You are on page 1of 146

Bagian I

A. Anatromi Fisiologi Hati, Kandung Empedu dan Pankreas


1 Hati

Gambar 1. Hati dilihat dari depan (1) dan dari belakang (2). Pada permukaan posterior hati, perhatikan
permukaan posterior hati pada diagram (3). {(Snell, 19987). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.
Bagian I, Ed 3: 260. EGC}

1
Hati ialah kelenjar terbesar di dalam tubuh terletak pada bagian teratas dalam rongga

abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi oleh iga-iga

Bagian-bagian hati

Hati terbagi dalam dua belahan utama (lobus), yaitu lobus kanan (lobus dextra hepatic)

yang besar dan lobus kiri. (lobus sinistra hepatic) yang kecil. Permukaan atas berbentuk cembung

dan terletak di bawah diafragma; permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fisura

transverses. Permukaannya dilintasi oleh berbagai pembuluh darah yang masuk keluar hati.

Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah, sedangkan

ligamen falsiformis melakukan hal-hal yang sama di permukaan atas hati.

Hati terbagi lagi dalam empat lobus yaitu kanan (dekstra), kiri (sinistara), kaudara

(cuadatus), dan kwadrata (kwadratus) (Gambar 1).

Setiap lobus terdiri atas lobulus. Lobulus berbentuk polyhedral (segibanyak) dan terdiir

atas sel hati berbentuk kubus, dan cabang-cabang pembuluh darah diikat bersama oleh jaringan

hati. Hati mempunyai dua jenis persediaan darah, yaitu yang datang melalui arteri hepatica dan

yang melalui vena porta.

Pembuluh darah pada hati

Terdapat empat pembuluh darah utama yang menjelajahi seluruh hati yaitu Arteri

hepatica, vena porta, Vena hepatica. Dan saluran empedu.

Arteri Hepatika., yang keluar dari aorta dan memberikan seperlima darahnya kepada hati;

darah ini mempunyai kejenuhan oksigen 95 – 100%.

2
Vena Porta terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, mengantarkan

sepertlima darahnya ke hati; darah ini mempunyaoi kejenuhan oksigen 75% sebab beberapa O2

telah diambil oleh limpa dan usus. Darah vena porta membawa kepada hati zat makanan yang

telah diabsorbsi oleh mukosa usus halus.

Vena hepatica mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior. Di dalam vena

hepatica terdapat katup.

Saluran empedu terbentuk dari pernyatuan kapiler-kapiler empedu yang mengumpulkan

empedu dari sel hati

Gambar 2. Struktur yang masuk dan meninggalkan porta hepatica. {( Snell, 19987). Anatomi Klinik untuk
Mahasiswa Kedokteran. Bagian I, Ed 3: 260. EGC}.

3
Struktur halus

Sel hati adalah sel yang polyhedral dan berinti. Protoplasma sel berisi sejumlah besar

enzim.Massa sel ini membentuk lobus hepatica yang berbentuk hexagonal kasar, kira-kira

berdiameter satu millimeter dan satu dari yang lain terpisah oleh jaringan ikat yang memuat

cabang-cabang pembuluh darah yang menjelajahi hati.

Cabang vena porta, arteri hepatica dan saluran empedu dibungkus bersama oleh sebuah

balutan dari jaringan ikat, yang disebut kapsul Glisson dan yang membentuk saluran porta.

Darah berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hati, dan setiap lobnus dijelajahi oleh

sebuah jal sinosoid darah atau kapiler hepatika . Pembuluh darah halus berjalan diantara lobula

hati dan disebut vena interlobular. Dari sini cabang-cabang kapiler masuk masuk ke dalam bahan

lobula kemudian bergabung mrmbentuk sebuah vena kecil di dalam pusat lobula yaitu vena

intralobular. Pembuluh-pembuluh darah ini menuangkan isinya ke dalam vena lain yang

disebut vena sublobuler. Vena-vena sublobuler ini bergabung dan akhirnya membentuk beberapa

vena hepatica yang berjalan langsung masuk ke dalam vena kava inferior.

Pembuluh Limfe hati

Hati menghasilkan sekitar sepertiga sampai separuh cairan limfe dalam porta hepatic.

Pembuluh limfe meninggalkan hati dan masuk ke sejumlah kelenjar limfe dalam Porta hepatis.

Pembuluh eferen berjalan ke nodi lymphatici coeliaca. Beberapa pembuluh berjalan ke nodi

lymphatici coeliaca. Beberapa pembuluh berjalan dari area nuda hati melalui diafragma menuju ke

nodi lymphatici mediastinalis posterior.

4
Persarafan hati

Saraf yang mempersarafi hati berasal dari parasimpatis yang melewati plexus coeliacus.

Trunctus vagus anterioir mempercabangkan banyak ramimhepatis yang berjalan langsung ke hati.

2. Fungsi hati

1. Merubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus

2. Mengubah zat buangan dan bahan racun

3. Glikogenik melalui rangsangan kerja enzim sehingga sel hati menghasilkan glikogen yang

diambil dari karbohidrat, selanjutnya disimpan sel hati kemudian diubah kembali menjadi

glukosa oleh kerja enzim. Karena fungsi ini hati membantu supaya kadar gula normal darah

80-100 mg glukosa setiap 100 ccm darah dapat dipertahankan. Fungsi ini dkendalikan fungsi

pancreas yaitu insulin.

4. Mengubah asam amino menjadi glukosa.

5. Sekresi empedu, misalnya garam empedu dibuat di hati; pigmen empedu dibentuk dalam

sistem retikoleum dan dialirkan ke dalam empedu oleh hati.

6. Pembentukan ureum. Hati menerima asam amino yang diabsorbsi oleh darah. Di dalam hati

terjadi dealiminasi oleh sel, artinya nitrogen dipisahkan dari bagian asam amino, dan asam

amino diubah menjadi ureum. Ureum dapat dikeluarkan dari darah oleh ginjal dan

diekskresikan ke dalam urine.

7. Kerja atas lemak. Hati menyimpan lemak untuk pemecahan terakhir menjadi hasil akhir

asam karbonat dan air. Garam empedu yang dihasilkan oleh hati penting untuk pencernaan

dan absorbsi lemak. Kekurangan garam empedu mengiurangi absorbsi lemak dan karena itu

dapat berjalan tanpa perubahan masuk feces seperti yang terjadi pada beberapa gangguan

5
pencernaan pada anak-anak kecil, pada penyakit siliak, seriawan tropik dan gangguan

tertentu pada pancreas.

8. Hubungan hati dengan isi normal darah

1) Membentuk sel darah merah pada masa hidup janin.

2) Berperan manghancurkan sel darah merah

3) Menyimpan hematin yang diperlukan untuk penyempurnaan sel darah merah baru.

4) Membuat sebagian besar dari protein plasma.

5) Membersihkan bilirubin dari darah.

6) Berkenaan dengan penghasilan protrombin dan fibrinogen yang perlu untuk

penggumpalan darah

9. Penyimpanan dan penyebaran berbagai bahan, termasuk glikogen, lemak, vitamin dan

besi (vitamin A dan D)

10. Pertahanan suhu tubuh

11. Detoksikasi

6
2. .Aparatus Biliaris Ekstrahepatik

Gambar 3. Bagian-bagian apparatus biliaris ekstra hepatic. Perhatikan hubungan kandung empedu dengan colon
dan duodenum {(Snell, 19987). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Bagian I, Ed 3: 260. EGC}

Empedu

Empedu dibentuk didalam sela-sela kecil di dalam sel hepar, dan dikeluarkan melalui

kapiler empedu yang halus atau kanalikuli empedu, yaitu saluran halus yang dimulai di antara sel

hati, dan terletak diantara dua sel. Tetapi kanalikuli terpisah dari kapiler darah, sehingga darah dan

empedu tidak pernah tercampur.

7
Kapiler empedu berjalan ka pinggir lobula, dan menuangkan isinya ke dalam saluran

interlobular empedu kemudian bergabung membentuk saluran hepatica. Saluran empedu sebagian

besar dilapisi epitelium silinder dan mempunyai dinding luar yang terdiri atas jaringan fibrus dan

otot: dengan cara berkontraksi dinding berotot pada saluran ini mengeluarkan empedu dari hati.

Aparatus ekstrak hepatic terdisi atas ductus hepaticus kanan dan kiri, ductus choledochus,

ductus biliaris, kandung empedu (vesica vellia), dan ductus cysticus.

Cabang-cabang interlobularis terkecil ductus biliaris terdapat dalam saluran portal hati;

mereka menerima canalikuli biliaris. Ductus interlobularis satu sama lain saling bersatu membentuk

ductus hepatikus kanan dan kiri. Ductus hepatikus kanan mengalirkan empedu dari lubus kiri, lobus

caudatus dan lobus quadratus.

Ductus Hepatikus

Ductus (saluran) hepatikus kanan dan kiri dari pada porta hepatic (gambar 3). Ductus

hepatikus kanan dan kiri menyatu membentuk ductus hepatikus communis (gambar 3).

Ductus hepatikus comunis panjangnya sekitar 4 cm dan berjalan turun pada sisi yang

bebas omentus minus. Sisi kanannya menyatu dengan ductus cysticus yang berasal dari kandung

empedu untuk membentuk ductus choleduchus = ductus biliaris komunis (Gambar 3)

Ductus choleduchus

Panjangnya sekitar 8 cm. Pada bagian pertama perjalanannya , ia terletak pada sisi bebas

kanan omentum minus, di depan foramen epiploicum Winslow. Di sini ia terletak di sisi depan kana

vena porta dan sisi kanan a. hepatika (gambar 5-1= 5-13). Pada bagian kedua perjalanannya ia

terletak di belakang bagian pertama duodenum (gambar 6-1= 5-7) di sisi kanan a. gastroduodenalis

8
(gambar 7-1 = 5-12). Pada bagian ketiga perjalanannya, ia terletak dalam alur yang terdapat pada

permukaan posterior caput pancreas (gambar 4-1). Di sini ductus choleduchus bersatu dengan

ductus pancreaticus major.

Ductus choleductus berakhir di bagian bawah dengan menembus dinding medial bagian

pertengahan kedua duodenum (gambar 3). Biasanya ductus choleductus menyatu dengan ductus

pancreatikus major, dan bersam-sama bermuara dalam ampulla kecil dalm dinding duodenum yang

dinamakan ampulla vater (bermuara ke dalam lumen duodenum melalui suatu papilla kecil yaitu

papilla duodeni major (gambar 3).

Bagian akhir ductus choleduchus dan ampulla dikelilingi oleh serabut otot sirkuler yang

dikenal sebagai sphincter Oddi (gambar 3).Kadang-kadang ductus choledochus dan ductus

pancreatikus bermuara dalam duodenum pada tempat yang tidak sama. Variasi yang sering

ditemukan diperlihatkan secara diagramatis dalam gambar (3)

3. Kandung empedu

Kandung empedu (Vesica Fellia) adalah sebuah kantong berbentuk terong/buah pir dan

merupakan membran berotot.

Letak

Kandung empedu terletak di dalam sebuah lekukan di sebelah permukaan bawah hati,

sampai di pinggiran depannya. Panjangnya delapan samapi dua belas senti meter dan dapat berisi

kira-kira 60 ccm.

9
Bagian-bagian

Kandung empedu terbagi dalam sebuah fundus (bagian basal), corpus (badan) dan collum

(leher), dan terdiri atas tiga pembungkus, yaitu di sebelah luar pembungkus serosa peritoneal, di

sebelah tengah jaringan berotot tak bergaris, dan di sebelah dalam membran mukosa yang

bersambungan dengan lapisan saluran empedu, membran mukosanya memuat sel epitel silinder

yang mengeluarkan secret musin dan cepat mengabsorbsi air dan elektrolit, tetapi tidak garam

empedu atau pigmen, sehingga empedu menjadi pekat.

Duktus sistikus kira-kira empat sentimeter panjangnya. Berjalan dari leher kandung

empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus sambil membentuk saluran empedu ke

duodenum.

Vesica Fellia terbagi menjadi fundus corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan menonjol di

sisi bawah inferior hati dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi

ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya ke

atas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai ductus cystikus, yang berjalan dalam omentum

minus kemudian menyatu dengan sisi kanan ductus hepaticus communis, membentuk ductus

choleduchus (gambar 4-1).

Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellia dengan sempurna dan menghubungkan

corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.

Batas

1. Anterior. Dinding anterior abdomen dan permukaan visceral hati (gambar 10-1=5-2).

2. Posterior. Colon transversum dan bagian pertama dan kedua duodenum (Gambar 4-1)

3. Ductus Cysticus

10
Fungsi

1. Tempat persediaan getah empedu

2. Memekatkan getah empedu yang tersimpan di dalam kandung empedu.

3. Mengalirkan empedu ke dalam duodenum yang mengakibatkan kontraksi dan pengosongan

parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke

dalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormone kolesistokinin dari mukosa

duodenum; hormone kemudian masuk ke dalam darah, menyebabkan kandung empedu

berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal ductus

choledochus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke

dalam duodenum.

4. Garam-garam empedu dalam hati mengemulsikan lemak dalam usus halus dan membantu

pencernaan dan absosrbsi lemak.

Pembuluh darah, pembuluh limfe dan persarafan vesica fellia

Pembuluh arteri kandung empedu, yaitu a. cystica cabang dari a.hepatica kanan (3-1). V

cystika mengalirkan darah langsung ke vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena juga

berjalan antara hati dan kandung empedu.

Pembuluh limfe berjalan menunju ke nodi lymphatici cisticae yang terletak dekat collum

vesica fellia. Selanjutnya berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a.

hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. saraf yang menunju kandung empedu berasal dari

fleksus coeliacuc.

11
Susunan dan Fungsi Getah Empedu

Getah empedu adalah cairan alkali yang disekresikan oleh sel hati. Seseorang

mengeluarkan sekitar 500-1000 cc setiap hari; sekresinya berjalan terus-menerus, tetapi jumlahnya

dipercepat pada saat pencernaan, khususnya pencernaan lemak.. Sekitar 20% getah empedu

terdiri dari air, garam empedu, pigmen empedu, kholesterol, musin dan zat lain.Fungsi

khjpoleretik menambah sekresi empedi. Fungsi kholagogi menyebabkan kandung empedu

mengosongkan diri.

Pigmen empedu bersifat digestif dan meperlancar kerja enzim lipase dalam memecah

lemak. Garam empedu membantu panyerapan lemak yang telah dicernakan (glisin dan asam

lemak) dengan cara menurunkan tegangan permukaan dan memperlancar daya tembus

endothelium yang menutupi vili susu.

4. Pankreas

Anatomi Fisiologi Pakreas

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya mirip kelenjar ludah.

Panjanganya kira-kira lima belas sentimeter, mulai dari duodenum sampai limpa.

Bagian

Pankreas terdiri atas kepala, badan dan ekeor. Kepala pancreas paling lebar, terletak di

sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan duodenum, dan yang praktis melingkarinya.

12
Badan Pnkreas merupakan bagian utama pada organ pancreas dan letaknya di belakang

lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama. Ekornya merupakan bagian yang runcing di

sebelah kiri, dsan yang sebenarnya menyentuh limpa.

Jaringan pancreas terdiri atas lobula daripada sekretori yang tewrsusun mengitari saluran-

saluran halus. Salauran-saluran ini mulai dari persambungan saluran-saluran kecil dari kiri ke

kanan. Saluran-saluran kecil tersebut menerima saluran dari lobula lain kemudian bersatu

membentuk saluran utama, yaitu ductus Wirsungi.

13
Gambar 4. Letak pancreas dalam rongga abdomen. {(Snell, 19987). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.
Bagian I, Ed 3: 260. EGC}

Fungsi

1. Exokrine dilaksanakan oleh sel sekretori lobulanya, yang membentuk getah pancreas dan

yang berisi enzim dan elektrolit. Cairan pencerna tersebut berjalan melalui saluran ekskretori

halus dan akhirnya dikumpulkan oleh dua saluran, yaitu yang utama disebut Wirsungi dan

14
duktus Santorini, yang masuk ke dalam duodenum. Saluran utama bergabung dengan

saluran empedu di Ampula Vater.

2. Fungsi endokrin, tersebar diantara alveoli pancreas terdapat kelompok-kelompok kecil sel

epitelium, yang jelas terpisah dan nyata , yaitu kepulauan langerhans, yang bersama-sama

membentuk organ endokrin.

Pankreas dilintasi oleh saraf vagus, dan dalam beberapa menit setelah menerima

makanan, arus getah pancreas bertambah. Kemudian setelah isi lambung masuk ke dalam

duodenum, maka dua hormon, sekretrin dan pankreosimin dibentuk di dalam mukosa duodenum

dan yang kemudian merangsang arus getah pancreas.

BAGIAN II

Metabolisme Hati dan Gangguan Fungsi Metabolik

15
1. Fungsi biokimia hati

1) metabolisme intermedia asam amino dan karbohidrat

2) sintesis dan degradasi protein dan glikoprotein

3) metabolisme dan degradasi obat dan hormone

4) regulasi metabolisme lipid dan kolesterol.

2. Metabolisme Karbohidrat dan gangguan metabolismenya

Fungsi hati untuk memelihara kadar gula yang normal dengan kombinasi glikogenesis,

glikogenolisis, glikolisis, dan glukoneogenesis diatur oleh sejumlah hormon termasuk insulin,

glukagon, hormon pertumbuhan dan katekolamin tertentu.

Pada keadaan puasa hati menambah homeostasis glukosa dengan glikoneogensis dan

hiperglukogenesis. kadar glukosa darah normal melalui glukoneogenesis akhirnya berhubungan

dengan katabolisme protein otot, yang memberikan precursor asam aminon yang diperlukan,

terutama alanin.

Dalam keadaan pascapandial hati mengarahkan alanin dan asam amino rantai cabang ke

jaringan perifer, tempat asam amino kemudian bergabung ke dalam protein otot.

Kelainan homeostasis glukosa yang terjadi pada hati ada dua yaitu pertama faktor yang

menyebabkan hiperglikemia seperti penurunan ambilan glukosa hati, penurunan sintesis glikogen

hati, resistensi hati terhadap insulin, pintas glukosa portal-sistemik, kelainan hormonal (serum)

berupa peningkatan glukagon, penurunan kortisol, dan peningkatan insulin (hemokromatosis);kedua

faktor yang menyebabkan hipoglikemia seperti penurunan glikoneogenesis, penurunan kandungan

glikogen hati, resistensi hati terhadap glukagon, masukan oral yang buruk, dan hiperinsulinemia

sekunder terhadap pintas portal-sistemik.

16
Hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang tersering. Intoleransi glukosa terjadi karena

kadar insulin plasma yang normal atau meningkat (kecuali pada pasien dengan hemokromatosis),

mengesankan bahwa resistensi insulin mungkin lebih bertanggungjawab dibandingkan defisiensi

insulin. Faktor yang berperan dalam resistensi insulin yang nyata adalah penurunana absolut pada

kemampuan hati untuk metabolisme beban glukosa karena penurunan dalam menfungsikan massa

hepatoseluler. Respon terhadap insulin dikurangi karena cacat reseptor dan pascareseptor dalam

hepatosist pasien dengann sirosis. Hiperinsulinemia dan hiperglukoagonemia mungkinn terdapat

karena penurunan bersihan hepatic dari hormon ini. Pada pasien dengan hemokromatosis kadar

insulin mungkin rendah karena endapan besi dan adanya diabetes mellitus yang menyertai. Pasien

dengan sirosis mungkin juga memiliki kadar laktat serum yang meningkat,penurunan kapasitas hati

terhadap penggunaan laktat untuk glukoneogenesis.

Hipoglikemia, sering terjadi pada hepatitis pulminan akut, dan dapat bersam-sama dengan

sirosis stadium akhir. Glikogen dalam hati bertanggungjawab terhadap lima sampai tujuh persen (5-

7%) berat jaringan yang normal, karena kapasitas jhhati untuk menyimpan glikogen terbatas (kira-

kira 70 g) dan kebutuhan glokosa tetap pada kecepatan konstan (kira-kira 150 g/hari), cadangan

glikogen hepatic dihabiskan sesudah puasa satu hari. Hipoglikemia pada sirosis stadium-akhir

mungkin karena penurunan cadangan glikogen hapatik, kehabisan responsivitas glukagon, atau

penurunan kapasitas untuk mensintesis glikogen vintas glukagon karena destruksi parenkim yang

luas.

3. Metabolisme Asam Amino dan Amonia dan Gangguan metabolismenya.

MelaLui berbagai proses anabolic dan katabolic, hati merupakan tempat interkonversi asam

amino utama. Asam amino yang digunakan untuk sintesis protein hepatic berasal dari protein

17
makanan, pergantian protein endogen metabolic (terutama dari otot), sintesis langsung dalam hati.

Sebagian besar asam amino yang memasuki hati melalui vena porta dikatabolisme menjadi urea

(kecuali asam amino rantai-cabang leusin, isoleusin, dan valin). Jumlah yang sedikit dilepaskan ke

dalam sirkulasi umum sebagai asam amino bebas, dan berperan dalam siklus glukosa-alanin.

Disamping itu Asam amino digunakan untuk sintesis protein, protein plasma, karnosin, dan kreatin

hati intraseluler.

Gangguan metabolisme asam amino berupa perubahan konsentrasi asam aminoplasm.

Katabolisme hapatik atau degradasi asam amino melibatkan dua reaksi utama, yaitu transaminase

dan deaminasei oksidatif.

Terjadi peningkatan asam glutamat-oksaloasetat transaminase, aspartat

aminotrasnferase, AST) dalam serum akibat kerusakan hati seperti pada hepatitis virus akut,

dan akibat obat-obatan). Sementara itu penggunaan asam amino terganggu pada kerusakan hati

yang berat seperti nekrosis hepatic massif, selain itu asam amino dalam aliran darah meningkat dan

limpahan tipe amino asiduria mungkin timbul.

Terjadi penurunan sintesis urea pada penyakit hati lanjut dan menyebabkan

penumpukan NH3 dan penurunan nitrogen urea darah (BUN) serta tanda gagal hati. Keadaan

ini dapat mengaburkan diagnosis akibat adanya gangguan pada fungsi ginjal terutama pada gagal

hati yang berat. Sebagian besar diekskresi oleh ginjal, kira-kira 25% berdifusi ke dalam usus

kemudian menjadi NH3 oleh urease bakteri. Disamping itu terjadi pula produksi ammonia usus dari

deaminasi asam amino yang tidak diabsorbsi dan protein yang berasal dari makanan, sel

mengelupas, atau darah dalam saluran makanan oleh bakteri.

Mekanisme penyebab peningkatan NH3 darah pada pasien sirosis hepatis yaitu pertama

bila terdapat bahan nitrogen berlebihan dalam usus (dari perdarahan atau protein makanan),

18
kelebihan jumlah NH3 akan dibentuk melalui deaminasi asam amino oleh bakteri. Bila motilasi

usus menurun yang ditandai dengan konstipasi, produksi amoniak oleh bakteri akan meningkat

karena waktu yang memanjang untuk degradasai protein dan asm amino luminal; Kedua bila

fungsi ginjal menurun (seperti pada sindroma hepatorenal), nitrogen urea darah meningkat,

menyebabkan peningkatan difusi urea ke dalam lumen usus, tempat urease bakteri berubah

menjadi NH3; Ketiga Bila fungsi hati menurun secara berarti, penurunan sintesis urea mungkin

terjadi dengan akibat penurunan dalam pengeluaran NH3 ; keempatt bila alkalosis (sering karena

hiperventilasi sentral) dan hipokalemia yang menyertai dekompensasi hati disertai penurunan

persediaan in H+ ginjal. Hal ini mengakibatkan NH3 yang diproduksi dari glutamin oleh kerja

glutaminase ginjal dapat memasuki vena renalis (dibanding yang diekskresi sebagai NH4+),

menyebabkan peningkatan kadar Nh3 darah perifer. Selain itu, hipokalemia menyebakan

peningkatan produksi NH3 ginjal; Kelima bila terdapat hipertensi portal (peningkatan abnormal

pada tekanan darah dalam sirkulasi paru) dan terdapat anastomosis antara vena porta dan

saluran vena sistemik dan peningkatan kadar NH3 darah. Dengan demikian, bersama pintas

portal-sistemik darah, peningkkatan mungkin berkembang bersama disfungsi hepatoseluler

sedang secara relatif.

Faktor penting lain dalam menentukan apakah kadar NH3 yang biasa dalam darah akan

merusak sistem saraf pusat adalah pH darah. Makin sering basa pH, maka toksik kadar NH3 yang

biasa terjadi. Pada 37 oC,pK NH3 adalah 8,9; angka ini cukup dekat dengan pH darah yang

mengalami sedikit perubahan pH dapat mempengaruhi rasio NH4/ NH3 Karena NH3 yang tidak

berorientasi melintasi membran lebih mudah daripada ion NH4, alkalosis menyokong masuknya

ammonia ke dalam otak (dengan perubahan selanjutnya dalam metabolisme sel) melalui

pergeseran keseimbangan reaksi.

19
Alkalosis dapat meningkatkan kadar NH3 darah perifer melalui mekanisme ginjal,

meningkatkan kadar jaringan dengan mempengaruhi difusi NH3 melintasi membran. Perubahan

pada pH lumen usus mempengaruhi keseimbangan antara Nh4 dan NH3; lumen yang lebih alkali

akan menggeser keseimbangan untuk kepentingan NH3 menyebabkan peningkatan absorbsi.

4. Sintesis dan degradasi protein serta ganguannya

Hati adalah tempat degradasi dan sintesis protein yang penting. Hati selain mensintesis

protein juga memproduksi protein ekspor diantaranya yang terpenting dan terbanyak adalah

albumin sekitar 12 g/hari atau 25% sintesis protein hati total dan setengah dari semua protein

yang diekspor. Rata-rata paru albumin normal adalah 17-20 hari. Sekitar 60% albumin ditemukan

ruang eksravaskular.

Sintesis albumin merupakan objek terhadap sejumlah pengaruh pengaturan, termasuk

kecepatan transkripsi mRNA spesifik dan ketersediaan substrat tRNA. Kecepatan sintesis albumin

dipengaruhi oleh ketersediaan precursor asam amino terutama triptofan, asam amino esensial

yang paling langka. Pada pasien dengan tumor karsinoid yang besar, sintesis albumin dapat

menurun dengan cepat bila triptofan dikonsumsi oleh sel karsinoid pada produksi 5-

hidroksitriptofan (serotonin). Selain itu kecepatan sintesis albumin dipengaruhi juga oleh tekanan

onkolitik koloid.

Pada penyakit hati yang parah dan kronis, terjadi penurunan sejumlah reseptor hati untuk

asialoglikoprotein.

Gangguan metabolisme protein yang sering ditemukan secara klinis adalah

hipoalbuminemia akibat penurunan aktivitas sintesis. Penurunan sintesis bisa disebabkan oleh

penurunan dalam jumlah dan fungsi hepatosit serta penurunan suplai asam amino makanan.

20
Pada pasien dengan asites, hipoalbumin diperburuk oleh kehilangan sejmulah besar

albumin tubuh ke dalam cairan asites. Pada pasien dengan pascasinusoid dapat terjadi

peningkatan tekanan vena hepatica karena peningkatan produksi limfe hati dengan ektravasasi ke

dalam rongga peritoneum.

