You are on page 1of 22

Ciri-ciri Manusia Indonesia

OLEH :

HERCKIA PRATAMA DANIEL (10308072)

SARMAG TEKNIK SIPIL 2008

UNIVERSITAS GUNADARMA

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………………(3)

BAB I Pendahuluan ……………………………………………………...............(4)

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………..(4)

1.2 Tujuan ………………………………………………………...............(4)

1.3 Rumusan Masalah …………………………………………………….(5)

1.4 Sistematika Penulisan ………………………………………………...(5)

BAB II Pembahasan ……………………………………………………………….(6)

2.1 Kebudayaan……………………………………………………………(6)

2.2 Ciri Manusia Modern .………………………………………………...(8)

2.3 Ciri Manusia Indonesia ...……………………………………………..(9)

2.3 Jepang lebih Maju dan Sejajar dengan Masyarakat Barat ...………...(11)

2.4 Bangsa Indonesia Kurang Maju dan Sikap yang Harus Dilakukan ...(17)

2.4.1 Kurang Majunya Bangsa Indonesia .......................................(17)

2.4.2 Sikap yang Harus Dilakukan ………………………………(18)

BAB III Penutup ……………………………………………………………………(20)

Daftar Pustaka …………………………………………………………………………….(21)

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah yang
berjudul “Ciri-ciri Manusia Indonesia” ini membahas mengenai ciri-ciri manusia
Indonesia serta mengapa bangsa lain seperti jepang yang lebih cepat maju dan sejajar
dengan masyarakat barat dari pada bangsa Indonesia serta bagaimana sikap yang
seharusnya kita lakukan.

Dalam penulisan makalah ini saya banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulisan makalah ini.

Saya sadar bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, Hal itu di
karenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan saya. Oleh karena itu, saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita.

Akhir kata, saya memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
banyak kesalahan.

Depok, 26 Maret 2009

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengetahuan diperoleh karena ada rangsangan pada diri manusia untuk mengetahui
sesuatu dalam rangka mempertahankan hidupnya. Pengetahuan ada yang umum dan ada
yang khusus. Pengetahuan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara pengetahuan dengan
objeknya. Pengetahuan menjadi ilmiah karena adanya keinginan yang mendalam untuk
menyelidiki sesuatu yang ingin kita ketahui dengan menggunakan metode tertentu, dan
itulah yang kemudian disebut ilmu pengetahuan. Penelitian untuk menyelidiki kebenaran
ilmiah dapat dilakukan melalui pendekatan induktif maupun deduktif. Ilmu pengetahuan
dikembangkan bukan hanya untuk ilmu pengetahuan itu sendiri, tetapi juga karena adanya
kepentingan-kepentingan di dalamnya. Apa pun kepentingannya, ilmu pengetahuan
seharusnya dikembangkan untuk meningkatkan harkat dan kesejahteraan manusia.

1.2 Tujuan

Tujuan penulis menyusun makalah ini yaitu :

 Kebudayaan

 Ciri-ciri manusia modern

 Ciri-ciri manusia Indonesia

 Jepang lebih maju dan sejajar dengan masyarakat barat

 Bangsa Indonesia kurang maju dan sikap yang harus dilakukan

4
1.3 Rumusan Masalah

Adapun masalah yang diangkat yaitu :

1. Apa cirri-ciri manusia atau masyarakat modern ?

2. Apa cirri-ciri manusia Indonesia?

3. Mengapa bangsa jepang dapat maju dan sejajar dengan masyarakat barat?

4. Mengapa bangsa Indonesia lambat maju atau kurang maju?

Apa yang hrus dilakukan ?

1.4. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi penjelasan mengenai pokok-pokok permasalahan sebagai dasar


pembuatan makalah, antara lain latar belakang masalah, tujuan, rumusan masalah,
batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II Pembahasan

Untuk mencapai tujuan tersebut, pembahasan makalah ini didahului lima sub-
pembahasan, yaitu bahasan mengenai kebudayaan, bahasan mengenai ciri-ciri
manusia modern, bahasan mengenai ciri-ciri manusia Indonesia, bahasan mengenai
Jepang lebih maju dan sejajar dengan masyarakat barat, dan bahasan mengenai bangsa
Indonesia lambat maju dan sikap yang harus dilakukan.

BAB III Penutup

Bab ini berisikan kesimpulan dari makalah yang telah dibuat sebagai
dokumentasi dari penyelasaian suatu masalah, berupa jawaban dari tujuan yang
diajukan penulis pada BAB I. Selain itu juga berisikan saran bagi para pembaca.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KEBUDAYAAN

Kebudayaan adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan
manusia. Dalam kehidupan manusia kebudayaan diciptakan untuk mempermudah manusia
dalam menjalani kehidupannya. Kebudayaan tidak akan ada tanpa manusia, sebaliknya
manusia tanpa kebudayaan tidak akan bisa bertahan dalam mengarungi kehidupan.

