You are on page 1of 28

TEKHNIK DAN ALAT EVALUASI PENDIDIKAN

NON-TEST

Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
Dewi Nur Wahidah Sonaasih, S.S
Dhesti Setyo Wulan, S.Si
Elvia Damayanti, S.TP
Epi Erpina S.Si
Erik Nurdiana Nurkholik, S.E
Evi Nurfitriyanti, SP

UNIVERSITAS IBNU KHOLDUN


BOGOR
2009
BAB I
PENDAHULUAN

Mutu pendidikan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya siswa, pengelola sekolah,
lingkungan,kualitas pengajaran, kurikulum dan sebagainya (Suhartoyo, 2005). Usaha
peningkatan pendidikan bisa ditempuh dengan peningkatan kualitas pembelajaran dan sistem
evaluasi yang baik. Keduanya saling berkaitan sistem pembelajaran yang baik akan
menghasilkan kualitas pendidikan yang baik, selanjutnya sistem penilaian yang baik akan
mendorong guru untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi siswa untuk
belajar yang lebih baik (Mardapi, 2003).
Sehubungan dengan itu, maka di dalam pembelajaran dibutuhkan guru yang tidak hanya
mengajar dengan baik, namun mampu melakukan evaluasi dengan baik. Kegiatan evaluasi
sebagai bagian dari program pembelajaran perlu lebih dioptimalkan. Evaluasi tidak hanya
bertumpu pada penilaian hasil belajar, namun perlu penilaian terhadap input, output dan kualitas
proses pembelajaran itu sendiri.
Dalam makalah ini, kami menyajikan beberapa hal tentang teknik evaluasi yang dapat
digunakan dalam penilaian terhadap anak didik, baik itu tentang kemampuan belajar, sikap,
keterampilan, sifat, bakat, minat dan kepribadian. Adapun teknik yang akan dijelaskan dalam
makalah ini adalah teknik nontes. Salah satu teknik yang sangat membantu dalam penilaian
terhadap hal-hal yang bersangkutan dengan siswa.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tehnik Nontes


Alat penilaian dapat berarti teknik evaluasi. Tehnik evaluasi nontes berarti melaksanakan
penilain dengan tidak mengunakan tes. Tehnik penilaian ini umumnya untuk menilai kepribadian
anak secara menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, sikap sosial, ucapan, riwayat hidup
dan lain-lain. Yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam pendidikan, baik secara individu
maupun secara kelompok.
Alat penilaian yang non-test, yang biasanya menyertai atau inheren dalam pelaksanaan
proses belajar mengajar sangat banyak macamnya. Di antaranya bisa disebutkan adalah observasi
(baik dengan cara langsung, tak langsung, maupun partisipasi), wawancara (terstruktur atau
bebas), angket (tertutup atau terbuka), sosiometri, checklist, concept map, portfolio, student
journal, pertanyaan-pertanyaan, dan sebagainya.
Keberhasilan siswa dalam proses belajar-mengajar tidak dapat diukur dengan alat tes. Sebab
masih banyak aspek-aspek kemampuan siswa yang sulit diukur secara kuantitatif dan mencakup
objektifitas misalnya aspek efektif psikomotor.
Penggolongan Tehnik Nontes
1) Observasi
Observasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan
tingkah lakuya. Secara umum observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan
(data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis
terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan.
Observasi dapat dilakukan pada berbagi tempat misalnya kelas pada waktu pelajaran,
dihalaman sekolah pada waktu bermain, dilapangan pada waktu murid olah raga, upacara
dan lain-lain.
a. Cara dan Tujuan Observasi
Menurut cara dan tujuannya observasi dapat dibedakan menjadi 3 macam:
1) Observasi partisipatif dan nonpartisipatif
Observasi partisipatif adalah observasi dimana orang yang mengobservasi (observer) ikut
ambil bagian alam kegiatan yang dilakukan oleh objek yang diamatinya. Sedangkan
observasi nonpartisipatif, observasi tidak mengambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan
oleh objeknya. Atau evaluator berada “diluar garis” seolah-olah sebagai penonton belaka.
Contoh observasi partisipatif : Misalnya guru mengamati setiap anak. Kalau observasi
nonpartisipatif, guru hanya sebagai pengamat, dan tidak ikut bermain.
2) Observasi sistematis dan observasi nonsitematis
Observasi sistematis adalah observasi yang sebelum dilakukan, observer sudah mengatur
sruktur yang berisi kategori atau kriteria, masalah yang akan diamati
Sedangkan observasi nonsistematis yaitu apabila dalam pengamatan tidak terdapat stuktur
ketegori yang akan diamati.
Contoh observasi sistematis misalnya guru yang sedang mngamati anak-anak menanam
bunga. Disini sebelum guru melaksanakan observasi sudah membuat kategori-kategori yang
akan diamati, misalnya tentang: kerajinan, kesiapan, kedisiplinan, ketangkasan, kerjasama
dan kebersihan. Kemudian ketegori-kategori itu dicocokkan dengan tingkah laku murid
dalam menanam bunga.
Kalau observasi nonsistematis maka guru tidak membuat kategori-kategori diatas, tetapi
langsung mengamati anak yang sedang menanam bunga.
3) Observasi Eksperimental
Observasi eksperimental adalah observasi yang dilakukan secara nonpartisipatif tetapi
sistematis. Tujuannya untuk mengetahui atau melihat perubahan, gejala-gejala sebagai
akibat dari situasi yang sengaja diadakan.
Sebagai alat evaluasi , observasi digunakan untuk:
a) Menilai minat, sikap dan nilai yang terkandung dalam diri siswa.
b) Melihat proses kegiatan yang dilakukan oleh siswa maupun kelompok.
c) Suatu tes essay / obyektif tidak dapat menunjukan seberapa kemampuan siswa dapat
menjelaskan pendapatnya secara lisan, dalam bekerja kelompok dan juga kemampuan siswa
dalam mengumpulkan data
b. Sifat Observasi
Observasi yang baik dan tepat harus memilki sifat-sifat tertentu yaitu:
1. Hanya dilakukan sesuai dengan tujuan pengajaran
2. Direncanakan secara sistematis
3. Hasilnya dicatat dan diolah sesuai dengan tujuan
4. Dapat diperika validitas, rehabilitas dan ketelitiaanya.
c. Kelebihan dan Kelemahan Observasi
Observasi sebagai alat penilain nontes, mempunyai beberapa kelebihan, antara lain:
1. Observasi dapat memperoleh data sebagai aspek tingkah laku anak.
2. Dalam observasi memungkinkan pencatatan yang serempak dengan terjadinya suatu
gejala atau kejadian yang penting
3. Observasi dapat dilakukan untuk melengkapi dan mencek data yang diperoleh dari
teknik lain, misalnya wawancara atau angket
4. Observer tidak perlu mengunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan objek yang
diamati, kalaupun menggunakan, maka hanya sebentar dan tidak langsung memegang
peran.
Selain keuntungan diatas, observer juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain:
1. Observer tiidak dapat mengungkapkan kehidupan pribadi seseorag yang sangat
dirahasiakan. Apabila seseorang yang diamati sengaja merahasiakan kehidupannya
maka tidak dapat diketahui dengan observasi. Misalnya mengamati anak yang
menyayi, dia kelihatan gembira, lincah . Tetapi belum tentu hatinya gembira, dan
bahagia. Mungkin sebaliknya, dia sedih dan duka tetapi dirahasiakan.
2. Apabila si objek yang diobservasikan mengetahui kalau sedang diobservasi maka tidak
mustahil tingkah lakunya dibuat-buat, agar observer merasa senang.
3. Observer banyak tergantung kepada faktor-faktor yang tidak dapat dapat dikontrol
sebelumya.

