jika ia berpoligami karena
menurutnya istri terdahulu tidak memiliki akhlak yang baik sebagai istri, engkau
dapat menilainya dari bagaimana ia mengungkapkan hal itu kepadamu. Sebagian di
antara caranya menceritakan, merupakan tanda apakah ia akan menjaga rahasiamu
ataukah menunjukkan tidak ada rasa cemburu di hatinya kalau rahasia istrinya
diketahui orang lain.
Tanda-tanda keberagamaan yang bersifat akhlaqi insya-Allah lebih utama,
termasuk di dalamnya sikap dan semangatnya terhadap agama. Seorang yang
bersemangat dan memiliki sikap yang baik, insya-Allah lebih mudah menyerap ilmu-
ilmu agama yang belum ia punyai.
Akhir-akhir ini, sebagian orang telah menyempitkan batasan agama kepada yang
dianggap sefikrah saja. Atau bahkan lebih sempit lagi se-harakah atau se-halaqah.
Padahal, kesamaan harakah atau halaqah tidak menandakan tingkat kematangan
dalam beragama. Ada banyak aspek yang perlu diperhatikan. Saya sempat khawatir,
pola interaksi pada sebagian kelompok cenderung mengarah kepada kerahiban.
Kemandirian Ekonomi
Seorang laki-laki seharusnya telah mampu membiayai hidupnya sendiri sejak
memasuki masa taklif, yaitu usia 15 tahun menurut sistem penanggalan qamariyyah
atau lunar system. Selambat-lambatnya usia 18 tahun, seharusnya ia sudah berusaha
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan hasil keringatnya sendiri, walaupun
orangtua masih mampu membiayai dan sekaligus masih mau membiayai.
Kado Pernikahan 30
Ketika menikah, ia mempunyai kewajiban untuk menafkahi istrinya, termasuk di
dalamnya makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal dengan cara yang baik. Setelah
menikah, orangtua tidak mempunyai kewajiban memberi nafkah terhadap anak
perempuannya. Kebutuhan ekonomi seorang wanita menjadi tanggungan suami.
Adapun kalau orangtua memberi, itu bersifat shadaqah. Tidak wajib.
Tetapi, marilah kita simak hadis berikut. Rasulullah Saw. bersabda, "Sedekah
tidak halal buat orang kaya dan orang yang masih mempunyai kekuatan dengan
sempurna." (HR Tirmidzi).
Karena itu, seorang laki-laki hendaknya berusaha mandiri. Apalagi ketika ia
telah mempunyai niat untuk menikah, bahkan telah meminang. Berusaha untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi diri sendiri dan keluarga adalah suatu kehormatan,
sehingga seseorang lebih bisa menegakkan kepala ketika ada sesuatu yang harus
disikapi. Ketergantungan secara ekonomi kepada keluarga, bisa melahirkan tekanan
psikis dan konflik-konflik yang pelik manakala seseorang telah menikah.
Kemandirian ini perlu saya bahas di sini mengingat pentingnya masalah.
Sebagian laki-laki berharap menikah, akan tetapi hendak menggantungkan kebutuhan
ekonominya kepada keluarga. Di antara mereka bahkan ada yang bersikap agak apatis
terhadap usaha mencari sendiri penghasilan yang halal, sebelum menyelesaikan
pendidikan di perguruan tinggi. Ada pikiran untuk tetap meminta kiriman orangtua,
dan mengharapkan agar orangtua istrinya juga tetap mengirimkan biaya hidup setiap
bulannya.
Sikap ini melemahkan keberanian untuk bertanggungjawab terhadap istri yang
dinikahinya. Tanggung jawab tidak hanya berkait dengan kewajiban untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi, melainkan mencakup pula berbagai tanggung jawab lain yang
juga bersifat penting dan mendasar bagi kehidupan bersama dalam rumah tangga.
Sikap ini potensial untuk menimbulkan konflik, terutama konflik psikis bagi istri.
Harga diri dan rasa percaya diri sebagai keluarga sulit untuk ditegakkan. Dengan
demikian ketergantungan secara ekonomi melahirkan ketidakberdayaan pada aspek-
aspek lain yang seharusnya dibangun berdua dalam rumah-tangga yang mesra.
Mereka mempunyai posisi yang lemah di hadapan orangtua, mertua, saudara, kerabat
lain, dan bahkan mereka lemah di hadapan dirinya sendiri. Kepercayaan istri terhadap
integritas pribadi suami juga kurang bisa terbangun.
Dampak dari keadaan ini sangat luas, khususnya terhadap pembentukan orientasi
keluarga dan kesiapannya untuk memberikan pendidikan kepada anak menurut apa
yang dipandang maslahat dan ideal. Kurang terbangunnya rasa percaya diri sekaligus
harga diri sebagai keluarga, mempengaruhi citra mereka tentang keluarga mereka
sendiri. Ini mempengaruhi mereka dalam memberi pengasuhan kepada anak, sehingga
bisa melahirkan pola-pola sikap yang kurang sesuai dalam mengasuh anak. Sejak dari
child-abuse (kekejaman terhadap anak), pengabaian anak sampai ketidakpekaan
orangtua terhadap kebutuhan psikis anak. Kalau ditarik lagi, akan terdapat rentetan
dampak psikis yang lain.
Kado Pernikahan 31
Lalu, bagaimana kalau orangtua berinisiatif untuk tetap membiayai anaknya
masing-masing agar kuliahnya dapat diselesaikan dengan baik? Tidak masalah dan
bahkan baik, sejauh suami tetap mempunyai keinginan untuk tidak menggantungkan
diri sepenuhnya kepada kiriman orangtua. Sekalipun kenyataannya, hampir seratus
persen masih tetap berasal dari orangtua masing-masing. Tetapi niat yang kuat untuk
tidak menggantungkan sepenuhnya, merupakan bentuk adanya tanggung jawab. Inilah
yang paling penting.
Rasulullah Saw. bersabda, "Terlaknatlah orang yang membebankan semua
kebutuhannya kepada orang lain."
Terkadang, inisiatif menikah berasal dari orangtua demi menyelamatkan anaknya
dari kekejaman maksiat. Mereka menawarkan untuk tetap membiayai kuliah sampai
selesai sekaligus memberi biaya hidup. Ini adalah sikap yang baik dan terpuji. Insya-
Allah, kelak mereka akan menjumpai upayanya sebagai kemuliaan di akhirat.
Allahumma amin.
Tetapi, kesediaan orangtua tertentu --ada yang bahkan mengajukan inisiatif--
untuk membiayai keluarga yang baru dibangun oleh anak mereka, tidak bisa menjadi
ukuran agar orangtuanya juga memberi perlakuan yang sama terhadap keluarganya.
Kalau pun orangtua ternyata menjaminkan biaya hidup, mestinya ia juga tetap
memiliki keinginan yang kuat untuk mencari nafkah yang halal dan thayyib agar yang
masuk ke perut istri, kelak janin yang dikandung istrinya hingga saatnya lahir, adalah
harta yang halal dan utama.
Islam menunjukkan sikap yang sangat menghargai kesungguhan seorang pemuda
memenuhi kebutuhan ekonominya sendiri. Rasulullah Saww. bersabda:
"Ibadah itu ada tujuh puluh bagian, yang paling utama adalah mencari (rezeki)
yang halal."
Rasulullah Saw. juga bersabda:
"Mencari rezeki yang halal adalah kewajiban sesudah kewajiban shalat."
Pada hadis yang lain, Rasulullah Saww. bersabda, "Tidak seorang pun makan
makanan yang lebih baik daripada yang dihasilkan dari hasil kerja tangannya
(sendiri)." (HR Bukhari).
Rasulullah Saw. juga bersabda:
"Orang yang minta-minta padahal tidak begitu menghajatkan, sama halnya
dengan orang yang memungut bara api." (HR Baihaqi dan Ibnu Khuzaimah dalam
shahihnya).
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis shahih, bahwa
Rasulullah Saw. bersabda, "Selalu minta-minta itu dilakukan oleh oleh seseorang di
antara kamu, sehingga dia akan bertemu Allah, dan tidak ada di mukanya sepotong
daging." (HR Bukhari dan Muslim).
Rasulullah Saw. juga menegaskan:
Kado Pernikahan 32
"Barangsiapa merasa lelah karena bekerja sehari suntuk untuk mencari rezeki
yang halal, niscaya diampuni segala dosanya."
Ketika seseorang telah diampuni segala dosanya, maka Allah akan mencurahkan
rahmat-Nya. Ia menjadi penjaga dan pelindung. Dan Allah adalah sebaik-baik
pelindung. Kalau Allah yang memberi penjagaan, insya-Allah kelak akan lahir dari
rahim istri anak-anak yang takwa lagi suci sebagaimana do'a suami ketika pertama
kali memegang kening istrinya. Insya-Allah mereka akan menjadi anak yang memberi
bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah. Sedang di akhirat mereka
akan menjadi penolong bagi orangtuanya selagi orangtuanya tetap beriman, meski
derajat amalnya tidak sebanding dengan derajat amal anaknya. Nanti, simaklah Ar-
Ra'd ayat 23.
Oleh karena itu, ketika datang pinangan, perhatikan apakah calon suami Anda
telah mandiri. Kalau tidak, apakah calon suami Anda selama ini telah berusaha
mandiri dan mempunyai iktikad untuk mandiri.
Barangkali ia belum mempunyai penghasilan yang memadai. Tetapi pilihan
sikapnya untuk mandiri, insya-Allah menjadi petunjuk tentang kesiapannya memikul
tanggung jawab sebagai suami dan kelak sebagai ayah. Seorang suami yang
bertanggung jawab lebih berarti dan lebih dekat dengan keselamatan dunia-akhirat
serta kemesraan keluarga. Insya-Allah, kehadiran Anda kelak sebagai istri,
memudahkan pertolongan Allah terhadap datangnya rezeki yang mencukupi
kebutuhan-kebutuhan keluarga. Mencukupi kebutuhannya yang besarnya barangkali
tak terbayangkan dapat dipenuhinya ketika calon suami Anda belum menikah seperti
sekarang ini.
Allah akan menolong. Insya-Allah.
Ada beberapa hadis yang menunjukkan hal ini.
Rasulullah Saw. bersabda, "Carilah oleh kalian rezeki dalam pernikahan (dalam
kehidupan berkeluarga)." (HR Imam Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus).
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah bersabda, "Tiga orang yang akan selalu
diberi pertolongan oleh Allah adalah seorang mujahid yang selalu memperjuangkan
agama Allah Swt., seorang penulis yang selalu memberi penawar, dan seorang yang
menikah demi menjaga kehormatan dirinya." (HR Thabrani).
Dalam hadis lain dengan derajat shahih, Rasulullah Saww. bersabda:
"Tiga golongan orang yang pasti mendapat pertolongan Allah, yaitu budak
mukatab yang bermaksud untuk melunasi perjanjiannya, orang yang menikah
dengan maksud memelihara kehormatannya, dan yang orang berjihad di jalan
Allah." (HR Turmudzi, An-Nasa'i, Al-Hakim dan Daruquthni).
Di dalam Al-Qur'anul Karim, Allah Swt. telah berfirman, "Dan kawinkanlah
orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari
hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
Kado Pernikahan 33
Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya." (QS An-
Nur:32).
Berkenaan dengan ayat ini, Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. berkata, "Taatlah kepada
Allah dalam apa yang diperintahkan kepadamu yaitu perkawinan, maka Allah akan
melestarikan janji-Nya kepadamu yaitu kekayaan. Allah telah berfirman; 'jika mereka
miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya'". (Dikeluarkan oleh
Ibnu Abi Hatim, dari Ad-Dur Al-Mantsur).
Ada perkataan dari Umar bin Khaththab yang dapat Anda renungkan. Beliau
berkata, "Sungguh aku memaksakan diri bersetubuh dengan harapan Allah akan
mengkaruniakan dariku makhluk yang akan bertasbih dan mengingat-Nya."
Dan Umar pun menganjurkan, "Perbanyaklah anak, karena kalian tidak tahu
dari anak yang mana kalian mendapatkan rizki."
Akhirnya, marilah kita menengok sebuah hadis Nabi. Luruskanlah niat dan
tumbuhkan keyakinan. Mudah-mudahan dengan jernihnya pikiran dan bersihnya hati
ketika mempertimbangkan pinangan seorang pemuda yang akhlaknya tidak engkau
ragukan, sedangkan kemampuannya memenuhi ma'isyah saat ini masih belum mapan,
mendekatkan pada pertolongan-Nya.
Mari kita simak hadis ini, mudah-mudahan Allah memasukkan keyakinan dan
husnuzhan kepada-Nya.
Rasulullah Muhammad Saw. diriwayatkan berkata,
"Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian di antara kamu, sesungguhnya
Allah akan memperbaiki akhlak mereka, meluaskan rezeki mereka, dan menambah
keluhuran mereka."
Allah Maha Luas Pertolongan-Nya. Maha Luas.
Kado Pernikahan 34
Ada pertanyaan, mengapa demikian? Jawab saya sederhana, wallahu a'lam
bishawab. Allah Maha Bijaksana. Ia mengetahui kebaikan-kebaikan besar yang tidak
nampak dalam penglihatan mata akal kita. Sebagian dari pernikahan semacam itu
adalah ujian, kecuali jika mereka memang memilih bukan atas dasar agama. Mereka
menikahi laki-laki atau wanita yang tidak sepadan karena mengejar kemuliaan, harta,
atau martabat. Tentang ini Rasulullah telah memperingatkan agar kita tidak
terjerumus ke dalamnya.
Tetapi, adakalanya pernikahan semacam ini berlangsung tidak karena dorongan-
dorongan rendah seperti itu. Pernikahan yang sepintas tidak seimbang itu, membuka
ladang amal shalih yang tidak bisa dilakukan oleh mereka yang belum menikah.
Tugas suami memang memberi pendidikan dan pengarahan kepada istri. Tetapi ketika
istri mempunyai pengetahuan agama yang lebih banyak, dia dapat mengajarkan
kepada suaminya apa-apa yang belum diketahui suaminya, dengan niat berbakti
kepada suami dalam rangka mencari ridha Allah. Insya-Allah, pada pernikahan yang
semacam ini Allah melimpahkan barakah dan kelak memberikan keturunan yang
memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah.
Seorang istri yang mengajarkan beberapa pengetahuan agama kepada suaminya,
perlu berhati-hati agar tidak terjatuh kepada sikap meninggikan diri di hadapan suami.
Sehingga ia tidak mendengarkan kata-kata suaminya dan tidak menaati. Juga, seorang
wanita shalihah perlu menjaga diri benar-benar agar sikapnya tidak menjauhkan
suami dari ibunya sedemikian sehingga si suami lebih mendengar kata-kata istrinya
dan mengabaikan nasehat ibunya.
Seorang suami yang memiliki ilmu agama yang lebih tinggi dari istri, dapat
menjadi pegangan bagi istri untuk bertanya hal-hal yang tidak diketahuinya. Suami
yang demikian ini perlu memiliki sifat yang penuh kasih-sayang, membimbing dan
ridha ketika mendidik dan mengarahkan istrinya. Mudah-mudahan istri dapat belajar
kepada suaminya bagaimana memberikan pengajaran dan pendidikan kepada anak-
anak yang lahir dari rahimnya, kelak ketika Allah telah menjadikan dia merelakan
rasa sakitnya untuk melahirkan.
Setiap ilmu yang sampai kepada manusia dan diamalkan, maka Allah
mengalirkan pahala kepada yang menyampaikan tanpa mengurangi pahala yang
melaksanakan sedikit pun. Kalau amalan suami yang diridhai Allah berawal dari ilmu
yang disampaikan istri, maka baginya pahala sebanyak yang dilakukan oleh suami
tanpa terkurangi. Demikian juga sebaliknya, istri yang mengerjakan kebajikan setelah
mendapatkan pendidikan dari suaminya, maka Allah akan mencatat kebaikan yang
sama. Insya-Allah, di sinilah ilmu akan barakah sampai anak-cucu.
Kalau suami-istri itu adalah ahli ibadah, insya-Allah mereka dapat saling
membantu dalam ketakwaan. Kalau istri sudah menjadikan shalat malam sebagai
perhiasan hidupnya, sedangkan suami masih belum terbiasa, istri dapat membiasakan
suaminya untuk mulai menegakkan shalat malam. Demikian pula bagi seorang suami,
ia dapat membimbing istri untuk melakukan shalat malam di rumah. Adapun kalau
keduanya belum terbiasa untuk shalat malam, mereka dapat saling membantu.
Kado Pernikahan 35
Ada banyak hadis yang dapat kita renungkan, misalnya hadis yang diriwayatkan
oleh Nasa'i, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban di dalam shahihnya serta al-Hakim, bahwa
Rasulu-llah bersabda, "Barangsiapa bangun malam dan membangunkan istrinya
kemudian keduanya shalat dua raka'at --Nasa'i menambahkan, berjama'ah-- maka
keduanya ditulis di antara orang-orang lelaki dan orang-orang perempuan yang
banyak berzikir". (Al-Hakim berkata: shahih menurut syarat Bukhari dan Muslim.
Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyatakan, hadis ini shahih).
Pembahasan lebih lanjut insya-Allah kita lakukan pada bab Keindahan Yang
Lebih Besar, di bagian dua jendela kedua buku ini. Saat ini, yang penting adalah
memeriksa sikap calon suami yang datang meminang Anda. Sikap dan semangat yang
baik, insya-Allah lebih dapat mengantarkan suami-istri kepada jalan kebaikan. Betapa
banyak orang yang mempunyai pengetahuan luas, tetapi kurang memiliki keyakinan.
Jadi, inilah jawaban saya atas pertanyaan sebagian akhwat mengenai (calon)
suami yang ilmu agamanya kurang atau suami yang ilmu agamanya jauh lebih tinggi.
Di luar itu, saya ingin menambahkan. Kita tidak bisa mengukur tinggi tidaknya
derajat ketakwaan seseorang. Ada kalanya seseorang mencapai derajat yang tinggi
bukan karena banyaknya ibadah yang dilakukan maupun luasnya pengetahuan yang
dimiliki. Ia mencapai derajat yang lebih tinggi karena kejujurannya dalam berdagang
maupun hati yang tidak pernah memiliki prasangka buruk kepada saudaranya sesama
muslim, misalnya. Allahu A'lam bishawab wallahul musta'an.
Kado Pernikahan 36
"Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim," kata Rasulullah Saw. dalam
hadis shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan lainnya. Menuntut ilmu wajib
atas setiap muslim, laki-laki maupun perempuan, sejak lahir hingga masuk ke liang
lahat. Menikah juga diarahkan untuk tetap utuh dalam keluarga yang sakinah
mawaddah warahmah sampai kematian menjemput mereka. Mudah-mudahan
keduanya akan mendapati pernikahan sebagai jalan yang diridhai Allah dan
mengantarkan kepada keselamatan dari pedihnya siksa api neraka.
Pernikahan dan menuntut ilmu diharapkan untuk seumur hidup. Maka mestinya
keduanya berjalan seiring. Menuntut ilmu seharusnya lebih memberikan kesiapan dan
bekal bagi penuntutnya untuk menikah, serta menegakkan kehangatan keluarga.
Menuntut ilmu seharusnya mendorong seseorang untuk lebih bersemangat menikah,
dan lebih yakin terhadap janji Allah kepada orang yang menikah demi
menyelamatkan kehormatannya dari lawan jenis yang masih belum halal. Sementara
menikah, seharusnya membuat orang lebih matang dalam berilmu. Seharusnya, ....ya
seharusnya...!
Seharusnya, pernikahan dan mencari ilmu bisa berjalan beriringan. Tidak saling
mengacaukan. Insya-Allah, pernikahan tidak menjadikan orang tidak bisa menuntut
ilmu. Kurangnya gairah menuntut ilmu, bukanlah karena melakukan pernikahan.
Rasanya, agak mustahil Allah menyerukan dua hal yang sama-sama mulia, tetapi
sifatnya justru saling bertentangan (Mudah-mudahan anggapan saya ini tidak salah).
Kalau kita mau lebih jujur sedikit saja, insya-Allah kita akan mendapati bahwa
masalahnya bukan terletak pada status pernikahannya. Sesekali tengoklah rumah kost
mahasiswa di Yogya. Anda akan menemukan jam Belajar Masyarakat, Pukul 19.00-
21.00. Tapi, ini bukan jam belajar mahasiswa, sebab ujian masih jauh. Padahal
mereka hidup sejahtera dengan shadaqah tetap dari orangtua.
Dengan demikian, mudah-mudahan keinginan mencari ilmu tidak membuat
Anda mempersulit pernikahan. Pertimbangkanlah masak-masak madharat dan
mafsadahnya jika Anda berat untuk menerima pinangan semata-mata karena ingin
tetap menuntut ilmu, sedangkan Anda telah memiliki kesiapan dan mempunyai bekal
yang cukup. Saya khawatir, menunda-nunda pernikahan karena alasan ini sementara
mental telah siap, justru melahirkan madharat. Antara lain kompleks psikis yang
berat.
Sekali saat, luangkanlah waktu untuk merenungkan masalah ini sejenak.
Pikirkanlah secara jernih. Apalagi pada masa-masa yang rawan fitnah seperti
sekarang ini.
Ukhty fillah, marilah kita berdo'a semoga Allah menjernihkan hati kita setelah
kita berkali-kali jatuh dalam kekeruhan jiwa dan pekatnya zhan yang kurang baik.
Kado Pernikahan 37
Syarat itu adakalanya menegakkan dan memperkuat akad nikah. Adakalanya merusak
akad nikah, misalnya tidak boleh menjima' sebelum lulus kuliah. Adakalanya, wanita
mengajukan persyaratan yang keluar dari masalah tersebut seluruhnya.
Syarat nikah adakalanya berasal dari keinginan calon mempelai wanita. Tetapi,
adakalanya berasal dari kehendak orangtua atau anggota keluarga lain. Keinginan itu
kemudian dibebankan kepada anak gadisnya agar mempersyaratkan kepada calon
suami yang akan menikahinya.
Islam membolehkan wanita mengajukan syarat-syarat nikah kepada calon
suaminya ketika melakukan akad. Jika Anda termasuk yang berkeinginan untuk
mengajukan beberapa persyaratan kepada orang yang meminang Anda, silakan baca
bab "Di manakah Wanita-wanita Barakah Itu?" di bagian satu jendela pertama buku
ini. Saya berharap kepada Allah, mudah-mudahan saya bisa membahas masalah ini
lebih mendalam. Adapun tinjauan menurut fiqih, silakan periksa buku-buku lain yang
telah menjelaskan masalah ini dengan sangat baik.
Wallahu A'lam bishawab.
Pada bab ini, cukuplah saya kutipkan sebuah hadis. Rasulullah bersabda,
"Seorang wanita yang penuh barakah dan mendapat anugerah Allah adalah yang
maharnya murah, mudah menikahinya, dan akhlaknya baik. Namun sebaliknya,
wanita yang celaka adalah yang mahal maharnya, sulit menikahinya, dan buruk
akhlaknya."
Dari 'Aisyah r.a., bahwa Rasulullah bersabda, "Nikah yang paling besar
barakahnya adalah yang paling kecil maharnya."
Nikah yang paling besar barakahnya bukan yang sangat besar maharnya,
sehingga menimbulkan decak kagum pada tetangga dan kenalan, serta perasaan takut
dan gemetaran pada orang-orang berikutnya yang mau nikah. Nikah yang paling besar
barakahnya bukan yang paling banyak hadiahnya, sehingga menimbulkan perasaan
malu bagi saudara-saudara dan kerabat yang menikah tanpa hadiah sebesar itu dari
calon suaminya.
Jadi, begitulah. Selebihnya, wallahu A'lam bishawab.
Kado Pernikahan 38
Demikian juga pandangan mengenai suami yang baik dan insya-Allah dapat
membahagiakan Anda. Suami yang dapat menjadi teman hidup dan menyiapkan
perbekalan menuju kampung akhirat.
Atau...? Anda mungkin telah mempunyai perasaan tentang siapa kiranya laki-laki
yang paling sesuai di hati Anda untuk teman pulang ke kampung akhirat, seandainya
ada orang-orang yang ingin bersungguh-sungguh menemani Anda. Barangkali, seperti
Syafura putri Nabi Syuaib, di dalam hati Anda telah tertambat harapan kepada
seseorang yang menurut Anda tsiqah (bisa dipercaya). Sementara Anda gelisah, apa
yang paling maslahat (membawa kebaikan) untuk dilakukan.
Atau, ada rahasia-rahasia lain yang tidak layak bagi saya untuk mengetahuinya,
padahal masalah itu sangat berarti bagi Anda.
Ada bagian-bagian rahasia hati yang dapat Anda simpan sendiri. Meskipun
demikian, ada sejumlah rahasia hati yang sebaiknya Anda kemukakan pada orang
terdekat, selagi belum datang pinangan. Sampaikan rahasia hati Anda yang
menyangkut masalah penting dalam hidup Anda kepada ibu. Jika malu, Anda bisa
menyampaikan kepada nenek. Bisa juga kepada tante atau kakak wanita yang telah
memiliki pengalaman hidup. Mereka insya-Allah dapat bersikap bijaksana. Sehingga
kalau ada masalah yang Anda anggap pelik, mudah-mudahan Allah memudahkan
jalan keluarnya.
Kalau orangtua melihat ada madharat dan mafsadat yang mungkin terjadi dalam
masalah Anda, insya-Allah mereka dapat memikirkan jalan keluarnya. Sehingga,
Anda akan mendapat pemecahan terbaik.
Mereka telah memiliki pengalaman hidup. Bagi anak perempuan, seorang ayah
memiliki hak perwalian. Tidak sah nikah tanpa wali. Ada berbagai hadis yang
menunjukkan hal ini. Silakan Anda periksa. Semoga Allah Swt. memberikan hidayah
dan ilmu kepada kita, sehingga kita menjadi orang-orang yang yakin. Orang-orang
yang memahami hikmah di balik disyariatkannya wali pernikahan seorang anak gadis.
Komunikasikanlah rahasia hati Anda, termasuk pandangan Anda tentang
pernikahan. Komunikasikanlah secara lemah lembut dengan pembicaraan yang
memuliakan mereka. Sehingga ketika masanya tiba, insya-Allah semua berjalan
dengan penuh kemaslahatan, barakah dan melegakan semua pihak.
Allahu A'lam bishawab.
Komunikasikanlah baik-baik. Mudah-mudahan semuanya berujung pada
kebaikan dunia-akhirat. Allahumma amin.
Kado Pernikahan 39
bisa datang), pernikahan belum bisa diselenggarakan segera. Masih perlu waktu
untuk melengkapi keperluan nikah.
Dalam masa penantian, secara informal ada ikhwan lain datang dengan maksud
untuk meminang. Ketika diberitahu bahwa telah ada yang meminang dan sekarang
sedang dalam penantian, ikhwan kita ini mengatakan tak masalah. Bukankah belum
ada akad nikah? Kalau nanti di tengah jalan ternyata peminang pertama jadi
menikahi, maka dia akan mundur dengan senang hati. Karena itu, tak ada salahnya
kan kalau mencoba-coba untuk menjajagi kemungkinan menikah? Toh, kalau
peminang pertama memang serius bisa mundur sewaktu-waktu. Sementara kalau
tidak jadi, dia bisa maju.
Tapi, mencabut perasaan dan keputusan ternyata tak semudah mencabut duri
dalam daging. Sekarang keduanya berkeinginan untuk segera menikah dengan
sahabat kita ini dan kedua-duanya siap untuk segera melangsungkan pernikahan.
Persoalan ini semakin sulit dipecahkan karena sahabat kita merasa kedua-duanya
baik. Selain itu, sangat tidak mudah untuk menyuruh salah satu mundur karena
keduanya sudah melangkah agak jauh. Ikhwan yang pertama telah meminta dan
orangtua kedua belah pihak telah saling mengadakan pembicaraan.
Pembaca,
Ketika persoalan ini dihadapkan kepada saya, tidak ada jalan keluar yang saya
tawarkan kepada saudara kita ini. Saya berada dalam perasaan yang tidak jelas. Saya
hanya teringat pesan Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wasallam agar tidak meminang
wanita yang sedang berada dalam pinangan saudaranya. Perintah yang ada dalam
hadis Nabi itu ditujukan kepada kaum laki-laki. Tetapi, saya rasa (ya, saya rasa)
wanita pun perlu membantu saudaranya --yakni laki-laki Muslim-- agar tak
meminangnya ketika ia sedang berada dalam pinangan, terutama ketika pinangan itu
telah positif dinyatakan diterima.
Marilah sejenak kita tengok hadis Nabi Saw. ini. Nabi kita yang mulia telah
mengingatkan:
Khath Arab
Dari 'Uqbah bin 'Amir r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, "Orang mukmin
adalah saudara orang mukmin yang lain. Maka tidak halal bagi seorang mukmin
menjual barang yang sudah dibeli saudaranya, dan tidak halal pula meminang
wanita yang sudah dipinang saudaranya, sehingga saudaranya itu
meninggalkannya." (HR Jama'ah).
Rasulullah juga bersabda:
Khath Arab
Kado Pernikahan 40
Dan dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. beliau bersabda, "Jangan hendaknya
lelaki meminang wanita yang telah dipinang orang lain, sehingga orang itu
melangsungkan perkawinan atau meninggalkannya (tidak jadi)." (HR Ahmad dan
Muslim).
Apa arti pesan Rasulullah itu bagi kita? Jawaban pertama adalah wallahu A'lam
bishawab. Saya tidak tahu apa-apa tentang soal ini. Sesudah itu, mari kita periksa apa
hikmah di balik peringatan untuk tidak meminang pinangan saudaranya sesama
Mukmin ini. Mari kita ingat perkataan Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallahu 'anha
mengenai pernikahan sebelum kita melangkah lebih dalam. Kata 'Aisyah r.a.,
"Pernikahan itu sangat sensitif, dan tergantung kepada pribadi masing-masing untuk
mendapatkan kemuliaannya."
Pernikahan itu sangat sensitif. Hampir setiap hal yang bersangkutan dengan
nikah sangat sensitif. Hampir setiap tahap dan proses peka terhadap munculnya sikap
maupun perasaan-perasaan tertentu secara khusus, baik yang dinyatakan ataupun
tidak. Apa saja yang ada dalam proses menuju pernikahan maupun fase-fase awal
pernikahan, mudah membangkitkan perasaan yang kuat, negatif maupun positif.
Padahal, lembaga pernikahan sangat agung. Lembaga pernikahan sangat
mempengaruhi bagaimana orang-orang yang ada di dalamnya serta anak-anak yang
dilahirkan kelak akan tumbuh. Secara umum, lembaga pernikahan sebagian besar
masyarakat akan menentukan corak masyarakat yang terbentuk.
Kekecewaan dalam pernikahan, terutama proses-proses paling awal dari
pernikahan, sangat mudah mempengaruhi sikap orang yang bersangkutan terhadap
lawan jenis, ikatan pernikahan, kepercayaan terhadap sesama manusia, dan bahkan
agama --khususnya dalam perkara mengimani prinsip-prinsip agama. Secara khusus,
cacat dalam proses awal --di antaranya perasaan dilecehkan karena keluarga calon
istri menerima pinangan dari orang lain-- dapat mengakibatkan sikapnya kelak kepada
istri dan anak-anaknya menjadi tidak baik. Sedangkan bagi peminang kedua --
seandainya kelak menikah dengan peminang kedua-- sikap keluarga/calon istri juga
merupakan tanda yang yang tidak baik. Kepercayaan sulit dibangun. "Benar, saat ini
saya yang menang. Tapi apa yang dapat menjamin bahwa istri saya ini nanti akan
memiliki kesetiaan, sedangkan ludah yang sudah ditumpahkan saja ia masih mau
menjilat kembali."
Ini salah satu kemungkinan saja. Kemungkinan yang lain boleh jadi bukan
sesuatu yang pasti buruk. Tuhan Sangat Kuasa untuk menentukan peristiwa yang
sama sekali lain dibanding perhitungan-perhitungan 'aqliyyah (akal) manusia. Hanya
saja, sejauh yang mampu saya baca, itulah kemungkinan yang bisa terjadi.
Mudah-mudahan kejadiannya tidak sampai seperti itu. Pintu-pintu Allah masih
terbuka, seandainya hati kita mampu mengetuk-Nya. Mudah-mudahan Allah
memperbaiki keadaan kita dan menghapus kesalahan-kesalahan kita dengan
memperjalankan diri kita beserta keturunan kita ke dalam golongan orang-orang yang
suka berbuat baik. Mu-dah-mudahan Allah kelak mematikan kita, orangtua kita,
Kado Pernikahan 41
teman hidup kita, saudara-saudara kita, sahabat-sahabat kita serta orang-orang yang
dekat kita dalam keadaan memperoleh ampunan dan ridha Allah.
