You are on page 1of 29

SUMATERA BARAT DAN POTENSI PARIWISATANYA

Oleh: My Syahrawati

Apabila dicermati secara mendalam makna otonomi luas sebagaimana diatur dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, dilanjutkan dengan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah maka daerah yang diuntungkan dengan keberadaan UU tersebut adalah daerah yang memiliki kekayaan alam seperti pertambangan minyak dan gas alam, yang notabene tidak dimiliki oleh Sumatera Barat. Oleh sebab itu, pemerintah daerah harus menstimulir tumbuh-kembangnya sektor lain agar bisa mensejajarkan diri dengan daerah lain. Salah satu diantaranya adalah dengan memusatkan perhatian pada potensi bentang alam yang dimiliki. Bentangan alam Sumatera Barat merupakan perpaduan harmonis antara bukit dan lembah dalam gugusan bukit barisan, serta dataran rendah yang terhampar di belahan barat yang merupakan muara dari sebagian sungai yang menuju ke lautan Indonesia. Di sepanjang bukit barisan terdapat 18 buah gunung, Gunung Talamau merupakan gunung tertingi yaitu dengan ketinggian 2.912 m dpl. Selain itu, juga terdapat sekitar 230 buah sungai besar dan kecil, 5 buah danau yaitu danau Maninjau, danau Singkarak, danau Diatas Dibawah, dan Danau Talang. Kondisi alam seperti itu menyebabkan Sumatera Barat memiliki panorama yang beraneka ragam, indah dan menarik. Jenis flora yang dimiliki pada umumnya sama dengan daerah propinsi lain di Sumatera. Sedangkan jenis faunanya dapat dibagi 2 : 1. Jenis yang dilindungi, misalnya gajah, Harimau Sumatera, Badak Sumatera, rusa, tapir, kambing hutan, macan dahan, siamang, bekei, simakobu, buaya, Kelinci Sumatera, Burung Kaas, tenggiling, rangkong, kankarengan, Belibis Sumatera, dan Beo Nias.

2. Jenis yang tidak dilindungi, misalnya beruk, monyet, kera, babi hutan, simpai, kancil, ular Phiton, burung layang-layang, biawak, dan lain-lain. Selain itu terdapat fauna yang sangat unik di kepulauan Mentawai, merupakan fauna endemik yang tidak ditemukan di tempat manapun di dunia, seperti Bokoi, Joja, Bilaou, dan Masepsep. Ditinjau dari kondisi alamnya, maka objek wisata yang dapat dijadikan andalan adalah wisata alam, sejarah dan budaya. 1. Wisata Alam Wisata tersebut ditujukan untuk :

Menyaksikan keindahan alam pegunungan, danau, sungai, dan laut Menikmati keindahan flora dan fauna Berolah raga dan rekreasi Propinsi sumatera Barat memiliki objek wisata alam yang beragam dan

menarik, yang tersebar di seluruh daerah tingkat II. Objek wisata itu seperti keindahan pantai pasir jambak, Taman Hutan Raya Bung Hatta, pantai Teluk Bungus, pantai Air Manis, jembatan akar di Pesisir Selatan, Ngarai Sianok di Bukittinggi, Pulau Belibis di Solok, Taman Bundo Kandung di Medan Nan Bapaneh, , Tabek Patah di Batu Sangkar, Ngalau Indah di Payakumbuh, lembah anai, dan ditambah pula dengan keindahan danau-danaunya. 2. Wisata Sejarah dan Budaya Wisata sejarah merupakan wisata yang tak kalah menariknya dari wisata alam. Biasanya jenis wisata ini sangat diminati oleh orang-orang yang tertarik dengan kebudayaan dan proses munculnya kebudayaan di suatu tempat. Untuk daerah Sumatera Barat, yang dapat dijadikan sebagai wisata sejarah seperti Museum Adityawarman di Padang, Lobang Jepang di Bukittinggi, Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau di Padang Panjang, Jam Gadang di Bukittinggi, rumah gadang di Pagaruyung yang menjadi bukti sejarah tentang sistem matrilineal Sumatera Barat yang sangat unik dan terbesar di dunia,

serta masih banyak yang lainnya. Paket wisata budaya yang menarik di sumatera Barat adalah prosesi adat seperti pesta tabuik di Pariaman, Pacu Kuda, Adu Kerbau di Bukittinggi, Pacu Itik di Payakumbuh, Pacu Sapi di Tanah Datar, dan berbagai upacara adat dan lain-lain. Keanekaragaman dan potensi kekayaan alam serta budaya tersebut apabila dikemas dan dimanfaatakan secara baik, ditambah dengan perencanaan yang matang akan mampu menjadikan Sumatera Barat sebagai salah satu lokasi pariwisata terbaik. Selain itu, diharapkan bisa menjadi aset utama dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah Sumatera Barat melalui penjaringan wisatawan domestik dan mancanegara. Sumatera Barat sudah sejak beberapa tahun yang lalu menjadi anggota kerja sama sub-regional dengan negara tetangga, yaitu : Indonesia, Malaysia, Thailand-Growth Triangle (IMT-GT) Indonesia, Malaysia, Singapore-Growth Triangle (IMS-GT) Indian Ocean Rim Initiative (IORI), melibatkan negara di pinggiran Samudra Hindia di Benua Asia, Afrika dan Australia. Hal ini semakin membuka peluang dan memperluas potensi pasar yang dapat diraih oleh Sumatera Barat pada milenium ketiga bersamaan dengan dimulainya pasar bebas ASEAN tahun 2001. Apalagi bila disimak bahwa akan terjadi pergeseran pariwisata mancanegara ke kawasan Asia Timur dan Pasifik dengan kunjungan terbesar 101 juta wisatawan mancanegara (15,28% dari total wisatawan dunia). Selain itu, secara umum kesiapan sarana dan prasarana seperti jaringan jalan, kereta api, bandar udara, pelabuhan laut, listrik, air bersih, dan telekomunikasi berada dalam kondisi yang baik. kepariwisataan. Hal ini tentu saja turut memberikan andil dalam mendorong pertumbuhan dan perkembangan di bidang

Berdasarkan kenyataan di atas, sudah waktunya Sumatera Barat untuk berbenah diri dalam mengoptimalkan kinerja kepariwisataannya, apalagi bila dikaitkan dengan akan dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun yang tentu akan menuntut peningkatan pendapatan asli daerah agar pembangunan yang bermuara pada kesejahteraan masyarakat dapat dicapai.

KESIAPAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM KEPARIWISATAAN


Kesiapan sumber daya manusia dalam kepariwisataan mencakup kesiapan aparat pemerintah, kesiapan pengelola dari swasta, dan kesiapan masyarakat setempat. Bukan zamannya lagi pemusatan kekuasaan dan wewenang kepada pihak pemerintah semata dengan mengebiri keinginan dan kemampuan pihak masyarakat dan swasta. Pendirian lembaga yang berkaitan dengan kepariwisataan sebanyak mungkin harus didorong oleh pemerintah dan dipayungi oleh badan promosi pariwisata daerah sebagai garda depan kepariwisataan. Kebijakan yang diambil pemerintah tidak boleh mempersulit aktifitas pariwisata, justru harus lebih memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pengelola wisata maupun wisatawan seperti dalam pemeriksaan kepabean dan keimigrasian di bandara atau pelabuhan laut, juga fasilitas perpanjangan visa yang tidak berbelit-belit dengan biaya murah. Pengelola wisata selayaknya diberikan insentif agar dapat memberikan pelayanan maksimal tanpa harus dibebani biaya-biaya yang akhirnya dapat mengurangi kualitas pelayanan, misalnya kendaraan-kendaraan wisata dibebaskan dari pajak impor begitu juga sarana-sarana penunjang lainnya. Dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan, peran pengelola wisata sangat sentral dan hanya pada hal tertentu saja ditangani pemerintah.

Peran swasta dalam bidang industri pariwisata perlu lebih ditingkatkan. Jika selama untuk peluang strategis biasanya dikelola oleh pemerintah, maka sudah saatnya sekarang peluang itu dibuka selebar-lebarnya bagi pergerakan swasta seiring dengang meningkatnya pendidikan sumber daya. Barangkali untuk pembangunan prasarana bisa ditangani pemerintah, namun untuk pengelolaan objek wisata langsung bisa diserahkan kepada pihak swasta bekerjasama dengan masyarakat setempat sehingga terlihat pembagian kesempatan yang jelas antara pihak pemerintah, swasta termasuk masyarakat. Salah satu manfaat pariwisata terhadap masyarakat adalah memperluas lapangan kerja. Lapangan kerja itu tidak hanya dibidang pariwisata langsung tapi juga pada sektor penunjang yang berkaitan dengan industri pariwisata tersebut. Karena sebagian besar kegiatan pariwisata adalah membutuhkan tenaga kerja manusia, sehingga diharapkan bisa mengurangi pengangguran di kalangan masyarakat. Konsep pengembangan yang melibatkan peranserta masyarakat pada dasarnya adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tinggal di daerah-daerah objek wisata untuk mengelola jasa-jasa pelayanan bagi wisatawan seperti penginapan, pemandu wisata, seni budaya, kerajianan untuk cendera mata dan lain-lain. Distribusi kesempatan berusaha dan kesempatan memperoleh manfaat secara merata harus dijamin. Undang Undang Pariwisata Pasal 32 ayat 2 yang mengatur tentang peran serta masyarakat menyebutkan: Masyarakat setempat mendapat kesempatan dalam pembangunan, pengembangan, pengelolaan, dan kepemilikan kawasan kepariwisataan. Dengan adanya keterlibatan masyarakat tersebut akan memberikan kesempatan berusaha di bidang pariwisata atau jasa lainnya untuk meningkatkan pendapatan. Pengembangan pariwisata diharapkan dapat pula memberi dampak yang menguntungkan bagi peningkatan ekonomi masyarakat daerah terpencil karena terbukanya kesempatan kerja dan kesempatan usaha. Perjalanan wisata ke daerah terpencil menunjukkan meningkatnya perhatian dan apresiasi terhadap lingkungan

alam serta budaya yang asli dan tidak tercemar, dan hal tersebut cenderung semakin meningkat. Pembangunan kepariwisataan yang berorientasi komersil dan jangka pendek dapat menimbulkan kerawanan jangka panjang karena menciptakan kesenjangan sosial. Dalam kaitannya dengan hal ini, kelembagaan usaha bersama yang dapat menjamin dengan adil peran serta masyarakat hendaknya diperankan secara nyata dengan mengembangkan berbagai faktor pendukungnya. Karena secara ekonomi memperoleh manfaat maka masyarakat lokal diharapkan akan turut menjaga kelestarian sumber daya alam dan kehidupan budaya tradisional yang ada. Kesadaran masyarakat bahwa lingkungan merupakan aset wisata, perlu dipupuk dan ditumbuhkembangkan sehingga keindahan dan kelestarian alam daerah mereka dapat terjaga dan wisatawan tetap tertarik untuk datang dan menikmati keindahan alamnya. Masyarakat Minangkabau terkenal dengan sifat egaliter yang jika dilihat dari segi demokrasi adalah sangat positif, karena tidak membedakan manusia dari status sosialnya. Sifat ini sering terbawa dalam kehidupan lainnya seperti dalam dunia kepariwisataan yang sampai batas tertentu masih dianggap wajar, namun kadang kala masyarakat lupa bahwa dalam pariwisata perlu mengedepankan aspek pelayanan karena orang membayar untuk mendapatkan kenyamanan dan pelayanan profesional. Sering terlihat di daerah objek wisata dimana wisatawan asing yang sedang menikmati perjalanan wisatanya -terutama wanita- diganggu oleh anakanak muda bahkan kadang dicolek atau dilontarkan kata-kata vulgar dengan istilah yang mereka kutip dari film Barat yang membuat para wisatawan terganggu ketenangannya. Begitu juga bila mereka berbelanja, sering kali diberikan harga yang tidak wajar tanpa memikirkan akibat buruknya dimana hal ini akan memberikan iklan yang tidak baik bagi citra kepariwisataan daerah.

