You are on page 1of 30

Malaria

Oleh:
Taufik Abidin
Definisi
• Penyakit infeksi parasit yang disebabkan
oleh plasmodium yang menyerang eritrosit
dan ditandai dengan ditemukannya bentuk
aseksual di dalam darah.
Etiologi
• Plasmodium yang menyerang eritrosit dan
mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati
dan eritrosit.
• Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk
anopheles betina.
• Jenis plasmodium:
– Vivax malaria tertiana.
– Falciparum malaria tropika.
– Malariae.
– Ovale.
Spesies Plasmodium yang menyerang manusia termasuk:
• Plasmodium falciparum (sumber malaria tersiana maligna).
• Plasmodium vivax (sumber yang biasa menyebabkan malaria
tersiana benigna)
• Plasmodium ovale (lain-lain, jarang, sumber malaria tersiana
benigna)
• Plasmodium malariae (sumber malaria kuartana benigna)
• Plasmodium knowlesi
• Plasmodium brasilianum
• Plasmodium cynomolgi
• Plasmodium inui
• Plasmodium rhodiani
• Plasmodium schweitzi
• Plasmodium semiovale
• Plasmodium simium
Siklus hidup malaria
Reseptor plasmodium
• P.vivax  Duffy Fya ayau Fyb  Duffy (-)
tidak terinfeksi malaria vivax.
• P.falciparum  glicoproteins.
• P.malariae & ovale  belum diketahui.
Patogenesis & patologi
• Bentuk aseksual dlm eritrosit (EP) 
manifestasi klinik.
• Faktor pendukung  parasit & host.
• Stadium EP  cincin & matur.
• EP matur  timbul tonjolan  m’btk knob
dgn HRP-1 sbg komponen utama.
• EP matur melepas toksin malaria (GPI) 
pelepasan TNF-α dan IL-1 dari makrofag
 manifestasi klinik.
Faktor parasit: Faktor sosial & geografi:
Faktor penjamu (host):
•Resistensi obat. •Akses mendapat pengobatan.
•Imunitas.
•Kecepatan multiplikasi. •Budaya dan ekonomi.
•Sitokin proinflamasi.
•Cara invasi. •Stabilitas politik.
•Genetik.
•Sitoadherens. •Intensitas transmisi nyamuk.
•Usia.
•Rosetting.
•Kehamilan.
•Polimorfisme antogenik.
•Variasi antigenic.
•Toksin malaria.

Manifestasi klinik
Asimtomatik demam malaria berat kematian
Manifestasi klinik
Gejala serangan malaria pada penderita terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
1. Gejala klasik  non endemis malaria atau yang belum mempunyai
kekebalan (immunitas); atau yang pertama kali menderita malaria. Gejala
ini merupakan suatu parokisme, yang terdiri dari tiga stadium berurutan:
- Menggigil (selama 15-60 menit), terjadi setelah pecahnya sizon dalam
eritrosit dan keluar zat-zat antigenik yang menimbulkan mengigil-dingin.
- Demam (selama 2-6 jam), timbul setelah penderita mengigil, demam
dengan suhu badan sekitar 37,5-40oC, pada penderita hiper parasitemia
(lebih dari 5 persen)  >40oC.

- Berkeringat (selama 2-4 jam), timbul setelah demam, terjadi akibat


gangguan metabolisme tubuh sehingga produksi keringat bertambah.
Kadang-kadang dalam keadaan berat, keringat sampai membasahi tubuh
seperti orang mandi. Biasanya setelah berkeringat, penderita merasa sehat
kembali.
• Di daerah endemis malaria dimana penderita telah
mempunyai imunitas terhadap malaria, gejala klasik di
atas timbul tidak berurutan bahkan bisa jadi tidak
ditemukan gejala tersebut, kadang muncul gejala lain.

2.Gejala malaria dalam program pemberantasan malaria:


-Demam-Menggigil-Berkeringat
-Dapat disertai dengan gejala lain: Sakit kepala, mual
dan muntah.
- Gejala khas daerah setempat: diare pada balita (di
Timtim), nyeri otot atau pegal-pegal pada orang dewasa
(di Papua), pucat dan menggigil-dingin pada orang
dewasa (di Yogyakarta).
• Anemia  sering dijumpai, akibat:
– Hemolisis oleh parasit.
– Hambatan thdp eritropoesis.
– Hambatan thdp pelepasan retikulosit.
– Pengaruh sitokin.
– Eritrofagositosis.
• Splenomegali.
• Gejala kliniknya dikenal sebagai trias
malaria  dari demam, anemia dan
splenomegali.
Klinis Malaria falciparum:
• Inkubasi 9-14 hari.
• Prodromal  sakit kepala, nyeri belakang/
tungkai, lesu, perasaan dingin, mual, muntah,
diare.
• Panas ireguler dan tidak periodik, sering >40oC.
• Anemia lebih menonjol dgn leukopeni &
monositosis.
• Splenomegali  nyeri raba.
• Hepatomegali  Ikterus.
• Kelainan urin  albuminuria, hialin, & kristal
granuler.
• Lain: konvulsi, pneumoni aspirasi, keringat byk
pd suhu normal.
Temuan Laboratorium:
• Anemia normokromik normositik  harus terdapat.
• Jumlah leukositnya dapat rendah hingga normal, sekalipun pada
infeksi yang berat dapat meninggi.
• LED, Viskositas plasma, dan kadar C-reaktif protein meningkat.
• Jumlah trombosit biasanya mengalami penurunan yang sedang
(hingga sekitar 100000/µL).
• Pada infeksi yang berat, waktu protrombin serta waktu parsial
tromboplastin memanjang, dan dapat terjadi trombositopenia yang
berat.
• Kadar antitrombin III menurun sekalipun pada infeksi ringan.
• Pada penyakit malaria tanpa komplikasi, konsentrasi elektrolit,
nitrogen, urea darah dan kreatinin dalam plasma biasanya normal.
• Pada malaraia Falciparum berat  asidosis metabolic dapat
ditemukan dengan glukosa, Na, bikarbonat, Ca, fosfat serta albumin
yang rendah dan kadar plasma laktat, nitrogen, urea darah,
kreatinin, urat, enzim otot serta hati dan bilirubin konjugasi serta
unkonjugasi yang meninggi.
Diagnosis
• Pemeriksaan tetes darah utk malaria.
• Tetesan preparat darah tebal dan tipis.
• Tes antigen: P-F test  95% sensitif.
• Tes serologi  ELISA, RIA, dll.
• PCR  utk penelitian.
Ada 2 cara diagnostik yang diperlukan untuk mengatakan
seseorang itu positif malaria atau tidak yaitu
pemeriksaan darah tepi (tipis/tebal) dan deteksi antigen.
• Darah tepi menjadi pemeriksaan terpenting gold
standard.
– Interpretasi yang didapat dari darah tepi adalah jenis dan
kepadatan parasit.
• Deteksi antigen digunakan apabila tidak tersedia
mikroskop untuk memeriksa preparat darah tepi dan
pada keadaan emergensi yang perlu diagnosis segera 
dengan kertas dip stick.
– antigen histidine rich protein-2 (HRP-2), dihasilkan
dari tropozoit dan gametosit muda P. falciparum;
antigen parasit lactate dehidrogenase (p-LDH) yang
dihasilkan dari bentuk aseksual atau seksual keempat
Plasmodium; dan antigen pan-malarial keempat
Plasmodium.
Diagnosis banding
• Demam merupakan salah satu gejala malaria yang menonjol, yang juga
dijumpai pada hampir semua penyakit infeksi seperti infeksi virus pada
system respiratorius , Influenza,Bruselosis, demam tifoid, demam dengue,
dan infeksi bacterial lainnya seperti pneumonia, Infeksi saluran kemih,
Tuberkulosis.
• Pada daerah Hiperendemik sering dijumpai penderita dengan imunitas
yang tinggi sehingga penderita dengan infeksi malaria tetapi tidak
menunjukan gejala klinis malaria.
• Pada malaria berat diagnosa banding tergantung manifestasi malaria
beratnya.
• Pada malaria dengan ikterus  demam tifoid dengan Hepatitis, Kolesistitis,
abses hati dan leptospirosis. Hepatitis pada saat timbul ikterusnya tidak
