You are on page 1of 8

Pendidikan Profesi Guru, Problematika, Dan Alternatif Solusi

Luthfiyah Nurlaela Universitas Negeri Surabaya Abstrak


Pendidikan Profesi Guru (PPG) pada saat ini sedang menjadi perhatian banyak pihak, terutama para guru dan mahasiswa. PPG memang harus disikapi dengan bijak. Produk kebijakan yang meliputi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) yang menjadi sebagian dari landasan yuridisnya memang memiliki kekuatan hukum. Namun demikian, perkembangan di lapangan akhir-akhir ini menyangkut PPG perlu dipertimbangkan agar berbagai gejolak yang terjadi bisa diantisipasi dan disikapi dengan baik. Begitu banyak persoalan ikutan PPG, sehingga perlu dipikirkan beberapa alternatif solusi, antara lain: 1) Pemerintah perlu melakukan pengkajian terhadap pasal-pasal pada UU Sisdiknas dan UUGD yang membuka peluang bagi lulusan nonkependidikan untuk mengikuti PPG; 2) LPTK perlu didorong untuk membuka program studi baru sesuai dengan tuntutan perkembangan pendidikan di lapangan; 3) PPG perlu dikawal dengan lebih serius oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, khususnya Direktorat Pendidikan Tinggi dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDM dan PMP); 4) Berbagai persoalan ikutan setelah pelaksanaan PPG juga harus segera dipikirkan solusinya. Apakah para peserta PPG yang telah lulus akan memiliki gelar tambahan seiring dengan sertifikat PPG yang telah mereka kantongi? Bagaimana nasib mereka setelah lulus PPG, apakah ada prioritas bagi mereka untuk menjadi pegawai negeri? dan 5) Mengingat kebutuhan guru setiap tahunnya terbatas, maka pemerintah perlu membuat kebijakan yang membatasi penyelenggaraan LPTK. Kata kunci : rasional, PPG

1. Pendahuluan
Pendidikan Profesi Guru (PPG) pada saat ini sedang menjadi perhatian banyak pihak, terutama para guru dan mahasiswa. Para guru mempertanyakan kapan PPG akan diselenggarakan, apa persyaratannya, berapa biayanya, apakah berbeasiswa atau tidak, apakah berasrama atau tidak, apakah mereka masih tetap bisa melaksanakan tugas mengajar atau tidak selama mengikuti PPG, dan sebagainya. Mereka adalah guruguru muda, baik yang sudah pegawai negeri maupun yang masih sebagai guru tetap yayasan (GTY) atau guru yang dipekerjakan (DPK), bahkan juga guru tidak tetap (GTT) atau honorer. Kebanyakan dari mereka adalah guru-guru yang baru diangkat sebagai pegawai negeri pada akhir tahun 2005 atau awal 2006 dan setelahnya, atau guru-guru muda yang belum lama mengajar. Guru-guru tersebut tidak mempunyai peluang untuk mendapatkan kuota sertifikasi melalui Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), yang direncanakan akan berakhir pada tahun 2015.