Setiap kita mempunyai kemungkinan untuk melakukan kesalahan, bahkan yang
lebih besar lagi. Mudah-mudahan kita bisa merenungkan lebih dalam tentang urusan
agama kita, setahap demi setahap.
Kado Pernikahan 42
(mudah-mudahan Allah mengampuni). Demi mendapatkan hasil rias yang
menakjubkan (kita ini memang suka membesarkan diri sendiri, ya) atau menjaga agar
riasan tidak luntur, kadang ada yang secara sengaja meninggalkan shalat. Kadang
pengantin harus repot dengan riasan-riasan yang memenuhi wajah dan kepalanya
ketika ia tetap shalat, karena prosesi merias tetap dilaksanakan menjelang waktu
shalat.
Ironis sekali. Di saat Allah menyempurnakan setengah dari agama kita dengan
memberi kemudahan bagi kita untuk menikah, kita justru mengecilkan asma' Allah.
Padahal setiap shalat ketika selalu bertakbir. "Hanya Engkaulah ya Allah Yang Maha
Besar dan Maha Lebih Besar...."
Masih banyak yang bisa kita bicarakan tentang masalah ini. Tapi karena bab ini
bukan tentang walimah, maka pembahasan lebih lanjut tentang masalah ini kita tunda
dulu. Insya-Allah kita akan mendiskusikannya nanti pada bab Memasuki Malam Zafaf
di jendela kedua buku ini.
Sebelum saya akhiri bab kita ini, saya masih ingin mengingat satu hal lagi
berkenaan dengan walimah. Di masyarakat kita, akhir-akhir ini mulai terjadi
kecenderungan menjadikan walimah untuk "investasi". Penyelenggaraan walimah
secara sengaja diorientasikan hampir semata-mata untuk mendapatkan uang yang
mencukupi untuk kebutuhan hidup beberapa saat. Seorang akhwat bahkan mengeluh,
orangtua mengizinkan dia menikah sebelum lulus dengan catatan pesta nikah harus
diadakan besar-besaran dengan perhitungan bahwa dari pesta nikah itu akan
terkumpul banyak sekali uang. Dari uang yang terkumpul ini nanti bisa
didepositokan, sehingga bunganya bisa diambil setiap bulan untuk biaya hidup
keluarga baru itu sehari-hari.
Jalan pikiran semacam ini kelihatan tepat dan runtut. Tetapi semakin besar dan
mewah pesta pernikahan yang dilangsungkan, tidak menjadi jaminan sama sekali
bahwa akan semakin besar juga isi amplop yang akan diberikan oleh para tamu.
Apalagi dalam situasi seperti sekarang. Oleh karena itu, mengadakan walimah besar-
besaran dengan perhitungan seperti itu, saya khawatikan justru akan meninggalkan
kekecewaan yang besar manakala uang yang didapat tidak cukup untuk
didepositokan. Lebih-lebih kalau sampai "tekor" (merugi) dalam jumlah yang besar,
sedangkan modal penyelenggaraan walimah diperoleh dari hutang, sehingga yang
tersisa dari pesta pernikahan itu boleh jadi justru tangis dan kesedihan yang panjang.
Hari-hari selanjutnya, kecemasan tentang bagaimana melunasi hutang akan terus
mengejar. Mudah-mudahan tidak sampai kehabisan nafas.
Artinya apa? Pesta pernikahan janganlah justru menjatuhkan kita ke dalam
madharat dan mafsadah yang besar. Jangan karena perhitungan tentang isi amplop,
kita justru menjadi tidak percaya kepada Allah; tidak percaya bahwa Allah menjamin
rezeki kita setiap bulan, bahkan setiap hari, setiap jam dan setiap detik. Janganlah
pesta pernikahan menjadikan kita berubah, dari berharap kepada rezeki Allah beralih
mengharapkan bunga dari deposito bank (padahal bank saja tidak bisa menjamin
nasibnya sendiri dari kebangkrutan).
Kado Pernikahan 43
Saya teringat dengan teman saya. Di daerahnya, sudah mulai lazim dalam
undangan nikah dicantumkan permintaan agar tidak membawa kado, cukup amplop
saja. Karena sudah disarankan oleh shahibul bayt (tuan rumah) untuk membawa
amplop saja, berangkatlah mereka ke pesta pernikahan itu dengan menyiapkan
amplop masing-masing. Keluarga mempelai wanita pun berbahagia bahwa tamu-
tamunya membawa amplop.
Tapi malang tak dapat ditolak. Untung tak bisa diraih. Setelah dibuka, banyak
amplop yang kosong (“Tidak salah mereka,” kata istri saya. “Kan mereka disuruh
bawa amplop?”).
"Masih untung kalau isi uang seratus perak. Ini kosong sama sekali," kata teman
saya cerita.
Di luar itu, ada persoalan lebih mendasar yang membuat sikap mencari dana
untuk didepositokan itu tidak tepat. Persoalan itu bukan terletak pada perhitungan-
perhitungan ekonomi yang ternyata kemungkinannya untuk "impas" atau "rugi"
memang sangat besar. Persoalan yang lebih mendasar ada pada masalah adab, akhlak,
aqidah dan khususnya persangkaan kita kepada Allah serta keadaan hati kita tentang
apa yang seharusnya dicita-citakan dalam menikah. Andaikan ternyata hasil akhir
pesta nikah itu kerugian, lalu menyebabkan hutang membengkak, saya khawatir
pengantin yang baru menikah beserta orangtua dan anggota keluarga yang lain
senantiasa disibukkan oleh impian-impian, di samping kecemasan-kecemasan
berkenaan dengan masalah hutang.
Kado Pernikahan 44
Bab 3
M engenai
Sumber Informasi dan
Perantara
S uatu ketika, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab r.a. ingin menilai
seorang laki-laki yang datang kepada beliau memohon agar diberi jabatan
dalam pemerintahan. Umar r.a. berkata kepadanya, "Bawa orang yang
mengenalmu ke sini!"
Lelaki itu pulang dan kembali membawa seorang teman. Lalu Umar r.a. bertanya
kepada orang itu, "Apakah kau kenal orang ini?"
"Ya."
"Apakah kau tetangganya, dan tahu keadaan yang sebenarnya?" Umar r.a.
bertanya.
"Tidak," kata orang itu.
"Apakah kau pernah menemaninya dalam perjalanan, sehingga kau tahu pasti
perangai dan akhlaknya..."
"Tidak."
"Apakah kau pernah berhubungan masalah uang dengan orang itu, sehingga kau
tahu bahwa dia sangat takut memakan barang yang haram?"
"Tidak".
"Apakah kau hanya mengenalnya di masjid ketika dia berdiri dan duduk di
masjid?"
"Ya".
"Enyahlah kau dari sini. Kau tidak mengenalnya...!"
Lalu Umar r.a. menoleh kepada laki-laki yang datang kepadanya itu dan berkata,
"Bawa lagi orang yang benar-benar mengenalmu ke sini."
Kado Pernikahan 45
Dalam riwayat lain dikatakan, ada seseorang berkata kepada Amirul Mukminin
Umar r.a. bahwa di fulan itu seorang yang jujur. Maka Amirul Mukminin bertanya,
"Apakah kau pernah menempuh perjalanan bersamanya?"
"Tidak".
"Apakah pernah terjadi permusuhan antara kau dan dia?" tanya Umar bin
Khaththab.
"Tidak."
"Apakah kau pernah memberinya amanat?"
"Tidak."
"Kalau begitu," kata Umar r.a., "kau tidak mengenalnya selain melihatnya
mengangkat dan menundukkan kepalanya di masjid."
Kisah percakapan Umar bin Khaththab ini saya angkat dari buku Memilih Jodoh
dan Tatacara Meminang dalam Islam (GIP, 1995) karya Husein Muhammad Yusuf
ketika membicarakan tema cara memilih suami yang baik.
Dalam dua riwayat tersebut, Umar memeriksa apakah orang yang dihadapkan
kepadanya memenuhi syarat untuk menjadi sumber informasi mengenai seseorang.
Dalam proses pernikahan, pihak calon pengantin perempuan seringkali membutuhkan
sumber informasi. Kadang, sumber informasi ini sekaligus menjadi perantara
(comblang) yang mengusahakan pertemuan dua pihak menjadi satu keluarga. Sering
juga, calon pengantin membutuhkan informasi dari berbagai sumber informasi di luar
perantara.
Selama proses menuju pernikahan, orang membutuhkan sumber informasi.
Pertama, untuk memperoleh keterangan mengenai aspek-aspek pribadi calon
suami/istri. Kedua, orang yang membutuhkan sumber informasi, bisa untuk
memperoleh keterangan tentang persoalan-persoalan temporer (sesaat) dan
situasional. Tentang persoalan kedua ini, insya-Allah kita akan membahasnya pada
bab berikutnya Selama Proses Berlangsung, segera setelah bab ini selesai.
Memperantarai dua orang untuk menikah mendapat kedudukan mulia dalam
Islam. Membantu dua orang yang berkeinginan untuk menikah, sehingga Allah
mempertemukan mereka sebagai suami istri yang sah di hadapan Allah, insya-Allah
lebih dekat kepada ridha Allah. Ada berbagai keterangan mengenai keutamaan
menjadi perantara nikah, insya-Allah termasuk menjadi sumber informasi bagi me-
reka yang mau menikah. Tetapi bukan bagian saya untuk membahas masalah ini,
mengingat belum adanya ilmu pada saya tentang ini. Selain itu, saya belum tepat
untuk membicarakan masalah ini. Wallahu A'lam bishawab wastaghfirullahal 'adzim.
Cukuplah saya kutipkan nasehat Sayyidinina 'Ali bin Abi Thalib karamallahu
wajhahu. Beliau mengatakan, "Sebaik-baik syafaat adalah memperantarai dua orang
untuk menikah, di mana dengan itu Allah mengumpulkan mereka berdua."
Selanjutnya, saya ingin membahas beberapa hal penting bagi mereka yang
meniatkan diri untuk memperantarai pernikahan. Demikian juga bagi sumber
informasi yang dimintai keterangan oleh salah satu pihak calon pengantin.
Pembahasan ini saya harapkan juga bisa bermanfaat bagi mereka yang akan menikah,
Kado Pernikahan 46
sehingga mereka memperoleh maslahat dan barakah yang besar dalam pernikahan.
Mudah-mudahan Allah 'Azza wa Jalla memberi petunjuk kepada saya tentang ini,
memperjalankan saya dengan kekuasaan-Nya untuk menepati petunjuk-Nya, dan
menjauhkan saya dari kekeliruan-kekeliruan saya sendiri.
Pertama,
Memberi Informasi Objektif
Perantara maupun sumber informasi seyogyanya memberikan informasi yang
objektif. Ia memberi keterangan yang bersifat informatif sehingga dapat bermanfaat
bagi calon pengantin maupun keluarganya untuk menilai calon pasangannya.
Adakalanya, sebagian informasi tidak informatif, tidak bernilai sebagai
informasi. Justru, kadang malah menimbulkan penilaian (persepsi) yang salah tentang
calonnya. Tidak informatifnya keterangan yang diberikan, kadang karena kurangnya
deskripsi (penggambaran) mengenai informasi yang abstrak.
Kalau Anda mengatakan "dia wanita yang baik" ketika ada seseorang yang
memiliki "maksud" bertanya, maka perlu Anda tunjukkan perilaku-perilaku dan sikap
yang membuat Anda menyimpulkan dia sebagai wanita yang baik. Tanpa penjelasan,
peminang bisa salah persepsi sehingga ia menemui kekecewaan-kekecewaan yang
beruntun setelah menikah. Padahal, andaikata ia memperoleh keterangan yang
objektif dan informatif, insya-Allah dia justru mendapati istrinya sebagai wanita yang
menyejukkan, sekalipun ada kekurangan-kekurangan.
Kedua,
Tidak Persuasif
Kita sebaiknya tidak memberi keterangan yang bersifat persuasif (membujuk).
Keterangan yang persuasif, apalagi jika sengaja mempersuasi agar kedua orang itu
berhasil dipertemukan, dapat memunculkan kondisi psikis yang tidak
menguntungkan.
Pertama, informasi persuasif (bersifat membujuk, promosi) dapat memunculkan
harapan (atau malah angan-angan) yang terlalu tinggi mengenai calonnya. Ini
menjadikannya kurang peka terhadap kebaikan-kebaikan pasangannya kelak setelah
menikah, karena secara tak sadar selalu membandingkan dengan harapan semula
sebelum menikah. Ia lebih peka terhadap kekurangan, meskipun sedikit, sementara
kebaikannya sebenarnya banyak.
Keadaan ini mudah menimbulkan kekecewaan atau bahkan kecenderungan untuk
melakukan penolakan psikis terhadap pasangannya. Padahal, semakin tidak bisa
mensyukuri kebaikan pasangannya, semakin besar penderitaan psikisnya. Sementara
Kado Pernikahan 47
untuk mengambil jarak dari masalah, lebih sulit karena sudah mengalami distorsi
kognitif.
Sebagian informasi persuasif ini berasal dari buku-buku yang lebih banyak
menjanjikan keindahan yang akan didapatkan ketika menikah, tetapi kurang banyak
membahas pada bagaimana keduanya harus memperjuangkan keluarganya. Ketiadaan
misi dan lebih banyak persuasi, menumbuhkan harapan yang tidak seimbang.
Kedua, informasi yang persuasif mengarahkan harapan orang tentang keindahan-
keindahan yang akan diberikan pasangan hidupnya. Bukan apa yang kelak perlu ia
lakukan kepada pasangannya. Ini menjadikannya mudah merasa kurang terhadap apa
yang telah diberikan oleh pasangannya. Bahkan, ketika pasangannya telah banyak
memberikan keindahan-keindahan, kehangatan dan penghormatan, ia tidak
merasakannya sebagai kebaikan yang layak disyukuri. Ia menerimanya sebagai
sekedar kewajaran yang memang sudah seharusnya ia terima. Tuntutan terhadap
pasangan lebih mudah muncul dalam dirinya. Susahnya, tuntutan itu sering tidak
dinyatakannya karena ia merasa bahwa mengenai hal itu "seharusnya dia sudah
mengerti".
K.H. Jalaluddin Rakhmat menceritakan, bila sepasang suami-isteri saling
mencintai, lama kelamaan wajahnya akan saling mirip satu dengan yang lain. Terjadi
perubahan fisiologis di antara mereka. Ini disebabkan oleh perubahan psikologis.
Karena itu, kata Kang Jalal, mulailah dari perubahan akhlak, nanti fisik mengikuti.
Wallahu A'lam. Tetapi ada yang patut dicatat dari cerita Kang Jalal. Suami-istri
yang saling mencintai akan saling menemukan kesamaan-kesamaan. Kalau mereka
menjumpai perbedaan, insya-Allah mereka akan berusaha mempersamakan atau
menoleransi perbedaan. Ada sebuah keluarga yang setiap membuat sayur, harus selalu
dipisahkan dua ketika suami di rumah. Istrinya suka masakan yang manis, sedang
suaminya suka asin. Tetapi keduanya hidup harmonis.
Tetapi ketika harapan terhadap pasangan terlalu tinggi, ia akan peka terhadap
perbedaan-perbedaan. Sementara perbedaan yang ada melahirkan kesenjangan psikis
maupun komunikasi.
Sesungguhnya, kalau kita selalu mencari perbedaan pada diri pasangan sebagai
kekurangan, maka tidak ada orang yang sama persis dengan kita kecuali dengan diri
kita sendiri. Tetapi, kalau kita mencari kesamaan-kesamaan sebagai kebaikan atau
untuk introspeksi, insya-Allah kita akan menjumpai kesamaan pada pasangan kita
sebanyak yang kita cari. Wallahua'lam wallahul musta'an.
Ketiga, orang justru menjadi takut menikah karena membandingkan persepsinya
(penilaiannya) mengenai calon dengan keadaan dirinya. Seorang ikhwan bisa bisa
merasa minder dan "ngeri", karena menganggap akhwat yang ia harapkan terlalu
tinggi derajatnya dan "hampir-hampir mencapai kesempurnaan". Alhasil, ia tidak
berani meminang atau menerima pinangan justru karena pengaruh informasi yang
persuasif. Padahal, keadaan yang sesungguhnya tidak demikian.
Kado Pernikahan 48
Dalam kasus ini, informasi persuasif justru bisa mendekatkan kepada madharat.
Allahua'lam wastaghfirullahal 'adzim.
Ketiga,
Memberi Informasi Menurut Apa yang Diketahui
Nilai keutamaan orang yang memperantarai pernikahan atau pun yang menjadi
sumber informasi, insya-Allah terletak pada usaha untuk memberi keterangan yang
tepat. Bukan pada banyaknya informasi yang dapat ia sampaikan. Seyogyanya, kita
menjauhkan diri dari memberi informasi yang bersifat qila wa qila (katanya sih
katanya, kononnya konon). Informasi mengenai hal-hal fisik, seharusnya ia ketahui
dari melihat langsung.
Bagi Anda yang ingin mengetahui keadaan fisik calon, masalah ini perlu
mendapat perhatian. Wajah dan telapak tangan, dapat Anda lihat sendiri. Tetapi
mengenai bagian fisik lainnya, Anda perlu meminta orang lain jika Anda ingin
mengetahuinya. Contoh terbaik dalam hal ini adalah Rasulullah Saw.
Imam Ahmad, Imam Thabrani, Imam Hakim, dan Imam Baihaqi pernah
meriwayatkan sebuah hadis dari Anas bin Malik r.a. Suatu ketika, Rasulullah Saw.
pernah mengutus Ummu Sulaim r.a. kepada seorang wanita (yang akan dilamar).
Rasulullah mengatakan, "Perhatikanlah urat di atas tumitnya dan ciumlah bau
lehernya."
Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah Saw. berkata, "Ciumlah bau gigi
(depannya) di sepanjang lebar mulutnya."
Keempat,
Lebih Melihat Pada Usaha
Memperantarai dua orang untuk menikah, menurut Sayyidina 'Ali bin Abi Thalib
karamallahu wajhahu merupakan sebaik-baik syafaat. Nilai usaha orang yang
memperantarai, insya-Allah terletak pada kesungguhannya dalam mengusahakan.
Berhasil atau tidak, baginya pahala orang menikahkan dua orang saudara sesama
Muslim.
Karena itu, seorang perantara hendaknya lebih memperhatikan kemaslahatan
dalam mengusahakan, bukan berorientasi pada keberhasilan mempertemukan.
Kegagalan mempertemukan insya-Allah bukan keburukan, jika Anda mengusahakan
pada kemaslahatan. Kesudahan bagi keduanya insya-Allah baik.
Sebaliknya, keberhasilan mempertemukan tetapi kurang memperhatikan
kemaslahatan-kemaslahatan, terma-suk dalam memberi informasi, bisa justru
menghasilkan madharat. Mudah-mudahan Allah Swt. memasukkan kita ke dalam
Kado Pernikahan 49
golongan orang-orang yang selamat dan bahagia. Bukan golongan orang-orang yang
tersesat dan menderita.
Kelima,
Moderat dan Tidak Menyudutkan
Adakalanya orang yang diperantarai menghadapi beberapa pilihan. Menentukan
pilihan untuk masalah yang menyangkut kehidupan selama di dunia dan sampai
akhirat ini, bukan perkara mudah. Butuh kejernihan agar tidak terombang-ambing
oleh desakan hawa nafsu yang jahat. Butuh kejernihan, agar hati semakin berih dan
lurus ketika mengambil keputusan. Tidak justru merusak niat. Padahal, niat adalah
masalah mendasar dalam mengambil keputusan.
Seorang perantara yang menjumpai keadaan seperti ini, hendaknya berusaha
untuk bersikap moderat. Sikap moderat (al-wasthiyyah) insya-Allah lebih dekat
kepada kemaslahatan dan ridha Allah. Sekalipun ia berdiri untuk memperantarai salah
satu orang yang sedang dipertimban-kan, ia sebaiknya bersikap netral.
Kecenderungan hati barangkali sulit dihapuskan. Tetapi, insya-Allah akan baik kalau
ia mencoba memilih berdiri di tengah-tengah dalam ucapan. Ini akan membuahkan
ketenangan. Dan ketenangan lebih dekat kepada kejernihan.
Adakalanya sebagian orang bersikap kurang moderat. Ia cenderung mengarahkan
pikiran orang yang diperantarai, sekalipun barangkali tidak disadari. Kadang-kadang
bahkan mengarahkan kepada "sikap negatif" yang memojokkan, sehingga orang yang
diperantarai merasa tertekan. Merasa berada pada situasi yang riskan. Atau,
menyebabkan orang yang diperantarai tertekan secara emosional. Padahal, dalam
saat-saat seperti itu, yang ia butuhkan adalah kejernihan dan ketenangan agar lebih
dekat kepada tawakal dan ridha Allah. Pada saat-saat seperti ini orang yang hendak
menikah sangat perlu menjaga prasangka dan keyakinannya terhadap Allah Swt.
Moderat lebih dekat dengan keseimbangan. Saya pernah mendengar seorang
perantara memberikan pertanyaan yang bernada memojokkan, "Apa sudah ada tanda-
tanda penolakan dari pihak sana?"
Pertanyaan yang semacam ini juga termasuk tidak netral dan bisa menyebabkan
ketidakamanan secara emosional, "Bagaimana, apa sudah ada kecenderungan ke
pihak yang di sini? Barangkali sudah ada kepastian kalau tidak jadi."
Pertanyaan-pertanyaan sejenis, juga keterangan-keterangan lain yang tidak
berimbang, membawa orang yang diperantarai kepada situasi yang tidak
mengenakkan emosi. Keputusan yang hampir jadi sesuai yang dikehendaki perantara,
bisa justru mentah kembali karena pertanyaan atau pun pernyataan yang menyudutkan
secara emosional.
Kado Pernikahan 50
Saya ingat kisah Sayyidina 'Ali karamallahu wajhahu. Semua musuhnya tahu
kalau Sayyidina 'Ali sudah mengangkat pedang, sulit mengelak dari tebasannya ketika
berhadapan di medan peperangan.
Suatu ketika, seorang musuh berada pada situasi terdesak. Ia berhadapan dengan
Sayyidina 'Ali. Merasa terdesak dan tak ada pilihan lain, ia meludahi Sayyidina 'Ali.
Pedang yang hampir menebas, ternyata tidak jadi menghilangkan nyawanya.
Mengapa Sayyidina 'Ali mengurungkan tebasan pedangnya? Beliau tidak ingin
mengayunkan pedangnya karena hati yang terusik oleh ludah.
Sikap seorang ustadz berikut agaknya bisa dicontoh. Ketika ada orang
mengajukan masalahnya, ia menunjukkan sisi baik dari keduanya secara berimbang.
Kekurangan pada salah satu pihak, ditunjukkan sebagai kesempatan untuk
memperoleh kemuliaan akhirat, dan diimbangi dengan kelebihan yang mungkin ada.
Sementara kekurangan pihak lainnya, dijelaskan dengan cara yang sama secara
seimbang dan adil.
Keenam,
Memotivasi Jika Mampu
Sebagian perantara maupun sumber informasi, selain memberikan keterangan
yang diperlukan juga memberi motivasi. Ini baik, agar orang bersemangat dan tetap
optimis menghadapi tantangan dan kesulitan yang ada. Jika orang yang diperantarai
masih ragu-ragu, motivasi dapat membuatnya yakin dan mantap untuk segera
melangkah ke jenjang pernikahan. Ia dapat memikirkan kesulitan-kesulitan yang ada
secara tenang, sehingga Allah memudahkannya keluar dari masalah. Insya-Allah.
Meskipun demikian, seorang perantara maupun sumber informasi perlu berhati-
hati dalam memberikan motivasi (targhiib). Syukur, jika motivasi yang diberikan
lebih dapat menumbuhkan keyakinan terhadap pertolongan Allah. Sesungguhnya
Allah itu dekat dan sangat luas karunia-Nya. Juga berkenaan dengan firman Allah
Swt, "Fa idza 'azzamta, fa tawakkal 'alaLlah." Maka, jika kamu telah membulatkan
tekad, bertawakkallah kepada Allah.
Jika Anda dapat memotivasi orang ke arah yang demikian, insya-Allah kelak
Anda akan mendapatkan syafa'at dan keutamaan di akhirat. Sementara itu, di mata
manusia sikap demikian merupakan kemuliaan.
Akan tetapi, jika Anda memotivasi dengan menonjolkan aspek-aspek pada diri
calon yang mungkin menjadikannya lebih terpengaruh, saya khawatir kesudahannya
malah tidak baik. Sikap ini rawan terhadap impression management (pengelolaan
kesan). Dan impression management mendekati manipulasi informasi, tidak
menunjukkan sebagian informasi untuk lebih menonjolkan informasi yang dianggap
penting. Ini menimbulkan kesan dan harapan. Kalau tidak sesuai dengan yang
diangankan, dapat menimbulkan kekecewaan di belakang hari.
Kado Pernikahan 51
Menceritakan aspek-aspek yang ada pada diri calon, boleh dilakukan. Tetapi
hendaknya tetap memperhatikan, agar keterangan tersebut tidak mendorong
munculnya persepsi yang keliru dan harapan yang tidak tepat. Bersyukur, jika sumber
informasi atau perantara dapat memberikan keterangan mengenai diri calon sekaligus
mengarahkan pada kelurusan niat. Ada ladang amal shalih di dalamnya.
Kado Pernikahan 52
Ada hadis senada yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam An-Nasa'i.
Di samping itu, terdapat hadis-hadis lain yang memberikan peringatan dalam soal ini.
Sebagai penutup, marilah kita simak hadis riwayat Imam Abu Daud dan At-Tirmidzi
berikut.
Rasulullah Saw. bersabda, "Janganlah kalian menikahi wanita karena
kecantikannya semata, boleh jadi kecantikannya itu akan membawa kehancuran.
"Dan janganlah kalian menikahi wanita karena kekayaannya semata, boleh jadi
kekayaannya itu akan menyebabkan kesombongan.
"Tetapi nikahilah wanita itu karena agamanya. Sesungguhnya budak wanita
yang hitam lagi cacat, tetapi taat beragama adalah lebih baik (daripada wanita kaya
dan cantik yang tidak beragama)".
Begitu. Mudah-mudahan Allah memberikan kemuliaan kepada mereka yang
telah memperantarai dengan bijak dan adil. Mudah-mudahan Allah mengampuni kita
semua. Allahumma amin.
'Alaa kulli hal, semoga Allah memberi kekuatan dan kejernihan kepada kita jika
ada yang membutuhkan informasi dari apa yang kita ketahui tentang seseorang atau
ketika ada yang harus kita perantarai.
Sungguh, tidak mudah menjaga kejernihan hati. Tetapi, juga tidak mudah untuk
melepaskan diri dari ghurur (keadaan terkelabui); menyangka berhati-hati, tetapi
sesungguhnya bukan. Sebagaimana juga tidak mudah melepaskan diri dari keburukan,
meski kita telah tahu ada penyakit hati yang bersarang.
Hanya Allah Yang Maha Kuasa. Semoga Allah menolong kita. Dan atas segala
kesalahan saya pada Anda, maafkan saya.
Kado Pernikahan 53
Bab 4
Kado Pernikahan 54
peminangan hingga akad berlangsung. Persepsi dan penerimaan masing-masing
anggota keluarga, banyak dipengaruhi oleh persoalan-persoalan qalbiyyah (hati, ter-
masuk niat) ketika proses sedang berlangsung. Oleh karena itu, setelah peminangan,
yang perlu kita jaga adalah segala hal yang dapat merusak makna dan tujuan
pernikahan, yang mungkin muncul selama proses berlangsung. Sebagian proses
berjalan dengan mudah dan sederhana. Sebagian harus menempuh proses yang pelik
dan rumit. Sebagian berlangsung cepat dalam waktu singkat, sebagian harus
menunggu dalam waktu yang cukup lama.
Proses pernikahan manakah yang terbaik? Yang terbaik adalah yang paling
maslahat dan barakah, serta jauh dari mafsadah (kerusakan) dan bibit-bibit
kekecewaan yang menjauhkan orang dari rasa syukur. Proses pernikahan yang
mendatangkan maslahat dan barakah bisa jadi berlangsung dengan mudah, bisa pula
berlangsung melalui jalan yang pelik. Allah Maha Tahu apa yang paling maslahat
bagi Anda. Ketika hujan lebat sedang turun dan petir menggelegar sambut-
menyambut, kalau Anda tidak berhati-hati, bisa tersambar oleh petir yang nyasar.
Kalau Anda menjaga diri, istiqamah, dan tawakal, insya-Allah Anda akan mendapati
hujan sebagai pensucian bumi hati Anda. Sedang petir membawa muatan listrik yang
menerangi.
Sesungguhnya, sepanjang yang saya ketahui, salah satu pandangan Islam tentang
pernikahan adalah sederhana dalam proses dan sederhana dalam pelaksanaan. Anda
harus memperhatikan keadaan hati Anda ketika akan melaksanakan. Sebab, di sinilah
setan berusaha untuk menyimpangkan niat dan tujuan Anda. Islam menganjurkan kita
untuk menyegerakan menikah, tetapi setan bisa mengambil bentuk yang mirip ketika
kita tidak mau menunda-nunda tanpa alasan. Setan mengarahkan kita untuk bersikap
tergesa-gesa. Khusus pembahasan mengenai menyegerakan dan tergesa-gesa, insya-
Allah akan kita bicarakan pada bab berikutnya, Antara Menyegerakan dan Tergesa-
gesa.
---
Kita seringkali tidak bisa membedakan,
apakah kita melakukan sesuatu
karena persangkaan kita yang baik kepada Allah
ataukah justru karena persangkaan kita
yang kurang tepat kepada-Nya.
---
Setan berusaha untuk merebut masa sebelum menikah, masa yang sangat rawan.
Masa ini bisa menyesatkan manusia jika tidak berhati-hati. Dengan demikian boleh
jadi ia mendapati pernikahannya kelak tidak sebagaimana harapannya, meskipun --
barangkali-- pasangan hidupnya sudah berperilaku yang sesuai dengan tuntunan Islam
Kado Pernikahan 55
dan bahkan melakukan kebajikan-kebajikan dalam rumah tangga. Na'udzubillahi min
dzalik. Semoga Allah menjauhkan kita dari hal-hal yang demikian.
Ada dua hal yang perlu kita jaga sejak berangkat meminang (atau, sejak
datangnya pinangan bagi seorang gadis) sampai dengan pelaksanaan akad-nikah.
Pertama, menyangkut persangkaan kita kepada Allah. Ini yang paling rawan. Kedua,
persangkaan dan persepsi kita terhadap pernikahan dan calon pasangan hidup kita.
Masalah kedua ini, banyak kaitannya dengan masalah pertama. Jika masalah yang
pertama tidak baik, masalah yang kedua sangat mungkin untuk ikut tidak baik.
Kado Pernikahan 56
sebagai pengabaian-Nya. Semoga kita terhindar dari prasangka yang tidak diridhai-
Nya.
Pernikahan adalah salah satu amanah Allah bagi manusia yang beriman kepada-
Nya. Pernikahan adalah ketundukan kita kepada-Nya, sekalipun Allah memberi
tempat kepada perasaan-perasaan manusiawi. Justru, Allah-lah yang memberikan
perasaan-perasaan dan dorongan itu kepada manusia. Sementara itu, setan berusaha
untuk memanfaatkan momentum menjelang nikah, selama proses menuju pernikahan,
justru untuk mengangkuhkan diri seolah Allah tidak memperhatikan. Padahal tidak
ada yang bisa disembunyikan dari pengetahuan dan "penglihatan" Allah.
Pernikahan adalah amanah Allah. Dan Allah tidak pernah zalim kepada
makhluk-Nya. Tidak pernah Allah memberikan amanah kepada manusia, kecuali Ia
akan memberikan sarana untuk memenuhi amanah. Allah tidak pernah zalim. Maha
Suci Allah dari kezaliman.
Setiap amanah telah dicukupi dengan sarana yang dengan itu orang bisa
melaksanakan amanah-Nya, dalam hal ini melaksanakan pernikahan. Walaupun
demikian, manusia sering melakukan kezaliman kepada dirinya sendiri maupun
kepada Allah dengan prasangka-prasangka buruk kepada-Nya. Maha Suci Allah dan
segala puji bagi-Nya yang luas ampunan dan kasih sayang-Nya.
