You are on page 1of 256

`

LAPORAN PRAKTIKUM TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN (TPI 2502)

KELOMPOK A6 ANGGOTA Febriana Kumala D. Arief Maharani Riska Dian Nur L. Devira Setyastuti 11/311492/TP/09950 11/311591/TP/09963 11/311902/TP/09980 11/312278/TP/10006

Co. Ass Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013

DAFTAR ISI

Acara 1 Acara 2 Acara 3 Acara 4 Acara 5 Acara 6 Acara 7 Acara 8 Acara 9 Acara 10

Pembuatan Denah dan Penilaian Tata Letak Awal .................. 1 Peta Kerja untuk Evaluasi Tata Letak Awal ............................ 33 Route Sheet dan Multi Product Process Chart ....................... 63 Perencanaan Aliran Bahan ....................................................... 94 Peta Keterkaitan Kegiatan ........................................................ 111 Diagram Keterkaitan Kegiatan ................................................. 130 Penentuan Luas Lantai ............................................................. 143 Diagram Pengalokasian Wilayah ............................................ 164 Template ................................................................................... 184 Analisis Tata Letak Hasil Rancangan ...................................... 196

Lampiran Acara 2 Acara 3 Acara 5 Acara 6 Acara 7 Acara 8 Acara 9 .................................................................................................. 216 .................................................................................................. 230 .................................................................................................. 235 .................................................................................................. 237 .................................................................................................. 240 .................................................................................................. 243 .................................................................................................. 246

LAPORAN PRAKTIKUM TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN ACARA 1

PEMBUATAN DENAH DAN PENILAIAN TATA LETAK AWAL

KELOMPOK A6 ANGGOTA Febriana Kumala D. Arief Maharani Riska Dian Nur L. Devira Setyastuti 11/311492/TP/09950 11/311591/TP/09963 11/311902/TP/09980 11/312278/TP/10006

Co. Ass Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013
1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Tata letak mesin pabrik merupakan suatu landasan utama dalam dunia industri sehingga sudah tidak perlu dibuktikan lagi bahwa setiap

perusahaan/pabrik pasti membutuhkan tata letak mesin dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya. Perencanaaan tata letak mesin sangat diperlukan karena tata letak yang baik merupakan suatu harga mati bagi kelangsungan suatu pabrik. Karena pentingnya tata letak mesin yang akan digunakan harus dirancang dengan baik, sehingga para pekerja dapat bekerja dengan efektif dan efisien. Jika suatu pabrik bekerja tanpa ada tata letak mesin yang baik, tentu saja proses produksi dalam pabrik akan terganggu sehingga mengakibatkan kerugian bagi pabrik itu sendiri. Hal ini membuat peralatan produksi yang canggih dan mahal harganya akan tidak berarti apa-apa apabila perencanaan tata letak mesin dilakukan sembarang saja. Untuk mencapai optimasi produksi, dibutuhkan suatu penataan letak mesin produksi secara tepat pada pabrik. Tata letak berhubungan dengan perencanaaan penyusunan fasilitas fisik serta jumlah kebutuhan tenaga kerja dalam menghasilkan suatu produk, tata letak berperan dalam membentuk aliran material ataupun tenaga kerja menjadi lancar dan minimum sehingga proses produksi dapat berlangsung efisien. Perencanaan tata letak yang baik merupakan bagian yang penting untuk menentukan efisiensi sebuah aktivitas usaha jangka panjang. Perencanaan tata letak memiliki banyak dampak strategis karena menentukan daya saing perusahaan dalam hal kapasitas, proses, fleksibilitas dan biaya, serta kualitas lingkungan kerja, hubungan dengan pelanggan, dan citra industri. Industri pangan seperti industri kerupuk dalam skala besar merupakan industri yang membutuhkan tempat yang luas, sehingga dibutuhkan pabrik yang memiliki tata letak yang baik agar efektivitas produksi berjalan optimal. Kerupuk adalah jenis pangan yang digemari di Indonesia. Berbagai kalangan menyukai jenis pangan ini baik golongan rendah maupun golongan yang tinggi. Kerupuk

sangat beragam dalam bentuk, ukuran, bau, warna, rasa, kerenyahan, ketebalan dan nilai gizinya. Perbedaan ini bisa disebabkan pengaruh budaya daerah penghasil kerupuk, bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan serta alat dan cara pengolahannya. Oleh karena itu praktikan melakukan penilaian terhadap denah dan tata letak awal industri Kerupuk Subur. Dengan mengetahui denah dan tata letak awal industri tersebut, maka praktikan dapat melakukan evaluasi tata letak indutri tersebut sehingga diharapkan tata letak industri yang menjadi objek kajian memiliki kriteria tata letak yang baik serta memudahkan para pekerja melakukan aktivitas produksi agar berjalan dengan lancar.

B. Tujuan Tujuan dari praktikum tata letak dan penanganan bahan acara 1 yang berjudul Pembuatan Denah dan Penilaian Tata Letak adalah : 1. Praktikan dapat menggambarkan tata letak awal suatu industri. 2. Praktikan dapat menilai tata letak suatu industri. 3. Praktikan dapat mendeskripsikan (memberikan gambaran) mengenai kondisi umum industri yang digunakan sebagai obyek kajian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sebuah perencanaan yang sistematis memiliki pemikiran dan cakupan semua keadaan teknis dan praktik serta proses yang semuanya secara fungsional dapat membentuk komponen-komponen bangunan. Peninjauan lokasi haruslah disertai dengan perencanaan, yaitu sebagai berikut (Tjahjadi, 2002): 1. Denah/letak 2. Bahan baku, pemasaran dan tenaga kerja Pengaruh untuk posisi lokasi bangunan industri yang berorientasi oleh faktorfaktor berikut antara lain bahan mentah, transportasi dan biaya operasional. 3. Bidang tanah Kebutuhan tanah ditentukan oleh kebutuhan luas, bangunan, jalan, dan jalur sirkulasi. 4. Perencanaan ruang Perencanaan ruang meliputi keterangan sebagai berikut antara lain jenis kebutuhan besarnya ruangan sesuai dengan pencahayaan, jumlah ruang kerja dipisahkan menurut ruang sanitasinya, dan perencanaan penempatan mesin. 5. Perencanaan bangunan Pemikiran untuk perencanaan sebuah bangunan harus direncanakan dengan penggambaran. Proses produksi diketahui dari pengamatan hasil produksi setiap tahunnya atau dari jumlah tenaga kerja. Denah atau plan berasal dari kata latin planum yang berarti dasar, sedangkan arti lebih jauh dari lantai denah adalah penampang potongan

horisontal dari suatu obyek/bangunan, yang potongannya terletak pada ketinggian 1,00 m dari atas lantai ruangan dalam bangunan. Denah mencerminkan skema organisasi kegiatan dalam bangunan dan merupakan unsur penentu bentuk bangunan. Denah berguna untuk mengungkapkan banyak hal, seperti ruang sirkulasi dengan ruang untuk beraktivitas dan hubunganya baik antar ruang di dalam bangunan maupun diluar bangunan yang masih terletak di dalam tapak, yang secara keseluruhan memberi makna bagi bangunan tersebut. Menempatkan

gambar denah pada suatu tapak dalam bidang gambar mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu (Anonim, 2013) : 1. Posisi arah utara, umumnya menghadap ke atas. 2. Posisi jalan, sebagai orientasi pencapaian ke tapak, umumnya ditempatkan dibagian bawah bidang gambar dengan layout bangunan yang dominan ortografis dan sejajar terhadap bidang bawah gambar. Gambar denah menggambarkan bentuk bangunan yang dilihat dari atas. Biasanya gambar denah menggambarkan baggian bangunan secara utuh. Selain itu, juga bisa digambarkan setiap bagian bangunan, misalnya denah atap, denah pondasi, dan sebagainya. Berikut volume material yang dapat dihitung berdasarkan gambar (K. Susanta dan Danang, 2007): 1. Volume galian tanah (diukur panjangnya). 2. Volume pondasi pasangna batu belah (diukur panjangnya). 3. Volume sloof beton (diukur panjangnya). 4. Volume kolom beton atau tiang kayu (dihitung jumlahnya). 5. Volume pasangan bata (dihitung panjangnya). 6. Jumlah pintu, jendela, angin-angin dan asesorinya. 7. Luas lantai dan plafon. 8. Jumlah peralatan sanitasi air (kloset, wastafel, bak, kran, dan lain-lain). Sebuah denah atau sket lokasi juga tidak dapat disebut sebagai peta, apabila skala detail yang satu dan lainnnya tidak seragam, misalnya untuk menggambarkan jarak 10 km di gambar dengan panjang 10 cm, sedangkan jarak 100 m digambarkan 3 cm, sekadar untuk pencapaian lokasi (Yulianto, 2003). Tata letak pabrik merupakan salah satu bagian terbesar dari suatu studi perancangan fasilitas (facilities design). Facilities design sendiri terdiri dari pelokasian pabrik (plant location) dan perancangan gedung (building design) dimana sebagaimana diketahui bahwa antara tata letak pabrik (plant layout) dengan penanganan material (material handling) saling berkaitan erat (Meyers, 2005). Dalam suatu pabrik banyak dijumpai berbagai macam fasilitas produksi agar suatu kegiatan operasional produksi dapat berjalan dengan lancar, baik berupa mesin, peralatan produksi, pekerja dan fasilitas penunjang lainnya yang

harus disediakan dan ditermpatkan pada tempat masing-masing agar berfungsi secara optimal. Perencanaan tata letak pabrik akan senantiasa diperlukan oleh perusahaan (Wignojoesoebroto, 2009). Menyatukan tata letak yang efektif bukan merupakan proses yang asal saja. Ergonomi, ilmu menyelaraskan pekerjaan dengan lingkungan kerja untuk semakin memperkuat karyawan dan menyesuaikan dengan kebutuhan pelanggan, merupakan bagian integral dari desain yang berhasil. Sebagai contoh, kursi, meja dan tinggi meja yang membuat karyawan merasa nyaman dalam bekerja dapat membantu mereka menjalankan pekerjaan secara lebih cepat dan lebih mudah. Para perancang mengatakan bahwa pencahyaan yang lebih terang, akustik yang lebih baik, dan kontrol iklim yang menguntungkan bagi pekerja (Zimmerer, 2008). Industri manufaktur selalu berada dalam persaingan yang ketat. Menghadapi kondisi ini, dimana variasi produk tinggi, daur hidup produk yang pendek, permintaan yang berubah-ubah, dan adanya tuntutan dalam hal pengiriman yang tepat waktu, menyebabkan perusahaan memerlukan strategi untuk meningkatkan efisiensi dalam menggunakan fasilitas. Suatu sistem manufaktur harus dapat menghasilkan produk-produk dengan ongkos yang rendah dan kualitas tinggi, serta dapat mengirimkannya tepat waktu kepada pelanggan. Suatu sistem juga harus dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, baik dari perancangan proses maupun permintaan produk. Salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan merancang tata letak pabrik atau melakukan konfigurasi ulang tata letak pabrik (Rainbow, 2010). Tata letak yang baik memiliki beberapa kriteria yang jelas dan dapat dilihat bahkan dari suatu pengamatan yang dilakukan, tanda-tanda tata letak yang baik adalah pola airan bahan terencana, aliran lurus, langkah balik minimum, jarak perpindahan minimum, operasi pertama dekat dengan penerimaan, operasi terakhir dekat dengan pengiriman, pemakaian lantai produksi maksimum, barang setengah jadi minimum, bahan di tengah proses sedikit, pemindahan barang sedikit, pembuangan skrap sedikit dan ruang penyimpanan cukup. Sedangkan ciriciri tata letak yang buruk berlawanan dengan yang telah disebutkan di atas, seperti

pola aliran bahan yang tidak terencana, aliran berbelok-belok (tidak lurus), jarak perpindahan bahan panjang, banyaknya skrap, operasi petama tidak dekat dengan penerimaan bahan. Penempatan tata letak yang baik dapat memudahkan proses manufaktur, meminimumkan pemindahan bahan, menurunkan penanaman modal dalam peralatan serta menghemat pemakaian tenaga kerja (Anonim, 2013).

BAB III METODE PRAKTIKUM


Denah dibuat menggunakan skala 1:100

Panjang dan lebar seluruh area industri diukur dari area tanah yang digunakan maupun yang tersisa

Seluruh ruangan dan masing-masing area stasiun kerja diukur

Hasil pengukuran digambar pada kertas A4 dengan skala yang sesuai

Penggambaran denah dilakukan

Lokasi digambar sesuai dengan arah mata angin, Utara digambar arah atas. Dinding luar bangunan digambara dengan garis tebal. Dinding batas antar ruang digambar dengan garis agak tebal. Area kerja tanpa batas ruang digambarkan dengan garis putusputus.

Ruang diberi nama dan keterangan.

Skala dicantumkan di bagian bawah gambar.

Penilaian dilakukan terhadap tata letak fasilitas yang ada di industri yang diamati dengan menggunakan lembar periksa yang nantinya dihitung total bobot x skor. Di lakukan perbandingan hasil nilai tata letak yang baru di acara 10

Mendeskripsikan industri yang menyangkut bidang usaha, kapasitas produksi, rencana masa depan, jumlah tenaga kerja dan spesifikasi, proses produksi, jam kerja, alasan pemakaian ruang, sistem pembagian kerja, system penyimpanan barang, cara penanganan bahan, alat pemindah bahan, dll. 9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil 1. Denah Tata Letak dengan Skala

10

Keterangan: Huruf A = Area penyimpanan bahan baku dan pencampuran bahan B = Area penggilingan, pengepresan dan pencetakan bahan C = Area pengukusan D = Area penggorengan dan pencetakan E = Area pengovenan F = Area penjemuran bagian depan G = Area penjemuran bagian belakang H = Tempat penyimpanan kayu Angka 1 = Bak pencucian bahan-bahan yang akan digunakan 2 = Tungku 3 = Bak pencampuran bahan 4 = Mesin penggiling adonan 5 = Mesin pengepres adonan 6 = Meja tunggu 7 = Mesin pencetak/Bosan I 8 = Ketel uap 9 = Tempat penirisan 10 = Wajan penggorengan II 11 = Wajan penggorengan I 12 = Mesin pencetak/Bosan II 13 = Tempat kerupuk yang dikeluarkan dari oven 14 = Oven 15 = Tempat penyimpanan kerupuk yang telah dijemur 16 = Timbangan (untuk menimbang tepung dalam karung)

11

2. Deskripsi Industri a. Gambaran umum industri Nama industri : Kerupuk subur Lokasi Pendiri : Jalan Janti Gg. Nuri 66 Gedong Kuning,

Banguntapan , Bantul : Bapak Syair Hidayat

b. Bahan baku : 60 kg tepung kanji Bahan tambahan : 300 liter air 16 kg garam 5 kg bawang putih 4 kg ikan laut Penyedap rasa c. Ruang / Area kerja Ruang penyimpanan bahan baku dekat dengan penerimaan bahan baku dan stasiun kerja 1. Lokasi pencetakan jadi satu dengan pengadukan bahan dan pengukusan. Area penjemuran dekat dengan proses produksi dan jalurnya lurus. Tempat pengovenan dekat dengan timbangan, penggorengan dan rombong untuk memudahkan proses berikutnya. d. Alat dan mesin Kapasitas maksimum alat dan mesin yang digunakan adalah untuk 60 kg bahan adonan. Stasiun kerja 1 : - Timbangan - Ember - Dandang - Tungku - Bak penampung - Pengaduk - Kayu bakar Stasiun kerja 2 : - Mesin molen - Meja - Mesin pengepresan - karung Stasiun kerja 3 : - Strimin - Bossan
12

- Keranjang - Rak kecil Stasiun kerja 4 : - Ketel uap - Papan penjemur - Kayu bakar Stasiun kerja 5 : - Papan penjemur - Oven - Gas Stasiun kerja 6 : - Bak penyimpanan bahan setengah jadi Stasiun kerja 7 : - Wajan - Tungku - Kayu bakar - Gayung - Ember - Alat penirisan Stasiun kerja 8 : - Rombong - Plastik besar

13

3. Form Penilaian Tata Letak LEMBAR PERIKSA PENILAIAN KAPASITAS

Nama Industri: Kerupuk Subur

Tanggal penilaian : Sabtu, 2 Maret 2013

Alamat Industri :Jalan Janti Gg. Nuri 66 Gedong Kuning, Banguntapan, Bantul

Dinilai oleh : Kelompok A6 Skor penilaian: 1. Sangat kurang, 2. Kurang, 3. Bagus, 4. Sangat bagus

Hasil Penilaian akhir = bobot x skor Bobot Kriteria Bobot Skor x Skor I. ALIRAN BAHAN pola aliran terencana aliran bahan lurus langah balik minimum keterkaitan kegiatan terencana 0,07 0,05 0,06 0,06 3 2 3 3 0,21 proses aliran sudah berurutan 0,1 penempatan 1 mesin yang kurang tepat Keterangan

0,18 karena sudah seminimum mungkin 0,18 sudah seusai dengan pola aliran terencana dan saling kerekaitan

II. PEMINDAHAN BAHAN frekuensi pemindahan minimum 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 1 2 1 2 2 0,05 terlalu banyak proses pemindahan 0,1 perlu adanya alat pemindah 0,05 karena pemindahan secara manual 0,1 karena ada 1 mesin letaknya jauh 0,1 karena beberapa proses pemindahan belum digabung dengan proses

metode terencana alat pemindahan sesuai jarak minimum digabung dengan proses bergerak dari penerima menuju pengiriman

0,04

0,12 karena sudah sesuai

14

III. RUANG gang lurus pemakaian ruang maksimum ruang penyimpanan mencukupi ruang antar peralatan mencukupi 0,05 0,04 0,05 3 2 3 0,15 karena sudah sesuai 0,08 masih terdapat ruang kosong 0,15 karena kerupuk sudah tertampung karena mesin terlalu dekat dengan 0,05 2 0,1 tembok, sehingga mesin sulit untuk diberishkan 0,03 2 0,06 tidak diperlukannya perluasan

direncanakan untuk perluasan IV. PROSES PRODUKSI operasi pertama dekat dengan penerimaan operasi terakhir dekat dengan pengiriman penyimpanan di tempat pemakaian

0,04

0,16

bahan baku dekat denganstasiun kerja 1 kerupuk yang sudah jadi dekat dengan rombong rombong digunakan untuk penyimpanan dan distribusi

0,04

0,12

0,03 0,03

3 2

0,09

bahan setengah jadi minimum waktu produksi total hampir seluruhnya merupakan waktu pemrosesan penempatan bagian penerimaan dan pengiriman yang pantas V. LAIN-LAIN pelayanan pekerja memadai pengendalian kebisingan, kotoran, debu dsb pembuangan bahan sisa minimum Jumlah

0,06 banyaknya stock bahan setengah jadi hampir seluruhnya waktu pemrosesan

0,03

0,09

0,02

0,06

tempat sudah sesuai dengan penerimaan dan pengiriman

0,02

0,06

pekerja mendapatkan fasilitas yang memadai terdapat banyak kotoran dan debu yang tidak dibersihkan

0,02

0,02

0,02 1

2 58

0,04 masih banyak terdapat barang sisa 2,43

15

B. Pembahasan Pada praktikum kali ini kami mengunjungi sebuah usaha kecil menengah yang potensial salah satunya adalah Usaha Kerupuk Subur yang dikelola oleh Bapak Syair Hidayat. Lokasi industri tersebut berada di Jalan Janti Gg. Nuri 66 Gedong Kuning, Banguntapan, Bantul , Yogyakarta. Awalnya usaha kerupuk ini merupakan usaha keluarga yang mulai dirintis pada tahun 1965 di Jomblang kemudian pindah pada tahun 1970 di Gedong Kuning, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Usaha tersebut dirintis dengan modal awal sekitar 3 juta rupiah. Dengan modal tersebut sudah dapat membeli alat produksi seperti mesin press, oven dan penggilingan. Saat ini untuk tiap harinya usaha kerupuk usaha mampu memproduksi hingga kurang lebih 30.000 biji kerupuk. Proses memproduksi kerupuk subur memakan waktu sekitar 36 jam. Mulai dari pencampuran bahan secara manual, penggilingan, pengepresan, pencetakan, pengukusan, penjemuran sampai penggorengan. Proses penjemuran sangat vital dalam produksi kerupuk , karena dengan penjemuran dibawah matahari yang baik akan membuat kerupuk kering merata. Apabila hujan turun proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven. Kerupuk yang sudah kering diletakkan pada tempat yang tingkat kelembapannya rendah. Sebagian kerupuk digoreng, kemudian disimpan dalam rombong yang nantinya akan dibeli oleh para pengecer. Kerupuk yang diproduksi dijual secara eceran dengan 4 harga sesuai ukurannya. Untuk kerupuk ukuran kecil dijual seharga Rp. 150 per biji sedangkan untuk kerupuk ukuran besar dijual seharga Rp. 300 per biji. Proses produksi yang dilakukan pada industri kerupuk antara lain: a. Stasiun kerja 1 Persiapan bahan baku Bahan-bahan diperlukan dalam pembuatan kerupuk Subur adalah tepung kanji dengan kualitas baik , tepung kanji dengan kualitas sedang, garam, bawang, penyedap rasa , dan air. Air yang digunakan disini adalah air sumur yang telah direbus hingga mencapai suhu 100oC menggunakan dandang dan tungku yang berbahan bakar kayu bakar. Proses penimbangan bahan dilakukan menggunakan timbangan besar sesuai dengan komposisi bahan dalam satu kali produksi.

16

b. Stasiun kerja 2 Pencampuran bahan Pencampuran bahan dilakukan didalam bak berbentuk balok yang terbuat dari papan kayu dan pengadukan yang terbuat dari kayu. Proses pencampuran bahan dimulai dengan pencampuran bahan padat dilakukan pengadukan yang dilanjutkan proses pencampuran air bersuhu 1000C. Untuk mendapatkan air dengan suhu 1000C diperlukan waktu perebusan selama 1,5 jam dengan 1 operator yang melakukan inspeksi terhadap proses perebusan air sampai air mendidih yang kemudian menuangkan air rebusan tersebut ke dalam

adonan.Pencampuran air dalam bahan dilakukan sedikit demi sedikit supaya adonan tercampur rata. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penggumpalan adonan pada saat proses pencampuran bahan. Proses pengadukan dilakukan oleh 2 operator yang mengaduk adonan hingga menjadi bubur kanji selama 0,5 jam. c. Stasiun kerja 3 Penggilingan bubur kanji Setelah adonan menjadi bubur kanji, bubur kanji dipindahkan ke dalam mesin penggiling atau sering disebut dengan molen. Proses pemindahan bubur kanji dari bak penampung ke molen dilakukan menggunakan ember berukuran sedang. Sedangkan bak penampung bubur kanji tidak dilakukan proses pembersihan karena bak penampung bubur kanji akan digunakan untuk proses berikutnya. Hal ini dilakukan untuk memangkas biaya produksi dan waktu produksi. Setelah bubur kanji dipindahkan ke molen maka dilakukan proses penggilingan selama 40 menit hingga bubur kanji menjadi kalis. Proses ini dilakukan oleh 1 operator untuk memindahkan adonan dan mengawasi tingkat kekalisan adonan. Apabila adonan kurang kalis maka ditambahkan tepung kanji lagi. Setelah adonan bubur kanji telah menjadi kalis, maka adonan dipindahkan ke meja tunggu. Proses pemindahan Proses pengepresan

17

Adonan yang telah kalis, dilakukan proses pengepresan dengan alat press untuk mencapai tingkat ketebalan adonan dengan sebesar 1 cm. Proses pengepresan dilakukan pengulangan sebanyak 3 sampai 5 kali. Kegiatan ini dilakukan untuk mempermudah pada saat proses pencetakan. d. Stasiun kerja 4 Proses pencetakan Adonan yang telah dipress kemudian dimasukkan ke dalam selongsong yang terdapat pada mesin pencetak kerupuk/bosan. Operator 1 menaruh alas strimin silikon, sedangkan operator 2 menyortir hasil cetakan kerupuk dan menatanya di atas keranjang. Cetakan kerupuk yang gagal kembali dipress dan dicetak lagi. Dalam 1 jam mesin pencetak kerupuk/bosan ini dapat mencetak 1000 kerupuk dalam ukuran kecil dan 500 kerupuk dalam ukuran besar. Proses Penyortiran Setelah dilakukan proses pencentakan terdapat hasil cetakan yang kurang baik atau terjadi kecacatan produk. Maka hasil cetakan yang gagal tersebut disortir kemudian dilakukan pengepressan kembali. Hal ini dilakukan untuk melakukan proses pencetakan ulang kembali agar tidak ada adonan yang terbuang atau menjadi produk sisa. e. Stasiun kerja 5 Proses pengukusan Setelah adonan dicetak, kemudian dilakukan
0

proses

pengukusan menggunakan ketel uap dengan suhu 100 C selama 5 menit. Untuk sekali pengukusan dapat menampung 200 kerupuk. Pada proses ini diperlukan 1 operator untuk mengatur suhu dan tingkat kematangan kerupuk. Proses penataan Adonan yang telah dikukus, ditata diatas alas jemuran yang terbuat dari bambu. Pada proses ini diperlukan 1 operator untuk menata kerupuk hingga posisi kerupuk tidak tumpuk-tumpukan.

18

f. Stasiun kerja 6 Proses pengeringan Adonan kerupuk yang telah ditata di atas alas bambu tadi dilakukan proses pengeringan dengan 2 cara, yaitu 70 % menggunakan panas dari sinar matahari kurang kebih 6 jam dan 30 % menggunakan panas dari oven kurang lebih 3 jam. Proses pengeringan menggunakan oven memiliki perlakuan yang berbeda, untuk kerupuk yang sudah kering dilakukan pengovenan dengan suhu 700 C, sedangkan yang belum kering suhu yang digunakan adalah 1000C. Proses pemetikan Setelah kerupuk kering, bahan setengah jadi yang masih menempel di alas bambu langsung dilakukan proses pemetikan. Hal ini dilakukan untuk membersihkan alas bambu dari bahan setengah jadi, agar alas bambu dapat digunakan untuk proses berikutnya. Proses ini dilakukan 1 operator, kegiatan ini harus dilakukan teliti supaya tidak ada produk setengah jadi yang masih menempel pada alas bambu tersebut. g. Stasiun kerja 7 Penyimpanan bahan setengah jadi Produk yang sudah mengalami proses pengeringan disimpan ke dalam bak penyimpanan dengan luas 2,25 x 3,9 m2. Bak penampung bahan setengah jadi ini didesain besar untuk menampung bahan setengah jadi dengan kapasitas yang besar. Kapasitas penyimpanan dalam skala besar untuk memenuhi permintaan konsumen meningkat dan produksi tetap, sehingga produsen dapat memenuhi permintaan konsumen. h. Stasiun kerja 8 Proses penimbangan Proses penggorengan bahan setengah jadi dilakukan pada sore hari. Sebelum dilakukan penggorengan, kerupuk ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui massa kerupuk sebelum digoreng. Harga kerupuk setengah jadi adalah Rp 15.000,- per kilo. Hal ini dilakukan

19

untuk memudahkan proses perhitungan, karena apabila perhitungan massa pada saat setelah penggorengan sangat sulit dilakukan. Apabila pembeli menginginkan kerupuk yang sudah digoreng, maka harga jual yang ditentukan adalah harga eceran menurut jumlah kerupuk yang dibeli. Proses penggorengan Bahan setengah jadi yang sudah ditimbang langsung dilakukan proses penggorengan. Proses penggorengan dilakukan sebanyak dua kali.penggorengan pertama dilakukan di dalam minyak goreng dengan suhu panas hingga kerupuk sedikit mengembang. Setelah kerupuk sedikit mengembang, kerupuk langsung dipindahkan kedalam minyak yang sangat panas selama kurang lebih selama 30 detik sampai kerupuk putih mengembang. Kerupuk yang sudah matang langsung ditiriskan di tempat penirisan. i. Stasiun Kerja 9 Penyimpanan bahan jadi Penirisan dilakukan jangan terlalu lama untuk menjaga kerenyahan kerupuk. Tetapi apabila terlalu sebentar, maka kerupuk yang telah digoreng masih panas langsung dimasukkan ke dalam rombong akan lembab dan kerupuk menjadi tidak renyah lagi. Kerupuk yang sudah matang memiliki dua tempat penyimpanan. Tempat penyimpanan pertama adalah rombong, rombong ini adalah bak penampung yang menyerupai toples dalam ukuran besar dengan bahan dasar seng. Kerupuk yang sudah digoreng dan untuk menambah stock produk jadi, maka di simpan di dalam rombong. Sedangkan tempat penyimpanan kedua adalah plastik dengan ukuran yang besar dan tebal. Produk jadi yang ditaruh di dalam plastik ini tidak dilakukan penyimpanan, karena produk jadi langsung diambil konsumen. Sehingga tidak ada produk jadi yang ada di industri tersebut yang dilakukan penyimpanan di dalam plastik. Pada industri Kerupuk Subur yang kami datangi, dalam sekali produksi membutuhkan bahan baku berupa tepung kanji dengan massa 60 kg. Jenis tepung

20

kanji yang digunakan pada pembuatan Kerupuk Subur berdasarkan kualitasnya, yaitu kualitas baik dan kualitas sedang. Pembagian komposisi tepung kanji ini adalah setengah tepung kanji kualitas baik dan setengah tepung kanji dengan kualitas sedang. Namun pembagian komposisi tepung kanji menurut kualitasnya berdasarkan harga tepung kanji yang ada dipasaran. Apabila tepung kanji dengan kualitas baik mengalami kenaikan harga, maka komposisi tepung kanji dengan kualitas baik dikurangi dan kualitas tepung kanji dengan kualitas sedang ditambahkan, begitu pulas sebaliknya. Sedangkan bahan baku yang digunakan adalah 300 l air, 16 kg garam, 5 kg bawang putih, 4 kg ikan laut, dan penyedap rasa secukupnya. Air yang digunakan pada proses ini adalah air sumur yang sudah direbus menggunakan tungku selama 1,5 jam hingga mencapai suhu 100oC. Bawang putih dan ikan laut harus dihaluskan terlebih dahulu sebelum dilakukan proses pencampuran. Area kerja pada industri pembuatan Kerupuk Subur ini didesain efisien mungkin untuk meminimalisir gerakan serta efisiensi waktu kerja. Hal ini dibuktikan dengan ruang penyimpanan bahan baku dekat dengan penerimaan bahan baku dan stasiun kerja 1. Kemudian pada ruang penyimpanan, tepung kanji ditata menumpuk dengan batas maksimal 10 karung untuk setiap tumpukan. Tepung kanji yang diletakkan di dalam karung di tumbuk dengan alas papan kayu sehingga alasnya lebih tinggi dari lantai. Pemberian alas dilakukan untuk menghindari terjadinya tepung terendam air atau yang lain sebagainya. Beberapa stasiun kerja pada proses pembuatan Kerupuk Subur ini

dijadikan satu dalam 1 lokasi, sehingga para pekerja bekerja dengan jarak yang tidak jauh. Jarak yang tidak terlalu jauh sehingga energi dan efisiensi waktu dapat dimaksimalkan. Selain itu area penjemuran dekat dengan proses produksi dan jalurnya lurus. Sehingga memudahkan operator dalam membawa alas bambu keluar mnuju tempat penjemuran tanpa tersangkut oleh benda-benda yang ada disekitarnya. Tempat pengovenan dekat dengan timbangan, penggorengan dan rombong untuk memudahkan proses berikutnya. Hal ini dilakukan karena prosesnya saling berurutan dan, sehingga karyawan yang bekerja mudah dalam menjangkau lokasilokasi terbut.

21

Dalam melakukan proses produksinya , peran tenaga kerja sangat diperlukan untuk kelancaran proses operasi dalam pembuatan kerupuk. Pembagian tenaga kerja dalam pembuatan kerupuk ini antara lain: a. Dalam pembuatan adonan dilakukan oleh 2 orang pekerja. b. Pengadukan adonan dilakukan oleh 2 orang pekerja. c. Untuk mencegah adonan kerupuk dilakukan dengan menggunakan alat pencetak yang dioperasikan oleh 1 pekerja dan dibantu oleh 2 orang pekerja yang bertugas memasukkan adonan ke dalam mesin cetak. d. Setelah dilakukan pencetakan, masuk ke proses selanjutnya yaitu penguapan. Ini dilakukan oleh 1 orang pekerja. e. Kemudian dilakukan proses penjemuran. Untuk menjemur kerupuk ini dilakukan oleh 4 orang pekerja dan apabila kerupuk sudah kering, kerupuk dipindahkan secara manual ke tempat penyimpanan. f. Pada proses penggorengan, diperlukan 2 orang pekerja untuk menggoreng kerupuk, yang kemudian kerupuk tersebut disimpan dan dikirim ke para pengecer. Industri kerupuk subur tidak memiliki rencana masa depan , dengan kata lain melakukan proses produksi yang sudah ada dan mengikuti permintaan dari konsumen. Hal ini dikarenakan industri pembuatan kerupuk masih dalam skala yang kecil, sehingga proses produksinya bergantung pada permintaan konsuman. Jumlah tenaga kerja ada 11 orang yang berdomisili di daerah industri tersebut. Masing masing pekerja berasal dari Banjar dan Ciamis. Proses operasi dimulai dari pukul 05.00 WIB sampai pukul 07.00 WIB. Kemudian pukul 07.00 para pekerja makan pagi . Setelah makan pagi, pekerja memulai aktivitas hingga waktu dzuhur. Satu jam setelah waktu dzuhur , para pekerja memulai aktivitas lagi hingga pukul 15.00 WIB. Kemudian dilanjutkan proses penggorengan kurang lebih selama 3 jam. Industri Kerupuk Subur ini beroperasi setiap hari, hari libur yang diberikan untuk setiap karyawannya hanya pada hari rayaIdul Adha dan Idul Fitri saja. Tujuan utama dari tata letak ialah mengatur area kerja dan segala fasilitas produksi yang paling ekonomis untuk produksi aman, dan nyaman sehingga akan dapat menaikkan moral kerja dan performance dari operator. Lebih khususnya

22

lagi suatu tata letak yang baik akan memberikan keuntungan-keuntungan dalam sistem produksi, antara lain: 1. Menaikkan output produksi Biasanya suatu tata letak yang baik akan memberikan keluaran (output) yang lebih besar dengan ongkos yang sama atau lebih sedikit, manhours (jam kerja pekerja) yang lebih kecil, dan/ atau mengurangi jam kerja mesin (machine hours). 2. Mengurangi waktu tunggu (delay) Mengatur keseimbangan antara waktu operasi produksi dan beban dari masing-masing departemen atau mesin adalah bagian kerja dari mereka yang bertanggung jawab terhadap desain tata letak pabrik. Pengaturan tata letak yang terkoordinir dan terencana baik akan dapat mengurangi waktu tunggu (delay) yang berlebihan. 3. Mengurangi proses pemindahan bahan (Material Handling) Untuk merubah bahan menjadi produk jadi, maka hal ini akan memerlukan aktivitas pemindahan (movement) sekurang-kurangnya satu dari tiga elemen dasar sistem produksi yaitu : bahan baku, orang/pekerja, atau mesin dan peralatan produksi. Bahan baku akan lebih sering dipindahkan dibandingkan dengan dua elemen dasar produksi lainnya. 4. Penghematan penggunaan areal untuk produksi, gudang dan service Jalan lintas, material yang menumpuk, jarak antara mesin-mesin yang berlebihan, dan lain-lain semuanya akan menambah area yang dibutuhkan untuk pabrik. Suatu perencanaan tata letak yang optimal akan mencoba mengatasi segala pemborosan pemakaian ruangan tersebut dan berusaha mengkoreksinya. 5. Pendaya guna yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja dan atau fasilitas produksilainnya. Faktor-faktor pemanfaatan mesin, tenaga kerja dan lain-lain adalah erat kaitannya dengan biaya produksi. Suatu tata letak yang terencana baik akan banyak membantu pembangunan elemen-elemen produksi secara lebih efektif dan efisien. 6. Mengurangi Inventory in process

23

Sistem produksi pada dasarnya menghendaki sedapat mungkin bahan baku untuk berpindah dari satu operasi langsung ke operasi berikutnya secepat-cepatnya dan berusaha mengurangi bertumpuknya bahan setengah jadi (material in process). 7. Proses manufacturing yang lebih singkat Dengan memperpendek jarak antara operasi satu degan yang lain dan mengurangi bahan yang menunggu serta storage yang tidak diperlukan maka waktu yang diperlukan dari bahan baku untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya dalam pabrik akan juga bisa diperpendek sehingga secara total waktu produksi akan dapat pula diperpendek. 8. Mengurangi resiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator Perencanaan tata letak pabrik adalah juga ditunjukkan untuk membuat suasana kerja yang nyaman dan aman bagi mereka yang bekerja di dalamnya. 9. Memperbaiki moral dan kepuasan kerja Pada dasarnya orang menginginkan untuk bekerja dalam suatu pabrik yang segala sesuatunya diatur secara tertib, rapih, dan baik. Pnerangan yang cukup, sirkulasi yang bagus, dan lain-lain akan menciptakan suasana lingkungan kerja yang menyenangkan sehingga moral dan kepuasan kerja akan dapat lebih ditingkatkan. 10. Mempermudah aktivitas supervisi Tata letak pabrik yang terencana baik akan mempermudah aktivitas supervisi. Dengan meletakkan kantor/ruangan di atas, maka seorang supervisor akan dapat dengan mudah mengamati segala aktivitas yang sedang berlangsung di area kerja yang dibawah pengawasan dan tanggung jawabnya. 11. Mengurangi kemacetan dan kesimpang-siuran Material yang menunggu, gerakan pemindahan yang tidak perlu, serta banyaknya perpotongan (intersection) dari lintasan yang ada akan menyebabkan kesimpang-siuran yang akhirnya akan membawa ke arah kemacetan aliran produksi.

24

Tata letak dalam industri kerupuk Subur, telah kami amati. Tata letak pada industri ini belum sepenuhnya baik dan belum sepenuhnya masuk ke dalam kriteria tata letak yang baik. Dari aliran bahannya, pola aliran pada industri kerupuk ini sudah terencana mulai dari penerimaan hingga pengiriman, serta kegiatan operasi saling berkaitan. Mulai dari pembuatan adonan kerupuk, pencampuran adonan, pengepresan adonan, pencetakan, pengukusan, penjemuran, pengovenan. Tetapi langkah balik-nya tidak minimum, terlalu banyak langkah balik yang dilakukan dalam proses pembuatan kerupuk. Dari sisi pemindahan bahan, dalam industri kerupuk subur, frekuensi pemindahan tidak minimum dalam kata lain banyak sekali pemindahan yang dilakukan yaitu pada proses penjemuran, dan pengovenan. Metode yang dilakukan telah terencana dan tidak adanya alat pemindah yang sesuai. Jarak setiap stasiun pun berdekatan, sehingga jarak tempuh dari stasiun satu ke stasiun lain minimum. Dari sisi ruang, pemakaian ruang pada industri ini belum maksimal dikarenakan masih adanya area yang tidak terpakai, padahal area tersebut dapat digunakan untuk meletakkan alat-alat produksi supaya lebih tertata, dan kinerja pekerja dapat maksimal. Dari sisi proses operasi, operasi pertama dekat dengan penerimaan bahan baku, bahan baku berada sangat dekat dengan operasi pertama operasi pengolahan adonan. Operasi terakhir dekat dengan proses pengiriman, yaitu operasi penyimpanan. Terdapat banyak bahan setengah jadi yang disimpan. Kemudian waktu total produksi hampir semua merupakan waktu operasi. Dalam setiap produksi, mengalami proses di mulai dari waktu penimbangan bahan baku, pengolahan adonan, penggilingan, pengepresan hingga penggorengan. Dari sisi pelayanan pekerja kurang memadai, begitu juga dengan pengendalian kebisingan, kotoran, dan debu belum sepenuhnya terkendali karena sesuai dengan kondisi nyata di dalam industri tersebut masih banyak sekali kotoran dan debu menempel pada atap, dinding, peralatan dan lantai, serta suara bising yang dihasilkan mengganggu. Kekurangan dari tata letak industri ini ialah tidak maksimalnya penggunaan ruang, dan aliran bahan tidak lurus, melainkan meloncat dari stasiun satu ke stasiun lain. Kemudiaan tidak adanya pengendalian akan kebisingan, kotoran dan debu. Selain itu, frekuensi pemindahan banyak (langkah balik tidak

25

minimum,

melainkan

banyak

melakukan

pemindahan

berulang

kali).