Escara etimologi kebudayaan atau culture berasal dari kata sanskerta yaitu “
buddhayah” yaitu bentuk jamak dari “buddhi” yang berarti budi atau akal . Jadi dapat
disimpulakn bahwa kebudayaan adalah hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Namun ada
sarjana lain yang menyatakan bahwa kebudayaan berasal dari kata budi-daya. Karena itu ia
membedakan antara budaya dengan kebudayaan . Budaya adalah daya dari budi yang
berupa cipta, rasa dan karsa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa
itu sendiri.

Terlepas dari pengertian tentang asal kata dari kebudayaan diatas, banyak para ahli
yang memberikan defenisi tentang kebudayaan, antara lain sebagai berikut :

1. Koentjaraningrat memberikan gambaran mengenai kebudayaan, adapun kebudayaan itu


adalah keseluruhan sistim atau gagasan, ide, action, artefak dalam masyarakat yang
dijadikan sebagai milik bersama dengan cara belajar untuk memiliki kebudayaan.
2. Menurut Sultan Takdir Alisyahbana kebudayaan adalah manifestasi dan cara berfikir
yang dipakai dan mempengaruhi manusia.
3. Di dalam buku Asa-asa Sosiologi ( 1958 ) Djojodigono memberikan defenisi mengenai
kebudayaan dengan mengatakan kebudayaan itu adalah daya dari budi, yang berupa
cipta, karsa dan rasa.
4. Kebudayaan menurut Mangunsarkoro adalah segala yang bersifat hasi kegiatan manusia
dalam arti yang seluas-luasnya.
6
5. Sidi Gazalba memberikan gambaran yang lain tentang kebudayaan dengan mengatakan
bahwa kebudayaan adalah cara berfikir dan merasa yang menyatakan diri dalam seluruh
segi kehidupan dari segala kegiatan manusia yang membentuk kesatuan social dengan
suatu ruang dan suatu waktu.
6. Moh. Hatta memberikan definisi singkat mengenai apa itu kebudayaan yang
mengatakan kebudayaan itu adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa.
7. Seorang Antropolog Amerika Ralph Linton ( 1839-1953 ) memberikan definisi
mengenai kebudayaan yaitu “ Man’s social heredi “ yang artinya sifat social yang
dimiliki oleh manusia secara turun temurun.
8. J.P.H. Dryvendaf memberikan pendapat mengenai definisi kebudayaan, bahwa
kebudayaan itu adalah kumpulan dari letusan jiwa manusia sebagai yang beraneka
ragam berlaku dalam suatu mansyarakat tertentu.
9. R. Linton mendefinisikan kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku dan hasil
dari perilaku tersebut, yang kemudian unsure-unsur pembentukannya didukung serta
diteruskan oleh kelompok masyarakat tertentu.
10. Dalam buku “age of the Gods” Dawson memberikan definisi mengenai konsep
kebudayaan bahwa kebudayaan itu adalah cara hidup bersama (culture is common way
of life).
11. E.B. Tylor dalam buku yang berjudul Primitive Culture memberikan sebuah pandangan
mengenai kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung
ilmu pengetahuan yang lain serta kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota
masyarakat.
12. W.H.Kelly memberikan sebuah definisi bahwa kebudayaan itu adalah sebuah pedoman
yang potensial bagi tingkah laku manusia.
13. Melville J. Herskovits yang merupakan seorang Antropolog Amerika memberikan
definisi mengenai kebudayaan bahwa kebudayaan itu adalah bagian dari lingkungan
bantuan manusia (Man made past of the eviroment)

Pengertian tersebut merupakan sebagian kecil dari defenisi kebudayaan yang


dikemukakan oleh para ahli yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Adapun yang
mengumpulkan defenisi kebudayaan dari berbagai ahli tersebut adalah A. L Kroeber dan C.
Kluckhohn yang berhasil mengumpulkan 160 defenisi kebudayaan menurut para ahli.

7
Di samping itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebudayaan adalah hasil
kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat
istiadat; keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk
memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah
lakunyanya.

Kebudayaan memiliki wujud yang diantaranya :

1. Wujud Ideal, yaitu berupa sesuatu yang abstrak yang tidak bisa disentuh, diraba
ataupun diobservasi, karena terletak dalam pikiran manusia, seperti ide, gagasan dan
pemikiran.
2. Wujud Tindakan atau prilaku, yaitu yang membahasa mengenai tingkah pola
tindakan dari manusia itu sendiri, hal ini berhubungan dengan aktivitas manusia
dalam melakukan interaksi, hubungan, bergaul dengan orang lain yang berlangsung
dari detik demi detik, minggu demi minggu bahkan berlangsung tahun demi tahun.
Adanya interaksi ini kemudian menimbulkan tata nilai yang mempengaruhi dan
mengatur tingkah dan pola manusia dalam melakukan interaksi sehingga dapat
menimbulkan sebuah budaya dalam pergaulan.
3. Wujud Material, yaitu berupa hasil atau kebdayaan fisik dari adanya wuud diatas,
wujud ideal membangun pandangan hidup , wujud tindakan mengatur aktivitas
hidup yang selanjutnya dapat menghasilkan buday-budaya material yang hasilnya
dapat dilihat, dirasa dan dinikmati.

