You are on page 1of 17

MAKALAH INOVASI DAN SISTEM PENELITIAN PENGEMBANGAN MORAL ANAK PAUD A.

INOVASI PENDIDIKAN ANAK PAUD Pengertian inovasi pendidikan dapat juga diartikan sebagai metode pendidikan yang dianjurkan bagi usia anak usia dini. Metode pendidikan seharusnya merangsang kecerdasan mejemuk anak balita, karena pada usia ini mereka sedang berada di masa keemasan ( golden age). Metode Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) yang diprakarsai oleh Dr. Howard Gardner, guru besar bidang pendidikan di Harvard University ini terdiri dari delapan kecerdasan, yaitu: 1. bahasa atau linguistik 2. logis dan matematis 3. spasial (tilik ruang) 4. kinestetik (jasmani) 5. musikal 6. interpersonal 7. intrapersonal 8. naturalis Delapan kecerdasan di atas juga menunjang makna pendidikan yang diusung oleh Unesco, yang meliputi empat pilar, yaitu belajar untuk mengetahui makna dan manfaat sesuatu bagi kehidupan (learning to know), belajar untuk bisa melakukan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri dan paham terhadap kebutuhan serta jati dirinya (learning to be), dan belajar untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya (learning to live together). Menurut Penjelasan Undang-undang Sistem Pendidikan Republik Indonesia No.20/2003. Pasal 28. Ayat 1: Pendidikan usia dini diselenggarakan bagi anak yang sejak lahir sampai dengan enam tahun dan bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar. Beberapa penyelenggara pendidikan anak usia dini (Taman Kanak-kanak) di Indonesia sudah mulai menerapkan metode Kecerdasan Majemuk sebagai inovasi dalam pendidikan anak usia dini, yang mana setiap keunggulan anak akan lebih diarahkan lagi agar menjadi anak yang berbakat dan mengasah kecerdasan anak yang belum menonjol lainnya sehingga tidak saja pengetahuan yang didapat melainkan keterampilan hidup sebagai bekal di masa depannya. TKI Aviciena adalah salah satu penyelenggara pendidikan anak usia dini di Tangerang yang menggunakan metode Kecerdasan Majemuk dibarengi dengan suasana sekolah yang nyaman (homy).

B. PENDEKATAN PENGEMBANGAN MORAL BAGI ANAK TAMAN KANAK KANAK a. Pola Orientasi Moral Anak Taman Kanak-kanak Pada usia Taman Kanak-kanak anak telah memiliki pola moral yang harus dilihat dan dipelajari dalam rangka pengembangan moralitasnya. Orientasi moral diidentifikasikan dengan moral position atau ketetapan hati, yaitu sesuatu yang dimiliki seseorang terhadap suatu nilai moral yang didasari oleh cognitive motivation aspects dan affective motivation aspects. Menurut John Dewey tahapan perkembangan moral seseorang akan melewati 3 fase, yaitu premoral, conventional dan autonomous. Anak Taman Kanak-kanak secara teori berada pada fase pertama dan kedua. Oleh sebab itu, guru diharapkan memperhatikan kedua karakteristik tahapan perkembangan moral tersebut. Sedangkan menurut Piaget, seorang manusia dalam perkembangan moralnya melalui tahapan heteronomous dan autonomous. Seorang guru Taman Kanak-kanak harus memperhatikan tahapan hetero-nomous karena pada tahapan ini anak masih sangat labil, mudah terbawa arus, dan mudah terpengaruh. Mereka sangat membutuhkan bimbingan, proses latihan, serta pembiasaan yang terus-menerus. Moralitas anak Taman Kanak-kanak dan perkembangannya dalam tatanan kehidupan dunia mereka dapat dilihat dari sikap dan cara berhubungan dengan orang lain (sosialisasi), cara berpakaian dan berpenampilan, serta sikap dan kebiasaan makan. Demikian pula, sikap dan perilaku anak dapat memperlancar hubungannya dengan orang lain. Penanaman moral kepada anak usia Taman Kanak-kanak dapat dilakukan dengan berbagai cara dan lebih disarankan untuk menggunakan pendekatan yang bersifat individual, persuasif, demokratis, keteladanan, informal, dan agamis. Beberapa program yang dapat diterapkan di Taman Kanak-kanak dalam rangka menanamkan dan mengembangkan perilaku moral anak di antaranya dengan bercerita, bermain peran, bernyanyi, mengucapkan sajak, dan program pembiasaan lainnya. b. Pengembangan Kemampuan Kepribadian/Moral bagi Anak Taman Kanak-kanak Perkembangan moral dan etika pada diri anak Taman Kanak-kanak dapat diarahkan pada pengenalan kehidupan pribadi anak dalam kaitannya dengan orang lain. Misalnya, mengenalkan dan menghargai perbedaan di lingkungan tempat anak hidup, mengenalkan peran gender dengan orang lain, serta mengembangkan kesadaran anak akan hak dan tanggung jawabnya. Puncak yang diharapkan dari tujuan pengembangan moral anak Taman Kanak-kanak adalah adanya keterampilan afektif anak itu sendiri, yaitu keterampilan utama untuk merespon orang lain dan pengalaman-pengalaman barunya, serta memunculkan perbedaan-perbedaan dalam kehidupan teman disekitarnya. Hal yang bersifat substansial tentang pengembangan moral anak usia Taman Kanak-kanak di antaranya adalah pembentukan karakter, kepribadian, dan perkembangan sosialnya. Guru Taman Kanak-kanak harus menguasai strategi pengembangan emosional, sosial, moral dan agama bagi anak Taman Kanak-kanak. Guru Taman Kanak-kanak perlu untuk senantiasa mengadakan penelitian tentang pengembangan dan inovasi dalam bidang pendidikan bagi anak usia dini.