Pada penyakit hati yang berat terjadi penurunan sintesis protombin, faktor pembekuan

tergantung vitamin K. Pada malnutrisi dan penggunaan antibiotik spectrum luas atau kekacauan

absorbsi lemak bersamaan karena penurunan konsentrasi asam empedu misalnya pada

kolestasis terjadi hipoprotrotrombinemia dengan pengurangan jumlah vitamin K yang diabsorbsi

dari usus.

Terjadi penurunan faktor V plasma, Faktor II, VII,IX, dan X karena hati merupakan tempat

produksi faktor pembekuan tergantung non vitamin K. Pada penyakit hati kronik bisa ditemukan

molekul fobrinogen yang abnormal secara fungsional.

5. Mekanisme detoksikasi

Hati berperan penting dalam matabolisme beberapa obat eksogen dan hormon endogen

melalui sifat beberapa sistem enzim yang terlibat dalam transformasi biokimiawi seperti efek lintas-

pertama aliran darah dari keseluruhan saluran makanan yang melewati hati melalui sirkulasi

portal.

Ada beberapa tipe reaksi utama yaitu reaksi fase I, reaksi fase II. Reaksi fase I

menyebabkan modifikasi kimia dari kelompok reaktif oleh oksidasi, reduksi, hidroksilasi,

sulfooksidasi, deaminasi, dealkilasi atau metilasi (contoh kortison diaktivasi menjadi kortisol dan

prednison; impramin; depresan diubah menjadi desmetilmipramin, antidepresan. Dengan cara

21
yang sama atau, bahkan reaksi fase I mengubah senyawa nontoksik menjadi toksik seperti pada

metabolisme isoniazid dan asetaminofen.

Enzim yang bertanggungjawap pada reaksi fase I khususnya yang melibatkan sitokrom P-

450 diakibatkan oleh obat-obatan seperti etanol, simetidin, disulfiram, dekstroprokpoksifen,

alopuridol, dan dengan berlawanan arah, etanol.

Reaksi fase II bisa menyertai reaksi fase 1 atau berjalan secara bebas; hal ini melibatkan

perubahan zat menjadi derivat glukuronida, sulfat, asetil, taurin, atau glisin, dengan demikian

mengubah zat lipofilik menjadi derivat larut –air dan memperbolehkan dalam empedu atau urin.

Pada sirosis hati, hemodinamiak intrahepatik yang berubah karena gangguan arsitektur hati bisa

menyebabkan penurunan kecepatan bersihan obat dari hati. Penurunan sejumlah fungsi enzim

pada reaksi fase 1 dan II akan mengakibatkan kecepatan inaktivasi dan pengeluaran obat lebih

lambat. Obat yang dapat menurunkan bersihan pada pasien penyakit hati termasuk antikonvulsan

(sperti fenitoin, fenobarbital); anti inflamasi (seperti asetaminofen, fenilbutazon, glukokortikoid);

transquilizer minor; obat kardioaktif (seperti lidokain, kuinidin, propranolol); dan antibiotik (nafsilin,

klorampenicol, tetrasiklin, trimetoprim, rifamfisim, pirazinamid)

6. Metabolisme Hormon dan kelainannya

Hati bertanggungjawab terhadap metabolisme agen farmakologik, dan inaktivasi atau

modifikasi beberapa hormone endogen. Oleh karena itu pada penyakit hati kronik dapat terjadi

gangguan keseimbangan hormonal (seperti: 1) insulin dan glukagon diinaktivasi dalam hati melalui

proteolisis Tertutama deaminasi; 2) Tiroksin dan tiodotironin dimetabolisme dalam hati melalui

reaksi yang melibatkan deiododinasi; 3) hormone steroid seperti glukokortikoid dan aldosteron

melalui reduksi ikatan ganda Δ4 dan kelompok 3 keto disertai dengan konjugasi, sebagian besar

22
dengan glukoronat; 4) testosterone dimetabolis menjadi isomer androsteron 17-ketosteroid dan

etiokolonolon dan diekskresi dalam urin sabagian besar sebagai konjugat sulfat; 5) Estrogen seperti

estradol diubah menjadi estriol dan estrogen kemudian berkonjugasi dengan asam glukoronat atau

sulfat).

Kelainan Metabolisme hormone. 1) Kelainan dalam metabolisme estrogen (dan

((testosteron) berpengaruh terhadap perkembangan angioma (spider angioma), kehilngan rambut

aksila dan pubis, dan atrofi testis yang sering tampak pada pasien penyakit hati kronik. 2)

Peningkatan pemirauan portal-sistemik dari testosterone dan androstenedion sekunder terhadap

hipertens portal mungkin menyebabkan perkembangan ginekomasita pada laki-laki yang

menderita sirosis karena peningkatan konversi perifer alkoholik. 3) Pada pasien dengan panyakit

hati alkoholik, feminisasi dapat terjadi sebagai akibat efek toksik alcohol yang langsung terhadap

aksis hipotalamus-hipofisis-gonade yang menyebabkan penurunan menyeluruh dalam testosterone

serum yang ditemukan pada pasien sirosis. Demikian juga pada pasien hemokromatosis karena

penumpukan besi pada tempat ini. Namun hampIr tidak ditemukan ginekomatosis pada pasien

hemokromatosis, ginekomastia sering tidak ditemukan pada pasien ini, karena penurunan yang

mirip pada konsentrasi aldostenedion plasma (suatu precursor utama untuk sintesis estrogen).

Estrogen bekerja langsung pada hati untuk menghambat aktivitas sekresi hati. Estradiol

dan estrogen yang terkait seperti yang ditemukan pada pil kontrasepsi mengganggu natrium

sulfomoftalein dan garam empedu dan memperburuk cacat yang sebelumnya disekresi oleh

bilirubin terkonjugasi pada pasien dengan sindrom Dubin-Johnson (ikterik nonhemodinamik

kronis herediter yang diperkirakan akibat defek pada ekskresi bilirubin terkonjugasi dan anion

anorganik tertentu lainnya olah hati; adanya pigmen granular kasar berwarna coklat pada sel hati

yang patognomomik); estrogen mungkin juga meningkatkan kadar fosfatse alkali plsma. Steroid

23
terkait seperti etiokolanolon dan pregnasediol (ALA) sintetase, yang menyebabkan peningkatan

ekskresi porfobilinogen. Karena seteroid ini menggunakan efek ini hanya dalam bentuk tidak

berkonjugasi, peningkatan kadar asam δ-aminolevulat (ALA) sintetase hati pada pasien dengan

sirosis alkoholok mungkin sekunder terhadap kerja steroide.

7. Metabolisme lipid: Asam lemak dan Trigliserida serta gangguan metabolismenya

Metabolismenya:

1) Pada kondisi normal sebagian besar asam lemak yang berasal dari jaringan diambil oleh

hati dan diesterifikasi.

2) Beberapa asam lemak (khususnya masing-masing disaturasi) yang berasal dari asetat

disintesis dalam hati.

3) Asam lemak dapat diubah secara enzimatis menjadi trigliserida, diesterifikasi bersama

kolesterol, digabung dalam fosfolipid, atau dioksidasi menjadi CO2 atau badan keton.

4) Sebagian trigliserida diproduksi untuk dieksport, tetapi supaya dapat disekresi trigliserida

harus diubah menjadi lipoprotein melalui penggabungan dengan sebagian apoprotein yang

spesifik secara relative.

5) Hati berperan mengatur kadar lipoprotein melalui fungsi degradasi dan sintesisnya.

6) Hati merupakan tempat utama katabolisme lipoprotein densitas rendah (LDL) secara

kuantitatif, dengan rangkap jalur perantara-reseptor afinitas-rendah.

7) Hati membuang dan mendegradasi sa kilomokron dan unsure pokonya mempunyai sejumlah

efek metabolic.

8) Hati merupakan tempat utama produksi lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) dan bagi

degradasi sisa kilomikron dan konversi LDL melalui kerja lipase hati.

24
9) Hati berperan dalam katabolisme lipoprotein densitas tinggi (HDL). Pada penyakit hati kronik

tidak ditemukan perubahan yang nyata dalam metabolisme lipoprotein dan kolesterol, kecuali

pada kolestiasis.

Kelainan metabolisme Asam lemak dan Trigliserida

1) Peningkatan influks Asam lemak yang dimobilisasi dari jaringan adipose karena obat seperti:

etanol atau glukokortikoid.

2) Terjadi perlemakan di hati akbat ketoasidois diabetes.

3) Peningkatan kadar asam lemak dalam hati, baik dalam sintesis asam lemak atau

penurunan oksidasi asam lemak yang menyebabkan pembentukan trigliserida

4) Pada keadaan seperti kelebihan etanol, dapat terjadi peningkatan kekuatan karbohidrat, ǽ-

gliserofosfat, yang terlibat dal;am esterifikasi asam lemak menjadi trigliserida.

5) Pada pasien malnutrisi protein-kalori (Kwasiorkor) dan karena toksin seperti karbon

tetraklorida, fosfor, atau etionin, dan juga menyertai kelebihan dosis antibiotic seperti

tetrasiklin yang dapat mengahambat sintesis protein. Karena pelepasan trigliserida

melibatkan pembentukan lipoprotein, penumpukan lipid mungkin terjadi karena penurunan

sintesis apoprotein

6) Gangguan sekresi lipoprotein dapat terjadi di hati. Perubahan berbeda yang mengganggu

metabolisme lemak hati yang dapat menyebabkan pola yang berbeda dari penumpukan

lemakj yang dirancang makrovesikuler dan mikrovesikuler.

7) Alkohol merupakan agen tersering yang menyebabkan perlemakan hati, namun mekanisme

bagaimana alcohol menyebebkan peningkatan trigliserida di hati tidak jelas. Tergantung pada

dosis, lamanya pemakaian alcohol..

25
8) Perubahan dalam keadaan redoks (reduksi-oksidasi) karena kelebihan penumpukan NADH

akibat oksidasi alcohol mungkin juga mempengaruhi.

9) Perubahan metabolic lain pada hati dapat ditemukan dalam darah yang menyertai

pencernaan jumlah besar alcohol seperti peningkatan kadar laktat, prolin, urat, dan

trigliserida plasma dan penurunan kadar glukosa, magnesium, fosfat dan triodotironin (T3 )

plasma.

Kolesterol

Sintesis kolesterol dan garam empedu terutama dikeluarkan oleh hati. Sintesis

kolesterol berlaku untuk sejumlah control metabolic, sebagian besar diperantarai melalui

biosintesis kecepatan-terbatas enzim 3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A reduktase (HMG-

CoA reduktase). Kolesterol terdapat bebas atau bergabung dengan asam lemak dalam

bentuk ester kolesterol; dalam plasma, keduanya terutama ditemukan dalam –β- lipoprotein.

Plasma dan hati juga mengandung lesitin-kolesesterolasiltraferase (LCAT), enzim yang

terlibat dalam konversi kolesterol bebas menjadi bentuk teresterifikasi. Karena terdapat

pertukaran kolesterol bebas antara jaringan, perubahan kadar kolesterol total tubuh.

Penurunan ester koleseteol plasma menunjukkan kerusakan dan gangguan esterifikasi

kolesterol hati.

Cedera hati yang berat sering menyebabkan penurunan kadar kolesterol serum

total, termasuk fraksi bebas maupun teresterifikasi. Hal ini dapat disebabkan oleh

penurunana sintesis apoprotein, atau keduanya. Pada kolestasis (baik intrahepatik maupun

ekstrahepatik), kolesterol serum total sering meningkat secara mencolok. Penyakit kolestasis

berhubungan dengan kelainan metabolisme lipoprotein. Pada sirosis empedu primer

26
terdapat peningkatan yang nyata dalam kolesterol bebas dari LDL serum; HDL serum

menurun dan mungkin hilang dari serum pada pasien dengan penyakit kronik.

Peningkatan kolesterol bebas serum (dan fosfolipid) dan pengurangan yang seiring

dengan kolesterol teresterifikasi pada kolestasis mungkin berhubungan dengan penurunan

produksi LCAT hati. Penurunan kadar LCAT berhubungan dengan penampilan LDL yang

abnormal, disebut sebagai lipoprotein X (LP-X). Walaupun LP-X, yang mempunyai

kandungan kolesterol,bebas dari trigliserida yang tinggi, semula dianggap sebagai indicator

obstruksi saluran empedu yang spesifik, jelas bahwa hal ini tampak pada kondisi kolestasis.

Sementara penurunan produksi LCAT hati mungkin bertanggungjawab terhadap perubahan

kandungan lipid dan komposisi lipoprotein, faktor yang menyebabkan peningkatan kolesterol

serum tidak jelas.

Perubahan kolesterol dan zat terkait yang diakibatkan oleh penyakit hati

menyebabkan perubahan komposisi membrane eritrosit (hal ini menyebabkan perubahan

morfologi dengan perkembangan bentuk sel taji (spur dan burr.) dan perubahan ini

merupakan tanda penyakit hati lanjut.

Pada pasien dengan hepatitis berat atau hepatitis fulminan terdapat

hipoprotrombinemia yang berat dengan gangguan koagulasi, hipoalbuminemia dan

encepalopati. Berbeda dengan pasien sirosis hepatic , kelainan metabolisme karbohidrat

cenderung menyebabkan hipoglikemia daripada hiperglikemia. Hipoglikemia menandakan

bahwa cadangan glikogen di hati menurun rensponsivitas glukagon, dapat disertai asupan

oral yang buruk karena mual, dan anoreksia bersama dengan peningkatan penggunaan

glukosa sekunder terhadap hiperbilirubinemia (karena pemintasan portal sistemik dan

penurunan degradasi insulin)

27
Bagian III

Penyakit Hati dan Saluran Empedu

A. Gambaran Umum

Pendahuluan

Untuk memamahami penyakit hati, hal yang mendasar perlu diketahui yaitu pengertian

penyakit hati dan manifestasi klinisnya, struktur dan fungsi hepatic normal.

28
Pengkajian

GAMBAR 1.Contoh asites pada penderita penyakit hati.


(Schiff L and Schiff ER. Diseases of the Liver, 7th. ed. Philadelphia, JB Lippincott, 1993.)

Gambar 2. Pengkajian terhadap gelombang cairan abdominal. Pemeriksa menempatkan kedua


belah tangannya pada masing-masing sisi pinggang pasien; kemudian salah satu
pinggang pasien diketuk secara tiba-tiba dan setiap gelombang cairan yang terbentuk
dideteksi dengan meuggunakan tangan yang lain. Sambil tangan asisten (dengan sisi ulnar
meughadap ke bawah) ditempatkan di sepanjang garis tengah abdomen pasien untuk
mencegah agar gelombang cairan tidak ditransmisikan lewat jaringan dalam dinding abdomen.

1. Gambaran Klinis

Riwayat gejala klinis diamati sesuai dengan penyakit seperti:

1) Kolelitiasis, kolesistisis, dan koledokolitis ditandai dengan adanyan temuan berupa (1) Riwayat

nyeri kuadran kanan atas ; (2) Ketidaksanggupan mencerna

2) Penyakit hepatoseluler atau infiltrat dengan hepatomegali ditandai dengan (1) Nyeri ; (2)

kapsul glison; (3) pruritis; (4) ikterus; (5) anoreksia; (6) penurunan berat badan; (7) demam; (8)

pasien mudah lebam, tanda (penyakit hati akut pulminan); (9) terdapat gangguan mental

atau kronik lanjut (penyakit hati akut pulminan)

29
3) Hepatitis virus, mempunyai riwayat serangan atau awitan penyakit secara mendadak dengan

gejala mual, anoreksia dan keengganan merokok yang diikuti dengan ikteris progresif.

4) Kolestasis ditandai dengan perkembangan ikterus secara perlahan pada pemeriksaan fisik

terdapat bekas garukan (abdomen) jari tabuh xantoma pada kelopak mata dan permukaan

extensor tendo pergelangan tangan dan kaki (pada kolestasis).

5) Batu empedu nyeri kuadran kanan atas intermiten disertai ikterus kolestasis .

6) Tumor seperti carsinoma kaput pancreas ditandai dengan awitan ikterus secara perlahan tanpa

disertai nyeri.

7) Kolangitis dan obstruksi biliaris ekstra hepatic ditandai dengan ikterik disertai demam dan

menggigil.

8) Keganasan ditandai dengan adanya asites, dimana pembengkakan perut terjadi secara

mendadak

9) Hepatitis kolestasis ditandai dengan keluhan obstruksi seperti pruritis.

2. Riwayat Keluarga

1) Ikterus

2) anemia

3) splenektomi

4) kolekistektomi

5) hiperbilirubinemia congenital atau familial atau batu empedu.

6) Pada penyakit Wilson (degenerasi hepatventrikuler) riwayat keluarga tremor atau

abnormalitas neurologik

30
3. Riwayat pekerjaan

1. Faktor Llingkungan

2. Riwayat penggunaan obat

3. Riwayat terpajan zat tetraklorida, berilium dan vinil klorida

4. Riwayat ke daerah endemis

5. Riwayat mengkonsumsi alcohol

6. Riwayat kontak dengan penderita hepatitis (kontak seksual)

7. Riwayat mendapat suntikan hepatitis B atau C

8. Riwayat mendapat transfusi darah

9. Adanya Tato

10. Pengobatan gigi

11. Ikterus paska operasi mungkin disebabkan oleh obat anastesi, terutama halotan secara

multiple

12. Gangguan fungsi hati karena hipoksemia relatif pada sel hati selamaa periode operasi atau

paskah operasi

13. Penderita umumnya merasa tidak sehat

14. Urin berwaran gelap

15. Feces pucat

16. Ikteus pada mata

17. Pemeriksaan Fisik

1) sklera

(1) Ikterik.

31
(2) Pucat menunjukkan anemia mungkin sebagai refleksi dari hemolisis, sirosis atau

neoplasma

2) Ekskremitas: kurus mungkin berhubungan dengan kanker dan sirosis

3) Kelenjar parotis : membesar

4) Ginekomastia’ atrofi testikuler

5) Hilangnya rambut aksila atau pubis

6) Pemeriksaan kulit ditemukan ekimosis akibat defisiensi protrombin atau purpura yang

disebabkan oleh trombositopenia; eritema palmar atau spider angioma biasanya ditemukan

pada daerah atas umbilicus terutama pada wajah, leher, bahu, lengan atas dan dorsum

tangan; terdapat bekas garukan jari tabuh xantoma pada kelopak mata dan permukaan

extensor tendo pergelangan tangan dan kaki (pada kolestasis). Warna kulit gelap karena

peningkatan zat besi atau perunggu akibat timbunan melanin memberi kesan

hemokromatosis.

7) Pemeriksaan status mental dan fungsi neurologik akan titemukan kemunduran intelektual

dan perubahan kepribadian ringan (penyakit hepatoseluler); pintas (shunt) sistem vena

portal; plapping, tremor pada tangan (asteriksis) mungkin ditemukan dalam hubungannya

dengan ensefalopati sistemik-portal atau koma hepatic yang mengancam.

8) Pemeriksaan abdomen menunjukkan asites yang bersama dengan vena periumbilikalis

yang berdilatasi menunjukkan sirosis dan sirkulasi kolateral portal yang extensive.; pada

palpasi terdapat pembesaran hati, noduler dan pengerasan hati menunjukkan hepatoma

atau metastasis hepatic. Pada hepatitis, gagal jantung kongestif, hepatitis alkoholik hati

teraba lunak, pada sirosis terjadi pengecilan hati; pada alkoholik, infiltrat lemak dan sirosis

mengakibatkan pembesaran hati secara menyeluruh; terdapat pembesaran kandung

32
empedu dan teraba pada obstruksi biliaris (tanda courvoiser) ekstrahepatik sering

disebabkan oleh cancer pancreas; kandung empedu teraba lunak dan tanda Murhy positif

pada kolelitiasis atau koledokolitiasis; limpa teraba pada hepatitis atau sirosis;

splenomegali menunjukkan hipertensi portal; pada auskultasi abdomen terdapat

dengungan vena di atas vena kolateral yang berdilatasi dengan arah radial dan umbilicus

yang disebut kaput medusa; pada sirosis lanjut, dengungan vena merupakan diagnostik

hipertensi portal. Bunyi bising kadang-kadang terdengar di atas nodul regenerasi besar

pada sirosais dan kadang-kadang di atas hepatoma dan nodul metastasis di hati. Bunyi

gesekan (Frfiction rub) kadang terdengar di atas hepatoma dan nodul hati metastasis.

4. Pemeriksaan Laboratorium

1) Aminotransferase serum AST dan ALT (SGOT dan SGPT) meningkat bervariasi (400- 4000

atau lebih IU) selamaa fase prodromal dari hepatitis virus akut dan mendahului peningkatan

kadar bilirubun. Ikterik muncul bila kadar enzim AST dan ALT meningkat dan disertai ikterik.

Ikterik akan menghilang secara progresif selama fase penyembuhan, keadaan ini akan

ditunjukkan dengan peningkatan aminotransferase dan peningkatan bilirubin terkonjugasi

(pada saat ikterik menghilang). Peningkatan aminotransaminase menunjukkan keparahan

dari kerusakan hepatoseluler aktif.

2) pemeriksaan serum (kadar bilirubun). Kadar bilirubin serum meningkat >43 µmol/L (2,5

mg/dL) menunjukkan ikterik pada sclera atau kulit. Bila kadar bilirubin > 340 µmol/L (5-20

mg/dL) lama dan menetap selama perjalanan virus hepatitis akut menunjukkan penyakit

berat. Pada pasien dengan anemia akibat defisiensi G6 fosfat dehidrogenase dan anemia

sel sabit kadar bilirubin > 530 µmol/L (30 mg/dl)

33
3) Neutropenia dan limfopenia ringan disertai dengan linfositosis relatif. Pengukuran waktu

protrombin (PT) akan berkepanjangan pada gangguan sintesis berat, nekrosis hepatoseluler

ekstensif, dan prognosis yang buruk. Pada hepatitis virus akut dapat terjadi hipoglikemia

akibat mual, muntah yang berkepanjangan dan asupan karbohidrat yang tidak memadai.

Pada hepatitis virus akut dengan komplikasi fosfatase alkali serum mungkin normal atau

sedikit meningkat, dan penurunan albumin serum. Kadang juga ditemukan steatore ringan,

hematuria dan proteinuria.

4) Pemeriksaan fraksi gamma globulin difus. Selama hepatitis akut terjadi sedikit peningkatan

fraksi gama globulin (IgG dan IgM). Peningkatan IGM khas pada hepatitis virus A

5) Test serologis untuk menegakkan diagnosis hepatitis A, B,C, dan D. Pada HAV didiagnosis

hepatitis didasarkan pada deteksi IgM anti HAV selama penyakit akut. Infeksi HBV selalu

ditegakkan melalui deteksi HbsAg serta diagnosis ditegakkan dengan adanya IgM anti-

HBc selama sakit dan penyembuhan. Titer HbsAg tertinggi pada pasien imunisupresant,

tetapi lebih rendah pada penyakit hati kronik (lebih tinggi pada hepatitis kronik persisten

daripada hepatitis kronik aktif), terendah pada hepatitis fulminan akut. Serologi lain yang

bermanfaat pada hepatitis B yaitu HbeAG (ditemukan pada awal infeksi hepatitis B akut dan

diindikasikan pada hepatitis B kronik). Hbs rendah pada pasien hepatitis B kronik (jarang

dapat dideteksi dengan adanya HBsAg pada pasien hepatitis akut) HbsAg merupakan

pertanda serologic pada pasien yang telah mendapatkan imunisasi hepatitis B yang terdiri

atas HbsAG saja. Pada hepatitis C ditemukan anti VCV dalam serum, demikian juga pada

HDV ditemukan antigen HDV intrateraupetik atau serokonversi anti HDV.

6) Penurunan transaminase menunjukkan adanya kerusakan parenkim hati

7) Peningkatan fosfatase alkali pada kolestasis dan infiltrat hati

34
8) Kadar albumin serum dan waktu protrombin untuk mengetahui fungsi sintetik hati.

9) Tes serologi

5. Computed tomography (CT)

6. USG

7. Skintisken

8. Magnetic resonance imaging (MRI)

9. Biopsi hati

10. Laparascopy

B. Klasifikasi Penyakit Hati

Berdasarkan morfologinya, penyakit hati diklasifikasikan menjadi tiga klasifikasi utama yaitu

penyakit hati paremkim, hepatobiliaris, dan vascular.

Penyakit hati parenkim terbagi atas lima, yaitu: pertama hepatitis virus, hepatitis akibat obat-

obatan, hepatitis iskemis. Hepatitis ini terbagi lagi menjadi hepatitis akut dan hepatitis kronik yang

persisten dan aktif. Kedua, sirosis berupa sirosis alkoholik portal, nutrisional, dan sisrosis laennec;

sirosis pasca necrotic; sirosis biliaris; hemakromatosis dan sirosais tipe lain seperti penyakit Wilson,

galaktosemia, fibrosis kistik pancreas, defisiensi antitripsin-alfa. Ketiga penyakit hati infiltrasi berupa

glikogen, lemak seperti lemak murni, kolesterol, gangliosida, serebrosida; amiloid, limfoma,leukemia

dan granuloma seperti sarkoidoidis, tuberculosis, dan idiopatik. Keempat penyakit hati lesi desak

35
ruang berupa hepatoma, tumor metastase; abses seperti piogenik, dan amoeibik; kista seperti

penyakit polikistik, Echinococcus) ; Gumma. Kelima penyakit hati gangguan fungsional karena

ikterus berupa sindroma gilbret ; Sindroma Crigler-Naijar (bentuk ikteurs nonhemolitik yang resesif

autoso, akibat tidak adanya enzim glukoronida transferse dari hati ditandai dengan sejumlah besar

bilirubin tidak terkonjugasi di dalam darah, kemikterus, dan gangguan system saraf pusat yang

berat); Sindroma Dubin-Johnson dan Rotoa; Kolestisiais kehamilan dan kolestiasis rekuren jinak.

Penyakit hati hepatobiliaris terbagi dua yaitu pertama obstruksi biliaris ekstrahepatik (oleh batu,

sirkulasi atau tumor).kedua, kolangitis seperti sepsis, sirosis biliaris primer, kolangitis sclerosis

primer, obat, dan toksik.

Penyakit hati Vaskuler terbagi atas enam yaitu pertama kongesti pasif kronik dan sirosis jantung.

Kedua trombosis vena hepatica berupa. Ketiga, trombosis vena porta. Keempat pyleflebitis.

Kelima, malformasi arteriovenosa dan Keenam penyakit venoklosif.

Hepatitis virus Akut

Pengertian

Hepatitis virus akut adalah suatu infeksi sistemik yang terutama mempengaruhi hati.

Klasifikasi

Hepatitis virus diklasifikasikan menjadi lima yaitu virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B

(HBV), virus hepatitis C (HCV) virus hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E (HEV)

36
a. Virus Hepatitis A (HAV)

HAV dulu dikenal sebagai “Heptitis Infeksiosa” dengan masa inkubasi berkiosar

antara 15-45 hari (3-4 minggu)

Virulogi dan etiologi

Hav adalah suatu virus RNM yang tidak berkapsul, berukuran 27 nm, tahan panas,,

asam , eter dan termasuk famili picorna virus. Pada mulanya virus ini diklasifikasikan sebagai

enterovirus tipe 72, sekarang diklasifikasikan dalam genus virus heparna dari famli

picornavirus. Virusnya mengandung empat polipeptida kapsid yang ditandai VPI sampai

VP4, yang dihasilkan dari pembelahan produk poliprotein suatu genom nukleotida 7500 secara

pascatranslasi. Aktivitas virus dihilangkan dengan sitem perbusan sema kurang lebih satu menit

(mendidih), memberikan formaldehid dan clor atau radiasi sinar ultraviolet. Masa infeksi aktif

virus ditemukan dalam feces.

