You are on page 1of 22

A. DEFINISI Dyspnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernapas yang terjadi ketika melakukan aktivitas fisik.

Sesak napas merupakan gejala dari beberapa penyakit dan dapat bersifat akut atau kronis. Sesak napas dikenal juga dengan istilah Shortness Of Breath. Dyspnea atau sesak nafas di bedakan menjadi 2 yaitu : 1. Dyspnea akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab umum kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya penyakit pernapasan (paru-paru dan pernapasan), penyakit jantung atau trauma dada. 2. Dyspnea kronis (menahun) dapat disebabkan oleh asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru, tumor, kelainan pita suara.

B. ETIOLOGI Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam keadaan patologis pada saluran pernapasn maka ruang mati akan meningkat. Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga akan terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea. Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurnan terhadap compliance paru, semakin rendah kemampuan terhadap compliance paru maka makinbesar gradien tekanan transmural yang harusdibentuk selama inspirasi untuk

menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya compliance paru bisa bermacam salah satu nya adalah digantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama.

C. MANIFESTASI KLINIK Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma), kecemasan (Price dan Wilson, 2006). Parenkim paru tidak sensitif terhadap nyeri, dan sebagian besar penyakit paru tidak menyebabkan nyeri. Pleura parietalis bersifat sensitif, dan penyakit peradangan pada pleura parietalis menimbulkan nyeri dada.

Batuk adalah gejala umum penyakit pernapasan. Hal ini disebabkan oleh : Stimulasi refleks batuk oleh benda asing yang masuk ke dalam larink, Akumulasi sekret pada saluran pernapasan bawah. Bronkitis kronik, asma, tuberkulosis, dan pneumonia merupakan penyakit dengan gejala batuk yang mencolok (Chandrasoma, 2006). Pemeriksaan sputum/ dahak sangat berguna untuk mengevaluasi penyakit paru. Sediaan apusan gram dan biakan sputum berguna untuk menilai adanya infeksi. Pemeriksaan sitologi untuk sel-sel ganas. Selain itu, dari warna, volum, konsistensi, dan sumber sputum dapat diidentifikasi jenis penyakitnya.

Hemoptisis adalah batuk darah atau sputum dengan sedikit darah. Hemoptisis berulang biasanya terdapat pada bronkitis akut atau kronik, pneumonia, karsinoma bronkogenik, tuberkulosis, bronkiektasis, dan emboli paru. Jari tabuh adalah perubahan bentuk normal falanx distal dan kuku tangan dan kaki, ditandai dengan kehilangan sudut kuku, rasa halus berongga pada dasar kuku, dan ujung jari menjadi besar. Tanda ini ditemukan pada tuberkulosis, abses paru, kanker paru, penyakit kardiovaskuler, penyakit hati kronik, atau saluran pencernaan. Sianosis adalah berubahnya warna kulit menjadi kebiruan akibat meningkatnya jumlah Hb terreduksi dalam kapiler (Price dan Wilson, 2006). Ronki basah berupa suara napas diskontinu/ intermiten, nonmusikal, dan pendek, yang merupakan petunjuk adanya peningkatan sekresi di saluran napas besar. Terdapat pada pneumonia, fibrosis, gagal jantung, bronkitis, bronkiektasis. Wheezing/ mengik berupa suara kontinu, musikal, nada tinggi, durasi panjang. Wheezing dapat terjadi bila aliran udara secara cepat melewati saluran napas yang mendatar/ menyempit. Ditemukan pada asma, bronkitis kronik, CPOD, penyakit jantung. Stridor adalah wheezing yang terdengar saat inspirasi dan menyeluruh. Terdengar lebih keras di leher dibanding di dinding dada. Ini menandakan obstruksi parsial pada larink atau trakea. Pleural rub adalah suara akibat pleura yang inflamasi. Suara mirip ronki basah kasar dan banyak (Reviono, dkk, 2008). D. PATOFISIOLOGI Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia.Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri.Sering dengan berkembangnya inflamasi pada

hepar, pola normal pada hepar terganggu.Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat.Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal. Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati. Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati.Walaupun jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati.Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk).Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin. Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis).Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garamgaram empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.

E. PENYIMPANGAN KDM

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa gas darah arteri dan pemeriksaan diagnostik foto thorak, EKG

G. TERAPI DAN PENGOBATAN Oksigenasi

H. ASUHAN KEPERAWATAN I. PENGKAJIAN 1. Identitas


Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.

