You are on page 1of 14

MARINA SUCIATI TRIANDHANY 240210100062 / TIP-B 2010 Kelompok 1B

VI.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Tepung terigu adalah jenis tepung berbahan dasar gandum yang memiliki

kadar amilosa dan amilopektin mengandung kurang lebih 0,5- 0,8% pentosa yang larut dalam air, 0,8% lipida bebas serta 1,0% lipida yang terikat, proses pembuatannya melalui beberapa tahap diantaranya pembersihan (cleaning), penambahan air (dampening), penggilingan (milling) yang terdiri dari tahap breaking, reduction, sizing, dan tailing, pengecilan ukuran endosperma

(reduction) dan penyaringan. Selama proses penggilingan selain didapatkan tepung terigu juga didapatkan beberapa produk sampingan seperti pollard, bran, dan tepung industri. Penggilingan pada proses pembuatan tepung terigu bertujuan untuk memperoleh hasil ekstraksi yang tinggi dengan kualitas tepung yang baik. (Anonima, 2012) Berdasarkan kandungan proteinnya tepung terigu dibedakan menjadi 3, yaitu : Tepung terigu berprotein tinggi, yaitu tepung terigu yang memiliki kadar protein 12-14%, bersifat lebih padat dan mudah menyerap air. Tepung ini cocok digunakan untuk bahan baku pembuatan roti dan mie, dikenal dengan merk Cakra Kembar. Tepung terigu berprotein sedang, yaitu tepung terigu yang memiliki kadar protein 10,5-11,5% dapat dikatakan tepung terigu serbaguna karena kandungan glutennya tidak setinggi tepung protein tinggi. Tepung ini cocok digunakan untuk bahan baku pembuatan biskuit, pastry atau pie dan donat, dikenal dengan merk Segitiga Biru. Tepung terigu berprotein rendah, yaitu tepung terigu yang memiliki kadar protein 8-9%. Tepung ini digunakan khusus untuk membuat kue kering seperti gorengan, cake dan wafer , dikenal dengan merk Kunci Biru. (Priyatni, 2003) Kualitas tepung terigu dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya : Moisture , atau jumlah kadar air pada tepung terigu yang mempengaruhi kualitas tepung. Jumlah moisture yang melebihi standar maksimum memungkinkan terjadinya penurunan daya simpan tepung terigu karena akan semakin cepat rusak, berjamur dan bau apek.

MARINA SUCIATI TRIANDHANY 240210100062 / TIP-B 2010 Kelompok 1B

Ash , atau kadar abu yang ada pada tepung terigu yang mempengaruhi proses dan hasil akhir produk antara lain warna produk (warna crumb pada roti, warna mie) dan tingkat kestabilan adonan. Semakin tinggi kadar abu semakin buruk kualitas tepung, sebaliknya semakin rendah kadar abu semakin baik kualitas tepung.

(Anonima, 2012)

6.1

Uji Daya Serap Tepung memiliki kemampuan untuk mengikat air dikenal dengan istilah

Water Absorption yang sangat berkaitan erat dengan kadar air (moisture) dari tepung tersebut dan berpengaruh dengan produk yang akan dihasilkan. Semakin tinggi kadar air di dalam tepung maka daya serap air akan semakin berkurang begitu juga sebaliknya. Jumlah air yang digunakan dalam pembuatan roti dan adonan beragi memiliki peranan yang sangat penting dimana semakin tinggi absorbsi air maka akan menghasilkan peningkatan volume pada produk akhir. Peningkatan kadar air dalam adonan menyebabkan kadair air produk akhir meningkat sehingga menghasilkan tekstur crumb yang semakin lembut. Jumlah air yang diabsorbsi ditentukan oleh kualitas tepung yang ditambahkan, tepung berprotein tinggi cenderung akan mengabsorbsi air jauh lebih banyak dibandingkan dengan tepung berprotein rendah karena sesuai dengan sifatnya yaitu protein tepung mampu enang mengikat air. (Desroiser, 2008) Pengujian daya serap tepung dilakukan terhadap 3 jenis tepung yang berbeda dimana adonan ditambahkan air terlebih dahulu dan diuleni hingga kalis lalu didiamkan hingga adonan roti sedikit mengembang tujuannya adalah agar kandungan gluten di dalam adonan terbentuk. Jumlah air yang digunakan dicatat pada lembar pengamatan untuk menentukan persentase daya serap air terhadap ketiga jenis tepung terigu tersebut. persentase daya serap air dapat dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan : ( ( ) )

