You are on page 1of 67

MATERI KULIAH HUKUM PERTANAHAN NASIONAL

_______________________________

A.

PENDAHULUAN 1. Perkembangan Hukum Agraria di Indonesia 1). Periode Penjajahan Belanda Bahwa pada masa penjajahan Belanda di Indonesia hukum agraria yang berlaku pada saat itu adalah hukum agraria kolonial / Barat dan hukum agraria Adat; hukum agraria kolonial hanya memberikan perlindungan serta kemudahan bagi penguasa yang sekaligus juga sebagai pengusaha. Hukum agraria yang diterapkan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda diatur dalam Agrarische Wet, yaitu suatu undang-undang yang dibuat di negeri Belanda pada tahun 1870. Tujuan Agrarische Wet adalah untuk memberikan kemungkinan dan jaminan kepada pemilik modal besar asing, agar dapat berkembang di Indonesia Peraturan pelaksanaan dari Agrarische Wet tersebut diatur dalam berbagi keputusan salah satu diantaranya adalah Agrarische Besluit; pasal 1 Agrarische Besluit tersebut terkenal dengan nama Domein Verklaring (pernyataan domein) yang menyatakan :

Page 1

Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan di dalam ayat 2 dan 3 Agrarische Wet maka dipertahankanlah azas bahwa semua tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan, bahwa tanah itu adalah hak eigendomnya adalah domein Negara (tanah milik Negara.1 Dengan berlakunya Agrarische Besluit tersebut, semua tanah yang bebas sama sekali daripada hak-hak seseorang (baik yang beredasar atas hukum adat asli Indonesia, maupun yang berdasar atas hukum Barat) dianggap menjadi Vrijlandsdomein yaitu tanah-tanah yang dimiliki dan dikuasai penuh oleh Negara.2 Dalam perundang-undangan lama tidak ada aturan pokok yang khusus mengatur soal penguasaan tanah negara. S. 1911 No.110 jo. 1940 No.430 memuat ketentuan-ketentuan umum tentang penguasaan terhadap milik negara yang berupa benda-benda yang tidak bergerak dalam mana dicantumkan pokok pendirian, bahwa benda-benda yang tidak bergerak (dalam hal ini termasuk tanah) milik negara, ada dalam penguasaan Departemen (Kementerian), yang membeayai pemeliharaannya menurut anggaran belanja. Pada hakekatnya ketentuan itu adalah amat sempit, karena denngan demikian masih belum jelas, bagaimanakah halnya dengan penguasaan tanah-tanah negara, yang tidak nyata-nyata Departemen Dalam pada itu tentang penguasaan tanah-tanah Vrijlandsdomein itu ternyata , bahwa pemerintah Belanda dahulu berpegang pada pendirian bahwa : a). tanah-tanah yang menjadi Vrijlandsdomein karena dibebaskan dari hak-hak milik Indonessia oleh suatu oleh suatu

Boedi Harsono 1970 Cetakan Ke Tiga Sejara Penysusunan, Isi dan pelakasanaannya HUKUM AGRARIA INDONESIA Penerbit Djambatan hal : 38-39 2. R. Roestandi 1982 HKUM AGRARIA DALAM TEORI DAN PRAKTEK hal. 281

Page 2

Departemen, b).

dianggap

ada

di

bawah

penguasaan

Departemen itu; tanah-tanah Vrijlandsdomein yang penguasaannya tidak nyata-nyata diserahkan kepada suatu Departemen, dianggap ada dibawah penguasaan Departemen B B. Untuk menghilangkan keragu-raguan mengenai berbagai penguasaan tanah negara tersebut, maka agar pemanfaatan tanah itu berfaedah bagi negara dan masyarakat pemerintah memandang perlu menetapkan mengenai pengawasan atas tanah-tanah negara itu disatu tangan sehingga tanah-tanah negara yang tidak jelas penguasaannya mudah mengaturnya. Selanjutnya hukum agraria yang diperlakukan bagi bangsa Eropa atau mereka yang dipersamakan dengan itu lebih mendapatkan perhatian, seperti dilakukannya kegiatan Kadaster yaitu adanya pendaftaran atau pembukuan bidangbidang tanah yang terletak di suatu daerah kekuasaan pemerintah Belanda di dalam suatu daftar-daftar dan pengukuran serta pemetaan bidang-haknya. Sedangkan hukum agraria yang berlaku bagi orang-orang Indonesia asli dibiarkan menurut hukum adat mereka masingmasing, sehingga pada waktu itu terjadilah dualisme hukum agraria, disamping hukum agraria Barat berlaku pula hukum agraria Adat bagi orang-orang pribumi . 2). Periode Penjajahan Jepang Setelah Belanda kalah perang melawan Jepang, maka Indonesia dijajah oleh pemerintah Jepang; pada masa penjajahan Jepang hampir tidak ada perubahan yang berarti dalam mengatur soal agraria; jika terdapat aturan-aturan soal agraria hanyalah mengenai istilah-istilah menurut bahasa Jepang. Sebagai contoh seperti peraturan yang dikeluarkan
Page 3

