You are on page 1of 36

VISUM ET REPERTUM Pengertian Menurut bahasa: berasal dari kata latin yaitu visum (sesuatu yang dilihat) dan

repertum (melaporkan). Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah jabatannya terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya. Menurut lembar negara 350 tahun 1973: Suatu laporan medik forensik oleh dokter atas dasar sumpah jabatan terhadap pemeriksaan barang bukti medis (hidup/mati) atau barang bukti lain, biologis (rambut, sperma, darah), non-biologis (peluru, selongsong) atas permintaan tertulis oleh penyidik ditujukan untuk peradilan. Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184. Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu: 1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Keterangan terdakwa 4. Surat-surat 5. Petunjuk Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu: 1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim 2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat 3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan VeR yang lebih baru Pembagian Visum et Repertum Ada 3 jenis visum et repertum, yaitu: 1. VeR hidup VeR hidup dibagi lagi menjadi 3, yaitu: a. VeR definitif, yaitu VeR yang dibuat seketika, dimana korban tidak memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga tidak menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka yang ditulis pada bagian kesimpulan yaitu luka derajat I atau luka golongan C. b. VeR sementara, yaitu VeR yang dibuat untuk sementara waktu, karena korban memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka tidak ditentukan dan tidak ditulis pada kesimpulan. Ada 5 manfaat dibuatnya VeR sementara, yaitu - Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak - Mengarahkan penyelidikan - Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan sementara terhadap terdakwa

- Menentukan tuntutan jaksa - Medical record c. VeR lanjutan, yaitu VeR yang dibuat dimana luka korban telah dinyatakan sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Bila korban meninggal, maka dokter membuat VeR jenazah. Dokter menulis kualifikasi luka pada bagian kesimpulan VeR. 2. VeRjenazah, yaitu VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan pembuatan VeR ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian. 3. Ekspertise, yaitu VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh korban, misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang, rambut, dan lain-lain. Ada sebagian pihak yang menyatakan bahwa ekspertise bukan merupakan VeR. Susunan Visum et Repertum Ada 5 bagian visum et repertum, yaitu: 1. Pembukaan Ditulis pro justicia yang berarti demi keadilan dan ditulis di kiri atas sebagai pengganti materai. 2. Pendahuluan Bagian pendahuluan berisi: - Identitas tempat pembuatan visum berdasarkan surat permohonan mengenai jam, tanggal, dan tempat - Pernyataan dokter, identitas dokter - Identitas peminta visum - Wilayah - Identitas korban - Identitas tempat perkara 3. Pemberitaan Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan, berupa: - Apa yang dilihat, yang ditemukan sepanjang pengetahuan kedokteran - Hasil konsultasi dengan teman sejawat lain - Untuk ahli bedah yang mengoperasi ? dimintai keterangan apa yang diperoleh. Jika diopname ? tulis diopname, jika pulang ? tulis pulang - Tidak dibenarkan menulis dengan kata-kata latin - Tidak dibenarkan menulis dengan angka, harus dengan huruf untuk mencegah pemalsuan. - Tidak dibenarkan menulis diagnosis, melainkan hanya menulis ciri-ciri, sifat, dan keadaan luka. 4. Kesimpulan Bagian kesimpulan memuat pendapat pribadi dokter tentang hubungan sebab akibat antara apa yang dilihat dan ditemukan dokter dengan penyebabnya. Misalnya jenis luka, kualifikasi luka, atau bila korban mati maka dokter menulis sebab kematiannya. 5. Penutup Bagian penutup memuat sumpah atau janji, tanda tangan, dan nama terang dokter yang membuat. Sumpah atau janji dokter dibuat sesuai dengan sumpah jabatan atau pekerjaan dokter.

Kualifikasi Luka Ada 3 kualifikasi luka pada korban hidup, yaitu: 1. Luka ringan / luka derajat I/ luka golongan C Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau tidak menghalangi pekerjaan korban. Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 352 ayat 1. 2. Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B Luka derajat II adalah apabila luka tersebut menyebabkan penyakit atau menghalangi pekerjaan korban untuk sementara waktu. Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 351 ayat 1. 3. Luka berat / luka derajat III / luka golongan A Luka derajat III menurut KUHP pasal 90 ada 6, yaitu: - Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh atau membawa bahaya maut - Luka atau penyakit yang menghalangi pekerjaan korban selamanya - Hilangnya salah satu panca indra korban - Cacat besar - Terganggunya akan selama > 4 minggu - Gugur atau matinya janin dalam kandungan ibu Prosedur Permintaan, Penerimaan, dan Penyerahan Visum et Repertum Pihak yang berhak meminta Ver: 1. Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat negara untuk menjalankan undang-undang. 2. Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II. 3. Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat. 4. Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C. Syarat pembuat: - Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut) - Di wilayah sendiri - Memiliki SIP - Kesehatan baik Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR korban hidup, yaitu: 1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan. 2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos. 3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter. 4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter. 5. Ada identitas korban. 6. Ada identitas pemintanya. 7. Mencantumkan tanggal permintaan.

8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa. Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR jenazah, yaitu: 1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan. 2. Harus sedini mungkin. 3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar. 4. Ada keterangan terjadinya kejahatan. 5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki. 6. Ada identitas pemintanya. 7. Mencantumkan tanggal permintaan. 8. Korban diantar oleh polisi. Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam, penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar korban. Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20 hari. Bila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum. Lampiran visum - Fotografi forensik - Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut - Penjelasan ? istilah kedokteran - Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi, mikrobiologi)

Visum et Repertum
1.1. Definisi Pengertian arti harafiah dari Visum et Repertum yakni berasal dari kata visual yang berarti melihat dan repertum yaitu melaporkan.Sehingga jika digabungkan dari arti harafiah ini adalah apa yang dilihat dan diketemukan sehingga Visum et Repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan sumpah, mengenai apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang bukti lain,kemudian dilakukan pemeriksaan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya. Dalam Stbl tahun 1937 No 350 dikatakan bahwa visa et reperta para dokter yang dibuat baik atas sumpah dokter yang diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajarannya di Indonesia.

1.2.Jenis dan Bentuk Visum et Repertum Ada beberapa jenis visum et repertum, yaitu visum et repertum perlukaan (termasuk keracunan), visum et repertum kejahatan susila, visum et repertum jenazah, dan visum et repertum psikiatrik. Tiga jenis visum yang pertama adalah visum et repertum mengenai tubuh/raga manusia yang dalam hal ini berstatus sebagai korban tindak pidana, sedangkan jenis terakhir adalah mengenai jiwa/mental tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak pidana.

Visum et repertum dibuat secara tertulis, sebaiknya dengan mesin ketik, di atas sebuah kertas putih dengan kepala surat institusi kesehatan yang melakukan pemeriksaan, dalam bahasa Indonesia, tanpa memuat singkatan dan sedapat mungkin tanpa istilah asing, bila terpaksa digunakan agar diberi penjelasan bahasa Indonesia.

1.Visum et Repertum pada Kasus Perlukaan. Terhadap setiap pasien yang diduga korban tindak pidana meskipun belum ada surat permintaan visum et repertum dari polisi, dokter harus membuat catatan medis atas semua hasil pemeriksaan medisnya secara lengkap dan jelas sehingga dapat digunakan untuk pembuatan visum et repertum. Umumnya, korban dengan luka ringan datang ke dokter setelah melapor ke penyidik, sehingga membawa surat permintaan visum et repertum. Sedangkan korban dengan luka sedang/berat akan datang ke dokter sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat permintaan datang terlambat. Keterlambatan dapat diperkecil dengan komunikasi dan kerjasama antara institusi kesehatan dengan penyidik. Di dalam bagian pemberitaa biasanya disebutkan keadaan umum korban sewaktu datang, lukaluka atau cedera atau penyakit yang diketemukan pada pemeriksaan fisik berikut uraian tentang letak, jenis dan sifat luka serta ukurannya, pemeriksaan khusus/penunjang, tindakan medis yang dilakukan, riwayat perjalanan penyakit selama perawatan, dan keadaan akhir saat perawatan selesai. Gejala yang dapat dibuktikan secara obyektif dapat dimasukkan, sedangkan yang subyektif dan tidak dapat dibuktikan tidak dimasukkan ke dalam visum et repertum.