Cara penularan

1. Melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi dengan famili pircoma virus.

2. Kontak langsung dari feces

3. Lewat urine atau saliva (jarang)

Insidensi

Tertinggi pada anak-anak, dengan endemic pada perawat anak-anak dengan gangguan

mental, pusat perawatan sehari-hari, anak yatim piatu.

37
Gambaran klinis

1) Subklinik hampir 100% pada bayi dan 10% pada dewasa; 2) demam ringan antara 38o-39oC;

3) anoreksia; 4) mual; 5) muntah; 6) kelelahan; 7) malaise; 8) artralgia; 9) mialgia; 10)

sakitkepala 11)fotofobia; 12) faringitis; 13) batuk pilek

Pemeriksaan Laboratorium

1) Serologik:

(1) deteksi antigen VHA kurang berguna (dengan mikroskop)

(2) beda anti RIA/ELISA

2) Antibodi terhadap VHA

(1) Jenis IgM (Makroglobulin) timbul 3-4 minggu sesudah infeksi (sesaat sebelum ALT

meningkat) dan lenyap setelah dua bulan

(2) Jenis IgG muncul dua minggu sesudah IgM meningkat, kemudian menurun dapat > 10

tahun (+)

Hasil laboratorium

1) Bila antigen VHA (dalam feces): EM menunjukkan adanya virus pada awal infeksi

2) IgM anti VHA menunjukkan infeksi yang baru/sedang berlangsung dari VHA dan merupakan tes

terbaik untuk VHA akut.

3) IgG anti VHA menunjukkan masa konvalesens/pernah terinfeksi VHA, dan tes terbaik untuk

menunjukkan kekebalan/pernah terinfeksi VHA

38
b. Virus Hepatitis B

Dahulu dikenal sebagai serum hepatitis. Virus hepatitis B adalah suatu virus DNA

dengan struktur genom yang sangat kompleks kecil, bulat, dengan 3.200 pasang basa, DNA

HBV menjadikan empat set produk virus dan memiliki struktur yang kompleks dan banyak

partikel. HBV memperoleh penghematan genomiknya dengan mengandalkan suatu strategi

penyandian protein yang efisien dari empat gena yang saling bertumpang tindih: S,C,P, dan

X.

Masa Inkubasi: sekitar 60-90 hari

Cara Penularan

1. Vertikal melalui infeksi perianal dari ibu ke anak selama dalam kandungan atau

melahirkan

2. Horisontal yaitu mrlalui kontak darah dengan jarum yang tidak steril, dialysis, transfusi dan

luka terbuka; melalui mukosa seperti rectum pada homosex, saliva, semen;

ketergantungan obat.

3. Lainnya yaitu pada penderita dengan transplantasi ginjal, leukemia, lympoma, petugas

kesehatan seperti dokter/dokter gigi dan petugas hemodialisis.

4. Melalui kontak seksual dengan penderita yang menghidap virus hepatitis B.

5. Melalui transfusi darah yang mengnadung virus hepatitis B.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Molekul HBV intak (dane particle):

39
1) Tiga antigen yaitu HbsAG (Hepetitis B Surface Antigen) , HbcAG (Hepatitis B Core

Antigen), dan HbeAg (Hepatitis B e Antigen)

2) Tiga antibodi yaitu Anti HBs, Anti HBc (igM dan IgG), dan Anti Hbe

2. HbsAG:

1) Muncul 2-6 minggu setelah serangan

2) Mencapai puncak 1-2 minggu sebelum muncul gejala

3) Lenyap 1-3 bulan sesudah puncak

3. Anti HBs:

1) Muncul 2-6 minggu sesudah hilangnya HBs-Ag

2) Mencapai puncak 2-8 minggu sesudah hilangnya Hba-Ag

3) 85% penderita tetap mempunyai anti HBs dan penurunannya lambat sampai beberapa

tahun atau selamaa hidup

4) 15% anti HBs lenyap kurang dari 6 bulan

4. HbsAg + (ELISA) :

1) Infeksi HBV yang sedang aktif aktif

2) Apabila menetap > 6 bulan menjadi carier/infeksi HBV kronik.

5. Anti HBc

1) IgM muncul dua minggu sesudah HbsAg muncul. Mencapai puncak satu minggu sesudah

gejala muncul dan menghilang sesudah 3-6 bulan sesudah muncul

6. IgG/total

1) muncul 3-4 minggu sesudah HbsAg timbul

2) Mencapai puncaknya 3-4 minggu sesudah terdeteksi

3) Menetap tinggi selamaa hidup/mungkin menurun sesudah bertahun-tahun.

40
7. HBeAG:

1) Tidak untuk diagnosis

2) Sebagai pertanda adanya replikasi HBV

3) Muncul 3-5 hari sesudah HbsAg muncul

4) Pada 70% kasus HbeAG tak terdeteksi 2-4 minggu sebelum HbsAg hilang

5) Jika positif tanpa adanya Hbe antibodi, berarti sangat infeksius

8. Hbe antibodi (Anti Hbe):

1) Dapat muncul langsung sesudah HbeAg lenyap, atau dalam 1-2 minggu kemudian

2) Mencapai titer tertinggi pada daerah core window

3) Dapat bertahan sampai beberapa tahun (4-6 tahun)

Apabila positif, infektifitasnya menurun.

c. Virus Hepatitis C

Virus Hepatitis C (HCV) termasuk NANB virus dengan long incubation pernah dikenal

sebagai hepatitis pasca transfusi. HCV memiliki beberapa generasi yaitu generasi I 1991,

penetapan antibodi terhadap I antigen HCV, generasi II awal tahun 1993 terhadap tiga antigen dari

HCV infectious, generasi q1 dan 2: IgG, generasi III: 1994: IgM.

Untuk antigen HCV sampai tahun 1994, mulai diteliti terhadap RNA. Sekarang dikenal

genotipe 1a,1b, 2a, 2b, 3 dan 4 yang mempunyai respon berbeda terhadap terapi interferon.

Merupakan suatu virus RNA kecil

Masa Inkubasi: 6-8 minggu

41
80% kasus membentuk IgG dalam waktu 6 minggu setelah gejala timbul, dapat dideteksi

dalam serum, saliva, semen. Trasnmisi SPT HBV. Sekitar 40-60% penderita hepatoma,

didapatkan anti HCV positif

Cara Penularan

Heptitis C dapat ditularkan melalui transfusi pemberian suntikan intravena, terpapar darah,

dan melalui hemodialisis, kontak seksual, atau perianal.

Faktor Resiko

Banyak ditemukan pada pengguna jarum suntik intravena dan hemofilia, penerima donor

organ cangkokan, dan penderita HIV/AIDS, kelompok pasien imunosupresant.

Laboratorium

1. terdapat antibodi terhadap mikrosom ginjal-hati (LKM)

2. ditemukan anti HCV dalam serum

3. HCV-Ag: Nucleic acid probe dengan PCR: (Polimerase chain reaction muncul segera setelah

sesudah dua minggu terinfeksi dan lenyap pada akhir infeksi aktif, awal konvalasensi

4. Anti HCV (IgG): muncul kira-kira 3-4 bulan sesudah infeksi 80% kasus pada 5-6 minggu

sesudah gejala, hanya 70% yang titernya hilang setelah 1,5 tahun dan sebagian besar

sesudah empat tahun.

5. RNA HCV dilakukan pada semua pasien kelompok imunosupresant jika kadar anti HCV tidak

terdeteksi.

d. Virus Hepatitis D

42
Suatu virus yang tidak sempurna yang harus masuk dalam VHB agar dapat masuk dalam

sel hepar.

Ada tiga jenis infeksi yaitu coinfection, infeksi bersama; kedua HDV superinfeksi HBV dan

ketiga HDV-HBV relationship, HDV kronik ditambah HBV kronik.

Diagnosis infeksi HDV

1) skrining: anti HVD total

2) IgM anti HVD mmembedakan proses akut-kronik

e. Hepatitis Virus E

Jenis NANB dengan masa inkubasi, gejala klinik dan epidemiologi mirip dengan HAV.

Telah diperdagangan antigen/antibodi HEV pada tahun 1994. HEV merupakan bentuk hepatitis

non A non B yang ditrmukan di India, Asia, Afrika dan Amerika tengah menyerupai HAV dalam cara

penurannya secara enterrik.

Epidemi kasus ini biasa muncul setelahbencana banjir di musim hujan, juga dapat secara

sporadic. Umumnya menyerang dewasa muda.

Hepatitis Virus G

Pernah menginfeksi seorang ahli bedah pada tahun 1964, hasil lab menunjukkan GBV-C

(mirip VHC, 1995). CDC mengidentifikasi sebagai Hepatitis G virus, dan GBV –C dan HGV 2 isolat

terpisah, virus sama dan baru bisa terdeteksi dengan PCR.

C. Prognosis Hepatitis

43
1. Penderita hepatitis A dapat sembuh sempurna tanpa gejala sisa

2. 95% pasien pulih dengan sempurna, namun terdapat gambran klinis dan laboratorium

tertentu yang menunjukkan perjalanan komplikasi dan berlarut-larut.

3. Angka kematian pada hepatitis A dan B sekitar 0,1% meningkat sesuai usia dan penyakit lain

yang mendasari. Angka fatalitas sekitar 1-2 pada pasien rawat dan hingga 10-20% pada

pasien BUMIL

4. Pada pecandu obat terjadi wabah infeksi hepatitis B dan D sekitar 5%, angka mortalitas

pada wabah hepatitis D sekitar 20%.

D. Komplikasi dan Gejala Sisa

1. Penderita hepatitis A dapat kambuh dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan

setelah sembuh dari hepatitis akut yang ditandai dengan gejal klinis,,peningkatan

aminotransferase, kadang ikterik, dan ekskresi HAV dalam feses, bentuk hepatitis akut lain

yaitu hepatitis kolestasis ditandai dengan ikterik kolestasis berkepanjangan. Namun tidak

berkembang menjadi hepatitis kronik.

2. Pada fase prodromal hepatitis B akut ditemukan sindrom yang menyerupai serum sickness

dengan gejala kas artalgia atau artritis, ruam, angioderma, kadang-kadang ditemukan

44
hemturia dan proteinuria. Selanjutnya muncul ikterik. Penegakkan dioagnosis dengan

pengukuran kadar aminotransferase serum yang hampir selalu meningkat dan HbsAg serum.

3. Komplikasi lain hepatitis virus berupa hepatitis pulmina (nekrosis hati massif) terutama

pada hepatitis B, D dan E, jarang pada hepatitis A. dan C. Sekitar 50% penderita hepatisis

pulminan diakibatkan oleh hepatitis B. Gejala yang ditemukan pada pasien dengan hepatitis

fulminan berupa encefalopati yang merkembang koma yang dalam (deep comatosedeep

comatose), hati pasien biasanya mengecil dan waktu protrombin memanjang. Kegagaln hati

ditunjukkan dengan pengecilan hati, peningkatan kadar bilirubin, perpanjangan waktu

protrombin, konvulsi, disorientasi, somnolen, asites dan edema; tanda terminal. (edema otak,

kompresi batang otak, perdarahan saluran makanan, sepsis, gagal pernafasan, kolaps

kardiovaskular, dan gagal ginjal). Angka kematian 80% pada pasien dengan koma yang

dalam. Pasein yang hidup meunjukkan perbaikan biokiia dan histologik yang lengkap.

4. hepatitis kronik aktif merupakan komplikasi major lambat dari hepatitis Bakut

5. Komplikasi lain berupa pankreatitis, miokarditis, pneumonia atipik, anemia aplastik, mielitis

transversa, dan neuropati perifer. Pembawa HB sAg, terutama yang terinfeksi pada masa

bayi atau kanak-kanak dini memiliki resiko karsinoma hepatoseluler yang meningkat. Resiko

karasinoma hepatoseluler meningkat seperti pada pasien dengan sirosis karena hepatitis C

kronik.

E. Diagnosis Banding

Penyakit virus seperti mononucleosis infecsiosa; penyakit yang disebabkan oleh

sitomegalo virus, herves simplkes, dan coxackievirus; serta toksoplasmosis memberikan

gambaran yang mirip dengan virus hepatitis dan menyebabkan peningkatan aminotransferase

45
serum dan kadang pada bilirubun serum. Hal ini dapat membedakan diagnosis dengan hepatitis

virus bila hasil pengukuran HbsAg, anti-HBc, IgM anti HAV, dan anti HCV negatif.

Riwayat pemakaian obat-obatan seperti obat anastesi dapat menunjukkan gejala seperti

hepatitis dan kolestasis. Riwayat penyakit dahulu mengneai episode berulang dari hepatitis akut.

Hepatitis alkoholik dimana biasanya aminotransferas serum tidak meningkat dengan mencolok

dan ditemukannya tanda-tanda alkoholisme lain, seperti pada biopsi hati ditemukan infiltrasi

lemak, reaksi radang neutrofilik, dan hialin alkoholik. Gejala yang sering ditemukan pada hepatitis

virus akut berupa demam, nyeri pada kuadran kanan atas , mual dan muntah serta ikterik sering

diduga sebagai kolesistitis akut, batu pada duktus koledukus atau kolangitis asendens. Hepatitis

virus pada orangf tua sering kali terdiagnosis sebagai ikterik obstruktif akibat batu duktus

koledukus atau karsinoma pancreas. Gejala klinis lain yang membingungkan diagnosis hepatits

virus adalah tanda dan gejala kegagalan ventrikel kanan dan kongesti hati pasif terutama

sindroma hipoperfusi; seperti karena syok, hipotensi berat dan kegagalan ventrikel kiri yang berat.

Untuk menegakkan diagnosis dilakukan biopsi hati, tes biokimiawi, kajian radiografik pada

saluran empedu.

F. Penatalaksanaan Terapi

Pada Pasien dengan Serangan Akut

1. Rawat nginap dengan tirah baring untuk penyembuhan total dengan pembatasan aktivitas.

2. Diit tinggi kalori, dengan pemberian terutama pada pagi hari karena pasien biasanya

mengalami mual pada malam hari

3. Pemberian nutrisi parenteral diperlukan pada stadium akut dan pada pasien yang muntah

terus-menerus dan tidak dapat mepertahankan asupan nutrisi secara oral.

46
4. Hindari obat yang dapat menimbulkan reaksi merugikan sepertikolestasis dan obat yang

dimetabolisme oleh hati.

5. Bila terdapat pruritis berat, hindari terapi kortikosteroid, kolestiramin karena tidak akan

bermanfaat tetapi akan membahayakan.

6. Isolasikan pasien pada ruangan tertentu yang jarang diperlukan

7. Lakukan perawatan pasein dengan mengggunakan sarung tangan dan menghindari kontak

langsung dengan tangan.

8. Pasien boleh dipulangkan dari rumah sakit bila telah terjadi penurunan aminotransferase dan

bilirubin serum, serta waktu protrombin kembali normal.

9. Tujuan terapi pada hepatitis pulminan adalah membantu pasien mempertahankan

keseimbangan cairan, mempertahankan sirkulasi, dan pernafasan, mengendalikan

perdarahan, memperbaiki hipoglikemia dan pengobatan komplikasi lain pada keadaan koma

dalam mengqntisipasi regenerasi dan perbaikan hati.

10. Batasi pemberian protein dan berikan laktosa dan neomisin secara oral.

Hepatitis Kronik

Pengertian

Hepatitis kronik merupakan kumpulan penyakit hati dengan berabagai penyebab dengan

keparahan lebih dari enam bulan. Bentuk yang ringan adalah nonprogresif atau hanya progresif

dengan lambat, sementara bentuk yang lebih berat biasanya dihubungkan dengan pembentukan

jaringan parut dan organisasi arsitektur, dan bila berlanjut menjadi sirosis hepatis.

47
Klasifikasi/kategori

Hepatisis kronik memiliki beberapa kategori seperti hepatitis virus kronik, hepatitis

karena obat-obatan, dan hepatitis kronik autoimun

Gambaran klinis

Gambaran klinis hepatitis kronis kadang ditemukan pada penderita berpenyakit

Wilson (kelebihan bebas tembaga) dan pada cidera hati alkoholik. Laboratorium dan

histopatologi tertentu berbeda antara hepatitis autoimun kronik dan hepatitis virus kronik

Klasifikasi patologik Hepatitis Kronik

a. Hepatitis kronik persisten.

1. Pada hepatitis kronik persisten terjadi perluasan infiltrat peradanagan mononukleus,

tetapi terbatas dalam traktus portal. Limiting plate hepatosit periportal tetap utuh, dan

tidak terdapat perluasan proses nekroinflamasi ke dalam lobus hati. Sering dijumpai

susunan sel hati berupa batu koral, yang mengisyaratkan adanya aktivitas regenerasi

hati, walaupun terdapat fibrosis periportal minimal, tidak dijumpai sirosis.

2. Umumnya pasien asimptomatik tanpa gejala konstitusi ringan eperti lemah, anoreksia,

mual, fisik dalam keadaan normal.

3. terdapat pembesaran hati

4. Laboratorium terdapat peningkatan aminotransferase yang ringan, namun jarang

terjadi sirosis lesi yang lebih parah (pada pasien hepatitis kronik aktif.

48
5. Terjadi perkembangan progresif penyakit pada hepatitis virus persisten kronik dan

hepatitis kronik persisten yang timbul setelah remisi spontan atau pemberian terapi

pada hepatitis kronik aktif.

b. Hepatitis Lobuler kronik

1. Terdapat peradangan portal

2. histology memperlihatkan focus nekrosis da peradangan dalam lobus hati

3. Secara morfologi, hepatitis lobuler kronik mirip dengan hepatitis akut yang sedang

sembuh secara perlahan. Limiting plate tetap utuh, sedikit atau tidak dijumpai fibrosis

periportal, arsitektur lobuler dipertahankan, dan perkembangan menjadi hepatitis kronik

aktif dan sirosis. (dapat dianggap sebagai varian hepatitis kronik persisten dengan

komponen lobuler, dan gambran klinis/laboratorium serupa.

4. Kadang terjadi peningkatan aktivitas klinis hepatitis lobuler kronik secara spontan

5. Terjadi peningkatan aktivitas aminotransferase yang mirip dengan hepatitis akut, dan

dapat memperburuk gambaran histology.

c. Hepatitis kronik aktif

1) Terjadi nekrosis hati yang terus-menerus, peradangan portal/periportal dan lobuler serta

fibrosis.

2) Keparahan dapat bervariasi dari ringan sampai berat, dan bersifat progresif yang dapat

menimbulkan sirosis, gagal hati dan kematian

3) Ciri morfologi yaitu pertama, infiltrat mononulkeus padat di saluran portal, yang secara

bermakna melebar memasuki lobulus hati, kedua kerusakan hepatosit di tepi lobulus,

49
disertai erosi limiting plate hepatosit yang mengelilingi triad portal (yaitu necrosis

peacemeal), ketiga septum jaringan ikat mengelilingi saluran portal dan meluas dari zona

portal ke dalam lobulus, mengisolasi sel parenkim menjadi kelompok dan duktus biliaris,

keempat tanda regenerasi hepatoseluler-pembentukan rosette, penebalan lempeng sel

hati, dan pseudolobulus regeneratif.

4) Di daerah periportal ditemukan bukti bukti hitologik nekrosis koagulatif sel yaitu badan

councilman atau asidofik. Nekrosis piecemeal merupakan prasyarat minimal untuk

menegakkan diagnosis hepatitis kronik aktif (ditemukan pada hepatitis kronik aktif bentuk

ringan yang relatif nonprogresif)

5) Pada hepatitis kronik aktif yang lebih berat dan hepatitis akut ditemukan lesi yang lebih

parah, nekrosis hati bridging (semula disebut nekrosis hati subakut). Pada keadaan

hepatitis aktif kronis berkembang menjadi sirosis.

6) Tanda nekrosis bridging yaitu kerusakan hepatoseluler seluruh lobulus (antara saluran

portal-tepi lobulus-atau antara portal dan vena sentralis-bagian sentrizonal lobulus), tanda

utama nekrosis yaitu kolapsnya jaringan retikulin yang diikuti oleh pembentukan jembatan

dan akhirnya menimbulkan reorganisasi arsitektur hati oleh regenerasi noduler yaitu sirosis.

Nekrosis briging yang lebih ekstensif dan buruk berupa kolaps multilobus, dimana di dalam

nekrosis bridging mengenai seluruh hatiyang segera memburuk dan gagal hati akut.

7) Pada penderita hepatitis kronik aktif yang perah berkembang menjadi sirosis.

d. Hepatitis Virus Kronik

50
Bentuk hepatitis virus yang berkembang menjadi hepatitis kronik yaitu hepatitis A dan E..

Akan tetapi seluruh spectrum klinikopatologik hepatitis terjadi pada pasien hepatitis virus B dan

C kronik serta hepatitis D yang terjadi pada hepatitis B kronik.

1. Hepatitis B kronik

Hepatitis B akut dapat berkemabng menjadi hepatitis B kronik, terutama infeksi saat lahir

(90%).

Gejala klinis

Asimptomatik sampai penyakit berat dan gagal hati pada stadium akhir yang

berakibat fatal.

Laboratorium.

Terjadi peningkatan aminotransferase (ALT atau SGPT) berkisar antara 100-1000

unit. Bila terjadi sirosis, SGOT cenderung meningkat dibandingkan dengan SGPT. Kadar

aktivitas fosfatase alkali cenderung normal hanya sedikit meningkat. Pada keadaan yang

parah terjadi peningkatan bilirubin serum (3-20mg/dl atau 51,3 sampai 171 µmol/L).Pada

stadium akhir/berat terjadi hipoalbuminemia dan pemanjangan waktu protrombin. Pada

hepatitis B kronik tidak terjadi hiperglobulinemia dan tidak ditemukan autoantibodi dalam

darah (berlainan dengan hepatitis kronik aktif autoimun).

Penatalaksanaan

1. Bergantung pada tingkat replikasi virus

51
2. Anti virus dengan interveron α subkutis selamaa 4 bulan (16 minggu) setiap hari

dengan dosis 5 juta IU, atau 3 kali seminggu dengan dosais 10 juta IU.

3. Glukokortikoid

4. Penderita karier hepatitis B nonreplikatif asimptomatik kontraindikasi pengobatan

5. Terapi anti virus kontraindikasi bagi pasien hepatitis dekompensasi

6. Transplantasi hati bagi pasien hepatitis B stadium akhir

2. Hepatitis C Kronik

Sekitar 50 % kasus inveksi HCV menjadi kronik dan berkembang menjadi sirosis (2-%

pada pasien yang terinfeksi melalui transfuse) setelah 10 tahun terinfeksi. Demikian juga pada

pada pasien hepatitis kronik yang secara klinis ringan relative dan pada asimptomatik dengan

peningktan ringan aktivitas aminotransferas, demikian juga pada pasien dengan hepatitis kronik

persisten pada biopsi hati.

Gambaran klinis hepatitis C kronik

Mirip dengan hepatitis B kronik yaitu berupa lelah ringan, jarang ditemukan ikterik,

komplikasi krioglobulinemia campuran esensial.

Gambran laboratorium hepatitis C

52
Mirip dengan hepatitis B kronik, tetapi kadar aminotransferase cenderung lebih

berfluktuasi dan lebih rendah, teruma pada pasien yang telah lama sakit., ditemukan auto anti

bodi (kadang-kadang, hipergammaglobulinemia (positif) palsu pada pemeriksaan imunoesai

enzim anti-HCV, secara serologis positif autoantibody terhadap mikrosom hati-ginjal (anti LKM)

dalam darah.

Penatalaksanaan

1. Glukokortikoid dengan dosis 3 juta IU injeksi subkutis tiga kali seminggu selama 6 bulan (24

minggu)

2. Transplantasi hati pada pasien dengan penyakit hati stadium akhir

3. Hepatitis Kronik Aktif Autoimun

Pengertian

Hepatitis kronik autoimun adalah suatu penyakit kronik yang ditandai oleh nekrosis dan

peradangan hepatoseluler yang berkelanjutan, biasanya disertai fbrosis, yang cenderung

berkembang menjadi sirosis dan gagal hati.

Prognosis hepatitis kronik aktif autoimun

Ditunjang dengan gambaran autoimun ektrahepatik. Nama yang lumum untuk hepatitis

ini yaitu iodopatik atau kriptogenik karena autoantibody dan gambaran autoimuminitas kas

lainnya tidak dijumpai pada semua pasien.

53
Imunohepatogensis

Cidera hati pada pasien hepatitis aktif iodopatik/autoimun terjadi akibat serangan

imunologik seluler terhadap sel hati; mungkin merupakan predisposisi terhadap autoimunitas

diturunkan.

Faktor pencetus cidera hati yaitu lingkunga (kimia dan virus).

Penderita hepatitis virus A dan B dapat mengalami hepatitis kronik aktif autoimun yang

dipredisposisikan oleh kerentanan genetic. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya: 1) lesi

histopatologik di hati terutama terdiri dari selT sitotoksik dan sel plasma; 2) autoantibody

(terhadap nucleus, otot polos, tiroid dan sebagainya) di dalam darah, faktor rheumatoid dan

hiperglobulinemia sering ditemukan.; 3) penyakit autoimun lain misalnya tiroiditis, arthritis

rheumatoid, anemia hemlitik autoimun lain, colitis ulserativa, glomerulonefritis proliferatif,

diabetes mellitus juvenile, dan sindrom Sjogren (kompleks gejala yang biasanya terjadi

pada wanita usia pertengahan atu lebih tua yang ditandai dengan keratokonjungtivitis

sika xerostomia, dan pembesaran kelanjar parotis ; kelainan ini sering berhubungan

dengan arthritis rheumatoid, dan kadang-kadang lupus eritematosus sistemik,

scleroderma, atau polimiostasis)meningkat pada pasien hepatitis kronik aktif dan

keluarganya; 4) haplotipe histocompatibility yang berkaitan dengan penyakit autoimun, misalnya

HLA_BI, -B8, -DRw3,- DRw4, sering dijumpai pada pasien hepatitis kronik aktif autoimun; 5) jenis

hepatitis kronik aktif ini berespon terhadap terapi glukokortikoid/imunosupresif.

54
Mekanisme imum berperan dalam patogensis hepatitis kronik aktif autoimun, demikian

genetic hepatitis kronik aktif autoimun, yaitu: Haplotipe HLA-B8, -DR3, -DW3 dan atau

komplemen tertentu, C2 dan C4.

Pada pemeriksaan antibody ditemukan autoantibody beredar di dalam darah yaitu

antibody terhadap nucleus (yang disebut antibody antinukleus, ANA, pola homogen), otot polos

(yang disebut antibody anti-otot polos, ASMA, ditunjukkan kepada aktin), antibody terhadap

reseptor asialoglikoprotein spesifik hati (lektin hati) dan protein membrane hepatosit lain.

Mekanisme imunohumoral, juga berperan dalam mekanisme ekstrahepatik hepatitis

kronik aktif. Yang memperantarai terjadinya artralgia, artritis, vaskulitis kulit, dan glomerulonefritis

pada pasien hepatitis kronik aktif autoimun adalah deposit komleks imun di pembuluh jaringan

yang bersangkutan diikuti oleh pengaktifan komplemen, peradangan, dan cidera jaringan.

