You are on page 1of 21

PENGARUH INTERVAL TRAINING DENGAN ISTIRAHAT AKTIF DAN

ISTIRAHAT PASIF DALAM LARI 100 METER

Drs. Maman Suherman


Guru SMA Negeri 4 Bogor

Lari jarak pendek adalah nomor lari dengan kecepatan penuh sepanjang jarak yang harus
ditempuh yang meliputi lari jarak 100 meter, 200 meter dan 400 meter. Metode latihan yang
digunakan dalam latihan lari jarak pendek adalah metode interval training. Latihan interval
training merupakan bentuk latihan yang diselingi oleh periode istirahat. Periode istirahat ada
dua jenis yaitu istirahat aktif dan istirahat pasif.

Bertitik tolak dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian ekperimen pada
siswa kelas XI.1 SMA Negeri 4 Bogor tentang pengaruh interval training dengan istirahat aktif
dan istirahat pasif dalam lari 100 meter. Pertanyaan penelitian sebagai rumusan masalah
sebagai berikut. “Apakah pengaruh interval training dengan istirahat aktif akan lebih efektif jika
dibandingkan dengan interval training dengan istirahat pasif dalam lari 100 meter pada siswa
kelas XI.1 SMA Negeri 4 Bogor?” Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan studi eksperimen yaitu pendekatan yang dengan sengaja menimbulkan variabel-
variabel dan selanjutnya dikontrol untuk melihat pengaruhnya terhadap hasil belajar.

Perbandingan selisih waktu yang dapat dicapai dari tes pertama, kedua, dan ketiga antara
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol adalah 0,8 : 0,20 : 0,69 atau dengan
perbandingan 8: 20: 69. Perbedaan kecepatan waktu lari tersebut menunjukkan bahwa
prestasi lari kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol. Penjelasan di atas
membuktikan bahwa interval training istirahat aktif lebif efektif daripada interval training
istirahat pasif dalam lari 100 meter pada siswa kelas XI.1 SMA Negeri 4 Bogor.

Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah

Lari jarak pendek merupakan jenis lari yang bergengsi dan paling banyak digemari. Lari jarak
pendek adalah nomor lari dengan kecepatan penuh sepanjang jarak yang harus ditempuh yang
meliputi lari jarak 100 meter, 200 meter dan 400 meter. Prestasi siswa dalam lari jarak pendek
akan dapat meningkat apabila peredaran darah, sistem syaraf, dan sifat-sifat dasar fisik serta
kecepatan, kemudahan gerak, kecekatan, dan ketangkasan meningkat. Upaya untuk
meningkatkan semua itu diperlukan latihan yang terprogram dan sistematis.

Latihan adalah sejumlah rangsangan yang dilaksanakan pada jarak waktu tertentu dengan
tujuan untuk meningkatkan prestasi. Karena itu, latihan tidak hanya menyajikan pengulangan
secara mekanis saja, tetapi proses pengulangan yang dilakukan secara sadar dan terarahkan
sesuai dengan kemampuan siswa. Dengan demikian, maka untuk mencapai prestasi siswa
yang maksimal dalam nomor lari jarak pendek pun dibutuhkan latihan yang cukup dan
penguasaan teknik yang benar.

Untuk mencapai prestasi yang maksimal tersebut para siswa harus memahami fase-fase lari
lari jarak pendek. Jarver (1986:59) menjelaskan bahwa ada empat fase yang mempengaruhi
prestasi lari jarak pendek yaitu (1) fase start yaitu kecepatan reaksi, (2) fase percepatan
positif yang menentukan adalah kekuatan tungkai, (3) fase lari dengan kecepatan maksimal
adalah panjang langkah, frekuensi langkah, teknik dan koordinasi, (4) dan fase daya tahan
kecepatan.

Metode latihan yang digunakan dalam latihan lari jarak pendek diantaranya metode interval
training. Metoede interval training merupakan bentuk latihan yang diselingi oleh periode
istirahat. Periode istirahat ada dua jenis yaitu istirahat aktif dan istirahat pasif. Dalam istirahat
aktif, para siswa diharuskan selalu bergerak dengan melakukan latihan-latihan kecil atau
dengan melakukan gerakan-gerakan untuk mengendorkan otot-otot supaya siap kembali
melakukan latihan yang sebenarnya. Sedangkan dalam istirahat pasif para siswa diminta untuk
tidak melakukan gerakan apapun. Siswa disuruh diam dan tidak menegangkan otot-otot kaki.
Kaki para siswa diusahakan serileks mungkin.

