You are on page 1of 11

BAB I PENDAHULUAN

JUDUL: Pusat Rehabilitasi Gangguan Jiwa melalui Psikoterapi Islam dengan Pendekatan Arsitektur Islami. 1.1. PENGERTIAN JUDUL Pusat Rehabilitasi Gangguan Jiwa melalui Psikoterapi Islam dengan Pendekatan Arsitektur Islami, merupakan sebuah rumah sakit khusus menangani gangguan jiwa, mulai dari yang ringan hingga berat. Dipilihnya nama Pusat Rehabilitasi daripada dengan gamblang menyebutkan Rumah Sakit, adalah untuk memberikan gambaran umum tentang rumah sakit jiwa ini kepada masyarakat luas bahwa rumah sakit jiwa ini berbeda dengan rumah sakit jiwa pada umumnya. Di sini diterapkan pendekatan holistik, yakni melibatkan aspek spiritual dan lingkungan di dalam usaha menangani gangguan yang dialami pasien. Psikologi klinis secara islami (psikoterapi Islam) disuntikkan untuk melengkapi aspek spiritual, kemudian difasilitasi dengan suasana Islami di seluruh elemen bangunan untuk melengkapi aspek lingkungan. Image rumah sakit, khususnya rumah sakit jiwa, selama ini identik dengan suasana yang kaku, dingin, jenuh dan tempat para pesakitan mengasingkan diri dari kehidupan sosial yang bergairah. Kehadiran Pusat Rehabilitasi Gangguan Jiwa melalui Psikoterapi Islam dengan Pendekatan Arsitektur Islami ini hadir untuk mengubah paradigma tersebut. Pusat rehabilitasi ini bukan bertindak secara kuratif (pengobatan), namun juga preventif (pencegahan) sampai pada tindakan rehabilitatif untuk mengembalikan pasien kepada masyarakat. Pusat rehabilitasi ini bukanlah rumah pesakitan, melainkan penggerak utama kesehatan jiwa berbasis Islami, khususnya di Kabupaten Klaten.

1.2. LATAR BELAKANG Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita gangguan jiwa di dunia pada 2001 adalah 450 juta jiwa. Dengan mengacu data tersebut, kini jumlah itu diperkirakan sudah meningkat. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Roskesdas) tahun 2007,

diperkirakan ada 19 juta penderita gangguan jiwa di Indonesia. Satu juta di antaranya mengalami gangguan jiwa berat atau psikosis1 Di Provinsi Jawa Tengah sendiri, pada survei yang dilakukan pada tahun 2006 terjadi 38.209 kasus gangguan mental dan perilaku, serta 22.100 kasus psikosis di Jawa Tengah, dengan jumlah kunjungan 156.188 kali2. Sedang pada tahun 2011, jumlah kunjungan mengalami penurunan menjadi 130.479 kali3. Daerah yang tercatat paling banyak terjadi kasus gangguan mental/perilaku dan psikosis adalah Kabupaten Klaten, dengan jumlah 10.849 kasus gangguan mental dan perilaku, dan 1634 kasus psikosis2. Sementara pada tahun 2011, yang tercatat hanya kasus psikosis saja, yang mengalami peningkatan hingga mencapai angka 3467 jumlah kasus psikosis di Kabupaten Klaten.

Dari jumlah tersebut, tercatat adanya 5693 kunjungan gangguan jiwa di sarana pelayanan kesehatan yang tersebar di seantero kabupaten Klaten. Daerah Jatinom adalah yang paling banyak mencatat kunjungan gangguan jiwa di daerahnya, yakni sejumlah 708 kunjungan. Di Indonesia, hanya terdapat 48 Rumah Sakit Jiwa dengan kapasitas 7.700 tempat tidur. Padahal sesuai standar yang dianjurkan World Health Organization (WHO) Indonesia membutuhkan setidaknya 80.000 tempat tidur untuk penderita gangguan jiwa berat. Dulu sebelum otonomi, Indonesia memiliki lumayan banyak rumah sakit jiwa, tapi
1

http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=9385:19-jutapenduduk-indonesia-gangguan jiwa&catid=43:inspirasi&Itemid=195)