C. TAHAP PERKEMBANGAN MORAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK a. Tahapan Perkembangan Moral Anak Taman Kanak-kanak Ruang lingkup tahapan/pola perkembangan moral anak di antaranya adalah tahapan kejiwaan manusia dalam menginternalisasikan nilai moral kepada dirinya sendiri, mempersonalisasikan dan mengembangkannya dalam pembentukan pribadi yang mempunyai prinsip, serta dalam mematuhi, melaksanakan/ menentukan pilihan, menyikapi/menilai, atau melakukan tindakan nilai moral Menurut Piaget anak berpikir tentang moralitas dalam 2 cara/tahap, yaitu cara heteronomous (usia 4-7 tahun ), di mana anak menganggap keadilan dan aturan sebagai sifat-sifat dunia (lingkungan) yang tidak berubah dan lepas dari kendali manusia dan cara autonomous (usia 10 tahun keatas) di mana anak sudah menyadari bahwa aturan-aturan dan hukum itu diciptakan oleh manusia. Menurut Kohlberg, perkembangan moral anak usia prasekolah berada pada level/tingkatan yang paling dasar, yaitu penalaran moral prakonvensional. Pada tingkatan ini anak belum menunjukkan internalisasi nilai-nilai moral. Pertimbangan moralnya didasarkan pada akibat-akibat yang bersifat fisik dan hedonistik. Ada 4 area perkembangan yang perlu ditingkatkan dalam kegiatan pengembangan atau pendidikan usia prasekolah, yaitu perkembangan fisik, sosial emosional, kognitif dan bahasa. b. Perkembangan Moral Anak Indonesia Anak Indonesia memiliki perkembangan moral yang tidak jauh berbeda dengan anak di dunia pada umumnya. Faktor-faktor pembentuk munculnya perbedaan moral manusia diantaranya kenyataan hidup, tantangan yang dihadapi, dan harapan yang dicita-cita oleh komunitas manusia itu sendiri. Masalah yang paling penting dalam pendidikan moral bagi anak Indonesia adalah bagaimana upaya kita sebagai seorang guru Taman Kanak-kanak agar setiap perbedaan yang muncul dapat kita arahkan menjadi suatu materi pendewasaan sikap dan perilaku anak dalam sosialisasinya. Tidak ada salahnya kita sisipkan pendidikan multikultur kepada anak usia Taman Kanak-kanak sesuai dengan tingkat dan pemahaman mereka. D. DISONANSI MORAL a. Disonansi Moral Hakikat anak sebagai manusia pada umumnya memiliki 3 tenaga dalam, yaitu Id, Ego, dan Super Ego yang akan memberikan pengaruh untuk melakukan berbagai kegiatan positif maupun negatif. Sebagai guru Taman Kanak-kanak Anda harus mencermatinya agar dapat memberikan motivasi untuk mengarahkan pada kegiatan yang positif. Pendidikan akan sangat berarti bagi anak didik jika mampu membuahkan hasil yaitu adanya perubahan sikap dan perilaku ke arah positif. Dalam teori penanaman moral dan etika, dikenal adanya istilah Disonansi Moral yang berarti gema, atau echo yang ada pada diri manusia yang bersifat melemahkan suara hati dan prinsip-prinsip, serta keyakinan dalam proses pendidikan maupun

kehidupan. Lawan dari Disonansi Moral adalah Resonansi, yang justru mengukuhkan/menekankan adanya gema atau getar nilai, norma dan moral yang telah diketahui seseorang dari proses pendidikan sebelumnya. Peranan guru dan orang tua dalam hal ini adalah sebagai pengontrol dan pengendali perilaku dan sikap anak didik kita, dalam proses pendidikan yang mereka jalani. Peranan resonansilah yang patut kita tekankan dalam kegiatan pendidikan yang perlu kita disain bersama. Menurut Freud, diri manusia memiliki struktur psikologis yang bertugas mengalirkan dorongan-dorongan atau energi psikis yang ada. Struktur ini berfungsi sebagai mediator (perantara) atau dorongan dan perilaku seseorang. b. Penyebab Disonansi Moral Munculnya disonansi pada diri manusia disebabkan adanya beberapa faktor penyebab, seperti disonansi kognitif, disonansi personal, disonansi sosio politis dan disonansi pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan pola modernisasi. Disonansi kognitif muncul karena adanya rasa lebih tahu segalanya, mengetahui cara/jalan keluarnya jika suatu saat perbuatannya diketahui, merasa lihai dalam memberikan argumentasi. Disonansi personal muncul didorong oleh kebutuhan dan kepentingan diri, ketergesaan, dan keadaan darurat, kekerabatan dan keluarga, keyakinan diri dan mitos, kebiasaan dan budaya, tugas dan jabatan, dan hasrat untuk sukses dan kesenangan. Disonansi sosio politis dimungkinkan oleh adanya faktor ideologi, ras dan kesukuan, nasionalisme dan sebagainya. Keterbukaan dalam komunikasi, peningkatan mobilitas dan pengendoran integritas manusia, pola hidup dan pola pikir yang rasional, materialisme, individualisme, daya tarik kehidupan sosial, dan peningkatan persaingan telah menjadi masalah kehidupan yang harus kita cermati bersama dalam menyelamatkan anak didik kita masing-masing. E. BERBAGAI PENDEKATAN PENGEMBANGAN MORAL BAGI ANAK TAMAN KANAK-KANAK a. Pendekatan Pengembangan Moral Bagi Anak Taman Kanak-kanak Setiap tindakan guru atau orang tua dalam melakukan suatu kegiatan pendidikan seyogyanya dilandasi oleh keputusan profesional yang diambil berdasarkan informasi dan pengetahuan yang sekurang-kurangnya meliputi 3 hal, yaitu apa yang diketahui tentang proses belajar dan perkembangan anak, apa yang diketahui tentang kekuatan, minat dan kebutuhan setiap individu anak di dalam kelompoknya, serta pengetahuan tentang konteks sosial kultural di mana anak hidup. Hal yang perlu menjadi bahan pemahaman para guru dan orang tua dalam rangka menentukan pendekatan yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar adalah pengetahuan tentang teknik membentuk tingkah laku anak. Teknik-teknik itu meliputi teknik memahami, mengabaikan, mengalihkan perhatian, keteladanan, hadiah, perjanjian, membentuk, merubah lingkungan rumah, memuji, mengajak, menantang, menggunakan akibat yang wajar dan alamiah, sugesti, meminta, peringatan atau isyarat, kerutinan dan kebiasaan, menghadapkan suatu problem, memecahkan perselisihan, menentukan batas-batas