2. Visum et Repertum Korban Kejahatan Susila Umumnya korban kejahatan susila yang dimintakan visum et repertumnya pada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam hukuman oleh KUHP (meliputi perzinahan, perkosaan, persetubuhan dengan wanita yang tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur, serta perbuatan cabul).

Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban untuk membuktikan adanya persetubuhan atau perbuatan cabul, adanya kekerasan (termasuk keracunan), serta usia korban. Selain itu juga diharapkan memeriksa adanya penyakit hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan psikiatrik sebagai akibat dari tindakan pidana tersebut. Dokter tidak dibebani pembuktian adanya pemerkosaan, karena istilah pemerkosaan adalah istilah hukum yang harus dibuktikan di depan sidang pengadilan. Dalam kesimpulan diharapkan tercantum perkiraan tentang usia korban, ada atau tidaknya tanda persetubuhan dan bila mungkin, menyebutkan kapan perkiraan terjadinya, dan ada atau tidaknya tanda kekerasan. Bila ditemukan adanya tanda-tanda ejakulasi atau adanya tanda-tanda perlawanan berupa darah pada kuku korban, dokter berkewajiban mencari identitas tersangka melalui pemeriksaan golongan darah serta DNA dari benda-benda bukti tersebut.

3. Visum et Repertum Jenazah Jenazah yang akan dimintakan visum et repertumnya harus diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan, diikatkan pada ibu jari kaki atau bagian tubuh lainnya. Pada surat permintaan visum et repertum harus jelas tertulis jenis pemeriksaan yang diminta, apakah pemeriksaan luar (pemeriksaan jenazah) atau pemeriksaan dalam/autopsi (pemeriksaan bedah Pemeriksaan forensik terhadap jenazah meliputi : 1. Pemeriksaan luar jenazah yang berupa tindakan yang tidak merusak keutuhan jaringan jenazah secara teliti dan sistematik. 2. Pemeriksaan bedah jenazah, pemeriksaan secara menyeluruh dengan membuka rongga tengkorak, leher, dada, perut, dan panggul. Kadangkala dilakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti pemeriksaan histopatologi, toksikologi, serologi, dan sebagainya. jenazah).

Dari pemeriksaan dapat disimpulkan sebab, jenis luka atau kelainan, jenis kekerasan penyebabnya, sebab dan mekanisme kematian, serta saat kematian seperti tersebut di atas.

4. Visum et Repertum Psikiatrik Visum et repertum psikiatrik perlu dibuat oleh karena adanya pasal 44 (1) KUHP yang berbunyi Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana. Jadi selain orang yang menderita penyakit jiwa, orang yang retardasi mental juga terkena pasal ini.

Visum ini diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana, bukan bagi korban sebagaimana yang lainnya. Selain itu visum ini juga menguraikan tentang segi kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau raga manusia. Karena menyangkut masalah dapat dipidana atau tidaknya seseorang atas tindak pidana yang dilakukannya, maka adalah lebih baik bila pembuat visum ini hanya dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum. Dalam Keadaan tertentu di mana kesaksian seseorang amat diperlukan sedangkan ia diragukan kondisi kejiwaannya jika ia bersaksi di depan pengadilan maka kadangkala hakim juga meminta evaluasi kejiwaan saksi tersebut dalam bentuk visum et repertum psikiatrik.

1.3. Fungsi dan tujuan Visum et Repertum Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184. Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu: - Keterangan saksi - Keterangan ahli - Keterangan terdakwa - Surat-surat - Petunjuk Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:

Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan VeR

yang lebih baru Bila VeR belum dapat menjernihkan persoalan di sidang pengadilan, hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang memberi kemungkinan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan.

1.4. Bagian bagian dari Visum et Repertum Sudut kanan atas: alamat tujuan SPVR(Rumah sakit atau dokter), dan tgl SPVR. Rumah sakit (Direktur) : * Kepala bagian / SMF Bedah * Kepala bagian / SMF Obgyn * Kepala bagian / SMF Penyakit dalam * Kepala bagian I.K.Forensik. Sudut kiri atas: alamat peminta VetR, nomor surat, hal dan lampiran. Bagian tengah : Disebutkan SPVR korban hidup / mati Identitas korban (nama, umur, kelamin, kebangsaan, alamat, agama dan pekerjaan). Peristiwanya (modus operandi) antara lain *Luka karena . . . . . . . . . . . . . . . . *Keracunan (obat/racun . . . . . . . . . .).

*Kesusilaan (perkosaan/perzinahan/cabul). *Mati karena (listrik, tenggelam, senjata api/tajam/tumpul dsb).

1.PEMBUKAAN Kata Projustitia dicantumkan disudut kiri atas, dan dengan demikian visum et repertum tidak perlu bermaterai, sesuai dengan pasal 136 KUHAP.

2. PENDAHULUAN. Bagian ini memuat antara lain : - Identitas pemohon visum et repertum. - Identitas dokter yang memeriksa / membuat visum et repertum. - Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X Surabaya). - Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaan. - Identitas korban. - Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban dirawat, waktu korban meninggal. - Keterangan mengenai orang yang menyerahkan / mengantar korban pada dokter dan waktu saat korban diterima dirumah sakit.

3. PEMBERITAAN. - Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, (umur, jenis kel,TB/BB), serta keadaan umum. - Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban. - Tindakan-tindakan / operasi yang telah dilakukan. - Hasil pemeriksaan tambahan.

Syarat-syarat : - Memakai bahasa Indonesia yg mudah dimengerti orang awm. -Angka harus ditulis dengan hurup, (4 cm ditulis empat sentimeter). - Tidak dibenarkan menulis diagnose luka,(luka bacok, luka tembak dll). - Luka harus dilukiskan dengan kata-kata - Memuat hasil pemeriksaan yang objektif (sesuai apa yang dilihat dan ditemukan)

4. KESIMPULAN. - Bagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai hasil pemeriksaan sesuai dgn pengetahuan yang sebaik-baiknya. - Seseorang melakukan pengamatan dengan kelima panca indera (pengelihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan perabaan). - Sifatnya subjektif.

5. PENUTUP. - Memuat kata Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu menerima jabatan. - Diakhiri dengan tanda tangan, nama lengkap/NIP dokter.

1.5. Prosedur, permintaan, penerimaan dan penyerahan Visum et Repertum Pihak yang berhak meminta Ver: - Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat negara untuk menjalankan undang-undang. - Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II. - Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat. - Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C. Syarat pembuat: Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)

- Di wilayah sendiri - Memiliki SIP - Kesehatan baik

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR korban hidup, yaitu: 1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan. 2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos. 3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan Dokter. 4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter. 5. Ada identitas korban. 6. 7. 8. Ada identitas pemintanya. Mencantumkan tanggal permintaan. Korban diantar oleh polisi atau jaksa. Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR jenazah, yaitu: 1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Harus sedini mungkin. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar. Ada keterangan terjadinya kejahatan. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki. Ada identitas pemintanya. Mencantumkan tanggal permintaan. Korban diantar oleh polisi. Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam, penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar korban. Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20 hari. Bila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum. Lampiran visum - Fotografi forensic - Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut - Penjelasan istilah kedokteran - Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi, mikrobiologi)