Pariwisata adalah bisnis pelayanan untuk memberikan kenyamanan bagi para wisatawan. Kesadaran ini harus disosialisasikan kepada masyarakat agar wisatawan merasa nyaman dan ketika mereka kembali ke tempatnya akan menceritakan kepada kerabat lainnya agar datang ke tempat kita. Keramahtamahan dan kesediaan membantu dari anggota masyarakat merupakan produk yang didasarkan atas kesadaran bahwa banyaknya wisatawan yang datang akan berakibat pada meningkatnya pendapatan masyarakat itu sendiri. Agar peran serta masyarakat tidak terkesan seadanya maka perlu ditingkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilannya. Usaha peningkatan tersebut dilakukan melalui pendidikan formal dan non formal secara terus menerus, dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang menunjang kemampuan Pendidikan tersebut selayaknya pelayanan serta pengelolaan kepariwisataan. mamak, alim ulama dan cerdik pandai. Dalam rangka menjembatani profesionalisme masyarakat dalam

melibatkan unsur terkait dan komponen penting dalam masyarakat seperti ninik

menggerakkan roda pariwisata, telah didirikan sekolah pariwisata di Sumatera Barat tetapi jumlahnya belum sebanding dengan sumbangan ekonomi yang diharapkan dari sektor pariwisata ini sehingga perlu dikaji lebih jauh cara lain dalam menyiapkan pengelola pariwisata di Sumatera Barat yang betul-betul profesional agar pada waktu terjadi booming pariwisata pada tahun 2001 dan 2010 dapat diantisipasi. Misalnya dengan pengembangan kurikulum pendidikan yang bersifat vocational yang lebih mengutamakan praktek lapangan dengan mengadopsi ilmu pengetahuan yang selalu berkembang dari tahun ke tahun. Kemudian masyarakat diberikan penerangan dan pembinaan secara kontinue sehingga mempunyai budaya wisata yang akan mengangkat citra kepariwisataan daerah. Selanjutnya dipahami bahwa pariwisata ikut memperluas nilai-nilai pergaulan hidup dan pengetahuan. Hubungan yang terjalin antara wisatawan dengan masyarakat yang dikunjunginya akan menempa nilai hidup baru.

Masyarakat akan belajar menghargai nilai orang lain disamping nilai yang dimilikinya. Namun harus juga dapat diantisipasi kemungkinan terjadinya dampak negatif, misalnya kebiasaan jelek para wisatawan terhadap tatanan nilai masyarakat setempat. Walau bagaimanapun para wisatawan harus diberitahu dan menaati peraturan atau norma yang dianut oleh masyarakat sehingga diharapkan mereka tidak bersikap dan berbuat sesuka hati. Hal ini akan menimbulkan keseimbangan berperilaku, dimana masyarakat dapat menghormati perilaku wisatawan dan wisatawan tidak mengobrak abrik norma yang dianut masyarakat. Dengan demikian akan mendorong sikap toleransi dalam pergaulan. Selain itu dari segi fisik, juga harus dipikirkan dampak pembangunan sarana dan prasarana yang berlebihan, yang diduga kurang sesuai dengan kondisi dan daya dukung lingkungan serta budaya masyarakat setempat. Secara umum manfaat pariwisata dapat memunculkan nilai pergaulan hidup berupa cinta tanah air nation building, turunnya kadar kesukuan dan kedaerahan, memperluas penggunaan bahasa nasional dan memicu penguasaan bahasa asing, menumbuhkan budaya, merangsang majunya kesenian daerah, baik berupa ukiran, tarian, maupun lukisan, memajukan ekonomi dan pemerataan pembangunan daerah.

PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN PARIWISATA DI SUMATERA BARAT

A. KEBIJAKAN TENTANG KEPARIWISATAAN Merencanakan suatu kebijakan tentang kepariwisataan haruslah dengan visi yang jernih dengan mempedomani norma dan peraturan yang dianut oleh masyarakat. Pemwilayahan yang telah dilakukan berdasarkan rencana induk

pengembangan pariwisata harus direvisi dan disesuaikan dengan perkembangan terakhir tentang pelaksanaan UU No. 22 tentang otonomi daerah agar tidak terjadi tumpang tindih akibat beralihnya pengambilan keputusan ke tingkat kabupaten setelah dilaksanakannya UU tersebut. Hal ini apabila tidak dibenahi secara dini akan menganggu strategi pengembangan di masa yang akan datang. Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara 1993, pengembangan pariwisata pada pembangunan jangka panjang kedua diarahkan untuk meningkatkan penerimaan devisa, meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong kegiatan ekonomi terkait. Pada tahun 1990, pemerintah menetapkan UU yang khusus mengatur pembangunan kepariwisataan nasional yakni UU No. 9 tentang kepariwisataan, yang menyatakan bahwa ada kontribusi bagi perekonomian melalui pembangunan dan pengelolaan sektor kepariwisataan. Visi pembangunan kepariwisataan nasional yang merupakan penjabaran dari visi pembangunan nasional yakni (Perda Propinsi TK. I Sumatera Barat, 1996) : a. Meningkatkan perolehan devisa negara b. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia c. Ada keberpihakan kepada pengusaha menengah ke bawah serta masyarakat d. Mengadakan kerja sama antar negara, koperasi, dan pengusaha swasta e. Meningkatkan kontribusi pelaku ekonomi menengah ke bawah kepada produk domestik bruto melalui peningkatan produktifitas dan akses mereka f. Mandiri dan adil g. Menjamin keserasian hubungan manusia dengan tuhannya, manusia dengan manusia lain, dan manusia dengan alam lingkungan sekitarnya. Sedangkan visi pembangunan kepariwisataan di Sumatera Barat diarahkan pada : a. Meningkatkan perolehan devisa dan pendapatan asli daerah serta pendapatan masyarakat

b. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia pariwisata daerah, mencakup pelaku di sektor publik, swasta, dan masyarakat c. Meningkatkan partisipasi dan kontribusi masyarakat dan pelaku ekonomi menengah ke bawah yang berbasis komunitas dalam upaya menciptakan kesempatan berusaha dan bekerja seluas-luasnya serta sekaligus upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas desa tertinggal d. Berpegang teguh pada agama dan adat sumatera Barat e. Meningkatkan partisipasi dan dukungan kelembagaan dinas teknis terkait secara sungguh-sungguh dan profesional untuk menciptakan pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan f. Menyusun standarisasi produk dan pelayanan wisata g. Memberdayakan kemampuan Dinas Pariwisata daerah Tingkat II untuk menciptakan sinergisitas pembangunan kepariwisataan daerah yang berkaitan erat dengan perluasan otonomi daerah yang berbasis daerah tingkat II Strategi dasar yang ditetapkan sebagai landasan pengembangan pariwisata selama Pelita VI meliputi (Fandeli, 1995) : a. Pemasaran dan promosi semakin digencarkan b. Aksesbilitas ditingkatkan dan diperluas c. Diversifikasi produk ditingkatkan d. Pengembangan pariwisata untuk manula dan remaja e. Kelembagaan dan peraturan dimanfaatkan serta kerjasama lintas sektoral ditingkatkan f. Sumber daya manusia dikembangkan g. sadar wisata berdasarkan sapta pesona dibudayakan h. Peningkatan mutu pelayanan melalui penyempurnaan sistem dan pendayagunaan iptek i. Peran swasta ditingkatkan dan iklim usaha dimantapkan Agar terealisasinya sektor pariwisata sebagai leading sektor pembangunan di daerah Sumatera Barat, ada beberapa hal yang perlu dikoordinasikan, yaitu :

10

a. Mempromosikan bidang pariwisata secara modern dan profesional baik melalui media massa lokal, dan manca negara maupun internet. b. Membenahi infrastruktur bidang pariwisata untuk menampung arus wisatawan lokal maupun mancanegara yang berkunjung c. Membenahi sarana dan prasarana transportasi terutama terhadap potensi wisata yang belum terbuka seperti arena surfing di Mentawai. d. Menggalang partisipasi masyarakat dengan upaya memberikan kredit usaha di bidang pariwisata e. Mengatur tata ruang pariwisata yang berwawasan lingkungan sehingga akan terwujud wisata alam yang ramah lingkungan. f. Menata manajemen di bidang pariwisata secara profesional terutama ditujukan terhadap agen/ biro perjalanan yang berhubungan langsung dengan wisatawan g. Adanya dukungan pemerintah terhadap terciptanya pariwisata yang bersih yang tidak bertentangan dengan adat istiadat masyarakat lokal. Pemerintahan harus diyakinkan bahwa perencanaan komprehensif dan terpadu adalah suatu keharusan. Visi pengembangan harus mencakup sasaran apa yang akan dicapai dalam periode tertentu, misalnya berupa jumlah wisata yang ditargetkan pada tahun 2005, 2010 dan seterusnya, dan semua aktifitas difokuskan untuk mencapai target tersebut. Selain itu sarana dan prasarana harus terus menerus ditingkatkan fungsinya sesuai dengan berkembangnya tuntutan selera yang selalu berobah dan secara terukur disesuaikan dengan waktu pencapaian target. Untuk Sumatera Barat, walaupun pengembangan kepariwisataan telah dirintis sejak pelita II dan dilengkapi dengan aturan-aturan baku, sektor pariwisata belum memberikan kontribusi yang berarti karena pengelolaan dan pengembangannya belum seperti yang diharapkan. B. PERENCANAAN PEMBANGUNAN OBJEK WISATA

11

Pada

dasarnya

perencanaan

pariwisata

adalah

proses

yang

berkisanambungan untuk melakukan matching dan adjustment secara terus menerus antara sisi permintaan dan penawaran dari kepariwisataan yang tersedia untuk mencapai target yang telah ditentukan. Pendekatan yang dilakukan untuk analisa permintaan adalah dengan membagi wisatawan dalam 4 segmen: modern materialist yang cenderung memiliki kebebasan perilaku yang tinggi dan termasuk kaum the have; modern idealist yang cenderung memperhatikan seni, keindahan, dan keseimbangan lingkungan secara intelektual, akademik; traditional idealist yang memiliki kecenderungan untuk memperhatikan karya seni monumental dan keagungan masa lalu; dan traditional materialistist yang memiliki kecenderungan untuk memanfaatkan paket wisata yang murah atau sekedar shopping. Sedangkan analisis dari segi penawaran akan memperjelas pangsa pasar yang diinginkan. Ada dua dimensi pokok yang dianalisis yaitu analisis produk dan analisis lingkungan. Beberapa sisi lain yang perlu dibenahi oleh pihak terkait tentang perencanaan pembangunan objek pariwisata, yakni oleh pemerintah, pengelola dan masyarakat Sumatera Barat adalah :

a. Meningkatkan daya tarik objek wisata

Dalam meningkatkan daya tarik objek wisata, harus diperhatikan berbagai hal sebagai berikut : 1. Faktor penentu daya tarik daerah tujuan wisata Berhasil atau tidaknya suatu tempat berkembang menjadi daerah tujuan wisata sangat tergantung pada tiga faktor utama, yaitu : 1.1. Atraksi a. Tempat

12

Umpamanya tempat dengan iklim yang baik, pemandangan yang indah atau tempat-tempat bersejarah. b. Kejadian/peristiwa Misalnya konggres, pameran, peristiwa olahraga, festival, dan lain-lain. 1.2. Aksesibilitas Tempat tersebut jaraknya dekat atau tersedianya transportasi ke tempat itu secara teratur, sering, murah, nyaman, dan aman. 1.3. Amenitas Tersedianya fasilitas seperti tempat penginapan, restoran, hiburan, tempat ibadah, tranportasi lokal yang memungkinkan wisatawan bepergian, serta ketersediaan alat-alat komunikasi. Untuk itu, keberadaan dan kesiapan ketiganya dari segi kuantitas, kualitas dan estetika harus matang agar tidak mengecewakan para wisatawan. Selain ketiga hal diatas, adalagi yang disebut organisasi wisata yang berfungsi untuk menyusun suatu kerangka pengembangan pariwisata, mengatur industri pariwisata serta mempromosikan daerah itu sehingga dikenal orang. Penting juga untuk mengetahui kesan masyarakat tentang daerah tujuan yang akan dikunjungi. Apakah penduduknya ramah-tamah atau suka menolak pendatang baru atau mungkin bersikap memusuhi. Bagaimana pula bentuk perjalanan yang ditawarkan dan lain-lain. 2. Meningkatkan kualitas produk Produk pariwisata Sumatera Barat yang beragam merupakan anugerah. Untuk pengembangan dan pengemasan produk-produk ini diperlukan perencanaan secara ilmiah dan praktis berdasarkan matriks kegiatan yang tertata dengan baik agar dicapai hasil maksimal dengan pendekatan multidispliner baik soisal ekonomis maupun teknis. Pada era otonomi, perencanaan ini harus dilakukan oleh kabupaten bersama-sama propinsi untuk mencegah terjadinya

