You are on page 1of 5

PEMBAHASAN LARUTAN Pada praktikum larutan kali ini, pertama-tama dilakukan pembakuan terhadap larutan Natrium Hidroksida(NaOH).

Naoh bersifat higroskopis shga, dalam penentuan konsentrasiny harus dibakukan terlebih dahulu dgn larutan baku primer .Asam oksalat (H2C2O4.2H2O) berfungsi sebagai larutan baku primer. Asam oksalat digolongkan sebagai larutan baku primer karena asam oksalat memiliki sifat larutan baku primer yaitu merupakan zat padat murni yang mudah didapat, yang stabil dan mudah dikeringkan, mempunyai berat molekul yang cukup besar dan tidak bersifat higroskopis (tidak mudah mengikat air dan bereaksi dengan CO2). Selain itu, larutan baku primer selalu memiliki kadar konsentrasi yang sudah diketahui dengan tepat. Dalam percobaan ini, NaOH berfungsi sebagai larutan baku sekunder karena kadarnya belum diketahui dan untuk mengetahui kadarnya harus terlebih dahulu dibakukan oleh asam oksalat yang bertidak sebagai larutan baku primer. Sifat-sifat dari larutan baku sekunder ialah, tidak tersedia dalam keadaan murni, tidak stabil, dan sangat higroskopis. Karena bersifat sangat higroskopis, dalam penggunaan NaOH harus dihindari kontak langsung dengan CO2. Pengikatan CO2 oleh NaOH menghasilkan zat berbahaya yang dapat mengakibatkan rusaknya jaringan tubuh, selain itu pemutusan kontak langsung dengan CO2 juga bertujuan agar NaOH bebas dari zat lain saat dilakukan penimbangan, sehingga hasil penimbangan yang didapat menghasilkan data yang valid. Pada percobaan kali ini, NaOH akan digunakan sebagai titran dalam proses titrasi asam oksalat. NaOH ini nantinya diperlukan dalam perhitungan normalitas asam . Proses pembakuan NaOH diawali dengan menghitung massa dari asam oksalat yang diperlukan dengan menggunakan rumus normalitas dari asam oksalat (perhitungan terlampir pada data perhitungan). Asam oksalat yang digunakan sebanyak 10 ml. Setelah dilakukan penimbangan, maka didapatkan bahwa massa asam oksalat sebesar 0,063 gram. Pada penimbangan asam oksalat, setelah kertas perkamen disimpan pada neraca digital, kemudian neraca digital diatur agar perhitungan dimulai dari angka nol. Hal ini dilakukan agar didapatkan hasil penimbangan yang valid. Saat melakukan penimbangan asam oksalat harus dilakukan dengan hati-hati aga tidak ada asam oksalat yang tercecer jatuh karena tersenggol. Selanjutnya, setelah diketahui normalitas dari asam oksalat sebesar 0,1 N, maka dimulai proses pembakuan NaOH oleh asam oksalat melalui teknik titrasi. Titrasi merupakan suatu analisis volumetri yang merupakan pengukuran volume titrasi yang diperlukan untuk

