Professional Documents
Culture Documents
Duo Jusuf
Jusuf Kalla
Sedemikian pentingnya perumahan hingga pemerintah pun membuat Kementerian Perumahan Rakyat.
Yusuf Asyari
Sukseskan
Dewan Pembina: Cosmas Batubara, Siswono Yudho Husodo, Akbar Tandjung, Theo Sambuaga, Erna Witoelar, Soenarno, M. Yusuf Asyari dan Suharso Manoarfa. Dewan Penasehat: Djoko Kirmanto, Djan Faridz, Gamawan Fauzi dan Gembong Priyono Pemimpin Umum/Usaha/ Penanggung Jawab: Zulfi Syarif Koto. Wakil Pemimpin Umum: F. Teguh Satria, Indra Utama, Martin Roestamy dan Endrawan Natawiria Wakil Pemimpin Usaha: Endang Kawidjaja, Djaja Roeslim dan Reddy H. Sekretaris Pemimpin Umum/Usaha: M. Amry Pemimpin Redaksi: Oswar Mungkasa Redaktur: Nursalim, Hadist GP. Konsultan Hukum: Muhammad Joni Artistik dan Koordinasi Produksi: Agus Sumarno Manajer Iklan & Keuangan: Herawati. Administrasi dan Umum: Eduardo H, Asep Deni Kusnadi, Yuliandi Diterbitkan oleh: Yayasan LP P3I/The HUD Institute
Redaksi
S
dari
elamat bertemu kembali pembaca kami yang setia. Sudah cukup lama HUDmagz tidak hadir di hadapan Anda. Semuanya bukan tanpa maksud, tetapi kami membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan perubahan terhadap tampilan dan substansi dari majalah kita ini. Sekaligus juga kehadiran kami kali ini menunggu momen 6 tahun Program 1.000 Tower Rumah Susun yang diinisiasi oleh Jusuf Kalla ketika itu. Ya, sudah 6 tahun sejak dilaksanakannya ground breaking program 1.000 Tower pada tahun 2007. Namun kemajuan program ini masih belum sebagaimana yang diharapkan. Data terkini menunjukkan hanya 78 Tower yang berhasil dibangun. Ada apa dengan program 1.000 Tower ini? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pada edisi kali ini kami menyajikan tema Program 1.000 Tower. 1.000 Tower 1.001 Masalah. Tentunya dengan harapan kita semua dapat menyelami secara obyektif permasalahan seputar belum berhasilnya program 1.000 Tower ini. Secara tersirat, hambatan utama yang dihadapi adalah terkendalanya perijinan, tidak terwujudnya insentif seperti keringanan pajak, dan rumitnya urusan pertanahan. Memahami akar masalah tentu akan bermakna ketika kita mendapat informasi dari tangan pertama baik sebagai penggagas, pelaksana, maupun pemerhati. Untuk itu, wawancara dengan Jusuf Kalla dan Yusuf Asyari (Menpera 2004-2009) sangat membantu membuka pemahaman kita akan latar belakang dan inisiatif awal yang dilakukan. Sementara wawancara dengan para pengembang semakin memperdalam pemahaman kita terhadap kendala dan hambatan di lapangan. Tulisan dari pemerhati pun memberi warna tersendiri. Apapun, pada akhirnya program 1.000 Tower ini harus dilanjutkan. Angka backlog perumahan yang sedemikian besar membuat semua pihak seharusnya menyukseskan program ini. Kekurangan, kendala, dan hambatan mari kita pecahkan bersama dengan dilandasi semangat ingin membantu saudara kita yang belum beruntung bisa menempati rumah yang layak huni. Sudah saatnya kita bekerja cerdas, dan menggunakan hati nurani. Semoga keberadaan HUDmagz kali ini dapat memberi inspirasi bagi kita semua untuk menyukseskan program 1.000 Tower. Semoga. Selamat membaca. Jabat erat, Pemimpin Redaksi Oswar Mungkasa
Alamat Redaksi: Yayasan LP P3I/The HUD Institute Jln. Arya Putra No. 14A Ciputat-Tangerang Selatan Email: lpp3hudjkt@gmail.com hudmagz@gmail.com
Redaksi menerima kiriman naskah de ngan panjang tulisan maksimal 1.600 kata, melalui hudmagz@gmail.com, disertai data diri. Redaksi berhak melakukan perubahan naskah tanpa mengubah isi.
Daftar Isi
n Menata Transportasi dan Tata Ruang Jakarta Bagian Kedua (Tamat) oleh Yayat Supriatna.................................................................................... n MRT Atasi Macet Jakarta? oleh Harun al-Rasyid Lubis ....................... n Jas Merah: Landasan Kebijakan Penyediaan Rumah untuk Rakyat (MBR) oleh Zulfi Syarif Koto .......................................... n Pagar: Tinjauan Sosio-Kriminologis oleh Adrianus Meliala..................
57 59 62 64
Dari Redaksi ......................................................... 3 Daftar Isi ............................................................... 4 Sekapur Sirih......................................................... 5 Laporan Utama
6 Tahun Program 1.000 Tower. 1.000 Tower 1.001 Masalah ............... Saling Silang Urusan 1.000 Tower ...................................................... Berbincang dengan Jusuf Kalla. Sedemikian pentingnya perumahan hingga pemerintah pun membuat Kementerian Perumahan Rakyat. ........................................................... 13 n Wawancara Jusuf Asyari Program Ini Harus DIlanjutkan .............................................................. n Bersinergi dengan Berbagai Pihak, Perumnas Hidupkan Kembali Program 1.000 Tower ...............
n n n
Konsep
67
6 12
72 75 77 79 79
Profil
Liputan
15 19
n Bank BTN Memasuki Usia ke-63 ........................................................ n HUD Institute Rayakan Usianya yang Kedua ........................................
n Pandangan Pemangku Kepentingan tentang Program 1.000 Tower ... n Kajian Teknis dan Teknologi Program 1.000 Tower ...............................
22 28 36 38
n Puncak HUT REI ke-41Berkarya Membangun Negeri ....................... n 16th FIABCI Asia Pacific Regional Secretariat Summit.
Laporan Khusus
n Kota Pekanbaru: Menyongsong Era Metropolitan .............................. n Satu Jam Bersama Walikota Pekanbaru, H. Firdaus, S.T., M.T.
81 85 87 88
Tahun 2030, Kota Pekanbaru menjadi Kota Nomor Satu di Pulau Sumatera .......................................................................................
Pembangunan Perkotaan dan Perlindungan Warisan Budaya Seiring Sejalan .............................................................................................. n Aksi Masyarakat untuk Penyelamatan Sungai Ciliwung ....................... n Rapat Kerja Daerah REI Batam.......................................... .......................
n Hari Air Dunia 2013 di Indonesia
Agenda
Ir. Hayu Parasati, MPS: Kebijakan Pembangunan Perkotaan akan Siap Tahun ini .....................................................................................
42
Gotong Royong Peduli Air......... 89 n Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional. Mengenang Kembali Tragedi Leuwigajah.......................................... 90
Pendapat
Pencapaian dan Agenda ke Depan oleh Oswar Mungkasa ................. n Pembangunan Rumah Susun dan Rumah Menara: Solusi Masalah Apa? oleh Tjuk Kuswartojo ............................................ n Pemberdayaan Penghuni Rumah Susun sebagai Proses Pembelajaran Sosial oleh Drs. Nursalim Msi ...........................
44 50 53
91
92 93 94
Sekapur Sirih
ejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, banyak agenda yang harus dilaksanakan. Selain penegasan dan pembaharuan terhadap materi-materi dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, banyak hal baru yang juga tercantum dalam undang-undang yang baru ini. Di antaranya adalah tercantumnya lingkungan hunian berimbang dalam pasal 34 sampai 37, yang kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang dan SE Mendagri No. 648/3868/SJ, tanggal 3 Oktober 2011. Pada periode sebelumnya, lingkungan hunian berimbang diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri (Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Negara Perumahan Rakyat) Nomor 648-384 Tahun 1992, Nomor 739/KPTS/1992 dan Nomor 09/KPTS/ 1992 tentang Pedoman Pembangunan Perumahan dan Permukiman dengan Lingkungan Hunian yang Berimbang Pencantuman lingkungan hunian berimbang dalam undang-undang ini ditengarai merupakan upaya pemerintah untuk lebih mengefektifkan penerapan konsep hunian berimbang. Banyak hal yang menjadi penyebab sulitnya penerapan konsep hunian berimbang, sehingga upaya mengefektifkannya tidak dapat hanya pada tataran pembaharuan regulasi setingkat undang-undang maupun peraturan menteri. Tetapi lebih jauh lagi, peninjauan kembali terhadap konsep lingkungan hunian berimbang agar lebih membumi dan dapat diterapkan. Konsep hunian berimbang telah dikenal lama dalam ilmu perencanaan kota maupun sosiologi perkotaan, sebagai upaya untuk menjaga keseimbangan sosiologis masyarakat. Ide dasarnya bahwa keberadaan beragam strata sosial dalam satu lingkungan hunian akan menjamin terciptanya kerukunan di antara berbagai strata yang ada. Tentunya juga akan menjamin tersedianya rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah. Selain itu, konsep hunian berimbang juga diterjemahkan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial pelaku usaha, sekaligus juga sebagai bentuk kemitraan pemerintah dan pelaku usaha (pengembang) dalam penyediaan perumahan umum/publik. Terkait dengan penguasaan tanah, hunian berimbang mendorong terjadinya dekomodifikasi tanah, yaitu mengemukanya fungsi sosial tanah yang terjamin melalui distribusi dan struktur penguasaan tanah yang berkeadilan. Hunian berimbang didefinisikan sebagai perumahan dan kawasan pemukiman yang diba ngun secara berimbang dengan komposisi tertentu dalam bentuk rumah tunggal dan rumah de ret antara rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah atau dalam bentuk rumah susun antara rumah susun umum dan rumah susun komersial (Pasal 1 Permenpera Nomor 10/2012). Namun yang sepertinya kurang disadari bersama oleh kita semua bahwa tujuan hunian berimbang tidak sekedar mengurangi backlog tetapi selain itu juga untuk (i) mewujudkan kerukunan antarberbagai golongan masyarakat dari berbagai profesi, tingkat ekonomi dan status sosial dalam perumahan, pemukiman, lingkungan hunian dan kawasan pemukiman; (ii) mewujudkan subsidi silang untuk penyediaan prasarana, sarana dan utilitas umum serta pembiayaan pembangunan perumahan; (iii) menciptakan keserasian tempat bermukim baik secara sosial dan ekonomi (pasal 3 Permenpera Nomor 10/2012). Ide ini yang kurang banyak dipahami oleh berbagai pemangku kepentingan bahkan di kalangan pemerintah sendiri. Sebagai akibatnya, hunian berimbang hanya diartikan sekedar membangun 1 rumah mewah, 2 rumah menengah, dan 3 rumah sederhana. Konsep hunian berimbang banyak disalahpahami sebagai hanya sekedar mengurangi backlog, padahal filosofi utamanya adalah menjaga keserasian sosial dalam masyarakat melalui hidup berdampingan di antara beragam strata sosial dalam satu lingkungan hunian. Sebagai akibatnya, hunian berimbang dalam satu hamparan adalah suatu keniscayaan. Namun perlu juga disepakati luasan minimal yang dapat dikategorikan sebagai satu hamparan yang memenuhi standar kelayakan minimal terbentuknya suatu komunitas yang heterogen. Di atas semua itu, sebenarnya kita semua sudah sewajarnya melihat pembangunan perumahan bukan sekedar pembangunan fisik, tetapi juga merupakan bagian dari upaya pembangunan bangsa. Sehingga bukan sesuatu yang luar biasa ketika seluruh pemangku kepentingan melaksanakan konsep hunian berimbang bukan karena keterpaksaan akibat adanya ancaman sanksi. Tetapi lebih sebagai sumbangan pemangku kepentingan bagi perkembangan keharmonisan bangsa kita tercinta ini. Pada akhirnya, keharmonisan sebuah komunitas dapat tercapai ketika konsep hunian berimbang dilaksanakan dengan benar. Keharmonisan komunitas membentuk keharmonisan kawasan, keharmonisan kawasan membentuk keharmonisan kota, keharmonisan kota membentuk keharmonisan wilayah, dan akhirnya keharmonisan wilayah berujung pada terbentuknya keharmonisan bangsa. Semoga (ZSK).
Laporan Utama
Kronologis Program 1.000 Tower erkembangan perkotaan di Indonesia saat ini sangat signifikan, ditunjukkan dengan pertam bahan penduduk yang sangat tinggi. Sebagai gambaran, berdasar Sensus Penduduk Indone sia tahun 2010, penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa dan tidak kurang dari 54% penduduk In donesia bermukim di perkotaan. Jika dibandingkan kon disi 30 tahun lalu, telah terjadi peningkatan lebih dari 2 kali lipat. Apabila kecenderungan pertumbuhan perkotaan ini terus berlangsung, diperkirakan pada periode akhir Program Jangka Panjang Nasional tahun 2025 sekitar 68% penduduk Indonesia bermukim di perkotaan. Perkembangan perkotaan yang sedemikian pesat mem bawa konsekuensi meningkatnya kebutuhan perumahan di perkotaan sementara ketersediaan lahan perumahan semakin berkurang. Kondisi ini mendorong penduduk yang tidak mampu untuk bertempat tinggal di sekitar lokasi kerja yang kemudian berkembang menjadi kawasan kumuh di perkotaan. Sementara penduduk yang relatif mampu memilih untuk bertempat tinggal di daerah ping giran kota, dengan konsekuensi meningkatnya volume perjalanan dari dan ke daerah pinggiran kota. Inilah kemu dian yang menimbulkan terjadinya fenomena kemacetan, meningkatnya polusi, dan seterusnya. Salah satu jalan keluar dari kondisi ini adalah dengan menyediakan perumahan vertikal atau dikenal sebagai ru mah susun (rusun) atau apartemen. Pembangunan rusun di pusat kota atau dekat dengan lokasi bekerja dan berakti
fitas, dengan intensitas bangunan tinggi, diharapkan dapat mendorong pemanfaatan lahan dan penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU) yang lebih efisien dan efektif. Pemerintah menyadari hal ini sehingga berinisiatif untuk memasilitasi pembangunan rumah susun secara masif di perkotaan, yang kemudian dikenal dengan nama Program 1.000 Tower. Langkah ini diawali dengan ditan datanganinya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pemba ngunan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan pada tang gal 9 Desember 2006. Keppres ini dimaksudkan untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah bawah di perkotaan dengan mengedepankan efisiensi penggunaan tanah dan penataan permukiman serta mempercepat pembangun an rumah susun yang layak, sehat dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan. Selain itu, Keppres No. 22 Tahun 2006 memiliki fungsi pengarah an, koordinasi, fasilitasi, pembinaan, pengaturan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan teknologi. Setelah terbitnya Keppres Nomor 22 Tahun 2006, pada
Rumah susun diartikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun)
Januari 2007 dilaksanakan Rapat Koordinasi Terbatas yang dipimpin langsung oleh Presiden dan Wakil Presiden be serta anggota Kabinet Indonesia Bersatu dan Gubernur DKI Jakarta bertempat di Kantor Kementerian Negara Pe rumahan Rakyat. Rapat tersebut membahas Strategi Per cepatan Pembangunan Rusunami di Kawasan Perkotaan serta persiapan pemancangan proyek percontohan rumah susun sederhana milik (rusunami) di DKI Jakarta. Presiden memberikan 4 (empat) arahan pada saat itu yaitu (i) pastikan dengan benar besaran harga jual, subsidi, kualitas yang baik, dan penggunaan yang tepat; (ii) segera matangkan rencana dan program pencanangan paling lambat awal Maret 2007; (iii) Menpera mengoordinasi kan semua pemangku kepentingan; (iv) program Menpera harus ambisius (dalam pengertian yang baik) dan progresif, karena membangun rumah membuka lapangan kerja yang luas yang akan mengurangi pengangguran dan kesenjang an sosial atau salah satu upaya pengentasan kemiskinan. Akhirnya peresmian program terlaksana pada tanggal 5 April 2007 oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono di Pulo Gebang, Jakarta Timur, yang ditandai dengan peman cangan pertama (ground breaking) Rusunami di Pulo Ge bang, tepatnya di atas lahan milik Perum Perumnas yang dikerjasamakan dengan PT. Primaland Internusa Develop ment. Secara bersamaan juga dilakukan pemancangan di lokasi-lokasi lain di Jakarta, yaitu lahan milik BPLIP-DKI di Pulo Gadung; lahan milik PT. Pintu Air Mas Group (PAM Group) di Jalan I Gusti Ngurah Rai, Klender, Ja karta Timur; lahan milik PT. Bina Kualita Teknik di Jalan Binamarga, Cipayung, Jakarta Timur; lahan milik PT Cawang Housing Development Bahama Group, di Jalan SMA 14 Kelurahan Cawang, Jakarta Timur. Peresmian ini sekaligus juga menandai pemancangan pertama pembangunan rusun 1.000 Tower di 9 kota lain nya yaitu Surabaya, Semarang, Bandung, Medan, Batam, Padang, Palembang, Makassar, dan Banjarmasin. Sejum
Laporan Utama
Rencana Alokasi Target Program Pembangunan Rusunami di Kawasan Perkotaan 2007-2011
JUMLAH TOWER DKI Bandung Surabaya Batam Makasar Balikpapan Jambi TOTAL Jakarta Bodetabek Raya 384 94 86 36 114 4 4 3 725 67 20 12 165 264 3 4 9 52 68 1 3 8 49 61 2 28 30 1 30 31 1 1 1 1 3 3 71 30 30 328
dekat akan bertambah lagi sebanyak 60 Tower. Menjadi kan sampai akhir tahun 2013, setidaknya terselesaikan seba nyak 131 Tower. Sementara itu terdapat potensi tam bahan setidaknya dalam setahun kedepan sebanyak 328 Tower, yang sampai saat ini masih dalam tahap pengajuan ijin dan penyusunan DED. Distribusi lokasi selengkapnya pada Tabel di atas. Dari sisi regulasi, telah banyak yang dihasilkan. Un dang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun telah berlaku, walaupun kemudian peraturan pemerintahnya belum terselesaikan. Selain itu, menindaklanjuti Keppres Nomor 22 Tahun 2006, telah juga dikeluarkan Keputusan Menko
Perekonomian Nomor KEP-07/M.EKON/03/2007 dan Nomor KEP-09/M.EKON/02/2008 tentang Tim Pelak sana Percepatan Pembangunan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan, dan Keputusan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 15/KPTS/M/2007 dan Nomor 19/KPTS/M/2008 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Percepatan Pem bangunan Rumah Susun di Perkotaan, serta beberapa keputusan tingkat menteri lainnya. Kementerian Keuangan kemudian melengkapi regulasi yang ada melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36 Tahun 2007, yang menetapkan batas maksimum harga jual rusunami yang mendapatkan fasilitas bebas PPN ada lah Rp. 144 juta dengan luasan minimum 36 m2. Lalu kemudian melalui Permenpera Nomor 7 Tahun 2007
Laporan Utama
rintah, bahkan kemudian menjadi ceruk pasar tersendiri yang dikenal sebagai Apartemen Sederhana Milik (anami). Disamping itu, perubahan skema subsidi menjadi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) ditengarai tu rut mendorong terhambatnya pembangunan rusun. Sebagaimana yang sering terjadi dengan program pe merintah, koordinasi masih menjadi hambatan besar. Sekedar contoh, terjadinya penyegelan beberapa kegiatan pembangunan rusun oleh pemerintah DKI Jakarta. Terli hat tidak adanya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Hal yang senada pun terjadi antara berbagai ins titusi pemerintah pusat sendiri. Sebagai ilustrasi, banyak kegiatan penyediaan air minum, sanitasi, listrik yang dibia yai APBN tidak bersinergi dengan kegiatan pembangunan rusun, sehingga upaya pengurangan biaya pembangunan rusun melalui penyediaan prasarana dan sarana tidak ter capai. Akibatnya sebagian biaya terbebankan kepada kon sumen. Sementara prasarana dan sarana yang dibangun oleh pengembang ternyata kualitasnya kurang memadai. Permasalahan pembangunan rumah susun tidak hanya terfokus pada proses pembangunan fisiknya saja, tetapi juga mencakup paska pembangunannya. Termasuk pem bentukan Persatuan Penghuni Rumah Susun (PPRS) yang masih menghadapi kendala dalam prosesnya. Terjadi ba nyak kekisruhan dalam pembentukannya. Perhatian terhadap aspek lingkungan masih perlu di tingkatkan, terutama dengan belum tersedianya pedoman terkait aspek Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)/Upaya Pe mantauan Lingkungan (UPL). Strategi Pembenahan Program 1.000 Tower Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menyiner gikan program 1.000 Tower dengan program terkait baik
sumber foto: istimewa
menimbulkan masalah baru bagi penghuninya, yaitu ma halnya biaya transportasi ke tempat kerja. Selain itu, lahan yang tersedia pun masih banyak yang belum terbebas dari masalah. Istilahnya belum clear dan clean. Sebenarnya terdapat pilihan lain berupa pemanfaat an tanah milik BUMN/BUMD, yang ternyata juga tidak mudah prosesnya. Bahkan ternyata lahan milik BUMN/ BUMD banyak yang masih disewakan atau bahkan disero bot pihak lain. Proses sertifikasi tanah pun tidak semudah dan semurah yang dibayangkan. Belum lagi tidak adanya pembedaan antara proses program 1.000 Tower dengan proses pembangunan apartemen mewah. Maka lengkap lah kesulitan yang dihadapi terkait ketersediaan lahan dan prosesnya. Sepertinya memang program 1.000 Tower ini belum menjadi perhatian, khususnya bagi pemerintah daerah. Terlihat dari masih kurangnya insentif yang diberikan ke pada pengembang. Hambatan yang masih banyak dikeluh kan diantaranya lamanya proses perijinan, belum termasuk biaya proses perijinan yang cukup besar yang perlu dike luarkan. Termasuk juga masih banyak daerah yang belum menyiapkan regulasi berupa perda tentang rumah susun. Dapat dikatakan bahwa keberpihakan terhadap program 1.000 Tower masih belum ada. Rumah susun sederhana (rusuna) masih dianggap sama dengan apartemen mewah. Salah satu yang selalu menjadi pertanyaan dari pengem bang adalah kepastian adanya insentif bagi mereka se hingga pengembang tetap tertarik membangun rusun. Di antara insentif yang dibutuhkan adalah keringanan Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB), penetapan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) bagi tanah Negara (saat ini sedang direvisi PP Nomor 6 Tahun 2006), penetapan PPH Final 1%. Disamping, kemudahan proses Kredit Pemilikan Sarusun, penyediaan kredit konstruksi, keringanan biaya sambungan air, dan tarif listrik. Ketiadaan insentif baik berupa subsidi, pembebasan pa jak, penyediaan kredit konstruksi, sementara harga jual di patok oleh pemerintah, mendorong pengembang melaku kan berbagai cara memperoleh dana segar dari konsumen. Akibatnya, harga jual melonjak di atas ketentuan peme
10
11
Laporan Utama
Saling Silang
Urusan 1.000 Tower
embangunan Rusunami, yang kini bernama Rumah Susun Sejahtera, mati suri. Karena boleh dikatakan sudah tidak ada lagi pengembang yang menjual produk apartemen sederhana dengan harga patokan maksimal Rp 144 juta, khususnya di Jakarta. Deputi Bidang Perumahan Formal Kemenpera Pangihutan Marpaung mengakui banyak sekali hambatan program rusunami di lapangan yang dikeluhkan pengembang sebagai pelaku, khususnya di DKI Jakarta. Ia menjelaskan ada beberapa hal yang membuat target pembangungan 1.000 menara terhambat. Diantaranya insentif pembebasan pajak pertambahan nilai dari Kementerian Keuangan. Selain insentif, tantangan lain yang dihadapi adalah soal per izinan. Khusus untuk DKI Jakarta, pihak Kemenpera sudah meminta revisi agar persoalan perizinan dipermudah. Maklum permintaan Rusunami di Jakarta jumlahnya mencapai 728 menara hingga 2012 tapi realisasinya sangat jauh. Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz, menurut Marpaung juga telah berkirim surat kepada Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, mereka juga telah menggelar rapat beberapa kali. Namun informasi yang diperoleh Marpaung, persoalan insentif perlu dimintakan pendapat ke Badan Kebijakan Fiskal dan Moneter. Jadi masih dibahas di internal mereka, katanya. Selain Menkeu, Kemenpera juga telah menyurati Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengenai kendala-kendala yang terkait dengan perizinan. Menurut Marpaung kendala yang dihadapi bukan hanya dari sisi koefisien lantai bangunan tetapi juga proses sertifikasi. Kalau itu disederhanakan saya yakin pengembang akan kembali membangun Rusunami, katanya. Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purmana juga belum bersedia berkomentar. Pria yang akrab disapa Ahok tersebut justru mempertanyakan pengekangan seperti apa yang dilakukan oleh Pemprov. Nanti akan saya cek dulu seperti apa peraturannya, ujarnya. Sejak 2007, patokan harga maksimum rusun milik bersubsidi yang bebas PPN adalah Rp 4 juta per meter persegi atau Rp 144 juta per unit. Sejak April 2012, Djan Faridz telah melayangkan empat surat usulan kepada Menteri Keuangan untuk menaikkan patokan harga maksimum rumah susun bersubsidi dari Rp 4 juta per meter persegi menjadi Rp 7 juta per meter persegi atau setara Rp 252 juta per unit. Surat itu belum ditanggapi. Ketika dikonfirmasi, Menteri Keuangan Agus Martowardoyo enggan berkomentar lebih jauh. Ketika ditanya mengenai persoalan tersebut usai menghadiri rapat di Kementerian Perekonomian, Agus hanya berkomentar singkat. Saya belum memikirkan memberi insentif, ujarnya, seperti dikutip tabloid PRIORITAS.