Langkah-langkah menyusun observasi :


1. Merumuskan tujuan
2. Merumuskan kegiatan
3. Menyusun langkah-langkah
4. Menyusun kisi-kisi
5. Menyusun panduan observasi
6. Menyusun alat penilaian
2) Wawancara (Interview)
Wawancara, suatu cara yang dilakukan secara lisan yang berisikan pertanyaan-pertanyaan
yang sesuai dengan tujuan informsi yang hendak digali. wawancara dibagi dalam 2 kategori,
yaitu pertama, wawancara bebas yaitu si penjawab (responden) diperkenankan untuk
memberikan jawaban secara bebas sesuai dengan yang ia diketahui tanpa diberikan batasan
oleh pewawancara. Kedua adalah wawancara terpimpin dimana pewawancara telah
menyusun pertanyaan pertanyaan terlebih dahulu yang bertujuan untuk menggiring
penjawab pada informasi-informasi yang diperlukan saja.
Wawancara adalah suatu tehnik penilain yang dilakukan dengan jalan percakapan (dialog)
baik secara langsung (face to pace relition) secara langsung apabila wawancara itu dilakukan
kepada orang lain misalnya kepada orang tuannya atau kepada temanya. Keberhasilan
wawancara sebagai alat penilaian sangat dipengaruhi oleh beberapa hal :
a. Hubungan baik pewawancara dengan anak yang diwawancarai. Dalam hal ini
hendaknya pewawancara dapat menyesuikan diri dengan orang yang diwawancarai
b. Keterampilan pewawancara
Keterampilan pewawancara sangat besar pengaruhnya terhadap hasil wawancara yang
dilakukan, karena guru perlu melatih diri agar meiliki keterampilan dalam melaksanakan
wawancara.
c. Pedoman wawancara
Keberhasilan wawancara juga sangat dipengaruhi oleh pedoman yang dibuat oleh guru
sebelum guru melaksanakan wawancara harus membuat pedoman-pedoman secara
terperinci, tentang pertanyaan yang akan diajukan.

Langkah-langkah penyusunan wawancara :


1. Perumusan tujuan
2. Perumusan kegiatan atau aspek-aspek yang dinilai
3. Penyusunan kisi-kisi
4. Penyusunan pedoman wawancara
5. Lembaran penilaian
Kelebihan dan kelemahan wawancara
Kelebihan wawancara yaitu :
1. Wawancara dapat memberikan keterangan keadan pribadi hal ini tergantung pada
hubungan baik antara pewawancara dengan objek
2. Wawancara dapat dilaksanakan untuk setiap umur dan mudah dalam pelaksaannya
3. Wawancara dapat dilaksanakan serempak dengan observasi
Data tentang keadaan individu lebih banyak diperoleh dan lebih tepat dibandingkan
dengan observasi dan angket.
4. Wawancara dapat menimbulkan hubungan yang baik antara si pewawancara dengan
objek.
Sedangkan Kelemahan wawancara:
1. Keberhasilan wawancara dapat dipengaruhi oleh kesediaan, kemampuan individu
yang diwawancarai
2. Kelancaran wawancara dapat dipengaruhi oleh keadaan sekitar pelaksaan
wawancara
3. Wawancara menuntut penguasaan bahasa yang baik dan sempurna dari
pewawancara
4. Adanya pengaruh subjektif dari pewawancara dapat mempengaruhi hasil
wawancara
Ada dua jenis wawancara yang dapat pergunakan sebagai alat evaluasi, yaitu:
a.Wawancara terpimpin (Guided Interview) yang juga sering dikenal dengan istilah
wawancara berstruktur (Structured Interview) atau wawancara sistematis (Systematic
Interview).
b.Wawancara tidak terpimpin (Un-Guided Interview) yang sering dikenal dengan istilah
wawancata sederhana (Simple Interview) atau wawancara tidak sistematis (Non-Systematic
Interview), atau wawancara bebas.
Hal-hal yang perlu diperhatikan didalam guru sebagai pewawancara yaitu:
a. Guru yang akan mengadakan wawancara harus mempunyai back ground tentang apa
yang akan ditanyakan
b. Guru harus menjalankan wawancara dengan baik tentang maksud wawancara tersebut
c. Harus menjaga hubungan yang baik
d. Guru harus mempunyai sifat yang dapat dipercaya
e. Pertanyaan hendaknya dilakukan dengan hati-hati, teliti dan kalimatnya jelas
f. Hindarkan hal-hal yang dapat mengganggu jalannya wawancara
g. Guru harus mengunakan bahasa sesuai kemampuan siswa yang menjadi sumber data
h. Hindari kevakuman pembicaraan yang terlalu lama
i. Guru harus mengobrol dalam wawancara
j. Batasi waktu wawancara
k. Hindari penonjolan aku dari guru