aturan, menimpakan hukum, penentuan waktu dan jumlah hukuman, serta menggunakan pengendalian secara fisik. Kegiatan Belajar 2 Macam-macam Pendekatan dan Metode untuk Pengembangan Moral Anak Taman Kanak-kanak Untuk pengembangan nilai dan sikap anak dapat dipergunakan metode-metode yang memungkinkan terbentuknya kebiasaan-kebiasaan yang didasari oleh nilai-nilai agama, dan moralitas agar anak dapat menjalani hidup sesuai dengan norma yang dianut masyarakat. Dalam menentukan suatu pendekatan dan metode yang akan dipergunakan pada program kegiatan anak, guru perlu mempunyai alasan yang kuat dan faktor-faktor yang mendukung seperti karakteristik tujuan kegiatan dan karakteristik anak yang diajar. Metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak usia Taman Kanak-kanak (TK) untuk kepentingan pengembangan dan pembelajaran moral dan agama anak di antaranya: bercerita, karyawisata, bernyanyi, mengucapkan sajak, dan sebagainya. Ada beberapa macam cara bercerita yang dapat dipergunakan antara lain guru dapat membacakan langsung dari buku (story reading), menggunakan ilustrasi buku gambar (story telling), menggunakan papan flannel, menggunakan boneka, dan bermain peran dalam suatu cerita. F. STRATEGI DAN CONTOH PENYUSUNAN PERENCANAAN PENANAMAN SERTA PENGEMBANGAN MORAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK a. Materi Inti dan Contoh Penyusunan Perencanaan Penanaman dan Pengembangan Moral Anak Taman Kanak-kanak Program pembentukan perilaku merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari anak di Taman Kanak-kanak. Melalui program ini diharapkan anak dapat melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Pembentukan perilaku melalui pembiasaan yang dimaksud meliputi pembentukan moral Agama, Pancasila, perasaan/emosi, kemampuan bermasyarakat dan disiplin. Tujuan dari program pembentukan perilaku adalah untuk mempersiapkan anak sedini mungkin dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang didasari oleh nilai-nilai moral agama dan Pancasila. Kompetensi dan hasil belajar yang ingin dicapai pada aspek pengembangan moral dan nilai-nilai agama adalah kemampuan melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan Tuhan dan mencintai sesama. b. Penyusunan Strategi dalam Pengembangan Moral Anak Taman Kanakkanak Pengembangan dan pendidikan moral bagi anak Taman Kanak-kanak berdasarkan GBPKB TK, kurikulum berbasis komptensi, dan menu pembelajaran anak usia dini memiliki substansi ruang lingkup kajian sebagai berikut. latihan hidup tertib dan teratur; aturan dalam melatih sosialisasi; menanamkan sikap tenggang rasa dan toleransi; merangsang sikap berani, bangga dan bersyukur, bertanggung jawab; latihan pengendalian emosi, dan melatih anak untuk dapat menjaga diri sendiri.

