Professional Documents
Culture Documents
Meninjau apa yang terjadi dalam sistem pendidikan nasional, tentu tidak dapat
dilepaskan dari politik hukum pendidikan yang diberlakukan. Oleh karenanya menjadi
relevan apabila potret pendidikan kita harus dilihat dalam bentuk das Sein dan das
Sollen. Bagaimana teori, bagaimana pula kenyataannya.
Secara yuridis (sebagai landasan kebijakan), sistem pendidikan nasional telah diatur
dalam berbagai ketentuan konstitusional. Baik dalam UUD 1945 maupun dalam
berbagai produk peraturan perundang-undangan. Di dalam mukaddimah UUD 1945,
di sana telah disebutkan mengenai cita negara dibidang pendidikan yakni, melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
Demikian pula, di dalam batang tubuh UUD 1945 akan dapat ditemukan mengenai
kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan nasional di satu sisi dan
pada sisi lain pendidikan merupakan hak warga negara.
Mengenai kewajiban negara: Pasal 31 ayat (2)-(5) berbunyi, (2) Setiap warga
negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.; (3)
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.; (4) Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. (5)
Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan
umat manusia.
Demikian pula mengenai hak warga negara, tercantum dalam Pasal 31 ayat (1)
Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Juga, Pasal Pasal 28C (1) Setiap
orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya, demi meningkatkan koalitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia. Pula, Pasal 28E (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya,
serta berhak kembali.
Landasan konstitusi tersebut masih dijabarkan lagi dalam UU No 20 Tahun 2003
mengenai Sistem Pendidikan Nasional, UU No 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum
Pendidikan, UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta berbagai peraturan
pemerintah, peraturan menteri, dan peraturan daerah.
Di antara beberapa aturan tersebut, yang terjadi adalah: pertama, ada aturan yang
secara normatif sudah bagus namun implementasinya yang buruk atau belum optimal;
kedua, terdapat kontradiksi substansi norma antar peraturan perundangan; ketiga,
substansi norma yang kurang bagus sehingga tidak implementasif atau implementasi
di lapangan menjadi tidak bagus pula.
Misalnya, kalau konstitusi telah lama menentukan anggaran pendidikan minimal 20
persen dari APBN maupun APBD, tapi berkali-kali UU APBN telah melanggarnya.
Juga, ketika konstitusi menjamin bahwa pemerintah yang menyelenggarakan dan
mengusakan sistem pendidikan nasional, namun masih cukup dirasakan bahwa
pembiayaan semakin mahal dan banyak warga negara yang masih kesulitan
mendapatkan pendidikan.
Demikian pula, mengenai jaminan tunjangan profesi guru dan dosen sebagaimana
diamanatkan dalam UU Guru dan Dosen, sampai saat ini pun masih belum dapat
segera terealisasi. Seringkali di negara ini UU disimpangi secara berjamaah hanya
argumentasi masih proses dan dana negara tidak cukup. Ini sekedar contoh.
Ini tentu amat paradoks dengan kondisi bangsa yang boros, dihinggapi korupsi
dimana-mana. 20 tahun yang lalu, Sumitro Djojohadikusumo menyatakan bahwa
anggaran negara 30% dikorup. Terbukti saat ini, dengan keberadaan KPK, maka
ternyata banyak oknum pejabat negara dan penegak hukum tersangkut korupsi.
Padahal mereka juga banyak mendengungkan tentang pentingnya pendidikan.
Kembali ke Konstitusi
Untuk memperbaiki kondisi peraturan yang secara substantif tidak sesuai dengan
cita negara dan peraturan yang tumpang tindih. Tentu yang harus dilakukan adalah
kembali kepada norma UUD 1945. Sebagai zeit geist bangsa semua aturan harus
menyesuaikan dengan UUD 1945. Termasuk implementasinya.