Kelebihannya ialah masing-masing stasiun berdekatan (jarak minimum), operasi pertama dekat dengan penerimaan (bahan baku dekat dengan pengolahan adonan), dan operasi terakhir dekat dengan pengiriman (kerupuk jadi dekat dengan proses pengiriman). Kriteria Tata Letak yang Baik : o Aliran Bahan : pola aliran terencana, aliran bahan lurus, langkah balik minimum, keterkaitan kegiatan terencana. o Pemindahan Bahan : frekuensi pemindahan minimum, metode

terencana, alat pemindah yang sesuai, jarak minimum, di gabung dengan proses, bergerak dari penenerimaan menuju pengiriman. o Ruang : Gang lurus, pemakaian ruang maksimum, ruang penyimpanan mencukupi, ruang antar peralatan mencukupi, direncanakan untuk perluasan. o Proses Operasi : Operasi pertama dekat penerimaan, operasi terakhir dekat denga pengiriman, penyimpanan di tempat pemakaian, bahan setengah jadi minimum, waktu produksi total hampir seluruhnya merupakan waktu pemrosesan, penempatan bagian penerimaan dan pengiriman yang pantas. o Lain-lain : pelayanan pekerja memadai, pengendalian kebisingan, kotoran, debu, dsb, pembuangan barang sisa minimum. Dalam praktikum acara 1 ini, digunakan juga metode kualitatif yaitu metode dengan memberikan skor pada masing-masing tata letak berdasarkan kriteria tata letak yang baik sesuai dengan kondisi nyata dalam industri. Pemberian skor ini berguna untuk menilai tata letak industri yang menjadi obyek kajian dengan melihat total skor di kali bobot. Skor ini dapat menjadi tolak ukur bagi tata letak industri kerupuk yang kami kunjungi, apakah tata letak industri tersebut sudah bisa termasuk kriteria tata letak yang baik atau belum. Tata letak dapat dikatakan baik apabila sudah sesuai dengan kriteria tata letak yang baik dan dapat ditentukan dengan melihat total skor yang telah di dapat. Berdasarkan skor yang kami berikan pada setiap elemen penilaian, kami memilih beberapa alasan untuk setiap elemen skor yang ada. Setiap elemen penilaian kami urutkan berdasarkan kriteria tata letak. Kriteria tata letak pertama

26

adalah aliran bahan, pada kriteria ini memiliki empat elemen penilaian. Elemen penilaian pertama adalah pola aliran terencana dengan bobot 0,07. Kami menilai bahwa pola aliran terencana pada industri Kerupuk Subur tersebut sudah baik karena proses alirannya sudah berurutan dan tidak adanya aliran proses yang tidak terencana. Dari perhitungan bobot dikali skor pada elemen penilaian pertama pada aliran bahan diperoleh hasil 0,21. Elemen penilaian kedua adalah aliran bahan lurus dengan bobot 0,05. Pada elemen penilaian kedua ini kami memberikan skor 2, sehingga di peroleh hasil 0,1. Kami memeberikan skor tersebut dikarenakan pada industri tersebut terdapat 1 mesin yang tidak beroprasi dan lokasinya diantara mesin yang dapat beroprasi. Sehingga proses pencetakan menjadi kurang maksimal. Elemen penilaian ke tiga adalah langkah balik minimum dengan bobot 0,06, kami memeberi skor 3 sehingga diperoleh hasil 0,18. Pada elemen penilaian langkah balik ini kami memeberikan penilaian bagus karena langkah balik yang dilakukan industri tersebut sudah seminimum mungkin. Kemudian elemen terakhir pada kiteria tata letak berdasarkan aliran bahan adalah keterikatan kegiatan terencana dengan bobot 0,06. Pada elemen penilaian ini kami memberi skor 3 juga sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,18. Kami menilai rencana kegiatan dalam industri tersebut sudah terencana dengan baik sehingga sesuai dengan pola alinarnnya dan saling keterkaitan. Kriteria penilaian kedua adalah pemindahan bahan dengan 6 elemen penilaian. Elemen penilaian pertama adalah frekuensi pemindahan minimum dengan bobot 0,05.Pada elemen ini kami memberi nilai sangat kurang sehingga hasil yang didapat adalah 0,05. Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya proses pemindahan pada setiap stasiun kerja, sehingga perlu adanya minimalisir kegiatan pemindahan. Elemen penilaian kedua adalah metode terencana dengan bobot 0,05 dan skor 2, sehingga diperoleh hasil 0,1. Kami memberikan skor kurang karena proses pemindahan yang terlalu banyak sehingga diperlukan alat pemidah yang mampu membantu dan mengurangi proses pemindahan. Elemen penilain ketiga adalah alat pemindahan sesuai dengan bobot 0,05. Pada elemen ini kami memeberikan nilai sangat kurang. Hal ini disebabkan seluruh pemindahan dalam setiap stasiun kerja dilakukan secara manual, sehingga diperlukan waktu dan tenaga yang ekstra. Elemen penilaian keempat adalah jarak minimum dengan

27

bobot 0,05. Dikarenakan terdapat 1 mesin yang lokasinya jauh dari mesin-mesin yang dapat beroprasi sehingga jarak minimum kurang dapat diaplikasikan dengan baik. Hal ini yang menyebabkan kami memberikan skor sangat kurang pada elemen penilaian jarak minimum. Elemen penilaian kelima adalah digabung dengan proses dengan bobot 0,05. Pada elemen ini kami memberikan skor kurang, karena beberapa proses peminidahan tidak mengalami proses yang lain. Sehingga diperoleh hasil 0,1. Kemudian elemen penilaian yang terakhir adalah beregerak dari penerima menuju pengiriman dengan bobot 0,04. Kami memberi skor baik sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,12. Hal ini dikarenakan sudah sesuainya alur pemindahan bahan yang bergerak dari penerimaan menuju pengiriman. Kriteria penilaian ketiga adalah ruang dengan 5 elemen penilaian. Elemen penilaian pertama adalah gang lurus dengan bobot 0,05 dan skor yang kami berikan bagus. Alasan kami memberikan skor bagus karena penataan gang lurus sudah sesuai dengan tata letak serta tidak terdapat gang yang berkelok-kelok. Kemudian elemen penilaian kedua adalah pemekaian ruang maksimum dengan bobot 0,04. Pada elemen ini kami memberi skor 2 sehingga diperoleh hasil 0,08. Hal ini dikarenakan masih adanya ruang kosong yang ditadak digunakan secara maksimal pada industri pembuatan kerupuk tersebut. Elemen penilaian ketiga adalah ruang penyimpanan mencukupi dengan bobot 0,05. Skor yang kami berikan pada elemen penilaian ruang penyimpanan mencukupi adalah bagus. Hal ini dikarenakan seluruh bahan mentah, bahan setengah jadi maupun bahan setengah jadi dapat disimpan pada lokasi yang mencukupi. Elemen penilaian keempat adalah ruang antar peralatan mencukupi dengan bobot 0,05 dan kami memberikan skor sebanyak 2. Kami menilai ruang antar peralatan kurang mencukupi karena penempatan mesin yang terlalu dekat dengan tembok sehingga pada saat dilakukan proses pembersihan sangat sulit untuk dilakukan. Apabila akan melakukan proses pembersihan diperlukan tenaga ekstra untuk menggeser mesin agar bagian yang dekat dengan tombok dapat dijangkau untuk dibersihkan sampai bersi. Kemudian elemen penilaian kelima adalah diperlukan perluasan dengan bobot 0,03 dan kami memberikan skor 2 sehingga diperoleh hasil 0,06. Alasan kami memberi skor kurang karena pada industri pembuatan kerupuk tersebut tidak memerlukan perluasan lahan atau lokasi. Hal ini dikarenakan lokasi

28

industri yang padat penduduk dan ditengah kota sehingga untuk melakukan perluasan sangat sulit dilakukan, ditambah harga tanah untuk setiap meternya untuk wilayah perkotaan saat ini sangat mahal. Sehingga diperlukan biaya tambahan yang cukup besar untuk melakukan perluasan. Selain itu, industri kerupuk ini lokasinya sudah luas dan untuk ukuran lokasi saat ini produsen sudah mampu memenuhi kebutuhan konsumen setiap harinya. Kriteria penilaian keempat adalah proses produksi dengan 6 elemen penilaian. Elemen penilaian pertama adalah operasi pertama dekat dengan penerimaan dengan bobot 0,04. Pada elemen tersebut kami memberi nilai sangat bagus karena lokasi penerimaan bahan dekat dengan operasi pertama, sehingga proses yang dilakukan berdakatan dan dapat meminimaliasir waktu dan tenaga untuk kegiatan transportasi. Elemen penilaian keddua adalah operasi terakhir dekat dengan pengiriman dengan bobot 0,04. Skor yang kami berikan pada elemen ini adalah bagus sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,12. Asalan kami memberikan nilai 3 adalah setelah proses penggorengan, kerupuk dimasukkan kedalam rombong dan plastik besar. Kerupuk yang sudah dibungkus dengan plastik besar maupun rombong sudah siap untuk dikirim atau dipasarkan. Elemen penilaian ketiga adalah penyimpanan di tempat distribusi dengan bobot 0,03 dan skor 3. Proses penyimpanan dilakukan didalam plastik besar atau rombong. Penyimpanan dilakukan untuk menghindari kerenyahan kerupuk dapat berkurang pada saat proses pendistribusian. Elemen penilaian keempat adalah bahan setengah jadi menjadi minimum dengan bobot 0,03. Skor yang kami berikan pada elemen penilaian ini adalah 2, karena kapasitas penyimpanan bahan setengah jadi yang cukup banyak dan tidak ada sistem penanggalan pada proses penyimpanan bahan setengah jadi. Sehingga bahan setengah jadi yang lama dicampur dengan bahan setengah jadi yang baru, dan lokasinya dibawah sendiri bahan setengah jadi yang lama dan yang dibagian atas adalah bahan setengah jadi yang baru. Padahal proses pengambilan bahan setengah jadi dilakukakn dari atas ke bawah, bukan dari bawah ke atas. Apabila bahan setengah jadi yang lama tidak segera diambil, maka bahan setengah jadi dapat berjamur, lembab atau kadaluarsa. Hal ini dikarenakan umur simpan bahan setengah jadi hanya 1 tahun saja. Usia bahan setengah jadi yang pendek, maka diperlukannya penanggalan pada penyimpanan kerupuk

29

sehingga proses selanjutnya akan diambil berdasarkan produkyang siap diolah dan mengurangi terjadi produk yang kadaluarsa sebelum dijual. Elemen penilaian kelima adaha waktu produksi total hampir seluruhnya merupakan waktu pemrosesan dengan bobot 0,03. Pada elemen ini kami memberikan skor bagus, karena seluruh waktu produksi merupakan waktu pemrosesan. Kemudian elemen keenam adalah penempatan bagian penerimaan dan pengiriman yang pantas dengan bobot 0,02. Skor yang kami berikan pada elemen ini adalah 3 sehingga diperoleh hasil 0,06. Alasan kami memberikan skor bagus karena lokasi penempatan pada bagian penerimaan dekat dengan stasiun kerja pertama dan lokasi pengiriman dekat dengan stasiun kerja terakhir. Kriteria penilaian terakhir adalah lain-lain dengan 3 elemen penilaian saja. Elemen penilaian pertama adalah pelayanan pekerja memadai dengan bobot 0,02. Pada elemen ini kami memberikan skor 3 sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,06. Alasan kami memberikan skor bagus karena seluruh karyawan mendapatkan fasilitas yang memadai dari pemilik industri kerupuk tersebut. Fasilitas yang didapatkan karyawan berupa kamar mandi yang bersih, mesh untuk pekerja yang berasal dari luar kota, kemudian makanan yang disediakan oleh pemilik industri kerupuk tersebut. Elemen penilaian kedua adalah pengendalian kebisingan, kotoran, debu dsb dengan bobot 0,02. Skor yang kami berikan pada elemen ini adalah 1 sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,02. Hal ini disebabkan sebagian peralatan yang jarang dibersihkan karena peralatan digunakan setiap hari. Apabila dilakukan pembersihan peralatan maka dapat mengganggu proses produksi pada saat itu. Elemen yang terakhir adalah pembuangan bahan sisa minimum dengan bobot 0,02. Kami memberikan skor 2 sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,04. Alasan kami memberikan skor kurang dikarenakan masih banyaknya bahan sisa dari pembuatan kerupuk tersebut.

30

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum acara 1 yang berjudul Penilaian Denah dan Tata Letak awal, praktikan mampu : 1. Menggambarkan tata letak awal industri dalam bentuk denah yang ada pada hasil praktikum dengan skala yang telah ditentukan yaitu 1:100. 2. Melakukan penilaian menggunakan tabel skor. Pemberian skor dilakukan pada masing-masing tata letak sesuai dengan kriteria tata letak yang baik. Hasil yang didapat untuk penilaian tata letak adalah 2,43 berdasarkan penjumlahan bobot dikalikan dengan skor pada setiap kriteria penilaian. 3. Mendeskripsikan kondisi umum objek kajian yang belum sepenuhnya masuk dalam kriteria tata letak yang baik. Terutama pada pengendalian kebisingan, kotoran, dan debu, hal ini belum dikendalikan dengan baik.

31

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.

2013.

Tata Letak Fasilitas

dan Ruang Lingkupnya.

Dalam

http://library.binus.ac.id/ecolls/ethesis/bab2/2007-3-00465ti%20bab%202.pdf. Diakses pada tanggal 13 Maret 2013 pukul 17.32 WIB. Anonim. 2013. Mengkomunikasikan Gambar Denah, Potongan, Tampak dan DetailL Bangunan. Dalam http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._

PEND._TEKNIK_ARSITEKTUR/197106071998021-ERNAKRISNA NTO/Menkomunikasikan gambar_tampak_dan_potongan.pdf. Diakses

pada tanggal 8 Maret 2013 pukul 19.05 WIB. K. Susanta, Gatut dan Danang Kusjuliadi P..2007. Cara Praktis Menghitung Kebutuhan Material Rumah. Bogor: Penebar Swadaya. Manek, N J . 2001. Comprehensive Industrial Engineering .Laxmi Publications. New Delhi. Meyers, Fred E.. 2005. Manufacturing Facilities Design ang Material Handling, 3rd Edition. Prentice Hall. USA. Rainbow. 2010. Perancangan Tata Letak. Dalam http://digilib. ittelkom. ac.id/index.php?option=com_content&viewarticle&id=670:tataletak&cati d=25:industri&Itemid=14. Diakses pada tanggal 8 Maret 2013 pukul 20.05 WIB. Tjahjadi, Sunarto. 2002. Data Arsitek. Jakarta: Erlangga. Wignojoesoebroto, sritomo. 2009. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan Edisi 3. Surabaya: Penerbit Guna Swadaya. Yulianto,Widi. 2003. Aplikasi AutoCAD 2002 untuk Pemetaan dan SIG. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Zimmerer, Thomas W., dkk. 2008. Essentials of Entrepreneurship and Small Business Management, 5th ed. Pearson Education, Inc. New Jersey.

32

LAPORAN PRAKTIKUM TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN ACARA 2

PETA KERJA UNTUK EVALUASI TATA LETAK AWAL

KELOMPOK A6 ANGGOTA Febriana Kumala D. Arief Maharani Riska Dian Nur L. Devira Setyastuti Co. Ass Ciptaning Cahyaningrum 11/311492/TP/09950 11/311591/TP/09963 11/311902/TP/09980 11/312278/TP/10006

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

33

2013

34

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Peta kerja merupakan suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas. Melalui peta ini dapat dilihat semua langkah atau kejadian yang dialami oleh suatu bahan mulai dari masuk ke pabrik (berbentuk bahan baku), yang menggambarkan semua langkah yang dialaminya, seperti

transportasi, operasi mesin, pemeriksaan dan perakitan, sampai akhirnya menjadi produk jadi, baik produk lengkap atau merupakan bagian dari suatu produk lengkap. Pembuatan peta kerja sangat penting karena berdasarkan peta kerja yang dibuat dapat dianalisis tata letak suatu industri yang menjadi objek kajian, misal pada objek kajian tersebut proses yang terjadi belum efektif dan efisien misal dalam hal proses operasi, aliran proses serta diagram aliran bahan. Peta proses operasi mencakup semua proses yang terjadi pada bahan yang diolah dari bahan mentah menjadi bahan jadi. Peta aliran proses menggambarkan proses operasi namun lebih lengkap. Pada peta aliran proses, terdapat proses transportasi dan delay. Sedangkan diagram alir menggambarkan aliran perpindahan bahan yang terjadi dalam industri tersebut. Oleh sebab itu praktikan melakukan analisis terhadap peta kerja agar dapat dilakukan evaluasi terhadap tata letak dari industri yang dijadikan sebagai objek kajian praktikan. Dengan membuat peta kerja dari tata letak awal industri tersebut, maka praktikan dapat melakukan evaluasi tata letak awal yang sudah ada sehingga diharapkan tata letak industri yang menjadi objek kajian dapat menjadi lebih baik.

35

B. Tujuan Tujuan dari praktikum tata letak dan penanganan bahan acara 2 yang berjudul Peta Kerja untuk Evaluasi Tata Letak Awal adalah: 1. Praktikan dapat membuat peta kerja seperti peta proses operasi, peta aliran proses, diagram aliran (bagan tali), peta dari-ke, berdasarkan proses produksi yang terjadi, lengkap dengan data peralatan dan waktu proses. 2. Praktikan dapat mengevaluasi tata letak berdasarkan peta kerja yang dibuat. 3. Praktikan dapat menganalisis kelebihan dan kekurangan tata letak yang ada sekarang.

36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Peta kerja merupakan suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dengan jelas, dimana dapat digunakan untuk berkomunikasi secara luas, melalui peta kerja ini kita dapat sekaligus memperoleh informasiinformasi yang diperlukan untuk memperbaiki metode kerja khususnya kerja produksi (Sutalaksana,1979). Peta proses operasi adalah peta yang menggambarkan urutan operasi yang dilalui suatu produk. Peta proses operasi memperlus peta rakitan dengan menambahkan setiap operasi ke dalam gambaran grafis pola aliran pertama yang telah dikembangkan. Keuntungan dan kegunaan peta proses operasi adalah (Hadiguna, 2008): a. Mengombinasikan lintasan produksi dan peta rakitan, sehingga memberikan informasi yang lebih lengkap. b. Menunjukan operasi yang harus dilakukan setiap komponen. c. Menunjukan urutan operasi tiap komponen. d. Menunjukan urutan fabrikasi dan rakitan tiap komponen. e. Menunjukan kerumitan nisbi fabrikasi tiap komponen. f. Menunjukan hubungan tiap komponen. g. Menunjukan panjang nisbi lintasan fabrikasi dan ruang yang dibutuhkan. h. Menunjukan titik tempat komponen memasuki proses. i. Menunjukan tingkat kebutuhan sebuah rakitan. j. Membedakan antara komponen yang dibeli dan dibuat. k. Membantu perencanaan tempat kerja mandiri. Peta proses operasi (operation process chart) umumnya digunakan untuk menggambarkan urut-urutan kerja khusunya untuk kegiatan-kegiatan yang produktif sja seperti operasi dan inspeksi. Dengan kata lain, pada peta proses operasi, akan menunjukkan langkah-langkah secara kronologis dari semua operasi inspeksi, waktu longgar dan bahan baku yang digunakan di dalam satu proses

37

manufacturing yaitu dimulai dari datangnya bahan baku sampai ke proses pengemasan (packaging) dari produ jadi yang dihasilkan. Diagram aliran pada dasarnya persis sama dengan peta aliran proses. Hanya saja penggambarannya dilakukan di atas gambar layout dari fasilitas kerja. Tujuan pokok dalam pembuatan flow diagram adalah untuk mengevaluasi langkah-langkah proses dalam situasi yang lebih jelas, di samping tentunya bisa dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan-perbaikan di dalam desain layout fasilitas produksi yang ada. Peta aliran proses adalah suatu peta yang akan menggambarkan semua aktivitas baik produktif maupun tidak produktif yang terlibat dalam proses pelaksanaan kerja (Wignjosoebroto, 1993). Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan operasi dan pemeriksaan (Ulrich, 2000). Jadi, dalam suatu peta proses operasi yang dicatat hanyalah kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan saja. Peta Proses Operasi juga disebut garis bagan proses. Bagan proses operasi memberikan pandangan dari seluruh proses dengan hanya merekam kegiatan utama dan inspeksi yang terlibat dalam proses. Peta Proses Operasi hanya menggunakan dua symbol yaitu operasi dan inspeksi. Peta Proses Operasi sangat membantu untuk (Kumar, 2006): a. Memvisualisasikan urutan lengkap dari operasi dan pemeriksaan dalam proses b. Mengetehui di mana operasi yang dipilih cocok untuk rincian ke dalam seluruh proses c. Dalam Peta Proses Operasi, representasi grafis dari poin di mana bahan diperkenalkan ke proses serta apa operasi dan inspeksi akan ditampilkan pada tampilan peta proses operasi tersebut. Diagram Alir (flowchart) adalah gambar dari rangkaian langkah-langkah dari sebuah proses (Sprankle, 2006). Grafis yang disajikan berupa gambar-gambar notasi yang setiap bentuk memiliki arti tersendiri. Beberapa notasi diagram alir yang umum digunakan untuk pemrograman ditunjukkan oleh Tabel 1.

38

Ada dua kemungkinan yang menimbulkan perlunya penilaian tata letak (Anonim, 2013): 1. Evaluasi tata letak yang ada dengan tujuan mencari peluang perbaikan. 2. Evaluasi terhadap tata letak alternative untuk suatu masalah atau proyek tunggal. Tetapi untuk melakukan evaluasi dibutuhkan perlakuan-perlakuan yang mencakup: 1. Kriteria yang dikembangkan pada awal proses tata letak. 2. Kriteria tata letak atau ukuran yang menentukan tata letak yang baik. 3. Perbandingan atas modal (ROI) dari fasilitas baru.

39

Pada dasarnya peta-peta bisa dibagi kedalam dua kelompok besar berdasarkan kegiatannya, yaitu (Anonim, 2013): 1. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja keseluruhan. 2. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja setempat. Dalam hal ini tentunya kita harus bisa membedakan antara kegiatan kerja keseluruhan dan kegiatan kerja setempat. Disebut keseluruhan jika melibatkan sebagian besar atau semua sistem kerja yang diperlukan untuk membuat produk yang bersangkutan. Sementara yang dimaksud dengan kegiatan kerja setempat, apabila hal itu menyangkut hanya satu sistem kerja saja yang biasanya melibatkan orang dan fasilitas dalam jumlah terbatas. Peta aliran proses (flow process chart) menunjukkan urutan operasi., pemeriksaan, transportasi, menunggu, dan penyimpanan yang terjadiselama proses. Berisi informasi untuk menganalisis tiap komponen atau assembly. Berguna untuk mengetahui aliran bahan mulai masuk proses sampai aktivitas akhir, mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan selama proses, alat melakukan perbaikan proses atau metode kerja, serta memberi informasi waktu penyelesaian proses (Anonim, 2013). Keuntungan utama dari penggambaran peta aliran proses ini adalah langkah-langkah proses baik yang bersifat produktif (operasi dan inspeksi) ataupun tidak produktif (transportasi, menunggu, dan menyimpan) . Dengan peta aliran proses maka akan dapat diperoleh keuntungan atas perbaikan proses, antara lain (Anonim, 2013): 1. Mengurangi operasi-operasi yang tidak perlu atau mengkombinasikannya dengan operasi yang lain. 2. Mengurangi aktivitas handling yang tidak efisien. 3. Mengurangi jarak perpindahan material dari satu operasi ke operasi yang lain. 4. Mengurangi waktu yang terbuang percuma karena kegiatan yang tidak produktif seperti menunggu atau transportasi.

40

BAB III METODE PRAKTIKUM

A. Pembuatan PPO Pada baris teratas ditulis Peta Proses Operasi, diikuti informasilain seperti nama obyek, nama pembuat peta, tanggal dipetakan, nomor peta

Bahan yang akan diproses ditulis diatas garis horizontal. Jika bahan lebih dari satu, bahan utama atau bahan yang mengalami operasi terbanyak digambarkan di bagian paling kanan kertas.

Digambarkan dengan garis menurun, menunjukkan adanya operasi dan inspeksi yang dialami dengan menggunakan lambang lingkaran dan bujur sangkar. Disebelah kanan lambang lingkaran atau bujur sangkar, dituliskan informasi nama operasi/inspeksi, kondisi operasi, mesin yang digunakan atau stasiun kerja yang melaksanakan operasi/inspeksi. Disebelah kiri lambang bulatan atau bujur sangkar, dituliskan waktu yang diperlukan.

Bahan tambahan yang mengalami operasi/inspeksi digambarkan di sebelah kiri bahan utama/bahan dengan proses terpanjang.
41

Bahan tambahan yang tidak mengalami operasi (dibeli langsung dipakai) digambarkan langsung di titik bahan tersebut bergabung.

Penomoran kegiatan operasi atau inspeksi dilakukan secara berurutan sesuai dengan urutan operasi atau inspeksi yang terjadi.

Setelah PPO selesai dibuat, dituliskan ringkasan jumlah kegiatan operasi dan inspeksi

B. Pembuatan PAP Formulir PAP dibuat seperti contoh

Diisi sesuai dengan kegiatan yang diamati

Aliran bahan/orang yang diamati ditentukan


42

Kolom sebelah kanan dilengkapi dengan data seperti : jarak perpindahan, jumlah orang terlibat, waktu yang dibutuhkan, metode perpindahan, frekuensi pemindahan, nomor departemen, dan lain-lain.

Dilanjutkan ke seluruh proses

Dalam penentuan langkah, diharuskan mengikuti satu orang atau satu obyek saja

Peta dikaji untuk kemungkinan perbaikan

43

C.

Pembuatan Diagram Alir Dengan menggunakan dengan denah yang sudah diperoleh di acara 1, aliran bahan yang ada diatas denah tersebut digambarkan

Dibuat dengan memindahkan lambang-lambang pada peta aliran proses ke dalam diagram aliran, dari awal sampai akhir proses.

Lambang-lambang dihubungkan dengan garis untuk menunjukkan lintasan perjalanan bahan.

Pengamatan dilakukan : Lokasi kritis : banyak garis yang berpotongan yang menggambarkan lintasan pemindahan bahan yang padat Perpindahan bolak-balik (back-tracking)

Lambang-lambang dihubungkan dengan garis untuk menunjukkan lintasan perjalanan bahan.

Pengamatan dilakukan : Lokasi kritis : banyak garis yang berpotongan yang menggambarkan lintasan pemindahan bahan yang padat Perpindahan bolak-balik (back-tracking)

44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil 1. Peta Proses Operasi (terlampir) 2. Peta Aliran Proses (terlampir) 3. Diagram Alir (terlampir)

B. Pembahasan Pada praktikum acara 2 Tata Letak Penanganan Bahan dengan judul Peta Kerja Untuk Evaluasi Tata Letak Awal ini bertujuan untuk dapat membuat peta kerja seperti peta proses operasi, peta aliran proses, diagram aliran (bagan tali), peta dari-ke, berdasarkan proses produksi yang terjadi, lengkap dengan data peralatan dan waktu proses, dapat mengevaluasi tata letak berdasarkan peta kerja yang dibuat dan menganalisis kelebihan dan kekurangan tata letak yang ada sekarang. Objek dalam peta kerja ini adalah proses pembuatan kerupuk yang berada di Jalan Janti Gg. Nuri 66 Gedong Kuning, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Peta kerja merupakan suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas. Dalam peta ini dapat dilihat semua langkah atau kejadian oleh suatu benda kerja dari mulai masuk pabrik (berbentuk bahan baku) kemudian menggambarkan semua langkah yang dialami seperti transportasi, operasi mesin, pemeriksaan dan perakitan, sampai akhirnya produk jadi, baik produk lengkap atau merupakan bagian dari suatu produk lengkap. Pada dasarnya, semua perbaikan tersebut ditujukan untuk mengurangi biaya produksi secara keseluruhan, dengan demikian peta ini merupakan alat yang baik untuk

45

menganalisa suatu pekerjaan sehingga mempermudah dalam perencanaan perbaikan kerja. Peta kerja adalah alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas sekaligus mendapatkan informasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metode kerja. Lewat peta kerja dapat diketahui semua langkah kegiatan atau kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja mulai dari bahan masuk pabrik kemudian menggambarkan semua langkah yang dialaminya. Berdasarkan kegiatannya, peta kerja dibagi dalam 2 kelompok, yaitu : 1. Peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja secara keseluruhan: a. Peta Proses Operasi (OPC) b. Peta Aliran Proses (FPC) c. Peta Proses Kelompok Kerja (GPC) d. Assembly Chart (AC) e. Diagram Aliran (FD) 2. Peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja setempat: a. Peta Pekerja dan Mesin b. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan operasi dan pemeriksaan sejak dari awal sampai menjadi produk jadi utuh dengan menyertakan informasi seperti waktu yang digunakan per operasi, bahan yang digunakan, alat yang digunakan, dan operasi serta inspeksi yang dilakukan. Peta proses kerja menjadi acuan dalam melakukan perancangan tata letak pabrik baru dan pembuatan kerja lainnya, sebagai contoh peta aliran proses. Dalam peta proses operasi, hanya kegiatan yang produktif yang digambarkan, dan semua bahan baku yang digunakan dalam proses produksi dibuat dalam satu peta proses operasi. Peta Aliran Proses suatu diagram yang menunjukkan urutan-urutan operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu, dan penyimpanan yang terjadi selama satu proses atau prosedur berlangsung, serta di dalamnya memuat pula informasi-informasi yang diperlukan untuk analisis seperti waktu yang dibutuhkan

46

dari jarak perpindahan. Pada prinsipnya peta aliran proses hampir sama dengan peta proses operasi. Perbedaannya hanyalah pada peta aliran proses terdapat kegiatan transportasi dan penundaan (delay) disertai dengan waktu jarak perpindahannya, sedangkan pada peta proses operasi hanya terdapat proses operasi dan inspeksi serta diakhiri dengan penyimpanan. Peta aliran proses dibuat untuk tiap jenis bahan baku sehingga setiap satu bahan baku yang mengalami proses atau inspeksi memiliki satu peta aliran proses. Diagram Aliran merupakan diagram yang menggambarkan langkahlangkah yang digambarkan diatas tata letak yang menunjukkan lokasi dari semua aktivitas yang terjadi dalam peta aliran proses. Aktivitas pergerakan suatu material atau orang dari suatu tempat ketempat berikutnya dinyatakan oleh garis aliran dalam diagram tersebut. Arah aliran digambarkan oleh anak panah kecil pada garis aliran tersebut. Tujuan adalah untuk mengevaluasi langkah-langkah proses dalam situasi yang jelas serta dapat dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan-perbaikan didalam desain layout fasilitas produksi yang ada. Dalam diagram aliran ini , hal yang dapat diamati adalah lokasi kritis yaitu diketahui dengan banyaknya garis potong yang menggambarkan lintasan perpindahan bahan yang terdapatnya perpindahan bolak-balik atau disebut dengan Back-Tracking. Peta proses operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan-bahan baku mengenai urutanurutan operasi dan pemeriksaan dari tahap awal sampai menjadi produk jadi atau komponen, dan memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk menganalisis lebih lanjut seperti waktu, material, tempat, alat, dan mesin yang digunakan. Informasi-informasi yang diperoleh dari peta proses operasi memiliki beberapa manfaat antara lain : 1. Mengetahui kebutuhan terhadap mesin dan anggarannya. 2. Memperkirakan kebutuhan terhadap bahan baku dengan memperhitungkan efisiensi tiap operasi dan pemeriksaan. 3. Menentukan tata letak pabrik. 4. Melakukan perbaikan cara kerja yang sedang digunakan. 5. Melatih cara kerja

47

6. Mengetahui jumlah dan urutan operasi yang harus dilakukan terhadap bahan. 7. Mengidentifikasi kesulitan yang mungkin timbul dalam aliran produksi. Peta proses operasi dapat digambarkan dengan baik apabila menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Membuat judul Peta Proses Operasi dan identifikasi nama obyek, nama pembuat peta, tanggal dipetakan, nomor peta, dan nomor gambar. 2. Material yang digunakan ditempatkan di atas garis horizontal, yang menunjukkan bahwa material tersebut masuk ke dalam proses. 3. Garis vertikal, menunjukkan adanya operasi dan atau inspeksi yang dialami dengan menggunakan lambang lingkaran dan bujur sangkar. Di sebelah kanan lambang lingkaran atau bujur sangkar, tuliskan informasi nama operasi/inspeksi, kondisi operasi, mesin yang digunakan atau stasiun kerja yang melaksanakan operasi/ inspeksi. Di sebelah kiri lambang bulatan atau bujur sangkar , tuliskan waktu yang diperlukan. 4. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut atau sesuai dengan proses yang terjadi. 5. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi. 6. Produk yang biasanya paling banyak memerlukan operasi, harus dipetakan terlebih dahulu dan berarti dipetakan dengan garis vertikal di sebelah kanan halaman kertas. 7. Setelah PPO selesai dibuat, dituliskan ringkasan jumlah kegiatan operasi dan inspeksi. Peta proses operasi dalam pembuatan kerupuk terdiri dari 20 operasi, 18 inspeksi dan 1 penyimpanan. Proses operasi berlangsung selama 1155 menit (19 jam 25 menit). Operasi pertama ialah penimbangan tepung kanji sebagai bahan baku kerupuk yaitu sebanyak 60 Kg, diikuti dengan adanya inspeksi (inspeksi pertama), inspeksi yang dimaksud disini ialah ada pemeriksaan akan berat tepung kanji yang akan di pakai dalam proses pembuatan kerupuk, apakah massa yang dibutuhkan sudah sesuai atau belum. Penimbangan dilakukan dengan

48

menggunakan timbangan. Operasi ke-2, penimbangan bawang sebanyak 5 Kg sebagai bahan tambahan dalam pembuatan kerupuk dengan menggunakan timbangan. Terdapat inspeksi (inspeksi ke-2) dalam operasi ke-dua ini, yaitu memeriksa massa bawang yang akan dipakai, apakah sudah sesuai. Operasi ke-3, penimbangan ikan laut sebanyak 4 Kg yang juga berperan sebagai bahan tambahan dengan menggunakan timbangan. Ada inspeksi (inspeksi ke-3) dalam operasi ini, pemeriksaan akan massa ikan laut yang di pakai untuk di campur dengan tepung kanji sebanyak 60 Kg. Operasi ke-4, penimbangan garam sebanyak 16 Kg sebagai bahan tambahan dengan menggunakan timbangan. Terdapat inspeksi (inspeksi ke-4) dalam operasi ini, pemeriksaan akan massa garam apakah sudah sesuai atau belum. Operasi ke-5, penimbangan penyedap rasa sebagai bahan tambahan juga. Terdapat inspeksi (inspeksi ke-5) dalam operasi ini, adanya pemeriksaan akan massa penyedap rasa yang digunakan. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan. Kemudian Operasi ke-6, pengukuran volume air sebesar 300 liter dengan menggunakan gelas ukur. Terdapat inspeksi (inspeksi ke6) dalam operasi ini, inspeksi mengenai volume air yang dipakai apakah sudah cukup atau belum untuk melemaskan adonan. Operasi ke-7, perebusan air dilakukan selama 90 menit. Dalam proses perebusan ini melibatkan operasi dan inspeksi (inspeksi ke-7), inspeksi akan mendidihnya air. Masuk ke dalam proses pembuatan kerupuk, langkah-langkah pembuatan kerupuk adalah sebagai berikut: 1. Melakukan penimbangan bahan baku dan bahan tambahan dengan menggunakan timbangan, dalam hal ini melibatkan proses operasi dan inspeksi. 2. Melakukan pencampuran antara bahan baku dengan bahan tambahan dalam bak pencampuran, proses ini merupakan operasi ke-8. Pada pencampuran bahan tidak melibatkan inspeksi melainkan hanya operasi. Operasi pencampuran bahan ini berlangsung selama 15 menit. 3. Bahan-bahan di aduk secara manual selama 30 menit, melibatkan operasi dan inspeksi. Langkah 3 ini merupakan operasi ke-9 dan terdapat inspeksi (inspeksi ke-8). Inspeksi apakah bahan telah tercampur secara merata dilakukan.