Astaghfirullahal'adzim. Laa ilaaha illa Anta, subhanaka innii kuntu minazh-
zhalimin.
Masya Allah. Manusia seringkali tergesa-gesa dan penuh keluh-kesah karena
dangkalnya ilmu dan pendeknya jangkauan akalnya terhadap rahmat Allah. Ketika
membutuhkan gerimis untuk mendinginkan bumi hatinya, ia mengeluh dan kadang
bahkan cepat memberikan penilaian yang salah ketika Allah mengirimkan mendung.
Padahal, mendung yang tebal itu membawa muatan air yang melimpah, lebih dari
sekedar yang ia butuhkan. Ketika ia tidak melihat mendung, dan hanya merasakan
teriknya matahari, ia lupa bahwa matahari pun adalah rahmat. Berkait dengan
keinginannya, matahari mempercepat penguapan air laut menjadi awan yang
selanjutnya akan menjadi hujan. Tetapi manusia sangat pendek jangkauan akalnya,
tergesa-gesa dan mudah mengeluh.
Semoga Allah mengampuni kezaliman kita dan menggantikan dengan hati yang
bersyukur.
Masalah-masalah berkenaan dengan prasangka yang kurang baik terhadap Allah,
tidak hanya ketika berhadapan dengan apa yang oleh anggapan lahiriah sebagai
kesulitan. Keadaan-keadaan yang dirasa mudah, juga perlu dijaga agar kemudahan
yang diberikan oleh Allah tidak menjatuhkan kita ke dalam keadaan "mengabaikan"
rahmat Allah. Seolah-olah, kitalah yang menyebabkan kemudahan. Manusia memang
rawan terhadap sikap takabur, menyombongkan diri di hadapan orang lain dan di
hadapan dirinya sendiri.
Mudah-mudahan kita bisa menjaga persoalan-persoalan qalbiyyah selama proses
menuju pernikahan berlangsung. Semoga Allah subhanahu wa ta'ala menyelamatkan
Kado Pernikahan 57
kita dari urusan hati yang menjerumuskan. Semoga Allah mensucikan niat kita dalam
melangkah ke jenjang pernikahan. Saya sangat mengharap kepada Allah niat terbaik
saat melangsungkan akad-nikah. Mudah-mudahan Allah menjadikan pernikahan kita
barakah dan diridhai Allah hingga kelak kita menghadap-Nya di yaumil-akhir.
Mudah-mudahan Allah Swt. mengaruniai kita keturunan yang memberi bobot kepada
bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah.
Inilah yang kita perlu jaga. Kita perlu menata hati ketika menjalani urusan-
urusan selama proses berlangsung, termasuk ketika nanti mengadakan walimah.
Mudah-mudahan kebersahajaannya maupun kemeriahannya, kita laksanakan di atas
niat serta jalan yang diridhai Allah. Semoga barakah dunia akhirat. Allahumma amin.
Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan.
Kado Pernikahan 58
kekhawatiran. Bisa juga oleh sebab-sebab lain yang bersifat qalbiyyah (hati). Kadang-
kadang, orang mengalami deprivasi (kebutuhan yang sangat, seperti orang yang lapar)
yang menyebabkannya menjadi lebih peka terhadap jenis-jenis informasi tertentu.
Pada saat Anda sedang mengalami deprivasi makanan, Anda akan cepat mengira
orang yang sedang memukul-mukulkan besi kecil sebagai penjual nasi goreng sedang
lewat.
Masa menjelang nikah adalah masa yang sensitif. Apa yang berlangsung selama
masa ini, bagaimana memaknainya, mempengaruhi bagaimana kedua manusia itu
kelak akan menghayati pernikahannya. Proses antara pinangan dengan pelaksanaan
akad, hingga detik-detik akadnya, bisa menjernihkan niat-niat yang masih keruh
sehingga pada saat keduanya melakukan shalat berjama'ah segera setelah akad,
mereka banyak beristighfar, memohon pertolongan Allah untuk melimpahkan
kebarakahan dan menjauhkan dari keburukan, serta merasakan syukur yang dalam
karena telah terhindar dari ancaman maksiat. Tetapi, proses menuju pernikahan bisa
juga mengeruhkan niat-niat, sekalipun sekilas tampak mendapat pembenaran agama.
Padahal manusia mendapatkan hasil dari perbuatannya sesuai dengan apa yang
diniatkan.
Pada masa ini, di antara sekian banyak hal yang mungkin harus diselesaikan,
masalah lisan adalah yang paling peka dan paling rawan. Sebab, masalah
memperlakukan lisan ini mempengaruhi keseluruhan masalah lain, termasuk dalam
hubungan suami-istri setelah menikah. Bahkan termasuk bagaimana menghayati
hubungan intim suami-istri. Wallahu A'lam bishawab wastaghfirullahal 'adzim. Saya
mohon perlindungan Allah dari kekejian lisan saya sendiri.
Ada dua hal yang perlu dijaga dalam memperlakukan lisan selama proses
berlangsung (juga sesudahnya). Pertama, menjaga lidah dalam mengucapkan kata-
kata (hifdhul-lisan). Kedua, menjaga persepsi kita terhadap apa yang kita dengar dari
lisan orang lain.
Ada dua bagian manusia yang dapat menjaminkan surga atau menjerumuskan ke
neraka, yaitu lisan dan kemaluan. Nikah adalah proses menjaga kesucian kemaluan
kita dari tindakan yang tidak diridhai Allah (mudah-mudahan kita termasuk orang
yang menikah demi menjaga kesucian farji). Melalui nikah, apa yang sebelumnya
merupakan dosa besar, menjadi ibadah yang dimuliakan. Nikah adalah kesucian.
Tetapi, lisan dapat menjadikannya keruh.
Dari Sahl bin Sa'd As-Sa'di r.a., bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
"Barangsiapa yang menjamin kepadaku akan menjaga apa yang ada di antara
kedua rahangnya (mulut) dan apa yang ada di antara kedua kaki pahanya
(kemaluan) niscaya aku menjamin surga untuknya." (HR Bukhari).
Suatu ketika Uqbah bin Amir r.a. bertanya, "Ya Rasulullah, apakah keselamatan
itu?"
Beliau menjawab, "Tahanlah lisanmu, kerasanlah di rumahmu, dan tangisilah
dosamu." (HR Tirmidzi).
Kado Pernikahan 59
Saya tidak bisa menjelaskan bab ini lebih lanjut. Cukuplah saya akhiri bab ini
dengan beberapa hadis. Mudah-mudahan Allah Swt. mengampuni kesalahan-
kesalahan niat dalam menikah disebabkan oleh ketidaktahuan kita, dan
meluruskannya dengan menyemayamkan niat terbaik yang diridhai-Nya. Mudah-
mudahan kelak kita akan mendapati pernikahan kita dan keturunan kita seluruhnya
barakah dan diridhai Allah 'Azza wa Jalla. Allahumma amin.
Al-Maqdisi mengetengahkan sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
"Berikan penafsiran terbaik tentang apa yang engkau dengar, dan apa yang
diucapkan saudaramu, sampai engkau menghabiskan semua kemungkinan dalam
arah itu."
Suatu ketika Imam Ahmad bin Hanbal ditanya mengenai hadis, "Jika engkau
mendengar sesuatu yang mungkin diucapkan oleh saudaramu, berikan interpretasi
yang terbaik sampai engkau tidak dapat menemukan alasan untuk melakukannya."
Menanggapi pertanyaan tersebut, Imam berkata, "Carilah alasan untuknya
dengan mengatakan mungkin dia berkata begini, atau mungkin maksudnya begini."
Tabayyun (meminta penjelasan) adalah bentuk lain upaya untuk mendapatkan
interpretasi sesuai dengan yang dimaksudkan oleh orang yang mengucapkannya. Bisa
jadi kita mendengar langsung dengan orang yang berbicara, tetapi kita menangkapnya
tidak sebagaimana dimaksud. Di sinilah tabayyun (mengecek kebenaran informasi)
diperlukan.
Rasulullah Saw. juga diriwayatkan pernah bersabda,
"Janganlah salah satu di antara kamu sekalian ber-imma'ah, yang jika orang
lain baik maka engkau baik, dan jika mereka jelek maka engkau ikut jelek pula. Akan
tetapi hendaklah engkau tetap konsisten terhadap (keputusan) dirimu. Jika orang-
orang baik, maka engkau juga baik, dan jika mereka jelek, hendaklah engkau
menjauhinya keburukan-keburukan mereka." (HR Tirmidzi).
Apakah imma'ah itu? Kita minta Muhammad Hashim Kamali, seorang guru
besar ilmu fiqih pada International Islamic University, Malaysia, untuk menjelaskan.
Menurut Muhammad Hashim Kamali, imma'ah adalah, "Memuji atau mencela orang
lain tanpa alasan, tetapi semata-mata karena dia melihat orang lain melakukan hal
itu."
Kita imma'ah ketika kita dengan cepat menyimpulkan ucapan orang lain hanya
dari mendengar selintas. Kita juga imma'ah kalau kita segera memberikan pujian
karena mendengar kabar sekedarnya mengenai dia. Apalagi kalau sampai
menjatuhkan kesimpulan dengan sangat yakin tentang seseorang hanya dari rumor --
entah, apakah masih termasuk imma'ah atau bukan.
Alhasil, dengan kriteria seperti itu, rasanya hampir setiap hari kita terperosok ke
dalam imma'ah. Kadang-kadang tersadar sesudah lewat, tetapi melakukan kesalahan
lagi beberapa menit sesudah sadar.
Kado Pernikahan 60
Saya mohon ampunan kepada Allah atas berbagai perbuatan imma'ah yang saya
lakukan karena ketidaktahuan saya atau karena kecerobohan saya. Saya meminta
maaf kepada Anda jika saya pernah gegabah menyimpulkan ucapan Anda, padahal
saya belum memeriksanya.
Apapun, kita mengharap pertolongan Allah semoga kemudahan dalam proses
menumbuhkan kehangatan dan keakraban setelah menikah. Adapun kesulitan dalam
proses, melahirkan kesetiaan, kedalaman cinta, dan kelurusan niat setelah
melaksanakan akad nikah. Bagi mereka ketenteraman, mawaddah wa rahmah hingga
hari kiamat kelak. Allahumma amin.
Rahmat Allah datang dalam berbagai bentuk.
Kado Pernikahan 61
Bab 5
A ntara Menyegerakan
dan Tergesa-gesa
Rasulullah menasehatkan:
"Mintalah fatwa dari hatimu. Kebaikan itu adalah apa-apa yang tenteram jiwa
padanya dan tenteram pula dalam hati. Dan dosa itu adalah apa-apa yang syak
dalam jiwa dan ragu-ragu dalam hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa
kepadamu dan mereka membenarkannya."
S alah satu perkara yang perlu disegerakan adalah menikah. Begitu Islam
mengajarkan. Menyegerakan bagi seorang laki-laki yang telah mencapai
ba'ah adalah dengan segera meminang wanita baik-baik yang ia mantap
dengannya. Ia mendatangi orangtua wanita tersebut dengan menjaga adab sambil
membersihkan niat.
Rasulullah Muhammad Saw. bersabda:
Khath Arab
"Barangsiapa yang dimudahkan baginya untuk menikah, lalu ia tidak menikah,
maka tidaklah ia termasuk golonganku." (HR Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi).1
Nabi kita juga mengingatkan, "Bukan termasuk golonganku orang yang merasa
khawatir akan terkungkung hidupnya karena menikah, kemudian ia tidak menikah."
(HR Ath-Thabrani).
Sedang menyegerakan nikah bagi keluarga wanita adalah dengan mempercepat
pelaksanaan jika tidak ada kesulitan yang menghalangi. Juga, menyederhanakan
proses agar tidak membebani kedua mempelai. Mudah-mudahan mereka akan
Kado Pernikahan 62
mendapatkan rumah tangga yang barakah dan diridhai Allah, keluarga yang di
dalamnya terdapat anak-anak yang memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa
ilaaha illaLlah.
Menyegerakan nikah insya-Allah lebih dekat kepada pertolongan Allah dan
syafa'at Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah akan menyempurnakan
setengah agama kita kalau kita menyegerakan menikah. Insya-Allah, kita akan
mendapati pernikahan yang barakah. Sebuah pernikahan yang barakah akan
menjadikan orang-orang yang ada di dalamnya tenteram dan saling memberi manfaat.
Mereka akan memperoleh kebahagiaan dan terhindar dari hidup yang sia-sia. Seorang
pemalas akan menjadi rajin, seorang peragu akan memperoleh yakin, dan seorang
yang bimbang akan memperoleh keteguhan.
Nikah adalah satu di antara tiga perkara yang sunnah untuk disegerakan. Allah
akan melimpahkan ridha-Nya kepada orang yang menyegerakan nikah. Mereka yang
menyegerakan nikah atau membantu orang untuk menyegerakan nikah, insya-Allah
akan mendapati rahmat dan perlindungan Allah kelak di yaumil-hisab. Sebab,
sesungguhnya perbuatan menyegerakan nikah merupakan perkara yang disunnahkan
oleh Rasulullah. Dan setiap perkara yang disunnahkan, adalah tindakan yang diridhai
dan dicintai Allah.
Wallahu A'lam bishawab.
Akan tetapi, di dalam setiap perbuatan, setan berusaha untuk menggelincirkan
manusia. Jika orang tidak mau melakukan kemaksiatan, setan berusaha untuk
menggelincirkan manusia dengan menampakkan apa-apa yang sepintas mirip dengan
perkara yang disunnahkan.
Banyak contoh tentang ini. Agama menganjurkan kita untuk syukur nikmat,
mengabarkan dan menampak-nampakkan nikmat yang kita peroleh demi
mengagungkan kemurahan Allah. Dan setan berusaha untuk menyimpangkan niat
kita, sehingga kita menampak-nampakkan bukan dalam rangka syukur nikmat, tetapi
dalam rangka riya' dan sum'ah. Jika riya' adalah tindakan yang dilakukan dengan
harapan orang melihat kebaikan yang ada pada diri kita, sum'ah adalah tindakan agar
orang mendengarkan keunggulan kita.
Kadang orang bersikap merendah karena tawadhu', tetapi orang bisa merendah
dalam rangka meninggikan diri di hadapan orang lain. Yang pertama, adalah
kemuliaan akhlak yang sering dianjurkan agama. Yang kedua, adalah rekayasa kesan
agar tampak sebagai orang yang memiliki kedalaman pemahaman agama.
Masih banyak yang lain. Hanya saja, kita sering tidak tahu bahwa yang ada pada
hati kita bukanlah sebagaimana yang diharapkan oleh agama. Bisa jadi, kita mampu
menunjukkan argumentasi (hujjah) atas apa yang kita lakukan. Kita berargumentasi
melalui kekuatan nalar dan lisan yang dikaruniakan kepada kita, akan tetapi hati kita
mengingkari. Sayangnya, kita pun sering tidak tahu bahwa hati kita mengingkari
disebabkan pekatnya penghalang mata hati kita untuk melihat beningnya kebenaran.
Kado Pernikahan 63
Perkara nikah juga demikian. Kita disunnahkan untuk menyegerakan pernikahan.
Meskipun demikian, kita bisa jadi terjatuh pada tindakan tergesa-gesa. Bersegera,
akan mendekatkan orang kepada saat menikah. Penantian yang telah melewati
berpuluh-puluh malam, insya-Allah segera terbayarkan dengan akad nikah yang
dalam waktu dekat akan terlaksana. Sementara itu, tergesa-gesa bisa jadi justru
menjadikan tibanya saat akad nikah harus melalui waktu yang lama.
Ada perbedaan yang jauh antara pernikahan yang disegerakan dengan pernikahan
yang dilaksanakan secara tergesa-gesa. Waktu yang dibutuhkan dari peminangan
sampai akad nikah bisa jadi sama. Tetapi, suasana yang terbawa dalam rumahtangga
sangat berbeda.
Pernikahan yang disegerakan insya-Allah penuh barakah dan diridhai Allah. Di
dalamnya, Allah mencurahkan perasaan sakinah kepada suami-istri tersebut. Bahkan,
suasana sakinah juga terasakan oleh seisi rumah, sanak famili yang mengetahui, serta
orangtua dari keduanya, kecuali bagi mereka yang sedang merasakan kekeruhan
dalam jiwanya.
Tapi, apakah sakinah itu? Wallahu A'lam. Sepanjang pengetahuan saya, sakinah
adalah ketenangan hati, ketenteraman jiwa, dan terbebasnya diri dari keinginan-
keinginan yang dilarang, sebab sesuatu yang dilarang akan menimbulkan kegelisahan
dan kecemasan. Mereka juga tidak begitu terganggu oleh penilaian-penilaian sesaat
dari masyarakat, sebab mereka menyandarkan penilaian kepada sumber yang jernih
dalam soal-soal yang diatur dan mendasarkan pada kesepakatan dan kecintaan berdua
dalam soal-soal yang dilapangkan (mubah) bagi kita. Mereka mungkin akan
melakukan apa yang secara sosial diharapkan, tetapi itu bukan karena terdesak oleh
tekanan norma sosial semata. Melainkan menurut pertimbangan kemaslahatan.
Mereka mungkin akan menolak apa yang diharapkan secara sosial, tetapi itu bukan
karena ingin menentang tatanan. Tetapi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
berkenaan dengan madharat dan mafsadah.
Apa pengaruh sakinah bagi suami-istri yang baru memasuki jenjang pernikahan?
Apakah makna sakinah dalam membina kehidupan berumahtangga, mendidik anak,
dan menetapkan misi setelah mereka mempunyai anak dari pernikahan mereka?
Sayang sekali kita tidak bisa membahas saat ini. Mudah-mudahan Allah memberikan
petunjuk, ilmu, dan kekuatan pada saya untuk membahasnya di waktu lain dalam
kesempatan yang lebih baik. Saat ini, cukuplah saya katakan bahwa sakinah
menguatkan ikatan perasaan antara suami dan istri dengan jalinan perasaan yang
diliputi oleh kerinduan yang menenteramkan saat tidak bertemu dan ketenangan yang
menyejukkan saat berjumpa. Sakinah menumbuhkan kelembutan dan keramahan
dalam pergaulan mereka, termasuk dalam mendidik anak kelak, serta memunculkan
optimisme dan kekuatan jiwa ketika menghadapi masalah sehingga mereka tidak
lebih tua dari usianya.
Bagaimana suasana keluarga yang sakinah? Sayang sekali saya belum bisa
menggambarkan. Hanya saja, diam-diam saya kadang terkesan ketika menjumpai
hadis yang mengabarkan sebagian tandanya.
Kado Pernikahan 64
"Akan lebih sempurna ketakwaan seorang mukmin," kata Rasulullah Saw., "jika
ia mempunyai seorang istri yang shalihah, jika diperintah suaminya ia patuh, jika
dipandang membuat suaminya merasa senang, jika suaminya bersumpah
membuatnya merasa adil, jika suaminya pergi ia akan menjaga dirinya dan harta
suaminya."
"Tiga kunci kebahagiaan seorang laki-laki," kata Rasulullah Saw. menunjukkan,
"adalah istri shalihah yang jika dipandang membuatmu semakin sayang dan jika kamu
pergi membuatmu merasa aman, dia bisa menjaga kehormatan dirinya dan hartamu;
kendaraan yang baik yang bisa mengantar ke mana kamu pergi; dan rumah yang
damai yang penuh kasih-sayang. Tiga perkara yang membuatnya sengsara adalah istri
yang tidak membuatmu bahagia jika dipandang dan tidak bisa menjaga lidahnya, juga
tidak membuatmu merasa aman jika kamu pergi karena tidak bisa menjaga
kehormatan diri dan hartamu; kendaraan rusak yang jika dipakai hanya membuatmu
lelah namun jika kamu tinggalkan tidak bisa mengantarmu pergi; dan rumah yang
sempit yang tidak kamu temukan kedamaian di dalamnya."
Kita cukupkan pembicaraan sekilas tentang sakinah. Kita kembali lagi kepada
pembahasan kita mengenai pernikahan yang disegerakan dan pernikahan yang
tergesa-gesa.
Jika pernikahan yang disegerakan lebih dekat kepada kemaslahatan dan barakah,
maka pernikahan yang tergesa-gesa lebih dekat kepada kegersangan dan kekecewaan.
Pernikahan yang tergesa-gesa mendatangkan penyesalan dan ketidakbahagiaan. Ia
mendapati istrinya menyusahkan dan membuatnya cepat beruban sebelum waktunya
(he hmm, tapi bukan cepat beruban karena minyak rambut).
Saya teringat kepada penghujung do'a Nabi Daud 'alaihissalam, "Ya Allah, ...
Hindarkanlah saya dari anak-anak yang durhaka terhadap orangtuanya; harta yang
jadi bencana bagi saya maupun orang lain; tetangga yang buruk sifatnya, yaitu jika
melihat kebaikan pada saya difitnahnya dan jika melihat keburukan
disebarluaskannya, dan istri yang menyusahkan, membuat saya beruban sebelum
waktunya."
Jika pernikahan yang barakah membuat rumah terasa damai dan penuh kasih
sayang, pernikahan yang tidak barakah mengakibatkan rumah terasa sempit dan
orang tidak menemukan kedamaian di dalamnya. Ukuran fisiknya barangkali luas,
bahkan jauh melebihi kebutuhan. Akan tetapi, tidak ada kelapangan di dalamnya.
Betapa bedanya antara luas dan lapang.
Pernikahan yang barakah insya-Allah akan kita dapati ketika kita menyegerakan
nikah. Tetapi, pernikahan yang dilakukan tergesa-gesa justru bisa melahirkan
kehampaan, kecuali kalau Allah menolong kita mengambil jarak dari keadaan kita
sendiri, melakukan introspeksi yang teliti dan berhati-hati dalam menilai masalah.
Selanjutnya, mudah-mudahan kita bisa menjaga lisan (hifdhul-lisan) dari menga-
takan apa-apa yang tidak baik di hadapan Allah dan manusia mengenai pasangan
hidup kita, sekalipun dia tidak tahu. Sebab ungkapan kekesalan dan kekecewaan --
apalagi sampai menutupi kebaikan yang ada padanya-- bisa menjadi do'a yang pasti
Kado Pernikahan 65
dikabulkan ketika ucapan itu keluar bersamaan dengan sa'atu-nailin, yaitu saat ketika
ucapan menjadi do'a, dan do'a pada saat itu pasti terkabul.
Pembicaraan mengenai ini akan semakin panjang jika diteruskan. Cukuplah kita
akhiri dengan berdo'a, mudah-mudahan Allah mengarunia kita dengan kemuliaan dan
kebarakahan dalam keluarga kita. Semoga dari sana lahir keturunan yang memberi
bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah. Keturunan yang hukma-
shabiyya rabbi radhiyyah, yang memberikan kesejukan mata dan ketenteraman jiwa
di dunia hingga kelak di hari kiamat.
Selanjutnya, mari kita lihat perbedaan antara menyegerakan dan tergesa-gesa.
Kita akan membicarakan masalah ini melalui dua cara. Pertama, melalui tanda-tanda
hati (mudah-mudahan Allah menjernihkan hati kita). Kedua, melalui perumpamaan
yang dapat dipikirkan oleh akal.
Tanda-tanda Hati
"Orang yang mempunyai niat yang tulus," kata Imam Ja'far Ash-Shadiq, guru
dari Imam Abu Hanifah, "adalah dia yang hatinya tenang, terbebas dari pemikiran
mengenai hal-hal yang dilarang, berasal dari upaya membuat niatmu murni untuk
Allah dalam segala perkara."
Pada hari ketika harta benda dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang
yang datang kepada Allah dengan hati yang suci. (QS 26: 88-90).
Kalau kita menyegerakan nikah karena niat yang jernih, insya-Allah hati kita
akan merasakan sakinah, yaitu ketenangan jiwa saat menghadapi masalah-masalah
yang harus diselesaikan. Kita merasa yakin, meskipun harapan dan kekhawatiran
meliputi dada. Kita merasa tenang, meskipun ada sejumlah masalah yang membebani
dan menyita perhatian.
Ketenangan dan beban masalah bukanlah dua hal yang bertentangan. Seperti
seorang ibu yang telah memiliki kematangan, kedewasaan dan kasih sayang besar
kepada anak serta pengharapan besar terhadap ridha Allah. Saat menghadapi
persalinan, ia merasakan ketenangan hati dan keyakinan. Meskipun harus melewati
perjuangan mendebarkan yang melelahkan secara fisik dan ketegangan psikis, namun
ketegangan ini bukan sejenis perasaan tidak aman.
Lain halnya dengan tergesa-gesa. Ketergesa-gesaan ditandai oleh perasaan tidak
aman dan hati yang diliputi kecemasan yang memburu. Seperti berdiri di depan anjing
galak yang tidak pernah kita kenal, ada perasaan ingin untuk cepat-cepat berlari pergi
menjauhi tempat itu. Kalau berlari, takut dikejar dan terjatuh. Kalau tetap berdiri di
dekatnya, tidak ada kepastian dan ada kekhawatiran jangan-jangan anjing itu
menggigit.
Inilah gambaran sekilas. Kalau belum jelas, bertanyalah kepada hati nuranimu.
Mintalah fatwa kepadanya.
Kado Pernikahan 66
Rasulullah Saw. bersabda,
"Mintalah fatwa dari hatimu. Kebaikan itu adalah apa-apa yang tenteram jiwa
padanya dan tenteram pula dalam hati. Dan dosa itu adalah apa-apa yang syak
dalam jiwa dan ragu-ragu dalam hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa
kepadamu dan mereka membenarkannya." (HR Ahmad).
Tanda-tanda Perumpamaan
Kalau suatu saat Anda naik motor dan menjumpai tikungan tajam, apa yang
Anda lakukan? Apakah Anda akan segera membelokkan kemudi tanpa mengurangi
kecepatan karena ingin cepat sampai? Atau, Anda mengurangi kecepatan sedikit,
menelikung dengan miring, dan sesudah berbelok baru menambah kecepatan sedikit
demi sedikit?
Jika Anda memilih yang pertama, sangat mungkin Anda terpental sendiri. Anda
terjatuh, sehingga harus berhenti sejenak atau agak lama. Baru kemudian dapat
meneruskan perjalanan.
Keinginan Anda untuk cepat sampai di tempat tujuan dengan tidak mengurangi
kecepatan, apalagi justru dengan menambah kecepatan, tidak membuat Anda lebih
cepat sampai dengan tenang, tenteram, dan aman. Bisa-bisa, kalau kecepatan Anda
tetap antara sebelum berbelok dengan saat-saat berbelok, Anda justru terpental.
Antara gaya sentrifugal dan gaya sentripetal, tidak seimbang.
Jika Anda memilih yang kedua, insya-Allah Anda akan dapat sampai lebih cepat.
Awalnya memang mengurangi kecepatan, tapi sesudah betul-betul memasuki
tikungan dengan baik, Anda bisa menambah kecepatan. Jika Anda mengurangi
kecepatan lebih banyak lagi, Anda bahkan dapat membelok tanpa harus memiringkan
badan banyak-banyak.
Jalan yang lempang adalah tamsil dari masa melajang, masa ketika masih sendiri.
Belokan adalah proses peralihan menuju status baru, menikah dan berumah tangga.
Sedang jalan berikutnya yang dilalui setelah berbelok, adalah kehidupan keluarga
setelah menikah.
Pilihan pertama adalah sikap tergesa-gesa untuk menikah, sedangkan pilihan
yang kedua adalah menyegerakan.
Ada perumpamaan lain. Kita melihat perumpamaan yang dekat-dekat dengan
kita. Kalau suatu saat Anda bikin kolak kacang hijau, ada beberapa bahan yang perlu
Anda masukkan. Bahan yang paling pokok adalah kacang hijau dan gula. Kalau
Anda memasukkan gula bersamaan dengan kacang hijau, sesudah itu segera direbus,
Anda akan mendapati kacang hijau itu tidak mau mekar. Anda tergesa-gesa. Kalau
Anda memasukkan gula setelah kacang hijaunya mekar, Anda menyegerakan. Tetapi,
kalau Anda lupa tidak segera memasukkan gula setelah kacang hijaunya mekar cu-
kup lama, Anda akan kehilangan banyak zat gizi yang penting.
Kado Pernikahan 67
Sampai di sini, saya kira cukup pembahasan mengenai menyegerakan dan
tergesa-gesa. Mudah-mudahan Allah Ta'ala memasukkan kita ke dalam golongan
orang-orang yang menyegerakan, bukan tergesa-gesa. Semoga Allah menjadikan
pernikahan kita barakah dan diridhai Allah.
Saya memohon perlindungan kepada Allah dari penjelasan yang tidak menambah
kejelasan. Mudah-mudahan apa yang kurang dalam tulisan ini menjadikan Anda
berhati-hati. Mudah-mudahan apa yang terang, menjadikan Anda mempunyai
keyakinan hati. Mantap dalam melangkah.
Catatan Kaki:
1. "Ini dinisbahkan atas nama Nabi yang Nabi sama sekali terbebas dari
mengucapkan yang demikian. Ini hadis dha'if." Kata Ustadz Abdul Hakim
Abdats, "Hadis ini mursal, tabi'in langsung menyandarkan kepada nama Nabi,
jelas tidak membawa nama sahabat."
Kado Pernikahan 68
Bab 6
D i Manakah
Wanita-wanita Barakah Itu?
Rasulullah bersabda,
"Seorang wanita yang penuh barakah dan mendapat anugerah Allah adalah
yang maharnya murah, mudah menikahinya, dan akhlaknya baik.
Namun sebaliknya, wanita yang celaka adalah yang mahal maharnya,
sulit menikahinya, dan buruk akhlaknya."
Kado Pernikahan 69
yang benar. Dan (sumpah) yang kelima, bahwa laknat Allah atasnya, jika ia termasuk
orang-orang yang berdusta.
Dan istrinya itu akan dihindarkan dari hukuman, apabila sumpah empat kali
atas nama Allah yang dilakukan suaminya itu adalah dusta. Dan (sumpah) yang
kelima, bahwa laknat Allah atasnya, jika suaminya itu termasuk orang-orang yang
benar." (QS An-Nur [24]: 6-9).
Bila perceraian biasa bisa diakhiri dengan rujuk dan masih terbuka kesempatan
untuk merajut kebahagiaan bersama-sama seperti sebelumnya, maka tidak demikian
dengan li'an. Dua orang yang telah bercerai setelah keduanya saling me-li'an
(melaknat) haram untuk bersatu kembali untuk selama-lamanya.
Rasulullah Saw., bersabda,
Khat Arab
"Dua orang suami-istri yang saling melaknat, apabila telah berpisah (bercerai),
maka tidak akan pernah bertemu lagi selamanya." (Hadis Shahih).
Jadi, tak ada lagi ruang untuk menyatukan hati yang telah berpisah, ketika
penyesalan datang. Apabila sebelumnya keduanya saling melaknat, tidak ada lagi
kesempatan untuk menghayati kebersamaan dan kebahagiaan ketika mereka
menyadari kesalahan-kesalahannya. Na'udzubillahi min dzalik. Semoga kita tidak
pernah sedikit pun tergelincir ke dalam prasangka yang buruk kepada teman hidup
kita, karena prasangka yang buruk merupakan bibit li'an.
Pernikahan sedemikian pentingnya dalam pandangan Islam. Pernikahan menjadi
sunnah Rasul. At-Tirmidzi, Imam Ahmad ibn Hanbal, dan Al-Baihaqi pernah
meriwayatkan sebuah hadis bahwa Rasulullah Saw. bersabda, "Empat macam perkara
termasuk sunnah-sunnah para Rasul, yaitu: memakai pacar, memakai wewangian,
bersiwak, dan menikah."
Pernikahan merupakan bukti kekuasaan Allah Yang Maha Mulia. Ia menciptakan
kasih-sayang dan kerinduan-kerinduan. Ia memberikan ketenteraman yang tidak
pernah bisa dirasakan oleh orang yang belum menikah. Rumah bagi mereka yang
menikah adalah tempat yang menyejukkan. Tiap-tiap anggota keluarga insya-Allah
memperoleh ketenteraman dan terjalin ikatan kasih-sayang.
Pernikahan yang barakah akan menumbuhkan al-'athifah (jalinan perasaan) yang
demikian. Mereka akan mendapati pernikahan sebagaimana firman Allah Swt. dalam
surat Ar-Rum ayat 21, surat yang paling populer untuk penghias undangan nikah,
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Ia menciptakan untukmu istri-
istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenteram dengannya, dan dijadikan-
Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang mengetahui."