Sementara Direktur Jenderal Pajak, Fuad Rahmany, menjanjikan akan melakukan pengecekan terlebih dahulu apakah benar ada masalah pajak yang menghambat pembangunan rumah susun. Namun Fuad menggarisbawahi tidak pernah ada niat dari Kemenkeu untuk menghambat. Menurutnya perpajakan telah diatur dalam Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya. Jadi apabila mau memberikan insentif pun harus ada dasar hukumnya di UU, katanya. Buruknya Koordinasi Program 1.000 Tower memang kurang dalam urusan koordinasi. Contohnya, saat terjadi penyegelan terhadap proyek Kalibata City (Agung Podomoro Group) oleh Pemda DKI Jakarta. Alasannya, bahwa KLB tidak boleh lebih dari 3,5. Akibatnya, kini mulai banyak pengembang tidak tertarik membangun rusunami subsidi. Alasannya, bonus keuntungan luas tidak lagi menarik pengembang. Dan lucunya program ini oleh Pemerintah DKI Jakarta yang saat itu dinakhodai oleh Fauzi Bowo seolah tak berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Dengan kata lain, program yang di label pro rakyat ini tak sejalan antara maksud pemerintah pusat dan pelaksanaannya oleh pemerintah daerah. Hal ini menggambarkan buruknya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah sehingga kebijakan KLB 6 yang ditetapkan pusat ternyata dengan mudah dipatahkan oleh pemerintah daerah sebagai penguasa setempat. Apartemen Sederhana Milik (Anami) Untuk menyiasati situasi sulit, banyak pengembang mengonsep kembali rusunami menjadi apartemen sederhana hak milik (anami). Produk ini dijual dengan harga Rp200 hingga Rp500 juta, yang sebenarnya hanya terjangkau oleh kelas menengah. Paska beberapa permasalahan soal rusunami yang terus menggerogoti program ini, kita sebagai pengusaha tetap ingin bisnis terus berjalan. Maka kita pun bermain di kelas menengah dengan harga di atas rusunami. Dan ternyata banyak peminatnya, tentunya faktor lokasi jadi salah satu pemicu, terang Setyo Maharso Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia. Di Jabodetabek pada saat ini ada sekitar 149 tower rusunami yang sudah mendapatkan izin dengan jumlah total jumlah unit sekitar 90 ribu. Hingga akhir Desember 2010 sudah diserahterimakan sebanyak 12 ribu unit rusunami. Selain di Jakarta, rusunami juga akan dikembangkan di Bandung, Surabaya, dan Makassar karena permintaannya cukup tinggi. Kami terus melakukan koordinasi dengan Menpera untuk menginventarisasi berbagai permasalahan yang menghambat pembangunan rusunami sekaligus mencari solusinya, terang Maharso (fnd/aan)
12
Sedemikan Pentingnya Perumahan Hingga Pemerintah pun Membuat Kementerian Perumahan Rakyat
perumahan meningkat setiap tahun. Jika pertumbuhan penduduk 1,5 %, pertumbuhan ekonomi 6 % dengan hasrat untuk memiliki rumah baru yang terus menerus pada tiap tahunnya, katakanlah ada pertumbuhan 5 sampai 6 % per tahun maka diperkirakan dibutuhkan 2,5 juta rumah baru per tahun. Memang bukan hal yang mudah tetapi harus diingat bahwa petumbuhan pembangunan perumahan juga menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan perumahan bukan usaha sosial tapi menimbulkan manfaat ekonomi yang besar, berbeda sifatnya dengan kebutuhan pangan yang habis terpakai sedangkan nilai perumahan terus menerus berkembang. Sifatnya yang bankable membuat bidang perumahan mendapatkan dukungan pendanaan dari pemerintah dan perbankan. Singkatnya, perumahan harus dibangun terus menerus namun yang harus dicari solusinya adalah akibat pertumbuh an ekonomi yang berdampak pada kecenderungan migrasi penduduk ke kota. Saat ini 51 % penduduk Indonesia tinggal di kota, tumpah di sekitar kota, akibatnya tanah mahal dan perlu penataan infrastruktur yang baik, penatagunaan tanah dan infrastruktur. Keduanya adalah tugas Pemerintah. Penataan perkotaan tentu berbeda dengan di desa. Jika tidak ditata dengan baik dan didukung infrastruktur yang memadai maka hancurlah kota itu. Solusi kemahalan lahan adalah hunian vertikal, harus dibuat hunian vertikal minimum empat lantai sekalipun di luar kota. Hunian vertikal pun jadi solusi dari alih fungsi lahan dari persawahan atau pertanian menjadi perumah an. Harus ada solusi sosial-ekonomi dalam hal ini. Artinya ada unsur sosial yang menjadi tugas pemerintah dan unsur ekonomi yang menjadi tugas perbankan dan pengusaha, kedua unsur digabung untuk menjadi solusi untuk mengatasi kecenderung an migrasi penduduk ke kota. Di kota dimana terjadi pertumbuhan industri, perdagang an yang berakibat pada meningkatnya kebutuhan hunian, tidak mengherankan jika kita butuh 2,5 juta rumah baru per tahun. EN : Menurut UDD 45 pasal 28 H bahwa hak bermukim ini adalah hak dasar, sementara itu dalam soal pemenuhan kebutuhan rumah, pemerintah menyandarkan pada produkti fitas para pengembang swasta, dimana peran negara ? JK : UUD 45 tidak mengatakan bahwa semua perumahan harus dibangun oleh negara. Kewajiban negara adalah mem-
ebagai negarawan, Jusuf Kalla, mantan wakil Presiden RI, banyak menyurahkan perhatiannya pada bidang sosial dan bidang yang berkenaan dengan kebutuhan dasar rakyat. Pada masa pemerintahannya mendampingi SBY, Jusuf Kalla yang lebih sering disebut dengan inisial nya JK, menggagas dan mendorong konsep perumahan vertikal dengan program 1.000 Tower. Kini ditengah masa istirahatnya sebagai pejabat negara, JK tetap peduli pada bidang perumahan dalam konteks hak bermukim sebagai kebutuhan dan hak dasar warga bangsa. Berikut wawancara Endrawan Natawiria dengan Pak JK ditengah persiapan ke berangkatannya ke negeri jiran. Wawancara ini ditayangkan pada perhelatan Musyawarah Besar Asosiasi Pengembang Perumahan Rakyat Seluruh Indonesia (MUBES AP2ERSI) di Grand Preanger Bandung pada tanggal 17 April 2013. EN : Berkenaan dengan besaran angka backlog perumah an kita yang tahun ini diperkirakan mencapai angka 15 juta, jika dirunut kebelakang angka backlog ini semakin bertambah tahun demi tahun, bagaimana pendapat bapak? JK : Kita tentu sepaham bahwa kebutuhan perumahan itu adalah kebutuhan pokok setelah pangan, kebutuhan yang sangat penting yang menjadi kewajiban Pemerintah, pengusaha dan masyarakat banyak. Akibat pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan lainnya maka pertumbuhan kebutuhan
13
Laporan Utama
EN : Apa saran dan Petuah Pak Jk kepada para pengem bang yang peduli dan konsisten membangun rumah bagi MBR ? JK : Seperti yang telah saya sampaikan bahwa kebutuhan terhadap perumahan adalah kebutuhan pokok, adalah tugas semua orang untuk menyiapkannya, tugas pengusaha, tugas pemerintah untuk menyiapkannya. Anda yang telah memilih profesi sebagai pengembang perumahan, bidang usaha yang memiliki misi sosial yang memiliki dampak ekonomi yang kuat bagi masyarakat di sekitar maupun bagi pengusahanya sendiri. Bidang ini memang membutuhkan kejelian usaha dan memiliki dampak ekonomi-sosial jangka panjang. Sedemikan pentingnya hingga pemerintah pun membuat Kementerian EN : Para pengembang saat ini langsung bersentuhan Perumahan Rakyat. dengan Pemerintah Kota/Kabupaten/Provinsi terutama dalam Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama semua fihak hal perijinan. Bagaimana mengoptimalkan peran antara Pemerintah, dalam hal ini Kemenegpera, Pemerintah Kota/Kabupaten/Provinsi agar Pemerintah Daerah yang mengeluarkan perijinan mereka lebih berkontribusi dalam mendorong dan infrastruktur, kalangan perbankan yang percepatan pemenuhan kebutuhan rumah menyiapkan KPR/kredit jangka panjang serta .kita harus bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan para pengembang penggiat perumahan selalu siap untuk Rendah)? rakyat. Kerjasama banyak pihak ini akan berbuat baik JK : Memasuki era otonomi daerah, berdampak sosial ekonomi yang mendakepada bangsa peranan Pemerintah Daerah lebih kuat, tangkan keuntungan bagi semua pihak. Saya sebelum itupun perijinan perumahan telah ingin mengingatkan satu hal lagi berkenaan dan negara diiatur oleh Pemerintah Daerah. Bahwa dengan semakin terbatasnya lahan, pertumperijinan itu keharusan untuk menghindari buhan penduduk kian meningkat, alih fungsi kekacauan namun harus di ingat oleh para Kepala lahan terus menerus dari lahan pertanian menjadi Pemerintahan Daerah bahwa demi kepentingan rakyatperumahan yang menganggu sediaan lahan pertanian, nya perijinan perumahan harus dipermudah sekaligus harus persawahan hingga kita harus mengimpor beras seperti sekadisiplin dalam menegakkan aturan. Perencanaan kota dengan rang ini. Solusinya kedepan adalah perubahan pola fikir para terapan aturan yang baik akan menghindarkan kota dari keku- pengembang perumahan untuk mulai dan selalu membangun muhan, nilai ekonominya pun akan terus menerus meningkat. rumah susun, rusunawa atau rusunami. Ini adalah sebuah jawaban ketika lahan makin mahal maka ongkos membangun EN : Apakah Bapak setuju adanya pembeda perlakuan perumahan pun (rumah tapak-EN) makin mahal. Memang dan biaya perijinan bagi perumahan MBR dan perumahan dibutuhkan penguasaan teknis dan kemitraan yang baik untuk mewah? menyelenggarakannya. JK : Mesti ada pembeda. Pemerintah Daerah hendaknya mempunyai perangkat regulasi baik berupa Perda, Perbup, EN : Pertanyaan terakhir pak, diluar bidang perumahan. Pergub yang mengatur perijinan perumahan sesuai lokasi, Akronim JK saat ini mulai diartikan sebagai Jalan Keluar. fungsi dan proporsinya. Nilai tanah dan bangunan rumah Faktanya solusi yang bapak pernah lakukan di banyak bidang untuk MBR tentu lebih murah daripada rumah mewah semasa menjadi pejabat pemerintah terasa sangat manfaat maka tarif atau biaya perijinannya pun harus lebih murah. nya. Diantaranya peralihan dari Bahan Bakar Minyak Tanah Pemerintah Pusat pun memiliki Undang-undang, Peraturan menjadi gas yang semula banyak ditentang kini mulai terasa Pemerintah yang mengatur tentang hal ini. Dulu, Kementerian manfaatnya oleh rakyat. Pertanyaannya adalah jika rakyat Perumahan punya konsep proporsi perumahan 1:3:6. Pada meminta Bapak untuk memimpin negeri ini, apakah Bapak saat itu, Pengusaha Real Estate wajib membangun Rumah bersedia ? Sederhana. Sekarang ada konsep hunian 1:2:3. JK : Menjadi satu pertimbangan, saya selalu mengatakan bahwa kita harus selalu siap untuk berbuat baik kepada bangEN : Jadi Bapak sepakat dengan konsep hunian berim sa dan negara di bidang kita masing-masing. Jika pengusaha bang? berbuat baik dalam bidang usahanya maka saya yang memiliki JK : Bukan hanya sepakat tetapi harus. Ketidakseimbang pengalaman dalam bidang pemerintahan jika diminta untuk an hunian akan berdampak sosial adanya jurang pemisah berbuat baik bagi bangsa dan negara maka saya harus siap. yang lebar antara The Have and The Have not yang akan Setiap orang harus selalu siap jika diminta untuk berbuat baik memicu konflik sosial. bagi bangsa dan negaranya (EN). bangun infrastrukturnya seperti jalan, pasar, menata perencanaan/planologinya dan lain-lain, justru hal ini akan memberikan peluang pada pihak swasta. Kewajiban pemerintah yang lainnya adalah menyiapkan pendanaan berupa kredit jangka panjang. Hal tersebut adalah sesuatu yang umum, sesuatu yang sudah kita fahami bersama, peran negara bukan berarti mengambil alih seluruh peran bidang perumahan. Tiga hal yang harus dilakukan pemerintah dalam bidang perumahan, yaitu menyiapkan kredit jangka panjang, menyiapkan dan membangun infrastruktur, dan menyediakan lahan yang terjangkau daya beli rakyat. Hak dasar untuk bermukim tidak berarti pemerintah harus langsung membangun perumahan.
14
Wawancara
Yusuf Asyari
emayoran, medio Maret 2008. Raut muka Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI (2004-2009) tampak serius. Sekiranya saya tidak datang, pasti tidak dibawa tiang-tiang pancang itu ke sini. Anda pasti akan melanjutkan tidur, semprot-nya, pada para pejabat yang hadir. Pak Gubernur, tiap minggu Bapak harus datang ke sini. Pak Menteri (Menpera) tentu lebih sering, tiap dua hari. Bapak kan Menteri Perumahan Rakyat, bukan menteri perumahan elite. Ini tugas Bapak. Jadi, kalau diundang meresmikan kondomonium, gak usah hadirlah. Kalau peresmian rusun baru hadir, tegas Jusuf, yang kala itu mengenakan kemeja putih, lengan pendek, bercelana biru,. Mereka yang terkena semprot diantaranya: Menteri Perumahan Rakyat, M. Yusuf Asyari, Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, Direksi Pengelola dan Pelaksana Pembangunan Kawasan Kemayoran (DP3KK) Sekretariat Negara, dan Dirut Perum Perumnas, Himawan Arief. Tak tanggung-tanggung, mereka semua, disemprot Wapres di depan umum. Saya pikir saya datang akan lihat sepuluh tingkat. Ternyata masih
tulah sekelumit cerita bagaimana seriusnya sang wakil presiden menangani soal pembangunan 1.000 tower rusunami. Ditemui di kediamannya, dan ditanyakan lagi soal itu, M. Yusuf Asyari, tersenyum. Ia pasti tidak akan pernah melupakannya. Yusuf, ingat betul waktu itu. Saya tidak malu, saya malah senang diingatkan, karena itu memang bagian dari tanggung jawab saya. Pak Jusuf perhatiannya memang luar biasa soal program 1.000 menara rusunami ini, kenang Yusuf yang waktu itu memang menakhodai Kemenpera. Yusuf, mengerti, kejengkelan sang wapres (wakil presiden-red) waktu itu, karena rusun yang dibangun Perum Perumnas tersebut baru pada tahap pemasangan tiang pancang. Padahal, sudah setahun lebih pembangunan rusun itu dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kala itu pemerintah sangat optimis program yang dipelopori oleh Jusuf Kalla tersebut akan berjalan mulus. Pada 2008 lalu, Yusuf mengatakan paling tidak dapat diselesaikan pembangunan 100 menara rumah susun. Kalau tahun ini (2008-red) bisa dibangun 100 tower, saya
waktu itu optimistis 2011 dapat dicapai 1.000 tower. Saya kira bisa, karena semuanya ada. Uang ada, lahan ada, kontraktor ada, pasar pun ada. Tadi pengembangnya bilang walau fisik baru selesai 30 persen, tetapi sudah 70 persen yang dipesan. Itu artinya pasarnya ada. Hanya semangatnya yang harus ditambah,ujar Yusuf. Menurut Yusuf, percepatan pembangunan rusun harus dilakukan karena mampu mengatasi 50-60 persen persoalan hidup masyarakat perkotaan, yakni transportasi, penggunaan lahan, banjir, pencemaran, polusi, dan kesejahteraan masyarakat miskin. Dengan adanya rusun yang dekat dengan tempat bekerja, seorang sopir tidak perlu mengeluarkan uang sampai 30 persen dari penghasilan untuk naik kereta dari Bogor ke kota, katanya. Di DKI Jakarta saja, kawasan kumuh berat dihuni 21 ribu kepala keluarga (KK), kawasan kumuh ringan dihuni 490 ribu KK, dan kawasan kumuh berat yang ilegal dihuni 82 ribu KK. Karena itu, dibutuhkan 70 ribu unit rumah landed house dan 42 ribu unit rusun per tahun. Kepada HUDmagz, sepulang menunaikan ibadah umroh, Menpera pertama di era reformasi tersebut kembali berkisah
15
Laporan Utama
tentang Jusuf Kalla, bos-nya waktu itu, dan berbagai sengkerut yang terjadi plus perubahan kebijakan penggantinya yang tidak lagi melanjutkan kebijakan yang sudah ada sebelumnya. Kutipannya: Bagaimana ide awal program 1.000 tower itu tercetus? Kalau soal ide itu memang usulan dari Jusuf Kalla. Saya lupa waktu itu kapan persisnya dia bilang soal itu. Tapi memang waktu itu kami intensif diskusi dengan Pak JK (Jusuf Kalla-red). Pak JK itu orang yang paling gampang ditemui, orang yang paling gampang diajak bicara, dan yang mau didebat. Kalau kita nggak cocok, kita debat, beliau akan menerima meskipun beliau punya argumentasi balik. Itu menyebabkan kita nyaman berdiskusi. Jadi dari diskusi itu akhirnya cikal bakal program itu lahir? Kalau kita bicara cikal bakal program itu, panjang ceritanya. Kita mesti kembali kepada situasi tahun 2005/2006. Pada 2004 akhir, Kementerian Negera Perumahan Rakyat baru ditimbulkan kembali setelah dua periode tidak ada. Dua periode yang tidak ada ini sudah memporak-porandakan struktur yang ada. Jadi harus dibangun kembali. Dari berbagai diskusi, didapat beberapa usulan antara lain yang terkait dengan rusuna ini. Di dunia, pembangunan perkotaan tidak ada yang melebar, tapi naik karena di manapun juga tanah yang ada tidak diciptakan lagi sehingga makin lama semakin mahal. Karena itu, upaya untuk memperbanyak hunian, ya ke atas. Itu kesatu. Kedua, di kota-kota besar di dunia ini yang tinggal di pusat kota orang miskin. Orang-orang yang tinggal di pinggiran kota itu orang kaya yang punya fasilitas, seperti mobil, tanah luas, tidak terhambat oleh faktor transportasi. Mungkin struktur perekonomian sudah sesuai. Banyak toko-toko besar ada di pinggirpinggir kota sehingga tidak memacetkan lalu-lintas. Kalau rumah-rumah kalangan menengah bawah ini dikembalikan ke pusat-pusat dan dekat dengan tempat kerja
diharapkan akan memberikan keuntungan pada kesejahteraan mereka dan juga memurahkan biaya transportasi yang selama ini mahal mereka biayai. Artinya, kesimpulannya marilah kita galakkan pembangunan rusuna baik sewa maupun milik. Kemudian, kalau kita kembali kepada peran pemerintah. Peran pemerintah ini berbeda dalam rusunawa dan rusunami. Kita melihat peran pemerintah dibagi dua dalam masalah perumahan ini. Apakah dia menjadi enabler atau provider. Kalau dia jadi enabler, dia mencoba, mengatur, mendorong dan memfasilitasi agar orang lain atau rakyat itu membangun sendiri. Itu yang banyak dilakukan untuk rusunami. Tapi sebagai provider itu sebaliknya, pemerintah menyediakan langsung. Ini karena rakyat belum mau terjun ke situ. Dan memang karena rakyat belum mau dan pihak swasta belum mau terjun ke situ, mau tidak mau harus dipelopori oleh pemerintah. Saya mau tanya Indonesia ini belum jelas pemerintah sebagai enabler atau provider. Di awal pembentukan kementerian, peran pemerintah lebih berat ke enabler, tidak ada provider. Tapi, karena kita menyadari ada aspek-aspek swasta belum mau masuk dan ini perlu kita pionir maka kita mengusahakan supaya Kementerian Perumahan Rakyat diberi fungsi operasi terbatas. Itulah kemudian kenapa di Kementerian Perumahan Rakyat ada anggaran rusunawa. Kemudian juga proyek perumahan swadaya. Dengan koordinasi wakil presiden, policy itu didukung oleh baik Kementerian Perumahan Rakyat dan pemerintah daerah, khususnya dalam hal ini adalah DKI yang selalu diajak ramairamai rapat. Karena itu di DKI, sebagai salah satu dari seluruh kota yang akan diupayakan digerakkan rusunami ini, setuju dan menyanggupkan diri dalam hal memberikan keringanankeringanan. Cuma belakangan setelah Pak Sutiyoso diganti Pak Fauzi Bowo, policy ini diganti. Mestinya waktu Pak Sutiyoso menjadi Gubernur kan Pak Fauzi Bowo menjadi wakil Gubernur. Dia mestinya terikat dong. Tapi, begitu dia menjadi Gubernur, dia ubah segala sesuatunya dengan pertimbangan kita lihat ketakutan bahwa dengan banyaknya rusunami akan ada kekumuhan baru.
16
Banyak yang kemudian bilang rusunami itu akhirnya salah sasaran? Kadang-kadang salah sasaran itu istilah manis yang nggak jelas maknanya. Saya melihat, waktu saya tanya pada beberapa orang, waktu dia beli mungkin hidupnya tidak seperti sekarang. Menurut saya yang lebih liberal lagi itu pendapat Pak JK, dia bilang nggak ada orang kaya yang menghuni rumah susun yang sempitsempit. Kalau dibeli orang kaya pasti dipakai buat supirnya untuk pegawainya dan itu biarkan saja kata Pak JK. Terakhir, bagaimana Anda menanggapi peran Kemenpera sekarang yang sepertinya mulai mengarah menjadi penyedia (provider)? Fungsi itu bisa saja diemban. Tetapi intinya, kalau Kementerian Perumahan Rakyat mau jadi penyedia (provider), itu kalau terpaksa saja. Terpaksa kalau masyarakat belum bergerak ke situ. Istilahnya jadi pionir saja. Hanya sebagai pendorong tadi. Menurut saya, membatasi pada enabler saja juga tidak efektif, tergantung pada pasar (fnd).
17
LUXURY LIVING HOLIDAY STYLE JAKARTA NOW SELLING HEAD OFFICE JL. AMPERA RAYA NO. 62 SITE OFFICE JL. CEMPAKA PUTIH RAYA NO. 1 JAKARTA INDONESIA t. +62 21 42 888 000 f. +62 21 42 887 000 www.sentosajakarta.com
entosa Worldwide Resort menghadirkan kembali proyek terbaru di kawasan Cempaka Putih Jakarta Pusat dengan nama Sentosa Residence Jakarta. Kehadiran proyek ini merupakan kerja sama strategis Sentosa Worldwide Resort dengan Bahama Group. Sentosa Residence Jakarta akan mencakup tujuh menara terintegrasi yang terdiri dari lima menara apartemen, satu serviced residence dan satu menara perkantoran. Total jumlah unit apartemen Sentosa Residence Jakarta adalah 687 unit, pada lahan seluas 2,7 Ha.
18
elang 6 tahun Program 1.000 Tower Rusun, terlihat a ngin segar terkait pengembangan hunian vertikal bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pertengah an Maret lalu, Perum Perumnas melakukan prosesi ground breaking atas pembangunan rusunami tower A4 dan A5 Bandar Kemayoran, Jakarta Pusat. Ditengah mati surinya pembangunan rusunami ternya ta ruang untuk hunian bagi masyarakat kecil di kota masih terakomodir walau jumlahnya terbatas. Tower A4 dan A5 rusunami Bandar Kemayoran ini akan menyediakan 512 unit hunian yang dijual dengan harga khusus. Unit-unit tersebut memiliki 1 kamar tidur dan 1 ruang keluarga serta kamar mandi. Dan tak semuanya dijual pada masyarakat karena sebanyak 122 akan dijadikan unit yang disewakan sebagai subsidi silang pengelolaan rusun setelah beropera si. Himawan Arief, Direktur Utama Perumnas menyata kan program pembangunan Rusunami Tower A4 dan A5 Bandar Kemayoran ini terwujud dari sinergi Kemente rian BUMN, Kementerian Perumahan Rakyat, Pemprov DKI Jakarta dan PT. Hutama Karya (Persero). Program ini nantinya akan dilanjutkan dengan pembangunan lebih banyak tower rusunami di Jakarta. Pembangunan rusun oleh Perumnas ini merupakan kelanjutan dari program yang pernah diusulkan kepada Gubernur DKI Jakarta mengenai program pembangunan 200 tower di atas lahan Perumnas. Selain program kawasan
baru, peremajaan rumah susun tua dan pemanfaatan lahan Perumnas yang banyak dihuni para penggarap, juga pena taan kawasan kumuh dan padat di tanah Perumnas. Lebih jauh Himawan mengutarakan bahwa, program 200 tower dapat dikerjakan dalam jangka waktu 3 sampai 4 tahun dengan total 80 ribu unit hunian atau 320 ribu jiwa dapat dirumahkan. Program ini merupakan terobos an yang sangat baik bagi masyarakat menengah ke bawah untuk tinggal di rumah yang relatif dekat dengan tempat kerjanya, imbuhnya. Program ini juga dapat bergulir untuk membangun Tower berikutnya, secara berkesinambungan. Mengingat kawasan ini sangat strategis dan dilengkapi dengan fasilitas memadai dan akan dijual dengan harga dibawah ketetapan pemerintah. Tentunya akan mendapat tanggapan pasar yang tinggi. Untuk itu, ditetapkan kriteria-kriteria terten tu agar peruntukanya tepat sasaran. Himawan menambahkan, Program Rusunami dapat terwujud apabila ada kerjasama antara Perum Perumnas dan Pemprov DKI Jakarta dalam penyediakan lahan baik milik Pemda maupun milik Perumnas. Program ini didu kung oleh Kementerian BUMN melalui program PKBL (Program Kemitraan Bina Lingkungan) BUMN. Sinergi Perumnas Sebagai BUMN yang bergerak pada bidang properti, Perumnas merupakan lokomotif pembangunan perumah an untuk masyarakat Indonesia. Perjalanannya sedari tahun 1974 saat pertama kali didirikan, Perumnas dia manatkan untuk membangun rumah murah yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Perjalanan pro gram 1.000 Tower ini tak lepas dari peran Perumnas. Saat pertama kali program ini dicanangkan oleh Jusuf Kalla dan kemudian diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang, Yudhoyono, di lahan milik Perumnas Pulogebang Jakarta Timur. Saat ini di tanah tersebut, telah berdiri Sentra Timur Residence yang dalam pembangunannya Perumnas berko laborasi dengan (PT Bakrie Pangripta Loka ) Bakrieland Development. Proyek ini dikonsep sebagai Central Bussines District (CBD) baru di wilayah timur Jakarta. Percepatan
19
Laporan Utama
pengembangan Sentra Timur Super Blok ini bertujuan un tuk membuat kawasan bisnis baru di Jakarta Timur yang dilengkapi dengan hunian dan berbagai pembangunan highrise building untuk menarik konsentrasi bisnis ke arah timur Jakarta, sehingga mengurangi beban mobilitas, akti fitas di pusat Jakarta, terang Himawan. Dan beberapa waktu lalu baru saja dilakukan topping off Tower 4. Selain bagian dari program pembangunan 1.000 Tower, juga merupakan bagian dari program 200 Tower yang digagas Perum Perumnas kerjasama dengan Pemprov DKI Jakarta yang sudah diusulkan kepada Gubernur DKI Joko Widodo beberapa waktu yang lalu. Rencananya di Sentra Timur Residence akan dibangun 17 Tower atau lebih kurang 8.900 unit hunian atau setara dengan meru mahkan 35.600 jiwa. Sentra Timur ini merupakan kawasan yang prospektif mengingat lokasi yang sangat strate gis di pinggir Tol JORR, berdampingan dengan terminal terpadu Sentra Timur Pulo Gebang didukung sarana Bus Way koridor 11, dan Stasiun Kereta Api Cakung. Kondisi terkini pembangunan proyek Sentra Timur ini terfokus pada Sentra Timur Residence tahap II yang terbagi atas 3 menara yaitu Orange Tower, Ruby Tower, dan Tosca Tower. Orange Tower yang memiliki 20 lantai dengan 390 unit hunian sudah terjual habis. Topping off yang dilakukan pada awal April lalu tersebut menandakan proyek ini akan segera melaku kan serah-terima kunci yang dijadwalkan pada Desember 2013. Sedangkan untuk Ruby Tower telah diluncurkan pada Desember 2012 lalu dengan penjualan mencapai 70 persen hingga saat ini. Sedangkan Tosca Tower akan siap diluncur kan pada Mei 2013 mendatang. Sebelumnya, Bakrieland dan Perumnas juga sukses menjual 3 tower di tahun 2008 di Sentra Timur Residence Tahap I yang terdiri dari Grey Tower (24 lantai, 534 unit), Green Tower (20 lantai 428 unit), dan Yellow tower (20 lantai, 431 unit) dengan total keseluruhan unit sebanyak 1.393 unit. Selain Pulogebang, di Cengkareng Perumnas juga mengembangkan rusunami dengan nama CityPark yang berkolaborasi dengan PT Reka Rumanda Agung Abadi. Proyek ini berdiri di kawasan Bumi Indah Cengkareng mi lik Perumnas. Di CityPark ini telah terbangun 3 ribu unit rusunami dan sudah beroperasi sejak 2009 lalu, peresmi annya langsung dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ke depan di kawasan ini Perumnas berencana mem bangun 20 tower rusunami. Konsep rusun ini memin dahkan masyarakat yang berada di kawasan kumuh dan padat. Proyek ini akan jalan tahun ini. Kita punya kawasan 400 hektar di Bumi Cengkareng dan kita akan bangun 20 tower untuk dihuni warga. Saat ini kita minta izin perubahan peruntukannya saja, jelas Himawan. Selain membangun 20 tower Rusunami di Cengkareng, Perumnas juga akan membangun puluhan tower Rusunami di Pondok Kopi, Jakarta Timur. Di tempat ini, Perumnas juga akan merevi talisasi rusunami tua yang sudah dihuni puluhan tahun. Melalui konsep sinergi ini, Perumnas ten tunya akan mempercepat pembangunan hunian vertikal. Selain itu, dukungan pemerintah daerah juga merupakan bagian yang tak terpisahkan. Diharap kan di era Jokowi ini, pemerintah provinsi DKI Jakarta akan lebih memberikan ru ang kemudahan terkait hunian bagi masyarakat berpenghasilan ren dah. Bahkan juga diharapkan da pat merubah wajah kota menjadi lebih baik dengan memindahkan masyarakat yang berada di ka wasan kumuh dan padat ke rusu nami (aan).
20
Sukseskan
Sukseskan
Sukseskan
Laporan Utama
etua Umum DPP REI ini boleh dikatakan adalah salah satu pelopor sekaligus merasakan sendiri bagaimana tidak kondusifnya berbagai aturan yang diterapkan pemerintah terkait program 1.000 Tower. Proyek rusunami East Park di Jakarta Timur, yang digawangi PT. Cakra Sarana Persada, miliknya, adalah salah satu rusunami pelopor. Sehingga, tentu Setyo mengerti benar dan jelas geram dengan berbagai langkah yang tidak pro bisnis yang kemudian diterapkan oleh pemerintah DKI Jakarta semasa gubenur Fauzi Bowo. Data terbaru menunjukkan, sejak tahun 2007 hingga sekarang, di DKI Jakarta hanya terbangun 79 menara dari target awal 258 menara atau sebanyak 32 proyek. Kepada HUD Magazines, pria kelahiran Semarang, 4 November 1958 ini menceritakan bagaimana komitmen REI untuk tetap ingin membantu pemerintah menyediakan hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Berikut petikannya. Program 1.000 Tower sejak dicanangkan oleh Presiden RI tahun 2007 lalu nyaris mati suri, tidak ada gebrakan. Bagaimana tanggap an Anda?Apakah anggota REI juga sudah tidak berminat lagi membangunnya? Saya rasa teman-teman tetap komit untuk itu. Program ini sejak awal mendapat dukungan REI. Sampai saat ini, yang saya dengar dari rekanrekan, mereka tetap komit untuk itu. Mereka mau mengerjakannya. Tentu karena kami pebisnis kacamatanya adalah bagaimana supaya regulasi nya juga menguntungkan bagi kami pengembang. Tidak mungkin pengembang masuk, tapi rugi. REI itu dengan pemerintah adalah mitra, mari kita carikan jalan keluar bersama-sama kalau ingin program ini berlanjut. REI sudah banyak menyampaikan usulan baik lisan maupun tertulis agar program ini betul-betul berjalan dan dinikmati masyarakat. Pemerintah tidak bisa jalan sendiri. Jadi kalau pembangunannya tidak jalan di lapangan bukan berarti pengembang tidak berminat. Tetapi tentu ada yang salah. Itulah yang harus diperbaiki. Selama belum, swasta pasti juga tidak mau.
22
Reddy Hartadji, CEO Bahama Group, Presiden Direktur Bahama Development, Wakil Ketua Umum Bidang Rumah Susun DPP REI 2010-2013
empat terpuruk akibat tergiur bisnis perkebunan, Reddy Hartadji bangkit kembali melalui usaha impor anggur, sebelum akhirnya mendapatkan sejumlah momentum terbaik di dunia properti. Kini dibawah grup Bahama, pelan tapi pasti benderanya kian berkibar kencang. Ia-lah pengusaha dibalik sukses proyek Botani Square, proyek kerjasama dengan almamaternya, IPB. Reddy juga memiliki setumpuk portofolio di proyek residensial sampai hunian jangkung. Sebut saja Latumenten, Menara Kebun Jeruk, Menteng Square, dan beberapa kondotel, seperti Sea Sentosa di Pulau Dewata. Di kelas hunian jangkung bagi MBR, Reddy adalah pelopornya. Menara Cawang, demikian nama proyek rusunaminya. Walaupun dia mengaku babak belur tetapi ia selalu bersyukur, selalu ada hikmah dibalik itu. Dan ketika ditanya apakah mau membangun rusunami lagi.Ia hanya menjawab pendek. Tinggal tunggu Gubenur. Sudah ada rumusnya. Karena itu, dibalik perjalanan 6 tahun program 1.000 menara ia banyak terlibat sejak awal. Ia juga mengaku korban bujukan. Entah siapa yang membujuk dia. Nah, disela-sela kesibukannya, pria bertubuh tambun ini menceritakan banyak masukan soal program populis bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan ini. Berikut pe tikan wawancaranya. Bagaimana Anda melihat perkembangan program 1.000 to wer sejak diluncurkan tahun 2007 silam? Ya sebenarnya begini dari 2007 atau enam tahun terakhir ini kan istilahnya rusunami adalah proyek pasang surut. Kita semua kalau ingin memajukan rusunami, kita menganggap bahwa proses ini harus dijadikan suatu proses belajar. Proses belajar ini tidak hanya kepada suplai (penawaran red.). Dalam hal ini pengembang/deve loper (pemda DKI) dan sebagainya. Dari sisi konsumennya pun harus ada suatu proses belajar. Itu lebih penting.Kita harus sepakat dulu ini harus dievaluasi semua jangan sampai salah-salahan. Apa penyebab mandek-nya program 1.000 Tower? Kembali lagi 1.000 tower itu sifatnya hanya pencanangan, simbolik. Proyek ini berhasil kalau ada titik temu (antara) suplai dan demand. Itu baru di titik berhasil. Tidak hanya suplai saja dan tidak hanya demand-nya saja. Ada satu proses evaluasi dari sisi suplai, dari sisi pengembang, dari sisi harga. Saya kira dengan harga Rp.216 juta itu sudah cukup bagus. Di tarik ke belakang, tanahnya harus berapa. REI merekomendasikan tidak lebih dari Rp.2 juta per meter. Nah, sekarang dengan Rp.2 juta per meter kalau itu full residence, siapa yang punya tanah Rp.2 juta itu.
