Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Filologi
Yang Dibina Oleh Ibu Dwi Sulistiorini, S.S., M.Hum
Oleh:
Debi sukma dewi 307212407102
Sri Wahyuti 307212407105
Tristan Rokhmawan 307212407101
PENDAHULUAN
yang menyelidiki kebudayaan berdasar bahasa dan kesusasteraan. Dalam arti sempit
filologi adalah studi tentang naskah (lama) untuk menetapkan aslinya, bentuk semula,
Ilmu filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya adalah naskah-naskah
lama dan dipandang sebagai pintu gerbang yang dianggap dapat menyingkap khasana
Sedangkan dalam istilahnya sendiri, istilah filologi sudah dipakai sejak abad ke-
3 SM oleh kelompok ahli Alexandria yang kemudian dikenal dengan ahli filologi. Dan
orang pertama yang memakai istilah itu adalah Erastothenes. Pada waktu itu, mereka
berusaha mengkaji teks lama yang berasal dari bahasa Yunani. Pengkajian mereka
bertujuan untuk menemukan bentuknya yang asli untuk mengetahui maksud pengarang
dengan jalan menyisihkan kesalahan yang terdapat di dalamnya. Pada waktu itu, mereka
(varian) dan rusak (korup). Sehingga menurut Chamamah-Soenarto (1999), filologi juga
dapat diartikan sebagai kajian yang menitikberatkan kajiannya terhadap naskah yang
varian dan korup sebagai kesalahan (filologi tradisional) dan sebagai suatu kreatifitas
pengertian naskah dan teks dibedakan. Teks ditunjukkan sebagai sesuatu yang abstrak,
atau bangsa. Secara umum, tujuan filologi adalah (1) memahami sejauh mungkin
kebudayaan suatu bangsa melalui karya sastranya, baik lisan maupun tertulis. (2)
memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya, (3) mengungkap nilai
Sedangkan tujuan khusus filologi adalah (1) menyunting sebuah teks yang
dipandang paling dekat dengan teks aslinya. (2) mengungkap sejarah terjadinya teks dan
sejarah perkembangan, dan (3) mengungkap persepsi pembaca pada setiap kurun waktu
penerimaannya.
Salah satu kegiatan dalam filologi adalah kegiatan transkrip dan translate dari
objek yang sedang dikaji, yaitu naskah. Transkrip dalam hal ini adalah melakukan alih
aksara/pengertian jenis tulisan, antara huruf yang satu dengan yang lain, dari satu abjad
ke abjad yang lain. Sedangkan translate adalah mengubah pengertian dari satu bahasa ke
bahasa sasaran. Dalam pembahasan ini, objek yang dikaji adalah teks tembang dolanan.
Tembang dolanan yang dibahasa adalah berasal dari daerah Jawa. Pada masa lampau
tembang ini banyak digunakan untuk memberikan pendidikan moral kepada anak-anak.
Sebagai objek kajian filologi, tembang dianggap sebagai suatu teks atau naskah
yang merupakan hasil kesenian masyarakat yang dapat menunjukkan beberapa identitas
pemiliknya. Secara tersirat dalam tembang dolanan mengandung makna yang luhur.
Bahkan diantaranya, tembang dolanan selain digunakan untuk dolanan (bermain) juga
Adapun salah satu tujuan filologi berdasrkan makna harfiah dari filologi yang
Javaanche Kinderspelen sebagai objek kajian tembang dolanan dengan tujuan untuk
melestarikannya.
ini merupakan naskah yang ditulis oleh R.Soekardi pada tahun 1912, dengan tebal naskah
1,5 cm, jumlah halaman 234 halaman dan ditulis dalam aksara jawa gaya ngetumbar. Dan
ciri-ciri gaya ngetumbar itu sendiri antara lain: tulisannya agak bulat, jejeg(tegak), dan
rapi. Keadaan naskah ini masih cukup baik dan terawat, terlihat dari aksara jawa pada
teks tersebut dapat dibaca dengan cukup jelas. Serta media penulisan naskah ini adalah
kertas HVS.
Penulis mengkaji teks tembang dolanan, dari sisi makna simboliknya. Adapun
alasan pengkaji mengkaji makna simbolik, karena dalam tembang dolanan secara tersirat
mengandung makna dan nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan sebagai pedoman hidup.