Bertitik tolak dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian ekperimen pada
siswa kelas XI.1 SMA Negeri 4 Bogor tentang pengaruh interval training dengan istirahat aktif
dan istirahat pasif dalam lari 100 meter. Dalam penelitian ini siswa kelas XI.1 dibagi menjadi
dua kelompok yaitu kelompok A dan kelompok B. Kelompok A sebagai kelompok ujicoba
diberikan pengaruh interval training dengan istirahat aktif, sedangkan kelompok B sebagai
kelompok kontrol diberikan pengaruh interval training dengan istirahat pasif. Tetapi anggota-
anggota dari kedua kelompok tersebut mempunyai hasil pretes yang relatif sama yang terdiri
atas siswa yang berkatagori cepat, sedang, cukup, dan kurang.

2. Masalah dan Pemecahan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah pengaruh interval training dengan istirahat aktif dan
interval training dengan istirahat pasif dalam lari 100 meter pada siswa kelas XI.1 SMA
Negeri 4 Bogor. Pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimen.

3. Tujuan Penelitian dan Harapan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah pengaruh
interval training dengan istirahat aktif akan lebih efektif jika dibandingkan dengan interval
training dengan istirahat pasif dalam lari 100 meter pada siswa kelas XI.1 SMA Negeri 4
Bogor. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan dan pedoman bagi para
pembina, pelatih, guru bidang studi Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan tentang
bagaimana cara meningkatkan kecepatan lari jarak pendek 100 meter.

Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi eksperimen yaitu metoede yang
dengan sengaja menimbulkan variabel-variabel dan selanjutnya dikontrol untuk melihat
pengaruhnya terhadap hasil belajar, (Arikunto, 1998:89). Eksperimen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah eksperimen yang sebenarnya yaitu eksperimen yang menggunakan kelas
kontrol. Kelas kontrol adalah kelompok belajar yang diberikan perlakuan yang berbeda dengan
kelas eksperimen. Kelas eksperimen adalah kelas ujicoba yang diberikan perlakukan yang
sedang diujicobakan.

Dalam penelitian ini kelas XI. 1 SMA Negeri 4 Bogor yang akan dijadikan subjek penelitian.
Awal penelititan siswa di kelas ini diberi pretes dengan cara setiap siswa ditugasi untuk
melakukan lari cepat 100 meter dan diukur kecepatannya. Hasil pretes tersebut dibagi dua
dengan kecepatan berlari yang relatif sama. Selanjutnya, kedua kelompok tersebut disebut
kelompok A sebagai kelompok eksperimen dan kelompok B sebagai kelompok kontrol. Dengan
cara demikian, maka kedua kelompok tersebut mempunyai kekuatan awal yang sama.

Kelompok A sebagai kelompok eksperimen diberikan pengaruh interval training dengan


istirahat aktif, sedangkan kelompok B sebagai kelompok kontrol diberikan pengaruh interval
training dengan istirahat pasif. Selanjutnya, kedua kelompok siswa tersebut diberikan latihan
yang sama selama lima belas kali latihan. Setiap lima kali latihan diakhiri dengan tes. Dengan
demikian, maka akan diperoleh tiga kali putaran latihan dan tiga kali tes. Hasil tes dari dari
kelompok A dan kelompok B tersebut diperbandingkan untuk mengetahui peningkatannya hasil
latihannya. Dengan cara demikian, maka peneliti dapat membuktikan hipotesis.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes. “Tes adalah
suatu pengukuran terhadap penguasaan kemampuan-kemampuan tertentu yang merupakan
tujuan pembelajaran. Tes merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses
pembelajaran.Tes bukan sekedar alat penilaian, melainkan memainkan peranan penting dan
menentukan hasil pembelajaran,” (Azwar,1987:23). Pengukuran kemampuan yang dilakukan
selama pembelajaran sebanyak tiga kali. Dengan cara demikian, maka peningkatan hasil
belajar dapat diketahui dengan pasti. Azwar (1987:12) menjelaskan bahwa “Tes yang
dilakukan dalam proses pembelajaran disebut tes prestasi yaitu tes untuk mengukur prestasi
siswa. Hasilnya merupakan cerminan terhadap apa yang telah dicapai oleh siswa dalam
pembelajaran.”

Hasil tes yang dilakukan untuk mengukur peningkatan kemampuan lari 100 meter sebagai
hasil pembelajaran sebanyak tiga kali. Selanjutnya, hasil tes tersebut diolah dengan dua cara
sebagai berikut. Pertama membandingkan hasil tes pertama, kedua, dan ketiga dari kelompok
A dengan kelompok B. Kedua membandingkan hasil rata-rata kelompok A dengan kelompok B.
Kemudian, hasil perbandingan-perbandingan tersebut diubah ke dalam diagram batang dan
diagram lingkaran untuk memudahkan melihat peningkatan prestasi kedua kelompok yang
diberikan perlakuan yang berbeda dalam lari 100 meter.

