You are on page 1of 9

106/61 mmHg, pasien diberikan efedrin 1 ml. Nadi relatif stabil dengan kisaran 80-100 x/menit.

Begitu juga dengan saturasi O 2 antara 98-99 %. 5 menit sebelum operasi berakhir, pasien diberikan injeksi Ketoralac 30 mg IX. Resusitasi cairan : RL Operasi berjalan selama 30 menit Operasi berakhir pukul 10.20 WIB Pasien dipindalhkan ke ruang recovery, dipantau tekanan darah, nadi dan saturasi 02 (TD = 100/72 mmHg, nadi = 76x/menit, saturasi OZ 99%) Pasien dipindahkan ke bangsal TINJAUAN PUSTAKA A. Anestesi Regional Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara, dengan hambat impuls syaraf sensorik. Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian/seluruhnya. Berat.jenis LCS pada suhu 370C adalah 1,003-1,008. Anestesi lokal dengan berat jenis sama dengan LCS disebut isobaric Anestetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari LCS disebut hiperbarik. Anestetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari LCS disebut hipobarik. Anestetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anestetik lokal dengan dekstrosa. Obat-obat anestesi lokal yang digunakan pada pembedahan harus memenuhi syarat-syarat yaitu blockade sensorik dan motorik yang adekuat, mulai kerja yang cepat, tidak neurotoksik dan pemulihan blockade motorik yang cepat pascaoperasi sehingga mobilisasi lebih cepat dapat dilakukan dan resiko toksisitas sistemik yang rendah. Obat anestetik yang sering digunakan adalah lidokain 5% dalam dekstrosa 7,5% bersifat hiperbarik dengan berat jenis 1,003, dosisnya 20-50 mg (1-2m1). Selain lidokain juga sering digunakan, bupivakain adalah anestesi lokal golongan amino amida yang telah lama dan banyak digunakan untuk anestesi regional. Konsentrasi bupivakain 0,5% hiperbarik adalah obat anestesi lokal yang banyak digunakan untuk anestesi spinal. Bupivakain dapat menyebabkan toksisitas sistemik karena kecelakaan

D. Post operasi

penyuntikan intravena anestetika lokal atau absorbsi sistemik dari rongga epidural pada teknik anestesi epidural. Manifestasi yang pertama kali muncul adalah toksisitas terhadap sistem saraf pusat seperti kejang tonik klonik. Sedangkan kejadian kardiotoksisitas membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi didalam plasma, yaitu 4-7 kali dosis yang dapat menyebabkan kejang tonik klonik. Berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan memperpanjang durasi anestesi spinal. Salah satunya dengan menambahkan obat-obat adjuvan pada anestesi lokal. Adjuvant intratekal seperti opioid, ketamin, klonidin dan neostigmin sering ditambahkan untuk memperpanjang durasi dari anestesi spinal. Penambahan opioid memperpanjang lama kerja anestesi spinal tanpa menunda pulih kembali, dan klonidin meningkatkan kualitas analgesia dan mengurangi kebutuhan obat analgesik postoperasi. Walaupun demikian, penggunaannya masih terbatas karena dijumpainya berbagai efek samping, yang terpenting diantaranya yaitu pruritu, retensio urin, depresi pernapasan, gangguan hemodinamik, nistagmus, nausea dan vomitus. 1. Klasifikasi Regional Anestesi Infiltrasi lokal : Injeksi obat anestesi lokal langsung ke tempat lesi Neroaxial Block : Spinal dan Epidural Field Block : Membentuk dinding analegesi di sekitar lapangan operasi Surface Analgesia : Obat dioleskan atau disemprotkan (EMLA, Chlor ethyl) Intravenous Regional Anesthesia : Injeksi obat anestesi lokal intravena ke ekstremitas atas / bawah lalu dilakukan isolasi bagian tersebut dengan torniquet (BIER BLOCK) 2. Anestesi Spinal Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/ subaraknoid juga disebut sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.

Tempat penusukan : L2-3 atau L3-4 3. Ketinggian dermatom anestesi regional sesuai pembedahan Tungakai bawah : thorax 12 Pelvis : thorax 10 Uterus-vagina : thorax 10 Prostat : thorax 10 Hernia : thorax 4 Intarabdomen: thorax 4 Tempat penyuntikan Volume obat anestesi Kecepatan injeksi Barbotase (penarikan jarum spinal) Bedah ekstremitas bawah Bedah panggul Bedah obstetric-ginekologi Bedah urologi Bedah abdomen bawah Alergi terhadap obat anestesi Pasien menolak Infeksi pada tempat suntikan Hipovolemia berat, syok Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan Tekanan intrakranial meningkat Infeksi sistemik Kelainan neurologis Kelainan psikis Bedah lama