1.3 Tujuan
Kajian Pustaka
Naskah adalah benda konkret yang dapat dilihat atau dipegang. Naskah
Handschrift adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan
perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau. Naskah pada umumnya berupa buku
atau bahan tulisan tangan, panjang karena memuat cerita lengkap. Naskah biasanya
Teks artinya kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya
dapat dibayangkan saja. Teks terdiri atas isi, yaitu ide-ide atau amanat yang hendak
disampaikan pengarang kepada pembaca dan bentuk-bentuk, yaitu cerita dalam teks
yang dapat dibaca dan dipelajari menurut berbagai pendekatan melalui alur, perwatakan,
gaya bahasa, dsb. Dalam penjelmaan dan penuturannya, secara garis besar dapat
disebutkan adanya tiga macam teks, yaitu teks lisan(tidak tertulis), teks naskah tulisan
Kata tembang merupakan istilah dalam bahasa Jawa yang berarti lagu
(Mangunsuwito, 2002 263). Lagu sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai ragam suara yang berirama. Biasanya irama tersebut berupa rangkaian tangga
nada yang tersusun secara urut dan harmonis sehingga menghasilkan bunyi-bunyian yang
kembang. Kata kembang sendiri mempunyai persamaan makna dengan kata sekar. Kata
ini dapat diartikan sebagai bunga. Budaya tembang sebagai ekspresi estetik mengandung.
ciri-ciri utama seperti : bersifat kontemplatif - transedental; bersifat simbolik dan bersifat
filosofis . Sebagai ekspresi esetik, tembang kadang kala menimbulkan multi tafsir. Lebih-
lebih ketika sang penulis tembang tersebut telah tiada sebelum ia rnenafsirkan makna
Dalam masyarakat suku bangsa Jawa tembang dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
Dalam masyarakat Jawa sendiri, budaya tembang sudah ada sejak dahulu.
Sebagian besar warisan budaya nenek moyang Jawa dikemas dalam bentuk tembang atau
kidung. Salah satu tembang yang dahulu digemari oleh anak-anak adalah Tembang
Dolanan. Konon jenis tembang ini dapat membentuk keluhuran watak dan moral anak.
Tembang dolanan bukan hanya sebagai lagu yang tidak bermakna dan mesti
dinyanyikan sebagai hiburan. Lebih dari itu tembang dolanan adalah seni yang cukup
menarik untuk dikaji. Karena di dalam seni ini terdapat misteri yang penting untuk
kehidupan manusia.
oleh anak-anak ketika bermain. Tetapi kadang kala juga dinyanyikan oleh seorang dalang
saat pagelaran wayang kulit. Karena lebih bersifat hiburan, tembang yang dinyanyikan
tidak terikat oleh pakem tertentu. Dan, karena yang diwakili nembang adalah tokoh
punakawan, jenis tembang yang dinyanyikan biasanya adalah yang bersifat gembira dan
menghibur. Dalam karawitan disebut Lagu ‘dolanan’, misalnya Mbangun Desa, Caping
Gunung, Modernisasi Desa, Warung Pojok, dan yang serupa dengan itu.
BAB III
Metode Kegiatan
Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miler (1986: 9) pada mulanya
Untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan, pengamat harus mengetahui apa yang
menjadi ciri sesuatu itu. Untuk itu, pengamat mulai mencatat atau menghitung dari satu,
dua, tiga dan seterusnya. Berdasarkan pertimbangan dangkal demikian, kemudian peneliti
menyatakan bahwa penelitian kuantitatif mencakup setiap penelitian yang didasarkan atas
perhitungan persentase, rata-rata dan perhitungan statistik lainnya. Dengan kata lain,
penelitian kuantitatif melibatkan diri pada perhitungan atau angka atau kuantitas.
baru. Penelitian kualitatif biasanya mengejar data verbal yang lebih mewakili fenomena
dan bukan angka-angka yang penuh prosentaase dan merata yang kurang mewakili
keseluruhan fenomena. Penelitian kualitatif tersebut, data yang diperoleh dari lapangan
biasanya tidak terstruktur dan relative banyak, sehingga memungkinkan peneliti untuk
Endraswara, 2006:81).