2.2 Ciri-ciri Manusia Modern

Ciri-ciri manusia atau masyarakat modern menurut inkles dan smith yang
didasarkan pada penelitian. Mereka berpendapat bahwa faktor pengalaman kerja di lembaga
kerja yang modern dapat membuat manusia tradisional menjadi manusia modern dan
manusia memiliki keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru, berorientasi ke masa
sekarang dan masa depan, punya kesanggupan merencanakan, percaya bahwa manusia bisa
mengendalikan alam dan bukan sebaliknya. Hal ini terlihat dari teknologi-teknologi tinggi
karya manusia modern yang pada umumnya memiliki sistem kontrol untuk menegaskan
kekuasaan manusia. Adanya dikotomi manusia modern dan manusia tradisional–sebagai

8
lawan dari manusia modern-juga berdampak dari gaya hidup kedua kelompok tersebut.
Teknologi sebagai buah budaya manusia modern secara langsung memiliki sifat sama
dengan manusia modern.

Sehingga dapat mereka simpulkan bahwa ciri-ciri manusia modern, yaitu :

1. Seorang warga negara yang berpartisipasi


2. Mempunyai pendirian yang ditandai keyakinan pribadi
3. Sangat bebas dan atonom dalam hubungannya dengan sumber-sumber pengaruh
tradisional terutama jika sedang membuat keputusan penting mengenai bagaimana
cara menyelesaikan persoalan pribadinya
4. Siap untuk menerima ide dan pengalaman baru. Artinya, ia relatif berpikiran terbuka
dan lentur.
5. Berorientasi ke masa sekarang dan masa depan
6. Punya kesanggupan merencanakan
7. Percaya bahwa manusia bisa menguasai alam
8. Menemukan bahwa pendidikan 3 kali lebih kuat untuk mengubah manusia
dibandingkan yg lainnya

2.3 Ciri-ciri Manusia Indonesia

Mochtar Lubis ( lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret


1922 – wafat di Jakarta, 2 Juli 2004 pada umur 82 tahun)
adalah seorang jurnalis dan pengarang ternama asal Indonesia.
Sejak zaman pendudukan Jepang ia telah dalam lapangan
penerangan. Ia turut mendirikan Kantor Berita ANTARA,
kemudian mendirikan dan memimpin harian Indonesia Raya
yang telah dilarang terbit. Ia mendirikan majalah sastra
Horizon bersama-sama kawan-kawannya. Pada waktu
pemerintahan rezim Soekarno, ia dijebloskan ke dalam penjara hampir sembilan tahun
lamanya dan baru dibebaskan pada tahun 1966. Pemikirannya selama di penjara, ia
tuangkan dalam buku Catatan Subversif (1980). Pernah menjadi Presiden Press

9
Foundation of Asia, anggota Dewan Pimpinan International Association for Cultural
Freedom (organisasi CIA), dan anggota World Futures Studies Federation.

Menurut Mochtar, ciri pertama manusia Indonesia adalah hipokrisi atau munafik. Di
depan umum kita mengecam kehidupan seks terbuka atau setengah terbuka, tapi kita
membuka tempat mandi uap, tempat pijat, dan melindungi prostitusi. Kalau ditawari
sesuatu akan bilang tidak namun dalam hatinya berharap agar tawaran tadi bisa diterima.
Banyak yang pura-pura alim, tapi begitu sampai di luar negeri lantas mencari nightclub
dan pesan perempuan kepada bellboy hotel. Dia mengutuk dan memaki-maki korupsi, tapi
dia sendiri seorang koruptor. Kemunafikan manusia Indonesia juga terlihat dari sikap asal
bapak senang (ABS) dengan tujuan untuk survive.

Ciri kedua manusia Indonesia, segan dan enggan bertanggung jawab atas
perbuatannya. Atasan menggeser tanggung jawab atas kesalahan kepada bawahan dan
bawahan menggeser kepada yang lebih bawah lagi. Menghadapi sikap ini, bawahan dapat
cepat membela diri dengan mengatakan, ”Saya hanya melaksanakan perintah atasan.”

Ciri ketiga manusia Indonesia berjiwa feodal. Sikap feodal dapat dilihat dalam tata
cara upacara resmi kenegaraan, dalam hubungan organisasi kepegawaian. Istri komandan
atau istri menteri otomatis menjadi ketua, tak peduli kurang cakap atau tak punya bakat
memimpin. Akibat jiwa feodal ini, yang berkuasa tidak suka mendengar kritik dan
bawahan amat segan melontarkan kritik terhadap atasan.

Ciri keempat manusia Indonesia, masih percaya takhayul. Manusia Indonesia


percaya gunung, pantai, pohon, patung, dan keris mempunyai kekuatan gaib. Percaya
manusia harus mengatur hubungan khusus dengan ini semua untuk menyenangkan
”mereka” agar jangan memusuhi manusia, termasuk memberi sesajen.