3) Angket (Questionaire)
Pada dasarnya angket adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan
diukur (responden). Pada umumnya tujuan penggunaan angket atau kuesioner dalam proses
pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik
sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka.
Angket sebagai alat penilaian nontes dapat dilaksanakan secara langsung maupun secara tidak
langsung. Dilaksanakan secara langsung apabila angket itu diberikan kepada anak yang dinilai
atau dimintai keterangan sedangkan dilaksanakan secara tidak langsung apabila nagket itu
diberikan kepada orang untuk dimintai keterangan tentang keadaan orang lain. Misalnya
diberikan kepada orangtuanya, atau diberikan kepada temannya.
Angket adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori. Dari segi yang
memberikan jawaban, angket dibagi menjadi angket langsung angket tidak langsung. Angket
langsung adalah angket yang dijawab langsung oleh orang yang diminta jawabannya.
Sedangkan angket tidak langsung dijawab oleh secara tidak langsung oleh orang yang dekat
dan mengetahui si penjawab seperti contoh, apabila yang hendak dimintai jawaban adalah
seseorang yang buta huruf maka dapat dibantu oleh anak, tetangga atau anggota keluarganya.
Dan bila ditinjau dari segi cara menjawab maka angket terbagi menjadi angket tertutup dan
angket terbuka. Angket tertututp adalah daftar pertanyaan yang memiliki dua atau lebih
jawaban dan si penjawab hanya memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada awaban yang
ia anggap sesuai. Sedangkan angket terbuka adalah daftar pertanyaan dimana si penjawab
diperkenankan memberikan jawaban dan pendapatnya secara terperinci sesuai dengan apa
yang ia ketahui.
Ditinjau dari strukturnya, angket dapat dibagi menadi 2 macam, yaitu angket berstuktur dan
angket tidak berstuktur. Angket berstuktur adalah angket yang bersifat tegas, jelas, dengan
model pertanyan yang terbatas, singkat dan membutuhkan jawaban tegas dan terbatas pula.
Sedangkan angket tidak berstruktur adalah angket yang membutuhkan jawaban uraian
panjang, dari anak, dan bebas. Yang biasanya anak dituntut untuk memberi penjelasan-
penjelasan, alasan-alasan terbuka.
Angket sebagai alat penilaian terhadap sikap tingkah laku, bakat, kemampuan, minat anak,
mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan angket antara lain:
1. Dengan angket kita dapat memperoleh data dari sejumlah anak yang banyak yang hanya
membutuhkan waktu yang sigkat.
2. Setiap anak dapat memperoleh sejumlah pertanyaan yang sama
3. Dengan angket anak pengaruh subjektif dari guru dapat dihindarkan
Sedangkan kelemahan angket, antara lain:
1. Pertanyaan yang diberikan melalui angket adalah terbatas, sehingga apabila ada hal-hal
yang kurang jelas maka sulit untuk diterangkan kembali
2. Kadang-kadang pertanyaan yang diberikan tidak dijawab oleh semua anak, atau
mungkin dijawab tetapi tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Karena anak
merasa bebas menjawab dan tidak diawasi secara mendetail.
3. Ada kemungkinan angket yang diberikan tidak dapat dikumpulkan semua, sebab banyak
anak yang merasa kurang perlu hasil dari angket yang diterima, sehingga tidak
memberikan kembali angketnya.
Langkah-langkah menyusun angket :
1. Merumuskan tujuan
2. Merumuskan kegiatan
3. Menyusun langkah-langkah
4. Menyusun kisi-kisi
5. Menyusun panduan angket
6. Menyusun alat penilaian
4). Pemeriksaan Dokumen (Ducumentary Analisis)
Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa
menguji (tehnik nontes) juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan cara melakukan
pemerikasaan terhadap dokumen-dokumen; misalnya dokumen yang memuat infomasi
mengenai riwayat hidup (auto biography).
Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa
kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat hidup, maka subjek evaluasi akan dapat menarik
suatu kesimpulan tentang kepribadian kebiasaan atau sikap dari obyek yang dinilai.
Berbagai informasi, baik mengenai peserta didik, orangtua dan lingkungannya itu bukan tidak
mungkin pada saat-saat tertentu sangat diperlukan sebagai bahan pelengkap bagi pendidik
dalam melakukan evaluasi hasil belajar terhadap peserta didik.
5) Sosiometri
Sosiometri adalah suatu penilaian untuk menentukan pola pertalian dan kedudukan seseorang
dalam suatu kelompok. Sehnggga sosiometri merupakan alat yag tepat untuk menilai
hubungan sosial dan tingkah laku sosial dari murid-murid dalam suatu kelas, yang meliputi
stuktur hubungan individu, susunan antar individu dan arah ubungan sosial. Sehingga dengan
demikian seorang guru dapat mengetahui bagaimana keadaan hubungan social dari tiap-tiap
anak dalam suatu kelompok atau kelas.
Langkah yang ditempuh guru dalam sosiometri ada 3 yaitu:
a) Langkah pemilihan teman
Disini guru menyuruh semua murid untuk memilih teman-temannya yang disenangi secara
berurutan sebanyak satu atau dua anak. Dalam memilih anak perlu disebutkan alasan mengapa
harus memilih teman itu.
Contoh:
Nama : Tono
Kelas : IIIA
Teman yang saya pilih:
1. Candra Karena aktif belajar dan pandai
2. Sumarsono Karena tegas dalam berbicara
3. Nunung Karena penurut
b) Langkah pembuatan tabel
Guru membuat tabel dalam materi tes sosiomentri dari data yang telah diperoleh dalam
langkah pemilihan teman.
Misalnya setiap anak memiliki 2 dari 6 orang
Dipilih Andi Ani Ana Susi Sandi Anto
Pemilih

Andi 1 2
Ani 1 2
Ana 1 2
Susi 1 2
Sandi 1 2
Anto 1 2

Pilihan 2 2 1 1 - -
I
Pilihan - - 2 1 2 1
II
Jumlah 2 2 3 2 2 1

c) Langkah Pembuatan Gambar (Sosiogram)