dijumpai demam lagi.
• Pada malaria Cerebral harus dibedakan dengan infeksi pada otak lainnya
seperti Meningitis, Ensefalitis, Tifoid ensefalopati, Tripanosiasis.
• Penurunan kesadaran dan koma dapat terjadi pada gangguan metabolik
( diabetes, uremi ), Gangguan cerebrovaskuler (stroke), Eklampsia, dan
tumor otak.
Ada dua perubahan patologi yang mendasar
terjadi pada malaria:
Perubahan vaskuler, berupa hancurnya sel-sel
darah merah dan penyumbatan pembuluh darah
kapiler di organ-organ dalam  respon humoral
dan respon seluler  merangsang proses
fagositosis terhadap sel-sel darah merah yang
mengandung parasit, pigmen, dan sisa-sisa sel
yang rusak oleh sel-sel histiosit pengembara
dan sel makrofag tetap dalam RES, khususnya
dalam limpa  limpa membengkak.
Penimbunan pigmen malaria yang dihasilkan
parasit malaria dalam organ dalam menimbulkan
warna kelabu atau hitam, seperti terlihat dalam
korteks serebri, limpa, hati, ginjal, dan organ-
organ lain..
Anoksia / hipoksia jaringan.
- Anoksia  karena jumlah eritrosit menurun, trombosis pada kapiler
pembuluh darah, dan volume darah yang berkurang karena permeabilitas
pembuluh darah meningkat terhadap cairan dan protein, disebabkan oleh
kerusakan endotel.
- Perlekatan sesama eritrosit yang diinfeksi dan perubahan fisik dan kimiawi
plasma darah menyebabkan darah menggumpal pada endotel kapiler.
- Gangguan vaskuler yang parah terlihat jelas pada malaria falciparum,
dengan tersumbatnya pembuluh kapiler karena menggumpalnya sel-sel
eritrosit yang diinfeksi, sel-sel fagosit, plasma yang mengental, dan karena
aliran darah yang menjadi lambat.
- Anoksia pada jaringan organ-organ dalam dan perubahan vaskuler lain 
manifestasi klinis malaria berat menjadi sangat bervariasi (protean), dan
sesungguhnya merupakan manifestasi kegagalan multiorgan.
- pada malaria falciparum hanya sel-sel darah merah yang mengandung
parasit malaria bentuk cincin muda yang beredar dalam sirkulasi darah tepi,
sedangkan sel-sel eritrosit yang mengandung parasit stadium lebih tua dari
stadium cincin menghilang dari peredaran darah tepi, dan berada di dalam
mikrovaskuler organ-organ dalam  proses sitoadherensi, sekuestrasi, dan
rosetting  malaria berat. (3)
Malaria Berat
Malaria berat ditandai dengan salah satu gangguan patologi klinik
atau lebih berikut ini: (3)
- Malaria dengan gangguan kesadaran (apati, delirium, stupor,
dan koma) atau GCS (Glasgow Coma Scale) < 14 untuk orang
dewasa dan < 5 untuk anak-anak. Gangguan kesadaran
menetap > 30 menit atau menetap setelah panas turun.
- Malaria dengan ikterus (billirubin serum > 3 mg%).
- Malaria dengan gangguan fungsi ginjal (oligouria < 400 ml/24
jam atau kreatinin serum > 3 mg%).
- Malaria dengan anemia berat (Hb < 5 gr% atau hematokrit <
15%).
- Malaria dengan edema paru (sesak napas, gelisah).
- Malaria dengan hipoglikemia (gula darah < 40 mg%).
- Malaria dengan gangguan sirkulasi atau syok (tekanan sistolik
< 70 mmHg pada orang dewasa atau < 50 mmHg pada anak 1-5
tahun.
- Malaria dengan hiperparasitemia (Plasmodium > 5%).
- Malaria dengan manifestasi perdarahan (gusi, hidung, dan atau
tanda-tanda disseminated intravascular coagulation / DIC).
- Malaria dengan kejang-kejang berulang, lebih dari 2 kali dalam 24
jam.
- Malaria dengan asidosis (pH darah < 7,25 atau plasma bikarbonat
< 15 mmol/L.
- Malaria dengan hemoglobinuria makroskopik.
- Malaria dengan hipertermia (suhu badan > 40oC).
- Malaria dengan kelemahan yang ekstrem (prostration); penderita
tidak mampu duduk atau berjalan, tanpa adanya kelainan neurologi
tertentu.