13

overlapping kegiatan antar daerah yang berakibat pemborosan dan rusaknya citra pariwisata daerah. Di masa mendatang, kepariwisataan harus menjadi sorotan penting bagi daerah otonom lainnya dengan memberikan sentuhan yang bernilai profesional dan tidak membiarkannya berkembang secara alami karena kehidupan daerah di era otonomi mensyaratkan pembangunan berkelanjutan dengan pendekatan iptek akan sangat membantu dalam perencanaan matriks produk pariwisata. 3. Paket wisata dengan harga bersaing Setiap kali menghadiri pertemuan bisnis hampir selalu tour operator di negeri lain menganjurkan agar show kesenian dikurangi sebab bagi mereka yang penting adalah membicarakan paket wisata yang kita tawarkan dengan sarana pendukung video atau multimedia yang dikemas secara profesional. Selain itu membawa tim kesenian dalam kelompok akan mengeluarkan biaya yang besar. Dalam hal ini daerah harus mempersiapkan karakteristik unggulan daerah masing-masing dengan harga bersaing. Hal ini sangat penting karena biaya yang dikeluarkan dengan ongkos transpor dari negara seperti Eropa, Amerika Serikat atau Kanada yang jauh letaknya sangat tinggi tidak sebanding bila dikompensasikan dengan harga paket yang sangat rendah. Untuk bisa mengemas produk dengan harga murah tapi tetap berkualitas, seluruh pihak yang terkait dengan kepariwisataan harus mampu menciptakan kerjasama saling menguntungkan dengan harga yang wajar. Peran Pemda adalah memfasilitasi kegiatan kelompok pada asosiasi pariwisata terkait. Pariwisata juga menjadi salah satu pendorong dalam pengembangan seni budaya. Keinginan wisatawan untuk menyaksikan acara seni budaya didorong rasa ingin mengetahui, mengagumi atau menyelami seni budaya dari daerah yang dikunjungi. Mereka ingin melihat sesuatu yang jarang ditemukan, bersifat Mungkin sekali original dan indah. Hal ini akan mendorong pengembangan kreasi, penggalian atau pemeliharaan atau pagelaran seni budaya yang baik. harus

14

perkembangan seni budaya ini pada mulanya karena rangsangan ekonomi tanpa mengindahkan mutu, tetapi melalui proses seleksi dalam berkompetesi maka seni budaya yang bermutu akan tetap menonjol. 4. Industri Penunjang Pariwisata Setelah para wisatawan keluar dari pelabuhan udara, laut maupun darat, mereka segera dihadapkan dengan hal-hal yang membuat waktunya dapat terisi dengan baik. Bagi sebagian wisatawan pekerjaan ini telah diambil alih oleh biro wisata dan sebagian lain mempergunakan fasilitas umum yang ada. Walaupun demikian semuanya akan sangat bergantung kepada kelengkapan sarana yang ada dan akan sangat berpengaruh terhadap lamanya waktu tinggal wisatawan. Keluhan yang sangat sering terdengar setelah wisatawan menginap di Padang adalah kekurangan pertunjukan kesenian yang telah dikemas dengan baik ataupun rumah makan yang telah dikelola dengan memperhatikan aspek higienis, kemudian snack yang belum dikemas dengan tidak mencantumkan masa kadaluarsa dan kandungan lainnya, begitu juga dengan tiadanya cindera mata yang didesain dengan menggunakan iptek, tapi tetap tidak kehilangan nilai tradisonalnya. Dalam hal ini, Bukittinggi telah selangkah lebih maju, dengan cindera matanya yang sebagian telah mengikuti trend yang diminati wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
b. Pengelolaan Objek wisata

Pembangunan kepariwisataan sangat erat kaitannya dengan pengelolaan mutu dan kelestarian lingkungan hidup. Untuk itu, diperlukan sejumlah upaya pengelolaan lingkungan hidup yang mencakup : 1. Pengaturan tata ruang Kriteria dalam pemilihan objek wisata adalah dipandang dari segi kualitas dan daya tariknya, pengaruhnya terhadap tata ruang, kesiapan sarana dan prasarana, prospek pasar dan kesiapan masyarakatnya.

15

Pariwisata sebagai salah satu pembangunan sektoral harus mengacu pada rencana tata ruang. Kegiatan wisata pada umumnya dialokasikan pada kawasan yang berfungsi budaya, terutama kegiatan wisata yang bersifat rekreasi. Meskipun demikian, beberapa jenis kegiatan wisata alam dapat memanfaatkan ruang yang termasuk dalam kawasan lindung. Pasal 17 ayat 2 dan Pasal 31 ayat 1 UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya menyatakan bahwa kegiatan wisata terbatas dapat dilakukan dalam suaka margasatwa dan kegiatan wisata alam dapat dilakukan di dalam taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Sedangkan Pasal 17 ayat 1 menegaskan bahwa kegiatan yang dapat dilakukan dalam cagar alam hanyalah untuk kepentingan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Kegiatan wisata yang bersifat rekreasi tidak diperkenankan di dalam cagar alam. Rencana tata ruang wilayah yang telah menetapkan alokasi pemanfaatan ruang untuk kegiatan wisata perlu ditindaklanjuti dengan rencana tapak kawasan yang memuat aspek-aspek perancangan yang tepat. Rencana tersebut jangan sampai merusak alam yang pada dasarnya sudah indah dan beraneka warna, dengan perancangan sekenanya atau membawa hasil budaya arsitektur kota misalnya yang sudah pasti tidak atau kurang sesuai dengan daerah alami. Contoh nyatanya adalah pembangunan tembok-tembok masif yang justru menutupi atau menganggu pemandangan alam asli dan masih banyak bentuk-bentuk lain yang justru mengurangi nilai estetika daerah wisata tersebut. Karena itu, sebelum perencanaan dan perancangan itu betul-betul dilaksanakan, sebaiknya dapat dikaji secara seksama dampak yang mungkin timbul dari berbagai segi; fisik, sosial ekonomi dan budayanya. 2. Pemeliharaan lingkungan hidup Pariwisata dapat memberikan sumbangan positif bagi pembangunan yang berkelanjutan dengan cara membantu konservasi sumber daya alam dan sosial budaya di wilayah wisata, tanpa harus meninggalkan kontribusinya bagi pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti, pendekatan yang digunakan dalam