( )

Hasil pengamatan uji daya serap air dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

MARINA SUCIATI TRIANDHANY 240210100062 / TIP-B 2010 Kelompok 1B

Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Daya Serap Tepung Terigu


JENIS TEPUNG NO 1 2 3 4 5 6 KRITERIA Warna Aroma Tekstur Berat tepung Jumlah air Daya serap air CAKRA KEMBAR Putih gading Terigu Halus 25 gram 13 ml 52 % SEGITIGA BIRU Putih kekuningan Wangi tepung Halus 25 gram 14 ml 56 % KUNCI BIRU Putih gading ++ Terigu Halus 25 gram 11,5 ml 46 %

Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa terigu cakra kembar memiliki warna yang paling bersih sedangkan kunci biru memiliki warna yang cenderung lebih kusam hal ini dapat disebabkan karena faktor penyaringan dan pembersihannya. Jumlah air yang ditambahkan pada terigu cakra kembar sebanyak 13 ml, segitiga biru 14 ml dan kunci biru 11,5 ml. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada dimana semakin tinggi kandungan protein akan semakin banyak absorbsi air yang terjadi sedangkan dalam kenyataannya tepung segitiga biru yang kandungan proteinnya lebih rendah dibandingkan dengan cakra kembar dapat mengikat air lebih banyak, kejadian ini dapat dipengaruhi oleh perbedaan penguji dalam membuat adonan kalis, sebaiknya pengujian dilakukan oleh satu penguji dalam membuat adonan awal sehingga tingkat kekalisan yang dibuat akan sama antara jenis tepung satu dengan tepung yang lainnya. Hal ini berpengaruh langsung terhadap persentase daya serap air dimana persentase tepung segitiga biru lebih besar dibandingkan dengan cakra kembar.

6.2

Uji Aktivitas Ragi Ragi merupakan mikroorganisme hidup bersel satu dengan ukuran 6-8

mikron berbentuk bulat telur dilindungi oleh dinding membran semi permeabel, dimana dalam 1 gram padat terdapat 10 milyar sel hidup yang membutuhkan air untuk proses kehidupannya. Ragi akan menjalankan proses fermentasi optimal pada kisaran suhu 35-40oC dan yang paling ideal adalah suhu 38oC, pada suu dibawah 28 oC dan diatas suhu 43 oC fermentasi akan menurun, suhu 55-60 oC ragi akan mati. (Herudiyanto, 2009)

MARINA SUCIATI TRIANDHANY 240210100062 / TIP-B 2010 Kelompok 1B

Pengujian aktivitas ragi dilakukan dengan cara membuat adonan tepung menggunakan ragi jenis Saccharomyces cereviceae, tahapan pertama yang dilakukan adalah melarutkan ragi menggunakan air hangat karena ragi akan hidup pada suhu sekitar 30-40oC, penggunaan suhu yang lebih rendah akan menghambat kehidupan ragi sedangkan suhu yang terlalu tinggi akan mematikan ragi tersebut. Setelah ragi seluruhnya tercampur dengan air hangat, sedikit-sedikit terigu ditambahkan pada larutan ragi dan diuleni hingga kalis, proses pencampuran dilakukan dengan cepat agar adonan tidak cepat mengembang akibat adanya proses fermentasi. Adonan yang telah terbentuk selanjutnya dimasukkan kedalam gelas ukur kemudian ditutup dengan menggunakan plastis clingwrap karena sifat ragi umumnya adalah aerob dan anaerob yaitu membutuhkan oksigen atau tidak membutuhkan oksigen dalam proses kehidupannya, namun cara yang dilakukan adalah anaerob agar karbondioksida yang terbentuk tidak keluar dari dalam adonan. Hasil pengamatan terhadap aktivitas ragi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Perubahan Volume Adonan Perngaruh Aktivitas Ragi