2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada. b. Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA. c. Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF, AMI, ISPA, batuk.
d. Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat kesehatan keluarga pasien

3. Pola kesehatan fungsional Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah : a. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan , adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan dengan oksigen. b. Pola metabolik-nutrisi Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi oksigenasi karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang kurang gizi, mengalami kelemahan otot pernafasan. c. Pola eliminasi Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi), perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi) d. Aktivitas-latihan Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan

oksigen yang banyak. Orang yang biasa olahraga, memiliki peningkatan aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen. e. Pola istirahat-tidur Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat. f. Pola persepsi-kognitif Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan pasien. g. Pola konsep diri-persepsi diri Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang (pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap diri sendiri (gemuk/ kurus). h. Pola hubungan dan peran Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang. i. Pola reproduksi-seksual Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji j. Pola toleransi koping-stress Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien. k. Keyakinan dan nilai Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien.
4. Pemeriksaan fisik

a. b. c.

Kesadaran: kesadaran menurun TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi Head to toe 1) Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis (karena hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie ( karena emboli atau endokarditis) 2) Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan mengerutkan mulut

3) Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung 4) Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara dada kanan dan kiri, suara nafas tidak normal. 5) Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan cepat (tacypnea), pernafasan lambat (bradypnea) II. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan oksigenasi adalah:
a.

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi

mukus banyak.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau

hiperventilasi
c.

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

perfusi ventilasi.

III. INTERVENSI KEPERAWATAN


NO DX I TUJUAN INTERVENSI RASIONAL 1. Ventilasi maksimal membuka area atelectasis. 2. Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. 3. Mencegah obstruksi/aspirasi. 4. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis. Ronki menunjukan akumulasi secret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesoris pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan. 1. Mencegah obstruksi/aspirasi. Penghisapan dapat diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan secret. 2. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis. 3.Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan secret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan. 4.Mencegah pengeringan mukosa, membantu pengenceran sekret Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 a. Manajemen Jalan Napas 1) Buka jalan napas pasien jam, klien dapat mencapai bersihan jalan napas yang 2) Posisikan pasien untuk efektif, dengan kriteria hasil: memaksimalkan ventilasi. 3) Identifikasi Pasien untuk Respiratory Status: Airway patency perlunya pemasangan alat Tujuan N Indikator Awal jalan napas buatan o 1 2 3 4 5 4) Keluarkan secret dengan 1. Pengeluaran sputum 2 suction pada jalan napas 5) Auskultasi suara napas, 2. Irama napas sesuai 2 catat bila ada suara napas yang diharapkan tambahan 3. Frekuensi 2 6) Monitor rata-rata respirasi pernapasan sesuai setiap pergantian shift dan yang diharapkan setelah dilakuakan tidakan suction Keterangan: b. Suksion Jalan Napas 1. Keluhan ekstrim 1) Auskultasi jalan napas 2. Keluhan berat sebelum dan sesudah 3. Keluhan sedang suction 4. Keluhan ringan 2) Informasikan keluarga 5. Tidak ada keluhan tentang prosedur suction 3) Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakheal 4) Hentikan suksion dan berikan oksigen bila Pasien menunjukkan bradikardi peningkatan

saturasi oksigen 5) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 6) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi. II Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 a. Manajemen Jalan Napas 1) Buka jalan napas Pasien jam, klien dapat mencapai napas efektif, dengan 2) Posisikan Pasien untuk kriteria hasil: memaksimalkan ventilasi. 3) Identifikasi Pasien untuk Respiratory Status: Ventilation perlunya pemasangan alat Tujuan N Indikator Awal jalan napas buatan o 1 2 3 4 5 4) Keluarkan secret dengan 1. Auskultasi suara 2 suction napas sesuai 5) Auskultasi suara napas, 2. Bernapas mudah 2 catat bila ada suara napas 3. Tidak didapatkan 2 tambahan penggunaan otot 6) Monitor penggunaan otot tambahan bantu pernapasan 7) Monitor rata-rata respirasi Vital sign Status setiap pergantian shift dan Tujuan N setelah dilakuakan Indikator Awal o 1 2 3 4 5 tidakan suction 1. Tanda Tanda vital 2 dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) Vital sign monitoring

6. Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.