Penelitian deskriptif adalah penelitian tentang fenomena yang terjadi. Prosesnya
berupa pengumpulan dan penyusunan data, serta analisis dan penafsiran data tersebut.
aturan berpikir ilmiah yang diterapkan secara sistematis tanpa menggunakan model
Dalam perkembangan lebih lanjut ada sejumlah nama yang digunakan para ahli
tentang metodologi penelitian kualitatif (Noeng Muhadjir. 2000: 17) seperti : interpretif
semiotik, heuristik, hermeneutik, atau holistik, yang kesemuanya itu tercakup dalam
kondisi.
keadaan, dan juga tidak bermaksud mencari dan menjelaskan hubungan-hubungan antar
variabel. Namun demikian, sesuai dengan makna ‘deskriptif’ yakni penjelasan, maka
tentu melibatkan hubungan-hubungan tertentu antar aspek yang diteliti. Dalam hal ini
beberapa ahli bahkan memperluas pengertian deskriptif ini dengan menyebut kepada
segala penelitian kecuali penelitian historis dan eksperimental (lihat Rachmat, 1997).
terjadi; bagaimana ia terjadi (proses); hal-hal apa yang menonjol dari situasi seperti ini;
dan lain-lain. Penelitian ini tidak mampu secara jelas menjawab pertanyaan: mengapa hal
itu bisa terjadi; faktor-faktor apa saja yang menyebabkan peristiwa teserbut bisa terjadi;
bagaimana pola hubungan antar aspek dan sejauh mana tingkat hubungannya; dll. Jenis
pertanyaan yang terakhir ini hanya bisa dijawab melalui penelitian verifikatif atau
eksplanatori.
penelitian-penelitian ilmiah lainnya. Hanya untuk jenis penelitian ini biasanya tidak
disertai dengan pembuatan hipotesis formal dalam usulannya. Hipotesis akan muncul
pada saat sedang berlangsungnya penelitian, atau bahkan jika penelitian sudah dalam
transkrip wawancara terbuka, deskripsi observasi, serta analisis dokumen dan artefak
lainnya. Data tersebut dianalisis dengan tetap mempertahankan keaslian teks yang
memaknainya. Hal ini dilakukan karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk
memahami fenomena dari sudut pandang partisipan, konteks sosial dan institusional.
Metode objektif adalah metode yang mengkaji suatu kondisi mengenai keadaan
yang sebenarnya tanpa mempengaruhi pendapat atau pandangan pribadi. Metode ini
Penerapan metode stema ini sangat penting karena pemilihan atas dasar objektivitas
Penerapan hermeneutik dalam human sciences ini diawali oleh F. Schleiermacher dan W.
Dilthey, yang kemudian dikembangkan lagi oleh beberapa pemikir sesudahnya seperti
Heidegger dan Gadamer. Dalam makalah ini akan ditunjukkan bahwa di dalam sejarah
ermeneutik.
Hermeneutik merupakan teori yang menjadi dasar sangat penting dan juga
penuh makna dan dilakukan dengan sengaja oleh manusia. Artinya, kita melakukan
interpretasi atas interpretasi yang telah dilakukan oleh oleh pribadi atau kelompok
Setiap peristiwa atau karya memiliki makna dari interpretasi para pelaku atau
pembuatnya. Karya atau peristiwa yang merupakan interpetasi atas sesuatu tersebut
interpetasi pula. Hal ini sejalan dengan apa yang menurut istilah Gademer (1976) di
dalam menjelaskan karya seni, bahwa setiap karya akan selalu diciptakan kembali oleh
pengamatnya, atau dengan kata lain, mendapatkan makna baru yang diciptakan oleh
pengamatnya(penghayatnya) tersebut.