UU Sisdiknas Pasal 2 telah menyatakan bahwa Pendidikan nasional berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
sedangkan mengenai fungsi pendidikan, Pasal 3 menyatakan Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Demikian pula, pengelolaan pendidikan harus dikembangkan melalui 10 prinsip
utama penyelenggaraan pendidikan yakni: nirlaba, otonom, akuntabel, transparan,
penjaminan mutu, layanan prima, akses yang berkeadilan, keberagaman,
keberlanjutan, partisipasi atas tanggung jawab negara.
Selain itu, konsep penyelenggaraan pendidikan yang berlaku global yakni L-
RAISE, yang meliputi Leadership, Relevance, Academic Atmosphere, Internal
Management, Sustaniability, Efficiency, effectivity and Productivity harus senantiasa
ditingkatkan untuk menuju keberhasilan daya saing dunia (world class).
Penutup
Pendidikan adalah arus utama dunia. Bilamana ada negara yang lebih unggul
pendidikannya maka dipastikan ia akan menguasai dunia. Era Romawi dan Yunani
pernah menguasai dunia, dengan ilmu. Islam pernah memimpin peradaban dunia,
dengan ilmu. China pernah berkuasa, dengan ilmu. Maka kenapa kita tunda lagi
waktu untuk memperbaiki pendidikan kita?, tidak ada kata terlambat.
KOMPETENSI PEDAGOGIK
Oleh : Danang Hidayatullah
I. Pendahuluan
Mutu pendidikan yang baik dapat mendorong terciptanya masyarakat yang
berkualitas, kreatif dan produktif. Salah satu ciri dari mutu pendidikan yang baik
adalah terciptanya proses pembelajaran yang baik pula (mulai dari perencanaan,
pelaksanaan maupun evaluasi). Sebagai dampaknya Guru yang merupakan peran
sentral dalam proses pembelajaran sudah sewajarnya dituntut untuk lebih professional
dalam menjalankan fungsinya. Selain hal tersebut, perubahan dan perkembangan
masyarakat yang semakin maju juga menuntut profesi guru menyesuaikan diri dengan
perubahan dan kebutuhan masyarakat.
Seiring dengan hal diatas komitmen pemerintah untuk menciptakan pendidikan yang
lebih bermutu dan berkualitas ditandai dengan lahirnya UU No 20 Th 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, UU No 14 Th 2005 tentang UU Guru dan Dosen, dan PP
No 19 Th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam UU dan PP tersebut
dinyatakan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan kompetensi
sesuai dengan bidangnya.
II. Pembahasan
A. Kompetensi Guru.
Pentingnya guru professional yang memenuhi standar kualifikasi diatur dalam pasal 8
Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen (UUGD) yang
menyebutkan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Selanjutnya menurut Pasal 1 ayat (1) UUGD tersebut, kompetensi yang dimaksud
memiliki arti sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
Lebih dalam lagi pada pasal 10 ayat (1) UUGD dan Pasal 28 ayat 3 PP 19 tahun 2005
tentang SNP dijelaskan bahwa kompetensi guru yang dimaksud meliputi:
a. Kompetensi pedagogik;
b. Kompetensi kepribadian;
c. Kompetensi profesional; dan
d. Kompetensi sosial.
B. Kompetensi Pedagogik
Dalam Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pada bab
penjelasan pasal 10 ayat (1) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi
pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
Lebih lanjut pada Bab Penjelasan Pasal 28 ayat 3 PP 19tahun 2005 tentang SNP yang
dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi:
1. Pemahaman terhadap peserta didik,
2. Perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
3. Evaluasi hasil belajar, dan
4. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
a. Tingkat Kecerdasan
Dalam bukunya Psikologi Pendidikan, Alisuf Sabri menyimpulkan arti dari
kecerdasan (intelegensi) sebagai berikut [1]:
- kemampuan umum mental individu yang tampak dalam caranya bertindak atau
berbuat atau dalam memecahkan masalah atau dalam melaksanakan tugas.