Konaspi VII Universitas Negeri Yogyakarta, 2012 850 Para mahasiswa, terutama mahasiswa program studi (prodi) kependidikan, mempersoalkan aturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang memungkinkan PPG bisa diikuti oleh semua mahasiswa lulusan kependidikan maupun nonkependidikan. Bahkan mereka mengatakan, aturan ini ngawur (Jawa Pos, 29 Agustus 2012). Aturan ini dinilai sangat tidak adil bagi lulusan LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Empat tahun proses yang mereka lalui selama pendidikan di LPTK, seperti tidak ada artinya, karena disandingkan dengan lulusan non-LPTK yang juga memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti PPG. Baik dari lulusan LPTK maupun non-LPTK, sama-sama harus menempuh PPG selama 1 atau 2 semester (bergantung prodi PPG yang menjadi pilihanya), bila mereka ingin menjadi guru. Rasa ketidakadilan itu juga muncul karena ternyata guru belum dianggap sebagai profesi tertutup. Orang dengan latar belakang pendidikan apa pun, yang penting sarjana, bisa menjadi guru. Tidak

seperti profesi lain, misalnya advokat, pengacara, notaris, yang hanya bisa dimasuki oleh mereka yang memiliki latar belakang pendidikan yang linier. Dalih lain yang dikemukakan para mahasiswa juga kekhawatiran mereka akan mutu guru ke depan. Bila lulusan non-LPTK juga bisa menjadi guru asal lulus PPG, apa jadinya mutu pendidikan di masa depan? Banyak guru yang dihasilkan dengan cara instan, yang tidak mengalami pendidikan dan pembentukan kemampuan sebagai guru dengan cukup waktu; hanya melalui matrikulasi dan kemudian menempuh PPG. Padahal untuk menjadi guru, proses pendidikan yang di dalamnya terjadi pembudayaan, internalisasi, dan pembiasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai guru, sangatlah diperlukan. PPG memang harus disikapi dengan bijak. Produk kebijakan yang meliputi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) yang menjadi sebagian dari landasan yuridisnya memang memiliki kekuatan hukum. Namun demikian, perkembangan di lapangan akhir-akhir ini menyangkut PPG perlu dipertimbangkan agar berbagai gejolak yang terjadi bisa diantisipasi dan disikapi dengan baik. 2. Pembahasan 2.1 Rasional, Pengertian dan Tujuan PPG Terbitnya UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, dan PP No. 74/2008 tentang Guru, mengamanatkan (1) kualifikasi akademik guru minimum adalah S-1 atau D-IV; dan (2) Guru harus memiliki sertifikat pendidik (Buku Panduan PPG, 2009) . Pasal 10 PP No. 74/2008 menyebutkan Sertifikat Pendidik bagi calon guru dipenuhi sebelum yang bersangkutan diangkat menjadi guru. Sertifikasi pendidik sebagai upaya peningkatan mutu guru dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru, sehingga sertifikasi pendidik ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Selanjutnya sertifikat pendidik diperoleh melalui Program Pendidikan Profesi Guru seperti yang telah ditetapkan dalam Permendiknas No 8 Tahun 2009 tentang Program Konaspi VII Universitas Negeri Yogyakarta, 2012 851 PPG Pra Jabatan dan Permendiknas No 9 Tahun 2010 tentang Program PPG Dalam Jabatan. Sesuai pasal 1 ayat 2 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8 Tahun 2009 tentang Pendidikan Profesi Guru bahwa program pendidikan profesi guru prajabatan yang selanjutnya disebut program pendidikan profesi guru (PPG) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S-1 kependidikan dan S-1/D-IV nonkependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik profesional pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selanjutnya, Permendiknas Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pendidikan Profesi Guru bagi Guru dalam Jabatan, pasal 1 ayat 