Airway management 1) Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi. 2) Memposisikan pasien semi fowler supaya dapat bernafas optimal. 3) Deteksi terhadap pertukaran gas dan bunyi tambahan serta kesulitan bernafas (ada tidaknya dispneu) untuk memonitor intervensi. 4) Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia 5) Memberikan rasa nyamandan mempermudah pernapasan 6) Deteksi status respirasi Vital sign monitoring

Keterangan: 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan 5. Tidak ada keluhan

1) Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi 2) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi 3) Monitor vital sign 4) Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas. 5) Ajarkan bagaimana batuk efektif 6) Monitor pola nafas

1) Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum 2) Takikardia biasanya ada sebagai akibat demam/dehidrasi tetapi dapat sebagai respons terhadap hipoksemia 3) Selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatal (hipotensi/syok) dapat terjadi. 4) Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami pasien mengalami nyeri, khusunya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat. 1. Ventilasi maksimal membuka area atelectasis. 2. dan Posisi menurunkan membantu ekspansi paru upaya memaksimalkan pernafasan. 3.Mencegah obstruksi/aspirasi. 4. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis. Ronki menunjukan akumulasi

III

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kerusakan pertukaran pasien teratasi dengan kriteria hasil: Respiratory Status : Gas exchange Keseimbangan asam Basa, Elektrolit Respiratory Status : ventilation Vital Sign Status Tujuan N Indikator Awal o 1 2 3 4 5 1. Mendemonstrasikan 2 peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

1) 2) 3) 4) 5)

6)

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan 3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) 4. AGD dalam batas normal 5. Status neurologis dalam batas normal Keterangan: 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan 5. Tidak ada keluhan

2.

7) 8)

9) 10)

2 2

11)

12)

13)

Monitor respirasi dan status O2 Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal Monitor suara nafas, seperti dengkur Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental Observasi sianosis khususnya membran mukosa

secret/ketidakmampuan

untuk

membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesoris pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan. 5. Pemasukan cairan yang banyak membantu mengencerkan sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.

IV. EVALUASI Pada tahap akhir dari proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang di berikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi yang merupakan proses terus menerus, diperlukan untuk menentukan seberapa baik rencana perawatan yang dilaksanakan. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu, karena setiap tindakan keperawatan dilakukan, respon pasien di catat dan evaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang di harapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuanyang telah ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan medikal bedah.Jakarta: EGC. Harahap. (2005). Oksigenasi dalam suatu asuhan keperawatan. Jurnal Keperwatan Rufaidah Sumatera Utara Volume 1 hal 1-7. Medan: USU. Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing outcome classification (NOC). Philadelphia: Mosby. McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing intervention classification (NIC). USA:Mosby. Muttaqin. (2005). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan pernafasan. Salemba Medika: Jakarta. NANDA. (2012). NANDA Internasional: Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi. Jakarta: EGC. Wartonah & Tarwoto. 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan . Jakarta: Salemba Medika.

4. Anjurkan makan pada posisi duduk tegak R/ menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan 5. Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak R/ glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit untuk diserap/dimetabolisme sehingga akan membebani hepar. a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 24 jam nyeri pasien berkurang atau teratasi. Kriteria hasil : Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak meringis kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya) 1. Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat digunakan untuk intensitas nyeri R/ nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak nyaman, oleh karena terdapat peregangan secara kapsula hati, melalui pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan kenyamanan nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri. 2. Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri

Akui adanya nyeri Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien tentang nyerinya R/ klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan kesehatan bahwa ia mengalami nyeri

3. Berikan informasi akurat dan


Jelaskan penyebab nyeri Tunjukkan berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui

R/ klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih tenang dibanding klien yang penjelasan kurang/tidak terdapat penjelasan) 4. Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung efek hepatotoksi R/ kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik untuk mengurangi nyeri. b. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi hepar. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 24 jam suhu badan pasien normal Kriteria hasil : Tidak terjadi peningkatan suhu 1. Monitor tanda vital : suhu badan R/ sebagai indikator untuk mengetahui status hypertermi 2. Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat (sedikitnya 2000 l/hari) untuk mencegah dehidrasi, misalnya sari buah 2,5-3 liter/hari. R/ dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi 3. Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur R/ menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan 4. Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat R/ kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur. Juga akan mengurangi kenyamanan klien, mencegah timbulnya ruam kulit. c. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 24 jam keletihan pasien berkurang