Tanggapan Anda mengenai penggunaan lahan BUMN untuk rusunami? Coba itu dievaluasi. Tanyakanlah kepada BUMN. Itu tidak Rp.1 juta harganya kan. Bisa dijual Rp.1 juta. BUMN-nya mau apa nggak?. Begitu sajalah. Bagaimana dengan permintaan rusunami? Banyak. Tapi perlu edukasi. Ini kan sebenarnya dari rumah tapak (landed) ke rumah susun (vertical) kan perlu perubahan gaya hidup, perlu pendidikan dan perlu tahapan. Bukan hanya sosialisasi, tapi evaluasi bahwa harus ada satu titik rumah susun itu layak atau bahwa itu adalah alternatif yang baik. Bagaimana menggairahkan kembali pengembang untuk membangun rusunami? Kalau pengembang kan very simple bahwa kembali lagi pengembang itu bisa bangun, tapi kita jangan bicara untung dulu lah, kemudian bisa jualan dan bisa bangun. Berarti ujungnya adalah kita harus mendapatkan tanah yang Rp.2 juta itu kan. Sekarang kalau tanah nggak bisa dapat Rp.2 juta bagaimana bisa bangunnya. sumber foto: dok pribadi Bagaimana dengan regulasi yang dikeluarkan pemerintah terkait rusunami? Justru kalau boleh dikatakan, yang paling siap itu DKI Jakarta. Yang dulu berubah-berubah (aturannya). Sekarang aturannya sudah ada, tinggal ketersediaan lahan. Nah lahan ini harus ada satu kerja sama yang baik antara pengembang dan tanah-tanah di DKI. Artinya, masalah lahan pemprov DKI harus turun tangan. Sebenarnya kalau bicara rusunami itu adalah alat untuk menyelesaikan daerah kumuh. Misalnya, daerah kumuh sekarang ada 13 hektar atau 20 hektar, kemudian ada sebagian untuk dijadikan stadion atau untuk lapangan apa yang sosial tapi yang 6 hektar dijadikan rusunami. Dan orang-orang ini tidak tergusur karena akan tinggal di rusunami. Harapan Anda mengenai program rusunami? Yang punya kewenangan mengenai KLB (Koefisien Luas Bangunan) itu adalah di DKI. Tidak bisa dengan keputusan menteri. Harus di evaluasi lima tahun terakhir ini apakah yang KLB 3,5 atau 5 itu berjalan atau tidak. Dulu, Pak Foke dengan KLB 6 ditakutkan akan ada daerah-daerah kumuh di rumah susun karena ketinggian. Nah, rusunami yang ada sekarang di evaluasi terlebih dahulu. Bahwa dengan KLB 3,5 atau yang dulu itu kumuh apa nggak. Hipotesanya benar apa nggak? Kalau hipotesanya itu bahwa ini bisa ditingkatkan, ya ditingkatkan. Tapi, kalau itu tidak didasari oleh studi juga nggak ada gunanya.
23
Laporan Utama
Bally Saputra Datuk Jano Sati Chief Executive Officer (CEO) Riyadh Group Indonesia,Presiden Direktur PT Graha Rayhan Tri Putra, Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Rumah Susun DPP REI 2010-2013
ebuah pencapaian. Itulah yang dialami dan tengah dirintis Riyadh Group Indonesia. Usai menancapkan taji di kota Padang dan beberapa daerah di Sumatera Barat, pengembang ini menorehkan jejak ke berbagai daerah di seluruh Indonesia. Jenis properti yang digarap pun semakin beragam, tak hanya perumah an tapak juga hunian vertikal dan beberapa ruang komersial. Di Jakarta, Riyadh Group Indonesia melalui anak usahanya PT Graha Rayhan Tri Putra menggarap Pancoran Riverside. Sejatinya ini adalah proyek apartemen sederhana atau yang dikenal sebagai rusunami. Tetapi di te ngah jalan perseroan harus berputar haluan, masuk ke segmen apartemen menengah de ngan harga Rp 250-600 juta/unit. Portofolio vertikal perdananya itu berlokasi di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Di atas lahan seluas 5 Ha, rencananya akan dibangun 7 menara apartemen dengan total 3.600 unit, yang meliputi 3.200 unit rusun dan sisanya apartemen komersial. Semula seluruh unit dijadikan rusunami, tetapi kondisi pasar dan masyarakat minta kuali tasnya ditingkatkan, sehingga kami masuk pasar komersial juga, kata Bally Saputra Datuk Jano Sati, Chief Executive Officer (CEO) Riyadh Group Indonesia Berikut petikan wawancara dengan Bally Saputra, pengembang urang awak yang membangun apartemen Pancoran Riverside dengan jargon Apartemen for Rakyat itu. Bagaimana Anda melihat perkembangan program 1.000 To wer sejak diluncurkan Tahun 2007 silam? Masih jalan di tempat.Malahan jalannya mundur ke belakang, bukan jalan di tempat lagi. Ini karena tidak adanya peran serta atau keseriusan dari pemerintah untuk mendukung terjadinya pembangunan rusunami ini baik dari Menpera maupun dari presiden sendiri. Di Indonesia untuk masyarakat bawah tidak dipikirkan oleh pemerintah.Kalau orang kaya saja dipikirin pemerintah. Pendapat Anda mengenai bebagai kendala seperti regulasi, perizinan yang sulit, biaya tinggi dan harga patokan rusunami? Karena nggak ada regulasi yang dibikin pemerintah. Tidak ada satupun yang jalan. Tidak hanya soal perijinan. Soal keseluruhan aturan, termasuk harga jual, insentif pemerintah itu nggak ada yang jalan semua. Jadi, memang sama sekali tidak ada keseriusan peme rintah dalam hal pembangunan rumah susun milik di Indonesia. Saat ini sudah tidak ada lagi pembangunan rusunami? Sudah nggak ada lagi. Kita kan swasta. Kalau nggak ada untung ngapain kita kerjain. Jadi kita kerjain yang low cost apartemen saja. Jadi, untuk sementara rusunami stop dulu.
24
erdiri sejak tahun 1980,PT Sanggar Huripadalah salah satu pengembang terkemuka di Bandung, Jawa Barat. Perseroan telah memiliki beragam portfolio pengembangan properti dari berbagai segmen, antara lain Kompleks Ruko di Tegalega, Perumahan Cihanjuang Estate, Perumahan Margahayu Permai, Perumahan Cisaranten Indah, Sanggar Hurip Estate, dan masih banyak lagi. Lukas Sartono, Direktur Utama PT Sanggar Hurip, adalah lakon dibalik kesuksesan perusahaan. Pada tahun 2009,PT. Sanggar Huripmendapatkan rekomendasi dari Kementerian Perumahan Rakyat untuk ikut serta dalam menyukseskan Program 1.000 Tower. Jadilah kemudian Apartemen Sanggar Hurip - Soekarno Hatta sebagai proyek rumah susun milik pertama di Bandung. Apartemen ini menunjang kebutuhan akan hunian di wilayah Bandung Timur yang sangat besar yaitu hunian dengan fasilitas lengkap serta dekat dengan pusat keramaian/kota, di samping itu harga terjangkau untuk masyarakat. Karena itu kami sangat bersemangat membangunnya, cetus Lukas. Apalagi Apartemen Sanggar Hurip - Soekarno Hatta juga termasuk dalam kawasan pengembangan kota Satelit Gede Bage yang mempunya prospek luar biasa bagus untuk segi ekonomi dan sosial bagi masyarakat Bandung karena letaknya berdekatan dengan Stadion Utama Sepak Bola Gede Bage (stadion olah raga bertaraf internasional). Sayangnya akibat berbagai regulasi yang tidak mendukung proyek yang semula khusus untuk MBR dengan kepemilikan melalui KPR FLPP terpaksa harus disesuaikan dengan mekanisme pasar. Soal harga, dari kementerian itu satu step posisinya selalu terlambat. Sehingga tidak menarik lagi. Di samping konsumen juga susah mau ambil KPR FLPP, cetusnya. Akibatnya, program rusunami 1.000 tower yang digulirkan sejak 2007 silam mengalami mati suri. Kepada HUD Magazines, Lukas Sartono, sang pelopor Rusunami di Ka- sumber foto: dok pribadi wasan Bandung ini mengeluhkan berbagai hal. Petikannya. Bagaimana Anda melihat perkem bangan program 1.000 to wer sejak di luncurkan tahun 2007 silam? Sejak program 1.000 Tower ini dijalankan pertama kali, terasa sangat jauh berbeda, terutama dukungannya. Contohnya pada saat kita mengajukan IMB (Ijin Mendirikan Bangunan), kenyataannya di daerah insentif tidak ada sama sekali. Kedua, keberpihakan dulunya sangat memperhatikan sekali kesulitan-kesulitan pengembang untuk menggolkan 1.000 Tower. Tapi, saat ini dirasa kurang. Artinya perlu revisi regulasi ? Regulasinya awalnya sudah bagus. Sasaran pemerintah juga sa ngat bagus, tapi harus komprehensif.Sekarang harga rusun walaupun masuk dalam kate-
25
Laporan Utama
Endang Kawijaya,
Direktur Utama PT. Delta Pinang Mas/ Wakil Ketua Umum Bidang Pembangunan Rumah Susun DPP APERSI 2010 2013
alam berbagai kesempatan pemerintah melalui Kementerian Perumahan Rakyat menyampaikan bahwa selain rumah murah tapak, pemerintah juga berjanji akan memasilitasi kepemilikan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sayang, konsep ini hanya sebatas ucapan saja tak sesuai harapan dan tak berjalan. Maka tak heran kondisi di lapangan justru kian menyulitkan MBR untuk memiliki rumah tapak murah atau rusunami. Faktor verifikasi perbankan selalu menjadi ganjalan MBR tidak lolos uji kelayakan sebagai syarat memiliki hunian. Ironisnya, program rusunami yang semula diperuntukkan bagi masyarakat bawah justru bergeser membidik pasar kalangan yang tak semestinya. Padahal, tingginya minat masyarakat bawah untuk menyicil atau mengangsur kredit hunian tanpa memperhitungkan suku bunga kredit, ketimbang membeli secara tunai. Ini menunjukkan kebutuhan hunian layak bagi masyarakat bawah sebagai pengguna langsung masih sangat bergantung pada fasilitas pembiayaan kredit yang diharapkan dapat lebih berpihak pada MBR. Berbagai urusan kredit yang membelit masyarakat bawah dalam proses kepemilikan rusunami justru menjadi celah bagi masyarakat menengah atas dalam memperoleh rusunami yang ditujukan untuk tujuan investasi. Hampir 100 persen masyarakat menengah atas membeli unit rusunami dengan cara tunai, kemudian disewakan kembali dengan tujuan agar imbal hasilnya dapat melebihi keuntungan deposito. Hal ini memang banyak terjadi dalam penjualan rusunami, karena potensi sewanya memang ada dan juga besar. Rusunami yang dibeli oleh kalangan mene ngah atas pun disewakan dengan nilai yang berlipat-lipat dari nilai kredit. Bahkan untuk tujuan lain, investor rusunami juga kerap memindahtangankan kepemilikan unit dengan harga jual setara apartemen menengah atas. Salah satu solusi ditawarkan oleh Endang Kawidjaja, Direktur Utama PT. Delta Pinang Mas, pengembang rusunami Delta Cakung. Idenya berangkat dari kenyataan bahwa dari sepuluh calon pembeli rusunami dari masyarakat bawah, hanya sekitar dua hingga tiga calon pembeli rusunami masyarakat bawah yang lolos verifikasi. Endang mengatakan sebagian besar masyarakat bawah bia sanya tidak lolos verifikasi perbankan karena berbagai urusan administrasi tidak terpenuhi seperti data sumber pendapatan yang mengharuskan memiliki penghasilan tidak kurang dari 4,5 juta Rupiah/bulan. Dia menjelaskan dalam urusan ini ada jalan keluar lain bagi masyarakat bawah untuk memiliki rusunami, melalui skema sewa-beli. Dengan skema sewa-beli, masyarakat bawah dapat memiliki rusunami dengan syarat membayar 4 komponen, di antaranya uang muka, bunga kepada penyandang dana talang
an, umpama pekerja katakanlah Jamsostek, serta biaya charge dan biaya administrasi selama sistem sewa-beli ini berlangsung, jelas Endang. Konsep sewa-beli dapat berlangsung selama tiga tahun, dan selama itu masyarakat bawah dapat menyelesaikan proses perbankan. Pada tahun ketiga sewa-beli, masyarakat bawah mengembalikan uang hasil akad untuk dikembalikan kepada penyandang dana. Siasati Bangunan Sebenarnya banyak cara agar program merumahkan MBR khususnya yang berada di tengah kota mendapatkan hunian yang layak. Salah satu cara yang dilakukan oleh PT Delta Pinang Mas yang merupakan pengembang rusunami Delta Cakung adalah dengan menyiasati bentuk bangunan. Endang Kawidjaja menceri takan, saat pertama kali merencanakan pembangunan rusunami ini berpatokan pada ide awalnya bahwa rusunami ini diperuntukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk itu, berbagai elemen yang bisa disiasati diantaranya bangunan diminimalkan bentuk dan fungsinya. Rusunami Delta Cakung tidak dikembangkan dalam ketinggian kebanyakan rusunami, tingginya hanya 6 lantai yang terdiri dari 2 tower dengan total unit sebanyak 520. Ini dilakukan untuk mengurangi beban bangunan, terkait kedalaman pondasi bangunan yang tentunya akan mengurangi biaya pembangunan. Selanjutnya dengan ketinggian yang minim ini, tak memerlukan lift untuk mengangkut penghuni rusunami ke lantai-lantai atas. Namun dalam perjalanannya setelah adanya subsidi fasilitas lift barulah dioperasikan lift. Ini juga karena tuntutan masyarakat, konsumen Delta Cakung. Kita pun akhirnya menggunakan fasilitas ini dengan bantuan dari Kemenpera, kata Endang. Dan yang paling memangkas pengeluaran adalah dalam setiap unit rusunami tak menggunakan plafon. Instalasi air dan listrik yang dibalut pipa disusun rapi di dinding bagian atas dan samping. Namun ini tak mengurangi estetika ruangan, karena dari sisi perawatan tentunya akan lebih mudah dan juga mengurangi biaya tinggi. Nah, dengan konsepnya yang sederhana ini, ternyata ada hal lain yang patut jadi pemikiran baru agar konsep rusunami ini tepat sasaran. Dengan bentuk desain interior demikian, investor tentunya akan lari karena bentuknya kurang menarik. Tapi bagi mereka yang ingin memiliki hunian murah di tengah kota ini tak masalah. Terbukti dari 520 unit yang ada semuanya sudah terjual dan 90 persen penjualannya menggunakan FLPP. Rencananya kita akan melakukan prosesi topping off dalam waktu dekat ini, tegas Endang (aan).
26
Sukseskan
Sukseskan
27
Laporan Utama
rogram 1000 Tower adalah program percepatan pembangunan rumah susun untuk masyarakat ber penghasilan menengah bawah perkotaan yang diga gas Pemerintah pada masa kabinet Indonesia Bersatu jilid I, melalui Keppres 22 Tahun 2006. Pada tanggal 5 April 2007, dilakukan ground breaking di Rumah Susun Milik Pu logebang Jakarta yang dilakukan sendiri oleh Presiden, yang didampingi oleh beberapa menteri terkait dan kepala daerah. Menjelang 6 tahun berlangsungnya program ini, pada pelak sanaannya mengalami pasang surut, namun melihat esensi dan urgensinya ke masyarakat, bangsa dan negara, program ini terus dilanjutkan sampai saat ini. Salah satu persyaratan keberhasilannya adalah pemenuh an persyaratan teknis dan teknologis, karena menentukan keseimbangan antara keandalan bangunan dan harga ba ngunan, yang secara realitas menentukan pasang-surutnya program ini. Tulisan ini menyajikan kaji aspek teknis dan teknologis yang dimulai dari kilas balik program rusun dari sejak pertama kali secara formal diterapkan pada tahun 1974, regulasi khusus yang dibuat untuk mendukung pro gram 1.000 tower, pasang surut penerapan di lapangan, serta masukan untuk pelaksanaan program ini ke depan. Kilas Balik Aspek Teknis dan Teknologi Rumah Susun Program rumah susun secara sistematis dimulai dari sejak tahun pembangunannya di Sarijadi Bandung pada tahun 1974 oleh Perum Perumnas, seperti terlihat pada Gambar 1. Pembangunan dilakukan dengan mengguna kan suatu prototipe desain gedung 4 lantai yang dibangun dengan teknologi sistem prefab Brecast yang berasal dari Inggris. Momen ini adalah sangat penting, karena meru pakan terobosan baik dari aspek kebijakan maupun dari aspek teknis dan teknologis. Dari aspek kebijakan, hal ini merupakan antisipasi jauh ke depan bahwa masyarakat perkotaan akan tinggal di rumah vertikal, padahal sampai tahun 1980 baru 22.4% penduduk di Indonesia tinggal di daerah perkotaan. Dari aspek teknis dan teknologis, juga merupakan terobosan karena menggunakan suatu proto tipe desain dan sistem pembangunan prefab. Sistem precast adalah sistem yang memang mempunyai keunggulan in trinsik yang lebih baik dari sistem konvensional dalam hal
mutu, kecepatan, dan biaya yang ekonomis. Sistem precast saat ini memang merupakan pilihan utama, namun pada tahun itu boleh dikatakan pertama kali diterapkan di In donesia untuk bangunan gedung.
Perum Perumnas melanjutkan program pembangunan rusun di kota-kota besar lain seperti di Jakarta, Palembang dan Medan, seperti terlihat pada Gambar 2 dalam ku run waktu 1979 1995. Teknologi yang digunakan pada u mumnya juga sistem prefab, yang saat itu masih merupa kan teknologi impor, karena belum ada industri konstruk si nasional yang menguasai teknologi ini pada bangun an gedung secara utuh. Saat ini, rusun-rusun itu menjadi terletak di pusat-pusat kota, dan memberi gambar an ba gaimana seharusnya program 1.000 tower pada saat ini dilaksanakan.
Gambar 2 Rusun Terbangun Tahun 1979 1995 di Kota-kota Besar (Jakarta dan Palembang)
Urbanisasi di Indonesia terus meningkat dengan cepat. Pada tahun 2000, penduduk perkotaan sudah mencapai 40%. Pada tahun 1995, Pemerintah sudah mulai meng antisipasi fenomena ini dengan membuat suatu program pembangunan rusun untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang lebih sistematis, dengan Perum Pe
28
Gambar 4 Sistem Pracetak yang Berkembang pada Kurun Waktu 1995 2002
Gambar 5 Pelaksanaan Rusuna pada 2002 - 2006 Gambar 3 Pembangunan Rusun Era Tahun 1995 - 2002
Pada fase inilah pemerintah mendorong pihak industri konstruksi nasional untuk mengembangkan sistem pra cetak secara mandiri. Proses dimulai dari alih teknologi pada pembangunan rusun Cengkareng (1995), yang lalu dilanjutkan dengan penelitian dan pengembangan sistem pracetak tahan gempa oleh beberapa industri konstruksi nasional dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Per mukiman (Puskim) Kementerian Pekerjaan Umum. Pada tahun 1998, paten pertama dihasilkan oleh industri kon struksi nasional, diikuti oleh beberapa sistem lain, sehingga sampai tahun 2002 tersedia 6 sistem pracetak tahan gempa untuk bangunan gedung bertingkat medium, seperti terli hat pada Gambar 4. Pada fasa ini lah terintis suatu sinergi yang baik antara pemerintah, peneliti, penemu dan indus tri konstruksi nasional sehingga secara teknis dan teknolo gis kemampuan industri konstruksi nasional berkembang
Pada era reformasi yang mulai menampakkan kesta bilannya pada tahun 1999 2004, terjadi perubahan be sar pada pihak yang menangani rusun untuk MBR. Pe merintah Pusat mengambil alih peran utama lewat dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang disalurkan lewat Kementerian Pekerjaan Umum (dengan berbagai variasi namanya). Program secara efektif dimulai tahun 2002, lewat program uji coba rumah susun di 10 kota besar di Indonesia. Pelaksanaan program ini dilaku kan dalam kondisi negara yang berubah secara drastis, teru tama dalam aspek hubungan pemerintah pusat dan daerah serta metoda pengadaan barang jasa yang harus mengikuti aturan implementasi APBN. Pada awalnya, desain dilaku kan secara khusus untuk tiap lokasi, namun seiring dengan kebutuhan yang semakin besar, maka dibuatlah prototipe desain rusunawa Kementerian Pekerjaan Umum T-24 (2006). Pelaksanaan rusun pada era ini dapat dilihat pada Gambar 5.
29
Laporan Utama
Pada era ini, sistem pracetak tetap menjadi andalan implementasi program. Suatu studi dari berbagai penerap an sistem pracetak di berbagai daerah, terbukti dapat di terapkan dengan harga yang tidak lebih mahal dari sistem konvensional, walaupun dalam jumlah 1 blok rusun saja di berbagai daerah jauh dan terpencil seperti Jayapura, Nunukan dan Entikong. Berdasarkan studi dari berbagai desain dan penerapan sistem pracetak, disusunlah proto tipe rusunawa T24 Kementerian Pekerjaan Umum seperti terlihat pada Gambar 6, agar secara desain lebih efisien dan peningkatan kualitas dapat dilakukan secara kontinu ber dasarkan desain yang standar. Regulasi Khusus untuk Mendukung Program 1.000 Tower Untuk mendukung program 1.000 Tower dalam as pek persyaratan teknis dan rekomendasi teknologi agar mendapatkan bangunan yang memenuhi persyaratan na mun ekonomis, Kementerian Pekerjaan Umum mener bitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/ PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi. Pedoman ini melengkapi peraturan yang sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun. Kedua peraturan ini, selain menetap kan persyaratan keandalan bangunan gedung, yang meli puti persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan, juga merekomen dasikan beberapa hal yang da pat membuat desain bangunan menjadi ekonomis. Pada aspek arsitektur dan Mechanical Engineering (ME) Gambar 6 Prototipe Rusunawa T24 Kementerian Pekerjaan Umum misalnya direkomendasikan pencahayaan, penghawaan dan kendali bau dilakukan secara alami. Pada aspek konstruksi, misalnya direkomendasikan menggunakan sistem pem bangunan yang lebih baik dari konvensional, seperti sistem pracetak dan sistem formwork. Pada aspek material, misal nya direkomendasikan peng gunaan beton pracetak untuk dinding fasad serta beton ri ngan atau kalsiboard/gipsum untuk dinding partisi dalam. Pada bagian akhir, juga disam paikan contoh desain bangun an rusun tingkat tinggi yang memenuhi rekomendasi, serta estimasi biaya pembangunan nya untuk rusun bertingkat 8, 15 dan 20 lantai seperti terli hat pada Gambar 7. Peraturan teknis dan teknologis ini menjadi bagian terintegrasi dari seperangkat peraturan lain dari berbagai Gambar 7 Prototipe Rusun Bertingkat Tinggi dari Permen PU Nomor 05/PRT/M/2007 Kementerian dan Pemerintah
30
Gambar 9 Beberapa Contoh Desain Rusunami yang Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis
31
Laporan Utama
Aspek penurunan kualitas desain inilah yang mendo rong Tim Penasehat Arsitektur Kota (TPAK) mengirim surat secara khusus ke Gubernur DKI, untuk meninjau kembali persyaratan teknis rusunami, termasuk masalah kepadatan hunian yang berimbas ke insentif KLB yang ter cantum dalam Pergub Nomor 137/2007. Pihak DKI lalu membekukan proses perijinan rusunami, selagi dilakukan diskusi untuk menyepakati aturan teknis. Diskusi aspek teknis ini berlangsung hampir 2 tahun sampai tahun 2009. Para pengembang swasta yang sudah masuk ke program ini -dengan sudah melakukan investasi- masih berharap bahwa Pemerintah yang sudah mengundang mereka masuk untuk bisa memahami entusiasisme mereka dalam mendu kung program 1.000 tower. Di pihak pemerintah sendiri, yang memang terdiri dari banyak instansi, tidak sepenuh nya bisa satu suara dalam menyikapi hal ini. Birokrasi tidak dapat memahami mengapa pengembang meminta penye suaian harga, dan bahkan terkesan menganggap pengem bang berusaha mengambil untung terlalu besar. Pukulan paling mematikan adalah keluarnya revisi Per gub tentang rusun, yaitu Pergub Nomor 29/2009, yang secara efektif merevisi berbagai insentif, yang kemudian di lakukannya razia penyegelan banyak rusunami yang tidak memiliki IMB, yang menyebabkan pengembang rusunami harus membayar denda. Ancaman lain adalah tim penye lidik pajak yang mengancam akan memberi sanksi pidana bagi pengembang yang memberikan bagian dari rusunami yang diusulkan termasuk program 1.000 tower, kepada penghuni yang tidak memenuhi persyaratan MBR. Ke seluruhan sikap pemerintah ini dianggap pengkhianatan, sehingga para pengembang swasta secara resmi ramai-ra mai mengundurkan diri dari program 1.000 tower. Di luar dari carut marut tersebut, suatu legasi yang tidak terbantahkan adalah munculnya pasar baru Apar temen Murah yang berharga Rp.200 jutaan. Pasar ini tadinya tidak terpikirkan oleh pengembang swasta paling berpengalaman sekalipun. Pasar ini tadinya merupakan exit dari pengembang swasta yang terlanjur masuk ke program 1.000 tower, namun dengan carut marut yang ada mereka memutuskan menjual produk yang sudah terlanjur dibangun dengan sama sekali tidak menggunakan fasilitas insentif pemerintah. Pasar ini ternyata sangat kuat, sehing ga secara alami para pengembang menggunakan prinsipprinsip aspek teknis dan teknologis yang tercantum dalam Permen PU Nomor 05/PRT/M/2007 untuk mendapat kan bangunan yang efisien, agar dapat dijual pada segmen pasar baru tersebut. Pada tahun 2012, Pemerintah melalui Kemenpera akhirnya merevisi harga jual rusunami menjadi Rp.216 juta, namun aturan dari Kementerian lain yang mendu kung (misal perpajakan), dan juga Pergub DKI (misalnya insentif KLB) belum secara selaras direvisi kembali. Para pengembang swasta sudah menyatakan secara verbal akan kembali mendukung program 1.000 tower, namun pada dasarnya sikap mereka adalah wait and see apakah peme rintah konsisten dalam merevisi regulasi yang terkait. Jelas bahwa saat ini pengembang swasta sudah punya pilihan di pasar Apartemen Murah, jadi tidak perlu bergantung lagi pada janji-janji pemerintah. b. Program Rusunawa dari APBN/APBD Program rusunawa dari APBN/APBD ditangani di pusat oleh Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU) dan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), serta di daerah oleh beberapa Pemda seperti Pemda DKI Jakarta dan Pemkot Surabaya. Pembagian tugas antara Kemen PU dan Kemenpera sebenarnya cukup jelas, walau di lapangan terkadang masih tumpang tindih. Kemen PU sampai saat ini konsisten mengembangkan program rusunawa berdasarkan aspek teknis dan teknolo gis. Pada tahun 2007 2012, hampir semua rusunawa diba ngun dengan prototipe T-24 dengan menggunakan metoda pracetak, dengan jumlah rusun yang dibangun meningkat secara proporsional, seperti terlihat pada Gambar 10. De ngan cara yang konsisten ini, maka peningkatan kualitas dapat dilakukan secara sistematis, melalui pembinaan yang berkesinambungan pada para pelaku pembangunannya. Baru pada tahun 2011 - 4 tahun setelah ditetapkan standar prototipe - Kementerian PU menyatakan bahwa sudah di capai taraf mutu rusunawa yang baik (fungsional, tampil an baik, tepat waktu, ekonomis dan yang penting tidak bocor), seperti yang dinyatakan Menteri Pekerjaan Umum pada peresmian rusunawa mahasiswa Institut Teknologi Bandung di Jatinangor seperti terlihat pada Gambar 11.
32
Baru setelah aspek teknis dan teknologis dapat dikuasai dengan baik oleh para pelakunya, Kemen PU akan melang kah ke variasi desain prototipe yang lain, yaitu tipe yang lebih besar (mengarah ke tipe 36 sesuai dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun) dan bertingkat tinggi. Sebagai uji coba, dilakukan pem bangunan rusunawa bertingkat 10 double loaded corridor dengan kombinasi unit tipe 36 dan 24 di Rempoa, yang dikhususkan untuk pegawai Kemen PU. Pencanangan ini dilakukan sendiri oleh Menteri PU pada tahun 2013, se perti terlihat pada Gambar 12. Kemen PU berharap desain ini dapat menjadi contoh nyata bagi pihak-pihak lain yang akan membangun rusun bertingkat tinggi. Kemenpera sampai tahun 2011 mengikuti pola Ke men PU, yaitu penggunaan desain prototipe dan metoda pracetak, serta peningkatan jumlah rusun per tahun secara gradual. Pada tahun 2012, terjadi perubahan orientasi yang tidak sepenuhnya berdasar kajian teknis dan teknolo gis yang tepat. Untuk rusunawa reguler jumlah dilipat gandakan dengan pengurangan jumlah lantai hanya men jadi 2 3 lantai. Ada kesan bahwa bangunan 2 3 lantai mudah dibuat, sehingga tidak memerlukan persiapan as pek teknis dan teknologis yang terlalu serius. Pengabaian ini menyebabkan banyaknya pembangunan rusun tahun 2012 yang tidak tepat waktu dan kualitas yang tidak baik. Di sisi lain, untuk DKI Jakarta, Kemenpera justru meng
gagas konsep rusun super tinggi (di atas 24 lantai), dan bahkan sebagian direncanakan di atas jembatan kali Cili wung. Konsep ini merupakan loncatan yang terlalu jauh dari aspek teknis dan teknologis, sehingga sampai saat ini belum bisa terwujud. Pemda DKI Jakarta sampai saat ini masih mengikuti pola Kemen PU untuk rusunawa bertingkat medium sam pai 6 lantai. Pada tahun 2012, di era Gubernur baru, Pem da DKI bertekad untuk membangun rusun tingkat tinggi untuk MBR dalam jumlah yang sangat banyak, karena hal tersebut memang sudah merupakan kebutuhan khusus. Gubernur secara spesifik sudah menyampaikan agar de sain rusun tidak kaku dengan berbasis hanya fungsional, mempunyai pencirian etnik Betawi, dan dibuat sesuai tematik dominan penghuninya (misalnya tematik nelayan, pasar tekstil). Saat ini sedang terjadi diskusi yang intens antarberbagai pihak terkait, namun perlu dicatat bahwa tanpa didukung persiapan aspek teknis dan teknologi yang tepat, program ini tidak dapat optimal dijalankan. Masukan untuk Program 1.000 Tower ke Depan Berbagai pengalaman penerapan yang dijabarkan sebe lumnya, terlihat jelas aspek teknis dan teknologis adalah aspek alamiah penting yang harus diperhatikan oleh selu ruh pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan yang terlibat dalam program 1.000 tower. Jika diikuti pasti akan
33
Laporan Utama
membawa berkah. Jika diabaikan atau bahkan diingkari, sama saja dengan pengingkaran hukum alam (yang me rupakan juga Hukum Tuhan), yang pasti mendatangkan azab. Untuk program rusunami yang konsepnya melibatkan pengembang, pemerintah harus mendukung hal yang su dah diterobos Kemenpera yang sudah menaikkan harga jual berdasarkan kajian teknis dan teknologis, dengan re gulasi-regulasi di sektor lain terutama di sektor fiskal (di Kementerian Keuangan) dan insentif (di Pemda, terutama di DKI). Para pengembang memang saat ini sudah mem punyai pasar baru Apartemen Murah Kelas 200 jutaan se bagai ekses dari program 1.000 tower, sehingga tidak terlalu berharap akan janji-janji pemerintah tersebut. Berdasar kan pengalaman sifat pasar, harga Apartemen Murah ini akan berangsur-angsur naik jika tidak ada penyeimbang, sehingga peran Pemerintah sebenarnya sangat diharapkan disini, agar apartemen rusun tingkat tinggi yang terjang kau akan tetap ada bagi masyarakat berpenghasilan me nengah bawah. Untuk program rusunawa dari APBN/APBD, Kemen terian Pekerjaan Umum diharapkan untuk terus konsis ten menjadikan aspek teknis dan teknologis sebagai dasar utama, sehingga dapat menjadi acuan bagi berbagai pihak yang akan mengembangkan rusun, baik bertingkat me dium maupun bertingkat tinggi. Kementerian Perumahan Rakyat agar kembali ke khittah nya, sehingga program pembangunan rusunawa dapat dilakukan kembali dengan baik. Untuk Pemda DKI, perlu persiapan yang baik dari aspek teknis dan teknologis, agar pembangunan rusuna wa bertingkat tinggi dalam jumlah banyak dengan desain yang tidak kaku, mempunyai ciri Betawi, dan mempu nyai tematik sesuai fungsi sesuai harapan Gubernur dapat terlaksana nantinya dengan baik. Untuk asosiasi, diharapkan dapat meningkatkan ke mampuan teknis dan teknologisnya baik secara faktual (de facto) maupun secara hukum (de jure). Kemampuan faktual adalah peningkatan sumber daya manusia, kualitas manajemen, peralatan pendukung, dan kapasitas produksi. Kemampuan secara hukum adalah membuat para pelaku konstruksi mempunyai sertifikat keahlian dan badan usa hanya mempunyai sertifikat badan usaha yang khusus un tuk teknologi non konvensional (misalnya seperti sistem pracetak dan sistem formwork untuk struktur) seperti yang digariskan oleh Permen PU Nomor 05/PRT/M/2007. Dari aspek hukum, juga perlu dibuat terobosan me ngenai cara pengadaan barang dan jasa bersumber dari APBN dan APBD. Dengan pola yang ada, setiap rusun harus melalui proses tender desain dan tender pelaksana an. Cara pelelangan yang berpatok pada harga terendah sepertinya jika terapkan secara naif, biasanya justru gagal menghasilkan perencana dan barang yang tepat mutu dan waktu. Kemen PU saat ini sudah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan regulasi yang ada, sedangkan Kemen pera sepertinya justru sedang jatuh dalam masalah ini. Terdapat terobosan menarik yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Pemda DKI saat ini, dengan memanfaat kan peluang e-purchasing dalam Pasal 110 Perpres 70/2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pada pasal ini dapat dibuat standar harga produk, yang ditetapkan ke wajarannya oleh tim penilai khusus dan di sahkan bersama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Peme rintah (LKPP). Jika produk dan harganya sudah masuk daftar, maka pengguna jasa dapat membeli langsung ke pemasok tanpa melalui tender. Cara ini sangat memotong waktu imple mentasi program dengan tetap dalam koridor hukum yang berlaku (sudah diterapkan misalnya pada normalisasi su ngai dengan turap beton), sehingga cocok untuk antisipasi karakter Gubernur DKI yang baru. Akan sangat menarik jika konsep ini bisa diterapkan pada produk rusun dengan sistem prefabrikasi dengan desain prototipe tertentu yang sudah memenuhi kajian teknis dan teknologis yang benar. Keseluruhan harga produk dikaji dengan tim independen, lalu disahkan oleh LKPP. Jadi keinginan Gubernur yang selalu disampaikan dalam tiap kesempatan Jika lahan, perijinan dan dana sudah siap, besok langsung cor dapat terjembatani. Penutup Pada setiap pekerjaan konstruksi, aspek teknis dan teknologis merupakan aspek natural yang harus menjadi pertimbangan utama para penentu kebijakan (Pemerin tah) dan pemangku kepentingan (Pengembang dan para profesional). Pengalaman pembangunan rusun dari sejak dimulai secara sistematis sejak 1974 sampai pada program 1.000 tower saat ini menunjukkan bahwa jika program di lakukan dengan pertimbangan teknis dan teknologis yang benar akan membahwa kemaslahatan, namun jika diabai kan atau diingkari, justru akan membawa azab. Program 1.000 tower pada dasarnya adalah program de ngan tujuan mulia untuk memberi kesempatan masyarakat berpenghasilan menengah bawah untuk mendapatkan hunian yang layak, yang pada tahun 2020 diperkirakan jumlahnya 60% tinggal di perkotaan. Hunian yang layak akan menjamin tumbuhnya masyarakat yang sehat dan kuat, yang pada akhirnya akan membawa bangsa Indone sia menuju gerbang kemakmuran dan kesejahteraan se perti yang diinginkan oleh kita semua.