2, menyatakan bahwa program pendidikan profesi guru (PPG) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik. Mengacu pada pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tujuan umum program PPG adalah menghasilkan calon guru yang memiliki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan khusus program PPG adalah untuk menghasilkan guru profesional yang memiliki kompetensi dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran; menindaklanjuti hasil penilaian, melakukan pembimbingan, dan pelatihan peserta didik serta melakukan penelitian, dan mampu mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan (Permendiknas Nomor 9 Tahun 2010, pasal 2). 2.2Jalan Panjang Berliku PPG PPG sebenarnya sudah dipersiapkan sejak lama. Paling tidak sejak tahun 2008/2009, tim PPG Pusat dari Dikti sudah melakukan berbagai kegiatan, mulai menyusun naskah akademik, buku panduan, dan merancang kurikulum. Pada saat itu, fokus persiapan selain untuk PPG Prajab, juga untuk PPG dalam Jabatan (PPG Daljab). PPG Daljab direncanakan untuk segera dilaksanakan dengan salah satu misi mempercepat penuntasan sertifikasi guru. Mempertimbangkan jumlah guru yang belum tersertifikasi dan target penuntasan sertifikasi guru pada tahun 2015, diprediksi target tersebut tidak akan tercapai bila hanya mengandalkan jalur portofolio dan PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru). Maka pada tahun yang sama, dipaculah LPTK negeri maupun swasta untuk menyusun proposal penyelenggaraaan PPG. Berbagai komponen yang harus ada dalam proposal antara lain adalah izin penyelenggaraan prodi yang dikeluarkan oleh Dikti, bukti akreditasi prodi (minimal harus terakreditasi B), rancangan kurikulum PPG yang diusulkan, SDM (minimal 2 doktor dan 4 magister), rasio jumlah dosen dan Konaspi VII Universitas Negeri Yogyakarta, 2012 852 mahasiswa, dan sebagainya, termasuk sarana prasarana dan keberadaan Unit PPL serta jaringan kemitraan dengan sekolah. Visitasi dalam rangka verifikasi lapangan pada semua prodi yang mengajukan proposal dilakukan pada menjelang akhir tahun 2009, dengan melibatkan asesor dosen-dosen LPTK yang dinilai berkompeten dan memang sudah terlibat sejak awal penyiapan program PPG. Serangkaian workshop penyusunan Buku Pedoman PPG, Kurikulum PPG, dan Perangkat Workshop dan Asesmen, juga dilaksanakan, baik secara lokal oleh masing-masing LPTK maupun secara nasional dengan Dikti sebagai penyelenggaranya. Berdasarkan hasil penilaian proposal dan visitasi, maka diterbitkanlah Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (Kepmendiknas) Nomer 126/P/2010 tentang LPTK Penyelenggara PPG dalam Jabatan. Ada sebanyak 56 LPTK negeri dan swasta di seluruh Indonesia yang dinilai layak sebagai penyelenggara PPG Daljab. Dalam kepmendiknas tersebut juga sudah ada penetapan kuota untuk peserta PPG tahun 2010, 2011, dan 2012, yaitu sejumlah 13020 peserta/tahun. Menanggapi kepmendiknas tersebut, maka semua LPTK yang telah ditetapkan sebagai penyelenggara PPG berbenah. Dikti juga mengucurkan sejumlah dana pada LPTK untuk revitalisasi PPG. Dana tersebut dialokasikan untuk penyiapan kurikulum, perangkat pembelajaran, pengadaan buku-buku referensi, dan sistem penjaminan mutu PPG. Setiap prodi juga menyusun Buku Pedoman PPG Daljab dengan memanfaatkan dana tersebut. Sosialisasi PPG Daljab dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media dan forum, baik melalui website masing-masing LPTK, mengirimkan pemberitahuan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota dan bahkan langsung ke sekolah-sekolah, juga mengundang kepala dinas dan guru-guru khusus dalam rangka sosialisasi PPG, dan sebagainya.