”Kemudian kita membuat mantra dan semboyan baru, Tritura, Ampera, Orde Baru,
the rule of law, pemberantasan korupsi, kemakmuran yang adil dan merata, insan
pembangunan,” ujar Mochtar Lubis. Dia melanjutkan kritiknya, ”Sekarang kita membikin
takhayul dari berbagai wujud dunia modern. Modernisasi satu takhayul baru, juga
pembangunan ekonomi. Model dari negeri industri maju menjadi takhayul dan lambang
baru, dengan segala mantranya yang dirumuskan dengan kenaikan GNP atau GDP.”

10
Ciri kelima, manusia Indonesia artistik. Karena dekat dengan alam, manusia
Indonesia hidup lebih banyak dengan naluri, dengan perasaan sensualnya, dan semua ini
mengembangkan daya artistik yang dituangkan dalam ciptaan serta kerajinan artistik yang
indah.

Ciri lainnya, manusia Indonesia tidak hemat, boros, serta senang berpakaian bagus
dan berpesta. Dia lebih suka tidak bekerja keras, kecuali terpaksa. Ia ingin menjadi
miliuner seketika, bila perlu dengan memalsukan atau membeli gelar sarjana supaya dapat
pangkat. Manusia Indonesia cenderung kurang sabar, tukang menggerutu, dan cepat
dengki. Gampang senang dan bangga pada hal-hal yang hampa.

Menurut David C. McClelland di dalam bukunya, The Achieving Society (1961)


beranggapan bahwa dorongan berprestasi ini seperti virus yang dapat ditularkan pada
setiap diri manusia.
Adapun ciri-ciri yaitu manusia yang memiliki dorongan untuk berprestasi ialah adanya
kebiasaan untuk bekerja keras guna meningkatkan prestasi. Bagi mereka didalam bekerja
yang menjadi tujuan utama bukanlah keinginan untuk mengejar hal-hal yang ekstrinsik
seperti uang, kekayaan, prestise, tetapi tujuan ysng bersifat intrinsik. Mereka akan puas
bila dapat mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Perkara hasilnya
bagaimana bukanlah hal yang utama bagi mereka. Dorongan untuk berprestasi seperti ini
amat menonjol pada orang-orang Jepang. Bagi orang Jepang yang penting bukanlah hasil
dari pekerjaan mereka, tetapi bagaimana dia dapat melakukan sesuatu pekerjaan dengan
sebaik-baiknya. Orang Jepang meyebut sikap seperti itu dengan istilah makoto.7

2.3 Jepang lebih Maju dan Sejajar dengan Masyarakat Barat

Kebudayaan Jepang dewasa ini sangat beragam. Para remaja putri yang mempelajari
kebudayaan tradisional Jepang seperti upacara minum teh (chadou) dan merangkai bunga
(kadou) sekalipun senang pergi menonton pertandingan olah raga. Begitu pula di kota –
kota, bukanlah pemandangan yang mengherankan manakala terlihat kuil – kuil kuno tegak
berdampingan dengan gedung – gedung pencakar langit. Inilah kebudayaan Jepang dewasa
ini sebagai gabungan yang mengagumkan antara Kebudayaan lama dan kuno, antara
Timur dan Barat.

11
Seiring dengan kemajuan media informasi, informasi dengan mudah mengalir
masuk dan hal – hal baru pun dengan cepat tersebar luas di Jepang. Namun kebudayaan
tradisional seperti festival tradisional dan gaya hidup yang sudah berurat berakar di setiap
daerah masih tetap melekat sebagai ciri khas daerah ybs, sepeti halnya dialek daerah.
Demikian pula dengan industrinya. Jepang yang dulu dikenal sebagai Negara agraris,
hanya dengan melalui proses industrialisasi cepat selama 1 abad, kini telah menjelma
sebagai salah satu Negara industri maju di dunia.

Mengenal budaya merupakan salah satu kunci penting untuk membina saling
pengertian. Berikut ini mengenai beberapa karakter orang Jepang yang dikatakan sebagai
ciri khas orang atau masyarakat Jepang.

1. Mottainai

Mottainai atau tidak menyia-nyiakan sesuatu (dalam bahasa kerennya lagi tidak
mubadzir), adalah sebuah kata yang memiliki kekuatan dahsyat dalam kebudayaan Jepang.
Seorang peneliti Jepang bernama Koichi Tanaka mendapat hadiah Nobel di bidang kimia
karena dia terlalu sayang membuang campuran yang salah prosedur.

Seharusnya kita dapat mencontoh Jepang dalam menerapkan “mottainai”nya. Tidak usah
bermuluk-muluk mencanangkan gerakan ini dan itu yang hanya membuang uang dengan anggaran
penyelenggaraannya, cukup dari hal kecil, dari diri sendiri, dan mulai hari ini.

2. Kesadaran kelompok dan kerja keras

Kesadaran kelompok di kalangan orang Jepang konon berakar pada budaya


tanam padi di sawah di masa lampau yang harus dikerjakan beramai-ramai, berdasarkan
sistem kerjasama berkelompok dan kuatnya ikatan kekeluargaan. Ada keteraturan kerja
dalam mengolah sawah, melakukan panen, mengatur pengairan, hingga mengatur
komunitas pertanian tempat mereka bermukim. Jiwa berkelompok ini kemudian
diperkokoh oleh ajaran Konfusius, yang masuk dari Cina, yang berpegang pada konsep
kelompok kekeluargaan.