bagian dengan keseluruhannya, yang merupakan suatu proses tanpa awal dan juga tanpa
akhir. Oleh karena itu, di dalam penelitian kualitatif seorang peneliti hanya dapat
menyajikan suatu interpetasi (didasarkan pada nilai-nilai, minat dan tujuan) atas
interpetasi orang lain atau subjek yang diteliti yang juga didasarkan pada nilai-nilai,
kemampuannya sendiri untuk menemukan makna dari apa yang diteliti. Ia tak pernah
sesuatu dapat diwujudkan dari deskripsi yang tegas, bersama-sama dengan pengalaman
orang lain dalam suatu konteks antarsubjektif, termasuk didalamnya juga melibatkan
yang bersifat intersubjektif. Hubungan antara peneliti dengan yang diteliti tidak linear
Dalam perkembangan selanjutna hermeneutik telah digunakan oleh para ahli tafsir
kitab suci yang menggunakan bahasa tinggi dan metaforis, agar bias dipahami dan
dihayati oleh para pengikut agamanya. Bahasa yang metaforis dengan sifat
kelenturannya, akan selalu memungkinkan penafsiran terhadap beragam pernyataan
Beberapa teori dalam ilmu-ilmu alam, misalnya dalam fisika kuantum dan
dalam sejarahnya dapat digantikan oleh interpretasi-interpretasi baru atau yang oleh Kuhn
disebut sebagai pergeseran paradigma dalam ilmu pengetahuan. Dalam makalah ini akan
hermeneutik dalam ilmu-ilmu alam, termasuk pergeseran paradigma Kuhn, dan diakhiri
dengan uraian ringkas beberapa penemuan atau teori dalam ilmu alam yang relevan.
Istilah hermeneutik mencakup dua hal, yaitu seni dan teori tentang pemahaman
dan penafsiran terhadap simbol-simbol baik yang kebahasaan maupun yang non-
lama dan kitab suci, akan tetapi dengan kemunculan aliran romantisme dan idealisme di
Jerman, status hermeneutik berubah. Hermeneutik tidak lagi dipandang hanya sebagai
sebuah alat bantu untuk bidang pengetahuan lain, tetapi menjadi lebih bersifat filosofis
atau pengarang melebihi pemahamanm terhadap diri kita sendiri. Seorang sejarawan yang
menuliskan segala peristiwa sejarah, tidak jauh dari zaman di mana ia hidup, tidak akan
mempunyai pandangan yang lebih jernih jika dibandingkan dengan sejarawan yang hidup
sekian abad sesudahnya. Namun pandangan semacam ini dapat juga dianggap keliru.
Sejauh prasangka dan keikutsertaan penulis yang bersifat subjektif dijauhkan, maka ia
dapat melihat segala peristiwa dalam kebenarannya yang objektif atau sebagaimana
mestinya terjadi. Dalam pendekatan hermeneutik, seseorang menempatkan dirinya dalam
konteks ruang dan waktu, maka visinya juga mengalami berbagai macam perubahan. Ia
teks dengan pendekatan hermeneutik ini adalah naskah yang berjudul ’Javanesche
Kinderspelen’ yang ditulis oleh R.Soekardi pada tahun 1912 dalam aksara jawa gaya
ngetumbar, dengan tebal naskah 1,5 cm dan jumlah halaman 234 halaman dan ditulis.
Keadaan naskah ini masih cukup baik dan terawat, terlihat dari aksara jawanya dapat
dibaca dengan cukup jelas. Dan selanjutnya, dari naskah tersebut diambillah lima naskah
yang menjadi objek analisis. Teks tembang dolanan dalam naskah terebut yang diambil
1. Tahap Transkripsi
Dalam tahap ini, lima tembang, obang-obing, locici, ris-irisan pandhan, jamur-
jamur cepaki, dan kebo brintik disalin kedalam bentuk catatan lain pada tempat yang
berbeda.
2. Tahap Translite
Dalam tahap ini, dilakukan pengalihan aksara/ jenis tulisan, yaitu dari aksara Jawa
3. Tahap Interpretasi
Dalam tahap ini, dilakukan kegiatan pemaknaan atas makna simbolik yang tersirat
pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi tentang apa yang
apa yang diteliti. Menurut Nyoman Kutha (46:2007), metode hermeneutika tidak mencari
makna yang benar, melainkan makna yang paling optimal. Validitas data dan keputusan
kualitatif dan analisis isi. Dalam hermeneutik, kualitatif berjalan dengan memprhatikan
perhatian pada makna dan pesan sesuai dengan hakikat dalam objek. Dan analisis isi
dalam hal ini berkaitan dengan penafsiran. Dasar pelaksanaan metode analisis isi adalah
penafsiran. Dan dasar penafsiran dalam metode analisis isi memberikan perhatian pada isi
pesan.