G. ALAT PENILAIAN DALAM PENGEMBANGAN MORAL ANAK TAMAN KANAKKANAK a. Alat Penilaian dalam Pengembangan Moral Anak Penilaian bertujuan untuk mengetahui ketercapaian kemampuan yang telah ditetapkan dalam Garis-garis Besar Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-kanak. Penilaian hasil belajar anak didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar anak didik secara berkesinam-bungan. Prinsip-prinsip penilaian adalah menyeluruh, berkesinambungan, berorientasi pada proses dan tujuan, objektif, mendidik, kebermaknaan, dan kesesuaian. Pada saat kita akan melakukan penilaian dalam berbagai hal termasuk di dalamnya menilai perkembangan moral, kita perlu menentukan alat penilaian yang tepat dengan kondisi anak yang sesungguhnya. Alat pendukung tersebut adalah: pengamatan (observasi) dan pencatatan anekdot pemberian tugas meliputi tes perbuatan dan pertanyaan lisan sebagai latihan mengungkapkan gagasan dan keberanian berbicara. b. Macam-macam Strategi Perencanaan Penilaian dalam Pengembangan Moral Anak Usia Taman Kanak-kanak Untuk mengekspresikan proses kegiatan belajar, guru perlu melakukan penilaian atau evaluasi. Penilaian perlu dilaksanakan agar guru Taman Kanak-kanak mendapat umpan balik tentang kualitas keberhasilan dalam kegiatan anak yang diarahkan untuk pengembangan perilaku dan moralitas secara keseluruhan. Penilaian yang dilakukan guru merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan belajar, baik yang menggunakan metode bercakapcakap, bercerita, maupun bermain peran. Tanpa adanya penilaian, tidak dapat diketahui secara rinci apakah tujuan pengembangan aspek perilaku dan moralitas anak dapat dicapai secara maksimal. Hasil penilaian kualitas keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran tersebut, memberikan masukan kepada guru untuk membuat keputusan pembelajaran, dalam rangka meningkatkan mutu pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan metode tersebut dimasa yang akan datang. H. PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN ANAK TAMAN KANAK-KANAK a. Esensi Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan Anak Taman Kanak-kanak Taman Kanak-kanak merupakan lembaga pendidikan yang pertama, yang keberadaannya sangat strategis untuk menumbuhkan jiwa keagamaan kepada anak-anak, agar mereka menjadi orang-orang yang kuat, terbiasa, dan peduli terhadap segala aturan agama yang diajarkan kepadanya. Pendidikan nilai-nilai keagamaan merupakan pondasi yang kokoh dan sangat penting keberadaannya, dan jika hal itu telah tertanam serta terpatri dalam setiap insan sejak dini, hal ini merupakan awal yang baik bagi pendidikan anak bangsa untuk menjalani jenjang pendidikan selanjutnya. Bangsa ini sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Nilai-nilai keagamaan ini pun dikehendaki agar dapat menjadi motivasi spiritual bagi bangsa ini dalam rangka melaksanakan sila-sila pertama dan sila berikutnya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, pendidikan yang

merupakan kunci dalam membentuk kehidupan manusia ke arah peradabannya menjadi sesuatu yang sangat strategis dalam mencapai tujuan itu semua. b. Potret, Hakikat, dan Target Anak Taman Kanak-kanak dalam Belajar Nilainilai Keagamaan Setiap potensi apapun yang muncul dari anak seyogianya kita kembangkan dengan jelas dan terprogram dengan baik. Tidak hanya perkembangan bahasa, daya pikir, keterampilan dan jasmani saja, namun aspek keagamaan pun seharusnya menjadi salah satu pokok pengembangan dan pembinaan yang harus dikelola, diprogram dan diarahkan dengan sempurna Kaitannya dengan hakikat belajar anak Taman Kanak-kanak pada nilai-nilai keagamaan, seharusnya kita pahami bahwa hal itu harus berorientasi pada fungsi pendidikan di Taman Kanak-kanak itu sendiri, yaitu sebagai fungsi adaptasi, fungsi pengembangan dan fungsi bermain. Penyelenggaraannya pun harus sesuai dengan 6 prinsip, yaitu prinsip pengamatan, peragaan, bermain sambil belajar, otoaktivitas, kebebasan dan prinsip keterkaitan dan keterpaduan. Target dalam mengembangkan nilai-nilai keagamaan kepada anak Taman Kanak-kanak adalah diharapkan mampu mewarnai pertumbuhan dan perkembangan dari diri mereka. Sehingga diharapkan akan muncul suatu dampak positif yang berkembang meliputi fisik, akal pikiran, akhlak, perasaan kejiwaan, estetika, dan kemampuan sosialisasinya diwarnai dengan nilai-nilai keagamaan. I. RUANG LINGKUP PENGEMBANGAN NILAI-NILAI AGAMA BAGI ANAK TAMAN KANAK-KANAK a. Ruang Lingkup Pengembangan Nilai-nilai Agama Bagi Anak Taman Kanakkanak Berdasarkan GBPKB TK pengembangan nilai-nilai agama untuk anak Taman Kanak-kanak berkisar pada kegiatan kehidupan sehari-hari. Secara khusus penanaman nilainilai keagamaan bagi anak Taman Kanak-kanak adalah meletakkan dasar-dasar keimanan, kepribadian/budi pekerti yang terpuji dan kebiasaan ibadah sesuai dengan kemampuan anak. Ada 3 aspek yang harus diperhatikan dalam menetapkan tujuan penanaman nilai-nilai keagamaan kepada anak Taman Kanak-kanak, yaitu aspek usia, aspek fisik, dan aspek psikis anak. Rasa keagamaan dan nilai-nilai keagamaan akan tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan psikis maupun fisik anak. Perhatian anak terhadap nilai-nilai dan pemahaman agama akan muncul manakala mereka sering melihat dan terlibat dalam upacara-upacara keagamaan, dekorasi dan keindahan rumah ibadah, rutinitas, ritual orang tua dan lingkungan sekitar ketika menjalankan peribadatan. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan nilai-nilai keagamaan pada diri anak, yaitu faktor pembawaan (internal) dan lingkungan (eksternal).