1.6. Perbedaan Visum et Repertum dengan catatan medis lainya. Catatan medis adalah catatan tentang seluruh hasil pemeriksaan medis beserta tindakan pengobatan atau perawatan yang dilakukan oleh dokter. Catatan medis disimpan oleh dokter atau institusi dan bersifat rahasia, tidak boleh dibuka kecuali dengan izin dari pasien atau atas kesepakatan sebelumnya misalnya untuk keperluan asuransi. Catatan medis ini berkaitan dengan rahasia kedokteran dengan sanksi hukum seperti yang terdapat dalam pasal 322 KUHP. Sedangkan Visum et Repertum dibuat berdasarkan Undang-Undang yaitu pasal 120, 179 dan 133 KUHAP dan dokter dilindungi dari ancaman membuka rahasia jabatan meskipun Visum et Repertum dibuat dan dibuka tanpa izin pasien, asalkan ada permintaan dari penyidik dan digunakan untuk kepentingan peradilan. 1.7. Ketentuan ketentuan hukum dalam Visum et Repertum Pasal 133 KUHAP menyebutkan: (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. (2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Selanjutnya,keberadaan Visum et Repertum tidak hanya diperuntukkan kepada seorang korban (baik korban hidup maupun tidak hidup) semata, akan tetapi untuk kepentingan penyidikan juga dapat dilakukan terhadap seorang tersangka sekalipun seperti VR Psikiatris. Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan dalam KUHAP yaitu : Pasal 120 (1) KUHAP Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Apabila pelaku perbuatan pidana tidak dapat bertanggung jawab, maka pelaku dapat dikenai pidana. Sebagai perkecualian dapat dibaca dalam Pasal 44 KUHP sebagai berikut:

1. Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (ziekelijke storing), tidak dipidana. 2. Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan dalam Rumah Sakit Jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan. 3. Ketentuan tersebut dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri. Dalam menentukan adanya jiwa yang cacat dalam tumbuhnya dan jiwa yang terganggu karena penyakit, sangat dibutuhkan kerjasama antar pihak yang terkait, yaitu ahli dalam ilmu jiwa (dokter jiwa atau kesehatan jiwa), yang dalam persidangan nanti muncul dalam bentuk Visum et Repertum Psychiatricum, digunakan untuk dapat mengungkapkan keadaan pelaku perbuatan (tersangka) sebagai alat bukti surat yang dapat dipertanggungjawabkan. Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP. Penyidik yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1) butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia. Oleh karena Visum et Repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan dengan kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta Visum et Repertum , karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHAP). Sanksi hukum bila dokter menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan sanki pidana : Pasal 216 KUHP : Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasar- kan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

1. Peran dan Fungsi Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana VeR menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti.Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia. Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180 KUHAP. Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan visum et repertum.

1. Struktur dan Isi Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa Bernomor dan bertanggal Mencantumkan kata Pro Justitia di bagian atas kiri (kiri atau tengah) Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan pemeriksaan Tidak menggunakan istilah asing Ditandatangani dan diberi nama jelas Berstempel instansi pemeriksa tersebut

i.

Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan

j. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila ada lebih dari satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM, dan keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum et repertum masing-masing asli k. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan disimpan sebaiknya hingga 20 tahun

BAB III PENUTUP

Pembuatan Visum et Repertum merupakan salah satu bagian dari bentuk pelayanan medikolegal di rumah sakit,namun demikian terkait dengan kedokteran forensik, pembuatan Visum et Repertum juga merupakan bagian dari pembuktian, bahan penuntutan serta pertimbangan bagi seorang hakim untuk memutus perkara dalam sebuah persidangan. Dalam kaitannya sebagai salah satu bagian dari alat bukti yang tercantum dalam pasal 184 KUHAP, Visum et Repertum harus diminta secara resmi dari pihak yang dapat mengajukan, kemudian di keluarkan oleh pihak yang berhak. Hal ini sangat penting untuk di lakukan mengingat keberadaan Visum et Repertum ini dapat membuat terang sebuah perkara pidana sekalipun dilaksanakan kepada mayat (korban). Walaupun demikian, pada kenyataan yang sering terjadi di lapangan terkait hal ini diantaranya adalah keterbatasan peralatan termasuk penyimpanan rekam medis, kurang baik nya koordinasi antara penyidik Kepolisian dengan dokter dimana kejadian yang paling sering terjadi adalah sudah rusaknya TKP tindak pidana khususnya yang memerlukan pemeriksaan kedokteran forensik ketika dokter yang akan memeriksa datang/sampai ke TKP tersebut.Hal ini lebih banyak di karenakan kurang cermatnya penyidik yang berada di TKP. Berbagai perbaikan yang dilakukan baik oleh institusi Kepolisian maupun lembaga Criminal Justice System termasuk pihak kedokteran forensik yang ada di Indonesia, diharapkan bisa membawa perubahan dalam hal penanganan tindak pidana yang terjadi khususnya yang memerlukan dilakukannya pemeriksaan pihak kedokteran guna kepentingan pengeluaran Visum et Repertum.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul Munim Idries,2009. Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik. 2. Abdul Minim Idries,2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. 1. 2. 3. 4. 5. Soeparmono,2002. Kedokteran Forensik di Indonesia. Juliana Lubis, 2008.Peranan Dokter dalam Pembuktian Tindak Pidana. Budiyanto,1997.Ilmu Kedokteran Forensik. Sri Ingeten,2008.Peranan Dokter dalam Pembuktian Perkara Pidana. Widy Hargus,2006.Peranan Visum et Repertum dalam Pembuktian Tindak Pidana Penghilangan nyawa orang dengan Racun. 6. Budi Sampurna,2009.Pengantar Mediko-Legal. 7. Dedi Afandi,2008.Visum et Repertum Pada Korban Hidup.

VISUM KEJAHATAN ASUSILA


PENDAHULUAN Kejahatan seksual adalah tindakan seksual apa pun yang dilakukan seseorang pada yang lain tanpa persetujuan dari orang tersebut. Kejahatan seksual terdiri dari penetrasi genital, oral, atau anal oleh bagian tubuh pelaku atau oleh sebuah objek benda.

Beberapa varian kejahatan seksual antara lain pemerkosaan dalam pernikahan (marital rape) dilakukan oleh suami/istri dengan paksa terhadap pasangannya; acquitance rape, dilakukan oleh orang yang telah dikenal sebelumnya, incest dilakukan terhadap saudara kandung sendiri; date rape dilakukan pada saat sedang kencan; statutory rape bermakna adanya hubungan seksual dengan seorang perempuan dibawah umur, yang rentang usianya ditentukan oleh hukum (rentang usia 14-18 tahun); child sexual abuse diartikan dengan interaksi antara seorang anak dengan dewasa dimana anak tersebut digunakan sebagai perangsang seksual dari orang dewasa itu atau orang lain.

Lingkungan sosial kita sering salah persepsi tentang kejahatan seksual. Korban sering disalahkan bahwa kejahatan susila itu diakibatkan oleh tingkah lakunya sendiri. PEMBAHASAN Pemeriksaan Medis

Anamnesis

Anamnesis atau metode wawancara pada korban yang dilakukan dokter untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan pemeriksaan medis dan juga forensik. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan anamnesis, yaitu:

Identitas pasien, akan dilaporkan dalam Visum et repertum Hasil anamnesis dilaporkan terpisah dari Visum et Repertum dengan judul keterangan yang diperoleh dari korban karena hasil anamnesis tidak bersifat objektif dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Terdiri dari anamnesis bersifat umum dan bersifat khusus. o Anamnesis umum: umur, tempat dan tanggal lahir, status pernikahan, siklus menstruasi, riwayat penyakit (kongenital, herediter, PMS, dll), penggunaannya obat-obatan tertentu, riwayat hubungan seksual (pernah atau belum, frekuensi, hubungan seks terakhir), riwayat penggunaan alat kontasepsi (misalnya kondom) o Anamnesis khusus: waktu kejadian (tanggal dan jam), tempat kejadian, kronologi kejadian (ada/tidaknya perlawanan; kesadaran korban; penetrasi; ejakulasi), apa yang dilakukan korban/pasien setelah kejadian.