Kado Pernikahan 70
Dalam pernikahan yang barakah, insya-Allah akan tumbuh sakinah. Antara
suami dan istri, tumbuh perasaan kasih dan sayang. Perasaan ini bukan sejenis luapan-
luapan sesaat, sehingga semakin kering ketika pernikahan sudah dimakan usia. Ketika
sebuah pernikahan barakah, suami merasa semakin sayang ketika tertegun
memandang istrinya yang semata wayang. Istri merasakan getaran cinta yang semakin
mendalam saat memandangi wajah suaminya.
Bagaimana keluarga yang sakinah itu? Allahu A'lam bishawab. Hadis berikut
mudah-mudahan dapat memahamkan kita sebagian di antara tanda-tandanya.
"Tiga kunci kebahagiaan seorang laki-laki," kata Rasulullah Saw. menunjukkan,
"adalah istri shalihah yang jika dipandang membuatmu semakin sayang dan jika
kamu pergi membuatmu merasa aman, dia bisa menjaga kehormatan dirinya
dan hartamu; kendaraan yang baik yang bisa mengantar ke mana kamu pergi; dan
rumah yang damai yang penuh kasih sayang. Tiga perkara yang membuatnya
sengsara adalah istri yang tidak membuatmu bahagia jika dipandang dan tidak bisa
menjaga lidahnya juga tidak membuatmu merasa aman jika kamu pergi karena tidak
bisa menjaga kehormatan diri dan hartamu; kendaraan rusak yang jika dipakai
hanya membuatmu lelah namun jika kamu tinggalkan tidak bisa mengantarmu pergi;
dan rumah yang sempit yang tidak kamu temukan kedamaian di dalamnya."
"Akan lebih sempurna ketakwaan seorang Mukmin," kata Rasulullah Saw., "jika
ia mempunyai seorang istri shalihah; jika diperintah suaminya ia patuh, jika
dipandang membuat suaminya merasa senang, jika suaminya bersumpah membuatnya
merasa adil, jika suaminya pergi ia akan menjaga dirinya dan harta suaminya."
Tetapi, tidak semua pernikahan mendapatkan barakah. Adakalanya, indahnya
pernikahan segera kering setelah masa pengantin baru berlalu. Setahun belum berlalu,
tetapi rumahtangga sudah dipenuhi oleh rasa jemu. Anak belum lagi satu, malah istri
baru menjalani kehamilan pertama, tetapi hubungan keduanya justru semakin kaku.
Bahkan lebih kaku dibanding malam pertama, saat keduanya masih belum begitu
kenal.
Apa yang menyebabkan pernikahan tidak barakah? Wallahu A'lam bishawab.
Saya hanya bisa berharap kepada Allah Swt semoga Ia menjadikan pernikahan saya,
juga pernikahan Anda, dibarakahi dan diridhai-Nya. Dengan demikian, pernikahan
semakin mendekatkan kita kepada-Nya. Bukan justru mendatangkan kekecewaan-
kekecewaan yang membuat kita sulit bersyukur kepada Allah Swt. Betapa banyak
nikmat Allah. Akan tetapi alangkah sulitnya mensyukuri sekian banyak karunia-Nya,
kalau hati penuh kekecewaan.
Tulisan ini merupakan doa saya, mudah-mudahan saya dan Anda mencapai
pernikahan yang barakah. Sejauh yang saya bisa, saya berusaha untuk membahas
beberapa hal yang menjadikan pernikahan tidak barakah atau berkurang
kebarakahannya. Mudah-mudahan, dengan demikian saya dan Anda semuanya dapat
mengambil pelajaran. Sehingga kita bisa menghindarkan diri dari keadaan-keadaan
yang mengurangkan barakah. Apalagi sampai menghilangkan.
Kado Pernikahan 71
Ada pernikahan yang penuh barakah. Ada pernikahan yang sedikit
kebarakahannya. Dan yang paling menakutkan, adalah pernikahan yang tidak akan
pernah ada kebarakahan di dalamnya.
Pernikahan yang bagaimanakah yang tidak akan pernah ada kebarakahan di
dalamnya?
Rasulullah Saw. menunjukkan, "Barangsiapa yang menikahkan (putrinya)
karena silau akan kekayaan laki-laki itu meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka
tidak pernah pernikahan itu akan dibarakahi-Nya."
Sebagian pernikahan kurang barakah karena niatnya yang tidak tepat. Sebagian
disebabkan oleh berbagai hal selama proses berlangsung. Sebagian dipengaruhi oleh
pelaksanaan pernikahan. Sebagian disebabkan akhlak setelah menikah. Tetapi
perubahan akhlak setelah menikah, banyak disebabkan oleh niat orang yang menikah
dan yang menikahkan (karena itu, ajaklah orangtua berbicara). Pernikahan yang
barakah insya-Allah justru menjadikan akhlak keduanya semakin baik. Bila
sebelumnya masih kurang sesuai dengan keutamaan akhlak, insya-Allah setelah
menikah mereka menjadi baik akhlaknya. Ini berdasarkan hadis Nabi:
"Kawinkanlah (zawwajuu) orang-orang yang masih sendirian di antara kamu,
sesungguhnya Allah akan memperbaiki akhlak mereka, meluaskan rizki mereka,
dan menambah keluhuran mereka."
Mengenai niat, insya-Allah kita akan membahasnya tiga bab mendatang.
Sementara beberapa aspek yang mempengaruhi kebarakahan dan sakinah dalam
pernikahan, sudah kita bahas dalam bab-bab sebelumnya, betapa pun masih terbatas.
Pada bab ini, saya ingin mengajak Anda untuk menyelami beberapa peringatan
berikut, dengan segala keterbatasan yang ada pada saya saat ini (semoga Allah
mengampuni kesalahan dalam pembahasan ini dan memberikan petunjukNya).
"Sesungguhnya," kata Rasulullah Saw., "termasuk dari keberuntungan perempuan
adalah mudah lamarannya, ringan mas kawinnya, dan subur rahimnya." (HR
Ahmad).
Sabda Rasulullah Saw.:
Khat Arab
Khat Arab
Kado Pernikahan 72
"Seorang wanita yang penuh barakah dan mendapat anugerah Allah adalah
yang maharnya murah, mudah menikahinya, dan akhlaknya baik. Namun sebaliknya,
wanita yang celaka adalah yang mahal maharnya, sulit menikahinya, dan buruk
akhlaknya."
Pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari Anas r.a.,
Rasulullah bersabda, "Orang yang menikahi wanita karena kedudukannya, Allah
hanya akan menambahinya kehinaan; yang menikahinya karena kekayaannya, Allah
hanya akan memberinya kefakiran; yang menikahinya karena nama besar
keturunannya, Allah justru akan menambahinya kerendahan. Namun, laki-laki yang
menikahi wanita hanya karena menjaga pandangan mata dan memelihara nafsunya
atau untuk mempererat hubungan kasih-sayang (silaturrahim), maka Allah akan
membarakahi laki-laki itu dan memberi kebarakahan yang sama pada wanita itu
sepanjang ikatan pernikahannya."
Cukup sampai di sini kutipan kita terhadap hadis-hadis Nabi mengenai
pernikahan dan kebarakahannya. Sekarang, marilah kita melanjutkan pembahasan
kita. Mudah-mudahan Allah memberikan taufik dan hidayah kepada kita, kemudian
melimpahkan barakah dan ridha-Nya. Allahumma amin.
---
---
Masalah Mahar
Mahar atau maskawin, kata Shaleh bin Ghanim As-Sadlan dalam buku Mahar &
Walimah, merupakan satu hak yang ditentukan oleh syariah untuk wanita sebagai
ungkapan hasrat laki-laki pada calon istrinya, dan juga sebagai tanda cinta kasih serta
ikatan tali kesuciannya. Maka mahar merupakan keharusan tanpa boleh ditawar oleh
laki-laki untuk menghargai pinangannya dan simbol untuk menghormatinya serta
membahagiakannya.
Mahar disebut juga dengan istilah yang indah, yakni shidaq. Shidaq berarti
kebenaran. Mahar menunjukkan kebenaran dan kesungguhan cinta kasih laki-laki
yang meminangnya. Ia merupakan bukti kebenaran ucapan laki-laki atas
keinginannya untuk menjadi suami bagi orang yang dicintainya. Mahar bukanlah
harga atas diri seorang wanita. Wanita tidak menjual dirinya dengan mahar. Namun ia
membuktikan kebenaran kesungguhan, cinta, dan kasih-sayang laki-laki yang
bermaksud kepadanya dengan mahar.
Kado Pernikahan 73
Jadi, makna mahar atau maskawin dalam sebuah pernikahan lebih dekat kepada
syari'at agama dalam rangka menjaga kemuliaan peristiwa suci. Mahar adalah syarat
sahnya sebuah perkawinan. Juga, sebagai ungkapan penghormatan seorang laki-laki
kepada wanita yang menjadi istrinya. Memberikan mahar merupakan ungkapan
tanggung-jawab kepada Allah sebagai Asy-Syari' (Pembuat Aturan) dan kepada
wanita yang dinikahinya sebagai kawan seiring dalam meniti kehidupan
berumahtangga.
Kelak, mahar merupakan aspek penting yang banyak memberi pengaruh apakah
sebuah pernikahan akan barakah atau tidak. Kita telah membaca beberapa hadis Nabi
berkenaan dengan hal ini di awal bab. Oleh karena itu, saya tidak membahasnya lagi.
Saat ini, kita lebih baik melanjutkan pembahasan kita mengenai berbagai hal
dalam masalah mahar.
Sebaik-baik Mahar
Ada kenangan indah dalam sejarah. Tak hanya orang-orang di zaman Rasulullah
yang terkesan. Orang-orang yang hidup jauh sesudah Rasulullah tiada, masih sering
menyebut-nyebut dengan penuh penghormatan. Perjalanan hidupnya banyak yang
diabadikan oleh Al Qur’an dan Al-Hadis. Keturunannya menambah keharuman Islam.
Sebuah pernikahan yang benar-benar penuh barakah.
Mengenai pernikahannya, Tsabit berkata, "Belum pernah aku mendengar mahar
yang lebih mulia daripada mahar Ummu Sulaim. Ia hidup rukun bersamanya dan
melahirkan anak."
Apa mahar Ummu Sulaim? Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah dalam Zadul Ma'ad
sebagaimana disebut dalam Mahar & Walimah, mencatat: .... Dan dalam Sunan An-
Nasa'i bahwa Abu Thalhah melamar Ummu Sulaim lalu berkata, "Demi Allah, wahai
Abu Thalhah, orang seperti Anda tidak akan ditolak (melamar wanita), akan tetapi
Anda seorang kafir, sedangkan saya seorang Muslimah. Tidak halal bagiku untuk
kawin dengan Anda.
"Namun jika Anda masuk Islam, maka yang demikian dapat menjadi maharku.
Saya tidak meminta selain itu."
Kemudian Abu Thalhah masuk Islam dan masuk Islamnya itu merupakan mahar
untuk Ummu Sulaim.
Saya tidak tahu, apakah ada seorang mukminah dengan aqidah yang betul-betul
kuat meminta mahar seperti mahar Ummu Sulaim. Kita tidak tahu, adakah wanita-
wanita di masa sekarang yang bertindak seperti Ummu Sulaim.
Saat ini, banyak wanita muslimah yang bersedia menikah dengan pemuda non-
muslim setelah pemuda itu menyatakan masuk Islam. Tetapi, tidak sedikit muslimah-
muslimah kita masih sangat kurang dalam agamanya dan sedikit sekali
pengamalannya. Masuk Islamnya calon suami, agak tragis, sering sekedar legitimasi
atau malah strategi untuk mendapatkan pengesahan sebagai suami-istri. Kelak,
Kado Pernikahan 74
sesudah punya anak satu, suami itu kembali ke agama semula. Sementara itu
wanitanya memiliki dua alternatif pilihan saja: bercerai dengan suami dan anaknya,
atau bercerai dengan Islam yang telah menjadi agamanya sejak bayi.
Ada yang bisa kita catat dari kisah agung pernikahan Ummu Sulaim dengan Abu
Thalhah. Kita mencatat bahwa mahar dapat menjadi dakwah. Mahar menjadi pengikat
kasih-sayang sekaligus untuk syi'ar Islam.
Barangkali untuk tujuan ini, kita mendapati banyak orang memberikan mahar
kepada istrinya berupa mushaf Al Qur’an dan mukena. Jika ini tujuannya, kita dapat
bertanya kembali, apakah mahar jenis ini masih mempunyai kekuatan untuk
menegakkan syi'ar Islam ketika yang demikian ini telah menjadi tradisi dan orang-
orang di sekeliling kita sudah banyak yang menggunakan mukena.
Apalagi, kita juga mendapati bahwa mahar yang seperti ini tidak jarang sekedar
sebagai basa-basi formal. Basa-basi sosial atau religi. Sedangkan mahar yang
sesungguhnya, bukan itu. Di atas kertas, mahar yang disebutkan pada saat akad
adalah mushaf Al Qur’an dan seperangkat alat shalat. Tetapi di belakangnya, ada
sejumlah mahar yang atas pertimbangan sosial tidak dinyatakan saat itu, tetapi disebar
berita pada saat lain.
Jika ini yang terjadi, saya khawatir mahar tersebut tidak menjadi syi'ar Islam.
Hari ini, kita merasakan itu. Mahar yang dekat dengan nafas agama itu, justru tidak
membuat kita bergetar. Tidak membuat darah kita berdesir terkesiap karena tertegun
oleh keagungannya, di balik yang tampak bersahaja.
Saya khawatir, mahar yang demikian bukannya menjadi syi'ar, jika di
belakangnya ada yang tidak ditampakkan atas alasan-alasan basa-basi sosial. Jangan-
jangan tindakan ini mengandung unsur kebohongan, sehingga pernikahan justru
menjadi tidak barakah. Wallahu A'lam bishawab.
Apakah mahar berupa mushaf Al Qur’an tidak bisa menjadi syi'ar? Insya-Allah
masih mempunyai kekuatan syi'ar jika kita meniatkan betul dan menjaga niat itu
ketika menyampaikan mahar.
Selebihnya, syi'ar dalam bentuk-bentuk seperti itu, sifatnya sangat kontekstual.
Kalau dulu, mahar berupa perlengkapan shalat mempunyai kekuatan syi'ar sangat
besar, maka sekarang perlu kita pikirkan kembali. Ketika orang belum begitu
mengenal shalat, mahar berupa perlengkapan shalat membuat undangan terkesan dan
mencatat dalam hatinya tentang sebuah kemuliaan: shalat. Sekarang, ketika
masalahnya berganti, bentuk mahar yang menjadi syi'ar dapat dipilih yang lebih
sesuai dengan semangat yang ingin kita tumbuhkan sekarang. Misalnya, jubah dengan
atau tanpa cadar dan perlengkapannya. Di luar itu, disampaikan mahar lain jika
memungkinkan dan disebut bersamaan dengan penyebutan mahar jubah. Adapun
kalau ada hadiah sebelum atau sesudah akad nikah, maka yang demikian ini tidak
termasuk yang disebutkan.
Selanjutnya, ada yang perlu kita waspadai. Mahar bisa menjadi syi'ar. Tetapi
juga bisa menjadi sarana untuk mendapatkan penilaian sosial. Yang pertama, kita
Kado Pernikahan 75
mengarahkan masyarakat kepada suatu kesan yang baik terhadap agama, dan mudah-
mudahan hati mereka tergerak. Yang kedua, penilaian masyarakat mengarahkan kita
untuk menentukan mahar yang disebut layak, baik dan pantas. Atau, penyebutan
mahar malah dalam rangka menunjukkan ketinggian derajat atau kebesaran martabat
keluarga wanita yang menikah, meskipun untuk itu harus dilakukan impression
management (manajemen kesan) sehingga orang mendapat kesan yang lebih dari
sesungguhnya.
Berbeda sekali antara dua hal tersebut, baik dalam makna maupun dalam
akibatnya.
Satu catatan, tidak ada keharusan memberikan bentuk mahar sebagai syi'ar
khusus. Mahar lebih dekat artinya kepada pemberian sebagai bukti kebenaran kasih-
sayang dan ketaatan kepada syari'at yang telah ditetapkan oleh Asy-Syari' (Allah Swt).
Ini yang paling penting.
Pembahasan kita tentang mahar Ummu Sulaim dan tujuan dakwahnya, sekedar
untuk menunjukkan bahwa mahar tidak harus selalu berbentuk harta. Musa diminta
memberi mahar berupa pekerjaan menggembala kambing beberapa tahun. Dan Ummu
Sulaim meminta mahar berupa kesediaan masuk Islam demi meninggikan kemuliaan
Islam.
Kado Pernikahan 76
Tetapi, sedikit sekali yang kita ketahui, kecuali peristiwa ketika tangan putri
pemimpin besar ini melepuh karena memutar gilingan. Itu pun sering tidak lengkap.
Sangat tinggi keagungan Fathimah Az-Zahra. Ayahnya memberi julukan Ummu
Abiha (ibu yang melahirkan ayahnya) karena besarnya penghormatan dan kebaktian
Az-Zahra kepada Rasulullah. Setiap Rasulullah Saw. datang dari bepergian, beliau
langsung singgah di rumah Fathimah, setelah menunaikan shalat dua raka'at di
masjid. Baru sesudah itu beliau menjenguk istrinya. Kalau Fathimah datang,
Rasulullah segera berdiri menyambut dan menciumnya.
'Aisyah, istri yang paling dicintai Rasulullah sesudah Khadijah, menceritakan,
"Tidak pernah aku melihat seorang pun yang paling mirip keadaannya dengan
Rasulullah Saw. dalam cara berdiri dan duduknya seperti Fathimah, putri Rasulullah
Saw. Bila dia datang, Nabi Saw. segera berdiri dan menyambutnya, menciumnya, dan
mendudukkannya di tempat duduknya."
Sebagai istri, Az-Zahra juga teladan yang tak habis-habisnya untuk setiap
muslimah. Tidak pernah ia membuat marah suaminya, karena Allah tidak menerima
ibadah seorang istri sampai suaminya ridha.
Tentang Az-Zahra, suaminya mengatakan dengan kalimat singkat, "Ketika aku
memandangnya, hilanglah kesusahan dan kesedihanku."
Fathimah Az-Zahra memang penuh kemuliaan dan kasih-sayang. Ketika
suaminya pulang perang dalam keadaan penuh luka, Fathimah merawatnya dengan
penuh kasih-sayang. Ia bersihkan darah suaminya, Ali bin Abi Thalib, dengan penuh
perhatian.
Dari rahimnya lahir anak-anak yang penuh kemuliaan. Dua orang putranya,
Hasan dan Husain r.a. sudah kita kenal kemuliaannya. Zainab, putri Fathimah, adalah
wanita yang tegar dan penuh kehormatan berani mempertahankan diri di hadapan
penguasa yang telah menghina dan memenggal leher saudaranya, Al-Husain. Ia
melindungi 'Ali Ausath, putra Al-Husain, setelah dua 'Ali lainnya mendapati kematian
di ujung pedang yang kejam. Kelak 'Ali Ausath dikenal sebagai 'Ali Zainal 'Abidin,
pemuka ahli ibadah. Dan, dari keturunan laki-laki mulia ini, kita menjumpai orang-
orang yang banyak berjuang demi keharuman agama dan kehormatan ummat
manusia, sampai sekarang. Mulai dari Mesir, Yaman, Malaysia, Bandung, Surakarta
hingga bagian timur Indonesia.
Bagaimana Fathimah melahirkan keturunan yang penuh barakah? Anak-anak itu
lahir dari pernikahan yang barakah. Pernikahan yang diridhai Allah. Kemudian
Fathimah mendidiknya dengan keteguhan yang mengagumkan. Sebagai gambaran,
kita dengarkan penuturan Jabir Al-Anshari. Jabir meriwayatkan bahwa, Nabi melihat
Fathimah sedang menggiling dengan kedua tangannya sambil menyusui anaknya.
Maka mengalirlah air mata Rasulullah.
"Anakku," kata Rasulullah, "engkau menyegerakan kepahitan dunia untuk
kemanisan akhirat."
Kado Pernikahan 77
Ketika mendengar ucapan Rasulullah, Fathimah Az-Zahra mengatakan, "Ya
Rasulullah, segala puji bagi Allah atas nikmat-Nya, dan pernyataan syukur hanyalah
untuk Allah atas karunia-Nya."
Begitu sebagian berita yang sampai kepada kita tentang rumahtangga Fathimah
Az-Zahra. Bagaimana pernikahan Fathimah Az-Zahra dengan 'Ali putra Abi Thalib?
Apa mahar yang diberikan oleh 'Ali dalam pernikahan yang penuh barakah itu?
Kita sudah sering mendengar berita bahwa, 'Ali menjual baju besi untuk
membayar maharnya. Konon, baju besi itu dibeli oleh Utsman bin Affan seharga 400
dirham yang kemudian menghadiahkan kembali kepada 'Ali. Begitu menurut sebagian
riwayat.
Tetapi, apa yang dilakukan setelah memperoleh hasil penjualan baju besi itu? Ia
menyerahkan uang itu kepada Rasulullah Saw. Nabi Saw. kemudian memberikan
sebagian uang itu kepada Asma' untuk membeli wewangian, sebagian kepada Ummu
Salamah untuk makanan, sebagian kepada tiga orang sahabat, yaitu 'Ammar, Abu
Bakar, dan Bilal. Ketiga sahabat ini membelanjakan uang untuk membeli
perlengkapan dan perabot rumahtangga Fathimah Az-Zahra. Perabot rumahtangga
yang sederhana. Padahal ayahnya adalah seorang pemimpin, seorang tokoh besar
yang disegani dan dihormati. Andaikan Rasulullah mau yang jauh lebih mewah,
beliau akan bisa mendapatkan dengan cara apa pun. Tetapi Rasulullah tidak
melakukannya. Di sini ada yang bisa kita renungkan.
Inilah mahar pernikahan Fathimah Az-Zahra yang penuh barakah. Darinya lahir
keturunan yang penuh barakah sampai hari ini.
Sekarang ketika kita hendak mencari pernikahan yang barakah, kita bertanya
dimana Fathimah Az-Zahra? Kita membutuhkan teladan yang suci dari wanita agung
ini. Akan tetapi, Fathimah Az-Zahra telah lama tiada menyusul ayahnya ke
rahmatullah. Az-Zahra telah tiada. Entah, teladannya masih kita ikuti ataukah ikut
pergi bersama ketiadaan beliau.
Kado Pernikahan 78
mikirkan) takdir, sebagaimana pengikut-pengikut berikutnya berjalan mengikuti
mereka."
"Inilah perbedaan kedua yang pernah dikatakan oleh Al-Junaid kepada para
pengikutnya dan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani; perkataan yang semuanya berkisar
pada ittiba' terhadap perintah, meninggalkan larangan dan sabar menerima takdir.
Beliau tidak pernah menetapkan suatu tarekat-pun yang bertentangan dengan prinsip
di atas sama sekali; baik beliau sendiri maupun pada umumnya syaikh-syaikh yang
bisa diterima kehadirannya oleh kaum Muslimin...."
Orang-orang seperti mereka itulah yang lahir dari pernikahan Fathimah Az-
Zahra! Lalu, seperti apakah keturunan yang akan lahir dari pernikahan kita? Apakah
kelak Allah mengaruniakan kepada kita keturunan yang memberi bobot kepada bumi
dengan kalimat laa ilaaha illaLlah? Kita berharap demikian. Pada saat yang sama,
marilah kita periksa niat dan keadaan hati kita.
Ya Allah, sesungguhnya hati kami dalam genggaman Engkau. Kepada-Mu ya
Allah, kami memohon rahmat, bersihkanlah hati kami yang kami sendiri tidak
sanggup memeriksanya. Betapa pun kami masih banyak melakukan maksiat kepada-
Mu, Ya Allah, kami masih berharap kepada-Mu dengan hak ummat Muhammad,
karuniakanlah kepada kami keturunan yang menyejukkan mata dan meninggikan
kalimat-Mu.
Allahumma amin.
Kado Pernikahan 79
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa yang membayar dengan satu
dirham, maka ia telah sah nikahnya."
Menurut hadis ini, satu dirham saja telah mencukupi untuk menjadi mahar bagi
sebuah pernikahan yang sah. Satu dirham telah mencukupi. Rasulullah Saw. juga
bersabda, "Mahar yang paling baik adalah mahar yang paling sederhana." (HR An-
Nasa'i).
Sementara, Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadis berkenaan dengan
keberuntungan wanita dan mahar pernikahannya. Rasulullah Saw., dalam hadis itu,
bersabda,
"Sesungguhnya termasuk keberuntungan perempuan adalah mudah lamarannya,
ringan maskawinnya, dan subur rahimnya." (HR Ahmad).
Dari hadis-hadis ini, kita memperoleh gambaran tentang kesederhanaan mahar.
Sebuah cincin besi kalau memang tidak memungkinkan untuk memberi yang lebih,
sudah cukup untuk menjadi maskawin yang layak bagi sebuah pernikahan Islami.
Dalam riwayat lain, kita menjumpai kisah wanita Fuzarah menikah dengan
memperoleh mahar berupa sepasang terompah. Lalu Rasulullah Saw. menanyai
kerelaan wanita itu, "Apakah kamu mau menerima pernikahanmu dengan mahar
sepasang terompah?"
Ia menjawab, "Ya saya terima."
Kemudian Rasulullah menyetujui pernikahan itu. Demikian hadis yang
diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari Amir bin Rabi'ah.
---
Memberatkan mahar
dapat membuat pernikahan kehilangan barakahnya.
Istri mendapati rumahtangganya penuh kegersangan.
Sedang suami merasakan kehampaan
ketika berada di rumah.
---
Harta yang sedikit saja, telah layak untuk menjadi mahar meskipun cuma satu
dirham. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah setelah mengemukakan hadis-hadis yang
berkenaan dengan bimbingan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang mahar,
mengatakan:
"Hadis-hadis itu mengandung ajaran bahwa mahar tidak ditetapkan batas
minimalnya; segenggam gandum, sebuah cincin besi, dan sepasang terompah pun
Kado Pernikahan 80
dapat dijadikan sebagai mahar dan sah pernikahannya. Hadis-hadis itu juga
mengandung ajaran bahwa berlebihan dalam mahar makruh hukumnya dalam
pernikahan dan mengurangi barakah perkawinan."
Jika satu genggam tepung telah mencukupi sebagai mahar, kita menemukan
'Abdurrahman bin 'Auf memberi mahar satu nawat emas ketika menikah. Satu nawat,
kata Shaleh bin Ghanim As-Sadlan, bagi penduduk Madinah adalah seperempat dinar.
Menurut riwayat, Sayyidina 'Ali karamallahu wajhahu pernah mengatakan,
"Sungguh, aku benci kepada maskawin yang kurang dari sepuluh dirham. Hal ini
karena jangan sampai menyerupai maskawin pelacur."
Berapa besar mahar yang diberikan oleh Rasulullah kepada istri-istrinya? Abu
Salamah r.a. menceritakan hadis berikut:
Aku telah berkata kepada Siti 'Aisyah r.a. "Berapakah maskawin yang telah
dibayar oleh Rasulullah Saw.?"
Ia menjawab, "Maskawin yang diberikannya kepada istri-istrinya adalah dua
belas uqiyah dan satu nasy." Ia bertanya, "Tahukah kamu berapakah satu nasy itu?"
Aku menjawab, "Tidak."
Ia berkata, "Setengah uqiyah, jumlah semuanya seharga lima ratus dirham."
(HR Muslim, Abu Daud dan An-Nasa'i).
Berapakah satu uqiyah itu? Syaikh Mansur Ali Nashif menceritakan, satu uqiyah
sama dengan empat puluh dirham. Sehingga 12 uqiyah ditambah satu nasy, total
berjumlah 500 dirham. 500 dirham senilai seperempat dinar, setara dengan nilai
mahar 'Abdurrahman bin 'Auf.
Menurut riwayat, Rasulullah Saw. tidak pernah memberikan mahar melebihi
12,5 uqiyah. Hanya Ummu Habibah yang mendapat mahar lebih dari 12,5 uqiyah,
karena Raja Najasyi yang membayar maharnya, bukan Rasulullah Saw. sendiri.
Ummu Habibah menceritakan bahwa, dahulu ia menjadi istri Ubaidillah ibnu
Jahsy. Lalu Ubaidillah mati di negeri Habasyah. Kemudian Raja Najasyi
mengawinkannya dengan Nabi Saw. dan membayarkan maharnya sebanyak empat
ribu dirham. Setelah itu Raja Najasyi mengirimkannya (Ummu Habibah) kepada
Rasulullah Saw. dengan dikawal oleh Syuhrabil ibnu Hasanah. (HR Abu Daud, An-
Nasa'i dan Ahmad).
Baik mahar Rasulullah Saw. maupun mahar 'Abdurrahman bin 'Auf, nilainya
mencapai 500 dirham. Sebuah jumlah yang tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil.
Meskipun demikian, ada peristiwa yang dapat kita renungkan, ketika seorang sahabat
memberikan mahar kepada istrinya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa, seorang laki-laki datang dan
berkata kepada Nabi Saw., "Aku telah menikahi seorang wanita Anshar."
Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sudahkah kamu
melihatnya? Sebab pada mata para wanita Anshar terdapat sesuatu."
Kado Pernikahan 81
Dia menjawab, "Sudah, aku telah melihatnya."
Rasulullah kemudian berkata, "Berapa mahar pernikahanmu?"
Dia menjawab, "Empat uqiyah."
Rasulullah kemudian berkata, "Empat uqiyah? Seolah kamu mengukir perak
pada permukaan gunung ini. Kami tidak mempunyai sesuatu yang bisa kami berikan
kepadamu, akan tetapi mudah-mudahan kami dapat mengutus rombongan
bersamamu yang dapat memberi bantuan." Lalu Rasulullah pun mengirim utusan
kepada Bani 'Abs untuk pergi bersama laki-laki itu. (HR Muslim, shahih).
Apa maksud hadis ini? Kita dengarkan penjelasan Imam An-Nawawi dalam
Syarh Shahih Muslim:
"Ungkapan ini," kata Imam An-Nawawi, "memberi makna makruh memberi
mahar melebihi kemampuan yang dimiliki suami pada saat pernikahan."
Jadi, berapa ukuran mahar yang sesuai dan layak? Tidak bisa kita menentukan
secara kuantitatif. Kita hanya bisa mengambil pelajaran agar mahar tidak terlalu kecil,
juga tidak terlalu besar.
Berapa ukuran mahar yang disebut terlalu besar?
Pertama, apabila mahar yang diberikan melebihi kemampuan yang dimiliki
suami, seperti dalam kasus pemberian mahar empat uqiyah atau senilai 160 dirham,
meskipun Rasulullah Saw. sendiri maupun 'Abdurrahman bin 'Auf memberikan
mahar kepada istrinya sebesar 12,5 uqiyah atau senilai 500 dirham.
Kedua, mahar yang diberikan berlebihan dibanding apa yang biasa berlaku dalam
masyarakat. Sekalipun suami mampu memberikan mahar melebihi mitsil (mahar yang
biasa berlaku dalam masyarakat), ada baiknya untuk menahan diri. Kelak, ia bisa
memberikannya sebagai hadiah kepada istrinya. Ini akan menambah kecintaan istri.
Sementara bermewah-mewah dalam mahar, sehingga masyarakat
membicarakannya, saya khawatir bisa membawa madharat. Awal tradisi adalah
peristiwa-peristiwa semacam ini. Kalau tradisi ini menjadikan orang-orang di
kemudian hari berpengharapan lebih, sementara para pemudanya menjadi takut
menikah, apakah yang demikian tidak termasuk sunnah-sayyi'ah (kebiasaan baru
yang buruk)? Wallahu A'lam bishawab.
---
Tetapi, apakah himbauan agar mahar tidak melebihi apa yang biasa berlaku
dalam masyarakat tidak bertentangan dengan kisah Umar? Padahal Umar bin
Khaththab telah mengakui kekhilafannya.
Ketika itu, Umar bin Khaththab melarang memberi mahar 40 mata uang perak.
Barangsiapa yang melebihi itu, maka kelebihannya masuk Baitul-Mal. Kemudian
Kado Pernikahan 82
seorang wanita membantah ucapan Umar bin Khaththab sambil menyebutkan ayat 20
surat An-Nisa'. Setelah mendengar teguran itu, Umar berkata, "Wanita ini benar,
Umar salah."