Dari data yang telah kita buat dalam metrik sosiometri, dapat pula kita buat sebuah peta atau
sosiogram. Dalam pembuatan sosiogram usahakan anak yang paling banyak dipilih diletakan
ditengah-tengah, agar dapat mudah diketahui siapa yang paling banyak dipilih.
Dengan melihat hasil sosiometri kita dapat mengetahui bagaimana kedudukan dan relasi
sosial dari masing-masing anak dalam kelompok. Sehingga hasil dari sosiogram ini dapat
dibuat pertimbangan untuk menilai sikap sosial anak dan kepribadiannya dalam kelompok.
Sosiometri sebagai alat penilaian nontes sangat berguna bagi guru dalam beberapa hal, antara
lain:
1. Untuk pembentukan kelompok dalam menentukan kelompok kerja (pembagian tugas)
2. Untuk pengarahan dinamika kelompok
3. Untuk memperbaiki hubungan individu dalam kelompok dan memberi bimbingan kepada
setiap anak.
Dari uraian tersebut diatas dapatlah dipahami, bahwa dalam rangka hasil evaluasi hasil belajar
peserta didik, evaluasi tidak harus semata-mata dilakukan denan mengunakan alat berupa tes-
tes hasil belajar. Teknik-teknik nontes juga menempati kedudukan yang penting dalam rangka
evaluasi hasil belajar, lebih-lebih evaluasi yang berhubungan dengan kondisi kejiwaan peserta
didik, seperti persepsinya terhadap guru, minatnya, bakatnya, tingkah laku atau sikapnya, dan
sebagainya, yang kesemuannya itu tidak mungkin dievaluasi dengan mengunakan tes sebagai
alat pengukurnya.
6) Rating scale atau skala bertingkat
Rating scale atau skala bertingkat menggambarkan suatu nilai dalam bentuk angka. Angka-
angak diberikan secara bertingkat dari anggak terendah hingga angkat paling tinggi. Angka-
angka tersebut kemudian dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan terhadap angka
yang lain.
7) Daftar cocok
Daftar cocok adalah sebuah daftar yang berisikan pernyataan beserta dengan kolom pilihan
jawaban. Si penjawab diminta untuk memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada jawaban
yang ia anggap sesuai.
8) Riwayat hidup
Evaluasi ini dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi mengenai objek evaluasi
sepanjang riwayat hidup objek evaluasi tersebut.
Pengembangan Penilaian yang Inovatif
Metode penilaian saat ini berkembang karena berubahnya hal-hal yang dianggap penting
dalam proses belajar, seperti komunikasi dan penggunaan teknologi. Tidak semua hasil proses
belajar dapat diukur dengan metode penilaian formal (tradisional) seperti ujian tertulis yang
selama ini dipergunakan. Untuk itu diperlukan metode-metode penilaian yang baru, metode
penilaian yang lebih inovatif untuk mengukur keberhasilan belajar siswa. Metode inovatif
lebih menekankan pada:
• proses dari pada isi
• teknologi
• kerja sama
• komunikasi
• partisipasi aktif siswa
• aplikasi di lapangan.
Oleh karena itu, penilaian yang bersifat inovatif ini, yang juga dikenal dengan penilaian
informal biasanya muncul bersamaan dengan berlangsungnya proses belajar mengajar.
Metode penilaian inovatif menilai di antaranya melalui portfolio, jurnal siswa, concepts maps
(peta konsep), annotated classlist, pertanyaan-pertanyaan, student constructed test, Cognitive
Process Checklist, kualitas afeksi siswa, dan penilaian siswa terhadap diri sendiri. Jurnal
berisi tentang catatan pelajaran siswa, data, ringkasan, pertanyaan, evaluasi, revisi, kritik dan
hal-hal lain yang berhubungan dengan proses belajar.
1. Annotated Classlist (Daftar Informasi Siswa di dalam Kelas)
Annotated Classlist adalah suatu daftar yang memberikan cara sistematis untuk mengamati
siswa di dalam kelas. Komponen yang diamati adalah : tingkah laku, ketrampilan, sikap, dan
perhatian.
2. Student-constructed Test (Test yang Dikonstruksi oleh Siswa)
Student-constructed Test adalah siswa diminta guru untuk membuat daftar pertanyaan
(termasuk jawabannya) pada suatu mata pelajaran yang akan diuji. Guru memilih pertanyaan
dari daftar pertanyaan tersebut dan dikeluarkan dalam test.
3. Cognitive Process Checklist (Daftar Proses Ketrampilan Kognitif)
Cognitive Process Checklist melakukan penilaian dengan matriks yang terdiri dari nama-
nama siswa dan kata-kata yang berhubungan dengan keterampilan kognitif seperti :
mengklasifikasikan, membuat hipotesis, membuat kesimpulan, menguraikan, mensintesis,
mengevaluasi, merencanakan, menyelesaikan masalah.
4. Concept Maps
Concept maps (peta konsep) adalah proses identifikasi konsep-konsep yang terdapat pada
suatu ilmu dan pengorganisasian konsep-konsep tersebut ke dalam bentuk dua dimensi yang
disusun secara berurutan dari yang umum ke yang lebih spesifik. Hubungan antara konsep-
konsep tersebut dinyatakan dengan kata atau prasa. Kerja concept maps biasanya muncul di
dalam brainstorming terhadap materi yang sedang diajarkan. Para siswa dapat mengurutkan
atau mengatur konsep-konsep secara hirarkis dalam papan tulis atau buku / lembar kerja.
Kemudian konsep-konsep itu dihubungkan dengan satu atau lebih konsep yang lain dengan
kata atau prasa yang menjelaskan hubungan antara konsep tersebut.
Concept maps dapat digunakan untuk :
• revisi topik atau materi
• memotivasi siswa
• menguatkan ide tentang suatu topik atau materi
• membangun diskusi tentang suatu topik
• membuat urutan ide dalam suatu topik atau materi
• klarifikasi konsep-konsep
Langkah-langkah untuk membuat concept maps dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama-tama guru memilih materi yang relevan. Map (peta) direncanakan memang relevan
untuk menjelaskan konsep dari materi yang akan diajarkan. Langkah yang kedua para siswa
melakukan brainstorming terhadap materi, dan membuat daftar dari konsep-konsep yang ada
pada materi tersebut. Kemudian urutkan konsep-konsep yang ada ke dalam yang sifatnya
umum (sangat penting) ke konsep-konsep yang sifatnya khusus (kurang penting).
Berikutnya, letakkan konsep yang sangat umum (sangat penting) pada bagian paling atas,
berturut-turut kemudian untuk konsep yang lebih spesifik (kurang penting) di bawahnya.
Akhirnya, hubungkan antara konsep yang ada dengan kata atau prasa yang
mengidentifikasikan hubungan antara konsep tersebut. Bila mungkin, bisa juga dicari
hubungan antara konsep yang sifatnya cross.
5. Portfolio
Portfolio adalah kumpulan hasil pekerjaan siswa dalam suatu topik tertentu. Isi portofolio
dapat berupa data, analisis data, gambar, diagram, contoh-contoh, problem solving, kuis dan
lain lain. Dalam pengerjaan portfolio memungkinkan siswa untuk menunjukkan
kemampuannya. Contoh portfolio yang paling sederhana adalah map dengan kumpulan-
kumpulan bukti yang dapat berupa :
a. artefact, yaitu dokumen yang dihasilkan selama proses belajar seperti laporan
praktikum, pekerjaan rumah, proyek penelitian
b. reproduksi, yaitu foto, film, artikel, buku, copy
c. attestation, dokumen siswa yang disiapkan oleh orang lain seperti orang tua, teman,
guru
d. produksi, yaitu dokumen yang khusus dibuat untuk pengerjaan portofolio.
Struktur portfolio ini meliputi :
1. Tema/Judul
2. Tujuan
3. Daftar isi
4. Bukti-bukti dan keterangannya
