You are on page 1of 10

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan, ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan tekhnologi dan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggitingginya (Depkes RI, 2009). Salah satu sumber daya manusia yang merupakan ujung tombak pelayanan dalam upaya mencapai tujuan pelayanan kesehatan di rumah sakit dan kelompok terbesar yang memberi pelayanan kesehatan, perawat telah diposisikan untuk memengaruhi, bukan hanya perkembangan sistem, tetapi bagaimana praktek harus dibentuk dengan mengubah tatanan pelayanan

kesehatan dimana proses tersebut akan memengaruhi setiap aspek praktik professional dan sangat bergantung pada proses kepemimpinan keperawatan yang terjadi (Simamora, 2012). Keperawatan merupakan bentuk pelayanan professional yang menjadi bagian integral dalam pelayanan kesehatan, berbentuk pelayanan biopsiko social spritiual yang komprehensif, didasarkan pada ilmu dan kiat perawat. Pelayanan yang diberikan ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat,

baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Simamora, 2012). Salah satu indikator keberhasilan pelayanan keperawatan yang dapat memberikan kontribusi nyata dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah kinerja perawat. Kinerja akan semakin baik tergantung bagaimana persepsi mereka terhadap program-program rumah sakit yang direncanakan dan diimplementasikan oleh manajer rumah sakit. Jika kinerja dan motivasi staf dirasakan menurun maka manajer rumah sakit dapat melakukan upaya rotasi kerja. Rotasi kerja pada perawat merupakan salah satu program yang dikembangkan untuk meningkatkan kinerja perawat (Totok, 2008). Rotasi pekerjaan adalah pergantian periodik seorang karyawan dari satu tugas ke tugas yang lain. Ketika satu aktivitas tidak lagi menantang, karyawan tersebut dipindah ke pekerjaan lain, biasanya pada tingkat yang sama yang mempunyai persyaratan keterampilan yang sama (Robbins, 2010). Tujuan rotasi kerja untuk mengurangi rasa bosan, meningkatkan motivasi melalui pembuatan variasi untuk aktivitas karyawan dan membantu karyawan memahami dengan lebih baik bagaimana pekerjaan mereka memberikan konstribusi terhadap organisasi. Secara tidak langsung juga bermanfaat bagi organisasi karena karyawan yang mempunyai banyak keterampilan memberi manajemen lebih banyak fleksibilitas dalam merencanakan pekerjaannya, menyesuaikan diri dan mengisi lowongan yang ada (Robbins, 2010).

Kebijakan rotasi kerja secara berkala dapat dikategorikan sebagai bentuk pelatihan on-the-job, karena tidak jarang kinerja karyawan mengalami fluktuasi. Kondisi seperti itu berhubungan dengan terlalu lamanya seseorang dalam periode kerja di satu unit atau di satu pekerjaan saja, yang berakibat timbulnya kebosanan dan bahkan kejenuhan di kalangan mereka (Sjafri M, 2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Totok Setyo Nugroho (2008) tentang Hubungan antara persepsi tentang pemberian insentif dan program rotasi dengan kinerja perawat di RSUD Kabupaten Sragen, menyatakan bahwa perawat dengan persepsi baik terhadap program rotasi memiliki kinerja kerja 26 poin lebih baik daripada perawat dengan persepsi yang tidak baik. Hal ini menunjukkan bahwa rotasi kerja dapat meningkatkan kinerja seseorang dalam bekerja. Adanya kebijakan rotasi juga diharapkan dapat memberi keuntungan bagi masyarakat, antara lain layanan jasa yang didapat menjadi lebih cepat. Bagi manajer, rotasi merupakan langkah dalam menentukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan atau evaluasi, rotasi secara berkesinambungan. Hakekat rotasi bagi perawat bertujuan agar perawat yang bersangkutan memperoleh kepuasan kerja yang mendalam, terlepas dari kejenuhan, merasa fresh dalam menjalankan tugasnya sehingga memberikan prestasi kerja yang semaksimal mungkin (Simamora, 2012). Agar program rotasi tepat sasaran dan dapat menghasilkan persepsi yang positif terhadap stafnya, maka perlunya kebijakan data dan informasi

