You are on page 1of 15

I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pemberdayaan ekonomi lokal (daerah) tidak bisa dilepaskan dari peran UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan menengah). Di Indonesia sektor Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) telah mampu menunjukkan kinerja yang relatif lebih tangguh dalam menghadapi masa krisis yang panjang. Kontribusi sektor ini pada perekonomian nasionalpun cukup signifikan. Usaha produksi UKM merupakan bagian dari perkembangan industri di Indonesia. Tahun 2008 BPS menginformasikan bahwa; Jumlah UKM yang ada di Indonesia sudah mencapai 49,8 juta unit usaha, atau 99,99% terhadap total unit usaha di Indonesia. Kelompok usaha ini mampu menyerap tenaga kerja mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia. Sedangkan sumbangannya terhadap PDB sebesar Rp 2.121,3 triliun atau 53,6% dari total PDB Indonesia yang sebesar Rp 3.957,4 triliun. Pertumbuhan PDB Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mencapai 6,4 % dan Usaha Besar (UB) tumbuh 6,2 %. Ekspor hasil produksi UKM mencapai Rp 142,8 triliun atau 20 % terhadap total ekspor non migas nasional sebesar Rp 713,4 triliun. Nilai investasi fisik UKM yang dinyatakan dengan angka Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) mencapai Rp 462,01 triliun atau 46,96 % terhadap total PMTB Indonesia. Data tersebut mengindikasikan bahwa pada dasarnya UKM merupakan kelompok usaha yang memiliki potensi besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran. (BPS, 2008) Usaha Kecil Menengah mempunyai peran penting dan strategis bagi pertumbuhan ekonomi negara, baik negara berkembang maupun negara maju. Pada saat krisis ekonomi berlangsung di Indonesia, Usaha Kecil Menengah merupakan sektor ekonomi yang memiliki ketahanan paling baik. Kemampuan Usaha Kecil Menengah perlu diberdayakan dan dikembangkan secara terus menerus dengan berusaha mereduksi kendala yang dialaminya, sehingga mampu memberikan kesejahteraan masyarakat. Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM) diarahkan untuk berperan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, pencipta lapangan
Page 1

kontribusi lebih maksimal terhadap peningkatan

kerja baru dan penumbuh daya saing. Program jangka menengah meliputi strategi pemberdayaan dalam lingkup makro, meso maupun mikro. Pada tataran makro, memuat kebijakan perbaikan lingkungan usaha yang diperlukan dalam rangka peningkatan daya-saing (competitiveness) koperasi dan UMKM. Dalam hal ini tantangan untuk lima tahun ke depan antara lain persaingan usaha yang makin ketat, biaya transaksi yang makin tinggi, serta semakin mahalnya sumberdaya yang diperlukan oleh koperasi dan UMKM. Pada tataran meso, memuat upaya peningkatan akses koperasi dan UMKM terhadap sumberdaya produktif guna meningkatkan kesehatan dan perluasan usaha mereka. Fokusnya tentu terkait dengan masalah pengembangan kelembagaan dan peningkatan kapasitas untuk mendukung perluasan jaringan usaha dan pemasaran, peningkatan akses terhadap modal dan advokasi, serta peningkatan intensitas penerapan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan koperasi dan UMKM. Lalu pada tataran mikro, memiliki sasaran yang jelas yaitu upaya untuk mengatasi persoalan yang terkait dengan karakteristik dan perilaku pelaku usaha. Rancangan jangka menengah menekankan bahwa pelaku usaha koperasi dan UMKM tidak lagi bisa menjalankan bisnis seperti pola yang selama ini diterapkan (business as usual). tetapi harus benar-benar dibantu untuk menumbuhkan kewirausahaan, budaya kerja, dan mengembangkan lingkungan yang kondusif bagi usaha yang memiliki daya saing yang tinggi.

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana model/strategi pemberdayaan UKM? 2. Bagaimana model/strategi kerja sama (kemitraan) dalam pemberdayaan UKM? 3. Bagaimana dukungan financial dan nonfinansial dalam pemberdayaan UKM? 4. Bagaimana peran Bank/LKM dan BDS/PT/LSM/NGO dalam pemberdayaan UKM?