mencapai titik ekivalensi dengan direaksikan dengan larutan yang konsentrasinya pasti. Keuntungan penggunaan titrasi ialah dapat menentukan kadar/senyawa dalam sampel, artinya kita dapat melakukan percobaan sebanyak dua kali atau mungkin sebanyak jumlah tertentu. Lalu dengan menggunakan titrasi, biaya peralatan yang digunakan relatif lebih murah karena titrasi lebih sederhana dibandingkan dengan gravimetri. Dan keuntungan terakhir adalah dengan titrasi akan lebih mudah menghindari gangguan dalam praktikum. Sebelum dimulai titrasi, dipastikan bahwa buret terpasang tegak pada batang klem dan statif agar pembacaan skala pada buret tepat dan sesuai. Lalu pada buret terlebih dahulu dibilas menggunakan sejumlah NaOH yang bertujuan agar pada saat proses titrasi berlangsung, NaOH tidak terkontaminasi oleh zat lain, terutama oleh air yang sebelumnya digunakan untuk pencucian buret. Setelah itu, ditempatkan larutan NaOH dalam buret 25 ml hingga pas mencapai batas garis nol. Hal ini ditujukan agar pembacaan volume NaOH yang keluar dapat dihitung dengan tepat. Selain itu, posisi erlenmayer harus tepat berada di bawah buret, lalu pada erlenmayer ditempatkan 10 ml asam oksalat 0,1 N yang telah dibuat tadi. Setelah itu ditambahkan dua atau tiga tetes indikator fenoftalein sebagai penanda titik akhir titrasi yang terjadi. Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna indikator menjadi merah muda. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau basa lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin. Umumnya dua atau tiga tetes larutan indikator. Untuk mempermudah pendeteksian perubahan warna yang terjadi, maka di bawah erlenmayer diletakkan kertas berwarna putih. Pada saat titrasi berlangsung, NaOH dikeluarkan secara perlahan-lahan pada erlenmayer yang terus diputar-putar digoyangkan. Pemutaran erlenmayer ini bertujuan agar terjadi reaksi netralisasi dan titik akhir titrasi bisa dideteksi dengan tepat. Setelah proses pembakuan NaOH melalui teknik titrasi ini dilakukan sebanyak dua kali, maka didapatkan nilai volume dari NaOH yang terpakai sebesar 10 ml, dan 10,2 ml (data praktikum terlampir pada tabel pengamatan). Dari data-data volume tersebut, maka dapat ditentukan normalitas NaOH dengan menggunakan rumus pengenceran, N1.V1=N2.V2 pada

V setiap percobaan. Maka didapatkan rata-rata normalitas NaOH adalah sebesar 0,099 N. Maka proses pembakuan larutan asam oksalat pun selesai, dan natrium hidroksida pun siap digunakan. Zat yg ingin ditentukan kelarutannya adalah asam salisilat. Pada Farmakope Indonesia IV dijelaskan bahwa asam salisilat merupakan serbuk hablur halus putih, biasanya berbentuk jarum halus, rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak berbau. Asam salisilat sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih dan agak sukar larut dalam kloroform . Penetapan kadar asam salisilat dapat dilakukan dengan titrasi asam basa dengan menggunakan natrium hidroksida dan indikator fenolftalein. Pada penetapan kadar asam salisilat, reaksi yang terjadi: Asam Salisilat + NaOH > Natrium Salisilat + H2O Adapun rumus molekul adalah C7H6O3 dan rumus strukturnya sebagai berikut (Anonim, 1979) :

Proses yang dilakukan selanjutnya ialah pembuatan larutan sampel. Pada proses ini, 4 komposisi pelarut dengan perbedaan perbandingan yang berbeda dibuat sesuai ketentuan (kelompok 5). Pelarut tersebut terdiri dari air, etanol, gliserin, dan propilenglikol. Etanol adalah pelarut semipolar karena Sifat gugus hidroksil yang polar menyebabkannya dapat larut dalam banyak senyawa ion, utamanya natrium hidroksida, kalium hidroksida, magnesium klorida, kalsium klorida, amonium klorida, amonium bromida, dan natrium bromida.[8] Natrium klorida dan kalium klorida sedikit larut dalam etanol.[8] Oleh karena etanol juga memiliki rantai karbon nonpolar, ia juga larut dalam senyawa nonpolar, meliput kebanyakan minyak atsiri[13] dan banyak perasa, pewarna, dan

obat. Etanol termasuk dalam alkohol primer, yang berarti bahwa karbon yang berikatan dengan gugus hidroksil paling tidak memiliki dua hidrogen atom yang terikat dengannya juga. Reaksi kimia yang dijalankan oleh etanol kebanyakan berkutat pada gugus hidroksilnya.

Gliserol (bahasa Inggris: glycerol, glycerin, glycerine) adalah senyawa gliserida yang paling sederhana, dengan hidroksil yang bersifat hidrofilik dan higroskopik. Gliserol merupakan komponen yang menyusun berbagai macam lipid, termasuk trigliserida. Gliserol terasa manis saat dikecap, namun bersifat racun
Propylene glycol, juga disebut 1,2-propanadiol atau propana-1 ,2-diol, adalah senyawa organik (suatu diol atau double alkohol ) dengan rumus C 3 H 8 O 2 atau HO-CH 2-CHOH-CH 3. It is a colorless, nearly odorless, clear, viscous liquid with a faintly sweet taste, hygroscopic and miscible with water , acetone , and chloroform . Ini adalah tidak berwarna, tidak berbau hampir, jelas, cairan kental dengan rasa sedikit manis, higroskopis dan larut dengan air , aseton , dan kloroform .