akurat mengenai kinerja individu, pengalaman kerja di unit, keterlibatan pelatihan, dan perilaku karyawan. Kemudian perlu dilakukan sosialisasi agar para karyawan tidak merasa diperlakukan secara tidak adil. Rotasi pekerjaan juga harus berbasis kompetensi dari karyawan bersangkutan. Mereka harus disiapkan lebih dahulu paling tidak dalam bentuk orientasi di tempat pekerjaan yang baru (Sjafri M, 2009). Karena dampak rotasi sering kali memberikan rasa ketidaknyamanan kepada perawat yang dirotasi sehingga akan menimbulkan penurunan kinerja kerja dan motivasi. Dampak tersebut muncul karena perawat yang bersangkutan tidak siap dengan program rotasi dan menganggap rotasi hanya dilakukan pada perawat yang bermasalah. Kondisi ini muncul akibat persepsi yang kurang tepat dari kegiatan rotasi (Raihan, 2011). Persepsi diartikan sebagai proses kesadaran seseorang individu didalam menseleksi, mengorganisir dan memberikan arti terhadap dorongan yang datang dari lingkungannya. Persepsi terdiri dari persepsi individu dan masyarakat yang mempunyai efek positif dan negatif, apabila objek yang dipersepsi sesuai dan dapat diterima secara rasional dan emosional maka akan menjadi persepsi positif. Apabila tidak sesuai dengan penghayatan atau cenderung menjauhi, menolak dan menanggapinya secara berlawanan terhadap objek maka persepsi yang timbul dapat menjadi negatif (Hirdinis, 2008). Dari hasil penelitian Raihan (2011), tentang Persepsi dan Pengalaman Perawat Pelaksana Terhadap Pelaksanaan Rotasi Kerja di Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Soedarso Pontianak, dapat disimpulkan bahwa persepsi perawat pelaksana terhadap pelaksanaan rotasi kerja masih kurang baik. Penelitian sebelumnya oleh Marabessy (2002), tentang hubungan rotasi dengan kepuasan kerja perawat didapatkan bahwa perawat sebanyak 53,6% perawat setelah dirotasi merasa tidak puas dengan pekerjaannya. Hal tersebut memberi gambaran bahwa persepsi awal perawat terhadap rotasi kerja penting diketahui agar menjadi tepat sasaran. RSUD Kota Langsa merupakan rumah sakit tipe B non pendidikan yang merupakan rumah sakit dengan rujukan terbanyak, dimana tingkat hunian rumah sakit atau BOR (Bed Occupation Rate) pada tahun 2011 sebanyak 263 hunian rumah sakit dan meningkat pada tahun 2012 sebanyak 306 hunian. Tingginya angka BOR dan melihat kebutuhan perawat berdasarkan beban kerja serta untuk memberikan penyegaran maka pihak manajemen melakukan program rotasi antar ruangan bagi perawat. Dan melakukan program rotasi secara insidentil bagi perawat yang dianggap bermasalah diruangan atau untuk promosi suatu jabatan tertentu dibagian struktural. Namun penetapan kebijakan rotasi yang diberikan oleh manajemen RSUD Kota Langsa terkadang menimbulkan dampak pro dan kontra dari perawat. Perawat yang pro terhadap kegiatan rotasi akan mendapat reaksi positif dari perawat yang mengalami rotasi kerja, sebaliknya jika program rotasi merupakan sesuatu yang kontra bagi perawat akan menimbulkan

konflik personal dan kelompok bagi perawat yang tidak siap untuk dilakukan rotasi. Pelaksanaan program rotasi kerja di RSUD Kota Langsa telah berjalan sejak lama, pada tahun 2012 dari seluruh perawat yang bertugas di RSUD Kota Langsa, sebanyak 131 perawat telah menjalankan program rotasi kerja dari pihak manajemen. Dan terhitung dari Januari 2013 sampai dengan Maret 2013 sebanyak 24 orang perawat juga telah menjalankan program rotasi tersebut. Berdasarkan survei awal terhadap 10 orang perawat yang bekerja di RSUD Kota Langsa melalui wawancara yang dilakukan peneliti pada bulan Mei 2013, sebanyak 7 orang perawat menyatakan tidak senang dengan dilaksanakannya rotasi kerja. Karena butuh orientasi dan adaptasi terhadap lingkungan baru, penempatan kerja sering tidak sesuai dengan keahlian, tidak diberikan pelatihan sebelum rotasi, rentang waktu rotasi yang cepat dan anggapan bahwa rotasi merupakan hukuman bagi perawat yang bermasalah dengan pekerjaannya sehingga sering menimbulkan perasaan cemas dan tidak senang. Hasil wawancara pada 3 orang perawat menyatakan senang dengan adanya pelaksanaan rotasi karena rotasi bagi perawat bertujuan untuk pengembangan pengetahuan, pengenalan terhadap perawat lain dan peningkatan kinerja kerja, mengurangi kejenuhan terhadap situasi kerja, dapat mengembangkan pengetahuan dan pengalaman kerja perawat. Hal tersebut harus didukung dengan adanya pelatihan dan persiapan terlebih dahulu agar