JENIS TEPUNG Cakra Kembar Segitiga Biru Kunci Biru VOLUME ADONAN PER 10 MENIT (ml) 0 90 86 80 10 / 60 134 138 98 20 / 60 160 171 122 30 / 60 182 198 138 40 / 60 202 214 160 50 / 60 220 224 182 60 / 60 232 228 186

Gambar

Berdasasrkan hasil pengamatan yang dilakukan setiap 10 menit selama 1 jam terlihat bahwa adonan mengalami peningkatan dan pengembangan karena adanya proses fermentasi yang terjadi disebabkan oleh aktivitas ragi tersebut. Dalam proses fermentasi ragi ini karbohidrat yang berasal dari tepung akan diubah menjadi maltosa oleh enzim amilase yang ada pada tepung terigu, sel ragi

MARINA SUCIATI TRIANDHANY 240210100062 / TIP-B 2010 Kelompok 1B

akan menghasilkan enzim maltase yang akan mengubah maltosa menjadi glukosa menghasilkan etanol dan karbondioksida, karbondioksida yang terkandung di dalam adonan ini yang akan membuat adonan menjadi semakin mengembang dengan volume yang semakin meningkat. Terdapat sedikit perbedaan pada adonan awal yang dimasukkan kedalam gelas ukur dimana pada tepung cakra kembar adonan yang dimasukkan lebih banyak dibandingkan yang lainnya namun proses peningkatanya lebih lambat dibandingkan dengan tepung segitiga biru, hal ini dapat disebabkan adonan telah mengembang sebelum dimasukkan kedalam gelas ukur akibat proses pengadonan yang terlalu lama sehingga gas-gas didalamnya sudah terbentuk namun pada perjalanan prosesnya mengalami keterhambatan pengembangan (lebih ambat jika dibandingkan dengan segitiga biru) seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa hal ini bertolak belakang pada jenis tepung yaitu cakra kembar merupakan tepung berprotein paling tinggi seharusnya proses pengembangan adonan lebih pesat dibandingkan dengan segitiga biru yang nilai proteinnya lebih rendah karenah ketersediaan makanan untuk ragi lebih banyak. Laju peningkatan aktivitas ragi digambarkan pada grafik dibawah ini.

Aktivitas Ragi
250 Volume Adonan (ml) 200 150 Cakra 100 50 0 0 20 40 Waktu (menit) 60 80 Segitiga Kunci

Gambar 1. Grafik Perubahan Aktivitas Ragi

Berdasarkan grafik yang ada pada menit 0 sampai menit ke 30 aktivitas ragi berkembang dengan pesat, hal tersebut menandakan bahwa khamir yang ada

MARINA SUCIATI TRIANDHANY 240210100062 / TIP-B 2010 Kelompok 1B

pada ragi mengalami fase pertumbuhan logaritmik dimana sel akan membelah dengan cepat dan konstan, pada fase ini mikroorganisme membutuhkan energi dan asupan makanan yang cukup tinggi, mulai menit ke 40 sampai menit 50 khamir memasuki fase pertumbuhan lambat dimana proses pengembangan adonan mulai menurun tetapi jumlahnya masih meningkat walaupun tidak drastis seperti pada menit awal hingga menit ke 30. Menit ke 50 sampai 60 khamir memasuki fase statis dimana proses pertumbuhan mikroorganisme terhenti sehingga tidak ada peningkatan dan pengembangan adonan berhenti. Proses pertumbuhan ragi pada jenis tepung kunci biru garis kurva berada di paling bawah karena protein yang terkandung di dalam tepung sangat rendah jika dibandingkan dengan jenis tepung segitiga biru dan cakra kembar sehingga asupan energi kedalam khamir juga berkurang. Setelah dilakukan pengamatan terhadap aktivitas ragi, adonan dikeluarkan dan diamati berdasarkan warna aroma dan tekstur yang dihasilkan. Hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Adonan Ragi / Khamir