*Anggota Tim Pakar HUD Institute/ Lembaga Pengkajian Pengembangan Perumahan dan Perkotaan Indonesia (LP P3I).
34
HUT Bank BTN ke 63 HUT REI ke 41 HUT Bapertarum PNS ke 20 HUT Otonomi Daerah ke 17
35
Laporan Khusus
ertumbuhan kota-kota besar di Indonesia terbilang sangat pesat. Bahkan beberapa kota besar dalam waktu dekat akan naik kelas menjadi kota metropolitan. Di antara kota besar dengan jumlah penduduk yang mendekati 1 (satu) juta jiwa adalah kota Pekanbaru. Dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 4,47 persen per tahun, diperkirakan tahun 2013 angka 1 (satu) juta jiwa telah tercapai. Menjadi menarik kemudian melihat dari dekat bagaimana sebuah kota mempersiapkan diri menjadi sebuah metropolitan. Tulisan ringkas ini merupakan hasil pengamatan langsung, dan bincang-bincang dengan walikota Pekanbaru, H. Firdaus, dan pemangku kepentingan lainnya. Sekilas Kota Pekanbaru Sejak tahun 2010, Pekanbaru telah menjadi kota ketiga berpenduduk terbanyak di Pulau Sumatera, setelah Medan dan Palembang. Laju pertumbuhan ekonomi Pekanbaru yang cukup pesat mencapai 9,05 persen per tahun (2011), menjadi pendorong tingginya laju pertumbuhan penduduk. Ciri-ciri sebuah metropolitan telah lama disandangnya. Misalnya saja, pertambahan penduduk yang tinggi, lapangan pekerjaan didominasi perdagangan dan jasa, serta penduduknya yang multi etnis. Langkah Antisipatif dan Kreatif Pemerintah kota Pekanbaru terlihat siap dalam menyongsong keberadaan kota Pekanbaru sebagai kota Metropolitan, setidaknya melalui visinya, yaitu Mewujudkan kota Pekanbaru menjadi kota Metropolitan yang Madani. Hal ini dibuktikan dengan langkah antisipatif pemerintah kota melalui penyebaran pusat kegiatan dengan memindahkan pusat pemerintahan kota ke wilayah yang lebih rendah kepadatannya. Langkah ini terbilang sistematis karena didahului oleh revisi tata ruang. Selain itu, penyiapan infrastruktur kota juga dilakukan sebagai antisipasi pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Penyediaan fasilitas yang menjadi prioritas adalah saluran drainase yang didahului dengan penyusunan rencana induk pengembangan drainase sebagai upaya mengatasi
banjir. Terkait transportasi publik dilakukan penambahan jumlah bus kota, penambahan koridor, serta jaringan jalan. Peningkatan kapasitas listrik terpasang juga dilakukan melalui berbagai sumber baik pembangkit listrik tenaga uap dari batubara, pembangkit listrik tenaga sampah, dan pembangkit listrik tenaga gas. Peningkatan kapasitas layanan air minum pun dilakukan bekerja sama dengan investor. Pengelolaan sampah juga menjadi kepedulian dengan memanfaatkan TPA sistem sanitary landfill dan melibatkan masyarakat dalam mengurangi timbulan sampah. Untuk mencegah pertumbuhan kawasan perumahan dan permukiman yang tidak terkendali, pemerintah kota berinisiatif mengundang para pengembang yang mengajukan ijin untuk melakukan ekspose di hadapan walikota dan seluruh SKPD. Pertemuan ini juga menjadi ajang saling bertukar informasi antara pemerintah dan pengembang sehingga terbentuk kesamaan paradigma pembangunan kota. Kesiapan sumber daya manusia juga menjadi perhatian. Pelayanan kesehatan dengan pendekatan preventif. Masyarakat didorong berperilaku hidup bersih dan sehat. Pembenahan pendidikan dilakukan melalui gerakan bersama antara pemerintah, ulama dan masyarakat yang dikenal dengan nama Sekolah Mengaji. Terjadi keterpaduan antara pendidikan formal dan pendidikan moral. Intinya, pengembangan sumber daya manusia melalui gerakan. Pembenahan birokrasi dilakukan dengan perubahan paradigma dari atasan-bawahan menjadi mitra kerja. Setiap pimpinan unit menandatangani pakta integritas dan mempunyai indikator kinerja yang dievaluasi setiap 3 (tiga) bulan. Birokrat tidak sekedar pegawai pemerintah tetapi juga
36
Kesesuaian dengan Kebijakan dan Strategi Perkotaan Nasional (KSPN) Walaupun belum terjalin komunikasi yang intensif dengan pemerintah pusat yang sedang menyiapkan KSPN (lihat juga wawancara dengan Direktur Perkotaan dan Perdesaan Bappenas), namun terlihat upaya pemerintah kota Pekanbaru sudah menerapkan 3 (tiga) pendekatan pembangunan perkotaan, yaitu smart city, liveable city dan green city. Setidaknya terkait smart city, pemerintah kota sedang bersiap bekerja sama dengan swasta membangun fiber optic bawah tanah untuk mencapai Pekanbaru Cyber City. Sementara agar kotanya nyaman ditinggali (liveable city), dilakukan penyebaran pusat kegiatan melalui revisi rencana tata ruang, penambahan kapasitas layanan fasilitas umum, penyediaan lokasi berdagang pedagang kaki lima berikut bantuan modal memanfaatkan dana CSR (corporate Social responsibility) perusahaan dan pembentukan koperasi, serta menjadikan keberagaman etnis sebagai obyek pariwisata budaya. Upaya menjaga lingkungan hidup juga telah dilakukan (green city) melalui upaya penyiapan Ruang Terbuka Hijau (RTH) bekerja sama perguruan tinggi besar, selain mengoperasikan Tempat Pengolahan Akhir (TPA) Sampah secara sanitary landfill. Terkendala Pembebasan Lahan Di antara beragam permasalahan yang dihadapi, yang cukup signifikan adalah tingkat urbanisasi yang tinggi dan kendala pembebasan lahan. Tingginya tingkat urbanisasi telah diantisipasi dengan penyediaan lapangan kerja informal. Sementara kendala pembebasan lahan berdampak pada lambatnya pembangunan infrastruktur dan penyediaan perumahan. Hal ini diakui baik oleh pemerintah kota maupun para pengembang yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) dan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI). Keluhan utama para pengembang adalah lamanya proses perijinan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Dibutuhkan waktu setahun sebelum ijin yang dibutuhkan dapat diperoleh. Hal ini berakibat pada menurunnya pasokan perumahan (OM).
37
Laporan Khusus
Tahun 2030, Kota Pekanbaru Menjadi Kota Nomor Satu di Pulau Sumatera
Pekanbaru sebagai salah satu kota besar di Indonesia telah berkembang cukup pesat sehingga penduduknya saat ini telah mencapai angka 1 juta jiwa, yang berarti Pekanbaru telah naik kelas menjadi kota Metropoli tan. Untuk itu, menjadi menarik mendengarkan langsung dari Walikota Pekanbaru, H. Firdaus, langkah antisipasi pemerintah daerah dalam menyambut keberadaan Pekanbaru sebagai kota metropolitan dengan berbagai peluang, tantangan dan permasalahannya. H. Firdaus, baru menjabat selama setahun lebih, setelah sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas PU. Tepatnya beliau dilantik pada 26 Januari 2012. Pria yang masih terlihat energik ini menerima kami dalam sebuah wawancara yang akrab di ruang kerja pribadinya di kediaman resmi Walikota Pekanbaru pada suatu siang medio Maret 2013. Berikut ini petikan hasil wawancaranya. Pertama-tama kami ingin mengetahui konsep anda dalam menyikapi keberadaan Pekanbaru sebagai kota metropolitan? Penduduk kota Pekanbaru saat ini telah mencapai 1 (satu) juta jiwa. Untuk itu, dalam menyikapi perkembangan ini kami telah menyiapkan visi yaitu Mewujudkan kota Pekanbaru menjadi kota Metropolitan yang madani. Ter dapat 2 (dua) konsentrasi kami, yaitu Pertama, membangun fisik kota dengan menyediakan infrastruktur metropolitan. Kedua,membangun wilayah kota yang merata. Hal ini dikare nakan perkembangan kota tertumpu di pusat kota, dan kemacetan mulai terjadi. Terkait penyediaan infrastruktur metropolitan sebagai konsentrasi pertama anda, apa saja yang telah dan akan dilakukan? Banjir masih terjadi di bantaran sungai Siak dan be berapa daerah lainnya karena ketinggian yang rendah dan kondisi drainase yang kurang baik. Kami segera menyusun master plan drainase sebagai pedoman pembangunan pusat, propinsi dan kota. Terkait prasarana jalan, dilakukan penambahan jaringan jalan sehingga terjadi peningkatan rasio jaringan jalan, dan pengembangan outer ring road yang tersambung ke rencana jalan tol Pekanbaru-Dumai. Sementara kondisi angkut an umum yang hanya tersedia 20 unit bus kota bantuan pemerintah pusat, sangat tidak memadai. Tahun 2013, kami sedang mempersiapkan pengoperasian tambahan angkutan umum 70 unit. Saat ini ada 2 koridor, direncanakan akan ada 6 koridor baru. Taksi berargo juga telah tersedia. Kemudian infrastruktur lain, seperti listrik, pada akhir ta hun 2013 akan beroperasi pembangkit listrik tenaga uap dari batubara dengan kapasitas 2 kali 110 MW (mega watt-red) di kecamatan Tenayan. Kami merencanakan akan menambah tenaga listrik dengan memanfaatkan semua potensi yang ada. Diantaranya dengan membangun pembangkit listrik skala kecil dari non fosil berupa sampah yang berkapasitas 1.000 ton per hari, yang akan menghasilkan 40 Kilo Watt per hari. Sumber dananya berasal dari investasi swasta asing (Austra lia) bekerja sama dengan perusahaan daerah propinsi dan kota Pekanbaru dengan membentuk sebuah konsorsium. Disamping juga, kami merencanakan akan memanfaatkan gas yang akan menghasilkan 30 Kilo Watt. Air menjadi persoalan. PDAM Tirta Siak putus kontrak kerjasama dengan Belanda 3 tahun lalu. Sebenarnya kerja sama dimulai 7 tahun lalu. Pada awalnya terdapat 25 ribu SR (sambungan rumah red.) tetapi ternyata empat tahun malah berkurang menjadi 14.000 SR. Saat ini, kondisi mulai membaik dengan penambahan SR dalam dua bulan terakhir. Selain itu, PIP (pusat investasi pemerintah-red) Kemen terian Keuangan memberi bantuan investasi untuk meng upgrade. Untuk mengejar peningkatan jumlah layanan
sumber foto: bagian humas pemkot Pekanbaru
38
39
Laporan Khusus
hasilnya tidak bisa (diterima-red). Jadi selama enam bulan sampai setidaknya setahun ini akan diminta ekspose. Kita mengajak menyatukan persepsi untuk mencintai lingkungan yang bersih, dan sehat. Kita sampaikan kepada mereka ini bukan untuk mempersulit. Sekarang sudah mulai terlihat hasilnya. Pada saat ekspose tidak hanya di depan saya tapi termasuk SKPD (satuan kerja perangkat daerah-red) terkait. Semua pihak hadir karena ini menyamakan persepsi. Percepatan pembangunan yang diinginkan membutuhkan dukungan sumberdaya manusia yang memadai. Bagaimana anda mengantisipasinya? Hasil penelitian salah satu perguruan tinggi terkemuka menyatakan bahwa 20-30 tahun mendatang kota Pekanbaru berpeluang menjadi kota nomor satu di pulau Sumatera. Karenanya, pembangunan kota Pekanbaru tidak hanya fisik kota tapi juga sumberdaya manusianya terutama karena mempunyai sumberdaya alam terbatas. Pembangunan sumberdaya manusia penting. Pemba ngunan sumberdaya manusia dimulai dengan pemberian pemahaman ajaran agama. Kembali kepada ajaran agama. Konkritnya mulai Mei tahun lalu ada program Sekolah Me ngaji. Menyediakan waktu 40 menit sebelum jam pertama sekolah. 20 menit untuk membaca Al-Quran bersama, dan 20 menit mendengar terjemahan dan pemahaman kandung an Al-Quran. Hasilnya, pertama terbebas dari buta aksara Al-Quran. Kedua, bisa menangkap, paham dan melaksana kannya. Dua program andalan dalam pengembangan sumberdaya manusia, pelayanan kesehatan, dan pendidikan formal dan keagamaan. Meningkatkan pelayanan kesehatan dengan merubah paradigma. Selama ini asumsinya (pelayanan kesehatan masyarakat-red) dengan menyediakan rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat yang bersifat kuratif. Kan butuh biaya besar dan tidak menyelesaikan masalah. Dirubah menjadi preventif. Dicegah di hulu. Menciptakan masyarakat sehat. Konkritnya, cintai lingkungan. Mulai dari diri sendiri, keluarga, rumah tangga, lingkungan permukim an, dan seterusnya seluruh kota. Jadilah kota yang bersih sehat dan tertata rapi. Ujungnya tercipta masyarakat agamis penuh toleransi dapat bekerja sama berdampingan tanpa membedakan suku agama. Ini semua dalam sebuah gerakan dan tidak sporadik. Sekolah mengaji itu gerakan, lingkungan sehat juga gerakan. Kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah tidak bisa dengan kekuatan sendiri tapi harus ada 3 (tiga) unsur yang bekerjasama yaitu pemerintah (ek sekutif dan legislatif ), pemerintah-masyarakat, pemerintahmasyarakat-ulama. Bagaimana dengan kesiapan aparatur? Saya menyadari kondisi sumberdaya manusia dari peme rintah. Dibutuhkan perubahan sangat mendasar. Walikota
yang lama berbeda cara berpikirnya dengan saya. Perubahan mendasar dalam manajemen. Yang lalu ada bapak buah dan anak buah. Sekarang tidak menggunakan kata itu tapi mitra (partner) kerja. Satu tahun awal belum melakukan mutasi. Pemahaman yang sama dulu. Setelah setahun baru dilakukan perubahan. Saat ini baru saja sekitar 2 (dua) bulan dilaku kan penggantian (staf dan pimpinan unit-red). Hanya diberi waktu 2 (dua) kali tiga bulan, kemudian prestasi dievaluasi. Diminta menandatangani pakta integritas. Kecepatan masih belum sama tapi sudah terlihat perubahan. Pegawai di minta menjadi agen perubahan agar tercipta masyarakat yang madani. Kendala dan hambatan utama dalam menjalankan semua konsep ini? Sampai hari ini yang signifikan belum ada paling riakriak kecil. Paling PKL (pedagang kaki lima-red.). Maka men jadi kepedulian kami. Pekanbaru tidak punya sumberdaya alam, yang jadi andalan kami adalah jasa termasuk pasar dan PKL. Setiap bulan kami menerima migran sekitar 2.000 orang dengan tingkat pendidikan rendah. Karenanya kami melakukan pembinaan PKL melalui pembentukan koperasi dan menyediakan tempat. Kami juga bekerjasama dengan PTP V, perbankan, Telkom dan Pegadaian untuk menyedia kan bantuan modal untuk UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah-red.) termasuk juga investasi dengan bekerjasama swasta untuk membangun Pasar Induk. Selain itu, lambatnya pembangunan infrastruktur karena kesulitan pembebasan lahan. Tahun lalu dari alokasi dana Rp.86 miliar, hanya cair Rp.30 miliar. Raker APEKSI (Aso siasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia-red.) juga membahas tentang pembebasan lahan. Ini perlu disuarakan. Deputi BPN (Badan Pertanahan Nasional-red.) pada Raker APEKSI menyatakan beban tugas begitu berat, jumlah personil terbatas, paradigma yang belum sama, ini tidak dipungkiri menjadi kendala yang membuat lambatnya pelak sanaan pembangunan (pembebasan lahan-red.). Kerugian besar buat bangsa ini jika BPN tidak cepat menangani ini. Apalagi Tahun 2013 diberlakukan aturan yang baru. Semua (urusan pembebasan tanah-red.) tidak lagi di Tim 9 tapi di BPN. Kalangan pengembang juga masih terkendala oleh lamanya waktu yang dibutuhkan untuk proses perijinan di BPN (OM).
40
1.000 Tower
Memperingati 6 Tahun Program 1.000 Tower
Sukseskan Program
PEMERINTAH KOTA PEKANBARU
41
Laporan Khusus
ndonesia telah menjadi salah satu negara dengan populasi perkotaan terbesar di Asia Timur dan Pasifik. Pada tahun 2010, tercatat 49,8 persen penduduk Indonesia bermukim di wilayah perkotaan (Bank Dunia, 2012). Fenomena ini terus berlanjut, dan ditengarai dalam waktu dekat beberapa kota besar akan bertumbuh menjadi kota metropolitan, yaitu kota dengan jumlah penduduk minimum 1 (satu) juta jiwa. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, menjadi menarik untuk mengetahui antisipasi pemerintah baik berupa kebijakan, strategi maupun program yang dilaksanakan. HUDmagz berkesempatan mewawancarai Direktur Perkotaan dan Perdesaan Bappenas, Ir. Hayu Parasati, MPS. yang bertanggung jawab menyiapkan Kebijakan dan Strategi Perkotaan Nasional (KSPN). Berikut hasil wawancaranya. Bagaimana perkembangan penyusunan Kebijakan dan Strategi Perkotaan Nasional (KSPN)? Kegiatan penyusunan KSPN dimulai dalam bentuk Proyek Reformasi Birokrasi Perkotaan di Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum.Mereka bikin implementasi di beberapa lokasi dan terdapat komponen kebijakannya berupa kebijakan pengelolaan perkotaan. Ternyata implementasinya jalan duluan karena TAnya (technical assistance/bantuan teknis-red), berupa penyusunan kebijakan, berlarut-larut. Implementasinya bikin pasar, terminal dan lainnya terlepas dari penyusunan kebijakannya. Sementara TA-nya tanggung. Reformasinya hanya menyangkut birokrasinya saja. Akhirnya diperbesar menjadi KSPN. Kebetulan pembangunan perkotaan dinamikanya tinggi tapi tidak punya payung kebijakan secara makro. Walaupun penyelesaiannya mengambil waktu yang cukup lama. Padahal sudah dilakukan diskusi dengan banyak pihak termasuk pemerintah daerah.
42
43
Pendapat
Mungkin banyak diantara kita yang tidak mengetahui bahwa setiap tanggal 25 April diperingati sebagai hari Otonomi Daerah di Indonesia. Hari otonomi daerah diperingati pertama kali pada tahun 1997. Untuk itu, tulisan ini dimaksud kan sebagai salah satu upaya memperingati Hari Otonomi Daerah tersebut. Selamat dan semoga otonomi daerah mencapai tujuannya menyejahterakan masyarakat Indonesia dalam waktu tidak lama lagi. Amin pusat kepada daerah otonom bermakna peralihan kewenang an secara delegasi, lazim disebut delegation of authority. De ngan demikian, pemberi delegasi kehilangan kewenangan itu, semua beralih kepada penerima delegasi. Berbeda ketika pe limpahan wewenang secara mandatum, pemberi mandat atau mandator tidak kehilangan kewenangan dimaksud. Mandat aris bertindak untuk dan atas nama mandator. Sebagai kon sekuensinya bahwasanya pemerintah pusat kehilangan ke wenangan dimaksud. Semua beralih menjadi tanggungjawab daerah otonom, kecuali urusan pemerin tahan yang oleh undang-undang dinyata kan sebagai urusan pemerintah pusat.3 Walaupun demikian, menurut Devas (1997), pengertian dan penafsiran ter hadap desentralisasi ternyata sangat be ragam, dan pendekatan terhadap desentralisasipun sangat bervariasi dari negara yang satu ke negara yang lain. Tetapi, secara umum definisi dan ruang lingkup desentralisasi selama ini banyak diacu adalah pendapat Rondinelli dan Bank Dunia (1999), bahwa desentralisasi adalah transfer kewenangan dan tanggungjawab fungsi-fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, lembaga semi-pemerintah, maupun kepada swasta. Menurut Suwandi (2005), filosofi dari otonomi daerah adalah (i) eksistensi pemerintah daerah untuk menciptakan kesejahteraan secara demokratis; (ii) setiap kewenangan yang diserahkan ke daerah harus mampu menciptakan ke sejahteraan dan demokrasi; (iii) kesejahteraan dicapai melalui pelayanan publik; (iv) pelayanan pubik dapat bersifat pelayanan dasar maupun bersifat pengembangan sektor unggulan. Reformasi Regulasi Desentralisasi dan Otonomi Daerah Dimulainya otonomi daerah pada era reformasi di Indo nesia ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang No
1. Versi lengkap dari tulisan ini dengan judul Desentralisasi dan Otonomi daerah di Indonesia: Konsep, Pencapaian dan Agenda Ke Depan dapat di akses on line di www.academia.edu/2759012/Desentralisasi_dan_Otonomi_Daerah_di_ Indonesia_Konsep_Pencapaian_dan_Agenda_Kedepan 2. Pemimpin Redaksi HUD Magazines. (sandi.putra61@gmail.com) 3. Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menetapkan, bahwasanya urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal, dan agama.