5. Kesimpulan
6. Refleksi
Dengan struktur seperti itu, bisa dikatakan bahwa portfolio adalah semacam paper atau
lembar kerja, bisa juga semacam kliping yang berisi tentang pembuktian terhadap topik yang
ditugaskan oleh guru. Hanya saja dalam proses pengerjaannya siswa selalu dapat
berkonsultasi dengan guru tentang bukti-bukti yang mendukung dari topik yang dipilih.
Bukti-bukti itu bisa berupa artefact, reproduksi, attestation, dan produksi. Dengan demikian
dari waktu ke waktu guru bisa menilai kemajuan dan kemampuan siswa dalam mencari
bukti pendukung terhadap suatu topik yang ditugaskan. Yang terpenting dari kerja portfolio
adalah kemampuan siswa memberikan atau menjelaskan bukti-bukti yang diperoleh
(struktur ke 4 dari portfolio). Dari penjelasan siswa ini guru akan mengetahui betul
kemampuan siswa di dalam menjawab suatu masalah dengan bukti pendukungya. Di
samping itu, refleksi dari siswa (struktur ke 6 dari portfolio) juga sangat membantu guru
untuk mengetahui akan kemampuan mengekspresikan tema yang ada di dalam aplikasi atau
pengembangan keilmuan berikutnya. Penjelasan dan bukti-bukti yang disusun siswa bisa
juga disajikan dalam bentuk concept maps.
Portfolio dievaluasi dengan cara :
Pertemuan teratur siswa dan guru untuk menilai kemajuan pengerjaan portfolio Menentukan
standar atau kriteria tertentu, dan menilai apakah bukti yang dikumpulkan sesuai dengan
kriteria pengorganisasian bukti Substansi materi portfolio secara keseluruhan.
6. Pertanyaan-Pertanyaan
Selama berlangsungnya proses belajar mengajar, guru dapat memberikan pertanyaan-
pertanyaan kepada para siswanya. Pertanyaan lisan dan tertulis dapat memberikan informasi
yang kaya sebagai bahan penilaian. Menurut Sullivan (1987) pertanyaan yang “baik”
bersifat :
♦ Mendalam (lebih dalam dari mengingat dan reproduksi)
♦ Mendidik
♦ Terbuka atau dapat menerima beberapa jawaban
Melalui pertanyaan yang baik akan terbentuk dialog antara guru dan siswa sehingga guru
dapat mengetahui apa yang sudah diketahui dan yang belum diketahui siswa. Senada dengan
Sullivan, Paul Swan (1995) juga telah menyarankan bahwa untuk merangsang berpikir siswa
hendaknya para guru di dalam proses belajar mengajarnya meninggalkan pertanyaan-
pertanyaan yang bersifat tertutup. Untuk itu hendaknya para guru harus lebih banyak
mengajukan pertanyaan yang bersifat terbuka, bahkan bila mungkin pertanyaan itu
mengarah ke investigasi. Hampir senada dengan Paul Swan, Piet Speyers (1991) juga
mengatakan bahwa pertanyaan yang baik adalah yang mengarah pada kegiatan problem
solving dalam setiap pembelajarannya. Beberapa contoh pertanyaan yang bersifat terbuka
dan mengarah ke investigasi (dalam matematika) bisa disebutkan misalnya :
1. sebuah persegi panjang mempunyai luas 48 meter persegi, berapa kemungkinan
keliling persegi panjang tersebut ?
2. sebuah persegi panjang mempunyai keliling 40 meter, berapa kemungkinan luas
persegi panjang tersebut ?
3. empat buah bilangan mempunyai rata-rata 24,5; berapa saja kemungkinannya bilangan-
bilangan tersebut ?
4. gambarkan sebuah segitiga yang mempunyai luas 12 cm2 ?
Sementara itu, berkaitan dengan materi pembelajarannya, David Clarke (1997) menyarankan
tigal jenis pertanyaan yang bisa dikembangkan seorang guru. Pertama, pertanyaan
hendaknya merangsang daya abstraksi siswa. Kedua, pertanyaan harus memperhatikan
konstektualitas materi yang sedang dipelajari, dan akhirnya pertanyaan hendaknya
memperhatikan segi keterhubungan antar konsep yang telah dan sedang dipelajari dengan
problem keseharian. Dengan mengajukan pertanyaan semacam itu, Clarke mengatakan
bahwa guru telah menjadikan materi pembelajarannya menjadi semakin sempurna. Misalnya
dalam proses perpelajaranan guru bisa meminta siswa mendiskusikan dan mencari solusinya
dari informasi Bank Dunia sebagai berikut :
“Penduduk kota Besar B bertambah dengan 1 juta orang setiap minggunya, dan akan
menjadi lebih dari separo penduduk dunia dalam jangka waktu sepuluh tahun”.
Kemudian guru bisa meminta para siswa dengan pertanyaan misalnya :
Gambarkan suatu grafik yang menggambarkan informasi dari Bank Dunia tersebut ?
Dari informasi tersebut, representasikan dalam suatu tabel, dan bila mungkin buatlah suatu
persamaan yang menggambarkan informasi tersebut. Diskusikan cara mana yang lebih tepat
untuk merepresentasikan informasi Bank Dunia tersebut ?.
Metode penilaian inovatif dapat diterapkan pada sistem belajar mengajar kita.
Kelebihan metode tersebut adalah :
1. lebih memberikan bukti kinerja siswa sebagai bahan penilaian
2. lebih adil dalam menilai
3. membangun cara bepikir kritis
4. meningkatkan kemampuan siswa baik dari aspek kognitif, afektif dan psikomotor
5. siswa lebih terlibat dalam pengerjaan tugas-tugasnya.
Kekuranganya :
1. lebih banyak waktu yang dibutuhkan siswa untuk memberikan bukti sebagai bahan
penilaian
2. lebih banyak waktu yang dibutuhkan guru untuk mendapatkan bukti bahan penilaian
yang didapatkan dari keterlibatan dalam proses pengerjaan tugas yang dikerjakan
siswa dan dari hasil akhir pekerjaan siswa.
7. Penilaian kualitas afeksi siswa
Penilaian kualitas afeksi siswa dilakukan dengan matriks yang terdiri dari nama-nama siswa
dan kata-kata yang berhubungan dengan afeksi siswa seperti : kemauan, kesabaran,
keingintahuan, kontrol diri, pertimbangan, kebebasan, harga diri, toleransi, kesedian
menerima pendapat, kemampuan untuk berpartisipasi dalam kelompok.
Pengukuran Domain Afektif
Mengacu klasifikasi domain tujuan pendidikan menjadi domain kognitif, afektif, dan
psikomotor, maka untuk mencapai tujuan ketiga domain tersebut diperlukan instrumen yang
valid untuk mengukur pencapaian ketiga domain tersebut. Pengukuran domain afektif tidak
semudah mengukur domain kognitif. Pengukuran domain afektif tidak dapat dilakukan
setiap saat (dalam arti pengukuran formal) karena perubahan tingkah laku peserta didik
dapat berubah sewaktu-waktu. Pembentukan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif
lama.
Dalam skala nasional (dengan mengacu kepada tujuan pendidikan nasional) domain
atau ranah afektif memiliki cakupan lebih banyak dibandingkan dengan domain atau ranah
kognitif dan psikomotor. Penjabaran tujuan pendidikan nasional ke dalam tujuan jenjang dan
satuan pendidikan, kelompok mata pelajaran hingga tujuan mata pelajaran, tidak terlepas
dengan tujuan pendidikan nasional, hanya proporsi dari masing-masing domain tersebut
tidak sama untuk masing-masing mata pelajaran. Kelompok mata pelajaran pendidikan
agama dan akhlak mulia memiliki porsi lebih banyak domain afektifnya dibanding
kelompok mata pelajaran yang lainnya.
Domain afektif dijabarkan menjadi 5 level, yaitu penerimaan, partisipasi, penentuan
sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup. Untuk memudahkan dalam memilah kata
kerja yang cocok untuk masing-masing level tersebut. Menurut Suharsimi, terdapat beberapa
skala sikap yang dapat dipergunakan untuk mengukur domain afektif, di antaranya sebagai
