Professional Documents
Culture Documents
BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
parahkah moralitas sebagian anak remaja putri kita sehingga mereka rela
menggadaikan ”mahkota”-nya demi memanjakan nafsu lelaki hidung belang?
Prostitusi agaknya bukan persoalan yang mudah untuk dihilangkan begitu
saja dari muka bumi ini. Perilaku ”anomali” semacam itu tergolong sebagai
perilaku yang tertua, ada semenjak manusia mengenal peradaban. Persoalan
ekonomi, gaya hidup hedonis, putus asa, kompleksnya persoalan sosial dan
budaya, proses degradasi moral, atau maraknya sikap permisif, bisa menjadi
”sponsor” utama maraknya praktik pelacuran. Bahkan, ada yang secara ekstrem
menyatakan bahwa prostitusi baru akan hilang ketika peradaban dunia sudah
tamat alias lenyap. Mereka yang punya naluri bisnis ”esek-esek” agaknya telah
terlatih untuk menajamkan daya penciuman dalam memburu mangsa. Dengan
berbagai macam cara, mereka memasang perangkap untuk menjerat
perempuan di bawah umur demi memuaskan naluri purba pelanggannya. Tak
ayal, pelajar putri yang masih anak remaja yang kebetulan sedang bermasalah
menjadi sangat rentan kena perangkapnya.
2. Tujuan
Tulisan ini mencoba menggali :
• Faktor faktor yang mempengaruhi semakin meningkatnya
pergaulan seks bebas dan prostitusi anak remaja.
• Tindakan pencegahan apa yang perlu dilakukan untuk
meminimalisasi perilaku patologi seks bebas dan prostitusi
dikalangan remaja.
3. Manfaat
1. Kajian Teoritis
Kartono (1986), menyimpulkan bahwa Juvenile Delinquency adalah
perilaku jahat (dursila) atau kenalakan anak anak muda, meruapakan gejala sakit
(patologis) secara sosial yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial,
sehingga mereka mengembangkan tingkah laku menyimpang. Anak anak muda
ini disebut sebagai anak cacat secara sosial, mereka menderita cacat mental
disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada di tengah masyarakat. Selanjutnya
dia juga mengatakan bahwa pengaruh sosial kultural memainkan peran besar
dalam pembentukan tingkah laku kriminal anak remaja, yang merupakan
kurangnya tanda tanda konformitas terhadap norma sosial, mayoritas JD
(Juvenile Delinquency) berda dibawah usia 21 tahun dan tertinggi pada usia 15
-19 tahun, sesudah usia 22 tahun akan menurun, tetapi kejahatan seksual
banyak dilakukan dari usia remaja sampai umur menjelang dewasa. Anak
perempuan lebih banyak jatuh ke lembah pelacuran Promiskuitas (pergaulan
bebas dan seks bebas dengan banyak pria).
setelah itu bebas lagi diperjualbelikan. Sistem pendidikan yang mengejar angka-
angka pun memberi andil kerusakan generasi muda itu.
pelacur usia remaja pada umumnya berusia dibawah 18 tahun, 50% nya
disebabkan karena lari meninggalkan rumah. Para mucikari biasanya membuat
remaja jatuh mental dengan cara membuatnya ketagihan pada obat obatan dan
alkhohol, sehingga akhirnya mudah dijerumuskan ke pelacuran. Dikatakan juga
bahwa para remaja berisiko mengalami :
1. Sexual abuse (kekerasan seksual)
2. Drug abuse (ketagihan drugs)
3. Physical abuse (kekerasan fisik)
4. Financial abuse (kekerasan keuangan).
5. Kehamilan.
6. Bunuh diri.
7. Tertular penyakit kelamin (termasuk HIV dan AIDS)
9
Daftar Pustaka :
1. Made Putri Ayu Rasmini (2007), Menguak Perilaku Seks Remaja
Denpasar, Harian Bali Kabar Anyar 18th July 2007.
2. Harja saputra dan Fikri habsyi (2002), Faktor factor Penyebab
Prostitusi, Sebuah Penelitian di Warung Remang-remang Desa
Pondok Udik, Parung, Bogor
3. Asro Kamal Rokan (2007), Pergaulan Bebas, Harian Republika.
4. Arifin Suaib (2006), Tentang Prostitusi Remaja Gorontalo,
5. Kuntjojo (2008),Mencegah Perilaku Seks tidak Sehat Pada Remaja
Melalui Pendidikan Seks. http://kunt34.blogspot.com/2008/12/
6. Clare Tattersall (1999). Drugs, Runaways, and Teen Prostitution
The Rosen Pub. Group, INC, NEW YORK.