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya dermatom

5. Indikasi anestesi spinal

6. Kontra indikasi anestesi spinal

Penyakit jantung Nyeri punggung kronik

7. Efek Neuroaxial Block a. Komplikasi kardiovaskular Insiden terjadi hipotensi akibat anestesi spinal adalah 10-40%. Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis yang menyebabkan terjadi penurunan tekanan arteriola sistemik dan vena, makin tinggi blok makin berat hipotensi. Cardiac output akan berkurang akibat dari penurunan venous return. Hipotensi yang signifikan harus diobati dengan pemberian cairan intravena yang sesuai dan penggunaan obat vasoaktif seperti efedrin atau fenilefedrin. Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infus cairan kristaloid (NaC1, Ringer laktat) secara cepat sebanyak 10-15m1/kgbb dalam 10 menit segera setelah penyuntikan anestesi spinal. Bila dengan cairan infuse cepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin intravena sebanyak 19mg diulang setiap 3-4 menit sampai mencapai tekanan darah yang dikehendaki. Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena blok simpatis, dapat diatasi dengan sulfas atropine 1/8-1/4 mg IV. b. Komplikasi respirasi Hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dapat terjadi respiratory arrest. Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenicus sehingga mengganggu gerakan diafragma dan otot perut yang dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi. . c. Komplikasi gastrointestinal Nausea dan vomitus karena hipotensi, hipoksia, aktvitas parasimpatis yang berlebihan, penggunaan obat narkotik, serta komplikasi jangka panjang berupa pusing pasca pungsi lumbal merupakan ciri khas dan terasa lebih berat pada perubahan posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24-48 jam pasca pungsi lumbal, dengan intensitas yang bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan pada kehamilan meningkat. d. PDPH (Post Dural Pungcture Headache)

Disebabkan adanya kebocoran cairan serebrospinal (LCS) akibat tindakan penusukan jaringan spinal yang menyebabkan penurunan tekanan LCS. Kondisi ini akan menyebabkan tarikan pada struktur intrakranial yang sangat peka terhadap nyeri yaitu pembuluh darah, saraf, falk serebri dan meninges, dimana nyeri akan timbul setelah kehilangan LCS sekitar 20m1. PPDH ditandai dengan nyeri kepala yang berdenyut biasanya muncul di area oksipital dan menjalar ke retro orbital, dan sering disertai dengan tanda meningismus, diplopia, mual, muntah dan penurunan tekanan darah. Pencegahan dan penanganan: hidrasi dengan cairan yang adekuat, gunakan jarum sekecil mungkin, hindari penusukan jarum yang berulangulang, tusukan jarum dengan bevel sejajar serabut longitudinal durameter, mobilisasi seawal mungkin, dan gunakan pendekatan paramedian. e. Transient Radicular iritation (transient neurologic symptom) Kondisi ini ditandai dengan nyeri pada kedua tungkai yang menjalar dari tulang belakang, disertai parestesi atau kesemutan yang dapat berlangsung hingga 24- 48 jam postanestesi. Hat ini banyak dihubungkan dengan penggunaan injeksi lidokain 5% hiperbarik dosis tinggi pada subarachnoid yang memberi efek neurotoksik. f. Sindrom cauda equina Terjadi ketika cauda equina terluka atau tertekan. Penyebab utamanya adalah trauma dan toksisitas. Tanda-tanda meliputi disfungsi otonomis, perubahan pengosongan kandung kemih dan usus besar, pengeluaran keringat yang abnormal, kontrol temperatur yang tidak normal dan kelemahan motorik. Penggunaan obat- obat lokal anestesi yang tidak neurotoksik terhadap cauda equina merupakan salah satu pencegahan terhadap sindroma tersebut selain menghindari trauma pada cauda equina waktu melakukan penusukan jamm spinal. g. Retentio urine / Disfungsi kandung kemih Blokade sakral menyebabkan atonia vesika urinaria sehingga volume urine di vaesika urinaria menjadi lebih banyak. Blokade simpatik eferen (T5-L1) menyebabkan kenaikan tonus sfingter yang menghasilkan retensi urine. Spinal

anestesi menurunkan 5- 10% filtrasi glomerulus, perubahan ini sangat tampak pada pasien hipovolemi. Retensi post spinal anestesi mungkin secara moderat diperpanjang karena S2 dan S3 berisi serabut-serabut otonomik kecil dan paralisisnya lebih lama daripada serabut-serabut yang lebih besar. Kateter urin harus dipasang bila anestesi atau analgesia dilakukan dalam waktu yang lama. h. Meningitis Munculnya bakteri pada ruang subarachnoid tidak mungkin terjadi jika penaganan klinis dilakukan dengan baik. Meningitis aseptik mungkin berhubungan dengan injeksi iritan kimiawi telah dideskripsikan tetapi jarang terjadi dengan peralatan sekali pakai dan jumlah larutan anestesi murni lokal yang memadai. Pencegahan terhadap meningitis dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat dan obat-obatan yang betul-betul steril, menggunakan jarum spinal sekali pakai dan bila terjadi meningitis dilakukan pengobatan dengan pemberian antibiotika yang spesifik. 8. Bromage skore SKOR 1. 2. 3. 4. 5. KRITERIA Tidak mampu menggerakkan tungkai dan kaki (blokade penuh) Hanya mampu menggerakkan kaki saja Hanya mampu menggerakkan tungkai saja Fleksi penuh tungkai (ada tanda- tanda kelemahan pada pangkal paha dalam posisi supine) Tidak ada tanda-tanda kelemahan pada pangkal paha dalam posisi

