You are on page 1of 8

PELANGGARAN DALAM PEMILU

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan

DISUSUN OLEH : NUGRAHA PUTRA ZURISKA 270110110198 GEOLOGI-D

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2013

BAB I PENDAHULUAN

Penyelenggaraan pemilu merupakan salah satu elemen yang harus ada di dalam penerintahan yang bersifat demokrasi. Di samping itu, Negara demokrasi juga harus ada unsur pertanggungjawaban kekuasaan. Baik dari pihak legislative maupun eksekutif. Berdasarkan UU No.22 Tahun 2007, pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari suatu pemilihan umum. Namun, masyarakat umumnya mengartikan pemilu kepada pemilu legislative dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan lima tahun sekali. Pemilu legislative yang terakhir dilaksanakan di Indonesia tidak lama pada tahun 2013 ini. Sistem pemilu yang digunakan berbeda jauh dengan pemilu sebelum era reformasi, di mana sekarang yang menentukan wakil rakyat dan pemimpin adalah masyarakat sendiri secra langsung. Pemilu dianggap menjadi ukuran demokrasi suatu Negara karena disini rakyat dapat berpartisipasi untuk mengeluarkan hak memilih nya sesuai dengan yang mereka inginkan Pemilhan umum adalah hal yang penting dalam kehidupan Negara. Pemilu selain merupakan mekanisme bagi rakyat untuk memilih para wakilnya, juga dapat dilihat sebagai proses evaluasi dan pembentukan kembali kontrak social. Pemilu menyediakan ruang untuk terjadinya proses diskusi antara pemilih dan calon-calon wakil rakyat, baik sendiri-sendiri maupun melalui partai politik. Terkadang di dalam pemilihan umum, sering terjadi pelanggaran-pelangaran yang ada baik dari proses kampanye calon legislative maupun pada proses pemilihan itu sendiri. Untuk mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang berkualitas dan memiliki integritas tinggi maka perlu dilakukan penyempurnaan terhadap aturan yang telah ada melalui penambahan aturan, penegasan maksud dan sinkronisasi antar peraturan perundang-undangan.

BAB II LANDASAN TEORI

UU 10 Tahun 2008 tentang Pemiliham Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD mengatur pada setiap tahapan dalam bentuk kewajiban, dan larangan dengan tambahan ancaman atau sanksi. Potensi pelaku pelanggaran pemilu dalam UU pemilu antara lain: 1. Penyelenggara Pemilu yang meliputi anggota KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten/Kota, anggota Bawaslu, Panwaslu Propinsi, Panwaslu Kabupaten Kota, Panwas Kecamatan, jajaran sekretariat dan petugas pelaksana lapangan lainnya; 2. Peserta pemilu yaitu pengurus partai politik, calon anggota DPR, DPD, DPRD, tim kampanye; 3. Pejabat tertentu seperti PNS, anggota TNI, anggota Polri, pengurus BUMN/BUMD, Gubernur/pimpinan Bank Indonesia, Perangkat Desa, dan badan lain lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara; 4. 5. Profesi Media cetak/elektronik, pelaksana pengadaan barang, distributor; Pemantau dalam negeri maupun asing;

6. Masyarakat Pemilih, pelaksana survey/hitungan cepat, dan umum yang disebut sebagai setiap orang. Meski banyak sekali bentuk pelanggaran yang dapat terjadi dalam pemilu, tetapi secara garis besar Undang-Undang Pemilu membaginya berdasarkan kategori jenis pelanggaran pemilu menjadi: 1. 2. 3. pelanggaran administrasi pemilu; pelanggaran pidana pemilu; dan perselisihan hasil pemilu.

1. Pelanggaran Administrasi Pasal 248 UU Pemilu mendefinisikan perbuatan yang termasuk dalam pelanggaran administrasi adalah pelanggaran terhadap ketentuan UU Pemilu yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana pemilu dan ketentuan lain yang diatur dalam Peraturan KPU. Dengan demikian maka semua jenis pelanggaran, kecuali yang telah ditetapkan sebagai tindak pidana, termasuk dalam kategori pelanggaran administrasi. Contoh pelanggaran administratif tersebut misalnya: tidak memenuhi syarat-syarat untuk menjadi peserta pemilu, menggunakan

fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan untuk berkampanye, tidak melaporkan rekening awal dana kampanye, pemantau pemilu melanggar kewajiban dan larangan. 2. Tindak Pidana Pemilu Pasal 252 UU Pemilu mengatur tentang tindak pidana pemilu sebagai pelanggaran pemilu yang mengandung unsur pidana. Pelanggaran ini merupakan tindakan yang dalam UU Pemilu diancam dengan sanksi pidana. Sebagai contoh tindak pidana pemilu antara lain adalah sengaja menghilangkan hak pilih orang lain, menghalangi orang lain memberikan hak suara dan merubah hasil suara. Seperti tindak pidana pada umumnya, maka proses penyelesaian tindak pidana pemilu dilakukan oleh lembaga penegak hukum yang ada yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. 3. Perselisihan Hasil Pemilu Yang dimaksud dengan perselisihan hasil pemilu menurut pasal 258 UU Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan peserta pemilu mengenai penetapan jumlah perolehan suara hasil pemilu secara nasional. Perselisihan tentang hasil suara sebagaimana dimaksud hanya terhadap perbedaan penghitungan perolehan hasil suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi peserta pemilu. Sesuai dengan amanat Konstitusi yang dijabarkan dalam UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, maka perselisihan mengenai hasil perolehan suara diselesaikan melalui peradilan konstitusi. Satu jenis pelanggaran yang menurut UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu (UU KPU) menjadi salah satu kewenangan Panwaslu Kabupaten/Kota untuk menyelesaikannya adalah pelanggaran pemilu yang bersifat sengketa. Sengketa adalah perbenturan dua kepentingan, kepentingan dan kewajiban hukum, atau antara kewajiban hukum dengan kewajiban hukum (konflik) yang dalam konteks pemilu dapat terjadi antara peserta dengan penyelenggara maupun antara peserta dengan peserta. Pada pemilu 2004, tata cara penyelesaian terhadap jenis pelanggaran ini diatur dalam satu pasal tersendiri (pasal 129 UU 12/2003).