JENIS TEPUNG NO 1 2 3 KRITERIA Warna Aroma Tekstur CAKRA KEMBAR Putih gading Khas ragi +++ Lengket, kenyal SEGITIGA BIRU Putih gading Khas ragi ++ Lengket, sedikit kenyal KUNCI BIRU Putih gading Khas ragi + Lengket, lebih encer

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa kandungan protein di dalam tepung berpengaruh sangat besar tehadap aroma dan tekstur akibat pengaruh aktivitas ragi. Tepung cakra kembar yang memiliki kandungan protein paling tinggi menghasilkan aroma fermentasi yang sangat menyengat dengan tekstur yang sangat lengket dan kenyal jika dibandingkan yang lainnya sedangkan kunci biru yang memiliki kandungan protein paling rendah menghasilkan aroma fermentasi yang lebih rendah dan kelengketan juga tingkat keenceran yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis tepung yang lainnya. Hal ini dikarenakan ragi akan memproses gluten atau protein yang ada pada tepung sehingga dapat membentuk jaringan yang kuat untuk menahan gas karbondioksida keluar

MARINA SUCIATI TRIANDHANY 240210100062 / TIP-B 2010 Kelompok 1B

sehingga pada tepung cakra kembar jaringan yang terbentuk lebih banyak dibandingkan tepung kunci biru yang mengakibatkan adonan menjadi lebih kenyal dan lengket. Selain itu ragi juga akan merubah glukosa glukosa di dalam tepung menghasilkan aroma khas akibat adanya proses fermentasu tersebut berupa zat etanol.

6.3

Uji Gluten Tepung terigu memiliki gluten yang secara khas membedakan tepung

terigu dengan tepung tepung lainnya. Gluten adalah campuran amorf (bentuk tak beraturan) dari protein yang terkandung bersama pati dalam endosperma beberapa jenis serealia bersifat kenyal dan elastis yang diperlukan dalam pembuatan roti agar dapat mengembang dengan baik karena bersifat kedap udara.Umumnya kandungan gluten menentukan kadar protein tepung terigu, semakin tinggi kadar gluten maka semakin tinggi kadar protein tepung terigu tersebut. Kandungan gluten dapat mencapai 80% dari total protein dalam tepung dan terdiri dari glutenin dan gliadin. (Parker, 2003) Percobaan uji gluten terhadap 5 sampel yang ada akan membuktikan adanya kandungan gluten di dalam tepung terigu dan membandingkannya berdasarkan tingkat protein yang dimiliki. Dalam pengujian gluten di dalam tepung ini pertama tepung diberi air dan diuleni hingga adonan menjadi kalis lalu dibiarkan beberapa saat, setelah adonan sedikit mengembang dilakukan proses pencucian dengan menggunakan air mengalir hingga air cucian menjadi jernih. Proses ini dilakukan untuk menghilangkan kandungan tepung dan hanya menyisakan gluten yang ada di dalamnya karena sifat gluten adalah tidak larut dalam air. Hasil pengamatan dalam pengujian gluten dapat diamati pada tabel di bawah ini.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Uji Gluten


NO 1 2 JENIS TEPUNG Cakra Kembar Segitiga Biru W1 37, 0132 36, 6130 W2 9,4745 7,4043 INDIKATOR WARNA Putih gading, cerah +++ Putih gading, cerah ++ KEKENYALAN Kenyal +++ Kenyal ++

MARINA SUCIATI TRIANDHANY 240210100062 / TIP-B 2010 Kelompok 1B Putih gading, cerah + -