Mengenai kisah Umar bin Khaththab ini, marilah kita dengar penjelasan dari
Shaleh bin Ghanim As-Sadlan. Meskipun begitu populernya kisah ini, kata Shaleh bin
Ghanim, tetapi di sana banyak jalan cerita yang menimbulkan keraguan. Apalagi
munculnya kisah ini jauh setelah masa Umar dan tidak ditemukan di berbagai kitab
yang dapat dijadikan sumber yang kuat. Banyak ulama dan ahli hadis yang tidak
memakai kisah ini sebagai dalil dalam masalah mahar yang berlebihan. Mereka
merasa cukup dengan petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam masalah
mahar. Dan Abu Bakar bin 'Arabi menegaskan dalam kitab Ahkam Al Qur’an bahwa
riwayat yang masyhur dari Umar adalah yang tidak bertentangan dengan masalah
wanita.
Shaleh bin Ghanim lebih lanjut menjelaskan, sebagian ahli hadis menyebutkan
beberapa riwayat yang membantah adanya interupsi seorang wanita dengan ayat dan
sikap menerima yang ditunjukkan oleh Umar. Bahkan sebagian di antara mereka
mengajukan dalil tambahan yang menolak interupsi wanita itu terhadap Umar.
---
Akhirnya, sebaiknya mahar diberikan atas kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan
istri dibutuhkan terutama ketika mahar yang diberikan jauh lebih kecil daripada yang
biasa dan layak berlaku, seperti kasus mahar sepasang terompah bagi wanita dari
kalangan Fuzarah. Kerelaan suami untuk memenuhi perintah Allah Swt. dalam surat
An-Nisa' ayat 4:
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita-wanita (yang kalian nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan
kepada kalian sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah
(ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (QS An-
Nisa' [04]: 4).
Maskawin diberikan penuh kerelaan. Wanita menerimanya penuh kerelaan.
Apalagi masa-masa mendekati akad nikah, sangat sensitif. Tepatlah yang dikatakan
oleh Ummul Mukminin 'Aisyah r.a. Kata beliau, "Pernikahan itu sangat sensitif dan
tergantung kepada pribadi masing-masing untuk mendapatkan kemuliaannya."
Kado Pernikahan 83
Banyak ulama memperingatkan agar kita tidak berlebihan dalam mahar. Ada
berbagai madharat dan bahkan mafsadat (kerusakan) yang bisa timbul jika urusan
mahar berlebih-lebihan. Apalagi, jika ketentuan besarnya mahar tidak lagi menjadi
urusan wanita yang akan dinikahi dengan laki-laki yang akan menjadi suaminya.
Misalnya, keluarga bermaksud ikut memperoleh bagian dari mahar yang diterima
oleh anak gadisnya, sehingga mereka memberatkan mahar anaknya. Padahal mahar
merupakan hak penuh wanita yang menikah. Ia yang memiliki mahar itu dan baginya
mahar yang dibayarkan suaminya. Bukan bagi keluarga maupun orangtuanya.
Memberatkan mahar dapat membuat pernikahan menjadi kehilangan
barakahnya. Istri mendapati rumahtangganya penuh kegersangan. Sedang suami
merasakan kehampaan ketika berada di rumah. Melihat istri tidak membuatnya
bertambah sayang. Rumah tidak terasa lapang, meskipun secara fisik tampak luas dan
besar.
Di sinilah kita bisa mengingat ulasan Syaikh Yusuf Qardhawi dalam buku
Fatwa-fatwa Mutakhir (Fatawa Mu'ashirah). Ketika seorang pemuda bertanya
mengenai beratnya maskawin yang harus dibayarkan, Syaikh Yusuf Qardhawi
menutup penjelasannya dengan satu peringatan tajam. Ia berkata, "Kepada segenap
kaum muslimin saya berseru, demi Allah, kita diharamkan merintangi perkawinan
dengan cara demikian itu."
Apa yang terjadi jika mahar sudah berlebihan? Wallahu A'lam. Sepanjang yang
saya ketahui, setidaknya ada dua lingkup madharat dan bahkan mafsadat (kerusakan)
yang bisa timbul akibat mahar yang berlebih-lebihan. Pertama, madharat dan
mafsadat bagi istri. Ini bisa terbawa dalam keluarga yang mereka bangun kelak.
Kedua, mahar berlebih bisa mempengaruhi sistem pernikahan masyarakat.
Selanjutnya, ini membentuk persepsi sosial tentang status sosial, stratifikasi sosial,
pola interaksi dan rasa aman kolektif masyarakat, serta prasangka sosial (social
prejudice).
Mengenai yang disebut terakhir, bukan tempatnya untuk dibahas di sini.
Sekarang kita cukupkan pembahasan mengenai madharat mahar yang berlebihan bagi
istri dan keluarga yang akan mereka jalani.
Sayyidina 'Ali karamallahu wajhahu pernah mengingatkan, "Jangan berlebih-
lebihan dengan mahar wanita, sebab hal itu akan menyebabkan permusuhan."
Masalah ini juga pernah diingatkan oleh Sayyidina Umar bin Khaththab. Abu Al-
'Ajfa As-Sulami mengatakan, "Aku mendengar Umar bin Khaththab radhiyallahu
'anhu berkata, 'Jangan berlebihan dalam mahar wanita. Sebab seandainya mahar
berlebihan itu merupakan hal yang mulia dan bagian dari taqwa di sisi Allah,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paling berhak
melakukannya. Tetapi Rasulullah tidak memberi mahar istri-istrinya dan tidak pula
putri-putrinya menikah dengan mahar lebih dari dua belas uqiyah.
'Seseorang berlebihan dalam memberi mahar kepada istrinya sehingga dapat
menimbulkan permusuhan dalam dirinya kepada istrinya itu dan mudah baginya
Kado Pernikahan 84
berkata: aku telah mengeluarkan biaya mahal untuk kamu dalam ikatan keluarga
ini'." (Shahih At-Tirmidzi, An-Nasa'i).
Saya merasa masih terhalang untuk menjelaskan masalah ini. Insya-Allah, saya
akan menjelaskannya di kesempatan yang lain. Saat ini, saya ingin mengutarakan
penjelasan singkat mengenai hikmah di balik urusan mahar ini.
Ketika pernikahan berlangsung melalui proses sederhana dan mahar yang ringan,
insya-Allah yang tumbuh dalam hati suami adalah kasih-sayang dan penerimaan.
Sedang pada wanita adalah ridha dan kesetiaan. Ketika suami membayarkan mahar
yang ringan karena yang dikehendaki istri bukanlah besarnya mahar, suami justru
merasa masih belum banyak berbuat untuk istrinya. Ia perlu menjaga kepercayaan
istri yang diberikan kepadanya. Insya-Allah, ia akan merawat kerelaan istrinya
dengan menyuburkan kasih-sayang, penghormatan, dan kepercayaan.
Pada mahar yang ringan, ada kepercayaan tentang ketulusan cinta istri. Ada
kepercayaan tentang kesediaan istri untuk berjuang bersama-sama. Ketika Ummu
Sulaim mengatakan tidak meminta apa-apa kecuali keislaman Abu Thalhah, yang
terkesan bukanlah keinginan calon istri untuk kepentingan dirinya sendiri. Ada
sesuatu yang lebih besar dari itu: misi. Misi keselamatan bagi keduanya di dunia dan
akhirat. Misi mengibarkan keharuman bendera agama.
Alhasil, di balik ringannya mahar ada kekayaan jiwa. Inilah kekayaan yang
menenteramkan jiwa.
Khath Arab
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah Saw. bersabda, "Bukanlah kekayaan
itu dengan banyaknya harta, tetapi kekayaan adalah kaya akan jiwa." (Muttafaqun
'alaihi).
Sebaliknya, ketika mahar berlebihan, suami merasa telah memberi ikatan. Ia
telah banyak berbuat untuk mencapai ikatan pernikahan. Sehingga ia tidak begitu
perlu untuk membina ikatan lagi. Sekarang, istrilah yang harus banyak berbuat untuk
membuat suasana rumahtangga seperti yang ia kehendaki. Istri harus memahami
tuntutan-tuntutan suami yang sayangnya sering tidak dikemukakan secara lisan.
Bukankah istri “seharusnya sudah mengerti apa tugasnya"?
Alhasil, pernikahan demikian tidak diikat dengan ikatan jalinan perasaan (al-
'athifah). Pernikahan semacam ini diikat dengan mahar. Ketundukan istri pada suami
bukan karena semakin dalamnya kecintaan, melainkan karena besarnya kekuasaan
dan wewenang suami. Atau, semata-mata karena syari'at memerintahkan kepatuhan.
Kepatuhan yang pertama bisa semakin menyuburkan jalinan perasaan (al-
'athifah) istri maupun suami. Sehingga hubungan hatin mereka semakin dekat
sebagaimana 'Abdurrahman bin Abu Bakar dan Atikah binti Amr. Sedang yang kedua
Kado Pernikahan 85
bisa semakin menjauhkan keduanya dari perasaan saling merindukan dan kasih
sayang. Ikatan mereka bukan lagi al-'athifah (jalinan perasaan), melainkan se-
rangkaian kewajiban untuk memenuhi tanggung jawab hukum dan sosial.
Wallahu A'lam bishawab wastaghfirullahal 'adzim.
Peringatan Penting
Setiap yang berlebihan adalah ketidakwajaran. Setiap ketidakwajaran bisa
mendatangkan keburukan (madharat) dan kerusakan (mafsadat). Mahar yang
berlebihan bisa menimbulkan permusuhan. Permusuhan antara suami dan istri
maupun permusuhan antar keluarga. Tetapi mahar yang terlalu sedikit bisa
menyebabkan wanita merasa tidak dihormati dan dihargai. Sehingga ia tidak merasa
hormat kepada suami.
Karena itu, mudah-mudahan kita bisa mencapai kemaslahatan dalam urusan
mahar ini. Seperti wanita dari kaum Fuzarah, Anda bisa menanyakan kerelaannya jika
Anda hendak memberikan mahar sederhana. Jika suku calon istri berbeda,
menanyakan kerelaannya juga dimaksudkan agar istri tidak merasa kurang dihargai.
Barangkali mahar dari Anda di luar kelaziman masyarakat setempat.
Wallahul Musta'an.
Kado Pernikahan 86
Jalinan Perasaan yang Barakah
Suatu ketika Rasulullah Saw. bersabda, "Bilamana seorang wanita
menyedekahkan maharnya kepada suaminya sebelum si suami menggaulinya, maka
Allah menulis (kebaikan) baginya untuk setiap satu dinar dengan pahala
membebaskan budak."
Kemudian sahabat bertanya kepada Rasulullah, "Lalu bagaimana jika hal itu
diberikan setelah berhubungan?"
Beliau menjawab,
Khat Arab
---
Kado Pernikahan 87
Peringatan bagi Suami
Allah dan Rasul-Nya membolehkan wanita menyerahkan maharnya kepada
suami dengan penuh kerelaan. Di dalamnya, insya-Allah akan didapatkan keindahan
dan akibat yang baik.
Tetapi, ini tidak bisa menjadi alasan bagi suami untuk mendesak istri agar
menyerahkan mahar yang telah dibayarkan. Tidak. Sama sekali tidak bisa. Sebab,
syarat penyerahan mahar adalah kerelaan dengan senang hati. Bisa jadi istri
menyerahkan mahar yang telah diterima karena desakan suami, tetapi ia masih
berharap akan memperoleh kembali sekalipun ia tidak mengatakan. Yang demikian
ini termasuk beratnya hati. Bukan kerelaan. Bukan tindakan dengan senang hati.
Istri yang menyerahkan dengan senang hati, bisa jadi mempunyai harapan akan
mempunyai perhiasan. Tetapi bentuk pengharapannya berbeda. Ia mengharap karena
ada rasa yakin. Kalau suami dilapangkan rezekinya, ia akan dengan senang hati
memberikan perhiasan seperti yang dikehendaki.
Jadi, jangan sekali-kali mendesak istri untuk menyerahkan maharnya sebagai
pemberian kepada suami. Ingatlah peringatan Rasulullah Saw. yang disampaikan di
hari-hari terakhir menjelang wafatnya.
Kata Rasulullah,
"Barangsiapa menikahi seorang perempuan dengan harta yang halal, tetapi
menginginkan kemegahan dan kesombongan, Allah tidak akan memberinya bekal
kecuali kehinaan dan kerendahan. Sesuai dengan kadar kesenangannya, Allah akan
menyuruhnya berdiri di tepian jahannam dan kemudian jatuh ke dalamnya sejauh
tujuh puluh kharif (ukuran panjang). Siapa yang merampas mahar istrinya (atau tidak
membayarnya) di sisi Allah ia menjadi pezina. Allah akan berkata kepadanya di hari
kiamat, "Aku menikahkan kamu kepada hamba-Ku dengan perjanjian-Ku. Engkau
tidak memenuhi perjanjian itu." Allah akan menagih hak istrinya dan bila ia tidak
sanggup membayar dengan seluruh kebaikannya, ia dilemparkan ke neraka."
Betapa sedikit perolehannya. Betapa pedihnya neraka. Tak ada kesempatan untuk
bertemu dan melihat keramahan Rasulullah di yaumil-mahsyar bagi mereka yang
merampas mahar istrinya. Na'udzubillahi min dzalik. Semoga kita terhindar dari hal-
hal yang demikian.
Rasulullah Saw. mengingatkan,
Khat Arab
Siapa saja laki-laki mengawini seorang wanita dengan mahar sedikit atau
banyak, tetapi di dalam hatinya bermaksud tidak akan menunaikan apa yang menjadi
haknya itu kepadanya, berarti ia mengecohnya. Bila ia mati sebelum menunaikan hak
perempuan itu, maka kelak pada hari kiamat ia akan bertemu dengan Allah sebagai
orang yang berzina. (HR Thabrani).
Kado Pernikahan 88
Seorang suami terlarang mencari-cari alasan untuk menyudutkan istrinya
sehingga ia mendapat kesempatan untuk tidak memberi maskawin. Suami juga tidak
boleh menarik kembali maharnya dengan alasan apapun. Istri boleh menyedekahkan
sebagian maharnya kepada suami. Meskipun demikian, itu harus merupakan
pemberian yang penuh kerelaan dan senang hati. Memberi dengan penuh kerelaan.
Bukan atas desakan-desakan suami yang dapat menyebabkan istri terbebani secara
psikis, karena dalam hati ia merasa tidak rela.
Ini tidak boleh terjadi. Ini justru bisa menjadikan istri tidak hormat pada suami.
Sekaligus merupakan bibit nusyuz (pembangkangan) istri kelak di kemudian hari.
Alhasil, keluarga jauh dari barakah dan sakinah. Na'udzubillahi min dzalik.
Sekali lagi, suami tidak boleh menimbulkan situasi yang membuat istrinya
merasa sungkan atau tidak enak kalau tidak memberikan maharnya. Mari kita
perhatikan nasehat Abdul Hamid Kisyik, ".... Dengan kata lain berikanlah mahar
kepada wanita yang telah kamu pilih sebagai pemberian penuh kerelaan tanpa
tendensi dan pamrih. Kemudian jika mereka memberikan sebagian dari mahar itu
kepadamu setelah mereka miliki tanpa paksaan sedikit pun ataupun merasa malu dan
tertipu maka terima dan ambillah itu sebagai anugerah bukan dianggap sebagai suatu
hal yang menyedihkan atau suatu kesalahan.
"Apabila seorang istri memberikan hartanya kepada suaminya karena merasa
sungkan, takut atau terpaksa maka tidak halal bagi suami untuk mengambilnya,
firman Allah Swt.: Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain
sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang
banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya sedikit pun. Apakah
kamu akan mengambilnya kembali dengan tuduhan yang dusta dan dengan
menanggung dosa yang nyata? (QS An-Nisa':20).
Bagaimana kamu akan dapat mengambilnya kembali padahal kamu telah
menggaulinya sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil
darimu perjanjian yang kuat (mitsaqan ghalizha). (QS An-Nisa': 21).”
Mahar adalah hadiah. Sedangkan hadiah dapat menumbuhkan dan menguatkan
perasaan sayang dan cinta-kasih, seperti yang disinyalir oleh sebuah hadis Rasulullah
Saw., "Berikanlah hadiah, itu akan menumbuhkan dan memperkuat rasa cinta."
Kado Pernikahan 89
diterima. Hak ini ada pada wanita yang akan menikah dan baginya mahar tersebut.
Bukan keluarganya.
Tetapi setelah menjadi hak penuh wanita, ia boleh memberikan kepada sebagian
keluarganya. Atau, ia menyimpan sendiri.
Mudah-mudahan pembicaraan singkat ini memberi kejelasan, sehingga tidak ada
jalan bagi mereka yang ingin memberat-beratkan mahar melalui anak gadisnya.
Mari kita ingat peringatan 'Abdul Hamid Kisyik, seorang ulama Mesir yang
memiliki pena tajam. Beliau berkata, "Jika mahar dibuat mahal, akhirnya
menyebabkan kerusakan dan keresahan di muka bumi. Hal ini tidak lagi maslahat
untuk ummat. Karena itu, wanita yang paling sedikit maharnya justru memiliki
keagungan dan akan mendapat kebarakahan yang amat besar."
Kado Pernikahan 90
Rasulullah bersabda,"Seorang wanita yang penuh barakah dan mendapat
anugerah Allah adalah yang maharnya murah, mudah menikahinya, dan akhlaknya
baik. Namun sebaliknya, wanita yang celaka adalah yang mahal maharnya, sulit
menikahinya, dan buruk akhlaknya."
Ada beberapa madharat yang bisa muncul akibat proses pernikahan yang
dipersulit:
Pertama,
Menyebabkan Pembandingan
Sulitnya menempuh proses pernikahan, dapat menyebabkan orang melakukan
pembandingan. Ia membandingkan proses yang ia jalani. Bisa juga membandingkan
orang yang dikehendaki.
Adakalanya, orang membandingkan dengan proses yang ditempuh oleh orang
lain. Pembandingan menyebabkan munculnya penilaian. Sebagian dari penilaian
masih berada dalam kebenaran, akan tetapi sebagian lagi dapat menjatuhkan kepada
prasangka dan dosa. Ia menilai iktikad calon teman hidupnya maupun keluarganya.
Adakalanya, orang membandingkan calon istrinya dengan orang lain.
Pembandingnya bisa jadi memang benar-benar ada, bisa jadi imajinatif. Ia tidak
membandingkan calon istrinya dengan seseorang, tetapi membandingkan dengan apa
yang diangan-angankannya di waktu dulu. Sumber pembandingan bisa jadi cerita
orang, bisa juga buku-buku tentang nikah.
Mungkin ia membandingkan calonnya dalam aspek psikis. Misalnya, keramahan
dan kelembutannya. Mungkin juga ia membandingkan aspek fisik si calon dengan
orang lain, sehingga ia menjadi kurang lega dan mantap dibanding sebelumnya.
Padahal, ketika sudah menikah saja seorang istri perlu menjauhkan suami dari
membanding-bandingkan kecantikan istri dengan orang lain. Sebab ini dapat
membuka jalan ketidakpuasan dan penyimpangan.
Ibnu Mas'ud r.a. mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
Khat Arab
Seorang wanita tidak boleh bergaul dengan wanita lain, kemudian ia ceritakan
kepada suaminya keadaan wanita itu, sehingga suaminya seolah-olah melihat wanita
tersebut." (HR Bukhari & Muslim).
Kedua,
Menimbulkan Keraguan
Ketika Mughirah bin Syu'bah r.a. akan meminang seorang wanita, begitu An-
Nasa'i menceritakan dalam hadisnya, Rasulullah bertanya, "Sudahkah kamu melihat
wanita itu?"
Kado Pernikahan 91
Kemudian Mughirah menjawab, "Belum."
Rasulullah kemudian berkata, "Lihatlah wanita itu, karena akan mengurangi
penyesalan antara kedua belah pihak. Yakni memberi kemungkinan tumbuhnya
keserasian, keselarasan, dan kebersamaan antara keduanya."
Al-Amasy berkata, "Setiap perkawinan yang dilangsungkan tanpa saling melihat
akan menyebabkan kesusahan dan kesedihan."
Melihat wanita yang akan dinikahi dapat menumbuhkan kemantapan. Ia lebih
yakin kepada satu pilihan. Mudah-mudahan mereka akan memperoleh keserasian dan
keselarasan setelah menikah.
Ketika proses pernikahan dipersulit, orang dapat membanding-bandingkan. Ini
membuka jalan ketidakpuasan dan ketidakrelaan.
Proses pernikahan yang dipersulit juga dapat mengakibatkan orang menjadi tidak
mantap melangkah, sekurang-kurangnya menjadi ragu. Padahal kemantapan terhadap
pilihan sangat diperlukan agar tercapai keselarasan, keserasian dan kebersamaan
antara keduanya. Demi mencapai kemantapan agar tidak mengangankan yang lain,
orang boleh melihat calonnya.
Mari kita lihat kembali kisah Mughirah bin Syu'bah r.a. melalui jalur lain:
Ketika Mughirah bin Syu'bah berkeinginan untuk menikahi seorang wanita, Nabi
Saw. bersabda kepadanya, "Pergilah untuk melihat wanita itu, karena dengan
melihat itu akan memberikan jaminan bagi kelangsungan hubunganmu berdua". Dia
melaksanakannya, lalu menikahinya. Di kemudian hari ia menceritakan tentang
kerukunan dirinya dengan wanita tersebut. (HR Ibnu Majah, An-Nasa'i dan At-
Tirmidzi).
Kalau orang merasakan keraguan, barakah pernikahan bisa berkurang.
Na'udzubillahi min dzalik.
Ketiga,
Melemahkan Kesediaan untuk Berjuang Bersama
Proses pernikahan yang dipersulit bisa melemahkan kesediaan untuk berjuang
bersama-sama. Kalau semula keluarga dibayangkan sebagi perahu yang perlu dikayuh
bersama-sama, sulitnya proses pernikahan dapat menyebabkan pikiran berubah. Ia
telah membayar proses pernikahan dengan kesulitan. Setelah akad nikah tercapai,
tibalah saatnya untuk menjadi penumpang saja di perahu itu. Tidak mengayuhnya
bersama-sama.
Keluarga yang demikian ini akan timpang. Apalagi kalau masing-masing merasa
paling banyak berjuang dalam mengibarkan layar pernikahan.
Kado Pernikahan 92
Keempat,
Mengeraskan Hati
Proses pernikahan yang sulit dapat mengeraskan hati dan meninggikan tuntutan
psikis terhadap istri. Kerasnya hati menyebabkan komunikasi begitu kering. Tidak
ada dialog dari hati ke hati, sehingga mata harus menangis karena perhatian orang
yang tercinta ada yang mengikis. Jarang sekali ada silaturrahmi, justru antar anggota
keluarga yang tinggal serumah. Sehingga masing-masing berjalan sendiri. Kalau ada
kebahagiaan, ia rasakan sendiri. Kalau ada keperihan, ia tangisi sendiri.
Tingginya tuntutan psikis terhadap istri, menyebabkan suami kurang bisa
merasakan kebaikan-kebaikan istri walaupun sebenarnya sangat besar. Ia selalu
merasa kecewa dan kesal terhadap istrinya. Padahal istri sudah melakukan banyak
hal. Ia mudah menyalahkan istrinya sebagai orang yang tidak bisa menjalankan
perannya dengan baik. Meskipun ia tahu setiap orang mempunyai kekurangan (sama
seperti dirinya).
Tuntutan psikis yang tinggi menjadikan apa yang dipandang selalu kurang.
Kalau Anda memaki kacamata gelap, matahari yang terang pun kelihatan
redup!
Kado Pernikahan 93
melakukan puasa. Siang harinya Anda masuk-masukkan batang pensil ke
tenggorokan sehingga Anda muntah-muntah. Alhasil, Anda harus membatalkan
puasa.
Bisa jadi sebaliknya. Anda sudah berniat puasa. Jam tiga dini hari sudah masak
dan makan sahur. Pagi sampai siang hari menjaga diri dari melakukan hal-hal yang
dapat membatalkan. Tetapi pukul lima sore hari Anda datang bulan (menstruasi)
sehingga Anda harus membatalkan puasa.
Yang pertama Anda batal berpuasa karena mempersulit diri. Yang kedua, Anda
tidak jadi berpuasa karena mendapatkan kesulitan yang tidak bersumber dari diri
Anda. Yang pertama adalah perbuatan dosa, karena Anda memiliki pilihan untuk taat
atau tidak taat kepada perintah Allah. Yang kedua insya-Allah justru memberi
kemuliaan bagi Anda. Derajat Anda terangkat jika Anda ridha. Anda tidak berdosa
ketika membatalkan puasa, karena Anda menghadapi "paksaan takdir" (jabr) yang
tidak dapat Anda tentukan.
Keduanya perlu diganti dengan puasa di lain hari. Tapi makna keduanya sangat
berbeda.
Ada contoh lain. Ketika puasa, Anda sakit, sehingga Anda tidak berpuasa. Jika
Anda ridha, Allah akan membebaskan dosa-dosa Anda sesuai dengan sakit yang Anda
alami dan keridhaan Anda menerima. Dalam hal ini, kesulitan meningkatkan
kemuliaan dan derajat Anda.
Walaupun demikian, bisa jadi Anda sakit karena Anda tidak mau mengambil
rukhshah (keringanan). Misalnya Anda melakukan perjalanan jauh yang melelahkan
dan membahayakan fisik jika tidak makan, akan tetapi Anda tidak mengambil hak
Anda untuk tidak berpuasa. Akibatnya Anda sakit. Padahal Allah dan Rasul-Nya telah
memberi keringanan.
Pada kasus ini, Anda tidak mendapat kesulitan karena takdir mengharuskan
demikian. Anda sakit karena Anda menzalimi diri sendiri. Anda mempersulit diri.
Anda memberat-beratkan, sehingga Anda terkalahkan.
Wallahu A'lam bishawab wallahul musta'an.
Kado Pernikahan 94
Al-Jazairi, seperti syarat nafkah, menggauli, atau pembagian yang adil apabila
peminangnya sudah beristri, maka syarat-syarat tersebut berkaitan langsung dengan
asal (pokok) akad, sehingga tidak perlu ditetapkan lagi.
Jika syaratnya itu merusak akad nikah, seperti disyaratkan tidak boleh bersenang-
senang dengannya (termasuk bersebadan, pen.), atau tidak usah menyediakan
makanan dan minuman yang biasa disiapkan oleh wanita, maka syarat tersebut tidak
benar dan tidak wajib memenuhinya. Hal ini dikarenakan syarat-syarat tersebut
bertentangan dengan tujuan menikahinya, deikian kata Al-Jazairi dalam Pedoman
Hidup Muslim (Litera AntarNusa, 1996).
Masih dalam buku yang sama, Al-Jazairi menjelaskan bahwa jika syarat-syarat
tersebut keluar dari masalah tersebut seluruhnya, seperti si wanita mensyaratkan calon
untuk mengunjungi keluarganya, atau jangan membawanya ke luar negeri misalnya,
maka selama bukan syarat yang bersifat menghalalkan yang haram atau
mengharamkan yang halal, maka persyaratan itu wajib dipenuhi. Jika tidak, wanita
bisa mengajukan fasakh (pembatalan) pernikahan, jika memang mau.
Rasulullah Saw. bersabda,
Khat Arab
Kado Pernikahan 95
membahas. Saya takut tergelincir dalam masalah ini mengingat masih sangat
sedikitnya bekal.
Bagian saya sekarang insya-Allah membahas maslahat dan madharat di balik
pengajuan syarat-syarat kepada calon suami yang akan menikahi.
Kado Pernikahan 96
Saya teringat nasehat Yahya Ibn Mu'adz kepada saudaranya. Ketika saudaranya
mengemukakan ingin tinggal di tempat yang paling baik di muka bumi, Yahya
menjawab, "Menyinggung perkataanmu tentang keinginanmu tinggal tinggal di
tempat yang paling baik di muka bumi ini, jadikanlah dirimu sebagai orang yang
terbaik di antara manusia, kemudian menetaplah di manapun engkau suka. Sebuah
tempat menjadi terhormat karena penduduknya, bukan karena yang lain."
Di balik apa-apa yang tidak kita sukai, kadang Allah memberikan kebaikan yang
sangat besar. Kadang kita mengharap hujan, tetapi mengeluh ketika ada mendung
yang tebal. Sementara di balik apa-apa yang kita sukai, bisa jadi terdapat banyak
kerugian yang tidak kita lihat saat ini.
Kado Pernikahan 97
Jika Anda mempersyaratakan kepada suami Anda karena Anda tidak ingin
mengandung selama Anda masih kuliah atas berbagai pertimbangan, baik
pertimbangan sendiri maupun pertimbangan bersama dengan suami yang sama-sama
masih kuliah, maka ada yang perlu diperhatikan. Ketika Anda sudah terikat oleh
pernikahan yang sah, maka halallah apa-apa yang sebelumnya haram dan dosa besar.
Anda berhak mendapat kesenangan-kesenangan khusus bagi suami-istri. Pada saat-
saat tertentu, gejolak itu rendah. Tetapi pada saat-saat lain, gejolak bisa meninggi
bahkan tak terkendali.
Kalau hari sedang hujan, es tidak menarik. Tapi kalau matahari sedang terik-
teriknya, keinginan yang mendesak untuk mereguk kenikmatan tak bisa ditahan lagi.
Nah, ibarat kebutuhan terhadap es, segalanya bisa terjadi saat Anda berdua saling
memendam kerinduan.
Sebenarnya, Anda halal melakukan hubungan intim karena Anda telah mengikat
pernikahan yang sah. Masalahnya adalah, kalau sesudah "kecelakaan yang halal" itu
terjadi ternyata Anda harus hamil dari benih suami Anda sendiri. Apalagi kalau
sebelumnya Anda sempat memakai alat-alat kontrasepsi dan tidak terjadi apa-apa,
maka kehamilan yang terjadi dapat mengakibatkan Anda melakukan penolakan
terhadap anak yang Anda kandung. Padahal ia adalah anak Anda sendiri, anak yang
sah dari suami yang sah melalui hubungan intim yang sah dan halal. Sepenuhnya sah.
Rentetan akibatnya akan sangat panjang. Akibatnya terhadap Anda maupun
akibat terhadap suami karena sebelumnya tidak memiliki orientasi untuk memiliki
anak semasa kuliah. Rentetan akibatnya juga merugikan anak secara langsung untuk
masa yang sangat panjang, karena penolakan Anda menyebabkan ketidakmampuan
Anda untuk menerima keberadaannya dan memberikan kasih sayang kepadanya.
Padahal kasih-sayang dan penerimaan merupakan hal yang sangat penting dalam
mendidik anak. Selain itu, penolakan terhadap anak dapat melahirkan sejumlah
konflik-konflik psikis yang berat.
Kalau misalnya Anda tidak sampai mengalami kecelakaan karena Anda berdua
mematuhi persyaratan itu, masih ada yang harus Anda perhatikan. Bagaimana
pengaruh problem-problem psikis yang terakumulasi selama menunggu perkuliahan
selesai, padahal ia telah memiliki istri yang sah? Bagaimana kesiapan kalian untuk
menjadi suami istri yang baik dan saling menerima, apabila sebelumnya Anda
terhalang untuk menjalin kebersamaan? Apalagi kalau masing-masing masih tinggal
di kost yang berbeda.
Akhirnya juga berkait dengan kesiapan untuk menjadi orangtua. Kurangnya
orientasi sejak awal dapat menyebabkan Anda mengalami kejutan mental (shock)
setelah berkumpul bersama. Setelah kalian menjalin kebersamaan selama beberapa
waktu sebagai suami-istri dengan menjauhkan jima', sekarang tiba-tiba Anda
menghadapi bahwa seorang anak sebentar lagi akan lahir setelah beberapa bulan
sebelumnya Anda dikumpuli.
Jadi, soal orientasi dan kesiapan menjadi orangtua ini yang potensial
menimbulkan madharat dan mafsadat jika Anda mempersyaratkan suami untuk tidak
Kado Pernikahan 98
melakukan hubungan intim, meskipun syarat ini tidak berhak untuk ditaati. Saya kira
lebih baik kita meniatkan semenjak awal untuk melahirkan anak-anak yang memberi
bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah sekalipun masih kuliah. Insya-
Allah yang demikian ini merupakan mujahadah. Kelak, kita akan merasakan
keindahannya di dunia dan akhirat. Insya-Allah. Allahumma amin.