C. Tujuan Pembahasan 1. Mendeskripsikan model/strategi pemberdayaan UKM. 2. Mendeskripsikan model/strategi kerja sama (kemitraan) dalam pemberdayaan UKM. 3. Mendeskripsikan dukungan financial dan nonfinansial dalam pemnberdayaan UKM. 4. Mendeskripsikan peran Bank/LKM dan BDS/PT/LSM/NGO dalam pemberdayaan UKM.
Page 2

II PEMBAHASAN

A. Strategi pemberdayaan UKM Menurut UU RI No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah daerah, Dunia Usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha mikro, Kecil dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Iklim usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah, Pemerintah daerah untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan dan dukungan berusaha yang seluas-luasnya. Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah daerah, Dunia Usaha dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil dan menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM prinsip pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah adalah: a) Penumbuhan kemandirian, kebersamaan dan kewirausahaan usaha mikro, kecil dan menengah untuk berkarya dengan prakasa sendiri; b) Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel dan berkeadilan; c) Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi usaha mikro, kecil dan menengah; d) Peningkatan daya saing usaha mikro, kecil dan menengah; dan e) Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu. Tujuan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah adalah: a) Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang dan berkeadilan;
Page 3

b) Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha mikro, kecil dan menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan c) Meningkatkan peran usaha mikro, kecil dan menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. Menurut Randy R. Wihatnolo dan Riant Nugroho Dwidjowijoto (2007: 117) pemberdayaan adalah; proses menyeluruh: suatu proses aktif antara motivator, fasilitator, dan kelompok masyarakat yang perlu diberdayakan melalui peningkatan pengetahuan, ketrampilan, pemberian berbagai kemudahan serta peluang untuk mencapai akses system sumber daya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proses pemberdayaan hendaknya meliputi enabling (menciptakan suasana kondusif), empowering (penguatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat), protecting (perlindungan dari ketidakadilan), supporting (bimbingan dan dukungan), dan foresting (memelihara kondisi yang kondisi yang kondusif tetap seimbang). Pada gilirannya diharapkan akan terwujud kapasitas ketahanan masyarakat secara lebih bermakna, bukan sebaliknya bahwa stimulant dan proses yang ada menjebak masyarakat pada suasana yang penuh ketergantungan.

B. Klaster Sebagai Pemberdayaan UKM Humprey dan Schmita, (1995), Richard (1996), Ceglie dan Dini (1999), Tulus Tambunan (1997, 2000, 2006), Porter (2000), ADB (2001) yang menemukan bahwa klaster adalah jejaring kerja internal dan jejaring kerja eksternal. Jejaring kerja internal adalah kerja sama antar UKM dalam satu sentra seperti kerja sama inovasi produk, kerja sama pelatihan SDM, kerja sama pameran, kerja sama pengadaan bahan baku dan lain-lain. Jejaring kerja eksternal adalah kerja sama UKM dengan pihak eksternal seperti dengan Usaha Besar (UB), Bank/LKM, Pemerintah, BDS, Universitas, LSM/NGO dan lain-lain. Kerja sama internal dapat dibedakan menjadi kerja sama vertikal dan horizontal. Kerja sama vertikal dapat diwujudkan dalam bentuk kerja sama hulu (pengadaan bahan baku) dan kerja sama hilir (distribusi produk). Kerja sama horizontal dalam bentuk kerja sama produksi, pemasaran, SDM, e commerce, pameran dan lain-lain.