Pemeriksaan pakaian o Lakukan dengan teliti, helai demi helai, apakah terdapat : Robekan baju: lama atau baru, sepanjang alur jahitan atau melintang. Kancing yang terlepas: akibat tarikan atau bukan. Bercak/ noda : darah, semen/air mani, lumpur, dll. Kondisi pakaian: rapi, benda yang melekat, ada/tidaknya trace evidence Benda/sampel segera dikirim ke laboratorium kriminologi untuk pemeriksaan lanjut.

Pemeriksaan tubuh korban


o

Pemeriksaan Umum Yang perlu dilakukan antara lain: Deskripsi penampilan : rambut rapi/kusut, ekspresi wajah, emosi pasien, tenang/gelisah.

Tanda pernah hilang kesadaran, needle marks Tanda-tanda bekas kekerasan dan perlawanan pada daerah predileksi (mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, paha bagian dalam, pinggang). Pemeriksaan antropometri : tinggi badan, berat badan Tanda-tanda vital Pemeriksaan pupil : ukuran (pin point/miosis/midiriasis), refleks cahaya Pemeriksaan sistem organ tubuh : jantung, paru, abdomen. Pengumpulan sampel (benda asing, semen, helaian rambut, jaringan pada kuku). Pemeriksaan daerah anus pada kasus sodomi, penetrasi ke anus akan memberikan tanda khas. Pemeriksaan kandungan dan kebidanan Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan oleh spesialis obstetri-ginekologis. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan: Pemeriksaan area genitalia : rambut pubis yang bertautan, semen yang mengering/ bercak semen, lakukan swab. Pada vulva, introitus vagina : tanda bekas kekerasan (hiperemi, edema, memar, luka lecet); lakukan swab pada vestibulum. Periksa jenis hymen, keutuhan hymen. Jika sudah ruptur, sudah lama atau baru, lokasi ruptur, sampai ke insertio atau tidak; tentukan besar orificium; ada/tidak deflorasi (tidak harus ada). Pada frenulum labiorum pudenda dan commisura labiorum: utuh/tidak. Lakukan pemeriksaan dengan speculum jika memungkinkan, memeriksa vagina dan serviks, ada tidaknya infeksi. Lakukan swab pada vagina Jika pada hymen masih utuh, pengambilan sampel dilakukan sebatas vestibulum. Pemeriksaan kesehatan mental Pasien/ korban dirujuk pada seorang psikolog atau psikiater untuk diperiksa status mentalnya. Pasien mungkin menderita trauma psikis dan perubahan tingkah laku. Perujukan dan pemeriksaan ini berkaitan dengan pelaporan dalam visum et repertum juga untuk pengobatan.

Pemeriksaan penunjang o Pemeriksaan Laboratorium Dilakukan analisis sampel yang diperoleh dari tubuh dan pakaian; analisis DNA dari semen, rambut pubis. periksa ada tidaknya infeksi kuman, misalnya N. gonorrhea. periksa darah korban jika indikasi diberi obat-obatan tertentu. Jika rentang waktu kejadian dan pemeriksaan cukup lama, maka dapat dilakukan tes kehamilan.

Selain itu dapat dilakukan juga pemeriksaan terhadap tersangka antara lain kecocokan DNA pria dengan DNA pada tubuh korban, ada/tidaknya epitel vagina pada penis tersangka.

Pencitraan radiologi Pencitraan dapat dilakukan jika diperlukan, misalnya kemungkinan fraktur akibat kekerasan selama kejadian atau dapat juga untuk mendeteksi kehamilan.

Interpretasi Hasil Pemeriksaan

Robekan lama selaput dara disertai adanya erosi dan peradangan jaringan vulva merupakan tanda-tanda persetubuhan. Sedangkan keluhan sakit bila kencing kemungkinan merupakan sexual transmitted disease. Pada pemeriksaan fisik lain kemungkinan ditemukan tanda kekerasan berupa memar, bekas gigitan, tanda kuku dan lain-lain. Pada pemeriksaan lab bisa saja ditemukan sisa sperma atau cairan mani pada usap vagina di fornix posterior ataupun pada pakaian dalam korban.

Bila terjadi kasus seperti ini, sebagai dokter kita harus mengetahui bahwa persetubuhan di luar perkawinan dengan anak di bawah umur 12 tahun adalah tindak pidana sesuai pasal 287 ayat 1 dan 2 KUHP. Hukum dalam kasus ini menyebutkan bahwa tiap orang dengan umur di bawah 18 tahun yang belum menikah sebagai orang yang belum mampu membuat pertimbangan dan keputusan untuk suatu perbuatan hukum. Dalam kasus ini, bila terjadi persetubuhan, tanpa memandang si anak menyetujui atau tidak persetubuhan itu, maka dianggap persetubuhan tadi terjadi tanpa persetujuan (consent) si anak. Dokter juga harus menjelaskan pada ibu si anak bahwa kasus ini adalah tindak pidana yang harus dilaporkan pada polisi, dan menjelaskan bahwa dengan menyembunyikan suatu tindak pidana dia sendiri bisa dihukum, dan dengan memudahkan terjadinya persetubuhan dan atau percabulan pada anaknya, ia dapat dituntut dengan delik pidana pasal 295 KUHP dengan ancaman penjara 5 tahun. Dokter juga bisa merujuk pada spesialis obgyn dan dokter spesialis forensic atau specialis jiwa ataupun seorang psikolog. Dokter spesialis obgyn akan memeriksa lebih teliti tentang adanya tanda-tanda persetubuhan baik dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dengan memperhatikan perkembangan tanda seks sekunder,pemeriksaan genitalia, serta pemeriksaan lab yang menunjang misalnya swab vagina, dan swab oral. Dokter spesialis forensik akan mengumpulkan semua barang bukti yang mungkin tertinggal (pakaian korban, bite mark, kerokan kuku jika korban mengaku mencakar pelaku) sesuai prosedur, dan memuatnya dalam bentuk Visum et Repertum. Seorang psikolog bisa membantu gangguan yang mungkin timbul pada mental korban dan bisa mengusulkan cara yang terbaik yang dapat ditempuh sebagai penyelesaian tindak pidana.

Pengkategorian KDRT sebagai kejahatan menjadi penting, disamping lebih penting adanya aturan untuk menjamin agar korban memperoleh kepastian dan prosedur hukum, medis, psikologis, rehabilitasi baik selama proses hukum dan sesudahnya serta reintegrasi agar korban diterima sebagai manusia dengan hak-haknya yang harus dipenuhi di masyarakat baik oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah. Disinilah pentingnya UU Perlindungan Anak dan UU KDRT harus diterapkan oleh aparat penegak hukum, jadi bukan menggunakan KUHP saja. Penatalaksanaan pada korban

Medikamentosa o Terapi luka fisik segera, kemudian lakukan terapi medis untuk mencegah penyakit menular seksual(PMS) dan kehamilan. o Kontrasepsi darurat dapat dianjurkan untuk mencegah kehamilan. Kontrasepsi ini sebaiknya diberikan dalam jangka waktu sampai 72 jam setelah kejadian meskipun masih efektif sampai 120 jam. Ada beberapa metode kontrasepsi darurat. Untuk beberapa tahun yang paling sering digunakan adalah Yuzpe Method yaitu menggunakan penggunaan kontasepsi oral dosis tinggi dalam 72 jam coitus yang tidak aman, diulang 12 jam kemudian. Selain itu metode progestin saja mulai sering digunakan, menggunakan levonorgestrel 0.75 mg, dalam 2 dosis dengan jarak 12 jam, dalam tenggang waktu 72 jam pasca coitus. o Untuk mencegah PMS, terapi empiric antimikroba yang direkomendasikan untuk chlamydial, gonococcal, dan tricchomonal adalah: Ceftriaxone 125 mg perIM dosis tunggal, dan Metronidazole 2 g peroral dosis tunggal , serta Doxycycline 100 mg peroral 2 kali sehari selama 7 hari. Nonmedika mentosa o Sebaiknya korban sexual abuse dirujuk untuk melakukan konseling, dan melakukan follow-up dua minggu kemudian.

