You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio placenta
adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus
uteri) dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam
plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat
nutrisi dari ibu ke janin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalam
masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat. Hebatnya
perdarahan tergantung pada luasnya area plasenta yang terlepas.
Frekuensi solusio plasenta adalah sekitar 1 dari 200 pelahiran. Intensitas
solusio plasenta sering bervariasi tergantung pada seberapa cepat wanita mendapat
pertolongan. Angka kematioan perinatal sebesar 25 %. Ketika angka lahir mati
akibat kausa lain telah berkurang secara bermakna, angka lahir mati akibat solusio
plasenta masih tetap menonjol.
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada
plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar
melalui vagina hampir tidak ada atau tidak sebanding dengan perdarahan yang
berlangsung internal yang sangat banyak. Pemandangan yang menipu inilah
sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena dalam
keadaan yang demikian seringkali perkiraan jumlah darah yang telah keluar sukar
diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-kasus
berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskuler menahun, dan
15,5% disertai pula oleh preeklamsia. Faktor lain yang diduga turut berperan
sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan
makin bertambahnya usia ibu.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
• Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan terhadap
klien dengan solusio plasenta
1.2.2 Tujuan Khusus
• Untuk mengetahui dan memahami pengertian solusio plasenta.
• Untuk mengetahui dan memahami macam solusio plasenta.
• Untuk mengetahui dan memahami patologi dan etiologi dari
solusio plasenta.
• Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan keperawatan
dari solusio plasenta.
• Untuk mengetahui dan memahami tindakan keperawatan yang
dilakukan pada klien solusio plasenta
BAB II
LANDASAN TEORI

2. 1 Pengertian
Solulusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
sebelum janin lahir diberi beragam sebutan; abruption plasenta, accidental
haemorage. Beberapa jenis perdarahan akibat solusio plasenta biasanya merembes
diantara selaput ketuban dan uterus dan kemudian lolos keluar menyebabkan
perdarahan eksternal. Yang lebih jarang, darah tidak keluar dari tubuh tetapi
tertahan diantara plasenta yang terlepas dn uterus serta menyebabkan perdarahan
yang tersembunyi. Solusio plasenta dapat total atau parsial.

Gambar Normal dan Solutio Plasenta

2. 2 Klasifikasi dan Macam Solutio Plasenta


a. Solusio plasenta ringan. Perdarahannya kurang dari 500 cc dengan lepasnya
plasenta kurang dari seperlima bagian. Perut ibu masih lemas sehingga bagian
janin mudah di raba. Tanda gawat janin belum tampak dan terdapat perdarahan
hitam per vagina.
b. Solusio plasenta sedang. Lepasnya plasenta antara seperempat sampai dua
pertiga bagian dengan perdarahan sekitar 1000 cc. perut ibu mulai tegang dan
bagian janin sulit di raba. Janin sudah mengalami gawat janin berat sampai
IUFD. Pemeriksaan dalam menunjukkan ketuban tegang. Tanda persalinan
telah ada dan dapat berlangsung cepat sekitar 2 jam.
c. Solusio plasenta berat. Lepasnya plasenta sudah melebihi dari dua pertiga
bagian. Perut nyeri dan tegang dan bagian janin sulit diraba, perut seperti
papan. Janin sudah mengalami gawat janin berat sampai IUFD. Pemeriksaan
dalam ditemukan ketuban tampak tegang. Darah dapat masuk otot rahim,
uterus Couvelaire yang menyebabkan Antonia uteri serta perdarahan
pascapartus. Terdapat gangguan pembekuan darah fibribnogen kurang dari
100-150 mg%. pada saat ini gangguan ginjal mulai Nampak.

Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya


mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:
1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada
tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian
permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre
renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3
bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan,
janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau
keseluruhan.

