You are on page 1of 27

ABSTRAK Reaksi saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak/lemak dicampur dengan larutan alkali (contoh NaOH).

Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Tujuan dari percobaan adalah untuk membuat dan memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan sabun serta mengetahui sifat-sifat sabun pada percobaan. Sabun dibuat menggunakan lemak atau minyak trigliserida yang diesterifikasi dengan gliserol. Gugus induk lemak disebut fatty acids yang terdiri dari rantai hidrokarbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) yang berikatan membentuk gugus karboksil. Pengolahan sabun melalui proses saponifikasi dengan membebaskan gliserol dengan penambahan minyak dan alkali sebagai bahan utama serta penambahan alkohol (etanol) sebagai pelarut organik. Pembuatan sabun tidak terlepas dengan bantuan NaCl sebagai bahan untuk memperkeras sehingga terbentuknya sabun padat. Untuk pengujian sifat dari sabun yang telah didapatkan, dapat menggunakan kerosen, kalsium sulfat, dan phenolphtalein. Kata kunci : gliserol, saponifikasi, sabun ABSTRACT Saponification reaction is a reaction that occurs when the oil / grease mixed with alkaline solutions (eg NaOH). Soap making or saponification reaction produces soap and glycerin as the main product as a byproduct. The purpose of the experiment is to create and understand the saponification reaction in the process of making soap and knowing the properties of soap in the experiment. Soap is made using fats or oils triglycerides esterified with glycerol. Force mains fats called fatty acids are composed of a hydrocarbon chain length between C12 (laurik acid) to C18 (stearic acid) that binds form a carboxyl group. Processing soap through a saponification process by exempting oil and glycerol with the addition of alkali as the main ingredient and the addition of alcohol (ethanol) as organic solvents. Manufacture of soap not miss with NaCl as a material aid to tighten up the formation of solid soap. To test the properties of the soap has been obtained, it can use kerosene, calcium sulfate, and phenolphtalein. Keywords: glycerol, saponification, soap

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sabun adalah senyawa yang dihasilkan dari reaksi antara asam lemak dengan alkali. Asam lemak ini terdapat di dalam minyak nabati dan lemak hewan. Reaksi dari minyak nabati dan lemak hewan dengan alkali disebut dengan reaksi saponifikasi. Selain berasal dari minyak atau lemak, sabun juga dibuat dari minyak bumi dan gas alam maupun langsung dari tanaman. Pada saat ini banyak pabrik yang memproduksi sabun dalam berbagai macam bentuk dan merek. Masing-masing sabun yang diproduksi memiliki spesifikasi dan mutu tersendiri kemajuan ini terjadi seiring dengan kebutuhan manusia dan perkembangan iptek. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang modern saat ini, telah banyak pula sabun-sabun dibuat untuk maksud pencegehan atau pengobatan terhadap penyakit kulit, sehari-hari pemakaian sabun serirng digunakan sebagai sabun mandi, di Rumah sakit sering dipakai oleh para dokter dan perawat untuk mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan operasi atau perawatan terhadap pasiennya.

1.2

Tujuan percobaan Membuat dan memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan sabun di laboratorium. Menjelaskan beberapa sifat sabun berdasarkan percobaan yang dilakukan

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 Pengertian Sabun dan Reaksi Saponifikasi Sabun adalah senyawa kimia yang dihasilkan dari reaksi lemak atau minyak dengan alkali. Sabun juga merupakan garam-garam Monofalen dari Asam Karboksilat dengan rumus umumnya RCOOM, R adalah rantai lurus (alifatik) panjang dengan jumlah atam C yang bervariasi, yaitu antara C12 C18 dan M adalah kation dari kelompok alkali. Range atom C diatas mempengaruhi sifat-sifat sabun seperti kalarutan, proses emulsi, dan pembasahan. (Yuda Prawira, 2008) Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, gliserin, garam dan impurity lainnya. Semua minyak atau lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Lemak dan minyak nabati merupakan dua tipe ester. Lemak merupakan campuran ester yang dibuat dari alkohol dan asam karboksilat seperti asam stearat, asam oleat, dan asam palmitat. Lemak padat mengandung ester dari gliserol dan asam palmitat, sedangkan minyak, seperti minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam oleat. (Yusuf Thariq, 2012) Sabun dihasilkan oleh proses safonifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa Pembuat kondisi basa yang biasanya digunakan adalah NaOH dan KOH. Hasil lain dari reaksi saponifikasi ialah gliserol. Selain C12 dan C16, sabun juga disusun oleh gugus asam karboksilat. Hidrolisis ester dalam suasana basa bisa disebut juga saponifikasi. Asam lemak yang berikatan dengan natrium atau kalium inilah yang kemudian dinamakan sabun. Namun kadang juga menggunakan NH4OH. Sabun yang dibuat dengan NaOH lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat dengan KOH. Sabun yang terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai nilai pH antara 9,0 sampai 10,8 sedangkan sabun yang terbuat dari alkali lemah (NH4OH) akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu 8,0 sampai 9,5. (Yuda Prawira, 2008)