Gejala Klinis

1. Mirip dengan hepatitis virus kronik (pada awal terjadinya); 2. serangan dapat lambat atau

cepat; 3) ciri khas: hiperglobulinemia hebat dan titer ANA dalam darah tinggi (pada pasien

wanita dan usia pertengahan); 4) sering: lelah; 5) malaise; 6) anoreksia; 7)amenorhoe; 8)

agne; 9) artralgia, 10) iskemik; 11)kadang-kadang: arthritis; 12) erupsi makulopapular; 13)

eritema nodosum; 14) colitis; 15) pleuritis; 16) anemia; 17) azotemia; 18 sindrom sika

(keratokonjunctivitis, xerastomia)

Hasil laboratorium

1. sama dengan hepatitis virus kronis

55
2. Uji biokimia hati umumnya normal

3. Pada hepatitis kronik aktif, kadar bilirubin, fosfatase, dan globulin serum dalam batas

normal dan sedikit peningkatan aminotransferase.

4. Aspartat aminotransferase (AST dan SGOT) dan alanin aminotransferase (ACT dan SGPT)

serum meningkat 100-1000 unit.

5. Keadaan parah, bilirubin serum meningkat (151-171 µmol (3-10 mg/dl)

6. Aktif/lanjut: hipoalbuminemia ringan

7. Kadar fosfatase alkali serum meningkat sedang atau mendekati normal

8. Hipergamaglobulinemia (> 2 q/dl) sering dijumpai pada hepatitis kronik aktif autoimun.

9. Globulin dapat berikatan secara non spesifik pada imunoasai fase sakit untuk antibody

terhadap (virus hepatitis C) karena peningkatan kadar globulin darah.

Komplikasi

1. Sirosis (asites, edema) yang mengakibatkan hipoalbuminemia.

2. Ensefalopati

3. Koagulopati

4. perdarahan varises

Perjalanan penyakit

Perjalanan penyakit hepatitis kronik aktif bervariasi:

56
1. Gejala ringan secara histology lesinya terbatas (misalnya nekrosis peacemeal tanpa

pembentukan jaringan. Keadaan ini jarang menyebabkan sirosis.

2. berat/parah (kadar aminotransferase > 10 kali normal, hipoglobilunemia berat, lesi

histology agresif-nekrosis bridging dan kolaps multilobulus, sirosis) angka mortalitas enam

bulan tanpa terapi meningkat 40% dan merupakan 20% dari seluruh kasus.

Prognosis

Prognosis penyakit buruk yang ditandai dengan kolaps multilobulus dan kegagalan

bilirubun setelah 2 minggu terapi. Kematian terjadi akibat gagal hati, koma hepatikum, komplikasi

sirosis (perdarah varises, infeksi)

Komplikasi pada pasien yang telah mengalami sirosis berupa carcinoma hepatoseluler

tahap lanjut.

Penatalaksanaan

1. Glukokortikoid: prednisone, metabolit hati prednisone dosis awal 20 mg/hari. Atau 60 mg

kemudian diturunkan secara perlahan 20 mg/hari selamaa satu bulan (AS); Prednison 30

mg/hari ditambah azatioprim 50 mg/hari; glukokortikoid. Lama terapai 12-18 bulan.

2. Transplantasi ginjal jika gagal diterapi.

Diagnosis banding

1. Hepatitis virus aktif

57
2. Hepatitis kronik persisten

3. Hepatitis lobulus kronik

4. Penyakit Wilson (pada dewasa muda)

5. Sirosis pasca nekrosis primer

6. Penyakit reumatologik

4. Hepatits Toksik dan Hepatitis Akibat Obat

Pendahuluan

Cidera hati dapat terjadi akibat terhirup atau tertelan obat-abatan, atau pemberian

secara parenteral dan zat kimia seperti toksin industri (karbon tetraklorida, trikloretilen, dan fosfor

kuning), oktapeptida bisiklik toksik yang tahan panas dari spesies Amanita dan Galerina tertentu

(jamur hepatotoksik beracun), dan yang lebih lazim obat farmakologi yang digunakan dalam

terapi medis.

Jenis hepatotoksik kimia

Jenis hepatotoksik kimia ada dua, yaitu Jenis toksik langsung, Jenis idiosinkratik.

Hepatotoksik langsung terjadi dengan regulasi pada individu yang terpapar agen penyebab

dan tergantung dosisnya. Periode laten antara paparan dan cedera hati biasanya singkat. (dalam

beberapa jam), walaupun gejala klinis lambar (24-48 jam). Agen penyebab heptotoksik adalah

racun sistemik atau metabolic toksik yang masuk ke dalam hati.

Hepatotoksik langsung, mengakibatkan perubahan morfologi yang memiliki ciri spesifik

dan reproduktif tiap racun (seperti karbon tetraklorida dan trikloretilen) mengakibatkan nekrosisi

pada daerah centralobular, sedangkan keracunan fosfor menyebabkan cedera periportal.

58
Oktapeptida hepatotoksik dari Amanita phalloides biasanya mengakibatkan nekrosis hati

massif. Pemberian tetrasiklin secara intra vena yang melebihi dosis 1,5 g perhari, menyebabkan

deposit lemak mikrovesikuler pada hati.

Gejala hepatotoksik: anoreksia, mual, muntah dapat mengandung darah, ikterik,

hepatomegali, panas, dan lemah, delirium, koma, kejang, dan kematian akibat gagal hati

fulminan. Gejala gastrointestinal yang berat yaitu kolaps vascular.

Hepatotoksik idiosinkratik, serangan hepatitis kadang tidak dapat diketahui, responnya

tergantung pada dosis pemberian obat, dan dapat terjadi kapan saja selama atau sesaat setelah

terpapar obat. Reaksi ini diperantarai oleh imunologik, dan mengakibatkan hepatotoksik

langsung, metabolit obat. Manifestasi ekstrahepatik hipersensitivitas, yaitu: 1) ruam, 2) artralgia,

3) demam, 4) leukositosis, 5) dan eosinofilia.

Zat kimia yang dapat menyebabkan cidera hati

Cidera hati kronik dan akut disebabkan oleh obat-obatan seperti: 1. hepatitis kronik

aktif (oksifenisatin, alfa-metildofa, izoniazid; 2. sirosis (halation, metotreksat), 3. sindrom yang

menyerupai sirosis biliaris primer (klorpromasim, metiltestoteron, tolbutamid dan obat alinnya;

4. angiosarkoma hati (vitamin A, intoksikasi asetat, pemajanan industri terhadap vinil klorida,

atau pemberian torium dioksida); 5. adenoma hati dan oklusi vena hepatica atau Budd-Chiari

syndrome: obstruksi atau oklusi simptomatik vena hati, menyebabkan hepatosplenomegali,

nyeri dan lembek pada abdomen, asites yang keras, , ikterik ringan serta akhirnya terjadi

hipertensi portal dan gagal hati ( akibat kontrasepsi oral); 6. poliosis hepatic atau kista darah

hati (steroid anabolic)

59
Pola reaksi hati yang merugikan bagi beberapa agen prototipik

1. Hepatotoksik Asetaminofen (toksik langsung)

Bila asetaminofen dikonsumsi dalam jumlah besar, seperti bunuh diri atau tertelan: anak

dosis tunggal 10-15 gr atau krang dapat menyebabkan cidera hati yang ditandai dengan kadar

diatas 300 µg.ml 4 jam setelah menelan obat; mual, muntah dan syok timbul 4-12 jam, cidera

hati tamnpak 24-48 jam; abnormalitas kegagalan hati tidak nampak 4-6 minggu setelah

menelan obat; dapat terjadi gagalhati dan cidera miokard.

Tindakan perawatan pada overdosis asetamonofen adalah bilas lambung, tindakan

suportif dan pemberian karbon aktif (activated carcoal) atau kolestiramin peroral untuk

mencegah penyerapan sisa obat.

Pemberian dalam jangka panjang dapat menyebabkan sirosis hepatic dan hepatitis

kronik aktif.

2. Hepatotoksik halation (reaksi idiosinkratik)

Halaton, merupakan obat anatesia golongan hidrokarbon flourida yang tidak eksplosif

secara structural sama dengan kloroform, menyebabkan nekrosis hati berat. Gejala akibat

halation dapat berupa: demam, mmuntah, sebelum terjadi iketik, hepatosplenomegali,

leukositosis sedang, eosinofilia dan nyeri tekan pada daerah hati, kadar aminotransferase

serum meningkat.

3. Hepatotoksik metildopa (reaksi toksin dan idiosinkratik)

Cidera hati akut akibat terapi agen antihipertensi, terjadi 1-20 minggu setelah terapi

metildopa dimulai. Keadaan hepatotoksik metildopa ditandai dengan demam, anoreksia,

60
malaise prodromal selamaa beberapa hari saat serangan terjadi sebelum ikterik, ruam,

limfadenopati, artralgia, dan eosinofilia (jarang), deteksi autoimum biasanya Cooms-positif

dengan atau tanpa nekrosis dan sirosis makronoduler. Dapat membaik dengan pemberhnetian

terapi tersebut.

4. Haptotoksik isoniaziid (reaksi toksik dan idiosinkratik)

Penderita dengan terapai Isoniasid (INH) akan mengalami peningkatan kadar

aminotransferase serum selamaa beberapa minggu pertama pengobatan. Gejala yang

menyertai, demam, ruam, eosinofilia, dan manifestasi alergi obat tidak biasa, kadar

aminotransferase serum biasanya < 200 unit. Reaksi ini timbul setelah 2 bulan pengobatan.

5. Hepatotoksik Natrium valproat (reaksi toksik dan idiosinkratik)

Natrium valproat, antikonvulsan yang digunakan dalam pengobatan petittmal dan

penyakit dengan kejang lainnya dapat menyebabkan perkembangan toksisitas hati berat

(jarang fatal pada anak dan orang dewasa) Tanda hepatoksik, yaitu peningkatan

aminotransferase serum asimptomatik, ikterik, pemeriksaan jaringan hati menyatakan nekrosis

lemak dan briging mikrovesikular yang mencolok pada daerah sentrolobular., cidera saluran

empedu (mungkin ditemukan). Metabolit 4-asam pentenoat dari natrium valproat berperan

dalam timbulnya cidera hati.

6. Hepatotoksik Fenitoin (reaksi idiosinkratik)

Fenitoin dulu disebut difenhidantoin terutama untuk pengobatan penyakit yang dapat

memicu terjadinya kejang terkait dengan cedera hati dan hepatitis berat. Gejala berupa

61
demam, limfadenopati, ruam (sindrom stevens Johnson atau dermatitis eksfolistif), leukositosis,

dan eosinofilia. Keadaan ini dapat terjadi dalam 2 bulan pertama setelah dimualianya terapi ini.

, dapat terjadi cidera saluran empedu, peningkatan kadar aminotransferase dan fosfatase

dapat terjadi saluran empedu

7. Hepatotksik Klorpromazin (reaksi idiosinkratik kolestatik

Mengakibatkan kolestasis intrahepatik dan ikterik setelah terapi 1-4 minggu. Dengan

gejala: demam, ruam, artralgia, linfadenopati, mual, muntah, nyeri kedua kuadran epigastrik

atau kanan atas, urin gelap, feses terang., eosinofilia dengan atau tanpa leukositosis,

hiperbilirubinemia terkonjugasi, peningkatan aminotrasnferase serum (100-200 unit).Biopsi hati:

kolestasis, sumbat empedu dalam kanalikuli empedu yang berdilatasi, infiltrat leukosit

polimorfonukler, cosinofilia, mononuklear portal yang padat.

8. Hepatotoksik amiodaron (reaksi toksik dan idosinkratik)

Merupakan terapi anti aritmia poten mengakibatkan : peningkatan kadar

aminotransferse serum (bila telah terjadi hepatosplenomegali dan, penyakit hati, fosfolipidosis

ultrastruktural.

9.Hepatotoksik eritomisin (reaksi idiosinktratik kolestatatik)

Efek eritomisin yaitu, kolestasis terjadi selamaa 2-3 minggu pertama terapi dengan

gejala: mual, muntah, demam, nyeri kuadran kanan atas abdomen, ikterik, leukositosis,

peningkatan kadar aminotransferase sedang. Biopsi hati: kolestasis bervariasi, inflamasi portal

yang terdiri atas limfosit, leukosist polimorfonuklear, eosinofil dan fokus nekrosis hepatik.

62
10. Hepatotoksik kontrasepsi oral (reaksi kolestatik)

Efek kontrasepsi oral kombinasi steroid estrogen dan progesteroon, yaitu retensi

bromosuphtalein (BSP), tanda: terjadi peningkatan fosfatase alkali serum; Kolestasis

intrahepatik dengan pruritis dan ikterik (setelah beberapa minggu-bulan pemakaian).

Laboratoirum: biokimia hati normal; Biopsi hati: kolestasis dengan sumbatan empedu pada

kanlikuli yang berdilatasi. Dan pewarnaan bilirubin serum hati mencolok.

11.Steroid anabolik dengan 17, α-ALKIL yang dapat digantikan (reaksi kolestatik)

Terapi pada gagal sumsum tulang dan tanpa indikasi medis menimbulkan disfungsi

hati ringan. Dengan gejala: anoreksi, mual, malaise, pruritis, kadar aminitransferase serum

<100 unit, kadar fosfatase alkali serum normal/sedikit meningkat. Biopsi hati kolestasis tanpa

radang atau nekrosis. Dilatasi sinusoid hati dan pielosis hepatis.

12. Hepatotoksik trimetropin-sulfametoksazol (reaksi idiosinkratik)

Trimetopin-slfometoksazol digunakan untuk infkesi saluran kemih,, pengemabnagan

tanggap imun, untuk propilaksis terapi pneumonia Pneumoystisis carinii (pada pasien dengan

penakanan imun): pasien penerima cangkok dan AIDS) terjadi nekrosis hepatoseluler.

Gambaran laboratorium: eosinofilia (jarang) dan granuloma.

BAGIAN IV

PROSEDUR UMUM DAN TERAPI MODALITAS

63
A. Kolekistetomi

Pengertian

Kolekistekomi adalah pembedahan kantong empedu pada kolesistiits istitis akut dan kronik

Teknik

Teknik pembedahan dilaksanakn melalui laparatomi secara terbukan (kantong empedu

diangkat setelah dilakukan insisi) atau laparaskopi (kantong empedu diangkat melalui lubang insisi

di atas umbilicus dengan menggunakan laparaskop).

Penatalaksanaan Keperawatan Preoperatif

1. Kaji pengetahuan pasien tentang alas an dilakukan kolekistetomi, prosedur, dan harapan

setelah pembedahan.

2. Pasien harus puasa sejak jam 12:00 malam sebelum pembedahan.

3. Pasang infus sebelum pembedahan untuk meningkatkan status hidrasi jika pasien muntah.

4. Berikan antibiotic pada kolesistitis akut.

Penatalaksanaan Keperawatan Post operatif

1. Pengkajian

1) Tanda vital, tingkat kesadaran

2) Tingkat nyeri

3) Kondisi luka dan selang drainase (jika ada)

4) Masukan dan haluaran

2. Tungkatkan ambulasi untuk mencegah tromboemboli, vasilitasi flatus dan rangsang peristaltic

Awasi komplikasi potensial infeksi insisi, perdarahan dan trauma

64
Diagnosis Keperawatan

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan pembedahan ditandai dengan: DS

melaporkan/memberitahukan nyeri/sakit; DO: 1) ekspresi wajh meringis, 2) menahan sakit,

sulit tidur, menggigil,), 3) menolak berinteaksi dengan orang lain, 4) berkeringat banyak, 5)

otot lemas sampai kaku, 6) merintih, 7) menagis, 8) perubahan selera makan (malas makan)

2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan ditandai dengan: DS: Status

pembedahan; DO: 1) terdapat luka bedah, 2) AL abnormal, 3) pembalut luka kotor, 4)

Drainase luka operasi purulent.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan prosedur pembedahan, ditandai dengan DS:

Status pembedahan; DO 1) Terdapat luka pembedahan, 2) Terdapat pembalut luka

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan prosedur

pembedahan dan pemasangan NGT ditandai dengan : DS melaporkan status pembedahan;

2) terdapat luka pembedahan, 2) terpasang NGT, 3) Penurunan BB < 20% BB ideal, 4)

konjunctiva dan mukosa membrane pucat.

Intervensi Keperawatan

DX 1 Tujuan: Hilangan nyeri

1. Kaji lokasi nyeri, tingkat dsan karakteristik

2. Berikan obat analgesic atau monitor pasien, kontrol analgesia

3. Jaga tegangan luka operasi ketika bergerak

4. Bantu pergerakan sesegera mungkin sesuai anjuran untuk menurunkan flatus dan distensi

abdomen dan tingkatkan mobiditas usus.

65
5. Instruksikan pasien bahwa aktivitas biasa dapat dilakukan dalam 10 hari setelah laparaskopi

kolekistektomi atau enam minggu sesudah kolekistektomi.

1) aktivitas seksual dapat dilakukan setelah nyeri hilang

2) Ikuti petunjuk dari ahli bedah seperti menghindari mengangkat benda berat, aktivitas yang

berat, mandi (shower atau berendam)

DX 2 Tujuan: Infeksi

1. Kaji pembalut luka akan adanya/peningkatan drainase purulent (PUS)

2. Kaji lokasi NGT, catat jumlah, warna dan bau setiap drainase.

3. Kaji selang dan kantong NGT

1) laporkan setiap penurunan atau peningkatan draunase

2) Jaga kepatetan NGT

3) Laporkan nyeri kuadran kanan atas abdomen, distensi abdomen, nyeri, demam,

menggigil, ikteri, (berhubungan dengan injuri saluran kantong empedu)

4) Berikan antibiotik sesuai yang diresepkan/anjuran

5) Gunakan sinsentif spirometer, batuk dan bernafas dalam, ambulasi untuk menurunkan

resiko infeksi pulmonary.

Dx 3Tujuan : Menjaga keutuhan kulit

1. Kaji luka dan penyembuhannya

2. Lakukan perawatan luka sesuai anjuran

3. Kaji kecukupan cairan

66
4. Beritahu pasien untuk memelihara luka (insisi luka) akan kering dalam 5-7 hari dan

laporkan setiap tanda kemerahan, nyeri dan kerusakan kulit.

Dx 4 Tingkatkan Nutrisi

1. Kaji mual, muntah dan berikan antiemesis sesuai yang diresepkan.

2. Lakukan pengsisapan NGT setiap saat (jika ada) dan monitor peristaltic usus

3. Tingkatkan masukan cairan dan nutrisi sesuai anjuran

4. Berikan pengganti cairan untuk drainase dari NGT bila diindikasikan

Evaluasi

1. Mengatakan/melaporkan nyeri hilang

2. Tidak ada demam dan tanada infeksi

3. Luka sembuh tanpa drainase

4. Toleransi terhadap makanan dan makanan padat dalam jumlah kecil

B. Tabal 1. IV PROSEDUR KERJA MEMBANTU PASIEN DENGAN PARENTESIS


ABDOMEN

67
Perlengkapan
Baki berisi Parasentesis steril satu set Botol penampung specimen (steril)
dan sarung tangan Cairan desinfeksi kulit
Anastesi local Botol specimen dan format laboratorium
Kasa atau bola kapas steril dan atau Duk
steril

NO Prosedur Tindakan Keperawatan Rasional


1. Fase Persiapan 1. Jelaskan prosedur kerja pada pasien 1. Tindakan ini akan
2. Catat laporan tanda vital pasien mengurangi perasaan
3. Anjkurkan pasien berkemih sebelum takut dan cemas pasien
tindakan. Teliti kembali bahwa inform 2. Untuk membandingkan
consent telah dilaksanakn. nilai sebelum dan
4. Atur pasien dalam posisi semi powler sesudah tindakan
(miring) 3. Mencegah cedar pada
5. Tutupi pasien dengan selimut/kain kantong kemih
4. Pasien akan merasa
nyaman dan posisi
dapat diatur
5. Meminimalkan pasien
cidera

2 Fase Kerja 1. Lakukan Persiapan perawatan 1. Tindakan ini merupakan


kulit dengan antiseptic tindakan bedah mino,
2. Buka baki steril dan perelngkapan membtutuhan prosedr
parentesis dengan sarung tangan aseptic.
steril; siapkan cairan antiseptic
steril
3. Siapkan botol penampung
specimen
4.Indikasi syok perlu diamati
4. Kaji Frekuensi Nadi dan
untuk penatalaksanaan
Frekuensi Pernafasan selama
terapi emergensi.
bekerja; amati pucat, sianosis
atau sinkop.
5. Lakukan anastesi local dan
6. Cairan bias any dibatasi
masukkan jarun trokar.
sekitar 1-2L Untuk
6. Jarum dan trokar (spuit) menghilanmgkan gejala akut
dihubungan dengan tuba dan dan meminimalkan resiko
botol vakum atau spuit, alirkan syok dan hipovolemia.
cairan secara perlahan dari
7.Dibutuhkan duk steril
7. saluran peritoneum elastic,pemakaian
8. Pasang Duk ketika memasukkan materproof sebagai dressing
jarum.

68
(duk)
3. Fase Follow up 1.Bantu pasien untuk mengatur
posisi yang nyaman sesudah
tindakan
2. Laporkan jumlah dan karakteristik
cairan yang keluar, jumlah
specimen yang dikirim ke
laboratorium, kondisi pasien
selamaa tindakan.
3. Observasi ketat akan
3. Cek tekanan darah dan tanda mendeteksi keadaan
vital setiap setengah jam dengan sirkulasi dan kemungkinan
selang waktu 2 jam selama 24 syok
jam.
4. Biasanya , perawatan sesuai,
namun bila terdapat luka bekas
jarum membesar, dokter akan
menjahit luka inisis. 5. Jika nampak, laporkan
5. A mati luka atau edema scrotal kepada seseorang.
sesudah parasentesi.
Sumber: Nettina SM, 1996:548. The Lippincott Manual of Nursing Practice. Sixth Ed. Lippincoot. Philadelphia.
Newyork.

C. Petunjuk Proedur Penggunaan Tampon Balon untuk Mengontrol Perdarahan Esopgagus


(Sengstaken Blakemore Tube Method, Minnesota Tuba Method

Persiapan
Balon Esopagus Plester
Bengkok dengan pecahan es batu Alat untuk traksi (helem bola kaki))
Lubrikan Gunting besar
Jarum (50 ml dengan kateter Manometer
Handuk dan bengkok emesis Stetescope
Gelas air dan straw

69
Tabel 2. Petunjuk Proedur Penggunaan Tampon Balon untuk Mengontrol Perdarahan
Esopgagus (Sengstaken Blakemore Tube Method, Minnesota Tuba Method )
No Prosedur Tindakan Perawatan Rasional

GAMBAR 1.IV. Tamponade balon esofagus untuk mengatasi varises esofagus. (A) Vena (varises) yang
mengalami dilatasi dan perdarahan pada esofagus bagian bawah. (B) Selang tamponade esofagus dengan
empat buah lumen yang dilengkapi baton (dalam keadaan belum diliup) pada tempatnya. (C) Kompresi
pada varises esofagus yang berdarah dengan meniup balon esofagus dan lambung. Saluran keluar
lambung dan esofagus

1. 1. Fase Persiapan 1. Jelaskan pada pasien bahwa tindakan ini


akan membantu mengontrol perdarahan.
2. Jelaskan kepada pasien bagaimana
bernafas lewat mulut dan menelan akan
membantu tuba (Selang) masuk ke
lambung
3. Ttinggikan tempat tidur bagian kepala, jika
pasien tidak syok.

70
2. Fase Kerja 1. Kontrol balon dengan meniup untuk 1. Tindakan ini terbaik
mengetahui adanya robekan. dilaksanakan
memakai air sebab
memudahkan
memasukkan balon
ke lambung .
2. Tegangan tuba dan berikan lubrikan 2. Tegangan tuba dan
sebelum dokter memasukkan ke dalam lubrikan mngurangi
lambung melalui mulut dan hidung. iritasi
3. Beritahu pasien untuk menelan sedikit air
4. Sesudah tuba sampai ke lambung, cek
apakah tuba telah di lambung dengan
masukkan udara sambil auskultasi pada
daerah lambung
5. Setelah dilakukan foto pada bagian bawah
dada dan di atas abdomen, untuk
meyakinkan tuba telah berada di lambung,
masukkan NGT balon (200-250 ml)
dengan udara dan secara perlahan tarik
tuba ke belakang untuk mengatur balon
berlawanan dengan gastroesofageal
junction.
6. Klem balon NGT, beri tanda lokasi tuba.
7. Pasangkan traksi dengan balon tuba dan
rekatkan helmet
8. Hubungkan penghubung berbentu ‘Y’ dan
manometer lainnya. Masukkan NGT
balon aspirasi ukuran 25-mHg . Klem
balon usofagus.

Sumber: Nettina SM, 1996:548. The Lippincott Manual of Nursing Practice. Sixth Ed. Lippincoot. Philadelphia.
Newyork.

D. Membantu Biopsi Hati


Persiapan
Jarum Biopsi satu set steril Tabung Spesimen (steril)
Khasa Steril Inform consen
Cairan Desinfektan (alcohol 70 %, atau Betadin Jarum suntik 2-3 cc
Hanscoon steril (satu set)

71
Lidokaon 1-2 ampul (sesuai kebtuhan)

Tabel 3. . Membatu Biopsi Hati


No Prosedur Tindakan Perawatan Rasional

Gambar 2. IV . Teknik Untuk Biopsi Hrti

1. 1. Fase Persiapan 1. Pastikan bahwa hasil-hasil pemeriksaan 1. Banyak penderita


laboratorium (waktu protrombin, PTT dan penyakit hati memiliki
hitung trombosit) suidah tersediadan kelainan pembekuan
donor darah yang kompatibel telh siap. dan bersiko
mengalami
perdarahan.
2. Lakukan pengeckan inform konsent yang
sudah ditandatangani.

3. Lakukan pemeriksaan dan pencatatan 3. Hasil pemeriksaan


denyut nadi, frekuensi pernafasan serta sebelum biopsi
tekanan darah arterial segera sebelum merupakan dasar untuk
biopsi dikerjakan. membandingkan tanda
vital dan lakukan
evaluasi sattus penderita
sesudah prosedur
dilakukan.

4. Jelaskan kepada pasien sebelum tindakan 4. Penjelasan yang


dilakukan tentang tahapan prosedur; apa diberikan dapat
yang akan dilakukan, akibat tindakan yang mengurangi rasa takut
perlu diantisipasi, pembatasan aktivitas dan menjamin kerja
dan prosedur pemantauan yang harus sama.
diikutti.