Page 4

Melalui kerja sama UKM dapat secara kolektif mencapai skala ekonomi di luar pencapaian UKM secara perseorangan. Kerja sama juga memberikan peningkatan bagi sebuah proses belajar bersama, dimana ide-ide dan pengetahuan saling ditukar dan dibagikan antar UKM. Sri Lestari HS (2008) melakukan penelitian di 7 propinsi di Indonesia tentang kajian efektivitas model penumbuhan klaster berbasis agribisnis menguraikan tentang pentingnya pendekatan klaster untuk mengembangkan UKM. Dari kajiannya dipaparkan alasan bahwa salah satu pendekatan untuk mengembangkan UKM yang dianggap berhasil adalah melalui pendekatan kelompok. Dalam pendekatan kelompok, dukungan (baik teknis maupun keuangan) disalurkan kepada kelompok UKM bukan per individu UKM. Pendekatan kelompok diyakini lebih baik karena (1) UKM secara individual biasanya tidak sanggup menangkap peluang pasar dan (2) Jaringan bisnis yang terbentuk terbukti efektif meningkatkan daya saing usaha karena dapat saling bersinergi. Bagi pemberi dukungan, pendekatan kelompok juga lebih baik karena proses identifikasi dan pemberdayaan UKM menjadi lebih fokus dan efisien. Dari kasus berhasil (success story) yang ditemui, pengembangan UKM dalam kelompok berhasil meningkatkan kapasitas daya saing usaha UKM, mengoptimalkan potensi sumberdaya manusia dan sumberdaya alam setempat, memperluas kesempatan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan nilai tambah UKM. Kajian literatur awal menunjukkan bahwa di masa lalu telah terdapat program pengembangan UKM berbasis kelompok yang dilakukan dalam kerangka program pemerintah seperti melalui: (1) extension workers, (2) penyediaan motivator kepada kelompok usaha, (3) pemberian dukungan teknis melalui unit pelayanan teknis dan BDS, (4) pelaksanaan trade fairs untuk mengembangkan jejaring pemasaran UKM, (5) pembuatan trading house, dan lain-lain. Beberapa nama juga telah dikaitkan dengan model pendekatan kelompok ini misalnya: Sentra UKM, Klaster, Perkampungan Industri Kecil (PIK), Lingkungan Industri Kecil (LIK), Enclave, Agropolitan dan lain sebagainya. Lembaga/Instansi yang melaksanakan upaya ini pun beragam, mulai dari Pemerintah melalui Departemen-Departemen dalam pemerintahan hingga kelompokkelompok masyarakat melalui lembaga swadaya masyarakat. Berbeda dengan Jaringan Bisnis yang merupakan sistem tertutup yang ditujukan untuk mengembangkan proyek bersama, Klaster bisnis merupakan suatu sistem terbuka
Page 5

yang melibatkan lebih banyak pelaku dan merupakan kelompok perusahaan (UKM) yang saling terhubung dan berdekatan secara geografis dengan institusi-institusi terkait dalam suatu bidang tertentu. Pembentukan klaster menjadi issue yang penting karena secara individual UKM seringkali tidak sanggup menangkap peluang pasar yang membutuhkan jumlah volume produksi yang besar, standar yang homogen dan penyerahan yang teratur. UKM seringkali mengalami kesulitan mencapai skala ekonomis dalam pembelian input (seperti peralatan dan bahan baku) dan akses jasa-jasa keuangan dan konsultasi. Ukuran kecil juga menjadi suatu hambatan yang signifikan untuk internalisasi beberapa fungsi pendukung penting seperti pelatihan, penelitian pasar, logistik dan inovasi teknologi; demikian pula dapat menghambat pembagian kerja antar perusahaan yang khusus dan efektif secara keseluruhan fungsi-fungsi tersebut merupakan inti dinamika perusahaan. Beberapa contoh keuntungan yang dapat ditarik dari sebuah kerjasama dalam klaster adalah: a) Melalui kerjasama horisontal, misalnya bersama UKM lain menempati posisi yang sama dalam mata rantai nilai (value chain) secara kolektif perusahaan-perusahaan dapat mencapai skala ekonomis melampaui jangkauan perusahaan kecil secara individual. b) Melalui integrasi vertikal (dengan UKM lainnya maupun dengan perusahaan besar dalam mata rantai pasokan), perusahaan-perusahaan dapat memfokuskan diri ke bisnis intinya dan memberi peluang pembagian tenaga kerja eksternal. Kerjasama antar perusahaan (UKM) juga memberikan kesempatan tumbuhnya ruang belajar secara kolektif untuk meningkatkan kualitas produk dan pindah ke segmen pasar yang lebih menguntungkan. Jaringan bisnis tersebut dan perumus kebijakan lokal, dapat mendukung pembentukan suatu visi pengembangan lokal bersama dan memperkuat tindakan kolektif untuk meningkatkan daya saing UKM. Dengan demikian Klaster bisnis yang efektif adalah yang dapat menjadi alat yang baik untuk mengatasi hambatan akibat ukuran UKM (yang kecil) dan berhasil mengatasi persaingan dalam suatu lingkungan pasar yang semakin kompetitif. Hasil kajian menunjukkan: a) Hasil analisis faktor awal menunjukkan hanya 13 variabel klaster yang dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut. Variabel tersebut adalah (1) keberadaan kelompok, (2) kerjasama produksi, (3) kerjasama pemasaran, (4) tingkat penggunaan teknologi, (5) keahlian tenaga kerja, (6) ekspektasi pasar, (7) konsentrasi spatial, (8) interaksi antar
Page 6