2 3

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2006 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011

sekarang banyak daerah yang mengalih-fungsikan rumah sakit jiwa menjadi rumah sakit umum. Akibatnya tempat tidur untuk penderita gangguan jiwa pun tergusur4. Permasalahan lainnya adalah, pasien yang telah dirawat dan dinyatakan sembuh setelah mendapat penanganan dari instansi penanggulangan gangguan jiwa pun berkemungkinan untuk kembali kambuh. Contoh salah satu kasus yang terjadi adalah yang terdapat pada RSJ Provinsi Aceh. Sekitar 30 persen pasien jiwa yang dinyatakan sembuh pasca perawatan pihak rumah sakit, penyakitnya kembali kambuh setelah beberapa bulan dipulangkan kepada keluarganya5. Munculah berbagai pertanyaan mengenai pengaruh lingkungan terhadap kualitas penyembuhan. Sebuah riset yang dilakukan Robert Ulrich, direktur pada Center for Health Systems & Design, Texas A&M University Amerika Serikat menyebutkan mengenai efek user-centered design atau desain yang menekankan pada kebutuhan pengguna. Yang dimaksud pengguna adalah pasien pada fasilitas pelayanan kesehatan jiwa. Riset tersebut membuktikan bahwa lingkungan tempat sebuah fasilitas pelayanan kesehatan berada berpengaruh pada kualitas proses penyembuhan yang berlangsung di dalamnya. Kehadiran sebuah suasana tertentu dapat mengurangi faktor stress yang dialami oleh pasien yang sedang menjalani proses penyembuhan. Hasilnya membuktikan bahwa tidak hanya lingkungan alamiah tetapi juga lingkungan buatan memiliki pengaruh dalam menciptakan suatu kesatuan lingkungan yang kondusif bagi proses penyembuhan tidak hanya kondisi psikis tetapi juga fisik, sehingga mempercepat berlangsungnya proses penyembuhan. Jelaslah bahwa lingkungan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap kesembuhan pasien gangguan jiwa, baik pada fase penyembuhan maupun fase pasca penyembuhan. Menilik kepada ilmu kedokteran jiwa, dikenallah istilah pendekatan holistik. Di mana manusia merupakan hasil interaksi antara badan, jiwa dan lingkungan (fisik dan sosial). Ketiga unsur ini senantiasa saling mempengaruhi. Dalam memecahkan segala masalah manusia, kita tidak boleh memisahkan unsur satu dengan yang lain, akan tetapi harus memperhatikan serta mempertimbangkan ketiga-tiganya secara keseluruhan. Pendekatan semacam ini disebut pendekatan holistik, yang diterapkan baik dalam hal pemeriksaan, pengobatan, pencegahan, rehabilitasi dan sebagainya.
4

http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=9385:19-juta-pendudukindonesia-gangguan jiwa&catid=43:inspirasi&Itemid=195 5 http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=54849&Itemid=