49

4. Setelah itu, adonan masuk ke dalam proses penggilingan dengan mesin giling yang melibatkan operasi dan inspeksi. Penggilingan merupakan operasi ke-10 dan ada inspeksi (inspeksi ke-9) akan tekstur adonan, apabila tekstur sudah sesuai maka masuk ke dalam proses selanjutnya. Tekstur yang dimaksud adalah sampai adonan menjadi kalis.Proses penggilingan berlangsung selama 40 menit. 5. Pengepresan adonan dilakukan dengan mesin pres, melibatkan operasi (operasi ke-11) dan inspeksi (inspeksi ke-10). Ketebalan yang diinginkan ialah 1 cm, inspeksi dilakukan untuk memeriksa ketebalan adonan yang dihasilkan oleh mesin pres. Apabila adonan terlalu tebal maka pengepresan diulang sebanyak 3 kali pengulangan. 6. Pencetakan kerupuk dengan menggunakan alat pencetak Bossan dilakukan selama 60 menit. Dalam langkah ini melibatkan operasi (operasi ke-14) dan inspeksi (inspeksi ke-13). Adonan dicetak dengan mesin Bossan, ketika hasil cetakan tersebut tidak bagus yaitu kerupuk yang dihasilkan tipis maka dilakukan pemisahan. Bentuk cetakan yang tidak bagus (tipis) diletakkan di bak khusus yang nantinya akan diolah kembali. 7. Hasil cetak yang bagus masuk kedalam proses pengukusan yang melibatkan operasi (operasi ke-15) dan inspeksi (inspeksi ke-14). Pengukusan dilakukan dengan menggunakan ketel uap selama 5 menit. Selama pengukusan dilakukan pemeriksaan akan suhu ketel uap. 8. Penjemuran dilakukan secara manual selama 7 jam. Penjemuran ini dilakukan dengan bantuan sinar matahari, selama penjemuran melibatkan operasi (operasi ke-16) dan inspeksi (inspeksi ke-15). Kerupuk yang dijemur akan diperiksa apakah sudah kering atau belum secara manual. 9. Pengovenan dilakukan untuk mengurangi kadar air kerupuk yang telah dijemur sehingga benar-benar kering. Pengovenan dilakukan

menggunakan oven selama 3 jam bahan bakarnya bukan kayu melainkan menggunakan LPG dan proses pengovenan ini melibatkan operasi (operasi ke-17) dan inspeksi (inspeksi ke-16). Inspeksi dilakukan untuk melihat apakah kerupuk sudah cukup kering atau belum, dan sekaligus dilakukan perollingan, seperti kerupuk yang tadinya diatas di pindah ke bagian

50

bawah, dsb, ini dilakukan supaya semua kerupuk dalam oven keringnya merata. 10. Penimbangan kerupuk dilakukan sebelum dilakukan penggorengan. Penimbangan dengan timbangan melibatkan operasi (operasi ke-18) dan inspeksi (inspeksi ke-17). Pekerja yang menimbang kerupuk memeriksa apakah kerupuk yang ditimbang sudah sesuai dengan yang diminta atau belum. Penimbangan kerupuk biasanya untuk sekali timbang mencapai 100 kerupuk. 11. Melakukan penggorengan secara manual selama 3 jam dengan minyak goreng dan bahan bakarnya ialah kayu bakar. Terdapat operasi (operasi ke19) dan inspeksi (inspeksi ke-18) dalam proses penggorengan. Dilihat apakah kerupuk sudah matang dan tidak terlewat matang. 12. Penirisan dilakukan untuk mengurangi kadar minyak pada kerupuk. Penirisan ini berlangsung 1 menit dalam sekali penggorengan dan hanya melibatkan operasi (operasi ke-20). 13. Dilakukan penyimpanan kerupuk, baik dalam rombong atau dalam plastik. Peta aliran proses pada pembuatan kerupuk yang kami kunjungi memiliki beberapa aliran proses menurut bahan-bahannya. Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan kerupuk adalah tepung tapioka atau tepung kanji, bawang putih halus, ikan laut, garam, penyedap dan air, sehingga apabila dijumlahkan terdapat 6 peta aliran proses. Menurut aliran proses dari keseluruhan bahan, tepung kanji memilik aliran proses yang sangat panjang. Hal ini disebabkan oleh tepung kanji yang merupakan bahan utama dari proses pembuatan kerupuk ini, sedangkan bahan yang lain merupakan bahan tambahan. Jadi peta aliran proses bahan tambahan lebih pendek bila dibandingkan dengan peta aliran proses bahan utama. Peta aliran proses pertama adalah pengolahan bahan tepung kanji dengan aliran yang ada saat ini. Tepung tapioka atau tepung kanji yang sudah ada di lokasi penyimpanan dipersiapkan terlebih dahulu. Proses persiapan bahan ini memiliki elemen pekerjaan berupa operasi saja. Hal ini dikarenakan pada proses persiapan bahan, tidak terjadi adanya pengukuran ataupun penghitungan, yang terjadi hanyalah mempersiapkan bahan, Kemudian setelah tepung tapioka sudah siap, maka dilakukan pemindahan bahan dari lokasi penyimpanan ke lokasi

51

penimbangan. Pada proses ini ditandai dengan simbuk panah yang berarti transportasi. Transportasi dari lokasi penyimpanan menuju lokasi penimbangan dilakukan secara manual karena jarak antara lokasi penyimpanan dan penimbangan yang sangat berdekatan. Selain itu kedua lokasi tersebut masih dalam satu ruangan. Jarak antara lokasi penyimpanan dengan lokasi penimbangan adalah 1,5 meter dengan waktu tempuh kurang lebih 15 detik untuk satu kali transportasi. Tepung tapioka yang sudah siap di lokasi penimbangan langsung ditimbang. Proses penimbangan ini ditandai denga simbol lingkaran dan persegi empat sama sisi yang berarti operasi dan inspeksi. Terjadinya operasi dan inspesksi dalam satu elemen pekerjaan karena proses penimbangan membutuhkan operasi dari pekerja serta pengecekan ukuran bahan baku yang ditimbang. Pengecekan ini dilakukan untuk menghindari adanya takaran bahan yang salah sehingga mempengaruhi hasil akhir dari kerupuk tersebut. Jumlah tepung tapioka yang ditimbang adalah 60 kilogram dengan waktu 90 detik. Timbangan yang digunakan pada proses ini adalah timbangan yang berukuran besar yang biasanya digunakan untuk mengukur beras. Setelah tepung tapioka ditimbang dan massanya sudah sesuai dengan kebutuhan produksi, kemudian tepung tapioka tersebut dipindahkan menuju bak pencampuran. Proses ini merupakan proses transportasi yang ditandai dengan tanda panah. Jarak antara lokasi penimbangan dengan bak pencampuran adala 2 meter dengan waktu tempuh 120 detik dan massa yang sama yaitu 60 kilogram. Proses pemindahan dilakukan secara manual karena lokasinya yang berdekatan dan masih dalam satu ruangan, sehingga proses transportasinya pun berlangsung dengan cepat. Tepung tapioka yang sudah

berada dalam bak penampung, kemudian dilakukan proses pencampuran dengan bahan tambahan dengan berat 25 kilogram dan 300 liter air. Jadi jumlah massa total setelah ditambah dengan bahan tambahan adalah 85 kilogram ditambah 300 liter air. Proses pencampuran bahan baku dengan bahan tambahan dilakukan di dalam bak pencampuran dengan lama proses pencampuran selama 30 menit. Hal yang menyebabkan proses pencampuran dilakukan sedikit lama adalah untuk menghindari terjadinya penggumpalan bubur adonan, menjaga agar adonan tercampur merata, menghindari terjadinya cipratan bubur yang masih panas ke operator pengaduk dan menghindari terjadinya tumpahan-tumpahan bahan pada

52

saat proses pencampuran. Apabila hal ini terjadi, maka skala produksi dapat berkurang serta berbahaya pula bagi operator. Setelah bubur adonan telah jadi, kemudian dilakukan proses transportasi dari bak pencampur ke mesin penggiling. Proses transportasi ini dilakukan secara manual dengan bantuan ember kecil. Ember kecil digunakan untuk membantu proses pengambilan dari bak yang kemudian ditransportasikan menuju mesin penggiling. Jarak antara bak pencampur dengan mesin penggiling adalah 1,25 meter dan waktu yang diperlukan untuk memindahkan bubur kanji ke dalam mesin penggiling adalah 5 menit. Alat ini dipilih karena apabila menggunakan ember yang besar, operator akan membutuhkan tenaga yang ekstra kemudian operator juga akan mudah mengalami kelelahan. Sehingga ember yang dipilih adalah ember kecil, meskipun perlu melakukan proses transportasi bubur adonan berulang kali, namun operator merasa nyaman untuk membawanya sehingga pekerja tidak mengalami kelelahan dalam jangka waktu yang cepat. Selain itu, dapat menghindari cedera otot-otot ketika membawa bubur adonan dalam ukuran yang kecil-kecil. Kemudian proses berikutnya adalah penggilingan bubur kanji, penggilingan ini dilakukan hingga adonan menjadi kalis. Untuk mendapatkan adonan yang kalis dan siap untuk dicetak membutuhkan waktu sekitar 40 menit untuk satu kali penggilingan. Proses ini mengalami oprasi penggilingan serta inspeksi pengecekan kekaliasan adonan. Adonan yang sudah kalis dipindahkan ke meja tunggu secara manual dengan bantuan karung. Proses pemindahan ini berlangsung selama kurang lebih 3 menit dengan jarak tempuh sekitar 2 meter. Proses pemindahan ini cukup lama karena sulitnya mengeluarkan adonan yang masih menempel dari mesin penggiling. Proses pemindahan adonan yang sudah kalis ini dinamakan proses transportasi yang disimbolkan dengan gambar berbentuk panah. Adonan yang sudah berada dalam meja tunggu mengalami sedikit penundaan. Hal ini disebabkan kecepatan antara mesin pencetak dan mesin penggiling yang berbeda, sehingga untuk menunggu mesin pencetak selesai mencetak adonan yang sudah selesai digiling mengalami waktu penundaan. Pada waktu penundaan, adonan yang sudah kalis diberi perlakuan dengan menutup adonan dengan karung atau plastik. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi produk serta untuk menghindari adanya pengembangan produk yang tidak sesuai. Ketika mesin pencetak akan selesai

53

mencetak, adonan yang berada di meja tunggu segera dilakukan pemindahan ke mesin pengepressan. Jarak antara meja tunggu dengan mesin pengepressan adalah 1 meter sehingga waktu tempuhnya lebuh singkat yaitu 1 menit. Proses pemindahan adonan dari meja tunggu ke mesin pengepres merupakan proses transportasi yang ditandai dengan simbol panah. Adonan yang sudah berada di mengepresan langsung dipress hingga ketebalan 1 cm. Pengepresan ini dibantu dengan mesin pengepres yang dikerjakan oleh 2 operator. Operator pertama yang menekan adonan agar masuk ke mesin pengepress, operator kedua mengambil hasil pengepresan dari bawah. Waktu yang diperlukan untuk satu kali pengepresan kurang lebih 2,5 menit. Untuk proses ini memang cukup singkat karena mesin sudah diatur sedemikian rupa untuk mengepres pada ketebalan 1 cm dengan cepat. Pengepresan ini mengalami dua proses, yaitu opersai pengepresan serta inspeksi pengejekan ketebalan. Setelah adonan memiliki ketebalan yang sesuai maka adonan dilakukan pemindahan dari mesin pengepres ke mesin pencetak. Jarak antara mesin pengepres dengan mesin pencetak memiliki jarak yang berbeda-beda, karena ada 2 mesin pencetak yang beroprasi namun jaraknya tidak berdekatan. Untuk mesin pencetak besar memiliki jarak 1,25 meter dengan waktu tempuh untuk mengisi mesin cetakan hingga penuh adalah 1,5 menit. Sedangkan untuk mesin pencetak 2 yang memiliki jarak 5 meter memerlukan waktu sektar 3 menit untuk mengisi mesin pencetak dengan adonan sampai penuh. Pemindahan adonan yang telah dipress ke mesin penceratan mengalami proses transportasi yang dilambangkan dengan lambang panah. Adonan yang sudah siap di dalam mesin pencetak langsung dilakukan proses pencetakan. Proses ini berlangsung selama kurang lebih 40 menit untuk satu kali adonan. Pada saat proses pencetakan, sebelum adonan keluar dari mesin pencetak, alas dari mesin pencetak dilapisi dengan strimin silikon yang nantinya bermanfaat untuk memudahkan dalam pemindahan adonan, proses penyortiran, serta proses pemetikan. Pencetakan ini mengalami dua proses, yaitu operasi pencetakan itu sendiri serta inspeksi pengecekan kecepatan serta ketebalan. Setelah adonan keluar dari mesin pencetak dan membentuk kerupuk, maka dilakukan proses sortasi. Adonan disortir berdasarkan bentuk dan kelayakan hasil cetakan. Proses ini dilakukan secara manual dan dilakukan oleh 1 operator. Penyortiran ini

54

memiliki satu operasi saja, yaitu inspeksi mengecek ukuran kerupuk setelah dicetak. Kemudian setelah dilakukan proses penyortiran, kerupuk dipindahkan dari lokasi pencetakan ke lokasi pengukusan. Jarak antara mesin cetak 1 dengan mesin pengukusan adalah 2 meter dan antara mesin cetak 2 ke mesin pengukus adalah 3 meter dengan watu tempuh 40 detik untuk satu kali pengangkutan. Kerupuk yang sudah berada di mesin pengukusan segera dikukus dengan ketel uap selama 5 menit. Kemudian kerupuk dikeluarkan dan dipindahkan kelokasi penataan kerupuk di alas jemur. Tahapan pemindahan ini merupakan proses transportasi yang dilambangkan dengan simbol panah. Kemudian kerupuk dilakukan penataan di atas alas bambu yang kegiatan ini merupakan operasi penataan. Kerupuk yang sudah tertata rapi kemudian dijemur. Industri kerupuk ini memiliki dua lokasi penjemuran, lokasi penjemuran pertama berjarak 10,6 meter sedangkan lokasi penjemuran kedua adalah 15 meter. Kemudian kerupuk dijemur di dibawah sinar matahari, proses ini merupakan proses operasi penjemuran. Kerupuk yang dijemur tadi, lalu dibawa ke lokasi pemetikan dengan jarak dari lokasi penjemuran 1 adalah 4,5 meter dan lokasi penjemuran 2 adalah 22 meter. Kerupuk yang masih menempel pada strimin-strimin tersebut dilakukan pemetikan secara manual. Tahapan ini dinamakan operasi pemetikan yang dilambangkan dengan simbol lingkaran. Kemudian kerupuk kembali dijemur di lokasi penjemuran. Kerupuk mengalami proses transportasi dari lokasi pemetikan ke lokasi penjemuran. Yang kemudian dilanjutkan dengan proses operasi penjemuran di bawah sinar matahari. Total waktu yang diperlukan untuk melakukan proses penjemuran di bawah sinar matahari adalah 7 jam Setelah kerupuk cukup kering, kerupuk dipindahkan ke mesin pengovenan untuk melakukan proses berikutnya. Proses transportasi ini dilakukan secara manual. Lalu kerupuk dilakukan proses pengovenan selama kurang lebih 3 jam. Tahapan pengovenan merupakan operasi pengeringan serta inspeksi pengecekan tingkat kekeringannya. Kerupuk yang telah selesai dioven kemudian mengalami proses tnasportasi menuju lokasi penimbangan. Proses transportasi ini dilakukan secara manual dengan jarak antara lokasi pengovenan dengan lokasi penimbangan bahan setengah jadi adalah 2 meter. Lalu kerupuk ditimbang menggunakan timbangan. Tahapan ini merupakan operasi penimbangan dan inspeksi pengecekan ukuran.

55

Kerupuk yang telah selesai ditimbang kemudian dipindahkan ke lokasi penggorengan dengan jarak 5 meter dan waktu tempuh 40 detik. Kemudian kerupuk digoreng menggunakan 2 wajan, wajan pertama dengan minyak manas dan wajan kedua dengan minyak sangat panas. Kedua wajan ini saling menempel sehingga tidak memiliki jarak, selain itu proses penggorengan juga dalam 1 waktu. Untuk memperoleh kerupuk yang matang, renyah, dan berwarna purih, diperlukan waktu 1 menit untuk satu kali penggorengan. Kerupuk yang sudah selesai digoreng kemudian ditiriskan dalam waktu 1 menit. Tahapan penggorengan ini merupakan proses operasi penggorengan serta inspeksi pengecekan tingkat kematangan kerupuk. Apabila penirisan dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama, maka akan merusak tekstur dari kerupuk tersebut. Proses penirisan ini hanya melewati operasi penirisan saja. Kemudian kerupuk dipindahkan ke plastik atau rombong dengan cara manual dan berjarak kurang lebih 5 meter dari lokasi penirisan. Peta aliran proses kedua adalah pengolahan bawang putih. Bawang putih yang sudah halus dipersiapkan terlebih dahulu di dalam baskom. Tahap persiapan ini mengalami proses operasi yang dilambangkan dengan bentuk lingkaran. Bawang putih yang sudah siap di dalam baskom dilakukan pemindahan dari lokasi persiapan ke lokasi penimbangan. Jarak lokasi persiapan dengan lokasi penimbangan adalah 22 meter dengan waktu tempuh 1,5 menit. Tahapan

pemindahan ini merupakan proses transportasi yang ditandai dengan dimbol panah. Pemindahan bawang putih dilakukan secara manual dengan bantuan baskom yang berisi bawang putih tadi. Bawang putih yang sudah halus tadi ditimbang dengan massa 5 kilogram menggunakan timbangan besar dengan waktu 20 detik. Tahapan penimbangan ini dinamakan proses operasi penimbangan serta inspeksi pengecekan ukuran. Proses operasi penimbangan ditandai dengan simbol lingkaran sedangkan inspeksi pengecekan ukuran dilambangkan dengan simbaol persegi empat sama sisi. Bawang putih yang massanya sudah mencapai 5 kilogram segera dipindahkan ke bak pencampuran. Tahapan pemindahan ini dinamakan proses transportasi yang ditandai dengan lambang panah. Jarak antara lokasi penimbangan dengan bak penampung adalah 2 meter. Kemudian bawang putih dicampur dengan bahan baku yaitu tepung kanji serta bahan tambahan lain.

56

Pencampuran bawang putih ini melewati dua proses, yaitu proses operasi pencampuran yang dilambangkan lingkaran dan inspeksi pengengecekan kekentalan bubur kanji yang dilambangkan persegi empat sama sisi. Peta aliran proses berikutnya adalah ikan laut. Ikan laut yang sudah halus dipersiapkan terlebih dahulu di dalam baskom. Tahap persiapan bahan tambahan berupa ikan laut merupakan proses operasi yang ditandai dengan lambang lingkaran. Ikan laut yang sudah siap dilakukan pemindahan dari lokasi persiapan ke lokasi penimbangan. Tahapan pemindahan ini ditandai dengan proses transportasi yang ditandai dengan simbol panah. Jarak antara tempat persiapan dengan lokasi penimbangan adalah 22 meter dengan waktu tempuh 1 menit. Setelah ikan laut berada di timbangan, ikan laut langsung ditimbang menggunakan timbangan. Kegiatan penimbangan merupakan tahapan dari proses operasi penimbangan dan inspeksi pengecekan massa ikan laut. Untuk menimbang ikan laut dengan massa 4 kilo gram membutuhkan waktu 2 menit. Ikan laut yang sudah siap langsung dipindahkan dari lokasi penimbangan ke lokasi bak pencampur. Jarak antara lokasi penimbangan dengan bak pencampur adalah 2 meter dengan waktu tempuh 20 detik. Waktu tempuh pemindahan ini cukup singkat karena jarak yang pendek dan massa yang kecil bila dibandingkan dengan bahan baku (tepung kanji). Tahapan pemindahan ini merupakan proses transportasi yang di lambangkan dengan simbol panah. Ikan laut yang sudah adadi dalam bak pencampur langsung dilakukan proses pencampuran dengan bahan baku (tepung kanji) dan bahan tambahan lain. Ketika adonan dicampur, adonan mengalami operasi pencampuran dan inspeksi pengecekan hingga bubur kanji tercampur merata. Untuk memperoleh bubur kanji yang sesuai standar produksi kerupuk diperlukan waktu selama 30 menit dengan 2 operator. Selanjutnya peta aliran proses pengolahan garam. Garam yang masih di dalam plastik dipersiapkan terlebih dahulu. Tahapan persiapan ini merupakan proses operasi yang ditandai dengan lambang lingkaran. Garam yang sudah siap langsung dipindahkan ke lokasi penimbangan secara manual. Jarak antara lokasi persiapan ke lokasi penimbangan adalah 2 meter dengan waktu tempuh 30 detik. Pemindahan garam dari lokasi penyimpanan ke lokasi penimbangan merupakan proses transportasi yang ditandai dengan simbol panah. Garam langsung

57

ditimbang menggunakan timbangan dengan massa garam 16 kilogram. Tahapan penimbangan ini merupakan proses operasi penimbangan serta inspeksi pengecekan massa garam. Setelah itu garam dengan massa 16 kilogram langsung dipindahkan ke bak pencampur untuk proses berikutnya. Proses pemindahan merupakan proses transportasi. Jarak antara lokasi penimbangan dengan bak pencampur adalah 1,5 meter dengan waktu tempuh 15 detik. Kemudian garam dicampur dengan bahan baku serta bahan tambahan lain. Proses pencampuran ini membutuhkan waktu selama 30 menit untuk menghasilkan bubur kanji yang baik. Bahan tambahan yang berbentuk kering yang lain adalah penyedap rasa. Peta aliran proses ini diawali dengan persiapan garam. Tahapan persiapan garam ini dinamakan operasi persiapan. Garam yang sudah siap, langsung dipindahkan ke lokasi penimbangan. Jarak lokasi persiapan dengan lokasi penimbangan adalah 22 meter dengan waktu tempuh 1 menit. Kegiatan pemindahan ini dinamakan dengan proses transportasi yang ditandai dengan lambang panah. Penyedap rasa langsung dilakukan proses penimbangan. Pada proses ini kami tidak boleh mengetahui komposisi penggunaan penyedap rasa dan waktu penimbangan. Hal ini dikarenakan komposisi dari penyedap rasa merupakan rahasia dari industri kerupuk tersebut. Setelah dilakukan penimbangan, penyedap rasa dipindahkan dari lokasi penimbangan ke bak pencampuran. Jarak antara lokasi penimbangan dan bak pencampur adalah 1, meter dengan waktu tempuh 15 detik. Kemudian penyedap rasa dicampur dengan bahan baku dan bahan tambahan lain. Proses pencampuran bahan ini berlangsung selama 30 menit hingga diperoleh bubur kanji yang sesuai. Kemudian peta aliran proses berikutnya adalah air. Air dipersiapkan terlebih dahulu. Kemudian air yang sudah siap dipindahkan dari kran menuju dandang besar untuk proses perebusan. Proses pemindahan ini dilakukan dengan bantuan selang. Jarak antara kran dengan dandang adalah 1,5 dengan waktu 5 menit untuk mendapatkan air dengan volume 300 liter. Proses pemindahan air ini merupakan proses transportasi. Kemudian air direbus sampai mendidih (suhu 100oc), proses perebusan ini dilakukan menggunakan dandang berbahan bakar kayu. Waktu yang diperlukan untuk mendapatkan air mendidih adalah 1,5 jam. Tahapan ini merupakan operasi perebusan dan inspeksi dengan melihat

58

munculnya tanda-tanda air sudah mendidih. Setelah air mendidih, air dipindahkan ke bak pencampur dengan bantuan ember kecil. Proses pemindahan ini dilakukan sedikit demi sedikit karena apabila dipindahkan secara langsung dan dalam skala banyak maka akan membuat adonan yang dicampur akan mudah menggumpal. Setelah melalui proses transportasi, air dicampur dengan bahan baku dan bahan tambahan lain hingga menjadi bubur kanji. Pada peta aliran proses berikutnya dalah peta aliran proses minyak goreng. Minyak goreng sebelum digunakan dipersiapkan terlebih dahulu di dalam drum. Kemudian minyak goreng dipindahkan dari drum ke jerigan dengan bantuan pompa. Minyak goreng yang sudah ada di dalam jerigen langsung dipindahkan ke wajan. Kedua proses pemindahan ini merupakan proses transportasi yang dilambangkan dengan simbol panah. Jarak antara lokasi pemindahan pertama ke pemindahan kedua adalah 2,5 meter dengan waktu tempuh 30 detik. Kemudian minyak goreng dipanaskan untuk menggoreng kerupuk. Untuk memperoleh kerupuk yang siap disajikan diperlukan waktu penggorengan selama 1 menit untuk sekali penggorengan. Kerupuk yang sudah matanglangsung ditiriskan. Pada saat proses penirisan terdapat minyak goreng yang menetes ke bawah yang kemudian dihubungkan ke bak penampung. Pada tahapan ini merupakan proses trasportasi pemidahan minyak goreng dari alat peniris ke bak penampung minyak. Minyak yang sudah terisi penuh di bak penampung atau basok dipindahkan ke wajan untuk melakukan proses penggorengan kembali. Pada saat proses penirisan kerupuk diberi daun bawang secukupnya. Kemudian peta aliran proses pada daun bawang dimulai dengan persiapan di dalam plastik. Daun bawang yang sudah siap di dalam plastik sudah dalam bentuk irisan tipis-tipis. Kemudian daun bawang dipindahkan ke atas kerupuk dengan cara manual. Tahapan proses daun bawang ini hanya berhenti sampai disini saja. Hal ini dikarenakan daun bawang merupakan bahan yang apabila ditambahkan ataupun tidak ditambahkan tidak mempengaruhi harga kerupuk tersebut. Diagram alir pada produksi kerupuk ini dimulai pada lokasi penyimpanan. Setiap bahan baku memiliki lokasi penyimpanan yang berbeda-beda. Pada diagram alir pertama adalah bahan baku yaitu tepung kanji. Tepung kanji disimpan di lokasi penyimpanan yang berjarak 1,5 meter dari lokasi penimbangan.

59

Kemudian dari lokasi penyimpanan tepung kanji menuju lokasi penimbangan. Setelah melakukan penimbangan tepung kanji dipindahkan menuju ke bak penampung. Jarak antara lokasi penimbangan menuju bak pencampur adalah 2 meter. Di bak pencampur, tepung kanji dicampur dengan bahan tambahan lain. Pencampuran seluruh bahan ini hingga memperoleh bubur kanji yang sesuai standar bubur kanji yang ditentukan oleh industri tersebut. Kemudian bubur kanji dipindahkan ke mesin penggiling, jarak bak pencampur dengan mesin penggiling adalah 1,25 meter. Proses penggilingan bubur kanji dilakukan hingga bubur kanji menjadi adonan yang kalis. Lalu adonan tersebut dipindahkan dari mesin penggiling ke meja tunggu dengan jarak 2 meter. Adonan yang sudah berada di meja tunggu kemudian dipindahkan ke mesin pengepresan dengan jarak 1 meter. Adonan yang sudah dipress kemudian dipindahkan ke mesin pencetak. Jarak antara mesin pengepressan ke mesin pencetak adalah 1,25 meter untuk mesin pencetak 1 dan 5 meter untuk mesin pencetak 2. Adonan hasil pencetakan dan sudah mengalami proses penyortiran dipindahkan ke lokasi pengukusan. Jarak antara mesin cetak 1 dengan lokasi pengukusan adalah 2 meter dan mesin cetak 2 dengan lokasi pengukusan adalah 3 meter. Setelah adonan dikukus dipindahkan ke lokasi persiapan penjemuran. Lokasi pengukusan dengan lokasi persiapan penjemuran berjarak 1,2 meter. Kerupuk yang sudah siap dijemur langsung dipindahkan ke lokasi penjemuran 1 dengan jarak 10,6 meter dan lokasi penjemuran 2 dengan jarak 15 meter. ketika kerupuk sudah dijemur kemudian dilakukan proses pemetikan. Jarak lokasi penjemuran dengan lokasi pemetikan 1 adalah 4,5 meter dan dari lokasi penjemuran 2 adalah 21,1 meter. Setelah kerupuk dipetik kemudian dijemur lagi, kerupuk yang sudah kering kemudian dipindahkan ke lokasi pengovenan dengan jarak tempuh 20 meter dari lokasi penjemuran 1 dan 22 meter dari lokasi penjemuran 2. Kerupuk yang sudah selesai dioven kemudian dipindahkan ke lokasi penimbangan dengan jarak 2 meter. Kemudian kerupuk dipindahkan ke lokasi penggorengan dengan jarak 5 meter, lalu dipindahkan ke lokasi penirisian yang sangat berdekatan dengan lokasi pengorengan. Kerupuk yang sudah ditiriskan langsung dimasukkan ke dalam rombong atau plastik besar dengan jarak kurang lebih 5 meter.

60

Diagram alir berikutnya adalah diagram alir bahan tambahan. Untuk bahan tambahan berupa garam, lokasi penyimpanannya berjarak 2 meter dari lokasi penimbangan. Garam yang sudah ditimbang kemudian dipindahkan ke bak pencampur dengan jarak 1,5 meter. Kemudian proses aliran bahan berhenti di bak pencampuran pada proses pencampuran. Hal ini dikarenakan pada pencampuran bahan, tepung kanji merupakan bahan yang dominan diantara bahan lain. Kemudian untuk bahan tambahan yang berupa bawang putih halus, ikan laut halus dan penyedap rasa disipman di lokasi terpisah. Hal ini dikarenakan ketiga bahan tambahan tersebut memerlukan perlakuan khusus, sehingga lokasi

penyimpanannya yang terpisah. Kemudian dari lokasi penyimpanan dipindahkan menuju lokasi penimbangan dengan jarak 22 meter. Ketiga bahan tersebut ditimbang dengan massa yang sesuai dengan standar komposisi bahan baku. Ketika sudah selesai ditimbang, ketiga bahan tambahan tersebut dipindahkan ke bak penampung yang berjarak 1,5 meter. Langkah ini dilakukan sama seperti pada garam, karena bahan baku merupakan bahan yang dominan dibanding dengan bahan tambahan lain. Kemudian untuk diagram alir yang terakhir adalah air. Air diambil dari kran yang kemudian dialirkan dengan selang menuju dandang perebusan dengan jarak 1,5 meter. Setelah air sudah mendidih, kemudian dipindahkan ke bak pencampur. Proses perlakuan untuk air ini berhenti pada proses pencampuran, karena air merupakan bahan tambahan.

61

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum acara 2 yang berjudul Peta Kerja untuk Evaluasi Tata Letak Awal, praktikan mampu : 1. Praktikan telah membuat peta kerja seperti peta proses operasi, peta aliran proses, diagram aliran (bagan tali), peta dari-ke, berdasarkan proses produksi yang terjadi, lengkap dengan data peralatan dan waktu proses. 2. Praktikan telah dibuat. 3. Praktikan telah menganalisis kelebihan dan kekurangan tata letak yang ada sekarang. mengevaluasi tata letak berdasarkan peta kerja yang

62

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.

2013.

Analisa

Produk

dan

Proses

Manufakturing.

Dalam

http://xa.yimg.com/kq/groups/26924889/166455549/name/BAB+4-2.pdf. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013 pukul 18.05 WIB. Anonim. 2013. Konsep Sistem Produksi Teknik Tata Cara Kerja. Dalam http:// kk.mercubuana.ac.id/files/92037-3-402296844920.doc. tanggal 20 Maret 2013 pukul 17.35 WIB. Anonim. 2013. Mengevaluasi dan Mewujudkan Tata Letak. Dalam http://id.scribd .com/doc/66949524/Mengevaluasi-Dan-Mewujudkan-Tataletak. pada tanggal 17 Maret 2013 pukul 17.10 WIB. Anonim. 2013. Peta-peta Kerja. Dalam http://elib.unikom.ac.id Diakses Diakses pada

/download.php?id= 52222. Diakses pada tanggal 17 Maret 2013 pukul 17.30 WIB. Hadiguna, R. A dan Heri, S. 2008. Tata Letak Pabrik. Yogyakarta: Cv. Andi Offset. Kumar, A dan Suresh. 2006. Production and Operation Management. New Age International (P). Limited. New Delhi. Sprankle, M. 2006. Problem Solving and Programming Concepts. Pearson Education in India. India. Sutalaksana. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Keluarga Mahasiswa Teknik Industri. Ulrich, Karl T. and Eppinger, Steven D. 2000. Product Design and Development. Boston. Irwin McGraw- Hill Co. New York. Wignjosoebroto, Sritomo. 1993. Pengantar Teknik Industri Jilid 1. Jakarta: PT. GunaWidya.

63

LAPORAN PRAKTIKUM TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN ACARA 3

ROUTE SHEET DAN MULTI PRODUCT PROCESS CHART

KELOMPOK A6 ANGGOTA Febriana Kumala D. Arief Maharani Riska Dian Nur L. Devira Setyastuti 11/311492/TP/09950 11/311591/TP/09963 11/311902/TP/09980 11/312278/TP/10006

Co. Ass Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
64

2013
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Produksi merupakan salah satu kegiatan yang berhubungan erat dengan kegiatan ekonomi. Melalui proses produksi bisa dihasilkan berbagai macam barang yang dibutuhkan oleh manusia. Tingkat produksi juga dijadikan sebagai patokan penilaian atas tingkat keberhasilan suatu industri. Untuk melakukan proses produksi, diperlukan mesin dan tenaga kerja. Penggunaan mesin adalah untuk meringankan beban kerja manusia serta meningkatkan kapasitas produksi sehingga dapat memproduksi dalam jumlah banyak dan dengan waktu yang relatif singkat. Penggunaaan mesin dalam suatu industri harus sesuai dengan kapasitas yang dihasilkan oleh industri tersebut. Analisa dan prediksi mengenai jumlah mesin yang dibutuhkan dapat dihitung melalui data dari proses produksi, tenaga kerja, kapasitas produksi, bahan terbuang, waktu produksi, dan lainnya. Pemilihan jenis dan spesifikasi mesin yang digunakan dalam proses produksi menjadi hal yang sangat penting dan menentukan perancangan tata letak dan proses produksi selanjutnya. Oleh sebab itu praktikan melakukan analisis terhadap kebutuhan jumlah mesin dan tenaga kerja sesuai kebutuhan industri untuk menentukan kapasitas produksi, cost produksi dan estimasi biaya produk. Dengan melakukan analisis terhadap kebutuhan jumlah mesin dan tenaga kerja maka diharapkan praktikan dapat membenahi sistem di industri yang sudah ada pada saat ini agar dapat menjadi lebih baik (dapat berproduksi secara optimal).

B. Tujuan Tujuan dari praktikum tata letak dan penanganan bahan acara 3 yang berjudul Route Sheet dan Multi Product Process Chart ini adalah agar

65

praktikan dapat melakukan perhitungan kebutuhan mesin dan sumber daya manusia berdasarkan kapasitas riil industri.

66

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Urutan langkah-langkah yang diperlukan untuk menghasilkan suatu bagian disebut routing, dan catatannya disebut route sheet. Satu bagian dipindah dari mesin (stasiun kerja) pertama ke mesin selanjutnya, terus menerus sampai diperoleh produk akhir yang merupakan gabungan dari banyak bagian (bahan). Route sheet sangat penting sebagai sumber informasi dalam analisa efisiensi aliran bahan dalam suatu layout proses prosuksi, yang dilakukan dengan pembuatan: string diagram, multi product process chart (MPPC) , peta dari-ke, dan peta proses. Urutan operasi yang ada pada route sheet menunjukan layout (tata letak) alat dan mesin produksi. Layout pabrik disebut baik bila jarak perpindahan dan backtracking bahannya minimal. Ada 2 cara untuk mengubah urutan operasi agar aliran bahan lebih teratur (Meyers & Stephen, 2005): 1. Mengubah layout pabrik sehingga sesuai dengan urutan operasi yang tepat. 2. Mengubah route sheet (paper change) agar urutan operasi sesuai dengan layout yang ada. Cara ini yang terbaik karena lebih hemat biaya. Route Sheet adalah lembar routing proses yang harus dilalui oleh tiap tiap komponen dari awal hingga akhir. Route sheet ada 2 jenis antara lain Route sheet dan Route sheet Assembly. Route Sheet digunakan untuk komponen komponen dasar/ penyusun sedangkan Route Sheet Assembly digunakan untuk komponen komponen yang telah di-assembly. setiap komponen baik itu komponen dasar maupun komponen assembly memilik 1 lembar sendiri sendiri. Route Sheet ini dilaksanakan untuk memperlancar dan mempermudah jalannya produksi yang ada, tetapi Route Sheet secara khusus memiliki tujuan sebagai (Anonim, 2013): 1. Sebagai patokan alur kerja suatu komponen secara lengkap dari persiapan sampai pengemasan. 2. Sebagai patokan waktu proses suatu komponen pada tiap mesin. 3. Mempermudah jalannya proses produksi yang ada.

67

4. Membiasakan operator agar dapat bekerja secara teratur dan cepat sesuai dengan apa yang telah di rencanakan. 5. Pelaksanaan produksi sesuai dengan prioritas dan jumlah batch, sehingga pada akhir dapat set pada bagiaan assembling. Pada kebanyakan proses produksi ada beberapa barang atau komponen yang tidak terproses. Yaitu dapat melewati pemeriksaan sebagai komponen yang masih baik, tetapi masih harus diperbaiki, atau dikerjakan kembali karena dapat disimpan dan dikembalikan keurutan pemrosesan normal. Juga skrap dari komponen, mungkin saja cukup besar sehingga dapat digunakan untuk membuat komponen yang lebih kecil. Sekrap biasanya merupakan barang atau komponen yang salah proses dan tak dapat digunakan lagi, sedangkan buangan merupakan sisa produksi biasa, serpihan serpihan, potongan kecil, ujung ujung benda yang tidak berguna lagi untuk sesuatu apapun di pabrik. Bahan seperti ini biasanya dikumpulkan, dipilah dan mungkin dijual kepada seseorang. Beberapa perusahaan menggunakan sekrap dan buangan dari usaha lain sebagai bahan baku utamanya. Bagaimanapun juga sekrap dan buangan dapat mendatangkan keuntungan, sehingga ketimbang harus mengongkosi pembuangannya lebih baik dikumpulkan dan disimpan untuk dijual (Apple, 1977). Peta Proses Multi Produk menunjukkan keterkaitan poduksi antara bagian suatu poduk atau antar produk, bahan atau kegiatan. Dengan membuat Multi Poduct Process Chart (MPPC) maka akan bisa diperroleh gambaran umum mengenai layout mesin atau fasilitas produksi yang seharusnya dirancang (Burbidge, 1975). Berdasarkan peta pada mppc akan dapat dipelajari dan dianalisis dua hal yang memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam perancangan layout seperti (Ariana, 2004): 1. Aliran bahan (back tracking) dimana hal ini ditunjukkan dengan adanya aliran balik akibat fasilitas produksi tidak ditempatkan sesuai dengan uutan prosesnya. Aliran balik dalam proses perancangan lay ut meupakan indikator penting karena hal tersebut akan menunjukkan langkah pemindahan material yang sama sekali tidak efisien.

68

2. Pengelompokan pola aliran (flow pattern)

yaitu pengelompokan

komponen yang memiliki urutan proses pengerjaan dan menggunakan mesin yang sama. Hal ini akan penting dalam penyusunan tata letak berdasakan pengelompokan proses produksi. Multi Product Process Chart berguna untuk menunjukkan keterkaitan produsi antara komponen produk atau antar produk mandiri, bahan, sebagian pekerja atau kegiatan. Peta ini terutama berguna untuk membantu proses job-shop. Informasi yang dapat diperoleh adalah jumlah mesin yang dibutuhkan. Untuk menggambarkan peta ini dengan baik, berikut petunjuk-petunjuk pembuatan peta MPPC (Anonim, 2013) : 1. Menuruni sisi kertas, tulis daftar departemen atau bagian, kegiatan, proses dan mesin yang harus dilalui kmponen. Pengurutan dilakukan dari atas kebawah. 2. Sepanjang baris atas dituliskan komponen yang sedang dikaji. 3. Pencatatan operasi tiap komponen/produk berhadapan dengan nama departemen/proses/mesin yang sesuai dengan lingkaran yang berisikan nomor operasi dari peta proses operasi. 4. Hubungan lingkaran menurut urutannya, walaupun mungkin saja terjadi garis balik. 5. Menjumlahkan nilai jumlah teoritis untuk setiap proses dan dicatat pada kotak paling kanan untuk setiap baris. 6. Merupakan pengkajian peta yang bertujuan untuk penyusunan ulang yang disebabkan oleh langkah balik. Kesamaan pola aliran yang menunjukkan kebutuhan akan proses yang sama pada wilayah yang sama, waktu yang sama dan sebagainya. Penyusunan ulang akan menghasilkan pola alran yang efisien. Pembuatan MPPC sangat bergantung oleh Routing Sheet. Untuk proses perancangan tata letak, routing sheet mempunyai sifat yang mendasar .Pada dasarnya routing sheet dibuat sebagai hasil dari perancangan suatu proses ,belum ditentukan bagaimana pengaturan letak mesin atau pusat kerja atau depertemen bagian produksi . Data dan informasi yang berkenan dengan proses atau operasi yang berlangsung tertuang rinci dalam routing sheet. Peta proses multi produk menunjukkan keterkaitan produksi antara bagian suatu

69

produk atau antar produk ,bahan dan akuivitas. Dengan membuat MPPC maka akan diperoleh gambaran umum mengenai layout mesin atau fasilitas produksi yang seharusnya dirancang. Berdasarkan peta tersebut maka akan dapat dipelajari dan dianalisa dua hal yang memeiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam perancangan layout antara lain aliran balik (back tracking) dan pengelompokan pola aliran (Purnomo, 2004). Untuk menentukan efisiensi dari masing-masing tahapan proses dapat digunakan rumus umum (Wignjosoebroto,1996):

E 1 E 1

waktuyangt erbuangper periode jamoperasi ker japerperio de waktuyangt erbuangper periode jamoperasi ker japerperio de
E 1 Dt St D

Keterangan : D Dt St : Lama waktu kerja per periode (jam/hari) : Down time (menit) : Set time untuk proses pengerjaan per periode (menit) Adapun persamaan yang digunakan untuk menentukan jumlah yang disiapkan pada masing-masing stasiun kerja adalah (Wignjosoebroto, 1996)

Kbi

Ti 1 % scrap

Dimana : Kbi = jumlah ynag harus disiapkan pada stasiun kerja ke-i Ti = jumlah yang diharapkan pada stasiun kerja ke-i i = stasiun kerja mulai 1,2,3 dan seterusnya

Perhitungan jumlah mesin atau pekerja teoitis dilakukan dengan menggunakan persamaan (Wignjosoebroto, 1996) :

N
Dimana : N

Wb Kb x 60 DxEi

= Jumlah mesin atau pekerja teoritis


70

Kb = Jumlah produk yang harus disiapkan (gram) Ei = Efisiensi mesin (%) D = Waktu jam kerja efektif (1 hari kerja=8 jam) Wb = Total waktu pengerjaan yang dilakukan untuk operasi produksi yang dilakukan atau perhitungan teoritis (menit/unit produk). Perhitungan jumlah mesin yang dibutuhkan tiap stasiun kerja ditentukan dari kebutuhan atau jumlah poduk yang harus disiapkan. Dari hasil perhitungan tersebut dapat diidentifikasi apakah stasiun kerja dengan mesin yang ada saat ini sudah memenuhi kebutuhan aktualnya atau belum (Wignjosoebroto, 1996).

71

BAB III METODE PRAKTIKUM

A. Pembuatan Route Sheet Tabel yang terdiri dari 10 kolom dibuat yang terdiri dari nomor operasi (dari PPO), nama operasi, nama mesin atau stasiun kerja, waktu proses atau waktu baku (menit), kapasitas aktual (menit/produk), efisiensi mesin/pekerja, jumlah scrap (%), jumlah diharapkan, jumlah disiapkan dan jumlah mesin atau pekerja teoritis.

Data Route Sheet dimasukkan bedasarkan PPO yang telah dibuat

Perhitungan dilakukan dari operasi terakhir sampai operasi pertama

Data di kolom 1,2,3,4,5,6,7,8 dimasukkan

72

Efisiensi (kolom 6) dihitung menggunakan rumus :

atau

Pada kolom 8 (jumlah diharapkan), diisi dengan jumlah produk yang ingin dihasilkan. Volume produksi pabrik biasanya ditentukan per tahun, baru dalam perhitungan diturunkan menjadi volume produksi per jam.

Kolom 9 (jumlah harus disiapkan) diperoleh dengan rumus :

Nilai jumlah harus disiapkan pada operasi terakhir besarnya sama dengan nilai jumlah diharapkan diproses operasi sebelumnya

73

Jumlah mesin atau tenaga kerja teoritis yang dibutuhkan dihitung dengan menggunakan rumus :

B. Pembuatan Multi Product Process Chart

Daftar kegiatan/proses yang harus dilalui bahan ditulis pada sisi kiri kertas

Komponen produk ditulis sepanjang baris atas

Operasi tiap bahan yang sesuai dengan kegiatan yang dilalui (dilambangkan dengan lingkaran), dicatat.

Lingkaran-lingkaran yang ada dihubungkan

74

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil 1. Route Sheet (terlampir) 2. Multi Product Process Chart (terlampir) 3. Perhitungan jumlah mesin (terlampir)

B. Pembahasan Praktikum acara 3 kali ini berjudul Route Sheet dan Multi Product Process Chart yang bertujuan agar praktikan dapat melakukan perhitungan kebutuhan mesin dan sumber daya manusia berdasarkan kapasitas riil industri. Pada praktikum kali ini, praktikan melakukan analisa dengan menggunakan Route Sheet dan Multi Product Process Chart. Route Sheet adalah tabulasi langkah-langkah yang dicakup dalam memproduksi komponen tertentu dan rincian yang perlu dari hal-hal yang berkaitan. Route Sheet terutama ditujukan untuk mengetahui jumlah mesin atau peralatan produksi yang diperlukan dalam memenuhi jumlah produksi yang diinginkan dengan memperhatikan persentase scrap, kapasitas mesin dan peralatan dan efisiensi departemen atau pabrik. Urutan proses pada lembar urutan proses (Routing Sheet) didasarkan pada peta proses operasi. Informasi yang diperoleh dari lembar urutan proses (Routing Sheet) adalah jumlah bahan yang disiapkan (DS) oleh tiap operasi, jumlah bahan yang dihasilkan dengan efisiensi yang telah ditentukan dan jumlah mesin teoritis. Data yang diperlukan dalam perhitungan urutan proses (Routing Sheet) selain peta proses operasi adalah kapasitas mesin, waktu standar dalam operasi, persentase scrap dan efisiensi mesin. Route Sheet ini merupakan hal yang sangat penting bagi pengawasan

75

produksi, karena merupakan penentuan mutu produk yang akan dibuat, dan berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengerjakan setiap kegiatan produk tersebut. MPPC adalah suatu diagram yang menunjukan urutan-urutan proses untuk masing-masing komponen yang akan di produksi. Pembuatan MPPC dilakukan berdasarkan peta proses operasi dan route sheet yang telah dibuat sebelumnya. Multi Product Process Chart (MPPC) adalah peta yang berguna untuk menunjukkan keterkaitan produksi antara komponen produk-produk atau antar produk mandiri, bahan, bagian, pekerjaan atau kegiatan. Peta ini berguna terutama untuk membantu operasi job shop. MPPC dikelompokkan atas nama mesin yang digunakan, jenis fabrikasi dan perakitan, serta jumlah kebutuhan mesin teoritis dan aktual. MPPC dimulai dari receiving atau penerimaan bahan baku, yang ditandai dengan segitiga terbalik berwarna orange, kemudian diakhiri dengan shipping atau pengiriman, yang ditandai dengan segitiga terbalik berwarna merah. Apabila didefinisikan MPPC merupakan suatu diagram yang

menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami oleh bahan, baik bahan baku maupun bahan tambahan, seperti urutan-urutan operasi, pemeriksaan dan penyimpanan. MPPC adalah suatu peta yang menggambarkan jumlah pemakaian kebutuhan mesin dari Route Sheet. Simbol-simbol yang di pergunakan dalam MPPC ini sama dengan simbol- simbol yang di gunakan pada OPC, antara lain operasi, pemeriksaan dan penyimpanan. Hanya saja pada cara penomorannya dilakukan berdasarkan urutan-urutan proses operasi perkomponen. Kegunaan MPPC ialah menunjukan keterkaitan produksi antar komponen produk, bahan, bagian, pekerjaan atau kegiatan dan dapat juga untuk menganalisis dan merencanakan aliran barang dalam pabrik yang sudah berdiri maupun bagi perencanaan proyek baru. Pembahasan yang selanjutnya adalah mengenai cara pembuatan, perhitungan, dan penjelasan asumsi yang digunakan dalam Route Sheet. Cara pembuatan Route sheet adalah sebagai berikut: 1. Membuat tabel yang terdiri dari 10 kolom : Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 : nomor operasi (dari PPO) : nama operasi : nama mesin atau stasiun kerja

76

2. dibuat 3.