2. 3 Penyebab Solusio Plasenta


• Trauma langsung Abdomen
• Hipertensi ibu hamil
• Umbilicus pendek atau lilitan tali pusat
• Janin terlalu aktiv sehingga plasenta dapat terlepas
• Tekanan pada vena kafa inferior
• Preeklamsia/eklamsia
• Tindakan Versi luar
• Tindakan memecah ketuban (hamil biasa, pada hidramnion, setelah anak
pertama hamil ganda)

2. 4 Etiologi
Kausa primer solusio plasenta belum diketahui tetapi terdapat beberapa
kondisi terkait, sebagai berikut:

Ris Relatif

Faktor Risiko (%)

Bertambahnya usia dan paritas NA

Preeklamsia 2.1-4.0

Hipertensi kronik 1.8-3.0

Ketuban pecah dini 2.4-3.0

Merokok 1.4-1.9

Trombofilia NA

Pemakaian kokain NA

Riwayat solusio 10-25

Leiomioma uterus NA
NA = tidak tersedia

Dikutip dari Cunningham dan Hollier (1997); data risiko dari


Ananth dkk. (1999a, 1999b) dan Kramer dkk. (1997).

Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardiorenovaskuler

Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan


eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi
pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang
hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya
hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta
cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu
2. Faktor trauma

Trauma yang dapat terjadi antara lain:


• Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
• Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang
banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
• Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3. Faktor paritas ibu

Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer


mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45
kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di
RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-
ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi
paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium.
4. Faktor usia ibu

Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa


terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan
meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur
ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan
solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang
mengandung leiomioma.
6. Faktor pengunaan kokain

Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan


peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas
terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat
terlepasnyaplasenta . Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif.
Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain
dilaporkan berkisar antara 13-35%.

7. Faktor kebiasaan merokok

Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio


plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus
per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi
tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada
mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko
terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu
merokok sampai terjadinya kehamilan.
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya

Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat
solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada
kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil
lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus
pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya
kehamilan, dan lain-lain.

2. 5 Patologi
Solusio plasenta di awali perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua
kemudian terpisah, meninggalkan satu lapisan tipis yang melekat ke
endometrium. Akibatnya, proses ini pada tahapnya yang paling awal
memperlihatkan pembentukan hematom desidua yang menyebabkan pemisahan,
penekanan, dan akhirnya destruksi plasenta yang ada di dekatnya. Pada tahap
awal mungkin belum ada gejala klinis.
Pada beberapa kasus, arteri spiralis desidua mengalami rupture sehingga
menyebabkan hematom retroplasenta, yang sewaktu membesar semakin banyak
pembuluh darah dan plasenta yang terlepas. Bagian plasenta yang memisah
dengan cepat meluas dan mencapai tepi plasenta. Karena masih teregang oleh
hasil konsepsi, uterus tidak dapat beronntraksi untuk menjepit pembuluh darah
yang robek yang memperdarahi tempat implantasi plasenta. Darah yang keluar
dapat memisahkan selaput ketuban dari dinding uterus dan akhirnya muncul
sebagai perdarahan eksternal, atau mungkin tetap tertahan dalam uterus.
2. 6 Gambaran Klinis
Solutio plasenta ringan
Terjadi rupture sinus masrginalis. Bila terjadi perdarahan pervaginam
warna merah kehitaman, perut terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang.
Tetapi bagian-bagian janin masih teraba

Solution plasenta sedang


Plasenta telah terlepas seperempat sampai duapertiga luas permukaan.
Tanda dan gejala dapat timbul perlahan seperti pada solution plasenta ringan atau
mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, nyeri tekan, bagian janin sukar
di raba., BJA sukar di raba dengan stetoskop biasa. Sudah dapat terjadi kelainan
pembekuan darah atau ginjal.

Solution plasenta berat


Plasenta telah lepas lebih duapertiga luas permukaannya, terjadi tiba-tiba,
ibu syok janin meningggal. Uterus tegang seperti papan dan sangat nyeri.
Perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibu. Besar
kemungkinan telah terjadi gangguan pembekuan darah dan ginjal.