Pada saat itu, Dikti mengalokasikan juga sejumlah dana untuk membantu biaya pendidikan peserta, yang jumlah nominalnya telah dihitung dan disepakati bersama-sama dengan LPTK Penyelenggara PPG. Namun kepastian tentang dana tersebut tidak kunjung datang sampai akhir tahun 2010. Maka berbagai kegiatan persiapan yang telah dilakukan LPTK seperti tak berarti, meskipun optimisme tetap ada, bahwa PPG akan dilaksanakan tahun 2011. Puluhan pertanyaan seputar kapan pendaftaran PPG, apa persyaratannya, kapan dilaksanakan, dan seterusnya terlontar dari berbagai pihak, terutama guru-guru. Namun yang bisa dijawab oleh LPTK adalah bahwa PPG yang sedianya akan dilaksanakan pada tahun 2010 itu ditunda, mungkin dimulai tahun 2011. Pada tahun 2011, terbitlah Kepmendiknas Nomer 052/P/2011 tentang Perubahan atas Kepmendiknas Nomer 126/P/2010 tentang LPTK Penyelenggaran PPG Dalam Jabatan. Tidak ada yang berbeda dari kepmen tersebut, kecuali tahun untuk kuota PPG Daljab, yaitu untuk tahun 2011, 2012, dan 2013. Jumlah LPTK Penyelenggara PPG daljab dan jumlah kuota peserta sama dengan kepmen sebelumnya. Dengan semangat baru, LPTK kembali melakukan berbagai kegiatan persiapan dan sosialisasi. Pada saat itu diinformasikan bahwa PPG Daljab mungkin akan dilaksanakan pada Maret 2011.Ternyata sampai pada akhir Maret, belum juga ada kepastian, begitu juga pada bulan-bulan selanjutnya. Hingga pada minggu kedua Agustus, Dikti mengumumkan adanya perekrutan PPG Daljab, yang pendaftarannya secara online Konaspi VII Universitas Negeri Yogyakarta, 2012 853 melalui SIM-PPG pada laman http://ksg.dikti.go.id/ppg. Bahkan pada saat itu pun, kepastian tentang beasiswa PPG belum ada kejelasan, namun LPTK didorong untuk membuka pendaftaran. Beberapa LPTK menyambut himbauan itu dengan bersemangat, mereka gencar melakukan sosialisasi agar banyak guru yang mendaftarkan diri. Sebagian LPTK menanggapi dengan setengah hati, melakukan sosialisasi dan rekrutmen dengan semangat yang biasa-biasa saja. Pendaftaran itu dibuka sampai minggu kedua November, dan seleksi administrasi serta seleksi akademik dilaksanakan pada minggu-minggu berikutnya. Pelaksanaan PPG Daljab direncanakan pada minggu pertama Desember 2011. Pada saat itu, Dikti juga meluncurkan program yang lain, yaitu SM-3T (Sarjana mendidik di Daerah Terdepan, tertinggal, dan Terluar), program S1 KKT (S1 Kependidikan dengan Kewenangan Tambahan), program PPGT (Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi), dan beberapa program yang lain. Program yang diluncurkan menjelang penghujung tahun. Konon, karena dana yang digunakan adalah dana APBN-P, sehingga kepastian cairnya selalu menjelang tahun anggaran tutup. Maka hampir semua LPTK yang ketiban sampur untuk melaksanakan program itu benar-benar kepontal-pontal. Hanya beberapa LPTK yang akhirnya bisa melaksanakan PPG Daljab, dengan menarik lebih dulu biaya pendidikan dari peserta PPG, dan biaya itu dijanjikan akan dikembalikan bila beasiswa dari Dikti telah cair. Tahun 2012 memberi harapan baru untuk penyelenggaraan PPG Daljab. Kabar terbaru menginformasikan bahwa dana PPG di-DIPA-kan ke LPMP melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDM-PMP), artinya tidak lagi melalui Dikti seperti tahun-tahun sebelumnya. Maka LPTK-pun kembali berbenah dengan semangat tinggi. Di Jawa Timur, LPTK Penyelenggaran PPG sebanyak 8 perguruan tinggi (Unesa, UM, Unej, UNIPA, Unmuh Malang, Unisma Malang, IKIP PGRI Madiun, dan Universitas Nusantara PGRI Kediri). Kedelapan perguruan tinggi tersebut menghimpun diri,