Kolom 4 Kolom 5 Kolom 6 Kolom 7 Kolom 8 Kolom 9 Kolom 10

: waktu proses atau waktu baku (menit) : kapasitas actual (menit/ produk) : efisiensi mesin atau pekerja : jumlah scrap (%) : jumlah diharapkan : jumlah harus disiapkan : jumlah mesin atau pekerja teoritis

Data Route Sheet berdasarkan pada PPO yang telah

Cara perhitungan dimulai dari operasi terakhir, dan bekerja mundur ke operasi pertama

4. sebelumnya

Urutan pengisian: Data dimasukkan ke kolom 1,2,3,4,5,6,7,8 Efisiensi (kolom 6) dihitung dengan menggunakan rumus

Pada kolom 8 (jumlah diharapkan), diisi dengan jumlah produk yang ingin dihasilkan (volume produksi yang diinginkan). Volume produksi pabrik biasanya ditentukan per tahun, baru dalam perhitungan diturunkan menjadi volume produksi/jam (dengan ketentuan umum : 1 tahun = 50 minggu, setiap minggu = 40 jam kerja)

Kolom 9 (jumlah harus disiapkan) diperoleh rumus:

Ks = jumlah harus disiapkan Ka = jumlah diharapkan 5. Nilai jumlah harus disiapkan pada operasi terakhir besarnya sama dengan nilai jumlah diharapkan diproses operasi sebelumnya 6. Jumlah mesin atau tenaga kerja teoritis yang dibutuhkan :

77

Dengan:

Ni Ti Pi D Ei

= jumlah mesin atau tenaga kerja teoritis = kapasitas actual (menit/produk) = jumlah harus disiapkan (produk/hari) = waktu operasi kerja/ periode (jam/hari) = efisiensi mesin atau pekerja

Perhitungan Route Sheet yang dilakukan praktikan adalah sebagai berikut: a. Operasi Tepung Kanji : Operasi Penirisan;

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time penirisan selama 2 jam. o Jumlah diharapkan = 300 biji kerupuk/hari o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = 300 / (1-0) = 300 kerupuk/hari o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Penggorengan;

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time penggorengan selama 2 jam o Jumlah diharapkan penirisan = jumlah harus disiapkan pada operasi = 300 kerupuk/hari
78

o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = 300 / (1-0) = 300 kerupuk/hari o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Penimbangan;

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time timbangan selama 0.75 jam o Jumlah diharapkan penggorengan = 300 kerupuk/hari o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = 300 / (1-0.007) = 302.115 kerupuk/hari o Jumlah tenaga kerja teoritis = jumlah harus disiapkan pada operasi

Operasi Pengovenan;

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time oven selama 3 jam o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada operasi penggorengan = 302.115 kerupuk/hari

79

o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = 302.115 / (1-0) = 302.115 kerupuk/hari o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Penjemuran;

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time penjemuran selama 6 jam o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada operasi pengovenan = 302.115 kerupuk/hari o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = kerupuk/hari o Jumlah tenaga kerja teoritis 302.115 / (1-0.013) = 306.094

Operasi Pengukusan;

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time ketel uap 0.083 jam o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada operasi penjemuran

80

= 306.094 kerupuk/hari o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = 306.094 / (1-0) = 306.094 kerupuk/hari o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Pencetakan

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time mesin cetak (Bossan) 1 jam o Jumlah diharapkan pengukusan = 306.094 kerupuk/hari o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = kerupuk/hari o Jumlah tenaga kerja teoritis 306.094 / (1-0.001) = 306.400 = jumlah harus disiapkan pada operasi

Operasi Pengepresan

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time mesin press 0.3 jam

81

o Jumlah diharapkan

= jumlah harus disiapkan pada operasi pencetakan = 306.400 kerupuk/hari

o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = kerupuk/hari o Jumlah tenaga kerja teoritis 306.400 / (1-0.003) = 307.322

Operasi Penggilingan

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time mesin giling jam o Jumlah diharapkan operasi = jumlah harus disiapkan pada proses pengepresan = 307,322 kerupuk/hari o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = kerupuk/hari o Jumlah tenaga kerja teoritis 307.322 / (1-0.006) = 309,177

Operasi Pengadukan

82

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time 1,9 jam, pengadukan dilakukan secara manual o Jumlah diharapkan operasi = = jumlah harus disiapkan pada proses penggilingan kerupuk/hari

o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = o Jumlah tenaga kerja teoritis / (1-0) = kerupuk/hari

Operasi pencampuran

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time 5 jam, pengadukan dilakukan secara manual o Jumlah diharapkan operasi = jumlah harus disiapkan pada proses pengadukan = 309,177 kerupuk/hari o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 309,177 / (1-0.002) =309,796 kerupuk/hari o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi penimbangan
83

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time 3 jam, pengadukan dilakukan secara manual o Jumlah diharapkan operasi = jumlah harus disiapkan pada proses pencampuran = 309,796 kerupuk/hari o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = 309,796 / (1-0.011) =313,241 kerupuk/hari o Jumlah tenaga kerja teoritis

b. Operasi Garam : Operasi Pencampuran bahan

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time pencampuran 1.9 jam o Jumlah diharapkan = 16,413 Kg/hari o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = 16,413 / (1-0) = 16,413 Kg/hari o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Penimbangan

84

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time timbangan 2.783x10-3 jam o Jumlah diharapkan pencampuran bahan = 16,413 Kg/hari o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = 16,413 / (1-0) = 16,413 Kg/hari o Jumlah tenaga kerja teoritis = jumlah harus disiapkan pada operasi

Operasi Bawang Putih : Operasi pencampuran

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time pencampuran 1.9 jam o Jumlah diharapkan o Jumlah disiapkan = 5,129 Kg/hari = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = 5,129 / (1-0) = 5,129 o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi penimbangan

85

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time penimbangan 8.3x10-3 jam o Jumlah diharapkan pencampuran = 5,129 Kg/hari o Jumlah disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = 5,129 / (1-0) = 5,129 Kg/hari o Jumlah tenaga kerja teoritis = jumlah disiapkan pada operasi

Operasi Air Operasi Pengadukan

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time pencampuran 1.9 jam o Jumlah diharapkan o Jumlah disiapkan = 273,345 kg/hari = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = 273,345 / (1-0) = 273,345 kg /hari o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Perebusan

86

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time pencampuran 1.5 jam o Jumlah diharapkan pencampuran = 273,345 kg/hari o Jumlah disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = 273,345 / (1-0) = 273,345 kg/hari o Jumlah tenaga kerja teoritis = jumlah disiapkan pada operasi

Operasi Pengukuran

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time pencampuran 0.05 jam o Jumlah diharapkan = jumlah disiapkan pada operasi perebusan = 273,345 kg/hari o Jumlah disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = 273,345/ (1-0) = 273,345 kg/hari o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Ikan Laut: Operasi pencampuran

87

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time pencampuran 1.9 jam o Jumlah diharapkan o Jumlah disiapkan = 4,103 Kg/hari = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = 4,103 / (1-0) = 4,103 o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi penimbangan

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time penimbangan 0,1 jam o Jumlah diharapkan pencampuran = 4,103Kg/hari o Jumlah disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap) = 4,103/ (1-0) = 4,103 Kg/hari o Jumlah tenaga kerja teoritis = jumlah disiapkan pada operasi

Dalam Route Sheet dapat diketahui operasi yang dialami masing-masing bahan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk, alat, waktu baku, kapasitas actual (menit/kg), efisiensi, scrap (%), jumlah bahan diharapkan (Kg/hari), jumlah bahan disiapkan (Kg/hari), dan jumlah mesin.

88

Untuk Tepung kanji, melalui operasi penimbangan, pencampuran, pengadukan, penggilingan, pengepresan, pencetakan, pengukusan, penjemuran, pengovenan, penimbangan, penggorengan, penirisan. Pada operasi penirisan: alat yang dipakai adalah saringan; waktu bakunya ialah 90 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 0.89 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.2; Scrap (%) sebesar 0%, dapat dikatakan bahwa tidak ada bahan sisa tertinggal; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 300 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 300 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 2.225. Pada operasi penggorengan: alat yang dipakai adalah wajan; waktu bakunya ialah 120 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 0.89 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.2; Scrap (%) sebesar 0%, dapat dikatakan bahwa tidak ada bahan sisa tertinggal; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 300 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 300 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 2.225. Pada operasi penimbangan: alat yang dipakai adalah timbangan; waktu bakunya ialah 45 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 0.15 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.075; Scrap (%) sebesar 0.007%, bahan sisa yang tertinggal sebanyak 0.02 Kg, cara mencari % scrap ialah banyaknya bahan sisa/kapasitas produksi; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 300 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 302.115 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 1.007. Pada operasi pengovenan : alat yang dipakai adalah oven; waktu bakunya ialah 180 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 0,3 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.3; Scrap (%) sebesar 0%, dapat dikatakan bahwa tidak ada bahan sisa tertinggal; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 302.115 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 302.115 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 0,504. Pada operasi penjemuran: penjemuran dilakukan secara menual yaitu dengan bantuan sinar matahari; waktu bakunya ialah 360 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 2.5 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.6; Scrap (%) sebesar

89

0.013%; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 302.115 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 306.094 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 2.143. Pada operasi pengukusan: alat yang dipakai adalah ketel uap; waktu bakunya ialah 5 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 0.004 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.0083; Scrap (%) sebesar 0%, dapat dikatakan bahwa tidak ada bahan sisa tertinggal; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 306.094 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 306.094 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 0.246. Pada operasi pencetakan : alat yang dipakai adalah mesin cetak Bossan; waktu bakunya ialah 60 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 0.012 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.1; Scrap (%) sebesar 0.001%; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 306.094 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 306.400 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 0.061. Pada operasi Pengepresan : alat yang dipakai adalah mesin press; waktu bakunya ialah 2 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 0.2 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.03; Scrap (%) sebesar 0.003; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 306.400 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 307.322 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 3,4. Pada operasi penggilingan : alat yang dipakai adalah mesin giling; waktu bakunya ialah 40 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 3,5 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.583; Scrap (%) sebesar 0.006; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 307.322 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 309,177 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 3,09. Pada operasi pengadukan : pengadukan dilakukan secara manual; waktu bakunya ialah 30 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 1 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.19; Scrap (%) sebesar 0 %; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 309,177 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 309,177 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 2,712. Pada operasi pencampuran : persiapan alat dan

90

bahan dilakukan secara manual; waktu bakunya ialah 144 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 2,4 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.24; Scrap (%) sebesar 0.002%; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 309,177 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 309,796 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 2,47. Pada operasi penimbangan : persiapan alat dan bahan dilakukan secara manual; waktu bakunya ialah 6,244 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 0,104 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.3; Scrap (%) sebesar 0.011%; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 309,796 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 313,241 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 0,181. Untuk garam, melewati 2 operasi yaitu penimbangan dan pencampuran bahan. Pada operasi pencampuran bahan dilakukan secara manual; memiliki waktu baku 114 menit; kapasitas actual sebanyak 7.125 menit/kg; Efisiensi sebesar 0.19; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan sisa; jumlah diharapkan sebesar 16,413 Kg/hari; jumlah harus disiapkan sebesar 16,413 Kg/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 1. Pada operasi penimbangan bahan dilakukan dengan menggunakan timbangan; memiliki waktu baku 0.167 menit; kapasitas aktual sebanyak 0.01 menit/kg; Efisiensi sebesar 2.783x10-4; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan sisa; jumlah diharapkan sebesar 16,413 Kg/hari; jumlah harus disiapkan sebesar 16,413 Kg/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 0.982. Untuk Bawang putih, melewati 2 proses yaitu penimbangan dan pencampuran bahan. Pada operasi pencampuran bahan dilakukan secara manual; memiliki waktu baku 114 menit; kapasitas actual sebanyak 22.8 menit/kg; Efisiensi sebesar 0.19; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan sisa; jumlah diharapkan sebesar 5,129 Kg/hari; jumlah harus disiapkan sebesar 5,129 Kg/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 1. Pada operasi penimbangan bahan dilakukan dengan menggunakan timbangan; memiliki waktu baku 0.5 menit; kapasitas actual sebanyak 0.1 menit/kg; Efisiensi

91

sebesar 8.3x10-4; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan sisa; jumlah diharapkan sebesar 5,129 Kg/hari; jumlah harus disiapkan sebesar 5,129 Kg/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 1.004. Untuk ikan laut, melewati 2 proses yaitu penimbangan dan pencampuran bahan. Pada operasi pencampuran bahan dilakukan secara manual; memiliki waktu baku 114 menit; kapasitas actual sebanyak 28,5 menit/kg; Efisiensi sebesar 0.19; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan sisa; jumlah diharapkan sebesar 4,103 Kg/hari; jumlah harus disiapkan sebesar 4,103 Kg/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 1,025. Pada operasi penimbangan bahan dilakukan dengan menggunakan timbangan; memiliki waktu baku 0.167 menit; kapasitas actual sebanyak 0.01 menit/kg; Efisiensi sebesar 2,78x10-4; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan sisa; jumlah diharapkan sebesar 4,103 Kg/hari; jumlah harus disiapkan sebesar 4,103 Kg/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 0,0068. Untuk air, melewati 3 proses yaitu pengukuran, perebusan, dan pencampuran. Pada operasi pencampuran dilakukan secara manual; memiliki waktu baku 114 menit; kapasitas actual sebanyak 0.427 menit/kg; Efisiensi sebesar 0.19; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan sisa; jumlah diharapkan sebesar 273,345 liter/hari; jumlah harus disiapkan sebesar 273,345 liter/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 1.000. Pada operasi perebusan dilakukan dengan menggunakan panic besar; memiliki waktu baku 90 menit; kapasitas actual sebanyak 0.337 menit/kg; Efisiensi sebesar 0.15; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan sisa; jumlah diharapkan sebesar 273,345 liter/hari; jumlah harus disiapkan sebesar 273,345 liter/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 0.991. Pada operasi pengukuran dilakukan dengan menggunakan gelas ukur; memiliki waktu baku 3 menit; kapasitas actual sebanyak 0.011 menit/kg; Efisiensi sebesar 0.005; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan sisa; jumlah diharapkan sebesar 273,345 liter/hari; jumlah harus disiapkan sebesar 273,345 liter/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 0.979. MPPC merupakan kelanjutan dari route sheet yaitu berisi urutan proses yang dialami oleh tiap bahan. MPPC menunjukkan keterkaitan produksi antara

92

produk, bahan, dan kegiatannya serta jumalah mesin yang dibutuhkan secara teoritis sesuai keperluan produksi. MPPC dibuat dengan cara membuat table dengan menggunakan software VCO atau autocad, dimana pada baris atas tercantum seluruh bahan baku yang digunakan dan jumlah mesin baik secara teoritis maupun aktual. Pada bagian kiri tercantum nama operasi urut dari operasi pertama sampai dengan operasi terakhir. Pada kolom jumlah mesin data-data diperoleh dari hasil perhitungan Route Sheet dipindahkan ke MPPC . Operasi tiap bahan yang telah dilingkari dan telah tercantum jumlah mesin secara teoritis disambungkan antar lingkaran dengan anak panah. Untuk hasil perhitungan sama dengan nilai jumlah yang dibutuhkan

secara teoritis pada Route Sheet. Nilai mesin secara teoritis pada MPPC berbentuk pecahan sehingga dilakukan pembulatan keatas agar target produksi dapat tercapai apabila dilakukan pembulatan ke bawah maka target sulit untuk direncanakan dan seluruh stasiun kerja tidak memiliki mesin dan operatornya. Pembulatan ke atas diasumsikan akan adanya mesin atau operator yang mengganggur namun dapat diantisispasi dengan pembagian tugas yang efektif dan efisien sehingga dapat mengurangi waktu delay. Penjelasan pembuatan multi product process chart (MPPC) pada pembuatan

kerupuk pada sisi kiri tabel berisi kolom proses bahan yang harus dilalui bahan yang berisi Penimbangan, Pengukuran, Perebusan, Pencampuran, Pengadukan, Penggilingan, Pengepresan, Pencetakan, Pengukusan, Penjemuran, Pengovenan, Penggorengan, dan Penirisan. Sedangkan baris atas berisi komponen bahan antara lain Tepung kanji, Bawang, Ikan Laut, Garam , Penyedap Rasa dan Air. Pada komponen bahan tepung kanji mengalami proses penimbangan, pengukuran, perebusan (lingkaran 1) disambungkan ke samping dengan anak panah pada proses pencampuran(lingkaran 2) karena pada proses- proses operasi tersebut dilakukan pekerja yang sama. Dari proses pencampuran (lingkaran2) lanjut ke pengadukan (lingkaran3), penggilingan (lingkaran4), pengepresan (lingkaran5), pencetakan (lingkaran6), pengukusan (lingkaran 7), penjemuran (lingkaran 8) dan, pengovenan (lingkaran 9) disambungkan kebawah karena tidak dilakukan pekerja yang sama. Kemudian lanjut ke proses penggorengan (lingkaran 10) sampai proses penirisan (lingkaran 11) disambungkan ke samping karena

93

dilakukan oleh pekerja yang sama. Untuk kolom selanjutnya yaitu komponen bahan bawang, ikan laut, garam dan penyedap rasa dilakukan proses penimbangan, pengukuran, perebusan (lingkaran 1) disambungkan ke samping pada proses pencampuran (lingkaran2) karena melalui pekerja yang sama.

Selanjutnya komponen bahan air dilakukan proses pengukuran, perebusan (lingkaran1) dsambungkan ke samping pada proses pencampuran (lingkaran2) karena pekerja yang sama. Dari proses pencampuran (lingkaran2) kemudian disambungkan kebawah ke proses pengadukan (lingkaran 3) karena pekerja yang berbeda. Masing masing proses diberi penomoran yang dilakukan berdasarkan urutan-urutan proses operasi per komponen. Pada kolom jumlah mesin secara teoritis sesuai dengan perhitungan secara teoritis pada Route Sheet. Sedangkan secara aktual berdasarakan pada jumlah pekerja yang melakukan proses tiap operasi tersebut.

94

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum acara 3 yang berjudul Route Sheet dan Multi Product Process Chart, maka praktikan telah melakukan perhitungan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan kapasitas riil industri dengan menggunakan rumusrumus yang telah ditentukan. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan diketahui bahwa pekerja, bekerja melebihi kapasitas sehingga diperlukan penambahan tenaga kerja pada beberapa stasiun kerja agar proses produksi dapat berjalan optimal.

95

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Route Sheet. Dalam http://digilib.petra.ac.id/viewer.php. Diakses pada tanggal 19 Maret 2013 pukul 18.30 WIB. Anonim. 2013. Multi Product Process Chart. Dalam http://shefa.ngeblogs. com/2010/03/16/multi-product-process-chart/. Diakses pada tanggal 24 Maret 2013 pukul 21.30 WIB. Apple, James M. 1977. Plant Layout and Material Handling. John Wiley & Sons, Inc. New Jersey. Ariana, Lutfah. 2004. Perancangan Tata Letak Ruang Produksi Aneka Makanan Ringan. Studi Kasus UKM Bawang Putih Desa Trangkil, Pati, Jawa Tengah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Bridge, J.L. 1975. The Introduction of Group Technology. John Wiley & Sons Inc. New York. Meyers, Fred E. & Matthew P.Stephen. 2005. Manufacturing Facilities Design and Material Handling. Pearson Education, inc. New Jersey. Purnomo, H. 2004. Perencanaan dan Perancangan Fasilitas, Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Wignjosoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, Edisi Ketiga. Surabaya: Guna Widya.

96

LAPORAN PRAKTIKUM TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN

ACARA 4

PERENCANAAN ALIRAN BAHAN

KELOMPOK A6 ANGGOTA Febriana Kumala D. Arief Maharani Riska Dian Nur L. Devira Setyastuti 11/311492/TP/09950 11/311591/TP/09963 11/311902/TP/09980 11/312278/TP/10006

Co. Ass Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
97

2013
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Di dunia industri perpindahan bahan pasti kerap dilakukan, dimulai dari pemasokan bahan baku, sortasi, pembersihan, proses produksi, pengemasan sampai pemasaran. Kelancaran sebuah produksi tergantung pada kelancaran dalam penyaluran bahan dari satu stasiun ke stasiun kerja lain. Parameter kelancaran produksi adalah ketepatan bahan sampai diproses selanjutnya, kecepatan perpindahan bahan dari satu stasiun ke stasiun lainnya untuk mencapai produktivitas yang maksimal. Masalah aliran bahan muncul karena adanya kebutuhan untuk

memindahkan bahan dari awal proses sampai akhir proses untuk mencapai lintasan yang paling efisien. Aliran bahan yang mengalir dari satu departemen ke departemen yang lainnya seringkali mengalami penyendatan atau ketidaklancaran dalam alirannya, Hal ini disebabkan karena pola aliran bahan yang sudah ada dalam sebuah proses produksi tidak sesuai dengan alur prosesnya. Selain itu, jika tipe atau pola aliran bahan yang digunakan salah atau tidak sesuai maka akan berdampak pada efisiensi ruang, resiko kecelakaan kerja yang lebih besar serta biaya produksi akan membesar. Oleh karena itu, untuk mengetahui gambaran lengkap mengenai pola aliran bahan, tipe tata letak serta banyaknya aliran bahan dalam suatu proses produksi maka acara 4 yang berjudul Perencanaan Aliran Bahan ini dilakukan.

B. Tujuan Tujuan dari praktikum tata letak dan penanganan bahan acara 4 yang berjudul Perencanaan Aliran Bahan ini adalah agar praktikan dapat menentukan tipe aliran bahan dan tipe tata letak dalam industri.

98

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perusahaan terhubung dengan unsur-unsur lingkungannya melalui aliran sumber daya lingkungan (environmetal resource flows). Bebereapa sumber daya mengalir lebih sering daripada sumber daya yang lain. Aliran-aliran yang umum terjadi meliputi aliran informasi dari pelanggan, aliran bahan baku kepada pelanggan, aliran uang kepada pemegang saham dan aliran bahan baku dari pemasok (McLeod & George, 2007). Perencanaan fasilitas harus mengatur bagaimana agar aset-aset yang berwujud benda dapat mencapai tujuan atau fungsi dari aset-aset tersebut. Dalam industri manufaktur perencanaan fasilitas menentukan bagaimana fasilitas produksi dapat mendukung dengan baik pada proses produksi (Tompkins, 1996). Dalam suatu pabrik, tata letak (layout) dari fasilitas produksi dan area kerja merupakan elemen dasar yang sangat penting dari kelancaran proses produksi. Pengaturan layout di dalam pabrik merupakan aktivitas yang sangat vital dan sering muncul berbagai macam permasalahan di dalamnya. Tata letak pabrik yang terencana dengan baik akan ikut menentukan efisiensi dan efektivitas kegiatan produksi dan dalam beberapa hal akan juga menjaga kelangsungan hidup atau keberhasilan suatu perusahaan. Peralatan produksi yang canggih dan mahal harganya akan tidak berarti apa-apa akibat perencanaan tata letak yang sembarangan saja. Karena aktivitas produksi suatu industri secara normal harus berlangsung dalam jangka waktu yang panjang dengan tata letak yang tidak berubah-rubah, maka kekeliruan yang dibuat dalam perencanaan tata letak ini akan menyebabkan kerugian yang tidak kecil. Bila ditinjau secara umum, tujuan utama dari tata letak pabrik ialah mengatur area kerja dan segala fasilitas produksi yang paling ekonomis untuk operasi produksi, aman dan nyaman sehingga akan dapat meningkatkan moral kerja yang baik dari operator. Masalah yang paling utama adalah apakah pengaturan dari semua fasilitas produksi tersebut telah dibuat sebaik-baiknya sehingga bisa mencapai suatu proses produksi yang paling

99

efisien dan bisa mendukung kelangsungan serta kelancaran proses produksi secara optimal (Anonim 1, 2012). Pola aliran bahan akan merujuk kepada keseluruhan pola dalam aliran produksi dari awal proses produksi (penerimaan bahan baku) sampai dengan proses akhir (produk jadi). Pola aliran bahan pada umumnya akan dapat dibedakan dalam dua tipe yaitu pola aliran bahan untuk proses produksi dan pola aliran bahan untuk proses perakitan. Pola aliran bahan akan tergantung pada beberapa faktor sebagai berikut (Machfud dan Yudha Agung, 1990): 1. Area luasan yang tersedia 2. Dimensi dari lantai yang tersedia 3. Luas area yang diperlukan untuk setiap fasilitas produksi Dalam menentukan plant layout atau tata letak pabrik yang baik haruslah ditentukan berdasarkan pengaruh faktor-faktor yang ada seperti jenjang tahapan / tahap proses produksi, macam hasil keluaran produksi, jenis perlengkapan yang dipakai atau digunakan serta berdasarkan sifat produksi dari produk yang diproduksi tersebut. Jenis-jenis/macam-macam tata letak pada pabrik ada tiga, yaitu antara lain adalah (Anonim 2, 2012): 1. Tata Letak Berdasarkan Produk/Layout by Product Tata letak jenis ini membentuk suatu garis mengikuti jenjang proses pengerjaan produksi suatu produk dari awal hingga akhir. Contoh : Pabrik mie instan PT. Indofood. 2. Tata Letak Berdasarkan Proses/Layout by Process Layout pada jenis tata letak berdasarkan proses memiliki bagian yang saling terpisah satu sama lain di mana aliran bahan baku terputus-putus dengan mesin disusun sesuai fungsi dalam suatu grup departemen. Contoh : Pabrik sabun mandi dan cuci PT. Triple Ace. 3. Tata Letak Berdasarkan Stationary/Layout by Stationary. Tata letak jenis ini mendekatkan sumber daya manusia/SDM serta perlengkapan yang ada pada bahan baku untuk kegiatan produksi. Contoh : Pabrik elektronik lampu PT. Artolite.

100

Peta dari-ke atau From-To Chart adalah suatu teknik konvensional yang umum digunakan untuk perencanaan tata letak pabrik dan pemindahan bahan dalam suatu proses produksi. Teknik ini sangat berguna untuk kondisi-kondisi dimana banyak items yang mengalir melalui suatu area seperti job shop, bengkel permesinan, kantor, dan lain-lain. Angka-angka yang terdapat dalam suatu FromTo Chart akan menunjukkan total dari beban berat yang harus dipindahkan, jarak perpindahan bahan, volume, atau kombinasi dari faktor-faktor ini

(Wignjosoebroto, 1996). Peta dari-ke adalah salah satu teknik yang paling baru yang dipergunakan dalam pekerjaan tata letak dan pemindahan bahan. Biasanya sangat berguna jika barang yang mengalir pada suatu wilayah berjumlah banyak, seperti misalnya di bengkel, bengkel mesin umum, kantor, atau fasilitas lainnya. Juga berguna jika keterkaitan terjadi antara beberapa kegiatan dan jika diinginkan adanya penyusunan kegiatan optimum. Beberapa kegunaan dan keuntungannya adalah dalam (Apple, 1990): 1. Menganalisis perpindahan bahan. 2. Perencanaan pola aliran. 3. Penentuan lokasi kegiatan. 4. Pembandingan pola aliran atau tata letak pengganti. 5. Pengukuran efisiensi pola aliran. 6. Perpindahan bahan. 7. Menunjukkan ketergantungan satu kegiatan dengan kegiatan lainnya. 8. Menunjukkan volume perpindahan antar kegiatan. 9. Menunjukkan keterkaitan lintas produksi. 10. Menunjukkan masalah kemungkinan pengendalian produksi. 11. Perencanaan keterkaitan antara beberapa produk, komponen, barang, bahan, dsb. 12. Menunjukkan hubungan kuantitatif antara kegiatan dan perpindahannya. 13. Pemendekan jarak perjalanan selama proses. From To Chart yaitu metode kuantitatif yang dipakai untuk merancang tata letak, terutama yang menyangkut perpindahan material dengan jarak seminimal mungkin. Selanjutnya adalah Activity relationship chart yaitu cara sederhana

101

dalam merencanakan tata letak fasilitas berdasarkan aliran bahan secara kualitatif yang dapat ditentukan dengan menggunakan derajat kedekatan hubungan aktivitas antara satu departemen dengan departemen lainnya, seperti dalam pengaturan suatu departemen dan fasilitas lainnya (Purnomo, 2004).

102

BAB III METODE PRAKTIKUM

Pelaksanaan Praktikum Acara 4 Aktivitas-aktivitas yang memerlukan luas ruang tertentu beserta aktivitas di dalamnya ditentukan berdasarkan Route Sheet.

Pola aliran bahan yang akan dirancang ditentukan dengan mempertimbangkan lokasi industri yang akan dirancang tata letaknya

Tipe tata letak yang dianut oleh industri ditentukan. Jika tata letak yang dipilih adalah process layout maka buat peta dari- ke

Pembuatan peta dari-ke Matriks dengan jumlah baris dan kolom digambarkan sesuai dengan jumlah kegiatan

Nama kegiatan sepanjang baris atas dan kolom kiri ke bawah dimasukkan dengan urutan susunan geografis dalam pabrik, susunan aliran proses atau urutan yang disarankan.
103

Data perpindahandari kegiatan di kolom kiri ke kegiatan di baris atas dimasukkan.

Data yang dimasukkan dapat berupa jumlah gerakan, jumlah bahan dipindahkan tiap periode, berat, kombinasi jumlah, waktu, berat tiap satuan waktu, waktu perpindahan, dsb.

Setiap baris dan kolom dijumlahkan

104

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Hasil berupa peta dari-ke, namun karena tata letak yang digunakan dalam industri yang dijadikan objek kajian adalah product layout maka peta dari-ke tidak digambarkan.

B. Pembahasan Aliran bahan menjadi salah satu kriteria yang dipertimbangkan dalam menilai suatu tata letak. Kriteria ini melihat bagaimana pola aliran bahan, ada tidaknya langkah balik, serta keterkaitan kegiatan. Apabila aliran bahan direncanakan dengan tepat akan dihasilkan penataan fasilitas fisik yang terbaik yang dapat mendukung proses operasi berjalan dengan efisien. Hal ini akan meminimumkan biaya produksi dan pada akhirnya perusahaan akan mencapai keberhasilan. Macam-macam pola aliran bahan untuk proses produksi dan kegunaannya masing-masing dapat dilihat di bawah ini. 1. Straight Line:
1 2 3 4 5 6

Bila proses produksi berlangsung singkat, relative sederhana Aktivitas berlangsung sepanjang garis lurus Jarak perpindahan kecil karena jarak antar mesin adalah yang sependekpendeknya

2. Serpentine atau zig-zag (S-shaped):


1 4 5

105

tersedia 3.

Cocok bila aliran proses produksi lebih panjang dibanding area

U-Shaped:
1 2 3

Jika dikehendaki awal proses lokasinya = akhir proses Jika aliran panjang, lebih baik zig-zag

4. Circular :
3

Jika dikehendaki akhir proses berada pada lokasi yang = awal proses
2

5. Odd-angle:

106

Jika pola aliran tetap Pola lain tidak bisa karena ruang terbatas Handling secara mekanis Pola aliran di industri kerupuk Subur menggunakan pola aliran Straight

Line. Alasannya ialah proses produksi berlangsung pada waktu yang singkat dan bersifat sederhana. Aktivitas produksi dalam industri kerupuk Subur berlangsung sepanjang garis lurus yang memiliki jarak perpindahan kecil karena jarak antar mesin berdekatan satu sama lain sesuai urutan operasi. Tipe- tipe tata letak secara umum adalah product layout, process layout, group technology layout, dan layout by fixed position. 1. Product layout adalah metode atau cara pengaturan dan penempatan semua fasilitas produksi yang diperlukan ke dalam suatu departemen tertentu atau khusus. Bahan baku dipindahkan dari stasiun kerja ke statsiun kerja lainnya di dalam departemen tersebut, dan tidak perlu di pindahkan layout ke departemen yang lain. Dalam product layout , mesin-mesin atau alat bantu disusun menurut proses dari suatu produk. Produk-produk bergerak secara terus menerus dalam suatu garis perakitan. Product layout akan digunakan bila volume produksi cukup tinggi dan variasi produk tidak banyak dan sangat sesuai untuk produksi yang kontinyu. Tujuan dari tata letak ini untuk mengurangi proses pemindahan bahan dan memudahkan pengawasan di dalam aktivitas produksi, sehingga pada akhirnya terjadi penghematan biaya. Keuntungan tipe product layout : 1. Layout sesuai dengan urutan proses, sehingga proses berbentuk garis. 2. Pekerjaan dari satu proses secara langsung dikerjakan pada proses berikutnya. 3. Total waktu produksi per unit menjadi pendek. 4. Mesin dapat ditepatkan dengan jarak yang minimal.

5. Memerlukan operator dengan ketrampilan yang rendah.

107

6. Lokasi yang tidak begitu luas dapay digunakan untuk transit dan penyimpanan barang sementara. 7. Memerlukan aktivitas yang tidak sedikit selama poses produksi berlangsung. Kerugian dari product layout : 1. Kerusakan dari satu mesin dapat mengakibatkan terhentinya proses produksi. 2. Layout ditentukan oleh produk yang diproses, perubahan desain produk memerlukan penyusunan layout ulang. 3. Kecepatan produksi ditentukan oleh mesin yang beroperai paling lambat. 4. Membutuhkan investasi yang besar karena mesin yang sejenis akan dipasang lagi kalau proses yang sejenis diperlukan. 2. Process layout adalah semua operasi dengan sifat yang sama dikelompkkan dalam departemen yang sama pada suatu pabrik/industri. Mesin dan peralatan yang mempunyai fungsi yang sama dikelmpokkan jadi satu. Process layout dilakukan bila volume produksi kecil dan terutama untuk semua jenis produk yang tidak standar, biasanya berdasar order. Tipe tata letak ini banyak dijumpai pada sektor industri manufaktur maupun jasa. Keuntungan dari process layout : 1. Penggunaan mesin dapat dilakukan dengan efektif, konsekuensinya memerlukan sedikit mesin. 2. Fleksibilitas tenaga kerja dan fasilitas produksi besar dan sanggup berbagai macam jenis dan model produk. 3. Investasi mesin relative kecil karena digunakan mesin yang umum. 4. Keragaman tugas membuat tenaga kerja lebih tertarik dan tidak bosan. 5. Mudah mengatasi break down pada mesin, yaitu dengan cara memindahkannya ke mesin yang hambatan dalam proses produksi. Kerugian process layout adalah : 1. Aliran proses yang panjang mengakibatkan material handling lebih mahal karena aktivitas pemindahan material. Hal ini disebabkan lain dan tidak menimbulkan

108

karena tata letak mesin bergantung padamacam proses atau fungsi kerjanya dan tidak tergantung pada urutan proses produksi. 2. Total waktu produksi lebih panjang. 3. Diperukan ketrampilan tenaga kerja yang tinggi guna menangani berbagai macam aktivitas produksi yang memiliki variasi besar. 4. Kesulitan dalam menyeimbankan tenaga kerja dari setiap fasilitas produksi karena penempatan mesin yang terkelompok. 3. Tata letak group technology layout adalah tata letak fasilitas berdasarkan kelompok produk. Biasanya komponen tidak sama dikelompokkan ke dalam satu kelmpok berdasarkan kesamaan bentuk komponen, mesin atau peralatan yang dipakai. Pengelompokkan bukan didasarkan pada kesamaan penggunaan akhir. Mesin-mesn dikelompokkan dalam satu kelompok dan ditempatkan dalam sbuah manufacturing cell. Keuntungan tata letak group technology layout : 1. Akan diperoleh pendayagunaan mesin yang optimal. 2. Lintasan aliran kerja lebih lancar dan jarak perpndahan material lebih pendek bila dibandingkan dengan process layout. 3. Suasana kerja kelompok dapat diwujudkan sehingga keuntungan aplikasi job enlargement juga akan diperoleh. 4. Memiliki keuntungan-keuntungan yang ada pada tipe product layout maupu process layout karena tipe tata letak ini pada dasarnya merupakan kombinasi dari kedua tipe layout tersebut. Kekurangan tata letak group technology layout : 1. Diperlukan tenaga kerja dengan ketrampilan tinggi untuk

mengoperasikan semua fasilitas produksi sehingga aktivitas supervisi juga harus ketat. 2. Sangat bergantung pada kegiatan pengendalian produksi. 3. Diperlukan buffers dan work in process storage. 4. Sulit mengaplikasikan fasilitas produksi tipe special purpose. 4. Tata letak layout by fixed position atau layout yang berposisi tetap. Sistem berdasarkan pada product layout maupun prosess layout, produk bergerak menuju mesin sesuai dengan urutan proses yang dijalankan. Layout yang

109

berposisi tetap ditunjukkan bahwa mesin, manusia serta komponen-komponen bergerak menuju lokasi material untuk menghasilkan produk. Layout ini biasanya digunakan untuk memproses barang yang rekatif besar dan berat sedangkan peralatan yang digunakan mudah untuk dilakukan pemindahan. posisi tetap : 1. Karena yang banyak bergerak adalah fasilitas produksi , maka perpindahan material bisa dikurangi. 2. Bilamana pendekatan kelompok kerja digunakan dalam kegiatan produksi, maka kontinuitas operasi dan tanggung jawab kerja bisa tercapai dengan sebaik-baiknya. 3. Kesempatan untuk melakukan pengayaan kerja dengan mudah bisa diberikan, demikian pula untuk meningkatkan kebanggaan dan kualitas kerja bisa dilaksanakan karena dimungkinkan untuk menyelesaikan pekerjaan secara penuh. 4. Fleksibilitas kerja sangat tinggi. Kekurangan dari tata letak posisi tetap : 1. Adanya peningkatan frekuensi perpindahan fasiltas produksi atau operator pada saat operasi kerja berlangsung. 2. Memerlukan operator dengan skill yang tinggi disamping aktivitas supervisi yang lebih umum dan intensif. 3. Adanya duplikasi peralatan kerja yang menyebabkan space area dan tempat untuk barang setengah jadi. 4. Memerlukan pengawasan dan koordinasi kerja yang ketat khususnya dalam penjadwalan produksi. Tipe tata letak di industri kerupuk Subur yang diamati adalah Product Layout. Alasannya ialah tata letak mesin atau peralatan produksi disusun berdasarkan aliran bahan yang juga fasilitasnya tersusun menurut urutan proses suatu produk. Misalnya saja pada proses penggilingan dan pengepressan, mesin giling diletakkan tepat di samping mesin press, yang mana mesin giling lebih dekat dengan proses pencampuran. Masing-masing operasi saling berkaitan sehingga jika ada kerusakan mesin akan menyebabkan seluruh aliran berhenti, Keuntungan dari tata letak

110

misalnya saja ada kerusakan mesin pencetak, ini akan menyebabkan adonan bahan tidak dapat dicetak, yang kemudian akan menghentikan aliran produksi, tanpa bantuan alat pencetak ini adonan tidak akan bisa berbentuk kerupuk seperti yang diinginkan melainkan adonan akan mengalami penundaan (delay). Kemudian untuk disain produk tidak dimungkinkan untuk diadakan perubahan, selain itu laju produksi juga sangat ditentukan oleh proses mesin yang paling lambat. Produk yang dibuat oleh industri yang diamati ini menghasilkan produk dalam jumlah yang banyak atau besar dan pemindahan bahan serta produk dilakukan secara mekanis. Luas area industri tidak begitu luas, sehingga meminimalkan jarak perpindahan antara stasiun satu dengan stasiun yang lain. Dalam industri kerupuk ini perlu diketahui bahwa satu mesin untuk satu jenis operasi, missal: mesin cetak, khusus untuk operasi pencetakan dan tidak bisa dipakai untuk operasi lainnya; mesin giling, khusus untuk operasi penggilingan adonan; mesin press, khusus untuk operasi pengepressan; ketel uap, khusus untuk operasi pengukusan; dan lain-lain. From to chart merupakan peta yang berguna untuk menunjukkan ketergantungan satu kegiatan dengan kegiatan lain, sehingga dapat diperoleh susunan logis aliran proses atau urutan yang disarankan. From to chart menggambarkan banyaknya aliran bahan dari satu tempat ke tempat lain. Form to chart adalah suatu teknik konvensional yang umum digunakan untuk perencanaan tata letak pabrik dan pemindahan bahan dalam suatuproses produksi. Angkaangka yang terdapat dalam FTC akan menunjukkan total dari berat badan yang harus dipindahkan, jarak perpindahan bahan, volume atau kombinasi dari factorfaktor ini. FTC sangat berguna untuk menunjukkan ketergantungan suatu kegiatan lain sehingga dapat diperoleh susunan logis aliran proses atau urutan yang disarankan. Dalam industri ini, tidak diperlukan Peta dari-ke (form to chart) karena urutan operasi sudah pasti dan tidak dapat diubah-ubah urutannya, apabila diubah urutan prosesnya maka tidak akan bisa menjadi kerupuk bahkan akan terhenti produksinya (gagal produksi). Aliran proses pembuatan kerupuk tidak dimungkinkan adanya perubahan dan tidak memerlukan saran akan urutan aliran proses.

