You are on page 1of 7

OBAT ANSIOLITIK

MAKALAH

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas CSS Kepaniteraan Bagian PSIKIATRI Rumah Sakit Dustira

Oleh:

KELOMPOK A1
Alvi Muldani Maesyaroh Fira Magfirotunnisa

PERSEPTOR: Lukas Kabul Budianto, dr., Sp.KJ (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI 2013

PENDAHULUAN Ansietas adalah masalah penting pada pelayanan kesehatan baik primer maupun spesialis, karena rata-rata prevalensi seumur hidup untuk gangguan ini sekitar 25% dari semua pasien gangguan medis umum. Stresor psikologis dan fisik dari gangguan medis sering memicu ansietas, terutama pada individu yang rentan depresi dapat terjadi seiring dengan perjalanan ansietas. Depresi sering tidak terdiagnosis dan tidak diobati, dimana dalam kondisi ganguan medis yang serius sangat sulit dibedakan dengan kondisi mood yang normal. HADS merupakan suatu skala pengukuran sendiri (self-assessment) yang telah dikembangkan untuk mendeteksi simtom depresi dan ansietas di instalasi rawat jalan rumah sakit. Disarankan dengan mendeteksi gangguan emosional tersebut, pasien dapat ditangani dan diobati. Ansietas merupakan ekspresi yang dapat terjadi pada semua orang. Ekspresi tersebut sering bersifat panjang, tidak menyenangkan, terdapat rasa ketakutan yang tidak jelas, dan sering disertai dengan gejala otonom seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, rasa sesak di dada, rasa tidak nyaman di perut termasuk bagian ulu hati, dan rasa gelisah. Hal tersebut ditunjukan dengan berbagai sikap, misalnya tidak dapat duduk tenang. Gejalagejala yang terjadi selama berlangsungnya cemas cenderung bervariasi pada setiap orang. Gangguan ansietas dapat menyebabkan manifestasi yang berhubungan dengan efek viseral dan motorik, yaitu diare, nyeri kepala, hiperhidrosis hiperrefleksia, hipertensi, palpitasi, midriasis,kegelisahan, syncope, takikardi, perasaan gatal pada ekstremitas, tremor, rasa tidak nyaman diperut, dan gangguan urinalisis (frekuensi, hesitansi, urgensi). Episode cemas yang ringan merupakan pengealaman hidup yang biasa dan tidak memerlukan pengobatan. Tetapi jika gejala cemas cukup berat, kronis, mengganggu aktivitas sehari-hari, perlu diobati dengan obat anticemas (disebut ansiolitik atau transquilizer minor).

Obat-obatan ansiolitik, merupakan kelompok obat anti ansietas yang disebut juga sebagai agen sedativehipnotik. Kelompok utama dari ansiolitik adalah benzodiazepine. Ansietas dalam batas-batas tertentu dapat dianggap normal, akan tetapi jika ansietas berlebihan dan dapat mengganggu maka mungkin perlu diberikan anti ansietas. Kerja dari anti ansietas menyerupai sedative-hipnotik, tetapi tidak seperti anti psikotik. Ada dua jenis ansietas, primer dan sekunder. Ansietas primer tidak disebabkan oleh keadaan pengobatan atau pemakaian obat. Ansietas sekunder berkaitan dengan pemakaian obat-obatan tertentu atau gangguan psikiatrik. Antiansietas biasanya tidak diberikan untuk ansietas sekunder kecuali jika masalah medis yang ada tidak dapat diatasi, berat atau menimbulkan gangguan dalam aktivitas. Dalam keadaan ini obat dapat diberikan dalam jangka pendek untuk menghilangkan ansietas akut. Pemakaina antiansietas jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan toleransi dalam waktu beberapa minggu atau bulan.

OBAT-OBAT ANSIOLITIK Obat anti-cemas disebut juga ansiolitik atau obat penenang, diberikan untuk mengatasi gejala-gejala kecemasan. Obat anti-cemas memiliki efek mengendurkan otot-otot, mengurangi ketegangan, membantu tidur dan mengurangi kecemasan. Karena semua obat antiansietas menyebabkan sedasi, obat yang sama dalam klinik sering berguna sebagai ansiolitik dan hipnotik (menyebabkan tidur). Terdapat 2 golongan obat anti ansietas, golongan benzodiazepine dan non-benzodiazepin.

Benzodiazepin Benzodiazepin merupakan golongan obat yang terdiri dari diazepam, klonazepam, lorazepam, midazo;am, estazolam, flurazepam, temazepam dan triazolam. Derivat benzodiazepine berefek hipnotik-sedatif, relaksasi otot, ansiolitik, dan antikonvulsi. Benzodiazepin bukan depresan SSP seperti halnya barbiturate. Pada dasarnya semua derivate benzodiazepine menunjukan efek farmakologi yang sama, kecuali efek antikonvulsi dan