16

merencanakan dan mengelola pariwisata adalah pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Pariwisata juga bermanfaat pada pemeliharaan lingkungan. Hal ini akan bisa terwujud apabila pembinaan, eksplorasi dan pengelolaan dilakukan secara seimbang. Bukankah para wisatawan senantiasa menghendaki suasana tempat yang nyaman dan aman? Mereka ingin untuk menghirup udara bersih dan segar, jauh dari suara bising. Gairah wisatawan yang demikian justru akan mendorong pemeliharaan lingkungan alam sebab apabila daerah tujuan wisata tersebut rusak atau tidak terpelihara maka wisatawan tidak akan berkunjung ke daerah tersebut karena keinginan dan kebutuhannya tidak terpenuhi. Proyek Nusa Dua Bali misalnya, merupakan kegiatan yang bersifat memanfaatkan lingkungan alam yang tadinya terlantar. Sebelumnya tempat tersebut tidak dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Penggunaan yang paling cocok dan menguntungkan ialah dikembangkan menjadi daerah wisata, bukan pertanian dan peternakan atau lainnya. Dengan demikian kita tidak hanya sekedar memelihara melainkan juga membangun dan memanfaatkan lingkungan alam yang terlantar.

3. Daya dukung lingkungan Salah satu komponen penting dalam pendekatan pembangunan secara terpadu adalah analisis daya dukung lingkungan untuk pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Analisis ini dilakukan untuk menentukan batas dapat dilakukannya pembangunan di suatu wilayah dan pemanfaatan wilayah oleh wisatawan tanpa menurunkan mutu lingkungan, dan membantu mencapai penggunaan sumber daya wilayah secara optimal. Daya dukung lingkungan suatu wilayah dalam konteks pembangunan pariwisata adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung pembangunan yang

17

memanfaatkan ruang wilayah yang bersangkutan tanpa menimbulkan perobahan yang merugikan lingkungan alam, dampak negatif terhadap masyarakat, ekonomi, dan budaya dan tidak menyebabkan penurunan mutu objek wisata yang dinikmati wisatawan. Dengan tetap mempertahankan batas daya dukung wilayahnya, potensi wisata akan dapat dilestarikan. 4. Analisis mengenai dampak lingkungan Sebagaimana disebutkan diatas, berbagai kegiatan pariwisata dapat menimbulkan dampak yang negatif terhadap lingkungan hidup. Dengan diundangkannya peraturan pemerintah No. 51 tahun 1993 tentang analisis mengenai dampak lingkungan, setiap kegiatan pembangunan termasuk pariwisata harus berwawasan lingkungan. Sebagai tindak lanjut dari PP tersebut, telah dikeluarkan pula peraturan tentang amdal. Disamping itu, Menteri pariwisata, Pos dan telekomunikasi telah menerbitkan keputusan No. KM.94/UM.001/MPPT94 tentang pedoman teknis penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan bidang pariwisata, untuk memberikan kepastian tentang kewajiban yang harus dilaksanakan bagi pengelola pariwisata dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, dengan meminimasi dampak negatif yang mungkin terjadi. Dalam dua dasawarsa terakhir, di dunia banyak dilakukan penelitian untuk menilai dampak kegiatan wisata terhadap lingkungan. Dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa agar kegiatan wisata di suatu daerah dapat berlanjut, baik terhadap lingkungan sosial budaya yang umumnya peka terhadap pengaruh luar maupun lingkungan alami yang peka terhadap degradasi mutu lingkungan, perlu diambil keseimbangan antara pembangunan ekonomi di satu pihak dengan pemeliharaan kelestarian lingkungan dan sosial budaya di lain pihak. Karena disadari bahwa lingkungan hidup sesungguhnya merupakan aset wisata maka pemeliharaan dan peningkatan mutunya perlu senantiasa diupayakan melalui pengelolaan lingkungan hidup.

18

C. STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA Peranan agen atau biro perjalanan sangat besar dalam pembangunan dan pengelolaan pariwisata. Ketersediaan informasi tentang fasilitas, transportasi, atraksi dan paket wisata sangat ditentukan oleh aktifitas agen perjalanan ini. Demikian pula jaringan informasi dan jaringan kerja antara satu dan yang lain dari agen perjalanan baik luar maupun dalam negeri sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan pariwisata. Keberhasilan biro perjalanan dalam menjalin hubungan untuk menawarkan atraksi dan paket wisata dapat mendorong wisatawan untuk berwisata. Pemberdayaan badan promosi pariwisata akan sangat membantu dalam pengkajian lebih mendalam baik produk maupun jenis industri yang dengan sendirinya akan memperkenalkan Sumatera Barat kepada wisatawan baik dari domestik maupun mancanegara, selain kegiatan promosi yang sudah terjadwal dengan baik. Sementara itu, tersedianya informasi juga sangat tergantung pada sumber formal dan non formal. Sumber formal terdiri dari majalah, brosur, iklan, informasi serta diskusi dengan para penyelenggara perjalanan. Sedangkan sumber tidak resmi adalah komentar atau kesan dari teman dan keluarga terhadap perjalanan wisata yang dilakukannya. Informasi yang diperoleh dari biro perjalanan, majalah serta publikasi pemerintah mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi. Pada akhirnya, para calon wisatawanlah yang mengambil keputusan untuk melakukan atau tidak sebuah perjalanan wisata, termasuk keputusan untuk memilih daerah dan tempat berwisata, lama tinggal, cara perjalanan, dan tipe akomodasi yang dipilih untuk berwisata. Secara kuantitas, Pada tahun 1995 di Sumatera Barat jumlah biro perjalanan wisata mencapai 37 unit dan jumlah pramuwisata yang berlisensi sebanyak 176 orang. Keberadaan biro perjalanan sangat besar manfaatnya untuk