111

BAB V KESIMPULAN praktikum acara 4 yang berjudul Perencanaan Aliran

Berdasarkan

Bahan, maka praktikan telah dapat menentukan tipe aliran bahan dan tipe tata letak dalam industry. Tipe aliran bahan yang digunakan dalam insdustri yang dijadikan objek kajian adalah menggunakan pola aliran Straight Line, serta tipe tata letak di industri kerupuk Subur yang diamati adalah Product Layout.

112

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1. 2012. Pola Aliran Bahan. Dalam. http://arvie13.blogspot.com /2012/03/pola-aliran-bahan-dan-pola layout.html. Diakses pada hari Selasa, 03 April 2013 pukul 19.20 WIB. Anonim 2. 2012. Perancangan Fasilitas Pabrik. Dalam http://rekayasafasilitas .ac.id/2012/perancangan-fasilitas.pdf. Diakses pada hari Selasa, April 2013 pukul 20.15 WIB. Apple, James M. 1977. Plant Layout and Material Handling. John Wiley & Sons, Inc. New Jersey. Machfud dan Yudha Agung. 1990. Perancangan Tata Letak Pada Industri Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Tinggi Pusat Antaruniversitas Pangan Pertanian Bogor. McLeod, Jr. Raymond and George P. Schell. 2007. Management Information System, 10th ed. Pearson Prentice Hall. New Jersey. Purnomo, H. 2004. Perencanaan dan Perancangan Fasilitas. Yogyakarta: Graha Ilmu. Tompkins, J. A., White, J. A., & Tanchoco, J. M. 1996. Facilities Planning (Fourth ed.). John Wiley & Sons, Inc. USA. Wignjosoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Edisi Ketiga. Surabaya: Guna Widya. dan Gizi Institut 03

113

LAPORAN PRAKTIKUM TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN ACARA 5

PETA KETERKAITAN KEGIATAN

KELOMPOK A6 ANGGOTA Febriana Kumala D. Arief Maharani Riska Dian Nur L. Devira Setyastuti 11/311492/TP/09950 11/311591/TP/09963 11/311902/TP/09980 11/312278/TP/10006

Co. Ass Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013
114

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Industri adalah tempat dimana manusia, mesin, peralatan produksi, material, energi, uang, informasi, dan sumber daya alam atau bahan baku dikelola secara bersama dalam satu sistem produksi untuk menghasilkan produk atau jasa secara efektif, efisien, dan aman. Sistem produksi terdiri dari berbagai macam kegiatan yang berkaitan satu sama lain. Agar hasil yang didapat baik, maka kegiatan-kegiatan tersebut harus dijalankan dengan baik pula. Jika dalam industry terdapat banyak sekali kegiatan yang tidak efektif seperti urutan kegiatan yang tidak sesuai maka akan sangat mengurangi produktivitas suatu industri. Sekarang ini banyak berbagai kegiatan dalam industri yang tidak efisien dikarenakan jarak antara kegiatan yang satu dengan kegiatan yang lain cukup jauh. Padahal sebenarnya semua kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan cepat dan tepat apabila tata letak dan penyusunan kegiatannya baik. Untuk dapat

mengatasinya maka susunan serta penempatan kegiatan-kegiatan yang ada harus dianalisis dan diperbaiki sehingga dapat meminimalisir perpindahan, serta dapat mengurangi pemakaian ruang yang terlalu banyak dan tidak efisien. Salah satu cara agar dapat menganalisis serta memperbaiki penempatan kegiatan yang kurang efisien sehingga diperoleh tata letak yang dapat meningkatkan produksi yaitu dengan membuat Peta Keterkaitan Kegiatan (PKK) atau Activity Relationship Chart (ARC). Oleh karena itu praktikum acara 5 Peta Keterkaitan Kegiatan dilakukan agar praktikan dapat mengevaluasi serta menganalisis dalam penentuan atau pembuatan tata letak yang lebih baik terhadap objek yang dikaji.

B. Tujuan Praktikan dapat menunjukkan keeratan keterkaitan antar kegiatan yang memerlukan ruangan dalam industri.

115

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Peta Keterkaitan Kegiatan (PKK) atau Activity Relationship Chart adalah suatu cara atau teknik yang sederhana di dalam merencanakan tata letak fasilitas atau departemen berdasarkan derajad hubungan aktivitas yang sering dinyatakan dalam penilaian kualitatif dan cenderung berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan yang bersifat subjektif dari masing-masing fasilitas atau departemen (Wignjosoebroto, 1996) Menurut Sutalaksana (1979) peta kerja merupakan suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas untuk berkomunikasi secara luas dan sekaligus melalui peta kerja bias mendapatkan informasiinformasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metode kerja, biasanya kerja produksi Peta keterkaitan kegiatan adalah teknik ideal untuk merencanakan keterkaitan antara setiap kelompok kegiatan yang saling berkaitan. Peta ini berguna dalam (Apple, 1990): 1. Penyusunan urutan pendahuluan bagi satu Peta dari-ke 2. Lokasi nisbi dari pusat kerja atau departemen dalam satu kantor. 3. Lokasi kegiatan dalam satu usaha pelayanan 4. Lokasi pusat kerja dalam operasi perawatan atau perbaikan 5. Lokasi nisbi dari daerah pelayanan dalam satu fasilitas produksi 6. Menunjukkan hubungan satu kegiatan dengan yang lainnya, serta alasannya 7. Memperoleh satu landasan bagi penyusunan daerah selanjutny Diperkirakan 20% sampai 50% dari biaya operasi merupakan biaya pemindahan material (material handling) maka tata letak yang efektif dapat mengurangi biaya tersebut sekitar 10% sampai 30%. Pentingnya rancangan fasilitas seperti aliran bahan merupakan tulang punggung fasilitas produksi, dan harus dirancang dengan cermat serta tidak dibiarkan tumbuh atau berkembang menjadi satu pola lalu lintas yang membingungkan (Tomkins,1996). Kenyataannya, peta ini serupa dengan tabel jarak sebuah peta jalan; jaraknya digantikan dengan huruf sandi kualitatif, dan angka menunjukkan alasan

116

bagi huruf sandi tadi. Sandi keterkaitan menunjukkan keterkaitan satu kegiatan dengan yang lainnya dan seberapa penting setiap kedekatan hubungan yang ada. Huruf-huruf (A, E, I, O, U, dan X) diletakkan pada bagian atas kotak. Kadangkadang juga digunakan warna, untuk menunjukkan derajat kedekatan ini. Angka sandi dimasukkan di kotak bawah, menunjukkan alasan yang mendukung setiap kedekatan hubungan (Apple, 1990) Peta keterkaitan kegiatan serupa dengan peta dari ke-, tetapi hanya satu perangkat lokasi saja yang ditunjukkan. Kenyataan peta ini serupa dengan tabel jarak sebuah peta jalan; jaraknya digantikan dengan huruf sandi kualitatif, dan angka menunjukkan alasan bagi huruf sandi tadi. Huruf sandi tadi adalah satu jenis dengan sandi pada peta dari ke- (Tompkins, 1992) Faktor-faktor yang mempengaruhi keterkaitan, beberapa di antaranya sangat penting (Angelia, 2009): 1. Tuntutan khusus dari kegiatan-kegiatan atau fasilitas 2. Sifat atau karakteristik bangunan (tipe, ukuran, bangun, jumlah lantai, tingkat bersih, lokasi tiang, jarak antar tiang, lokasi pintu, dan arah perluasan) 3. Tapak bangun (lokasi, ukuran, topografi bangunan, orientasi bangunan, dan cuaca) 4. Fasilitas luar (alat angkut, parkir, keperluan umum, dan fasilitas lainnya) 5. Perluasan (aliran produksi di masa datang dan perubahan tata letak, gang, lokasi kegiatan yang mungkin berkembang, peralatan permanenn, bangunan dan lokasi, serta jarak tinggi Untuk membantu menentukan kegiatan yang harus diletakkan pada satu tempat, telah ditetapkan satu pengelompokkan derajat kedekatan, yang diikuti dengan tanda bagi tiap derajat kedekatan tadi. Derajat keterkaitan kegiatan tersebut adalah (Muther, 1955): A = mutlak perlu kegiatan-kegiatan tersebut berdekatan E = sangat penting kegiatan-kegiatan tersebut berdekatan I = penting bahwa kegiatan-kegiatan tersebut berdekatan O = biasa (kedekatannya), di mana saja tidak ada masalah U = tidak perlu adanya keterkaitan goegrafis apapun

117

Merupakan peta yang menggambarkan tingkat atau derajat keterkaitan antar suatu pusat aktivitas dengan pusat aktivitas lainnya. Keterkaitan kegiatan yang terjadi dapat berupa (Wignjosoebroto, 1993): 1. Keterkaitan antara dua kegiatan produksi 2. Keterkaitan suatu aktivitas produksi dengan kegiatan tambahan atau pelayanan 3. Keterkaitan antara dua aktivitas pelayanan Faktor-faktor yang mempengaruhi keterkaitan (Machfud dan Yudha Agung, 1990): 1. Tuntutan khusus dari departemen tertentu 2. Sifat/karakteristik bangunan : tipe, ukuran, jumlah lantai, lokasi tiang, lokasi pintu, arah perluasan 3. Tapak bangunan : lokasi, topografi, ukuran, cuaca, orientasi bangunan, dll 4. Fasilitas luar : alat angkut, parker, keperluan umum, fasilitas lainnya 5. Perluasan : aliran produksi di masa dating, gang (lokasi dan lebar), ruang tambahan, lokasi kegiatan yang mungkin berkembang. ARC berupa matriks koefisien yang terdiri atas dua bagian. Bagian atas menyatakan derajat kedekatan, bagian bawah menyatakan alasan. Peta Keterkaitan Kegiatan menghubungkan aktivitas-aktivitas secara berpasangan sehingga semua aktivitas akan diketahui derajat hubungannya. Secara umum alasan keterkaitan dibagi dalam 3 macam yaitu (Angelia, 2009): 1. Keterkaitan produksi a. Urutan aliran kerja b. Menggunakan peralatan yang sama c. Menggunakan ruangan yang sama d. Bising, debu, getaran, bau dan lain-lain 2. Keterkaitan pegawai a. b. c. d. Menggunakan pegawai yang sama Derajat kepegawaian Jalur perjalanan normal Melaksanakan pekerjaan serupa

118

e. f.

Disenangi pegawai Gangguan pegawai

3. Aliran informasi a. Menggunakan catatan/berkas yang sama b. Derajat hubungan kertas kerja c. Menggunakan alat komunikasi yang sama

119

BAB III METODE PRAKTIKUM

Semua kegiatan yang ada dalam perusahaan yang akan dirancang dituliskan pada kolom paling kiri Peta Keterkaitan Kegiatan.

Untuk Peta Keterkaitan Kegiatan perusahaan: seluruh proses produksi dianggap sebagai satu kegiatan yaitu kegiatan produksi, begitu juga kegiatan perkantoran.

Untuk Peta Keterkaitan Kegiatan ruang produksi: memuat seluruh proses produksi yang terjadi.

Hubungan antarkegiatan ditunjukkan dengan huruf sandi: Huruf Sandi Keterangan Warna A Mutlak Perlu Merah E Sangat Penting Jingga I Penting Hijau O Kedekatan Biasa Biru U Tidak Penting Tidak Berwarna X Tidak Diharapkan Coklat

120

Setelah huruf-huruf tersebut dimasukkan pada kotak segitiga bagian atas (atau warna yang menentukan hubungan kedekatan), maka angka sandi yang menunjukkan alasan yang mendukung kedekatan hubungan antarkegiatan diletakkan di kotak bagian bawahnya.

Sandi-sandi yang dipakai dalam menentukan alasan: Alasan Sandi Keterangan 1. Menggunakan catatan yang sama 2. Menggunakan personil yang sama 3. Memakai ruang yang sama 4. Derajat hubungan pribadi 5. Derajat hubungan kertas kerja 6. Urutan aliran kerja 7. Melaksanakan pekerjaan yang sama 8. Menggunakan peralatan yang sama Kemungkinan bau tidak sedap, gangguan suara, dan lain-lain

121

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Peta Keterkaitan Kerja (terlampir)

B. Pembahasan Peta keterkaitan kerja adalah suatu peta yang menggambarkan hubungan dari seluruh pola aliran bahan atau hubungan antar stasiun kerja sampai proses produksi lokasi dari masing-masing ruang atau fasilitas penunjang terhadap ruang produksinya. Peta keterkaitan kerja merupakan suatu cara sangat tepat untuk merencanakan keterkaitan antara setiap kelompk kegiatan yang saling berkaitan dengan proses produksi (perlu tidaknya masing-masing kegiatan saling berdekatan, beserta alasan kedekatannya). Dalam PKK ini angka kuantitatif dalam bentuk frekuensi pemindahan bahan menunjukkan derajat kedekatan. Manfaat dibuatnya peta keterkaitan kerja adalah: 1. Dapat mengevaluasi stasiun kerja yang ada dalam suatu industri, dimana stasiun-stasiun kerja tersebut akan diatur sedemikian rupa agar kegiatan antar stasiun kerja yang berkaitan saling berdekatan dan sebalknya stasiun kerja yang tidak bekaitan saling berjauhan. Hal ini bertujuan agar tercapainya kefektifan dan efisiensi kerja, waktu, tempat, maupun tenaga. 2. Susunan fasilitas yang baik di sekitar pola aliran barang dapat menghasilkan pelaksanaan berbagai proses yang berkaitan secara efisien. 3. Perpindahan bahan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. 4. Dapat mengurangi jarak perpindahan bahan yang tidak efektif sehingga bahan tidak terlalu sering disentuh untuk dipindahkan dari satu stasiun ke stasiun lain. diganti dengan simbol atau huruf yang

122

5. Dapat menjaga ke-higienitasan bahan karena tata letak yang baru dijauhkan dari tempat yang tidak diharapkan yaitu toilet yang merupakan tempat kotoran dan dapat menimbulkan bau yang tidak sedap. Sedangkan cara pembuatan PKK adalah sbb: 1. Kenali semua kegiatan yang ada 2. Bagilah ke dalam kelompok-kelompok : a. Produksi b. Pelayanan (administrasi,pegawai, pabrik ) 3. Himpun data tentang aliran barang/bahan, informasi, pegawai dan sebagainya 4. Tentukan faktor-faktor atau sub faktor mana saja yang menentukan keterkaitan. Barang hanya produksi), peralatan , aliran informasi, keterkaitan pegawai dan lain-lain 5. Siapkan formulir (peta seperti di atas) 6. Masukkan kegiatan-kegiatan yang ada seperti kelompoknya 7. Masukkan derajat kedekatan yang diminta pada segitiga bagian atas 8. Masukkan angka sandi pada segitiga bagian bawah 9. Validasi dengan orang yang tepat Pada PKK yang dibuat untuk Industri Kerupuk Subur hubungan yang pertama terjadi adalah hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan pencampuran diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 2, 3, 6 karena menggunakan personil yang sama, memakai ruangan yang sama, serta merupakan urutan aliran kerja. Kemudian hubungan antara penimbangan dengan pengadukan diberi sandi E yang berarti sangat penting dan dilambangkan dengan warna jingga, serta diberi angka 2, 3, 6 karena menggunakan personil yang sama, memakai ruangan yang sama, serta merupakan urutan aliran kerja. Selanjutnya hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan penggilingan diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 2 dan 6 karena menggunakan personil yang sama serta merupakan urutan aliran kerja. Lalu hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan pengepressan diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 2 dan 6 karena menggunakan personil yang

123

sama serta merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan pencetakan diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Selanjutnya hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan pengukusan diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Kemudian hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan penjemuran diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Kemudian hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan pengovenan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Kemudian hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan penimbangan (bahan setengah jadi) diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6,7,10 karena merupakan urutan aliran kerja, melaksanakan pekerjaan yang sama namun tidak ada hubungan kegiatan. Lalu hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan penggorengan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 dan 10 karena merupakan urutan aliran kerja namun tidak ada hubungan kegiatan. Lalu hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan penirisan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 dan 10 karena merupakan urutan aliran kerja namun tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan penyimpanan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara pencampuran dengan pengadukan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 1, 2, 3, 6 karena menggunakan catatan yang sama, menggunakan personil yang sama, memakai ruangan yang sama, serta merupakan urutan aliran kerja. Kemudian hubungan antara pencampuran dengan penggilingan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 2 dan 6 karena menggunakan personil yang sama serta merupakan urutan aliran kerja.

124

Lalu hubungan antara pencampuran dengan pengepressan diberi sandi I yang berarti mutlak perlu berdekatan dan dilambangkan dengan warna hijau, serta diberi angka 2 dan 6 karena menggunakan personil yang sama serta merupakan urutan aliran kerja. Selanjutnya hubungan antara pencampuran dengan pencetakan diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pencampuran dengan pengukusan diberi sandi O yang berarti mutlak perlu berdekatan dan dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pencampuran dengan penjemuran diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Lalu hubungan antara pencampuran dengan pengovenan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pencampuran dengan penimbangan (bahan setengah jadi) diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pencampuran dengan penggorengan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pencampuran dengan penirisan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Kemudian hubungan antara pencampuran dengan penyimpanan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara pengadukan dengan penggilingan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 1, 2, 6 karena menggunakan catatan yang sama, menggunakan personil yang sama serta merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengadukan dengan

pengepressan diberi sandi I yang berarti penting dan dilambangkan dengan warna hijau, serta diberi angka 2 dan 6 karena menggunakan personil yang sama dan merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengadukan dengan pencetakan diberi sandi I yang berarti penting dan dilambangkan dengan warna hijau, serta

125

diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengadukan dengan pengukusan diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengadukan dengan penjemuran diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengadukan dengan pengovenan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengadukan dengan penimbangan (bahan setengah jadi) diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. . Hubungan antara pengadukan dengan penggorengan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 dan 10 karena merupakan urutan aliran kerja namun tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan antara pengadukan dengan penirisan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 dan 10 karena merupakan urutan aliran kerja namun tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara pengadukan dengan penyimpanan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara penggilingan dengan pengepressan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 1, 2, 3, 6 karena menggunakan catatan yang sama, menggunakan personil yang sama,

menggunakan ruangan yang sama serta merupakan urutan aliran kerja. Kemudian hubungan antara penggilingan dengan pencetakan diberi sandi E yang berarti sangat penting dan dilambangkan dengan warna jingga, serta diberi angka 1, 3, 6 karena menggunakan catatan yang sama, memakai ruangan yang sama, serta merupakan urutan aliran kerja. Kemudian hubungan antara penggilingan dengan pengukusan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara penggilingan dengan penjemuran diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara penggilingan dengan pengukusan diberi sandi U yang

126

berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara penggilingan dengan pengovenan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara penggilingan dengan penimbangan (bahan setengah jadi) diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara penggilingan dengan penggorengan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara penggilingan dengan penirisan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara penggilingan dengan penyimpanan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara pengepressan dengan pencetakan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 1, 3, 6 karena menggunakan catatan yang sama, menggunakan ruangan yang sama serta merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengepressan dengan pengukusan diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengepressan dengan penjemuran diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan antara pengepressan dengan pengovenan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan antara pengepressan dengan penimbangan bahan setengah jadi diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan antara pengepressan dengan penggorengan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan antara pengepressan dengan penirisan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada

127

hubungan

kegiatan.

Kemudian

hubungan

antara

pengepressan

dengan

penyimpanan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara pencetakan dengan pengukusan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 3 dan 6 karena menggunakan ruangan yang sama serta merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pencetakan dengan penjemuran diberi sandi I yang berarti penting dan dilambangkan dengan warna hijau, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pencetakan dengan pengovenan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan antara pencetakan dengan penimbangan bahan setengah jadi diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan antara pencetakan dengan penggorengan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan antara pencetakan dengan penirisan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara pencetakan dengan penyimpanan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara pengukusan dengan penjemuran diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengukusan dengan pengovenan diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengukusan dengan penimbangan bahan setengah jadi diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan antara pengukusan dengan penggorengan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan antara pengukusan dengan penirisan diberi sandi U yang

128

berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara pengukusan dengan penyimpanan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara penjemuran dengan pengovenan diberi sandi I yang berarti penting dan dilambangkan dengan warna hijau, serta diberi angka 2, 6, 7 karena menggunakan personil yang sama, merupakan urutan aliran kerja serta melaksanakan pekerjaan yang sama. Hubungan antara penjemuran dengan penimbangan bahan setengah jadi diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara penjemuran dengan penggorengan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan antara penjemuran dengan penirisan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara penjemuran dengan penyimpanan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara pengovenan dengan penimbangan bahan setengah jadi diberi sandi E yang berarti sangat penting dan dilambangkan dengan warna jingga, serta diberi angka 3 dan 6 karena memakai ruangan yang sama serta merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengovenan dengan penggorengan diberi sandi I yang berarti penting dan dilambangkan dengan warna hijau, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengovenan dengan penirisan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara pengovenan dengan penyimpanan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara penimbangan bahan setengah jadi dengan penggorengan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 1, 2,

129

3, 6 karena menggunakan catatan yang sama, menggunakan personil yang sama, menggunakan ruangan yang sama serta merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara penimbangan bahan setengah jadi dengan penirisan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara penimbangan (bahan setengah jadi) dengan penyimpanan diberi sandi I yang berarti penting dan dilambangkan dengan warna hijau, serta diberi angka 1, 3, 6 karena menggunakan catatan yang sama, menggunakan ruangan yang sama serta merupakan urutan aliran kerja.. Kemudian hubungan antara penggorengan dengan penirisan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 1, 2, 3, 6 karena menggunakan catatan yang sama, menggunakan personil yang sama, menggunakan ruangan yang sama serta merupakan urutan aliran kerja. Lalu hubungan antara penggorengan dengan penyimpanan diberi sandi E yang berarti sangat penting dan dilambangkan dengan warna jingga, serta diberi angka 1, 2, 3, 6 karena menggunakan catatan yang sama, menggunakan personil yang sama, menggunakan ruangan yang sama serta merupakan urutan aliran kerja.. Lalu yang terakhir adalah hubungan antara penirisan dengan penyimpanan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 1, 2, 3, 6 karena menggunakan catatan yang sama, menggunakan personil yang sama, menggunakan ruangan yang sama serta merupakan urutan aliran kerja..

130

BAB V KESIMPULAN Berdasarkan praktikum acara 5 yang berjudul Peta Keterkaitan Kerja, maka praktikan telah dapat menunjukkan keeratan keterkaitan antar kegiatan yang memerlukan ruangan dalam industri dengan dibuatnya peta keterkaitan kerja.

131

DAFTAR PUSTAKA

Apple, J. M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Edisi ke 3. ITB. Bandung. Angelia, Corry. 2009. Metode Craft. Dalam http://www.ittelkom.co.id/library/ indeks.php?option=com_content&viewid=495%Ametode-craft-&ltermid =14. Diakses pada Rabu, 05April 2013 pukul 19.18 WIB. Machfud dan Yudha Agung. 1990. Perancangan Tata Letak pada Industri Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Muther, R. 1955. Practical Plant Layout. McGraw-Hill Book Co: New York. Sutalaksana, Anggawisastro. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Keluarga Mahasiswa Teknik Industri-ITB. Tomkins, James A., White John A. 1996. Facility Planning. John Wiley & Sons. USA. Tompkins, JM. 1992. Facilities Planning. John Wiley & Sons Inc. New York. Wignjosoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan.ITS. Surabaya. Wignjosoebroto, Sritomo. 1993. Pengantar Teknik Industri Edisi I. Jakarta: PT Guna Widya.

132

LAPORAN PRAKTIKUM TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN ACARA 6

DIAGRAM KETERKAITAN KEGIATAN

KELOMPOK A6 ANGGOTA Febriana Kumala D. Arief Maharani Riska Dian Nur L. Devira Setyastuti 11/311492/TP/09950 11/311591/TP/09963 11/311902/TP/09980 11/312278/TP/10006

Co. Ass Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
133

2013
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Industri merupakan sebuah wadah berkumpulnya faktor-faktor produksi. Faktor-faktor tersebut digunakan untuk menghasilkan sebuah produk yang bernilai tambah. Industri menengah ataupun perusahaan saat ini sangat

memperhatikan efisiensi dan efektifitas kerjanya. Pada perancangan suatu tempat untuk menempatkan faktor-faktor produksi tersebut, dibutuhkan banyak sekali pertimbangan untuk mencapai tujuan awal perusahaan. Pada industri, termasuk industri pertanian, faktor-faktor tersebut dikelola dengan melibatkan banyak kegiatan di dalamnya. Kegiatan-kegiatan tersebut berupa kegiatan produksi, perangkaian, penyimpanan, perkantoran, serta kegiatan - kegiatan dengan fasilitas penunjang lainnya. Kedekatan antara suatu kegiatan dengan kegiatan lain dan suatu tempat dengan tempat yang lain sangat penting untuk dianalisis. Hal ini dikarenakan berpengaruh pada aliran bahan, serta bentuk perancangan kebutuhan ruangan industri. Kedekatannya sangat perlu dianalisis agar suatu industri mencapai produktivitas yang optimum, efisien, efektif, dan aman. Salah satu metode atau teknik untuk menganalisis dan menunjukkan kedekatan antara suatu kegiatan dengan kegiatan lain dan suatu tempat dengan tempat yang lain dapat menggunakan Diagram Keterkaitan Kegiatan (Activity Relationship Diagram). Diagram ini merupakan diagram berbentuk balok yang menunjukkan pendekatan keterkaitan kegiatan yang menunjukkan setiap kegiatan sebagai suatu model kegiatan tunggal. Maka dari itu pada praktikum ini, dilakukan analisis kedekatan keterkaitan kegiatan-kegiatan dalam industri Kerupuk Subur menggunakan Diagram Keterkaitan Kegiatan (DKK). B. Tujuan Praktikan dapat menentukan posisi satu ruangan terhadap ruangan lain dalam ruangan produksi maupun industri.

134

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Activity Relationship Chart sangat berguna untuk perencanaan dan analisi hubungan aktivitas antar masing-masing departemen. Sebagai hasilnya maka data yang didapat selanjutnya akan dimanfaatkan untuk penentuan letak masingmasing departemen tersebut, yaitu lewat apa yang disebut Activity Relationship Diagram. Pada dasarnya diagram ini menjelaskan mengenai hubungan pola aliran bahan dan lokasi dari masing-masing departemen penunjang terhadap departmen produksinya (Wignjosoebroto, 1996). Activity Relation Chart pada dasarnya sangat baik dipergunakan untuk menganalisa tata letak pabrik dengan memperhatikan faktor-faktor yang bersifat kualitatif. Untuk mengatur tata letak departemen atau bagian dari suatu perkantotan , gudang, tempat pembuangan, limbah dan lain-lain. Maka metode ini tepat untuk di pergunakan.dalam pengaturan fasilitas fasilitas dari departeman produksi dalam pabrik pemakaian Activity Relation Chart yang dikombinasikan dengan metode kualitatif seperti From to Chart sangat dianjurkan ( Apple, 1990). Activity Relation Chart menunjukkan pentingnya kedekatan suatu departemen dengan departemen lainnya dalam satu pabrik. Activity Relation Chart bertujuan untuk mengantisipasi tidak tampaknya semua hubungan yang penting dalam aliran produk, Contohnya : penting bagi laboratorium pengendalian kualitas di pabrik susu umtuk memilih lokasi sedekat mungkin dan meletakkan ruangan ruangan fasilitas lainnyadi tempat yang jauh dari ruang pencampuran lemak (Wayne, 1993). Pendekatan yang dilakukan oleh Muther juga dilakukan oleh Downs, menurut Downs (1956) diagram aliran yang ada dikembangkan dengan cara, kegiatan-kegiatan yang terjadi dihubungkan dengan garis atau pita dengan berbagai ketebalan yang berbeda. Lebar garis menunjukkan volume antara kegiatan, dan membantu perencana untuk menghubungkan masing-masing kegiatan secara tepat dalam tahap awal perencanaan tata letak.

135

Untuk membuat rancangan tata letak ideal perlu dilakukan analisis antar kegiatan dengan membuat diagram keterkaitan kegiatan. Setelah dilakukan analisis maka diagram tersebut disusun dengan membuat tabel lembar kerja keterkaitan kegiatan selanjutnya memplotkan pada blok keterkaitan untuk mempermudah tata letaknya. Blok diagram yang sudah jadi akan disusun sedemikian rupa menurut diagram keterkaitan kegiatan yaitu dengan cara mendekatkan proses-proses yang diperlukan. Hasil dari blok keterkaitan tersebut diaplikasikan pada tata letak sebenarnya dengan menyusun bentuk area kerjanya yang dilakukan secara manual (Anonim I, 2013). Penggunaan Diagram Keterikatan Kegiatan adalah bertujuan untuk perencanaan hubungan antara pola aliran bahan dan lokasi aktivitas pelayanan yang berhubungan dengan aktivitas produksi (Apple, 1990). Kegunaan dari diagram tersebut adalah untuk (Muther, 1944): 1. Pengalokasian sistematis untuk setiap aktivitas 2. Proses penempatan fasilitas 3. Membuat suatu layout lebih akurat 4. Menaksir luas total dari suatu gedung 5. Meminimasi ruang yang diperlukan Untuk membuat rancangan tata letak ideal perlu dilakukan analisis antar kegiatan dengan membuat diagram keterkaitan kegiatan. Setelah dilakukan analisis maka diagram tersebut disusun dengan membuat tabel lembar kerja keterikatan kegiatan, selanjutnya memplotkan pada blok keterikatan untuk mempermudah tata letaknya. Blok diagram yang sudah jadi akan disusun sedemikian rupa menurut diagram keterkaitan kegiatan yaitu dengan cara mendekatkan proses proses yang diperlukan. Hasil dari blok keterkaitan tersebut diaplikasikan pada tata letak sebenarnya dengan menyusun bentuk area kerja yang dilakukan secara manual (Widya, 2007). Untuk membuat rancangan tata letak ideal perlu dilakukan analisis antar kegiatan dengan membuat diagram keterkaitan kegiata. Setelah dilakukan analisis maka diagram tersebut disusun dengan membuat tabel lembar kerja keterkaitan selanjutnya plotkan pada blok keterkaitan agar lebih mudah menentukan tata letaknya. Blok diagram yang sudah jadi akan disusun sedemikian rupa menurut

136

diagram keterkaitan kegiatan yaitu dengan cara mendekatkan proses proses yang mutlak diperlukan (Hendrarto, 2008).

137

BAB III METODE PRAKTIKUM

PKK yang telah diperoleh diacara sebelumnya diterjemahkan ke dalam lembar kerja seperti yang dicontohkan pada modul praktikum TLPB.

Semua kegiatan (dari PKK) dituliskan di kolom kiri

Nomor kegiatan dari PKK dimasukkan pada setiap kolom untuk menunjukkan derajat kedekatan dengan kegiatan pada baris.

Mengalihkan angka-angka pada kolom lembar kerja ke kotakan-kotakan seperti yang ada pada modul. Untuk U tidak dialihkan karena tidak diperlukan lagi.

Kotakan-kotakan tersebut dipotong-potong, yang mempunyai derajat kedekatan A dipasangkan lebih dulu, baru yang E dan seterusnya. Dengan metode trial and error dan diuji cobakan untuk seluruh kegiatan yang ada.
138

Susunan akhir disalin ke kertas. Inilah yang disebut sebagai Diagram Keterkaitan Kegiatan.

Memberikan warna pada masing-masing kotak sesuai dengan bagiannnya (produksi, perkantoran, pelayanan pabrik, pelayanan pekerja dan lain-lain) seperti contoh yang ada di modul praktikum TLPB.

139

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil 1. Tabel Derajat Kedekatan (Terlampir) 2. Form Diagram Keterkaitan Kegiatan (Terlampir)

B. Pembahasan Diagram Keterkaitan Kegiatan(DKK) atau Activity Relationship Diagram (ARD) adalah diagram balok yang menunjukkan setiap kegiatan sebagai satu model kegiatan tunggal. Jika terdapat sejumlah besar kegiatan dan keterkaitan, mungkin lebih baik dikelompokkan menjadi kelompok kegiatan yang berkaitan. Fungsi yang lebih besar mungkin akan lebih mudah dikaitkan satu sama lain. DKK digambarkan dalam diagram balok yang merupakan penerjemahan dari PKK. Cara membuat DKK yaitu dengan terlebih dahulu membuat lembar kerja DKK. Untuk mengisi lembar kerja DKK, digunakan informasi dari PKK dan berdasarkan pola aliran bahan yang dianut. Kemudian ditentukan derajat kedekatannya yang dimuat di PKK. Simbol A mempunyai hubungan kedekatan mutlak perlu, simbol E mempunyai hubungan kedekatan sangat penting, simbol X mempunyai hubungan kedekatan tidak diharapkan. Tujuan dari pembuatan DKK ini adalah sebagai dasar untuk perancangan tata letak dari sebuah pabrik atau area kerja sesuai dengan pola aliran material yang berhubungan dengan aktivitas produksi. Pertimbangan dalam pembuatan DKK ini adalah dengan berdasarkan hasil dari PKK yang telah dibuat, yaitu dilakukannya peletakkan fasilitas yang sesuai dengan derajat kedekatan yang telah ditentukan sebelumnya. Derajat hubungan A (mutlak perlu) dan derajat X (tidak diharapkan) merupakan prioritas, karena kedua derajat hubungan ini menyatakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dan yang

140

harus dihindari dalam perancangan suatu tata letak. Fasilitas-fasilitas itu harus berdekatan satu sama lain. Namun jika fasilitas yang memiliki derajat hubungan X (tidak perlu), letaknya harus berjauhan karena beberapa alasan atau hal-hal yang dipertimbangkan. Apabila derajat hubungannya E (sangat penting) atau I (penting) maka fasilitas-fasilitas yang memiliki derajat hubungan tersebut diutamakan berada saling berdekatan, namun tidak mutlak atau harus. Sedangkan derajat hubungan yang memiliki derajat hubungan tersebut tidak perlu untuk saling berdekatan. Selain pertimbangan diatas, juga ada pertimbangan dalam pembuatan Diagram Keterkaitan Kegiatan, yaitu sebagai berikut : 1. Bentuk balok pada DKK sisi-sisinya berukuran 3 cm. 2. Warna balok disesuaikan dengan fungsinya, untuk kantor dan pendukung personil kantor berwarna kuning, untuk produksi berwarna hijau, untuk maintenance, pelayanan personil pabrik, pelayanan produksi berwarna biru, sedangkan untuk pelayanan pabrik berwarna merah muda. 3. Tata letak dibuat berdasarkan DKK yang telah dibuat, sesuai dengan derajat kedekatannya. Manfaat DKK yaitu sebagai acuan untuk perancangan tata letak Industri Kerupuk Subur agar lebih optimal adanya aliran balik. Adapun kelebihan DKK ini yaitu : 1. Memudahkan proses aliran bahan 2. Memperbaiki susunan tempat kerja yang ada 3. Mengurangi jarak perpindahan bahan 4. Efisiensi waktu 5. Meminimalkan penggunaan luas tanah dengan cara memanfaatkan ruang kosong yang masih ada 6. Membuat suatu layout lebih akurat 7. Proses penempatan fasilitas menjadi lebih teratur 8. Pengalokasian menjadi lebih sistematis untuk setiap aktivitas Selain memiliki kelebihan, DKK juga memiliki kekurangan, diantaranya adalah:
141

di dalam proses produksinya dan mencegah

1. Sulit di dalam pengaplikasiannya dikarenakan butuh biaya yang besar untuk merealisasikannya. 2. Banyaknya stasiun yang telah dibut secara permanen sehingga sulit memindahkannya. 3. Penilaian bersifat subjektif dikarenakan dinilai oleh praktikan. 4. Pembuatan DKK telalu rumit karena harus membuat PKK terlebih dahulu. Pada diagram keterkaitan kegiatan, dapat diketahui kedekatan antar satu kegiatan dengan kegiatan lainnya dengan melihat letak persegi yang mewakili sebagai satu stasiun kerja. Di dalam persegi tersebut terdapat keterangan seperti nama stasiun kerja, nomor stasiun kerja dan simbol-simbol yang menunjukkan derajat kedekatan satu kegiatan dengan kegiatan lain agar mudah dilakukan analisis letak kedekatan antar kegiatan tersebut. Pada persegi pertama menunjukkan stasiun kerja nomor 4 (penggilingan) dan derajat kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan) berdekatan dengan stasiun kerja nomor 5 (pengepressan), dan simbol E (sangat perlu) berdekatan dengan satsiun kerja nomor 6 (pencetakan). Pada persegi kedua menunjukkan stasiun kerja nomor 5 (pengepressan) dan derajat kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan) berdekatan dengan stasiun kerja nomor 6 (pencetakan), dan simbol O (kedekatan biasa) dengan satsiun kerja nomor 7 (pengukusan). Pada persegi ketiga menunjukkan stasiun kerja nomor 2 (pencampuran) dan derajat kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan) berdekatan dengan stasiun kerja nomor 3 (pengadukan) dan 4 (penggilingan), simbol O (kedekatan biasa) dengan stasiun kerja nomor 6 (pencetakan) dan 7 (pengukusan), dan simbol I (perlu) dengan stasiun kerja nomor 5 (pengepressan). Lalu pada persegi keempat menunjukkan stasiun kerja nomor 6 (pencetakan) dan derajat kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan) berdekatan dengan stasiun kerja nomor 7 (pengukusan), dan simbol I (perlu) dengan stasiun kerja nomor 8 (penjemuran). Kemudian pada persegi kelima menunjukkan stasiun kerja nomor 3 (pengadukan) dan derajat kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan) berdekatan dengan stasiun kerja nomor 4

(penggilingan), simbol O (kedekatan biasa) dengan stasiun kerja nomor 7

142

(pengukusan), dan simbol I (perlu) dengan stasiun kerja nomor 5 (pengepressan) dan 6 (pencetakan). Selanjutnya pada persegi keenam menunjukkan stasiun kerja nomor 1 (penimbangan) dan derajat kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan) berdekatan dengan stasiun kerja nomor 2 (pencampuran), simbol E (sangat perlu) dengan stasiun kerja nomor 3 (pengadukan), dan simbol O (kedekatan biasa) dengan stasiun kerja nomor 4 (penggilingan), 5 (pengepressan), 6 (pencetakan), dan 7 (pengukusan). Lalu pada persegi ketujuh menunjukkan stasiun kerja nomor 7 (pengukusan) dan derajat kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol O (kedekatan biasa) dengan stasiun kerja nomor 8 (penjemuran), dan 9 (pengovenan). Kemudian pada persegi kedelapan menunjukkan stasiun kerja nomor 9 (pengovenan) dan derajat kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol E (sangat perlu) dengan stasiun kerja nomor 10 (penimbangan bahan setengah jadi), dan simbol I (perlu) dengan stasiun kerja nomor 11 (penggorengan). Selanjutnya pada persegi kesembilan menunjukkan stasiun kerja nomor 11 (penggorengan) dan derajat kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan) dengan stasiun kerja nomor 12 (penirisan), dan simbol E (sangat perlu) dengan stasiun kerja nomor 13 (penyimpanan). Setelah itu pada persegi kesepuluh menunjukkan stasiun kerja nomor 8 (penjemuran) simbol O (kedekatan biasa) dengan stasiun kerja nomor 10 (penimbangan bahan setengah jadi), dan simbol I (perlu) dengan stasiun kerja nomor 9 (pengovenan). Pada persegi kesebelas menunjukkan stasiun kerja nomor 10 (penimbangan bahan setengah jadi) dan derajat kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan) dengan stasiun kerja nomor 11 (penggorengan), dan simbol I (perlu) dengan stasiun kerja nomor 13 (penyimpanan). Lalu pada persegi kedua belas menunjukkan stasiun kerja nomor 13 (penyimpanan) dan tidak ada derajat kedekatan yang terjadi pada stasiun kerja ini karena merupakan proses akhir dari keseluruhan proses. Yang terkahir adalah persegi ketiga belas menunjukkan stasiun kerja nomor 12 (penirisan) dan derajat kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan) dengan stasiun kerja nomor 13 (penyimpanan) saja.

143

BAB V KESIMPULAN praktikum acara 6 yang berjudul Diagram Keterkaitan

Berdasarkan

Kegiatan, maka praktikan telah dapat menentukan posisi satu ruangan terhadap ruangan lain dalam ruangan produksi maupun industri.