pada waktu itu yaitu Peraturan pangkal bagi larangan pemindahan atas benda-benda tetap (Osamu Seirei no. 2 Tahun 1942). Yang dilakukan oleh Pemerintah pendudukan Jepang hanyalah mengobar-kobarkan peperangan melawan tentara sekutu untuk kemenangan bangsa Asia Timur Raya. Dimasa pendudukan Jepang, keadaan dan suasana telah berubah sama sekali, maka untuk melancarkan usaha-usaha peperangan berbagai- Jawatan dari Pemerintah pendudukan Jepang diberi keleluasaan masing-masing. penuh untuk mengatur dalam kepentingannya Akibatnya bahwa

urusan tanah Jawatan-Jawatan itu berbuat sekehendak sendiri dengan mengabaikan peraturan-peraturan yang ada. Akhirnya banyak tanah-tanah Negara yang dengan begitu saja dipergunakan untuk keperluan yang menyimpang daripada tujuan yang telah ditentukan semula, atau yang dipindahpindahkan dari tangan Jawatan yang satu ketangan Jawatan yang lain, dengan tidak melalui acara penyerahan dan penerimaan yang resmi melalui Berita acara. Banyak pula tanah-tanah Negara yang dibiarkan terlantar oleh JawatanJawatan yang tidak membutuhkannya lagi, selain itu sering juga pembelian-pembelian tanah penduduk yang tidak dilakukan menurut peraturan yang ada, kemudian tidak diketahui pula Jawatan mana yang menguasainya. Tindakan- tindakan semacam ini berlansung terus yang tidak menunjukan garis-garis kebijaksanaan yang sama dan diteruskan sesudah berakhirnya pendudukan Jepang, sehingga menimbulkan simpang siur dalam urusan penguasaan tanah Negara umumnya,yang tidak dapat diatasi dengan berpedoman pada peraturan dalam Staatsblad 1911 No.110 saja.

Page 4

Selanjutnya mengeluarkan sebagai berikut.

setelah beberapa

kemerdekaan peraturan

Pemerintah

perundang-undangan

3). Periode Kemerdekaan RI. Setelah diproklamirkan kemerdekaan Negara kesatuan Republik Indonesia, maka tidak ada suatu kelompok masyarakat atau bangsa manapun yang tidak mempunyai aturan-aturan atau norma-norma tertentu yang mengatur tentang hak penguasaan atas tanah. Bahwa suatu negara yang baru merdeka, sudah barang tentu belum dapat menyusun peraturan perundang-undangan yang lengkap untuk mengatur berbagai urusan termasuk urusan agraria; namun dalam pasal II Aturan Peralihan UUD1945 meyatakan : Semua badan-badan dan peraturan-peraturan yang ada sebelum diadakan yang baru tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UUD. ini. Oleh sebab itu selain peraturan agraria lama yang sebagian masih berlaku, dikeluarkan pula beberapa peraturan dan kebijakan pemerintah untuk mengatasi tanah yang ada. Baru setelah lima belas tahun Indonesia merdeka, pemerintah dapat menyusun Hukum Agraria Nasional,yang bersumber pada pasal 33 (3) UUD-1945.yang menyatakan : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakayat. Sebagai pelaksanaan dari pasal 33 UUD tersebut dikeluarkanlah Hukum Agraria Nasional dalam bentuk Undangundang yaitu UU No.5 Tahun 1960 tetang Peraturan Dasar
Page 5

permasalahan

Pokok-Pokok Agraria yang diundangkan pada pada tanggal 24 September Tahun 1960 dan Undang-undang tersebut lebih populer disebut UUPA. 2. Hukum Agraria Nasional 1) Pengertian Hukum Agraria. Dalam arti dan ruang lingkup yang luas itu maka Hukum Agraria merupakan suatu kelompok dari berbagai bidang hukum, yaitu Hukum Tanah, Hukum Air, Hukum Pertambangan, Hukum Perikanan dan Hukum yang mengatur penguasaan ( unsur-unsur tertentu dari ) ruang angkasa. Dengan demikian maka Hukum Agraria tersebut dapat diartikan Hukum Agraria dalam arti yang luas dan dalam arti sempit. 2). Hukum Agraria dalam arti luas Hukum Agraria dalam arti yang luas sebagai yang dimasudkan oleh UUPA seperti yang dikemukakan di atas itu adalah suatu kelompok berbagai bidang hukum, yang mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber alam, yang merupakan lembaga-lembaga hukum dan hubungan-hubungan hukum konkrit dengan sumber-sumber alam. 3). Pengertian Hukum Tanah Hukum Tanah adalah keseluruhan peraturan-peraturan hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah yang merupakan lembaga-lembaga hukum dan hubungan-hubungan hukum konkrit dengan tanah.3 4). Tujuan UUPA UUPA sebagai hukum Nasional yang dilahirkan pertama kali bertujuan untuk :