supine 6. Mampu menggerakkan tungkai Keterangan: pasien dapat dipindahkan ke bangsal jika skor bromage > 3 B. Farmakologi obat anestesi 1. Lidodex a. Farmakodinamik Lidodek diindikasikan untuk anestesi spinal, sediaan lidodek adalah lidokain 5% dalam dekstrosa 7,5% (Lidodex) bersifat hiperbarik dengan berat jenis 1,003, dosisnya 50-100 mg (1-2m1). Lidokain adalah anestetik lokal lokal yang kuat digunkan secara luas dengan pemberian topical dan suntikan.

Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Lidokain merupakan aminietilamid. Pada larutan 0,5 % toksisitasnya sama, tetapi pada larutan 2 % lebih toksik daripada prokain. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anestesi infiltrasi, sedangkan larutan 1-2% untuk anestesi blok dan topikal. Anestesi ini efektif bila digunakan tanpa vaokonstriktor, tetapi kecepatan absorbsin dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap prokain dan juga epinefrin. Lidokain dapat menimbulkan kantuk pada sediaan berupa larutan 0,5% -5% dengan atau tanpa epinefrin (1:50.000 sampai 1:200.000). b. Farmakokinetik Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan melalui sawar darah otak. Kadarnya dalam plasma fetus mencapai 60% kadar dalam darah ibu. Di dalam hati, lidokain mengalami deakilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda membentuk monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid. Kedua metabolit monoetil glisin xilidid maupun glisin xilidid ternyata masih memiliki efek anestesi lokal. Pada manusia 75% dari xilidid akan disekresi bersama urin dalam bentuk metabolit akhir, 4 hidroksi-2-6 dimetil-anilin. Indikasinya dapat juga digunakan secara suntiakan untuk anestesi infiltrasi, blokade saraf, anestesi epidural maupun anestesi selaput lendir. Dosis dalam obstetric dengan spinal anestesi 50 mg, section caesaria 75mg, pembedahan abdominal dengan spinal anestesi 75-100 mg. 2. Catapres a. Interaksi dengan obat lain Anestesi lokal: klonidin dapat memperpanjang blokade sensori dan motorik anestesi lokal. Analgesik narkotik akan mempotensiasi efek hipotensif klonidin. b. Mekanisme kerja Menstimulasi adrenoreseptor alfa-2 stem otak, sehingga mengaktivasi penghambatan neuron, menghasilkan penurunan aliran simpatetik dari SSP, penurunan resistensi perifer, resistensi vaskuler, resistensi vaskular renal,

denyut jantung dan tekanan darah. Penggunaan klonidin epidural ditujukan untuk mengurangi nyeri dengan mencegah transmisi singnal nyeri. 3. Ketorolac a. Indikasi Keterolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total ketorolac tidak boleh lebih dari lima hari.Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan segera setelah operasi. Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai obat prabedah b. Dosis Dosis awal ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 10-30 mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah. Dosis harian total tidak boleh lebih dari 90 mg. c. Efek samping Efek samping kesaluran cerna berupa diare, dyspepsia, nyeri gastrointestinal, nausea. Efek samping pada susunan saraf pusat berupa sakit kepala, pusing, mengantuk dan berkeringat. 4. Efedrin a. Mekanisme kerja Efedrin bekerja pada reseptor , 1 dan 2. Efek perifer efedrin melalui kerja langsung dan melalui pelepasan NE endogen. b. Efek kardiovaskuler Tekanan sistolik dan diastolik meningkat sehingga tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan darah ini sebagian disebabkan oleh vasokonstriksi, tetapi terutama oleh stimulasi jantung yang meningkatkan kekuatan konstraksi jantung dan curah jantung. IX. DAFTAR PUS'TAKA obstetric karena mempunyai efek menghambat biosintesis prostaglandin atau kontraksi rahim dan sirkulasi fetus.

1. Dobridnjov, L, etc. Clonidine Combined With Small-Dose Bupivacaine During Spinal Anesthesia For Inguinal Herniorrhaphy: A Randomized Double-Blind Study. Anesth Analg 2003;96:1496-1503 2. Hyderally H. Complications of Spinal Anesthesia. The Mountsinai Journal of Medicine. Jan-Mar 2002. 3. Katz J, Aidinis SJ. Complications of Spinal and Epidural Anesthesia. J Bone Joint Surg Am. 2010; 62:1219-1222. 4. Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2009; 107-112. 5. Mansjoer, Arif. dkk. Anestesi spinal. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran edisi III ha1.261-264. 2000. Jakarta. 6. Syarif, Amir. Et al. Kokain dan Anestetik Lokal Sintetik. Dalam: Farmakologi dan Terapi edisi 5 ha1.259-272. 2007. Gaya Baru, Jakarta.

You might also like