Bab IV
Pembahasan
ciri penafsiran ganda dari sebuah teks, yang sarat dengan kesan. Dalam bahasa Indonesia
pada umumnya simbol disamakan dengan lambang. Dalam sastra, sistem simbol yang
terpenting adalah bahasa. Sesuai dengan hakikatnya tanda bahasa dikaitkan dengan
denotatum. Denotatum dalam karya sastra adalah dunia interpretasi fiksional, dunia
dalam kata-kata, dan dunia kemungkinan yang memungkinkan munculnya interpetasi dan
penafsiran tersendiri atas bahasa. Dunia fiksi tidak harus sama dengan dunia
atas bahasa juga tidak selalu sama. Atas dasar pandangan bahwa segala sesuatu dalam
bahasa memungkinkan untuk menjadi tanda maka jumlah denotatum penafsiran pun tidak
terbatas.
bergandengan tangan, lalu menyanyikan lagu sambil berputar. Tiap-tiap jatuh di ’dhong-
dhing’ atau ketukan lagu. I menunjuk kepada anak-anak yang lain. Telunjuk I jatuh
kepada siapa, maka dialah yang menggantikan jadi atau berjaga. Demikian selanjutnya
anak untuk bermain bersama. Dalam budaya Jawa, hal ini sangatlah
nilai keserasian hidup. Intuisi untuk sosial ada dan diadakan untuk
• Tanggung jawab :
berdiri di tengah dan bertanggung jawab untuk menunjuk salah satu teman
tersebut. Pemimpin adalah orang yang harus berbuat adil dan tidak
lain. Dalam permainan ini, orang yang berdiri ditengah menjadi penentu
bagi siapa yang akan dia tunjuk untuk menggantikannya, dan dia harus
adil karena ia harus memilih orang yang paling tidak belum mendapat
giliran bermain.
• Toleransi :
Tercermin dari cara bermain ketika anggota sepermainan harus rela dan
Dengan rasa toleransi yang tinggi, diharapkan tidak akan ada pertentangan
Locici
Indonesia. ‘locici’ dapat diartikan ‘orang cina’ (cici : sebutan untuk orang
cina, terutama wanita) dan ‘lolobah’ dapat diartikan (bah : sebutan untuk
Belanda.
tembang yang ada di Jawa, tembang cenderung dibuat dengan nada dan
Hal ini pula yang menjadi cerminan dari budaya Jawa yang
yang berupa ‘tatanan sosial yang terorganisir secara rapi dan dalam
bergandengan, bersama memulai lagu, lantas berputar pada jalurnya, setelah lagu habis:
‘seger’, berputarnya sesuai dengan ketukan lagu dan bersama-sama dengan penuh
seksama. Demikian berulang-ulang sampai longgar, dan anak-anak telah merasa letih dan
bosan.
• Kebersamaan :
anak untuk bermain bersama. Dalam budaya Jawa, hal ini sangatlah
mencolok. Masyarakat Jawa cenderung mengutamakan kebersamaan
nilai keserasian hidup. Intuisi untuk sosial ada dan diadakan untuk
• Gotong royong :
pemainnya merasa bosan dan capek. Hal ini dapat dimaknai sebagai pesan
miring ke kiri. Bersama lagu sampai lambang ‘bonyok-nyok’ lalu ganti tangannya
yang kanan diletakkan di pinggang dan badannya condong ke kanan, setelah lagu
• Kebersamaan :
anak untuk bermain bersama. Dalam budaya Jawa, hal ini sangatlah
nilai keserasian hidup. Intuisi untuk sosial ada dan diadakan untuk
• Keselarasan :
Hal ini tidak hanya ditemukan dalam permainan tembang ini saja,
karena di Jawa, keselarasan juga dsering dipakai dalam seni gerak lain
beberapa orang dengan gerakan yang sama dan selaras untuk menciptakan
kesan harmonis.
mentul ngisor jengkol duwur pete, tapi ye larak-larak, kembenne bangun tulak ngenggo
Arti linear Kebo brintik aselambobima, setan bima penghuni pohon jambe, yang
berjalan menggunakan tongkat dan berkalung jengkol di atas dan pete di bawah, serta
jalannya diseret-seret, menggunakan ‘kemben’ berwarna hitam putih yang diikat dengan
, menggunakan banyak alat untuk melindungi dirinya sendiri dan untuk menakuti orang
lain. Namun ketika ia berbuat jahat maka anak-anaknya juga ikut menanggung malu.