BOEDI HARSONO 1978 BEBERAPA ANALISA TENTANG HUKUM AGRARIA BAGIAN I BACAAN WAJIB JURUSAN NOTARIAT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA PENERBIT Kelompok Belajar E S A hal : 3

Page 6

a).

meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur;

b). c).

meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan; meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat.

3.

AZAS-AZAS HUKUM AGRARIA / HUKUM TANAH. 1). Azas Kenasionalan a). Pasal 1 ayat (1) : Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. b). Pasal 1 ayat (2) : Seluruh bumi,air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. 2). Azas Hak Menuasai Oleh Negara a). Pasal 2 ayat (1) : Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 UndangUndang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
Page 7

b)

Pasal 2 ayat (2) : Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk : Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi,air dan ruang angkasa; menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

3). Azas pengakuan terhadap hak ulayat pasal 3 Hak ulayat sepanjang kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi. 4). Azas hukum adat pasal 5. Hukum agraria yang berlaku atas bmi,air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan agama. Menurut pendapat STANLEY DIAMOND dalam karangan The Rule of Laws versus the order Custom tentang peoses perkembangan masyarakat dari suatu masyarakat yang diatur
Page 8

lainnya,

segala

sesuatu

dengan

mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum

oleh adat kebiasaan ke masyarakat Negara yang diatur oleh hukum sebagai berikut : Adat dan hukum merupakan suatu sistem kaidah yang sifatnya saling bertentangan. Kebiasaan atau adat bersifat otonom dan spontan, sedang hukum merupakan suatu produk dari kekuasaan terorganisasi yang disebut Negara. Dalam masa transisi dari suatu masyarakat adat menjadi masyarakat Negara (modern) menurut Diamond banyak terjadi pergeseran dan kaidah-kaidah hukum yang sering tidak berakar pada adat kebiasaan masyarakat yang bersangkutan.4

5). Azas fungsi sosial pasal 6 Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berartti, bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya ituakan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentoingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat Menurut AP. PARLINDUNGAN : Adanya pernyataan di dalam pasal 6 tersebut mengandung suatu filosofi bahwa di dalam hak oerorangan itu terkandung juga hak masyarakat dan makin kuat tekanan dari masyarakat (kepentingan umum) maka kepentingan perseorangan harus mengalah.5 6). Azas landreform pasal 7 10 17 PASAL 7 :

Sumardjono Maria SW 1991 dalam Bhumi Bhakti Adhiguna, Kreteria Penentuan Kepentingan Umum dan Ganti Rugi Dalam Kaitannya Penggunaan Tanah BPN-Jakarta hal : 12 AP. PARLINDUNGAN 1989 Berakhirnya Hak Atas Tanah Menurut Sistem Undang-Undabg Pokok Agraria Penerbit Mandar Maju-Bandung hal : 44

Page 9

Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. PASAL 10 ayat (1) : Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan. PASAL 17 ayat (1) : Dengan mengingat ketentuan pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 3 diatur luas maksimum dan / atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum. 7). Azas tata guna tanah pasal 13,- 14, dan 15 Pasal 13 ayat (1) : Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagi yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 3 serta menjamin bagi setiap warga negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia baik diri sendiri maupun keeluarganya. Pasal 13 ayat (2) : Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta. Pasal 14 ayat (1) : Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat 2 dan 3 pasal 9 ayat 2 serta pasal 10 ayat 1 dan 2 Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan
Page 10

bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaann alam yang terkandung di dalamnya : a) b) untuk keperluan Negara; untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa; c) d) e) untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan; untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu; untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan. Pasal 14 ayat (2) : Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat 1 pasal ini dan mengingat peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing-masing. Pasal 15 ayat (1) : Memelihara tanah termasuk mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang dan badan hukumatau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah tersebut dengan mengingat golongan yang ekonomi lemah. 8). Azas kepentingan umum pasal 18 Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingasn bsngsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang.

Page 11

9). Azas pendaftaran tanah pasal 19 Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftara tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerinrah.

B.