Dengan latar belakang sejarah demikian, rasa keterikatan (kelompok) karyawan terhadap
perusahaan dan rekan kerja makin menjadi kuat dengan adanya apa yang dinamakan "life-
time employment", yakni kebiasaan orang Jepang setia bekerja seumur hidup pada sebuah
perusahaan saja. Akan tetapi, akhir-akhir ini makin banyak kaum muda yang enggan

12
terikat pada satu perusahaan; mereka lebih senang berpindah-pindah menurut kehendak
hatinya.

Kesetiaan kelompok tidak terbatas di perusahaan atau kantor saja. Bisa saja dalam
kelompok klub olahraga, klub kesenian, kelompok ketetanggaan, kelompok kelas di
sekolah, kelompok seangkatan di universitas, dll. Orang yang masuk dalam sebuah
kelompok, atau memang tergabung dalam sebuah kelompok seperti kelompok
ketetanggaan, merasa adalah kewajibannya untuk bertindak seirama dengan kemauan
kelompok dan tidak bertindak menonjolkan diri atau lain sendiri karena hal itu akan
mengundang rasa kurang senang kelompoknya. Prestasi seorang individu dalam kelompok
bukan lagi prestasi pribadi yang bersangkutan tapi menjadi prestasi kelompoknya.
Masyarakat Jepang kurang dapat menerima sifat individualisme, apalagi yang mencolok
seperti dalam masyarakat Barat. Masyarakat Jepang selalu menjaga keharmonisan dengan
kelompok, lingkungan, dan alam.

3. Bushido

Bushido adalah etika moral bagi kaum samurai. Berasal dari zaman Kamakura
(1185-1333), terus berkembang mencapai zaman Edo (1603-1867), bushido menekankan
kesetiaan, keadilan, rasa malu, tata-krama, kemurnian, kesederhanaan, semangat
berperang, kehormatan, dll. Aspek spiritual sangat dominan dalam falsafah bushido. Meski
memang menekankan "kemenangan terhadap pihak lawan", hal itu tidaklah berarti menang
dengan kekuatan fisik. Dalam semangat bushido, seorang samurai diharapkan menjalani
pelatihan spiritual guna menaklukkan dirinya sendiri, karena dengan menaklukkan diri
sendirilah orang baru dapat menaklukkan orang lain. Kekuatan timbul dari kemenangan
dalam disiplin diri. Justru kekuatan yang diperoleh dengan cara inilah yang dapat
menaklukkan sekaligus mengundang rasa hormat pihak-pihak lain, sebagai kemantapan
spiritual. Perilaku yang halus dianggap merupakan aspek penting dalam mengungkapkan
kekuatan spiritual.

Ada banyak persamaan antara semangat ksatria Eropa masa lalu dengan semangat
bushido, karena sama-sama mementingkan keberanian, rasa malu, kehormatan, dll.
Perbedaannya terletak pada kesetiaan. Hubungan antara seorang satria Eropa dengan
bawahan adalah berdasarkan perjanjian sedangkan dalam bushido adalah semata-mata
berkat kesetiaan.

13
4. Arti senyum orang Jepang

Tidak hanya dalam keadaan senang atau gembira orang Jepang tersenyum, dalam
keadaan yang memilukan hati pun orang Jepang bisa tersenyum. Sedemikian penting arti
senyum orang Jepang sampai-sampai ada buku yang berjudul "The Japanese Smile" yang
ditulis oleh Lafcadio Hearn, seorang sastrawan asal Inggris yang tinggal di Jepang dan
menjadi warganegara Jepang sejak 1890 sampai 1904.

Seperti juga sikap membungkuk atau bersimpuh memberi hormat, tersenyum juga
merupakan sikap untuk menyenangkan dan sekaligus menghormati orang yang diajak
bicara atau dihadapi. Sikap demikian adalah wajib bila orang Jepang menghadapi orang
tua, atasan, teman, dll., terutama orang yang harus dihormati.

5. Nemawashi

Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam pergaulan atau interaksi sosial, orang
Jepang selalu cenderung menjaga harmoni dan menghindari timbulnya konflik. Untuk
menjaga agar tidak terjadi konflik dalam membicarakan sesuatu dalam forum resmi yang
dihadiri banyak orang, pada umumnya orang Jepang melakukan apa yang disebut
"nemawashi", yaitu semacam lobbying sebelumnya, membicarakan berbagai kemungkinan
keputusan dengan berbagai pihak yang berkepentingan seraya mengemukakan pandangan
dan pendapat sendiri juga. Dengan demikian, pada pembicaraan resmi, sudah diperoleh
kesepakatan dan konflik pun dapat terhindarkan. Proses "nemawashi" memang makan
waktu dan energi tapi membawa hasil yang lebih baik daripada penerapan konfrontasi atau
tekanan.

"Nemawashi" kerap dilakukan di bidang politik dan bisnis, dalam perkumpulan, dll. di
mana berbagai kepentingan diperkirakan dapat berbenturan.