Kriteria hasil : tidak terjadi keletihan 1. Jelaskan sebab-sebab keletihan individu R/ dengan penjelasan sebab-sebab keletihan maka keadaan klien cenderung lebih tenang 2. Sarankan klien untuk tirah baring R/ tirah baring akan meminimalkan energi yang dikeluarkan sehingga metabolisme dapat digunakan untuk penyembuhan penyakit. 3. Bantu individu untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan, kemampuankemampuan dan minat-minat R/ memungkinkan klien dapat memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang sangat penting dan meminimalkan pengeluaran energi untuk kegiatan yang kurang penting 4. Analisa bersama-sama tingkat keletihan selama 24 jam meliputi waktu puncak energi, waktu kelelahan, aktivitas yang berhubungan dengan keletihan R/ keletihan dapat segera diminimalkan dengan mengurangi kegiatan yang dapat menimbulkan keletihan 5. Bantu untuk belajar tentang keterampilan koping yang efektif (bersikap asertif, teknik relaksasi) R/ untuk mengurangi keletihan baik fisik maupun psikologis d. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 24 jam tidak terjadi kerusakan intergritas kulit dan jaringan. Kriteria hasil : Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus. 1. Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering

Sering mandi dengan menggunakan air dingin dan sabun ringan (kadtril, lanolin) Keringkan kulit, jaringan digosok

R/ kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan merangsang ujung syaraf 2. Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu ruangan dingin dan kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu tebal R/ penghangatan yang berlebih menambah pruritus dengan meningkatkan sensitivitas melalui vasodilatasi 3. Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan tekanan kuat pada area pruritus untuk tujuan menggaruk R/ penggantian merangsang pelepasan hidtamin, menghasilkan lebih banyak pruritus 4. Pertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin R/ pendinginan akan menurunkan vasodilatasi dan kelembaban kekeringan e. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intraabdomen, asites penurunan ekspansi paru dan akumulasi sekret. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 24 jam pasien tidak mengalami gangguan pola nafas. Kriteria hasil : Pola nafas adekuat Intervensi : 1. Awasi frekwensi , kedalaman dan upaya pernafasan R/ pernafasan dangkal/cepat kemungkinan terdapat hipoksia atau akumulasi cairan dalam abdomen 2. Auskultasi bunyi nafas tambahan R/ kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan 3. Berikan posisi semi fowler R/ memudahkan pernafasan denagn menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran sekret 4. Berikan latihan nafas dalam dan batuk efektif R/ membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak

5. Berikan oksigen sesuai kebutuhan R/ mungkin perlu untuk mencegah hipoksia f. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 24 jam tidak terjadi infeksi pada pasien. Kriteria hasil : Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi. 1. Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat untuk menangani semua cairan tubuh

Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien atau spesimen Gunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah dan cairan tubuh Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada wadah yang tepat, jangan menutup kembali atau memanipulasi jarum dengan cara apapun R/ pencegahan tersebut dapat memutuskan metode transmisi virus hepatitis

2. Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan tubuh dengan tepat untuk membersihkan peralatan-peralatan dan permukaan yang terkontaminasi R/ teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak dengan materi infeksius dan mencegah transmisi penyakit 3. Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien, keluarga dan pengunjung lain dan petugas pelayanan kesehatan. R/ mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak rantai transmisi infeksi 4. Rujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen kesehatan yang tepat R/ rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan sumber pemajanan dan kemungkinan orang lain terinfeksi

III. EVALUASI Pada tahap akhir dari proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang di berikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi yang merupakan proses terus menerus, diperlukan untuk menentukan seberapa baik rencana perawatan yang dilaksanakan. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu, karena setiap tindakan keperawatan dilakukan, respon pasien di catat dan evaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang di harapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuanyang telah ditetapkan. 1. Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi. 2. Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak meringis kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya) 3. Tidak terjadi peningkatan suhu 4. Tidak terjadi keletihan 5. Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus. 6. Pola nafas adekuat 7. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.

DAFTAR PUSTAKA Smeltzer, suzanna C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart. Alih bahasa Agung Waluyo, Edisi 8, jakarta, EGC, 2001. http://teguhsubianto.blogspot.com Carpenito Lynda Jual, 2009, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta. Gallo, Hudak, 2010, Keperawatan Kritis, EGC, Jakarta.

Hadim Sujono, 2008, Gastroenterologi, Alumni Bandung. Moectyi, Sjahmien, 2007, Pengaturan Makanan dan Diit untuk Pertumbuhan Penyakit, Gramedia Pustaka Utama Jakarta.

You might also like