144

DAFTAR PUSTAKA

Anonim I. 2013. Jurnal Teknotan. http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/ uploads/publikasi_dosen/no.21/520jurnal/520FTIP. Diakses pada hari Minggu tanggal 21 April 2013 pukul 14.05 WIB. Apple, J. M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, Edisi ke 3. Bandung : ITB. Downs, G. 1956. Best Way To Layout a Job Shop, Factory Management and Maintenance. New York: McGraw-Hill Book Co. Hendrarto, dkk. 2008. Modifikasi Tata Letak Fasilitas Produksi Jamur Tiram. http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasidosen/no.28/5 29jurnal/520FTIP. Diakses pada hari Senin tanggal 19 April 2013 pukul 20.15 WIB. Muther, R. 1994. Production Line Technique. McGraw-Hill Book Co. New York. Wayne, C Turner . 1993. Pengantar Teknik dan Sistem Industri Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Penerbit Guna Widya.. Widya Astuti. 2007. Perancangan Fasilitas. Yogyakarta: Teknik Industri STTA. Wignjosoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. ITS. Surabaya.

145

LAPORAN PRAKTIKUM TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN ACARA 7

PENENTUAN LUAS LANTAI

KELOMPOK A6 ANGGOTA Febriana Kumala D. Arief Maharani Riska Dian Nur L. Devira Setyastuti 11/311492/TP/09950 11/311591/TP/09963 11/311902/TP/09980 11/312278/TP/10006

Co. Ass Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
146

2013
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Sektor industri merupakan sektor yang berperan besar dalam pembangunan perekonomian bangsa. Pembelajaran mengenai bidang industri sangat penting agar sebuah pabrik atau manufaktur dapat beroperasi dengan baik. Kegiatan utama dalam bidang industri pertanian adalah merancang industri pertanian. Contohnya merancang tata letak pabrik atau fasilitas. Penempatan fasilitas dalam pabrik sangat mempengaruhi kinerja para pekerja, jika fasilitas tertata dengan baik dan sesuai, maka kegiatan operasi dapat berjalan dengan lancar. Tata letak pabrik merupakan penempatan dan pengaturan dari bermacam-macam fasilitas produksi yang ada. Pengaturan ruang berkaitan erat dengan luas area yang dibutuhkan untuk mesin/peralatan produksi, penempatan material, keleluasaan operator bergerak, dll. Penentuan luas ruangan yang diperlukan untuk aktivitas produksi tergantung pada area kerja (work station) yang ada. Secara total area yang dibutuhkan merupakan jumlah total dari tiap-tiap stasiun kerja yang ada. Sedangkan kelonggaran akan diberikan untuk keperluan jalan lintasan. Oleh karena itu praktikan dituntut agar memiliki kemampuan serta keahlian untuk meningkatkan kinerja para pekerja serta memberikan nilai tambah pada produk yang dihasilkan. Dengan melakukan praktikum penentuan luas lantai, diharapkan praktikan dapat memperbaiki industri yang dijadikan sebagai objek kajian.

B. Tujuan Tujuan dari praktikum tata letak dan penanganan bahan acara 7 yang berjudul Penentuan Luas Lantai ini adalah: 1. Praktikan dapat menentukan jenis dan jumlah ruang yang dibutuhkan setiap kegiatan dalam industri.
147

2. Praktikan dapat menentukan luas lantai setiap kegiatan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Luas lantai produksi digunakan untuk mengetahui luas lahan yang akan digunakan dalam perencanaan Tata Letak Fasilitas dan perusahaan yang akan didirikan. Perhitungan luas lantai produksi dimulai dari luas kebutuhan lahan sampai perkantoran dengan memperhatikan segala fasilitas pendukungnya. Dalam melakukan suatu perencanaan Tata Letak Fasilitas dan pemindahan bahan, dibutuhkan beberapa kebutuhan luas lantai untuk kegiatan produksi pabrik yang akan didirikan, serta fasilitas-fasilitas pendukung lainnya. Dengan demikian perlu dihitung berapa luas lantai yang disiapkan, terutama untuk kegiatan bagian produksi. Perhitungan luas lantai ini didasarkan pada bahan baku yang akan disiapkan. Berdasarkan hal tersebut maka akan didapat luas lantai Receiving (gudang bahan baku) model Tumpukan dan Rak. Tumpukan digunakan untuk material yang rata-rata mempunyai dimensi yang besar sehingga tidak memungkinkan untuk dimasukan kedalam suatu wadah/tempat tertentu. Sedangkan untuk material yang menggunakan model penyimpanan menggunakan rak, digunakan untuk material yang berdimensi kecil (Anonim, 2013). Ruangan yang dibutuhkan oleh sebuah fasilitas jelas erat sekali dengan kaitannya dengan peralatan, bahan, pegawai dan kegiatan. Dimensi ruang kerja akan pko yaitu dipengaruhi oleh dua hal pokok yaitu situasi fisik dan situasi kerja yang ada. Di dala menentukan dimensi ruang kerja perlu diperhatikan antara lain jrak jankau yang bisa dilakukan oleh operator. Batasan-batasan ruang yang enak dan cukup memberikan keleluasan gerak operator dan kebutuhan area minimum yang harus dipenuhi untuk kegiatan-kegiatan tertentu (Apple, 1997). Tata letak pabrik pada dasarnya merupakan penempatan dan pengaturan dari bermacam-macam fasilitas produksi yang ada. Pengaturan ruangan disini berkaitan erat dengan luas area yang dibutuhkaneuntuk mesin/peralatan produksi, penempatan material, keleluasaan opedan rator untuk bergerak, dan lain-lain aktivitas. Kebutuhan untuk luas area ini harus dipertimbangkan untuk seluruh

148

aktivitas yang ada dalam pabrik dan untuk paling tidak ada tiga macam area yang harus diberikan, yaitu (Wignjosoebroto, 1996): 1. Area yang diperlukan untuk operasi dari mesin dan peralatan yang ada. 2. Area yang diperlukan untuk penyimpanan bahan baku atau benda jadi yang telah selesai dikerjakan. 3. Area yang diperlukan untuk fasilitas-fasilitas service. Dalam perencanaan ruang yang ada diperlukan untuk broperasinya mesin dan peralatan produksi lainnya, maka diperlukan kelonggaran (allowance) untuk ruangan antara mesin dan operator, work in process storage, dan juga kelonggaran-kelonggaran yang ditujukan untuk prosses pemindahaan serta perawatan. Area untuk penyimpanan perkakas juga untuk ruangan mandor dan supervisor berada harus pula diberikan, karena kedua aktivitas in berkaitan erat dengan mempunyai lokas yang sama dengan peralatan produksi. Dalam menghitung kebutuhan luas lantai, dilibatkan pula masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan lainnya yang akan mempengaruhi terhadap luas lantai tersebut, yaitu (STMI, 2010): 1) 2) 3) 4) Alat angkut Cara pengangkutan Cara penyimpanan bahan baku (ditumpuk atau dirak) Aliran bahan Kesemua hal diatas harus diperhitungkan dalam penentuan luas lantai dengan menambah harga allowance (kelonggaran) tertentu. Dengan demikian perlu dihitung beberapa luas lantai yang disiapkan, terutama untuk kegiatan bagian produksi yang didasarkan pada (STMI, 2010): a) Bahan baku yang akan disiapkan b) Mesin atau peralatan yang digunakan c) Barang jadi yang dihasilkan Perencanaan layout yang cermat tanpa diimbangi perencanaan material handling yang baik, akan sia-sia untuk diterapkan. Sebab akan terjadi kesulitan pemindahan bahan, arus bahan baku sampai produk akhir terganggu, akibat lebih jauh tingkat produktivitas perusahaan menurun. Oleh karena itu perlu sekali dilakukan perencanaan tata letak fasilitas dan perencanaan material handling. Hal

149

ini dapat dilakukan dengan metode penyusunan layout yang tepat yang akan menghasilkan perencanaan layout fasilitas baru yang terbaik (Tompkin, et al.,1996). Semua ruangan yang dipakai pada setiap kegiatan/fungsi pabrik termuat dalam luas lantai pabrik. Beberapa metode yang umum digunakan untuk menentukan luasan lantai adalah (Purwanto, 1990) : 1. Production Centre Method Dimana pusat produksi terdiri dari satu mesin ditambah dengan seluruh peralatan yang diperlukan dan area operator. Tempat kerja (depan, belakang, samping kiri dan kanan), ruang maintenance, ruang storage harus ditambahkan dalam menghitung luas lantai. Kelonggaran (allowance) diperlukan dalam hal perhitungan bahan baku dan perkakas pembantu. Walaupun rumit tapi metode ini lebih teliti dalam perhitungan. 2. Convertion Method Untuk menentukan luas lantai pada aktivitas kantor dan gudang, berdasarkan pada logika, alasan-alasan tertentu, educated guess (menebak berdasarkan ilmu yang diketahui), konversinya ditujukan antar perusahaan sejenis. 3. Rough Lay Out Methode Metode ini memakai maket. 4. Space Standart Dalam metode ini harus dipahami betul asumsi-asumsi yang dipakai untuk menghindari kekurangan atau kelebihan. 5. Ratio & Trend Projection Memakai data masa lalu tentang rasio. Metode ini paling tidak akurat dan digunakan untuk meramalkan/memproyeksikan kebutuhan dari pekerja. Dalam perancangan ruang ada beberapa faktor yang harus dibuat berdasarkan template/model equipment dengan

dipertimbangkan, diantaranya adalah (Barnes, 1980) : 1. Umum a. Merupakan kegiatan yang paling banyak memerlukan luas yaitu produksi dan pelayanan produksi.

150

b. Ramalan penjualan. c. Jumlah produksi. d. Perubahan kemajuan teknologi dalam proses dan kemungkinan terjadinya perubahan produk. e. Rencana induk baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek termasuk kemungkinan perluasan. f. Keluwesan ruangan terhadap ruangan lain. g. Jumlah pegawai total, jumlah shift kerja, perbandingan jumlah pekerjapria dan wanita. 2. Produksi a. Ukuran sifat bahan dan karakteristik produk jadi. b. Metode, sifat dan jumlah operasi. c. Metode, kebakuan dan efisiensi kerja. d. Jumlah dan ukuran mesin. e. Pola aliran bahan. f. Jumlah operator dan pegawai penunjang. g. Cara pemindahan dan peralatannya. h. Kebutuhan gudang penyimpanan. 3. Bangunan a. Model dan jenis konstruksinya. b. Jumlah luas lantai, kapasitas beban lantai dan tinggi maksimal ruangan. c. Pintu, tangga dan kemungkinan penggunaan lift (jika pabriknya besar). d. Bentuk , ukuran dan kndisi bangunan. e. Ketersediaan dan utilitas gedung. 4. Biaya a. Ketersediaan dana. b. Suku bunga. c. Kecenderungan ekonomi. Efisiensi bangunan perkantoran biasanya dihitung berdasarkan rasio dari luas ruang perkantoran yang terpakai terhadap jumlah kotor luas ruang bangunan (Abbas, 2001):

151

1. Luas lantai ruang kerja (luas terpakai) : ruangan dimana seseorang dapat bekerja dan mempunyai ruang untuk sirkulasi sekundernya. 2. Ruang sirkulasi utama, yang dibutuhkan untuk menempatkan jalur sirkulasi, jalur pencapaian dan juga jalur untuk keadaan darurat dar/ke tempat kerja. 3. Ruang khusus sebagai ruang yang tidak dapat digunakan sebagai ruang kerja perkantoran, melainkan untuk fungsi tertentu (r.arsip,kantin). 4. Ruang anti vertical (core) yakni ruang yang dibutuhkan sebagai penunjang bangunan seperti ruang lift, tangga dll. 5. Luas kotor ruang keseluruhan adalah penjumlahan semua luas lantai ruang perkantoran termasuk ruang anti vertical, ruang dinding tepid an dinding struktur. 6. Luas bersih ruang terpakai yaitu luas kotor ruang dikurangi ruang inti vertical, ruang dinding tepi dan dinding struktur. 7. Ruang sirkulasi utama memanfaatkan 10%-15% dari luas bersih ruang. Tidak semua ruang kerja mempunyai nilai manfaat yang sama. Kesalahan umum dalam perancangan yang mengakibatkan berkurangnya efisiensi ruang biasanya menyangkut hal-hal kolom bangunan terlalu dekat pada dinding tepi, kolom bangunan terlalu menonjol sehingga mengganggu jalur sirkulasi, bentangan ruang-ruang yang salah dan peletakkan sauran/instalasi pada jalur tepi saja (Abbas, 2001).

152

BAB III METODE PRAKTIKUM

Mengidentifikasi semua kegiatan yang memiliki ruang dalam pabrik yang akan dirancang tata letaknya.

Merancang tata letak untuk setiap kegiatan yang memerlukan ruangan, beserta ukurannya (dalam bentuk gambar per kegiatan). Kegiatan meliputi kegiatan produksi, pelayanan pabrik, pelayanan personil, maintenance, dll.

Luasan yang dibutuhkan, dihitung.

Menghitung luas gang utaman (antara 20-50% dari total luas) berdasarkan tipe aliran bahan yang telah dipilih.

Untuk perhitungan luas lantai gudang. Apabila barang di gudang dapat disimpan dalam rak, maka kebutuhan rak diperhitungkan, selanjutnya baru dihitung kebutuhan luas ruangan.

153

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil 1. Tabel Luas Lantai (Terlampir) 2. Tabel Luas Gudang (Terlampir)

B. Pembahasan Pada praktikum kali ini yaitu acara 7 dengan judul penentuan luas lantai, tujuan yang hendak dicapai adalah praktikan dapat menentukan jenis dan jumlah ruang yang dibutuhkan setiap kegiatan dalam industri serta praktikan dapat menentukan luas lantai setiap kegiatan. Praktikum ini diawali dengan mengidentifikasi semua kegiatan yang memerlukan ruang dalam industri yang akan dirancang tata letaknya, kemusian rancang tata letak untuk setiap kegiatan yang memerlukan ruangan, beserta

ukurannya (dalam bentuk gambar per kegiatan dan yang terakhir adalah menghitung luas lantai yang dibutuhkan. Luas lantai adalah perhitungan luas yang akan dipergunakan untuk menentukan luas lantai kantor dan pabrik. Luas lantai diproduksi digunakan untuk mengetahui luas lahan yang akan digunakan dalam perencanaan tata letak fasiltas perusahaan yang akan didirikan. Perhitungan luas lantai produksi dimulai dari luas kebutuhan lahan sampai perkantoran dengan memperhatikan segala fasiltas dan pendukungnya. Perhitungan luas lantai perlu diperhatikan mengenai gang. Penentuan besarnya gang dipengaruhi oleh ukuran faktor manusia, peralatan atau mesin dan bahan baku yang digunakan. Menghitung luas lantai produksi, maka informasi yang diperlukan adalah nama peralatan atau mesin yang dipakai, jumlah mesin peralatan yang sesuai dengan yang terdapat pada route sheet, dan ukuran peralatan atau mesin yang

154

dipakai. Tujuan menghitung luas lantai adalah untuk memperkirakan kebutuhan luas lantai bagian produksi yang meliputi : 1. Gudang bahan baku, yaitu gudang bahan model tumpukan dan rak. 2. Fabrikasi dan peraktan, yaitu mesin dan peralatan. 3. Gudang bahan jadi. Melakukan suatu perencanaan Tata Letak Fasilitas dan pemindahan bahan, dibutuhkan beberapa kebutuhan luas lantai untuk kegiatan produksi pabrik yang akan didirikan, serta fasilitas-faslilitas pendukung lainnya. Dengan demikian perlu dihitung berapa luas lantai yang disiapkan, terutama untuk kegiatan bagian produksi. Perhitungan luas lantai ini didasarkan pada bahan baku yang disiapkan. Bagian-bagian produksi tersebut meliputi : 1. Luas lantai gudang bahan baku (receiving) Luas lantai gudang bahan baku (receiving) adalah luas lantai yang akan dipergunakan untuk menyimpan bahan baku atau material yang akan digunakan dalam produksi. Luas lantai gudang bahan baku terbagi menjadi dua model yaitu model Tumpukan dan model Rak. Untuk member gambaran dari cara penyimpanan bahan baku digudang, maka diperlukan gambar bagaimana cara penyimpanan materal tersebut (baik model tumpukan atau model Rak), sehingga luas lantai yang dipakai sesuai dengan hasil perhitungan. Ruangan gambar yang dibuat harus member penjelasan mengenai : a. Tinggi memuat berapa tumpuk. b. Lebar memuat berapa tumpuk. c. Ukuran memuat berpa tumpuk. 2. Fabrikasi dan Perakitan Luas lantai mesin (fabrikasi atau assembling) juga perlu perhitungan dalam perencanaan tata letak fasilitas dan pemindahan bahan. Data yang diperlukan dalam perhitungan luas lantai antara lain : a. Nama Mesin atau Peralatan. b. Jumlah Mesin atau Peralatan. c. Ukuran Mesin atau Peralatan.

155

Pada luas lantai mesin juga diperhatikan luas toleransi dan allowancenya. Luas toleransi diberikan untuk jalannya aliran produksi sehingga tidak mengalami kesulitan sewaktu proes produksi berjalan dan luas allowance diberikan untuk jalannya alat-alat pengangkut bahan dan barang. 3. Luas Lantai Shipping (Gudang Bahan Baku ) Data yang diperlukan dalam perhitungan luas lantai gudang barang jadi (shipping) adalah : nomor komponen, dan tipe barang jadi. Langkah-langkah perhitungan luas lantai barang jadi adalah sebagai berikut : a. Tentukan ukuran kemasan yaitu ukuran atau dimensi dari kemasan untuk tempat produk jadi perusahaan. b. Tentukan produk jadi per satuan periode, yaitu produk yang dihasilkan untuk periode tertentu, berdasarkan produk per jam dari perusahaan. c. Tentukan volume kemasan total, yaitu volume kebutuhan untuk produk jadi per periode tertentu. d. Tentukan luas lantai yaitu bahan yang dibutuhkan berdasarkan volume kemasan. e. Tentukan allowance f. Tentukan total luas lantai Menghitung luas lantai tersebut dengan memanfaatkan tabel luas lantai yang terdiri dari sebelas kolom. Kolom 1 yaitu diisi dengan nama stasiun kerja, kolom 2 diisi dengan nama alat yang digunakan pada kolom 1, kolom 3 diisi dengan jumlah mesin yang digunakan pada stasiun kerja kolom 1, kolom 4 diisi dengan dimensi mesin yang terdiri dari kolom panjang dan kolom lebar mesin, kolom 5 diisi dengan luas area yang dibutuhkan oleh 1 mesin, kolom 6 diisi dengan kelonggaran yang terdiri dari kolom bahan setengah jadi, operator dan transport, kolom 7 diisi dengan luas ditambah kelonggaran dan yang terakhir adalah kolom 8 diisi dengan total luas 1 mesin. Luas lantai adalah perhitungan luas lantai yang akan dipergunakan untuk menentukan luas lantai kantor dan pabrik. Kebutuhan luas lantai ini di bagi menjadi beberapa kelompok yaitu: a) luas lantai produksi contoh : fabrikasi, assembling,dll b) luas lantai receiving

156

c) luas lantai storage contoh : storage bahan baku d) luas lantai warehouse e) luas lantai shipping f) luas lantai pelayanan produksi contoh : ruang supervisor, power house, dll g) luas lantai pelayanan personil pabrik dan / kantor contoh : parkir h) luas lantai pelayananan personil di pabrik contoh : ruang ganti pakaian, toilet i) luas lantai pelayanan personil di kantor contoh : ruang tunggu, ruang pertemuan dll j) luas lantai kantor contoh : ruang direktur, ruang kabag dll Dari masing-masing luas lantai tersebut di atas, perhitungan kebutuhan luas lantainya mempunyai cara tersendiri. Satu konsep dasar perhitungan yang hampir sama dari kesemuanya adalah adanya perhitungan luas yaitu panjang x lebar dan perhitungan perhitungan volume yaitu panjang x lebar x tinggi atau berdasarkan tipe komponen. Sedangkan pengembangannya tergantung dari luas lantai apa yang akan diperhitungkan. Untuk jelasnya akan terlihat pada cara- cara perhitungan pada berikutnya. Sebelum menentukan denah ideal ruang produksi yang baru maka terlebih dahulu ditentukan luas lantai ruang produksi dengan cara menyusun stasiun kerja serta mesin yang digunakan kemudian dilakukan perhitungan terhadap luas mesin serta kelonggaran yang dibutuhkan untuk penyimpanan bahan setengah jadi. Perhitungan luas lantai bermanfaat untuk menentukan atau menghitung luas lahan yang akan digunakan dalam perencanaan tata letak fasilitas pabrik dan perusahaan yang akan didirikan. Dengan adanya perhitungan luas lantai ini penggunaan ruangan dapat efisien, ekonomis, dan efektif yang dapat menunjang kelancaran dalam proses produksi. Tabel yang dibuat dalam praktikum ini ada 3, pertama adalah tabel luas lantai produksi yang terdiri dari 11 kolom. Tempat produksi yang digunakan dalam industri ini adalah terdiri dari beberapa ruang yang dibatasi dengan sekat tembok, tetapi ada pula yang tidak di batasi dengan sekat tembok. Untuk stasiun kerja penimbangan bahan dan pengadonan berada pada satu

157

ruangan, untuk stasiun kerja penggilingan, pengepresan, dan pencetakan berada dalam satu ruangan, untuk stasiun kerja pengukusan stasiun kerja dalam satu ruangan, bahan untuk dan stasiun kerja adonan penggorengan dan pengovenan berada dalam satu ruangan. Ruang penimbangan pembuatan dibatasi dengan dinding, tetapi ruang lain tidak dibatasi dengan dinding. Data yang digunakan pada kolom 1 untuk nama stasiun kerja diambil dari peta proses operasi, dimulai dari penimbangan bahan baku,pembuatan adonan, penggilingan, pengepresan, pencetakan, pengukusan, penjemuran, pengovenan, penimbangan bahan setengah jadi, penggorengan, hingga penyimpanan. Kolom kedua berisi nama mesin atau peralatan yang digunakan untuk proses operasi. Kolom ketiga berisi jumlah mesin yang digunakan oleh masing-masing stasiun kerja. Kolom keempat berisi dimensi mesin yang memuat panjang dan lebar mesin dengan satuan meter. Selanjutnya dimensi ini dikalikan sehingga diperoleh luas mesin yang kemudian dimasukkan ke dalam kolom enam. Diperlukan kelonggaran dalam luas lantai, pertama untuk bahan setengah jadi yang dimasukkan ke dalam kolom tujuh. Kedua untuk kelonggaran operator dimasukkan ke dalam kolom delapan, dihitung dengan mengalikan 1 meter dengan panjang untuk mesin (diperlukan transport dalam tabel karena ke operator kolom membutuhkan jangkauan untuk mengoperasikan mesin). Ketiga kelonggaran dimasukkan dalam sembilan, dihitung dengan cara mengalikan lebar gang dengan panjang stasiun kerja (penting karena operator membutuhkan ruang dalam melakukan pemindahan bahan dari stasiun kerja satu ke satasiun kerja berikutnya. Kolom selanjutnya adalah kolom sepuluh yang berisikan luas satu mesin yang didapatkan dengan menambahkan kebutuhan luas satu mesin, kelonggaran untuk bahan setengah jadi, kelonggaran operator serta kelonggaran untuk transportasi. Kolom terakhir adalah kolom
158

sebelas yaitu total luas satu stasiun kerja yang didapatkan dari mengalikan jumlah mesin dengan luas satu mesin. Stasiun penimbangan dengan mesin timbangan berjumlah empat buah dengan panjang 0,90 m dan lebar 0,53 m sehingga luas mesin adalah 1,908 m2. Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 0,90 m2, dan transport 0 m2. Sehingga diperoleh luas mesin + kelonggaran = 2,81 m2. Sedangkan total luas sebenarnya untuk stasiun ini adalah 21,8 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas perhitungan yang hanya 2,81 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas. Stasiun pencampuran dengan alat manual berjumlah empat buah dengan panjang 1,70 m dan lebar 0,71 m sehingga luas mesin adalah 4,828 m2. Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 1,70 m2, dan transport 0 m2. Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 6,53 m2. Sedangkan total luas sebenarnya untuk stasiun ini adalah 21,8 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas perhitungan yang hanya 6,53 m2. Hal ini dapat disebabkan pada luas yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas. Stasiun pengadukan dengan alat manual berjumlah empat buah dengan panjang 1,30 m dan lebar 0,80 m sehingga luas mesin adalah 4,160 m2. Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 1,30 m2, dan transport 0 m2. Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 5,46 m2. Sedangkan total luas sebenarnya untuk stasiun ini adalah 21,8 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas perhitungan yang hanya 5,46 m2. Hal ini dapat disebabkan pada luas yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas. Stasiun penggilingan dengan mesin giling berjumlah empat buah dengan panjang 1,26 m dan lebar 0,67 m sehingga luas mesin adalah 3,377 m2. Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 1,26 m2, dan transport 0 m2. Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 4,64 m2. Sedangkan total luas sebenarnya untuk stasiun ini adalah 24 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas perhitungan yang hanya 4,64 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang

159

sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas. Stasiun pengepressan dengan alat press berjumlah empat buah dengan panjang 0,80 m dan lebar 0,60 m sehingga luas mesin adalah 1,92 m2. Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 0,80 m2, dan transport 0 m2. Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 2,72 m2. Sedangkan total luas sebenarnya untuk stasiun ini adalah 24 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas perhitungan yang hanya 2,72 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas. Stasiun pencetakan dengan bossan berjumlah satu buah dengan panjang 1,97 m dan lebar 1,80 m sehingga luas mesin adalah 3,546 m2. Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 3,94 m2, dan transport 0 m2. Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 7,49 m2. Sedangkan total luas sebenarnya untuk stasiun ini adalah 24 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas perhitungan yang hanya 7,49 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas. Stasiun pengukusan dengan ketel uap berjumlah satu buah dengan panjang 2,45 m dan lebar 1,15 m dengan kelonggaran mesin 4,7 m2 sehingga luas mesin adalah 7,517 m2. Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 2,45 m2, dan transport 0 m2. Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 9,97 m2. Sedangkan total luas sebenarnya untuk stasiun ini adalah 15 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas perhitungan yang hanya 9,97 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas. Stasiun penjemuran dengan alat manual berjumlah tiga buah dengan panjang 22,6 m dan lebar 9,40 m sehingga luas mesin adalah 637,35 m2. Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 22,60 m2, dan transport 0 m2. Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 659,92 m2. Sedangkan total luas sebenarnya untuk stasiun ini adalah 212,44 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas perhitungan yang hanya 659,92 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas

160

yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas. Stasiun pengovenan dengan mesin oven berjumlah satu buah dengan panjang m dan lebar 0,60 m sehingga luas mesin adalah 1,92 m2. Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 0,80 m2, dan transport 0 m2. Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 2,72 m2. Sedangkan total luas sebenarnya untuk stasiun ini adalah 32,445 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas perhitungan yang hanya 2,72 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas. Stasiun penimbangan dengan timbangan berjumlah dua buah dengan panjang 0,50 m dan lebar 0,25 m sehingga luas mesin adalah 0,375 m2. Kelonggaran bahan setengah jadi 3,28 m2, operator 1 m2, dan transport 0 m2. Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 4,655 m2. Sedangkan total luas sebenarnya untuk stasiun ini adalah 32,445 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas perhitungan yang hanya 4,655 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas. Stasiun penggorengan dengan wajan berjumlah dua buah dengan panjang 1,00 m dan lebar 1,00 m sehingga luas mesin adalah 2 m2. Kelonggaran bahan setengah jadi 0,125 m2, operator 1 m2, dan transport 0,5 m2. Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 3,62 m2. Sedangkan total luas sebenarnya untuk stasiun ini adalah 27,75 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas perhitungan yang hanya 3,62 m2. Hal ini dapat disebabkan pada luas yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas. Stasiun penirisan dengan alat saring berjumlah dua buah dengan panjang 1,90 m dan lebar 0,87 m sehingga luas mesin adalah 3,306 m2. Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 1,90 m2, dan transport 0 m2. Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 5,21 m2. Sedangkan Sedangkan total luas sebenarnya untuk stasiun ini adalah 27,75 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas perhitungan yang hanya 5,21 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas

161

yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas. Stasiun penyimpanan dengan rombong berjumlah satu buah dengan panjang 0,840 m dan lebar 0,54 m sehingga luas mesin adalah 0,454 m2. Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 0,84 m2, dan transport 0 m2. Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 1,29 m2. Sedangkan total luas sebenarnya untuk stasiun ini adalah 27,75 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas perhitungan yang hanya 1,29 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas. Untuk perhitungan luas lantai gudang, apabila barang digudang dapat disimpan dalam rak, maka perhitungkan kebutuhan rak, selanjutnya baru dihitung kebutuhan luas ruangan. Berikut pehitungan yang digunakan untuk mengisi kolom tabel luas lantai gudang : Periode simpan atau jumlah hari dalam satu periode penyimpanan diperoleh dari perhitungan:

Jumlah bahan disimpan, didapatkan dari :

Jumlah bahan disimpan selama satu periode penyimpanan didapat dengan cara :

Dimensi Kemasan : p*l*t Jumlah tumpukan dalam ruang, didapatkan dari :

Luas tumpukan diperoleh dari :

162

Kelonggaran didapat dengan mengalikan panjang tumpukan dengan 1 meter Total Luas gudang yang diperlukan, didapat dengan menjumlahkan luas tumpukan dengan kelonggaran

Berikut bahan-bahan yang disimpan dalam gudang di industri kerupuk Subur, 1. Tepung kanji Kebutuhan tepung kanji untuk memproduksi kerupuk per hari sebanyak 60 Kg. Pada industri kerupuk Subur ini, tepung-tepung ini disimpan dalam jumlah banyak, sehingga tepung-tepung tersebut ditumpuk sedemikian rupa pada ruang penyimpanan. Periode simpan tepung kanji ialah :

Jumlah bahan yang disimpan selama satu periode penyimpanan ialah :

Berat satu sak tepung kanji adalah 50 Kg, sehingga didapatkan jumlah bahan disimpan selama satu periode penyimpanan sebanyak :

Dimensi kemasan tepung terigu = 0,90 m x 0,56 m x 0,20 m. Dalam satu tumpukan terdiri dari 3 sak tepung kanji dan didapatkan jumlah tumpukan dalam ruang sebanyak :

Luas tumpukan tepung kanji ialah :

Kelonggarannya sebesar 2,80 m2, sehingga didapatkan total luas gudang yang diperlukan sebesar :

163

2. Garam Kebutuhan garam untuk memproduksi kerupuk per hari sebanyak 16 Kg. Pada industri kerupuk Subur ini, garam-garam ini disimpan dalam jumlah banyak, sehingga garam-garam tersebut ditumpuk sedemikian rupa pada ruang penyimpanan. Periode simpan garam ini ialah:

Jumlah bahan yang disimpan selama satu periode penyimpanan ialah :

Berat satu kemasan adalah 0,5 Kg, sehingga didapatkan jumlah bahan disimpan selama satu periode penyimpanan sebanyak :

Dimensi kemasan tepung terigu = 0,20 m x 0,17 m x 0,03 m. Dalam satu tumpukan terdiri dari 40 kemasan garam dan didapatkan jumlah tumpukan dalam ruang sebanyak :

Luas tumpukan garam ialah :

Kelonggarannya sebesar 4,50 m2, sehingga didapatkan total luas gudang yang diperlukan sebesar :

164

BAB V KESIMPULAN Berdasarkan praktikum acara 7 yang berjudul Penentuan Luas Lantai , maka praktikan telah dapat menentukan jenis dan jumlah ruang yang dibutuhkan setiap kegiatan dalam industri serta praktikan dapat menentukan luas lantai setiap kegiatan. Ada sebanyak 5 ruang dalam industri kerupuk subur ini, antara lain ruang untuk penimbangan bahan dan pembuatan adonan; ruang untuk penggilingan, pengepresan, dan pencetakan; ruang untuk pengukusan; ruang untuk

penggorengan dan penyimpanan minyak goring dan rombong; ruang untuk pengovenan dan penimbangan bahan setengah jadi; serta ruang penjemuran. Luas lantai per stasiun kerja ialah untuk luas lantai ruang penimbangan bahan dan pembuatan adonan ialah 21,8 m2; luas ruang untuk penggilingan, pengepresan, dan pencetakan ialah 24 m2; luas ruang untuk pengukusan ialah 15 m2; luas ruang untuk penggorengan dan penyimpanan minyak goreng dan rombong ialah 27,75 m2; luas ruang untuk pengovenan dan penimbangan bahan setengah jadi ialah 32,445 m2; serta luas ruang penjemuran ialah 212,44 m2.

165

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Luas Lantai Produksi. Dalam http://www.elib.unikom.ac.id /download. php?id=18593. Daikses pada tanggal 19 April 2013 pukul 19.00 WIB. Abbas, Yusfebrizal. 2001. Rental office. Dalam http://www.ftsp.uii.ac.id. Diakses pada tanggal 19 April 2013 pukul 18.30 WIB. Apple, J.M. 1990. Plant Layout and Material Handling. John Wiley & Sons, Inc. New Jersey. Barnes, Ralph M. 1980. Motion and Time Study: Design and Management of Work. John Willy & Sons. Singapore. Purwanto, W dan Aviasti. 1990. Usulan Plant Lay Out untuk Tahap-Tahap Terbaru Konsultan Teknik Pendawa Lima. Yogyakarta : Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada. Sekolah Tinggi Manajemen Industri. 2010. Modul Praktikum Perencanaan Pabrik (Analisis Kebutuhan Luas Lantai). Jakarta: STMI DEPPERIN. Tompkin, et al. 1996. Facility Planning. John Wiley and Sons Inc. New York. Wignjosoebroto, S. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Surabaya: Guna Widya.

166

LAPORAN PRAKTIKUM TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN ACARA 8

DIAGRAM PENGALOKASIAN WILAYAH

KELOMPOK A6 ANGGOTA Febriana Kumala D. Arief Maharani Riska Dian Nur L. Devira Setyastuti 11/311492/TP/09950 11/311591/TP/09963 11/311902/TP/09980 11/312278/TP/10006

Co. Ass Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
167

2013
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Tata letak merupakan susunan fasilitas, organisasi dan peralatan dalam proses konversi untuk mengoptimalkan hubungan antara petugas pelaksana, aliran bahan, aliran informasi dan tata cara untuk mencapai tujuan. Dalam dunia industri tata letak yang efisien sangat dibutuhkan agar aliran kerja berlangsung secara lancar di pabrik, kepuasan kerja dan rasa aman terjamin, pemindahan bahan seminimal mungkin, dan pemanfaatan area secara efektif. Dalam perancangan area kerja, diperlukan adanya metode untuk memudahkan operator dalam merancang tata letak industri secara efektif dan efisien. Perencanaan dan perancangan fasilitas sangatlah penting dalam mendirikan atau mengembangkan suatu perusahaan. Pembangunan

perusahaan harus sesuai dengan perencanaan, penyusunan, perancangan dan pengendalian baik berupa materil maupun non materil. Sangat diperlukan pemahaman yang baik tentang rancang fasilitas, yang berkaitan dengan manufaktur dan penanganan pemindahan bahan yang akan memudahkan dalam merancang fasilitas suatu pabrik dan mengoptimalkan hubungan antar kegiatan dalam pabrik (operator, aliran barang, aliran informasi). Pembuatan rencana harus didasarkan pada perbandingan antara manfaat atau keuntungan dengan biaya yang dikeluarkan, keuntungan yang maksimal. DPW (Diagram Pengalokasian Wilayah) merupakan dasar bagi perancangan tata letak dan rancangan bangunan sebuah industri secara terperinci pada tiap bagiannya. Dalam proses pengalokasian wilayah ini dilakukan pemaduan antara keterkaitan kegiatan dan kebutuhan akan ruang pada industri tersebut. Tujuan dari pengalokasian wilayah dalam industri adalah untuk merancang pengaturan yang efisien terhadap semua ruangan yang dibutuhkan oleh tiap kegiatan dalam satu kesatuan yang terpadu. DPW merupakan dasar bagi pembuatan template industri, oleh sebab itu praktikum
168

agar kegiatan tersebut menghasilkan

ini penting bagi mahasiswa teknologi industri pertanian agar mampu merancang diagram pengalokasian wilayah yang baik dalam sebuah industri.

B. Tujuan Tujuan dari praktikum tata letak dan penanganan bahan acara 8 yang berjudul Diagram Pengalokasian Wilayah ini adalah: 1. Praktikan dapat menggambarkan perpindahan/aliran bahan dan

mengefektifkan aliran bahannnya berdasarkan kriteria tertentu. 2. Praktikan dapat mengalokasikan kebutuhan ruang dan luas lantai dalam area industri yang ada.

169

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Aliran bahan bisa diukur secara kualitatif dengan menggunakan tolak ukur derajat kedekatan hubungan antara suatu fasilitas (departemen) dengan fasilitas lainnya. Metode kualitatif tersebut diantaranya dengan menggunakan diagram hubungan aktivitas (ARD) dan peta hubungan aktivitas (ARC). Sedangkan untuk perancangan tata letak fasilitas dengan menggunakan diagram pengalokasian wilayah (AAD), dan template (Wignjosoebroto, 2000). Area Alocation Diagram (AAD) merupakan lanjutan dari Area Relationtionship Chart (ARC). Dimana dalam ARC telah diketahui kesimpulan tingkat kepentingan antar aktivitas dengan demikian berarti bahwa ada sebagian aktivitas harus dekat dengan aktivitas yang lainnya dan ada juga sebaliknya. Atau dapat dikatakan bahwa hubungan antar aktivitas mempengaruhi tingkat kedekatan antar tata letak aktivitas tersebut. Kedekatan tata letak aktivitas tersebut ditentukan dalam bentuk Area Alocation Diagram. Adapun dasar pertimbangan dalam prosedur pengaloaksian area ini adalah aliran produksi, material, peralatan; ARC, informasi aliran, aliran personil, hubungan fisikal; tempat yang dibutuhkan, dan Area Relationship Diagram. AAD ini merupakan lanjutan penganalisaan tata letak setelah ARC, maka sesuai dengan persoalan ARC diatas maka dapat dibuat AAD. AAD merupakan template secara global informasi yang dapat dilihat hanya pemanfaatan area saja, sedangkan gambar visualisasi secara lengkap dapat dilihat pada template yang merupakan hasil akhir dari penganalisaan dan perencanaan tata letak pabrik (Anonim, 2010). Secara garis besar tujuan utama dari tata letak pabrik adalah mengatur area kerja dan segala fasilitas produksi yang paling ekonomis untuk operasi produksi aman dan nyaman sehingga akan dapat menaikan moral kerja dan performance dari operator. Lebih baik lagi suatu tata letak yang baik akan dapat memberikam keuntungan-keuntungan dalam sistem produksi, yaitu antara lain sebagai berikut (Wignjosoebroto, 1996):

170

1.

Menaikan ouput produksi. Biasanya suatu tata letak yang baik akan memberikan output yang lebih besar.

2.

Mengurangi waktu tunggu. Mengatur keseimbangan antara waktu operasi produksi dan beban dari masing-masing departemen adalah bagian kerja dari mereka yang bertanggung jawab terhadap desain tata letak pabrik.

3.

Mengurangi proses permindahan bahan. Pada beberapa kasus maka biaya untuk proses pemindahan bahan ini bisa mencapai 30% sampai 90% dari total biaya produksi dengan mengingat pemindahan bahan yang sedemikian besarnya maka mereka yang bertanggung jawab usaha perencanaan dan perancangan tata letak pabrik akan lebih menekankan desainnya pada usahausaha memindahkan akitivitas-aktivitas pemindahan bahan pada saat proses produksi berlangsung.

4.

Penghematan penggunaan areal untuk produksi, gudang dan service. Jalan lintas material yang menumpuk, jarak antara mesin-mesin yang berlebihan, dan lain-lain, semuanya akan menambah area yang dibutuhkan untuk pabrik.

5.

Pendayagunaan yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja dan fasilitas produksi lainnya. Faktor-faktor pemanfaatan mesin, tenaga kerja dan lain-lain adalah erat kaitannya dengan biaya produksi.

6.

Mengurangi inventory in process. Sistem produksi pada dasarnya menghendaki sedapat mungkin bahan baku untuk berpindah dari suatu operasi langsung ke operasi berikutnya secepat-cepatnya dan berusaha mengurangi tumpukan bahan setengah jadi.

7.

Proses manufakturing yang lebih singkat. Dengan memperpendek jarak antara operasi satu dengan operasi berikutnya dan mengurangi bahan yang menunggu serta storage yang tidak diperlukan berpindah dari suatu tempat ketempat yang lainnyadalam pabrik akan juga bisa diperpendek sehingga secara total waktu produksi akan dapat pula diperpendek.

8.

Mengurangi resiko K3 bagi operator. Perencanaan tata letak pabrik ditunjukan untuk membuat suasana kerja yang nyaman dan aman bagi operatornya.

171

9.

Memperbaiki moral dan kepuasan kerja. Pada dasarnya orang menginginkan untuk bekerja dalam suatu pabrik yang segala sesuatunya diatur secara tertib, rapi dan baik.