44
45
Pendapat
dasar prinsip Kepemerintahan yang Baik (Good Governance). Terlepas dari perdebatan tentang dampak positip dan negatip dari otonomi daerah, setidaknya berbagai kalangan mempercayai terdapat banyak hal positip dari penerapan konsep otonomi daerah di Indonesia, diantaranya (i) se makin meningkatnya tingkat kemandirian dan kemampuan daerah dalam mengelola pembangunan ekonomi daerahnya, ditunjukkan dari terjadinya perencanaan ekonomi daerah yang lebih mempertimbangkan aspirasi masyarakat di daerah (bottom-up planning), disertai peningkatan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan; (ii) perkembangan pereko nomian yang signifikan, ditandai dengan peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pendapatan per kapita, pertumbuhan ekonomi, serta semakin membaiknya fungsi in termediasi bank umum. Sementara hasil kajian IRDA (2002) menunjukkan de sentralisasi berhasil mendorong terwujudnya tiga kondisi penting, yaitu (i) meningkatnya kepedulian dan pengharga an terhadap partisipasi masyarakat dalam proses politik di tingkat lokal; (ii) perangkat pemerintahan daerah memiliki komitmen yang makin kuat dalam pemberian layanan serta merasakan adanya tekanan yang berat dari masyarakat agar mereka meningkatkan kualitas pelayanan publik; dan (iii) pemerintah daerah saling bekerjasama dan berbagi informasi untuk menyelesaikan persoalan yang sama-sama mereka ha dapi. Walaupun demikian, SMERU (2002) mengungkap fakta banyaknya daerah yang memberlakukan berbagai pu ngutan baru yang berpotensi menghambat iklim investasi dan gairah bisnis lokal (Utomo, 2010). Di sisi lain, dampak negatif juga terjadi dian taranya (i) banyak kebocoran (korupsi) dan peng gunaan anggaran yang tidak efisien dan efektif; (ii) terbukanya potensi kegaduhan yang disebab kan oleh ketidaksiapan daerah dan ketidakleng kapan desain regulasi untuk mengimplementasikan proses desentralisasi, berupa desentralisasi KKN dan duplikasi Perda yang justru berlawanan dengan spirit otonomi daerah. Jika sebelumnya watak KKN lebih bersifat vertikal dengan institusi di atas mengambil bagian yang paling besar, maka sejak era otonomi watak KKN lebih bersifat hori zontal dengan setiap lini penyelenggara pemerintah (daerah) mengambil bagian yang sama. Contoh lainnya, pemerintah daerah mencoba meningkatkan penerimaan daerah akibat orientasi kepada PAD yang berlebihan. Masalahnya adalah, peningkatan PAD tersebut dibarengi dengan kebijakan-ke bijakan duplikatif sehingga sangat memberatkan masyarakat dan pelaku ekonomi pada khususnya4. Sebagian besar perdaperda tersebut dianggap menjadi penyebab munculnya high cost economy (ekonomi biaya tinggi) sehingga tidak mendu kung upaya peningkatan iklim usaha di Indonesia, baik dalam bentuk pajak, retribusi, maupun non-pungutan. Pada kasus ini tentu saja pemerintah daerah telah berperan sebagai pen cari rente (Rent-Seeker) (Sari dkk, 2012). Temuan lain oleh Hidayat (2003), bahwa kebijakan de sentralisasi juga tak luput dari serangkaian permasalahan se perti munculnya pembengkakan organisasi daerah, terjadinya oligarki politik oleh elit lokal maupun gejala pembangkangan daerah terhadap pemerintah pusat. Isu, Tantangan dan Kendala Memperhatikan pengalaman pelaksanaan otonomi daerah, dapat dikategorikan beberapa isu utama yang perlu mendapat perhatian, yaitu l Tumpang tindih regulasi sektoral dan desentralisasi terhadap pelaksanaan otonomi daerah. Berdasarkan kajian Direktorat Otonomi Daerah Bappenas (2011), terdapat 87 regulasi sektoral yang mengatur 31 urus an yang dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Setidaknya 29 bidang urusan diantaranya tumpang tindih. Ditengarai beberapa faktor menjadi penyebab tum pang tindihnya regulasi sektoral yaitu (i) pertentangan antara undang-undang dengan peraturan pelaksanaannya; (ii) kebi jakan instansi pusat saling bertentangan; (iii) benturan antara wewenang instansi pemerintah karena pembagian wewenang yang tidak sistematis; (iv) perbedaan antara peraturan perun dangan dengan yurispudensi dan Surat Edaran Mahkamah Agung (Direktorat Otonomi Daerah, 2011). l Pelaksanaan otonomi daerah belum efektif Salah satu tujuan pelaksanaan otonomi daerah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata. Namun berdasar hasil kajian Direktorat Otonomi Daerah Bappenas (2011), ternyata pelaksanaan otonomi daerah belum berhasil meningkatkan kesejahteraan secara signifikan. l Ekstensifikasi sumber pendapatan Daerah yang berlebihan Salah satu konsekuensi otonomi daerah ada lah kewenangan daerah yang lebih besar dalam pengelolaan keuangannya, yang berdampak pada munculnya risiko bawaan, bahwa daerah akan melakukan upaya maksimalisasi, bukan optimalisasi, perolehan pendapat an daerah. Langkah yang dilakukan adalah melalui pola tradisional dengan mengintensifkan dan mengekstensifkan pemungutan pajak dan retribusi. Pola ini menjadi sebuah pilihan utama karena ketidakmampuan pemerintah dalam mengembangkan sifat wirausaha (enterpreneurship). Langkah ekstensifikasi pajak daerah akan menimbulkan
4. Menteri Keuangan pada tahun 2003 telah merekomendasikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk mencabut 206 Perda di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Perda yang bermasalah pada level kabupaten pada tahun 2006 bahkan mencapai 65,63% dari seluruh total Perda yang diproduksi, sedangkan pada level propinsi dan kota di bawah 22%. (Jatmiko, 2010)
46
47
Pendapat
berubah-ubah bahkan pada era reformasi perubahan regu lasi terkait otonomi daerah berlangsung dalam waktu yang singkat. Sebagai ilustrasi, Undang-Undang Nomor 22 Ta hun 1999 hanya efektif selama 5 tahun dan direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Untuk itu, perlu disiapkan langkah penyiapan naskah akademik dengan me libatkan berbagai pihak. Desain Besar ini akan dilengkapi dengan peta jalan yang sekaligus merupakan masukan bagi penyusunan RPJMN Tahun 2015-2019. l Penyempurnaan regulasi otonomi daerah dan sinkronisasi dengan regulasi sektoral terkait Agenda utama yang perlu dilakukan adalah sinkronisasi keseluruhan regulasi terkait otonomi daerah, baik sektoral maupun yang terkait langsung dengan otonomi daerah, ter masuk regulasi di pusat (undang-undang, PP, permen, juklak, juknis), maupun daerah (perda). Sebagai konsekuensi logis nya, undang-undang otonomi daerah kemungkinan besar juga perlu direvisi. Berdasar penelitian dan diskusi yang diselenggarakan Pro gram Pascasarjana S2 Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada selama tahun 2008-2009, di sepakati terdapat beberapa isu yang belum mampu dijawab oleh desain desentralisasi saat ini, yaitu: Ketidakjelasan pembagian ke wenangan antara pemerintah pusat, provinisi dan kabupaten/ kota yang berakibat pada per bedaan interprestasi, tumpang tindih, dan tarik-menarik kewenangan antarlevel peme rintahan (pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, pemerintah daerah provinsi dengan kabupaten/kota); Kerancuan yang terjadi menyusul model susunan pe merintahan yang menempatkan provinsi sebagai daerah otonom sebagaimana kabupaten/kota, padahal wilayah provinsi meliputi wilayah kabupaten/kota, dan pada saat bersamaan juga merupakan wakil pemerintah pusat di daerah; Situasi pembuatan kebijakan desentralisasi/otonomi dae rah yang cenderung terpecah-pecah sehingga menghasil kan peraturan perundang-undangan yang saling ber tentangan atau tidak tepat sasaran, baik dalam lingkup nasional maupun lokal Kecenderungan pemerintah nasional tidak melakukan penyesuaian kelembagaan dengan rezim desentralisasi se hingga yang terjadi justru pembengkakan struktur kelembagaan di pusat; Pembagian kewenangan menjadi urusan wajib dan urus an pilihan yang belum jelas dan cenderung seragam untuk seluruh daerah sehingga menimbulkan banyak kesulitan karena tak seluruhnya sesuai dengan karaktersitik dan ke butuhan daerah, dan; Banyaknya urusan pemerintahan yang menyaratkan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria), dimana kelambanan di kementerian sektoral dalam mengeluarkan NSPK berimbas pada tidak adanya standar kualitas penye lenggaran urusan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Walaupun ada keleluasaan bagi daerah untuk bergerak sebelum NSPK keluar, namun sangat sedikit daerah yang berinovasi untuk menetapkan sendiri kualitas pelayanan publiknya (Dwipayana, 2011). Salah satu masukan terkait revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 berasal dari Hakim Konstutusi Akil Mochtar (2012), yang menyatakan bahwa setidaknya terdapat 22 isu strategis yang dirumuskan dalam RUU Pemerintahan Daerah antara lain: (1) pembentukan daerah otonom; (2) pembagian urusan pemerintahan; (3) daerah berciri kepulauan; (4) pemi lihan kepala daerah; (5) peran gubernur sebagai Wakil Peme rintah Pusat di Daerah; (6) Muspida; (7) perangkat daerah; (8) kecamatan; (9) aparatur daerah; (10) peraturan daerah; (11) pembangunan daerah; (12) keuangan daerah; (13) pelayanan publik; (14) partisipasi masyarakat; (15) kawasan perkotaan; (16) kawasan khusus; (17) kerjasama antardaerah; (18) desa; (19) pembinaan dan peng awasan; (20) tindakan hukum ter hadap aparatur Pemda; (21) inovasi daerah; (22) dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). l Peningkatan kualitas proses perencanaan pembangunan daerah Pembangunan daerah yang berkualitas masih sulit dica pai, ketika proses perencanaan pembangunan daerah belum mendapat perhatian. Untuk itu, beberapa hal yang perlu di lakukan adalah peningkatan kualitas para pimpinan dan staf perencana melalui pendidikan dan pelatihan perencanaan berkala, dan peningkatan kualitas rapat koordinasi wilayah, pembenahan sistem informasi, peningkatan kualitas data, dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara berkala dan tepat waktu. l Peningkatan kualitas pengendalian program melalui pengem bangan sistem informasi otonomi daerah yang menerapkan manajemen pengetahuan Salah satu kelemahan pelaksanaan otonomi daerah adalah tidak terpantaunya kegiatan secara memadai, yang terutama diakibatkan oleh kesulitan mengakses data pencapaian. Aki batnya hasil evaluasi pelaksanaan otonomi daerah menjadi kurang berkualitas. Untuk itu, perlu dikembangkan konsep
48
Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pembenah an birokrasi daerah melalui reformasi birokrasi Fenomena rendahnya kualitas sumberdaya manusia di daerah yang telah berlangsung lama perlu segera dihentikan. Dimulai dengan penyusunan sistem kepegawaian daerah yang berisi pola rekrutmen, penjenjangan karir, sistem insentif/di sinsentif, sistem pendidikan pegawai, dan lainnya, yang di padu dengan pengembangan reformasi birokrasi di daerah. Dimungkinkan juga pertukaran data dan informasi secara aktif diantara pemerintah daerah. l Pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, pemantauan dan evaluasi secara partisipatif Selama ini proses desentralisasi dan otonomi daerah ter lalu fokus pada aspek kepemerintahan, dengan melupakan bahwa filosofi otonomi daerah diantaranya adalah keterlibat an aktif masyarakat dalam proses ini. Akibatnya masyarakat hanya menjadi obyek. Untuk itu, dibutuhkan upaya bertahap untuk mulai melibatkan masyarakat dimulai dengan melaku kan sosialisasi secara intensif, menyelenggarakan dengar pendapat publik, melibatkan masyarakat dalam pemantauan dan evaluasi secara partisipatif. Dengan demikian diharapkan dukungan masyarakat akan membantu meningkatkan kuali tas otonomi daerah. l Pengembangan alternatif sumber pembiayaan pemerintah daerah Kesulitan yang dihadapi oleh pemerintah dalam mem peroleh sumber pembiayaan di daerah perlu disikapi dengan menyiapkan terobosan alternatif pembiayaan. Diantara yang dapat dilakukan adalah efisiensi anggaran, revitalisasi perusa haan daerah, dan kerjasama dengan swasta. l Pembenahan forum komunikasi otonomi daerah Pelaksanaan otonomi daerah menjadi kepentingan semua pihak, sehingga keterlibatan pemangku kepentingan men jadi suatu keniscayaan. Untuk itu, dibutuhkan suatu forum yang dapat membantu mengakomodasi semua kepentingan, baik pemerintah, dan pihak di luar pemerintah termasuk masyarakat. Forum yang ada selama ini dapat dioptimalkan perannya dalam meningkatkan keterlibatan pemangku ke pentingan.
l 6. Penataan daerah meliputi (i) pemekaran dan pembentukan daerah; (ii) penghapusan dan penggabungan daerah; (iii) penyelesaian batas daerah; (iv) pengalihan status daerah serta pemindahan ibukota (Kemitraan bagi Tata Pemerintahan, 2010).
49
Pendapat
embangunan rumah susun massal sebagai produk kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah pe rumahan dan perkotaan di Indonesia baru muncul awal tahun 80an. Dimulai dengan membangun rumah susun 4 lantai di Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota lain nya, sekedar eksperimen untuk mendapatkan pengalam an teknis. Tahun 1985, kemudian diterbitkan undangundang rumah susun untuk memberi landasan hukum tentang kepemilikan dan kewajiban serta tanggung jawab penghuninya. UU ini beriringan dengan pembangunan rumah susun di Kebon Kacang, Klender (Jakarta), di Suka jadi (Bandung), dan sebagainya. Sementara itu, peratur an pemerintah tentang persyaratan yang lebih teknis terkait rumah susun diterbitkan pada tahun 1988. Tahun 1990, muncul instruksi presiden untuk mena ngani permukiman kumuh pada tanah negara dan secara eksplisit menyatakan bahwa perbaikan permukiman ku muh itu dilakukan dengan membangun rumah susun. Membangun tanpa menggusur, begitulah slogan yang dicanangkan. Pada waktu itu belum ada undang-undang tentang perumahan dan permukiman, yang ada adalah UU Nomor 6 Tahun 1962 tentang Pokok-Pokok Perumah an yang terfokus pada hubungan sewa menyewa perumahan. Dengan demikian, kehadiran payung hukum rumah susun mendahului payung hukum perumahan dan permukiman yang lebih menyeluruh dan komprehensif. Pembangunan rumah susun di Kebon Kacang (Jakarta) juga merupakan eks perimen untuk menggantikan permu kiman kumuh dengan rumah susun. Sedang pembangunan rumah su sun di Klender (Jakarta), Sukajadi (Bandung), Palembang dan seba gainya oleh Perumnas sebagai al ternatif rumah sederhana. Dengan demikian, sejak awal pembangun an rumah susun dianggap sebagai solusi untuk dua misi. Pertama untuk meningkatkan kualitas per kotaan dengan mengganti permu kiman kumuh dengan rumah susun. Kedua untuk memenuhi
kebutuhan akan rumah yang terus meningkat oleh per tambahan penduduk. Pertambahan penduduk dan per luasan kota yang tak terbendung, menjadikan kehidupan dan manajemen kota makin sulit, makin memberatkan masyarakat maupun pemerintah kota. Masalah inilah yang diatasi dengan membangun kota secara vertikal. Misi tersebut belum akan berubah selama permukiman kumuh masih ada. Apalagi rencana pembangunan jang ka panjang telah mencanangkan kota tanpa permukiman kumuh 2025. Persoalannya adalah bagaimana agar rumah susun menjadi solusi yang tepat dan efektif itulah yang menjadi soal. Rumah Susun dan Rumah Menara: Dapatkah Mengganti Permukiman Kumuh? Kampung yang menjadi kumuh, adalah solusi bagi masyarakat berpenghasilan rendah agar beban menghuni lebih ringan dan terjangkau. Kampung kumuh pasti de kat de ngan tempat mencari nafkah, air gratis, tidak harus membayar iuran sanitasi maupun sampah dan ongkos pe meliharaan rumah pun ringan. Kalaupun rumah tersebut harus menyewa, biasanya juga murah. Resiko tinggi meng huni kampung kumuh seperti banjir, kebakaran, penyakit oleh kondisi lingkungan, penyakit menular dan mungkin juga penggusuran, semuanya terpaksa harus dihadapi. Ka rena dengan sifat kebutuhan dan tingkat pendapatannya, tidak ada pilihan lain bagi suatu lapisan masyarakat, kecua li harus menghadapi resiko tersebut. Apalagi resiko meng huni tersebut dikompensasikan juga dengan hubungan keakrab an sosial yang terbangun di kampung tersebut. Rumah susun sebagai pengganti permukiman kumuh sudah diselenggarakan sejak 25 tahun yang lalu, tetapi tidak memberikan hasil yang berarti. Karena selama itu, pembangunan rumah susun memang tidak pernah sungguh-sung guh menjadi instrumen peningkat an kualitas permukiman kumuh. Skala pembangunan terlampau ke cil dibanding luas dan banyaknya rumah di permukiman kumuh. Apa yang dianggap uji coba dan contoh yang baik seperti rumah susun di Dupak dan Sombo (Sura baya), atau Kepunden (Semarang)
sumber foto: istimewa
50
51
Pendapat
Rumah susun, apartemen murah atau apapun nama nya, mungkin akan mengatasi ongkos transpor dan me ngecilkan resiko menghuni. Walaupun demikian, ongkos menghuni akan berlipat ganda sehingga tidak dapat di jangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah, apalagi masyarakat miskin yang tinggal di kampung kumuh . Subsidi Ongkos Menghuni Ongkos pemeliharaan, perbaikan, penyediaan air bersih akan menjadi beban menghuni. Pajak bumi dan bangunan pun akan menjadi lebih tinggi. Keluhan Dinas Perumah an DKI Jakarta atas besarnya penunggak sewa perumahan Marunda yang konon hanya Rp.128.000 per bulan, mengindikasikan ada kesenjangan antara pendapatan dan ongkos menghuni. Masyarakat miskin yang tinggal di ko long jalan layang atau di genangan air memang tidak akan mampu tinggal di rumah susun sewa. Masyarakat yang hi dup dibawah garis kemiskinan, tidak mungkin menang gung ongkos sewa rumah susun seperti Marunda. Apalagi bila bangunan itu berupa menara lebih dari duapuluh lan tai. Keamanan konstruksi, intalasi keamanan dan lift akan menjadi beban menghuni. Dari segi ini, tidak mungkin apartemen sesederhana apapun bisa menggantikan permu kiman kumuh, kecuali pemerintah juga memberikan sub sidi beban menghuni tersebut. Artinya pemerintah juga harus ikut menanggung ongkos pemeliharaan, air bersih, sanitasi, selain subsidi ongkos konstruksi. Subsidi beban menghuni tersebut mungkin bisa juga dihubungkan dengan beban pemerintah daerah untuk pe nanganan kebakaran dan pemeliharaan kesehatan. Selain itu, ada soal lain yang harus ditangani dengan sungguhsungguh, yaitu bagaimana mengelola subsidi tersebut agar
sumber foto: istimewa
tepat sasaran, mendapat respon masyarakat dan mempu nyai efek konstruktif. Subsidi yang saat ini disediakan oleh pemerintah nasional, ternyata disambut dingin-dingin saja oleh masyarakat. Masyarakat yang begitu beragam, berla pis dan dengan kesenjangan yang tinggi menjadi soal be rat untuk dapat menentukan besaran dan sasaran subsidi dengan tepat. Apalagi sebagian besar masyarakat tersebut berpenghasilan dari sumber-sumber informal yang sulit diketahui besarannya. Pada waktunya subsidi memang dapat dicabut. Kapan pencabutannya perlu dipantau dan dikaji secara mendalam, yang pasti tidak dalam jangka penggantian menteri atau pimpinan daerah. Pemerintah Inggris baru mencabut susbsidi yang dilaksanakan lewat peru mahan publik (public housing), setelah subsidi terse but berlangsung selama lebih dari 50 tahun. Sering kita dengar, yang perlu kita dicari adalah solu si, tetapi banyak solusi yang ditawarkan bahkan dilaksa nakan, ternyata tidak didasari pada pemahaman atas apa masalahnya. Kalaupun masalah itu dikemukakan, sering hanya berupa masalah simptomatik dan bukan masalah yang mendasar. Masalah yang sering dikemukakan para penjabat bahkan para tokoh perumahan konon adalah backlog membesar. Ini bukan masalah simptomatik, tetapi kiralogi (ilmu kira-kira begitulah ) untuk retorika politik. Istilah backlog yang digunakan menyatakan kekurangan rumah itu pun sesungguhnya keliru, tetapi menjadi le bih keliru lagi karena tidak diungkapkan kekurangan itu dimana dan terjadi untuk lapisan masyarakat yang mana. Begitulah jadinya, rumah susun adalah solusi, tetapi tidak jelas apa masalah yang sesungguhnya.
*) Pemerhati kebijakan permukiman, perkotaan dan lingkungan hidup
52
ata pemberdayaan masih terus didesakkan ke pada pemerintah oleh para pakar dan penggiat pembangunan guna membantu masyarakat mis kin (lemah) yang tak berdaya menghadapi permasalahan yang muncul dari implementasi kebijakan pembangunan. Demikian pula, pemberdayaan sangat diperlukan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah (MBR) penghuni rumah susun (rusun) di perko taan. Mengapa pemberdayaan diperlukan? Hal ini dikarenakan: Pertama, karakteristik sosial ekonomi dan budaya MBR yang lemah sering memunculkan permasalahan dalam penghunian rusun, dan kedua, kebijakan pembangunan rusun masih sering tidak berpihak kepada MBR. Gerakan pemberdayaan atau empowerment bagi MBR penghuni rusun diperlukan karena gerakan tersebut didasar kan pada gagasan memberikan kekuatan (power) kepada yang lemah (powerless) sehingga dengan kepemilikan kekuat an seseorang dapat melaksanakan proses aktualisasi (Pranar ka, 1996). Bagi MBR, dengan adanya keberdayaan yang tinggi dalam proses pembangun an rusun, maka kesejahte raan hidup mereka dalam meng huni rusun dapat sustainable. Pemberdayaan bagi MBR penghuni rusun telah sering di lakukan oleh pemerintah. Namun, yang terjadi masih mun cul sejumlah permasalahan di dalamnya. Masalah apa saja yang muncul dalam penghunian rusun bagi MBR di berba gai kota besar Indonesia?, dan bagaimanakah implementasi pemberdayaan yang dapat mengatasi problem peng hunian
sumber foto: istimewa
rusun oleh MBR? Kedua hal tersebut akan dibahas dalam artikel pendek ini dan selanjutnya diharapkan memuncul kan diskursus tentang permasalahan penghunian rusun bagi MBR perkotaan. Masalah dan faktor penyebab Pembangunan rusun ditujukan untuk mengatasi kebu tuhan perumahan MBR di perkotaan yang tidak mampu mendapatkan sarana dan prasarana tempat huni an (rumah) yang layak, terjangkau, dan berkelan jutan. Namun, dalam proses pembangunan rusun dan pemanfaatannya masih menimbulkan banyak masalah bagi penghuni rusun yang hingga kini sulit terpecahkan. Berbagai masalah dan faktor penyebab dalam penghunian rusun bagi MBR dapat diidentifikasikan sebagai berikut: a. Bias investasi pembangunan rusun Munculnya masalah ini terlihat dari penghunian rusun yang jatuh pada masyarakat non target group. Dalam ba nyak rusun yang ada, terutama di DKI Jakarta, penghuni nya adalah PNS dan lainnya yang tidak berhak atas rusun. Hal ini disebabkan oleh harga rusun tidak terjangkau MBR di satu sisi, dan di sisi lain disebabkan pengembang ingin rusun yang dibangunnya cepat terjual. b. Termarjinalisasi penghuni rusun Masalah ini terjadi karena MBR penghuni rusun tidak sanggup membiayai biaya angsuran dan biaya operasional hidup di rusun. Hasil penelitian Fatwan Tadjung (1999) di Rusun Benhil DKI Jakarta yang me nyimpulkan masih 30 persen penghuni asli masih bertahan hidup di rusun dan selebihnya penghuni lain bukan kelompok sasaran. Adanya fenome na ini membuktikan bahwa dalam peng hunian rusun telah terjadi marjinalisasi terhadap peng huni rusun. c. Penghunian rusun belum optimal Dalam kasus di beberapa kota besar di Indonesia, masih nampak tingkat penghunian rusun belum optimal. Mun culnya masalah ini disebabkan oleh adanya harga rusun tak terjangkau oleh MBR dan praktik pemasaran rusun sulit diakses MBR. Adanya akses yang rendah bagi MBR untuk menghuni rusun dikarenakan persyaratan tertentu, seperti kepemilikan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan struk gaji sulit dipenuhi oleh MBR. Demikian pula, rendahnya akses MBR tersebut juga disebabkan oleh pe rilaku oknum pejabat di Dinas Perumahan yang tidak
53
Pendapat
memberikan informasi yang benar kepada masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dari tindakan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang memecat seorang pejabat Dinas Perumahan yang menghalang-halangi masyarakat korban banjir me nempati rusun yang disediakan Pemda. d. Rusaknya sarana dan prasarana rusun Suatu realita yang dapat dijumpai, terutama pada peng huni rusunawa, misal di rusun di Penjaringan DKI Jakarta, memperlihatkan kondisi fisik bangunan rusun yang se makin rusak dan kumuh. Munculnya masalah ini disebab kan oleh tingkat kesadaran penghuni yang masih rendah dalam memelihara rumah yang disewa. Di samping itu, Pemda DKI tidak melakukan pengawasan yang tegas dan terkesan membiarkan proses terjadinya kerusakan rusun yang berlarut-larut. e. Kehidupan sosial, ekonomi, budaya kurang berkembang Pembangunan rusun di perko taan adalah untuk menyejahtera kan MBR. Dampak positif yang diharapkan adalah terwujudnya kehidupan yang harmonis para peng huni, perkembangan tingkat ekonomi penghuni, dan budaya hidup MBR di rusun semakin berkembang. Akan tetapi yang terjadi banyak penghuni men jual rusun dengan pindah ke lain tempat, kondisi ekonomi tidak semakin baik, rusun dalam keadaan kumuh, dan rusun dijadikan ke giatan tempat kriminal (transaksi narkoba), dan lain-lain. Masalah ini muncul karena kurang adanya pembinaan pemerintah yang tepat dan intensif terhadap penghuni rusun. f. Belum adanya asuransi penghunian Hingga saat ini MBR penghuni rusun di berbagai kota besar di Indonesia masih belum tenang hidupnya jika mendapat musibah atau bencana seperti bangunan runtuh dan terjadinya kebakaran. Hal ini karena tidak adanya per hatian pemerintah untuk peduli melindungi harta dan jiwa penghuni rusun. Disamping itu, lembaga jasa swasta juga tidak tertarik memberikan layanan asuransi penghunian rusun karena dipandang tidak menguntungkan dan ba nyak ruginya bila dilakukan. Formalitas Pemberdayaan Dalam paket kebijakan pembangunan rusun, sebe narnya telah disertakan program pemberdayaan penghuni rusun. Kegiatan sosialisasi dan pembinaan penghuni rusun dengan konsep pendekatan TRI DAYA (sosial, ekono mi, dan lingkungan) telah dilakukan oleh pemerintah/ pemda. Akan tetapi dalam implementasi, pemberdayaan tersebut belum memberikan kontribusi yang besar bagi kelangsung an hidup penghuni rusun. Berbagai masalah penghunian rusun yang telah dipaparkan di muka men jadi bukti bahwa pemberdayaan penghuni rusun belum diimplementasikan secara tepat dan benar. Sosialisasi sebagai pemberdayaan pada tahap awal pem bangunan rusun masih memosisikan masyarakat calon penghuni rusun sebagai obyek pembangunan. Sosialisasi yang dilakukan pemerintah lebih mengesankan pada mo bilisasi dan instruktif. Demikian pula, dalam kegiatan pembangunan rusun masih sering MBR tidak dilibatkan dalam perencanaan bentuk (desain) rusun yang akan ditempati. Sebagai aki batnya, seperti telah dipaparkan di depan telah memun culkan masalah ketidakmampuan bertahan hidup di rusun karena terbebani biaya operasional perawat an rusun yang tinggi. Dampak dari kondisi ini menimbulkan eksodus pindah ru mah yang jauh dari tempat beker janya sehingga menyebabkan be ban hidup untuk biaya sosial dan ekonomi menjadi semakin tinggi. Adapun ketidakefektifan pem berdayaan penghuni rusun melalui pendekatan TRI DAYA ada lah dalam implementasinya lebih terkesan bersifat proyek. Artinya, sumber foto: Peduli Menara Latumeten program penguatan kehidupan sosi al, ekonomi, dan lingkung an belum dilakukan secara konprehensif, berkelanjut an dan kurang dapat melahirkan kader-kader penghuni rusun sebagai ahli pemberdayaan untuk diri mereka. Dari kenyataan implementasi pemberdayaan tersebut tidak berarti apa yang telah dilakukan pemerintah salah. Akan tetapi implementasi pemberdayaan penghuni rusun perlu disempurnakan baik mengenai teknik pendekatan maupun pengaturan pihak-pihak yang terlibat dalam pem berdayaan penghuni rusun. Implementasi Pemberdayaan Kata pemberdayaan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rusun, terdapat dalam pasal 11 ayat (1) berbunyi Pemerintah melakukan pembinaan penyelenggaraan rumah susun secara nasional untuk me menuhi tertib penyelenggaraan rumah susun dan pada ayat (2) butir g dinyatakan bahwa pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara pemberdayaan pemangku kepentingan rumah susun. Dengan memperhatikan bunyi ketentuan tersebut, ter lihat bahwa pemerintah wajib melakukan pemberdayaan pemangku kepentingan rumah susun, termasuk penghuni
54
pada tahap awal pembangunan rusun porsi pemerintah dominan, namun pemerintah harus mendengarkan aspi rasi MBR. Dan, apa yang direncanakan pemerintah harus benar-benar untuk kepentingan MBR. Melalui pendekat an ini akan menimbulkan kepercayaan (trust) yang tinggi dari calon penghuni MBR bahwa pemerintah benar-benar memikirkan pemenuhan kebutuhan rumah yang layak, terjangkau, dan berkelanjutan yang menjadi harapannya. b. Pembangunan rusun Pada tahapan pembangunan rusun (rusunami dan rusunawa), pemberdayaan pada penghuni rusun harus di orientasikan pada terciptanya kemampuan daya beli dan sewa rusun. Di samping itu, keberdayaan penghuni rusun juga harus diwujudkan dalam pilihan lokasi yang strategis dekat dengan tempat kerja dan sarana transportasi massal. Untuk kepentingan pertama, pemerintah wajib memberi kan insentif (pajak), kemudahan berbagai perijinan, dan lainnya kepada pengembang rusun MBR sehingga harga rusun tidak mahal baik untuk dimiliki atau disewa. Un tuk kepentingan kedua, pemerintah daerah harus berani menyusun RTRW yang memungkinkan MBR dapat ting gal di rusun yang dekat dengan tempat kerja dan sarana transportasi umum. c. Penghunian rusun Pemberdayaan melalui TRI DAYA pada penghuni rusun, yaitu penguatan kehidupan sosial, ekonomi, dan bu daya (lingkungan) seperti yang telah dilakukan pemerintah masih relevan untuk dilanjutkan. Namun, pendekatannya harus dirubah dari pendekatan proyek ke pendekatan non proyek. Pemerintah/pemda dalam implementasi pember dayaan harus melibatkan peran serta masyarakat de ngan memberikan fasilitasi terbentuknya forum peran serta dalam pemanfaatan rusun (Pasal 132 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman). Di samping itu, sudah saatnya pemerintah/ pemda memasilitasi tersedianya tenaga pendamping dari masyarakat (LSM atau Perguruan Tinggi) untuk dilibat kan dalam kegiatan memberikan bimbingan dan pelatihan ke arah terwujudnya proses pembelajaran sosial, ekonomi, dan budaya penghuni rusun. Peran pemangku kepentingan pembangun rusun perlu ditingkatkan perannya sehingga mempercepat terwujud nya kehidupan penghuni rusun yang harmonis (sosial), kesejahteraan keluarga (ekonomi), dan perilaku bersih dan betah tinggal di rusun (budaya). Uluran tangan yang diberikan dapat berwujud pemberian (i) jaminan asu ransi kepenghunian rusun, (ii) bimbingan keterampilan kewirausahaan, (iii) memasilitasi kemudahan memper oleh modal ke lembaga keuangan bank dan non bank, (iv) bimbingan keamanan dan ketertiban masyarakat, (v) pe nyuluhan kebersihan lingkungan.