HAK PENGUASAAN ATAS TANAH


Sebagaimana diketahui bahwa persamaan dari semua hukum tanah baik Hukum Tanah Adat, Hukum Tanah Barat, HukumTanah Komunis dan HukumTanah Anglo Sakson adalah sama-sama mengatur mengenai Hak Penguasaan Atas Tanah. Menurut Boedi Harsono bahwa dalam tiap hukum tanah terdapat pengaturan mengenai berbagai hak penguasaan atas tanah. Isi Hak Penguasaan Atas Tanah Semua hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban, dan/ atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk berbuat, yang merupakan isi Hak Penguasaan Atas itulah yang menjadi kriterium atau tolok pembeda di antara hak - hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah.6 Bahwa hak penguasaan atas tanah yang berkaitan dengan

kewenangan untuk berbuat sesuatu atas tanah yang dihaki tersebut adalah sebagai berikut : Secara yuridis berbuat sesuatu yang dimaksudkan di atas berisi kewenamgan Privat, Publik atau bahkan sekaligus kewenangan Publik dan Privat. Tegasnya pengertian yang dimaksud dalam Hak Penguasaan Atas tanah berisi wewenang yang luas, tidak sekedar
6

Boedi Harsono 2003 Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan Pelakasanaannya, Jilid 1 Hukum Tanah Nasional Cetakan Kesembilan, Penerbit Djambatan Jakarta hal : 23-24

Page 12

kewenangan hak untuk menggunakan atau menjadikan tanah sebagai jaminan yang merupakan kewenangan perdata; dengan demikian maka Hak Penguasaan Atas Tanah lebih luas dari pada Hak-Hak atas tanah. Mengenai 1. Weenang a. Kewenangan Privat Kewenangan Privat yaitu : 1) Penguasaan secara yuridis / yang dilandasi menggunakan tanahnya secara langsung. 2) Penguasaan secara yuridis yang tidak dikuasai secara langsung karena adanya perjanjian seperti disewakan. 3) Penguasaan secara yuridis tetapi dikuasai secara langsung oleh pihak lain dengan cara melawan hukum (diokupasi). 4) Penguasaan secara yuridis tetapi tidak memberi kewenangan untuk menguasai tanahnya secara pisik, yaitu kreditor sebagai pemegang hak tanggungan atas tanah yang dijadikan jaminan hutang. b. Kewenangan Publik Kewenangan publik ini bersumber pada pasal 33 ayat (3) UUDRI 1945 yang dijabarkan dalam pasal 2 ayat 2 UUPA yaitu mengenai hak menguasai Negara yakni kewenangan untuk mengatur. Hak menguasai dari dari Negara dimaksud memberi wewenang untuk : a). mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; suatu hak penguasaan secara pisik sebagai layaknya menempati, wewenang, kewajiban dan larangan sebagai yang dipaparkan di atas adalah sebagai berikut :

Page 13

b).

menentukan `dan angkasa;

mengatur

hubungan - hubungan

hukum antara orang- orang dengan bumi,air dan ruang c). menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatanperbuatan hukum yang mengenai bumi,air dan ruang angkasa. c. Kewenangan Privat dan sekaligus kewenangan Publik Kewenangan yang terkandung dalam Hak Penguasaan Atas Tanah ini dapat kita Ulayat yaitu : Hak Bangsa sebagai bentuk Hak Penguasaan Atas Tanah yang tertinggi dalam Hukum Tanah Nasional,terdapat dalam pasal 1 ayat (1) UUPA, di dalamnya mengandung 2 (dua) unsur yaitu unsur yaitu kewenangan yang bersifat privat dan tugas kewenangan.yang bersifat publik. Hak Ulayat secara simultan juga mengandung 2 (dua) unsur, yaitu unsur kepunyaan yang termasuk bidang perdata dan unsur tugas kewenangan yang termasuk bidang hukum publik. Adapun unsur tugas kewenangan tersebut dilimpahkan pelaksanaannya kepada Kepala Adat sendiri atau bersama sama dengan para tetua Adat masyarakat Hukum Adat yang bersangkutan.7
7

ketemukan pada Hak Bangsa dan Hak

Dari paparan tersebut di atas maka macam-macam Hak Penguasaan Atas Tanah terdiri dari : 1). 2).
7

Hak Bangsa. Hak menguasai Negara

Oloan Sitorus 2004 Kapita Selekta PERBANDINGAN HUKUM TANAH Penerbit Mitra Kebijakan Tanah Indonesia YOGYAKARTA, hal 14

Page 14

3). 4).

Hak Ulayat dan Hak-hak perorangan meliputi hak atas tanah dan

tanggungan. 2. Kewajiban Kewajiban seseorang yang berhubungan dengan tanah dapat kita ketemukan dalam Pasal 15 UUPA sebagaimana yang telah dipaparkan dalam Azas tata guna tanah. 3. Larangan Larangan yang berkaitan dengan hak penguasaan atas tanah dapat kita ketemukan dalam Pasal 7, 10 dan Pasal 17 UUPA sebagimana tertuang dalam Azas Landreform. Disamping itu terdapat pula larangan yang tertuang dalam UU. No. 51 Prp. Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya, Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah.