Kado Pernikahan 99
Sekarang ketika Anda ingin mengajukan syarat-syarat pernikahan,
pertimbangkanlah kembali. Apakah syarat-syarat nikah yang Anda ajukan tidak
membuka pintu madharat dan mafsadat (kerusakan)? Ataukah syarat pernikahan
Anda justru akan mendekatkan kepada maslahat dan kemuliaan dunia akhirat?
Pertimbangkanlah secara jernih. Mintalah fatwa kepada hatimu. Bertanyalah
kepada nuranimu yang jernih. Rasulullah Saw. bersabda, "Mintalah fatwa dari
hatimu. Kebaikan itu adalah apa-apa yang tenteram jiwa padanya dan tenteram pula
dalam hati. Dan dosa itu adalah apa-apa yang syak dalam jiwa dan ragu-ragu dalam
hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka mem-
benarkannya." (HR Ahmad).
Perkara syarat nikah adalah haq. Wanita berhak mengajukan syarat nikah.
Wallahu A'lam bishawab.
TENTANG BARAKAH
Kita telah membicarakan masalah barakah. Tetapi apakah yang dimaksud
dengan barakah? Kita mulai dulu pembicaraan kita dengan orang yang membawa
laknat dan orang yang membawa barakah. Kalau seorang yang suka membuat
kerusakan ada di tengah kita, semua yang ada di situ bisa mendapatkan
keburukannya. Adapun kalau seorang yang takwa hadir di tengah kita, kehadirannya
mendatangkan barakah, seperti kata Al Qur’an, Sekiranya penduduk negeri beriman
U ndangan-undangan
Mubazir Itu…
A
walnya dari niat. Kelak Allah akan menilainya dan memberikan barakah
sesuai dengan niatmu. Kalau niatmu menikah karena ingin menjawab
pertanyaan Rasulullah tentang apa yang menghalangi seorang mukmin
untuk mempersunting istri, insya-Allah engkau akan mendapati anak-
anak yang memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaha illaLlah. Jika
engkau tidak tahu betul bagaimana mendidik anakmu, Allah yang akan mendidiknya.
Allah yang akan memberikan ilmu melalui kekuasaan-Nya. Banyak cara Allah
membaguskan hamba-hamba-Nya. Banyak cara Allah menjadikan seorang hamba
terangkat tinggi karena niatnya melalui anak-anak yang mereka lahirkan. Padahal
mata kita yang penuh teori, semula memandang proses perkembangan anak-anak itu
sebagai kesalahan.
Sungguh, sangat sedikit ilmu yang dimiliki manusia.
Awalnya dari niat. Maka, atas dasar apakah engkau menikahi istrimu? Jika gadis
yang engkau pinang itu cantik, apakah engkau menikahinya karena mengharap
keindahan dan wajah yang mengesankan? Ataukah, karena khawatir kecantikannya
dapat membuatmu terjerumus kepada maksiat, lalu engkau berusaha dengan sungguh-
sungguh untuk segera menikahinya demi menjaga kehormatan farjimu berdua.
Beda sekali antara keduanya. Yang pertama dapat mendatangkan kekecewaan
setelah menikah. Pernikahan sangat sedikit barakahnya. Sedang yang kedua, insya-
Allah akan dipenuhi barakah dari Allah yang terus melimpah.
Ketika engkau melihat calon istrimu memiliki ilmu agama yang bagus, atas dasar
apakah engkau memilihnya? Ketika engkau melihat calon istrimu berkecukupan, atas
---
---
Selama kecenderungan itu tidak ada di dalam batin, kata Imam Al-Ghazali
melanjutkan, tidak mungkin diusahakan, diciptakan dengan usaha, dan dipaksakan.
Melainkan hal itu, hasilnya kembali kepada perpindahan pemikiran dari sesuatu ke
sesuatu yang lain. Seperti seorang yang kenyang berkata, "Aku telah berniat untuk
lapar," atau "Aku berniat untuk makan disebabkan lapar," Atau orang yang gelisah
berkata, "Aku telah berniat untuk mencintai seseorang," atau "Aku telah berniat
memuliakan seseorang." Hal ini tidak muncul di dalam batinnya, dan itu mustahil.
Selama tidak muncul motif hal itu, maka tidak akan ada kebangkitan jiwa, karena
kebangkitan jiwa merupakan tanggapan (respons) terhadap motif dan tujuan yang
muncul. Contohnya adalah menikah, kata Imam Al-Ghazali. Orang yang dikuasai
syahwat dan ingin menikah, kemudian hendak memaksakan diri berniat mengikuti
Rasulullah Saw. dan sunnahnya, serta berniat mendapatkan anak yang shaleh. Hal itu
tidak mungkin terjadi karena tidak muncul motif-motif ini dari batinnya. Melainkan di
dalam batinnya hanya ada syahwat semata. Demikian penjelasan Imam Al-Ghazali
dalam buku Mutiara Ihya' 'Ulumuddin.
Wallahu A'lam bishawab.
Awalnya dari niat. Nikah juga diawali dengan niat. Niat yang baik dan jernih
akan mendekatkan kepada barakah. Semakin baik niat kita, insya-Allah semakin
barakah rumah tangga kita, sekalipun kita tidak bisa menunaikan seluruh perkara
yang kita niatkan dengan sebaik-baiknya. Bahkan kalau kita tidak bisa mengamalkan
apa yang sudah kita niatkan dengan sungguh-sungguh, maka bagi kita apa yang kita
Khath Arab
Abu Musa r.a. berkata: Rasulullah Saw. bersabda, "Siapa yang memiliki jariyah
(hamba wanita, pembantu), lalu dipelihara dengan baik, kemudian dimerdekakan dan
dikawini, maka ia mendapat pahala dua kali lipat." (HR Bukhari & Muslim,
shahih).
Wallahu A'lam bishawab.
K alau sudah ada kerelaan untuk menjadi teman hidup, maka tunggu sesaat
lagi jalinan perasaan itu akan sah. Sesaat lagi, apa-apa yang haram bagi
kita telah menjadi halal atas karunia Allah. Sesaat lagi, seorang jejaka
mulai harus memberikan kelembutan sikap kepada wanita yang beberapa
waktu lalu dipinangnya. Sesaat lagi, seorang wanita mulai mempunyai kewajiban
untuk bertaba’ul (pengurusan dan pelayanan). Ini kelak di akhirat akan dimintakan
tanggung jawab kita. Ada perjanjian yang sangat berat kepada Allah, sehingga Allah
memberi hak kepada kita beberapa kesenangan dan memberi amanah di balik
kesenangan-kesenangan itu. Perjanjian ini terikat sesaat lagi, ketika seorang ayah
mengucapkan ijab atas anak gadisnya dan seorang laki-laki mengucapkan qabul
(penerimaan) untuk mengikat jalinan perasaan sebagai suami-istri.
Inilah akad nikah. Inilah akad yang menjadikan halal apa-apa yang sebelumnya
haram, dan membuat berpahala apa-apa yang sebelumnya merupakan dosa.
Khath Arab
Khath Arab
Khath Arab
Kelengkapan Zafaf
Pengantin baru perlu melakukan beberapa persiapan sehingga malam zafaf
terlaksana dengan penuh barakah dan keindahan yang tak terlupakan. Persiapan ini
meliputi fisik, atribut-atribut kebendaan, maupun persiapan psikis dan ruhiyyah.
Persiapan-persiapan fisik inilah yang saya sebut sebagai kelengkapan zafaf, semata-
mata agar tulisan ini hanya dibaca oleh mereka yang telah memerlukan.
Seorang laki-laki maupun wanita perlu memperhatikan kelengkapan zafaf ini.
Mudah-mudahan Allah melimpahkan barakah bagi kedua mempelai di malam
pertama mereka.
Kelengkapan Wanita
Wanita hendaknya melakukan beberapa hal untuk memasuki malam zafaf.
Wanita hendaknya memotong kuku-kukunya terutama kuku jemari tangan. Yang
demikian ini agar tidak menjadikan malam zafaf kurang mengenakkan di ujungnya,
karena ketika wanita mencapai puncak kenikmatan dalam berhubungan intim, wanita
banyak mengenakan jari-jemari tangannya pada suami dengan cengkeraman yang
kuat.
Mengenai rambut, wanita hendaknya dalam keadaan bersih ketika memasuki
malam zafaf. Ia telah mencukur rambut ketiaknya sehingga bersih. Juga mencukur
rambut kemaluannya1. Yang demikian ini termasuk perkara-perkara sunnah.
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, “Kami pernah bersama-sama
Nabi Saw. dalam suatu perang. Pada saat kami telah selesai, kami bergegas
menunggangi unta yang lambat jalannya, sehingga aku tersusul oleh seorang
penunggang dari belakangku. Lalu aku menoleh, dan tiba-tiba aku bertemu dengan
Rasulullah Saw. Beliau bertanya, ‘Apa yang membuatmu tergesa-gesa?’
Aku menjawab, ‘Baru saja aku menikah (menjadi pengantin).’
Beliau bertanya, ‘Gadis atau janda yang engkau nikahi?’
Aku menjawab, ‘Janda!’
Khath Arab
“Kawinilah oleh kalian perawan sebab perawan itu lebih segar mulutnya, lebih
subur rahimnya, lebih hangat vaginanya, dan lebih rela dengan nafkah yang sedikit.”
(HR Abu Na’im melalui Ibnu Umar r.a. Periksa Mukhtarul Ahaadits).
Manfaat mencukur rambut kemaluan bagi wanita, agar ia lebih dapat terdorong
gairahnya untuk menikmati hubungan seksual pertama bersama suaminya. Sementara
suaminya belum begitu ia kenal. Kalaupun sebelumnya sempat mengenal, tak pernah
sedekat ini. Sehingga ada salah tingkah, canggung, sekaligus perasaan malu
bercampur rindu dan takut.
Kalau gairahnya tumbuh dan perasaannya terbangkitkan, insya-Allah malam
zafaf akan menjadi malam yang sangat mengesankan dan sulit terlupakan. Adapun
bagi laki-laki, bersihnya kemaluan wanita dan askhanu-aqbalan dapat membuatnya
lebih bersemangat sekaligus memudahkannya melaksanakan tugas sakralnya dengan
Khath Arab
Wewangian lelaki adalah yang tampak baunya dan tersembunyi warnanya. Dan
perhiasan wanita adalah apa yang tampak warnanya dan tersembunyi baunya. (HR
An-Nasa’i dan At-Tirmidzi. Muhammad Nashiruddin Al-Albani menilai hadis
yang dikeluarkan At-Tirmidzi sebagai hadis shahih).
Perhiasan seorang lelaki adalah yang tampak baunya dan tersembunyi warnanya.
Ini adalah perhiasan yang terpuji bagi laki-laki. Sedang bagi wanita, perhiasan yang
ter-puji adalah yang tampak warnanya dan tersembunyi baunya. Maksud perkataan ini
adalah, wewangian yang dipakai seorang wanita tidak tercium harumnya oleh orang
lain kecuali dengan berdekatan betul. Dan tidak ada laki-laki yang diperbolehkan
untuk berdekatan dengan seorang wanita dengan kedekatan yang rapat kecuali
suaminya. Wallahu A’lam bishawab.
Kelak ketika tak ada mata yang melihat kecuali mata suaminya, wanita boleh
memakai ghumrah (pemerah pipi dari minyak za’faran). Juga boleh menggunakan
perhiasan lain. Wanita-wanita dewasa dapat menghias pengantin wanita sehingga
menjadi wanita tercantik dan paling anggun di malam itu, sebagaimana para wanita
dulu juga menghias ‘Aisyah sebelum dipertemukan dengan Rasulullah.
Selain itu, wanita ada baiknya bercelak. Dari Ibnu ‘Abbas r.a., berkata, “Nabi
Saw. bersabda, ‘Hendaklah kamu selalu bercelak, karena celak itu menumbuhkan
bulu mata, menghilangkan kotoran-kotoran pada mata dan membersihkan
penglihatan’.” (HR Ath-Thabrani).
Tapi terlarang baginya untuk mencukur alisnya. Mencukur alis merupakan salah
satu cara berhias untuk memperoleh kesan mata lebih sayu. Mata yang terkesan
terlalu lebar --menurut pemilik mata bersangkutan-- dapat diubah kesannya menjadi
lebih sipit dengan cara mencukur sebagian alis. Tetapi Rasulullah melarang cara ini.
Khath Arab
Rasulullah Saw. melaknati perempuan yang membuat tahi lalat, perempuan yang
minta dibuatkan tahi lalat, perempuan yang menipiskan alis mata dan perempuan
yang mengikir giginya supaya menjadi baik yang mengubah ciptaan Allah. Kemudian
ada seorang perempuan yang bertanya kepadanya tentang itu. Maka beliau berkata,
“Bagaimana aku tidak melaknati orang yang dilaknati oleh Rasulullah Saw.,
sedangkan di dalam kitab Allah, Allah Ta’ala berfirman, “Apa yang diberikan Rasul
kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah.”
Di malam itu, wanita juga boleh menggunakan cincin untuk berhias. Masih ada
pembahasan lain yang lebih khusus berkenaan dengan persiapan untuk melakukan
hubungan intim. Insya-Allah kita akan membicarakan dengan tenang masalah ini
pada bab Keindahan Suami-istri. Adapun untuk memasuki malam zafaf, insya-Allah
pembahasan ini telah cukup.
Kelengkapan Tambahan
Ada kelengkapan tambahan yang dapat dilakukan oleh suami. Sebelum
memasuki malam zafaf, suami bisa menata tempat tidur dengan baik. Ia menutupinya
dengan sprei yang bersih. Sprei yang baru diseterika insya-Allah lebih baik, karena
lebih memberikan kenyamanan dan kehangatan. Juga, suami dapat memberi
wewangian pada permukaan spreinya sehingga harum dan sedap.
Pada masa sekarang, malam pertama umumnya di rumah orangtua istri. Karena
itu, sebaiknya istri yang menata tempat tidur dan memberikan sprei yang hangat.
Seorang wanita insya-Allah dapat memilih parfum untuk tempat tidurnya yang pas,
tidak terlalu harum dan tidak menyengat baunya. Ia bisa memilih bau-bau yang
lembut, jika memungkinkan. Adapun kalau sulit dilakukan, sprei yang bersih telah
cukup.
Berkenaan dengan pakaian pada malam zafaf, seorang lelaki hendaknya tetap
menjaga agar pakaian yang dikenakan tidak memperlihatkan aurat. Sebab yang
demikian itu makruh, kata Abduh Ghalib Ahmad ‘Isa menjelaskan. Ia bisa
mengenakan pakaian yang menarik, tetapi tetap sederhana.
Pengantin wanita bisa mengenakan pakaian-pakaian yang bagus dan menarik,
sehingga ia terlihat anggun di malam itu. Wanita juga bisa mempertimbangkan untuk
menggunakan pakaian yang tidak menyulitkan tugas suami. Mungkin suami Anda
termasuk yang masih canggung dan rikuh.
Khath Arab
Apabila salah seorang dari kamu menikahi seorang perempuan, maka hendaklah
ia memegang ubun-ubunnya, membaca basmalah dan memanjatkan doa memohon
barakah, serta mengucapkan doa, “Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu
kebaikannya dan kebaikan wataknya. Dan aku mohon perlindungan-Mu dari
kejahatannya dan kejahatan wataknya.
Kalau engkau sudah mengucapkan doa, maka sekarang engkau bisa bergegas
shalat bersama istrimu. Sebelum mengajaknya melakukan kebersamaan, ajaklah
untuk beristighfar. Ini adalah kesempatan untuk memperbaiki diri dari kesalahan-
kesalahan dan memulai kehidupan baru dengan sesuatu yang lebih baik. Dengan hati
dan niat yang lebih baik.
Masalah Kita
Shalat bersama di malam zafaf (secara umum di hari pertama setelah akad
nikah) sangat baik dilakukan untuk memohon barakah dan ulfah (keharmonisan)
kepada Allah Ta'ala, sehingga tidak ada kebencian yang tersisa di hati kita.
Masalahnya, rangkaian acara setelah akad kadang demikian panjangnya dan langsung
bersambung dengan walimah. Rangkaian acara yang panjang kadang demikian
melelahkan, sehingga suami-istri yang baru menikah itu tidak berkesempatan untuk
melaksanakan shalat bersama dua rakaat. Alhasil, shalat bersama dua rakaat tidak bisa
dilangsungkan di hari pertama.
Nah, kalau begitu, apa yang harus Anda lakukan?
Khath Arab
Wahai Anakku, jika engkau datang pada keluargamu, maka ucapkan salam,
maka akan menjadikan kebarakahan atasmu dan atas keluargamu (penghuni
rumahmu). (HR At-Tirmidzi, dan ia berkata, “Ini hadis hasan lagi shahih).
Pada malam zafaf ini, suami hendaknya bersikap lemah lembut dan mengajaknya
berbicara dari hati ke hati dengan perkataan yang halus dan menyenangkan. Ini insya-
Allah akan mencairkan kekakuan. Kalaupun wajah masih gugup dan tangan masih
gemetar, rasa cinta dan kedamaian berada di dekat suami mulai terasa bergetar di
dada.
Perkataan yang halus dan menyenangkan ini diikuti dengan sikap penuh kasih-
sayang ketika membuka malam zafaf dengan segelas susu atau sedikit makanan kecil
yang manis-manis. Di malam zafaf ini, segelas susu berdua bukanlah retorika bahasa
agar tulisan ini terasa indah. Tetapi demikianlah contoh yang sampai kepada kita.
Segelas susu berdua di awal pertemuan dapat menghapus kekakuan di antara
kedua mempelai. Ada kemesraan dan kelembutan yang tumbuh. Ada jalinan perasaan
Khath Arab
Aku menghias ‘Aisyah untuk Rasulullah Saw., lalu aku datang kepadanya.
Kemudian aku memanggil beliau supaya memandang ‘Aisyah secara jelas. Beliau
kemudian datang di sampingnya. Selanjutnya didatangkan sebuah wadah besar berisi
susu. Beliau meminumnya. Lalu Nabi memberikan kepada ‘Aisyah. Ketika itu
‘Aisyah menundukkan kepalanya dan merasa malu.
Asma’ berkata, “Kemudian aku membentaknya dan berkata kepadanya,
‘Terimalah dari tangan Nabi Saw.”
Asma’ berkata lagi, “Lalu ia menerimanya dan meminumnya sedikit.” Kemudian
Nabi bersabda kepadanya, “Berilah temanmu itu.” (HR Ahmad).
Khath Arab
Bercanda
Hubungan intim hendaknya dilakukan dengan tenang dan sabar. Tidak tergesa-
gesa. Apalagi di malam zafaf, ketika istri baru pertama kalinya membuka aurat di
hadapan suami. Karena itu, jangan terlalu panas (tapi juga jangan terlalu dingin).
Di malam zafaf, seorang suami hendaknya melakukan persenggamaan secara
perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit. Sikap terburu-buru dapat membuat istri takut
sehingga cenderung menarik diri secara psikis. Sikap tenang dan sabar, insya-Allah
lebih dekat kepada maslahat dan kebahagiaan agung, meskipun suami harus
menempuh jalan beberapa kali agar bisa melaksanakan maksudnya. Itulah sebabnya,
sebelum memasuki malam zafaf istri ada baiknya mempersiapkan kelengkapan
zafafnya agar tercapai kenikmatan yang mengesankan.
Ibnu Qayyim mengatakan, “Setiap kenikmatan yang membantu terwujudnya
kenikmatan di hari akhir adalah kenikmatan yang dicintai dan diridhai oleh Allah
Swt. Pencipta kenikmatan itu akan merasakan kenikmatan dalam dua segi. Pertama,
perbuatan tersebut menyampaikan dirinya kepada ridha Allah Swt. Selain itu, akan
datang pula kepadanya nikmat-nikmat lain yang lebih sempurna.”
Ketika mengajak untuk menghabiskan malam zafaf dengan kenikmatan yang
diridhai Allah, suami dapat memberitahukan kepada istrinya bahwa ia tidak akan
tergesa-gesa. Ia ingin menghabiskan malam zafaf dengan tenang secara bersama-
sama. Dan ini diberitahukan kepada istri sebelum sama-sama melepas pakaian
ataupun pada permulaannya. Yang demikian ini insya-Allah akan menumbuhkan rasa
cinta istri kepada suami serta perasaan tenteram ketika berada di dekatnya. Sebab,
Khath Arab
Tiga hal yang termasuk kelemahan suami. Beliau menghitung darinya: Dari
seorang suami mendekati budak perempuannya atau istrinya kemudian ia
mengumpulinya sebelum mengajak bercanda kepadanya dan menyenangkannya. Ia
mengumpulinya kemudian ia memperoleh hajatnya dari istrinya itu sebelum ia (istri
atau budak perempuannya) memperoleh hajatnya.
Katakan, keindahan-keindahan serta rasa bahagia yang ingin Anda sampaikan
kepada istri. Begitu juga istri, dapat menyampaikan perasaannya yang sedang mekar
kepada suami. Mudah-mudahan Anda dapat meresapi ketenteraman yang ada di
antara Anda berdua. Bukankah Anda adalah pakaian suami Anda, dan suami adalah
pakaian bagi Anda? Pakaian itu memberi perlindungan, rasa aman, ketenteraman dan
kesenangan.
---
“Wanita yang terbaik di antara kamu
ialah yang membuang perisai malu
ketika ia membuka baju untuk suaminya,
dan memasang perisai malu
ketika ia berpakaian lagi.”
---
O ya, jangan lupa nasehat Kanun al-Idrisi al-Hasani, penulis kitab Qurratul
'Uyun fin Nikah Syar'i wa Adabihi. Dalam kitabnya itu, Kanun mengingatkan agar
Anda tidak lupa meletakkan bantal di bawah --maaf-- pantat istri. Yang demikian ini
adalah untuk kebaikan Anda berdua sehingga malam zafaf terlewatkan dengan indah
dan meninggalkan kenangan yang mengesankan.
Catatan Kaki:
1. Membersihkan rambut-rambut yang tumbuh pada daerah kemaluan, baik pada
laki-laki maupun perempuan, lazim disebut dengan istilah istihdaad. Istihdaad
boleh dilakukan dengan menggunting atau memotong habis dan dengan
mencabutnya, atau dengan cara melumurinya dengan obat perontok rambut.
Tetapi lebih utama dengan cara mencukur, membersihkan dengan menggunakan
pisau cukur. Demikian penjelasan dari Muhammad ‘Athiyah Khumais dalam
Fiqih Wanita tentang Thaharah. Saat ini banyak tersedia pisau cukur yang
higienis, praktis, aman dan nyaman. Syekh Ibnu Daqiqil ‘Aid mengatakan,
“Sebagian mereka cenderung menguatkan wanita mencukur, karena dengan
cara mencabut dapat merusak kulit. Hal itu dikuatkan pula oleh Imam Nawawi
dan lain-lain dengan katanya: Menurut Sunnah, mencukur bulu ari-ari dengan
pisau cukur, itulah yang lebih baik bagi laki-laki dan perempuan.”
2. Yang dimaksud dengan bulu ari-ari adalah rambut yang tumbuh pada bagian
atas zakar laki-laki dan yang tumbuh di sekitar vagina (faraj) perempuan.
Demikian penjelasan Muhammad ‘Athiyah Khumais.
3. Abdul Halim Abu Syuqqah menjelaskan, Ath-Thabrani menjelaskan dalam Al-
Kabir dan di dalamnya terdapat Haki-mah binti Umaimah. Ibnu Juraij
meriwayatkan darinya, tetapi tak seorang pun berbicara tentangnya. Abu Dawud
berhujjah dengan riwayatnya, dan sisa rijalnya adalah rijal shahih.
Khath Arab
Termasuk sunnah bagi (seseorang) jika menikahi (lagi) seorang gadis, setelah
dia mempunyai istri, dia bermukim padanya selama tujuh hari, lalu mengadakan
pembagian. Apabila menikahi seorang janda, dia berhak untuk bermukim padanya
selama tiga hari (tiga malam), kemudian barulah mengadakan pembagian (waktu).
(Selanjutnya) Abu Qilabah berkata, "Jika aku mau, pasti aku mengatakan bahwa
Anas r.a. memarfu'kan berita (atsar) tersebut kepada Rasulullah Saw." (HR
Bukhari).
Selama masa pengantin baru ini, sebaiknya suami lebih banyak menghabiskan
waktu untuk menemani istri, sehingga istri memiliki kesempatan untuk mulai belajar
bertaba'ul (mengurus dan melayani) kepada suami dengan baik dan sesuai dengan
suami. Sebaliknya, suami bisa belajar mengenal istri. Yang dimaksud dengan
mengenal istri boleh jadi berkait-erat dengan persoalan-persoalan psikis, termasuk
yang bersangkutan dengan bagaimana ia dibesarkan keluarganya, sehingga suami
dapat memahami perbedaan sikap istri dan menerima apa yang bisa diterima. Tetapi
mengenal istri boleh jadi bersangkutan dengan hal-hal yang kelihatan kecil dan
sepele, misalnya makanan kesukaan istri.
Berkenaan dengan masalah yang disebut terakhir ini, boleh jadi sebagian orang
menganggap sepele (ah, rumah tangga kok cuma ngurusi soal makanan). Tetapi
menyepelekan masalah yang sepele ini, bisa memicu ketidakpuasan suami-istri.
Mereka merasa diabaikan. Jika ini terus berlanjut, percekcokan bisa timbul.
Pentingnya memperhatikan persoalan yang dianggap sepele itu tidak berarti
melupakan soal-soal yang lebih penting. Sebab di atas itu semua, masalah yang paling
berpengaruh memang orientasi. Pernikahan Hari Moekti adalah contoh yang tepat
untuk menggambarkan bahwa orientasi masing-masing sangat mempengaruhi
kebahagiaan pernikahan. Ketika Kang Hari masih menjadi rocker, pernikahannya
sering diwarnai ketidakpuasan dan ketegangan-ketegangan. Akan tetapi setelah
menemukan Islam, mereka mendapati keluarganya penuh kebahagiaan.1
Salah satu masalah penting yang perlu dicatat dari perjalanan keluarga Hari
Moekti adalah soal perubahan orientasi keluarga yang ikut mempengaruhi
kebahagiaan pernikahan mereka. Ketika Kang Hari telah menemukan Islam, ia
menemukan cara pandang yang sama sekali baru tentang istri, tentang bagaimana
---
... Di sinilah kita melihat lebih dalam lagi
hikmah di balik pesan Nabi Saw.
agar memurahkan mahar dan memudahkan nikah.
Di sinilah kita melihat
hikmah di balik pesan-pesan Nabi ....
---
Lalu apa yang bisa kita lakukan pada masa-masa pengantin baru? Wallahu A'lam
bishawab. Selebihnya, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan kepada Anda.
Mudah-mudahan ada manfaatnya.
Khath Arab
"Allah merahmati seseorang yang bangun pada malam hari lalu menunaikan
shalat. Dia bangunkan istrinya dan jika istri enggan, maka dia percikkan air ke
wajahnya. Dan Allah merahmati seorang wanita yang bangun malam hari untuk
menunaikan shalat. Dia bangunkan suaminya dan apabila suaminya enggan, maka
dia percikkan air ke wajahnya." (HR Abu Dawud, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan
yang lainnya. Ibnu Hibban dan Al-Hakim menshahihkan hadis ini. Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al-Albani berpendapat, hadis ini hasan).
Atau mari kita simak hadis ini:
Khath Arab
Dari Abu Darda' r.a., dari Nabi Saw., beliau bersabda, "Tiga (orang), Allah
mencintai mereka, tersenyum kepada mereka dan merasa gembira dengan mereka.
Pertama, orang yang apabila suatu golongan menghadapi serbuan maka ia
berperang sendirian semata-mata karena Allah 'Azza wa Jalla, maka ia terbunuh
atau ditolong oleh Allah 'Azza wa Jalla dan dicukupi-Nya lalu Allah berfirman
(kepada para malaikat, "Lihatlah hamba-Ku ini bagaimana dia bershabar karena-Ku
dengan (mengorbankan) dirinya."
Kedua, orang yang memiliki istri cantik dan kasur empuk lagi bagus, kemudian
ia bangun (melakukan shalat) malam, maka Allah berfirman, "Ia meninggalkan
syahwatnya dan mengingat-Ku. Padahal kalau suka ia tidur saja."
Catatan Kaki:
1. Ustadz Hari Moekti sempat menceritakan pengalaman-nya berumah tangga
pada kesempatan acara bedah buku "Seni Dalam Pandangan Islam" karya
Abdurrahman Al-Baghdadi di Fakultas Sastra UGM. Cerita serupa juga
dikemukakan ketika menjadi pembicara pada seminar Memaksimalkan
Kecerdasan Anak yang diselenggarakan oleh Unpas, Bandung awal Juli lalu.
2. Soal bagaimana perubahan pandangan itu mengubah juga kehidupan
pernikahannya, lebih baik Anda bertanya langsung kepada Ustadz Hari Moekti
sehingga memperoleh penjelasan yang lebih baik dan lebih jernih. Di atas
segala-galanya, tentu saja hanya Allah 'Azza wa Jalla sumber segala
kebahagiaan dan Dia-lah yang memberi kebahagiaan kepada siapa pun yang Dia
Kehendaki. Wallahu A'lam bishawab.
3. Bibit perselisihan bersifat latent (tersembunyi) karena pada masa ini
keindahan sebagai pengantin baru menutupi berbagai "ketidaksesuaian
kecil". Di sinilah permaafan dan permakluman dibutuhkan agar hal yang
tidak mengenakkan tidak menjadi bibit perselisihan yang sewaktu-waktu bisa
meledak. Setelah masa pengantin baru usai, rumah tangga masih penuh
kesejukan. Rumah terasa lapang dan damai, meskipun secara fisik sempit.
Masalahnya, persoalan hubungan antara suami dan istri tidak sesederhana
menuliskan kata permaafan dan permakluman.
T inggal di Mana
Setelah Menikah?
S
etelah menikah, suami mempunyai kewajiban untuk menyediakan
tempat tinggal bagi istri sesuai dengan kemampuannya. Para Imam
Mazhab1 sepakat, dengan beberapa perbedaan kecil, bahwa seorang
suami wajib menempatkan istri di tempat tinggal yang layak. Sehingga
istri terjaga kehormatannya dan merasakan kedamaian dalam kehidupan
berumahtangga bersama suami.
Kalau suami mempunyai kewajiban untuk menyediakan tempat tinggal yang
memberikan kedamaian, rasa aman dan privacy2 bagi istri, maka secara seimbang istri
mempunyai kewajiban untuk tinggal di tempat yang telah disediakan oleh suaminya.
Kewajiban untuk tinggal di rumah suami, betapa pun sederhananya tempat tinggal itu,
merupakan ketetapan syari’at. Syari’at menjadikan kewajiban sang istri itu sebagai
salah satu hak laki-laki yang menjadi suaminya. Suami berhak menuntut istrinya agar
tinggal di rumah dan tidak meninggalkannya, kata Dr. Musa Kamil menjelaskan.
Sekarang, ketika Anda telah mengikat perjanjian berat (mitsaqan ghalizha)
bersama istri, pikirkanlah di mana Anda tinggal. Kalau sekarang Anda dihadapkan
pada beberapa kemungkinan tempat tinggal, Anda bisa mempertimbangkan maslahat
dan madharat pada masing-masing tempat dengan tetap mengingat bahwa
menyediakan tempat tinggal bagi istri merupakan kewajiban Anda.
Catatan Kaki:
1. Periksa misalnya dalam buku Suami-Istri Islami karya Dr. Musa Kamil terbitan
Remaja Rosdakarya, Bandung, 1997.
2. Penjagaan terhadap privacy istri ini terutama menonjol pada pandangan mazhab
Hanafi. Menurut mazhab Hanafi, suami harus menyediakan tempat tinggal
untuk istrinya di satu rumah yang terpisah, tidak ada seorang pun keluarganya di
situ, kecuali yang dikehendaki oleh istrinya.
3. Melepaskan ikatan keluarga tidak dalam pengertian mengurangi silaturrahmi,
apalagi sampai memutus. Melepaskan ikatan keluarga berarti melepaskan pola
berumahtangga sebagaimana yang diterimanya dalam keluarga orangtua, untuk
kemudian bisa memulai pola kehidupan berumahtangga sebagaimana
dikehendaki oleh kedua pihak: suami dan istri. Semoga dengan demikian, lebih
mudah mencapai keharmonisan dan kekukuhan. Wallahu A’lam bishawab.
---
“Engkau tak mungkin
dapat mencukupi kebutuhan semua orang
dengan hartamu;
karenanya, cukupilah mereka semua
dengan wajahmu yang gembira
dan watak yang baik.”