Namun badan-jiwa-lingkungan saja belumlah cukup sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi perilaku manusia. Karena dalam perkembangannya, perilaku manusia dipengaruhi juga oleh faktor agama-kepercayaan dan kebudayaan. Unsur kultural dan spiritual, yaitu perilaku manusia yang tertuju kepada Sang Pencipta atau roh-roh (perilaku religius). Sayangnya, untuk saat ini faktor spiritual belum dipertimbangkan sebagai faktor utama yang diimplementasikan ke dalam rumah sakit jiwa. Di Indonesia, hanya ada satu rumah sakit jiwa yang telah mengimplementasikan unsur spiritual, khususnya unsurunsur ajaran Islam, yakni Rumah Sakit Jiwa Islam Klender yang berlokasi di Jakarta Timur. Sedangkan selebihnya hanya berupa panti pengobatan saja yang belum berkapasitas rumah sakit, salah satu contohnya adalah Pondok Pesantren Suryalaya dengan program inabahnya. Pondok Pesantren ini menyediakan fasilitas rehabilitasi mental dengan mengedepankan program Inabah, yang menjadi metode bagi program rehabilitasi pecandu narkotika, remaja-remaja nakal, dan orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh DR. Juhaya S. Praja, dalam tahun 1981-1989, 93,1% dari 5.845 anak bina yang mengikuti program inabah dapat dikembalikan ke keadaan semula dan dapat kembali hidup di masyarakat dengan normal. Atas keberhasilan metoda Inabah tersebut, KH.A Shohibulwafa Tajul Arifin mendapat penghargaan Distinguished Service Awards dari IFNGO on Drug Abuse, dan juga penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia atas jasa-jasanya di bidang rehabilitasi, terutama korban Narkotika dan Kenakalan remaja6. Sayangnya, Pondok Pesantren Suryalaya bukanlah rumah sakit, melainkan wadah rehabilitasi, sehingga pengobatan medis maupun farmakoterapi tidak dapat dilakukan di tempat ini. Walaupun telah menerapkan unsur spiritual ke dalam pengobatannya, panti-panti rehabilitasi tersebut belumlah dianggap cukup, karena untuk beberapa kasus gangguan jiwa, farmakoterapi (penanganan dengan obat) dan beberapa langkah medis lainnya tetaplah perlu dilakukan. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk merancang sebuah rumah sakit jiwa yang menerapkan unsur-unsur Islami, baik dalam program psikoterapinya, maupun dalam elemen-elemen pembentuk lingkungannya. Untuk dapat meraih lingkungan yang

http://www.suryalaya.org/ver2/inabah.html

sesuai dengan nilai-nilai yang ingin dicapai, yakni nilai-nilai Islami, strategi desain yang paling tepat untuk diterapkan ke dalam bangunan ialah pendekatan Arsitektur Islam.

1.3. TUJUAN DAN SASARAN 1.3.1. TUJUAN Menyusun dan membuat konsep perencanaan dan perancangan serta mendesain rumah sakit jiwa Islami yang dapat mewadahi segala aktivitas yang berkaitan dengan penanganan gangguan jiwa mulai dari tindakan preventif, kuratif, hingga rehabilitatif, serta mampu mewadahi kegiatan-kegiatan psikoterapi Islam dengan menerapkan prinsip-prinsip desain arsitektur Islami.

1.3.2. SASARAN 1. Membentuk lingkungan yang mampu meningkatkan efisiensi penanganan gangguan jiwa, sesuai dengan tujuan pendekatan holistik. 2. Memperbaiki image rumah sakit jiwa ke arah yang lebih baik melalui rancangan bangunan yang lebih membumi, sehingga penderita gangguan jiwa ringan tidak akan malu untuk datang dan berkonsultasi sebagai tindakan preventif sebelum terjadi gangguan jiwa yang lebih berat. Pasien yang telah dinyatakan sembuh pun tidak akan ragu untuk datang dan melakukan kontrol, agar gangguan yang dideritanya tidak kambuh lagi.

1.4. PERMASALAHAN DAN PERSOALAN 1.4.1. PERMASALAHAN Bagaimana mendesain Pusat Rehabilitasi Gangguan Jiwa melalui Psikoterapi Islam dengan Pendekatan Arsitektur Islami yang dapat mewadahi kegiatankegiatan penanganan gangguan jiwa secara medis mulai dari tindakan yang preventif, kuratif, hingga rehabilitatif, serta mampu mewadahi kegiatan-kegiatan psikoterapi Islam dengan menerapkan prinsip-prinsip desain arsitektur Islami.

1.4.2. PERSOALAN Dari rumusan permasalahan di atas, maka dapat ditarik persoalan yang terkait dengan Pusat Rehabilitasi Gangguan Jiwa melalui Psikoterapi Islam dengan Pendekatan Arsitektur Islami sebagai berikut.