19

mengelola perjalanan wisata para wisatawan secara lebih profesional sehingga keinginan para wisatawan dapat terakomodir dengan baik dan cepat. D. KELENGKAPAN SARANA DAN PRASARANA
a. Jalan raya

Kondisi jaringan jalan yang menghubungkan ibokota propinsi dan daerah tingkat II berada dalam keadaan baik. Sumatera Barat juga dilalui oleh jalan Lintas Sumatera dan dengan pembangunan jalan raya pantai barat, maka hubungan darat Sumatera Barat dengan Propinsi Bengkulu menjadi lancar. Untuk jangka panjang, pembangunan jalan raya pantai timur akan memberikan berbagai keuntungan pula. Jalan raya menuju objek wisata umumnya juga baik, walaupun masih ada beberapa ruas yang perlu ditingkatkan kondisinya. Misalnya masih kurang lebarnya jalan raya dari Bukittinggi menuju Danau Maninjau, termasuk jalan yang menghubungkan Padang dengan Painan menuju Bengkulu yang tentu rawan kecelakaan. Salah satu jalan yang sedang diupayakan untuk dibangun adalah dari Alahan Panjang menuju Taman Nasional Kerinci Seblat.

b. Kereta api

Prasarana kereta api sebagai salah satu jenis transportasi di Sumatera Barat masih belum berkembang. Jalur yang bisa beroperasi saat ini baru terbatas pada Padang-Padang Pariaman, Padang Panjang-Solok-Sawah Lunto Sijunjung melewati Lembah Anai. Sekarang sedang disiapkan jalur-jalur yang menghubungkan PadangBukittinggi, dan Bukittinggi-Payakumbuh selain dari yang telah ada.
c. Bandar udara

20

Bandar udara Tabing di Padang merupakan satu-satunya pintu masuk ke Sumatera Barat melalui udara. Di pulau Sipora (Mentawai) terdapat landasan udara Rokot tapi hanya dapat didarati oleh pesawat terbang kecil jenis Twin Otter yang berkapasitas enam tempat duduk. Pada saat ini Bandara Tabing difungsikan sebagai entry point bagi penerbangan mancanegara dan melayani penerbangan ke dan dari Singapura dan Kualalumpur. Dengan landasan pacu yang hanya sepanjang 1.750 m menyebabakan pesawat yang dapat mendarat paling besar berukuran DC9. Namun sarana keselamatan penerbangan cukup tersedia termasuk alat pemandu pendaratan di malam hari. Frekuensi penerbangan yang teratur berjumlah sekitar 53 kali per minggu, baik pesawat pemerintah maupun swasta. Kondisi terminal bandara yang dianggap masih terlalu kecil menghambat pelayanan dan kenyamanan. Upaya untuk memperluas bandara mendapat kendala akibat adanya perbukitan disekitarnya, letaknya yang berada di dalam kota, dan perluasan kota Padang akan mencakup lokasi di sekitar bandara. Oleh sebab itu, sekarang sedang diusahakan untuk membangun bandara baru di Ketaping (Padang Pariaman) yang direncanakan mampu melayani pesawat berbadan lebar. Hal ini diharapkan dapat memperlancar arus serta kenyamanan kunjungan. Namun sebelum Bandara Ketaping terealisasi maka meningkatkan pelayanan serta fasilitas di Bandara Tabing harus tetap diproritaskan oleh pihak terkait.
d. Pelabuhan laut

Pelabuhan Teluk Bayur Padang pada saat ini lebih banyak berfungsi sebagai pelabuhan ekspor batu bara dan semen dibandingkan untuk impor. Kapal penumpang yang singgah hanyalah KM. Lawit yang melayani jalur JakartaPadang (pp) dengan frekuensi 2 x sebulan. Melihat kondisinya, pelabuhan ini dapat dilabuhi oleh kapal penumpang berukuran besar termasuk kapal pesiar. Sekarang sedang diupayakan pula

21

membangun pelabuhan di Pulau Siberut yang memiliki daya tarik wisata yang kuat.
e. Listrik, air bersih, dan telekomunikasi

Dengan adanya PLTA Agam (68 MW), PLTA Singkarak (180 MW), PLTU Ombilin (200 MW), dan ditambah oleh pembangkit tenaga listrik lainnya seperti PLTG dan PLTD maka sumber tenaga listrik bagi Sumatera Barat diharapkan tidak akan menjadi masalah. Yang menjadi masalah sekarang adalah pendistribusiannya ke daerah tingkat II dan kecamatan yang masih sangat terbatas. Sama halnya dengan listrik, sumber air bersih yang tersedia pada dasarnya cukup banyak, hanya saja pendistribusiannya yang masih belum terealisasi sampai ke tingkat kecamatan. Fasilitas telepon telah sangat berkembang di Sumatera Barat. telepon seluler. Sebagian besar kecamatan sudah memiliki Selain jaringan

tersedianya fasilitas sentral telepon otomatis juga terdapat telekomunikasi lewat telekomunikasi tersebut.
f. Penginapan

Dalam Pelita VI terjadi pertambahan hotel sebanyak 4 unit dengan 506 kamar, dan 22 unit hotel melati dengan 217 kamar. Selain hotel juga terdapat pondok wisata (home stay). Sebaran akomodasi ini tumbuh tidak saja di Padang dan Bukittinggi tapi sudah merambah ke beberapa objek wisata lainnya seperti di sekitar Danau Maninjau dan Tanah Datar. Hal yang cukup menggembirakan adalah dengan dibangunnya hotel berbintang empat di Padang dan Bukittingi.