Deskripsi Hasil Penelitian

1. Pra-Penelitian Eksperimen

Dalam kegiatan pembelajaran pra-penelitian eksperimen dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai


berikut. Pertama siswa melakukan kegiatan pendahuluan. Dalam kegiatan ini siswa ditugasi
untuk melakukan peregangan status. Selanjutnya mereka ditugasi untuk melakukan lari
mengelilingi lapangan basket sebanyak 5 kali. Kedua, siswa melakukan kegiatan inti. Dalam
kegiatan inti yang pertama siswa melaksanakan tes awal yaitu lari 100 meter. Ketiga, para
siswa melakukan kegiatan penenangan.

Selanjutnya, dijelaskan bahwa kelas ini akan dijadikan subjek penelitian eksperimen yaitu
mengeksperimenkan metode interval training istirahat aktif dan istirahat pasif dalam lari cepat
100 meter. Dalam istirahat aktif, para siswa diharuskan selalu bergerak dengan melakukan
latihan-latihan kecil atau dengan melakukan gerakan-gerakan untuk mengendorkan otot-otot
supaya siap kembali melakukan latihan yang sebenarnya. Sedangkan dalam istirahat pasif para
siswa diminta untuk tidak melakukan gerakan apapun. Siswa disuruh diam dan tidak
menegangkan otot-otot kaki. Kaki para siswa diusahakan serileks mungkin.

Hasil tes tersebut digunakan untuk membagi kelas menjadi dua kelompok yaitu kelompok A
sebagai kelompok eksperimen diberikan pengaruh interval training dengan istirahat aktif.
Kelompok B sebagai kelompok kontrol diberikan pengaruh interval training dengan istirahat
pasif. Tetapi anggota-anggota dari kedua kelompok tersebut mempunyai hasil pretes yang
relatif sama yang terdiri atas siswa yang berkatagori cepat, sedang, cukup, dan kurang.

2. Deskripsi Pembelajaran Kelompok Eksperimen dan kelompok Kontrol Putaran


Pertama
Kegiatan pendahuluan pada putaran pertama, pertemuan kesatu yang dilakukan oleh kedua
kelompok tersebut sebagai berikut. Mereka ditugasi untuk melakukan lari-lari kecil mengelilingi
lapangan basket sebanyak 5 kali.

Kegiatan inti yang dilakukan oleh mereka adalah mendengarkan penjelasan tentang teknik lari
cepat dan istirahat aktif disertai contoh-contoh agar setiap siswa memperoleh pemahaman
yang sama. Selanjutnya diminta lima orang siswa yang pertama untuk menirukan gerakan lari
cepat dan istirahat aktif bagi kelompok eksperimen dan istirahat pasif bagi kelompok kontrol.
Setelah seluruh anggota kelompok memahaminya lalu kedua kelompok tersebut ditugasi
secara perorangan dan atau berkelompok empat-empat melakukan latihan lari 25 meter dan
melakukan istirahat aktif bagi kelompok eksperimen dan istirahat pasif bagi kelompok kontrol
selama 30 detik. Selanjutnya siswa melakukan peregangan dan senam dinamis.

Kegiatan penutup yang dilakukan oleh kelompok eksperimen adalah melakukan pelemasan,
dilanjutkan dengan tanya jawab, dan diakhiri dengan presensi.

3. Deskripsi Pembelajaran Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Putaran


Pertama Putaran Kedua Sampai dengan Keempat Latihan Tahanan Dinamis

Kegiatan pendahuluan pada putaran kedua sampai putaran keempat yang dilakukan oleh
kedua kelompok tersebut sebagai berikut. Mereka ditugasi untuk melakukan lari-lari kecil
mengelilingi lapangan basket sebanyak 5 kali. Selanjutnya, mereka diberikan penjelasan
tentang latihan tahanan dinamis. Latihan tahanan dinamis adalah latihan lari cepat dengan
menarik beban yaitu ban mobil. Ban mobil tersebut ditarik dari belakang.

Latihan ini dimaksudkan untuk melatih kecepatan lari dengan memberikan hambatan atau
rintangan. Dalam latihan ini setiap siswa dalam kelompok masing-masing mendapatkan
kesempatan yang sama yaitu menarik (ban mobil) beban dinamis dengan waktu 8 detik, 8 kali
ulangan, dan dilakukan sebanyak dua seri.