72
2. Fase Kerja 1. Berikan dukungan kepada pasien selama 1. Kehadiran seorang
menjalani tindakan perawat yang
2. Pajankan posisi kanan abdomen atas memberikan dukungan
(hipokondrium kanan) akan menambah rasa
3. Beritahu pasien untuk menarik nafas dalam tenteram dan aman
dan mengembuskan secara perlahan 2. Kulit pada tempat
beberapa kali. Dokter segera melakukan penarikan jarum akan
biopsi lewat jalur transtorakal (gunakan dibersihkan dan
prosedur sterilisasi) sehingga menembus disuntuk obat anastesi
hati, kemudian lakukan aspirasi dan tarik secara infiltrasi
jarum keluar. 3. Manahan nafas akan
Keseluruhan prosedur tersebut akan menimbulkan
selesai dikerjakan dalam waktu 5-10 detik imobilisasi dinding
. dada dan diafragma;
4. Instruksikan kepada pasien untuk bernafas dengan demikian
kembali.seperti biasa. kemungkinan
tertusuknya diafragma
dihindari dan resiko
laserasi hati
diuperkecil

3. Pascah Prosedur (Fase 1. Segera setelah biopsi selesai dikerjakan, 1. Dalam posisi ini.
bantu pasien untuk membalikkan tubuh Kapsula hati pada
Follow up)
agar berbaring pada sisi kanan; letakkan tempat penusukan
sebuah bantal di bawah tepi tulang iga akan tertekan pada
(mango kosta). Beritahu pasien untuk dinding dada, dan
tetap dalam posisi ini, berbaring dan pengaliran darah
tidak bergerak selama beberapa jam. atau empedu lewat
luka peforasi akan
dihambat.
2. Lakukan pemeriksaan dan pencatatan 2. Tanda-tanda ini
denyut nadi, frekuensi pernafasn serta menunjukkan
tekanan darah dengan interval 1-0-20 perdarahan, yang
menit selama periode waktu yang hebat atau
diberitahukan dokter atau sampai peritonitis empedu
keadaan pasien stabil.. Tetap waspada yang merupakan
dan segera melaporkan kepada dokter komplikasi paling
setiap kali terjadi peningkatan frekuensi sering pada biopsi
nadi atau penurunan tekanan darah hati.
arteri, keluhahan nyeri atau manifestasi
perasaan kuatir.
Sumber: Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8: 1158. EGC. Jakarta

E. Membantu Paresentesis
Persiapan

73
Manset spigmomanometer Duk steril
Stetescope Kasa steril
Trokar Pinset steril/Forsep steril
Drain bag steril Hansckoon steril
Cairan desingektan

Tabel 4. (Membantu Paresentesis)

Sumber: Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8: 1166. EGC. Jakarta

BAGIAN V

ASUHAN KEPERAWATAN

74
GANGGUAN FUNGSI HATI

A. Perlemakan Hati

Perlemakan hati terjadi bila penimbunan lemak melebihi 5 % dari berat hati atau mengenai lebih
dari separuh jaringan sel hati. Perlemakan hati ini sering berpotensi menjadi penyebab kerusakan hati
dan sirosis hati. Kelainan ini dapat timbul karena mengkonsumsi alkohol berlebihan, yang disebut ASH
(Alcoholic Steatohepatitis), maupun bukan karena alkohol disebut NASH (Nonalcoholic Steatohepatitis).

Pemeriksaan pada perlemakan hati : Enzim GOT, GPT, Fosfatase Alkali

B. Asites
Definisi
Asites adalah pengumpulan cairan di dalam rongga perut.

Penyebab
Asites cenderung terjadi pada penyakit menahun (kronik). Paling sering terjadi pada sirosis, terutama
yang diisebabkan oleh alkoholisme Asites juga bisa terjadi pada penyakit non-hati, seperti kanker, gagal
jantung, gagal ginjal dan tuberkulosis. Pada penderita penyakit hati, cairan merembes dari permukaan
hati dan usus. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1) hipertensi portal ; 2) menurunnya
kemampuan pembuluh darah untuk menahan cairan; 3) tertahannya cairan oleh ginjal ; 4) perubahan
dalam berbagai hormon dan bahan kimia yang mengatur cairan tubuh.
Penyebab asites akibat: 1). Kelainan di hati : (1) Sirosis, terutama yang disebabkan oleh
alkoholisme, (2) Hepatitis alkoholik tanpa sirosis, (3) Hepatitis menahun: (4) Penyumbatan vena
hepatic; 2) Kelainan diluar hati (1) gagal ljantung, (2) Gagal ginjal, terutama sindroma nefrotik; (3)

75
Perikarditis konstriktiva, (4) Karsinomatosis, dimana kanker menyebar ke rongga perut, (5)
Berkurangnya aktivitas tiroid, (6) Peradangan pankreas.
Field JM., Shah Rahil (2000) dalam artikelnya berjudul Acsites dalam EMedicine, mengatakan
bahwa penyebab Ascites, adalah: a) Hipertensi poral (serum-ascites albmin gradient=SAAG) > 1.1.
g/dl): 1) Kongesti hepatic, ggal jantung kongesti, perikarditis konstriktif, insuficiensi tricuspid, Budd
Chiarry syndrome;(2) Penyakit liver, sirosis, sirosis hepatic, gagal hati pulminnt, hepatitits massif
metastase. b) Hipoalbimumemia (SAAG < 1.1 g/dl): 1) Nefrotic syndrome, 2) Protein losing entero
pathy, 3) Malnutrisi berat karena anasarca). c) Kondisi lainnya: 1) Asites Silous, 2) asites pankreatik, 3)
bile ascites, 4) nefrotic ascites, 5) urine acsites., 6) penyakit ovarium. D) Penyakit peritoneum: 1) infeksi:
(1) peritonis bakteri, (2) Peritonitis TBC, (3) Peritonitis fungus, (5) HIV-yang dikaitkan dengan peritonitis;
2) kondisi malignansi: (1) Carcinoma peritoneum, (2) Mesotelioma primer, (3) Pseudomiksoma
Peritoneum, (4) Carcinoma hepaoseluler.; 3) Kondisi lain: (1) Familial Mediteranian fever, (2) Vasculitis,
(3) granulama peritonitis, (4) Eosinofilia peritonitis.

Gejala Klinis
1. Jika jumlah cairan yang terkumpul tidak terlalu banyak, biasanya tidak menunjukkan gejala.

2. Jumlah cairan yang sangat banyak bisa menyebabkan: 1) pembengkakan perut dan 2) rasa
tidak nyaman, 3) juga sesak nafas.

3. Jumlah cairan yang sangat banyak, menyebabkan 1) perut tegang dan 2) pusar menjadi datar,
bahkan terdorong keluar.
4. Pada beberapa penderita, pergelangan kaki juga membengkak (edema).

5. Paien dengan asites harus ditanyakan tentang factor resiko: 1) pemakaian alcohol dan
lamanya, 2) hepatitis virus kronik atau ikterik, 3) pemakaian obat intravena, 4) pasangan
seksual, 5) perilakuk seksual, 6) pemanakaian transfusi: Hepatitis C ada kaitannya dengan
pemakaian transfusi tahun 1980, 7) tato, 8) penduduk, atau pelancong di/ke daerah endemis
hepatitis.

6. Pasien dengan penyakit liver sedang atau telah mengurangi konsumsi alcohol pernah
menderita asites. Apabila pasien memiliki riwayat sirosis stabil, dan asites, maka kemungkinan
pasien tersebut menderita karsinoma hepaoselular.

76
7. Obesitas, hiperkolesterolemia, dan diabetes melius tipe 2 dan penyebabnya nonalcoholic
steatohepatis yang berkembang mnjai sioi.

8. Pasien dengan riwayat cancer, kusunya cancer saluran system pencernaan memiliki resiko
asites malignansi. <alignani yang berhubungan dengan asites biasanya nyeri hebat, sementara
sirosis tidak nyeri.
9. Pasien yang mengalami asites karena DM atau nefrotik sindrom memilik asites nefrotik.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fiisik harus dipusatkan pda tanda hiperteni portal dan penyakit hati kronis.
1. Di duga penyakit liver apbila ditemukan: ikterik, kemerahan pada telapak tangan, dan spider
angioma.
2. Liver/hati mungkin sulit diraba jika terdapat cairan asites, tetapi kadang-kadang hati traba.
Puddle sign mengindikasikn terdapt 120 l cairan sites. Ketika terjadi peningkatan cairan
peritoneum 500 ml, maka asites dapat ditunjukkan deperkusi pekak beralih. Gelombang cairan
tidak akurasi.
3. Peningkatan tekanan vena jugular mengindikasikan asites cardiac. Nodul yang keras di
umbilicus, disebut Sister Mary Joseph nodule, jarang ditemukan. Hal ini mengindikasikn
karsinoma peritoneum yeng merupakan metastasi dari lambung, pancreas, malignansi hapatis
primer.
4. Nodus pda sisi kiri supraclavikular (Virchow node) mengindikaskan malignansi pada abdominal
bagian atas.
5. Pasien dengan penyakit jantung atau nefrotik sindrom mungkin trdapat anasarka.

Stadium asites
a) Stadium 1 + hanya dideteksi setelah pemeriksaan secar seksama.
b) stadium 2 + mudah didetksi tetapi volumnya relative skecil.
c) Staium 3+ diuga asites ttapi bukan asites,
d) Stadium 4 + Asites.
Diagnosis
1. Pada pemeriksaan perkusi perut, akan terdengar suara tumpul (teredam).

77
2. USG digunakan untuk mengetahui adanya asites dan menemukan penyebabnya.
3. Parasintesis diagnostik dilakukan untuk memperoleh contoh cairan yang selanjutnya akan
diperiksa di laboratorium.

Pengobatan

1. Pengobatan dasar dari asites adalah tirah baring dan diet rendah garam 20-30 mEq/hari) , yang
biasanya dikombinasika dengan obat diuretik supaya cairan yang dibuang melalui ginjal lebih
banyak jumlahnya.
2. Jika terjadi sesak nafas atau susah makan, dilakukan parasintesis terapeutik, dimana
dimasukkan jarum untuk membuang cairan yang terkumpul.

3. Tetapi cairan cenderung akan terkumpul kembali, jika tidak diberikan obat diuretik.

4. Sejumlah besar albumin sering ikut terbuang ke dalam cairan perut, sehingga mungkin
diperlukan pemberian albumin intravena (melalui pembuluh darah).
5. Kadang terjadi infeksi dalam cairan asites, terutama pada sirosis alkoholik. Infeksi ini disebut
peritonitis bakterialis spontan, diobati dengan antibiotik.
6. Parasentesis
7. Pembedahan dengan TIPS (transgular intrahepatic portacarval shunt)

Kategori Obat: Diuretik


Nama obat Dosis Kontraindikasi
Spironolactone (Akdactone) Dewasa: 25-200 mg PO perhari Hipertensi, anuria, gagal ginal,
(efektif 3 hari) atau dibagi hiperkalemia.
Pediatri : 1.5-3.5 mg/kg/hari PO
dibagi detiap enam jam dalam 24
jam
Wanita hamil: tidak aman

Furosemid (lasix) Dewasa: 20-80 mg/hari PO/IV/IM; Hipertensi, anuria, koma hepatik,
dapat dinaikkan menjadi 6000 hiperkalemia, gangguan elektrokit
mg/hari untuk edema berat. berat.
Pediatri: 1-2 mg/kg/hari PO?, IV?;
tidak melebihi 6 mgkg/dosis; jangan
diberikan > 6 kali dalam 24 ja.
1 mg/kg IV/IM secara perlahan
dengan enagawsan tidak boleh

78
melebih 6 mg/kg.
Wanita hamil: aman, namun tidak
dianjurkan.

Amilorida (Midamor) Dewasa: 5-20 mg PO perhari. Hipertensi, penambhan serum


Pediatri: tidak dianjurkan patasium, (>5.5. mEq/L), gagal
Wanita hamil: aman, namun perlu ginjal akut, ganguan fungsi ginjal
mempertimbangkan resiko. akut atu kronik., nefropati
diabetikum. Gagal fungsi ginjal
dengan BUN > 30 mg/100 ml, atau
serum creatinine > 1.5/100 ml.
Metolazone (Mykrox, Zaaroxolyn) Dewasa: 5-20 mg/dosis PO/ 24 Jipertensi, koma hepatic, dan
jam anuria.
Pediatri: sama dengan dosis
dewasa
Wanita hamil: Biasanya aman,
tetapi pertimbangkan resiko.
Manitol Dewasa: 0-5.2 g/kg IV selama 30- Hipertensi, anuria, kongesti
60 menit dalam cairan minimal 15- pulmonal berat, mengarah ke
25 %; ulangi setiap 6-8 jam kerusakan ginjal, dehidrasi berat,
Pediatri: tidak dianjurkan perdarahan intracranial akif,
Wanita hamil: aman, namun tidak mengarah ke gagal jantung.
dianjurkan
Sumber: Field JM., Shah Rahil. February 21, 2000. Ascites. E.Medicine. Retrived. 03/01/2007 08:12:39 A.M

C. Kegagalan Hati
Definisi
Kegagalan Hati adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan/kemunduran fungsi hati yang
sangat berat.

Penyebab
Bisa diakibatkan oleh berbagai kelainan hati, termasuk: 1) hepatitis virus, 2) sirosis, 3)
kerusakan hati karena alkohol atau obat (misalnya asetaminofen). Sebagian besar hati harus terlebih
dulu mengalami kerusakan, sebelum terjadinya kegagalan hati.

Gejala

79
Biasanya terjadi:
1. Jaundice (sakit kuning)

2. Mudah mengalami memar atau mengalami perdarahan.

3. Asites
4. Gangguan fungsi otak (ensefalopati hepatikum)
5. Keadaan kesehatan secara umum menurun.
6. Gejala lainnya berupa kelelahan, kelemahan, mual dan hilangnya nafsu makan.

Diagnosa
1. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.
2. Pemeriksaan darah biasanya menunjukkan kelainan fungsi hati yang berat.

Pengobatan
1. Pengobatan tergantung kepada penyebabnya dan gambaran klinik tertentu.
2. Biasanya makanan diawasi dengan ketat.
3. Asupan protein dipantau dengan seksama, karena terlalu banyak protein akan menyebabkan
kelainan fungsi otak, dan terlalu sedikit bisa menyebabkan penurunan berat badan.
4. Asupan garam dibatasi, untuk mengatasi pengumpulan cairan di perut (asites).
5. Alkohol harus dihindari karena bisa memperburuk kerusakan hati.
6. Jika segera dilakukan, pencangkokan hati bisa memperbaiki keadaan penderita.

Kegagalan hati akan berakibat fatal jika tidak diobati atau jika penyakit hatinya memburuk. Bahkan
setelah diobatipun, mungkin saja tidak dapat diperbaiki. Pada kasus yang berat, penderita bisa
meninggal akibat kegagalan ginjal (sindroma hepatorenalis).

80
D. Abses Hati

Klasifikasi

Abses hati diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: 1) Abses amuba hati, 2) Abses pirogenik hati.

Abses amuba hati paling sering disebabkan oleh Enthamuba histolitica. Abses hati olh enthamuba

histolitica mumnya di temukan di Negara berkembang, di kawasan tropis dan subtropics akibat sanitasi

lingkungan yang buruk. Abses pirogenik hati jarang ditemkan, namun labih sering ditemukan di Negara

maju.

Patofisiologi

Jika terjadi infeksi di sepanjang saluran pencernaan, mikroorganisme penyebab infeksi dapat

sampai ke hati. Mikroorganisme tersebut masuk ke hati melalui: 1) sistm bilier, 2) sistem vena porta, 3)

system arterial hepatic. Bakteri lain akan segra mati, namun bakteri lainnya akan tetap hidup. Toksin

bakteri selanjutnya menghancurkan sel-sel hati. Jaringan nekrotik yang dihasilkan bekerja sebagai

dinding pelindung mikroorganisme tersebut.

Leukosit kmudian berpindah ke daerah yang terinfeksi sehingga terbenuk abses yang berisi

cairan leukosit yang mati dan hidup, sel-sel hati yang mencair serta bakteri. Abses piogenik tipe ini

dapat soliter, multiple; dan berukuran kecil. Diantara peneyabab abses piogenik hati adalah kolangitis

dan trauma abdomen.

Manifestasi klinis

1. Mirip dengan sepsis tanpa atau beberapa tanda yang terbatas.

2. Demam disertai menggigil, diaporesis.

3. Malise

81
4. Mual

5. Muntah

6. Dapat terjadi penururnan berat badan.

7. Pasien dapat mengeluh nyeri tumpul pada abdomen dan nyeri tekan kuadran kanan atas

abdomen.

8. Hepatomegali.

9. Ikterus

10. Anmia

11. Efusi pleura.

12. Sepsis serta syok yang dapat mengakibatkan kematian.

Evaluasi diagnostic

1. Kultur darah

2. Aspirasi abses hati

3. CT scen hati

4. Drainase abses pirogenik perkutan

Penatalaksanaan

1. Antibiotok

82
E. Asuhan Keperawatan Karsinoma (Cancer) Hati

Karsinoma heptoseluler primer merupakan tumor yang paling sering ditemukan di dunia.

Daerah prevalent seperti Negara Asia dan Afrika su- Sahara (insidensi tahunan 500- 10.000 pupolasi).

Karsinoma hepatoseluler lebih sering ditemukan pada laki-laki, biasanya ditemukan pada hati yang

sirotik. Alasan tingginya insidensi karsinoma di negara tersebut (Asia dan Afrika) karena seringnya

infeksi kronik virus hepatitis B (HBV) dan virus hepatitis C(HCV)

Faktor predisposisi karsinoma hati adalah penyakit hati kronik (penyakit hati alkoholik, defisiensi

α1, antitripsin, hemokromatosis dan tirosinemia) karena menyebabkan DNA hepatosit lebih rentan

terhadap perubahan genetik. Hilangya inaktivasi atau mutasi gena p53 Selain itu, faktor hormonal

(seperti pemberian jangka panjang steroid androgen, terpapar torium dioksida atau vinil klorida), dan

bahkan pajanan estrogen dalam bentuk kontrasepsi oral.

Gambaran Klinis dan laboratorium

1. Awalnya sulit terdeteksi karena sering muncul pada pasien yang telah menderita sirosis.

2. Gejala awal yang sering dijumpai nyeri kuadran kanan atas

3. Pada auskultasi dapat terdengar friction rub atau bruit di atas hati

4. Ikterik (jarang)

5. Peningkatan alkali fosfatase dan alfa fetoprotein (AFP) serum , Protrombin jenis abnormal, γ

karboksi protrombin secara umum berkoreksi dengan Peningkatan AFP

6. Terdapat sindroma paraneoplastik: dapat terjadi eritrositosis akibat aktivitas mirip eritropoietin

yang dihasilkan oleh tum, timbul hiperkalemia akibat hormon mirip paratiroid.

83
7. Leukositosis

8. Hiperbilirubinemia (dapat terjadi)

9. Hiperkolesterolemia

10. Hipoglikemia

11. Pufiria didapat

12. disfibroniginemia

13. Kriofibrinoginemia.

14. Pemeriksaan radiology (pencitraan) dengan USG , MRI, angigrafi arteri, hepatica, dan

pemindaian radionuklida dengan technetium 99m.

15. Kadar alfa fetoprotein (AFP) > 500 µg/L. Kadar lebih rendah pada pasien metastase tumor

lambung atau kolon

16. Biopsi hati perkutis bersifat diagnostic bila diambil di bagian yang sesuai dengan petunjuk USG

atau CT

17. Laparoscopi atau mini laparatomi melihat langsung tumor lokal untuk dideteksi sebagai

tindakan hepatektomi parsial.

Perjalanan Penyakit

perjalanan penyakit sangat cepat, bila tidak diobati sebagian pasien meninggal.

Penatalaksanaan

1. Transplantasi hati (pembedahan)

2. Embolisasi arteri hepatic dengan kemoterapi

3. Ablasi alkohol dingin dengan tuntunan USG

84
4. Imonuterapi dengan antibody monoclonal yang diberi obat sitotoksik

5. Terapi gena dengan vektor retrovirus yang berisi gena yang mengekspresikan obat sitotoksik.

Komplikasi

1. Drainase bilier

2. Kebocoran empedu

3. Perdarahan

4. Obstruksi ulang sistem bilier oleh debris dalam kateter atau tumor yang meluas kembali.

5. Gagal hati fulminan

6. Malnutrisi

Pengkajian Keperawatan

1. Kaji riwayat hepatitis, penyakit hepoatitis alkoholik dan sirosis, terpapar zat racun atau penyebab

lainnya (potensial)

2. Kaji tanda malnutrisi, meliputi penurunan berat badan terakhir, kehilangan massa tubuh,

anorerksi, dan anemia.

3. Kaji nyeri abdomen, nyeri padabahu kanan selamaa pembesaran hati

4. Kaji demam, ikterik, asites atau perdarahan

5. Catat setiap peruabahan status mental sebagai tanda kemungkinan ensepalopati hepatic

Diagnosis Keperawatan

85
1. Nyeri berhubungan dengan pertumbuhan tumor ditandai dengan DS: melaporkan nyeri; DO; 1)

menahan perut kanan, 2) ekspresi wajah meringis, 3) merintih, 4) menangis,5) USFG

menunjukkan adanya massa di hati, 6) nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas, 7) abnormal

hasil pemeriksaan laboratorium.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

ditandai dengan DS: melaporkan: 1) penurunan berat badan, 2) tidak ada nafsu makan, 3)

mual; DO: 1) mual, 2) kurus, 3) BB < 20 % BB ideal, 4) anemia.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan edema ditandai dengan: melapokan

badan bengkok; DO: 1) edema, 2) asites.

Intervensi Keperawatan
Dx 1: Tujuan Kontrol nyeri
1. Beriakan terapi farmakologi analgesik sesuai pesanan untuk mengontrol nyeri. Berikan

peringatan untuk tidak menggunakan obat sesering mungkin; monitor tanda toksik obat.

2. Lakukan tindakan menghilangkan nyeri tanpa obat seperti masase dan imaginasi.

3. Atur posisi pasien yang menyenangkan (biasanya semi fowlwer)

4. Kaji rspon pasien terhadap penilaian nyeri.

DX 2: Tingkatkan status nutrisi

1. Bantu (bertahu) pasien makan dalam porsi kecil tapi sering dan berikan makanan suplemen

seperti buah

2. Kaji faktor penyebab perubahan makan: peningkatan suhu tubuh, nyeri, tanda infeksi, tingkat

stres..berikan kalori sesuai toleransi pasien.

3. Monitor perubahan BB setiap minggu.

86
Dx 3. Tujuan: mengurangi kelebihan cairan

1. Monitor tanda vital, cacat secara teliti masukan dan haluaran cairan

2. Batasi sodium dan cairan sesuai anjuran.

3. Berikan diuretic dan ganti potassium sesuai yang diresepkan.

4. Berikan albumin dan tambahan protein sesuai anjuran (resep) untuk mengurangi cairan dari

intestinal ke intravaskuler.

5. Ukur dan catat penambahan lingkar perut setiap hari.

6. Ukur setiap hari, amati peningkatan BB yang mengindikasikan retensi cairan.

7. Monitor nilai hasil pemeriksaan laboratorioum untuk mengetahui fungsi hati.

F. Askep Sirosis Hepatis

Sirosis

Sirosis adalah entitas patologi yang berkaitan dengan suatu spectrum manifestasi klinis yang

khas.

Gejala klinis

1. Hilangnya massa hepatoseluler yang masih berfungsi menimbulkan: 1) ikterik, 2) edema, 3)

koagulopati 4) dan berbagai kelainan metabolic.

2. Fibrosis dan gangguan vaskuler menimbulkan: 1) hipertensi portal dan sekuelnya termasuk

varises gastroesefagus dan splenomegali.

3. Insifisiensi hepatoseluler dan hipertensi portal menyebakab ensefalopati hepatic.

87
Pembagian

Berdasarkan etiologi dan morfologinya, sirosis dibagi menjadi:

1. Sirosis alkoholik atau Sirosis portal laenneck (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut

secara khas mengelilingi daerah porta. Paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis

dan paling sering ditemukan di daerah barat. Lesi hati yang ditimbulkan akibat alcohol, yaitu: 1)

perlemakan hati alkoholik, 2) hepatitis alkoholik, 3) sirosis alkoholik.

2. Sirosis kriptogenik dan pascavirus./ Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan

parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

Ditandai dengan: 1) hilangnya sel-sel hati, 2) dalam jumlah besar, 2) kolaps dan fibrosis

stoma yang mengandung sisa triad portal. Disebabkan oleh Hepatitis B da C sebagai faktor

pendahulu, 2) penyakit alkoholik lanjut, 3) sirosis biliar. Ditanmdai dengan: 1) asites, 2)

splenomegali, 3) hipersplenisme, 4) encepalopati, 4) perdarahan varises usovagus.

3. Sirosis biliaris, dimana terjadi pembentukan jaringan parut dalam hati di sekitar saluran

empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat cidera pada obstruksi system bilier intra hati atau

ekstrahepatik yang kronis dan infeksi (kolangitis); insidensinya lebih rendah daripada insiden

sirosis Laennec dan pascanecrotik. Kelainan ini berkaitan dengan gangguan ekskresi empedu,

destruksi parenkim hati, dan fibrosis progresif. Ditandai oleh: 1) peradangan kronik 2) obliterasi

fibrosa duktus empedu intrahati. Sirosis hepatic biliaris terdiri atas primer dan sekunder. Sirosis

hepatic biliaris sekunder terjadi akibat sumbatan jangka panjang duktus ekstrahepatik yang

lebih besar. Sirosis hepatic biliaris primer sering berkaitan dengan berbagai penyakit autoimun

Misalnya sindrom CRST (calsinosis, fenomena rayauilt, sklerodaktili, telangiektasis); sindrom

sika (mata dan mulut kering), tiroiditis autoimun, dan asidosis tubuler renalis. Gambaran klinis

88
pada pemeriksaan penapisan terjadi peningkatan kadar fosfatase alkali serum, lelah, pruritis

mungkin terbatas pada tangan dan kaki atau generalisata (gejala awal), ikterik dan kulit yang

terpajan menjadi gelap (melanosis) setelah beberapa bulan – tahun, gangguan sekresi

empedu. ditandai dengan steatore, malabsorbsi vitamin larut lemak, pasien mudah memar

(tersering), nyeri tulang akibat osteomalisia (defisiensi vitamin d) biasanya terdapat bersama

osteoporosis, kadang buta senja, dan dermatitis. peningkatan lipid serum terutama kolesterol.

akibat lanjut hipertensi portal, asites. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan antibody

autoimun (+) dan biopsi hati, dan evaluasi saluran empedu.

4. sirosis kardiak. terjadi akibat gagal jantung kongestif sisi kiri-kanan yang berat dan

memanjang. etiologi gagal jantung kongestif sisi kiri-kanan, transmisi retrograte dari

peningkatan tekanan vena melalui vena kava inferior dan vena hepatica, menyebabkan

kongesti hati. sinusoid hati menjadi berdilatasi dan berkongesti dengan darah, dan hati menjadi

bengkak secara tegang. akibat kongesti dan iskemik pasif yang memanjang dari perfusi yang

buruk sekunder terhadap penurunan curah jantung, sirosis sentrilobulus terjadi dan

menyebabkan fibrosis pada area sentral ini; fibrosis sentrilobulus berkembang dengan

perluasan kolagen ke;luar dalam pola bintang (cirri khas vena sentralis hepatic). gambaran

kilis: pada kongesti hati, hati menjadi besar dan lunak, pasien mungkin mengeluh nyeri

kuadran kana atas yang parah karena peregangan kapsul blisson; bilirubin serum sedikit

meningkat (baik terkunjugasi dan tidak terkonjugasi) kadar AST sedikit meningkat. dan

protrombin serum biasanya normal, tetapi dapat abnormal pada syok hati. Pada kasus

insufisiensi tricuspid hati dapat berdenyut, tetapi menghilang ketika sirosis berkembang. Pada

gagal jantung perdarahan usofagus jarang, yang menonjol adalah encefalopati kronik, asites

dan edema perifer. Diagnosis ditegakkan bila terdapat pembesaran dan pengerasan hati pada

89
pasien kronik dengan gagal jantung vasvuller, perikarditis konstriktif, kor pulmonal (> 10 tahun)

memberikan kesan sirosis jantung. Biopsi hati. terdapat sindrom budd-chiari (obstruksi atau

oklusi simptomatik vena hati menyebabkan cidera hati, nyeri dan lembek pada abdomen,

asites yang keras, ikterus ringan, akhirnya terjadi hipertensi portal dan kegagalan hati) akibat

oklusi vena hepatika atau vena kava inferior. Hipertensi portal adalah peningkatan abnormal

pada tekanan dalam sirkulasi paru.