55
Pendapat
Sukseskan
56
Pendapat
Yayat Supriatna*
i dalam Perda RTRW Jakarta 2030, sinergi kedua komponen termuat dalam aturan tentang struktur ruang dan sistem transportasi pada Pasal 17 hing ga Pasal 40. Muat an materi yang perlu mendapat perhatian secara khusus di RTRW Jakarta 2030 adalah sistem pusat kegi atan yang direncanakan pada Pasal 18. Hal yang perlu dipertimbangkan dan mendapat catatan adalah apakah sistem dan jaring an transportasi yang diuraikan pada Pasal 21 yang terkait Sistem dan Jaringan Transportasi mampu mewa dahi kebutuhan mobilitas akibat pengembangan sistem pusat kegiatan sebagaimana dijabarkan pada Pasal 18. Kondisi empiris menunjukkan bahwa bangkitan lalu lintas akibat perubahan tata guna lahan pada masa ber lakunya RTRW Jakarta 20002010 tidak mampu diwa dahi/dilayani oleh pertumbuhan jaringan transportasi. Tidak dapat ditutupi, kegagalan menyinergikan aspek tata guna lahan dan transportasi menjadikankota yang tidak rapi, dan pada akhirnya akan memberi kontribusi pada terciptanya kemacetan yang menetap. Harian Kom pas (2010), secara khusus pernah menyoroti perubahan tata guna lahan yang semakin sulit dikendalikan. Bahkan hasil evaluasi terhadap RTRW 2000-2010 menunjukkan indikasi ter ja dinya penyimpangan terhadap tata ruang cu kup tinggi. Hal yang menjadi pertanyaan apakah untuk membangun Jakarta saat ini dan kedepannya masih tetap menggunakan rencana tata ruang atau tidak. Jika tata ru ang tidak menjadi rujukan, dimana letak kemandulan dari rencana tata ruang Jakarta? Terdapat beragam penyebab lemahnya implementasi suatu rencana tata ruang, seperti beragamnya penafsiran dan pemahaman yang terbatas terhadap setiap produk hu
kum yang terkait dengan penataan ruang. Faktor lemah nya penegakan hukum, disertai kebijakan yang sering berubah-ubah karena tuntutan perkembangan zaman aki bat tekanan kapitalisme (neo-liberal) dan perubahan so sial yang dipengaruhi perkembangan teknologi yang amat cepat menjadi faktor yang mempengaruhi pemanfaatan ruang. Sehingga dalam pelaksanaannya pun kerap terpaksa harus meninggalkan peraturan yang sudah ditetapkan. Terjadinya inkonsistensi dan juga tidak konsekuennya dalam mengimplementasikan, bukan hanya disebabkan kelemahan aparatur, namun karena memang aturan yang disusun di dalam rencana tata ruang belum dilengkapi dengan berbagai ketentuan aturan pelaksanaannya. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah tumpang tindih kewenangan yang tidak jarang menimbulkan ben turan konflik kepentingan disebabkan ego sektoral atau benturan kepentingan ekonomi, sosial dan politik. Jakarta memerlukan struktur birokrasi dan aktor pimpinan daerah yang kompeten, memiliki komitmen yang tinggi serta in tegritas yang kuat untuk berpihak pada sisi kepentingan publik yang lebih besar dalam penataan sistem tata ruang kota dan sistem tranportasinya. Percepatan Pembenahan Sistem Saat ini untuk membenahi masalah transportasi, Pem prov DKI telah menerapkan kebijakan Pola Transportasi Makro, melalui Peraturan Gubernur Nomor 103 Tahun 2007. Arahan pengembangan transportasi yang dikembang kan adalah menjadikan angkutan umum sebagai tulang punggung sistem dan menerapkan kebijakan manajemen permintaan (TDM) serta penyediaan jaringan jalan seba gai pendukungnya. Pola Transportasi Makro ini memiliki tiga langkah strategi untuk mengatasi masalah kema cetan,
57
Pendapat
antara lain melalui strategi pembangunan infra struktur jalan, pembangunan angkutan massal, dan pe nerapan re gulasi untuk sisi pengendalian kendaraan pribadi. Kendala terbesar untuk memba ngun infrastruktur dan pembenahan angkutan massal adalah masalah ruang/lahan, waktu dan dana. Akibat keterbatasan ruang, upaya menambah ruas jalan semakin sulit. Hal lain yang cukup menambah ruwet adalah terkait pembebasan lahan yang berlarut-larut akibat sengketa hukum dan harga pembebasan yang kadangkala sulit untuk mencari nilai kesepakatan. Penerapan UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Peng adaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, belum sepenuhnya berjalan karena berbagai ken dala operasional dan sosialisasi peraturannya yang belum sepenuhnya dipahami masyarakat. Diharapkan dengan turunnya berbagai peraturan pelaksanaan dalam bentuk PP dan Perda yang dapat diberlakukan di wilayah Jakarta, masalah pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruk tur jalan dapat me nemukan jalan keluarnya. Tingginya nilai lahan dan semakin padatnya kota, menjadi catatan tersen diri tertundanya berbagai target pembangunan angkutan massal. Seharusnya berdasarkan target yang ditetapkan da lam Pergub 103 Tahun 2007, pencapaian pemba ngunan 15 koridor busway sudah harus tercapai pada tahun 2010. Hal ini didasarkan pertimbangan penahapan pembangunan sistem transportasi yang terintegrasi dengan menyinergikan konsep pengembangan jaringan Bus Priority (Busway), LRT (Light Rapid Transit) dan MRT (Mass Rapid Transit) yang diharapkan akan selesai pada tahun 2020. Pengembangan BRT telah beroperasi sejak tahun 2004. Hingga saat ini telah beroperasi 11 koridor. Koridor 1 sam pai 8 telah terpenuhi targetnya dari 2004 sampai 2007, si sanya koridor 9 sampai 15 ditetapkan selesai 2007 sampai 2010. Terjadi kelambatan pembangunan yang seha rusnya dijelaskan kepada masyarakat faktor penyebabnya, sehingga masyarakat dapat memahami sejauh mana tingkat keserius an Pemprov DKI untuk membenahi angkutan umumnya. Dengan semakin tingginya jumlah pengguna busway, di harapkan layanan yang mencakup beberapa simpul kegiat an utama di Jakarta dapat dipenuhi tanpa kendala. Sementara untuk pembangunan jaringan LRT, yang melingkupi LRT Monorail Green Line dan Blue Line, yang dimulai sejak tahun 2005/2006 resmi dibatalkan oleh Gubernur sehingga tidak dapat diketahui bentuk ren cana alternatif apa yang akan dikembangkan selanjutnya. Direncanakan mengembangkan model elevated busline, sebagai alternatif pengganti monorail. Kita belum ba nyak mempunyai pengalaman dalam pengelolaan elevated bus line, walau ada pertimbangan dengan adanya model seper ti ini diharapkan efektifitas layanan akan lebih me ningkat karena tidak adanya penyerobotan terhadap jalur bus ka rena bersifat khusus. Tetapi yang menjadi catatan penting dari pengelolaan Transjakarta, adalah keterkaitan dengan unsur-unsur penunjangnya seperti kepastian ter hadap pa sokan gasnya dan bagaimana menata ulang dengan jalurjalur busway yang sudah berjalan selama ini. Peru bahan konsep sebaiknya dikaji ulang dan disertai dengan me rubah ketentuan Peraturan Gubernur yang mengatur peri hal Pola Transportasi Makro. Jika mengkaji dari berbagai studi transportasi yang telah dilakukan di Jakarta, terdapat banyak catatan buruk yang harus diperbaiki. Berdasarkan rencana, sejak tahun 1974 Jakarta sudah memiliki lebih dari 12 Dokumen Rencana Sistem Transportasi yang minim realisasi. Termasuk di da lamnya upaya langkah-langkah percepatan yang dikemu kakan oleh Wakil Presiden terhadap 17 langkah strategis mengatasi kemacetan di Jakarta. Hampir sebagian besar isi rencana jauh dari realisasi yang diharapkan. Implikasi dari setiap penundaan adalah akan munculnya masalah baru yang lebih parah, karena penundaan dan sekedar berwacana. Fenomena yang menarik saat ini akibat tidak berjalannya sistem, adalah dengan munculnya ribuan ojek sepeda motor sebagai sarana yang paling efektif mengatasi kemacetan. Hingga saat ini belum banyak tindakan yang sudah dilakukan untuk menata ratusan sepeda motor yang menyebar dan bergerombol di pintu-pintu masuk gedunggedung perkantoran dan pusat-pusat perbelanjaan di se antero Jakarta. Pembenahan sistem transportasi perlu segera dilaku kan, baik pada tataran makro (kebijakan dan kewilayah an) hingga pada tataran mikro (tingkat operasional di lapang an). Kebijakan di tataran makro harus tegas dan jelas serta mampu menjelaskan siapa yang harus bertanggungjawab untuk menjalankan hak dan kewajibannya. Esensi yang pa ling krusial untuk di tingkat makro adalah masalah finan sial. Kapasitas anggaran APBD yang terbatas dan mi nimnya dukungan finansial yang kuat dari peme rintah pusat men jadi kendala untuk menyelesaikan semua masalah di dalam sistem. Indikator banyaknya hambatan dan kelambatan sudah banyak yang diketahui. Untuk meng atasi berbagai dilema dalam pembenahan transportasi di Jakarta, salah satu rekomendasi yang penting untuk dijalankan Pemprov DKI adalah harus tetap konsisten dengan semua hasil rencana dan kebijakan yang telah disusun. Semua hasil kajian adalah hasil kerja keras para ahli dan masukan dari masyarakat, dan semua dokumen rencana dibuat dengan biaya yang cukup besar. Setiap rencana perlu untuk segera ditindak lanjuti. Masalah kemacetan tidak dapat diselesaikan hanya dengan wacana, tetapi diperlukan kerja keras serta konsisten dengan amanat yang telah diberikan.
*Staf Pengajar Teknik Planologi Universitas Trisakti. Penggiat di SUDForum, Peneliti P4W IPB serta Pengguna Komuter Line Bogor Jakarta.
58
emacetan lalu lintas yang terjadi di kota-kota me tropolitan seperti Jabodetabek, Surabaya, Metro Bandung dan Medan, tidak mungkin lagi dicari jalan keluarnya melalui ritual predict and provide, membangun jalan (tol) dalam kota yang memadai untuk
mengakomodasi lalu lintas. Kenyataan yang terjadi, terbukti menambah jalan malah mendorong pemilikan dan penggunaan kendaraan pribadi. Hasilnya jalan semakin macet, polusi bertambah dan mutu lingkungan terus merosot. Diperlukan keterpaduan kebijakan dan strategi untuk mempercepat implementasi pengembangan dan perbaikan angkutan umum, paralel dengan upaya mengurangi ketergantungan terhadap angkutan pribadi (mobil, motor), dan memperpendek jarak pergerakan penduduk lewat penataan ruang kota yang efisien. Target untuk menurunkan hingga 26% emisi rumah kaca pada tahun 2020 yang diungkap Presiden SBY dalam G20 Pittsburgh Summit, seharusnya disambut dan merupakan pintu dialog kebijakan publik untuk merinci target dan action planning penataan transportasi kota yang
59
Pendapat
berkelanjutan, sampai kini dimaklumi baru sampai batas basa-basi. Di Jakarta, pembangunan MRT (mass rapid transit) koridor Utara-Selatan Tahap I, Lebak Bulus - Bunderan HI sepanjang 15,2 km terdiri dari 9,2 km layang dan 6 km terowongan sekarang memasuki tahap konstruksi, setelah berwacana selama 30 tahun. Tahap II HI- Kota - Kp Bandan 8,1 km, segera menyusul. MRT Tahap III dan Tahap IV koridor Timur- Barat sepanjang 87 km masih dalam tahap studi, lihat Gambar 1. MRT Tahap I direncanakan beroperasi tahun 2016, dengan target daya angkut setelah tiga tahun operasi ( 2020) berkisar 412 ribu per hari. Tahap II target operasi tahun 2018, dengan target daya angkut 630 ribu per hari (2037?). Akankah MRT dapat mengatasi macet Jakarta? Kebijakan pendukung apa yang penting untuk percepatan realisasi MRT dan target angkutnya? Saat ini sesungguhnya jaringan angkutan umum sudah lumayan banyak di Jakarta dan sekitarnya mencakup metromini, bus konvesional, busway dan kereta api KRL Jabodetabek, namun semua belum terintegrasi dengan apik. Transjakarta (busway) dengan 12 koridor operasi hari ini sudah mengangkut 320 ribu penumpang per hari, bila fokus dengan 12 koridor saja dan ditambah dengan jalur-lalur pengumpan (feeder) diperkirakan bisa meng angkut 1,5 juta penumpang per hari. KRL sepanjang 150 km sudah beroperasi dan saat ini mengangkut sekitar 400 ribu penumpang per hari. Sekarang melalui PT KCJ (anak perusahaan PT KAI) tengah berbenah operasi KRL dan menambah armada. Daya angkut KRL ditargetkan berlipat tiga kali (1,2 juta penumpang per hari) dalam dua tahun mendatang. Gambar 2, menyajikan jaringan angkutan umum berbasis rel masa depan, yang sangat potensial dipadukan secara fisik, ticketing, maupun secara kelembagaan dalam jangka panjang. Angkutan berbasis rel, termasuk rencana monorel bila dipadukan bersama BRT Transjakarta total diperkirakan memiliki daya angkut riil saat ini tidak kurang dari 4 juta penumpang per hari. Hal ini bisa direalisasi dalam jangka pendek, dan dapat dilipatgandakan dalam jangka menengah, asalkan ada kepemimpinan dan komitmen anggaran yang kuat terutama dari Pemerintah Pusat, Pemerintah DKI Jakarta dan DPR/DPRD. Keberadaaan MRT sendiri, hanya satu dari beragam jenis moda angkutan umum yang ada di Jakarta. Dengan kecepatan dan target pembangunan MRT, pengembangan KRL juga TransJakarta saat ini sulit dibayangkan potensi di atas dapat dicapai, terkecuali ada program fokus dan kebijakan lain untuk menunjang target jangka pendek. Gambar 3 menunjukkan beragam kapasitas, jarak tempuh dan kecepatan moda angkutan umum yang dapat dirancang untuk saling menunjang. Moda yang berkapasitas besar ditempatkan pada koridor utama yang padat, yang berkapasitas lebih kecil ditempatkan sebagai pengumpan. Untuk kondisi Jakarta, ini membutuhkan restrukturisasi yang sangat mendasar untuk memadukan beragam moda angkutan umum yang sudah ada. Setiap pengembangan koridor angkutan umum apapun jenisnya hampir dipastikan akan bersentuhan dengan trayek angkutan umum yang lama, seperti bis, metromini, dan angkot.
60
terkadang diartikan memiliki sifat komplementer dengan dua paket kebijakan bila diterapkan bersamaan akan berdampak saling mendukung dan menghasilkan dampak yang lebih luas, daripada bila salah satu diimplementasi secara terpisah. Memilih pasangan-pasangan paket kebijakan yang saling mendukung merupakan kunci sinergisitas kebijakan dalam mewujudkan transportasi yang berkelanjutan. Beberapa contoh dapat disampaikan, seperti menyiapkan fasilitas park & ride untuk mendukung pengembangan angkutan umum perkeretaapian ataupun bus; memberikan insentif bagi pengembangan kawasan baru untuk mendukung investasi jalur perkeretaapian; merelokasi parkir onstreet dan mengadakan ruang parkir off-street untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan kapasitas jalan. Upaya mengintegrasi paket kebijakan untuk mewu judkan transportasi yang berkelanjutan, tak dapat dihin dari memerlukan keterpaduan otorita atau kordinasi sesama kelembagaan publik. Integrasi ataupun efektifitas kerjasama antarpemda dalam menangani permasalahan bersama menyangkut utilitas publik, masih merupakan barang langka dan sulit diwujudkan. Keberadaan BKSP (Badan Kerja Sama Pembangunan) Jabodetabek yang sudah ada, misalnya, belum bermanfaat dan belum efektif berjalan. Wilayah metropolitan seperti Jabodetabek haruslah menyiapkan protap perencanaan transportasi yang dilengkapi kolaborasi institusi publik (pemda), swasta dan peran serta masyarakat. Upaya ini harus dimotori oleh Gubernur dan Kepala Daerah di sekitar wilayah metropolitan guna membangun protap perencanaan, mengembangkan kapasitas lembaga, sembari berusaha memecahkan masalah-masalah jangka pendek (quick wins) yang mendukung implementasi agenda transportasi yang berkelanjutan. Dalam cakupan lebih sempit lembaga sejenis dapat dimulai dari badan Otorita Angkutan Umum saja, baik di internal Pemda dan antarPemda se Jabodetabek.
61
Pendapat
sember diperingati sebagai hari KPR bagi BTN. Adapun jenis produknya yakni KPR subsidi. Dalam perjalanannya peranan Bank BTN terhadap pembangunan perumahan bertambah luas dengan diluncurkannya KPR Non Subsidi dalam bentuk KPR Komersil, KP Rumah Toko (Ruko), Kredit Swagriya, Kredit Griya Multi dan Kredit Griya Sembada. Pada Lokakarya Nasional Perumahan dan Permukiman I (1972), dilahirkan Badan Usaha Milik Negara bidang perumahan dan permukiman yaitu PERUM PERUM NAS. Perumnas diarahkan untuk berperan: (i) Melayani kebutuhan perumahan rakyat sebagai kebutuhan publik; (ii) Mengembangkan aset publik untuk menunjang peran di atas; (iii) Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan produktif dengan mengacu pada prinsip-prinsip ekonomi dan prinsip menjamin keamanan dan pemanfaatan aset-aset negara; (iv) Menerapkan kebijakan perumahan sesuai arahan kebijakan dan program pemerintah. Sebelumnya persatuan Perusahaan Real Estate Indone sia (REI) didirikan pada hari Jumat bersejarah 11 Februari 1972 di Jakarta. REI lahir dalam kondisi serba kekurangan. Saat itu, REI belum mem punyai pengurus, dan baru sepekan kemudian, pada 18 Februari 1972, dibentuk Peng urus Se mentara yang dipimpin Ir. Ciputra dari PT. Pem bangunan Jaya. Pada tanggal 10 Maret 1992 lahir Undang-Undang Nomor 4 tentang Perumahan dan Permukiman, yang juga kemudian diikuti dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Keterkaitan antara perumah an dan tata ruang muncul dalam dokumen Ke bijaksanaan dan Strategi Nasional Perumahan 1990 yang kemu dian diperkenalkan konsep perumahan dengan pen dekatan lingkungan hunian berimbang (1:3:6) berdasar Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Perumahan Rakyat (SKB Tiga Menteri) Nomor 648-384 Tahun 1992, Nomor 739/ KPTS/1992 dan Nomor 09/KPTS/1992 tentang Pedoman Pembangunan Perumahan dan Permukiman dengan Ling kungan Hunian yang Berimbang. Pada Lokakarya Nasional Perumahan dan Permukim an II (1992), potensi-potensi masyarakat lebih banyak di bahas dan salah satu rekomendasinya adalah dikembang kan Pembangun an Perumahan Bertumpu pada Kelompok (P2BPK). Sebagai tindak lanjutnya dikembangkan Lembaga
Jas Merah: Adaptasi Judul Pidato Presiden RI (Bung Karno) dalam Peringatan HUT RI Tahun 1966: JANGAN SEKALI-KALI MELUPAKAN SEJARAH!!
62
63
Pendapat
ika pagar berfungsi sebagai penghalang masuknya orang atau binatang yang tidak diundang, apa anehnya? Jika pagar berfungsi sebagai pencegah hilangnya harta-benda yang terdapat dalam rumah, juga apa anehnya? Memang tidak aneh jika hanya dua hal di atas saja yang merupakan fungsi pagar. Pada kenyataannya, pagar bisa memiliki 1.001 fungsi. Oleh karena itu pula, menjadi wajar jika tampilan pagar bisa beragam mewakili beragam fungsi nya tadi. Sehingga, guna memahaminya, bisa dipergunakan tinjauan atau perspektif sosio-kriminologis. Kepemilikan Pada fungsinya yang paling purba, pagar merepresentasi kan suatu kepemilikan atas tanah. Dengan dipagarinya suatu bidang tanah, maka terciptalah konsepsi sederhana tentang kepemilikan lahan; yang dibalik pagar ini milikku, yang sebe lah sana milikmu. Untuk fungsi itu, maka bongkahan batu yang ditumpuk teratur memanjang sudah cukup untuk ke mudian disebut pagar. Ketika pemilik lahan itu bernama kerajaan, maka pagar atas suatu wilayah yang dikuasai raja pada dasarnya bernama pagar juga. Sebagai contoh, lihatlah Tembok Cina. Ha nya saja, saking besar dan panjangnya, kemudian memiliki se butan khusus yakni benteng (fortress). Namanya saja benteng, maka pagar itu disertai dengan persenjataan un tuk mempertahankan diri dan wilayah dari serangan lawan. Benteng-benteng khas dari kerajaankerajaan Eropa mencerminkan hal ini. Pada ekstrim yang lain, pagar sebenarnya cukup berupa ditancapkannya sebuah bambu berwarna tertentu, didirikan nya sebuah pohon yang khas atau ditumpuknya batu menjadi semacam monumen. Bambu, pohon atau monumen itu men simbolisasikan siapa yang menjadi pemilik tanah tersebut. Ketika jaman menjadi lebih maju, simbol kepemilikan lahan berubah menjadi patok yang terbuat dari batu dan semen atau berbentuk sebuah papan yang bertuliskan nama pemilik lahan, termasuk di sini dasar hukum yang diacu. Tak lupa pula disertai ancaman seperti dilarang masuk atau dilarang mendirikan bangunan dan sebagainya. Ketika simbol-simbol ini menjadi tidak atau kurang ber makna bagi sebagian orang, terbukti dari adanya penguasaan lahan oleh orang yang tidak berhak, maka pagar simbolik ini cenderung tidak banyak lagi dimanfaatkan. Sebagai gan
tinya, dibuatlah pagar dari kawat berduri mengelilingi lahan tertentu. Tidak cukup dengan itu, di mulut lahan, dibangun lah pos jaga di tempat orang keluar-masuk. Tidak lupa pula, di palang papan nama yang telah dibuat tertulis pula awas anjing galak. Agak berbeda adalah situasi di Eropa yang pada kebanyak an palang tertulis trespasser will be prosecuted. Dengan kata lain, melewati suatu wilayah tanpa ijin pun tidak boleh. Apa lagi jika ada orang yang membuat bangunan tidak permanen hingga semi-permanen, seperti sering dilakukan Etnis Gipsy di Eropa. Ketika di dalam lahan terdapat properti yang lain, katakan lah terdapat peternakan atau perkebunan, atau di dalam lahan terdapat rumah dengan segala perangkatnya, maka pagar le bih berfungsi sebagai pencegah penyusup (intruder). Dengan fungsi baru ini, maka bentuk pagar juga berubah ketimbang pagar yang dipakai untuk mempertahankan diri dari orang yang ingin menguasai (invader). Para penyusup itu kita ke nal dengan sebutan pencuri, maling, pencoleng atau bahkan pemulung. Terkait penyusup-penyusup itu, pagar cenderung dibangun tinggi-tinggi atau dikelilingi kawat berduri, bahkan juga dilengkapi Closed-Circuit Television (CCTV). Dewasa ini, penyusup tidak sela manya dikenal sebagai pencuri, maling dan sebagainya, tetapi bisa jadi mun cul terang-terangan. Di siang bolong pula. Jika ada kasus pembobolan ru mah berupa orang yang berpura-pura mengambil barang milik tuan rumah, atau kasus perampokan rumah oleh orang yang mengaku-aku orang dekat korban, itulah penyusup model baru yang seringkali tampil perlente dan, oleh karenanya, tidak disangka-sangka. Tembok yang gagah pun seakan takluk oleh para penipu ini. Inilah pula kelemahan CCTV, sebagai suatu sistem penga manan wilayah paling mutakhir. CCTV hanya melihat per gerakan orang, tidak melihat pada motif, niat serta kesiapan orang untuk melakukan suatu tindak pidana. Alhasil, di mata orang-orang yang sudah siap dan punya tekad melakukan tin dak pidana, CCTV bukan lagi penghalang. Target Hardening Perbincangan di atas pada dasarnya terkait dengan pagar dalam fungsinya sebagai alat bantu si pemilik untuk memper tahankan diri dari gangguan, entah itu berupa invader atau intruder. Secara teknis, hal itu disebut dengan maintaining defensible space. Tanpa pagar, maka orang bisa tidak berdaya apa-apa ketika ada orang iseng atau orang jahat hendak meng
64
65
LAvenue
Konsep
sebagai Sistem
Konstruksi Hijau:
Studi Kasus Perbandingan Energi Konstruksi dan Dampak Lingkungan di Pembangunan Rumah Susun di Batam
Oleh: Hari Nugraha Nurjaman, Hairul Sitepu dan HR Sidjabat Konsep Perhitungan Energi Konstruksi dan Dampak Lingkungan embangunan yang berkelanjutan (Sustainable Referensi perhitungan energi tiap item pekerjaan Construction) merupakan suatu topik yang saat konstruksi didasarkan referensi [5]. Proses penyetaraan ini berkembang di dunia konstruksi internasio untuk perbandingan tiap item dilakukan dengan metoda nal sebagai respon atas isu pemanasan global (global LCA (life cycle analysis) melalui software Simapro 5.0 warming). Prinsip dasar dari tipe pembangunan ini ada untuk menganalisis aspek lingkungan yang berhubungan lah penggunaan energi yang optimal secara integratif dengan suatu produk dan siklus hidupnya, mulai mulai dari tahap perencanaan, konstruksi, pemanfaat diambil dari alam, diproduksi, dipergunakan, dipelihara an sampai pada pembongkaran. Sistem pracetak be sampai dibongkar dan kembali ke alam. Software ini ton merupakan suatu sistem pembangunan yang me mengalkulasi input seperti kuantitas bahan baku suatu menuhi kaidah konstruksi hijau (green construction), proses industri dan menghasilkan output agar kita bisa karena menerapkan penggunaan material melakukan perbaikan proses dan dampak Bagian Kedua* dan metoda kerja yang efisien sehingga dida yang lebih aman ke lingkungan. pat optimalisasi penggunaan energi selama konstruksi. Penelitian optimasi energi konstruksi dan a. Analisis Bahan Baku Pembangunan Rusunawa dampak lingkungan dilakukan pada pembangunan ru Pembangunan rusunawa membutuhkan banyak mah susun di Batam, yang dilakukan dengan bebera sumberdaya alam sebagai bahan baku konstruksi. pa sistem pembangunan: sistem konvensional, sistem Pemanfaatan sumberdaya tersebut dapat berdampak pracetak sebagian, dan sistem pra cetak penuh. Hasil terhadap kerusakan alam. Bangunan Rusunawa terbuat penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi dari konstruksi beton, yang dalam pengerjaannya dapat para pelaku konstruksi nasional, agar juga mulai mem dilakukan melalui 3 alternatif pelaksanaan konstruksi, pertimbangkan optimalisasi energi dalam perencanaan yaitu secara konvensional, pracetak sebagian dan pembangunan, sehingga dapat menjadi bagian dalam pracetak penuh. Bahan bangunan utama yang digunakan usaha menjaga kelestarian bumi. beserta kebutuhan masing-masing pada setiap jenis
67
Konsep
pelaksanaan konstruksi dapat dilihat Tabel 2. Kebutuhan Bahan Bangunan Masing-masing Alternatif pada Tabel 2 Pada Tabel.2 terlihat pemakaian besi tulangan beton pada pracetak sebagian berkurang secara signifikan, dari 180 ton pada konvensional menjadi 77 ton pada Besi tulangan beton 180 ton 77 ton 122 ton pracetak sebagian. Penghematan besi Cetakan kayu 41 m3 yang sangat signifikan ini didapat karena Perancah kayu 562 m3 sistem pracetak yang digunakan adalah sistem column-slab yang sangat efisien, terutama dari komponen pelat yang menggunakan sistem grid prategang seperti terlihat pada Gambar 9. Kondisi yang sama juga pada penggunaan kayu, baik sebagai perancah *) Teknologi Pracetak yang digunakan adalah dari salah satu produsen nasional maupun sebagai cetakan sebanyak 603 m3, tidak diperlukan lagi pada pracetak Elemen yang memberikan dampak paling kecil adalah sebagian dan pracetak penuh. Selain penggunaan ba- air untuk beton (3,93 x 10-7 kPt) dan penggunaan han bangun an lebih efisien, kelebihan lain dari peng- truk (1,66 x 10-5 kPt). Berdasarkan hasil pembobotan, gunaan beton pracetak sebagian dan pracetak penuh hampir seluruh elemen berpotensi menimbulkan tiga adalah dalam pembiayaan yang berkurang secara cu- dampak lingkungan dominan (impact categories), yaitu: kup signifikan dan kecepatan pelaksanaan pembangun (1) kandungan racun lingkungan perairan kronis (5,55 an dari semula 8 bulan, menjadi hanya 5-6 bulan. Di- kPt); (2) kandungan racun lingkungan perairan akut lain pihak, penggunaan tenaga kerja secara total lebih (5,17 kPt); (3) kandungan racun lingkungan tanah kronis sedikit diban dingkan beton konvensional, namun peng- (4,13 kPt). gunaan tenaga kerja terampil lebih banyak di beton pra Kandungan racun lingkungan perairan kronis cetak [10]. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gibb [4] disebabkan oleh material-material mencemari badan yang mengemukakan bahwa beberapa prinsip beton air permukaan dalam jangka waktu yang lama. Apabila pra cetak tersebut dipercaya dapat memberikan man- pencemaran tersebut tidak ditangani dengan serius faat lebih dibandingkan beton monolit terkait dengan dan benar dampaknya akan berlanjut ke pencemaran pe ngurangan waktu dan biaya, peningkatan jaminan lingkungan perairan akut. Hal tersebut akan sangat kualitas, predicability, relocability, dan sebagainya. berbahaya terhadap manusia dan organisme hidup lainnya yang akan memanfaatkan perairan tersebut. b. LCA Beton Konvensional Hasil pembobotan menunjukkan bahwa hampir Hasil analisis skor tunggal menunjukkan bahwa besi seluruh elemen berpotensi menimbulkan tiga dampak beton merupakan elemen yang memberikan dampak lingkungan dominan, yaitu: (1) kandungan racun paling besar (8,19 kPt), disusul oleh semen (4,55 kPt). lingkungan perairan kronis (5,56 kPt); (2) kandungan
68
69
Konsep
Tabel 3. Perbandingan Dampak Lingkungan Bahan Bangunan Utama Alternatif Pelaksanaan dan Bahan Bangunan Utama Potensi Pencemar Konvensional: -besi beton -semen -aluminium Pracetak sebagian: -semen -besi beton -bata merah Pracetak penuh: -besi beton -semen -keramik & sanitari Katagori Dampak Lingkungan (Pt) Racun perairan kronis 5,18 x 108 2,85 x 108 2,94 x 108 2,27 x 108 4,11 x 108 2,39 x 108 Racun perairan akut 4,95 x 107 3,68 x 106 2,82 x 107 9,97 x 106 3,92 x 107 2,29 x 107 Racun tanah kronis 2,53 x 107 1,39 x 107 1,43 x 107 1,11 x 107 Energi (kWh) 1.253.774,7
806.981,9
ter pohon 1 m dan jarak pohon di hutan 25 m, maka akan dapat dihemat hutan seluas 1,25 ha untuk setiap bangunan Rusunawa, yang pada gilirannya akan dapat mempertahankan penyerapan CO2. Pelaksanaan konstruksi dengan pracetak sebagian juga dapat menghemat penggunaan energi sebesar 446.792,8 KWH bila dibandingkan dengan konvensional. Berdasarkan beberapa hasil perbanding an diatas, sistem pelaksanaan pracetak sebagian merupakan yang paling ramah lingkungan.
pem bangunan rumah susun bertingkat medium dengan sistem prace tak dapat dianggap memenuhi kriteria konstruksi hijau. Besi sebagai bahan baku pembuatan besi beton, me rupakan kontributor proses yang memiliki dampak terbesar dalam pembangunan rusunawa terhadap lingkungan. Secara umum besi terbuat dari biji besi, batu bara dan limestone, lalu dicampur, diolah, dipanaskan dalam oven, lalu setelah melalui proses pendinginan dalam air, akan diperoleh batangan atau lembaran besi. Selanjutnya dilakukan proses deform sesuai kebutuhan, misalnya besi beton polos, ulir, kawat, pelat, balok, dan lain-lain se suai kebutuhan. Semua proses mulai dari pengambilan di alam, proses produksi, perakitan, pemeliharaan sampai pembongkaran akan berdampak pada lingkungan, salah satu dampak yang akan muncul pencemaran pada perairan. Tanda-tanda terdapatnya pencemaran akibat besi di perairan adalah apabila terdapat suasana asam dalam kondisi aerob [2]. Pada perairan yang diperuntukkan bagi keperluan domestik, kadar besi yang berlebihan dapat mengakibatkan warna kemerahan pada porselin, bak mandi, pipa air dan pakai an. Kelarutan besi meningkat dengan menurunnya pH [3] Bahan lain yang memiliki dampak terbesar adalah semen. Secara umum semen terbuat dari batu kapur, tanah liat, pasir silika, pasir besi, clicker dan gypsum. Semua bahan baku ini dieksplorasi dari alam, sehingga mulai dari pengambilan di alam, pemilahan, pember sihan, pencampuran, pembakaran, penggilingan, penggunaan, pemeliharaan sampai pembongkaran akan mencemari lingkungan. Proses eksplorasi sumber daya alam berpotensi pencemaran lingkungan perairan dan tanah, sedangkan proses pembakaran akan berakibat pemanasan global dan pelepasan debu berakibat polusi udara. Bahan bangunan lain yang berpengaruh pada sitem pracetak adalah kayu yang dapat dihemat sebesar 603 m3. Apabila rerata diame-
Penutup Pelaksanaan konstruksi dengan meng gunakan beton pracetak sebagian dan pracetak penuh mempunyai kelebihan dalam percepatan waktu pelaksanaan, biaya lebih murah dan penghematan penggunaan kayu dibanding konvensio nal, sehingga memenuhi kriteria konstruksi hijau yang sangat memperhatikan efisiensi energi. Analisis juga menunjukkan bahwa sistem pra cetak sebagian adalah yang lebih ramah lingkungan dibandingkan sistem pra cetak penuh. Kekurangan penggunaan beton pracetak sebagian adalah penggunaan tenaga kerja secara total lebih sedikit dibandingkan beton konvensional, namun penggunaan tenaga kerja terampil lebih banyak. Besi beton dan semen merupakan kontributor proses yang bisa memberikan dampak paling besar, sementara air untuk beton dan penggunaan truk merupakan elemen dengan dampak terkecil. Hampir seluruh elemen bahan bangunan berpotensi menimbulkan tiga dampak lingkungan dominan, yaitu: (1) kandungan racun lingkungan perairan kronis; (2) kandungan racun lingkungan perair an akut; (3) kandung an racun lingkungan tanah kronis.