Kegiatan inti yang dilakukan oleh kedua kelompok tersebut adalah mendengarkan penjelasan
tentang teknik lari cepat dengan menarik beban yaitu ban mobil dari belakang dan istirahat
aktif disertai contoh-contoh agar setiap siswa memperoleh pemahaman yang sama.
Selanjutnya diminta lima orang siswa untuk melakukan latihan lari cepat dengan menarik
beban yaitu ban mobil dari belakang lalu mereka beristirahat aktif.

Setelah seluruh anggota kelompok eksperimen memahaminya lalu mereka ditugasi secara
berkelompok lima-lima untuk melakukan latihan lari cepat 50 meter dengan menarik beban
yaitu ban mobil dari belakang lalu mereka beristirahat aktif selama 30 detik. Selanjutnya
siswa melakukan peregangan dan senam dinamis.

Dalam kegiatan penutup siswa melakukan pelemasan, dilanjutkan dengan tanya jawab, dan
diakhiri dengan presensi.
Pada pertemuan kelima setiap siswa secara bergiliran ditugasi untuk melakukan lari cepat 100
meter. Kegiatan ini dilakukan sebagai tes untuk mengukur peningkatan prestasi lari cepat
setiap siswa pada putaran pertama. Kemudian, dilanjutkan dengan kegiatan penutup.

4. Deskripsi Pembelajaran Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Putaran


Kedua Pertemuan Kesatu sampai dengan Kelima Latihan Tahanan Statis

Kegiatan pendahuluan pada putaran kedua, pertemuan kesatu sampai pertemuan kelima yang
dilakukan oleh kedua kelompok tersebut sebagai berikut. Mereka ditugasi untuk melakukan
lari-lari kecil mengelilingi lapangan basket sebanyak 5 kali. Selanjutnya, mereka diberikan
penjelasan tentang latihan tahanan statis. Latihan tahanan statis adalah latihan lari dengan
menarik suatu beban atau hambatan yang tidak dapat digerakkan. Efek latihan maksimal
(tambahan tenaga) tergantung pada tinggi, lama dan seringnya tegangan otot. Pada
pelaksanaannya gerakan yang dilakukan merupakan gerakan yang dinamis dengan menarik
beban yang statis atau beban yang tidak dapat digerakkan.

Efek latihan maksimal (tambahan tenaga) tergantung pada tinggi, lama dan seringnya
tegangan otot. Suatu keuntungan dari latihan lari dengan tahanan statis dijelaskan oleh Jonath
(1988:21) adalah kelompok otot dapat dilatih secara terarah. Dalam hal itu artinya besar sekali
dalam pemulihan (rekuperasi, misalnya atrofi-kelayuan sebagai akibat tak terpakainya suatu
anggota tubuh) karena efek latihan cepat sekali timbulnya.

Dalam penelitian ini, sebagai beban statis (yang tidak dapat digerakkan) yang harus ditarik
menggunakan alat yang sederhana adalah Sebuah tiang dengan tinggi 2,5 meter. Tali elastis
yang terbuat dari ban dalam sepeda dengan panjang 94 cm, Sebuah kawat pengikat (sebagai
pengikat karet ban dalam sepeda ke tiang yang di pancangkan).

Pelaksanaannya tiang tersebut disimpan di belakang pelari, antara tiang dan pelari tersebut
dihubungkan dengan sebuah tali elastis yang terbuat dari ban dalam sepeda. Tali tersebut
dikaitkan ke bahu pelari, hal ini mengacu pada pendapat Donnell dan Seagrave (1995:38)
yaitu “Garis yang menghubungkan atlit dengan alat yang ditarik atau ban harus diikat kencang
pada bahu atlit, dan bukan pada pinggangnya.” Kemudian setelah ada aba-aba maka pelari
tersebut melakukan gerakan lari sekuat mungkin seolah-olah ingin melepaskan diri dari ikatan
tali tersebut, jadi gerakannya merupakan gerakan lari di tempat.

Pada prinsipnya kedua bentuk latihan ini adalah sama yaitu melakukan latihan lari sambil
menarik beban, yang bertujuan untuk memberikan penambahan kekuatan dan tenaga yang
sangat diperlukan dalam percepatan akselerasi. Seperti yang diungkapkan oleh Donnel dan
Seagrave yang diterjemahkan oleh Suyono (1995:25) yaitu: “… dengan tambahan beban, kita
menambah massa sprinter dengan efektif dan mengembangkan rangsangan untuk
memperpendek jangkauan phenomena, hasilnya adalah penambahan kekuatan dan tenaga.”