• Dari interpretasi diatas, dapat katakana bahwa tembang ini adalah penggambaran
dari kepercayaan masyarakat Jawa tentang penurunan sifat dan perilaku dari
orang tua kepada anak-anaknya. Dan tidak hanya sebatas itu, baik-buruk dalam
• Dalam masyarakat Jawa, seseorang yang dianggap buruk, baik dalam tingkah laku
atau watak nya, dianggap sebagai benih dari keburukan yang akan melahirkan
banyak keburukan lain. Misalnya anak seorang wanita penghibur, akan selamanya
membawa ‘titel’ orang tuanya, bahkan penilaian pada anak keturunan tersebut
akan tetap dinilai buruk bila orang tua/ salah satu orang diatas garis keturunannya
• Selain itu, hal ini juga terkait dengan penetapan status dan penilaian terhadap
seseorang yang berada pada tingkat ‘bibit’. Dimana dalam masyarakat Jawa,
diutamakan adanya keturunan daro orang-orang yang dianggap baik dan mulia.
Dan seperti yang dibahas sebelumnya, bila ada sejarah buruk dari silsilah
keturunan tersebut, maka cap buruk akan terus dibawah oleh anak-cucu mereka,
5.1 Simpulan
Selanjutnya, setelah prosesn interpretasi, pada akhirnya peneliti menemukan
suatu benang merah diantara tembang tembang berjudul ‘obang-obing’, ‘locici’, ‘ris-
irisan pandhan’, ‘jamur-jamur cepaki’, dan ‘kebo brintik’. Dan dapat disimpulkan secara
umum, bahwa hasil interpretasi dari semua tembang tersebut mengarah pada aspek
cerminan pandangan, falsafah hidup, dan nilai moral yang dibangun dalam masyarakat
Jawa. Kesimpulan itu dibuktikan dengan diperolehnya suatu hasil interpretasi dari
beberapa tembang yang dapat dilihat dari segi-segi yang telah disebutkan diatas.
Diantaranya dapat dicontohkan adanya interpretasi moral/ nilai kebersamaan dalam
tembang berjudul ‘obang-obing’, ‘ris-irisan pandhan’, dan ‘jamur-jamur cepaki’. Selain
itu, terdapat pula interpretasi ‘keselarasan’ yang dapat dilihat dalam tembang-tembang
tersebut. dan secara tersendiri, disebutkan pula aspek lain seperti pemaknaan akan
sesuatu yang dapat dilihat dari tembang ‘Kebo Brintik’yang menggambarkan tentang
penurunan sifat dalam silsilah keturunan. Dan tidak lupa, disebutkan pula ciri khas
masyarakat Jawa yang juga seringkali menyebutkan golongan etnis seseorang, yang
secara singkat digambarkan dalam tembang ‘Locici’.
5.2 Saran
5.2.1 Saran kepada Pemerintah
Kepada pemerintah diharapkan mampu memberikan banyak dukungan
baik secara moril maupun materil dalam upaya melestarikan budaya bangsa
(salah satunya tembang dolanan). Sebagai sebuah kewajiban kita bersama
untuk melestarikan kebudayaan ini, dalam hal ini pemerintah diharapkan bisa
menjadi fasilitator dan masyarakat sebagai pelaksananya.
5.2.2 Saran kepada Pengajar Filologi
Kepada pengajar Filologi diharapkan dapat terus berperan aktif dalam
melestarikan tembang-tembang dolanan sebagai salah satu budaya bangsa
dengan terus mengabdi kepada bangsa dalam hal ini khususnya mengajarkan
tembang-tembang dolanan. Serta menanamkan nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam tembang-tembang dolanan tersebut kepada siswa dan
mahasiswa.
5.2.3 Saran kepada Peneliti Lain
Kepada peneliti lain diharapkan untuk dapat melakukan penelitian
terhadap tembang-tembang yang ada di Nusantara, baik tembang dolanan
yang telah ada dalam makalah ini ataupun tembang-tembang lain . Dengan
demikian peneliti lain dapat turut berperan aktif dalam melestarikan tembang
sebagai budaya bangsa.