2. 7 Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya
plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu :
1. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir
tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera.
Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari
perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk
menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan
pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering
tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.
Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu
pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat
mungkin. Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio
plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis
dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan
penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan
petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan
akan meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan
mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan
koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang
ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah
merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita
solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia
karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal
yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan
penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan
pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat
nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu
oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang
harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan
gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya,
pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin
menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
3. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan
oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh
Wirjohadiwardojo di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah
terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang ditelitinya.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450
mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma
kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.
Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase, yaitu:
a. Fase I
Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi
pembekuan darah, disebut disseminated intravasculer clotting.
Akibatnya ialah peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu.
Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan karena
pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi
consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan
tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut.
Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan
jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan
ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria.
b. Fase II
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk
membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini
dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah
berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi
perdarahan patologis. Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan
darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, namun di
klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan
yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan
waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan
penderita saat itu.
4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim
dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum.
Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna
uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus
couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak,
tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan
perdarahan. Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:
1. Fetal distress
2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
3. Hipoksia dan anemia
4. Kematian

2. 8 Diagnosis
Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas.
Sebagai contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan
plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau
dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas
seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini.
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman
bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat
kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas
perdarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak
memadai atau terlambat.
Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan
pada 59 kasus solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta.

Tabel Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta

No. Tanda atau Gejala Frekuensi (%)


1. Perdarahan pervaginam 78
2. Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang 66
3. Gawat janin 60
4. Persalinan prematur idiopatik 22
5. Kontraksi berfrekuensi tinggi 17
6. Uterus hipertonik 17
7. Kematian janin 15
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan
gejala atau tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.
Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik
umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada
bentuk solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai
ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang
tegang terus menerus seperti papan, penderita menjadi anemia dan syok, denyut
jantung janin tidak terdengar dan pada pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan
dalam meraba bagian-bagian janin.

Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio


plasenta antara lain :
1. Anamnesis.
• Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat
menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.
• Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-
konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan
darah yang berwarna kehitaman.
• Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya
berhenti (anak tidak bergerak lagi).
• Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang.
Ibu terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar
pervaginam.
• Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
2. Inspeksi.
• Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
• Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
• Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
3. Palpasi
• Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
• Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois
(wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his.
• Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
• Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.

4. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar
biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang
bila plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian.
5. Pemeriksaan Dalam
• Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
• Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang,
baik sewaktu his maupun di luar his.
• Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta
ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut
prolapsus placenta, ini sering meragukan dengan plasenta previa.
6. Pemeriksaan Umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya
menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh
dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis.
7. Pemeriksaan Laboratorium
• Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan
silinder dan leukosit.
• Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match
test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan
darah hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot
Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan
tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).
8. Pemeriksaan Plasenta
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan
cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum
atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta yang
disebut hematoma retroplacenter.
9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain:
• Terlihat daerah terlepasnya plasenta-Janin dan kandung kemih ibu.
• Darah.
• Tepian plasenta.

Gambar Solutio Plasenta Berdasarkan Hasil USG

Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau


ringannya gejala klinis, yaitu:
a. Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada
perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang,
janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu
persalinan spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio
plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio
plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila
janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi
disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.
b. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan,
penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus
oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah
terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera
diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan
intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari
tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam
sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan
dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler
dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus
oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin
saja telah mengalami gangguan.
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang
terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat
tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis
korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan
umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat
diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara
rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi
yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal
meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang
mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat
mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan
pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas
dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya
pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin.
Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat
mencegah kelainan pembekuan darah.
Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio
plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan
amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan
persalinan adalah seksio sesaria.
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi
histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah
dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu dilakukan.