C.

HAK-HAK ATAS TANAH


Bahwa hak-hak atas tanah yang disebut sebagai lembaga hukum berawal dari ketentuan pasal 4 ayat (1) UUPA yang menyatakan : Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orangorang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Selanjutnya dalam pasal 4 ayat (2) dinyatakan : Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang utuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan
Page 15

untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturanperaturan hukum yang lebih tinggi. a. Jenis Hak atas tanah. Jenis hak-hak atas tanah sebagaimana yang tertuang di dalam pasal 16 UUPA yaitu : Hak milik, Hak guna usaha, Hak guna bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak membuka tanah,Hak memungut hasil hutan dan Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sbagai yang disebutkan dalam pasal 53. Adapun jenis hak-hak atas tanah merupakan lembaga hukum jika belum dihubungkan dengan tanah dan orang atau badan hukum tertentu yang tertuang di dalam pasal-pasal UUPA yaitu Pasal 20 s / d 45 meliputi : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Sewa untuk bangunan. Sedangkan yang diatur di dalam pasal I s / d VIII UUPA tentang ketentuan konversi merupakan hubungan-hubungan hukum konkrit, (biasanya disebut hak) jika telah dihubungakan dengan tanah tertentu sebagai obyeknya dan orang atau badan hukum tertentu, sebagai subyek atau pemegang haknya. Contohnya adalah hak-hak atas tanah yang disebut dalam ketentuan Konversi.8 b. Unsur Hak atas tanah Pelaksanaan dari pemberian hak atas tanah Negara tersebut akan terkait 2 (dua) unsur yaitu Subyek (pemohon) dan Obyek ( tanah ) Negara yang dimohon. Adapun mengenai 1). Subyek dapat dibedakan : a. Orang : WNI dan subyek dan obyek sebagimana diutarakan di atas dapat dibedakan sepert di bawah ini.

. Ibid hal : 15

Page 16

WNA b. Badan hukum a). Badan Hukum Swasta yaitu : Perseroan Terbatas; Koperasi dan Yayasan b). yang bergerak di bidang sosial dan keagamaan. Badan Hukum Publik yaitu : 2). Bank-Bank pemerintah; Perusahaan umum; PT Pesero;tan BUMN / BUMD dan Instansi Pemerintah

Obyek dapat dibedakan: Tanah hak : tanah yang dahulu tunduk pada hukum Barat, hukum Adat dan hak- hak atas tanah menurut UUPA. Tanah Negara. Adapun schema unsur hak atas tanah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

c.

Badan Hukum Yang dapat mempunyai Hak milik Dalam pasal 21 (2) : Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya. Adapun badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah yaitu : 1). 2). 3). 1963. Bank-bank Pemerintah Koperasi yang bergerak di bidang pertanian dan Yayasan Sosial dan keagamaan.

Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun

Page 17

Untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap dapat dilihat pada Schema Unsur Hak Atas Tanah di bawah ini.

Schema Unsur Hak Atas Tanah


U
N

S U R
ORANG WNA WNI BADAN HUKUM SWATA

H A K A T A S T A N A H

SUBYEK

BADAN HUKUM BADAN HUKUM PUBLIK Bank-Bank Pemerintah, BUMN BUMD, PT.Pesero, Instansi Pemerintah lainnya.

TANAH HAK : OBYEK


HAK BARAT : Hak Eigendom, Erfpacht, Opstal dll. HAK ADAT : Yasan, Druwe, Andarbeni, Pesini dll.

TANAH NEGARA

Page 18

TERJADINYA HAK ATAS TANAH


Sebelum membahas tentang terjadinya hak atas tanah lebih dahulu perlu diketahui beberapa pasal UUPA yaitu sebagai berikut : Pasal 4 UUPA ayat (1) Atas dasar hak menguasai daeri Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum. Pasal 16 UUPA Pasal 16 UUPA tersebut adalah mengenai jenis hak-hak atas tanah sebagai yang telah dipaparkan dalam huruf D tentang Hak-Hak atas tanah huruf a di atas. Pasal 22 UUPA (1). Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah. (2). Selain cara sebagai yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini hak milik terjadi karena : a. penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dan karena ketentuan undang-undang. b. terjadinya hak milik menurut ketentuan UU dapat kita ketemukan secara konstitutif yaitu dalam Pasal I UUPA tentang ketentuan-ketentuan konversi, sedangkan secara deklaratif setelah dihubungkan antara subyek dan obyeknya, melalui pendaftaran hak yang akan didaftar dalam suatu daftar umum dan diterbitkan surat sebagai alat pembuktian hak yang kuat dinamakan sertifikat.