b. Sifat-sifat Pemahaman Anak Taman Kanak-kanak pada Nilai-nilai Keagamaan Sifat-sifat pemahaman anak usia Taman Kanak-kanak terhadap nilai-nilai keagamaan pada saat mengikuti kegiatan belajar mengajar di antaranya: Unreflective: pemahaman dan kemampuan anak dalam mempelajari nilai-nilai agama sering menampilkan suatu hal yang tidak serius. Mereka melakukan kegiatan ibadah pun dengan sikap dan sifat dasar yang kekanak-kanakan. Tidak mampu memahami konsep agama dengan mendalam. Egocentris: dalam mempelajari nilai-nilai agama, anak usia Taman Kanak-kanak terkadang belum mampu bersikap dan bertindak konsisten. Anak lebih terfokus pada hal-hal yang menguntungkan dirinya. Misunderstand: anak akan mengalami salah pengertian dalam memahami suatu ajaran agama yang banyak bersifat abstrak. Verbalis dan Ritualis: kondisi ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan nilai-nilai agama pada diri mereka dengan cara memperkenalkan istilah, bacaan, dan ungkapan yang bersifat agamis. Seperti memberi latihan menghafal, mengucapkan, memperagakan, dan sebagainya Imitative: anak banyak belajar dari apa yang mereka lihat secara langsung. Mereka banyak meniru dari apa yang pernah dilihatnya sebagai sebuah pengalaman belajar. Dengan demikian guru dan orang tua harus memperhatikan sifat-sifat tersebut untuk kepentingan menentukan pendekatan pembelajaran yang tepat buat anak. Kita harus tetap melakukan pendekatan progresif dan penyadaran jiwa dan kepribadian mereka. c. Pokok-pokok Materi Pengembangan Nilai Keagamaan pada Anak Taman Kanak-kanak Dalam proses pembinaan dan pengembangan nilai-nilai agama bagi anak usia Taman Kanak-kanak, muatan materi pembelajarannya harus bersifat: Aplikatif: materi pembelajaran bersifat terapan, yang berkaitan dengan kegiatan rutin anak sehari-hari dan sangat dibutuhkan untuk kepentingan aktivitas anak, serta yang dapat dilakukan anak dalam kehidupannya. Enjoyable: pengajaran materi dan materi yang dipilih diupayakan mampu membuat anak senang, menikmati dan mau mengikuti dengan antusias. Mudah ditiru: materi yang disajikan dapat dipraktekkan sesuai dengan kemampuan fisik dan karakter lahiriah anak Ada beberapa prinsip dasar dalam rangka menyampaikan materi pengembangan nilai-nilai agama bagi anak Taman Kanak-kanak di antaranya: penekanan pada aktivitas anak sehari-hari pentingnya keteladanan dari lingkungan dan orang tua/keluarga anak kesesuaian dengan kurikulum spiral prinsip developmentally appropriate practice (DAP) prinsip psikologi perkembangan anak prinsip monitoring yang rutin

J. STRATEGI DAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK a. Strategi dan Perencanaan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan di Taman Kanak-kanak Dalam rangka mencapai keberhasilan pembentukan kepribadian anak agar mampu terwarnai dengan nilai-nilai agama, maka perlu didukung oleh unsur keteladanan dari orang tua dan guru. Untuk tujuan tersebut dalam pelaksanaannya guru dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara bertahap dan menyusun program kegiatan seperti program kegiatan rutinitas, program kegiatan terintegrasi dan program kegiatan khusus. Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan harian yang dilaksanakan secara terus menerus namun terprogram dengan pasti. Kegiatan terintegrasi adalah kegiatan pengembangan materi nilainilai agama yang disisipkan melalui pengembangan bidang kemampuan dasar. Sedangkan kegiatan khusus merupakan program kegiatan yang pelaksanaannya tidak dimasukkan atau tidak harus dikaitkan dengan pengembangan bidang kemampuan dasar lainnya, sehingga membutuhkan waktu dan penanganan khusus. b. Perencanaan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan pada Taman Kanakkanak Dalam pengembangan nilai-nilai agama, disain perencanaan menjadi sesuatu yang sangat esensial. Perencanaan dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pemikiran, perkiraan penyusunan suatu rancangan kegiatan yang menggambarkan hal-hal yang harus dikerjakan, dan cara mengerjakannya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan dapat dimasukkan/disisipkan melalui pembuatan SKH dan SKM dengan pendekatan terpadu, mengikuti sajian materi yang akan disampaikan dengan menetapkan pola kurikulum spiral. SKM merupakan langkah pertama dalam membuat rencana pembelajaran di Taman Kanakkanak. Untuk perencanaan harian guru diharapkan membuat SKH yang merupakan penjabaran dari SKM. Satuan kegiatan harian harus mengandung unsur kegiatan, waktu, kemampuan, media, metode dan penilaian. Perencanaan kegiatan harian terdiri dari kegiatan pembukaan, kegiatan inti, kegiatan makan/istirahat, dan kegiatan penutup K. PENDEKATAN INOVATIF UNTUK PENGEMBANGAN NILAI-NILAI AGAMA BAGI ANAK TAMAN KANAK-KANAK a. Pendekatan Inovatif untuk Pengembangan Nilai-nilai Agama bagi Anak Taman Kanak-kanak Pengembangan nilai-nilai agama di Taman Kanak-kanak berkaitan erat dengan pembentukan perilaku manusia, sikap, dan keyakinan. Oleh sebab itu, diperlukan berbagai inovasi pengembangan yang komprehensif sesuai dengan perkembangan dan kemampuan anak didik. Adapun yang melatar belakangi esensi inovasi dalam bidang pengembangan pembelajaran adalah munculnya berbagai kendala dan kelemahan serta kekuranglengkapan yang ada di lingkungan penyelenggara pendidikan di Taman Kanak-kanak. Untuk