perusahaan (UKM), (9) kombinasi sumberdaya dan kompetensi, (10) interaksi dalam institusi bersama, (11) spesialisasi (12) daya saing dan (13) Additionalitas. b) Efektifitas pelaksanaan program Pemerintah juga dapat diukur dari nilai additionalitas dan deadweight yang terjadi di sentra yang mendapat perkuatan. Additionalitas muncul jika pihak yang menjadi obyek program mau menambah investasinya untuk melengkapi tambahan perkuatan yang diberikan oleh program. Sedangkan deadweight melihat apakah tanpa pelaksanaan program sentra akan mencapai kondisi seperti yang dicapainya sekarang atau tidak. Deadweight dibagi tiga, (1) Absolut, yang artinya tanpa program pun obyek akan mencapai kondisi sekarang, (2) partial, program dibutuhkan untuk mencapai kondisi sekarang, dan (3) zero, jika karena pelaksanaan programlah yang membuat obyek mencapai kondisi sekarang. Hasil pengamatan menunjukkan pada 41% sentra, pelaksanaan program sentra UKM tergolong Absolut Deadweight. Artinya, pelaksanaan program hanya terbuang begitu saja dan tenggelam (deadweight), di 27% sentra tergolong partial, sedangkan pada 32% tergolong zero deadweight Dari ukuran additionalitas tampak cukup berimbang.dan sejalan dengan hasil deadweight. Tampak sekitar 55% sentra tidak menunjukkan kegiatan penambahan investasi akibat pelaksanaan program, sedangkan pada 45% lainnya menunjukkan adanya tanda-tanda penambahan investasi akibat pelaksanaan program. Nilai tersebut diatas mengindikasikan bahwa 55% peserta program sentra menjadi tergantung pada bantuan yang diberikan dan tidak mendorong keinginan berinvestasi. c) Secara umum, model pengembangan klaster ada 4 jenis, yaitu (1) model joint production, (2) model sub-kontrak, (3) model integrasi vertikal, dan (4) integrasi horizontal. Hasil pengamatan menunjukkan sentra yang berhasil menumbuhkan ciri klaster bisnisnya memiliki model integrasi vertikal, atau sering disebut dengan istilah inti-plasma, dalam pelaksanaan kegiatan produksi produk sentranya. Inti dibangun oleh koperasi yang dikelola dan dijalankan secara baik dan profesional, sedangkan Plasma adalah UKM dalam sentra yang bekerja secara baik, berkelompok, bekerjasama, menghidupkan institusi bersama untuk mendukung rantai pasok produknya dan menyusun/memahami rencana bisnis yang dibuat secara partisipatif bersama dengan koperasi sebagai inti. Dimasa depan, upaya penumbuhan klaster bisnis di sentra UKM
Page 7

yang difasilitasi perlu diarahkan untuk mewujudkan, melengkapi, memperbaiki, dan memperkuat bagian-bagian dari unsur-unsur pengungkit agar dapat berjalan secara baik mencapai tujuan pembentukan klaster UKM yang sehat dan dinamis.

C.