berikut.
a. Skala Likert; skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh lima
respon yang menunjukkan tingkatan. Misalnya: SS (sangat setuju), S (setuju), TB (tidak
berpendapat/abstain), TS (tidak setuju), STS (sangat tidak setuju).
b. Skala Pilihan Ganda; skala ini dikembangkan oleh Inkels, seorang ahli penilaian di
Stanford University. Skala ini bentuknya seperti soal bentuk pilihan ganda, yaitu terdiri
dari sejumlah pertanyaan yang diikuti oleh sejumlah alternatif jawaban.
c. Skala Thurstone; skala ini mirip dengan skala Likert karena merupakan suatu instrumen
yang pilihan jawabannya menunjukkan tingkatan. Perbedaan skala Thurstone dengan
skala Likert, pada skala Thurstone rentang skala yang disediakan lebih dari lima pilihan,
dan disarankan sekitar sepuluh pilihan jawaban (misalnya dengan rentang angka 1 s/d
11 atau a s/d k). Jawaban di tengah adalah netral, semakin ke kiri semakin tidak setuju,
sebaliknya semakin ke kanan semakin setuju.
d. Skala Guttman; skala ini sama dengan yang disusun oleh Bogardus, yaitu berupa tiga
atau empat buah pertanyaan yang masing-masing harus dijawab “ya” atau “tidak”.
Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan tingkatan yang berurutan sehingga bila
responden setuju pernyataan nomor 2, diasumsikan setuju nomor 1, selanjutnya jika
responden setuju dengan pernyataan nomor 3, berarti setuju penyataan nomor 1 dan 2.
Contoh:
1). Saya mengizinkan anak saya bermain ke tetangga.
2). Saya mengizinkan anak saya pergi ke mana saja ia mau.
3). Saya mengizinkan anak saya pergi kapan saja dan ke mana saja.
4). Anak saya bebas pergi ke mana saja tanpa minta izin terlebih dahulu.
e. Semantic Differensial; instrumen ini disusun oleh Osgood dan kawan-kawan
dipergunakan untuk mengukur konsep-konsep untuk tiga dimensi. Dimensi-dimensi
yang ada diukur dalam kategori; baik-tidak baik, kuat-lemah, dan cepat-lambat atau
aktif-pasif, atau dapat juga berguna-tidak berguna. Contoh:
Main Musik
Baik 1 2 3 4 5 6 7 Tidak Baik
Berguna 1 2 3 4 5 6 7 Tidak berguna
Aktif 1 2 3 4 5 6 7 Pasif
Dengan mengacu pada pembagian skala data menjadi empat, yaitu skala data nominal,
ordinal, interval, dan rasio, Augusty Ferdinan mengemukan teknik pengukuran untuk
masing-masing skala data tersebut.
1. Pengukuran Data Nominal
Untuk mengukur data nominal dapat menggunakan pertanyaan dengan sejumlah pilihan
tertentu, atau pertanyaan dengan diakhiri titik-titik kosong, responden diminta untuk
menulis jawaban yang sesuai dengan keadaannya. Pemberian angka pada kategori jawaban
respon sematamata sebagai identitas atau tanda tertentu.
2. Pengukuran Data Ordinal
a. Forced Ranking; dalam teknik ini seseorang (responden) diminta untuk memberikan
ranking pada sejumlah pilihan tertentu yang disediakan. Contoh: Mohon saudara
memberikan ranking preferensi terhadap 5 perguruan tinggi agama Islam berikut. Berikan
angka 1 untuk yang paling diminati, 2 untuk yang paling diminati berikutnya, hingga angka
5 untuk yang paling tidak diminati:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta ...............
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta................
Universitas Islam Negeri Malang ..............................................
Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang ..................
Institut Agama Islam Sunan Ampel Surabaya ..........................
b. Semantic Scale; teknik ini dipergunakan untuk menghasilkan respon terhadap sebuah
stimuli, yang disajikan dalam kategori semantik dan menyatakan sebuah tingkatan sifat
atau keterangan tertentu. Contoh:
Apakah saudara suka minuman kopi?
............... ................ ............... ................ .............
sangat tidak suka tidak suka netral suka sangat suka
(=1) (=2) (=3) (=4) (=5)
c. Summated (Likert) Scale; skala Likert adalah sebuah ekstensi dari skala semantik,
perbedaan utamanya adalah pertama, skala ini menggunakan lebih dari satu item
pertanyaan, di mana beberapa pertanyaan digunakan untuk menjelaskan sebuah konstruksi,
lalu jawabannya dijumlahkan oleh karenanya disebut summated scala. Kedua, skala ini
dikalibrasi dengan cara jawaban yang netral diberi kode “0”.
Contoh:
1. Apakah saudara suka minum kopi?
............... ................ ......X......... ................ ..................
sangat tidak suka tidak suka netral suka sangat suka
(-2) (-1) (0) (1) (2)
2. Apakah kopi termasuk minuman yang menyehatkan?
............... ............... ............... ......X......... ................
sangat tidak sehat tidak sehat netral sehat sangat sehat
(-2) (-1) (0) (1) (2)
3. Apakah saudara pikir, orang-orang sebaya saudara suka minuman kopi?
............... ................ ............... ................ .........X.......
sangat tidak suka tidak suka netral suka sangat suka
(-2) (-1) (0) (1) (2)
Jawaban dari skala di atas bila dijumlahkan = 0 + 1 + 2 = +3, yang mengindikasikan sikap
yang positif terhadap kopi.
3. Pengukuran Data Interval
a. Bipolar Adjective; skala ini merupakan penyempurnaan dari semantic scale, dengan
harapan agar respons yang dihasilkan dapat merupakan intervally scaled data. Caranya
adalah dengan memberikan hanya dua kategori ekstrim. Contoh:
Apakah audara suka minuman kopi?
Sangat tidak suka 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 sangat suka
Jelaskan bagaimana kesukaan saudara pada kopi: .........................................
b. Agree-Disagree Scale; skala ini merupakan salah satu bentuk lain dari bipolar adjective,
dengan mengembangkan pertanyaan yang menghasilkan jawaban setuju–tidak setuju
dalam berbagai rentang nilai. Contoh:
Kopi adalah minuman alamiah yang menyehatkan tubuh.
Sangat tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 sangat setuju
Jelaskan bagaimana ia menyehatkan tubuh dan rasa apa yang saudara rasakan waktu
minum kopi
.................................................. ......................................
c. Continous Scale; skala ini merupakan salah satu teknik pengukur data untuk
menghasilkan data interval, di mana responden diminta untuk memberikan jawaban pada
garis yang ditentukan,
dan setelah itu peneliti pengukur posisi yang dipilih oleh responden untuk menghasil skor
tertentu.
Kopi adalah minuman alamiah yang menyehatkan tubuh.
Sangat tidak setuju_________________________________ sangat setuju
Jelaskan bagaimana ia menyehatkan tubuh, dan rasa apa yang saudara rasakan waktu
minum kopi
............................................. .........................................
d. Equal With Interval; teknik ini dipergunakan dengan menanyakan responden termasuk
ke dalam kategori mana pandangan mereka dapat diletakkan. Bila rentang yang digunakan
tidak equal, maka data yang dihasilkan cenderung merupakan data ordinal. Contoh:
Berapa jumlah buku agama yang saudara miliki di rumah?
................ ................. ................. .................. ...................
1 – 2 3 – 4 5 – 6 7 – 9 10 ke atas