Visum et Repertum pada kasus kejahatan seksual Pada kasus kejahatan seksual (sexual assault), contoh visum et repertum yang akan Aspek medikolegal Bantuan ilmu kedokteran dalam kasus kejahatan seksual dalam kaitannya dengan fungsi penyelidikan ditujukan kepada:

Menetukan adanya tanda-tanda persetubuhan. o Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin laki-laki masuk kedalam alat kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya, dengan atau tanpa terjadinya pancaran air mani. o Adanya robekan pada hymen hanya akan menunjukkan adanya benda yang masuk, dengan demikian bukan merupakan tanda pasti adanya persetubuhan. o Adanya sperma pada liang vagina merupakan tanda pasti adanya persetubuhan.

o o

Pada pria azoospermia maka pemeriksaan ditujukan untuk menemuka adanya zat tertentu dalam semen, seperti asam fosfatase, spermin, dan kholin. Jika korban hamil, maka jelas ada persetubuhan, namun harus dipastikan dengan hati-hati apakah oleh tersangka atau pelaku.

Menentukan adanya tanda kekerasan. o Kekerasan tidak selalu menimbulkan bekas, tindakan membius pun termasuk dalam tindakan kekerasan, maka perlu dilakukan pemeriksaan pada korban. o Faktor waktu sangat berperan, seiring dengan waktu luka akan sembuh, zat bius akan dieliminasi dari tubuh. Dengan demikian keaslian barang bukti/korban serta kecepatan pemeriksaan perlu dijaga. Memperkirakan umur. o Merupakan pekerjaan tersulit. Perkiraan umur dilakukan untuk menetukan apakah seseorang itu sudah dewasa (diatas 21 tahun), khususnya pada kasus homoseksual. Menentukan pantas-tidaknya korban untuk dinikahkan. o Secara biologis pengertian pantas/tidaknya untuk dinikahkan adalah jika korban telah siap dibuahi dan sudah pernah menstruasi. o Secara hukum (Undang-undang perkawinan pasal 7 ayat 1) perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.

REFERENSI 1. DeCherney AH, Nathan, Goodwin TM, Laufer N. Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and Gynecology.10th edition. The McGraw-Hill Companies. 2009. 2. Arif Budianto, Wibisana Widiatmaka, Siswandi Sudiono, Winardi, Abdul Munim, Sidhi, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FKUI; 1997. 3. Shepherd Richard. Simpsons Forensic Medicine. 12th edition. Arnold. 2003. 4. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. Current Diagnosis and Treatment: Pediatrics. 19th edition. The McGraw-Hill Companies. 2009. 5. Idris, AM, Tjiptomartono, AL. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Jakarta: Sagung Seto.2011

Umumnya korban kejahatan susila yang dimintakan visum et repertumnya pada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam hukuman oleh KUHP (meliputi perzinahan, perkosaan, persetubuhan dengan wanita yang tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur, serta perbuatan cabul).

Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban untuk membuktikan adanya persetubuhan atau perbuatan cabul, adanya kekerasan (termasuk keracunan), serta usia korban. Selain itu juga diharapkan memeriksa adanya penyakit hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan psikiatrik Sebagai akibat dari tindakan pidana tersebut. Dokter tidak dibebani pembuktian adanya pemerkosaan, karena istilah pemerkosaan adalah istilah hukum yang harus dibuktikan di depan sidang pengadilan.

Dalam kesimpulan diharapkan tercantum perkiraan tentang usia korban, ada atau tidaknya tanda persetubuhan dan bila mungkin, menyebutkan kapan perkiraan terjadinya, dan ada atau tidaknya tanda kekerasan.

Bila ditemukan adanya tanda-tanda ejakulasi atau adanya tanda-tanda perlawanan berupa darah pada kuku korban, dokter berkewajiban mencari identitas tersangka melalui pemeriksaan golongan darah serta DNA dari benda-benda bukti tersebut.

TRAUMATOLOGI
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera, hubungannya dengan jenis kekerasan serta efeknya terhadap manusia. Luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh yang terjadi akibat kekerasan. raumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan. Sedangkan yang dimaksud dengan luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. Pada kematian akibat kekerasan, pemeriksaan terhadap luka harus dapat mengungkapkan :

Penyebab luka.
o

Dengan memperhatikan morfologi luka, kekerasan penyebab luka dapat ditentukan. Pada kasus tertentu, gambaran luka seringkali dapat memberi petunjuk mengenai bentuk benda yang mengenai tubuh.

Berdasarkan sifat penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat : mekanik ( kekerasan oleh benda tajam, benda tumpul, tembakan senjata api), fisika (suhu, listrik atau petir, perubahan tekanan udara, akustik, radiasi), dan kimia (asam atau basa kuat).

Arah kekerasan Cara terjadinya luka


o

Yang dimaksudkan dengan cara terjadinya luka adalah apakah luka yang ditemukan terjadi sebagai akibat kecelakaan, pembunuhan atau bunuh diri.

Hubungan antara luka yang ditemukan dengan sebab mati.

LUKA KEKERASAN TUMPUL Memar (kontusio, hematom) Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kutis/kulit akibat pecahnya kapiler dan vena yang disebabkan oleh kekerasan tumpul. Letak, bentuk, dan luas memar dipengaruhi oleh besarnya kekerasan, jenis benda penyebab, kondisi dan jenis jaringan, usia, jenis kelamin, corak dan warna kulit, kerapuhan pembuluh darah, serta penyakit yang diderita. Bila kekerasan benda tumpul mengenai jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher, atau pada bayi dan orang usia lanjut, maka memar cenderung lebih luas. Adanya jaringan longgar juga memungkinkan berpindahnya memar ke daerah yang lebih rendah akibar gravitasi, seperti kekerasan benda tumpul pada dahi menimbulkan hematom palpebra. Informasi mengenai bentuk benda tumpul dapat diketahui jika ditemukan adanya perdarahan tepi, seperti bila tubuh korban terlindas ban. Pada perdarahan tepi perdarahan tidak dijumpai pada lokasi yang bertekanan, tetapi perdarahan akan menepi sehingga bentuk perdarahan sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang yang berdekatan (cetakan negatif). Umur memar dapat dilihat dari warnanya. Pada saat perlukaan, memar berwarna merah, lalu berubah menjadi ungu atau hitam, dan setelah 4 sampai 5 hari akan berwarna hijau yang kemudian berubah menjadi kuning dalam 7 sampai 10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14 sampai 15 hari. Perubahan warna terjadi mulai dari tepi ke arah tengah. Hematom antemortem dapat dibedakan dari lebam mayat dengan melakukan penyayatan kulit. Pada hematoma antemortem akan dijumpai adanya pembengkakan dan infiltrasi darah merah kehitaman dalam jaringan, sedang pada lebam mayat warna merah tampak merata

2. Luka lecet (ekskoriasi, abrasi)

Merupakan luka kulit yang superfisial, akibat cedera pada epidermis yang bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing. Walaupun kerusakannya minimal tetapi luka lecet dapat memberikan petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam tubuh. Sesuai mekanisme terjadinya luka lecet dibedakan dalam 3 jenis: a. Luka lecet gores (scratch) Diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser lapisan permukaan kulit. Dari gambaran kedalaman luka pada kedua ujungnya dapat ditentukan arah kekerasan yang terjadi. b. Luka lecet serut (graze)/geser (friction abrasion) Adalah luka lecet yang terjadi akibat persentuhan kulit dengan permukaan badan yang kasar dengan arah kekerasan sejajar/miring terhadap kulit. Arah kekerasan ditentukan dengan melihat letak tumpukan epitel. c. Luka lecet tekan (impression, impact abrasion) Luka lecet yang disebabkan oleh penekanan benda tumpul secara tegak lurus terhadap permukaan kulit. Bentuk luka lecet tekan umumnya sama dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut. Kulit pada luka lecet tekan tarnpak berupa daerah kulit yang kaku dengan warna lebih gelap dari sekitarnya.