melaksanakan program pembelajaran nilai-nilai agama tersebut guru harus mempelajari berbagai pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak didik, menyiapkan kurikulum yang komprehensif, dan adanya kesinambungan antar satu program pengembangan dengan program lainnya. Alternatif inovasi dalam rangka meningkatkan efektifitas kegiatan belajar mengajar bagi peserta didik adalah perlu adanya kurikulum terpadu (integrated curriculum), pendekatan pembelajaran terpadu (integrated learning), dan hari terpadu (integrated day). b. Prinsip-prinsip Inovasi untuk Pengembangan Nilai-nilai Agama Anak Taman Kanak-kanak Beberapa inovasi pendekatan pembelajaran termasuk dalam mengembangkan nilai-nilai agama bagi anak Taman Kanak-kanak antara lain: pengalaman belajar, belajar aktif, dan belajar proses. Upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru dalam rangka mengembangkan cinta belajar pada diri anak adalah sebagai berikut: kasih sayang perlindungan dan perawatan, waktu yang diberikan kepada anak lingkungan belajar yang kondusif, belajar bersikap adalah belajar nilai, dan belajar moral di usia dini. Upaya tersebut didasarkan pada prinsip developmentally appropriate practice dan prinsip enjoyable. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan inovasi pendekatan dan pengembangan nilai-nilai agama pada anak Taman Kanak-kanak adalah sebagai berikut: berorientasi pada kebutuhan anak belajar melalui bermain kreatif dan inovatif lingkungan yang kondusif mernggunakan pembelajaran terpadu mengembangkan keterampilan hidup menggunakan berbagai media dan sumber belajar, serta pembelajaran yang berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak L. MACAM-MACAM PENDEKATAN UNTUK PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN a. Macam-macam Pendekatan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan Untuk mengembangkan nilai-nilai keagamaan pada diri anak, diperlukan berbagai macam metode dan pendekatan. Metode dan pendekatan ini berfungsi sebagai nilai untuk mencapai tujuan. Dalam menentukan pendekatan, guru perlu mempertimbangkan berbagai hal seperti tujuan yang hendak dicapai, karakteristik anak, jenis kegiatan, nilai/kemampuan yang hendak dikembangkan, pola kegiatan, fasilitas/media, situasi dan tema/sub tema yang dipilih. Pembelajaran konstekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata anak dan mendorong anak membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran konstekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, antara lain adalah: konstruktivisme, refleksi dan penilaian sebenarnya. Beberapa model pendekatan yang sesuai dengan karakteristik dunia anak Taman Kanakkanak antara lain: bermain peran, karyawisata, bercakap-cakap, demonstrasi, proyek, bercerita, pemberian tugas dan keteladanan serta bernyanyi.

b. Contoh Desain Macam-macam Pendekatan Pembelajaran Nilai-nilai Keagamaan bagi Anak Taman Kanak-kanak Penyusunan disain pembelajaran nilai-nilai keagamaan ini harus mempertimbangkan berbagai hal diantaranya: kesesuaian tingkat perkembangan dan kebutuhan anak, mengacu pada kurikulum berbasis kompetensi, berorientasi pada anak, menggunakan langkah-langkah kegiatan standar dan mengacu pada tujuan dan hasil belajar yang nyata/riil (authenthic assessment). Hal-hal yang harus tercantum dalam format pembelajaran nilai-nilai keagamaan adalah: tema, subtema, kelas/semester, kompetensi dasar, hasil belajar, indikator, metode/teknik, KBM, media pendukung, target kompetensi, dan penilaian yang meliputi lembar observasi dan waktu penilaian. M. INSTRUMEN PENILAIAN UNTUK PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN ANAK TAMAN KANAK-KANAK a. Instrumen Penilaian dalam Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan Anak Taman Kanak-kanak Penilaian itu menekankan pada proses pembelajaran. Oleh sebab itu, data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan anak pada saat melakukan proses pembelajaran. Karakteristik penilaian yang ideal adalah dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran berlangsung, bisa digunakan untuk formatif performasi, berkesinambungan, terintegrasi dan dapat digunakan sebagai feed back. Untuk menjaring data hasil belajar, Anda dapat menggunakan hal-hal yang bisa memberikan masukan penilaian prestasi anak seperti: hasil dari kegiatan/ proyek, pekerjaan rumah, karya wisata, penampilan anak, demonstrasi dan catatan observasi. Instrumen yang dapat Anda digunakan untuk penilaian di Taman Kanak-kanak dengan memperhatikan sifat dan karakteristiknya adalah hasil kerja anak (portofolio) yang meliputi hasil karya, hasil penugasan, kinerja anak, tes tertulis, dan format observasi. b. Petunjuk Penggunaan Instrumen Penilaian Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan Anak Taman Kanak-kanak Alat penilaian yang digunakan untuk menilai bidang pengembangan nilai-nilai agama adalah sebagai berikut: pengamatan (observasi) dan pencatatan anekdot (anecdotal record), penugasan melalui tes perbuatan, pertanyaan lisan dan menceritakan kembali. Hal-hal yang dapat dicatat guru sebagai bahan penilaian adalah: anak-anak yang belum dapat menyelesaikan tugas dan anak-anak yang dapat menyelesaikan tugas dengan cepat, kebiasaan/perilaku anak yang belum sesuai dengan yang diharapkan dan kejadian-kejadian penting yang terjadi pada hari penulisan pelaporan hasil penilaian pada laporan perkembangan anak. Sebelum uraian (deskripsi), terlebih dahulu dilaporkan perkembangan anak secara umum untuk tiap-tiap program pengembangan. Untuk laporan secara lisan dapat dilaksanakan dengan bertatap muka dan mengadakan hubungan atau informasi timbal balik