2. 9 Prognosis
Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia,
tersembunyi tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta
sampai selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat
berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh
perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal.
Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian.
Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar
antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin
tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio
plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya
menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria
dapat mengurangi angka kematian janin

2. 10 Penatalaksanaan
1. Konservatif
Menunda pelahiran mungkin bermamfaat pada janin masih imatur serta
bila solusio plasenta hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak
menjamin lingkungan intra uterine aman. Harus segera dilakukan langkah-
langkah untuk memperbaiki hipovolemia, anemia dan hipoksia ibu sehingga
fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat dipulihkan. Tokolisis harus di
anggap kontra indikasi pada solusio plasenta yang nyata secara klinis
2. Aktif
Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio caesaria.
Seksio sesaria kadang membahayakan ibu karena ia mengalami hipovolemia berat
dan koagulopati konsumtif. Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parahnya
sehingga menyebabkan janin meninggal lebih dianjurkan persalinan pervaginam
kecuali apabila perdarahannya sedemikian deras sehingga tidak dapat di atasi
bahkan dengan penggantian darah secara agresif atau terdapat penyulit obstetric
yang menghalangi persalinan pervaginam.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3. 1 Pengkajian
Dalam hal pengumpulan data (pengkajian), pengumpulan data dasar terdiri
dari informasi subjektif dan objektif mencakup berbagi masalah keperawatan
yang diidentifikasi pada daftar diagnose keperawatan pada tahun 1992 yang
dikembangkan oleh NANDA. Data subjektif yang dilaporkan oleh klien dan orang
terdekat, informasi ini meliputi persepsi individu; yaitu apa yang seseorang
inginkan untuk berbagi. Namun, perawat perlu memperhatikan ketidak sesuaian
yang dapat menandakan adanya faktor-faktor lain seperti kurang pengetahuan,
mitos, kesalahan konsep, atau rasa takut.
Adapun pengkajian yang dapat dilakukan menurut Marilyn E. Doenges
yang dimana pengkajian dengan asuhan keperawatan perihal solution plasenta
(tergolongi ntrapartum) terdiri dari :
a. Identitas klien secara lengkap.
b. Aktivitas atau istirahat.
Dikaji secara subyektif yang terdiri dari data tidur istirahat 24 jam terakhir,
pekerjaan, kebiasaan aktivitas atau hobi. Dan secara obyektif, data terdiri
dari pengkajian neuro muscular.
c. Sirkulasi.
Secara subyektif mulai dari riwayat, peningkatan tekanan darah, masalah
jantung, keadaan ekstremitas serta kelaian-kelainan yang disamapaikan
oleh klien perihal sirkulasi. Dan secara obyektif yang terdiri dari TD
berbagai posisi (duduk, berbaring, berdiri, baik kanan maupun kiri), nadi
secara palpasi, bunyi jantung, ekstremitas (suhu, warna, pengisian kapiler,
tanda hofman, varises), warna/sianosis diberbagai region tubuh.
d. Integritas Ego.
Secara subyektif mulai dari kehamilan yang direncanakan, pengalaman
melahirkan sebelumnya, sikap dan persepsi, harapan selama persalinan,
hubungan keluarga, pendidikan dan pekerjaan (ayah), masalah financial,
religious, faktor budaya, adanya faktor resiko serta persiapan melahirkan.
Dan secara obyektif, terdiri dari respon emosi terhadap persalinan,
interaksi dengan orang pendukung, serta penatalaksanaan persalinan.
e. Eliminasi.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan eliminasi
f. Makanan atau cairan.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan makanan atau
cairan yang masuk kedalam tubuh baik secara parenteral maupun enteral
serta kelainan-kelainan yang terkait.
g. Higiene.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan kebersihan diri
klien.
h. Neurosensori.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan kondisi
neurosensori dari klien.
i. Nyeri/Ketidaknyamanan.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan rasa nyeri atau
ketidaknyamanan dari klien akibat dari proses persalinan.
j. Pernafasan.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan pernafasan serta
kelainan-kelainan yang dialami dan kebiasaan dari klien.
k. Keamanan.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan
alergi/sensitivitas, riwayat PHS, status kesehatan, bulan kunjungan
prenatal pertama, masalah dan tindakan obstetric sebelumnya dan terbaru,
jarak kehamilan, jenis melahirkan sebelumnya, tranfusi, tinggi dan postur
ibu, pernah terjadi fraktur atau dislokasi, keadaan pelvis, persendian,
deformitas columna fertebralis, prosthesis, dan alat ambulasi. Dan data
objektif diperoleh dari suhu, integritas kulit (terjadi ruam, luka, memar,
jaringan parut), parastesia, status dari janin mulai dar frekuensi jantung
hingga hasil, status persalinan serta kelainan-kelainan terkait, kondisi dari
ketuban, golongan darah dari pihak ayah ataupun ibu, screening test dari
darah, serologi, kultur dari servik atau rectal, kutil atau lesi vagina dan
varises pada perineum.
l. Seksual.
Data subjektif di dapat dari periode menstruasi akhir serta keadaan-
keadaan terkait seksual dari ibu8 ataupun bayi dan juga riwayat
melahirkan. Data objektif di dapat dari keadaan pelvis, prognosis untuk
melahirkan, pemeriksaan bagian payudarah dan juga tes serologi.
m. Interaksi Sosial.
Data subjektif di dapat dari status perkawinan, lama tahun berhubungan
anggota keluarga, tinggal dengan, keluarga besar, orang pendukung,
leporan masalah. Data objektif di dapat dari komunikasi verbal/non verbal
dengan keluarga/orang terdekat, pola interaksi social (perilaku).