Kegiatan inti yang dilakukan oleh kelompok eksperimen adalah mendengarkan penjelasan
tentang teknik lari cepat dengan menarik tahanan statis dan istirahat aktif disertai contoh-
contoh agar setiap siswa memperoleh pemahaman yang sama. Selanjutnya diminta lima orang
siswa untuk melakukan latihan lari cepat dengan menarik beban statis dari belakang lalu
mereka beristirahat aktif.

Setelah seluruh anggota kelompok tersebut memahaminya lalu mereka ditugasi secara
berkelompok lima-lima untuk melakukan latihan lari cepat dengan menarik beban statis dari
belakang lalu mereka beristirahat aktif dan istirahat pasif masing-masing selama 30 detik.
Selanjutnya siswa melakukan peregangan dan senam dinamis. Dalam kegiatan penutup siswa
melakukan pelemasan, dilanjutkan dengan tanya jawab, dan diakhiri dengan presensi.

Pada pertemuan kelima setiap siswa secara bergiliran ditugasi untuk melakukan lari cepat 100
meter. Kegiatan ini dilakukan sebagai tes untuk mengukur peningkatan prestasi lari cepat
setiap siswa pada putaran kedua. Kemudian, dilanjutkan dengan kegiatan penutup.

5. Deskripsi Pembelajaran Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Putaran


Ketiga, Pertemuan Kesatu sampai dengan Kelima Latihan Lari Cepat 100 Meter

Kegiatan pendahuluan pada putaran ketiga, pertemuan kesatu sampai pertemuan keempat
yang dilakukan oleh kedua kelompok tersebut sebagai berikut. Mereka ditugasi untuk
melakukan lari-lari kecil mengelilingi lapangan basket sebanyak 5 kali. Kegiatan inti yang
dilakukan oleh kelompok eksperimen adalah mendengarkan penjelasan tentang teknik lari
cepat 100 meter dan istirahat aktif 5 menit disertai contoh-contoh agar setiap siswa
memperoleh pemahaman yang sama.

Selanjutnya diminta lima orang siswa secara bergiliran untuk menirukan gerakan lari cepat 100
meter sebanyak 5 kali lalu mereka diberi istirahat aktif 5 menit. Setelah seluruh anggota
kelompok memahaminya lalu mereka ditugasi secara perorangan untuk melakukan latihan
lari 100 meter dan istirahat aktif dan istirahat pasif masing-masing selama 5 menit.
Selanjutnya siswa melakukan peregangan dan senam dinamis. Kegiatan penutup yang
dilakukan oleh kelompok eksperimen adalah melakukan pelemasan, dilanjutkan dengan tanya
jawab, dan diakhiri dengan presensi.

Pada pertemuan kelima setiap siswa secara bergiliran ditugasi untuk melakukan lari cepat 100
meter. Kegiatan ini dilakukan sebagai tes untuk mengukur peningkatan prestasi lari cepat
setiap siswa pada putaran ketiga. Kemudian, dilanjutkan dengan kegiatan penutup.

Pembahasan Hasil Penelitian

Data hasil tes lari 100 meter kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di atas diolah
dengan dua cara. Pertama membandingkan rata-rata hasil tes pertama, kedua, dan ketiga.
Kedua dengan membandingkan rata-rata hasil tes kedua kelompok tersebut. Selanjutnya,
hasil perbandingan tersebut diubah ke dalam grafik dan diagram untuk memudahkan membaca
peningkatan prestasi yang terjadi pada siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Berikut ini, penulis kutipkan hasil-hasil tes dalam hitungan detik yang diperoleh kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol.

1. Rekapitulasi Waktu Hasil Tes Kelompok Eksperimen


2. Rekapitulasi Waktu Hasil Tes Kelompok Kontrol
5. Selisih Waktu Hasil Tes I, II, dan III

Perbedaan rata-rata waktu yang dapat dicapai oleh kedua kelompok di atas menunjukkan
telah terjadi perbedaan prestasi yang telah dicapai oleh kedua kelompok tersebut. Perbedaan
waktu tersebut adalah sebagai berikut. Waktu yang telah dicapai oleh kelompok eksperimen
dalam lari cepat 100 meter ternyata lebih cepat dari waktu yang dicapai oleh kelompok kontrol.
Dari hasil tes pertama, kelompok eksperimen lebih cepat dengan selisih waktu 17,22 detik -
17,14 detik = 0, 8 detik. Hasil tes kedua kelompok eksperimen lebih cepat dengan selisih
waktu 17,00 – 16,80 = 0,20 detik. Hasil tes ketiga kelompok eksperimen lebih cepat dengan
selisih waktu 16,79 - 16,10 = 0, 69 detik. Selisih rata-rata kelompok eksperimen lebih cepat
dengan selisih waktu 17,14 – 16,90 = 0,24 detik. Hal tersebut menunjukkan bahwa latihan lari
cepat dengan istirahat aktif ternyata lebih efektif daripada latihan lari cepat dengan istirahat
pasif.