berunding di bawah koordinasi LPMP Jawa Timur, dan membentuk Forum Pelaksana PPG Jawa Timur. Berbagai kesepakatan diperoleh dalam pertemuan pada pertengahan Januari 2012 tersebut, termasuk penetapan beasiswa untuk setiap peserta PPG. Direncakan pendaftaran PPG akan dimulai pada Februari-Maret 2012. Namun, setelah menunggu dengan penuh harapan, tiba-tiba Kepala LPMP menginformasikan bahwa dana yang sedianya untuk penyelenggaraan PPG Daljab dialihkan untuk pelaksanaan UKA (Uji Kompetensi Awal). Padahal, sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, semua LPTK telah melakukan persiapan dan sosialisasi sedemikian rupa, dengan memberikan keyakinan bahwa PPG Daljab akan segera dilaksanakan. Apa boleh buat. Maka untuk yang kesekian kalinya, LPTK, lagi-lagi, harus menjawab puluhan bahkan ratusan pertanyaan tentang penyelenggaraan PPG dengan satu kata kunci: ditunda. Sejak tahun 2011, Dikti meluncurkan program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia, salah satunya adalah program SM-3T. Program SM-3T ditujukan kepada para Sarjana Pendidikan yang belum bertugas sebagai guru, untuk ditugaskan selama satu tahun pada daerah 3T. Program SM-3T dimaksudkan untuk membantu mengatasi Konaspi VII Universitas Negeri Yogyakarta, 2012 854 kekurangan guru, sekaligus mempersiapkan calon guru profesional yang tangguh, mandiri, dan memiliki sikap peduli terhadap sesama, serta memiliki jiwa untuk mencerdaskan anak bangsa. Program ini merupakan Program Pengabdian Sarjana Pendidikan untuk berpartisipasi dalam percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T selama satu tahun sebagai penyiapan pendidik profesional yang akan dilanjutkan dengan Program Pendidikan Profesi Guru. SM-3T seperti mengobati luka kecewa karena gagalnya PPG Daljab yang sudah digadanggadang bertahun-tahun. Lepas dari apakah ini merupakan program tiruan dari Indonesia Mengajar-nya Anis Baswedan, harus diakui bahwa program SM-3T memberi kemanfaatan yang luar biasa, tidak hanya bagi pemerintah daerah 3T yang memang kondisi pendidikannya sangat memprihatinkan; namun juga bagi para sarjana pengabdi tersebut. Berbagai tantangan dalam bidang pendidikan dan kemasyarakatan yang harus dihadapi oleh para sarjana, dalam segala keterbatasan sarana prasarana, daya dukung masyarakat dan sekolah yang sangat rendah, di antara perbedaan latar belakang kultur dan agama; menjadikan mata mereka terbuka lebar, kepedulian dan ketangkasan terasah, dan kemampuan memecahkan masalah semakin terbangun. Bekal sebagai guru profesional benar-benar mereka peroleh secara langsung, nyata, seringkali harus berdarah-darah, dan semuanya mereka hayati sebagai bagian dari proses menuju cita-cita sebagai guru yang profesional. Melihat begitu besar manfaat SM-3T dalam rangka mengembangkan guru yang profesional, maka sejak tahun 2012 ini, Dikti mengeluarkan kebijakan bahwa perekrutan peserta PPG Prajab adalah melalui SM-3T (Pedoman Pelaksanaan Program SM-3T), 2012). Program tersebut sementara ini hanya untuk lulusan prodi pendidikan dengan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain IPK; lulus tes administrasi, tes akademik, dan tes wawancara; dan berbagai persyaratan lain, termasuk pengalaman keorganisasian selama menjadi mahasiswa. Kebijakan ini tentu saja menjaga kredibilitas LPTK. Bahwa profesi sebagai guru seharusnyalah diemban oleh mereka yang memang dari awal sudah dipersiapkan sebagai guru. Sebagaimana profesi-profesi yang lain; dokter, pengacara, notaris, akuntan, dan sebagainya, yang tidak setiap orang bisa memasukinya. Bahwa PPG merupakan upaya pemerintah untuk memuliakan profesi guru. Bahwa pendidikan yang ditempuh selama empat tahun masa kuliah adalah pendidikan