perawat siap dan tidak menimbulkan perasaan tidak senang/puas seperti yang sering terjadi saat pelaksanaan rotasi di RSUD Kota Langsa. Berdasarkan uraian diatas, memberikan gambaran bahwa persepsi awal perawat terhadap rotasi kerja penting diketahui agar program rotasi yang dilaksanakan menjadi tepat sasaran dan dapat meningkatkan kepuasan serta motivasi kerja perawat. Menurut asumsi peneliti meskipun program rotasi kerja mampu mampu meningkatkan pengetahuan perawat dan memberi keuntungan suatu badan pelayanan kesehatan seperti Rumah sakit, program tersebut menjadi tidak efektif karena dalam jangka panjang individu-individu tersebut akan menjadi bosan dengan pekerjaan dimana mereka dirotasi. Program rotasi kerja biasanya efektif didalam mencapai tujuan lainnya, seperti tujuan pelatihan didalam memberikan bagaimana berbagai unit organisasi menjadi berfungsi. Bagi manajemen rumah sakit, program rotasi kerja bagi perawat merupakan salah satu yang dapat dipergunakan untuk menentukan langkahlangkah dalam membuat perencanaan, pengorganisasian, perencanaan, pengarahan dan evaluasi rotasi secara berkesinambungan. Hakekatnya rotas kerja bertujuan perawat bersangkutan memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat memberikan prestasi kerja yang semaksimal mungkin (Sastrohadiwiryo, 2005). Dengan tujuan program rotasi yang dilakukan oleh manajemen keperawatan kepada staf dapat menghasilkan persepsi yang positif. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Persepsi Perawat

Tentang Pelaksanaan Rotasi di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2013.

1.2 Perumusan Masalah Perawat merupakan individu yang bertanggung jawab dan memiliki wewenang dalam memberikan pelayanan keperawatan, akan tetapi memiliki persepsi yang berbeda-beda. Pelaksanaan rotasi memiliki peranan penting dalam sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan, sehingga perawat terlepas dari kejenuhan dan merasa fresh dalam menjalankan tugasnya dan dapat memberikan pelayanan yang jauh lebih baik (Simamora, 2012). Fenomena yang timbul di RSUD Kota Langsa, berdasarkan hasil wawancara pada 10 orang perawat yang bertugas di Rumah sakit, menunjukkan masih ada perawat masih memiliki persepsi yang negatif dengan pernyataan tidak setuju terhadap program rotasi yang diberikan oleh pihak manajemen yaitu sebanyak 7 orang perawat dan masih ada persepsi yang salah mengenai tujuan dan manfaat dari program rotasi yang telah dilaksanakan dapat menurunkan motivasi dan kinerja kerja perawat dalam memberikan pelayanan di Rumah sakit. Hal ini sejalan dengan pendapat Mangkuprawira (2010), yang menyatakan bahwa rotasi atau perputaran pekerjaan tidak selalu berjalan mulus. Bisa saja tindakan seperti itu menuai protes dari karyawan yang merasa dirinya sudah mapan pada posisi yang sekarang. Karena itu kebijakan seperti itu harus didasarkan pada data dan informasi akurat mengenai kinerja individu, pengalaman kerja di unit, keterlibatan pelatihan, dan perilaku karyawan. Kemudian perlu

dilakukan sosialisasi agar para karyawan tidak merasa diperlakukan secara tidak adil. Hal lain yang penting juga dipertimbangkan bahwa rotasi pekerjaan harus berbasis kompetensi dari karyawan bersangkutan. Mereka harus disiapkan lebih dahulu paling tidak dalam bentuk orientasi di tempat pekerjaan yang baru. Fenomena yang terjadi di RSUD Kota Langsa, membuat peneliti tertarik untuk mengetahui tentang Bagaimana Persepsi Perawat Tentang Pelaksanaan Rotasi di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengindentifikasi Persepsi Perawat Tentang Pelaksanaan Rotasi di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2013. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui persepsi perawat tentang rotasi yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2013. 2. Untuk mengetahui karakteristik individu perawat mencakup usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2013.

10

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Lanjutan Sebagai bahan masukan responden tentang persepsi pelaksanaan program rotasi sehingga dapat menjadi bahan aplikasi bagi diri sendiri dan perawat lainnya dalam pelaksanaan manajemen di RSUD Kota Langsa. 1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan Hasil data yang didapat berupa tema-tema, diharapkan dapat menjadi bahan kajian mahasiswa lain terutama yang berkaitan dengan program rotasi kerja dan dapat diaplikasikan secara langsung. 1.4.3 Bagi Instansi Rumah Sakit Menjadi masukan dan pertimbangan bagi Direktur RSUD Kota Langsa, khususnya Kasie Keperawatan dalam pengambilan kebijakan sumber daya perawat dan kegiatan yang berhubungan dengan proses rotasi yang tepat. Dengan mengetahui persepsi perawat tentang rotasi kerja, alasan-alasan, hambatan yang diungkapkan dan hambatan terhadap rotasi kerja, dapat dijadikan bahan masukan untuk penyusunan program rotasi kerja perawat terutama bagian bidang keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa sehingga dapat mendukung peningkatan mutu keperawatan.

You might also like