analgetik yang hanya dimiliki derivate benzodiazepine tertentu. Benzodiazepin yang dianjurkan sebagai antiansietas adalah Klordiazepoksid, diazepam, oksazepam, klorazepat, lorazepam, alprazolam dan halozepam. Penggunaan dalam terapi Benzodiazepin digunakan dalam pengobatan gangguan ansietas, serangan panik, gangguan otot (spasme otot, multiple sklerosis, dan palsi serebral), kejang, gangguan tidur, dan sebagai anastesia. Mekanisme Kerja Kerja benzodiazepin dengan cara melakukan pengikatan asam gama aminobutirat (GABA) dalam otak ke reseptornya pada membran sel yang akan membuka saluran klorida, meningkatkan efek konduksi klorida. Aliran ion klorida yang masuk menyebabkan hiperpolarisasi lemah menurunkan potensi postsinaptik dari ambang letup dan meniadakan pembentukan kerja potensial. Benzodiazepin terikat pada sisi spesifik berafinitas tinggi dari membran sel, yang terpisah tetapi dekat reseptor GABA. Reseptor benzodiazepin hanya terdapat pada sistem saraf pusat (SSP) dan lokasinya sejajar dengan neuron GABA. Efek klinis berbagai benzodiazepin tergantung pada afinitas ikatan obat masing-masing pada kompleks saluran ion, yaitu kompleks GABA reseptor dan klorida.

Gambar 2.2 Mekanisme Kerja Obat

Efek Samping Efek samping akibat depresi susunan system saraf pusat berupa kantuk dan ataksia merupakan kelanjutan efek farmakodinamik obat-obat ini. Efek yang biasa terjadi seperti rash, mual, nyeri kepala, gangguan fungsi seksual, vertigo, dan rasa ringan. Derivat benzodiazepine sebaiknya jangan digunakan bersama dengan alcohol, barbiturate atau fenotiazin.

Non-Benzodiazepin Buspirone (5 HT Receptor Agonist) Mekanisme kerja berbeda dengan benzodiazepine dan barbiturate, buspirone tidak mempengaruhi system neurotransmitter GABA. Mekanisme buspirone tidak dimengerti secara lengkap saat ini. Onset kerja buspirone lebih lambat dibandingkan benzodiazepine, dimana membutuhkan waktu 2-4minggu untuk menunjukan adanya respon klinis. Indikasi buspirone digunakan dalam terapi gangguan kecemasan umum. Kontra indikasi tidak dianjurkan untuk terapi putus benzodiazepine, alkohol, atau obat sedatif hipnotik. Efek samping nyeri kepala, mual, dan insomnia. Antihistamin (Hydroxyzine) Mekanisme kerja memiliki sifat penghambatan reseptor H1 dan aktivitas kolinergik antimuskarinik. Tidak lebih unggul daripada benzodiazepine dan belum terbukti efektif sebagai ansiolitik jangka panjang. Indikasi digunakan untuk gangguan cemas. Kontra Indikasi pada ibu hamil dan menyusui. Efek samping Sedasi, rasa pusing, hipotensi, agitasi, gangguan epigastrik, mual-muntah, diare, dankonstipasi. Barbiturat Barbiturat merupakan golongan obat yang terdiri dari amobarbital, fenobarbital, mephobarbital, pentobarbital, sekobarbital, dan thiopental. Barbiturat telah dianggap sebagai prototype golongan obat hipnotiksedatif. Secara kimiawi barbiturate merupakan derivate asam barbiturate. Asam barbiturate itu sendiri tidak

menyebabkan depresi susunan saraf pusat tetapi adanya gugus alkali atau aril posisi 5 memberikan aktifitas hipnotik-sedatif. Barbiturat memiliki mekanisme kerja dengan cara meningkatkan inhibisi neurotransmitter melalui reseptor GABA yang bekerja pada reseptor GABA-alfa. Efek utama barbiturate adalah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai mulai dari sedasi, hipnotik, berbagai anestesi, koma, sampai dengan kematian. Efek antiansietas barbiturate berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tabel 1 Contoh obat ansiolitik No 1 Obat Diazepam Sediaan Tab 2, 5, 10 mg Ampul 10 mg/2cc Rectal Tube 5 mg/2,5cc Dosis Anjuran Oral: 2-3 2-5 mg/h Injeksi 5-10 mg IV/IM Rectal Anak <10Kg = 5mg Anak >10Kg = 10mg 2-3 1 mg/h 2-3 10 mg/h 3 1,5 mg/h 3 0,25-0,5 mg/h 2-3 10 mg/h 3 25 mg/h

2 3 4 5 6 7

Lorazepam Clobazam Bromazepam Alprazolam Buspiron Hydroxizine

Tab 0,5, 1, 2 mg Tab 10 mg Tab 1,5, 3, 6 mg Tab 0,25, 0,5, 1, 2 mg Cap 0,25, 0,5, 1 mg Tab 10 mg Caplet 25 mg

DAFTAR PUSTAKA

1. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Farmakologi. Jakarta: Widya Medika; 2001; p.8996. 2. Trevor AJ, Katzung BG, Masters SB. Pharmacology. 6 th ed. USA: McGraw-Hill; 2002; p. 204-8. 3. Richard F, Michelle C, and Luigi C. Antidepressants; inLippincott's Illustrated Reviews: Pharmacology. Harvey AR and Champe PC. 4thEdition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2009. p. 142-50.2. 4. Kaplan, Harold I, Benjamin J. Sadock dan Jack A. Grebb.Gangguan Delusional. Dalam: synopsis psikiatri. Jilid satu. Jakarta: BinapuraAksara; 2010. hal. 833-53.3. 5. Gunawan SG, Setabudy R, Nafrialdi, dan Elysabeth. Farmakologidan terapi. Edisi kelima. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.2007. hal. 171-74.

You might also like