Page 19

Adapun terjadinya hak milik menurut hukum adat yang dijanjikan akan diatur dengan Peraturah Pemerintah tersebut, hingga kini belum pernah diwujudkan, demikian pula terjadinya hak milik dan hak-hak yang lain seperti HGU, HGB dan HP, pun tidak diatur dengan Peraturan Pemerintah tetapi di atur dengan Peraturan Menteri. Pendaftaran hak sebagai dimaksud dalam ketentuan konversi tersebut untuk tanah-tanah yang dahulu tunduk pada ketentuan hukum Barat diatur dalam Peraturan Menteri Agraria No.2 Tahun 1960 jo Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1970. Tanah-tanah bekas hak Barat kecuali yang telah dikonversi menjadi hak milik, berakhir haknya pada tanggal 24 September 1980 kemudian tanahnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1979 jo Permendari No. 3 Tahun 1979. Terjadinya hak atas tanah yang lain menurut ketentuan UU, karena adanya perjanjian yang dibuat oleh para pihak, seperti hak milik yang dibebani dengan hak guna bangunan dan lain-lain. Mengenai terjadinya hak atas tanah yang timbul karena penetapan Pemerintah sebagai diuraikan di atas, pada umumnya adalah berasal dari permohonan pemberian hak atas tanah Negara, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN. No. 9 Tahun 1999 jo Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN. No. 3 Tahun 1999. Selanjutnya menurut pasal 50 ayat 2 menyatakan : ketentuanketentuan lebih lanjut mengenai hak sewa untuk bangunan akan diatur dengan peraturan perundangan. 1. Pengertian Hak Milik Sebelum memaparkan tentang pengertian hak milik sebagi yang akan dijelaskan dalam Pasal 20-27 UUPA, perlu dikemukakan tentang konsep hak milik sebagai berikut :

Page 20

TEORI KERJA JOHN LOCKE Meskipun bumi dan semua makhluk yang lebih rendah dipunyai bersama oleh menusia, namun setiap manusia mempunyai suatu milik pribadinya senndiri atas milik itu tak seorangpun mempunyai hak kecuali dia sendiri; kerja dari badannya dan karya tangannya dapat dikatakan benarbenar miliknya.9. ACHMAD SODIKI Konsep hak milik berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda mendasarkan pengertiannya pada personifikasi pemilikan tanah sebagai awal pemilikan yang berada di tangan penguasa pemerintahan. Berbeda dengan konsep hukum adat mengedepankan IPSO-FACTO, baik berupa kenyataan penguasaan, penempatan, pemukiman, pendudukan maupun penguas aan sebagai awal mula timbulnya hak; hukum Barat telah lama meninggalkan teori occupatio yang mempunyai banyak kelemahannya.10. OLOAN SITORUS Konsepsi Hukum Barat adalah individualistik liberal. Disebut individualistik karena berpangkal dari hak milik perorangan (Hak Eigendom). Hak Eigendom tersebut merupakan Hak Penguasaan Atas Tanah yang tertinggi, sehingga semua hak atas tanah lainnya bersumber dari Hak Eigendom tersebut. Hak Eigendom atas tanah itu merupakan hak primer, yang bersumber pada kedudukan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang. mempunyai hak untuk menikmati dan memiliki kekayaan alam yang diciptakan Tuhan baginya.11.

10

11

Locke John , 1989 dalam CB Macpherson , Pemikiran Dasar Tentang Hak Milik, Alih Bahasa C. Woekisari dan Haryono Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta hal : 22. ACHMAD SODIKI, 1996 , Konflik Pemilikan Hak Atas Tanah Perkebunan PT. Pustaka LP3S-Jakarta hal: 5 Opcit hal : 27

Page 21

Hak Milik (Pasal 20-27 UUPA). Yang dimaksud dengan Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan pasal 6. Hak milik hak yang dapat beralih dan dialihkan. 1). Yang dapat mempunyai Hak Milik (Pasal 21 ayat 1 dan ayat 2 UUPA), a). b). Orang, Warga Negara Indonesia Badan Hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah menurut PP. No.38 Tahun 1963: Bank-Bank Pemerintah; Koperasi pertanian; Yayasan yang bergerak di bidang sosial dan keagamaan. 2). Sifat Hak milik a). Turun-temurun artinya hak milik itu dapat beralih karena peristiwa hukum b). c). d). e). dengan meninggalnya seseorang,maka beralih kepada ahli warisnya. Terkuat artinya hak milik itu hak yang paling kuat dibandingkan dengan hak-hak atas tanah yang lain. Terpenuh artinya bahwa hak milik dapat digunakan untuk mendirikan bangunan maupun.usaha di bidang pertanian. Beralih dan dialihkan karena adanya perbuatan hukum seperti jual-beli tukar-menukar penghibahan dan lain-lain. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak tanggungan. Pasal 21 ayat (3) UUPA: Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh Hak milik karena pewarisan tanpa wasiat,atau percampuran harta karena perkawinan
Page 22