5. Sirosis metabolic, keturunan, dan terkait obat. Terjadi akibat kelainan metabolit dan pemakaian

obat-obtan.

Sirosis Hepatis

Sirosis hepatis adalah sirosis hati yang ditandai dengan adanya skar. Ia merupakan penyakit

kronis yang telah menyebabkan destruksi difusi dan generasi fibrotik dari sel hepar. Jaringan nekrotik

diganti dengan jaringan fibrotik, struktur normal dari hati dan vaskularisasi terganggu, gangguan aliran

darah dan limfe, mengakibatkan insufisiensi hati dan hipertensi portal.

Patofisiologi

Faktor penyebab terjadinya sirosis, terutama adalah konsumsi alcohol, defisiensi gizi (asupan

protein yang kurang), terpapar zat kimia seperti karbon tetraklorida, naftalen, terklorinisasi, arsen atau

fosfor), infeksi skistosomiasis yang menular. Insidensi tertinggi pada pria dengan usia antara 40-60

tahun.

Sirosis Laennec merupakan sirosis hepatic yang ditandai dengan episode nekrosis yang

melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang sepanjang perjalanan penyakit. Sel-sel hati yang

90
hancur secara berangsur-angsur menjadi jaringan parut, yang jumlahnya melebihi jaringan hati yang

masih berfungsi.

Pulau-pulau jaringan normal hati yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenrasi dapat

menonjol dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik menunjukkan gambaran

mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas. Sirosis hepatic biasanya

memiliki awitan yang insidius dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang

melebihi rentang waktu 30 tahun atau lebih.

Gejala Klinis

1. Pembesaran hati

2. Obstruksi portal dan asites

3. Varises gastrointestinal

4. Edema

5. defisiensi vitamin dan anemia

6. Kemunduran mental.

Evaluasi Diagnostik

1. Biobsi hati untuk mendeteksi destruksi dan fibrosis jaringan hati.

2. Scan hepar menunjukkan abnormalitas ketebalan dan massa hati.

3. CT scan menentukan ukuran hepar dan nudus permukaan yang tak teratur.

4. Esofagopaty untuk menentukan adanya varises esophageal.

5. Parasentesis untuk menentukan cairan asites (mengetahui sel, protein, dan jumlah bakteri)

6. Perbedaan PTC ekstrahepatik akibat ikterik dari obstruksi intrahepatik.

91
7. Laparaskopi, selama biopsi hati, untuk melihat langsung hepar.

8. Pada disfungsi parenkim hati yang berat, kadar albumin serum cenderung menurun

sementara kadar globulin serum meningkat.

9. Pemeriksaan enzim menunjukkan kerusakan hati, yaitu: kadar alkali fosfatase, AST (SGOT)

serta (ALT (SGPT) meningkat dan kadar kolinesterase serum dapat menurun.

10. MRI dan pemindai radioisotope hati memberikan informasi tentang pembesaran hati dan

aliran darah hepatic serta obstruksi aliran tersebut.

11. Analisis gas darah arterial dapat mengungkapkan gangguan keseimbangan perfusi-ventilasi

dan hipoksia pada sirosis hepatic.

Penatalakasanaan

1. Meminimalkan kerusakan fungsi hepar dengan menghentikan sat yang bersifat racun, alcohol

dan obat.

2. Koreksi defisiensi nutrisi dengan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi dengan diit tinggi

kalori dan protein dalam nilai sedang.

3. Obati asites dan gangguan keseimbangan cairan-elektrolit.

1) batasi masukan sodium dan cairan, sesuai jumlah retensi sodium dan cairan.

2) Instirahat untuk membantu diuresis.

3) Terapi diuretic, sering dengan spironolaktiton (Aldakton).

4) Parasentesis abdominal-untuk menghilangkan cairan dan menyembuhkan gejala.

5) Berikan albumin untuk mengatur tekanan osmotic.

4. Peritoneovenus shunt dilakukan bagi pasien yang resiten dengan berbagai pengobatan

lainnya.

92
1) Komplikasi infeksi bakteri, shunt obstruction, koagulopati intravascular.

5. Obati keluhan simptomatik seperti terapi nyeri dan antiemetik

6. Obati masalah lain berhubungan dengan gagal hati.

Komplikasi

1. Hiponatremia

2. Perdarahan varies usovagus

3. Koagulopati

4. Peritonitis bakteri spontan

5. Ensepalopati hepatic, yang dapat dipredisposisikan oleh pemakaian sedasi, diet tinggi protein,

sepsis, atau ketidakseimbangan nutrisi.

Pengkajian keperawatan

1. Kaji riwayat faktor predisposisi seperti penyalahgunaan alcohol, hepatitis, atau penyakit

biliaris. Kaji pola masukan alcohol.

2. Kaji status mental melalui interview dan interaksi dengan pasien.

3. lakukan pemeriksaan abdomen, kaji asites.

4. Amati setiap perdarahan.

5. Kaji berat badan setiap hari dan lingkar perut.

Diagnosis Keperawatan

1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara umum, penurunan massa otot

ditandai dengan: DS: melaporkan kelelahan; DO: 1) lemah, 2) lelah, sulit beraktivitas, 3)

93
frekuensi jantung (FP) dan tekanan darah abnormal saat beraktivitas, 4) Perubahan gambaran

elektrokardiografh (EKC) akibat aritmia atau iskemik, 5) Sesak nafas.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, dan

gangguan saluran pencernaan ditandai dengan DS: melaporkan tidak ada nafsu makan dan

mual; DO: 1) Jumlah makanan yang dimakan tidak sesuai anjuran, 2) BB < 20% berat badan

ideal, 3) pucat pada konjuctiva dan mukosa membrane, 4) otot lemah , 5) distensi abdomen,

6) muntah, 7) peristaltic usus meningkat.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan status imunologi, edema dan

nutrisi yang buruk ditandai dengan DS: melaporkan badan bengkak, DO: 1) edema pada

tungkai, 2) asites

4. Resiko cidera berhubungan dengan perubahan mekanisme pembekuan dan hipertensi portal

ditandai dengan DS: 1) melaporkan berjalan sempoyongan; DO 1) gangguan keseimbangan,

2) otot lemah, 2) lemah 3) perubahan tekanan darah, 4) perubahan status mental, 5) abnormal

hasil laboratorium, 6) perdarahan usofagus, 7) asites

5. Gangguan memori berhubungan dengan gangguan fungsi hati dan peningkatan nilai

ammonia serum ditandai dengan DS: melaporkan lupa; DO: 1) tidak mampu memanggil

informasi, 2) tidak mampu mengingat informasi baru, 3) tidak mampu belajar dan menguasi

keterampilan, 4) tidak mampu melakukan kegiatan, 5) pelupa, 6) Abnormalitas fungsi hati, 7)

Ketidakseimbangan elektrolit, 8) Biobsi hati didapatkan destruksi dan fibrosis jaringan hati, 9)

Scan hepar menunjukkan abnormalitas ketebalan dan massa hati, 10)CT scan menentukan

ukuran hepar dan nodus permukaan yang tak teratur, 11) Pemeriksaan enzim menunjukkan

kerusakan hati, yaitu: kadar alkali fosfatase, AST (SGOT) serta (ALT (SGPT) meningkat dan

kadar kolinesterase serum dapat menurun,12) MRI dan pemindai radioisotope hati

94
memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah hepatic serta obstruksi aliran

tersebut, 13) hati teraba berjonjot-jonjot, dan nyeri tekan.

Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosis Keperawatan 1
Nursing Outcomes Clasification (NOC) Klasifikasi hasil keperawatan

NOC 2. Endurance (daya tahan)

NOC 3. Energy concervation (konservasi tenaga)

NOC 4.Self care: Activities of Daily Living (Merawat diri sendiri: aktivitas sehari-hari)

NOC 4. Self care: Activities of Daily Living: Instrumental of Daily Living: Merawat diri sendiri: melakukan

instrument dalam melakukan aktivitas sehari-hari

mplementation of Nursing care Plan


Diagonis 1
NOC 1.Activity tolerance (Toleran terhadap aktivitas)

Indikator:
1) Saturasi oksigen dalam rentang yang diharapkan sebagai respon terhadap aktivitas

2) FJ dalam rentang yang diharapkan: bayi baru lahir 70-170x/mt; 1 tahun 60-160x/mt; 2 tahun 80-

130 x/mt; 4 tahun 80-120x/mt; 6 tahun 75-115x/mt; 8 tahun 70-110x/mt; 10 tahun 70-110x/mt;

12 tahun pria 65-105x/mt, wanita 70-110x/mt; 14 tahun: pria 60-100x/mt, wanita 65-105x/mt; 16

tahun: pria 50-90 x/mt, wanita 60-100 x/mt; 18 tahun: pria 50-90x/mt, wanita 55 -95x/mt;

dewasa sama dengan usia 13 tahun: lansia sama dengan usia 1`8 tahun (Erb et al, 1983)

sebagai respons terhadap aktivitas.

3) PP dalam rentang yang diharapkan: bayi baru lahir 35x/mt; 1 tahun 30x/mt; 2 tahun 25x/mt; 4

tahun 23 x/mt; 6 tahun 21x/mt; 8 tahun 20x/mt; 10 tahun 19x/mt; 12 tahun pria 19x/mt; 14 tahun

95
18x/mt; 16 tahun: 17 x/mt; 18 tahun 17 x/mt; dewasa 18x/mt: lansia > 16 (Erb et al, 1983)

sebagai respons terhadap aktivitas.

4) TD Sistolik dalam rentang yang diharapkan: bayi baru lahir 60-90; 1 tahun 65-125; 2 tahun 75-

100; 4 tahun 80-120; 6 tahun 85-115; 8 tahun 90-120; 10 tahun 95-125; 12 tahun pria 95-135;

14 tahun 100-140; 16 tahun: 100-140; 18 tahun 100-140; dewasa : 110-140; lansia: sama

dengan dewasa (Erb et al, 1983) sebagai respons terhadap aktivitas.

5) TD Diastolik dalam rentang yang diharaphan: bayi baru lahir 30-60; 1 tahun 40-90; 2 tahun

40-90; 4 tahun 45-85; 6 tahun 50-60; 8 tahun 50-65; 10 tahun 50-70; 12 tahun pria 50-70; 14

tahun 50-70; 16 tahun: 50-70; 18 tahun 70-70; dewasa : 60-80; lansia: sama dengan dewasa

(Erb et al, 1983) sebagai respons terhadap aktivitas.

6) Gambaran ECG normal

7) Warna kulit tidak pucat, kebiruan

8) Usaha bernafas terahdap respon aktivitas

9) Berjalan ditempat

10 Berjalan pada jarak tertentu

11) Kuat

12) Melaporkan melakukan aktivitas sehari-hari.

13) Mampu berbicara ketika melakukan latihan.

14) Melaporkan tidak lelah.

Nursing intervention classification (NIC)

1. Terapi aktivitas

96
1) Kolaborasi dengan ahli terapi kerja, fisik, dalam perencanaan dan monitoring program

aktivitas jika diindikasikan.

2) Tentukan komitmen pasien untuk meningkatkan frekuensi aktivitas.

3) Atur waktu istirahat pasien

4) Monitor emosional, fisik, sosial, dan respons spitirual terhadap aktivitas.

5) Observasi FJ; FP;TD; ECG

2. Terapi oksigen

1) Bersihkan mulut dan sekresi trakea jika diindikasikan

2) Pasang tanda dilarang merokok.

3) Atur kepatenan jalan nafas.

4) Atur perlengkapan oksigen dan berikan melalui system tekanan pelembab.

5) Berikan oksigen sesuai anjuran.

6) Monitor aliran oksigen.

7) Monitor posisi peralatan oksigen.

8) Instruksikan pasien tentang pentingnya pemakaian oksigen.

9) Cek peralatan oksigen untuk meyakinkan konsentrasi oksigen sesuai terapi

10) Lepaskan peralatan oksigen dari masker jika peralatan dipindahkan.

11) Monitor kemampuan pasien terhadap aktivitas ketika oksigen dihentikan.

12) Lepaskan peralatan oksigen dari masker ke hidung selama makan, sesuai toleransi pasien.

13) Observasi hipoventilasi sebagai tanda kekurangan oksigen.

14) Monitor tanda keracunan oksigen dan absorbsi atelektasis.

15) Monitor peralatan oksigen untuk meyakinkan peralatan tidak sesuai pernafasan pasien.

97
16) Monitor kecemasan pasien.

17) Monitor luka lecet pada kulit akibat pemakaian alat oksigen.

18) Pasang oksigen ketika pasien dipindahkan.

19) Instruksikan pasien untuk menggunakan oksigen sebelum melakukan perjalanan atau

menginap pada dataran tinggi

20) Konsultasi dengan petugas kesehatan tentang penggunaan oksigen selama melakukan

aktivitas atau tidur.

21) Instruksikan pasien dan keluarga tentang penggunaan oksigen di rumah.

22) Atur penggunaan peralatan oksigen yang memfasilitasi mobilitas dan ajarkan kepada pasien.

23)Gunakan peralatan oksigen lainnya untuk meningkan kenyamanan.

3. Dukungan spiritual

1) Terbuka dengan harapan pasien akan kesendirian dan kelemahannya.

2) Berikan bimbingan rohani melalui tokoh agama (pastor, ustat, pendeta)

3) Dukung dengan peralatan spiritual.

4) Rujuk ke penasehat spiritual

5) Gunakan tknik klarifikasi untuk membantu menjelaskan keyakinan dan pasien dan nilai-nilai.

6) Dengarkan keluhan pasien.

7) Tunjukkan rasa empati dengan perasaan pasien.

8) Fasilitasi pasien menggunakan medikasi, dan tingkatkan waktu berdoa atau ritual spiritual.

9) Yakinkan pasien bahwa perawat akan menemani saat-saat kesepian.

10) Terbuka dengan perasaan tentang penyakit pasien dan kematian.

11) Bantu pasien untuk mengekspresikan dan menghilangkan perasaan marah.

98
Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosis Keperawatan 2
Nursing Outcomes Clasification (NOC) Klasifikasi hasil keperawatan :

NOC 1. Status nutrisi (1004)

NOC 2. Status nutrisi: Masukan makanan dan cairan (1008)

NOC 3.Status nutrisi: masukan nutrisi (1009) (skala 0-5)

NOC 4.Kontrol berat badan

NOC lain yang berhubungan:

1. Eliminasi buang air beras

2. Daya tahan

3. Pengetahuan: diit

4. Status nutrisi: Nilai biokinmia

5. Status nutrisi: Massa tubuh

6. Status nutrisi: Tenaga

7. Fungsi sensori: taste & smell

Implementation of Nursing care Plan


Diagonis 1
NOC 1. Status nutrisi (1004)
Indikator:

1) Masukan nutrisi cukup

2) Masukan makanan dan cairan seimbang dalm 24 jam

3) Massa tubuh: berat badan; lingkar lengan trisep; lingkar subklavikula; pinggang/pinggul

seimbang; leher/pinggang seimbang; Persentase lemak tubuh; persentil kepala; persentil tinggi

badan; persentil berat badan sesuai.

99
4) Berat badan stabil

5) Nilai biokimia normal (Albumin serum: dewasa 3,5-5,0 g/dL, Anak: Bayi baru lahir 2,9-5,4 g/dL,

Bayi 4,4-5,4 g/dL; Anak 4,5-5,8/dL; Prealbumin serum: >15 g/dL; Hematokrit: Pria 40%-50%,

0,40-0,54 (unit SI), Anak: Bayi baru lahir 44%-65%, Anak: 1-3 tahun 29%-40%, 4-10 tahun 31%-

43%; Hb: Dewasa: Pria 13,5-18 g/dL, Wanita 12-16 g/dL; hitung limposit; total iron binding

capacity; Glukosa darah: Gula darah puasa: Dewasa: serum/plasma 70-110 mg/dL, whole

blood 60-100 mg/dL, Anak: Bayi baru lahir 30-80 mg/dL, Anak: 60-100 mg/dL, Lansia: serum70-

120 mg/dL, Gula darah post pandial (setelah makan/PPBS): Dewasa: serum/plasma

<140mg/dL/2 jam, darah < 120 mg/dL/2jam, Anak: ,120 mg?dL/2jam, Lansia:serum < 60

mg/dL/2jam; darah <140 mg/dL/2jam; Kolesterol darah (serum): Dewasa <200 mg/dL, Anak:

bayi 90-130 mg/dL, Anak 2-9 thaun 130-170 mg/dL; Trigliserid darah (serum): Dewasa 12-29

tahun 10-140 mg/dL, 30-39 tahun 20-150 mg/dL, 40-49 tahun 30-160 mg/dL, >50 tahun 40-190

mg/dL atau 0,44-2,09 mmol/L (unit SI), Anak : Bayi 5-40 mg/dL, Anak 5-11 tahun 10-135 mg/dL;

serum transferin; urea nitrogen urin.

Iintervensi Keperawatan

1) Penatalaksanaan nutrisi

(1) Kaji makanan yang tidak alergi atau alargi bagi pasien.

(2) Kaji makanan kesukaan pasien.

(3) Tentukan diit pasien melalui kolaborasi dengan ahli gisi sesuai program, sejumlah kalori dan

jenis nutrisi (diit sirosis hepatis)

(4) Tingkatkan masukan nutrisi kalori sesuai jenis tubuh dan gaya hidup

(5) Tambahkan snac (seperti buah segar/jus buah) sesuai program.

100
(6) Berikan buah berwarna cerah, makanan segar sesuai program.

(7) Yakinkan bahwa makanan yang mengandung tinggi serat mencegah konstipasi.

(8) Tawarkan herbal dan bumbu sebagi pengganti garam.

(9) Berikan pasien tinggi kalori, protein sedang.

(10) Ajarkan pasien bagimana menyimpan makanan kering.

(11) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana membutuhkannya.

(12) Bantu pasien menerima program nutrisi (diit sirosis hepatic) sesuai kebutuhan

(13) Ukur berat badan pasien dalam interval waktu.

NOC 2. Status nutrisi: Masukan makanan dan cairan (1008)


Indikator:

1) masukan makanan peroral adekuat

2) makanan melalui NGT adekuat

3) Masukan cairan peroral adekuat

4) Masuak cairan adekuat

5) Masukan TPN (Total parenteral nutrition) adekuat

Nursing intervention classification (NIC)

2) Penatalaksanaan nutrisi

(1) Kaji makanan yang tidak alergi atau alargi bagi pasien.

(2) Kaji makanan kesukaan pasien.

(3) Tentukan diit pasien melalui kolaborasi dengan ahli gisi sesuai program, sejumlah

kalori dan jenis nutrisi (diit sirosis hepatis)

(4) Tingkatkan masukan nutrisi kalori sesuai jenis tubuh dan gaya hidup

101
(5) Tambahkan snac (seperti buah segar/jus buah) sesuai program.

(6) Berikan buah berwarna cerah, makanan segar seduai program.

(7) Yakinkan bahwa makanan yang mengandung tinggi serat mencegah konstipasi.

(8) Tawarkan herbal dan bumbu sebagai pengganti garam.

(9) Berikan pasien tinggi kalori, protein sedang.

(10) Ajarkan pasien bagaimana menyimpan makanan kering.

(11) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana membutuhkannya.

(12) Bantu pasien menerima program nutrisi (diit sirosis hepatic) sesuai kebutuhan

(13) Ukur berat badan pasien dalam interval waktu.

(14) Lakukan perawatan mulut sebelum makan.

(15) Beriakn dan ajarkan cara minum obat mual, muntah, diare atau konstipasi.

Intervensi Keperawatan

1. Tahap diit

2. Eating disorder managemen

1) Kolaborasi dengan ahli gisi

2) Rujuk ke tim perawatan untuk menentukan target BB, jika pasien tidak direkomendasikan

berat badan rata-rata sesuai usia dan postur tubuh.

3) Tentukan penambahan BB setiap hari

4) Rujuk ke ahli gisi untuk menentukan masukan kalori setiap hari dan untuk mencapai BB

yang diinginkan.

5) Ajarkan konsep makanan bergisi, dan nutrisi sirosis hepatic.

6) Bantu pasien mendiskusikan makanan diit dengan ahli gisi.

102
7) Ukur berat badan secara teratur.

8) Monitor parameter psikososial (seperti: tanada vital, dan nilai elektrolit) sesuai kebutuhan.

9) Monitor masukan dan keluaran cairan.

10) Monitor masukan kalori setiap hari.

11) Batasi makanan sesuai jadwal.

12) Amati pasien selamaa dan sesudah makan.

13) Monitor perilaku pasien berhubungan dengan makan, penurunan berat badan (BB),

penurunan BB.

14) Berikan dukungan (terapi relaksasi, dengarkan keluhan pasien)

15) Batasi aktivitas fisik pasien.

16) Bantu pasien meningkatkan harga diri.

17) Kaji kembali protocol program beret badan (sesuai targeta)

3. Penatalaksanaan cairan.

1) Ukur berat badan setiap hari.

2) Laporan masukan dan haluaran secara akurat.

3) Pasang kateter urin, jika memungkin.

4) Monitor status cairan (misalnya kelembaban mukosa, nadi, (TD ortostik) jika memungkinkan.

5) Monitor hasil laboratorium berhubungan dengan retensi cairan. (misalnya peningkatan BJ

urin, peningkatan BUN, penurunan hematokrit, dan peningkatan nilai osmolalitas urin).

6) Monitor status hemodinamik meliputi CVP, MAP, PAP, PCWP, jika memungkinkan.

7) Monitor tanda vital sesuai kebutuhan.

8) Monitor perubahan berat badan pasien sebelum dan sesudah dialysis, jika diperlukan.

9) Monitor makanan dan cairan dan hitung jumlah masukan kalori, jika memungkinkan.

103
10) Berikan terapi IV sesuai yang diresepkan.

11)Berikan cairan sesuai kebutuhan.

12) Berikan diretik yang diresepkan sesuai kebutuhan.

13) Berikan cairan infuse pada ruang ber AC.

14) Intruksikan pasien puasa sesuai kebutuhan.

15) Berikan terapi pengganti melalui NGT berdasarkan haluaran.

16) Distribusikan masukan cairan lebih dari 24 jam sesuai kebutuhan.

17) Beritahu anggota keluarga untuk membatu pasien makan sesuai kebutuhan.

18) Monitor respon pasien terhadap terapi elektrolit.

19) Konsul ke dokter jika terdapat tanda kelebihan volume cairan.

20) Persiapkan terapi transfuse (periksa darah pasien dan infuse set), sesuai kebutuhan.

21) Berikan transfuse (platelet dan plasma segar), jika dibutuhkan.

4. Monitoring cairan

5 .Penatalaksanaan nutrisi

1) Terapi nutrisi

2) Konseling nutrisi

3) Monitor nutrisi

4) monitor tanda vital

6. Bantu menaikkan BB (1240)

1) Penatalaksanaan BB (1260)

(1) Diskusikan dengan pasien hubungan antara masukan makanan, olahraga, penambahan

BB, dan penurunan BB.

(2) Diskusikan dengan pasien kondisi medis yang berdampak terhadap BB.

104
(3) Diskusikan dengan pasien kebiasaan, tradisi, budaya, dan keturunan yang

mempengaruhi berat badan.

(4) Diskusikan dengan pasien resiko yang berhubungan dengan kelebihan ataukekurangan

berat badan.

(5) Motivasi pasien untuk merubah kebiasaan makan.

(6) Tentukan BB ideal pasien.

(7) Bersama pasien menentukan metode untuk melaporkan masukan makanan sehari-hari.

(8) Bantu pasien menulis tujuan nyata dari masukan makanan setiap minggu, latihan dan

tunjukkan mereka tempat dimana mereka dapat melihat kembali catatan setiap hari.

(9) Bantu pasien menggambarkan berat badan setiap hari (grafik)

(10)Informasikan kepada pasien mengenai kelompok yang dapat membantu penatalaksanaan

berat badan

(11) Bantu merencakanan makanan seimbang konsisten dengan kebtuhan tenaga

NOC 3.Status nutrisi: masukan nutrisi (1009) (skala 0-5)


Indikator:
1. Masukan kalori adekuat (skala 5)

2. Masukan protein adekuat (skala 5)

3. Masukan karbohidrat adekuat (skala 5)

4. Masukan vitamin adekuat (skala 5)

5. Masukan mineral adekuat (skala 5)

6. Masukan zat besi adekuat (skala 5)

7) Masukan kalsium adekuat (skala 5)

9) Masukan zat nutrisli lainnya adekuat (skala 5)

105
Rencana Asuhan keperawatan
Diagnosis Keperawatan 3
Nursing Otcomes Clasiffication (NOC)
NOC 1. Integratitas jaringan: Kulit dan mukosa membrane.

NOC 2. Penyembuhan luka: Primary intention.

NOC 3. Penyembuhan luka: Secondary intention

NOC lainnya yang berhubungan

1. Dialysisi acces integrity

2. Keseimbangan cairan

3. Konsekuensi imobilitas: Psikososial

4. Status nutrisi

5. Perawatan diri: Kebersihan

6. Termoregulasi

7. Termoregulasi: Neonatal

8. Perfusi jaringa: Perifer

9. Perilaku pengobatan: Penyakit atau trauma

Implementasi Perencanaan Asuhan Keperawatan


Diagnosis Keperawatan 3
NOC 1: Integratitas jaringan: Kulit dan mukosa membrane.

Indikator:

Temperatur (suhu badan) dalam batas yang diharapkan (hangat, tidak panas, tidak dingin)

1. Sensasi dalam batas yang diharapkan (merasakan panas, dan dingn, dan nyeri)

2. Elastisitas kulit dalam batas yang diharapkan (tidak edema, tidak keriput)

106
3. Hidrasi (status cairan) dalam batas yang diharapkan (tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi:

mukosa mulut kering, torgor kulit jelek; melaporkan kencing cukup; melaporkan dadan tidak

panas; ubun-ugun tidak cekung pada bayi, mata tidak cekung; tidak edema,;tidak ada asites;

bunyi pernafasan normal)

4. Perspirasi dalam batas yang diharapkan

5. warna kulit dalam batas yang diharapkan (tidak pucat, tidak biru, tidak kuning, serta

kemerahan)

6. Tekstur kulit dalam batas yang diharapkan.

7. Ketebalan kulit dalam batas yang diharapkan

8. Perfusi jaringan dalam batas yang diharapkan

10.Pertumbuhan rambut pada kulit dalam batas yang diharapkan

11. Kulit utuh (tidak ada luka lecet, luka tergores)

IIntervensi Keperawatan

1. Mandikan pasien

2. Atur posisi (tinggikan kaki yang edema)

3. Lkukan perawatan luka tekan (dekubitus)

4. Cegah luka tekan (balik posisi pasien setiap 2 jam)

5. Lakukan perawatan kulit

6. Monitoring elektrolit

7. Tingkatkan latihan

8. Penatalaksanaan cairan dan elektrolit

9. Cegah perdarahan

107
10.Perawatan kulit (mandi tanpa sabun dan gunakan pelembab)

11.Nasehatkan pasien untuk memotong kuku

Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosis Keperawatan 4
Nursing Otcomes Clasiffication (NOC)

NOC 1. Pengetahuan: keamanan anak

NOC 2. Pengetahuan: Keamanan individu

NOC 3. Status neurology

NOC 4. Pengasuhan anak: Keamanan social

NOC 5. Pengawasan terhadap resiko (Risk control)

NOC 6. Pengawasan terhadap resiko: Kerusakan pendengaran

NOC 7. Pengawasan terhadap resiko: Kerusakan visual

NOC 8. Deteksi Resiko (Risk detection)

NOC 9. Perilaku keamanan: Pencegahan jatuh

NOC 10. Perilaku keamanan: Lingkungan fisik rumah

NOC 11. Periku: Individu

NOC 12. Status: Terjatuh

NOC 13. Status: Trauam fisik

NOC 12. Pengawasan terhadap gejala

Implementasi Perencanaan Asuhan Keperawatan


Diagnosis Keperawatan 4
NOC 5. Pengawasan terhadap resiko (Risk control)

Intervensi keperawatan
1. Monitor status kesehatan

108
2. Catat perubahan status kesehatan

3. Monitor faktor resiko perilaku individu terhadap sirosis hepatis

4. Komitmen terhadap strategi pengawasan resiko sirosis hepatis

5. Berpartisipasi dalam skrining sirosis hepatis

6. Gunakan data individu untuk mengontrol resiko sirosis hepatis

7. Cegah trauma akibat perdarahan

1) Amati feses, muntah (warna, konsistensi, jumlah, dan periksa setiap perdarahan)

2) Awasi gejala cemas, kembung, kelemahan, dan sulit istirahat yang mengindikasikan

perdarahan lambung.