Bagaimana kegiatan yang direncanakan. Bagaimana program ruang (pengelompokan kegiatan, kebutuhan ruang, pola hubungan antar ruang) yang sesuai dengan kebutuhan. Bagaimana konsep lokasi dan site yang direncanakan. Bagaimana tampilan fisik bangunan yang mewujudkan karakteristik kegiatannya, sesuai dengan pendekatan arsitektur Islami. Bagaimana struktur dan utilitas bangunan yang sesuai dengan kebutuhan.

1.5. LINGKUP DAN BATASAN PEMBAHASAN 1.5.1. LINGKUP PEMBAHASAN 1. Pembahasan akan mengarah pada Pusat Rehabilitasi Gangguan Jiwa melalui Psikoterapi Islam dengan Pendekatan Arsitektur Islami, serta fasilitas-fasilitas pendukung dalam kawasan bangunan tersebut. 2. Pembahasan menitik-beratkan pada hal-hal arsitektural yang berpengaruh terhadap perencanaan dan perancangan Pusat Rehabilitasi Gangguan Jiwa melalui Psikoterapi Islam dengan Pendekatan Arsitektur Islami terkait fungsi bangunan sebagai rumah sakit jiwa yang mengedepankan psikoterapi Islam dalam praktek klinisnya. 3. Tinjauan umum dalam perencanaan bangunan Pusat Rehabilitasi Gangguan Jiwa melalui Psikoterapi Islam dengan Pendekatan Arsitektur Islami seperti pengertian berbagai gangguan jiwa dan penanganannya, berbagai jenis pengobatan dalam ilmu kedokteran jiwa, psikoterapi secara umum dan secara Islami, pengertian mengenai arsitektur Islam dan sebagainya akan menjadi pertimbangan awal menuju proses perencanaan. 4. Pembahasan mengacu pada sasaran yang berupa tinjauan serta analisa yang akhirnya akan menghasilkan konsep berupa penyelesaian masalah.

1.5.2. BATASAN PEMBAHASAN 1. Berpedoman pada tujuan dan sasaran yang telah ditentukan. 2. Pembatasan jenis gangguan jiwa yang ditangani adalah: reaksi sementara terhadap stress, neurosis, faktor psikologis dan penyakit fisik, gangguan kepribadian dan kejahatan, gangguan kecanduan, gangguan afektif, skizofrenia dan paranoia, gangguan perilaku kanak-kanak dan remaja,

gangguan mental organik dan retardasi mental, dan kecenderungan untuk bunuh diri. 3. Pembatasan jenis kegiatan yang akan diwadahi dibatasi pada aktivitas yang berlangsung di dalam rumah sakit jiwa pada umumnya, yakni: pengobatan, rehabilitasi, ditambah dengan psikoterapi Islam. Kemudian dilengkapi dengan kegiatan yang mendukung kegiatan layanan medis tersebut seperti pengelolaan dan servis. 4. Lokasi yang menjadi titik pembahasan adalah Kabupaten Klaten, dikarenakan lokasi tersebut menunjukkan angka paling banyak terjadinya kunjungan gangguan jiwa di Jawa Tengah.

1.6. METODE PEMBAHASAN 1.6.1. GAGASAN AWAL 1. Ide/ Gagasan Awal Ide dasarnya berasal dari keinginan menghadirkan suatu wadah rumah sakit jiwa yang berbeda daripada yang rumah sakit jiwa konvensional, melihat betapa banyaknya jumlah pasien yang kembali kambuh setelah melakukan perawatan. Kemudian disusul dengan adanya temuan Robert Ulrich tentang pengaruh lingkungan terhadap kualitas penyembuhan, barulah kemudian penulis menemukan adanya teori pendekatan holistik di dalam ilmu kedokteran jiwa yang menyebutkan adanya kaitan tak terpisahkan antara badan, jiwa, lingkungan, kultural dan spiritual. Pendekatan tersebut dibuktikan keberhasilannya oleh program Inabah (program psikoterapi Islam) yang telah diterapkan di Pondok Pesantren Suryalaya. Hal ini pun mendorong penulis untuk merancang rumah sakit jiwa yang dapat menggabungkan elemen-elemen di atas menjadi satu kesatuan yang berfungsi secara optimal dalam penanganan gangguan jiwa. Dari Ide atau gagasan awal di atas, maka dilakukan eksplorasi dan perumusan judul yang dapat menggambarkan secara tepat perencanaan wadah rumah sakit jiwa berbasis Islami, mengacu pada pendekatan holistik dalam aktivitas penyembuhannya.

2. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut. a. Studi Literatur Melakukan literatur dengan mencari, membaca, dan memahami buku yang sesuai dengan judul berkaitan dengan ilmu kedokteran, kegiatan psikologi klinis, standar-standar rumah sakit, serta konsep arsitektur Islami. b. Informasi Teknologi Mencari informasi dan gambar-gambar menggunakan teknologi internet. Browsing informasi dapat diperoleh dari jurnal ilmiah, e-book, e-encyclopedia dan website yang mendukung dalam penulisan konsep. c. Studi Empiris Menambah informasi berupa preseden yang dapat dijadikan acuan. Studi empiris ini dilakukan dengan mengeksplorasi contohcontoh objek sejenis sehingga dapat dijadikan perbandingan. d. Survey Melakukan survey atau kunjungan ke tempat-tempat yang dijadikan preseden. Kemudian mengamati segala hal seperti kegiatan yang dilakukan user, peruangan yang ada, arsitektural desain, sampai dengan pengaruhnya terhadap lingkungan dan kehidupan sosial sekitarnya. Selain itu, juga melakukan survey ke lokasi perencanaan untuk mengetahui dan mengamati kondisi existing. e. Dokumentasi Melengkapi informasi dan data yang dimiliki dengan

memberi ilustrasi visual mengenai objek observasi. Dokumentasi dapat memperjelas gambaran detail yang mendukung data

3. Analisis Data Tahap analisis data merupakan proses pengolahan data dari semua informasi yang telah didapatkan pada tahap sebelumnya dan merangkum hasil pengolahan data pada setiap akhir pembahasan.

1.6.2. LANGKAH

ANALISIS

KONSEP

PERENCANAAN

DAN

PERANCANGAN Adapun langkah analisis konsep perencanaan dan perancangan yang terdiri dari analisis data dan sintesis sebagai berikut: 1. Analisis Analisis memiliki pengertian penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk mendapatkan pengertian yang tepat dan pemahaman makna keseluruhan7. Pada tahap ini, analisis digunakan sebagai metode untuk menguraikan data dan informasi yang kemudian digunakan sebagai data relevan dalam proses perencanaan dan perancangan. Proses analisis data sendiri dilakukan secara deskriptif dan diperjelas dengan gambar-gambar sebagai ilustrasi visual. Proses analisis terbagi menjadi tiga tahapan yaitu: a. Pemrograman Fungsional Pemrograman fungsional merupakan penerjemahan penstrukturan pengguna dan kegiatan yang diwadahi. Tahapan ini ditujukan untuk mengidentifikasi pengguna dari Pusat Rehabilitasi

Gangguan Jiwa melalui Psikoterapi Islam dengan Pendekatan Arsitektur Islami (pasien, pengelola dan karyawan, tenaga medis, dan akademisi) dan alur kegiatan secara skematik. b. Pemrograman Performansi Pemrograman performansi merupakan pendekatan sistem fungsi dari wadah arsitektur sehingga ditemukan persyaratan karakteristik respon desain. Tahapan ini dilakukan dengan menerjemahkan secara skematik dan deskriptif kebutuhan calon pengguna berdasarkan alur kegiatan yang terbentuk di dalam Pusat Rehabilitasi Gangguan Jiwa melalui Psikoterapi Islam dengan Pendekatan Arsitektur Islami menuju respon desain dan

pendekatan fungsi bangunan. c. Pemrograman Arsitektural Pemrograman arsitektural merupakan penerjemahan analisis berdasarkan efektifitas fungsi dan persyaratan performansi secara

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

arsitektural ke dalam spesifikasi bangunan yang akan dirancang. Dilakukan dengan cara menganalisis hasil dari pemograman fungsional dan performansi dalam bentuk pengolahan site, gubahan massa, tampilan fisik, utilitas dan struktur. Dalam proses inilah prinsip-prinsip arsitektur Islami diterapkan.