3 4 5

Kunci Biru Tepung Tapioka Tepung beras

35, 6602 35, 5972 41,8286

6,2207 0 0

Kenyal + -

Berdasarkan tabel hasil pengamatan diatas terlihat bahwa berat pertama (W1) merupakan berat akhir adonan yang terbentuk sedangkan berat kedua (W2) merupakan berat gluten yang terbentuk, kandungan gluten pada terigu Cakra Kembar sebesar 25,59 %, Segitiga Biru 20,22 % dan Kunci Biru sebesar 17,44 %, hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi kandungan protein tepung akan semakin tinggi daya serap air dan semakin tinggi pula gluten yang terkandung didalamnya, hal ini disebabkan pada proses gelatinisasi tepung viskositas bahan akan meningkat karena air masuk kedalam butiran tepung dan tidak bisa bergerak bebas. Semakin besar jumlah gluten maka daya serap air akan semakin tinggi karena gluten merupakan suatu protein yang hidrofilik yang dapat mengikat air tetapi tidak bisa larut di dalam air. Tingkat protein juga dapat mempengaruhi warna dan kekenyalan gluten dimana semakin tinggi kandungan proteinnya warna dan kekenyalan gluten akan semakin tinggi dan cerah karena gluten yang terkandung semakin banyak, sedangkan pada tepung yang proteinnya lebih rendah akan menghasilkan warna gluten yang lebih suram dengan tingkat kekenyalan yang lebih rendah karena adanya kandungan senyawa-senyawa lain dan banyaknya air yang masuk mempengaruhi tingkat kekenyalan tersebut. pada sampel tepung tapioka dan tepung beras tidak terdapat gluten didalamnya karena kandungan protein singkong dan beras lebih rendah jika dibandingkan dengan jenis gandum.

6.4

Uji Sirup Gula Gula merupakan jenis karbohidrat sederhana yang menimbulkan rasa

manis pada indera pengecap umumnya menyimpan energi yang dapat digunakan oleh sel di dalam tubuh. Gula biasa digunakan untuk menambahkan cita rasa dan bahan pengawet pada makanan atau minuman, bahan baku pembuatannya berasal dari tebu, bit, air kelapa, aren, enau, palem, atau lontar. (Parker, 2003) Karamelisasi merupakan proses oksidasi atau pencoklatan non enzimatis yang disebabkan oleh pemanasan gula yang melampaui titik leburnya

MARINA SUCIATI TRIANDHANY 240210100062 / TIP-B 2010 Kelompok 1B

menghasilkan bentuk karamel yaitu cairan lengket berwarna beige sampai coklat gelap, warna dan tekstur yang dihasilkan dipengaruhi oleh besarnya suhu pemanasan yang diberikan. Tingkat pemanasan berdasarkan suhu yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. Tingkat Suhu pada Pembentukan Karamelisasi Gula


SUHU KARAKTERISTIK

- bila dicelupkan ke dalam air es, tidak menggumpal, tetapi buyar/pecah 110-112 C - bila dijatuhkan ke dalam air es dari sebdok/garpu terbentuk benang dengan panjang kira-kira 10 - 15 cm
o

113-115 oC

- dalam air es membentuk gumpalan lunak. Gumpalan ini dalam air mudah pecah tetapi waktu dikeluarkan dari air berubah bentuk

118 oC Dalam air es gumpalan makin keras 122 oC Gumpalan dalam air es makin keras dan pada suhu kamar tidak berubah bentuk Pemasakan sirup untuk karamel kecuali bila adonan mengandung madu atau melase maka diperlukan suhu lebih tinggi

118-122 oC

118-123 oC Pemasakan sirup sukrosa untuk dituangkan di atas busa putih telur 121-130 oC Dalam air es membentuk gumpalan yang semakin keras, dapat mempertahankan bentuknya dan bersifat plastis

132-143 oC Bila dijatuhkan ke dalam air es membentuk benang yang keras tetapi Soft crack stage tidak rapuh 149-154 oC Bila dijatuhkan ke dalam air es membentuk benang-benang yg keras Hard crack stage dan rapuh

(Sumber : Tjahjadi, 2008)