Macam-Macam Kerja Sama (kemitraan) Kerjasama antara perusahaan di Indonesia, dalam hal ini antara UKM dengan pihak internal dan eksternal, dikenal dengan istilah kemitraan ( UU RI No. 20 tahun 2008 tentang kemitraan). Kemitraan tersebut harus disertai pembinaan stakeholder terhadap UKM yang memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. (Arif Rahmana, 2008) Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi sampai target tercapai. UU RI No 20 tahun 2008 menyebutkan pola kemitraan meliputi 6 (enam) pola, yaitu : (1). Inti-Plasma, (2). Subkontrak, (3). Waralaba, (4). Perdagangan umum, (4). Distribusi dan Keagenan, dan (5). Bentuk-bentuk kemitraan lain seperti: bagi hasil, kerja sama operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran (Outsoursching). Pola pertama, yaitu inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan Usaha besar sebagai inti membina dan mengembangkan UKM yang menjadi plasmanya dalam penyediaan dan penyiapan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan, pembiayaan, pemasaran, penjaminan, pemberian informasi, dan pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas dan wawasan usaha. Dalam hal ini, UB mempunyai tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UKM sebagai mitra usaha untuk jangka panjang. Pola kedua, yaitu subkontrak merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB untuk memproduksi barang dan/jasa dimana UB memberikan dukungan berupa: kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan/atau komponennya; kesempatan memperoleh bahan
Page 8

baku yang diproduksi secara berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang wajar; bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen, perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan; pembiayaan dan pengaturan system pembayaran yang tidak merugikan salah satu pihak; upaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak. Subkontrak sebagai suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara UKM dengan UB, di mana UB sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini UB memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan. Pola ketiga, yaitu usaha besar yang memperluas usahanya dengan cara waralaba memberikan kesempatan dan mendahulukan kepada UKM yang memiliki kemampuan; pemberi waralaba dan penerima waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau bahan hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau dijual berdasarkan perjanjian waralaba; pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran penelitian, dan pengembangan kepada penerima waralaba secara

berkesinambungan. Waralaba merupakan hubungan kemitraan, yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. Dalam pola ini UB yang bertindak sebagai pemberi waralaba menyediakan penjaminan yang diajukan oleh UKM sebagai penerima waralaba kepada pihak ketiga. Pola keempat, yaitu pola perdagangan umum merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB dapat dilakukan dalam bentuk kerja sama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari UKM oleh UB yang dilakukan secara terbuka; pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan oleh UB dilakukan dengan mengutamakan pengadaan hasil produksi UKM sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang diperlukan; pengaturan system pembayaran dilakukan dengan tidak merugikan salah satu pihak Pola kelima, yaitu pola distribusi dan keagenan merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB, yang di dalamnya UKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang
Page 9

dan jasa UB sebagai mitranya. Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. Pola keenam, yaitu kemitraan UKM dengan stakeholder dalam bentuk bagi hasil atau prinsip syariah, kerja sama operasional, usaha patungan (joint venture) dan penyumberluaran (outsourching) dimana UKM dapat dijadikan sumber luar misalnya tenaga kerja bagi UB. Pelaksanaan kemitraan usaha yang berhasil antara UB dan UKM dapat ditindaklanjuti dengan kesempatan pemilikan saham UB oleh UKM. Kemitraan dengan UB begitu penting buat pengembangan UKM. Kunci keberhasilan UKM dalam persaingan baik di pasar domestik maupun pasar global adalah membangun kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang besar. Pengembangan UKM memang dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan partisipasi stakeholder (usaha-usaha besar). Dengan kemitraan UKM dapat melakukan ekspor melalui perusahaan besar yang sudah menjadi eksportir, baru setelah merasa kuat dapat melakukan ekspor sendiri. Disamping itu, kemitraan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan antara UKM dan UB. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tumbuh kembangnya UKM di Indonesia tidak terlepas dari fungsinya sebagai mitra dari UB yang terikat dalam suatu pola kemitraan usaha. Manfaat yang dapat diperoleh bagi UKM dan UB yang melakukan kemitraan diantaranya adalah (1). meningkatkatnya produktivitas, (2). efisiensi, (3). jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas, (4). menurunkan resiko kerugian, (5). memberikan social benefit yang cukup tinggi, dan (6). meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional. Kemanfaatan kemitraan dapat ditinjau dari 3 (tiga) sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang ekonomi, kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas, peningkatan kualitas produk, menekan biaya produksi, mencegah fluktuasi suplai, menekan biaya penelitian dan pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua, dari sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya kebersamaan dam kesetaraan. Ketiga, dari sudut pandang sosial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, dan gejolak sosial-politik. Kemanfaatan ini dapat dicapai sepanjang kemitraan yang dilakukan didasarkan pada prinsip saling memperkuat, memerlukan, dan menguntungkan. (Arif Rahmana, 2008)
Page 10