10. Mempermudah aktivitas supervisi. Tata letak pabrik yang terencana baik akan dapat mempermudah aktivitas supervisi. 11. Mengurangi kemacetan dan kesimpangsiuran. Material yang menunggu, gerakan pemindahan yang tidak perlu, serta banyaknya perpotongan dari lintasan yang ada akan menyebabkan kesimpangsiuran yang akhirnya akan membawa kearah kemacetan. 12. Mengurangi faktor yang bisa merugikan dan mempengaruhi kualitas dari bahan baku ataupun barang jadi. Tata letak yang direncanakan secara baik akan dapat mengurangi kerusakan-kerusakan yang bisa terjadi pada bahan baku ataupun produk jadi. Area Allocation Diagram (AAD) merupakan kelanjutan dari ARC dimana dalam ARC diketahui kesimpulan dari tingkat kepentingan antar aktivitas. Maka dengan demikian berarti bahwa ada sebagian aktivitas harus dekat dengan aktivitas yang lainnya dan juga sebaliknya.Sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antar aktivitas mempengaruhi tingkat kedekatan antar tata letak aktivitas tersebut. Kedekatan tata letak aktivitas tersebut dapat dilihat dalam Area Allocation Diagram(AAD) (Sutalaksana dkk., 2004) Area Allocation Diagram ini merupakan lanjutan penganalisisan tata letak setelah Activity Relationship Chart dan Activity Relation Diagram, maka dapat dibuat area Allocation Diagramnya. Area Allocation Diagram (AAD) merupakan template secara global, informasi yang dapat dilihat hanya pemanfaatan area saja, sedangkan gambar visualisasinya secara lengkap dapat dilihat pada template yang merupakan hasil akhir dari penganalisaan dan perencanaan tata letak fasilitas dan pemindahan bahan. ARC dan AAD merupakan jenis peta yang menggambarkan hubungan antar ruangan-ruangan akibat dari alasan-alasan tertentu yang harus dipenuhi (Tompkins dan J.A.White, 1996). Dalam pembuatan DPW ini, perlu diperhatikan dasar-dasar pembuatan DPW, yaitu pertama aliran produksi baik berupa aliran bahan maupun peralatan yang terjadi di dalam proses produksi. Dari aliran bahan ini dapat dilihat,

172

perpindahan bahan dan peralatan dari operasi pertama hingga operasi yang terakhir yang harus dilakukan, sehingga dapat ditentukan urutan proses operasi yang terjadi. Kedua Peta Keterkaitan Kegiatan (PKK), dimana PKK dibuat peta berdasar aliran informasi, aliran pekerja, dan keterkaitan fisik dari tiap-tiap operasi yang terlibat didalamnya. Dasar ketiga adalah kebutuhan ruang proses, yang dapat ditentukan dengan melakukan perhitungan luas lantai pabrik yang telah dirancang sebelumnya. Dasar keempat adalah struktur ruangan yang dapat dilihat pada DKK yang telah disusun berdasar hubungan kedekatan kegiatan antara satu operasi dengan operasi lainnya, (Apple, 1991). Pengalokasian wilayah merupakan salah satu prosedur dalam merancang tata letak produksi yang terdiri atas pembentukan template ruang bagi tiap kegiatan untuk menggambarkan kebutuhan ruang secara kasar serta susunan tata letak secara kasar. Template ini disusun sesuai dengan keterkaitan yang tepat satu sama lain, biasanya dalam bangunan persegi sejalan dengan kebutuhan dan batasan yang ditujukan oleh keterkaitan kegiatan. Alokasi wilayah merupakan langkah terakhir dari perencanaan awal untuk perencanaan terinci dari tata letak akhir (Prasetyo, 2000) Manfaat diagram pengalokasian wilayah antara lain (Wahyuningrum, 2004): 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pengalokasian yang sistematis untuk setiap aktivitas Proses penempatan fasilitas Membuat suatu layout lebih akurat Membantu untuk melihat dimana letak suatu aktivitas Menaksir luas total dari suatu gedung Meminimisasi ruang yang diperlukan Membuat beberapa alternatif penempatan Dapat melihat secara mendetail dalam mempertimbangkan aktivitas dari setiap individu 9. Menerjemahkan daerah-daerah yang ditaksir ke dalam bentuk visual

10. Memperlihatkan ukuran dari setiap ruangan tempat melakukan aktivitas 11. Sebagai dasar untuk perencanaan berikutnya.

173

Sementara itu, terdapat beberapa landasan untuk melakukan alokasi area, secara umum prosedur pengalokasian wilayah dari pembuatan bagi setiap kegiatan atau untuk menggambarkan secara kasar luas yang dibutuhkan. Template tersebut kemudian disusun sehingga memberikan bentuk tertentu. Landasan yang digunakan dalam melakukan alokasi wilayah adalah (Agung dan Machfud, 1990): 1. 2. 3. Aliran produksi yang menyangkut bahan dan alat PKK yang menggambarkan hubungan fisik antara setiap kegiatan Kebutuhan luas ruang tiap kegiatan. Diagram Pengalokasian Wilayah (DPW) adalah dasar untuk layout yang lebih mendetail dan design gedung. Beberapa manfaat penggunaan DPW: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pengalokasian yang sistematis untuk setiap aktivitas. Proses penenpatan fasilitas. Membuat suatu layout lebih akurat. Membantu untuk melihat dimana letak suatu aktivitas. Menaksir luas total dari suatu gedung. Meminimalisasi ruang yang dibutuhkan. Membuat beberapa alternatif penempatan . Dapat melihat secara mendetail dalam mempertimbangkan aktivitas dari setiap individu. 9. 10. Menterjemahkan daerah-daerah yang ditaksir dalam bentuk visual. Memperlihatkan ukuran dari setiap ruangan tempat melakukan aktivitas . 11. Sebagai dasar untuk perencanaan selanjutnya.

174

BAB III METODE PRAKTIKUM

Lembaran kerja kebutuhan ruangan total untuk kegiatan yang harus digabungkan dalam satu tempat (ruang produksi, ruang kantor, gudang, dll) dibuat.

Masing-masing stasiun kerja/kegiatan yang memerlukan ruang digambarkan pada kertas milimeter blok dalam bentuk kotak kosong dengan skala tertentu. Pertimbangkan peletakan alat dan area kerja operator dalam stasiun kerja tersebut.

Kotakan staiun kerja yang telah dibuat dipotong-potong.

DPW awal dibuat dengan menyusun kotakan ruangan sesuai dengan DKK dan rencana aliran bahan sesuai dengan keterbatasan area industri.

Jika mempunyai bentuk/susunan kurang baik, sesuaikan hingga ketiga pertimbangan di atas dapat terpenuhi. Penyesuaian bisa dari ukuran ruang, bentuk ruang dan posisi ruang.
175

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil 1. Tabel Kebutuhan Ruangan Total (Terlampir) 2. Diagram Pengalokasian Wilayah (DPW) a. Awal (Terlampir) b. Akhir (Terlampir)

B. Pembahasan Praktikum acara 8 yang berjudul Diagram Pengalokasian Wilayah ini memiliki tujuan agar praktikan dapat menggambarkan perpindahan/aliran bahan dan mengefektifkan aliran bahannya berdasarkan kriteria tertentu dan juga dapat mengalokasikan kebutuhan ruang dan luas lantai dalam area industri yang ada. Dalam praktikum ini akan dibuat sebuah diagram yang disebut dengan Diagram Pengalokasian Wilayah (DPW). DPW atau Area Allocation Diagram (AAC) merupakan dasar bagi perancangan tata letak dan rancangan bangunan yang rinci. Fungsi pembuatan DPW ini agar kita dapat mengetahui kebutuhan wilayah yang diperlukan dalam suatu industri, juga untuk merancang pengaturan untuk ruangan yang dibutuhkan secara efisien oleh tiap kegiatan dalam satu kesatuan yang terpadu. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan DPW adalah sebagai berikut : 1. Keterkaitan antara aliran bahan baik yang keluar maupun yang masuk dalam industri. Dengan memperhatikan aliran bahan dapat diminimalisir back tracking sehingga meningkatkan efisiensi.

176

2. Perencanaan perlu tidaknya perluasan. Jika membutuhkan perluasan maka akan terkait dengan biaya yang nantinya akn menjadi pertimbangan bagi pemilik industri. 3. Tuntunan baik dari lingkungan maupun dari stasiun kerja tertentu. 4. Ukuran gang juga akan mempengaruhi aliran bahan. Kebutuhan untuk kelonggaran juga harus diperhatikan untuk member kenyamanan ketika terjadi pemindahan bahan. 5. Keterbatasan bangunan. Dengan faktor ini maka dapat diketahui area kerja yang bisa disatukan untuk meminimalisir ruang yang dibutuhkan dengan demikian sangat dibenarkan untuk menyatukan proses yang memang mempunyai hubungan kedekatan. 6. Kebutuhan ruang penyimpanan sangat penting untuk produksi. Dari DPW yang dibuat gudang dapat digunakan untuk stasiun kerja yang lain yang memungkinkan untuk dilakukan di gudang. 7. Luas untuk stasiun kerja juga harus rasional sehingga tidak akan menyulitkan bagi pekerja maupun tidak menyita ruang yag lain. 8. Dalam penyusunan DPW haruslah memperhatikan kemudahan dalam pelaksanaan kerjanya yang tidak mengganggu waktu produksi. Cara pembuatan DPW, pertama-tama adalah dengan melihat Diagram Keterkaitan Kegiatan yang telah dibuat dalam praktikum sebelumnya.setiap kegiatan yang memerlukan ruang digambarkan dalam sebuah kertas millimeter blok menggunakan skala tertentu dan sesuai dengan ukuran aslinya, untuk luas lantai stasiun kerja penimbangan adalah 2,81 m2, stasiun kerja pencampuran adalah 6,53 m2, stasiun kerja pengadukan adalah 5,46 m2, stasiun kerja penggilingan adalah 4,64 m2, stasiun kerja pengepressan adalah 2,72 m2, stasiun kerja pencetakan adalah 7,49 m2, stasiun kerja pengukusan adalah 9,97 m2, stasiun kerja penjemuran adalah 659,92 m2, stasiun kerja pengovenan adalah 9,72 m2, stasiun kerja penimbangan (bahan setengah jadi) adalah 4,655 m2, stasiun kerja penggorengan adalah 3,62 m2, stasiun kerja penirisan adalah 5,21 m2, dan stasiun kerja penyimpanan adalah 1,29 m2, serta memperhatikan juga gang untuk transportasi pekerja. Tidak semua stasiun kerja membutuhkan gang dalam industri ini, adapun stasiun kerja

177

yang tidak membutuhkan gang adalah stasiun kerja penimbangan, pengadukan dan pengepressan. Selanjutnya kotakan stasiun kerja tersebut dipotong-potong. DPW awal dibuat dengan menyusun kotakan-kotakan tersebut sesuai dengan DKK. Apabila memiliki bentuk/susunan yang kurang baik, maka disesuaikan hingga terbentuk susunan yang baik. Susunan baik yang dimaksud adalah dengan melihat kedekatan antara kegiatan yang satu dengan kegiatan yang lain dengan melihat jarak yang ada, jarak yang ada haruslah seminimal mungkin agar kegiatan produksi dapat berjalan dengan efektif dan efisien serta posisi dari setiap stasiun kerja yang sesuai. Dalam penyusunan area kerja yang baik harus tetap memperhatikan ruangan yang kosong dengan meminimalisir ruangan yang kosong karena perhitungan kebutuhan luas sudah termasuk kelonggaran untuk operatornya. Dengan demikian akan memperpendek jarak perpindahan. Selain itu juga

memperhatikan back tracking yang mungkin akan terjadi ketika pelaksanaan produksi. Setelah semua area kerja selesai dibuat pada DPW maka dapat dilihat perbandingannya dengan denah tata letak awal. Ada macam-macam tipe aliran bahan, yaitu sebagai berikut : 1. Straight line atau pola aliran lurus (I Flow) Pola ini diterapkan biasanya pada proses produksi yang berlangsung singkat dan relatif sederhana, produk tinggal atau sedikit, jumlah produksi besar. Pola lairan ini akan memberikan jarak perpindahan yang pendek antara proses dan proses berlangsung lurus sesuai mesin.

2. Serpentine atau zig-zag (S Flow) Pola aliran seperti huruf S ini sangat baik diterapkan bilamana aliran proses produksi lebih panjang dibandingkan dengan panjang area yang tersedia. Untuk itu aliran bahan dibelokkan untuk mengurangi panjangnya garis aliran yang ada.

178

3. U-Shaped (U Flow) Pola aliran ini menyerupai huruf U dipakai bilamana dikehendaki akhir dari proses produksi akan berada pada lokasi yang sama dengan awal proses produksi. Hal ini meningkatkan pemanfaatan fasilitas transportasi dan mudah untuk mengawasi keluar masuknya material produk jadi. Aliran perpindahan bahan relative panjang.
1 2 3

4. Circular (O Flow) Pola aliran bahan circular ini sangat baik diterapkan pada proses yang menghendaki pengembalian material atau produk jadi pada titik awal produksi. Pola ini juga dapat diterapkan pada proses yang menempatkan proses penerimaan bahan atau pengiriman barang jadi pada area yang sama.
3

179

5. Odd Angle Pola aliran ini bertujuan untuk memperoleh garis aliran produk melewati suatu kelompok kerja dari area yang saling berkaitan. Biasanya proses perpindahan bahan (material handling) secara mekanik.

Terbatasnya ruang dan dikehendaki pola aliran yang tetap.

Diagram pengalokasian wilayah (DPW) yang dibuat berdasarkan DKK (Diagram Ketekaitan Kegiatan), PKK (Peta Keterkaitan Kegiatan) dan diagram aliran bahan. Industri kerupuk Subur. DPW yang dibuat adalah DPW berdasarkan kondisi ideal dalam ruang industri kerupuk. Terjadi pula perubahan pada tata letak serta luas masing masing stasiun yang ada di ruang produksi. Tetapi pada DPW yang telah dibuat, tidak terjadi perubahan tata letak melainkan hanya terjadi perubahan luas ruang. Perubahan tersebut hanya terjadi pada perubahan luas setiap stasiun kerja. Secara keseluruhan, stasiun penimbangan bahan setengah jadi terletak di dekat stasiun kerja pengadukan dan pencampuran yaitu ruang tepat di sebelah timur rumah produksi kerupuk subur ini. Hal ini dilakukan supaya tata letak stasiun kerja rapi dan memudahkan penerimaan bahan baku. Stasiun-stasiun pada ruang produksi berubah ukurannya karena telah disesuaikan dengan ukuran optimal alat dan luas tempat kerja serta adanya

180

gang serta perlengkapan produksi lainnya. Berikut ini merupakan penjelasan dari diagram pengalokasian wilayah yang telah dibuat. Stasiun penimbangan terletak tepat disebelah pintu masuk ruang produksi bagian timur. Hal ini dilakukan karena berdasarkan DKK yang telah dibuat bahan baku yang diterima langsung ditimbang sesuai dengan keperluan untuk memproduksi kerupuk per hari. Jadi stasiun penimbangan diletakkan di dekat pintu masuk sehingga cepat dan mudah untuk menangani bahan baku. Stasiun penimbangan ini memiliki luas sebesar 2,81 m2 (sudah termasuk area operator). Berdasarkan pembagian perhitungan, tidak ada gang di stasiun penimbangan, sehingga luas gang ialah nol (0). Stasiun kedua yaitu stasiun pencampuran. Berdasarkan ukuran kedekatan pada PKK dan DKK, stasiun ini diletakkan tepat disebelah stasiun penimbangan dengan luas area pencampuran adalah 6,53 m2 (sudah termasuk area operator). Gang pepencampuran mempunyai panjang 3,61 m dan lebar 1,5 m sehingga luas gang pencampuran adalah 5,415 m2. Stasiun ketiga adalah stasiun pengadukan yang berdasarkan kedekatan kegiatan terletak dekat dengan stasiun pencampuran. Stasiun pengadukan sebenarnya menjadi satu tempat dengan stasiun kerja pencampuran, tetapi dalam DPW, stasiun kerja pengadukan terletak disebelah selatan stasiun kerja pencampuran. Stasiun kerja pengadukan memiliki luas sebesar 5,46 m2 (sudah termasuk area operator). Tidak ada gang dari stasiun kerja pencampuran ke stasiun kerja pengadukan, sehingga luas gang adalah nol (0). Stasiun keempat yaitu stasiun penggilingan yang berdasarkan DKK, PKK dan DA, letak stasiun ini berdekatan dengan stasiun pengadukan dan pengepresan. Stasiun penggilingan berada di ruang yang berbeda dari stasiun kerja pengadukan. Stasiun kerja penggilingan memiliki luas sebesar 4,64 m (sudah termasuk area operator). Terdapat gang dari stasiun kerja pengadukan ke stasiun kerja penggilingan, panjang gang 1,5 m dan lebar gang 1,5 m, sehingga luas gang 2,25 m2. Stasiun kelima yaitu stasiun pengepressan. Stasiun ini terletak di sebelah barat stasiun kerja penggilingan. Stasiun pengepressan ini terletak dekat dengan stasiun kerja penggilingan. Stasiun ini memiliki luas sebesar

181

2,72 m2 (sudah termasuk area operator). Tidak terdapat gang antara stasiun kerja pengepressan dengan stasiun kerja penggilingan , sehingga luas gang nol (0). Stasiun keenam yaitu stasiun pencetakan. Stasiun ini terletak di sebelah utara ruang produksi. Stasiun pencetakan ini terletak dekat dengan stasiun kerja pengepressan. Stasiun kerja pencetakan ini memiliki luas sebesar 7,49 m2 (sudah termasuk area operator). Terdapat gang antara stasiun kerja pengepressan dengan stasiun kerja pencetakan, panjang gang 1,5 m dan lebar 1,5 m, sehingga luas gang 2,25 m2. Stasiun ketujuh yaitu stasiun kerja pengukusan. Stasiun ini terletak di sebelah stasiun kerja pencetakan. Stasiun pengukusan ini terletak di sebelah utara ruang produksi, lurus dengan pintu keluar. Stasiun ini memiliki luas sebesar 9,97 m2 (sudah termasuk area operator). Terdapat gang antara stasiun kerja pencetakan dengan stasiun kerja pengukusan. Panjang gang 2,5 m dan lebar gang 1,5 m, sehingga luas gang sebesar 3,75 m2. Stasiun kedelapan yaitu stasiun kerja penjemuran. Stasiun ini terletak di luar rumah produksi, di halaman belakang dan halaman delapan rumah produksi. Stasiun penjemuran ini memiliki luas sebesar 659,92 m2 (sudah termasuk area operator). Terdapat gang antara stasiun kerja penjemuran dengan stasiun kerja pengukusan. Panjang gang 9,16 m dan lebar gang 1,5 m, sehingga luas gang sebesar 13,74 m2. Stasiun kesembilan yaitu stasiun kerja pengovenan. Stasiun ini terletak di ruang sebelah barat rumah produksi. Stasiun pengovenan ini memiliki luas sebesar 9,72 m2 (sudah termasuk area operator). Terdapat gang antara stasiun kerja penjemuran dengan stasiun kerja pengovenan. Panjang gang 8,56 m dan lebar gang 1,5 m, sehingga luas gang sebesar 12,84 m2. Stasiun kesepuluh yaitu stasiun kerja penimbangan bahan setengah jadi. Stasiun ini terletak di dekat stasiun kerja pengovenan. Stasiun kerja penimbangan bahan setengah jadi ini juga berada di sebelah pintu. Stasiun penimbangan ini memiliki luas sebesar 4,655 m2 (sudah termasuk area operator). Terdapat gang antara stasiun kerja pengovenan dengan stasiun

182

kerja penimbangan bahan setengah jadi. Panjang gang 2,8 m dan lebar gang 1,5 m, sehingga luas gang sebesar 4,2 m2. Stasiun kesebelas yaitu stasiun kerja penggorengan. Stasiun ini terletak di dekat stasiun kerja pengovenan. Stasiun kerja penggorengan ini juga berada di sebelah pintu bagian belakang. Stasiun penggorengan ini memiliki luas sebesar 3,62 m2 (sudah termasuk area operator). Terdapat gang antara stasiun kerja penimbangan bahan setengah jadi dengan stasiun kerja penggorengan. Panjang gang 3 m dan lebar gang 1,5 m, sehingga luas gang sebesar 4,5 m2. Stasiun ke dua belas yaitu stasiun kerja penirisan. Stasiun ini terletak di dekat stasiun kerja penggorengan. Stasiun kerja penirisan ini juga berada di sebelah pintu bagian belakang. Stasiun penirisan memiliki luas sebesar 5,21 m2 (sudah termasuk area operator). Tidak terdapat gang antara stasiun kerja penggorengan dengan penirisan, sehingga luas gang nol (0). Stasiun ke tiga belas yaitu stasiun kerja penyimpanan. Stasiun ini terletak di dekat stasiun kerja penggorengan dan penirisan. Stasiun kerja penyimpanan dekat dengan pintu keluar. Stasiun kerja penyimpanan memiliki luas sebesar 1,29 m2 (sudah termasuk area operator). Terdapat gang antara stasiun kerja penirisan dengan stasiun kerja penyimpanan. Panjang gang 2 m dan lebar gang 1,5 m, sehingga luas gang sebesar 3 m2. Dalam pembuatan DPW awal dan DPW akhir dapat diketahui perbedaan yang terjadi, pada DPW awal masih terdapat gang, sedangkan pada DPW akhir luas gang sudah termasuk ke dalam salah satu stasiun kerja sehingga bentuk DPW akhir hanyalah kotak-kotak saja. Berdasarkan evaluasi kondisi tata letak ruang produksi awal dengan yang baru, kondisi tata letak ruang produksi ideal yang dibuat memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah sebagai berikut ini. 1. Ruang produksi lebih luas. Ruang produksi baru yang dibuat sudah dihitung berdasarkan area operator, sehingga pekerja bisa bergerak bebas dalam melakukan pekerjaan. 2. Terdapat gang disetiap stasiun kerja. Hal ini mempermudah transportasi baik dari bahan baku ataupun pekerja.

183

3. Susunan area produksi disetiap stasiun sudah urut berdasarkan keterkaitan kegiatan antar masing-masing kegiatan. 4. Terdapat 4 pintu pada ruang produksi. Pintu pertama untuk masuknya bahan baku, pintu kedua untuk mengeluarkan kerupuk yang akan dijemur setelah dilakukan pengukusan (penjemuran di halaman depan) dan untuk mengeluarkan kerupuk jadi, pintu ketiga untuk keluarnya bahan setengah jadi yang akan dijemur di halaman belakang dan pintu keempat untuk masuknya bahan setengah jadi dari penjemuran ke pengovenan. 5. Stasiun kerja penyimpanan terletak dekat dengan pintu, sehingga memudahkan proses pengirimin bahan jadi.

184

BAB V KESIMPULAN Berdasarkan praktikum acara 8 yang berjudul Diagram Pengalokasian Wilayah, maka: 1. Praktikan telah dapat menggambarkan perpindahan/aliran bahan dan

mengefektifkan aliran bahannnya berdasarkan kriteria tertentu. 2. Praktikan telah dapat mengalokasikan kebutuhan ruang dan luas lantai dalam area industri yang ada.

185

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Perencanaan Tata Letak Pabrik (PTLP). Dalam http://openstorage .gunadarma.ac.id/handouts/S1_TEKNIK%20INDUSTRI/PLTP/PTLP.doc. Diakses pada hari Kamis tanggal 25 April 2012 pukul 21.04 WIB. Agung.Y. dan Machfud. 1990. Perancangan Tata Letak Pada Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Apple, James. M. 1990. Plant Layout and Material Handling. John Wiley & Sons, Inc. New Jersey. Prasetyo, Fahrudin herry. 2002. Skripsi Evaluasi Tata Letak Fasilitas Produksi Tahap Prespinning di Pabrik Pemintalan Benang. Yogyakarta: Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada. Sutalaksana, dkk. 2004. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung. Tompkins dan J.A.White, 1996. Facilities Planning 2nd ed., John Wiley and Sons Inc. New York. Wahyuningrum, D. R. 2004. Studi Tata Letak Line Assembling Proses Pembuatan Tas Style Reads Cendana (Tier 2) di P.T. Rumindo Pratama Yogyakarta. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Wignjosoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Surabaya: Penerbit Institut Teknologi Sepuluh November.

186

LAPORAN PRAKTIKUM TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN ACARA 9

TEMPLATE

KELOMPOK A6 ANGGOTA Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950 Arief Maharani Riska Dian Nur L. Devira Setyastuti 11/311591/TP/09963 11/311902/TP/09980 11/312278/TP/10006 Co. Ass Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

187

2013
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Industri merupakan tempat berkumpulnya faktor-faktor produksi untuk melakukan aktifitas demi menghasilkan outputan produksi yang disebut dengan produk. Faktor-faktor tersebut dapat berupa bahan atau barang, operator atau pekerja, peralatan produksi seperti mesin, peralatan administrasi, peralatan keselamatan kerja, dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut ditempatkan pada ruangan yang ada pada wilayah industri. Pengalokasian wilayah dalam suatu industri merupakan proses pengaturan yang efisien untuk semua ruang yang dibutuhkan untuk melakukan semua faktor-faktor tersebut. Pengalokasian wilayah industri ini, dapat dijelaskan dengan mengunakan template. Template merupakan visualisasi denah industri dalam bentuk dua dimensi. Pembuatan template ini didasarkan pada Diagram Pengalokasian Wilayah (DPW). Dasar bagi proses alokasi wilayah ialah aliran produksi (aliran bahan) dari industri tersebut dan peta keterkaitan kegiatan mulai dari keterkaitan fisik, pekerja sampai mesin serta kebutuhan ruangan dari industri. Diagram Pengalokasian Wilayah (DPW) merupakan dasar bagi rancangan tata letak dan rancangan bangunan yang rinci. Dalam proses pengalokasian wilayah dilakukan pemaduan antara keterkaitan kegiatan dan kebutuhan ruang. Pada penggunaan template,dapat dijelaskan pola aliran bahan, letak mesin, letak operator, serta letak peralatan. Template menggunakan skala yang representative sehingga industri dapat dijelaskan dengan jelas. B. Tujuan praktikum Praktikan dapat membuat gambar dua dimensi layout industri yang dirancang.

188

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perancangan tata letak fasilitas merupakan suatu proses perancangan (design) dan pengaturan letak fasilitas fisik untuk menciptakan keterkaitan antar pekerja, aliran bahan, aliran informasi dan metode yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan secara efisien, ekonomis dan aman (Apple, 1990). Perencanaan Tata Letak Perusahaan pada dasarnya merupakan proses pengurutan dari suatu perencanaan tata letak yang sistematis. Untuk proses tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut (Astika, 2012): 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Pemilihan Lokasi Operation Process Chart (OPC) Routing Sheet Multi Product Process Chart (MPPC) Menentukan Gudang Ongkos Material Handling (OMH) Form To Chart (FTC) Outflow, inflow Table Skala Prioritas (TSP) Activity Relationship Diagram (ARD) Activity Realationship Chart (ARC) Area Alocation Diagram (AAD) Template Pengalokasian wilayah merupakan salah satu prosedur dalam merancang tata letak produksi yang terdiri atas pembentukan template ruang bagi tiap kegiatan untuk menggambarkan kebutuhan ruang secara kasar serta susunan tata letak secara kasar. Template ini disusun sesuai dengan keterkaitan yang tepat satu sama lain, biasanya dalam bangunan persegi sejalan dengan kebutuhan dan batasan yang ditujukan oleh keterkaitan kegiatan. Alokasi wilayah merupakan langkah terakhir dari perencanaan awal untuk perencanaan terinci dari tata letak akhir, (Prasetyo, 2000). Pada pembuatan Template, urutan sebelumnya adalah ADD. ADD merupakan template secara global, informasi yang dapat dilihat hanya dari pemanfaatan area saja, sedangkan gambar visualisasi secara lengkap dapat dilihat pada template yang merupakan

189

hasil akhir dari penganalisaan dan perencanaan tata letak pabrik. Template merupakan suatu gambaran yang telah jelas dari tata letak pabrik yang akan dibuat dan merupakan gambaran detail dari AAD yang telah dibuat. Informasi yang dapat dilihat pada template (Anonim, 2012): 1. Tata letak kantor dan peralatannya Untuk template dengan satu lantai (single Floor) Untuk penempatan tataletak antara bagian produksi, pelayanan (service) dan perkantoran ditempatkan dalam satu lantai jika luas lahan yang tersedia masih mencukupi dan memungkinkan. 2. Tata letak pelayanan yang ada di pabrik, misalnya jalan, kantin, sarana olahraga dan lain-lain Untuk template dengan dua lantai atau lebih (Multi Floor) Penempatan tata letak fasilitas antara bagian produksi, pelayanan (service) dan perkantoran mengalami pemisahan tata letak. Biasanya untuk bagian produksi ditempatkan pada bagian pertama agar memudahkan handling dan material maupun loading dari container ke receiving dan dari shipping ke container. Template jenis ini adalah sebagai solusi jika luas tanah yang tersedia tidak mencukupi (Sutalaksana. 2004). 3. Tata letak bagian produksi misalnya receiving, pabrikasi, assembling, shipping 4. Aliran setiap material, mulai dari receiving sampai dengan shipping Pada pendesainan layout harus diingat pertimbangan-pertimbangan kemungkinan terjadinya ekspansi di masa datang ataupun adanya perubahan di dalam desain produk, desain proses maupun desain penjadwalan produksi (Tomskins, 1984). Pembuatan detail layout dari suatu pabrik (biasanya dibuat dengan skala standar 1 :50) akan menunjukkan pengaturan dari orang, material, mesin dan fasilitas produksi lainnya sebaik-baiknya. Detail layout yang kadang-kadang disebut pula dengan master layout akan merupakan pelaksanaan akhir dari proses perancangan tata letak pabrik. Disini detail layout akan dibuat dengan memakai salah satu metode berikut ini (Wignjosoebroto, 1996) : 1. Drafting atau sketching method 2. Templates 3. Models Meskipun sekarang ini pemakai templates dan/atau models sangat popular serta banyak digunakan dalam pembuatan rancangan tata letak pabrik, akan tetapi method drafting pun masih layak dan bahkan tetap disarankan untuk digunakan dalam perancangan layout pabrik yang sederhana. Memang patut diakui bahwa untuk pabrik

190

yang besar dan kompleks method rafting atau sketching akan terasa kurang sesuai dan kurang fleksibel untuk diterapkan (Wignjosoebroto, 2000) Pada tata letak industri yang masih berkembang, biasanya pekerjaan penanganan material secara manual (Manual Material Handling) yang terdiri dari mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik dan membawa. Pekerjaan tersebut merupakan sumber utama komplain karyawan di industri atau bahkan permasalahan dalam tata letaknya yang membutuhkan ruang yang lebih (Ayob dan Dampsey, 1999).

191

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM

Untuk membuat template, gambaran DPW yang diperbesar dan dicetak pada kertas polos putih dengan skala 1:100 atau 1:50.

Arah utara digambarkan dengan arah atas kertas

Gambar dilengkapi dengan posisi mesin, posisi operator, dalam stasiun kerja, aliran bahan, dan keterangan lain yang diperlukan

Memberi warna agar lebih informative. Satu warna untuk satu kegiatan besar (misalnya bagian produksi berbeda warna dengan bagian kantor, dst)

192

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Template (terlampir) B. Pembahasan Pada praktikum acara 9 yang berjudul Template ini bertujuan untuk membuat gambar dua dimensi layout Industri Kerupuk Subur yang dirancang. Layout ini sering disebut template. Pada pembuatan template, dilakukan beberapa langkah. Langkah pertama ialah menyiapkan hasil data praktikum acara VII yakni Diagram Pengalokasian Wilayah (DPW). Diagram Pengalokasian Wilayah (DPW) merupakan dasar bagi rancangan tata letak dan rancangan bangunan yang rinci. Hal ini dikarenakan DPW memberikan informasi mengenai perpindahan atau aliran bahan dan mengefektifkan berdasarkan kriteria tertentu. Selain itu dapat memberikan informasi pengalokasian kebutuhan ruang dan luas lantai dalam area industri yang ada, dan terakhir agar praktikan dapat membuat gambar dua dimensi layout industri yang dirancang. Template yang dibuat pada praktikum ini ialah template sesudah dilakukan perbaikan. Pembuatan template ini merupakan gambaran DPW Industri Kerupuk Subur yang sebelum dan sesudah diperbesar dan dicetak pada kertas polos putih dengan skala 1:100 atau 1:50 pada kertas ukuran 100 cm x 100cm. Arah utara digambarkan arah atas kertas. Gambar dilengkapi dengan posisi mesin, posisi operator dalam stasiun kerja, aliran bahan, dan keterangan lain yang diperlukan. Pada langkah ini diperlukan beberapa hal, yakni: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tingkat keterkaitan antar kegiatan Pemanfaatan ruang yang ekonomis Kemudahan perluasan Penggabungan yang baik dengan fasilitas Susunan ruang dan gang Kegiatan dengan kriteria khusus dapat diletakkan dengan tepat

193

7. Kemudahan pengendalian produksi 8. Memperhatikan syarat-syarat kesehatan dan keselamatan kerja 9. Mematuhi syarat bangunan dan ketentuan wilayah 10. Luas yang memadai bagi tiap stasiun kerja Jika kedua template selesai dibuat perlu pemberian warna pada setiap ruangan atau setiap kegitan. Hal ini bertujuan agar template lebih informatif. Satu warna untuk satu kegiatan besar (missal, bagian produksi berbeda warna dengan bagian kantor, dst.). Pengertian template ialah gambar dua dimensi untuk menjelaskan

pengalokasian wilayah industri yang di dalamnya terdapat informasi mengenai aliran bahan, posisi mesin dan operator, stasiun kerja, dan keterangan lain. DPW merupakan template secara global, informasi yang dapat dilihat hanya pemanfaatan area, sedangkan gambar visualisasi secara lengkap dapat dilihat pada template yang merupakan hasil akhir dari penganalisaan dan perencanaan tata letak pabrik. Template merupakan suatu gambaran yang telah jelas dari tata letak pabrik yang akan dibuat dan merupakan gambaran detail dari DPW yang telah dibuat. Dalam suatu pabrik, template dari fasilitas produksi dan area kerja merupakan elemen dasar yang sangat penting untuk melihat kelancaran proses produksi. Pembuatan template di dalam pabrik merupakan aktivitasyang sangat vital dan sering muncul berbagai macam permasalahan di dalamnya. Masalah yang paling utama adalah apakah pengaturan dari semua operator, material, mesin dan fasilitas produksi tersebut telah dibuat sebaik-baiknya sehingga bisa mencapai suatu proses produksi yang paling efisien dan bisa mendukung kelangsungan serta kelancaran proses produksi secara optimal atau tidak. Ada dua fasilitas pabrik utama yang menjadi obyekyang harus diatur letaknya: 1. Mesin (machine layout). 2. Departemen kerja yang ada dalam pabrik (department layout). Perancangan tata letak fasilitas merupakan suatu proses perancangan(design) dan pengaturan letak fasilitas fisik untuk menciptakan keterkaitan antara pekerja, aliran bahan, aliran informasi dan metode yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan secara efisien, ekonomis dan aman. Pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik tersebut memanfaatkan luas area (space) dari ruang produksi pabrik untuk penempatan mesin atau fasilitas penunjang produksi

194

lain yang diplotkan dalam sebuah template. Maka dari itu, pada praktikum ini akan dilakukan pembuatan dua jenis template industri,yakni: 1. Template pabrik sebagai visualisasi fasilitas produksi yang sudah ada (the existing arrangement) 2. Template pabrik sebagai visualisasi tata letak pabrik yang baru (the newplant layout). Tujuan utama dalam template industri adalah untuk memberikan informasiinformasi mengenai tata letak pabrik. Informasi yang dapat dilihat pada template, antara lain: 1. Tata letak tentang aliran bahan, posisi mesin dan operator, stasiun kerja, dan keterangan lainnya. 2. Tata letak pelayanan yang ada di pabrik, misalnya jalan, kantin, sarana olah raga, dan lain-lain. 3. Tata letak bagian produksi, misalnya receiving, pabrikasi, assembling, shipping. 4. Aliran setiap material, mulai dari receiving sampai dengan shipping. Desain template pabrik yang baik dapat memberikan beberapa keuntungan dalam sistem produksi, antara lain: 1. Menaikkan output produksi 2. Mengurangi waktu tunggu operasi produksi (delay) 3. Mengurangi proses pemindahan bahan (material handling) Secara umum bisa dibilang bahwa desain template ikut menentukan efisiensi dalam proses produksi dan ikut mempengaruhi berapa lama kelangsungan atau kesuksesan kerja suatu industri. Selain itu pembuatan template pabrik yang baik bisa mempermudah dalam proses pengawasan tata letak. Jarak perpindahan bahan pada tata letak awal memiliki jarak yang lebih panjang dibandingkan tata letak baru. Jarak perpindahan yang semakin pendek akan membuat space atau tempat yang ada lebih optimal. Selain itu, pekerja juga tidak akan cepat mengalami kelelahan karena membawa beban dengan jarak yang terlalu jauh dan membutuhkan waktu lama. Aliran bahan pada tata letak awal tidak menunjukkan adanya backtracking. Aliran bahan tata letak sesudah, juga menunjukkan tidak adanya back tracking. Selain itu, template hasil evaluasi diarahkan pada tipe Ushaped.

195

Berdasarkan template yang telah dibuat, dapat diketahui perbedaan template yang baru dengan template yang lama (denah awal industri). Pada template yang baru, menunjukkan adanya sedikit perubahan pada letak stasiun kerja karena telah dilakukan analisis menggunakan DPW (Diagram Pengalokasian Wilayah), pada DPW menunjukkan kebutuhan luas lantai dan hubungan antar satu stasiun kerja dengan stasiun kerja yang lainnya yang saling berkaitan erat dan berdekatan. Perbedaan tersebut terletak pada bergesernya mesin dan peralatan yang terdapat pada industri tersebut untuk meminimalkan jarak perpindahan bahan sehingga dapat meningkatkan efisiensi ruangan serta memenuhi kriteria tata letak yang baik. Kelebihan dari template yang telah dibuat adalah: 1. Jarak perpindahan bahan menjadi semakin singkat/pendek karena dilakukan perpindahan-perpindahan peralatan/mesin agar efisien. 2. Pekerja menjadi lebih leluasa dalam melakukan pekerjaannya karena adanya gang yang telah dibuat berdasasrkan perhitungan yang telah dilakukan.

196

BAB V KESIMPULAN Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, praktikan telah membuat gambar dua dimensi layout industri yang dirancang. Dalam gambar ditunjukkan posisi setiap mesin, aliran bahan, area penyimpanan, posisi operator, dan keterangan lain yang diperlukan dengan pemberian warna yang berbeda pada bagian setiap produksi.

197

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Template. http://lppm.unjani.ac.id. Diakses pada tanggal 26 April 2013 pukul 20.00 WIB. Apple, JM. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan Edisi Ke-3. Bandung: ITB. Astika, 2012. Perencanan Tata Letak Suatu Perusahaan. Dalam

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:GheEFR80sWoJ:astika.stu dent.umm.ac.id/2010/01/30/perencanaan-tata-letak-suatuperusahaan /+layout+template+ruangan+industri+adalah&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id&lr=lang_id. Diakses pada tanggal 26 April 2013 pukul 21.00 WIB. Ayoub, M. M. and Dampsey, P. G. 1999. The Psychophysical Approach to Material Handling Task Design Ergonomic Vol. 42. No 1. pp: 17-31. Prasetyo, Fahrudin herry. 2002. Skripsi Evaluasi Tata Letak Fasilitas Produksi Tahap Prespinning di Pabrik Pemintalan Benang. FTP. UGM. Yogyakarta.

Sutalaksana, Iftikar Z. Anggawisastra, Ruhana. Tjakraatmadja, John H. Teknik Tata Cara Kerja. Jurusan Teknik Industri, ITB. Bandung. 2004.
Tomkins, James. A., White John A. 1984. 1th Edition Facility Planning. John Wiley & Sons. USA. Wignjsoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Surabaya: Penerbit Institut Teknologi Sepuluh November.

198

LAPORAN PRAKTIKUM TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN ACARA 10 ANALISIS TATA LETAK HASIL RANCANGAN

KELOMPOK A6 ANGGOTA Febriana Kumala D. Arief Maharani Riska Dian Nur L. Devira Setyastuti 11/311492/TP/09950 11/311591/TP/09963 11/311902/TP/09980 11/312278/TP/10006

Co. Ass Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

199

2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hasil perancangan suatu industri diperlukan adanya evaluasi tata letak untuk menilai apakah hasil perancangan tersebut sudah sesuai dengan kriteria jarak perpindahan, jumlah back tracking, keterkaitan kegiatan, dan kenyamanan kerja secara teoritis. Dalam merancang tata letak industri harus terdapat integrasi yang menyeluruh dari semua faktor yang mempengaruhi sistem produksi, operasi pemindahan bahan yang seminimal mungkin, kelancaran aliran kerja,

pemanfaatan semua area kerja secara efektif dan efisien sehingga didapatkan kepuasan, keamanan dan kenyamanan selama pekerja melakukan tugasnya. Inti dari perancangan tata letak industri pada dasarnya adalah minimalisasi biaya operasi yang meliputi biaya konstruksi dan instalasi, biaya pemindahan bahan, biaya produksi, biaya perawatan dan perbaikan mesin, biaya pengamanan serta biaya penyimpanan bahan selama dalam proses. Oleh sebab itu dalam perancangan tata letak industri ditekankan pada pemindahan bahan yang seminimal mungkin agar biaya tidak tinggi karena kegiatan pemindahan bahan merupakan kegiatan yang tidak produktif. Apabila memungkinkan, pemindahan barang dilakukan secara mekanis dan komponen harus dalam keadaan diproses sambil dipindahkan sehingga pemindahan bahan lebih efisien karena dilakukan bersamaan dengan proses produksi. Oleh karena itu dalam merancang tata letak pabrik tidak dapat dilakukan dengan mudah, karena membutuhkan analisa mendalam terhadap semua faktor yang mendukung tata letak pabrik yang diterapkan. Tata letak pabrik yang baik akan menciptakan suasana dan aktivitas kerja yang efektif dan efisien sehingga dapat meminimalkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pabrik untuk biaya

200

operasi yang meliputi biaya konstruksi dan instalasi, biaya pemindahan bahan, biaya produksi, biaya perawatan dan perbaikan mesin, biaya pengamanan serta biaya penyimpanan bahan selama dalam proses. B. Tujuan Praktikum Praktikan dapat melakukan analisis hasil rancangan tata letak

menggunakan kriteria jarak perpindahan.