Kata "nemawashi" sendiri sebenarnya berarti "menggali dulu di seputar pohon yang akan
dicabut, baru kemudian melakukan pencabutan akar", dalam arti mempersiapkan segala
sesuatunya sehingga tugas pokok menjadi lebih mudah dan lancar.

6. Rasa malu

Ada ungkapan lama Jepang berbunyi "Kunshi wa hitori o tsutsushimu", yang


artinya "orang hebat selalu menjaga perilakunya, meskipun sedang sendiri." Dari
ungkapan itu tersirat bahwa menjaga perilaku diri sendiri itu dianggap sangat penting,

14
sekalipun tidak ada orang lain yang melihat. Orang Jepang berusaha menjaga citranya
sebagai manusia yang ideal yang tersimpan dalam pikirannya. Apabila gagal menjaga citra
tersebut, yang bersangkutan merasa malu akan dirinya, dan juga malu terhadap orang-
orang lain. Dengan demikian, rasa malu yang dalam bahasa Jepang disebut haji - bukanlah
karena takut akan kritikan orang, takut dibenci orang dan sebagainya, tapi lebih
disebabkan penyesalan karena telah menodai citra diri sendiri. Kesimpulannya, rasa malu
itu timbul lebih banyak dari faktor internal /diri sendiri.

7. Masyarakat yang vertikal dan patriakal

Masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang bersifat vertikal, artinya


berdasarkan hubungan atas-bawah, sekaligus bersifat patriakal. Sistem ini tidaklah terkait
dengan kelas-kelas dalam masyarakat, melainkan lebih pada penekanan terhadap
kesenioran. Hubungan kesenioran bisa diartikan sebagai hubungan antara atasan-bawahan,
antara siswa kelas yang lebih atas dan siswa kelas yang bawah di sekolah, atau bisa juga
hubungan antara orangtua-anak.

Sistem vertikal dan patriakal ini pada dasarnya masih tetap berakar dalam masyarakat
Jepang karena Jepang belum sampai satu setengah abad terlepas dari sistem feudal masa
lampaunya.

Dapat dikatakan bahwa dalam kenyataan kehidupan Jepang, kesadaran tentang kesenioran
ini sangat berperan dalam masyarakat Jepang, terutama dalam menjaga berlangsungnya
tatanan sosial secara baik. Untuk itu, ada aturan-aturan moral yang menjaga kelancaran
dan kelanggengan hubungan demikian. Mereka yang secara sosial lebih tinggi
kedudukannya merasa terpanggil atau bahkan berkewajiban untuk melindungi atau
mengurus orang-orang yang berkedudukan di bawahnya, baik untuk urusan sosial maupun
pribadi. Di lain pihak, orang-orang yang kedudukannya lebih rendah merasa patut
membalas kebaikan tersebut dengan menyatakan hormat, kesetiaan. Perasaan demikian
disebut on (rasa utang budi). Orang-orang yang tidak mempedulikan on kurang disukai
dalam masyarakat karena dianggap kurang bermoral.

Kemudian ada pula istilah giri yang dapat dapat diterjemahkan kira-kira sebagai kewajiban
moral dari orang-orang yang merasa menanggung on terhadap orang-orang tertentu.
Contoh nyata dari ungkapan rasa on yang diwujudkan dalam pemberian yang bersifat giri

15
(kewajiban secara moral) adalah antara lain pemberian hadiah akhir tahun atau tengah
tahun dari orangtua murid kepada guru.

8. Sempai-kohai: senior-junior

Salah satu tatanan dalam masyarakat yang vertikal adalah hubungan sempai-kohai.
Seorang senior biasanya dipanggil sempai oleh para junior dan senior memanggil para
junior dengan namanya saja. Akan tetapi, kaitan sempai-kohai ini hanya terbatas di
kalangan siswa atau mahasiswa serta sesama karyawan perusahaan (dalam arti siapa yang
lebih dulu masuk perusahaan ybs.), tapi tidak bisa diterapkan dalam hubungan antara
atasan-bawahan, kakak-adik, orangtua-anak ataupun suami-istri. Seorang sempai pada
umumnya bersikap sebagai pengayom bagi para junior sehingga boleh dikatakan adanya
jalinan hubungan mirip kakak-adik.

9. Agama Shinto yang amat mendorong kegiatan manusia dalam dunia yang fana ini
amat cocok untuk pembangunan.

Dalam buku agama Jepang yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul
Japanese Religion yang ditulis oleh H.Ichiro, I.Fujio, W. Tsuneya, dan Y.Keiichi,
dinyatakan bahwa Jepang ada beberapa agama. Tetapi yang paling dominan dalam
kehidupan sebagian orang Jepang ada dua. Yaitu agama Shinto dan Buddha. Kedua agama
tersebut tidak hanya berdampingan, melainkan juga saling terjalin erat dalam kehidupan
orang banyak. Agama Shinto adalah agama orang Jepang asli yang mengandung unsure
berbagai macam penghormatan ruh nenek moyang, penyembahan kepada dewa pohon-
pohon, atau dewa-dewa kesuburan. Di samping itu, ada p ula kepercayaan terhadap adanya
kekuatan sakti dalam benda-benda pusaka. Seperti di dalam batu, jimat, dan sebagainya.
Unsur-unsur itu sebenarnya merupakan unsur-unsur religi rakyat pedesaan.