LUKA KEKERASAN TAJAM Definisi Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi tajam atau ujung runcing. Luka berupa luka terbuka dengan tepi dan dinding luka yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan, dasar luka berbentuk garis atau titik dengan keadaan sekitar luka bersih. Luka jenis ini dapat berupa: 1. Luka iris/sayat: luka lebar tapi dangkal, terjadi akibat kekerasan yang sejajar kulit. 2. Luka bacok: luka bacok mempunyai dalam luka kurang lebih sama dengan panjang luka, terjadi akibat kekerasan yang arahnya miring dengan kulit. 3. Luka tusuk: merupakan luka dengan kedalaman luka yang melebihi panjang luka, terjadi akibat kekerasan yang arahnya tegak lurus kulit. Sudut luka terbuka dapat menunjukkan arah benda penyebabnya. Bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul berarti benda penyebab adalah benda tajam bermata satu, sedang bila kedua sudut luka lancip berarti benda tajam bermata satu atau dua. Benda tajam bermata satu dapat menimbulkan luka tusuk bermata lancip, bila hanya bagian ujung benda saja yang menyentuh kulit. Panjang luka umumnya tidak mencerminkan lebar benda dan panjang saluran luka tidak menunjukkan panjang benda tajam tersebut akibat faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban.

Pada luka akibat kekerasan tajam dapat juga berupa : o Luka tangkis: luka yang terjadi akibat perlawanan korban dan umumnya terdapat pada telapak, punggung tangan, jari tangan, punggung lengan bawah, dan tungkai. o Luka percobaan: luka-luka sejajar dengan luka utama yang dalam, merupakan luka khas pada kasus bunuh diri dengan benda tajam. Umumnya berupa luka sayat yang berulang dan biasanya sejajar satu sama lain serta terdapat pada daerah leher atau pergelangan tangan.

Umumnya berdasarkan sifat, luka dapat membedakan cara kematian.

Pemeriksaan pada baju yang terkena pisau bertujuan untuk melihat interaksi pisau-kain-tubuh, yaitu lokasi kelainan, bentuk robekan, adanya partikel besi (reaksi biru berlin dilanjutkan pemeriksaan spektroskopi), serat kain dan pemeriksaan terhadap adanya bercak darah.

3. Luka robek (vulnus Iaseratum) Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot. Ciri luka robek bentuk tidak beraturan, tepi tidak rata, akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerah yang berambut, sering tampak luka lecet, atau memar di sekitar luka.

4. Patah tulang Dapat terjadi pada kekerasan tumpul yang cukup kuat. Patah tulang jenis impressi terjadi akibat kekerasan benda tumpul pada tulang dengan daerah persinggungan yang kecil. Bentuk impresi tulang dan dapat memberikan gambaran bentuk benda penyebabnya. a. Cedera kepala

Selain kelainan kulit kepala dan patah tulang tengkorak, cedera kepala juga dapat mengakibatkan perdarahan epidural, subdural, dan subaraknoid, kerusakan selaput otak, dan jaringan otak, dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Perdarahan epidural sering pada kekerasan tumpul pada daerah pelipis dan belakang kepala akibat garis patah melewati sulkus a. meningea. Pada keadaan tertentu perdarahan dapat juga terjadi tanpa disertai patah tulang. 2. Perdarahan subdural akibat robeknya sinus, vena jembatan, arteri basilaris atau berasal dari perdarahan subaraknoid. 3. Perdarahan subaraknoid biasanya berasal dari fokus kontusio/laserasi jaringan otak. Dapat terjadi spontan pada sengatan matahari, leukemia, tumor, keracunan CO, dan penyakit infeksi tertentu. Pada kekerasan akibat kepala,bergerak mengenai benda diam, lesi otak selain ditemukan di daerah benturan (coup) juga ditemukan pada sisi lain dari titik benturan (contre coup) dan di antara keduanya (intermediate lesion). Lesi contre coup terjadi akibat gaya positif akselerasi, dorongan likuor, dan tekanan oleh tulang yang mengalami deformitas. Tekanan negatif akibat deformitas tulang dapat menyebabkan contre coup bila tekanan lebih dari 1 atm. b. Cedera leher Dapat terjadi bila korban tertabrak dari belakang di mana kepala mengalami percepatan mendadak sehingga terjadi hiperekstensi kepala yang disusul dengan hiperfleksi.

LUKA AKIBAT TRAUMA FISIKA I. Luka akibat Suhu Tinggi Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya : o Heat exhaustion primer akibat ketidak seimbangan antara darah sirkulasi dengan lumen pembuluh darah. Sering akibat pemaparan terhadap panas, kerja jasmani berlebihan, dan pakaian yang terlalu tebal. o Heat exhaustion sekunder akibat kehilangan cairan tubuh yang berlebihan. o Heat stroke merupakan kegagalan pusat pengatur suhu akibat terlalu tingginya temperatur pusat tubuh. o Sun stroke akibat panas matahari yang menyebabkan hipertermia o Heat cramps akibat menghilangnya NaCl darah dengan cepat akibat suhu tinggi.

Luka bakar terjadi akibat kontak kulit dengan benda bersuhu tinggi. Kerusakan tergantung pada tinggi suhu dan lama kontak. Derajat luka bakar terbagi atas: I. Eritema, mulai terjadi pada suhu 35 C selama 120 detik II. Vesikel dan bula, sudah.dapat terjadi pada suhu 53-57C selama kontak 30-120 detik III. Nekrosis koagulatif

IV. Karbonisasi Kematian pada luka bakar terjadi karena syok neurogen, dehidrasi, atau infeksi

II. Luka akibat Suhu Rendah Dapat menyebabkan kematian mendadak akibat kegagalan pusat pengatur suhu maupun rendahnya disosiasi Oxy-Hb. Bayi, orang tua, orang yang kelelahan, alkoholisme, hipopituitarism, miksedema, dan steatorea biasanya merupakan orang yang rentan terhadap dingin. Derajat luka yang terjadi pada kulit : I. Hiperemia II. Edema dan vesikel III. Nekrosis IV. Pembekuan disertai kerusakanjaringan

III. Luka akibat Trauma Listrik Faktor yang berperan : 1. Tegangan (volt): tegangan sedang (65-1000 V) dapat mematikan. Tegangan tinggi justru tidak mematikan. 2. Kuat arus (ampere): makin besar arus, makin berbahaya bagi kelangsungan hidup. Sensitifitas terhadap arus listrik bolak balik (AC) 4-6 kali lebih besar dibanding arus listrik searah (DC). Arus lisrik AC 25-80 mA atau DC 80-300 mA akan terjadi penurunan kesadaran dan fibrilasi ventrikel, di atas 3 A menyebabkan henti jantung. Kuat arus yang masih memungkinkan untuk dilepaskan disebut let go current, berbeda tiap individu.

3. Tahanan kulit (ohm): tahanan tubuh dari yang terbesar yaitu kulit, tulang, lemak, saraf, otot, darah, dan yang terkecil cairan tubuh. 4. Arah aliran listrik: mematikan bila melintasi otak atau jantung. 5. Luas permukaan kontak : luas 50 cm2 dapat mematikan tanpa menimbulkan jejas listrik. 6. Lama kontak : menentukan kecepatan datangnya kematian. Gambaran makroskopis: kerusakan lapisan tanduk berupa luka bakar dengan tepi yang menonjol, di sekitarnya pucat dikelilingi kulit yang hiperemis. Dapat ditemukan metalisasi dan magnetisasi terutama jika tegangan tinggi. Kematian terjadi karena fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot dan pusat pernapasan.