antara pihak TK dan orang tua/wali dari si anak.. Sejak jaman dahulu, anak-anak manusia dan binatang senantiasa bermain. Pada dindingdinding kuil dan kuburan orang-orang Mesir kuno ditemukan relief-relief yang menggambarkan anak-anak sedang bermain. Menurut sebagian para ahli, bola yang terbuat dari kain atau kulit-kulit binatang merupakan salah satu alat bermain yang tertua. Demikian juga gasing, yang disebut oleh filosof Plato dalam bukunya Republic , dan dijadikan sebagai simbol kehidupan oleh salah seorang penyair Romawi. Hidup kita ini, katanya, bagaikan gasing. Ia ditarik dengan tali namun tetap berputar dan menari. Bagi anak, bermain adalah suatu kegiatan yang serius, namun mengasyikan. Melalui aktivitas bermain, berbagai pekerjaannya terwujud. Bermain adalah aktivitas yang dipilih sendiri oleh anak, karena menyenangkan, bukan karena akan memperoleh hadiah atau pujian. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa anak adalah pembangun teori yang aktif (theory builder). Bermain adalah salah satu alat utama yang menjadi latihan untuk pertumbuhannya. Bermain adalah medium, di mana anak mencobakan diri, bukan saja dalam fantasinya tetapi juga benar nyata secara aktif. Bila anak bermain secara bebas, sesuai kemauan maupun sesuai kecepatannya sendiri, maka ia melatih kemampuannya untuk belajar. (Agustin, 2005). Para ahli memiliki keragaman pandangan tentang bentuk-bentuk pembelajaran anak usia dini. Pandangan dengan berbagai latar belakang filosofisnya tersebut banyak disebut dengan sitilah model pembelajaran. Apakah model ? Model secara sederhana adalah gambaran yang dirancang untuk mewakili kenyataan. Model didefinisikan sebagai a replica of the fhenomena it attempts to explain (Runyon, dalam Rakhmat, 1988:59). Jadi dalam kegiatan pembelajaran model dapat dimaknai sebagai suatu pola atau gambaran yang menjelaskan tentang berbagai bentuk, pandangan yang terkait dengan kegiatan pembelajaran. Adapun model-model pembelajaran anak usia dini dapat didefinisikan sebagai serangkaian pola, bentuk, kegiatan ataupun cara pandang kelompok tertentu terhadap kegiatan belajar anak usia dini. A. Model-model Pembelajaran Anak Usia dini Terdapat berbagai model pembelajaran anak usia dini yang didukung oleh aliran-aliran, baik dalam kajian psikologi dan juga filsafat. Diantara pandangan tersebut adalah sebagai berikut ini : 1. Model Pembelajaran Menurut Pandangan Behaviorisme Menurut pandangan ini, belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang dapat diamati (observable) dan dapat diukur (meassurable). Behaviorisme menolak suatu referensi terhadap keadaan atau proses mental internal yang tidak dapat diamati dan diukur. Pendekatan terhadap belajar ini dicontohkan oleh kerja Thorndike & Skinner (Masitoh, dkk, 2003) yang didasarkan atas suatu anggapan dari penelitian terhadap hewan dalam situasi belajar. Didasarkan pada eksperimen tersebut, kaum behavioris mengembangkan hipotesis bahwa proses belajar adalah penerapan hubungan stimulus-respon dengan control dari lingkungan dan control itu merupakan suatu hal yang potensial untuk penguatan.

Menurut teori ini setiap orang merespon terhadap berbagai variabel yang terdapat dalam lingkungan. Kekuatan-kekuatan eksternal merangsang individu untuk bertindak dengan cara-cara tertentu mungkin positif, dan mungkin negatif. Karena teori ini didasari oleh asumsi bahwa pada prinsipnya individu itu dapat dibentuk oleh lingkungan, maka perlakuan terhadap individu melalui tugas, ganjaran, dan disiplin adalah sangat penting untuk mengembangkan kemampuan anak. Guru harus mempunyai peranan yang sangat dominan dalam mengendalikan proses pembelajaran mulai dari penentuan tujuan yang harus dicapai, pemilihan materi, sumber, dan metode pembelajaran maupun dalam proses mengevaluasi 2. Model Pembelajaran Menurut Pandangan Kognitivisme Pandangan kognitif tentang belajar antara lain diilhami oleh hasil kerja Jean Piaget dan sejawatnya. Menurut Cohen (Masitoh, dkk, 2003)), model belajar ini secara umum ditandai sebagai tahapan teori yang menganjurkan bahwa proses berfikir anak dikembangkan melalui empat tahap yang berbeda. Menurut pendekatan ini proses berpikir bergantung pada suatu kemampuan untuk mencipta, memperoleh dan mengubah gambaran internal tentang segala sesuatu yang dialami di lingkungan. Pendekatan kognitif menekankan pada proses asimilasi dan akomodasi. Dalam hal ini anak menjadi problem solver dan pemroses informasi atau transformation processor. Aspekaspek tersebut merupakan suatu rangkaian dalam proses belajar. Menurut pendekatan kognitif, belajar adalah sebagai perubahan perkembangan. 3. Model Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruksivisme Menurut pandangan ini anak adalah pembangun aktif pengetahuannya sendiri. Menurut De Vries (Masitoh, dkk, 2003)) anak harus membangun pengetahuan ketika mereka bermain. Anak membangun kecerdasannya, kemampuan untuk nalar, moral dan kepribadiannya. Pendekatan ini sangat menekankan pentingnya keterlibatan anak dalam proses belajar. Proses belajar hendaknya menyenangkan bagi anak, alami, melalui bermain, dan memberi kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut David H. Janassen (Masitoh, dkk, 2003)), Constructivism proposes that learning environments should support multiple perspectives or interpretations of reality, knowledge, construction, and context, experience based activities. Artinya faham konstruktivisme menyatakan bahwa lingkungan belajar harus dapat mendukung berbagai perspektif atau interpretasi tentang kenyataan, pengetahuan, konstruksi dan konteks pengalaman yang didasarkan pada kegiatan. 4. Model Pembelajaran Menurut Pendekatan High / Scope Menurut pendekatan ini, anak memiliki potensi untuk mengembangkan pengetahuannya dan melibatkan interaksi yang bermakna antara anak dengan orang dewasa. Pengalaman sosial terjadi dalam konteks kehidupan nyata dimana anak memutuskan rencana dan inisiatifnya sendiri. Keterlibatan anak dalam proses belajar sangat penting sehingga