Pembuatan pelarut campur dengan pembedaan komposisi ini dilakukan untuk mengetahui kelarutan suatu zat (dalam hal ini digunakan asam benzoat) pada komposisis pelarut campur yang berbeda. Pelarut campur masing-masing dibuat sebanyak 20mL. Saat pembuatan pelarut campur digunakan labu erlenmeyer dan gelas beaker. Sebenarnya pada umumnya, saat proses pencampuran digunakan gelas beaker untuk mencampur zat, namun karena ketersediaan alat yang kurang maka digunakan labu erlenmeyer juga untuk mencampurkan zat-zat yang akan menjadi pelarut campur. Setelah pelarut campur selesai dibuat, sedikit demi sedikit asam salisilat dilarutkan ke dalam pelarut campur tersebut hingga diperoleh larutan jenuh. Cara mengetahui bahwa larutan yang dibuat telah jenuh atau belum yaitu adalah dengan melihat apakah telah terbentuk titik-titik asam salisilat yang mengendap pada dasar labu erlenmeyer atau gelas beaker atau belum. Jika titik-titik asam salisiat yang telah mengendap terbentuk, maka pelarutan asam salisilat ke dalam pelarut campur dhentikan. Setelah pembuatan larutan sampel selesai dibuat, maka langkah selanjutnya adalah melakukan penentuan kelarutan dari larutan sampel yang telah dibuat. Langkah pertama yaitu memipet larutan sampel yang telah dibuat(bagian yang jernih) sebanyak 10mL dengan bantuan pipet volum/pipet ukur dan bulb pipet. Pada proses memipet ini digunakan pipet ukur

agar larutan yang didapat tepat 10mL. Pipet ukur adalah alat bersifat kantitatif yang digunakan untuk mengambil larutan agar dapat diperoleh jumlah yang dibutuhkan dengan tepat, lebih tepat daripada diukur menggunakan gelas ukur. Sedangkan bulb pipet adalah alat berbentuk bola karet yang memiliki percabangan seperti pipa. Bulb pipet ini membantu proses penyedotan larutan sampel. Setelah larutan sampel disedot menggunakan pipet volum, lalu larutan sampel dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer untuk kemudian dititrasi. Digunakan labu erlenmeyer karena labu erlenmeyer adalah wadah yang cocok untuk melakukan titrasi. Selain itu, labu erlenmeyer memudahkan praktikan untuk melihat perubahan warna analit dengan jelas. Wadah lain tidak digunakan untuk melakukan titrasi contohnya seperti gelas ukur. Hal ini disebabkan karena alat tersebut tidak tepat digunakan untuk proses titrasi oleh karena itu tidak digunakan dalam proses titrasi. Setelah penempatan larutan sampel pada labu erlanmeyer, maka titrasi pun dilakukan. Proses dan mekanisme titrasi tidak berbeda dengan proses yang telah dilakukan sebelumnya yaitu memastikan klem dan statif terpasang dengan baik, memastikan buret terpasang dengan tegak agar memudahkan pembacaan dan agar didapat data yang valid saat proses titrasi, penempatan labu erlenmeyer tepat di bawah buret, dan kertas putih ditempatkan di bawah labu erlanmeyer untuk memudahkan pengamatan secara visual saat terjadi perubahan warna sebagai tanda selesainya proses titrasi. Proses titrasi dilakukan secara duplo pada masingmasing larutan sampel. Hal ini bertujuan agar data yang didapat semakin mendekati benar. Dari proses titrasi didapat data hasil itu Data itu akhir dapat titrasi diperoleh menyebabkan

yaitu................................................................................data karena..................................(tulis kemungkinannya).

grafik..................................................................................dst

Pas d bagian akhir, tulis : dri percobaan yg telah dilakukan praktikan, dpt dilihat bhwa asm salisilat merupakan sywa yg cpt larut dlm pelarut semipolar, yaitu, etanol, gliserin, dan propilen glikol. Asam salisilat sukar larut dlm air , karena air merupakan pelarut polar, namun, karena air dicampur dgn etanol, gliserin, dan propilenglikol yg bersiffat semipolar dgn kdar tertntu, maka asam salisilat dpt larut dgn mudah.

You might also like