Professional Documents
Culture Documents
Situmorang, Apt, M,Sc,PH / Ketua DJSN Disampaikan pada Forum Seminar POSITIONING Aoteker dalam menjamin Cost-effectiveness di era SJSN di Hotel Bidakara Jakarta , 4 April 2013, IA Farmasi ITB
SJSN DAN BPJS : Reformasi Jaminan Sosial , dan regulasi sediaan farmasi Positioning Apoteker sebagai Tenaga Kesehatan di Indonesia Pengelolaan Faskes oleh Apoteker pada PPK I, PPK II, dan PPK III dan Pembiayaan Faskes Hubungan Faskes dengan BPJS Kesehatan dalam penyelenggaraan SJSN Mekanisme hubungan kerja Apoteker dengan BPJS Kesehatan dalam penyelenggaraan SJSN Kesimpulan dan saran
TATA CARA
SJSN
PENYELENGGARAAN
PROGRAM JAMSOS
OLEH
BPJS
3
AZAS SJSN
RAKYAT INDONESIA
Kehatihatian Keterbuka an
AKUNTABILIT AS
PORTABILITA S
PRINSIP
PESERTA WAJIB
SJSN
Nirlaba
DANA AMANAT
Gotong Royong
UU SJSN
DJSN
BPJS
Dibawah Presiden
6
UU SJSN, PASAL 22
Manfaat pelayanan kesehatan : Perorangan Komprehensif Promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif Obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan Sediaan farmasi harus ada disetiap PPK, sesuai dengan kebutuhan medis
Pasal 25 Daftar dan harga tertinggi obat obat-an dan bahan medis habis pakai yang di jamin BPJS, ditetapkan dengan peraturan perundangundangan
Sistem rujukan
Private Goods
Jaminan Kesehatan (UKP)
257,5 juta peserta (semua penduduk) dikelola BPJS Keesehatan Tingkat Kepuasan Peserta 85%
75% 100% 75% 100% 50% 70% 100% 40% 60% 80%
100%
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
Sinkronisasi Data Kepesertaan: JPK Jamsostek, Jamkesmas dan Askes PNS/Sosial -- NIK
Iuran
B S K
20% 10%
Pengukuran kepuasan peserta berkala, tiap 6 bulan Kajian perbaikan manfaat dan pelayanan peserta tiap tahun
BPJS Kesehatan 2014 PBI (data lengkap name - alamat) PBI (tidak ada data nama - alamat) PNS dan Keluarga TNI Polri Aktif dan keluarga Jamsostek & Keluarga Jumlah Non BPJS Kesehatan jamkesda asuransi perusahaan private insurance Jumlah Penduduk memiliki Jamkes Penduduk belum memiliki Jamkes Jumlah Penduduk 2014
Jumlah Peserta 96.400.000 2.500.000 17.163.208 2.200.000 6.075.200 124.338.408 31.866.390 15.351.532 2.856.539 50.074.461 174.412.869 70.608.831 245.021.700
% 39,34% 1,02% 7,00% 0,90% 2,48% 50,75% 0,00% 13,01% 6,27% 1,17% 20,44% 71,18% 28,82% 100,00%
Apoteker adalah tenaga kesehatan tetapi bukan katagori jenis tenaga medis Tenaga medis adalah dokter dan dokter gigi Apoteker masuk dalam jenis tenaga kefarmasian ( bersama analisis farmasis dan asisten apoteker) Dalam UU Kesehatan (36/2009), disebutkan bahwa penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengendalian, pengobatan, dan/atau perawatan Ilmu yang digunakan adalah ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan. Artinya dokter dan perawat berinteraksi langsung dengan pasien dalam rangka penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
Kalau begitu Apa peran Apoteker, dalam rangka penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan pasien ? Hal ini dijelaskan pada pasal 108 UU Kesehatan (36/2009), bahwa untuk penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan pasien, diperlukan obat / sediaan farmasi. Tugas Apoteker adalah melakukan praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan, termasuk pengendalian untuk sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan penyimpanan dan pendistribusian, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Hal ini berarti Apoteker tidak berhubungan langsung dengan pasien terkait dalam proses penyembuhan penyakitnya. Sehingga Apoteker tidak berhak mendapatkan Jasa Medis yang dilakukan tenaga medis (dokter) dan perawat