3) Amati perdarahan internal: ekimosis, pembesaran pembuluh darah leher, epestaksis,

petekie, perdarahan gusi.

4) Tenangkan pasien dan batasi aktivitas jika terjadi perdarahan.

5) Berikan vitamin K (AquaMEPHYTON) sesuai yang diresepkan.

6) Observasi ketat selama fase perdarahan.

7) Ajarkan dan berikan protocol pencegahan trauma: atur lingkungan yang aman, gunakan

sikat gigi yang lembut, Anjurkan mengkonsumsi tinggi vitamin C

8) Gunakan jarum halus untuk injeksi.

Rencana Asuhan keperawatan


Diagnosis Keperawatan 5
Nursing Oucomes Clasiffication (NOC)

NOC 1. Kemampuan kognitif

NOC 2. Kemampuan orientasi

NOC 3. Konsentrasi

109
NOC 4. Membuat keputusa

NOC 5. Distorted thought control

NOC 6. Identifikasi

NOC 7. Proses informasi

NOC 8. Proses informasi

NOC 9. Memori

NOC 10.Status neurology

NOC 11. NOC lain yang berhubungan

1) Pengawasan terhadap glukosa darah

2) Keseimbangan asam-basa

3) Keseimbangan cairan

4) Pencegahan: Status social

5) Status respirasi: pertukaran gas

6) Pengawasan resiko: Penggunaan alcohol

7) Kontrol resiko: Pemakaian obat

8) Perilaku keamanan: Pencegahan jatuh

9) Perilaku kenyamanan: Lingkungan fisik rumah

10) Perilaku kenyamanan: individu

11) Termoregulasi

Implementasi Perencanaan Asuhan Keperawatan


Diagnosis Keperawatan 5
NOC 1. Kemampuan kognitif

Indikator:
1. Berkomunikasi dengan jelas sesuai tingkat usia dengan baik dan benar

110
2. Menunjukkan control terhadap pemilihan situasi dan kejadian dengan baik dan benar

3. Attentivenssdengan baik dan benar

4. Konsentrasi dengan baik dan benar

5. Orientasi baik dan benar (orang, tempat dan waktu)

6. Menunjukkan meori dengan cepat baik dan benar

7. prose informasi baik dan benar

8. memilih alternative ketika membuat pilihan dengan baik dan benar

9. Membuat keputusan yang tepat dengan baik dan benar

Intervensi keperawatan

1. Feeding

1) Berikan diit sirosos hepatis, batasi masukan protein jika amonia serum meningkat untuk

mencegah ensefalopati hepatic. Monitor nilai ammonia).

2) Lakukan perawatan oral sebelum makan

3) identifikasi kemampuan pasien menelan makanan.

4) Minta pasien memberitahu jika sudah selesai makan.

5) Beritahu keluarga untuk membantu pasien makan..

2. Tingkatkan perfusi jaringan otak (2550)

3. Penatalaksanaan dimensia (6460)

4. Penatalaksanaan lingkungan (8480 )

1) Kurangi rangsangan

2) Batasi pengunjung

3) Jaga suhu lingkungan pasien (hangat)

111
4) Beritahu keluarga untuk menjaga pasien

5) Jauhkan zat-zat berbahaya dari pasien

6) Rawat pasien dalam ruang isolasi

6) Lindungi pasien dari infeksi melalui teknik penatalaksanaan pencegahan infeksi dengan cara:

mencucui tangan dengan sabun/cairan desinfekatan sebelum dan sesudah menyentuh pasien,

menggunakan masker, sarung tangan karet seteril pada saat melakukan tindakan invasif

(menyuntik, memasang infuse, mengambil bahan laboratorium), dan menggunakan skor, serta

sarung tangan karet bersih saat memandikan pasien.

7) Kaji tingkat kesadaran pasien menggunakan GCS (Respon membuka mata : 4 = Spontan, 3

= Dengan perintah, 2 = Dengan Nyeri ,1 = Tidak berespon; Respons verbal: 5 = Bicara

normal (orientasi orang, waktu, tempat dan situasi), 4 = Kalimat tidak mengandung arti, 3 =

Hanya kata-kata saja, 2 = hanya bersuara saja, 1 = Tidak ada suara ; Respon motorik: 6 =

Dapat melakukan semua perintah; Rangsang nyeri: 5=Melokalisasi Nyeri, 4=Menghindari Nyeri,

3 = Fleksi, 2 = Extensi, 1 =Tidak berespon)

8) Pasang pagar tempat tidur

9) Penatalaksanaan cairan – elektrolit:

(1) Monitor masukan dan haluran cairan untuk mencegah dehidrasi dan hipokalemia (mungkin

terjadi akibat pemakaian diuretic, yang diprediksi menjadi coma hepatikum)

10) Penatalaksanaan terapi

(1) Berikan laktosa (cephulac) atau neomycin (Myciguen) melalui retensi enema atau NGT,

sesuai anjuran, untuk menambah ammonia dan memperbaiki tingkat kesadaran.

Evaluasi

1. Ambulasi selamaa 10 menit setiap jam

112
2. Toleran terhadap makanan (sedikit, sering)

3. Kulit tidak lecet

4. Tidak terjadi perdarahan: tidakditemukan darah dalam feses .

5. Pasien mengantuk, tetapi orientasi

113
BAGIAN VI

PENYAKIT KANDUNG EMPEDU DAN DUKTUS BILIARIS

Penyakit/kelainan kandung empedu meliputi : Anomali Kongenital, Batu Empedu, Kolesistitis

akut dan kronik, Penyakit saluran empedu, Trauma, stritur dan hemobilia, Kompresi ekstrinsik saluiran

empedu, Paratisme hepatobiliaris, Kolangitis sklerotikans, Kolangiokarsinoma.

Anomali congenital dapat dijumpai pada sekitar 10-20 pasien populasi, melipuputi kelainan

jumlah, ukuran dan bentuk misalnya agenesis kandung empedu, duplikasi kandung empedu rudimenter

atau raksasa dan divetrikula). Anomali kandung empedu berupa letak kadung empedu di sebelah kiri,

kandung empedu intrahati, kandung empedu yang letak di belakang, dan yang terapun. Kandung

empedu terapung merupakan faktor predisposisi torsio akut, volvulus atau herniasi kandung empedu.

A. BATU EMPEDU (KOLELITIASIS)

Pengertian

Batu empedu (kolelitiasis, Kalkuli/kalkulus) adalah struktur kristal terbentuk dati pembekuan

konstituen empedu normal dan abnormal.

Jenis batu empedu,

114
1. Batu kolesterol dan campuran ini teridri dan campuran membentuk sekitar 80% dan batu pigmen

menyusun 2% sisanya. Batu kolesterol dan campuran biasanya mengandung kolesterol

monohidrat lebih dari 7% ditambah campuran garam kalsium, asam dan pigmen empedu, protein,

asam lemak dan fosfolipid.

2. Batu pigmen terutama terbentuk dari kalsium bilirubinat yang mengandung kolesterol kurang dari

1%.

Mekanisme pembentukan empedu litogenik kolesterol (pembentukan batu)

1. Peningkatan sekresi empedu, dapat terjadi karena kegemukan, diit tinggi kalori, atau obat

(misalnya klaofibrat) Peningkatan aktivitas hidroksimetilghlutarid-koenzim A (HMG_KoA)

reduktase, suatu enzim yang menentukan kecepatanpembentukan kolesetrol hati.Gangguan

konversi kolesetrol (pada sebagian pasien) menjadi asam empedu yang mengakibatkan

peningklatan rata-rata kolesterol litogenik/asam empedu.Terbentuknya empedu litogenik dari

penurunan sekresi garam-garam empedu dan fosfolipid oleh hati setelh terjadi gangguan sintesis

hati (misalnya kesalahan bawaan metabolisme yang jarang: Xantomatosis cerebrotendinosus atau

kelainan yang mempengaruhi sirkulasi enterohepatik konstituen ini (misalnya) aloimenbtasi

parenteral jangka panjang atau penyakit atau reseksi ileum).

Penurunana aktivitas kolestterol 7-α-hidroksilase, enzim penentu kecepatan sintesis asam

empedu primer.

Jadi kelebihan kolesterol empedu dalam hubungannya dengan asam empedu dan

fosfolipid dapat disebabkan oleh hipersekresi kolesterol, hiposekresi asam empedu atau

keduanya. Sementara kejenuhan kolesterol dalam empedu merupakan prasyarat pembentukan

batu empedu, kejenuhan itu sendiri tidak cukup untuk menghasilkan presipiatsi kolesterol in vivo.

115
Sebagian orang dengan empedu yang sangat jenuh tidak mengalami batu empedu di dalam

kandung empedu. Dua gangguan tambahan metabolisme asam empedu yang mungkin membantu

penjenuhan empedu oleh kolesterol adalah 1) penurunan jumlah asam empedu, 2) peningkatan

konversi asam kolat oleh cadangan asam deoksikolat disertai penggantian cadangan asam kolat

oleh asam deoksikolat. Gangguan pertama dapat disebabkan oleh hilangnya asam empedu primer

dengan cepat dari usus halus ke kolon. Gangguan kedua terjadi dari peningkatan dehidroksilasi

asam kolat dan peningkatan penyerapan asam deoksikolat.

2. Kelainan kedua penting adalah gangguan pembentukan vesikel. BIasanya kolesterol dan

disekresikan ke dalam empedu sebagai vesikel berlapis unilameler yang tidak stabil dan diubah

bersama asam empedu menjadi agregat lipid lain misalnya misel. Selamaa pembentukan misel

dari vesikel, lebih banyak fosfolipid daripada kolesterol yang dipindahkan ke misel campuran. Hal

ini menyebabkan pembentukan vesikel lebih kaya kolesterol yang menyatu menjadi vesikel besar

multilemeler tempat terbentuknya agregrasi kolesterol.

116
3. Nukleasi kristal kolesterol monohidrat, yang sangat dipercepat pada empedu litogenik,

dibandingkan dengan deraajt kejenuhan kolesterol, lebih membedakan empedu normal dari

empedu litrogenik. Percepatan nukleasi kolesterol nonhidrat dalam empedu dapat disebabakan

peningkatan faktor pronukleasi atau defisiensi faktor antinukleasi. Glikoprotein musin dan non

musin dan lisin fosfatidilkolin merupakaan faktor pronukleasi dan antinukleasi laian belum lengkap.

Nukleasi kristal kolesterol monohidrat dan pertumbuhan kristal mungkin barlangsung di dalam

lapisan gel musin. Fusi veseikel menyebabkan terbentuknya kristal kolesterol monohidrat.

Pertumbuhan kristal yang terus menerus berlangsung melalui nukleasi langsung molekul

kolesterol dari vesikel empedu uni-atau multilameler yang jenuh.

4. Kolesterol adalah endapan empedu. Endapan empedu adalah bahan mukosa kental yang pada

pemeriksaan mikroskopik memperlihatkan kristal lesiti-kolesterol, kristal kolesterol monohidrat,

kalsium bilirubinat, dan serat musin atau gel mukosa. Endapan empedu biasanya membentuk

endapan mirip bulan sabit di bagian terbawa kandung empedu dan dikenali berdasarkan ekornya

yang khas pada pemeriksaan ultrasonografi (USG). In vitro, (kristalkolesterolum) yang bercampur

dengan mucus menghasilkan ekor yang dapat dibedakan dari endapan kandung empedu yang

dijumpai pada pasien. Adanya endapan empedu mencerminkan dua kelainan: 1) keseimbangan

normal antara sekresi dan eliminasi musin kandung empedu mengalami gangguan; dan 2) telah

terjadi nukleasi zat-zat terlarut dalam empedu. Bahwa endapan empedu merupakan bentuk

precursor dari penyakit batu empedu terbukti dari beberapa pengamatan.

Jadi penyebab terjadinya batu empedu adalah: 1) penjenuhan empedu oleh kolesterol, 2)

nikleasi kolesterol monohidrat diikuti oleh retensi kristal dan pertumbuhan batu, 3) gangguan

motorik akndung empedu yang menyebabkan perlambatan pengosongan dan stasis, (4) lihat

table 1..

117
Tabel 4. Faktor-faktor predisposisi untuk pembentukan batu kolesterol dan batu empedu
berpigmen
No. Jenis Batu empedu Faktor Predisposisi
1. Batu Kolesterol dan• A. Demografi m Selatan > daripada Asia , kemungkinan familial, aspek herediter
Campuran
B. Obesitas
• Kumpulan dan sekresi asam empedu yang normal tetapi peningkatanm sekresi kolesterol
biliaris
C. Penurunana Berat Badan
• Molbilitas kolesterol jaringan menyebabkan peningkatan sekresi kolesterol biliaris sedangkan
sekresi garam empedu enterohepatik menurun.

D. Hormon Seks Perempuan


• Estrogen merangsang reseptor lipoprotein hati, meningkatkan ambilan kolesterol
makanan dan meningkatkan sekresi kolesterol biliaris
• Estrogen alami, estrogen lainnya dan kontrasepsi oral menyebabkan penurunan sekresi
garam empedu.
E. Penyakit atauRreseksiIileum
• Malabsorbsi asam empedu menyebabkan penurunan kelompok asam empedu dan
penurunan sekresi garam empedu biliaris.
F. Pertambahan Usia
• Peningkatan sekresi kolesterol biliaris, penurunan ukuran kumpulan asam empedu dan
penurunan sekresi garam empedu biliaris
G. Hipomotilitas kandung empedu menyebabkan stasis stasisi dan pembentukan
kotoran/feces
• Nutrisi parenteral yang lama
• Puasa
• Kehamilan
• Obat seperti okuerotida
H. Terapi Klofibrat
* Peningkatan sekresi kolestrol biliaris
I. Macam-macam
• Diabetes mellitus
• Diet Tinggi Kalori, tinggi lemak
1. Batu Pigmen A. Demografi
B. Hemolisis kronik
C. Sirosis alkoholik
D. Infeksi saluran empedu kronik, infestasi parasit
E. Pertambahan usia

Sumber: Asdie A.H, 2000-. Harison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam: 1690. EGC. Jakarta

Tabel 5. Evaluasi diganostik kandung empedu

118
No Keuntugan Diagnostik Keterbatasan Kontraindikasi Kontraindikasi Komentar
Diagnostik
I. Ultrasonografi Hepatobiliaris (HBUS)
1) Cepat
1) Gas usus Tidak ada Tidak ada Tindakan awal pilihan untuk
2) Sekaligus melakukan pemindaian
2) Kegemukan meneliti kemungkinan sumbatan
terhadap kandung empedu, hati, massif empedu
saluran empedu yang melebar 3) Asites
3) Tidak dibatasi oleh ikterus, kehamilan 4) Barioum
4) Pemandu biopsy jarum halus 5) Obstruksi saluran
empedu parsial
6) Visualisasi duktus
koledukus
Distal buruk
II Computed Tomografhy (CT)
1) Sekaligus melakukan pemindaian
1) Kakeksia Kehamilan
terhadap kandung empedu, hati, Reaksi terhadap 1) Diindikasikan untuk evaluasi
Berat
saluran empedu, pancreas senyawa massa hati atau pancreas
2) Artefak akibat
2) Identifikasi akurat saluran empedu beriodium bila
gerakan
digunakan 2)Tindakan pilihan untuk
yang melebar 3) lleus
memeriksa kemungkinan
3) Tidak dibatasi oleh ikterus, uadara, 4) Sumabatn
sumbatan empedu bila tidak
kegemukan, asites. saluran
dapat dilakukan USHB
4) Citra beresolusi tinggi empedu parisal
karena keterbatasan
5) Penanda bioposi jarum halus 5) Biaya tinggi
diagnostic
6) mungkin tidak
tersedia

III. Kolangogram Transhepatik Perkutan


(PTHC)
1) Sangat berhasil bila saluran empedu Saluran yang tidak 1) Kehamilan 1) Peradarahan Kolangiogram pilihan bila
mengalami dilatasi berdilatasi atau 2) Koagulopati 2) Hemofiloa saluran empedu mengalami
2) Visualisasi saluran empedu mengalami striktura yang tidak 3) Peritonitis dilatasi
proksimal paling baik dapat empedu
3) Visualisasi system saluran kiri yang dikoreksi 4) Bakteremia,
ntersumbat dapt terlihat terpisah 3) Asites berat sepsis
4) Sitologi/biakan empedu 4) Abses hati
5) Drainase transhepatik perkutis
IV Kolangiopankreatogram Retrograde
Endoskopik (ERCP)
6) Sekaligus melakukan pankreatografi 1) Sumbatan 1) Kehamilan 1) Pankreatitis Kolangiogram pilihan pada:
7) Visualisasi/biopsy ampula dan gastroduodenum 2) Pankreatitis 2) Kolangitis, 1) Tidak adanya duktus yang
duodenum 2) Anastamosis enteri akut? Sepsis melebar
8) Visualisasi saluran empedu distal biliaris roux en Y? 3) Penyakit 3) Pseudokista 2)Penyakit Pankreas , ampula,
terbaik kardipulmoner pancreas yang atau gastroduodenal?
9) Sitologi empedu atau penkreas berat? terinfeksi 3) Pembedahan saluran
10) Sfingterotomi endoskopik merupakan 4) Perforasi empedu sebelumnya
kemungkinan tindakan dan (jarang) KTHP gagal atau
pengangkatan batu 5) Hipoksemia, kontraindikasi
11) Manometri empedu aspirasi 4) Spinkterektomi dan
12) Tidak dibatasi oleh asites, endoskopi
koagulopati, abses.

Sumber: Asdie A.H, (Editor), 2000. Harison Prinsip-Pronsip Ilmu Penyakit Dalam: 1690.EGC Jakarta

119
Gejala

1. Kolik biliaris (spesifk)

2. Peningkatan tekanan intralumen

3. Nyeri visera (nyeri hebat atau perih meningka\t di epigastrium atau kuadran kana atas abdomen

menyebar ke daerah antarskapula, scapula kanan dan bahu.

4. Kolik dapat mendadak dan menetap serta sangat hebat. (1-4 jam)

5. demam/menggigilm

Terapi

1. Asimptomatik

2. Pembedahan (kolesistektomi

3. Terapi medis disolusi batu empedu

4. Litotripsi batu empedu

B. KOLESISTITIS AKUT DAN KRONIK

Kolesistitis Akut

Pengertian

Kolesistitis akut adalah peradangan akut dinding kandung empedu terjadi akibat sumbatan

ductus sistikus olah batu.

Faktor pencetus

120
1. Peradangan mekanis akibat tekanan intralumen dan regangan yang menimbulkan iskemia

mukosa dan dinding kandung empedu.

2. Peradangan kimiawi akibat pelepasan lisolesitin (akibat kerja fosfolipase pada lesitin dalam

empedu) dan faktor jaringan local lainnya.

3. Peradangan bakteri yang mungkin berperan pada 50- 85 % pasien kolesistitis akut.

Organisme penyebab

Tersering adalah Escherrichia Coli, spesies Klebsiella, Streptococcus grup D, spesies

Stapilococcus, dan spesies Clostridium.

Gejala

1. serangan kolik biliaris (awal)

2. Neri kolesistisi dapat menyebar ke anatar scapula, skapul;a kanan atau baha.

3. Ikterik (jarang)

4. Mual dan muntah

5. Demam ringan Nyeri pada kuadran kanan atas abdomen.

Diagnosis ditegakkan dengan

1. Riwayat penyakit

2. Pemeriksaan fisik (Triad: nyeri akut kuadran kanan atas abdomen, demem, leukositosis

berkisar anatara 10.000-15.000 sel per mikroliter dengan pergeseran ke ki kiri pada hitung

jenis: bilirubin serum sedikit meningkat (< 85,5 µ mol/L); peningkatanmsedang

aminotransferase serum (dari 5 kali lipat)

3. USG menunjukkan batu (90-95% kasus)

121
Terapi

Anjuran Pembedahan (bila memungkinkan)

Kolesistitis Akalkulus

Faktor resiko

1. Luka bakar yang serius

2. Pasca persalinan yang memnejang

3. Vaskulitis

4. Adenokarsinoma kandung empedu

5. Diabetes mellitus

6. Torsi kandung empedu

7. Infeksi bakteri kandung empedu

8. Leptospira, streptokokus, Salmonela, Vibrio Cholera (jarang)

Penyakit yang menyertai

1. Sarkoidosis,

2. penyakit kardiovaskuler

3. Tuberkulosis

4.Sifilis

5.Aktinomikosis

Komplikasi

122
1. Empiema terjadi akibat kolesistitis akut dengan sumbatan duktus sistikus persisten menjadi

superinfeksi empedu yang tersumbat disertai kuman-kuman pembentuk pus. Gambaran klinis

mirip dengan kolangitis: demam tinggi, nyeri hebat kuadran kanan atas, leukositosis berat, ku

lemah (sering), resiko sepsis gram negative (dan atau perforasi). Terapi: bedah darurat dan

mpemberian antibiotic yang memadai stelah diagnosis.

2. hidrops atau mukokel kandung empedu terjadi akibat sumbatan berkepanjangan duktus

sistikus, biasanya oleh sebuah kalkulus besar .. Dalam keadaan ini, lumen kandung empedu

yang tersumbat secara progressif mengalami pergangan oleh mucus (mukokel) atau cairan

transudat jernih (hidrops) yang dihasilkan oleh sel-sel epitel mukosa. Pemeriksaan fisis sering

teraba massa tidak nyeri yang mudah dilihat dan diraba menonjol dari kuadran kanan atas

menuju fosa iliaka kanan, nyeri kronik kuadran kanan atas abdomen (dapat terjadi). Terapi:

Kolesistektomi. Komplikasi: empiema, perforasi, dan gangrene.

Gangren dan Perforasi

Gangren kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis bebercak atau

totak. Kelainan yang mendasari adalah distensi kandung empedu, vaskulitis, DM, empiema atau

torsi. . Terapi: kolesistektomi dan drain abses. Komplikasi Perforasi (dapat menyebabkan kematian),

dekompresi kandung empedu akibat regangan

Pembentukan Fistula dan Ileum batu Empedu

123
Fistulasi dalam organ yang berdekatan melekat pada dinding kandung empedu akibat

implamasi dan pembentukan pelekatan . Fistula dalam duodenum sering disertai oleh fistula yang

melibatkan fleksura hepatica kolon, lambung, atau duodenum, dinding abdomen, dan pelvis ginjal.

Fistual enteric bilaris tenag (diam) secara klinis terjadi sebagai komplikasi kolesistitis kronik. .

Fistula kolesistoenteritik asimptomatik kadang didiagnosis dengan temuan gas dalam

percabangan biliaris pada foto polos abdomen. Terapi. Kolesistektomi, eksplorasi duktus

koledukus, dan penutupan saluran fistula.

Ileus batu ermpedu menunjukkan pada obstruksi intestinal mekanik. Yang diakibatkan

oleh lintasan batu empedu yang besar ke dalam lumen Tempat terjepit batu biasanya pada katub

ileoseka. Diagnostis ditegakkan dengan pemeriksaan foto polos abdomen (misalnya ditemukan

obstruksi usus kecil dengan dengan gas dalam percabagan biliaris, dan batu empedu ektopik

berkalsifikasi). Atau gejala gastrointestinal atas (fistula kolesistoduodenum) dengan obstruksi usus

kecil pada katub eileosekal. Terapi: Laparatomi dengan enterilitotomi dan palpasi usus yang lebih

proksimal dan kandung empedu yang teliti untuk menyingkirkan batu lainnya.

Empedu Limau (Susu Kalsium) dan Kandung Empedu Porselin

Garam kalsium mungkin disekresi ke dalam lumen kandung empedu dalam konsentrasi

yang cukup untuk membantu pengendapan kalsium dan opasifikasi empedu yang difuss dan tidak

jelas atau efek pelapis pada rongenografi polos abdomen.. Terapi Kolesistekromi.

Terapi Kolsistitis

1. terapi medis

2. Hospitalisasi

124
3. Pusakan dan pasang naso gastric tuba (NGT) untuk pengisapan

4. Perbaiki kekurangan elektrolit

5. Obat: Meperidin atau pentazosin (analgesia); ampisilin, sefalosporin, Ureidopenisilin, atau

aminoglokosida; Pada pasien DM atau menunjukkan gejala sepsis, kombinasi pemberian

antibiotic.

6. Terapi pembedaha n(kolesistektomi).

Waktu pelaksanaan Pembedahan

1. Bagi pasien kolesisytitis akut dengan komplikasi (24-72 jam)

2. Pelaksanaan pembedahan ditunda bagi pasien dengan: kondisi medis keseluruhan memiliki

resiko besar bila segera dilakukan operasi pasien yang didiagnosis kolesistitis akut masih

meragukan,

Komplikasi Pasca Kolesistektomi

1. Atelektasis

2. Gangguan paru lainnya

3. Pembentukan abses

4. KebocoraN EMPEDU

5. Bekuan darah intraduktus atau tekanan ekstrinsik.

Pencegahan Komplikasi

Lakukan Kolangiografi intraoperatif sewaktu sistsktomi

125
C. Kolestasis
Definisi
Kolestasis adalah berkuranganya atau terhentinya aliran empedu.

Penyebab
Gangguan aliran empedu bisa terjadi di sepanjang jalur antara sel-sel hati dan usus dua belas jari
(duodenum, bagian paling atas dari usus halus). Meskipun empedu tidak mengalir, tetapi hati terus
mengeluarkan bilirubin yang akan masuk ke dalam aliran darah. Bilirubin kemudian diendapkan di kulit
dan dibuang ke air kemih, menyebabkan jaundice (sakit kuning).

Untuk tujuan diagnosis dan pengobatan, penyebab kolestasis dibagi menjadi 2 kelompok:
1. Berasal dari hati: 1) Hepatitis, 2) Penyakit hati alkoholik, 3) Sirosis bilier primer, 4) Akibat obat-
obatan, 5) Akibat perubahan hormon selama kehamilan (kolestasis pada kehamilan).
2. Berasal dari luar hati: 1) Batu di saluran empedu, 2) Penyempitan saluran empedu, 3) cancer
saluran empedu, 4) cancer pancreas, 5) Peradangan pankreas.