*) Bagian Pertama dimuat pada HUD Magazines Edisi Pertama
daftar pustaka 1. BPS (2010). Data Sensus Penduduk. Jakarta. 2. Cole, G.A. (1988). Textbook of Limnology. Waveland Press, Inc.Illinois. USA. 3. Effendi, H. (2000). Telaan Kualitas Air. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor. 4. Gibb, A.G.F. (1999). Off-Site fabrication. John Wiley and Son. New York. USA 5. Goedkoop, M and M. Oele. (2001). Database Manual General Introduction. PR (Product Ecology Consultant). USA. 6. Graubner, C.A, T Mielecke (2010). Sustainability of Highrise Building, High Rise Towers and Tall Buildings 2010 Design and Construction of Safe and Sustainable Highrise Structures, Munich, Germany. 7. Morgen, K. (2010). New Icon of Dubai. High Rise Towers and Tall Buildings 2010 Design and Construction of Safe and Sustainable Highrise Structures, Munich, Germany. 8. Nasir, R.Y (2011). Achieving High Performance Building through Green Building Rating Tools in Indonesia, Diseminasi Peraturan Perundang-undangan Bangunan Gedung dan Lingkungan. Kementerian Pekerjaan Umum, Makasar, Indonesia. 9. Sabbarudin, A. (2011). Standardisasi Pengujian Material Ramah Lingkungan, Seminar Konstruksi Ramah Lingkungan. PT Estop Indonesia, Jakarta, Indonesia. 10. Sijabat, H.R dan H.N. Nurjaman (2007). Sistem Bangunan Pracetak untuk Rumah Susun dan Rumah Sehat Sederhana. Pusat Pengembangan Perumahan Kemenpera, Jakarta, Indonesia.
70
Sukseskan
APERSI
71
Konsep
Inventarisasi
sebuah dokumen komprehensif berjudul Housing terbit pada tahun 1981 [mendahului Bruntland Report, UN World Commission on Environment and Development, 1987 dan AIA Committee on the Environment (COTE), 1989]; sejalan dengan upaya mengatasi isu energi di jamannya, dokumen ini juga memberi perhatian khusus mengenai konservasi energi yang berlaku untuk berbagai tipe rumah susun (lowrise, midrise, highrise). Konservasi energi pada rumah susun pada dasarnya diarahkan untuk mengendalikan jumlah panas yang dilepaskan (heat loss) oleh selubung ba ngunan sedemikian sehingga area kaca sebaiknya direduksi sedangkan dinding/atap haruslah terinsulasi (Macsai dkk, 1981) Adapun sejumlah advis rinci mengenai data peran cangan dan konservasi energi, antara lain: Data Iklim, analisis pola dan durasi suhu, hujan, perge rakan matahari, perilaku angin sangat dibutuhkan sebagai dasar penetapan sistem pengendalian lingkungan; Konstruksi, bagian-bagian bangunan harus tersambung erat untuk mencegah kebocoran (leakage) udara maupun air; Orientasi, jika layak maka pemanfaatan sinar matahari, pepohonan, perbukitan dapat diinternalisasi ke dalam desain; Pemanasan secara pasif (passive solar heat), sudut penyinaran matahari, jenis kaca, serta material sebaiknya direncanakan untuk penyerapan dan penyimpanan panas; Pengendalian suhu udara (temperature control), desain bangunan disarankan untuk menyertakan perencanaan dan pemeliharaan agar suhu dapat dikelola secara optimum (mencegah overheating maupun overcooling).
72
73
Sukseskan
BAPERTARUM-PNS
Sukseskan
Profil
Visi
Menjadi pengelola Perumahan EdisiTabungan 3 - Maret 2013 (Taperum) PNS yang bereputasi baik dan dipercaya serta handal dalam pemupukan dan pengelolaan dana perumahan
BAPERTARUM-PNS
Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil
Misi
umah sebagai kebutuhan dasar manusia, disamping sandang dan pangan, merupakan harapan setiap manusia untuk dapat memenuhinya. Dari tiga kebutuhan dasar tersebut , pemenuhan kebutuhan akan rumah merupakan hal yang paling sulit dijangkau oleh masyarakat Indonesia pada umumnya dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada khususnya. Pegawai Negeri Sipil yang jumlahnya hampir mencapai 3,9 juta orang dan tersebar di seluruh Indonesia tersebut terdiri dari berbagai golongan yaitu mulai dari golongan I sampai dengan IV, yang berarti juga terdapat perbedaan penghasilan, yang berpengaruh kepada kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, terutama rumah. BAPERTARUM-PNS didirikan berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor 14 Tahun 1993 tentang Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 1994. Yang melatarbelakangi didirikannya BAPERTARUM-PNS, antara lain : 1. Sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil untuk memiliki rumah yang layak. 2. Terbatasnya kemampuan Pegawai Negeri Sipil untuk membayar uangmuka pembelian rumah dengan fasilitas Kredit Kepemilikan Rumah atau KPR 3. Tabungan perumahan PNS dapat membentuk dana untuk mengatasi kendala tersebut yang merupakan kegotong-royongan diantara Pegawai Negeri Sipil dalam upaya peningkatan kesejahteraan antara Pegawai Negeri Sipil. Sejak didirikan tahun 1993 BAPERTARUM-PNS telah melakukan beberapa kebijakan dan upaya yang bertujuan untuk semakin meningkatkan pelayanannya kepada PNS.
1. Memberikan kemampuan kepada PNS dan kepada masyarakat yang berpenghasilan tetap dalam pemilikan rumah yang layak melalui bantuan pembiayaan dari dana tabungan perumahan PNS dan dana perumahan lain dari masyarakat non PNS, serta bantuan pemerintah dan bantuan fasilitas pembiayaan dari lembaga keuangan perbankan dan non perbankan, serta bantuan fasilitas teknis dengan bekerjasama secara kemitraan strategis dengan pihak terkait dalam pengadaan rumah 2. Memberikan pelayanan yang terintegrasi dan memuaskan dengan pengelolaan serta pemupukan dana untuk pembiayaan perumahan yang bernilai bagi PNS dan masyarakat berpenghasilan tetap, sehingga berkontribusi dalam mendukung pemerintah memenuhi kebutuhan rumah untuk masyarakat
Struktur Organisasi
Ketua: Struktur Organisasi Pelaksana Sekretariat Tetap Presiden Republik Indonesia Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil Ketua Harian merangkap anggota: Menteri Negara Perumahan Rakyat Kepala Pelaksana Anggota: 1. Menteri Keuangan 2. Menteri Dalam Negeri Satuan Pengawasan Internal (SPI) 3. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara 4. Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara
Sub Satuan Pengawasan Bidang Pelayanan Penyaluran Taperum-PNS Sub Satuan Pengawasan Bidang Operasional
Divisi Perencanaan Propram dan Evaluasi Sub Divisi Pengembangan Sistem Informasi dan Pengolahan Data
Divisi Umum
Divisi Keuangan dan Penyaluran Dana Sub Divisi Administrasi Penyaluran Dana Sub Divisi Administrasi Pengelolaan Dana PNS
75
Menjadi pemain utama ekonomi nasional yang didukung oleh tenaga kerja yang prima, produk berkualitas, pelayanan terbaik, dan sistem yang terintegrasi.
Visi Perusahaan
Misi Perusahaan
Sukseskan
76
Profil
Edisi 3 - Maret 2013
METAMORFOSA
etelah enam tahun beraktifitas sebagai asosiasi penggiat perumahan di Jawa Barat, Asosiasi Pengembang Perumahan Rakyat (AP2ERSI) kini siap untuk berkiprah sebagai asosiasi penggiat perumahan di tingkat nasional de ngan dukungan 8 (delapan) DPD tingkat Provinsi. Perubahan AP2ERSI menjadi asosiasi penggiat perumah an nasional dikukuhkan pada MUBES I AP2ERSI yang berlangsung pada tanggal 16-17 April 2013 di Grand PreangerBandung. Pada MUBES yang bertajuk Metamorfosa AP2ERSI menjadi Organisasi Nasional: Semakin Pro-Rakyat Pro-MBR tersebut, disepakati 3 (tiga) agenda utama yaitu (i) Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran RumahTangga AP2ERSI; (ii) Platform organisasi AP2ERSI sebagai asosiasi penggiat perumahan skala nasional; (iii) Pemilihan Ketua Umum AP2ERSI masa bakti 2013-2018
giat perumahan di Jawa Barat memberikan pengalaman dan pembelajaran bagi AP2ERSI saat ini untuk tetap konsisten sebagai asosiasi yang berpihak pada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Tag perjuangan AP2ERSI adalah Pro Rakyat-Pro MBR. Dua Program utama kami adalah pengembangan organisasi dan kemitraan. Insya allah dalam waktu dekat AP2ERSI akan be kerjasama dengan salah satu BUMN untuk membangun rumah murah bagi para pekerjanya. Dengan dukungan peme rintah dan banyak pihak kami yakin rencana untuk memba ngun perumahan rakyat yang termurah akan bisa terwujud. Menteri Negara Perumahan Rakyat yang diwakili oleh Ir Sri Hartoyo, Deputi bidang Pembiayaan Kemenegpera RI, menyatakan menyambut baik dan menyatakan selamat datang kepada AP2ERSI untuk turut berkiprah dalam bidang perumahan nasio nal disertai harapan agar AP2ERSI akan memberikan kontribusi bagi pemenuhan kebutuhan perumahan nasional .
Pada hari pertama tanggal 16 April 2013, antusiasme peserta begitu besar sejak persidangan Pertama. Pada persidangan Ke dua yang dipimpin oleh Ketua DPD Provinsi Aceh dan DPD Nusa Pada MUBES I AP2ERSI tersebut di selenggarakan Diskusi Panel Tenggara Barat didampingi Ketua Komite Pengarah, terjadi ba bertajuk Solusi Pemenuhan Backlog Rumah Rakyat de ngan nyak koreksi dan interupsi yang membahas perubahan Anggaran Pembicara Kunci, Jusuf Kalla dan para panelis, Ir. Zulfi Syarif Koto Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) serta platform (The Hud Institute), Dr. Nugraha (Kemenegpera) dengan moderaOrganisasi AP2ERSI. Persidangan Ketiga, yang mengagendakan tor, Yusuf Fitriadi SE (Pikiran Rakyat). Dalam keterangannya Ketua pemilihan Ketua Umum, berhasil terpiKomite Pengarah MUBES I AP2ERSI, Drs. DEWAN PENGURUS PUSAT lih H Ferry Sandiyana SE sebagai Ketua Endrawan Natawiria, menyatakan kami Perumahan Rakyat Indonesia (AP2ERSI) Umum dengan dukungan bulat dari DPD Asosiasi Pengembang memilih Pak JK (Jusuf Kalla) sebagai pemMasa Bakti 2013-2018 Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, bicara kunci karena pengalaman beliau KETUA UMUM : H Ferry Sandiyana SE Kepulauan Riau, Kalimantan Utara, DKI SEKRETARIS UMUM : Drs. Endrawan Natawiria sebagai negarawan, birokrat dan praktisi Jakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Ba- BENDAHARA UMUM : Nina Herlina bisnis. Sayang pada Diskusi panel kali ini rat. Pemilihan Ketua Umum dilaksanakan KETUA I kami tidak bisa menghadirkan gagasan : R. H. Agus Rachman S.H. KETUA II : Adin Restiadi secara langsung dan terbuka dengan KETUA III dan fikiran beliau secara langsung tetapi : Nuslih Jamiat S.E., M.M. : Azhar Hariman S.T. diimbuh pandangan dari seluruh DPD. KETUA IV secara virtual (pre-recorded), karena beKETUA V : M. Perkasa Alam S.H., M.H., M.M. Hampir senada mereka menyampaikan KETUA VI liau mendadak harus ke luar negeri. : DR. H. Purwadhi : H. Ahmad Zailani Mpd. dukungan kepada H. Ferry Sandiyana KETUA VII Mengawali program kemitraannya, DPP S.E. karena kapasitas dan kredibilitasnya WASEKUM I : Drs. Agus Irsyad AP2ERSI pada MUBES I tersebut menan: Ir. Atri Kusumaningsih M.T. serta mengapresiasi perjuangan AP2ERSI WASEKUM II WASEKUM III : Ir. Dany Juanda datangani Nota Kesepahaman dengan PT Jawa Barat yang melahirkan AP2ERSI dari Cemerlang Mandiri Selaras (Distributor WABENDUM I : Hasan Kurniawan S.E. organisasi skala regional menjadi asosiasi WABENDUM II : Diana LB. Limbong Semen BOSOWA Jawa Barat) yang akan penggiat perumahan skala nasional. ditindaklanjut dengan BOSOWA GROUP DEWAN PEMBINA : DR. Ir. H. Lili Asdjudiredja Dalam sambutan Pelantikannya Ketua KETUA untuk bekerjasama dalam menyelengANGGOTA : Ir. Zulfi Syarif Koto Umum AP2ERSI terpilih menyatakan, H. Yomanius Untung Spd. garakan pembangunan rumah murah di pengalaman enam tahun sebagai peng- DR. H. Sodik Mujahid Mpd. Indonesia.
DEWAN PENASIHAT KETUA : Ir. Wahyu Nugroho ANGGOTA : Irwan A. Gunawan Agus Sumarno S.E. Yusuf Fitriadi S.E.
77
Sukseskan
78
Liputan
idak terasa BTN telah memasuki usia ke 63 pada tanggal 9 Februari 2013 lalu. Dalam rangkaian peringatan HUT BTN, sejak tiga tahun lalu, BTN menyelenggarakan BTN Property Expo. Pameran kali ini merupakan ajang pameran terbesar dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tema yang diangkat adalah `Pesta KPR BTN Menuju Keluarga Sejahtera, diikuti sekitar 218 developer yang menyajikan lebih dari 400 proyek perumahan, dari rumah subsidi, menengah maupun mewah dengan harga mulai Rp 65 juta hingga miliaran rupiah, dan didominasi oleh proyek-proyek perumahan yang tersebar di Jabodetabek. Ini bukti komitmen dan konsistensi Bank BTN dalam mewujud kan pembiayaan perumahan. Pameran ini hanya diikuti oleh satu bank (BTN) dengan banyak pengembang kata Maryono, Direktur Utama BTN. Menurut Maryono, yang baru diangkat 28 Desember 2012, kebutuhan rumah di Indonesia rata-rata sekitar 800 ribu unit, tapi yang bisa direalisasi baru sekitar 400 ribu unit. Ini menunjukkan potensi pasar perumahan masih besar. Secara kumulatif sejak tahun 1974 Bank BTN telah
apat Kerja dan Tasyakuran dalam rangka per ingatan ulang tahun kedua Lembaga Pengkajian Pengembangan Perumahan dan Perkotaan Indo nesia (LP P3I) atau dikenal sebagai the HUD Institute di laksanakan pada tanggal 14 Januari 2013 secara sederhana di Wisma PKBI Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Turut hadir para anggota Dewan Pembina yaitu Yusuf Asyari (Menpera 2004-2009), Teguh Satria (Ketua Umum DPP REI 2007-2010), para pengurus, termasuk wartawan. Peringatan dimulai pagi harinya dengan rapat terbatas anggota mendengarkan Laporan Pengurus dan tanggapan Dewan Pembina. Pada kesempatan tersebut, Zulfi Syarif Koto selaku Ketua Umum menyampaikan Laporan Tahunan, yang pada intinya dapat diterima oleh Dewan Pembina yang diwakili oleh Yusuf Asyari. Ke depannya LP P3I akan mulai memantapkan fokus kegiatan dan melebarkan jejaring ke daerah. Dengan demikian diharapkan isu perumahan menjadi lebih dipa hami oleh pengambil keputusan baik di tingkat pemerin tah pusat maupun daerah jelas Zulfi.
Pada sesi siangnya, dilanjutkan dengan pernyataan Pers Tahunan LP P3I /the HUD Institute dengan topik Evaluasi Pembangunan Perumahan Rakyat Tahun 2012 dan Rekomendasi Tahun 2013, yang pada intinya me nyoroti berbagai isu perumahan yang mengemuka dan perlu mendapat perhatian para pemangku kepentingan. Pernyataan Pers selengkapnya dapat diakses http://www. scribd.com/doc/120289940/Evaluasi-Pembangunan-Pe rumahan-Rakyat-Tahun-2012-dan-Rekomendasi-Tahun2013 (OM).
sumber foto: LP P3I/the HUD Institute
79
80
Liputan
emasuki usia yang tidak muda lagi, yakni 41 tahun, REI telah berperan penting dalam memajukan dunia properti Indonesia. Ke depan, diharapkan peran REI makin berkibar dengan proaktif me nyelesaikan sejumlah masalah di industri properti. Usia ke-41 bukanlah usia yang muda lagi bagi sebuah organisasi yang telah menorehkan berbagai prestasi di dunia properti Indonesia. Keberadaan REI sebagai organisasi perusahaan wadah pengembang bersama seluruh anggotanya yang telah 41 tahun berkiprah berperan di dalam sebuah perjalanan panjang penuh tantangan menempuh arah tujuan turut serta mengemban amanah berkontribusi kepada Negara dan Bangsa Indonesia demi memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman serta menggerakkan pertum buhan ekonomi nasional melalui berbagai jenis pembangunan properti. Sebagai mitra kerja Pemerintah dan ber sinergi dengan semua pemangku kepentingan, perbank an, industri pendukungnya, serta instansi terkait, diharapkan REI semakin mampu Berkarya Mem bangun Negeri mendukung program penyediaan perumahan dan permukiman yang seimbang dan berkelanjutan dalam memenuhi kebutuh an rumah bagi seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Melewati masa waktu dengan berbagai ke ada an dan perubahan menjadikan REI semakin dewasa, me ning katkan perannya menjadi mitra kerja strategis peme rintah dan men jalin kerjasama konstruktif dengan pemangku kepentingan dan berbagai lembaga, memberikan parameter positif bagi dunia usaha dan iklim investasi sehingga mampu melakukan perannya sebagai organisasi perusahaan yang memberikan manfaat bagi para anggotanya dan mendorong pertumbuh an industri properti dalam membangun negeri. Kondisi ini tentunya tidak serta merta terwujud tanpa adanya prakarsa awal dan konsistensi sosok figur para pendi ri yang mendeklarasikan pembentukan REI oleh Ir. Ciputra pada tanggal 11 Februari 1972, dan semangat para mantan Ketua Umum REI, Alm. Ir. Eric Samola, Soekarjo W, Ir. Siswono Yudo Husodo, Alm. Ferri Soneville, MS Hidayat,
Drs. Enggartiasto Lukito, Ir. Edwin Kawilarang, Ir. Agus man Efendi, Ir. Yan Mogi, Ir. Lukman Purnomosidi, Ir. FX Teguh Satria, hingga periode ini yang di nakhodai Ir. Setyo Maharso masih membingkai pigura REI mencapai tujuan menjadi organisasi yang semakin maju berperan memberi kan kontribusinya bagi seluruh anak negeri. Momentum HUT REI ke 41 sangat penting bagi organisasi untuk sejenak merenung dan menengok kebela kang mengevaluasi tapak tilas sejarah perjalanannya dengan senantiasa merajut kebersamaan membangkitkan semangat daya juang dalam menghadapi tantangan dan peluang guna menapak hari esok yang lebih baik dan bermakna. Puncak Perayaan HUT REI Puncak Peringatan HUT REI 41 tahun 2013 telah berlangsung di Padang, Sumatera Barat. Sedikitnya 700 orang tamu undangan dari seluruh Indonesia hadir selama 13-15 Maret 2013 lalu. Seperti tradisi REI dalam merayakan HUT-nya setiap tahun, maka perayaan kali ini juga diisi dengan kunjungan ke berbagai lokasi wisata, selain dijamu oleh penguasa negeri, seperti Gubernur, Bupati dan Walikota. Malam Selamat Datang dilakukan di ke diaman dinas Gubernur Sumatera Barat. Disana hadir para sesepuh REI, Bupati/Walikota se Sumatera Barat dan pejabat instansi terkait. Selain kegiatan temu ramah dan presentasi peluang investasi daerah, para tamu undangan juga dijamu dengan berbagai pertunjukan kesenian daerah. Esoknya, pada hari pertama HUT, peserta mengunjungi objek wisata Istano Basa Pagaruyung. Di sana selain me nikmati berbagai hiburan tradisional, Bupati Tanah Datar juga menghidangkan makanan tradisional Minangkabau dengan tradisi Makan Bajamba. Tidak semua tamu bisa menikmati makan bajamba di Istana Basa ini. REI adalah salah satunya yang menu rut kami harus merasakan bagaimana masyarakat Minang menjalankan tradisinya. Dan kedatangan 600 orang REI secara serentak di Istana Basa hari ini menurut kami sangat
81
Liputan
istimewa.Kami mengundang investor untuk melihat secara langsung potensi negeri kami, harap Hendri Arnis, Wakil Bupati Tanah Datar dalam sambutannya. Selesai menikmati beragam sajian khas minang, rom bong an kemudian melanjutkan perjalanannya ke Bukit tinggi. Di Jam Gadang dan Pasar Atas, Bukittinggi, rom bongan selanjutnya menikmati berbagai acara wisata dan belanja kuliner. Malamnya, dilanjutkan ke Padang Panjang, menikmati sate Mak Syukur, untuk selanjutnya beristirahat di kota Padang. Keesokan harinya rombongan menuju Pantai Air Manis Padang. Selain melakukan kegiatan wisata juga bakti sosial ke berbagai panti asuhan serta menyerahkan bantuan perbaik an sarana infrastruktur. Siangnya dilanjutkan dengan wisata keliling kota dan membantu program perbaikan ling kungan permukiman kumuh yang ada di kota Padang. Peresmian 100.000 Unit RST Yang istimewa dalam HUT REI ke 41 tahun ini adalah puncak perayaan HUT REI juga dibarengi dengan kegiatan Peresmian 100.000 unit Rumah Sejahtera Tapak (RST) yang dibangun oleh anggota REI di seluruh Indonesia. Ini peresmian RST yang keempat. Tahun 2010 REI meresmi kan 100 ribu unit RST di Lamongan, Jawa Timur. Tahun 2008 sebanyak 100 ribu unit di Jonggol, Jawa Barat dan tahun 2007 juga 100 ribu unit di Semarang. Kali ini peresmian dilakukan di Perumahan Nuansa Griya Arosuka kabupaten Solok, Sumatera Barat oleh Ketua DPD RI, Irman Gusman. Hadir pada kegiatan peresmian tersebut adalah Menteri Perindustrian, para Bupati/walikota dan wakil Gubenur Sumatera Barat Pada kesempatan tersebut, Ketua DPD RI, Irman Gus man berpesan agar para kepala daerah di seluruh Indonesia mendukung percepatan pengembangan perumahan sejenis bekerja sama dengan anggota REI dan instansi lainnya yang juga berkewajiban menyediakan perumahan untuk masyarakat. Pemerintah, baik pusat maupun daerah harus memiliki komitmen dan kesungguhan untuk terus membangun peru mahan rakyat, utamanya untuk golongan menengah ke bawah.
sumber foto: REI
Gubernur, Bupati, dan walikota yang bagus adalah yang bisa menjadi contoh dalam upaya memfasilitasi dan mem berikan kemudahan agar pembangunan perumahan rakyat berjalan dengan baik di daerahnya masing-masing berupa infrastruktur, kemudahan perizinan dan bantuan lain, kata Irman. Apalagi, dia menambahkan, PP Nomor 38 Tahun 2007 mengatur kewajiban bagi pemerintah daerah untuk juga melakukan pembangunan perumahan rakyat, terutama untuk golongan menengah ke bawah. Harapan Sejumlah Daerah REI sebagai sebuah organisasi yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan sektor properti di Indonesia diharap kan berperan lebih aktif lagi memasuki usia ke-41. Menurut Erlangga Satriagung, Ketua DPD REI Jatim, ke depan REI tidak hanya menunggu kebijakan yang dikeluarkan pemerin tah, tapi harus lebih aktif memberikan kerangka konstruktif untuk kemajuan dunia properti Indonesia. REI dalam usia yang ke-41 tahun ini, kita mengharap kan bahwa REI ini tidak hanya menunggu kebijakan peme rintah, tapi REI harus mampu memberikan konsep-konsep yang strategis kepada pemerintah untuk dijadikan kebijakan. Karena kalau hanya menunggu akan bersifat reaktif. Ke de pan kita harus lebih aktif sebagai suatu tim agar pemerintah mengeluarkan kebijakan di sektor properti ini. Kemudian setelah memberikan kerangka konstruktif kita meng awalnya supaya menjadi kebijakan, jelasnya. Erlangga berharap sektor pro perti dimasukkan ke dalam kelompok sektor strategis terkait dengan pembangunan ekonomi nasional karena mengingat sektor ikutannya yang banyak sekali. Menurutnya industri properti diyakini dapat memberikan pengaruh kepada sektor lain. Belum lagi dampak setelah pembangunan dilaksanakan pasti kawasan itu akan menjadi kawasan pertumbuhan ekonomi baru. Yang sekarang, sektor properti belum dimasukkan da lam kelompok itu. Harusnya oleh pemerintah dimasukkan dalam kelompok sektor strategis sehingga saya yakin kalau itu masuk dalam kelompok sektor strategis maka kebijakankebijakan pemerintah akan menjadi diperhatikan karena masuk ke dalam kerangka pembangunan ekonomi nasional, ucap Erlangga.
82
walnya seperti peresmian 100.000 unit RST yang dibangun anggota REI pada tahun sebelumnya, dilakukan Presiden RI. Namun tahun ini presiden tidak bisa hadir karena tidak turunnya rekomendasi dari kementerian teknis, dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat. Padahal pemilihan lokasi tersebut menurut Setyo berdasarkan saran dan permintaan Presiden secara lisan, sewaktu membuka Rakernas REI 2012 lalu yang berjanji akan datang kembali meresmikan perumahan sederhana yang sudah dibangun oleh pengembang REI dan meminta lokasi peresmian RST, sebaiknya di luar wilayah pulau Jawa. Setyo Maharso, mengungkapkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sedianya meresmikan perumahan tersebut, akhirnya batal hadir akibat tidak adanya rekomendasi dari Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz. Menurut Maharso, Menpera menilai perumahan tersebut tidak layak. Cuma tidak layaknya apa, tidak dijelaskan Menpera. Padahal Deputi Pembiayaan Kemenpera sudah melihat langsung dan mengatakan sudah layak karena harga jualnya Rp 75 juta per unit, sesuai aturan KPR FLPP, memiliki saluran air bersih, jalan yang layak, bangunan sesuai spesifikasi, karena seluruh rumah sudah terbangun dan menggunakan KPR FLPP. REI juga sudah mendapatkan rekomendasi dari BTN serta gubernur, terang Maharso.
83
Liputan
Sukseskan
Memperingati 6 Tahun Program 1.000 Tower
Liputan
Edisi 3 - Maret 2013
hadir selain dari Indonesia, juga hadir nara sumber dari Australia, Taiwan, Singapura, Jepang dan Malaysia. Sementara I Gede Ardika, selaku Ketua Indonesian emangat menyerasikan pembangunan perkotaan dan Heritage yang pernah menjabat sebagai Menteri Pariwisata, perlindungan warisan budaya mewarnai 16th FIAB dalam paparannya menekankan bahwa saat ini masyarakat CI Asia Pcific Regional Secretariat Summit yang ber kita tengah dalam kebingungan besar. Masyarakat kita tema Cultural Heritage and Urban Develompent in Har seolah kehilangan kecintaannya pada berbagai kearifan dan identitas lokal. Terbukti dari nama-nama konstruksi, mony di Bandung tanggal 23-24 Maret 2013. Pada kesempatan tersebut Ketua Umum Persatuan gedung dan berbagai fasilitas lainnya menggunakan nama Perusahaan Realestate Indonesia (REI), Setyo Maharso, dana istilah asing. Untuk itu, Ardika menyambut baik per menekankan pentingnya pertemuan ini bagi Indonesia de temuan ini sebagai langkah mengembalikan kebanggaan ngan mempertimbangkan banyaknya potensi yang dimi kita semua terhadap warisan budaya bangsa sendiri. Ditam bahkannya pula, Indonesia dapat kehilangan keunikannya liki tetapi belum dimanfaatkan dengan baik. Kota-kota di Indonesia memiliki banyak warisan pe yang berdampak pada berkurangnya daya tarik Indonesia ninggalan arsitektur bernilai tinggi. Namun, hampir se sebagai tujuan wisata. Untuk itu, pers memegang peranan mua warisan budaya itu tidak bisa dikelola secara optimal penting dalam mengomunikasikan pesan pelestarian wa demi kepentingan wisata budaya dan penggalian potensi risan budaya bangsa ini. Saat ini, di Asia Pasifik, Penang, ekonomi bagi masyarakat, ujar Singapura dan Shanghai meru Ketua Umum Persatuan Perusa haan Real Estate Indonesia (REI) FIABCI adalah akronim bahasa Perancis Federation pakan contoh kota yang berhasil Internationale des Administrateurs de Bien-Conselis melakukan pengembangan kawasan Setyo Maharso. Sementara Presiden FIABCI Immobiliers, yang artinya Federasi Realestat Interna- warisan budaya secara harmoni dan Asia Pasific, Teguh Satria, yang sional (International Real Estate Federation). FIABCI berimbang Pesan yang disampaikan oleh juga Ketua Umum DPP REI pe merupakan asosiasi nir laba dan sebuah federasi dari 120 organisasi real estate profesional yang mewakili riode 2007-2010 ini, mengung 1,5 juta tenaga profesional dan 3.300 praktisi pro Ardika disambut baik oleh Ketua Umum DPP REI, Setyo Maharso, kapkan pertemuan ini untuk perti individual. menyamakan persepsi terkait Tujuan pembentukan FIABCI adalah membantu dan Presiden FIABCI Asia Pacific, pengembangan kawasan waris anggotanya meningkatkan pengetahuan, mengem- Teguh Satria. Setyo mengomentari an budaya, yang intinya kami bangkan jejaring, dan mengoptimalkan kesempatan bahwa implementasi ide ini harus dimulai dari pengembang, yang memasilitasi dan mendorong bisnis di seluruh dunia. Indonesia bergabung dengan FIABCI sejak tahun sudah seharusnya mendidik klien. pengembangan kawasan secara 1977, dan merupakan salah satu perwakilan dari 60 Sementara Teguh mengingatkan, harmoni dan berimbang. negara yang terwakili dalam FIABCI. Selain pengemPertemuan yang digagas oleh bang, pemangku kepentingan lainnya juga terlibat pada periode tahun 1992 sampai FIABCI bekerja sama dengan seperti broker properti, perbankan, notaris, konsul- 1995 REI pernah menegaskan re gulasi mengenai penggunaan nama REI ini dihadiri sekitar 150 pe tan dan lainnya. FIABCI memiliki status khusus sebagai Special Indonesia. Penggunaan nama In serta yang berasal dari berbagai elemen seperti arsitek, pejabat Consultative di dalam Konsil Ekonomi dan Sosial donesia terbukti tidak mengurangi pemerintahan, penggerak peles (Economic and Social Council-ECOSOC). Tugas utama nilai ekonomi. Pak Ciputra telah tarian warisan budaya, anggota FIABCI disini adalah mengeluarkan rekomendasi dan membuktikan, Pondok Indah dan saran atas hak properti dan perumahan bagi rakyat Puri Indah dapat laku dengan nama REI serta elemen terkait lainnya. miskin. Sumber: Situs FIABCI Indonesia, tambahnya. (OM) Sementara nara sumber yang
Sekilas FIABCI
85
Alamat: Suite E 12-12 Wisma Sunrise, Plaza No. 2 Jalan Kiara, Mont Kiara Kuala Lumpur 50480 Email: info@fiabci-asiapacific Situs: www.fiabci-asiapacific.com
Teguh Satria
ANCOL MANSION
86
Liputan
Edisi 3 - Maret 2013
Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Imam Ernawi, Kepala Badan Pe ngendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Ja karta Muhammad Tauhid dan Ketua Gerakan Ciliwung Bersih Erna Wi toelar. Acara dihadiri oleh masyarakat Komunitas Ciliwung, Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan dan 7 Organisasi Perempuan. Pada kesempatan ini, juga diresmikan polisi Ciliwung, yang beranggotakan masyarakat Ci liwung dengan tugas mengawasi dan mencegah kegiatan yang merusak sungai Ciliwung. Acara ini tidak terlepas dari kerja keras komunitas Ciliwung di Cikoko yaitu Masyarakat Peduli Ciliwung (Mat Peci) yang dinakhodai oleh Usman. Tempat ini terpilih kare na Mat Peci yang diprakarsai oleh Kelompok Tani mengembangkan pertanian perkotaan beserta kegiatan daur ulang sampah organik menjadi kompos dan sampah anorganik men jadi barang daur ulang yang memi liki nilai tambah untuk membantu perekonomian mereka, yang telah menjadi salah satu praktek unggulan (best practice) di Indonesia. Lokasi acara menjadi salah satu daerah kunjungan Kementerian
sumber foto: DML
Lingkungan Hidup Korea Selatan saat berkunjung ke Indonesia. Di lahan seluas 1.500 m di bantaran sungai Ciliwung yang terabaikan, sejak tahun 2012 telah ditanami ber bagai macam tanaman langka Jakarta, sayur mayur dan tanaman buahbuahan. Walaupun kemudian pada Januari 2013 dihantam oleh debit air Ciliwung yang tinggi. Semangat Masyarakat Peduli Ciliwung di Cikoko yang kembali beraktivitas memperbaiki lahan pertanian perkotaan yang mereka kembangkan telah memperoleh perhatian dari berbagai pihak, baik pemerintah dan dunia usaha untuk membantu usaha restorasi lahan pertanian perkotaan dan kegiatan pengolahan sampah mereka. Kini program penanaman berbagai jenis bambu, sayur mayur, buah-buahan dan tanaman langka Jakarta akan dilaksanakan pada bantaran Ciliwung di daerah Cikoko, Pancoran, sepanjang + 2 km. Masyarakat di bantaran Ciliwung sering dianggap sebagai sumber masalah daripada sebagai solusi. Mereka terpaksa hidup di bantaran Ciliwung dan sering terjangkit penyakit akibat air Ciliwung yang tercemar, meskipun sumber pence maran juga berasal dari masyarakat yang tinggal jauh dari Ciliwung melalui kontribusi sampah mereka. Melalui Masyarakat Peduli Ciliwung di Cikoko dan komunitas peduli Ciliwung lainnya yang berjumlah 25 komunitas di hulu hingga hilir Ciliwung, maka kini komunitas Ciliwung telah menjadi solusi untuk lingkungannya (Miya-DML).