3. 2 Analisa data
Analisis meliputi pemeriksaan temuan pengkajian, pengelompokan temuan
yang berhubungan, dan membandingkan temuan terhadap parameter normal yang
dibuat. Kemudian, untuk membuat diagnose keperawatan manjadi akurat adalah
identifikasi masalah yang memfokuskan perhatian pada respon fisik atau perilaku
saat ini atau beresiko tinggi yang mempengaruhi kualitas hasrat hidup klien atau
pada apa yang menjadi kebiasaan (Doenges, 2001).
Diagnosa keperawatan menunjukkan masalah keperawatan/masalah klien,
orang terdekat, dan atau perawat yang memerlukan intervensi keperawatan dan
penatalaksanaan (Doenges, 2001:14).
The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) telah
menerima definisi kerja dari diagnose keperawatan, yaitu: penilaian klinis tentang
respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah-masalah
kesehatan/proses kehidupan yang actual dan potensial. Diagnose keperawatan
memberikan dasar terhadap pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai
hasil dimana perawat dapat bertanggung gugat.

Diagnosa keperawatan dari ASKEP solution plasenta, diantaranya :


1. Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jaringan.
2. Ansietas berhubungan dengan ancaman yang dirasakan pada klien atau
janin
3. Infeksi, resiko tinggi terhadap prosedur invasive.

3. 3 Rencana Keperawatan dan Implementasi


Rencana keperawatan tidak hanya terdiri dari tindakan yang dilakukan
karena pesanan/ketentuan medis, tetapi juga koordinasi tertulis dari perawatn yang
diberikan oleh semua disiplin pelayanan kesehatan yang berhubungan. Tindakan
keperawatan mandiri adalah bagian integral dari proses ini. Tindakan kolaboratif
didasarkan pada aturan medis sertan anjuran atau pesanan dari disiplin lain yang
terlibat dengan asuhan terhadap klien.
Pada bagian ini, mengkomunikasikan tindakan keperawatan yang
dilakukan untuk mencapai hasil klien yang diinginkan. Rasional untuk intervensi
perlu logis dan dapat dikerjakan dengan tujuan memberikan perawatan individual.
Tindakan mungkin mandiri atau kolaboratifdan mencakup pesanan dari
keperawatan, kedokteran, dan disiplin lain (Doenges, 2001).

Dx 1 Nyeri (akut) berhubungan dendan trauma jaringan


 Hasil yang diharapkan:
klien akan mengungkapkan penatalaksanaan/reduksi nyeri.
 Intervensi :
1. Bantu dengan penggunaan tekhnik pernafasan.
R/ mendorong relaksasi dan memberikan klien cara mengatasi dan
mengontrol tingkat nyeri.
2. Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi. Berikan instruksi
bila perlu.
R/ relaksasi dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut, yang
memperberat nyeri.
3. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan, gosokan punggung, sandaran
bantal, pemebrian kompres sejuk, dll)
R/ meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kooping dan kontrol klien.
4. Kolaborasi memberikan sedatif sesuai dosis
R/ meningkatkan kenyamanan dengan memblok impuls nyeri.