201

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tata letak fasilitas pabrik adalah susunan dari fasilitas fisik pabrik termasuk perlengkapan, mesin dan peralatan, tanah, bangunan dan sarana lain untuk mengoptimumkan hubungan antara petugas pelaksana, aliran bahan, aliran informasi dan tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan usaha yang ekonomis dan aman. Menata tata letak pabrik adalah kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan susunan unsur fisik suatu kegiatan dan selalu berhubungan erat dengan industri manufaktur, dan penggambaran hasil rancangan yang dikenal sebagai tata letak pabrik. Untuk pabrik/perusahaan harus dilakukan evaluasi tata letak. Kemungkinan yang menimbulkan perlunya penilaian tata letak adalah evaluasi tata letak awal dengan tujuan mencari peluang perbaikan dan evaluasi terhadap tata letak alternatif untuk suatu masalah atau proyek tunggal ( Apple, 1990). Tata letak fasilitas pabrik harus dirancang untuk memungkinkan perpindahan yang ekonomis dari orang dan bahan selama proses. Jarak pengangkutan diusahakan sependek mungkin dan pengambilan serta peletakan produk dan peralatan diminimumkan. Hal ini akan menghasilkan minimisasi biaya penanganan bahan, penurunan waktu proses kerja dan mesin menganggur (Wignjosoebroto, 1996). Proses perancangan dapat dilakukan pada industri yang sudah

berlangsung. Hal ini disebabkan karena seiring dengan berjalannya waktu akan terjadi perubahan baik proses maupun produknya (Agung, 1990). Dalam menentukan plant layout atau tata letak pabrik yang baik haruslah ditentukan berdasarkan pengaruh faktor-faktor yang ada seperti jenjang terhadap/tahap proses produksi, macam hasil keluaran produksi, jenis

202

perlengkapan yang dipakai atau digunakan serta berdasarkan sifat produski dari produk yang diproduksi tersebut (Anonim, 2013). Jenis-jenis tata letak adalah sebagai berikut (Moore, 1962) : 1. Fixed position Fixed position merupakan tata letak yang paling sederhana. Pekerja, material dan keterampilan manajerial dibawa ke lokasi tempat pekerjaan dilakukan. Contoh dari tata letak ini adalah konstruksi bendungan dan bangunan. 2. Job shop Tata letak Job shop disusun berdasarkan pengelompokkan pekerja dan peralatan mempunyai fungsi yang sama. Tata letak ini seringkali disebut dengan nama tata letak proses atau tata letak fungsional karena fungsi-fungsi khusus seperti inspeksi produk, yang dihasilkan pada suatu tempat untuk berbagai produk. Contohnya untuk mesin dan rumah sakit. 3. Batch processing Proses dengan jumlah order besar pada bagian-bagian serupa seperti suatu group yang melalui urutan. Produksi yang sama pada Job shop merupakan prinsip batch processing. Tata letak Batch processing memungkinkan produsen mencapai skala ekonomi dengan membentuk aktivitas yang sama untuk mengatur volume produk. Contoh dari tata letak ini adalah produk mebel yang mempunyai jumlah order besar. 4. Line Processing Tata letak Line processing merupakan penyusunan pekerja dan peralatan menurut ururtan operasi. Tata letak ini seringkali disebut tata letak letak produk line atau assembly line karena menggunakan conveyor dan peralatan otomatis untuk meminimumkan penanganan bahan secara manual. Contoh pada pembuatan produk pangan dan pembuatan mobil.

203

5. Continous Flow Tata letak Continous flow berorientasikan pada suatu teknologi proses seperti produksi bahan kimia dan listrik. Fasilitas proses seringkali otomatis dan didesain agar dalam pengoperasiannya sebagai satu bagian terpadu. Menurut (Adam 1986), perancangan tata letak pabrik yang efisien dan efektif akan selalu menjadi prioritas utama dalam suatu proses produksi. Perancangan tata letak fasilitas produksi yang baik merupakan salah satu alat penentu dari efisiensi suatu operasi produk (Heizer, 1988). Suatu perancangan tata letak fasilitas tidak hanya terbatas pada waktu akan mendirikaan atau membangun suatu industri saja tetapi proses perancangan ini harus tetap dilakukan meskipun industri sudah ada dan sudah berlangsung (Machfud dan Agung, 1990). Hal ini disebabkan karena dengan berjalannya waktu akan selalu terjadi perubahan baik pada proses maupun produksinya. Perubahan tersebut menurut terjadinya perubahan/perbaikan dari tata letak yang sudah ada (relayout). Menurut Apple (1997), relayout atau perancangan ulang tata letak dapat mengurangi biaya pemindahan bahan sehingga biaya produksi turun secara kseluruhan dan produktivitas meningkat. Konstruksi dari rancangan tata letak merupakan bentuk konfigurasi dari hasil proses rancangan tata letak. Proses ini mentransfer diagram alokasi area kemudian merinci pengaturan lokasi setiap fasilitas pada setiap departemen produksi atau tempat kegiatan kerja. Secara umum prosedur alokasi area terdiri dari pembuatan template bagi setiap kegiatan atau untuk menggambarkan secara kasar luas yang dibutuhkan dan kemudian disusun sehingga memberikan bentuk tertentu. Adapun landasan untuk melakukan alokasi area adalah (Machfud dan Agung, 1990) : 1. Aliran produksi bahan dan peralatan 2. Peta keterkaitan kegiatan 3. Kebutuhan luas ruang setiap kegiatan

204

205

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM

Membuat diagram aliran dari tata letak perbaikan hasil rancangan

Menghitung jarak perpindahan bahan menggunakan metode aisle distance, untuk stasiun kerja yang dibatasi dengan dinding

Jika stasiun kerja tidak dibatasi dinding , ukur jarak perpindahan bahan sesuai perpindahan yang terjadi , dimulai dari titik tengah area kerja

Dituliskan dalam tabel untul semua perpindahan bahan

Menghitung jarak perpindahan bahan pada tata letak awal, kemudian dibandingkan

Dengan menggunakan lembar pemeriksaan penilaian fasilitas, hasil rancangan tata letak dinilai dan total hasil penilaiannya ditentukan

Menentukan mana tata letak terbaik berdasarkan criteria jarak perpindahan bahan yang minimum dan skor penilaian yang tertinggi

206

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. 1. Hasil Form penilaian tata letak LEMBAR PERIKSA PENILAIAN KAPASITAS

Nama Industri

: Kerupuk Subur

Tanggal penilaian : Sabtu, 4 Mei 2013 Alamat Industri : Jalan Janti Gg. Nuri 66 Gedong Kuning, Banguntapan, Bantul Dinilai oleh : Kelompok A6

Skor penilaian

: 1. Sangat kurang, 2. Kurang, 3. Bagus, 4. Sangat bagus

Hasil Penilaian akhir = bobot x skor

Bobot Kriteria Bobot Skor x Skor I. ALIRAN BAHAN pola aliran terencana Pola aliran DPW akhir sudah berurutan. Aliran bahan dari stasiun satu ke stasiun lain lurus. Keterangan

0,07

0,21

aliran bahan lurus

0,05

0,15

207

Pada proses pencetakan ke langkah balik minimum 0,06 3 0,18 proses pengukusan balik yang

langkah

terjadi kecil, begitu juga pada proses pengukusan ke penjemuran. Pola kegiatan dan sudah

keterkaitan kegiatan terencana

0,06

0,18

sesuai

terencana,

serta terkait satu dengan yang lain.

II. PEMINDAHAN BAHAN Pemindahan yang sering frekuensi pemindahan minimum 0,05 2 0,1 terjasi pada proses ke

pengukusan penjemuran. Memerlukan

alat

pemindah, teruma pada pemindahan bahan dari metode terencana 0,05 2 0,1 stasiun pencetakan ke dan ke

pengukusan, pengukusan penjemuran.

Tidak digunakannya alat alat pemindahan sesuai 0,05 2 0,1 pemindah, pemindahan melainkan hanya

dilakukan secara manual. jarak minimum 0,05 3 0,15 Jarak antara stasiun satu dengan stasiun lain

208

berdekatan. digabung dengan proses Beberapa proses telah

0,05

0,15

digabung dengan proses. Aliran bahan berjalan ke

bergerak dari penerima menuju pengiriman

0,04

0,16

dari

penerimaan

pengiriman.

III. RUANG gang lurus Gang antar ruang lurus dan sesuai. Ruang pemakaian ruang maksimum 0,04 3 0,12 kosong

0,05

0,15

dimanfaatkan untuk area kerja operator, dan

penyimpanan bahan. ruang penyimpanan mencukupi ruang antar peralatan mencukupi direncanakan untuk perluasan Ruang penyimpanan

0,05

0,15

bahan mencukupi. Jarak antar alat

0,05

0,15

mencukupi. Mengoptimalkan kosong. ruang

0,03

0,09

IV. PROSES PRODUKSI Bahan 0,04 4 0,16 dengan pertama. Kerupuk 0,04 4 0,16 dengan jadi rombong dekat dan baku stasiun dekat kerja

operasi pertama dekat dengan penerimaan

operasi terakhir dekat dengan pengiriman

pengiriman.

209

Kerupuk penyimpanan di tempat pemakaian 0,03 4 0,12 dalam juga

disamping yang untuk

rombong, dipakai

pengiriman. Terdapat 0,03 2 0,06 setengah disimpan. stock jadi bahan yang

bahan setengah jadi minimum

waktu produksi total hampir seluruhnya merupakan waktu pemrosesan Tempat 0,02 3 0,06 untuk penerimaan pengiriman sudah pantas 0,03 3 0,09 Semua waktu produksi ialah waktu pemrosesan.

penempatan bagian penerimaan dan pengiriman yang pantas

penempatan dan

V. LAIN-LAIN Terdapatnya 0,02 3 0,06 seperti toilet, fasilitas rumah

pelayanan pekerja memadai

untuk pekerja. Tidak 0,02 1 0,02 terkendalinya

pengendalian kebisingan, kotoran, debu dsb

kebisingan, kotoran, dan debu, Banyak terdapat bahan sisa.

pembuangan bahan sisa minimum Jumlah

0,02

0,04

6,9

2,91

210

2. Tabel aisle distance PERPINDAHAN BAHAN DARI Penimbangan 1 (bahan mentah) 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Pencampuran Pengadukan Penggilingan Pengepressan Pencetakan Pengukusan Penjemuran Pengovenan Penimbangan Pengadukan Penggilingan Pengepressan Pencetakan Pengukusan Penjemuran Pengovenan Penimbangan Peggorengan 0 3,1 1,2 2,9 6,9 12,9 21,8 5,7 11 1,4 3,5 0 3,4 1,05 3,85 4,5 12,45 21,4 5,65 10 2,95 3,4 0 0,3 x10-2 0,15 x10-2 0,95 x10-2 2,4 x10-2 0,45 x10-2 0,4 x10-2 0,05 x10-2 1 x10-2 1,55 x10-2 0,1 x10-2 Pencampuran 4,9 4,75 0,15 x10-2 KE JARAK PERPINDAHAN BAHAN (cm) AWAL PERBAIKAN PERUBAHAN JARAK (m)

NO

Penggorengan Penirisan Penirisan Penyimpanan

211

B. Pembahasan Pada praktikum kali ini berjudul Analisis Tata Letak Hasil Rancangan dengan tujuan agar praktikan dapat melakukan analisis rancangan tata letak menggunakan kriteria jarak perpindahan. Langkah pertama yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu diagram aliran dibuat dari tata letak perbaikan hasil rancangan. Jarak perpindahan bahan dihitung dengan menggunakan metode aisle distance, untuk stasiun kerja yang dibatasi dengan dinding. Kemudian jarak perpindahannya ditulis ke dalam tabel untuk semua perpindahan bahan. Jika stasiun kerja tidak dibatasi dinding, maka jarak perpindahan bahan diukur sesuai perpindahan yang terjadi dimulai dari titik tengah aliran kerja. Selanjutnya hasilnya dibandingkan dengan kelompok lain, dan ditemukan yang mana hasil rancangan yang terbaik berdasarkan kriteria jarak perpindahan bahan yang minimum. Terdapat beberapa sistem pengukuran jarak yang dipergunakan. Beberapa jenis sistem pengukuran jarak antar departemen ini digunakan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik perusahaan yang menggunakannya. Beberapa sistem pengukuran jarak yang dapat digunakan adalah sebagai berikut : a. Jarak Euclidean Jarak Euclidean merupakan jarak yang diukur lurus antara pusat fasilitas lainnya. Sistem pengukuran dengan jarak Euclidean sering digunakan karena lebih mudah dimengerti dan mudah digunakan. Contoh aplikasi dari jarak Euclidean misalnya pada beberapa model conveyor, dan juga jaringan transportasi dan distribusi. b. Jarak Rectilinear Jarak Rectilinear sering juga disebut dengan jarak minimum, merupakan jarak yang diukur mengikuti jalur tegak lurus. Disebut dengan jarak manhattan, mengingatkan jalan-jalan di kota Manhattan yang membentuk garis-garis parallel dan saling tegak lurus antara satu jalan dengan jalan lainnya. Pengukuran dengan jarak rectilinear sering

212

digunakan karena mudah perhitungannya, mudah dimengerti dan untuk beberapa masalah lebih sesuai, misalkan untuk menentukan jarak antar kota, jarak antar fasilitas di mana peralatan pemindahan bahan hanya dapat bergerak secara lurus. c. Square Euclidean Sebagaimana namanya Square Euclidean merupakan ukuran jarak dengan mengkuadratkan bobot terbesar suatu jarak antara dua fasilitas yang berdekatan. Relatif untuk beberapa persoalan terutama

menyangkut persoalan lokasi fasilitas diselesaikan dengan penerapan Square Euclidean. d. Aisle Distance Aisle Distance merupakan system pengukuran yang berbeda dengan yang lain. Dalam Aisle Distance yang diukur adalah lintasan yang dilalui alat pengangkut untuk pemindahan bahan. Jarak Aisle Distance juga merupakan jarak yang mengukur secara aktual, dan jarak yang diukur adalah jarak yang dilalui oleh material handlingnya. e. Jarak Berdasarkan Luas Departemen Untuk menemukan jarak berdasarkan luas lantai, diperlukan data lintasan yang dilalui oleh setiap komponen dari suatu departemen ke departemen tujuannya. Sehingga jarak antar departemen dapat dihitung berdasarkan luas lantai departemen asal, departemen yang dilalui dan departemen tujuan. Dari hasil form penilaian setelah perbaikan, didapatkan skor-skor baru yang berbeda dengan skor pada form penilaian sebelum perbaikan. Hasil penilaian pada kriteria aliran bahan sebelum dan setelah perbaikan antara lain: hasil penilaian pola aliran terencana sebelum dan setelah perbaikan = 0,21; hasil penilaian aliran bahan lurus sebelum perbaikan = 0,1 kemudian setelah perbaikan = 0,15; hasil penilaian langkah balik minimum sebelum dan setelah perbaikan = 0,18; hasil penilaian keterkaitan kegiatan terencana sebelum dan setelah perbaikan = 0,18. Hasil penilaian pada kriteria pemindahan bahan setelah

213

perbaikan antara lain: hasil penilaian frekuensi pemindahan minimum sebelum perbaikan = 0,05 kemudian setelah perbaikan = 0,1; hasil penilaian metode terencana sebelum dan setelah perbaikan = 0,1; hasil penilaian alat pemindah yang sesuai sebelum perbaikan = 0,05 kemudian setelah perbaikan = 0,1; hasil penilaian jarak minimum sebelum perbaikan = 0,1 kemudian setelah perbaikan = 0,15; hasil penilaian bergerak dari penerimaan menuju pengiriman sebelum perbaikan = 0,12 kemudian setelah perbaikan = 0,16. Hasil penilaian pada kriteria ruang sebelum dan sesudah perbaikan antara lain: hasil penilaian gang lurus sebelum dan setelah perbaikan = 0,15; hasil penilaian pemakaian ruang maksimum sebelum perbaikan = 0,08 kemudian setelah perbaikan = 0,12; hasil penilaian ruang penyimpanan mencukupi sebelum dan setelah perbaikan = 0,15; hasil penilaian ruang antar peralatan mencukupi sebelum perbaikan = 0,1 kemudian setelah perbaikan = 0,15; hasil penilaian direncanakan untuk perbaikan sebelum perbaikan = 0,06 kemudian setelah perbaikan = 0,09. Hasil penilaian kriteria proses produksi sebelum dan sesudah perbaikan antara lain: hasil penilaian operasi pertama dekat dengan penerimaan sebelum dan sesudah perbaikan = 0,16; hasil penilaian operasi terakhir dekat dengan pengiriman sebelum perbaikan = 0,12 kemudian setelah perbaikan = 0,16; hasil penilaian penyimpanan ditempat pemakaian sebelum perbaikan = 0,09 kemudian setelah perbaikan = 0,12; hasil penilaian bahan setengah jadi minimum sebelum dan sesudah perbaikan = 0,06; hasil penilaian waktu produksi total hampir seluruhnya merupakan waktu pemrosesan sebelum dan sesudah perbaikan = 0,09; hasil penilaian penempatan bagian penerimaan dan pengiriman yang pantas sebelum dan setelah perbaikan = 0,06. Hasil penilaian kriteria lain-lain sebelum dan sesudah perbaikan antara lain: hasil penilaian pelayanan pekerja memadai sebelum dan sesudah perbaikan = 0,06; hasil penilaian pengendalian kebisingan, kotoran, debu, dsb sebelum dan sesudah perbaikan = 0,02; hasil penilaian pembuangan barang sisa minimum sebelum dan sesudah perbaikan = 0,04. Dari hasil penilaian tersebut didapatkan total penilaian sebelum dan sesudah perbaikan. Total penilaian sebelum perbaikan sebesar 2,43, sedangkan total penilaian sesudah perbaiakans sebesar 2,91. Total penilaian sesudah

214

perbaikan lebih besar dibandingkan dengan total penilaian sebelum perbaikan, ini menandakan bahwa rancangan tata letak yang telah dibuat lebih baik dari tata letak industri saat ini. Jarak perpindahan bahan juga berubah setelah dilakukan perubahan tata letak. Jarak perpindahan bahan dari penimbangan ke pecampuran awal = 4,9 x 102

m dan jarak setelah perbaikan = 4,75 x 10-2 m, sehingga didapat perubahan jarak

sebesar 0,15 x 10-2 m. Jarak perpindahan bahan dari pencampuran ke pengadukan awal = 0 dan jarak setelah perbaikan = 0, sehingga didapat perubahan jarak sebesar 0. Jarak perpindahan bahan dari pengadukan ke penggilingan awal = 3,1 x 10-2 m dan jarak setelah perbaikan = 3,4 x 10-2 m, sehingga didapat perubahan jarak sebesar 0,3 x 10-2 m. Jarak perpindahan bahan dari penggilingan ke pengepresan = 1,2 x 10-2 m dan jarak setelah perbaikan = 1,05 x 10-2 m, sehingga didapat perubahan jarak sebesar 0,15 x 10-2 m. Jarak perpindahan bahan dari pengepresan ke pencetakan awal = 2,9 x 10-2 m dan jarak setelah perbaikan = 3,85 x 10-2 m, sehingga didapat perubahan jarak sebesar 0,95 x 10-2 m. Jarak perpindahan bahan dari pencetakan ke pengukusan awal = 6,9 x 10-2 m dan jarak setelah perbaikan = 4,5 x 10-2 m, sehingga didapat perubahan jarak sebesar 2,4 x 10-2 m. Jarak perpindahan bahan dari pengukusan ke penjemuran awal = 12,9 x 10-2 m dan jarak setelah perbaikan = 12,45 x 10-2 m, sehingga didapat perubahan jarak sebesar 0,45 x 10-2 m. Jarak perpindahan bahan dari penjemuran ke pengovenan awal = 21,8 x 10-2 m dan jarak setelah perbaikan = 21,4 x 10-2 m, sehingga didapat perubahan jarak sebesar 0,4 x 10-2 m. Jarak perpindahan bahan dari pengovenan ke penimbangan awal = 5,7 x 10-2 m dan jarak setelah perbaikan = 5,65 x 10-2 m, sehingga didapat perubahan jarak sebesar 0,05 x 10-2 m. Jarak perpindahan bahan dari penimbangan ke penggorengan awal = 11 x 10-2 m dan jarak setelah perbaikan = 10 x 10-2 m, sehingga didapat perubahan jarak sebesar 1 x 10-2 m. Jarak perpindahan bahan dari penggorengan ke penirisan awal = 1,4 x 10-2 m dan jarak setelah perbaikan = 2,95 x 10-2 m, sehingga didapat perubahan jarak sebesar 1,55 x 10-2 m. Jarak perpindahan bahan dari penirisan ke penyimpanan awal = 3,5 x 10-2 m dan jarak setelah perbaikan = 3,4 x 10-2 m, sehingga didapat perubahan jarak sebesar 0,1 x 10-2 m.

215

Dampak dari perbaikan yang dilakukan terhadap industri Kerupuk Subur adalah semakin pendeknya jarak perpindahan bahan sehingga penggunaan waktu dalam industri semakin efektif dan efisien serta pekerja menjadi lebih leluasa dalam melakukan pekerjaannya karena adanya gang yang telah dibuat berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan. Perbaikan tersebut menyebabkan industri tersebut dapat berjalan optimal.

216

BAB V KESIMPULAN Praktikan telah melakukan analisis hasil rancangan tata letak

menggunakan kriteria jarak perpindahan. Dengan berubahnya tata letak maka akan menyebabkan perubahan jarak perpindahan. Melihat perbedaan yang terjadi antara jarak perpindahan sebelum perbaikan dengan jarak perpindahan setelah perbaikan dapat ditentukan apakah rancangan tata letak yang dibuat itu lebih baik atau lebih buruk dari rancangan tata letak riil dalam industri.

217

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2013. Macam dan Jenis Tata Letak/Plant Layout Pabrik-Berdasarkan Produk Proses dan Bahan Baku-Product, Process & Stasion.

http://organisasi.org/macamdan_jenis_tataletak. Diakses tanggal 4 Mei 2013 pukul 19.00 WIB. Adam, EEverett J dan Ebert, Ronald J. 1986. Production and Operational Managements 3nd edition. Prentice Hall Englewood. USA Agung, Y dan Machfud. 1990. Perancangan Tata Letak Pada Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Apple, J.M. 1997. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Apple, James M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Penanganan Bahan. Terjemahan Nurhayati, Mardiono, M.T. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung. Heizer, J Render B, 1988. Production and Operational Management Strategis and Tactics 2nd edition. Allyn and Bacon. USA. Moore, J.M. 1962. Plant Layout Design. MacMillan Publishing Co, Mc. New York. USA. Wignjosoebroto, S. 1996. Ergonomi, Studi Gerak dan Studi Waktu. Penerbit Guna Widya. Surabaya.

218

LAMPIRAN

219

Lampiran Acara 2

220

221

1. Peta Proses Operasi PETA PROSES OPERASI Nama Obyek Dipetakan oleh Tanggal Pemetaan No. Peta Air (300 L) : Kerupuk Subur : Kelompok A-6 : Kamis, 14 Maret 2013 : 01 Penyedap Rasa (20kg) Garam (16 kg) Ikan Laut (4 kg) Bawang (5 kg) Tepung Kanji (60 kg)

O-6 I-6

Penimbangan Timbangan

O-5 I-5

Penimbangan Timbangan

O-4 I-4

Penimbangan Timbangan

O-3 I-3

Penimbangan Timbangan

O-2 I-2

Penimbangan Timbangan

O-1 I-1

Penimbangan Timbangan

90

O-8 I-7

Perebusan Dandang

15

sds ccs csc O-7 ccc ccc c I

Pencampuran Bak Pencampur

222

O-9

30

I-8

Pengadukan Manual

40

O-10 I-9

Penggilingan Mesin Giling

O-11 I-10

Pengepresan Mesin Pres

Ulangi 2 kali

223

60

O-14 I-13

Pencetakan Bossan

O-15 I-14

Pengukusan Ketel Uap

420

O-16 I-15

Penjemuran Manual

224

C
Gas 180

O-17 I-16

Pengovenan Oven

45 Minyak Goreng Kayu Bakar Ringkasan Operasi Inspeksi Penyimpanan 20 18 1 1155 Waktu Daun Bawang 90 180

O-18 I-17

Penimbangan Timbangan

O-19 I-18

Penggorengan Manual

O-20

Penirisan Manual

225

2. Peta Aliran Proses PETA ALIRAN PROSES Pekerjaan: Pengolahan Tepung Kanji No. Peta : 01 Orang Bahan

Kegiatan Operasi Inspeksi Transportasi Menunggu

Sekarang Jml Wkt

Usul Jml Wkt

Beda Jml Wkt

Sekarang

Usulan : A-6

Dipetakan oleh Penyimpanan Total Lambang Uraian Keterangan Persiapan bahan baku Pemindahan tepung ke penimbangan Penimbangan tepung Pemindahan tepung ke bak pencampuran Pencampuran dengan bahan tambahan Pemindahan bubur ke penggiling Penggilingan bubur Pemindahan adonan ke meja tunggu Penundaan adonan di meja tunggu Pemindahan adonan ke mesin pengepresan Pengepresan adonan Pemindahan adonan ke Bossan Pencetakan adonan Pemindahan kerupuk ke ketel uap 0 1,25 0 1,5 0 0,5 0 1 0 2,5 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013 Jarak (m) 0 1,5 0 2 Jumlah (kg) 60 60 60 60 Waktu (s) 0 15 90 120

Keterangan Karung Manual (karung) Timbangan Manual (karung) Manual (pengaduk kayu) Manual (ember) Masin penggiling Manual Manual Manual Mesin pengepresan Manual Bossan Manual (keranjang)

7020 300 2400 10 600 5 120 10 2400 600

226

PETA ALIRAN PROSES Pekerjaan: Pengolahan Tepung Kanji No. Peta : 01 Orang Bahan

Kegiatan Operasi Inspeksi Transportasi Menunggu

Sekarang Jml Wkt

Usul Jml Wkt

Beda Jml Wkt

Sekarang

Usulan : A-6

Dipetakan oleh Penyimpanan Total Lambang Uraian Keterangan Pengukusan kerupuk Pemindahan ke alas jemur Penataan kerupuk Pemindahan ke tempat penjemuran Penjemuran kerupuk Pemindahan kerupuk ke lokasi pemetikan Pemetikan kerupuk Pemindahan kerupuk ke alas jemur Pemindahan kerupuk ke oven Pengovenan kerupuk Pemindahan kerupuk dari oven ke bak penampung Penimbangan kerupuk Pemindahan kerupuk ke penggorengan Penggorengan kerupuk Penirisan kerupuk Pemberian daun bawang Pemindahan kerupuk ke rombong (penyimpanan) Penyimpanan di rombong 0 0 0 0 0 0 0 0

Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013 Jarak (m) 0 2 0 Jumlah (kg) 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 Waktu (s) 600 5 300 20 21600 10 30 15 1200 10800 600 900 900 2700 10 5 600 900

Keterangan Ketel uap Manual Manual Manual Manual Manual Manual Manual Manual Oven Manual Timbangan Manual Penggoreng -an Manual Manual Manual Manual (rombong)

227

PETA ALIRAN PROSES Pekerjaan: Pengolahan Bawang No. Peta : 02 Orang Bahan

Kegiatan Operasi Inspeksi Transportasi Menunggu

Sekarang Jml Wkt

Usul Jml Wkt

Beda Jml Wkt

Sekarang

Usulan : A-6

Dipetakan oleh Penyimpanan Total Lambang Uraian Keterangan Persiapan bawang Pemindahan ke lokasi penimbangan Penimbangan bawang Pemindahan bawang ke bak pencampuran Pencampuran bawang dengan bahan baku dan bahan tambahan lain

Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013 Jarak (m) 0 2 0 1 0 Jumlah (kg) 5 5 5 5 5 Waktu (s) 900 30 20 300 7020

Keterangan Manual Manual Timbangan Manual Manual

228

PETA ALIRAN PROSES Pekerjaan: Pengolahan Ikan Laut No. Peta : 03 Orang Bahan

Kegiatan Operasi Inspeksi Transportasi Menunggu

Sekarang Jml Wkt

Usul Jml Wkt

Beda Jml Wkt

Sekarang

Usulan : A-6

Dipetakan oleh Penyimpanan Total Lambang Uraian Keterangan Persiapan ikan laut Pemindahan ke lokasi penimbangan Penimbangan ikan laut Pemindahan ikan laut ke bak pencampuran Pencampuran ikan laut dengan bahan baku dan bahan tambahan lain

Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013 Jarak (m) 0 2 0 1 0 Jumlah (kg) 4 4 4 4 4 Waktu (s) 5 30 10 300 7020

Keterangan Manual Manual Timbangan Manual Manual

229

PETA ALIRAN PROSES Pekerjaan: Pengolahan Garam No. Peta : 04 Orang Bahan

Kegiatan Operasi Inspeksi Transportasi Menunggu

Sekarang Jml Wkt

Usul Jml Wkt

Beda Jml Wkt

Sekarang

Usulan : A-6

Dipetakan oleh Penyimpanan Total Lambang Uraian Keterangan Persiapan garam Pemindahan ke lokasi penimbangan Penimbangan garam Pemindahan garam ke bak pencampuran Pencampuran garam dengan bahan baku dan bahan tambahan lain

Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013 Jarak (m) 0 2 0 1 0 Jumlah (kg) 16 16 16 16 16 Waktu (s) 5 30 10 300 7020

Keterangan Manual Manual Timbangan Manual Manual

230

PETA ALIRAN PROSES Pekerjaan: Pengolahan Penyedap Rasa No. Peta : 05 Orang Bahan

Kegiatan Operasi Inspeksi Transportasi Menunggu

Sekarang Jml Wkt

Usul Jml Wkt

Beda Jml Wkt

Sekarang

Usulan : A-6

Dipetakan oleh Penyimpanan Total Lambang Uraian Keterangan Persiapan penyedap rasa Pemindahan ke lokasi penimbangan Penimbangan penyedap rasa Pemindahan penyedap rasa ke bak pencampuran Pencampuran penyedap rasa dengan bahan baku dan bahan tambahan lain

Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013 Jarak (m) 0 2 0 1 0 Jumlah (kg) 20 20 20 20 20 Waktu (s) 5 30 10 300 7020

Keterangan Manual Manual Timbangan Manual Manual

231

PETA ALIRAN PROSES Pekerjaan: Pengolahan Air : 06 Bahan

Kegiatan Operasi Inspeksi Transportasi Menunggu

Sekarang Jml Wkt

Usul Jml Wkt

Beda Jml Wkt

No. Peta Orang

Sekarang

Usulan : A-6

Dipetakan oleh Penyimpanan Total Lambang Uraian Keterangan Persiapan air Pemindahan air ke dandang Pengukuran volume Pemindahan air ke bak pencampuran Pencampuran air dengan bahan baku dan bahan tambahan lain

Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013 Jarak (m) 0 1 0 0,5 0 Jumlah (L) 300 300 300 300 300 Waktu (s) 0 30 10 5 7020

Keterangan Manual Manual (selang) Manual Manual Manual

232

3. Diagram Alir
`

233

Keterangan: Huruf A = Area penyimpanan bahan baku dan pencampuran bahan B = Area penggilingan, pengepresan dan pencetakan bahan C = Area pengukusan D = Area penggorengan dan pencetakan E = Area pengovenan F = Area penjemuran bagian depan G = Area penjemuran bagian belakang H = Tempat penyimpanan kayu Angka 1 = Bak pencucian bahan-bahan yang akan digunakan 2 = Tungku 3 = Bak pencampuran bahan 4 = Mesin penggiling adonan 5 = Mesin pengepres adonan 6 = Meja tunggu 7 = Mesin pencetak/Bosan I 8 = Ketel uap 9 = Tempat penirisan 10 = Wajan penggorengan II 11 = Wajan penggorengan I 12 = Mesin pencetak/Bosan II 13 = Tempat kerupuk yang dikeluarkan dari oven 14 = Oven 15 = Tempat penyimpanan kerupuk yang telah dijemur 16 = Timbangan (untuk menimbang tepung dalam karung) 17 = Tempat penyimpanan tepung

Tepung Kanji Air Ikan Garam Bawang Penyedap Adonan

234

Lampiran Acara 3

235

Route Sheet 1. Tepung Kanji


No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Operasi Penimbangan Pencampuran Pengadukan Penggilingan/Pengadonan Pengepressan Pencetakan Pengukusan Penjemuran Pengovenan Penimbangan Penggorengan Penirisan Alat Timbangan Manual Manual Mesin giling Mesin press Bossan Ketel uap Manual Oven Timbangan Wajan Saringan Waktu baku 6,244 144 30 40 2 60 5 360 180 45 120 90 Kap.aktual (mnt/kg) 0,104 2,4 1 3,5 0,2 0,012 0,004 2,5 0,3 0,15 0,89 0,89 Eff 0,3 0,24 0,19 0,583 0,03 0,1 0,0083 0,6 0,3 0,075 0,2 0,2 Scrap (%) 0,011 0,002 0 0,006 0,003 0,001 0 0,013 0 0,007 0 0 Jml diharapkan (kg/hari) 309,796 309,177 309,177 307,322 306,400 306,094 306,094 302,115 302,115 300 300 300 Jml disiapkan (kg/hari) 313,241 309,796 309,177 309,177 307,322 306,400 306,094 306,094 302,115 302,115 300 300 Jumlah Tenaga Kerja 0,181 2,47 2,712 3,09 3,4 0,061 0,246 2,143 0,504 1,007 2,225 2,225

2. Garam
No 1 2 Operasi Penimbangan Pencampuran bahan Alat Timbangan Manual Waktu baku 0,167 114 Kap.aktual (mnt/kg) 0,01 7,125 Eff 0,000278 0,19 Scrap (%) 0 0 Jml diharapkan (kg/hari) 16,413 16,413 Jml disiapkan (kg/hari) 16,413 16,413 Jumlah Tenaga Kerja 0,982 1 236

3. Bawang Putih
No 1 2 Operasi Penimbangan Pencampuran bahan Alat Timbangan Manual Waktu baku 0,5 114 Kap.aktual (mnt/kg) 0,1 22,8 Eff 0,00083 0,19 Scrap (%) 0 0 Jml diharapkan (kg/hari) 5,129 5,129 Jml disiapkan (kg/hari) 5,129 5,129 Jumlah Tenaga Kerja 1,004 1

4. Ikan Laut
No 1 2 Operasi Penimbangan Pencampuran bahan Alat Timbangan Manual Waktu baku 0,167 114 Kap.aktual (mnt/kg) 0,01 28,5 Eff 0,000278 0,19 Scrap (%) 0 0 Jml diharapkan (kg/hari) 4,103 4,103 Jml disiapkan (kg/hari) 4,103 4,103 Jumlah Tenaga Kerja 0,0068 1,025

5. Air
No 1 2 3 Operasi Pengukuran Perebusan Pengadukan Alat Jerigen Tungku api Manual Waktu baku 3 90 144 Kap.aktual (mnt/kg) 0,011 0,337 0,427 Eff 0,005 0,15 0,19 Scrap (%) 0 0 0 Jml diharapkan (kg/hari) 273,345 273,345 273,345 Jml disiapkan (kg/hari) 273,345 273,345 273,345 Jumlah Tenaga Kerja 0,979 0,991 1

237

Bahan

Tepung Kanji
0,180 2,47

Garam
0,982 1

Bawang Putih
1,004 1

Ikan Laut
0,0068 1,025

Penyedap Rasa

Air

Jumlah Tenaga Kerja Teoritis Aktual

Penimbangan, Pencampuran Pengukuran, Perebusan Mesin/Stasiun Kerja

2
0,979 0,991

7,67

1
2,712

2
1

1,97

Pengadukan

3
3,09

3,712

Penggilingan/ Pengadonan

4
3,4

3,09

Pengepresan

5
0,061

3,4

Pencetakan

0,061

238

0,246

Pengukusan

7
2,143

0,246

Penjemuran

8
0,504

2,143

Pengovenan

9
2,225 2,225 11

0,504

Penggorengan, Penirisan

10

4,45

239

Lampiran Acara 5

240

241

Lampiran Acara 6

242

Form Diagram Keterkaitan Kegiatan DIAGRAM KETERKAITAN KEGIATAN Nama Obyek Dipetakan Oleh Tanggal Pemetaan No. Peta : DKK Industri Kerupuk : Kelompok A-6 : 18 April 2013 : 01

A-5

6 E- A-6 E- A-3,4 EXXX4 5 2 Penggilingan Pengepressan Pencampuran IOE- A-4 X3 Pengadukan 8 IOE- AX7 Pengukusan X6 Pencetakan 7 O- I-5 E- A-2 X1 Penimbangan 5,6 I7 O- A-12 10EX9 Pengovenan O- IE- AOX13 Penyimpanan O- IO- IE- A-13 X12 Penirisan OE4,5,6,7 O6,7 O3E-

IA-7

IA-

13EX11 Penggorengan

IA-

8,9 O- I- 11 E- A-11 X8 Penjemuran X10 Penimbangan

I- 9

10 O- I- 13

243

No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Kegiatan Penimbangan (bahan mentah) Pencampuran Pengadukan Penggilingan Pengepressan Pencetakan Pengukusan Penjemuran Pengovenan

Derajat Kedekatan A 2 3,4 4 5 6 7 11 12 13 E 3 6 10 13 I 5 5,6 8 9 11 13 O 4,5,6,7 6,7 7 7 8,9 10 U 8,9,10,11 ,12,13 8,9,10,11 ,12,13 8,9,10,11 ,12,13 7,8,9,10, 11,12,13 8,9,10,11 ,12,13 9,10,11, 12,13 10,11,12, 13 11,12,13 12,13 12 X -

10. Penimbangan 11. Penggorengan 12. Penirisan 13. Penyimpanan Tabel Derajat Kedekatan

244

Lampiran Acara 7

245

Tabel Luas Lantai Luas Lantai Ruang Produksi Dimensi Mesin (m) Nama Stasiun Kerja 1 Penimbangan Pencampuran Pengadukan Penggilingan Pengepressan Pencetakan Pengukusan Penjemuran Pengovenan Penimbangan Penggorengan Penirisan Penyimpanan Nama Mesin Jumlah Mesin 3 4 4 4 4 4 1 1 3 1 2 2 2 1 P 4 0,90 1,70 1,30 1,26 0,80 1,97 2,45 22,6 2,83 0,5 1,00 1,90 0,84 L 5 0,53 0,71 0,80 0,67 0,60 1,80 1,15 9,40 1,9 0,25 1,00 0,87 0,54 Kelonggar -an Mesin (m2) 6 4,7 1,509 Luas 1 Mesin Bahan (m2) 7=3 x [(4 x 5)+6] 1,908 4,828 4,160 3,377 1,92 3,546 7,517 637,32 6,886 0,375 2,00 3,306 0,454 Jadi 8 3,28 0,125 Operator 9 0,90 1,70 1,30 1,26 0,80 3,94 2,45 22,60 2,83 1 1 1,90 0,84 Transport 10 0 0,5 Kelonggaran (m2) Total Luas 1 Stasiun Kerja 11=7+8+9+10 2,81 6,53 5,46 4,64 2,72 7,49 9,97 659,92 9,72 4,655 3,62 5,21 1,29

2 Timbangan Manual Manual Mesin giling Alat press Bossan Ketel uap Manual Oven Timbangan Wajan Saringan Rombong

246

Tabel Luas Gudang


Kebutuhan /hari (kg) 60 16 Periode Simpan (hr) 12 75 Jumlah Bahan Disimp -an (kg) 720 1200 Berat 1 Kema san (kg) 50 0,5 Jumlah Bahan Disimpa n 1 per 14 2400 Dimensi Kemasan pxlxt 90 x 56 x 20 20 x 17 x 3 Jumlah Kemasan dalam 1 Tumpukan 3 40 Jumlah Tumpukan dalam Ruang 14 60 Luas tumpukan (m2) 3,528 2,04 Total Luas (m2) 4,816 6,54

Nama Bahan Tepung Kanji Garam

Kelong -garan

2,80 4,5

247

Lampiran Acara 8

248

249

250

Keterangan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Penimbangan Pengadukan Pencampuran Penggilingan Pengepressan Pencetakan Pengukusan Penjemuran Pengovenan Penimbangan kerupuk mentah Penggorengan Penirisan Penyimpanan kerupuk matang Tempat peletakan kerupuk mentah yang akan digoreng Penyimpanan kerupuk mentah setelah dijemur

251

Lampiran Acara 9

252

253

254

You might also like