2.2

Bahan Baku Sabun Secara teknik, sabun adalah hasil reaksi kimia antara fatty acid dan alkali.

Fatty acid adalah lemak yang diperoleh dari lemak hewani atau nabati. Ada beberapa jenis minyak yang dipakai dalam pembuatan sabun, antara lain : Minyak zaitun (olive oil), minyak kelapa (coconut oil), minyak sawit (palm oil), minyak kedelai (soy bean oil) dan lain-lain. Masing-masing mempunyai karakter dan fungsi yang berlainan. Secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut : Fatty Acid ( oils) + Base ( Natrium Hydroxide / Lye) = A Salt (soap). (Yuda Prawira, 2008) Bahan baku yang digunakan didasarkan pada beberapa kriteria, antara lain: faktor manusia dan keamanan lingkungan, biaya, kecocokan dengan bahan-bahan aditif yang lain, serta wujudnya dan spesifikasi khusus dari produk jadinya. Beberapa bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun: 1. Tallow. Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40C. Tallow dengan titer di bawah 40C dikenal dengan nama grease. Tallow adalah lemak padat pada temperatur kamar dan merupakan hasil pencampuran Asam Oleat (4045%), Palmitat (25 30%), stearat (15 20%). Sabun dari Tallow digunakan dalam industri sutra dan industri sabun mandi. (Hui,1996) 2. Lard. Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi

ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa. 3. Palm Oil (minyak kelapa sawit). Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. 4. Coconut Oil (minyak kelapa). Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat. 5. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit). Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa. 6. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin). Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin. 7. Marine Oil. Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup

tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku. 8. Castor Oil (minyak jarak). Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan. 9. Olive Oil (minyak zaitun). Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. 10. Campuran minyak dan lemak. Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun. 11. Alkali. Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).

Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif. 1. NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur

sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas. 2. Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna, dan parfum.

Ada beberapa karaktersitik yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan dasar sabun antara lain: Warna, Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus untuk digunakan sebagai bahan pembuatan sabun. Angka Saponifikasi, Angka Saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalim hidroksida yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satu gram minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yang dibutuhkan dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak. Bilangan Iod, Bilangan iod digunakan untuk menghitung

katidakjenuhan minyak atau lemak, semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh. Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu untuk mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu. (Saiful Rahman, 2009)

2.3

Proses Pembuatan Sabun Proses pembuatan sabun dapat dibuat dua tahap yaitu proses batch atau

proses kontinu.

2.2.a. Proses Batch Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengandung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lamakelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabun ini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara di dalamnya). (Yuda Prawira, 2008)

2.2.b. Proses Kontinu Pada proses kontinu, yaitu yang biasa dilakukan sekarang, lemak atau minyak hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis seperti sabun seng. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun. (Saiful Rahman, 2009)

Safonifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah (misalnya NaOH).