akademik, dan untuk menjadi guru, seseorang harus menempuh pendidikan profesi (PPG). Sama halnya sarjana akuntansi yang tidak bisa secara otomatis menjadi akuntan, sarjana hukum yang tidak bisa secara langsung disebut pengacara, notaris, dan sebagainya; melainkan mereka harus menempuh pendidikan profesi lebih dulu. Namun di sisi lain, kebijakan yang memungkinkan peserta PPG bisa berasal dari sarjana nonpendidikan, seolah bertentangan dengan upaya pemuliaan guru itu sendiri. Memang ada perbedaan persyaratan antara sarjana pendidikan dan nonpendidikan dalam mengikuti PPG Prajab. Sarjana nonkependidikan harus menempuh matrikulasi bidang kependidikan sebelum mengikuti PPG, sedangkan sarjana pendidikan tidak dikenakan persyaratan tersebut. Selebihnya sama. Kurikulum, masa pendidikan, proses pendidikan, dan sebagainya, tidak ada perbedaan. Konaspi VII Universitas Negeri Yogyakarta, 2012 855 Pertanyaannya: bagaimana mungkin proses panjang selama sekitar delapan semester menempuh pendidikan disejajarkan hanya dengan paling lama satu semester kegiatan matrikulasi? Bukankah proses membentuk kompetensi guru yang profesional itu memerlukan waktu yang panjang, dan oleh sebab itu sudah harus dimulai sejak awal semester dalam delapan semester tersebut? Tidak sekedar lulus beberapa matakuliah matrikulasi dan bisa melakukan praktek mengajar secara instan? Lantas apa gunanya LPTK bila pada akhirnya siapa pun bisa menjadi guru, hanya dengan menempuh pendidikan profesi selama satu atau dua semester? Dalam Naskah Akademik PPG sendiri dinyatakan, kompetensi guru merupakan sesuatu yang utuh, sehingga proses pembentukannya tidak bisa dilakukan secara instan, karena guru merupakan profesi yang akan menghadapi individu-individu, yakni pribadi unik yang mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang. Tuntutan untuk menghasilkan guru yang profesional mengharuskan LPTK penyelenggara memiliki visi yang jelas dengan dilandasi prinsip good governance dan memiliki kapasitas yang menjamin keprofesionalan lulusannya. Dengan demikian, kualitas input menjadi sangat penting untuk menegakkan prinsip good governance, selain kualitas SDM, sarana prasarana, dan sebagainya. Namun dengan kebijakan terkait dengan input PPG seperti saat ini, mungkinkah? Di sisi lain, kita harus menyadari bahwa saat ini di Indonesia terdapat lebih 200 LPTK negeri dan swasta dalam berbagai bentuk dan tersebar di seluruh Indonesia, yang pemetaannya belum sepenuhnya dilakukan secara baik. Terjadi disparitas kualitas, rentangan kualitas LPTK-LPTK tersebut sangat lebar, ditambah lagi sebarannya yang tidak merata. PPG merupakan salah satu jalan keluar untuk mengendalikan mutu guru yang dihasilkan dari semua LPTK tersebut. Lebih jauh, perkembangan bidang-bidang pengetahuan dan keahlian yang cukup pesat juga menuntut tersedianya tenaga guru yang kompeten pada bidangnya. Masih banyak bidang-bidang di mana guru-gurunya belum dihasilkan oleh LPTK. Beberapa contohnya adalah pada bidang kejuruan, misalnya pertanian, peternakan, perkapalan, perhotelan dan pariwisata, dan sebagainya; sampai saat ini belum ada satu pun LPTK yang menghasilkan guru-guru dalam bidang tersebut. Maka PPG menjadi salah satu jalan keluar, di mana sarjana pada bidang-bidang tersebut dimungkinkan untuk menjadi guru, mengisi kebutuhan dalam bidang-bidang yang relevan, dengan lebih dulu menempuh PPG. 3. Kesimpulan Berdasarkan uraian sebelumnya, perlu dipikirkan alternatif solusi untuk mengatasi berbagai persoalan PPG. Beberapa alternatif solusi tersebut antara lain:

3.1 Pemerintah perlu melakukan pengkajian terhadap pasal-pasal pada UU Sisdiknas dan UUGD yang membuka peluang bagi lulusan nonkependidikan untuk mengikuti PPG. Memang disadari, pada saat ini LPTK belum bisa memenuhi kebutuhan guru dalam semua bidang di lapangan pendidikan. Banyak bidang-bidang yang belum dihasilkan oleh LPTK sebagaimana disinggung di atas. Namun alangkah baiknya bila Konaspi VII Universitas Negeri Yogyakarta, 2012 856 untuk bidang-bidang yang sudah dihasilkan oleh LPTK, misalnya bidang IPA, bahasa, IPS, dan sebagainya, peluang bagi sarjana nonkependidikan pada bidang tersebut untuk mengikuti PPG tidak dibuka. PPG bagi sarjana nonkependidikan hanya dibuka bila memang guru pada bidangbidang tersebut belum dihasilkan oleh LPTK. 3.2 LPTK perlu didorong untuk membuka program studi baru sesuai dengan tuntutan perkembangan pendidikan di lapangan. Mengingat ada cukup banyak persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengajukan usulan pendirian program studi baru, salah satunya adalah ketersediaan SDM dosen yang memiliki latar belakang pendidikan yang linier/serumpun dengan prodi yang akan diusulkan (tentu saja untuk bidang-bidang yang dicontohkan di atas, misalnya: pariwisata, perhotelan, pertanian, perkapalan, dan sebagainya; persyaratan ini tidak mudah dipenuhi), maka perlu strategi khusus dalam pengembangan SDM perguruan tinggi. Selain itu, kerjasama dengan praktisi dalam bidang-bidang yang akan dikembangkan, juga menjadi tuntutan mutlak. Dengan demikian diharapkan, ke depan, bidang apa pun ada LPTK-nya. Guru bidang perkapalan dihasilkan oleh Prodi Pendidikan Teknik Perkapalan, bidang perhotelan dihasilkan oleh Prodi Pendidikan Perhotelan, dan sebagainya. Selama bidang-bidang tersebut tidak ada LPTK-nya, maka PPG mungkin akan tetap menjadi jalan keluar terbaik. Setidaknya, para sarjana dari bidang nonkependidikan (D-IV), telah dibekali pengetahuan, keterampilan, dan sikap, melalui PPG, sebelum mereka berprofesi sebagai guru. 3.3 PPG perlu dikawal dengan lebih serius oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, khususnya Direktorat Pendidikan Tinggi dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDM dan PMP). Jalan panjang berliku yang telah dilalui PPG selama ini menunjukkan betapa program ini seolah berjalan terseok-seok. Ketidaksinkronan program antarlembaga yang seharusnya mengawal PPG menyebabkan PPG seperti banyak program pemerintah yang lain, yang dinilai kurang didasarkan pada landasan kebijakan yang kuat dan terkesan project-based. 3.4 Berbagai persoalan ikutan setelah pelaksanaan PPG juga harus segera dipikirkan solusinya. Apakah para peserta PPG yang telah lulus akan memiliki gelar tambahan seiring dengan sertifikat PPG yang telah mereka kantongi? Bagaimana nasib mereka setelah lulus PPG, apakah ada prioritas bagi mereka untuk menjadi pegawai negeri? 3.5 Mengingat kebutuhan guru setiap tahunnya terbatas, maka pemerintah perlu membuat kebijakan yang membatasi penyelenggaraan LPTK. Karena bila tidak, jumlah lulusan LPTK yang setiap tahunnya jauh melampaui kebutuhan guru, justru akan menjadi bumerang bagi LPTK dan pemerintah. 4. Daftar Pustaka Nurlaela, Luthfiyah. 2012. Jalan Panjang Berliku Pendidikan Profesi Guru. http://www.luthfiyah.com. Diakses 4 September 2012. Tim Penyusun. 2012. Pedoman Pelaksanaan Program SM-3T. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Konaspi VII Universitas Negeri Yogyakarta, 2012 857 Tim Penyusun. 2010. Panduan Pendidikan Profesi Guru. Edisi II. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Tim Penyusun. 2008. Naskah Akademik Pendidikan Profesi Guru. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Direktorat Ketenagaan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8 Tahun 2009 tentang Program Pendidikan Profesi Guru Pra-Ja-batan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 9 Tahun 2010 tentang Program Pendidikan Profesi Guru Bagi Guru Dalam Jabatan.

You might also like