yang

berusaha

di

bidang

produksi

demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu,di dalam jangja waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik tidak dilepaskan,maka hak tersebut hapus,dengan Pasal 26 ayat ketentuan 2 UUPA: hak-hak Setiap pihak jual-beli, dan lain yang membebaninya tetap berlangsung. penukaran, perbuatanpenghibahan, pemberian dengan wasiat

perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang di samping kewarganegaraannya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada badan hukum,kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat 2, adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara dengan ketentuan, bahwa hakhak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali. 3) Hapusnya hak milik atas tanah pasal 27 UUPA. Hak milik hapus bila : a). tanahnya jatuh kepada Negara : b). karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18; karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya; karena diterlantarkan; karena ketentuan pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2

tanahnya musnah.

Page 23

2.

Pengertian Hak Guna Usaha Hak Guna Usaha (Pasal 28-34 UUPA). Hak Guna Usaha adalah Hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara paling lama dalam jangka waktu 25 tahun ,untuk perusahaan yang memerlukan lebih lama dapat diberikan untuk paling lama 35 tahun,guna perusahaan pertanian,perikanan atau peternakan.Jika jangka waktu Hak Guna Usaha berakhir dapat diperpanjang lagi paling lama 25 tahun. 1). Yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha a). b). Warga Negara Indonesia; Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Luas tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah 5 HA; Luas tanah maksimum yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada perorangan adalah 25 HA; Luas maksimum yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada Badan Hukum ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan dari pejabat yang berwenang di bidang usaha yang bersabgkutan, dengan mengingat luas yang diperlukan untuk pelaksanaan suatu satuan usaha yang paling berdaya guna di bidang yang bersangkutan. 2). Sifat Hak Guna Usaha. a). b). c). Untuk keperluan perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan; Dapat beralih dan dialihkan; Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan.

Page 24

3). Hapusnya Hak Guna Usaha. Hak Guna usaha hapus bila : a). b). Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya. Dibatalkan haknya sebelum atau jangka oleh pejabat yang berwenang karena tidak dan waktunya.berakhir ketentuan

dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dilanggarnya ketentuan dimaksud c). d). e). f). g). h).

sebagai

dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 40

Tahun 1996. Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berahir; Dicabut berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 1961; Diterlantarkan; Tanahnya musnah; Jika pemegang haknya tidak memenuhi syarat lagi sebagai dimaksud dalam ketentuan Pasal 3 ayat (2). 3. Pengertian Hak Guna Bagunan Hak Guna Bangunan (Pasal 35-40 UUPA) Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri,dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk waktu 20 tahun; 1). Yang dapat menjadi pemegang Hak Guna Bangunan : a). b). Warga negara Indonesia; Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia

dan berkeduduk di Indonesia.

Page 25

Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah: a). b). c). Tanah Negara; Tanah Hak Pengelolaan; Tanah Hak Milik.

2). Sifat Hak Guna Bangunan a). Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas b). c). d). tanah yang bukan miliknya sendiri, baik berupa lama 30 tahun dan dapat tanah Negara atau tanh hak milik orang lain; Jangka waktu paling diperpanjang selama 20 tahun lagi; Dapat beralih / dialihkan kepada pihak lain; Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan. 3). Hapusnya Hak Guna Bangunan karena : a). Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusannya b). pemberian atau perpanjangan dalam perjanjian pemberiannya; Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau Pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir karena: Tidak dipenuhinya kewajiban - kewajiban pemegang hak atau dilanggarnya ketentuan - ketentuan sebagai dimakusd dalam Pasal 30, 31 dan Pasal 32 PP.No.40 Tahun 1996; Tidak tertuang dipenuhinya kewajiban-kewajiban yang dalam perjanjian pemberian Hak Guna

Bangunan antara pemegang Hak Guna Banngunan

Page 26

dan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan; Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap; Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir; Dicabut berdasarkan Undang-undang No.20 Tahun 1961; Karena diterlantarkan; Tanahnya musnah; Jika pemegang haknya tidak memenuhi sayarat lagi sebagai dimaksud dalam pasal 20 ayat (2) PP No.40 Tahun 1996. 4. Hak Pakai ( Pasal 41 43 UUPA). Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil daritanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain,yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya atau oleh pejabat perjanjian yang berwenang pemilik memberikannya dalam dengan

tanahnya,yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan Undang-undang ini. 1). Yang dapat mempunyai Hak Pakai adalah : a). b). c). d). e). Warga Negara Indonesia; Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Daerah. Badan-badan keagamaan dan sosial; Orang-orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
Page 27

f). g).