Gejala
1. Jaundice dan air kemih yang berwarna gelap merupakan akibat dari bilirubin yang berlebihan di
dalam kulit dan air kemih.
2. Tinja terkadang tampak pucat karena kurangnya bilirubin dalam usus.
3. Tinja juga bisa mengandung terlalu banyak lemak (stetore), karena dalam usus tidak terdapat
empedu untuk membantu mencerna lemak dalam makanan.
4. Berkurangnya empedu dalam usus, juga menyebabkan berkurangnya penyerapan kalsium dan
vitamin D.
5. Jika kolestasis menetap, kekurang kalsium dan vitamin D akan menyebabkan pengeroposan
tulang, yang menyebabkan rasa nyeri di tulang dan patah tulang.
6. Juga terjadi gangguan penyerapan dari bahan-bahan yang diperlukan untuk pembekuan darah,
sehingga penderita cenderung mudah mengalami perdarahan.
7. Terdapatnya empedu dalam sirkulasi darah bisa menyebabkan gatal-gatal (disertai
penggarukan dan kerusakan kulit).

126
8. Jaundice yang menetap lama sebagai akibat dari kolestasis, menyebabkan kulit berwarna gelap
dan di dalam kulit terdapat endapan kuning karena lemak.
9. Gejala lainnya tergantung dari penyebab kolestasis, bisa berupa nyeri perut, hilangnya nafsu
makan, muntah atau demam.

Diagnosa
1. Jika penyebabnya adalah penyakit hati, maka pada pemeriksaan fisik akan ditemukan: 1) pembuluh
darah yang memberikan gambaran seperti laba-laba, 2) pembesaran limfa, 3) pengumpulan cairan
dalam perut (asites).
2. Jika penyebabnya di luar hati, bisa ditemukan: 1) demam, 2) nyeri yang berasal dari saluran empedu
atau pancreas, 3) pembesaran kandung empedu.
3. Kadar enzim alkalin fosfatase sangat tinggi.
4. Jika hasil pemeriksaan darah menunjukkan kelainan, hampir selalu dilakukan pemeriksaan USG atau
CT scan, untuk membantu membedakan penyakit hati dengan penyumbatan pada saluran empedu.
5. Jika penyebabnya adalah penyakit hati, dilakukan biopsi hati.
6. Jika penyebabnya adalah penyumbatan saluran empedu, dilakukan pemeriksaan endoskopi.

Pengobatan
1. Penyumbatan di luar hati biasanya dapat diobati dengan pembedahan atau endoskopi
terapeutik.
2. Penyumbatan di dalam hati bisa diobati dengan berbagai cara, tergantung dari penyebabnya:
1) Jika penyebabnya adalah obat, maka pemakaian obat dihentikan.
2) Jika penyebabnya adalah hepatitis, biasanya kolestasis dan jaundice akan menghilang
sejalan dengan membaiknya penyakit.
3. Cholestyramine, diberikan per-oral (ditelan), bisa digunakan untuk mengobati gatal-gatal. Obat ini
terikat dengan produk empedu tertentu dalam usus, sehingga tidak dapat diserap kembali dan
menyebabkan iritasi kulit.
4. Pemberian vitamin K bisa memperbaiki proses pembekuan darah.
5. Tambahan kalsium dan vitamin D sering diberikan jika kolestasis menetap, tetapi tidak terlalu
efektif dalam mencegah penyakit tulang.
6. Jika terlalu banyak lemak yang dibuang ke dalam tinja, diberikan tambahan trigliserida.

127
BAGIAN VII

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PANKREAS

A. PANKREATITIS AKUT

Pengertian

Pankreatitis akut adalah suatu inflamasi pada pancreas, bervariasi dari edema sampai dengan

perdarahan hebat yang mengakibatkan kerusakan penkreas.

128
Etiologi (table 3)

No. Penyebab Pankreatitis Akut


1. Minum alcohol (alkoholisme akut dan kronik) (4) Prokainamid
2. Penyakit saluran empedu (bartu empedu) (5) Eritromisin
3. Pasca operasi (abdomen, nonabdomen) (6) L-Asparaginase
4. Metabolik (7) Metronidazol
1) Hipertrigliseridemia (8) obat antiinflamasi nonsteroid (NSZID)
2) Sindrom defisiensi apolipoprotein CLL (9) Penghambat angitensin-converting
3) Hiperkalsemia (misalnya: 6. enzimes (ACVE)
hiperparatiroidisme akibat obat) Penyakit Jaringan ikat dengan vaskulitis
4) Gagal ginjal 1) Lupus eritomatosus sistemik
5) Setelah transplantasi ginjal 2) Angitis nekrotikans
6) Perlemakan hati akut pada kehamilan 7. 3) Purpura trombositopenik trombotik
5. Pankreaditis herediter 8. Ulkus Peptikum penetrans
1) Infeksi Sumbatan ampula vater
(1) gondongan (mumps) 1) Enteritis regionalis
(2) Hepatitis virus 9. 2) Divertikulum duodenum
(3) Infeksi virus (coxackievirus, echovirus) 10. Pankreas divisum
(4) Askariasis Serangan berulang pankreatitis akut tanpa
(5) Mikroplasma sebab yang jelas
M 2) Akibat obat 1) Pertimbangkan saluran empedu atau
a. Hubungan definitif duktus pankreatikus yang samara,
(1) Azotiopirin 6-merkaptopurin terutama batu empedu samar
(2) Sulfonamid (mikrolitiasis, endapan)
(3) Diuretik tiazida 2) Obat
(4) Furosemid 3) Hipertrigliseridemia
(5) Estrogen (kontrasepsi oral) 4) Pankreas divisium
(6) Tetrasiklin 5) Kanker pancreas
(7) Asam voalpoat 6) Disfungsi spingter Odii
(8) Pentamidin 7) Fibrosis kistik
(9) Dideoksinosin (ddl) 8) Idiopatik sejati
b. Hubungan mungkin
(1) Asetaminofen
(2) Klortalidon
(3) Asam etakrinat
Sumber: Asdie AH (200. Harison Prinsip_prinsip
Ilmu Penyakit Dalam: 1706. EGc. Jakarta

Manifestasi Klinis

1. Nyeri abdomen, biasanya konstan dari ringan sampai hebat, menetap dan menyebabkan

ketidakberdayaan

2. Pada pemeriksaan fisik: Pasien nampak tertekan dan cemas

3. Demam ringan

4. Takikardia

129
5. hipotensi

6. Syok akibat:

1) Hipovolemia karena eksudasi darah dan protein ke dalam ruang retroperineum

(retroperineal burn)

2) Peningkatan pembentukan dan pelepasan peptide kinin yang menyebabkan

vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vascular

3) Efek sistemik enzim proteolitik dan lipolitik yang dilepaskan ke dalam sirkulasi

7. Ikterik (jarang). Biasnaya karena edema kaput pancreas disertai penekanan duktus

koledokus bagian intrahepatik.

8. Nodus eritomatosus di kulit akibat nekrosis lemak subkutis.

9. Kekakuan otot

10. Bising usus biasanya menurun sampai hilang.

11. Dapat teraba pseudokista pancreas di abdomen kuadran atas

12. Dapat timbul diskolorasi kebiruan samar di sekitar umbilicus (Tanda cullen) akibat

hemoperitoneum, dan diskolorisasi biru-merah-ungu atau hijau-coklat di pinggang (tanda

Turner) mencerminkan katabolisme hemoglobin di jaringan (menunjukkan pankreatitis

nekrotik yang parah)

Evaluasi Diagnostik

1. Laboratorium: Peningkatan amylase serum, peningkatan lipase; alkalin phosfatase;

dehidrogenase laktat (LDH) meningkat > 8,5 µmol /L (> 500 unit perdesiliter mengindikasikan

prognosis buruk ; Hipoalbumin hipokalsemia, hiposodium, hipomagnesemia, Leukositosis

(15.000-20.000 leukosist permikrometer), Hiperbilirubinemia, Hipertrigliseridemia,

Hiperglikemia terjadi karena penurunan pelepasan insulin, peningkatan pelepasan

130
glukagfon, peningkatan keluaran katekolamin dan glukokrtikoid adrenal; Kadar fosfatase alkali

dan aspartat aminotransferase (AST, SGOT) meningkat secara transient dan sejajar dengan

kadar bilirubin.

2. Hipoksemia (Po2 arteri ≥ 60 mmHg) menunjukkan sindrom distress pernafasan

3. Pemeriksaan Radiologi: Foto dinar “X” abdomen menunjukkan kalsifikasi pancreas atau

abses pancreas menunjukkan pola gas pancreas; CT Scan (memastikan gambran klinins

pank.

Diagnosis

1. Nyeri akut parh di abdomen atau punggung

2. Nyeri abdomen hebat dan konstan mengindikasikan pankreatitis akut

3. Mual, muntah

4. temuan abnormal pada pemeriksaan abdomen

5. Diagnosis pasti dengan peningkatan amylase dan atau lipase serum

6. Diagnsosis Banding:

1) Perforasi viskus

2) Kolesistitis akut dan kolik biliaris

3) Sumbatan usus akut

4) Oklusi pembuluh mesentereum

5) Kolik ginjal

6) Infark miokard

7) Penyakit jaringan ikat dengan vaskulitis

8) Pneumonia

131
9) Ketoasidosis diabetic

Komplikasi

1 Lokal

1) Plegmon Pankreas

2) Abses pancreas

3) Pseudokista pancreas (nyeri, rupture, perdarahan., infeksi, obstruksi saluran makanan

(lambung, duodenum dan kolon)

4) Asites pancreas (gangguan duktus pankreatitis, kebocoran psudokista)

5) Ketrlibatan organ yang berdekatan oleh pankreatitis yang mengalami nekrosisi

( perdarahan intraperitoneum massif, trombosis pembuluh darah, infark usus)

6) Iktrus obstruktif

2. Sistemik

1) Pulmoner (efusi pleura, atelektasis, abses mediastinum, penumonitis, sindrom distress

pernafasan dewasa+ARDS)

2) Kardiovaskular (Hipotensi: Hipovolemia, Hipoalbuminemia); Kematian mendadak; Perubahan

ST-T nonspesifik pada elektrokardiogram yang mendalilkan infar miokar

3) hematology (koagulasi intravskular diseminata (DIC)

4) Perdarahan saluran makanan (penyakit ulkus peptikum; Gastritis erosive, Nekrosis pancreas

hemoragikdengan erosi dalam pembuluh darah besar; Trombisis vena porta, perdfarahan

varises)

5) Ginjal (oligusri; azotemia)

132
6) Metabolik (hiperglikemia, Hipertrigliseredemia; hipoklasemia; enselopalopati; kebutaan

mendadak (retinopati Prticher)

7) Sistem saraf pusat (psikosis; emboli lemak)

8) Emboli lemak (jaringan subkutan:nodul eritema; tulang; bermacam-macam: mediastinum,

pleura, system saraf)

Terapi

1. Tujuan: mengurangi sekresi pancreas dan mengistirahatkan pancreas

2. Tindakan Konvensional

1) Pemberian anlgetik untuk nyeri

2) Pemberian cairan dan koloid intravena untuk mempertahnkan volume intravascular normal.

3) Puasa

4) Pengisapan nasogastrik untuk menurunkan pelepasan gastrin oleh lambung dan mencegah

isi lambung masuk ke duodenum.

3. Antibiotik untuk infeksi sekunder (flegmon, abses, pseudokista) atau sumbatan aliran empedu

(kolangitis asenden, koledokoletasis yang mengalami komplikasi

4) laparatomi dengan drainase pengeluaran jaringan nekrotik jika terapi konvensional tidak dapat

memperbaikai kondidi pasien yang memburuk

5) Parenteral nutrision

6) Pengobatan bagi pasien dengan hipertrigliserida: (1) penurunan berat badan sampai berat

badan ideal; (2) diit rendah lemak; (3) olah raga; (4) menmghindari alcohol dan obat yang dapt

meningkatkan trigliserida serum (seperti: estrogen, Vitamin A, tiazida, dan penghambat Beta);

(5) pengendalian dialysis.

133
Pengkajian Keparawatan

1. Kaji riwayat penyakit batu empedu, pemakian alcohol, dan distress saluran pencernaan,

meliputu mual, muntah dan diare.

2. Kaji karekateristik nyeri abdomen.

3. Kaji status nutrisi dan cairan.

4. Kaji kecepatan pernafasan, pola dan bunyi nafas.

Diagnosis keperawatan

1. Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan proses penyakit berhubungan dengan proses

penyakit ditandai dengan: DS melaporkan/memberitahukan nyeri/sakit pada perut ; DO: 1)

ekspresi wajah meringis, 2) menahan sakit, sulit tidur, menggigigl,), 3) menolak berinteaksi

dengan orang lain, 4) berkeringat banyak, 5) otot lemas sampai kaku, 6) merintih, 7)

menangis, 8) perubahan selera makan (malas makan).

2. Kekurangan volum cairan berhubungan dengan muntah, batasan masukan, demam dan

pertukaran cairan ditandai dengan: DS: melaporkan muntah; DO: 1) kelalahan, 2) Turgor

kulit berkurang, 3) Peningkatan irama Nadi, TD, Volume N, 4) penurunan pengisian vena

(Kapiler refill), 5) Perubahan status mental, 6) penurunan urin output, 7) peningkatan

konsentrasi urin, 8) Peningkatan suhu tubuh, 9) peningkatan hematokrit, 10) penurunan BB

secara mendadak.

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri hebat dan komplikasi pulmonal

ditandai dengan: DS Penurunan tekanan alat inspirasi dan ekspirasi, 2) Penurunan menit

134
ventilasi, 3) pemakaian otot pernafasan, 4) cuping hidung, 5) dispneu, 6) orthopneu, 7) sesak

nafas, 8) penurunan kapasitas vitas.

Intervensi keperawatan

DX 1: Tujuan Nyeri terkontrol

1. Berikan analgesik narkotik atau sesuai yang diresepkan untuk mengontrol nyeri. Monitor

hipotensi dan depresi pernafasan

2. Kaji psosi yang nyaman bagi pasien.

3. Puasakan pasien untuk menurunkan sekresi enzim pancreas.

4. Lakukan pengisapan nasogastrik untuk mengeluarkan sekresi gastric dan menghilangkan

distensi abdomen jika diindikasikan.

5. Lakukan perawatan muilut dan gigi.

6. Berikan antacid melalui NGT (NGT diklem). Cek apirasi pH cairan lambung sesudah NGT

diklem selama 30 menit.

7. Laporkan setiap pertambahan nyeri (nyeri hebat), yang mungkin menunjukkan adanya

perdarahan pancreas , rupture pseudokist, dosis anagesik tidak adekuat.

DX 2: Tujuan Keseimbangan cairan mencukupi

1. Monitor dan control tanda vital

2. Monitor masukan dan haluaran dan ukur berat badan setiap hari.

3. Evaluasi hasil pemeriksaan labotarorium: Hb, hematokrit, albumin, calsium, potassium,

sodium, dan magnesium dan berikan terapi pengganti sesuai yang diresepkan.

4. Onservasi dan ukur lingkaran perut jika terdapat asites.

135
5. Laporkan setiap tanda peningkatan tekanan darah dan urin output atau peningkatan Nadi,

sebab ini mengindikasikan hipovolemia dan syok atau gagal ginjal.

Dx 3: Tujuan Meningkatkan fungsi pernafasan

5. Kaji pernafasan, irama, kekuatan, saturasi oksigen, bunyi nafas secara teratur.

6. Atur pasien dalam posisi setengah duduk atau semi powler untuk ekaspansi diafragma

7. Berikan oksigen sesuai yang diresepkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen

8. Laporkan segera bila ada tanda distress pernafasan.

9. Instruksikan pasien untuk batuk dan nafas dalam untuk meningkatkan fungsi pernafasan

B. PANKREATITIS KRONIK

Pengertian

Pankreatitis kronik adalah kerusakan sel setelah inflamasi akut pamkreas dan penurunan

fungsi sekresi eksokrin pancreas.

Patofisiologi/ etiologi

1. Alkohol diperkirakan bahwa defek primer mungkin adalah presipitasi protein (enzim yang

mengental) di dalam duktus, atrofi difus sel asinus, fibrosis yang menimbulkan dilatasi

duktus, atrofi difus sel sinus, fibrosis dan akhirnya kalsifikasi sebagian menyumbat protein

tersebut. Efek toksi langsung alcohol pada pancreas (ditemukan pada pasien yang

mengkonsumsi alcohol lama) mengakibatkan pankreatitis.

136
2. Inflamasi kronik pancreas terdapat destruksi sekresi sel pancreas yang menyebabkan

maldigesti dan malabsorbsi protein dan lemak dan mungkin sel diabetes mellitus itu

sendiri.

3. Ketika penggantian sel oleh jaringan fibrosa, mengakibatkan sumbatan pancreas saluran

empedu dan duodenum.

Manifestasi klinis

1. Nyeri klasik berupa nyeri pada epigastrium yang menyebar ke punggung, tetapi nyeri

sering tidak khas, lebih konstan dan intervalnya terjadi tanpa diprediksi. Selama proses

penyakit, nyeri kadang sangat hebat dan waktunya lama.

2. Penuruanan berat badan

3. Malabsorbsi dan stetorhoe terjadi pada fase lambat.

4. Diabetes mellitus.

5. Peningkatan suhu badan ringan.

Evaluasi diagnostic

1. Amilase dan lipase serum biasanya tidak meningkat.

6. Peningkatan fosfatase alkali dan bilirubin serum mengisyaratkan adanya kolestasis akibat

peradangan kronik di sekitar duktus koledokus.

7. Triad klasik kalsifikasi pancreas: steatore, dan DM, biasanya dapat menegakkan diagnosis .

8. Uji intubasi (uji stimulasi sekretin), yang biasanya menjadi abnormal bila terjadi kerusakan

fungsi eksokrin pancreas sebesar 60 % atau lebih.

9. Eksresi menyolok lemak feses.

137
10. Uji bentiromid dan uju ekskresi D-Xilosa urin dilakukan pada pasien steotore pankreatisk

(normal atau abnormal)

11. Penurunan kadar tripsinogen serum menunjukkan insufisiensi eksokrin pancreas.

12. Pemeriksaan lain seperti: sonografi dan CT (dapat memperlihatkan kalsifikasi atau pelebaran

duktus yang berkaitan dengan pankreatitis kronik, massa, ketidakteraturan duktus,

pembesaran dan cyste), ERCP (dapat mengindikasikan anatomi duktus dan lokasi komplikasi

seperti pseudokiste pankreas, distrupsi duktus).

Terapi/Penatalaksanaan

Tujuan: penatalaksanaan nyeri dan malabsorbsi.

1. Hindari alcohol

2. Penatalksanaan nyeri

3. Penggantian enzim pancreas

4. Mengobati DM

5. Pembedahan untuk menghilangkan nyeri, mencegah kehilangan cairan dan sekresi pancreas.

Komplikasi

1. Pseudokiste pancreas.

2. Asites pancreas dan efusi pleura

3. Perdarahan gastrointestinal

4. Obstruksi saluran biliare

Pengkajian keperawatan

138
1. Kaji tingkat nyeri abdomen

2. Kaji status nutrisi

3. kaji tanda dan gejala diabetes

4. Kaji tingkat masukan alcohol dan motivasidan jneis minumna lainnya.

Diagnosis keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan pancreas ditandai dengan DS

melaporkan/memberitahukan nyeri/sakit pada perut ; DO: 1) ekspresi wajah meringis, 2)

menahan sakit, sulit tidur, menggigigl,), 3) menolak berinteaksi dengan orang lain, 4)

berkeringat banyak, 5) otot lemas sampai kaku, 6) merintih, 7) menangis, 8) perubahan selera

makan (malas makan).

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, takut makan, malbsorbsi, intoleransi

glukosa ditandai dengan DS: melaporkan: 1) penurunan berat badan, 2) tidak ada nafsu

makan, 3) mual; DO: 1) muntah, 2) kurus, 3) BB < 20 % BB ideal, 4) anemia.

3. Takut berhubungan dengan intervensi pembedahan ditandai dengan DS: melaporkan rasa

takut; DO: 1) ekspresi wajah tegang, 2) gelisah, 3) sulit tidut, 4) sering terbanguan saat tidur,

5) gelisah, 6) perubahan tanda vital.

Intervensi keperawatan

Dx i: Tujuan: Kontrol nyeri

1. Kaji dan catat karakteristik, lokasi lamanya dan frekuensi nyeri.

2. Tentukan presipitasi dan faktor pencetus nyeri.

139
3. Kaji efek nyeri terhadap gaya hidup pasien dan kebiasaan makan.

4. Berikan atau ajarkan pasien menggunakan sendiri analgetik (sering narkotik) atau oabt lain

yang diresepkan.

5. Gunakan metode mengontro nyeri tanpa memakai obat untuk meningkatkan relaksasi ,

seperti distraksi , imaginasi, , relaksasi otot progresif .

6. Kaji respon pasien terhadap pengawasan nyeri (alat ukur) , dan rujuk pada penatalaksanaan

klinik nyeri kronik, jika diindikasikan.

DX 2. Tujuan: Tingkatkan status nutrisi

1. Kaji status nutrisi, riwayat penurunan berat badan, dan kebisaan diit, meliputi konsumsi

alcohol.

2. .Berikan pengganti enzim pankreatik dengan makanan atau sesuai yang diresepkan

3. Berikan antacid dan H2 reseptor antagonis untuk mencegah netralisasi suplemen enzim

sesuai yang diindikasikan.

4. Monitor masukan dan haluaran dan berat badan setiap hari.

5. Kaji gangguan saluran pencernaan saat makan dan karakteristik feces.

6. Monitor nilai glukosa darah dan ajarkan keseimbangan. Rendah konsentrasi diit karbonat

dan terapi insulin jika diindikasikan.

7. Identivikasi makanan yang tidak sesuai seperti diit rendah lemak.

DX 3. Tujuan: Menghilangkan cemas tentang intervensi pembedahan

1..Jelaskan prosedur pembedahan dan harapan setelah pembedahan.

1) Nyeri berkurang

140
2) Mampu makan lebih baik dan kondisi kesehatan meningkat.

2.Persipakan pasien mengenai efek /komplikasi pembedahan

1) Pancreatectomi total berdampak terhadap diabetes mellitus (DM) dan ketergantung insulin

dan malabsorbsi yang buruk dan membutuhkan pengganti enzim pankreatik

2) Malnutrisi akan memiliki resiko komplikasi dan penyembuhan luka yang buruk.

3. Bantu pasien mepersiapkan pembedahan dengan menghindari alcohol dan mengkonsumsi

suplemen vitamin.

4. Lakukan perawatan luka setelah pembedahan dan cegah komplikasi.

Daftar Pustaka

Batticaca FB, 20006. Asuhan Keperawatan Gangguan Hati, Kandung Empedu dan Pankreas. Program
Khusus RSUD Biak. Politeknik Kesehatan jayapura (tidak diterbitkan)
……………… 2003. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan Kriteria Berdasarkan Respon Pasien dan
Kebutuhan Dasar Manusia. Politeknik Kesehatan Jayapura (tidak diterbitkan)

Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8. Vol 2. EGC. Jakarta.

Closkey J.C., Bulecheck G.M, 1996. Iowa Intervention Project. Nursing Intervention Classification (NIC) 2 .
Mosby. St. Louis.

Pearce E.C, 1995. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta.

IIsselbachere et al. Asdie A (Editor), 2000. Harison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Ed 13.
Vol. 4. EGC.

Kumala.P, 1998. Kamus Saku Kedokteran Drland. EGC. Jakarta


Medicastro. Com. Retrieved. 03/16/2007

Nettina S.M, 1996. The Lippincott Manual of Nursing Practice. Sixth ed. Lippincott. Philadelphia Newyork.

Snell, 19987. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Bagian I, Ed 3: 260. EGC}

141
Lampiran

Format Pengkajian

A. PENGKAJIAN DISFUNGSI ORGAN ASESORIS

1. Manifestasi Umum

142
1) Ikterik- adalah warna kuning pada sclera, pruritis, urin berwarna hitam, feses berwarna

putih atau seperti tanah liat.

2) Dispneu, anoreksia, mual, muntah , nyeri epigastrik pada kuadran kanan atas, nyeri

terbakar pada punggung atau seperti teriris. Aapa hubungan antra anyeri dengan makan .

3) Apakah ada kellahan, malaise, penurunan vigor, dan kekuatan, mudah mengalami

memar, atau penurunan berat badan.

2. Riwayat kesehatan

1) pakah pernah mendapat transfuse? Apakah ada kelaianan darah?

2) Apakah pernah kontak dengan orang infeksi, seperti hepatitis? Konatk seksual tanpa

perlindungan (kondom)?. Atau tetelan oleh makanan yang tercemar, air, susu atau lauk pauk?

3) Apakah terpapar obat atau zat beracun? Seperti carbon tetraclorid, chloroform, fosfonik,

arsenikum, ethanol, halothane, (Flouthane), Iozinazid, atau aectaminofen (Tylenol)Apakah ada

jamur amnita yang dimakan? Apakah ada obat-obatan yang baru dikonsumsi? Seperti

sulfonamide, oabt anti diabetes, prophylthiouracil (PTU), monoamine, oksodase onhibitor,

asam aminobensoid?

4) Apakah ada riwayat pemakaian jarum tidak steril?

5) Apakah ada riwayat penyakit batu empedu?, hepatitis, , tumor, pankreatitis, Wilson’s diseses,

Budd-Ciary syndrome, bedah atau transplantasi.

6) Adakah anggota keluarga yang menderita batu empedu?

7) berapa banyak alcohol, jika ada yang dikonsumsi?

3. Hasil pemeriksaan diagnostic

143
1) Kulit- Apakah sclera berwarna kuning? Ada kemerahan, bekas garukan? Tanda memar? Atau

petechiae?, kemerahan pada telapak tangan, atau perdarahan?

2) Perut- Apakah ada pengertasan, pembesarag hati, atau pembesaran pada kuadran kanan atas

abdomen? Aadakah asites?

3) Pembuluh darah perifer- Adakah edema?, telngeaktasis?

4) Neurologi- Bagaimana tingkat kesedarannya? Aadakah tremor, gemetar (ketika tangan

angkat/diluruskan? Dan disfleksi pergelangan tangan?

B.DIAGNOSTIK TEST

1. Hasil laboratorium CA

1) Empedu dan sekresi

(1) Serum bilirubin (Van den Bergh’s reaction)

Direc ……..

Indirect…….

(2) .Bilirubin urin……

(3) Urobilinogen

2) Hasil pemeriksaan protein

(!) Albumin

(2) Globulin ………..

(3) Total serum protein

(4) Protrombin time (PT)

3) Metabolisme lemak

(1) kolesterol

144
4) detoksifikasi lever

(1) serum albumin fosfatase

5) Produksio enzim

(1) Aspartat aminotransferase (AST)

SGOT……….

(2) Alanin aminotransferase (ALT)………..

SGPT………

(3) Lactat dehidrogenase (LDH)……..

(4) Gamma glutamyl transpeptidase (GGT)………..

(5) Amonia (serum)………

6) Bile axcid radioimmunoasey (sesudah dilakukan stimulasi kolokistokinin)

Total………

Chenodeoxiicholic azid…….

Cholic azid………..

Deoxycholic azid……….

Lithocholic azid …………..

2. Radiologi

1) Scan Hepatobiliari

(1) Cholecystografi………..

(2) Endoscopy retrograde Cholangiopancxreatografi (ERCP)………..

(3) Percutaneus Transhepatic Cholangiograhy (PTC)

2) Test Diagnostik lainnya

145
(1) Biopsi hati…………….

146

You might also like