You are on page 1of 2

WALI PITUE menjadi pertanyaan pada masyarakatnya sendiri

Syeck Yusuf, Petta Lasinrang, Arung Palakka (Petta to malampe gemmena), KH. Harun,
Pettabarang, Imam Lapeo, Dt. Sangkala merekalah ke tujuh wali yang diyakini oleh Masyarakat
sulwesi selatan. Selain itu terdapat beberapa wali lagi yang di yakini oleh masyarakat indonesia
yakni Wali songo, dan Wali Pitu yang berada di Bali. Wali pitu di bali ini juga saya baru dengar
informasinya saya dapat pada internet. Terus siapa saja wali pitu yang ada di bali ? Mas Sepuh
Raden Raden Amangkuningrat di Kabupaten Badung, Chabib Umar Bin Maulana Yusuf Al
Magribi di Tabanan, Chabib Ali Bin abu Bakar Bin Umar Bin Abu Bakar Al Khamid di Klungkung,
Chabib Ali Zaebal Abidin Al Idrus di Karangasem, Syech Maulana Yusuf Al Baghdi Al Magribi di
Karangasem, The Kwan Lie di Buleleng, dan Chabib Ali Bin Umar Bin Abu Bakar Bafaqih di
Jembrana.

Sekarang ini kita tidak akan membahasa panjang lebar mengenai Wali Songo dan Wali Pitu asal
bali tetapi kita lebih spesifik ke Wali Pitue di Sulawesi selatan. Beberapa minggu lalu saya
membangun sebuah Komunitas Bugis Makassar pada salah satu jaringan social networt. Pada
komunitas itu saya mempertanyakan kepada teman-teman komunitas bagaimana tanggapannya
mengenai wali pitue ini. Jawaban dari teman-teman beragam ada yang mengatakan personil dari
wali pitue ini kurang, ada yang belum pernah mendengarkan mengenai wali pitue ini dan ada
juga yang sudah tidak asing lagi pada wali pitue. Ini menjelaskan bahwa tidak semua masyarakat
sulawesi selatan ini mengenal lebih jelas mengenai wali pitue tidak seperti apa yang terjadi pada
eksistensi wali songo yang ada di daerah Jawa. Peristiwa tersebut semakin lengkap pada saat
adanya seorang teman dari Malaysia yang mengirimkan foto wali pitue dan ada juga foto
pembanding yang saya dapatkan pada saat mengunjungi rumah teman di daerah malino.
Yang menjadi pertanyaan saya pribadi apakah masyarakat sulawesi selatan yang sampai tidak
mengetahuinya di sebabkan karena kurangnya publikasi akan wali pitue selama ini ataukan
memang mereka baru tahu kalau memang kebudayaan kita juga memiliki wali pitue ? Tapi hingga
saat ini saya menilai dari sudut pandang saya pribadi bahwa banyaknya orang-orang atau
masyarakat sekitar yang menyalah gunakan arti ini. yah seperti Menyembah Mereka untuk
mendapatkan sesuatu dan tidak menyembah sang Pencipta. Saya merasakannya di Daerah
Polmas Desa Lapeo. lebih tepatnya Rumah Imam Lapeo yang merupakan salah satu dari wali
pitue ini. dengan sesajen, sokko (Ketan yang sudah di makassar), Buras Dan sebagainya
meminta kepanjangan umur, meminta dilimpahkan rejeki dan ini membuat perbuatan-perbuatan
tersebut dengan akal jernih saya pribadi. walaupun mereka hanya dijadikan perantara toh secara
logika sama aja mereka menyembah mereka.
Yah Itulah keaneka ragaman kepercayaan manusia.

Mengenal sosok SYEIKH YUSUF


Salah satu dari tujuh wali tersebut yakni Syekh Yusuf. Sampai sekarang saya belum bisa
memastikan tanggal berapa seorang Syekh Yusuf dilahirkan tetapi Syekh Yusuf dilahirkan dalam
lingkungan istana dikarenakan pada saat ibunda Syekh Yusuf hamil beliau di persunting Sultan
gowa. Syekh Yusuf di didik dengan baik di istana dan raja menganggapnya seperti putra sendiri.
Tidak beberapa lama berselang permaisuri raja gowa melahirkan juga dengan anak perempuan
yang bernama Siti Daeng Nisanga, keduanya mendapat pendidikan yang sama. Siti jatuh cinta
kepada Syekh Yusuf. Syekh Yusuf pun menyuruh gelaran meminang Siti Daeng Nisanga. Tetapi
pinangan tersebut ditolak oleh raja gowa dikarenakan Syekh Yusuf mempunyai garis keturunan
yang biasa-biasa (Bukan keturunan raja)

Pada dasarnya Keturunan biasa bisa mempersunting putri raja apabila dia memiliki 3 persyaratan
yakni Kaya, Berani dan alim. Mendengar itupun Syekh Yusuf berniat berangkat ke tanah arab
untuk belajar agama dan menunaikan haji. Tetapi melihat kegigihan Syekh Yusuf dan cinta
putrinya kepada Syekh Yusuf raja pun luluh dan ingin menikahkan anaknya untuk bersanding
dengan Syekh Yusuf. Tetapi pada saat Syekh Yusuf mencari perahu untuk berangkat ke tanah
arab raja memanggilnya untuk dinikahkan. Syekh Yusuf menolak perintah raja dia hanya ingin
menikah apabila sepulangnya nanti dari tanah arab. Kemudian putri dan raja pun datang
ketempat Syekh Yusuf dan mengawinkannya. Setelah 3 bulan dari penikahannya putri raja gowa
pun di suruh kembali ke istana gowa dan Syekh Yusuf ingin melanjutkan perjalanan ke tanah
arab.