mereka memperoleh kesempatan yang luas untuk berinteraksi dengan lingkungannya, dengan demikian lingkungan belajar harus dapat mendukung aktivitas belajar anak. 5. Model Pembelajaran Menurut Pandangan Progresivisme Menurut Kohlberg dan Layen (Masitoh, dkk, 2003)) aliran ini berpandangan bahwa belajar adalah perubahan dalam pola berpikir melalui pengalaman memecahkan masalah. Ketika anak berinteraksi dengan lingkungan pengalaman nyata dan objek-objek nyata, anak akan mengalami masalah. Anak akan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya, dan ketika itu pula akan terjadi perubahan pola berpikir mereka. B. Belajar sambil Bermain yang Bermakna Dengan memahami arti bermain bagi anak, maka dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan suatu kebutuhan bagi anak dan tentunya pengabaian terhadap hal tersebut akan berdampak tidak baik bagi perkembangan anak selanjutnya. Penelitian yang dilakukan oleh Odom, Mc Connel dan Chandler (Semiawan, 2000) bahwa kegiatan bermain bagi anak 75 % berkontribusi posistif terhadap perkembangan keterampilan sosialnya (social skills). Angka yang cukup tinggi tersebut setidaknya menggambarkan betapa penting kegiatan bermain bagi anak. Belajar bermakna bagi anak sebenarnya berpijak pada prespektif apa yang dijadikan acuan. Tren yang sedang terjadi sekarang memandang bahwa paham kontruktivistik merupakan suatu aliran yang sangat mempengaruhi dunia pendidikan anak usia dini di negara-negara maju, khususnya di Eropa dan Amerika. Aliran konstruktivistik berasumsi bahwa anak pada dasarnya memiliki kemampuan untuk membangun dan mengkreasi pengetahuan, pendekatan ini sangat menekankan pentingnya keterlibatan anak dalam proses belajar. Proses belajar dibuat secara natural, hangat dan menyenangkan melalui bermain dan berinteraksi secara harmonis dengan teman dan lingkungannya. Pada sisi yang lain, unsur variasi individual dan minat anak juga sangat diperhatikan sehingga motivasi belajar anak diharapkan muncul secara intrinsik. Asumsi ini mengandung arti bahwa proses belajar yang bermakna terjadi kalau anak berbuat atas lingkungannya. Kesempatan anak untuk mengkreasi atau memanipulasi objek atau ide merupakan hal yang utama dalam proses belajar. Anak akan lebih banyak belajar dengan cara bermain berupa berbuat dan mencoba langsung daripada dengan cara mendengarkan orang dewasa yang memberikan penjelasan kepadanya. Dengan berpijak pada pandangan konstruktivistik, Bredekamp dan Rosegrant (Solahuddin 1997) menyimpulkan bahwa kegiatan belajar sambil bermain yang akan memberikan kebermaknaan bagi anak adalah apabila hal-hal sebagai berikut terlaksana: 1. Anak merasa aman secara psikologis serta kebutuhan-kebutuhan fisiknya terpenuhi ; 2. Anak mengkonstruksi pengetahuan; 3. Anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak-anak lainnya; 4. Minat dan kebutuhan anak untuk mengetahui terpenuhi; dan

5. Memperhatikan unsur variasi individual anak. Semiawan (2002) menambahkan terkait dengan pentingnya belajar sambil bermain bagi anak. Menurut pandangannya, anak-anak yang kebutuhan bermainnya terpenuhi, akan makin tumbuh dengan memiliki keterampilan mental yang lebih tinggi, untuk menjelajahi dunianya lebih lanjut dan menjadi manusia yang memiliki kebebasan mental untuk tumbuh kembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, sehingga menjadi manusia yang bermartabat dan mandiri. Lebih dari itu, ia terlatih untuk terus menerus meningkatkan diri mencapai kemajuan.

DAFTAR PUSTAKA

http://massofa.wordpress.com/2008/01/20/pendekatan-pengembangan-moral-bagi-anaktaman-kanak-kanak/ http://www.anneahira.com/inovasi-dalam-pendidikan.htm http://anakpaud.blogspot.com/2010/08/metode-pengembangan-moral-dan-nilai.html

TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH MPP PERILAKU ( AGAMA, MORAL, DISIPLIN, AFEKTIF )
Dosen : Moch. Syaichudin

OLEH KELOMPOK :
1. Amin Rahayu 2. Danik 3. Lia Suryandari 4. Minarsih 5. Mudjiati 6. Purwanti 7. Ririn Purbosari ( 081684352 ) ( 081684354 ) ( 081684362 ) ( 081684367 ) ( 081684369 ) ( 081684372 ) ( 081684374 )

JURUSAN PG PAUD FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2010

You might also like