IV. Luka akibat Petir Kematian dapat terjadi karena efek arus listrik, efek panas, dan efek ledakan gas panas yang timbul. Makroskopik akan ditemukan aborescent mark (kemerahan kulit seperti percabangan pohon), metalisasi (pemindahan partikel metal dari benda yang dipakai ke dalam kulit, magnetisasi (benda metal yang dipakai berubah menjadi magnet). Pakaian sering terbakar dan compang-camping akibat efek ledakan dan panas (blast effect).

V. Luka akibat Perubahan Tekanan Udara Perubahan tekanan udara menyebabkan terjadinya perubahan volume gas di dalam tubuh yang dapat mengakibatkan terjadinya barotrauma aural, barotrauma pulmonal, atralgia hiperbarik, penyakit dekompresi, dan emboli udara. Kelainan lain yang dapat dijumpai adalah rasa nyeri pada gigi yang berkavitas, vertigo, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran dan gangguan keseimbangan. Gangguan susunan saraf pusat yang dapat terjadi di antaranya tremor, konvulsi, somnolen, pusing, dan mual.

LUKA AKIBAT SENJATA API Definisi Senjata api adalah senjata yang dengan menggunakan tenaga hasil peledakan mesiu, dapat melontarkan anak peluru dengan kecepatan tinggi. Dalam kasus kriminal senjata api yang biasa dipergunakan adalah senjata genggam beralur yang dibedakan atas : o Senjata api dengan alur ke kiri Senjata tipe COLT, kaliber 0.36, 0.38, dan kaliber 0.45. Anak peluru dari senjata api ini memiliki goresan dan alur yang memutar ke kiri bila dilihat dari bagian basis anak peluru.

o Senjata api dengan alur ke kanan Senjata tipe SMITH dan WESON (SW), dengan kaliber 0.22, 0.36, 0.38, 0.45, dan 0.46. Anak peluru memiliki ciri terdapatnya goresan dan alur yang memutar ke kanan bila dilihat dari bagian basis anak peluru.

Keparahan luka tembak akibat anak peluru tergantung pada : o Besar dan bentuk anak peluru o Balistik (kecepatan, energi kinetik, stabilitas anak peluru) o Kerapuhan anak peluru o Kepadatan jaringan sasaran o Vurnerabilitas jaringan sasaran

Pada luka tembak masuk, selain anak peluru, komponen lain yang terdapat pada proses tembakan juga berperan dalam membentuk ciri-ciri luka tembak. Berdasarkan ciri-ciri tersebut luka tembak masuk dibedakan dalam: a. Luka tembak masuk (LTM) jarak jauh, dibentuk oleh komponen anak peluru. Luka berbentuk lubang dengan kelim lecet dan kelim kesat pada dindingnya. b. LTM jarak dekat, dibentuk oleh komponen anak peluru dan butir-butir mesiu yang tidak habis terbakar dan jelaga. Luka berupa lubang dengan kelim lecet, kelim kesat, kelim tatoo, dan/atau kelim jelaga. c. LTM jarak sangat dekat, dibentuk oleh komponen anak peluru, butir mesiu, jelaga dan panas/api. Luka seperti LTM jarak dekat dengan kelim api di tepi lubangnya. d. LTM tempel, dibentuk oleh seluruh komponen tersebut (yang akan masuk seluruhnya atau sebagian ke dalam saluran luka) dan jejas laras. Saluran luka akan berwarna hitam danjejas laras akan tampak mengelilingi di luar luka tembak masuk sebagai luka lecet tekan.

Keterangan: o Kelim lecet: bagian yang kehilangan kulit ari yang mengelilingi lubang akibat anak peluru yang menembus kulit.

o Kelim kesat: usapan zat yang melekat pada anak peluru (pelumas, jelaga, dan elemen mesiu) pada tepi lubang. o Kelim tatoo: butir-butir mesiu yang tidak habis terbakar yang tertanam pada kulit di sekitar kelim lecet. o Kelim jelaga: penampilan jelaga/asap pada permukaan kulit di sekitar lubang luka tidak masuk. o Kelim api: daerah hiperemi atau jaringan yang terbakar yang terletak tepat di tepi lubang luka.

Luka tembak keluar (LTK): luka tembak yang terjadi akibat peluru meninggalkan tubuh korban. Umumnya LTK lebih besar dari LTM akibat deformitas anak peluru, bergoyangnya anak peluru, dan ikutnya jaringan tulang yang pecah keluar dari LTK. LTK dapat lebih kecil dari LTM bila luka tembak merupakan luka tembak tempel atau kecepatan peluru sewaktu akan menembus keluar berkurang atau terdapatnya benda yang menekan kulit pada tempat peluru akan keluar. Bentuk LTK tidak khas, tidak beraturan, dan tidak memiliki kelim .

ASFIKSIA
Definisi TENGGELAM Tenggelam adalah masuknya cairan ke dalam saluran napas yang mengakibatkan gangguan pertukaran udara di alveoli, dan dapat terjadi mati lemas.

Pada tenggelam dalam air tawar terjadi fibrilasi ventrikel, penurunan tekanan darah yang mengakibatkan anoksia otak. Sedangkan tenggelam pada air laut akan menimbulkan edema pulmoner, hemokonsentrasi, hipovolemi, kenaikan kadar magnesium darah dan payah jantung. Korban yang terbenam ke dalam air dapat meninggal akibat mekanisme kematian sebagai berikut tenggelam : o Asfiksia akibat spasme laring o Asfiksia karena gagging dan choking o Refleks vagal o Fibrilasi ventrikel (tenggelam dalam air tawar) o Edema pulmoner (tenggelam dalam air asin)

Pemeriksaan Jenazah Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan: o Mayat dalam keadaan basah, pada kulit terdapat pasir, lumpur, atau benda asing lainnya. o Busa halus pada hidung dan mulut o Kutis anserina pada kulit. o Washer womans hand, telapak kaki dan tangan berwarna keputihan dan berkeriput o Luka-luka lecet akibat gesekan benda-benda dalam air, khususnya pada daerah bokong, punggung, belakang kepala serta luka-luka akibat gigitan binatang air. Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan; o Busa halus dan benda asing dalam saluran pernapasan o Paru-paru membesar, lebih berat dan banyak keluar cairan (paru-paru air) o Terdapat gambar bercak Paltauf (ungu, berbatas tegas) akibat alveoli pecah pada permukaan paru. o Pada pemeriksaan getah paru ditemukan adanya diatom, alga, dan plankton lain o Perbendungan pada organ-organ dalam o Lambung yang sangat membesar berisi air, lumpur, dsb Definisi KERACUNAN Racun adalah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan asiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian.

Pemeriksaan toksikologi ditujukan untuk mencari jenis racun yang masuk dan penyebab kematian.

Kecepatan kerja racun berdasarkan cara masuk, berturut-turut dari yang paling cepat menimbulkan efek sampai yang paling lambat yaitu inhalasi, kemudian injeksi, oral, rektal/vaginal, dan terakhir melalui kulit yang sehat.

Penggolongan Racun Berdasarkan sumber, tempat, organ tubuh yang dipengaruhi, mekanisme kerja, dan cara kerja atau efek racun. Menurut cara kerja/efek dibedakan : o Racun lokal : zat korosif, zat iritan seperti arsen dan HgCl2, anastetik seperti kokain dan asam karbolat o Racun sistemis : narkotika, barbiturat, dan alkohol (terutama berpengaruh terhadap susunan saraf pusat), digitalis dan asam oksalat (terutama terhadap jantung), CO dan sianida (terutama terhadap enzim pernapasan intrasel), insektisida golongan fosfor organik karbamat dan clorinated-hidrokarbon, striknin (terutama terhadap medula spinalis), catharides dan HgCl2 (terutama terhadap ginjal); o Racun campuran : asam oksalat, asam karbolat, arsen, dan garam Pb.