2. Sintesis Sintesis merupakan proses memadukan tiap-tiap bagian agar membentuk suatu kesatuan yang selaras. Pada tahap ini, hasil dari pemograman pada tahap analisis diolah untuk mencari kesimpulan sebagai upaya mendapatkan pendekatan konsep perencanaan dan perancangan yang sesuai. Pendekatan konsep perencanaan dan perancangan tersebut digunakan untuk proses transformasi menuju desain yang diinginkan.

1.6.3. PENERAPAN DALAM DESAIN Proses penerapan dalam desain dilakukan dengan cara melakukan sintesis terhadap hasil analisis ke dalam bentuk suatu transformasi desain dan realisasi gambar desain.

1.7. SISTEMATIKA PEMBAHASAN Berikut sistematika pembahasan pada penulisan konsep perencanaan dan perancangan Pusat Rehabilitasi Gangguan Jiwa melalui Psikoterapi Islam dengan Pendekatan Arsitektur Islami: Tahap I : PENDAHULUAN Pengungkapan dan penjabaran tentang seluruh isi penulisan dan pembahasan pada tahap konsep desain yang meliputi judul, latar belakang, permasalahan dan persoalan, tujuan dan sasaran pembahasan, lingkup dan batasan pembahasan, metoda pembahasan, dan sistematika penulisan. Tahap II : TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka yang berkaitan dengan Pusat Rehabilitasi Gangguan Jiwa secara umum, dilanjutkan dengan tinjauan mengenai psikoterapi dalam konsep Islam, serta tinjauan khusus mengenai penekanan arsitektur islami

yang dapat memberikan citra bangunan rumah sakit jiwa yang berbasis Islami. Kemudian meninjau rumah sakit jiwa Islami yang telah ada. Tahap III: TINJAUAN KABUPATEN KLATEN Mengemukakan tinjauan Kabupaten Klaten yang akan menjadi tempat didirikannya Pusat Rehabilitasi Gangguan Jiwa melalui Psikoterapi Islam dengan Pendekatan Arsitektur Islami. Karena dengan adanya bangunan ini akan menjadi suatu wadah yang dapat membantu mengatasi banyaknya kasus gangguan jiwa yang terjadi khususnya di Kabupaten Klaten. Tahap IV : PUSAT REHABILITASI GANGGUAN JIWA BERBASIS ISLAMI YANG DIRENCANAKAN Mengemukakan deskripsi mengenai Pusat Rehabilitasi Gangguan Jiwa melalui Psikoterapi Islam dengan Pendekatan Arsitektur Islami yang direncanakan. Tahap V :ANALISIS PERANCANGAN Melakukan analisa pendekatan perencanaan dan perancangan Pusat PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN

Rehabilitasi Gangguan Jiwa melalui Psikoterapi Islam dengan Pendekatan Arsitektur Islami, mencakup analisa pemilihan lokasi, analisa pemilihan site , analisa jenis kegiatan, analisa pola hubungan dan organisasi ruang, analisa kebutuhan luasan ruang, analisa penzoningan, analisa pola gubahan massa, analisa orientasi bangunan, analisa penampilan bangunan, analisis konsep pemilihan bahan bangunan dan warna, analisa pola kegiatan pelaku, analisa sistem utilitas, dan analisa struktur dan konstruksi bangunan untuk mendapatkan konsep dasar perencanaan dan perancangan. Tahap VI : KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Mengungkapkan konsep perencanaan dan perancangan yang merupakan hasil akhir untuk Pusat Rehabilitasi Gangguan Jiwa melalui Psikoterapi Islam dengan Pendekatan Arsitektur Islami yang direncanakan.

You might also like