Dx 2 Ansietas berhubungan dengan ancaman yang dirasakan


pada klien/janin.
 Hasil yang diharapkan:
Klien akan melaporkan ansietas berkurang dan/ atau teratasi, tampak rileks.
 Intervensi:
1. Kaji status psikologis dan emosional
R/ adanya gangguan kemajuan normal dari persaliann dapat memperberat
perasaan ansietas dan kegagalan. Perasaan ini dapat mengganggu kerja
sama klien dan menghalangi proses induksi.
2. Anjurkan pengungkapan perasaan.
R/ Klien mungkin takut atau tidak memahami dengan jelas kebutuhan
terhadap induksi persalinan. Rasa gagal karena tidak mampu ”melahirkan
secara alamiah” dapat terjadi.
3. gunakan terminologi positif, hindari penggunaan istilah yang menandakan
abnormalitas prosedur atau proses.
R/ Membantu klien/pasangan menerima situasi tanpa menuduh diri sendiri.
4. Dengarkan keterangan klien yang dapat menandakan kehilangan harga
diri.
R/ Klien dapat meyakini bahwa adanya intervensi untuk membantu proses
persalinan adalah refleksi negatif pada kemampuan dirinya sendiri.
5. Berikan kesempatan pada klien untuk memberi masukan pada proses
pengambilan keputusan.
R/ Meningkatkan rasa kontrol klien meskipun kebanyakan dari apa yang
sedang terjadi diluar kontrolnya.
6. anjurkan penggunaan/kontinuitas teknik pernapasan dan latihan relaksasi.
R/ Membantu menurunkan ansietas dan bmemungkinkan klien
berpartisipasi secara aktif.

Dx 3 Infeksi, resiko tinggi terhadap prosedur invasive.


 Hasil yang diharapkan:
Klien akan bebas dari infeksi, pencapaian tepat waktu dalam pemulihan luka
tanpa komplikasi.
 Intervensi
1. Tinjau ulang kondisi/faktor risiko yang ada sebelumnya.
R/ Kondisi dasar ibu, seperti diabetes atau hemoragi, menimbulkan
potensial risiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk. Risiko
korioamnionitis meningkat dengan berjalannya waktu, membuat ibu
dan janin pada berisiko. Adanya proses infeksi janin pada berisiko.
Adanya proses infeksi dapat meningkatkan risiko kontaminasi janin.
2. Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi (misalnya, peningkatan suhu,
nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas vagina).
R/ Pecah ketuban terjadi 24 jam sebelum pembedahan dapat
mengakibatkan korioamnionitis sebelum intervensi bedah dan dapat
mengubah penyembuhan luka.
3. Kolaborasi melakukan persiapan kulit praoperatif; scrub sesuai
protokol.
R/ Menurunkan risiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan
risiko infeksi pascaoperasi.
4. Kolaborasi melakukan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi.
R/ Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat
keterlibatan.
5. Kolaborasi dalam mencatat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht); catat
perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan.
R/ Risiko infeksi pasca-melahirkan dan penyembuhan buruk meningkat
bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.
6. Kolaborasi dalam memberikan antibiotik spektrum luas pada pra
operasi.
R/ Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah terjadinya
proses infeksi, atau sebagai pengobatan pada infeksi yang teridetifikasi.
3. 4 Evaluasi
Evaluasi respon klien terhadap asuhan yang diberikan dan pencapaian
hasil yang diharapkan (yang dikembangkan dalam fase perencanaan dan di
dokumentasikan dalam rencana keperawatan) adalah tahap akhir dari proses
keperawatan. Fase evaluasi perlu untuk menentukan seberapa baik rencana asuhan
tersebut berjalan dan bagaimanan selama proses terus menerus. Revisi rencana
keperawatan adalah komponen penting dalam evaluasi.
Pengkajian ulang adalah proses evaluasi terus menerus yang terjadi tidak
hanya hasil yang diharapkan terjadi pada klien di tinjau ulang atau bila keputusan
dibutuhkan apakah klien siap atau tidak untuk pulang. (Doengos, 2001:15).
Evaluasi adalah proses berkelanjutan. Perawat dapat mengasumsikan
perawatan tersebut telah efektif saat hasil yang diharapkan untuk perawatan dapat
terjadi. (Wong, 2002:366).
BAB IV
PENUTUP