Lingkup tugas Apoteker sesuai pasal 108 (UU 36/2009), dapat dilihat pada Permenkes Nomor 695/2007, tentang masa bakti dan izin kerja apoteker, disebutkan dapat dilakukan pada sarana :
Sarana kesehatan milik BUMN/BUMD Industri farmasi / pabrik obat Industri kosmetika Industri makanan dan minuman Pedagang besar farmasi Rumah sakit Apotik Apotik rakyat
Pekerjaan kefarmasian oleh apoteker hanya dapat dilakukan pada sarana segaimana tersebut dalam Permenkes 695/2007
Intinya dokter mendapat jasa dari pelayanan medis, apoteker mendapat jasa dari penyediaan obat dan segala sesuatu yang terkait dengan pengelolaan obat
Pengelolaan Faskes oleh Apoteker pada PPK I,II dan III dan Pembiayaan Faskes
Syaratnya : a. Ada izin dari pemerintah b. Membuat perjanjian kerjasama dengan BPJS Kesehatan
Rumah sakit Dokter praktek Klinik Laboratorium Apotik Dan faskes lainnya (tidak disebutkan)
Pengertian Fasilitas pelayanan kesehatan tidak ada dalam UU SJSN, tetapi dicantumkan dalam UU Kesehatan (36/2009), yaitu suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. UU SJSN, Fasilitas pelayanan kesehatan (faskes), dilakukan oleh Pemerintah dan swasta ( Pemerintah maksudnya Pemerintah Pusat dan Daerah, swasta adalah masyarakat)
Dalam kaitan Faskes, Apoteker dicantumkan sarana tempat pengabdian profesinya adalah pada Apotek, rumah sakit dan klinik ( karena syarat rumah sakit dan Klinik harus ada unit/instalasi farmasi yang penanggung jawabnya Apoteker). Praktek dokter (perorangan maupun tim), pada PPK I merupakan Faskes, sedangkan Apoteker harus bagian dan berada pada Sarana Faskes tertentu.
Pembiayaan Faskes tentu berkaitan erat dengan besarnya iuran ( pemusatan resiko dan pemusatan biaya). Diketahui dahulu apa saja manfaat yang diberikan, baru dapat dihitung besarnya iuran dengan mengunakan ukuran keekonomian yang proporsional. Manfaat yang diberikan adalah pelayanan kesehatan yang komprehensif dengan indikasi medis. Perkembangan terakhir, iuran PBI yang dapat diberikan Pemerintah untuk orang miskin dan tidak mampu adalah Rp.15.500.perorang/bulan untuk semua tingkatan PPK.
Jumlah orang miskin dantidak mampu yang dibayarkan iurannya oleh Pemerintah adalah 86,4 juta jiwa ( total dana Rp. 16 trliun) Bandingkan dengan Jamkesmas Rp. 6.500.perorang/bulan, usulan DJSN Rp. 27.000.perorang/bulan, dan usulan Kemenkes Rp. 22.200. perorang perbulan Untuk PPK I, pembayaran dengan pola Kapitasi dan cara lain sesuai dengan kebutuhan (Perpres 12/2013). Untuk Kapitasi sebesar Rp. 6.000 , (untuk Jasa Medis, obat, dan lab. Sederhana). Untuk PPK II, dan III dilakukan CaseMix system ( Ina CBGs), bersifat Prospective Payment (Pembayaran tenaga medis dengan remunerasi).
Pertanyaannya :
Dengan struktur biaya seperti itu, bagaiamana Jasa Apoteker? Jika sistem Kapitasi pada PPK I, Apoteker dapat apa? Pada sistem INA CBGs, Apoteker dapat apa? Berapa persen komponen obat pada pos biaya PPK I, II dan III? Apakah dari komponen obat itu, disitulah diperhitungkan jasa profesi Apoteker? Siapa yang melakukan penghitungan jasa profesi tersebut ?, apakah IAI, atau GP Farmasi atau kompromi keduanya, atau perlu melibatkan BPJS Kesehatan?