Setelah sampai di Jeddah, Syekh Yusuf meneruskan perjalanannya ke mekkah dan Syekh Yusuf
ingin menuntut ilmu kepada imam-imam dari 4 mazhab, tetapi ke empat imam tersebut
mengatakan bahwa ia tidak perlu belajar karena ilmu yang Syekh Yusuf punyai sudah cukup.
Tetapi imam-imam tersebut menganjurkan agar Syekh Yusuf belajar kepada Abu Yazid, Dari sini
Syekh Yusuf disuruh lagi belajar kepada Syekh Abdul Al-Qadir Al Jailani. Syekh Yusuf juga
mengunjungi makam Nabi di madinah.

Kemudian Syekh Yusuf kembali ke banten dan menikah dengan putri sultan banten yang
bernama syarifah. Setelah raja gowa mendengar bahwa Syekh Yusuf berada di banten, raja
gowa mengirim utusan agar supaya Syekh Yusuf kembali ke tanah gowa. Akan tetapi Syekh
Yusuf menolah dengan pernyataan bahwa beliau tidak akan kembali ke gowa apa bila
kesufiaannya tidak sempurna (Sufi yang dimaksud yakni akhir kehiduapannya) maka sebelum
beliau mati beliau tidak akan pernah kembali ke gowa

Di banten Syekh Yusuf mempunyai banyak murid dan murid-murid Syekh Yusuf juga ada dari
kalangan istana kerajaan di jawa barat. Dari pernikahannya Syekh Yusuf dengan putrid banten
Syekh Yusuf diberikan keturunan dengan anak laki-laki. Kemudian Syekh Yusuf menikah juga
dengan seorang wanita dari Serang dan giri yang juga mempunyai anak laki-laki dan anak
perempuan sehingga keturunan Syekh Yusuf di jawa banyak.

ARUNG PALAKKA (Petta Malampe'e Gemme'na)


Raja Bone ke-14 lahir pada tanggal 15 September 1634, nama lengkapnya adalah Arung Palakka
La Tenri Tatta Petta MalampeE Gemme’na dalam Sejarah Sulawesi Selatan di-Abad ke-
17,khususnya dalam perang makassar nama La Tenri Tatta Arung Palakka tidak dapat
dipisahkan,

Di kalangan pemuda-pemuda Lattenritata dengan nama Daeng Serang atau daeng Mario, pada
waktu itu daeng Mario ini dijadikan pembawa tuan oleh Karaeng Pattingaloang, Karaeng
Pattingaloang sangatlah arif dan bujaksana disegani baik lawan mauun kawan, namun saying
Karaeng Pattingaloang lekas wafat pada tanggal 15 september 1654,mereka pun berganti tuan,
yaitu berpindah ke tangan Karaeng Karungung, amun sifatnya jauh berbda dengan ayahnya,
Karaeng Karungung sangat lah kejam,

Pada pertenganhan tahun itu jenneng to bala mendapat perintah dari karaeng karungrung
supaya secepatna mengumpulkan orang dari bone sebanyak 10.000 orang agar dapat menggali
parit dan memebangun kubu - kubu pertahanan di sepanjang pantai sekitar sombo opu, pada
bulan juli tibalah arung tanette dengan 10.000 orang Bone di gowa mereka mebawa bekal pacul
dan linggis sendiri dan banyak diantara mereka yang sakit ketika di gowa, pada akhirnya datu
Mario mendengar kabar terbut dan datang untuk menengok orang-orang senegrinya mereka
berkerja dari pagi hingga malam, karena menyedihkan hidupnya para pekerja tersubut banyak
yang melarikan diri, namun banyak yang tidak berhasil dan didera samapai mati. Melihat kejadian
itu Datu Mario berusaha melarikan diri pada saat Sultan Hasanuddin sedang berpesta beserta
segala pembesar kerajaan, setelah berhasil melarikan diri Datu Mario berkerja sama dengan
Soppeng, Datu Mario bertempur sangat gagah berani di garis depan, dalam proses perang dan
damai antara kerajaan Gowa dan Bone akhirnya Datu Mario Arung palaka Petta Malampee
Gemme’na pada tanggal 6 April 1698 di dalam istananya di bontoala dengan amanatnya sebelum
wafat supaya baginda dimakamkan di Bukit Bontobiraeng dalam Wilayah Kerajaan gowa.

You might also like