Perbandingan selisih waktu yang dapat dicapai dari tes pertama, kedua, dan ketiga antara
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol adalah 0,8 : 0,20 : 0,69 atau dengan
perbandingan 8: 20: 69. Perbedaan kecepatan waktu lari tersebut menunjukkan bahwa
prestasi lari kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol. Untuk lebih jelasnya
berikut ini penulis menjelaskan data tersebut melalui diagram sebagai berikut.

Diagram Perbedaan Waktu antara Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol


Selanjutnya penulis akan mengolah data tersebut agar dapat dibuat diagram lingkaran sebagai
berikut. Selisih waktu hasil tes pertama, kedua, dan ketiga adalah 8: 20: 69 = 97.
Perbandingan waktu hasil tes pertama, kedua, dan ketiga berdasarkan prosentasinya adalah
(8: 97) x 100% = 8 %, (20: 97) x 100%= 21 %, dan (69: 97)x 100% = 71 % atau 8%:
21%: 71% = 100% atau 8: 21: 71.

Diagram Perbedaan Prosentasi Waktu Tes I, II, dan III Kelompok Eksperimen dengan
Kelompok Kontrol
Berdasarkan data latihan istirahat aktif yang yang telah dilakukan oleh kelompok ekperimen
dan latihan istirahat pasif yang telah dilakukan oleh kelompok kontrol terdapat perbedaan
kecepatan waktu berlari. Pada putaran pertama kelompok eksperimen melakukan interval
training istirahat aktif memperoleh rata-rata waktu lebih cepat 17,55 – 17, 14 = 0, 41 detik.
Pada putaran kedua memperoleh rata-rata waktu lebih cepat 17,14 – 16,80 = 0,34 detik.
Sedangkan pada kelompok kontrol melakukan interval training istirahat pasif memperoleh
rata-rata waktu lebih cepat 17,55 – 17, 22 = 0, 33 detik. Pada putaran kedua mereka
mendapatkan interval training istirahat pasif memperoleh rata-rata waktu lebih cepat 17,22 –
17,00 = 0,22 detik.

Berdasarkan data di atas ternyata interval training istirahat aktif memperoleh peningkatan
kecepatan berlari 0,41 detik untuk kelompok eksperimen dan 0, 33 detik untuk kelompok
kontrol. Sedangkan interval training istirahat pasif memperoleh rata-rata waktu capai 0,34
detik untuk kelompok eksperimen dan 0,22 detik untuk kelompok kontrol.

Bila keduanya dijumlahkan maka diperoleh peningkatan kecepatan 0,74 detik untuk interval
training istirahat aktif dan 0, 56 detik untuk interval training istirahat pasif. Perbandingan
interval training istirahat aktif dengan interval training istirahat pasif adalah 74 detik : 56
detik. Perbedaan hasil interval training istirahat aktif dengan interval training istirahat pasif
adalah 18 detik.

Perbandingan prosentasi interval training istirahat aktif dengan interval training istirahat pasif
adalah 74 : 56 = 130 atau (74: 130) x100% = 57 dan ( 56: 130 )x 100% = 43. Jadi
perbandingan keduanya adalah 57: 43.

Diagram Perbandingan Prosentasi nterval Training Istirahat Aktif dengan Interval Training
Istirahat Pasif
Penjelasan di atas membuktikan bahwa interval training istirahat aktif lebif efektif
daripada interval training istirahat pasif dalam lari 100 meter pada siswa kelas XI.1 SMA
Negeri 4 Bogor.

Pembuktian tersebut sesuai dengan pendapat Bompa (1990:79) yang menyatakan bahwa
intensitas latihan erat kaitannya dengan isi dan berat latihan. Intensitas latihan berfungsi
untuk membangun kekuatan yang digunakan dalam waktu latihan dan kekuatan dari dorongan
saraf tergantung dari beban, kecepatan gerak, dan variasi interval dengan waktu istirahat dari
pengulangan-pengulangan.

