You are on page 1of 3

Tokoh-Tokoh Teori Belajar Kognitif 1.

Jean Piaget Menurut Jean Piaget, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu : a. Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian)informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan,jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian,

maka prosespengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa), dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) itu yang disebut asimilasi.

b.

Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika siswa diberi soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik itu yang disebut akomodasi. Equilibrasi (penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang memerlukan proses penyeimbangan antara dunia dalam dan dunia luar. Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensori motorik tentu lain dengan yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional) danlain lagi yang dialami siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi (operasional kongrit dan operasional formal). Jadi, secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang, semakin teratur(dan juga semakin abstrak) cara berfikirnya. Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

c.

2. David Ausubel Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika pengatur kemajuan (belajar) didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasiumum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. David Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel menggunakan istilah pengatur lanjut (advance organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna. Selanjutnya dikatakan bahwa pengatur lanjut itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik di pihak lain. Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa.. Ausubel tidak setuju dengan pendapat

1) 2) 3) 4)

bahwa kegiatan belajar penemuan lebih bermakna dari pada kegiatan belajar. Dengan ceramahpun asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistimatis akan diperoleh hasil belajar yang baik pula. Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe belajar, yaitu: Belajar dengan penemuan yang bermakna. Belajar dengan ceramah yang bermakna. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna. Belajar dengan ceramah yang tidak bermakna. Dia berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna, karena belajar dengan menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih berhasil jika materi yang dipelajari bermakna.

3. Jerome Bruner Menurut Bruner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa carayang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar. Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari tahapan mengingat, dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari. Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahapinformasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak. Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan . Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada empat tema pendidikan yaitu: 1) Mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. 2) Kesiapan (readiness) siswa untuk belajar. 3) Nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi. 4) Motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan carauntuk memotivasinya. Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan manapun. Bruner beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat mengatasi permasalahannya, asalkan dalam kurikulum berisi tema-tema hidup, yang dikonseptualisasikan untuk menjawab tiga pertanyaan. Berdasarkan uraian di atas, teori belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa, dalam proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat siswa.

4. Mex Wertheimenr Psikologi mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt. Peletak dasar pisiologi Gestalt adalah Mex Wertheimenr tahun1880-1943 yang meneliti tentang pengamatan dalam problem solving. Dari pengamatannya ia sangat menyesalkan penggunaan metode menghafal disekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis (dalam Riyanto,2002). Gestalt dalam bahasa Jerman, berarti Whole Configuration atau bentuk yang utuh, pola, kesatuan, dan keseluruhan lebih dari bagian-bagian. Dalam belajar, siswa harus mampu menangkap makna dari hubungan antara bagian yang satu dengan bagian Yanng lainnya. Pemaknaan makna dari hubungan inilah yang disebut memahami, mengerti atau insight. Menurut pandangan Gestalt, semua kegiatan belajar menggunakan insight atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan. Suatu konsepyang terpenting dalam teori Gestalt adalah tentang pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antara bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt guru tidak memberikan potonganpotongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh.Guru memberikan suatu kesatuan situasi atau bahan yang mengandung persoalanpersoalan, dimana anak harus berusaha menemukan hubungan antar bagian. Menurut teori Gestalt ini pengamatan manusia pada awalnya bersifat global terhadap objek-objek yang dilihat, karena itu belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian berproses kepada bagian-bagian. Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra seperti mata dan telinga. 5. Kohler Teori yang disampaikan oleh Kohler berdasarkan pada penelitiannya pada seekor monyetnya dipulau Cannary yang dikembangkan dari teori Gestalt. Kohler menyatakan bahwa belajar adalah serta mencapainya, hasil adalahproses yang didasarkan ada insight . 6. Kurt Lewin Kurt Lewin, mengembangkan suatu teori belajar Conitive-Field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan pisikologi sosial. Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Lewin berpendapat bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan baik yang berasal dari individu seperti tujuan, kebutuhan tekanan kejiwaan maupun yang berasal dari luar individu seperti tantangan dan permasalahan

You might also like