- suatu kemampuan mental individu yang ditunjukan melalui kualitas kecepatan,
ketepatan dan keberhasilannya dalam bertindak/berbuat atau memecahkan masalah
yang dihadapi.
Dari pengertian diatas dapat dikemukakan bahwa selain ditentukan berdasakan hasil
tes IQ, ternyata tinggi atau rendahnya tingkat kecerdasan seseorang dapat dilihat dari
kecepatan, ketepatan dan keberhasilan seseorang dalam bertindak atau dalam
memecahkan masalah.
Adanya perbedaan IQ atau tingkat kecerdasan tiap peserta didik sudah barang tentu
menunjukkan adanya perbedaaan kemampuan pula. Perbedaaan kemampuan ini
sangat mempengaruhi peserta didik dalam menerima dan menyerap pelajaran,
menyelesaikan tugas-tugas, kualitas prestasi hasil belajar, maupun aktifitas lain.
Perbedaan-perbedaan seperti inilah yang perlu disadari oleh seorang guru. Sehingga
dalam menjalankan fungsinya seorang guru dapat melayani perbedaan tersebut
dengan sikap yang tepat. Diantaranya dengan memberikan kegiatan belajar yang
sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Hingga hasilnya setiap peserta didik
diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan segala masalah yang dihadapi sesuai
dengan tingkat kemampuannya.
b. Kreativitas
Seperti halnya pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik, guru juga
diharapkan dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang memberikan kesempatan
peserta didik untuk dapat mengembangkan potensi dan kreativitasnya. Berdasarkan
penelitiannya, Gibbs (Mulyana 2008:88) menyimpulkan bahwa kreativitas dapat
dikembangkan dengan memberikan kepercayaaan, komunikasi yang bebas,
pengarahan diri dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Apa yang dikemukakan
Gibbs diatas tentunya juga harus didukung dengan kreativitas guru itu sendiri dalam
menggunakan pendekatan/metode pengajaran.
Dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan kreativitas peserta didik Bahri dan
Zain (2006:160) menyebutkan ada tiga aspek keterampilan guru dalam mengadakan
variasi dalam proses belajar mengajar, yaitu variasi dalam gaya mengajar, dalam
menggunakan media/bahan pengajaran serta variasi dalam interaksi antara guru dan
siswa. Salah satu contoh metode pengajaran yang kini sering digunakan di banyak
sekolah adalah metode inquiry (inkuiri), yang memberikan kesempatan luas bagi
peserta didik untuk mengeksplorasi sesuatu sesuai dengan persepsi dan kreativitas
peserta didik.
c. Cacat fisik
Dalam bagian ini guru dituntut untuk dapat memahami kondisi fisik peserta didik
yang memiliki keterbatasan atau kelainan (cacat). Dalam rangka membantu
perkembangan pribadi mereka, sikap dan layanan yang berbeda dapat dilakukan
sesuai dengan kondidi fisik yang dialami peserta didik. Misalkan jenis alat
bantu/media yang berbeda bagi penyandang cacat tuna netra, mengatur posisi duduk
bagi tuna rungu ataupun perlakuan khusus seperti membantu duduk bagi peserta didik
yang mengalami lumpuh kaki.
e. Perancangan pembelajaran.
Perancangan pembelajaran merupakan kegiatan awal guru dalam rangka
mengidentifikasi dan menginventarisasi segala komponen dasar yang akan digunakan
pada saat pelaksanaan pembelajaran. Sedikitnya ada tiga kegiatan yang mendukung
perancangan pembelajaran ini, yaitu identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi
dasar, dan penyusunan program pembelajaran.[3]
1. Identifikasi kebutuhan
Tahap ini merupakan tahap dimana guru melibatkan peserta didik dalam rangka
mengidentifikasi kebutuhan belajar, sumber-sumber yang mendukung kegiatan
belajar, hambatan yang mungkin dihadapi serta hal lainnya. Identifikasi kebutuhan
bertujuan antara lain untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar kegiatan
belajar dirasakan sebagai bagian dari kehidupan dan mereka merasa memilikinya.