---
Dalam bentuk sederhana, kita mendapati di sekeliling kita bahwa orang lebih
mudah tersentuh hatinya oleh keramahan dan kelembutan daripada keelokan wajah.
Sikap yang baik meluluhkan hati manusia sehingga di hatinya tumbuh kasih-sayang.
Sedang kecantikan wajah segera sirna pesonanya ketika ia menampakkan sikap
kurang bersahabat, keras hati, dan meninggikan diri. Allahu A’lam bishawab.
Dari bantahan pertama yang berupa fakta, marilah kita memeriksa bantahan
kedua, yaitu hadis Nabi Muham-mad Saw. Rasulullah al-ma’shum pernah bersabda,
Khath Arab
Dari Jabir r.a., sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda, “Bila salah seorang
dari kalian bepergian untuk waktu lama, janganlah pulang menemui istri pada
malam hari.” (Muttafaqun ‘alaih).
Mengapa suami yang habis bepergian jauh untuk waktu yang lama tidak
diperkenankan pulang mendadak? Ada tujuannya. Dari Jabir r.a., Rasulullah Saw.
bersabda:
“Apabila kamu datang dari bepergian, janganlah kembali kepada istrimu pada
malam hari, agar ia dapat mencukur rambut kemaluannya lebih dulu dan merapikan
dandanannya serta lakukanlah jima’.” (HR Imam yang Lima kecuali An-Nasa’i).
Berhias semenarik mungkin ketika suami pulang dari bepergian jauh, apalagi jika
seminggu tidak pulang, barangkali lebih mudah dilakukan istri. Tanpa diminta pun,
istri insya-Allah akan menyambut suaminya dengan penuh kecantikan dan
kehangatan. Perasaan kangen yang besar dan cinta yang meluap, akan menjadikan
pertemuan dengan suami begitu berarti. Inilah saatnya istri menyambut suami dengan
dandanan yang rapi, kening yang harum dan (maaf) kemaluan yang tercukur bersih
rambutnya.
Kata Rasulullah Saw., “Sebaik-baik istri kamu ialah yang menjaga diri lagi
pandai membangkitkan syahwat, (yakni) keras menjaga kehormatan kemaluannya,
pandai membangkitkan syahwat suaminya.” (HR Ad-Dailami dari Anas r.a.).
Tapi istri barangkali tidak bisa selalu menyambut suami dengan dandanan
sempurna setiap hari. Mungkin hari itu ia kelelahan karena banyaknya pekerjaan
rumah-tangga yang menumpuk, si kecil yang rewel seperti bapaknya (he hmmm) dan
tamu bulanan yang datang beserta sindrom menstruasinya yang menyebabkan istri
mudah letih. Mungkin hari itu ia lagi teringat orangtua dan saudara-saudaranya yang
sudah lama tak berjumpa. Begitu kangennya dengan orang-orang yang ia cintai
(meskipun ia sangat mencintai Anda), sehingga ia menjadi lamban. Dan ia tak sempat
berhias ketika menyambut kedatangan Anda.
Hal-hal semacam ini perlu Anda pahami. Tanpa kesediaan untuk memahami,
keindahan rumah-tangga sulit tercapai. Nasehat Ruqayyah Waris Maqsood mengenai
masalah ini patut kita simak. Jika seorang laki-laki tiba di rumah lebih awal dari
biasanya, kata Ruqayyah, sebaiknya ia menunggu, sehingga istri yang belum
berpakaian secara layak mempunyai waktu untuk merapikan diri.
Sekali waktu, mungkin istri tidak bersikap seperti yang Anda kehendaki. Padahal
saat itu Anda ingin sekali melihat istri Anda tampak anggun dan menyenangkan.
Anda juga ingin sekali mencium aroma wangi dari ma'athif (antara leher dan
geraham) istri Anda tersayang.
---
Jika suatu saat Anda mengalami, dengarkan nasehat Ruqayyah Waris Maqsood.
Kata Ruqayyah, “Jangan merasa bersedih karena istri Anda tidak bersikap seperti
yang Anda kehendaki. Bicaralah! ‘Sayang, aku senang sekali kalau kau mengenakan
baju yang bersih dan parfum untukku seorang. Aku tahu kau merasa lelah hari ini,
tetapi jika kau mau melakukannya untuk menyenangkan hatiku, aku tahu kau masih
menyayangiku’.”
“Perhatikanlah kata-kata penting pernyataan Anda,” kata Ruqayyah
mengingatkan, “ungkapkan kekecewaan Anda, akuilah kerja keras dan pengorbanan
mereka, nyatakan kebutuhan Anda akan cinta dan kehormatan --dan lihatlah
hasilnya.”
Khath Arab
Dari Abu Ali Thalaq bin Ali r.a., sesungguhnya Ra-sulullah Saw. bersabda,
“Apabila seorang suami mengajak istrinya, maka penuhilah segera meskipun ia
sedang berada di dapur.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Hibban).
Abdullah bin Mas’ud r.a. mengatakan bahwa dia mendengar Rasulullah Saw.
bersabda,
Khath Arab
“Seorang istri yang diajak oleh suaminya ke tempat tidurnya, tetapi dia
menangguhkannya hingga suaminya tidur, maka istri tersebut dalam keadaan
laknat.”
Begitulah. Maka ketika suami Anda harus pulang mendadak demi
menyelamatkan agama, kehormatan seksnya, serta kesetiaan cintanya kepada Anda,
segeralah menyambut suami Anda dengan kehangatan yang lain daripada hari-hari
biasanya. Tunjukkanlah kerinduan Anda kepadanya dan tatapan mata cinta yang
menggemaskan, sehingga ia semakin kuat hasratnya. Atau, (kalau anak-anak tak
melihat) berikan kecupan hangat yang menggairahkan dan kemanjaan yang
membuatnya dekat dengan Anda.
‘Alaa kulli hal, kepada sidang pembaca silakan memeriksa kembali tulisan ini.
Apa-apa yang salah, itu semata karena kesalahan dan kekurangan saya. Ingatkan
dengan cara yang ma’ruf agar saya lebih terbuka dan dapat menerima. Adapun kalau
ada yang benar, itu semata karena hidayah Allah 'Azza wa Jalla. Mudah-mudahan kita
bisa menerapkan semampu kita.
Ya Allah, tolonglah kami. Berikanlah barakah atas kami dan bagi kami.
Allahumma amin.
Catatan Kaki:
1. Ada dua pengertian tentang pakaian dalam. Pertama, secara umum masyarakat
mengartikan pakaian dalam adalah sejenis celana dalam, BH, kaos dalam dan
rok dalam. Kedua, pakaian dalam berarti pakaian yang dipakai setelah pakaian
dalam menurut pengertian umum sebelum jubah dan jilbab. Pakaian dalam pada
tulisan ini mencakup kedua pengertian tersebut.
S
uatu ketika saya menerima surat dari sebuah kota di Jawa Tengah. Isinya
berupa keluhan sekaligus pertanyaan. Seorang istri mengeluhkan, suaminya
jarang sekali mengajak berjima’. Padahal keinginan untuk dicumbu suami
demikian besar. Kadang ingin bicara kepada suami agar memberi kehangatan
padanya, tapi tak tahu bagaimana mengungkapkannya. Ia malu dan takut. Nah,
apakah yang sebaiknya dilakukan oleh seorang istri muslimah?
Dari kota yang sama, ada lagi istri yang bermasalah. Kalau yang pertama
mengeluh setengah bertanya bagaimana suaminya agar lebih sering mengajak jima’,
maka akhwat kita ini berbeda lagi. Yang menjadi kebingungannya justru bagaimana
menghadapi kemauan suami yang begitu tinggi. Perut sudah besar karena usia
kehamilan yang semakin bertambah, tetapi keinginan suami untuk bermesraan dan
melakukan jima’ tidak berkurang.
---
Hanya dengan cara inilah
insya-Allah kita memperoleh ketenteraman
dan kebahagiaan terdalam hari kiamat.
Begitu kita melihatnya sebagai kekurangan dan kelemahan, maka terbukalah
pintu kekecewaan kepada teman hidup kita.
---
Mandi Jinabah
Seorang wanita pernah bercerita, masalah yang kadang membuatnya malas
melayani keinginan suami adalah mandi wajib sesudah jima’. Kadang-kadang ia
dihinggapi rasa enggan kalau harus mengurai rambut dan membersihkannya dengan
shampoo. Belum lagi rambut tidak mudah kering. Sehingga ketika suami mengajak
berjima’, kadang muncul gejala mual-mual serasa mau muntah (nausea).
Munculnya nausea (mual-mual) atau bahkan muntah (vomiting), sebenarnya
merupakan reaksi psikis akibat keengganan terhadap sesuatu yang berhubungan
dengan jima’. Keengganan untuk mengurai rambut dan mengeramasi sesudah
melakukan jima’, merupakan salah satu perkara yang bisa memunculkan nausea.
Khath Arab
Ada yang bisa kita petik dari kisah ini. Kerinduan yang tak menemukan
muaranya, dapat menjadikan hati ingin memberontak. Kalau saja tak ada iman yang
dipegang dan jalinan yang diingat, cinta yang ada di hati bisa terguncang. Dan ini bisa
membawa kepada fitnah yang besar.
Benarlah kata-kata Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Menurut Ibnu Qayyim,
persetubuhan yang dihalalkan bisa menambah cinta, jika memang hal itu dikehendaki
orang yang dicintai. “Jika dia sudah mencicipi kenikmatan percintaan dan
persetubuhan,” kata Ibnu Qayyim menambahkan, “keinginannya untuk merasakan
lagi justru semakin menggebu, jauh lebih menggebu daripada sebelum dia
merasakannya.”
Hal semacam ini juga terjadi pada istri. Apalagi Allah telah memberinya
dorongan syahwat yang jauh lebih besar dibanding laki-laki. Hanya Allah telah
menutupinya dengan rasa malu.
Di sinilah perlu komunikasi yang baik antara suami dan istri. Kalau suami sudah
lama tidak menyentuh Anda, maka Anda dapat mengingatkannya agar memberikan
kehangatan di atas tempat tidur. Anda bisa mengingatkan secara langsung dengan
mengungkapkan keinginan Anda. Bisa juga menyampaikan secara halus. Jika di
masa-masa pengantin baru Anda berdua bisa membentuk ungkapan yang baik untuk
menyatakan keinginan berjima’, insya-Allah akan lebih baik. Tetapi, tentu saja
MENGGAIRAHKAN SUAMI
Dalam sebuah seminar kemuslimahan di Yogyakarta, seorang peserta
menyampaikan masalahnya. Setiap suami menginginkan, ia selalu melayani. Tetapi
ketika ia menghendaki kemesraan, suami sering tidak siap untuk berjima’. Alhasil ia
---
"Tidak ada yang lebih menjamin
kebahagiaan hidup berumah tangga,
dan tidak ada yang lebih menjamin
utuhnya kejantanan dan keikhlasan suami,
daripada pengalaman dan pengetahuan istri
mengenai seni bercinta...."
Demikian kata Al-Khasyat.
---
Potensi seks suami memang merupakan masalah umum suami-istri. Tidak lama
setelah menikah, seorang ikhwan pernah bertanya kepada saya jamu atau ramuan apa
yang dapat menguatkan syahwatnya ketika bersama istri. Secara berseloroh saya
sempat menyebutkan bumbu masakan yang dapat menguatkan syahwat. Konon begitu
kabarnya. Ada juga pil yang menguatkan sesuatu yang ada pada suami. Tetapi di
antara pil kuat atau obat perangsang, ada yang secara jangka panjang berdampak
negatif, antara lain terhadap ginjal. Di samping itu, bisa secara langsung
mengakibatkan lemahnya kesanggupan seks suami setelah sekian lama
mengkonsumsi.
Sebenarnya, insya-Allah suami tidak perlu menggunakan pil jika istri mampu
membangkitkan gairah suami. Kata Ibnu Qutaybah, “Semakin besar gairah seorang
wanita, semakin besar pula gairah laki-laki kepadanya.”
Menurut riwayat, Rasulullah Saw. juga pernah bersabda tentang masalah ini.
Kata Rasulullah, “Sebaik-baik istri kamu ialah yang menjaga diri lagi pandai
membangkitkan syahwat, (yakni) keras menjaga kehormatan kemaluannya, pandai
membangkitkan syahwat suaminya.” (HR. Dailami dari Anas r.a.).
Berkenaan dengan masalah ini, ada baiknya kita mendengar kisah Abdullah bin
Rabi’ah. Dia adalah orang yang terkenal di kalangan orang-orang Quraisy sebagai
Seorang suami akan semakin sayang kepada istri yang mampu membangkitkan
semangatnya ketika sama-sama menanggalkan pakaian. Dan ia merasakan cinta
semakin mendalam disertai kebahagiaan dan keinginan untuk memberikan
ketenteraman ketika ada rona merah di wajah istri setelah ia kembali menutupi
tubuhnya dengan pakaian. Inilah sebagian di antara rahasia-rahasia. Insya-Allah.
Majid Sulaiman Daudin mengingatkan, keindahan perasaan adalah pakaian bagi
pasangan suami-istri. Sama sekali tidak berdosa bagi mereka berdua untuk saling
bermesraan dan bercumbu rayu mengungkap perasaan-perasaannya dalam bentuk
kata-kata maupun sikap yang disukai.
Sikap suami-istri yang melepas pakaian ketika melakukan hubungan seksual,
atau hanya sedang bercumbu berdua saja di dalam kamar, tidaklah bertentangan
dengan sunnah. Namun tetap, kata Daudin, hendaknya mereka tidak melakukan
hubungan seksual tanpa busana atau tanpa kain penutup.
Selanjutnya Sulaiman Daudin menerangkan, “Sesungguhnya figur seorang
wanita muslim dalam kehidupan rumah tangganya haruslah cukup memiliki rasa malu
saat ditinggal suaminya atau di depan sang suami ketika ada orang ketiga di
rumahnya. Rasa malu seperti itu sangat dianjurkan. Namun, jika suami dan istri
sedang berduaan perasaan malu seperti itu harus ditanggalkan, terutama jika sedang
menuju proses hubungan seksual. Bagaimanapun proses tersebut merupakan
perjalanan yang mampu menjauhkan pasangan suami-istri dari kenistaan atau melihat
sesuatu yang tidak dihalalkan oleh Allah. Oleh karena itu, mereka tidak terlarang
melampiaskan segala keinginannya atau menyegarkan jiwanya dengan cara yang
disukai tanpa merasa bersalah.”
---
Suami-istri boleh telanjang
dan melihat kemaluan,
tetapi lebih sopan kalau saling menutupi
seperti yang dilakukan
Sayyidina 'Ali bin Abi Thalib.
---
Khath Arab
Khath Arab
“Apabila seorang dari kalian menjima’ istri atau budak wanitanya, maka jangan
melihat kemaluannya, karena yang demikian dapat menyebabkan kebutaan.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dalam kitab al-Maudhu’at dari riwayat
Ibnu Adi dengan sanad dari Hi-syam bin Khalif, dari Buqyah, dari Ibnu Juraij, dari
Atha’, dari Ibnu Abbas r.a.. Begitu Syaikh Muhammad Nashirud-din Al-Albani
menerangkan.
---
Hadis tersebut dengan jelas menunjukkan
kebolehan suami-istri saling melihat kemaluan masing-masing,
baik dalam keadaan mandi bersama atau ketika bersetubuh.
---
Membentengi istri dari gejolak nafsu syahwatnya
merupakan kewajiban seorang suami.
Tetapi ada baiknya istri juga memahami
cara membangkitkan gairah seks suami.
---
***
Rasulullah Saw. menganjurkan untuk mencukur secara teratur rambut-rambut
yang tumbuh di kemaluan. Ini merupakan pekerjaan yang sulit bagi wanita, tetapi
lebih disukai demi kebersihan dan membangkitkan daya tarik seksual bagi pasangan.
Begitu Ruqayyah mengingatkan.
Sulitnya mencukur rambut kemaluan bagi wanita, barangkali disebabkan
tempatnya yang tidak mudah dibersihkan dengan menggunakan pisau cukur biasa.
Kepekaan kulit juga mempengaruhi, sehingga banyak wanita yang enggan mencukur
Khath Arab
'Aisyah berkata, “Saya mandi bersama-sama dengan Rasulullah Saw. dari satu
bejana. Beliau mendahului saya hingga saya berkata, ‘Tinggalkan saya, tinggalkan
saya’.” Waktu itu keduanya berjanabat. (HR. Muslim).
Di dalam hadis lain, Imam Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan At-Tirmidzi
meriwayatkan:
Khath Arab
Dari Ibnu Abbas; ia berkata, “Salah seorang istri Nabi Saw. mandi dalam sebuah
bejana. Maka datanglah Nabi Saw. untuk berwudhu atau mandi dari bejana itu.
Namun istrinya menegur beliau, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya ini junub.”
Nabi menjawab, “Sesungguhnya air ini tidak ikut memuat janabat.” (HR. Ahmad,
Abu Dawud, An-Nasa’i, dan At-Tirmidzi).
Ummu Salamah juga pernah mengatakan:
Khath Arab
“Aku pernah mandi janabat bersama-sama Rasulullah Saw. dari satu bejana.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Jadi, tak ada halangan syar’i bagi Anda untuk mandi bersama. Baik dalam satu
kamar mandi maupun dalam satu bathtube (jika Anda punya). Semoga Allah
merahmati dan memberi kesempurnaan barakah kepada kita semua. Allahumma
amin.
***
Akhirnya, saya juga harus menjelaskan kepada Anda untuk melengkapi
pembahasan kita tentang menggairahkan suami. Selain peran istri yang besar dalam
membangkitkan gairah suaminya dan menjaganya agar tidak surut, suami juga perlu
memperhatikan hal-hal yang dapat menyebabkan hubungan intimnya menjadi
berantakan. Inilah jawaban saya atas pertanyaan yang pernah diajukan kepada saya
oleh seorang ikhwan yang baru menikah tentang ramuan yang dapat membangkitkan
syahwat, sebagaimana telah saya paparkan di muka.
Lebih lanjut marilah bersama-sama memahami soal ini dengan perumpaan
sederhana. Istri Anda di rumah (namanya istri ya di rumah), mungkin pernah
menggoreng kerupuk untuk teman lauk di kala Anda makan. Kalau istri Anda sering
menggoreng kerupuk, dia mesti tahu bedanya menggoreng kerupuk ketika minyak
belum panas, sedang panas, dan ketika terlalu panas karena api yang kelewat besar.
Kalau minyak belum begitu panas, kerupuk sulit mengembang. Sering dalamnya
tidak matang. Selain itu tidak bisa renyah. Lebih repot lagi kalau minyak goreng yang
dipakai kurang bagus, rasanya akan serik, merepotkan tenggorokan. Sedang kalau api
terlalu besar sehingga minyak goreng terlampau panas, kerupuk tidak mau
mengembang. Sebentar saja akan hangus. Padahal dalamnya belum matang.
Sama seperti menggoreng kerupuk, yang terbaik adalah kalau panasnya tepat dan
terkendali. Terlalu dingin, kerupuk tidak matang. Terlalu panas, kerupuk hangus
sebelum matang. Repot, kan?
Alhasil, semuanya ternyata berpulang pada pengendalian diri Anda. Susahnya,
ini yang banyak tidak diketahui orang, termasuk oleh saudara-saudara kita.
Berkenaan dengan pengendalian diri ini, ada satu kisah yang sangat menarik.
Ketika Sayyid Muhammad Al-Baqir menikah, banyak tamu yang datang untuk ikut
berbahagia atas peristiwa mulia ini. Ketika hari sudah malam dan tamu-tamu sudah
pada pulang, Sayyid Al-Baqir bermaksud mendatangi istrinya di kamar pengantin.
Tetapi di sana masih banyak kaum perempuan yang berkumpul, sehingga beliau
malu. Setelah ditunggu agak lama, perempuan-perempuan itu belum juga pergi.
Akhirnya beliau menyelinap ke kamar sebelah. Di sana beliau membaca kitab dan
menelaahnya. Beliau memang seorang 'ulama yang sangat cinta terhadap 'ilmu.
Dari Abu Ali Thalaq bin Ali r.a., sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda,
“Apabila seorang suami mengajak istrinya, maka penuhilah segera meskipun ia
sedang berada di dapur.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Hibban).
Malam-malam Bahagia
Jima’ dianjurkan dilakukan pada malam-malam bahagia, kata Abdul Halim
Hamid, seperti malam walimah kerabat dan handai tolan.
Suami maupun istri dapat saling mengingatkan pasangannya kepada kenangan
terindah di malam pertama, sehingga membangkitkan kerinduan dan rasa cinta yang
menggelora. Pada saat seperti ini, insya-Allah suami-istri sangat siap melakukan jima’
sehingga mencapai kebahagiaan tersendiri yang tidak setiap saat bisa diraih. Ada yang
lain dalam kebahagiaan kali ini.
Pertama,
Ketika Pulang dari Bepergian
Pulang dari bepergian jauh merupakan saat-saat mulia untuk melakukan jima’.
Rasulullah Saw. memberi tuntunan bagi suami dan istri mengenai jima’ setelah
pulang dari bepergian jauh, terutama jika perjalanan itu sampai memakan waktu
beberapa hari. Apalagi kalau sampai berminggu-minggu.
Seorang suami hendaknya bersegera mengajak istrinya berjima’ ketika sampai di
rumah. Salah satu hikmah melaksanakan sunnah berjima’ ketika pulang dari
bepergian adalah menghibur hati istri yang selama ditinggal di rumah harus
memendam kerinduan, harus menanggung sepi saat di pembaringan dan gelisah
karena menanti serta memikirkan keselamatan suami di perjalanan. Jima’ setelah
Khath Arab
Dari Jabir r.a., sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda, “Jika engkau datang
dari bepergian, janganlah kembali kepada istrimu pada malam hari, agar ia dapat
mencukur rambut kemaluannya lebih dulu dan merapikan dandanannya serta
lakukanlah jima’.” (HR. Khamsah kecuali An-Nasa’i).
Agar istri dapat bersiap-siap, suami sebaiknya memberi tahu terlebih dulu
kepulangannya sebelum ia sampai di rumah. Di masa lalu, ini dapat dilakukan dengan
menyuruh orang untuk mengabarkan. Tetapi pada masa sekarang, umumnya sudah
banyak yang memperoleh kemudahan dengan adanya fasilitas telepon.
Sebaiknya, suami juga tidak kembali ke rumah pada malam hari. Pada saat ini
mungkin istri sedang tidak siap. Apalagi jika ia sudah tidur nyenyak, pikirannya bisa
---
“Engkau boleh bersetubuh dari depan
dan boleh juga dari belakang,
tetapi hindari di waktu haid dan dubur.”
(HR Ahmad dan Tirmidzi)
---
Khath Arab
Istri Di Atas
Posisi ini berkebalikan dengan biasanya. Kali ini istri yang perlu aktif ketika
melakukan jima’. Istri mengambil posisi di atas setengah jongkok dan suami telentang
di bawahnya. Suami dapat mengimbangi dengan gerakan kakinya.
Pada posisi ini istri insya-Allah lebih mudah meraih kenikmatan puncak. Istri
dapat mengatur waktu untuk penetrasi dengan lebih tenang. Posisi ini juga
memberikan rangsangan pada klitoris (al-badhar), sehingga lebih memungkinkan
memberikan kenikmatan yang lebih pada wanita. Rangsangan pada al-badhar ini
berlanjut karena ketika penetrasi, al-badhar bersentuhan dengan bagian dari apa yang
ada pada suaminya.
Posisi ini dapat dilakukan terutama ketika usia kehamilan belum mencapai
trimester ketiga. Posisi ini juga baik untuk suami yang cepat mencapai inzal.
Suami-Istri Berdampingan
Suami-istri tidur dengan posisi miring. Kemudian suami bisa aktif melaksanakan
jima’, sedang istri membantu. Suami bisa menyesuaikan dengan keadaan istri yang
sedang hamil. Posisi ini lebih ringan bagi wanita yang hamil tua, tidak terlalu
melelahkan. Tetapi bagi suami, pinggangnya mudah sakit. Atas alasan ini penulis
kitab Qurratul 'Uyun menganjurkan untuk tidak melakukan dengan posisi ini.
Duduk Berhadapan
Kalau melakukan dengan posisi duduk berhadapan, sebaiknya istri duduk di atas
pangkuan suami dengan kaki terbuka. Istri lebih aktif daripada suami, sedangkan
suami tidak leluasa. Posisi ini insya-Allah baik bagi wanita yang ingin mencapai
kenikmatan puncak. Apalagi jika suami sedang capek, sementara istri sangat
membutuhkan.
Khath Arab
***
Alhamdulillah, bab ini telah selesai. Ada beberapa pelajaran yang dapat kita
ambil. Tetapi masih ada beberapa pokok permasalahan yang tidak saya angkat dalam
buku ini. Adab berjima’, misalnya. Sikap ini saya ambil bukan karena memandang
hal tersebut tidak penting, tetapi sudah banyak ulama’ yang menuliskan dan dapat
dibaca secara luas. Anda dapat mempelajarinya.
Sikap ini juga tidak hanya pada pembahasan mengenai jima’. Pada bab-bab yang
lain, sebagaimana saya katakan dalam pendahuluan, ada pokok-pokok bahasan yang
tidak saya angkat. Sekali lagi bukan karena tidak penting. Sebagiannya justru sangat
mendasar untuk diketahui. Untuk itu, silakan merujuk ke sumber-sumber lain yang
telah mengangkatnya dengan baik.
Bab ini telah selesai. Masalah yang kita bicarakan meru-pakan tema penting dan
perlu diketahui oleh ummat Islam untuk mencapai pernikahan Islami yang lebih
berbahagia dan harmonis. Tetapi tidak semua orang berhak membacanya di saat ini.
Kepada Anda saya menitipkan, jagalah bab ini agar tidak terbaca oleh yang belum
berhak. Kecuali jika Anda mendampingi pembahasan sehingga dapat menjaga
penangkapannya sebagaimana pembahasan tentang masalah-masalah seperti ini dapat
dilakukan secara umum melalui forum pengajian kitab setiap Ramadhan di Jombang.
Catatan Kaki:
1. Dikutip dari Taman Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu karya Ibnu
Qoyyim Al-Jauziyyah, Darul Falah, Jakarta, 1417 H.
2. Barangkali, inilah salah satu hikmah disyari’atkannya tinggal bersama istri
selama tujuh hari setelah zafaf, jika istrinya seorang perawan. Dengan demikian
istri bisa mereguk kenikmatan bersama suaminya. Insya-Allah dari sini istri
akan lebih kokoh cintanya. Selain itu, tidak setiap pengantin dapat melakukan
jima’ pada malam pertama. Karena itu, masa tujuh hari pertama memberi
mereka kesempatan untuk menemukan saat-saat bercinta. Baru sesudah tujuh
hari suami membagi masa gilir dengan istri-istri lain.
3. Pemakaian wewangian saat berjima’, sesungguhnya lebih banyak manfaatnya
bagi istri, selain menjadikan suami lebih senang dan bersemangat. Suami insya-
Allah lebih tergerak untuk mencumbu ketika berjima’, sehingga istri
memperoleh kenikmatan. Wallahu A’lam bishawab.
4. Pada masa kekhalifahan Islam, pengadilan juga menangani masalah kewajiban
suami untuk memenuhi kebutuhan seks istri. Seperti pada kasus yang
diberitakan oleh Muhammad bin Ma’an Al-Ghifari. Katanya:
Seorang wanita datang kepada Umar bin Khaththab. Ia berkata, “Wahai Amirul
Mukminin, suamiku berpuasa siang hari dan terus beribadah pada malam hari.
Saya tidak ingin mengganggunya. Ia senantiasa beribadah kepada Allah Swt.”
Maka Umar berkata, “Ya, itulah suamimu, bagus!”
Tetapi wanita tersebut tidak suka jawaban Umar, ia mengulangi ucapannya dan
Umar menjawab dengan jawaban yang sama. Maka Ka’ab Al-Asadi berkata
pada Umar, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya wanita ini mengadu
tentang perlakuan suaminya yang menjauhi dirinya untuk bercumbu.”
Umar kemudian menangani perkara ini. Suami wanita itu akhirnya menyadari
kekhilafannya setelah Umar menengahi masalah yang dialami oleh wanita
tersebut. Begitu contoh yang sempat kita dengar. Dan Umar adalah salah satu
sahabat utama Nabi Saw.
Maka di sinilah kita perlu belajar. Ketika ada yang meluap emosi negatifnya,
salah satu pihak perlu menahan diri. Ia perlu menjadi air. Kalau keduanya tidak ada
yang bersedia untuk berendah hati mendengar kemarahan dan kekesalan
pasangannya, yang terjadi adalah pertengkaran dan perseteruan. Kalau terus berlanjut,
keduanya bisa mengembangkan sikap mempersalahkan teman hidupnya. Dialah yang
harus begini atau begitu.
Sebaliknya, kelapangan hati untuk meredam emosi insya-Allah akan membawa
kepada kebaikan. Kelembutan akan membawa kepada keindahan dan tegaknya sikap
yang seharusnya. Insya-Allah. Kelembutan akan mencairkan hati yang beku dan
melunakkan gunung yang keras. Setelah kemarahan reda, keduanya bisa melakukan
ishlah. Anda bisa mengoreksi secara bijak. Insya-Allah teman hidup Anda akan lebih
mudah menerima. Lebih bisa menyadari jika memang ada kesalahan yang harus
diperbaiki.
Kita mungkin tidak bisa meniru kelapangan hati Rasulullah Saw.. Tetapi ada
baiknya kita mengingat bagaimana reaksi Rasulullah menghadapi kemarahan Aisyah,
istri beliau yang tercinta. Suatu ketika Aisyah pernah marah kepada beliau. Aisyah
berkata, “Engkau ini hanya mengaku-aku saja sebagai Nabi.” Rasulullah yang mulia
hanya tersenyum menghadapi hal itu dengan penuh kesabaran dan keagungan.
Jika suami-istri dapat saling meredakan hati yang bergejolak, maka kehadiran
seorang istri akan lebih bermakna bagi suami. Begitu juga, istri akan merasakan
ketenteraman dan kebahagiaan dengan hadirnya suami di rumah. Sekedar hadir saja.
Tak lebih dari itu. Barangkali hanya untuk duduk-duduk bersama dan bercanda.
Sesuatu yang kelihatan tidak penting dan tidak bermanfaat. Tetapi adakalanya jiwa
kita merindukan saat-saat seperti itu. Anak-anak kadang juga menunggu-nunggu
kesempatan semacam itu. Ketika kebutuhan jiwa itu tak terpenuhi, kadang anak
menderita sakit. Bukan karena ada gangguan fisik, tetapi semata sebagai reaksi
somatis atas kebutuhan jiwanya.
Ah. Kalau berbicara seperti ini saya jadi teringat kepada kehidupan rumah tangga
Rasulullah (kita bisa meniru nggak, ya?). Rasulullah adalah seorang pemimpin besar,
panglima militer yang besar dan sekaligus tokoh panutan masyarakat yang terbesar
Catatan Kaki:
1. Wasilah dalam konteks ini dapat dipahami sebagai perantara, kenikmatan
perantara untuk tercapai kenikmatan yang lebih besar, cara yang
mengantarkan orang kepada tujuan, sesuatu yang memperantarai atau
menjadi mediator tercapai kenikmatan atau kemaslahatan yang besar.
Ghoyah adalah tujuan, kenikmatan yang lebih prinsipil dan lebih langgeng,
lebih menjamin keharmonisan, sesuatu yang memiliki nilai yang lebih
mendasar, kebahagiaan akhir.
Kecantikan wajah dapat menjadikan orang senang. Ini merupakan wasilah.
Tetapi ini bukan ghoyah. Kecantikan dapat menjadikan hubungan seks lebih
indah dan menyenangkan. Mempercantik diri demi membahagiakan suami
merupakan perbuatan sunnah. Ini dapat menjadikan suami lebih dalam
cintanya. Tetapi istri hendaknya tidak melulu disibukkan dengan berhias.
Demikian juga suami hendaknya tidak hanya menyibukkan perhatian
terhadap kecantikan istrinya. Pada saat yang sama istri harus membentengi
B iarlah Engkau
yang Tercantik di Hatiku
Catatan Kaki:
1. Silakan periksa Bagaimana Membahagiakan Suami karya Muhammad
Abdul Halim Hamid, Citra Islami Press, Solo, 1993, pada bab Sambutan
yang Menyenangkan.
2. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan redaksi, “Janganlah wanita
bergaul dengan wanita lain, lalu dia memberitahukan sifat wanita itu
kepada suaminya seakan-akan dia dapat melihatnya.” Hadis ini juga
diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Imam Ahmad.