22

BAB 5

PENUTUP
Propinsi Sumatera Barat dikenal juga sebagai daerah Minangkabau. Dahulunya daerah ini merupakan kerajaan minangkabau yang pusat pemerintahan di Pagaruyung. Masyarakat Minangkabau terkenal dengan sistem kekerabatan yang matrilineal yaitu suatu struktur kemasyarakatan yang didasarkan pada garis keturunan ibu. Di bidang hukum adat, setiap perilaku individu dengan individu, individu dengan masyarakat diatur oleh semacam norma yang tidak tertulis, tapi diketahui dan dijalankan oleh masyarakat. Hukum ini juga memiliki sanksi tertentu bila masyarakat melanggar hukum adat, hal ini disepakati sepenuhnya

23

oleh masyarakat. Adat itu sendiri dilandasi oleh hukum Islam yang merupakan agama yang diyakini dan dianut oleh seluruh masyarakat Sumatera Barat. Dalam pengembangan pariwisata di Sumatera Barat, kita tidak bisa hanya menelaah untung rugi dari aspek ekonomi. Kita juga harus meninjau dampak positif-negatifnya dari segala aspek yakni di bidang agama, adat, hukum, sosial budaya, dan lingkungan. Disinilah perlunya pandangan dari setiap ahli dalam disiplin ilmu tersebut. Keuntungan yang didapat dari pembangunan pariwisata diharapkan dapat membantu menciptakan modernisasi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik di daerah tujuan wisata maupun secara keseluruhan. Selain memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi ternyata pariwisata juga memberikan keuntungan sosial yakni makin eratnya persahabatan antar bangsa, makin dalamnya pengenalan terhadap kebudayaan daerah dan makin luasnya pengetahuan serta apresiasi terhadap sumber daya alam dan buatan yang berfungsi sebagai objek wisata. Meskipun demikian, pembangunan pariwisata seringkali disertai oleh dampak negatif terhadap lingkungan dan degradasi sosial budaya. Karena itu, pembangunan pariwisata perlu diarahkan pada pemanfaatan potensi wisata secara benar, tidak dibiarkan begitu saja dipermainkan oleh kekuatan pasar. Kesungguhan untuk memanfaatkan potensi kepariwisataan secara terpadu dengan usaha pemeliharaan kelestarian lingkungan dan peningkatan mutu lingkungan hidup serta objek dan daya tarik wisata telah tercermin dalam sejumlah peraturan perundangan yang berkaitan dengan pembangunan kepariwisataan, antara lain undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan, UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi daya alam hayati dan ekosistemnya, dan peraturan pemerintah No. 18 tahun 1994 tentang pengusahaan pariwisata alam di zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.

24

Satu hal lagi yang tidak boleg terlupakan yaitu dalam pengelolaan di lapangan baik secara fisik maupun dalam bentuk pelayanan, kita tidak boleh aspek profesionalisme. Jika tanpa profesionalisme, industri pariwisata tidak akan dapat digenjot menjadi industri penggerak perekonomian di Sumatera Barat.

Bahan Bacaan

Anonim. 1997. Padang, pintu gerbang pantai barat Indonesia. Mandala Buana Bhakti. Padang. Hal 80-125. Fandeli, Ch. 1995. Dasar-dasar manajemen kepariwisataan alam. Yogyakarta. 236 hal. Liberty.

Gunawan, M.P. 1997. Pariwisata Indonesia, berbagai aspek dan gagasan pembangunan. Pusat penelitian kepariwisataan. ITB. Bandung. 185 hal. Hadinoto, Idris dan Gafar. 1975. Mengenal daerah pariwisata Indonesia. Dirjen pariwisata. Jakarta. Hal 27-33. Hafild, E. 1995. Dimensi konservasi, pendidikan dan kerakyatan dalam ekoturism. Seminar dan lokakarya nasional pengembangan ekoturism di Indonesia. Bogor. 2 hal.

25

Karyono, A.H. 1997. Jakarta. 117 hal.

Kepariwisataan.

Gramedia widiasarana Indonesia.

Latief, A. 1993. Membangun SDM yang mandiri dan profesional. Depnaker. Jakarta. 284 hal. Mathiesen, A dan Wall, G. impacts. Longman. London. 1982. Tourism economic, Physical and sosial

Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1995. Makalah Sambutan. Seminar dan Lokakarya Nasional Pengembangan Ekoturism di Indonesia. Bogor. 8 hal. Peraturan Daerah Propinsi Tingkat I Sumatera Barat. 1996. Rencana induk pengembangan pariwisata Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat tahun 19962010. Padang. 82 hal. Sammeng, A.M. 1995. Kebijakan dan langkah-langkah strategis pengembangan ekotourism. Seminar dan lokarya nasional pengembangan ekoturism di Indonesia. Bogor. 14 hal. Samsuridjal, D dan Kaelany, HD. 1997. Peluang di bidang pariwisata. Mutiara sumber widya. Jakarta. 127 hal. Swarsi, S. 1996. dampak pengembangan pariwisata terhadap kehidupan sosial budaya daerah Bali. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bali. Hal 122137. Tim Suara Pembaruan. 1995. Otonomi daerah, peluang dan tantangan. Pustaka sinar harapan. Jakarta. 264 hal.

GAGASAN PENGEMBANGAN PARIWISATA DI SUMATERA BARAT

Disusun Oleh :

MY

S Y A H R A W A T I, S P
26

99209005

Merupakan tugas mata kuliah Pembangunan dan Lingkungan

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 1999
Daftar Isi Lembaran judul Daftar isi Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Sumatera Barat dan potensi pariwisatanya Bab 3. Kesiapan sumber daya manusia bagi pengembangan pariwisata Bab 4. Perencanaan dan pengelolaan pariwisata di Sumatera Barat A. B. Kebijakan tentang kepariwisataan Perencanaan pembangunan objek wisata i ii 1 4 9 14 14 17

27

C. D. Bahan bacaan

Strategi pemasaran pariwisata Kelengkapan sarana dan prasarana

24 25 29 31

Bab 5. Penutup

28

29

You might also like