Pengujian sirup gula dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu menggunakan termometer dan menggunakan tangan (hand testing), tahapan pengujian dengan tangan terdapat 5 tahapan yaitu : Long Thread Stage ( 105oC) Soft Ball Stage ( 115oC) Hard Ball Stage ( 122oC)

MARINA SUCIATI TRIANDHANY 240210100062 / TIP-B 2010 Kelompok 1B

Small Crack Stage ( 138oC) Hard Crack Stage ( 154oC) Pengujian yang akan dilakukan kali ini adalah mengamati karakteristik

lebur gula dengan

menggunakan tingkatan suhu yang berbeda berdasarkan

pengujian Hand Testing, dimana gula pasir (sukrosa) dipanaskan diatas wajan, panas yang digunakan ditentukan dengan menggunakan termometer gula dengan suhu-suhu yang telah ditentukan yaitu 105oC, 115oC, 122oC, 138oC, dan 154oC lalu diambil satu ujung sendok dan dituangkan kedalam air es fungsinya adalah untuk merubah tekstur gula dimana panas karamel gula akan terserap menimbulkan pemadatan pada gula tersebut menghasilkan bentuk gumpalangumpalan. Pengamatan tekstur berdasarkan karakteristik warna, aroma, tekstur, rasa dan bentuk gumpalan. Hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Hasil Pengamatan Uji Sirup Gula


NO 1 2 3 4 5 KRITERIA Warna Aroma Tekstur Rasa Bentuk Gumpal Gambar 105 C Coklat karamel muda Khas karamel Lengket + keras Manis khas karamel Bulat dengan serabut
O

115 C Coklat karamel tua Khas karamel Lengket + keras Manis khas karamel Bulat

SUHU 122 OC (++) Coklat karamel tua Khas karamel Lengket + keras Manis khas karamel Bulat

138 OC (+++) Coklat karamel tua Khas karamel +++ Lengket ++ keras ++ Manis khas karamel Bulat

154 OC Coklat kehitaman Gosong Lengket +++ keras +++ Pahit Bulat

Berdasarkan hasil pengamatan terlihat pada suhu 105oC tekstur karamel yang dihasilkan lengket dan sedikit keras membulat dengan serabut, berwarna muda karena proses pencoklatan cenderung singkat aroma yang ditmbulkan adalah aroma khas karamel yang tidak terlalu kuat. Berdasarkan literatur yang didapat pada suhu < 110o-C bila karamel dicelupkan kedalam air es tidak akan menimbulkan gumpalan tetapi akan memecah dan bila dijatuhkan dari sendok

MARINA SUCIATI TRIANDHANY 240210100062 / TIP-B 2010 Kelompok 1B

akan terbentuk benang dengan panjang 10-15 cm dapat dikatakan teksturnya masih bersifat sangat elastis. Suhu 115oC warna karamel semakin tua, ketika dimasukkan kedalam air es akan membentuk gumpalan lunak dan ketika dikeluarkan akan mengalami perubahan bentuk karena tekstur karamel belum cukup padat. Pada suhu 122oC warna karamel coklat keemasan semakin tua dimana gumpalan yang dihasilkan semakin keras ketika dimasukkan kedalam air es dan tidak mengalami perubahan bentuk pada suhu kamar karena teksturnya semakin memadat. Pada suhu 138oC karamel gula dapat dikatan Soft Crack Stage dimana tekstur semakin lengket ketika dijatuhkan ke dalam air es akan mambentuk benang keras namun tidak mudah rapuh, warna yang dihasilkan coklat karamel tua karena dengan aroma karamel yang lebih kuat karena prose pemanasan yang dilakukan lebih lama, sedangkan pada suhu 154oC warna gula menjadi kehitaman dengan aroma gosong, saat dijatuhkan ke dalam air es akan membentuk benang yang keras dan mudah patah. Dari berbagai perlakuan tersebut dapat disimpulkan semakin lama proses pemanasan tekstur karamel yang dihasilkan akan semakin keras namun mudah hancur.