Reaksi saponifikasi:

C3H5(OOCR)3 + 3NaOH Oil

C3H5(OH)3 + 3NaOOCR soap + 3glycerol

+ 3NaOH

Salah satu manfaat dari proses saponifikasi adalah mensintesis sabun (ester) dengan merubah asam karboksilat dengan air.Reaksi pembuatan sabun atau safonifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali.sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras . sabun memiliki kalarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil melainkan larut dalam bentuk ion. Pembuatan sabun tergantung pada reaksi kimia organik yaitu saponifiksai. Lemak direaksi dengan alkali untuk menghasilkan sabun dan gliserin. Saponifikasi merupakan reaksi ekstrem yang menghasilkan panas sekitar 65 kalori per kilogram minyak yang disaponifikasi. Kecepatan reaksi saponifikasi akan meningkat jika kelarutan lemak atau minyak dalam alkali pada fasa cair juga meningkat sedangkan dalam bentuk sabun konsentrasi lemak akan menurun. Jika penyabunan telah selesai, tambahkan Natrium Klorida (NaCl) untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengandung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikelaurkan, gliserol bila diperlukan dapat diambil dengan penyulingan (destilasi), gliserol merupakan hasil samping dari proses ini. Kegunaan sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan cara pembilasan karena sabun

merupakan molekul organic yang terdiri dari 2 kelompok gugus. Gugus pertama dinamakan liofil (atau hidrofil bila medium pendispersinya air) yang mempunyai arti suka akan pelarut dan gugus kedua dinamakan lipofilik (atau hidrofobik bila medium pendispersinya adalah air) yang berarti tidak menyukai pelarut. Pada sabun, gugus hidrofilik memiliki afinitas yang sangat kuat terhadap medium air, sedangkan gugus hidrofobik bergabung dengan gugus hidrofobik dari molekul sabun lain membentuk agregat yang dinamakan misel.

2.4

SURFAKTAN 2.4.1 DEFINISI Surfaktan adalah senyawa yang molekul-molekulnya mempunyai dua ujung yang berbeda interaksinya dengan air, yakni ujung satu (biasa disebut kepala) yang suka air dan ujung satunya (yang disebut ekor) yang tidak suka air. Surfaktan juga di definisikan sebagai zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karenacenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan atau antar muka. Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan mematahkan ikatan-ikatan hidrogen pada permukaan. Hal ini dilakukan dengan menaruh kepala-kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor-ekor hidrofobiknya terentang menjauhi permukaan air.

2.4.2 STRUKTUR KIMIA Keberadaan kedua gugus dalam struktur surfaktan biasa diistilahkan kepala dan ekor. Gugus polar biasa disebut kepala dan ekornya adalah gugus non polar. Filosofinya karena gugus non polarnya berupa rantai panjang sehingga biasa diibaratkan ekor. Sedangkan gugus polarnya hanya gugus karboksilat sehingga diibaratkan kepala.

Gambar 2.1 Struktur surfaktan Surfaktan merupakan senyawa organik yang dalam molekulnya memiliki sedikitnya satu gugus hidrofilik dan satu gugus hidrofobik.Apabila ditambahkan ke suatu cairan pada konsentrasi rendah, maka dapat mengubah karakteristik tegangan permukaan dan antarmuka cairan tersebut. Antarmuka adalah bagian dimana dua fasa salingbertemu/kontak.

Permukaan yaitu antar muka dimana satu fasa kontak dengan gas, biasanya udara. Apabila kita lihat struktur surfaktan dapat dilihat bahwa terdapat gugus polar maupun non polar dalam strukturnya. Surfaktan dapat bersifat polar karena memiliki gugus karboksilat yang memiliki karakter polar. Mengapa gugus karboksilat bersifat polar? Karena pada gugus karboksilat terdapat ikatan rangkap dan juga pasangan elektron bebas yang dapat mengakibatkan muatan negatif terkutubkan. Kutub polar dari surfaktan ini dapat berinteraksi dengan air sehingga bersifat hidrofil. Secara struktur kata hidrofil berasal dari gabungan kata hidro yang berarti air dan fil yang berarti suka, jadi hidrofil berarti suka air. Selain bersifat polar, surfaktan pun dapat bersifat non polar karena memiliki rantai karbon yang memiliki karakter non polar. Mengapa rantai karbon bersifat non polar? Rantai karbon bersifat non polar karena elektron tersebar secara merata sehingga tidak ada pengkutuban muatan. Karena

rantai karbon ini bersifat non polar, maka tidak dapat berinteraksi dengan air, tetapi justru dapat berinteraksi dengan lemak. Oleh karena itu sisi non polar ini bersifat hidrofob. Hidrofob merupakan gabungan kata hidro yang berarti air dan fob yang berarti takut, jadi hidrofob berarti takut air.