K omunikasi Suami-Istri
***
Pembicaraan tentang persistensi anggapan kita cukupkan sampai di sini.
Selanjutnya kita akan memusatkan pembicaraan ke masalah komunikasi kursif, satu
bentuk komunikasi yang paling sering menyebabkan perpecahan keluarga.
Komunikasi kursif (coercive comunication) adalah bentuk hubungan dua orang
atau lebih yang menyampaikan pesan dengan efek memaksa pada orang yang
menerima pesan. Komunikasi kursif adakalanya merupakan cara yang secara sadar
dipilih orang untuk memenangkan pendapatnya. Akan tetapi, amat sering orang
melakukan komunikasi kursif tanpa menyadari bahwa ia telah melakukan komunikasi
dengan efek memaksa yang amat kuat.
Komunikasi persuasif cenderung membuat orang yang mendengar pesan
melakukan sesuatu sesuai dengan kehendak orang yang mengkomunikasikan
(komunikator). Meskipun demikian, ada perbedaan mendasar antara komunikasi
persuasif dengan komunikasi kursif. Bagi Anda yang ingin mendalami lebih jauh
mengenai hal ini bisa membaca buku yang secara khusus membahas komunikasi.
Sekarang bukan saat yang tepat untuk membahasnya berpanjang-panjang mengingat
terbatasnya ruang. Cukuplah kita mengingat tulisan James O. Prochaska dan Carlo C.
DiClemente. Mereka mengatakan, “Kepercayaan yang baik menjadi rusak manakala
proses perubahan biasa berlangsung secara kursif untuk saling memaksa masing-
masing pihak berubah.”
Mengingat banyak orang melakukan komunikasi kursif tanpa sadar telah
melakukan, saya ingin mengajak Anda untuk menengok ciri-ciri komunikasi kursif.
Penjelasan berikut ini mudah-mudahan bisa memberi gambaran yang gamblang.
Dalam komunikasi kursif, ada beberapa ciri. Selengkapnya, inilah tanda-tanda
komunikasi kursif:
Saling Menyalahkan
Komunikasi suami-istri akan bertambah runyam jika keduanya sudah saling
menyalahkan. Munculnya situasi saling menyalahkan ini mudah dipahami.
Kebanyakan dari kita mudah sekali terpancing oleh sikap yang ditunjukkan teman
hidup kita, bahkan kadang sikap yang tidak dimaksudkan untuk membuat kita
masygul. Kita mudah mereaksi, sehingga berbalas menyalahkan dapat dengan mudah
terjadi ketika teman hidup kita menyalahkan. Alhasil, tak ada penyelesaian masalah
kecuali menambah gerahnya suasana batin di rumah.
Kita memang bukan Rasulullah, tetapi mudah-mudahan dapat mendekatinya.
Kita memang tak terbiasa mengendalikan diri. Lihatlah bagaimana Rasulullah
menghadapi istrinya, bahkan dalam situasi fitnah sekalipun.
Tanpa Alternatif
Munculnya sikap menyalahkan pasangan dan bahkan saling menyalahkan antara
suami dan istri antara lain karena mereka tidak biasa melihat alternatif dalam
menghadapi berbagai masalah. Mereka cenderung melihat masalah dalam satu arah,
dari satu segi, sehingga tidak bisa berpikir secara tenang dan sejuk tentang apa yang
diharapkan, apa yang terbaik, dan bagaimana mencapai yang terbaik.
Tidak adanya alternatif ini merupakan ciri komunikasi kursif, baik yang masih
berada pada taraf menyalahkan pasangan maupun saling menyalahkan. Di sinilah
letaknya masalah mengapa sikap negatif lebih mudah muncul, kecaman lebih mudah
dilontarkan daripada mengingatkan sekalipun kedua hal ini bisa mirip bentuk zahir
ucapannya, dan orang bisa merasa dirinya ditolak seluruhnya manakala apa yang
diharapkan dianggap tidak dipenuhi oleh teman hidupnya. Sekali lagi, ini karena
mereka tidak terbiasa melihat alternatif.
Ada contoh sederhana berkenaan dengan masalah ini yang mungkin dengan
mudah dapat Anda jumpai di sekeliling Anda. Suami dan istri adakalanya mempunyai
selera yang berbeda dalam hal masakan. Suami menyukai sayur yang cenderung asin,
sedangkan istri lebih menyukai yang manis. Perbedaan ini bisa menyulut
pertengkaran jika keduanya tidak bisa melihat alternatif. Suami mengatakan kepada
istri, “Kamu tidak tahu masakan yang benar. Ini bukan sayur untuk teman makan. Ini
kolak atau bubur.”
Komentar semacam ini bisa menyulut perasaan terlecehkan atau tertolak pada
istri. Jika istri membalas komentar itu dengan komentar senada, jadilah mereka
terperosok ke dalam sikap saling menyalahkan. Dan kalau ini terjadi, masalah tidak
selesai. Tetapi jika istri mencoba memahamkan suami ketika saatnya tepat, misal
dengan menawarkan jalan pemecahan masing-masing disediakan sayur sendiri
dengan jenis masakan yang sama hanya beda asin-manisnya, bibit konflik itu bisa
reda kalau bukan malah semakin merekatkan hubungan mereka. Kecuali jika salah
satu pihak tetap bersikukuh dan memandang alternatif semacam itu sebagai
pemborosan besar tanpa ada alternatif lain yang lebih ringan serta lebih mungkin
untuk diterapkan.
Kenangan Indah
Menulis komunikasi suami-istri membuat ingatan saya melayang kepada
keluarga Rasulullah dengan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Suatu saat ‘Aisyah pernah
marah kepada beliau sambil mengatakan, “Engkau ini hanya mengaku-aku saja
Catatan Kaki:
1. Kisah ini saya kutip dari buku Mahmud Al-Shabbagh, Tuntunan Keluarga
Bahagia Menurut Islam (Remadja Rosdakarya, Bandung, 1991) dengan satu
catatan: hadis shahih.
2. Selengkapnya, ceritanya begini: ‘Abdullah bin Umar dan dua orang kawannya
menemui ‘Aisyah dan memintanya bercerita tentang Nabi Saw. ‘Aisyah menarik
nafas panjang. Kemudian dia menangis seraya berkata lirih, “Ah, semua
perilakunya menakjubkan.” ‘Abdullah mendesak lagi, “Ceritakan kepada kami
yang paling menakjubkan dari semua yang engkau saksikan.”
Kemudian ‘Aisyah menceritakan sepotong kisah indah bersama Rasulullah
Saw: Pada suatu malam, ketika dia tidur bersamaku dan kulitnya sudah
bersentuhan dengan kulitku, dia berkata, “Ya ‘Aisyah, izinkan aku untuk
***
K omunikasi Kita
dan Pendidikan Anak
S ekitar dua puluh menit pertama kuliah psikiatri, biasanya dosen memberi
kesempatan pada kami untuk mewawancarai pasien gangguan jiwa yang
dihadirkan di depan kelas. Ini sangat penting bagi mahasiswa agar bisa
memahami isi perkuliahan dengan lebih baik, sehingga nantinya ia bisa lebih mudah
mengenali simptom-simptom1 gangguan jiwa sebagai bekal untuk menentukan jenis
gangguan jiwa yang dialami dan bentuk terapi yang harus diberikan.
Peserta kuliah umumnya tertarik dengan sesi ini. Mereka bertanya kepada pasien
dengan penuh rasa ingin tahu. Banyak yang mereka tanyakan. Satu selesai memberi
perta-nyaan, peserta lain segera menyampaikan pertanyaan. Jika peserta kuliah
kebingungan mau bertanya apa, Pak Soewadi yang mengajar psikiatri memancing
pertanyaan-pertanyaan dengan menunjukkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa
ditanyakan.
Jika rekan-rekan peserta kuliah lainnya antusias bertanya, saya sebaliknya. Saya
sering merasa tidak tega melihat pasien yang duduk di hadapan kami semua.
Barangkali saya memang tidak berbakat menjadi terapis, tetapi pikiran saya biasanya
berkecamuk oleh pertanyaan-pertanyaan, misalnya mengapa anak gadis yang cantik
dan cerdas itu sampai perlu mendapatkan perawatan jiwa? Mengapa peristiwa tidak
naik kelas dapat menjadi pemicu munculnya gangguan jiwa yang secara umum orang
menyebutnya gila --istilah sederhana untuk menyebut berbagai macam gangguan
jiwa.
Menurut pandangan psikologi, gangguan jiwa tidak datang tiba-tiba. Ia
merupakan hasil dari proses hidup yang panjang. Apa yang sering kita sebut sebagai
penyebab terjadinya gangguan jiwa sebenarnya hanya merupakan peristiwa pemicu.
Catatan Kaki:
1. Simptom adalah gejala yang nampak.
2. Kadang ibu tidak mengingatkan anak untuk membawa payung atau jas hujan
ketika anak akan berangkat les, misalnya. Tetapi ketika melihat anak pulang
dalam keadaan kehujanan, ia sibuk menanyai anak mengapa tadi tidak membawa
payung dan asyik menyalahkan suami lantaran tadi tidak menyuruh anak
membawa payung. Sikap semacam ini memberi efek yang negatif bagi anak.
Inilah yang disebut dengan argumentum ad hominem atau menyalahkan orang
untuk membenarkan diri sendiri. Lebih jauh silakan lihat Salahnya Kodok:
Bahagia Mendidik Anak bagi Ummahat (MitraPustaka, 1996).
Sesungguhnya, rasa penyesalan bisa menjadi semangat bagi anak jika
diungkapkan dengan cara yang tepat tanpa si-buk menutup-nutupi kesalahan diri
sendiri. Misalnya, “Maaf-kan, Ibu. Ibu lupa tidak mengingatkanmu membawa
payung sebelum kau berangkat tadi.”
3. Sesungguhnya segala sesuatu yang ada di dunia ini, di sekeliling kita ini, adalah
fasilitas bagi pencapaian kesempurnaan kita. Peristiwa hujan dan panas, air yang
mengalir maupun angin yang berhembus, adalah fasilitas bagi kematangan jiwa
anak dan latihan jiwa anak. Sesungguhnya setiap hal yang kita jumpai adalah
pelajaran bagi orang-orang yang mengambil pelajaran. Mahasuci Allah dengan
segala ciptaan-Nya.
4. Pengurus TKA dan TPA Al-Ikhlas Bidang Kurikulum, Kumpulan Materi TKA:
Aqidah, Akhlak dan Syari’ah, TKA dan TPA Al-Ikhlas Samirono, Catur Tunggal,
Yogyakarta, 1997.
5. Semakin tinggi tingkat abstraksi sebuah kalimat, semakin sulit orang
membayangkan, semakin rendah tingkat abstraksinya semakin mudah orang
membayangkan. Penggambaran tentang surga dalam Al-Qur’an memakai kalimat
yang mengandung nilai abstraksi rendah sehingga justru memungkinkan orang
untuk membayang-bayangkan betapa indahnya surga yang di dalamnya ada
bidadari-bidadari yang sebaya usianya dengan kita, yang selalu perawan dan
penuh gairah, yang di bawahnya mengalir sungai-sungai susu, yang.... ah, bisakah
kita mendapatkan surga-Nya?
Setelah orang membayang-bayangkan betapa nikmatnya surga, kita diberi
penjelasan dengan tingkat abstraksi yang tinggi. Sehingga insya-Allah justru
membangkitkan rasa penasaran kita. Sebab segala keindahan yang sanggup kita
bayangkan, ternyata masih tidak akan sanggup mewakili keindahan yang ada di
surga. Wallahu A’lam bishawab.
***
K easyikan yang
Menghancurkan Keluarga
(Imam Syafi’i)
---
Allah benci kepada makhluk
yang merendahkan sesama ciptaan-Nya
yang telah Ia jaga kehormatannya.
Kepada mereka yang membuka aurat saudaranya,
Allah memberikan ancaman.
---
Khath Arab
“Waspadalah kalian dari manusia dengan berlaku buruk sangka.” (HR Ath-
Thabrani dan Ibnu Adi).
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyatakan, hadis itu dha’if sekali
karena di dalam sanadnya terdapat Buqyah bin Walid. Selanjutnya, Al-Albani
mengutip Al-Haitsami yang berkata, “Buqyah bin Walid adalah mudallas (tukang
Allah Mengancam
Allah memelihara kehormatan manusia. Allah menjaga kehormatan manusia.
Allah melindungi martabat ciptaan-ciptaan-Nya. Karena itu, jangan engkau rusak
kehormatan anak Adam yang telah dijaga oleh Allah.
Allah murka kepada hamba-hamba-Nya yang telah Ia jaga kehormatannya, Ia
rahasiakan aibnya, Ia pelihara martabatnya, Ia sembunyikan khilafnya, tetapi hamba
itu membongkar sendiri aib dan keburukannya kepada manusia lainnya. Allah Tuhan
kita juga benci kepada makhluk yang merendahkan sesama ciptaan-Nya yang telah Ia
jaga kehormatannya. Kepada mereka yang membuka aurat saudaranya, Allah
memberikan ancaman. Sesungguhnya Allah Maha Pedih Siksa-Nya. Ia sudah
menegaskan:
“Mereka ingkari ayat-ayat Allah, lalu Allah mengazab mereka karena dosa-
dosanya. Sungguh, Allah Maha Kuat, dan dahsyat hukuman-Nya.” (QS. al-Anfal 8:
52).
Allah sungguh memberi ancaman kepada kita yang masih membiarkan mulut
kita membongkar-bongkar aib saudara kita. Rasulullah Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam telah mengabarkan kepada kita tentang ancaman bagi orang-orang
yang menggunjing.
---
Kita rasanya masih sering
membuka aib saudara-saudara kita.
Kita perlu berlindung kepada Allah dari ancaman-Nya.
---
Jalaluddin Rakhmat menceritakan kisah Vlad ini dalam tulisannya yang diberi
judul Lindungilah Kami Dari Penguasa yang Zalim. Kang Jalal menganggap Vlad
Dracul sebagai manusia yang zalim dan kejam.
Saya tidak tahu Anda setuju atau tidak dengan anggapan Kang Jalal. Jika Anda
setuju, maka sebutan apa lagi yang bisa dikenakan pada orang yang suka memakan
bangkai manusia dengan rakus? Kekejaman seperti apakah perilaku orang yang suka
mengunyah daging mayat saudaranya sendiri, sedangkan Vlad yang sekejam itu
hanya meminum darah manusia. Tidak sampai mengunyah mayatnya. Padahal Allah
berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu mencari-
cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang
lain.
Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-
Hujuraat 49: 12).
Setiap saat kita menggunjing, maka perhatian utama kita tertuju pada kejelekan-
kejelekan orang yang kita gunjingkan. Pada saat seperti itu, kita sadari atau tidak kita
merasa unggul dan benar. Kalau kita tidak merasa lebih baik, lebih unggul dan lebih
benar, rasanya tidak ada ruang untuk membicarakan kejelekan orang.
Perasaan unggul (bukan kesadaran tentang keunggulan yang dikaruniakan Allah
kepada kita) menjadikan kita kurang peka terhadap kelemahan-kelemahan kita,
termasuk kelemahan dalam memberi perhatian dan memahami istri atau suami.
Perasaan unggul --yang bentuknya adalah memandang rendah orang yang digunjing
(meskipun tidak merasa merendahkan)-- menjadikan kita lebih siap untuk
memperoleh affirmasi (peng-iya-an) dan tidak siap kalau pernyataan kita dibantah
oleh suami. Kita cepat emosi. Kita akan dengan sigap membantah dengan
menunjukkan “bukti-bukti”. Ini menunjukkan bahwa yang kita butuhkan bukanlah
istri atau suami kita, tetapi dukungan terhadap penilaian kita tentang orang lain di saat
sedang ghibah.
Percakapan yang sering kelihatan gayeng (asyik dan intens) itu ditinjau dari
aspek komunikasi interpersonal juga kering. Tampaknya dua orang sedang berbicara
bersama-sama, tetapi mereka sebenarnya sedang berbicara sendiri-sendiri. Apa yang
mereka bicarakan merupakan sesuatu yang tidak berhubungan dengan pengenalan
terhadap orang yang diajak bicara, tidak saling memenuhi kebutuhan psikis, dan tidak
juga memasuki wilayah komitmen pribadi tentang berbagai persoalan. Pembicaraan
yang menyangkut nilai-nilai akhlak atau kegelisahan sosial yang lahir dari
penghayatan, sekalipun tidak menyangkut keadaan individu masing-masing, dapat
membuat jiwa semakin dekat sebab selaras dengan nurani dasar manusia (fithrah).
Akan tetapi dalam menggunjing hal ini tidak terjadi.
Jika setiap saat pikiran kita disibukkan oleh pembicaraan tentang orang lain7 dan
keburukan-keburukannya, akhirnya kita tidak merasa benar-benar akrab dengan istri
dan anak-anak kita --apalagi dengan tetangga kita. Kita sering ngobrol dengan
mereka, membicarakan berbagai keburukan orang lain, tetapi kita tidak pernah
berbicara dari hati ke hati. Ini menjadikan kita tidak bisa merasa dekat secara
emosional dengan orang-orang yang mestinya paling dekat dengan kita. Kalau sudah
seperti ini, kita tidak merasa gelisah dan mendo’akan dengan suara lirih ketika suami
tidak kunjung pulang, melainkan justru menyiapkan berbagai macam prasangka.
Begitu ia datang, sikap yang kita nampakkan bukan kerinduan yang menggelisah,
tetapi kejengkelan yang membawa rasa curiga. Apa akibat selanjutnya? Baca kembali
bagian awal bab sebelumnya Komunikasi Suami-istri, khususnya bagian cuplikan
tulisan Kang Jalal di buku Psikologi Komunikasi.
---
Membicarakan keburukan-keburukan orang
membuat kita banyak dikendalikan
oleh prasangka-prasangka kita
tentang penilaian orang lain terhadap kita.
---
Apa yang menyebabkan kepercayaan terhadap istri atau suami berkurang atau
bahkan nyaris menghilang? Perasaan tidak aman. Jika Anda tidak segan-segan
menggunjing atau bahkan memburuk-burukkan keluarga Anda sendiri, orangtua Anda
sendiri, saudara Anda sendiri, serta orang-orang yang sangat dekat dengan Anda
dalam keluarga ketika sedang berkumpul bersama suami dan anggota keluarga
lainnya, maka ini juga menyiratkan bahwa tidak ada jaminan Anda akan menjaga
rahasia-rahasianya. Tidak ada jaminan kalau suami Anda bercerita tentang sesuatu
yang ingin dirahasiakannya --sekalipun sekedar tentang betapa nikmatnya makan
Kepuasan Rendah
Jika ada surga di dunia, itu hanya ada pada pernikahan yang bahagia. Tetapi jika
ada neraka di dunia, itu ada pada perkawinan yang dipenuhi percekcokan, kecurigaan,
kekecewaan, dan pertengkaran. Rumah menjadi tidak nyaman. Rumah tidak memberi
ketenteraman.
Kepuasan perkawinan banyak berhubungan dengan kepercayaan suami-istri. Jika
masing-masing memiliki kepercayaan yang tinggi, mereka lebih mungkin untuk
mencapai kepuasan perkawinan. Tetapi jika kepercayaan rendah, kepuasan
perkawinan juga cenderung rendah.
Kepuasan lebih banyak berhubungan dengan aspek-aspek psikis; intensitas
hubungan batin antara suami dan istri, terpenuhinya kebutuhan psikis, tercukupinya
perhatian, dan sejenisnya. Kepuasan perkawinan tidak terlalu banyak berhubungan
dengan banyaknya harta yang kita miliki. Keluarga Fathimatuz Zahra dan ‘Ali bin
Abi Thalib tidak termasuk kaya. Tetapi apa kata ‘Ali tentang Fathimah? “Ketika aku
memandangnya, hilanglah kesusahan dan kesedihanku.”
Kepuasan perkawinan juga memerlukan saling pengertian antara suami dan istri.
Lebih lanjut tentang saling pengertian, silakan simak sub judul berikut:
Catatan Kaki:
1. Mohammad Hashim Kamali, Kebebasan Berpendapat dalam Islam, Mizan,
Bandung, 1996 dari Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, hadis No. 1806
dengan memberi catatan: Hadis tersebut merupakan bukti tentang perbedaan
ghibah dan buhtan.
2. Tafsir bil Ma’tsur, Remadja Rosdakarya, Bandung, 1994 dari Al-Durr Al-
Mantsur.
3. Ibrahim M. Al-Jamal, Penyakit-penyakit Hati, Pustaka Hidayah, Bandung,
1995.
K onflik
Dan Perceraian
S sama sekali tak ada yang berharap pernikahan yang suci harus
tergores oleh konflik-konflik, apalagi sampai menyebabkan
pertengkaran yang menakutkan. Sama sekali tak ada yang
menginginkan pernikahan yang kukuh hancur berantakan sehingga anak-anak
tak lagi dapat bersama bapaknya karena perceraian. Sama sekali tak ada yang
mendambakan pernikahan yang suci harus berwarna kelam karena tak ada
tempat lagi untuk bersatu.
Tetapi angin tak selalu bertiup ke arah yang kita inginkan. Laut yang
tenang kadang juga berombak keras, sehingga kapal harus terhempas dan
perahu bisa terbalik. Kalau bukan pelaut yang tangguh, perahu terbalik tak bisa
sampai ke tempatnya berlabuh.
Kehidupan perkawinan kadang harus menghadapi benturan keras.
Terkadang benturan keras itu bernama keadaan, contohnya kesulitan ekonomi
yang menghimpit. Terkadang benturan keras itu bernama tekanan sosial,
misalnya keinginan saudara-saudara dekat atau jauh untuk menentukan warna
perkawinan kita sesuai dengan apa yang mereka anggap nbaik --dan bukan
menurut syara’. Terkadang benturan keras itu bernama fitnah yang bermacam-
macam sumbernya: prasangka yang diperturutkan, keadaan sulit tak
tereleakkan seperti kejadian yang pernah menimpa Ummul Mukmininm
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam peristiwa haditsul ‘ifk, atau malah
bersumber dari kesukaan kita membuka keburukan saudara sendiri.
Sabar
Saat konflik merebak, maka yang dibutuhkan adalah kesabaran.
Kesabaran meliputi kerelaan menerima, ketahanan menghadapi dan
kemampuan menahan diri dari melakukan sesuatu yang mampu ia lakukan,
tetapi jika dikerjakan tidak banyak mendatangkan kemaslahatan. Lebih banyak
mudharat daripada maslahat.
Jika Anda bersabar dari kezaliman orang lain, bukan berarti Anda tidak
mampu melakukan pembalasan. Tetapi Anda tidak mau melakukannya
disebabkan Anda masih menunggu kalau-kalau ia akan menjadi baik dan dapat
menjadi saudara dalam naungan Islam. Jika Anda bersabar dalam menasehati
seseorang yang keras kepala, bukan berarti Anda tidak bisa membentak dan
berkata dengan sangat keras kepadanya. Akan tetapi Anda mengharap ridha
dari Allah dengan meneladani perintah Allah kepada Musa ‘alaihi salam
ketika mengingatkan Fir’aun.
Sabar tidak sama dengan ketidakberdayaan--sebagaimana dipahami oleh
sebagian orang. Sabar juga bukan kejumudan, sehingga kita hanya terdiam
tidak melakukan apa-apa. Tetapi sabar lebih condong kepada kemampuan
mengendalikan diri untuk tidak mengambil tindakan sebelum tepat saatnya.
Tetapi sabar lebih cenderung kepada usaha untuk menjaga kejernihan pikiran
dan kebersihan hati sehingga tidak mengambil tindakan secara tergesa-gesa.
Lalu apa persisnya tentang pengertian sabar? Bukan bagian saya untuk
membahas. Telah ada buku-buku yang sangat bagus membahas masalah sabar
ini. Ulama-ulama kita yang insya-Allah bersih dan jernih hatinya telah
menuangkan tintanya untuk menerangkan kepada kita tentang sabar. Kepada
merekalah Anda perlu merujuk, apa definisi (ta’rif) sabar yang benar. Di buku
ini saya belum berani memberi kesimpulan tentang apa itu sabar. Saya hanya
ingin memberi berbagai ilustrasi tentang sabar ini.
Sabar juga memuat ketahanan untuk menunggu saat yang baik karena
bersama kesulitan ada kemudahan, serta menjaga harapan kepada Allah karena
sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.
Pada titik tertentu, sabar dalam perkara nikah juga bisa berarti keikhlasan
untuk bercerai dengancara yang baik dan demi mencapai kebaikan tertinggi.
Sebagaimana Allah tidak menyukai kekerasan dan penganiayaan, tetapi pada
saatnya berperang merupakan bentuk kesabaran yang paling tinggi nilainya
Dialog
Dialog suami istri dimaksudkan untuk mengikis hambatan-hambatan
psikis. Kadang masalah muncul bukan karena tidak ada kecocokan di kedua
belah pihak, melainkan karena sangat kurangnya kesempatan bagi keduanya
untuk saling berbincang dari hati ke hati. Boleh jadi, hanya dengan dialog atau
sekedar obroloan ringan, konflik-konflik yangkelihatan sulit untuk dipecahkan
dapat mencair sendiri.
Dialog juga dimaksudkan untuk tabayyun atau saling memperoleh
kejelasan. Tabayyun dilaksanakan untuk meluruskan informasi yang kita
terima atau untuk meluruskan persepsi kita mengenai informasi yang kita
dengar. Kadang kita kesal, dongkol dan marah kepada seseorang ketika
mendengar informasi tentang dia. Padahal setelah melakukan tabayyun, kita
menangis karena persepsi sama sekali terbalik.
Melalui tabayyun kita melakukan perbaikan hubungan. Kita membangun
kembali bagian-bagian yang retak, memaafkan kesalahan-kesalahan teman
hidup kita dan memberinya kesempatan untuk memperbaiki diri, mau
menerima bahwa untuk melakukan perbaikan perlu proses dan waktu, serta tak
bosan mengingatkan.
Melalui tabayyun (saling meminta penjelasan) kita melakukan ishlah
(perbaikan untuk mengakurkan kembali). Selagi hati masih bisa terbuka dan
tak ada luka yang terlalu parah untuk disembuhkan.
Catatan Kaki:
1. Allama Mohammad Zakariyya D.B., Asli Fadhilat Dzikir (Fadhaela-
Dzikir), Fazal Mohammed Bros., Penang-Malaysia, tanpa tahun.
2. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan
Memendam Rindu, Darul Falah, Jakarta, 1417.
P oligami
---
Pembahasan dalam bab ini tentu saja belum cukup. Masih banyak hal
yang perlu dicantumkan di sini agar hati kita lebih lapang memahami. Akan
tetapi, sebagai pembahasan awal, saya harapkan tulisan singkat ini dapat
membuka hati kita tentang satu hal: poligami merupakan bagian dari syari’at
Islam, sehingga kita tidak bisa memberikan label pro poligami kepada mereka
yang menunjukkan kebaikannya atau kontra poligami kepada mereka yang
mengingatkan untuk berhati-hati.
Sebagai bagian dari syari’at Islam, maka persoalannya bukanlah dalam
hal setuju atau tidak setuju dengan pelaksanaan pernikahan poligamis.
Persoalannya lebih berkait dengan apakah kita punya kesiapan atau tidak, bisa
berbuat adil atau tidak, memenuhi persyaratan atau tidak, dan termasuk soal ia
tergerak untuk melakukan pernikahan poligamis saat ia dalam keadaan
menikah poligamis atau monogamis baginya sama saja.
Sebaliknya, tidak setiap pernikahan poligamis yang dilakukan umat Islam
dengan sendirinya Islami. Pernikahan poligamis tidak dengan sendirinya sesuai
dengan pesan Islam. Justru bertentangan dengan Islam apabila pernikahan
poligamis tersebut dilakukan dengan melanggar hak-hak kaum perempuan
yang harus dihormati martabatnya, tidak memenuhi persyaratan, dan berbuat
aniaya melalui pernikahan poligamisnya itu.
Sama halnya ketika Al-Qur’an banyak berbicara mengenai kaum
mustadh’afun (proletar) yang sering berhadapan dengan penindas dari
kalangan mustakbirun (penguasa), tidak dengan sendirinya berarti Al Qur’an
sangat sejalan dengan Marxisme. Kita tidak bisa berkata demikian.
Kesimpulan yang tergesa-gesa dengan menganggap Islam sangat Marxian
terjadi karena kurang data. Kita tahu-tahu menyimpulkan demikian. Bahasa
mewahnya orang psikologi, kita melakukan jump to the conclusion (lompatan
ke kesimpulan). Atau kalau bukan karena lompatan ke kesimpulan, barangkali
kita sedang “memasukkan nash ke dalam kerangka pikir tertentu yang terlanjur
kita sepakati” (damj annash ithar al-khash).
Begitu.
T uhan,
Catatan Kaki:
1. Menurut pendapat Imam Syafi’i, wanita wajib mengenakan cadar.
Sekarang jangankan bercadar, ada yang berjubah panjang dan berjilbab
menjulur saja sering sudah dianggap berlebihan dan sok alim. Saya
sering sedih jika mendengar komentar bernada cemooh dari mereka yang
mengerti betul qaul-qaul fiqih dan menganggap mereka eksklusif.
Pamit Penulis
A
khirnya, pada hari Jum'at tanggal 17 Juli 1998 pukul 7 lewat 13 menit, buku
Kado Pernikahan untuk Istriku selesai dengan rahmat Allah. Buku ini mudah-
mudahan bermanfaat dan barakah bagi saya, Anda, keturunan kita, saudara-
saudara kita, tetangga kita dan masyarakat kita hingga yaumil qiyamah. Semoga Allah
mengampuni dosa-dosa dan kesalahan saya selama menulis buku ini. Semoga Allah
menerima kebaikan yang ada di buku ini, sehingga Allah menerima ummat Muhammad
ini kelak ketika malaikat maut telah datang. Semoga buku ini membawa kebaikan bagi
ummat Muhammad. Dan semoga dari pernikahan saya, pernikahan Anda, pernikahan
sau-dara-saudara kita..., pernikahan kita semua akan lahir anak-anak yang memberi
bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah dan banyak memikirkan ummat
Muhammad. Tidak seperti kita, orangtua mereka. Allahumma amin.
Buku ini telah selesai dan saya berharap bisa menjelas-kan banyak hal yang kita
butuhkan untuk memperoleh ke-baikan dalam rumah tangga. Saya telah berusaha
mengam-bil bagian-bagian yang jarang dibahas oleh buku-buku di masa kita (tidak
berarti belum pernah dibahas oleh para pendahulu kita). Tetapi itu tidak berarti semua hal
yang kita butuhkan sudah terpenuhi dalam buku ini.
Sesudah itu, saya mengharap nasehat Anda --mudah-mudahan Allah membuka hati
saya untuk mau menerima nasehat-- agar saya tidak lupa. Do'akan saya agar tidak ter-
masuk orang-orang yang merugi. Semoga kita semua men-dapatkan husnul khatimah.
Allahumma amin.
Selanjutnya, masih ada yang ingin saya sampaikan se-belum kita berpisah. Jika Imam
Syafi'i yang wara', zuhud dan betul-betul 'alim itu masih mengingatkan tentang kemung-
kinan adanya kesalahan dalam kitab-kitabnya, maka apatah lagi buku ini. Masalahnya,
tidak mudah mengetahui kesalahan diri sendiri, termasuk apa yang saya tulis di buku ini.
Karena itu, tegur sapa Anda dan nasehat yang Anda sampaikan dengan cara yang baik
insya-Allah sangat pen-ting bagi saya dan para pembaca.
Semoga buku ini tidak sia-sia dan ada nilainya di sisi Allah. Allahumma amin.
Akhirnya, maafkan saya. Kepada siapa pun yang per-nah saya gunjing, saya sakiti
hatinya, atau apa pun saja yang membuat Anda merasa tidak enak, saya mohon
keikhlasan Anda memaafkan saya. Semoga Allah 'Azza wa Jalla me-ninggikan derajat
Anda dunia akhirat. Mudah-mudahan ki-ta termasuk orang-orang yang kembali kepada-
Nya dengan hati yang ridha dan diridhai.
Makanya,
lebih baik punya istri
kalau tersenyum ada yang menanggapi
kalau berekspresi ada yang memahami
sikapnya lembut tak bikin keki
kadang malah memuji
"Tuhan tak pernah ingkar janji,
kalau terus menjaga diri,
akan mendapat pendamping yang lurus hati."