4. Pengukuran Data Rasio


a. Direct Quantification (Kuantifikasi Langsung); teknik ini dilakukan dengan menanyakan
secara langsung nilai dari sebuah konstruksi. Contoh:
Berapa uang saku yang diberikan kepada saudara setiap hari? Rp. .................
Berapa uang saku saudara ditabung dalam satu minggu? Rp. .........................
b. Constant Sum Scale (Skala Berjumlah Konstan); skala ini dapat dipergunakan untuk
mengetahui preferensi konsumen atas beberapa jenis sesuai dengan konstruk tertentu.
Contoh:
Alokasikan angka 100 ke dalam empat jenis bacaan berikut sesuai dengan tingkat
kesenangan saudara!
1. buku cerita = ....................
2. buku ilmiah = ....................
3. buku agama = ....................
4. koran = ....................
Total = 100
c. Reference Alternative (Alternatif Rujukan), yaitu dengan menentukan sebuah acuan
rujukan, dan penilaian diberikan dengan membandingkan pada acuan yang dirujuk
tersebut. Teknik ini disebut juga dengan magnitude scaling.
Bila buku agama dinilai 100, berapa nilai yang saudara berikan pada alternatif berikut:
1. buku cerita = ....................
2. buku ilmiah = ....................
3. majalah = ....................
4. koran = ....................

B. Alat Penilaian Non Test


Ada beberapa alat penilaian yang sering digunakan dalam penilaian. Alat tersebut adalah
skala penilaian, daftar cek, catatan anekdot, dan catatan kumulatif. Untuk lebih jelasnya
diuraikan di bawah ini.
a. Skala Penilaian
Skala penilaian adalah alat penilaian yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan
cirri-ciri tertentu dan menentukan tingkat atau jumlah yang telah dicapai yang bersangkutan
dengan jumlah atau ciri-ciri tertentu tersebut. Skala penilaian bisa digunakan dalam teknil
wawancara, observasi, angket.
Menurut bentuknya skala penilaian dibedakan menjadi:
1. Bentuk kuantitatif
Skala penilaian bentuk kuantitatif adalah skala penilaian yang perbedaan tingkatnya
dibedakan dengan angka.
Contoh dalam diskusi kelompok, apabila peserta memiliki sifat di bawah ini secara
sempurna lingkarilah angka 10 dan apabila tidak sama sekali, lingkari angka 1.
Kerjasama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Partisipasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Inisiatif 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2. Bentuk desktiftif
Skala penilaian bentuk deskriptif adalah skala penilaian yang perbedaan tingkatnya
dibedakan dengan pernyataan.
Contoh berilah tanda cek (√) di depan pernyataan yang merupakan sifat yang dimiliki
peserta diskusi kelompok.
Partisipasi :
……….. Tidak partisipasi aktif dalam kelompok
……….. kadang-kadang partisipasi
……….. berpartisipasi aktif
……….. sangat partisipasi dalam kelompok
3. Bentuk grafis
Skala penilaian dalam bentuk grafis adalah skala penilaian yang tingkatannya
dimasukkan ke dalam kotak-kotak, dimana yang menilai member tanda cheek list pada
kotak tersebut.
Contoh :
Tidak partisipasi kadang-kadang berpartisipasi aktif sangat partisipasi
aktif dalam partisipasi dalam kelompok
kelompok

b. Daftar cek
Daftar cek adalah alat penilaian non test yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan
cirri-ciri tertentu, tetapi tidak ada perbedaan tingkatan secara kuantitatif. Daftar cek ini bisa
digunakan dalam teknik penilaian wawancara, observasi, angket.
Daftar cek dikerjakan dengan memberikan tanda cek (√) di samping ciri yang diamati dalam
rangkaian tingkah laku atau hasil kerja yang sedang dinilai. Apabila cirri tersebut tidak
ditemukan, maka dikosongkan.
Contoh:
Berilah tanda cek (√) pada stiap pernyataan di bawah ini, yang merupakan cirri dari
kebiasaan si Ani dalam mempelajari kesenian.
………… 1 Ani tidak menyukai kesenian
………… 2 Ani membersihkan tempat kerjanya setelah pelajaran Kesenian.
………… 3 Selama pelajaran ksenian, Ani belajar dengan baik dan menyelesaikan tugas
yang diberikan.
c. Catatan anekdot
Catatan anekdot adalah alat penilaian dengan cara mengumpulkan catatan-catatan kejadian
khusus yang dibuat sebagai hasil pengamatan guru terhadap tingkah laku siswa yang dinilai.
Catatan anekdot berguna untuk menelaah perkembangan individu siswa. Catatan anekdot
harus memiliki syarat objektif, deskriptif, hendaknya mengemukakan situasi satu persatu
dan selektif.
Catatan Anekdot yaitu catatan khusus mengenai hasil pengamatan tentang tingkah laku anak
yang dianggap penting (istimewa). Catatan anekdot ini ada dua macam yaitu anekdot
insidental, digunakan untuk mencatat peristiwa yang terjadi sewaktu-waktu, tidak terus-
menerus. Sedangkan catatan anekdot periodik digunakan untuk mencatat peristiwa tertentu
yang terjadi secara insedental dalam suatu periode tertentu. Catatan anekdot mempunyai
kegunaan dalam melaksanakan observasi trerhadap tingkah laku anak. Kegunaanya untuk
memperoleh pemahaman yang lebih tepat tentang murid sebagai individu yang kompleks,
memperoleh pemahaman tentang sebab-sebab dari suatu problema yang dihadapinya, dan
dapat dijadikan dasar utuk pemecahan masalah anak dalam belajar.