2.4.3 KLASIFIKASI SURFAKTAN Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar

berdasarkan kelarutannya, yaitu surfaktan yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air.

1. Surfaktan yang larut dalam minyak Ada tiga yang termasuk dalam golongan ini, yaitu senyawa polar berantai panjang, senyawa fluorokarbon, dan senyawa silikon.2.

2. Surfaktan yang larut dalam air Golongan ini banyak digunakan antara lain sebagai zat pembasah, zat pembusa, zat pengemulsi, zat anti busa, detergen, zat flotasi, pencegah korosi, dan lain-lain. Ada empat yang termasuk dalam golongan ini, yaitu surfaktan anion yang bermuatan negatif, surfaktan yang bermuatan positif, surfaktan nonion yang tak terionisasi dalam larutan, dan surfaktan amfoter yang bermuatan negatif dan positif bergantung pada pH-nya.

Berdasarkan muatannya terdapat empat kategori surfaktan, yaitu: a. Surfaktan Anionik Surfaktan anionik merupakan surfaktan yang dapat membentuk ion negatif atau anion. Contohnya adalah Alkyl Benzene Sulfonate (ABS), Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS), Alpha Olein Sulfonate (AOS). b. Surfaktan Kationik Surfaktan kationik merupakan surfaktan yang dapat membentuk ion positif atau kation. Contohnya adalah garam amonium.

c. Surfaktan Non ionik Surfaktan non ionik merupakan surfaktan yang tidak membentuk ion negatif maupun positif sehingga bersifat netral. Contohnya adalah Nonyl Phenol Polyethoxyle. d. Amfoter Surfaktan amfoter merupakan surfaktan yang dapat membentuk ion positif maupun negatif. Contohnya adalah Acyl Ethylenediamines.

Berdasarkan struktur kimianya, surfaktan dapat dibagi sebagai berikut: a. Sabun, contohnya adalah Na-laurat, Na-palmitat, Na-stearat, Na-oleat, dsb. b. Minyak-minyak yang disulfatkan/disulfonkan, contohnya adalah

minyak jarak yang disulfatkan (TRO). c. Parafin atau olefin yang disulfurkan, contohnya adalah senyawa sulfochlorida yang disabunkan (Mersolat), olefin yang disulfatkan (Tepol). d. Aralkil sulfonat, contohnya adalah alkil benzo sulfonat, naftalin sulfonat seperti 1-iso propil natalin 2-sulfonat-Na (Nekal A), dsb. e. Alkil sulfat, contohnya adalah Alkil sulfat primer/ dari alkil alkohol primer seperti asam malonat anhidrat + alkohol dengan Na-bisulfit (Nacconol. LAL), Alkil sulfat sekunder/ dari alkil alkohol sekunder. f. Kondensat asam lemak, contohnya adalah kondensat dengan gugus amino (Medialan A, Sapamine A), kondensat mengandung gugus oksi (Immersol S, Soromin A), kondensat dengan gugus inti aromatik (Melioaran F). g. Persenyawaan polietilenaoksida (poliglikoeter), contohnya adalah Alkil amin poliglikol eter (Peregal OK), Dispersol E.

2.4.4 SIFAT-SIFAT SURFAKTAN Surfaktan memiliki beberapa sifat, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Sebagai larutan koloid