D. Dukungan Finansial dan nonfinansial bagi pemberdayaan UKM Dukungan financial bagi UKM diwujudkan dalam bentuk KUR (Kredit Usaha Rakyat), UKM dapat memanfaatkan KUR dengan mendatangi Bank-Bank pelaksana. Sedangkan dukungan nonfinansial diwujudkan dalam bentuk pembentukan BDS (Business Development Service). Business Development Services-Provider (BDS-P) adalah lembaga yang memiliki kompetensi dan kemampuan untuk melakukan kegiatan layanan pengembangan bisnis KUMKM. Tujuan pemberdayaan BDS-P adalah: a) meningkatkan kemampuan BDS-P dalam melakukan layanan pengembangan bisnis sesuai kebutuhan KUMKM. b) meningkatkan kinerja bisnis KUMM yang memperoleh layanan

pengembangan bisnis. tugas LPB/BDS adalah memberikan layanan pengembangan bisnis pada sentra UKM terpilih, yang meliputi (1) layanan informasi, (2) layanan konsultasi, (3) layanan pelatihan, (4) melakukan bimbingan/pendampingan, (5) menyelenggarakan kontak bisnis, (6) fasilitasi dalam memperluas akses pasar, (7) fasilitasi dalam memperoleh permodalan, (8) fasilitasi dalam pengembangan organisasi dan manajemen, (9) fasilitasi dalam pengembangan teknologi, dan (10) penyusunan proposal pengembangan bisnis. Perguruan Tinggi, LSM, NGO dapat berkontribusi dalam pemberdayaan UKM dengan melakukan kegiatan seperti tugas LPB/BDS. Di Kediri baik kota maupun kabupaten terdapat sentra-sentra industri yang siap diberdayakan seperti Sentra Industri Tenun Ikat, Sentra Industri Tahu Kuning, Sentra Industri Empling Melinjo, Sentra Industri Ikan Cupang, Sentra Industri handycraf, Sentra Industri Jagung Marning, Sentra Industri Bordir dan lain-lain. Selain sentra industri terdapat produk unggulan seperti Mangga Podang, Gethuk Pisang dan lain-lain yang siap diberdayakan pula. Disamping industri pengolahan terdapat pula sektor-sektor yang siap diberdayakan seperti pertanian, peternakan, perkebunan, perdagangan, pariwisata, pendidikan dan lain-lain. Diperlukan analisis yang partisipatif untuk menentukan sub sektor apa atau produk apa yang bisa diberdayakan dan bagaimana model pemberdayaannya.

E. Penutup 1. Pada dasarnya UKM merupakan kelompok usaha yang memiliki potensi besar untuk meningkatkan pengangguran.
Page 11

pertumbuhan

ekonomi,

mengatasi

masalah

kemiskinan

dan

2. Program jangka menengah meliputi strategi pemberdayaan dalam lingkup makro, meso maupun mikro. Pada tataran makro, memuat kebijakan perbaikan lingkungan usaha yang diperlukan dalam rangka peningkatan daya-saing (competitiveness) koperasi dan UMKM. Pada tataran meso, memuat upaya peningkatan akses koperasi dan UMKM terhadap sumberdaya produktif guna meningkatkan kesehatan dan perluasan usaha. pada tataran mikro, memiliki sasaran yang jelas yaitu upaya untuk mengatasi persoalan yang terkait dengan karakteristik dan perilaku pelaku usaha. 3. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah daerah, Dunia Usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha mikro, Kecil dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. 4. Proses pemberdayaan hendaknya meliputi enabling (menciptakan suasana kondusif), empowering (penguatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat), protecting (perlindungan dari ketidakadilan), supporting (bimbingan dan dukungan), dan foresting (memelihara kondisi yang kondisi yang kondusif tetap seimbang). Pada gilirannya diharapkan akan terwujud kapasitas ketahanan masyarakat secara lebih bermakna, bukan sebaliknya bahwa stimulant dan proses yang ada menjebak masyarakat pada suasana yang penuh ketergantungan. 5. Klaster sebagai model pemberdayaan UKM. Klaster adalah jejaring kerja internal dan jejaring kerja eksternal. 6. Pendekatan kelompok (klaster) diyakini lebih baik karena (1) UKM secara individual biasanya tidak sanggup menangkap peluang pasar dan (2) Jaringan bisnis yang terbentuk terbukti efektif meningkatkan daya saing usaha karena dapat saling bersinergi. Bagi pemberi dukungan, pendekatan kelompok juga lebih baik karena proses identifikasi dan pemberdayaan UKM menjadi lebih fokus dan efisien. 7. Model pengembangan klaster ada 4 jenis, yaitu (1) model joint production, (2) model sub-kontrak, (3) model integrasi vertikal, dan (4) integrasi horizontal. 8. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. UU RI No 20 tahun 2008 menyebutkan pola kemitraan meliputi 6 (enam) pola, yaitu : (1). Inti-Plasma, (2). Subkontrak, (3).
Page 12