5.2.4 Saran kepada Masyarakat
Sebagai pelaksana, dalam hal ini pelaksana kegiatan pelstarian
kebudayaan khususnya tembang, masyarakat diharapkan untuk ikut berperan
aktif dengan cara mengajarkan tembang-tembang dolanan kepada anak-anak,
sehingga dengan demikian tembang dolanan akan tetap terpelihara dari
generasi ke generasi.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Balai Bahasa Yogyakarta, Tim Penyusun. 2001. Kamus Basa Jawa (Bausastra Jawa).
Yogyakarta: Kanisiua.
Haryanti, Eka Putri. 2008. Makna Simbolik dan Fungsi Sajen dalam Selamatan
Pendirian Rumah bagi masyarakat Jawa di kecamatan Pakem, (Online),
(http://krp2.krpdiy.org, diakses 23 April 2009).
Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori , Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Moeliono, Anton M. 1983. Pengantar Teori Filologi. Jakarta Timur: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa.
Putra, Jefry Sanjaya. 2007. Konsep dan Teori Sistem, Tanda Semiotika, Teks, dan Teori
Kode, (Online), (http://studioarsitektur.com, diakses 6 Mei 2009)
Sofianti. 2004. Falsafah Tembang Jawa dan Erosi Budaya Traditional, (Online),
(http://sofianti.multiply.com, diakses 27 April 2009).
Sumaryono, E. 1999. Hermeneutik (Sebuah Metode Filsafat). Yogyakarta: Kanisius.
Taufiqoh, Romi. 2008. Makna Simbolik dan Fungsi Sajen Pendirian Rumah Bagi
Masyarakat Jawa, (Online), (http://krp2.krpdiy.org, diakses 27 April 2009)
Tim Penulis, Sena Wangi. 1999. Ensiklopedi Wayang Indonesia. Jakarta; Sena Wangi.
Wibono, J.Calar. 2005. Inovasi dan Apresiasi Tari Teknologi Informasi dan Pementasan
Ketoprak, (Online), (http://www.orientalscholar.com, diakses 26 April 2009)
Wikipedia. 2009. Naskah, (Online), (http://id.wikipedia.org, diakses 9 Mei 2009)
.............. 2007. Lagu Dolanan, (Online), (http://njowo.wikia.com, diakses 26 April
2009).
Lampiran
1. Lagu obang-obing
Trakskrip
Lagu obang-obing
Keterangan
a dumugi i upami lare sami ngadheg, i ingkang dados wonten ing
tengah. Abcdef sami kapeng ngepang i kaliyan gegandengan, lajeng sami
mubel lagu sarta i mubeng, saben-saben dhawah ing dhong-dhing, nudingi
dhateng lare-lare. Sareg lagu telas dawah ing dhog : manjur, tudingipun i
dawuh sinten nggih punika ingkang gantos dados, mekaten salajengipun
awongsal-wangsul ngantos jeleh, menggalih kabehipun lare saparinipun
Translite
A sampai I diibaratkan sama-sama sedang berdiri, I yang jadi atau berjaga
di tengah. A,B,C,D,E,F,dan G. Mereka sama-sama memutari I bersama-
sama saling bergandengan tangan, lalu menyanyikan lagu sambil berputar.
Tiap-tiap jatuh di ’dhong-dhing’ atau ketukan lagu. I menunjuk kepada
anak-anak yang lain. Telunjuk I jatuh kepada siapa, maka dialah yang
menggantikan jadi atau berjaga. Demikian selanjutnya berulang-ulang
sampai bosan hati seluruh
2. Lagu Locici
Trasnkrip
Lagu Locici
Keterangan
Punika namung lagu kemawon
Transkrip
Keterangan
A dumugi D upami lare sami ngadeg kupeng agagandengan, sareng wiwit
lagu, lajeng mubeng ana ing lanah , satelasipun lagu : seger, inngenipun
mubeng kendel sarta sami anydhik, mekaten awongsal-wangsul ngantos
sela, menggah kathahipun lare saparinipun.
Translite
A sampai D diibaratkan anak-anak sama-sama berdiri melingkar dan
bergandengan, bersama memulai lagu, lantas berputar pada jalurnya,
setelah lagu habis: segar, berputarnya sesuai dengan ketukan lagu dan
bersama-sama dengan penuh seksama. Demikian berulang-ulang sampai
longgar, dan anak-anak telah merasa letih dan bosan.
Transkrip
Keterangan
Translite
Transkrip
Keterangan
Punika namung lagu ke