Pada konsentrasi tinggi partikel koloid akan saling menggumpal, gumpalan ini disebut misel atau agregat baik berbentuk sferik (daya hantar listriknya tinggi) atau lamelar (daya hantar listriknya kecil disebut juga koloid netral) dan ada dalam kesetimbangan dengan sekitarnya (pelarut atau dispersi larutan). Kesetimbangan ini akan mencapai konsentrasi kritik misel. 2. Adsorpsi Apabila larutan mempunyai tegangan permukaan lebih kecil daripada pelarut murni, zat terlarut akan terkonsentrasi pada permukaan dan terjadi adsorpsi positif. Sebaliknya adsorpsi negatif menunjukkan bahwa molekul-molekul zat terlarut lebih banyak terdapat dalam rongga larutan daripada di permukaan. Hubungan antara derajat penyerapan dan penurunan tegangan permukaan dinyatakan dalam persamaan Gibbs. 3. Kelarutan dan daya melarutkan Partikel-partikel tunggal dari surfaktan relatif tidak larut, sedangkan misel mempunyai kelarutan tinggi. Makin panjang rantai hidrokarbonnya, makin tinggi temperatur kritik larutan. 4. Pembasahan Perubahan dalam tegangan permukaan yang menyertai proses pembasahan dinyatakan oleh Hukum Dupre. 5. Daya Busa Busa ialah dispersi gas dalam cairan dan zat aktif permukaan memperkecil tegangan antarmuka, sehingga busa akan stabil, jadi surfaktan mempunyai daya busa. 6. Daya Emulsi Emulsi adalah suspensi partikel cairan dalam fasa cairan yang lain, yang tidak saling melarutkan. Surfaktan akan menurunkan tegangan antarmuka, sehingga terjadi emulsi yang stabil. Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar, hilangnya kelembaban alami yang ada pada permukan kulit dan meningkatkan permeabilitas permukaan

luar. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa kulit manusia hanya mampu memiliki toleransi kontak dengan bahan kima dengan kandungan 1 % LAS dan AOS dengan akibat iritasi sedang pada kulit. ( http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/05/tugas-kuliah-tentangpembuatan-sabun.html)

2.5

Sifat Sabun Sabun mempunyai sifat-sifat, yaitu: a) Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa. b) Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam Mg atau Ca dalam air mengendap.

CH3(CH2)16COONa + CaSO4 Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2. c) Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka ait) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. (Madja, 2007)

2.6

Kegunaan Sabun Salah satu manfaat dari proses saponifikasi adalah mensintesis sabun (ester)

dengan merubah asam karboksilat dengan air.Ada sesuatu yang sangat mengagumkan dari sabun; manfaatnya sebagai pembersih serba guna tapi pastikan

sabun yang digunakan adalah sabun berbahan alami sehingga khasiatnya dapat dirasakan bagi kulit dan juga kebersihan rumah. Berikut 10 manfaat sabun bagi rumah tangga, yaitu : 1. Pembersih kulit. kandungan emolien yang terdapat pada sabun dapat melembutkan dan membersihkan kotoran yang melekat pada kulit. 2. Membunuh kuman. 3. Pembasmi serangga. 4. Pelicin karat. 5. Pembersih bahan kulit. 6. Pencuci pakaian. 7. Pembersih kaca. 8. Pembersih serba guna. 9. Pembersih lantai kayu. sabun dengan kandungan emolien sangat sempurna untuk membersihkan lantai kayu rumah dan membuatnya lebih mengkilap.

Sabun adalah alkalin dan dikombinasikan dengan beberapa mineral seperti baking soda, borak, atau washing soda yang sangat ampuh untuk beragam pekerjan bersih-bersih. (Yuda Prawira, 2008)

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN


3.1 Alat-Alat yang Digunakan Cawan Penguap Gelas Ukur 5 ml Gelas Ukur 100 ml Pengaduk Penangas Tabung Reaksi Kertas Saring Corong

3.2

Bahan-Bahan yang Digunakan Minyak goreng Alkohol Natrium Hidroksida 2 N Larutan NaCl jenuh Kerosen (Minyak Tanah) Larutan Kalsium Sulfat Phenolpthalein

3.3

Prosedur Percobaan 3.3.A Persiapan. 1. Alat dan bahan kimia yang akan digunakan disiapkan. 2. Larutan NaOH 2 N dibuat dengan melarutkan 40 gr padatan NaOH dalam 500 ml aquadest. 3. Buat juga larutan NaCl 2 N dengan melarutkan 58,5 gr padatan NaCl dalam 500 ml aquadest.