BPJS Kes
Hal
Tidak membedakan faskes pemerintah dan swasta Dlm Perpres JK Nomor 12/2013, faskes Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersifat wajib ikut BPJS Kes (PKM dan RS Pusat dan Daerah)
penting:
Pelayanan kesehatan bersifat rujukan berjenjang (istilah lain disebut : primer, sekunder, dan tertier)
PPK I :
Adm. Pelayanan Pel. Promotive dan Preventif Pemeriksaan, Pengobatan, dan Konsultasi Medis Tindakan medis non spesialistik, operatif dan non operatif Pelayanan obat dan bahan habis pakai ( juga sama pada PPK II, dan III) Transfusi darah , untuk kebutuhan medis Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi
PPK I : Kapitasi dan cara lain sesuai dengan kebutuhan/keadan tertentu PPK II dan III : prospective payment (INA CBGs) Waktu pembayaran dari BPJS Kes, ke Faskes paling lambat dalam jangka waktu 15 hari Pelayanan emergency bagi Faskes yang tidak kerja sama, di bayar BPJS Kes. Sesuai tarif yang berlaku Tidak ada alasan menolak pasien emergency
Mekanisme hubungan kerja Apoteker dengan BPJS Kesehatan dalam penyelenggaraan SJSN
BPJS Kesehatan, tidak melakukan perjanjian kerja sama dengan individu tenaga kesehatan (dokter, apoteker dan lainnya ) BPJS melakukan kerjasama dengan institusi yang disebut dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang berhimpun dalam asosiasi, yang disebut dengan asosiasi fasiltas kesehatan. Asosiasi faskes yang mana yang akan bekerjasama dengan BPJS Kes. Ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Apoteker punya sarana profesi yaitu Apotek, asosiasinya yang mana?, apakah IAI atau GP Farmasi atau perlu dibentuk Assosiasi Apotik Indonesia (ASAPINDO) ? Dibawah binaan IAI dan GP Farmasi. BPJS Kesehatan berkepentingan dengan ASAPINDO ini, karena terkait harga obat (kendali biaya, dan kendali mutu), serta ketersediaan obat pada PPK I.
Untuk PPK II dan PPK III, instalasi farmasi sudah bagian dari rumah sakit, dan rumah sakit sudah ada asosiasi rumah sakit yaitu PERSI, dan didalamnya telah bergabung sekitar 12 asosiasi rumah sakit.. Jadi sudah punya wadah tunggal untuk bernegosiasi dengan BPJS Kesehatan. Negosiasi BPJS Kes. Dengan asosiasi farmasi penting sekali, karena beberapa hal :
obat merupakan komponen terbesar dalam pelayanan kesehatan (30 s/d 40%) Jaringan distribusi yang belum merata di seluruh kab/kota Penggunaan obat yang rasional, efektif (kendali biaya dan kendali mutu)
Profesi Apoteker merupakan tenaga kesehatan, yang tidak masuk dalam katagori tenaga medis Jasa profesi Apoteker yang bekerja di Apotik dan Klinik, tidak dapat dikaitkan langsung dalam hitungan kapitasi pada PPK I. Tetapi terkait dengan komponen biaya obat yang dikeluarkan dalam pembayaran kapitasi tersebut. Pada PPK II, dan III, jasa profesi Apoteker dihitung dalam paket INA CBGs, secara proporsional dan profesional. Pengaturannnya dilakukan oleh manajemen Ruamah Sakit. ( masuk dalam hitungan Casemix)
Saran : Untuk bernegosiasi dengan BPJS Kesehatan, perlu dibentuk Assosiasi Apotik Indonesia sebagai Asosiasi faskes PPK I, sebagaimana diamanatkan dalam UU SJSN Asosiasi Apotik Indonesia (ASAPINDO ?), dibentuk kerjsama IAI dengan GP Farmasi. DJSN akan mendukung upaya pembentukan Asosiasi dimaksud