BAB III PEMBAHASAN

Ada beberapa jenis pelanggaran dalam pemilu yaitu : 1. Pelanggaran terhadap peraturan Pemilu dan Pemilukada yang pengaruhnya tidak bisa diukur signifikansinya dengan hasil Pemilu dan Pemilukada. Misalnya: baliho, tanda gambar dalam sosialisasi, pemberian hadiah ketika sosialisasi dan lain-lain. 2. Pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip dasar pemilukada yang luber dan jurdil. Misalnya : adanya money politics, dan ikut sertanya PNS dan birokrasi baik sebagai tim sukses, ikut serta dalam kampanye hingga sosialisasi mengenai calon tertentu saja. 3. Pelanggaran serius terhadap hak konstitusional bakal pasangan calon atau pasangan calon sehingga mengakibatkan bakal pasangan calon kehilangan hak konstitusionalnya. Contoh lain adalah menakut-nakuti atau mengintimidasi kandidat saingan agar tidak ikut berkompetisi atau menjadi calon. Dibawah ini merupakan contoh kasus pelanggaaran dalam Pemilu Kada Jawa Barat :

TEMPO.CO, Depok - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan, dirinya memang libur pada Sabtu-Minggu, 16-17 Februari 2013. Dalam masa libur itu, Jokowi menggunakan waktunya untuk membantu kampanye pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat, Rieke Diah Pitaloka dan Teten Masduki, di Bandung dan Depok. Rieke dan Teten diusung PDIP, partai yang juga mengusung Jokowi saat Pilkada DKI Jakarta tahun lalu. "Saya libur, Sabtu-Minggu saya libur. Tapi, karena kepatuhan, saya ajukan cuti," kata Jokowi di sela-sela kerumunan massa kampanye di Depok, Ahad, 17 Februari 2013.

Seperti diketahui, Gubernur Jokowi mengambil cuti dua hari untuk menjadi juru kampanye Rieke dan Teten. Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membenarkan kabar cutinya Jokowi. "Saya Pelaksana Harian Gubernur pada Sabtu-Minggu. Beliau, kan, cuti untuk menjadi juru kampanye," kata Basuki di Balai Kota, Jumat, 15 Februari 2013. Jokowi mendatangi Depok sekitar pukul 08.00. Sebelum ke lokasi kampanye di Jalan Sejajar Rel, Kampung Lio, Jokowi berjalan santai dengan Rieke dan Teten dari DPC PDIP, Jalan Margonda Raya. Jokowi optimistis, pasangan itu mampu membawa Jawa Barat menjadi lebih baik. Dia mengenal Rieke dan Teten sebagai tokoh yang bersih. "Saya ingin memberikan garansi bahwa mereka jujur dan bersih," kata dia. Menanggapi kabar dirinya akan menjadi juru kampanye calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara, Effendi Simbolon dan Djumiran Abdi, yang juga diusung PDIP, Jokowi belum dapat memastikan. Kalau memang ada jadwalnya, dia akan berangkat ke sana. "Sekarang belum tahu. Nanti kalau dijadwalkan, saya ke sana," ujarnya. Sumber : http://www.tempo.co (Minggu 17 Februari 2013)

Berdasarkan contoh kasus diatas, pelanggaran yang dilakukan oleh Rieke-Teten merupakan jenis pelanggaran yang kedua yaitu ikut sertanya PNS atau tokoh politik dalam kampanye legislatife. hal ini termasuk dalam pelanggaran pemilu kada dimana Jokowi hanya ikut serta dalam kampanye hingga sosialisasi mengenai calon tertentu saja.

BAB 1V KESIMPULAN

Walau bagaimanapun juga Pemilu haruslah sesuai dengan peraturan penrundang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan jika ada yang melanggarnya maka, pelaku pelangaran tersebut harus diberi sanksi sesuai apa yang telah ia perbuat. ini semua demi kemajuan dan kesejahteraan Negara yang demokrasi. Dalam hal ini, kasus Rieke-Teten termasuk dalam pelanggaran pemilu karena menhgadirkan Jokowi sebagai tokoh politik dalam kampanye mereka.

DAFTAR PUSTAKA

http://ilmu27.blogspot.com http://politik.kompasiana.com/ http://www.tempo.co/read/news/2013/02/17/231461856/Bantu-Kampanye-Rieke-Jokowi-CutiSabtu-Minggu

You might also like