3.3.B Pembuatan Sabun 1. 2. 3. 4. 5. kedalam cawan penguap dimasukkan 10 ml minyak goreng. Lalu minyak di tambahkan 10 ml etanol Tambahkan juga 20 ml larutan NaOH 2 N, sambil diaduk. Tutup cawan penguap dengan kaca arloji. Cawan penguap yang berisi campuran tersebut dipanaskan sambil diawasi selama pemanasan. 6. 7. 8. Hentikan pemanasan sampai hilang bau dari alkohol (etanol). Dinginkan campuran dalam cawan penguap tersebut. Selanjutnya amati perubahan-perubahan yang terjadi dalam cawan penguap. 9. Setelah pengamatan di dapat lakukan percobaan selanjutnya, Tambahkan 80 ml larutan NaCl jenuh kedalam cawan penguap hasil percobaan sebelumnya. 10. Amati juga apa yang terjadi. 11. Campuran diaduk. 12. Zat padat yang dihasilkan disaring. 13. Hasil pengamatan dicatat.

3.3.C Identifikasi Sifat Sabun 1. 2. 3. 1 ml kerosene dan 10 ml air dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Catatlah pengamatan. masukkanlah sabun kedalam tabung reaksi yang berisi campuran kerosene dan air. 4. 5. Catat pengamatan yang didapat. Jika tidak ada perubahan masukkan sedikit lagi sabun kedalam tabung reaksi yang berisi campuran kerosene dan air. 6. 7. Tabung reaksi dikocok dan catatlah pengamatan. Lakukan perlakuan kedua terhadap sabut yang kita hasilkan. Larutkanlah sedikit sabun dalam 5 ml air panas. 8. Tambahkan 8 10 tetes larutan Kalsium Sulfat.

9.

Catat pengaruh Kalsium Sulfat terhadap air sabun.

10. Lakukan perlakuan ketiga terhadap sabun yang dihasilkan. sedikit sabun dalam 5 ml etanol masukkan kedalam tabung reaksi. 11. Teteskan 2 tetes larutan Phenolpthalein. 12. Catat pengamatan yang didapat.

BAB IV HASIL DAN PENGAMATAN

4.1

Hasil dan Perhitungan Membuat larutan NaOH 2 N sebanyak 500 ml. diketahui derajat ionisasi NaOH = 1 sehingga 2N = 2M. Menghitung massa NaOH yang dibutuhkan:

Membuat larutan NaCl 2 N sebanyak 500 ml. diketahui derajat ionisasi NaCl = 1 sehingga 2N = 2M. Menghitung massa NaOH yang dibutuhkan:

No. 1.

Pembuatan Sabun Bahan Minyak goreng Alkohol NaOH Dipanaskan Pengamatan Berbuih Berwarna kuning Bau pelarut hilang Didinginkan + NaCl jenuh Menggumpal Endapan sabun naik kepermukaan. Campuran (1) diaduk + NaCl jenuh dan Endapan sabun terlihat lebih banyak.

2. 3.

Campuran Campuran (1)

No. 1.

Sifat-Sifat Sabun Bahan Kerosen + Air Dikocok Pengamatan Terlihat ada 2 lapisan, dimana kerosene diatas dan air dibawah.

2.

Kerosen+Air+Sabun dikocok

larutan

bercampur

terbentuk

satu fasa (homogen). larutan berwarna putih keruh dan berbusa.

3.

Sabun + Air panas

4. 5. 6.

Larutan sabun + Kalsium Sulfat Sabun + Etanol Sabun + Etanol + Phenolpthelein

Busa pada larutan hilang. Larutan putih keruh. Larutan berwarna merah muda dan terdapat endapan.

4.2

Pembahasan 4.2.A Proses Pembuatan Sabun Percobaan ini bertujuan untuk membuat serta memahami reaksi pembuatan sabun. Pada pembuatan sabun, campuran dari 10 ml minyak goreng, 10 ml etanol, dan 20 ml NaOH yang dimasukkan dalam cawan