Malaria berat biasanya terjadi pada sekelompok individu yang memiliki


faktor resiko untuk menjadi malaria yang berat. Faktor-faktor resiko
terjadinya malaria berat antara lain:
- Usia lanjut ( > 70 tahun).
- Bayi / neonatus.
- Kehamilan atau masa pasca melahirkan (postpartum).
- Penekanan terhadap sistem imun tubuh, misalnya karena penyakit
sistemik, seperti DM, gagal ginjal kronis, dan pemakaian obat
imunosupresan (misalnya prednison, obat sitostatistika) dalam
jangka waktu yang lama.
Malaria cerebral
• Malaria otak sering menyebabkan kematian.
• Gejala yang timbul dapat tampak sebagai penurunan
kesadaran dari somnolen sampai koma, kejang-kejang
atau psikosis organik (Chipman dkk, 1967).
• Penyebab malaria otak masih merupakan hipotesa yaitu:
– akibat eritrosit yang mengandung parasit menjadi lebih mudah
melekat pada dinding pembuluh kapiler  disebabkan karena
menurunnya muatan listrik permukaan eritrosit dan
pembentukan tonjolan-tonjolan kecil dipermukaan eritrosit 
bendungan di pembuluh darah otak kecil  terhambatnya aliran
darah otak dan oedema. Oedema otak ini sering ditemukan
pada waktu otopsi, tetapi gejala klinik dari peningkatan tekanan
intrakranial jarang sekali ditemukan (Harinasuta dkk, 1982) dan
CT scan tidak menyokong oedema sebagai gambaran primer
dari malaria otak (Looareesuwan dkk, 1983).
– Sedangkan Schmutzhard dkk (1984) menemukan gejala sisa
saraf yang cukup lama dari sindroma psikosaorganik,
heminaresia atau hemihipestesia dan epilepsi.
– Bila kadar laktat >6 mmol/l  prognosa jelek.
Malaria algid
• Terjadinya syok vaskular.
• Tanda:
– Tekanan sistolik <70 mmHg.
– Perubahan tahanan perifer.
– Perfusi jaringan berkurang.
• Klinik:
– Dingin dan basah pd kulit.
– Suhu rektal tinggi.
– Kulit tidak elastis.
– Pucat.
• Trombositopenia  Akibat pengaruh sitokin 
gg.fungsi hari.
• Edema paru, karena:
– Kelebihan cairan.
– Kehamilan.
– Malaria cerebral.
– Hiperparasitemia.
– Hipotensi.
– Asidosis.
– Uremia.
– Gejala awal pernapasan cepat; bila >35 x/menit 
prognosa jelek.
Prognosis
• Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosis ,
ketepatan dan kecepatan pengobatan.
• Pada malaria berat yang tidak ditanggulani, maka mortalitas yang
dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan
meningkat sampai 50%.
• Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih
baik daripada kegagalan 2 fungsi organ.
• Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah >50%
Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ adalah
>75%.
• Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria
berat yaitu :

– Kepadatan parasit <100000, maka mortalitas <1%

– Kepadatan parasit >100000, maka mortalitas >1%

– Kepadatan parasit >500000, maka mortalitas >50%


Pengobatan
• ACT (artemisin combination therapy)
– Artesunat 200 mg + amodiaquin 200 mg 3 hari.
• Non-ACT
– Klorokuin 250 mg 4 tablet hari I & II, lalu 2 tablet
hari III.
– Sulfadoksin 500 mg + pirimetamin 25 mg (SP) 3
tablet dosis tunggal.
– Kina sulfat 220 mg 3x10 mg/KgBB slma 7 hari.
– Primakuin 15 mg 3 tablet dosis tunggal utk
falciparum & 1 tablet/hr selama 14 hari utk vivax.
Kombinasi non-ACT:
• Klorokuin + SP.
• SP + kina.
• Klorokuin + doxicyclin/ tetrasiklin.
• SP + doxicyclin/ tetrasiklin.
• Kina + doxicyclin/ tetrasiklin.
Pengobatan malaria berat.
• Artesunate 2,4 mg/KgBB hari I dibagi 2 dosis,
1,2 mg/KgBB hari II-V.
• Artemisin 10 mg/KgBB dosis tunggal.
• Kina Hcl:
– Dosis loading 20 mg/KgBB + 200 ml D5% selama 8
jam.
– Lanjut dosis 10 mg/KgBB + 200 cc D5% slma 4 jam 
dilakukan tiap 8 jam berikutnya.
– Jika pasien sadar ganti obat oral 500 mg 3x1.
– Atau kina Hcl 500 mg + D5% 500 cc slma 6-8 jam 
sampai pasien sadar.
Resistensi obat
• Diperiksa dgn tes in-vivo  Pemeriksaan
tetesan darah tebal tiap hari selama 7 hari
setelah pengobatan.
• Interpretasi hasil tes:
– Resistensi derajat I dini parasit (-) selama 7 hari,
lalu muncul lg pd hari ke 8-14.
– Resistensi derajat I kasep parasit (-) slma 7 hr, lalu
(+) pd hari ke15-28.
– Resistensi derajat II parasit turun tp tidak hilang
slma 7 hari, atau hilang namun muncul lg pd hari ke-7
pd tes standar.
– Resistensi derajat III parasit tidak pernah turun,
bahkan meningkat selama 7 hari.

You might also like