Berdasarkan identifikasi terhadap kebutuhan belajar tersebut kemudian akan
dirumuskan kompetensi yang diharapkan dapat dicapai peserta didik.
4. Pelaksanaan pembelajaran.
Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam
interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor eksternal
maupun faktor internal.Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah
mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku
pembentukan kompetensi peserta didik. Umumnya pembelajaran menyangkut tiga
hal: pre tes, proses, dan post tes , sebagai berikut[7]:
1. Pre tes (tes awal).
Pre tes memegang peranan penting dalam proses pembelajaran, yang berfungsi antara
lain:
- Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, dengan pre tes maka pikiran
mereka terfokus pada soal yang harus dikerjakan.
- Untuk mengetahui kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran
yang dilakukan, dengan cara membandingkan hasil pre tes dengan post tes.
- Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengenai
kompetensi dasar yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran.
2. ProsesProses adalah sebagai kegiatan inti dari pelaksanaan pembelajaran dan
pembentukan kompetensi peserta didik. Proses pembelajaran dan pembentukan
kompetensi dikatakan efektif apabila seluruh pesera didik terlibat secara aktif, baik
mental, fisik maupun sosial. Kualitas pembelajaran dan pembentukan kompetensi
peserta didik dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Dari segi proses, pembelajaran
dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya
atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara fisik, mental,
maupun sosial dalam proses pembelajaran disamping menunjukkan gairah belajar
yang tinggi, nafsu belajar yang besar dan tumbuhnya rasa percaya diri. Sedangkan
dari segi hasil, proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dan prilaku yang
positif pada diri peserta didik seluruhnya setidak-tidaknya sebagian besar (75%).
Proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil apabila
masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai
dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan pembangunan.
3. Post Test
Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran diakhiri dengan post test, post test
memiliki banyak kegunaan terutama dalam melihat keberhasilan pembelajaran.
Fungsi post test antara lain :
a. Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang
telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok.
b. Untuk mengetahui kompetensi dasar dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai anak
didik dan tujuan-tujuan yang belum dikuasai anak didik. Bagi anak yang belum
menguasai tujuan pembelajaran perlu diberikan pengulangan (remedial teaching).
c. Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan remedial maupun
yang perlu diberikan pengayaan.
d. Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan proses pembelajaran dan
pembentukan kompetensi peserta didik yang telah dilaksanakan.
III. PENUTUP
Demikianlah akhir dari makalah ini semoga dari apa yang diuraikan diatas kita
mendapatkan sedikit banyak pengetahuan, pencerahan ataupun keinginan untuk dapat
menerapkan kompetensi pedagogik dalam rangka menjadi seorang guru yang
qualified.
DAFTAR PUSTAKA
- Mulyasa E., Dr., M.Pd., Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Jakarta:PT Rosda
Karya, 2008.
- Muslich, Masnur, KTSP:Dasar Pemahaman dan Pengembangan, Jakarta: Bumi
Aksara,2007
- Sabri, Alisuf, psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,2007
- Bahri Jamarah, Syaiful, Drs. dan Drs. Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar,
Jakarta: PT. Rineka Cipta,2006
- Kunandar, S.Pd, M.Si, Guru professional Implementasi Tingkat satuan pendidikan
(KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, rajawali Press, 2007.
- Anas Sudiyono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, 1996
- Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Edisi Ketiga, 2000
- UU No.14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
- UU No 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
- PP No 19 Th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
*Catatan Kaki
[1] Sabri, Alisuf, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,2007, hal.117
PENDAHULUAN
TENTANG
Jawaban :
2. Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai dan apa bentuk hasil
tersebut?
Jawab :
Jawab :
Jawab :
Jawab :
Jawab :