Siswa yang melakukan istirahat aktif, akan selalu siap melakukan gerakan-gerakan yang dapat
mendukung latihan-latihan lari yang akan dilakukannya kemudian. Karena kemampuan sistem
pernapasan sudah dipersiapkan pada waktu istirahat. Kemungkinan untuk cedera otot pun
akan berkurang. Sedangkan siswa yang melakukan istirahat pasif, tidak sama sekali
melakukan gerakan-gerakan yang mendukung latihan lari. Suhu tubuh siswa pun akan
menurun, sehingga pada waktu siswa akan melakukan kembali latihan maka kondisi siswa
pada posisi nol dan kemungkinan cedera pun akan terjadi.

Saran-saran

1. Teman-teman kepala sekolah dan teman-teman guru pendidikan jasmani olah raga dan
kesehatan agar dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai pedoman penelitian
dan penulisan laporan serta dijadikan motivasi agar mampu melakukan penelitian
eksperimen.
2. Para pengawas pendidikan jasmani olah raga dan kesehatan agar memberikan
kesempatan kepada peneliti untuk mendiseminasikan hasil penelitian ini dalam
berbagai kegiatan ilmiah di kota Bogor.
3. Para kepala seksi, kepala bidang, dan kepala UPTD di kecamatan-kecamatan agar mau
mendorong teman kepala sekolah dan guru pendidikan jasmani olah raga dan
kesehatan untuk melakukan penelitian eksperimen, demi kemajuan pendidikan
pendidikan jasmani olah raga dan kesehatan di Kota Bogor.

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi (1993). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta, PT.
Rineka Cipta.
Azwar, S. (1987). Tes Pretasi, Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar.
Yogyakarta: Liberty.

Balley, A. James. (1986) Pedoman Atlet, Teknik Peningkatan Ketangkasan dan Stamina. Dahara
Prize.
Departemen Pendidikan Nasional (2003). Standar Kompetensi Mata Pelajaran Penjasorkes.
Jakarta, Depdiknas.

Harsono. (1988) Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta, CV. Tambak
Kusumah.
Jarver, J. (1986) Belajar dan Berlatih Atletik. Bandung, PT. Pionir Jaya.

LANDASAN KURIKULUM
Oleh : Akhmad Sudrajat, M.Pd.
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap
seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan
kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara
sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang
didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan
kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap
kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap
kegagalan proses pengembangan manusia

Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama
dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya;
dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi..Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan
diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut.

1.Landasan Filosofis

Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti
dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti :
perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme.
Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat
tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang
dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini
diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan
pengembangan kurikulum.

a.Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan


dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting
dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini
menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat
dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.

b.Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan


dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang
berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar
substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan
perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.

c.Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup


dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri.
Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?

d.Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat


pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan
landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.

e.Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada


rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping
menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme
lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran
ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan
sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.

Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat


yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan,
filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum
Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam
pengembangan Model Kurikulum Interaksional.

Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh
karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung
dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan
berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada
beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran
landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada
filsafat rekonstruktivisme.

2.Landasan Psikologis

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang
psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan
dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari
tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi
perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-
aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang
berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan
ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar
mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku
individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori


psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran
Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi
merupakan “karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal
dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan
pada suatu situasi“.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu :
a. motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan
untuk melakukan suatu aksi.
b. bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau
informasi.
c. konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;
d. pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan
e. keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.

Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber


daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak
pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih
tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang.
Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan.
Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi
bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2002) menyoroti tentang
aspek perbedaan dan karakteristik peserta didik, Dikemukakannya, bahwa sedikitnya
terdapat lima perbedaan dan karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam
Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu : (1) perbedaan tingkat kecerdasan; (2) perbedaan
kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan peserta didik; dan (5) pertumbuhan
dan perkembangan kognitif.

3.Landasan Sosial-Budaya

Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu


rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi
bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke
lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun
memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan
mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.

Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun
informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula.
Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi
landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi
terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan
dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu,
tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi,
karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.

Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri


yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu
aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara
berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat
bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.

Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat
juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan
perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar
masyarakat.

Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui


pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang
dan membuat peradaban masa yang akan datang.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan,
merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu
masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.

4.Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif
sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai
penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya
akan terus semakin berkembang
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu
yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil
kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil
mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil
menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa
terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran
manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan
politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara
kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.

Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang
berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat
pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan
canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi
dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam
mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan
antisipatif terhadap ketidakpastian..

Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang
transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh
karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat
mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.