MARINA SUCIATI TRIANDHANY 240210100062 / TIP-B 2010 Kelompok 1B

VII.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang telah dijelaskan

diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu : 1. Tepung segitiga biru memiliki daya serap lebih tinggi dibandingkan cakra kembar dan kunci biru, seharusnya cakra kembar daya serapnya paling tinggi karena kandungan proteinnya paling tinggi. 2. Tepung kunci biru memiliki daya serap rendah karena sebanding dengan tingkat proteinnya yang paling rendah dibandingkan dengan jenis tepung yang lainnya. 3. Tepung cakra kembar memiliki tingkat aktivitas ragi yang paling tinggi karena ketersediaan protein dan energi yang paling banyak untuk proses perkembangan ragi dalam fermentasi adonan. 4. Tepung kunci biru memiliki tingkat aktivitas ragi terendah karena ketersediaan protein dan energi sedikit sehingga proses pengembangannya cenderung lambat. 5. Semakin tinggi protein yang terkandung di dalam tepung terigu maka semakin banyak gluten yang terkandung didalamnya 6. Tepung cakra kembar memiliki kandungan gluten yang paling banyak sedangkan kandungan gluten paling rendah adalah tepung kunci biru, maka dapat disesuaikan dengan fungsi penggunaannya 7. Semakin tinggi suhu yang digunakan pada pengujian sirup gula, maka tekstur yang dihasilkan akan semakin keras dan aroma yang dihasilkan akan semakin tajam juga warna yang dihasilkan akan semakin tua. Tingkat kerapuhan dam plastisitasnya juga akan semakin tinggi.

MARINA SUCIATI TRIANDHANY 240210100062 / TIP-B 2010 Kelompok 1B

DAFTAR PUSTAKA Anonima. 2012. Seputar Tepung Terigu. Available online http://www.bogasari.com. Diakses pada hari Senin, 25 Maret 2013. at

Desrosier, N.W., 2008. Teknologi Pengawetan Pangan : Edisi Ketiga. Penerjemah, M. Miljohardjo. UI-Press, Jakarta. Herudiyanto, M. 2009. Teknologi Pengolahan Roti dan Kue. Widya Padjadjaran, Bandung. Moehyl, S., 1992. Penyelenggara Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bathara, Jakarta. Parker, R., 2003. Introduction to Food Science. Delmar Thompson Learning, United States Priyatni, S. 2003, Teknologi Pengolahan Pangan : Roti Dan Pastry. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta Tjahjadi, C. 2008. Teknologi Pengolahan Coklat dan Kembang Gula. Universitad Padjadjaran, Sumedang.

MARINA SUCIATI TRIANDHANY 240210100062 / TIP-B 2010 Kelompok 1B

JAWABAN PERTANYAAN

1. Apa nama protein yang terdapat di dalam tepung terigu? JAWAB Gluten yang didalamnya mengandung amilosa dan amilopektin

2. Mengapa pada proses pengujian aktivitas ragi digunakan tiga jenis tepung terigu? Apakah yang mempengaruhi perbedaan tekstur adonan yang dihasilkan pada setiap jenis tepung terigu pada uji aktivitas ragi? JAWAB Untuk mengetahui perbedaan kerja ragi terhadap ketiga jenis tepung yang kandungan proteinnya berbeda-beda. Perbedaan tekstur adonan dipengaruhi oleh kandungan protein di dalam tepung sehingga tepung dengan protein tinggi proses pengembangan adonannya lebih cepat sebaliknya tepung berprotein rendah adonan sulit untuk memuai karena kandungan glutennya sangat rendah.

3. Pada teori cara pengujian gula yang sudah saudara peroleh, setiap tahapan suhu pemanasan gula dapat dibedakan dari tekstur gula yang terbentuk. Beri komentar mengenai hal tersebut berdasarkan hasil pengamatan saudara. JAWAB Semakin tinggi suhu yang digunakan maka akan semakin keras tekstur karamel gula dan menimbulkan aroma gosong yang semakin menyengat, semakin rendah suhu yang digunakan tekstur gula akan semakin rapuh.

You might also like