Waralaba, (4). Perdagangan umum, (4). Distribusi dan Keagenan, dan (5). Bentukbentuk kemitraan lain seperti: bagi hasil, kerja sama operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran (Outsoursching). 9. Dukungan financial bagi UKM diwujudkan dalam bentuk KUR (Kredit Usaha Rakyat), UKM dapat memanfaatkan KUR dengan mendatangi Bank-Bank pelaksana. Sedangkan dukungan nonfinansial diwujudkan dalam bentuk pembentukan BDS (Business Development Service). 10. Tugas LPB/BDS (PT/LSM/NGO) adalah memberikan layanan pengembangan bisnis pada sentra UKM terpilih, yang meliputi (1) layanan informasi, (2) layanan konsultasi, (3) layanan pelatihan, (4) melakukan bimbingan/pendampingan, (5) menyelenggarakan kontak bisnis, (6) fasilitasi dalam memperluas akses pasar, (7) fasilitasi dalam memperoleh permodalan, (8) fasilitasi dalam pengembangan organisasi dan manajemen, (9) fasilitasi dalam pengembangan teknologi, dan (10) penyusunan proposal pengembangan bisnis.

F. Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik, 2008. Berita resmi Statistik: Perkembangan Indikator Makro UKM Tahun 2008: No. 28/05/Th XI, 30 Mei 2008. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM bekerja sama dengan BPS, 2005. Pengkajian Peningkatan Daya Saing Usaha Kecil Menengah Yang Berbasis Pengembangan Ekonomi Lokal. Kementrian Koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah. Jurnal pengkajian Koperasi dan UKM nomor 2 Tahun 1- 2006 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM bekerja sama dengan BPS, 2006. Pengkajian Dukungan Finansial dan Non Finansial Dalam Pengembangan Sentra Bisnis UKM. Kementrian Koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah. Jurnal pengkajian Koperasi dan UKM nomor 2 Tahun 1- 2006 Rahmana, Arief, 2009. Peranan Teknologi Informasi Dalam Peningkatan Daya Saing Usaha Kecil Menengah. Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Widyatama, Bandung Tambunan, Tulus, 2009. UMKM di Indonesia. Bogor, Ghalia Indonesia Tambunan, Tulus, 2006. Development Of Small and Medium Scale Industry Clusters In Indonesia. Kadin Indonesia-Jetro, www.kadin-indonesia.or.id UU RI No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah-UMKM
Page 13

SEMINAR NASIONAL PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL (DAERAH) UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Disampaikan Pada Tanggal 15 September 2011 Di Hotel Merdeka Kota Kediri

Disusun oleh: M. Muchson*

TERSELENGGARA ATAS KERJA SAMA KEMENTERIAN DALAM NEGERI DENGAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT SEPTEMBER 2011

*Penulis adalah Dosen di Jurusan Pendidikan Ekonomi Akuntansi UNP Kediri, aktif di kegiatan pemberdayaan masyarakat terutama UMKM dan pendidikan. Sekarang sedang menyelesaikan S-3 di bidang Pemberdayaan masyarakat (UKM) di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Page 14

Page 15

You might also like