Adapun agama Buddha masuk ke Jepang dari Korea pada abad ke-6 dan telah
terjalin erat dengan agama Shinto. Bagi orang Jepang, agama Shinto member pemecahan
terhadao soal sehari-hari yang konkret dan soal-soal yang berhubungan dengan dunia
akhirat. Karena itu, orang Jepang biasanya meminta bantuan pendeta Shinto untuk
mengurus upacara kelahiran anak mereka.

16
Kita tahu bahwa agama Shinto menjadi agama kenegaraan Jepang dan kepercayaan
rakyat kepada Kaisar-Kaisar keturunan Dewa dalam zaman dapat dipergunakan oleh
pemimpin Jepang untuk melaksanakan pembangunan atas nama Kaisar yang keramat
seolah-olah sebagai suatu usaha yang keramat. Lebih-lebih karena unsure-unsur agama
Shinto itu terjalin langsung ke dalam kehidupan kekeluargaan dan kehidupan sehari-hari
orang Jepang. Maka jaminan partisipasi sepenuhnya dari rakyat dalam pembanguna
bukanlah suatu masalah lagi.

2.4 Bangsa Indonesia Kurang Maju dan Sikap yang Harus Dilakukan

2.4.1 Kurang Majunya Bangsa Indonesia

Sebuah negeri yang indah yang kaya akan sumber daya alam. Terhampar dengan
panjang ribuan kilometer dengan lebih dari 220 juta manusia ada di dalamnya. Itulah
Indonesia, satu kesatuan suku-suku di tepi selatan Asia Tenggara yang memiliki sejarah
panjang sebagai satu bangsa. Kerajaan-kerajaan besar lahir di masa lalu, semangat
nasionalisme tumbuh di awal abad 20, dan akhirnya sebuah negara berdiri dengan satu
tujuan; berjuang bersama-sama demi kemakmuran.

Beberapa penyebab sulitnya perubahan di dalam kehidupan berbangsa dapat diuraikan


sebagai berikut :

Pertama, belum adanya pelopor perubahan. Ketiadaan pelopor perubahan


membuat masyarakat tidak berdaya melakukan perubahan itu sendiri. Apalagi, masyarakat
Indonesia tumbuh dalam budaya yang mengkultuskan pemimpin atau pelopor.
Ketidakberdayaan tersebut akhirnya menjadikan masyarakat sebagai korban permainan
sebagian elit politik pemimpin bangsa yang menjalankan praktek-praktek politik yang
cenderung manipulatif di mata rakyat.

Kedua, penegakan hukum yang lemah. Hukum telah menjadi permainan di depan
mata rakyat. Oknum-oknum bangsa yang telah terbukti tercela, pada akhirnya tidak
tersentuh oleh hukum karena memiliki kekuatan politik. Rakyat akhirnya mengalami
keputusasaan melihat kenyataan tersebut. Keputusasaan rakyat melahirkan apatisme
terhadap kondisi bangsa, sehingga masyarakat cenderung mengutamakan kepentingan

17
pribadi masing-masing. Lemahnya penegakan hukum juga membuat masyarakat
mengambil jalan “alternatif” dalam memecahkan persoalan, yang pada gilirannya
melahirkan praktek kolusi dan bahkan kriminalitas.

Ketiga, kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya “investasi”. Investasi


dalam tanda kutip di depan bermakna jauh lebih luas dari sekedar arti dalam ilmu
ekonomi. Investasi yang dimaksud adalah sesuatu yang dilakukan saat ini untuk dituai
hasilnya pada masa yang akan datang. Masyarakat Indonesia kini, sebagian besar
cenderung belum mau dan mampu berpikir jauh ke depan. Karena itu, apa yang
dilakukannya lebih ditujukan untuk mengambil manfaat langsung.

Hal yang amat serius bahwa, di samping kemunduran-kemunduran dalam


kehidupan ekonomi dan sosial budaya yang tampak lahir pada zaman pra revolusi, juga
tampak beberapa kelemahan dalam mentalitas banyak orang Indonesia. Sifat-sifat
kelemahan tersebut, yang bersumber pada kehidupan penuh keragu-raguan dan kehidupan
tanpa berpedoman dan tanpa orientasi yang tegas adalah:

(1) Sifat mentalitas yang merehkan mutu

(2) Sifat mentalitas yang suka menerobos

(3) Sifat tak percaya diri

(4) Sifat tidak disiplin murni

(5) Sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh

2.4.2 Sikap yang Harus Dilakukan

Diperlukan bayangan ke depan mengenai bentuk masyarakat seperti apa yang ingin
kita capai dalam pembangunan kita. Namun hal itu masih belum di konsepsikan oleh
bangsa kita. Berbagai suku-bangsa, aliran, dan berbagai golongan dalam negara kita yang
demikian banyaknya itu mungkin sudah mempunyai konsepsi masing-masing yang
berlainan. Tetapi, suatu konsepsi konkret untuk bersama belum ada. Jelaslah bahwa model
masyarakat di negara-negara maju tak dapat kita contoh begitu saja. Karena memang sukar
mengejar suatu hal yang sudah terlampau jauh ke depan. Bahkan model masyarakat

18
Jepang pun tidak dapat kita tiru karena lingkungan alam, komposisi penduduk, sistem
nilai-budaya, dan agama di negara kita memang berbeda dengan Jepang.