87
Liputan
EI Khusus Batam baru saja (18 April 2013), menyeleng garakan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) yang dilaksanakan dengan tema Bersama Kita Menyelesaikan Permasalahan Pengembang untuk Pembangunan Pro perti Berkualitas di Batam. Rakerda dipersiapkan seba gai ajang konsultasi antara pengem bang de ngan pemerintah baik pusat maupun daerah. Pada rapat kerja tersebut turut hadir Ketua Umum DPP REI, wakil dari Kementerian Perumahan Rakyat, dan Kementerian Dalam Negeri yang berkesempatan menyampaikan pokok-pokok pemikiran. Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), yang diwakili oleh Sekretaris Kementerian Perumahan Rakyat, Rildo Ananda Anwar, me negaskan pemerintah akan me nyiapkan lahan untuk membantu pembangunan perumahan, terutama yang berpenghasilan rendah. Selain itu, diingatkan juga tentang penting nya pertumbuhan industri properti dalam menggerakkan bidang usaha lain. Hasil penelitian menyebutkan bahwa setiap kehadiran pengembang akan menggerakkan 140 bidang usaha, papar Rildo. Pada kesem patan yang sama, Direktur Jenderal
Bina Pembangunan Daerah, yang diwakili oleh Direktur Perkotaan, mengingatkan perlunya sinkronisasi pembangunan perkotaan. Wakil Gubernur Kepulauan Riau, Soerya Respationo, menyoroti kendala perijinan sebagai akibat tidak adanya koordinasi yang baik antara Badan Pengusahaan Kawasan Batam dan pemerintah kota Batam yang berujung benturan kewenangan perijinan pengelolaan lahan. Ketua UmumDPP REI, Setyo Maharso, menekankan prospek pertumbuhan Batam sebagai Free Trade Zone (FTZ) perlu diantisipasi oleh pemerintah dengan mempermu dah pengurusan izin pembangunan properti yang diperlukan. Untuk itu, pemerintah diharapkan dapat mempermudah perizinan, harapnya. Dari sisi pengembang, diharapkan pemerintah segera turun tangan membantu menyelesaikan status hutan lindung. Banyak ditemui lahan yang telah dibangun oleh pengembang dan telah bersertifikat, ternyata lokasinya merupakan kawasan hutan lindung. Banyak pengembang di Batam yang menghadapi ketidakpastian hukum lahan setelah lahan-lahan dialokasikan, ujar Djaja Roeslim,
Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Khusus Batam.Bahkan, beberapa perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) ternyata dibangun di sejumlah kawasan hutan lindung seperti Mukakuning. Selain itu, kendala proses perijinan IMB yang baru ternyata menjadikan biaya IMB membengkak. Sekarang malah ada izin Amdal Lalin yang biayanya lebih besar dari pada mengurus IMB-nya, sambung Djaja. Tak kalah pentingnya adalah keberadaan peraturan yang tidak sinkron. Yang kami alami di Batam, kami memiliki dua intitusi pemerintahan yaitu BP Batam dan Pemko Batam yang sering kali kita alami peraturannya tidak sinkron, kata dia. REI Khusus Batam juga meng usulkan agar pemerintah segera menangani kawasan rumah liar atau rumah illegal melalui penyediaan rusunawa atau rusunami. Dengan catatan, dibangun pada lokasi yang dekat dengan sentra industri. Selain itu, usai Rakerda diseleng garakan BTN REI Ekspo di Mega Mall Batam Centre yang rutin diselenggarakan setiap Rakerda REI Batam (OM, dari berbagai sumber).
88
Agenda
Hari Air Dunia 2013 di Indonesia
ari Air Sedunia diperingati setiap tanggal 22 Maret sebagai wadah untuk menyatukan fokus perhatian dunia kepada peran penting tersedianya air (minum) dan mengupayakan tata kelola sumber daya air yang berkelanjutan. Hari Air Sedunia dicetuskan untuk pertama kali pada saat Nations Conference on Environment and Development (UNCED) dan di umumkan pada Sidang Umum PBB ke 47 tanggal 22 Desember 1992 di Rio de Janeiro, Brasil. Tiap tahun peringatan hari air dunia mempunyai tema yang berbeda, pada tahun 2013 ini Hari Air seDunia XXI, biasa disingkat HAD, mempunyai temaWater Cooperation. Tema Wa ter Cooperation ditujukan untuk meningkatkan kesadaran bekerja sama dalam menghadapi tantangan dalam pengelolaan air berupa peningkatan akses, alokasi serta pelayanan atas air. Biasanya per ingatan HAD dilakukan oleh berbagai pihak sesuai dengan temanya. Pemerintah sendiri baru akan mengadakan peringatan puncak HAD pada bulan Mei 2013. Salah satu kegiatan pe rayaan HAD yang cukup besar di Jakarta dilakukan secara bersamasama oleh sekitar 17 foto: GBC/DML institusi baik peme rintah, swasta, maupun LSM selama tiga hari pada tanggal 18, 21 dan 22 Maret 2013. Acara puncaknya dilaksanakan di sekretariat Gerakan Ciliwung Bersih (GCB), yang dikoordinasikan oleh GCB bekerja sama dengan kelompok kerja Indonesia Water Mandate yang merupakan forum dukungan Indonesia Global Compact Network (IGCN) dan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Peringatan ini juga didukung oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup, Asia Pulp & Paper (APP), PAM JAYA, PALYJA, Aetra, Nestl Indonesia, Unilever, Express Group, SmartFM, Green Radio, Martina Berto, Coca-Cola Amatil Indonesia, Danone Aqua, Palang Merah Indonesia, PPM Manajemen. Rangkaian peringatan hari air sedunia tersebut dimulai dengan dialog yang bertema Tantangan dan Solusi Permasalahan Air untuk Agenda Pasca 2015 pada tanggal 18 Maret 2013. Dilanjutkan pada tanggal 21 Maret2013 dengan pameran edukasi air, kunjung an ke instalasi air bersih Palyja untuk anak-anak dan ibu-ibu yang bertujuan agar mereka mengetahui bagaimana proses penjernihan air, sehingga mereka bisa menghargai air yang diperoleh. Diadakan juga pelatihan kesiapsiagaan banjir untuk ibu-ibu, anak-anak dan masyarakat. Selain itu, ada rangkaian aktivitas permainan bertema-
kan air untuk anak-anak, pertunjukan musik bertema lingkungan, dan dialog antarkomunitas peduli sungai dari Jakarta, Surabaya, Jogjakarta, Bandung, Bogor, Depok. Pada acara dialog tersebut, sesama komunitas yang peduli sungai saling belajar dan berbagi pengalaman dari apa saja yang sudah mereka lakukan terhadap sungai dan outputnya untuk pemeliharaan sungai. Komunitas peduli sungai Berantas merupa kan salah satu komunitas yang berhasil dalam memperbaiki kualitas air sungai dan mengumpulkan jenis flora fauna di sungai Berantas. Hal ini disebabkan karena Ecoton sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang bekerja penuh di sungai ini mampu memadukan kegiatan antarkomunitas sungai Brantas dari hulu sampai hilir. Bersamaan dengan peringatan hari air sedunia pada tanggal 22 Maret2013, Forum Air Jakarta (FAJ) mendeklarasikan dirinya dengan motto Bersama untuk Keterjaminan Air. Pembentukan FAJ bertujuan menyediakan forum diskusi, wadah bekerja sama bagi semua pemangku kepentingan, untuk mencari solusi bagi ketersediaan sumber air minum yang berkelanjutan. Anggota FAJ sebagian besar merupakan penyelenggara acara Hari Air Dunia 2013 ini, yaitu PAM Jaya, PALYJA, Aetra, Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta, Tim Koordinasi Pengelolaan SDA, Dewan SDA DKI Jakarta, Bappeda DKI, Forkami, Komunitas Ciliwung, Perum Jasa Tirta II, Perpamsi, KPAM DKI Jakarta, Dana Mitra Lingkungan, dan beberapa individu pemerhati masalah air minum di Jakarta. Pembentukan FAJ difasilitasi oleh Jejaring AMPL (Air Minum dan Penyehatan Lingkungan). Salah satu komitmen menarik dinyatakan oleh Indonesia Global Compact Network (IGCN) yang menargetkan tersedianya tambahan lubang resapan biopori sebanyak 10.000 lubang di Jakarta dalam setahun ke depan. Pada tanggal 22 Maret 2013 yang merupakan puncak peringatan hari air sedunia ini diadakan Dialog Multi-stakeholder bertema Solusi Air Berbasis Masyarakat. Peserta berasal dari pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, komunitas ciliwung, komunitassungai Brantas, komunitas sungai Gajahwong dan LSM yang peduli terhadap sungai Ciliwung. Dialog tersebut bertujuan untuk berbagi informasi kebijakan pemerintah serta pengalaman yang telah dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan. Pada kesempatan HAD juga diserahkan bantuan dari hasil penggalangan dana GCB berupa beberapa mesin pencacah plastik, alat pembuat lubang biopori foto: GBC/DML dan alat pembuat gas berbahan baku kompos kepada beberapa komunitas sepanjang sungai Ciliwung (Miya GCB/ DML).
89
Agenda
amis siang tanggal 21 Februari lalu, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Rawasari, Jakarta Pusat menjadi pusat peringatan Hari Peduli Sampah Nasional. TPST Rawa sari pada hari itu dipenuhi oleh para pelaku, praktisi dan pemerhati pengelolaan sampah padat. Tepat tujuh tahun yang lalu, 69 rumah penduduk ambruk diterjang longsor ratusan kubik sampah TPA Leuwigajah. Sebanyak 157 nyawa menjadi korban tragedi pengelolaan sampah terbesar sepanjang sejarah di Indonesia, dua kampung terhapus dari peta karena tergulung longsoran sampah. Inilah musibah yang barangkali tercatat pertama kali dalam sejarah peradaban manusia, ratusan nyawa melayang gara-gara tertimbun sampah, Wakil Ketua Umum InSWA Mohammad Helmy mengawali uraiannya mengingatkan setiap orang yang hadir untuk menoleh kembali kepada kejadian di TPA terbesar di Provinsi Jawa Barat itu. Jarak kampung yang terkena longsoran sampah lebih kurang 1,5 Km dari TPA Leuwigajah, tambah Mohammad Helmy. Bayangkan betapa tingginya gunungan sampah tersebut hingga mampu menimbun dua kampung yang jaraknya cukup terbilang jauh dari TPA. Inilah cermin pengelolaan sampah yang umum dipraktikkan di negara berpenduduk 250 juta jiwa ini. Padahal sistem pembuang an sampah open dumping ini merupakan sistem paling primitif dalam terminologi pengelolaan sampah kota di manapun di dunia. Pengelolaan sampah kota belum menjadi program strategis peme rintah daerah. Sebagai gambaran betapa minimnya alokasi angga r an untuk pengelolaan sampah kota, seperti disebutkan Mohammad Helmy, adalah yang terjadi di salah kota di Kalimantan. Dengan produksi sampah 300 ton per hari, pemerintah daerah tersebut hanya mengalokasikan biaya operasionalnya Rp. 200 juta per tahun. Sungguh dana yang tidak layak untuk pengelolaan sampah di sebuah kota, ujar Helmy prihatin. Perilaku Tidak Tertib dan Kendala Lahan Selain miskin dukungan pendanaan pengelolaan sampah, perilaku dan mental masyarakat yang miskin kesadaran membuang sampah dengan tertib juga cukup memusingkan. Pemerintah Jakarta Pusat, contohnya, telah menempatkan tong-tong sampah yang dirasa sangat cukup. Tapi tetap saja, masyarakat seakan tidak peduli dengan sampahnya. Contoh nyata bisa dilihat di kawasan Monas yang sampahnya masih terlihat berserakan, padahal jelas-jelas tong
sampah telah disediakan lebih dari cukup di sana. Pemerintah Kota Jakarta Pusat yang diwakili sekretarisnya Bambang Musyawardana mengatakan, pemerintah memerlukan dukungan dalam mencari solusi yang tepat mengenai pendekatan dan strategi apa yang sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat. Selain hal itu, kendala yang saat ini di hadapi Jakarta Pusat adalah kekurangan lahan dalam mengimplementasikan Bank Sampah. Kami berharap pihak swasta bisa membantu program ini dari segi desain penempatan Bank Sampah agar tidak memerlukan lahan yang luas untuk pembangunannya, ujar Bambang Musyawardana. Kepala Bidang Peran Serta Masyarakat dan Kebersihan Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta Ajang P. Pinem mengatakan, pe ngelolaan sampah di tingkat masyarakat saat ini tergantung sekali pada seorang tokoh masyarakat yang peduli terhadap lingkungan sekaligus bisa menggerakkan masyarakatnya. Untuk pengelolaan skala komunal, TPST Rawasari menjadi percontohan, namun belum ada dua TPST yang seperti ini. Pemerintah Provinsi DKI sendiri, untuk perbaikan semua aspek pengelolaan sampah, menurutnya, telah melakukan beberapa langkah maju. Seperti dikatakan Ajang P Pinem, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini sedang membuat Perda tentang Pengelolaan Sampah. Seperti diamanatkan UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun juga tanggung jawab masyarakat, pelaku industri serta pengelola kawasan, kata Ajang menjelaskan. Apalagi dari sampah yang dihasilkan, tambahnya, komposisi terbesar berasal dari rumah tangga yakni 53%, diikuti industri sebanyak 47%. Menurut Ajang lagi, Perda pengelolaan sampah bertujuan agar pengelola kawasan seperti apartemen, mal, hotel, rumah sakit, pabrik-pabrik dan sebagainya harus bisa mengelola sampahnya sendiri hingga tuntas. Pengelola kawasan juga harus menyediakan sarana untuk pemilahan sampah dari sumber dan juga membuat program Bank Sampah di kawasannya. Dalam surat perjanjian pembangunan gedung untuk izin penggunaan bangunan juga tertulis kewajiban seperti itu. Surat Ijin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) mewajibkan setiap pengguna tanah memiliki Instalasi Pe ng olahan Air Limbah (IPAL), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), serta menyediakan sarana pengelolaan sampah. Dengan begitu nantinya akan mengurangi volume sampah yang di buang ke TPA, papar Ajang mengakhiri (InSWA).
90
Serba Serbi
Edisi 3 - Maret 2013
Di perkotaan, permukaan basah seperti kolam dan sungai berfungsi mengurangi gejala Urban Heat Island (UHI) akibat permukaan penyerap panas seperti aspal dan beton (termasuk atap dan dinding bangunan). Kolam dan sungai membantu mengurangi gejala UHI melalui proses pendinginan evaporatif (evaporative cooling). Dengan demikian, selain memperluas permukaan hijau, kota juga perlu memperluas permukaan basah dan membiarkan permukaan basah yang secara alami sudah ada (seperti sungai) tetap terbuka. Sungai adalah tempat tumbuh dan berkembang biota sungai yang juga menjadi bagian biodiversitas kota yang saat ini menjadi isu penting pada perencanaan dan perancangan kota berkelanjutan. Biota sungai tersebut memerlukan cahaya matahari. Sungai yang ditutupi akan mengganggu kehidupan biota tersebut. Phytoplankton akan mati karena tidak memperoleh cahaya matahari cukup yang berakibat turunnya oksigen terlarut. Memang untuk skala kecil penutupan itu dapat ditolerir, tetapi pembangunan satu bangunan yang melintang sungai akan memberi preseden bagi bangunan lain yang kemudian akan menutupi sungai. Sungai memiliki fungsi sebagai wind path (lorong angin) yang akan membantu pergerakan angin di kota, terutama kota padat. Atmospheric boundary layer (lapisan batas atmosfir) di kota cukup tinggi karena padatnya bangunan. Pergerakan angin terhalang oleh bangunan. Lajur sungai menjadi kesempatan bagi angin untuk bergerak bebas dan mengembangkan kecepatan. Ini diperlukan dalam ventilasi kota. Membuat bangunan melintang sungai akan mengganggu fungsi tersebut. Sungai yang curam bahkan bisa menjadi urban canyon alami. Secara alami, sungai menjadi penghias kota yang unik. Orang suka melihat pemandangan dari atas jembatan karena salah satunya adalah efek indah kemenerusan aliran sungai. Pemandangan alami tersebut tidak dapat digantikan oleh kemenerusan jalan raya, misalnya. Di atas sungai orang bisa mendapatkan pelepasan pandangan yang biasanya sesak (sumpek) oleh bangunan. Jembatan yang melintang sungai dapat menjadi ornamen kota yang indah tetapi bangunan hunian yang melintang sungai akan sangat mengganggu. Bangunan hunian melintang sungai dalam skala besar dihindari di seluruh dunia walau secara teknologi, biaya, dan desain dapat diwujudkan. Itu menjadi pesan yang jelas bahwa membuat bangunan hunian melintang di atas sungai tidak dapat diterima akal sehat; semacam kesepakatan tak tertulis yang ada di pikiran bawah sadar manusia (Budi Prayitno).
91
Info Buku
uku ini pada dasarnya mengungkapkan fenomena tingkat urbanisasi yang demikian tinggi di kota-kota Asia yang berdampak negatif terhadap kondisi lingkungan perkotaan. Khususnya, terfokus pada (i) masalah lingkungan yang dihadapi kota Asia sebagai dampak urbanisasi; (ii) implikasi masalah lingkungan tersebut terhadap lingkungan global; (iii) upaya yang perlu dilakukan dalam menanganinya, baik di tingkat kota Asia maupun global. Materi buku ini secara garis besar terbagi dalam 10 (sepuluh) bab yang membahas (i) teknologi dan pengembangan tata ruang sebagai katalisator pengembangan kota hijau. Pada bagian ini diperkenalkan beberapa upaya baik melalui teknologi dan pengaturan tata ruang yang dapat mengurangi penggunaan energi; (ii) konsep-konsep kota hijau seperti green urbanism, atau zero waste city; (iii) pendekatan energi sebagai bagian dari kota hijau, misalnya program konsumsi energi rendah-karbon; (iv) pengembangan sistem transportasi menuju kota hijau; (v) pemanfaatan air secara efisien, seperti pengolahan kembali air limbah, pemanfaatan air hujan; (vi) pengelolaan sampah padat, melalui upaya pengurangan timbulan sampah, dan pengolahan kembali; (vii) sumber pembiayaan kota hijau; (viii) konsep smart cities. Pada intinya, setelah membaca buku ini, pembaca diharapkan dapat memahami bahwa untuk mencapai kondisi kota hijau dibutuhkan upaya mengurangi penggunaan energi, mengurangi polusi udara dan air, melalui pengelolaan proses urbanisasi, bentuk
dan desain kota, kepadatan kota, sistem transportasi dan logistik dengan lebih efisien dan efektif. Kondisi kota-kota di Indonesia dengan tingkat urbanisasi yang sangat tinggi mulai menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Peristiwa kemacetan, banjir, ketidaktersediaan air yang layak, keberadaan sampah yang tidak tertangani, air limbah yang mencemari lingkungan dan seterusnya telah menjadi fenomena biasa di perkotaan Indonesia. Dengan demikian, keberadaan buku ini mungkin bisa menjadi sumber pencerahan bagi para pengambil keputusan, mulai dari eksekutif maupun legislatif, termasuk juga tentunya para konsultan, pemerhati perkotaan, dan pengajar di perguruan tinggi (OM). Judul: Green Cities Editor: Michael Lindfield dan Florian Steinberg Penerbit: Asian Development Bank (ADB), Manila Tahun: 2012 Halaman: xiv, 413
ondisi transportasi khususnya di kota metropolitan dan kota besar telah menjadi prioritas pemerintah kota dimana pun di dunia. Hal ini disebabkan pertumbuhan kota yang demikian cepat melampaui kemampuan pemerintah kota menyediakan transportasi publik yang memadai, sehingga berdampak pada kemacetan, dan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit bagi semua pihak. Namun upaya pemerintah kota menyediakan fasilitas transportasi tidak selamanya berhasil, bahkan tidak sedikit yang gagal. Untuk itu, menjadi menarik untuk mengetahui faktor yang berdampak terhadap keberhasilan maupun menjadi kendala proyek transportasi perkotaan. Laporan ini merupakan hasil penelitian yang diselenggarakan oleh KPMG International untuk menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan proyek transportasi perkotaan, Judul: Success and Failure in Urban Transport Infrastructure Projects Penulis: Stephen Glaister, Roger Allport, Richard Brown, Tony Travers Penerbit: KPMG International Tahun: 2010 Halaman: ii, 22
berikut penjelasan terhadap signifikansi dampak dari masingmasing faktor. Dipertimbangkan terdapat 6 (enam) faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan proyek transportasi perkotaan, yaitu situasi dan gangguan terhadap proyek, kendali politik, peran pemerintah pusat, kefektifan perencanaan, keefektifan proses pelelangan dan pembiayaannya, dan pengelolaan. Untuk mengetahui dampaknya, dilakukan penelitian terhadap 19 buah proyek transportasi perkotaan di 13 lokasi berbeda pada 9 negara. Sebagian terbesar berupa kereta api, sebagian kecil bus dan jalan terowongan bawah tanah. Keberhasilan dinilai dari 3 (tiga) hal, yaitu keuangan, kebijakan dan daya tahan. Hasilnya secara umum menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh adalah keefektifan proses pelelangan dan pembiayaan untuk ketiga jenis ukuran keberhasilan. Berdasar perbandingan terhadap ketiga ukuran keberhasilan, disimpulkan proyek tranportasi perkotaan yang paling berhasil adalah Manchester Metrolink Phase 1, London Docklands Light Railway (DLR), dan Nottingham Express Transit (NET). Sementara proyek yang dipertimbangkan gagal pada ketiga ukuran keberhasilan adalah London Underground Limited Public Private Partnership (LUL PPP). Proyek yang lainnya berada pada kondisi sedang saja. Berkaitan dengan rencana pembangunan Mass Rapid Transport (MRT) di DKI Jakarta, terdapat dua proyek MRT yang menjadi sasaran penelitian, yaitu Manila MRT 2 dan Manila MRT 3. Hasil penelitian menunjukkan Manila MRT 2 tingkat keberhasilannya rendah, sementara Manila MRT 3 relatif lebih baik. Dengan demikian, Pemerintah dan Pemerintah DKI dapat belajar banyak dari hasil penelitian ini (OM).
92
Info Regulasi
Edisi 3 - Maret 2013
Terkait penyusunan dan pelaksanaan MP3EI, terdapat beberapa regulasi penting yang menjadi acuannya. Pada rubrik Regulasi kali ini, beberapa diantara regulasi tersebut disajikan secara ringkas, sebagai berikut.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025
(Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) sebagai koordinator pelaksanaan MP3EI, yang diketuai oleh Presiden dan Ketua Harian ditunjuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Dalam Perpres ini juga disebutkan KP3EI dibantu oleh Tim Kerja, dan KP3EI didukung oleh Sekretariat KP3EI. Secara rinci juga dijelaskan tentang sekretariat KP3EI mencakup kedudukan, pimpinan, penetapan susunan organisasi dan tata kerja, tata cara pengangkatan dan status tenaga profesional (PNS dan non PNS) (OM).
eraturan Presiden (Perpres) ini diluncurkan sebagai dasar pelaksanaan MP3EI. Keberadaan MP3EI merupakan bagian dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dan untuk melengkapi dokumen perencanaan agar perekonomian nasional lebih berdaya saing. Dalam Perpres ditekankan bahwa MP3EI merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai tahun 2025. MP3EI memberi arah yang lebih jelas, strategi yang tepat, fokus dan terukur. Dokumen MP3EI tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Perpres ini. Secara khusus Perpres ini menetapkan beberapa hal utama yaitu (i) MP3EI terdiri dari 4 (empat) bagian meliputi Pendahuluan, Prasyarat dan Strategi MP3EI, Koridor Ekonomi Indonesia, Pelaksanaan, Pemantauan dan Evaluasi MP3EI; (ii) fungsi MP3EI sebagai acuan para menteri dan pimpinan lembaga nonkementerian untuk menetapkan kebijakan sektoral, maupun sebagai acuan penyusunan kebijakan pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota bersangkutan terkait percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia; (iii) MP3EI merupakan acuan bagi badan usaha dalam menetapkan modal di Indonesia; (iv) penetapan KP3EI
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
alah satu kendala terbesar dalam pembangunan khususnya infrastruktur di Indonesia adalah ketersediaan tanah. Terjadi tarik menarik antara pemilik tanah dan pihak pemerintah sebagai pihak yang berkepentingan melaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum. Kepentingan umum dianggap lebih prioritas dibanding kepentingan individu, namun demikian pengadaan tanah harus dilaksanakan dengan
tetap mengedepankan prinsip kemanusiaan, demokratis dan adil. Sementara peraturan perundang-undangan belum dapat menjamin perolehan tanah untuk pelaksanaan pembangunan. Untuk itu, dibutuhkan suatu Undang-Undang tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan berdasarkan asas kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejah teraan, keberlanjutan dan keselarasan. Undang-Undang ini ditetapkan pada tanggal 14 Januari 2012, yang terdiri dari 7 bab dan 61 pasal, berisikan pengaturan terkait pokok-pokok pengadaan tanah, penyelenggaraan pengadaan tanah, sumber dana pengadaan tanah, hak, kewajiban dan peran serta masyarakat (OM).
93
Info Situs
Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI)
www.kp3ei.go.id
itus ini merupakan situs KP3EI, yang sekaligus merupakan situs resmi MP3EI. Situs KP3EI merupakan situs terlengkap tentang MP3EI. Sebagian terbesar isinya menyangkut MP3EI dimulai dari penjelasan ringkas KP3EI, latar belakang, visi misi dan strategi utama MP3EI; regulasi; inisiatif strategis, dan daftar proyek investasi. Walaupun beberapa informasi masih belum tersedia, tetapi sebagai sebuah sumber data dan informasi terkait MP3EI, situs ini sudah cukup memadai. Beberapa informasi tambahan dapat diperoleh dari situs ini melalui E-Library seperti buku MP3EI (edisi Bahasa dan Inggris), dan Jawaban pertanyaan (FAQ) MP3EI; Seputar KP3EI yang mengetengahkan berita kliping; Berita Koridor yang secara khusus mengungkapkan data terkait 6 (enam) koridor. Selain juga terdapat situs khusus Koridor Ekonomi Jawa.
kotatuajakarta.org
itus ini dikelola oleh Unit Pengelola Kawasan Kota Tua yang diberi tugas oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk mengelola kawasan kota tua Jakarta termasuk melaksanakan penyebarluasan informasi. Situs ini sangat menarik khususnya bagi para pencinta kota tua. Tersedia beragam informasi terkait keberadaan kota tua Jakarta, mulai dari petunjuk obyek wisata, sejarah kota tua, dan daftar komunitas terkait kota tua. Bagian paling menarik dari situs ini adalah tersedianya info terkini tentang agenda kegiatan maupun berita terkait kota tua Jakarta. Tersedia juga video kota tua Jakarta dan beragam buku sejarah Batavia. Jika ingin bergabung dengan salah satu komunitas kota tua Jakarta, sisa memilih dari Daftar Komunitas yang ada di laman situs ini. Situs ini juga dilengkapi dengan Rencana Induk Kota Tua Jakarta yang dapat diunduh. Disayangkan bahwa situs ini tidak termutakhirkan lagi setidaknya 6 (enam) bulan terakhir.
www.fiabci.org
www.worldgbc.org
orld Green Building Council sebagai pemilik situs ini menyiapkan dengan baik materi yang ter sedia. Sebagaimana situs sejenis, disini tersedia juga apa dan siapa, agenda dan kegiatan, dan be rita terkait. Termasuk juga kita dapat meng akses situs Green Building Coun cil Regional. Namun hal paling menarik dari situs ini adalah tersedianya layanan resources berupa kumpulan dokumen, bahan presentasi, dan video yang dapat diunduh.
itus ini merupakan situs resmi Federasi Perusahaan Pengembang Dunia yang dikenal dengan singkat an FIABCI yang berasal dari singkatan bahasa Perancis. FIABCI didirikan di Perancis oleh Federasi Nasional Manajer Properti Perancis (CNAB). Melalui situs ini kita juga bisa meng akses situs FIABCI regional. Mengakses situs ini akan sangat membantu kita memahami apa dan sia pa, sejarah, agenda dan kegiatan, dan berita ter kait FIABCI. Selain itu, juga tersedia informasi tentang bea siswa oleh yayasan yang dibentuk FIABCI. Melalui situs ini, kita juga bisa mengakses situs FIABCI regional. Hal yang paling menarik adalah ProxioPro yaitu sebuah layanan pe masaran dan jeja ring global eksklusif bagi profesional pro perti. Ber gabung dengan layanan ini memungkinkan kita dikenal oleh dunia internasional. Layanan ProxioPro menjangkau lebih dari 500.000 agen properti di 100 negara. Layanannya tanpa bayar. Berita terbaru adalah akan diselenggarakannya Kongres FIABCI ke 64 pada tanggal 24-29 Mei 2013 di Taichung, Taiwan. (OM)
94
95