Sumber Bacaan

Daeng Sudirwo. 2002 Otonomi Perguruan Tinggi Hubungannya dengan Otonomi Daerah.
Manajerial. Vol .01. No1:72-79
Deddiknas. 2003. Standar Kompetensi Bahan Kajian; Pelayanan Profesional Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
________. 2003. Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif; Pelayanan Profesional
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang
________. 2003. Penilaian Kelas; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan
Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
_________. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi; Panduan Pembelajaran
KBK. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
_________. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya
Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung:
P.T. Remaja Rosdakarya.
Permendiknas No. 22, 23 dan 24 Tahun 2007
Tim Pengembang MKDK Kurikulum dan Pembelajaran.2002. Kurikulum dan
Pembelajaran. Bandung : Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu
Pendidikan UPI.
Uyoh Sadulloh.1994. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: P.T. Media Iptek
TEORI PENDIDIKAN DAN KURIKULUM

Oleh : Akhmad Sudrajat, M.Pd.

Kurikulum memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teori pendidikan. Suatu
kurikulum disusun dengan mengacu pada satu atau beberapa teori kurikulum dan teori
kurikulum dijabarkan berdasarkan teori pendidikan tertentu. Nana S. Sukmadinata (1997)
mengemukakan 4 (empat ) teori pendidikan, yaitu : (1) pendidikan klasik; (2) pendidikan
pribadi; (3) teknologi pendidikan dan (4) teori pendidikan interaksional.

1. Pendidikan klasik (classical education),

Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti Perenialisme,


Eessensialisme, dan Eksistensialisme dan memandang bahwa pendidikan berfungsi
sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori
pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi pendidikan
atau materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan
para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya,
pendidik mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki
peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik.

Pendidikan klasik menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum subjek


akademis, yaitu suatu kurikulum yang bertujuan memberikan pengetahuan yang solid
serta melatih peserta didik menggunakan ide-ide dan proses ”penelitian”, melalui metode
ekspositori dan inkuiri.

2. Pendidikan pribadi (personalized education).

Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki
potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang
dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal
ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya
menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator
dan pelayan peserta didik.
Teori ini memiliki dua aliran yaitu pendidikan progresif dan pendidikan romantik.
Pendidikan progresif dengan tokoh pendahulunya- Francis Parker dan John Dewey -
memandang bahwa peserta didik merupakan satu kesatuan yang utuh. Materi pengajaran
berasal dari pengalaman peserta didik sendiri yang sesuai dengan minat dan
kebutuhannya. Ia merefleksi terhadap masalah-masalah yang muncul dalam
kehidupannya. Berkat refleksinya itu, ia dapat memahami dan menggunakannya bagi
kehidupan. Pendidik lebih merupakan ahli dalam metodologi dan membantu
perkembangan peserta didik sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing.
Pendidikan romantik berpangkal dari pemikiran-pemikiran J.J. Rouseau tentang tabula
rasa, yang memandang setiap individu dalam keadaan fitrah,– memiliki nurani kejujuran,
kebenaran dan ketulusan.
Teori pendidikan pribadi menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum humanis.
yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi
kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum
humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual
(kurikulum subjek akademis),

3. Teknologi pendidikan,

Teknologi pendidikan yaitu suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan
pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun
diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam tekonologi pendidikan, lebih diutamakan
adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis,
bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Dalam konsep pendidikan teknologi,
isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus. Isi pendidikan berupa data-data
obyektif dan keterampilan-keterampilan yang yang mengarah kepada kemampuan
vocational . Isi disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan
disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika dan para peserta didik
belajar secara individual. Peserta didik berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan
dan pola-pola kegiatan secara efisien tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya
segera digunakan dalam masyarakat. Guru berfungsi sebagai direktur belajar (director of
learning), lebih banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman
bahan.
Teknologi pendidikan menjadi sumber untuk pengembangan model kurikulum teknologis,
yaitu model kurikulum yang bertujuan memberikan penguasaan kompetensi bagi para
peserta didik, melalui metode pembelajaran individual, media buku atau pun elektronik,
sehingga mereka dapat menguasai keterampilan-keterampilan dasar tertentu.

4. Pendidikan interaksional,

Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran
manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan
manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja
sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari
guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru. Lebih dari itu, interaksi ini
juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan,
antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai
bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-
fakta. Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut,
memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks
kehidupan. Filsafat yang melandasi pendidikan interaksional yaitu filsafat rekonstruksi
sosial.
Pendidikan interaksional menjadi sumber untuk pengembangan model kurikulum
rekonstruksi sosial, yaitu model kurikulum yang memiliki tujuan utama menghadapkan
para peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-
gangguan yang dihadapi manusia. Peserta didik didorong untuk mempunyai pengetahuan
yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang mendesak (crucial) dan bekerja sama
untuk memecahkannya.

You might also like