Walaupun demikian, meski kita belum mempunyai bayangan mengenai bentuk


masyarakat apa yang sebenarnya kita capai bersama, tetapi jelas bahwa kita harus berusaha
untuk menjadi lebih makmur dari sekarang, lebih menyempurnakan demokrasi kita dan
harus berusaha untuk menghasilkan karya yang lebih dapat kita banggakan.

Untuk dapat mencapai suatu keadaan yang agak lebih makmur dari sekarang saja,
sudah tentu perlu suatu intensitas usaha di segala lapangan yang jauh lebih besar. Berapa
kali lebi intensif? Coba kita perhatikan keterangan para ahli ekonomi yang berkata sebagai
berikut: Penduduk Indonesia bertambah dengan 2,8% tiap tahun (atau kira-kira 3 juta
orang). Dengan demikian, agar kita dapat merasakan sedikit akibat dari kenaikan produksi,
maka laju pertumbuhan ekonomi harus lebih besar dari 2,8%. Katakanlah 4% dari GNP
tiap tahun. Baru dengan laju kenaikan sebesar itulah dapat kita jaga agar hasil produksi
tidak dimakan habis oleh ketiga juga mulut yang bertambah tiap tahun. Kita juga harus
mempertimbangkan faktor kebutuhan yang kian meningkat. Kebutuhan yang meningkat
disebabkan karena dalam rangka hubungan dan pergaulan internasional sekarang ini. Kita
memang tak mungkin mengisolasikan diri dari pengaruh benda-benda mewah yang datang
dari negara-negara makmur. Berkaitan dengan hal tersebut, sesuai dengan perhitungan
investasi dan GNP begara, maka kita harus dapat berusaha, bekerja, menghemat, dan
sebagainya, paling tidak tiga kali lebih keras.

Oleh karena itu, untuk memajukan pembangunan bangsa, diperlukan beberapa sikap.
Yaitu:

1. Lebih menilai tinggi orientasi ke masa depan.

2. Bersifat hemat untuk bisa lebih teliti memperhitungkan hidup di masa mendatang.

3. Lebih menilai tinggi hasrat eksplorasi untuk mempertinggi kapasitas berinovasi.

4. Lebih menilai tinggi orientasi ke arah achievement dari karya.

5. Menilai tinggi mentalitas berusaha atas kemampuan sendiri.

6. Percaya kepada diri sendiri.

7. Disiplin murni.

19
8. Bertanggung jawab penuh akan suatu hal.

PENUTUP

1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebudayaan adalah hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat;
keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk
memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah
lakunyanya.

2. Ciri-ciri manusia atau masyarakat modern menurut inkles dan smith yang didasarkan
pada penelitian. Sehingga dapat mereka simpulkan cirri-ciriu masyarakat modern,
yaitu :

1. Seorang warga negara yang berpartisipasi.


2. Mempunyai pendirian yang ditandai keyakinan pribadi.
3. Sangat bebas dan atonom dalam hubungannya dengan sumber-sumber pengaruh
tradisional terutama jika sedang membuat keputusan penting mengenai bagaimana
cara menyelesaikan persoalan pribadinya.

20
4. Siap untuk menerima ide dan pengalaman baru. Artinya, ia relatif berpikiran
terbuka dan lentur.
5. Berorientasi ke masa sekarang dan masa depan.
6. Punya kesanggupan merencanakan.
7. Percaya bahwa manusia bisa menguasai alam.
8. Menemukan bahwa pendidikan 3 kali lebih kuat untuk mengubah manusia
dibandingkan yg lainnya.

3. Menurut Mochtar Lubis, Ciri-ciri masyarakat Indonesia adalah :


1. manusia Indonesia adalah hipokrisi atau munafik.

2. manusia Indonesia, segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya.

3. manusia Indonesia berjiwa feodal.

4. manusia Indonesia, masih percaya takhayul.

5. manusia Indonesia artistik.

6. Ciri lainnya, manusia Indonesia tidak hemat, boros, serta senang berpakaian bagus
dan berpesta. Dia lebih suka tidak bekerja keras, kecuali terpaksa.

DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 1987. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.

http://andiku.wordpress.com/2008/04/29/ciri-manusia-indonesia-menurut-mochtar-lubis/

http://blogberita.net/2008/04/27/ciri-manusia-indonesia-menurut-mochtar-lubis/

http://www.id.emb-japan.go.jp, download 07-05-2006, 16.00 WIB

http://www.mimpicitanova.blogspot.com, download 07-05-2006, 16.30 WIB

www_sttcipanas_ac_id%20-%20Teori-Teori%20Psikologi%20Sosial.htm

21
http://www.psigoblog.com/2009/02/manusia-indonesia-kini-ala-mochtar.html.

22

You might also like