4. 1 Kesimpulan
Solulusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
sebelum janin lahir diberi beragam sebutan; abruption plasenta, accidental
haemorage. Keadaan klien dengan solutio plasenta memiliki beberapa macam
berdasarkan tingkat keparahannya, tingkat keparahan ini dilihat dari volume
perdarahan yang terjadi mulai dari solutio ringan hingga berat.
Trauma langsung abdomen, hipertensi ibu hamil, umbilicus pendek atau
lilitan tali pusat, janin terlalu aktiv sehingga plasenta dapat terlepas, tekanan pada
vena kafa inferior, dan lain-lain diketahui bahwa sebagai penyebab dari solution
plasenta. Beberapa faktor yang menjadi faktor predisposisi solution plasenta itu
sendiri didapat dan diketahui mulai dari faktor fisik dan psikologis dengan kata
lain ditinjau dari kebiasaan-kebiasaan klien yang dapat mendukung timbulnya
solution plasenta. Adapun komplikasi dari solusio plasenta pada ibu dan janin
tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya
solusio plasenta berlangsung. Komplikasi terparah dari solution plsenta dapat
mengakibatkan syok dari perdarahan yang terjadi, keadaan seperti ini sangat
berpengaruh pada keselamatan dari ibu dan janin.
Penatalaksanaan dari solution plaseenta dapat dilakukan secara
konservatif dan secara aktif. Masing-masing dari penatalaksaan tersebut
mempunyai tujuan demi keselamatan baik bagi ibu, janin, ataupuun keduanya.

4. 2 Saran
 Diharapkan perawat serta tenaga kesehatan lainnya mampu memahami
dan mendalami dari solution plasenta.
 Perawat serta tenaga kesehatan l;ainnya mampu meminimalkan faktor
risiko dari solution plasenta demi mempertahankan dan meningkatkan
status derajat kesehatan ibu dan anak.
 Institusi kesehatan terkait dapat menyediakan dan mempersiapkan sarana
dan prasarana yang dibutuhkan dalm kejadian-kejadian abnormalitas ibu
terkait dengan kehamilan dan persalinan.
 Masyarakat mampu dan mau mempelajari keadaan abnormal yang terjadi
pada mereka sehingga para tenaga kesehatan dapat memberikan tindakan
secara dini dan mampu mengurangi jumlah mortalitas padaibu dan janin.
 Pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
 Mahasiswa dengan latar belakang medis sebagai calon tenaga kesehatan
mampu menguasai baik secara teori maupun skil untuk dapat diterapkan
pada masyarakat secara menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, dkk,. 2001. Obstetrical haemorrhage. Wiliam obstetrics 21th


edition. Lange USA: Prentice Hall International Inc Appleton.

Doengoes, Marilynn E, dkk,. 2001. Rencana perawatan maternal/bayi. Edisi 2.


Jakarta: EGC.

http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/16/karakteristik-kasus-solusio-
plasenta-di-bagian-obstetri-dan-ginekologi-rsud-arifin-achmad-pekanbaru-
periode-1-januari-2002-31-desember-2006/. Diakses tanggal 22 Maret 2008.

Manuaba, Chandarnita, dkk,. 2008. Gawat-darurat obstetri-ginekologi & obstetri-


ginekologi sosial untuk profesi bidan. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo S, Hanifa W. 2002. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan


Kelak. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo.

Wong, Dona L, dkk,. 2002. Maternal child nursing care 2nd edition. Santa Luis:
Mosby Inc.

You might also like