sambil diaduk. Berdasarkan teori, NaOH akan bereaksi dengan asam lemak, namun NaOH dan asam lemak tidak akan bercampur karena memiliki perbedaan kepolaran yang tinggi, disinilah letak fungsi etanol yaitu memfasilitasi reaksi NaOH dan asam lemak, karena NaOH dan asam lemak dapat larut dalam etanol (meskipun tingkat kelarutannya rendah). Selanjutnya campuran dipanaskan. Proses pemanasan dilakukan sampai bau etanol hilang supaya sabun yang terbentuk sempurna. Setelah pemanasan larutan yang didapat berbentuk cair, berbuih dan berwarna kuning. Lalu campuran didinginkan dalam sebuah wadah berisikan air. Karena proses pendinginan menggumpal. Selanjutnya campuran ditambahkan 80 ml NaCl jenuh, yang akan membuat larutan tersebut menggumpal naik kepermukaan. Hal ini disebabkan olehfungsi larutan NaCl jenuh sebagai pengatur kekentalan sabun, dimana penambahan NaCl akan menyebabkan sabun (garam Na) mengendap akibat dari pengaruh ion senama yaitu ion natrium sampai pada titik jenuhnya. Selanjutnya campuran disaring menggunakan kertas saring agar sabun yang didapat terpisah dengan gliserolnya. Zat yang tinggal pada kertas saring tersebut merupakan sabun sebagai hasil dari percobaan ini. campuran minyak goreng, etanol dan NaOH akan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

KESIMPULAN Setelah dilakukan rangkaian percobaan tentang reaksi saponifikasi, dapat

ditarik kesimpulan: Sabun dibuat dengan memanaskan campuran antara lemak/minyak dengan alkali (basa) melalui proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa. Pada proses pembuatan sabun dibutuhkan minyak goreng, etanol, dan NaOH melalui proses pengadukan dan pemanasan. Proses pengadukan fungsinya untuk menghomogenkan campuran, Sedangkan proses pemanasan berfungsi untuk mempercepat reaksi. Penambahan NaCl berfungsi untuk memisahkan antara sabun dan gliserol dengan cara mengendapkan sabun yang akan naik kepermukaan campuran. Beberapa sifat sabun, diantaranya: sabun sebagai emulgator (zat pengemulsi). Busa atau buih sabun tidak terbentuk didalam air sadah. Sabun bersifat basa.

5.2

saran

Proses yang sedikit meragukan adalah saat menentukan apakah pelarut etanol yang digunakan sudah habis atau belum. Karena kita hanya menentukannya dari mencium baunya saja. Jadi diperlukan beberapa pendapat dalam hal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2009. Tugas Kuliah Tentang Pembuatan Sabun. (Diakses pada Tanggal 25 September 2012; tutorialkuliah.blogspot.com/2009/05/tugaskuliah-tentang-pembuatan-sabun.html). Hui, Y. H. 1996. Baileys Industrial Oil and Fat Products, fifth edition. New York: Jhon Willey & Sons Inc. Irdoni HS & Nirwana. 2009. Modul Pratikum Kimia Organik. Pekanbaru. Universitas Riau. Madja. 2007. Prinsip Proses Produksi Sabun. (Diakses pada Tanggal 25 September 2012; http://madja.wordpress.com/2007/12/20/primsip-prosesproduksi-sabun/). Majarimagazine. 2009. Bahan Pembuatan Sabun. (Diakses pada Tanggal 25 September 2012; http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatansabun/). Pramushinta, Diah. 2011. Pembuatan Sabun. (Diakses pada Tanggal 25 September 2012; http://inuyashaku.wordpress.com/2011/06/04/483/). Prawira, Yuda. 2008. Reaksi Saponifikasi Pada Proses Pembuatan Sabun. (Diakses pada Tanggal 25 September 2012;

http://yprawira.wordpress.com/reaksi-saponifikasi-pada-prosespembuatan-sabun/). Thariq, Yusuf. 2012. Laporan Saponifikasi. (Diakses pada Tanggal 25 September 2012; http://yusufzae.blogspot.com/2012/02/laporan-saponifikasi.html).

Lampiran
Dokumentasi Proses pembuatan sabun Gambar

Pemanasan campuran sabun

Pencampuran NaCl

Campuran zat setelah didinginkan

Penyaringan sabun dengan menggunakan pompa vakum

Hasil campuran yang telah disaring berupa sabun mentah

Pengujian sifat-sifat sabun

Gambar

Campuran air dan kerosen sebelum ditambahkan sabun

Campuran air dan kerosen setelah ditambahkan sabun

Pengujian sifat-sifat sabun

Gambar

Pengujian menggunakan Phenophtalein (PP)

You might also like