Faktor yang Mempengaruhi Keracunan Efek racun bervariasi tergantung dari cara masuk, umur (orang tua, anak biasanya lebih sensitif), kondisi tubuh (adanya demam, penyakit hati, ginjal, lambung, bentuk fisik, dsb), kebiasaan (alkohol dan morfin dapat terjadi toleransi), idiosinkrasi dan alergi (dipengaruhi oleh konsentrasi, struktur kimia, adanya efek adisi dan sinergisme), dan waktu pemberian (absorbsi sebelum makan lebih baik).

Prinsip Pengobatan 1. Memuntahkan (kontraindikasi untuk kasus keracunan dengan kesadaran menurun, racun korosif dan larut lemak) 2. Aspirasi/bilas lambung (indikasi untuk racun nonkorosif dan yang menekan SUSUNAN SARAF PUSAT dengan pemberian air hangat/garam lemah/norit, kontraindikasi pada keracunan dengan kesadaran turun, zat korosif, larut lemak) 3. Pemberian pencahar, diuretik, antidotum, dan demulcen (menghambat absorbsi) 4. Terapi simptomatik-suportif

Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis kontak antara korban dengan racun 2. Adanya tanda-tanda dan gejala yang sesuai dengan akibat dari racun yang diduga 3. Harus dapat dibuktikan bahwa sisa benda bukti adalah racun yang dimaksud 4. Dari bedah mayat harus dapat disingkirkan sebab kamatian lain dan kelainan harus sesuai dengan kelainan akibat racun yang diduga 5. Dibuktikan adanya racun dan metabolitnya dari analisis toksikologik pada bahan darah/urin

Pemeriksaan Korban Tewas Keracunan Berdasarkan interval waktu antara kontak korban-racun dengan kematian, dibedakan atas: 1. Kematian yang berlangsung cepat : kongesti alat dalam, edema paru-otak-ginjal, tanda-tanda korosif, bau khas dari hidung-mulut, lebam mayat yang khas. 2. Kematian yang berlangsung lambat menimbulkan kelainan khas sesuai jenis racun, seperti : o Arsen, akan menunjukkan pigmentasi, hiperkeratosis, dan rontoknya rambut. o Karbon monoksida, akan terjadi perlunakan atau gambaran honey comb appearance pada globus palidus, perdarahan berbintik, dan adanya ring haemorrhages pada otak o Alkohol, akan menimbulkan sirosis hati, perdarahan saluran cerna.

Pemeriksaan Luar 1. Pakaian dan kulit: perhatikan adanya bercak, bau, dan distribusi : pembunuhan (bercak tidak beraturan/disiram), bunuh diri (bercak beraturan pada tangan dari atas ke bawah), kecelakaan (tidak khas). 2. Lebam mayat, perhatikan warna : merah terang (keracunan sianida, CO, atau kontak dengan benda suhu dingin); coklat kebiruan (anilin, nitrobenzena, kina, potasium-chlorate dan acetanilide), hijau (H2S). 3. Bercak, warna, dan distribusi sekitar mulut: yodium (kulit menjadi hitam), nitrat (kulit menjadi kuning), zat korosif (luka bakar merah-coklat), dan distribusi menginformasikan cara kematian.

4. Bau dari mulut dan hidung : sianida (bau amandel), insektisida (bau minyak tanah), bau malation (bau kutu busuk), amonia, alkohol, lisol, eter, kloroform, dan asam karbolat (bau khas). 5. Kelainan lain : bekas suntikan (keracunan narkotika pada lipat siku, punggung tangan, lengan atas, penis, sekitar putting susu), skin blister (keracunan narkotika, barbiturat, CO), kulit menjadi kuning (keracunan fosfor, tembaga, clorinated hydrocarbon insecticide).

Pemeriksaan Dalam 1. Pembukaan rongga tengkorak, perhatikan bau dan warna jaringan otak (cherry red: CO, coklat : akibat terbentuknya metHb ) 2. Pembukaan rongga dada, perhatikan warna dan bau (zat yang menghemolisis seperti bisa ular, pyrogallol, arsin akan menyebabkan darah jaringan berwarna coklat, dan zat yang mengganggu trombosit akan menimbulkan perdarahan otot) 3. Pembukaan rongga perut, perhatikan warna dan bau serta kelainan pada lambung untuk racun yang ditelan, seperti : o Hiperemi (keracunan zat korosif: di kurvatura mayor, tembaga: hiperemi dan warna biru kehijauan, asam sulfat : hiperemi dan warna kehitaman). o Perlunakan (keracunan zat korosif basa: di kurvatura mayor). o Ulserasi (keracunan zat korosif: ulkus rapuh, tipis, dikelilingi tanda peradangan). o Perforasi (hanya pada keracunan asam sulfat pekat). Kelainan pada lambung akibat zat korosif dibedakan : o Korosif anorganik asam (mukosa lambung mengkerut, coklat/hitam, kesan kering dan hangus terbakar), basa (mukosa lambung lunak, sembab, basah, merah/coklat, kesan pada perabaan seperti sabun). o Korosif organik golongan fenol (pseudomembran warna abu-abu kebiruan), golongan formaldehid (mukosa membran mengkerut, mengeras, warna kelabu). Pada keracunan bentuk gas akan timbul perubahan pada saluran napas : sembab, hiperemi, iritasi, kongesti. Pada keracunan racun yang bekerja pada susunan saraf pusat didapatkan tanda asfiksia dan ciri khusus seperti pada keracunan striknin tubuh korban melengkung. 4. Pemeriksaan urin akan timbul perubahan warna, seperti pada keracunan asam pikrat pekat (urin merah-kuning kecoklatan), sulfat kronis dan barbital (urin merah anggur), fenol atau

salisilat (urin hijau kecoklatan/hijau gelap), keracunan zat yang membentuk , metHb (urin merah-coklat/coklat kehitaman).

Pengambilan Sampel pada Korban yang Tewas 1. Lambung dan isinya. 2. Seluruh usus dan isinya, dengan sekat tiap 60 cm. 3. Darah, sentral (jantung) dan perifer @ 50 ml, dibagi dua dengan dan tanpa pengawet. 4. Hati sebanyak 100 gram. 5. Ginjal keduanya (khususnya pada kasus keracunan logam berat atau bila tidak ada urin). 6. Otak 100 gram (khusus pada keracunan kloroform dan sianida). 7. Urin seluruhnya. 8. Empedu diekstirpasi bersama vesika felea-nya 9. Pada kasus khusus : jaringan sekitar suntikan 5-10 cm, jaringan otot 200 gram, lemak subkutan dinding perut 200 gram, rambut yang dicabut dan kuku yang dipotong @ 10 gram, dan cairan otak sebanyak-banyaknya. Bahan Pengawet Bila pemeriksaan dapat segera dilakukan tidak perlu bahan pengawet dan sampel cukup disimpan dalam lemari es. Bila tidak dapat dilakukan segera maka volume minimal bahan pengawet sebanyak 2x volume sampel. Bahan pengawet yang dipergunakan : o Alkohol absolut atau larutan garam jenuh (untuk sampel padat/organ) atau formalin. o NaF 1 % atau campuran 75 g NaF dan 50 mg Na sitrat untuk 10 ml sampel (untuk sampel cair). o Na benzoat atau phenil mercuricnitrate (untuk pengawet urin). Prosedur yang Harus Diperhatikan 1. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan toksikologik sebelum tubuh korban diawetkan. 2. Tiap sampel disimpan dalam kemasan terpisah dan dilabel. 3. Penyegelan oleh dokter dan dibuatkan berita acara. 4. Permintaan pemeriksaan toksikologi oleh dokter dengan menyertakan informasi singkat mengenai dugaan racun.

5. Setiap pengiriman disertai contoh bahan pengawet. 6. Bila korban hidup sebagai desinfektan saat mengambil darah adalah sublimat 1 : 1000 atau mercury-chloride 1 %.

You might also like