d. Catatan kumulatif
Catatan kumulatif adalah alat penilaian yang bersumber dari kumpulan data tentang diri
seorang siswa. Catatan ini sering disebut data pribadi atau kartu pribadi, misalnya :
1. Identitas siswa
2. Keadaan siswa dan status social siswa, prestasi belajar,
3. Data riwayat kesehatan,
4. Hobby
5. Minat
6. Bakat umum dan khusus
7. Hasil bimbingan yang telah dilakukan

Syarat Alat Penilaian


Suatu alat penilaian haruslah memenuhi unsur-unsur validitas. Dalam hal ini alat
penilaian harus valid, yang meliputi validitas: isi / kurikuler, ramalan, kesamaan. Di samping itu,
alat penilaian juga harus reliabel. Reliabililitas alat penilaian bisa dilakukan dengan jalan : tes
ulang, pecahan setara, belah dua. Alat penilaian juga harus praktis, artinya mudah dilaksanakan
dan dipahami oleh siswa. Di samping itu suatu alat penilaian juga jangan terlalu sukar, tetapi
sebaliknya juga jangan terlalu mudah. Atau dengan kata lain alat penilaian sebaiknya mempunyai
taraf kesukaran yang sedang. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah alat penilaian harus bisa
membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang tidak pandai. Ini berarti alat penilaian
juga harus mempunyai daya pembeda yang tinggi.
BAB III
KESIMPULAN

Teknik evaluasi nontes berarti melaksanakan penilaian dengan tidak mengunakan tes.
Tehnik evaluasi ini umumnya untuk menilai keperibadian anak secara menyeluruh meliputi
sikap, tingkah laku, sifat, sikap social, ucapan, riwayat hidup dan lain-lain yang berhubungan
dengan kegiatan belajar dalam pendidkan baik individual maupun secara kelompok.
Tekhnik nontes terdiri atas ; Observasi (pengamatan), Wawancara (interview), Angket
(Questionave), Pemeriksaan Dokumen (Dukomentary Analisis), dan Sosiometri. Tiap-tiap
metode penilaian memiliki kelebihan dan kekurangan, tetapi pada dasarnya dapat diterapkan
(disesuaikan) pada semua mata pelajaran pada sistem belajar mengajar kita. Akhirnya, aktivitas
penilaian yang baik adalah identik dengan aktivitas pengajaran yang baik.
Mengacu klasifikasi domain tujuan pendidikan menjadi domain kognitif, afektif, dan
psikomotor, maka untuk mencapai tujuan ketiga domain tersebut diperlukan instrumen yang
valid untuk mengukur pencapaian ketiga domain tersebut. Pengukuran domain afektif tidak
semudah mengukur domain kognitif. Pengukuran domain afektif tidak dapat dilakukan setiap
saat karena perubahan tingkah laku peserta didik dapat berubah sewaktu-waktu. Pembentukan
sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama.
Untuk mengukur domain afektif dan sebagian psikomotor diperlukan pengembangan
instrumen evaluasi nontes (alternative test). Pengembangan instrumen ini relatif lebih sulit
dibandingkan dengan pengembangan instrumen evaluasi tes. Untuk itu, diperlukan kajian yang
seksama dalam menurunkan serta menjabarkan domain afektif ke dalam aspek-aspek yang
spesifik untuk dapat mengembangkan instrumen yang valid dan reliabel.
Ada beberapa alat penilaian yang sering digunakan dalam penilaian. Alat tersebut adalah
skala penilaian, daftar cek, catatan anekdot, dan catatan kumulatif.
DAFTAR PUSTAKA

Ali Imron.1996. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Pustaka Jaya

Ariteunto, Suharsimi. 1993. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Clarke, David. 1997. Constructive Assesment in Mathematics. Berkeley USA : Key Curriculum
press

Daryanto. 2001. Evaluasi Pendidkan. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Depdikbud. 1987. Penilaian dalam Pendidikan. Buku Akta Mengajar V. Jakarta : Depdikbud.

Depdikbud. 1984. Modul Evaluasi Hasil Belajar. Buku II Program Akta Mengajar V-B
Komponen Dasar Kependidikan. Jakarta : Depdikbud.

Departemen Pendidikan Nasional, 2000, Penilaian dan Pengujian Untuk Guru. Jakarta :
Depdikbud.

Malone, John, 1997,” Innovative Assessment Methods”, Paper for short course on
Teaching/learning Skills in University 10 - 31 August 1997, Curtin University of
Technology Perth Western Australia. Perth : CUT

Nana Sudjana. 1991. Penilaian Hasil Proses Belajar dan Mengajar. Bandung : PT Remadja
Rosda Karya

Nana Sudjana, Ibrahim, 2007,Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Sinar Baru Algesindo.

Qomari, Purwokerto. 2008. Pengembangan Instrumen Evaluasi Domain Afektif. Purwokerto.


Insania.

Slamela. 1988. Evaluasi Pendidikan.Jakarta : PT. Bina Aksara


Speyers, Piet. 1991. “Good Questions and Problem Solving”, dalam Cross Section Journal,
October 1991, Vol. 3. No. 3 . Perth WA

Sudijono, Anas. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo.

Sutomo. 1985. Teknik Penilaian Pendidikan. Surabaya : PT. Bina Ilmu

Swan, Paul. 1995. “Catering for Individual differences witihin a normal classroom setting -- one
approach”, dalam Cross Section Journal, November 1995, Vol. 7 No. 5. Perth, WA

Wahyono, Tries Edy. 2009. Evaluasi dan Penilainan. http://triesedy.net. [April 2008]
http//www.evaluasi pendidikan.blogspot.com.

You might also like