Badan Hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia; Perwakilan internasional. Negara asing dan perwakilan badan

2). Jangka waktu Hak Pakkai (Pasal 45 - PP. No.40 Tahun 1996). a). b). Jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Sesudah jangka waktu Hak Pakai habis, kepada pemegang hak dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun atau diberikan untuk pembaharuan Hak Pakai atas tanah yang sama; c). Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang. 3). Sifat Hak Pakai adalah : a). b). c). Dapat digunakan untuk bangunan atau tanah pertanian; Dapat berasal dari Tanah Negara atas penetapan Pemerintah atau atas tanah Hak Milik; Hak Pakai dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu atau d). selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan dialihkan kepada pihak lain, tertentu; Hak Pakai hanya dapat sepanjang mendapat ijin pejabat yang berwenang, bersangkutan

apabila mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau menurut perjanjian yang apabila mengenai tanah Hak Milik; e). Hak Pakai tidak dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan;
Page 28

f).

Pemberian Hak Pakai

tidak boleh disertai syarat

syarat yang mengandung pemerasan. 5. Hak sewa untuk bangunan ( Pasal 44 UUPA ) Hak sewa untuk bangunan adalah seseorang atau badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah,apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa. Jenis hak-hak atas tanah sebagaimana disebutkan di atas hanya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang dapat diterbitkan alat bukti haknya / sertipikatnya. 6. Hak Penguasaan Bahwa istilah Tanah Hak Penguasaan tidak dikenal di dalam Pasal 16 UUPA, tetapi istilah tersebut erat hubungannya dengan PP. No. 8 Tahun 1953 tentang Tanah Negara, dan Keputusan Menteri Agraria No. SK. 112 / Ka / 1961 tentang Penetapan Kembali Tugas Dan Wewenang Agraria. Perlu diketahui bahwa dikeluarkannya PP. No. 8 Tahun 1953 pemerintah berkehendak mengatur kembali penguasaan tanah-tanah Negara sebagai termaktub dalam Surat Keputusan Gubernur Jendral tertanggal 25 Januari 1911 No. 33 (Staatblad 1911 No. 110) Diktum dari PP. No. 8 Tahun 1953 tersebut menyatakan : Dengan menyampingkan ketentuan-ketentuan tersebut dalam surat Keputusan Gubernur Jendral tertanggal 25 Januari 1911 No. 33 (Staatblad 1911 No. 110), sebagai yang telah diubah dan ditambah yang terakhir dengan surat keputusannya tertanggal 20 Agustus 1940 No. 30 (Staatblad 1940 No. 430) yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini menetapkan : Peraturan Pemerintah tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara Selanjutnya menurut penjelasan peraturan tersebut bahwa :
Page 29

Menurut domeinverklaring yang antara lain dinyatakan di dalam pasal 1 Agrarische Besluit, semua tanah yang bebas sama sekali daripada hak-hak seseorang (baik yang berdasar atas hukum adat asli Indonesia, maupun yang berdasar atas hukum barat) dianggap sebagai vrij landsdomein yaitu tanah-tanah yang dimiliki dan dikuasai penuh oleh Negara. Tanah-tanah demikian itulah yang di dalam Peraturan Pemerintah ini disebut tanah Negara. Menurut pasal 3 PP. No. 8 Tahun 1953 tersebut, Menteri Dalam Negeri berhak: a. menyerahkan penguasaan itu kepada suatu Kementerian, Jawatan atau Daerah Swatantra untuk keperluan-keperluan bagi melaksanakan kepentingannya sebagai dimaksud dalam pasal 4; b. mengawasi agar tanah negara tersebut dalam sub a dipergunakan sesuai dengan peruntukannya dan bertindak menurut ketentuan sebagai dimaksud dalam pasal 8; Di dalam pasal 8 menyatakan penguasaan tanah negara itu dapat dicabut apabila : a) penyerahan penguasaan itu ternyata keliru atau tidak tepat lagi; b) luas tanah yang diserahkan ternyata sangat melebihi keperluannya; c) tanah itu tidak dipelihara atau tidak dipergunakan sebagai mana mestinya. Dari rumusan pasal yang tertuang di dalam peraturan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan tanah Negara adalah tanah yang dikuasai penuh oleh Negara, yang penguasaanya ada pada Menteri Dalam Negeri untuk diserahkan kepada Kementerian, Jawatan dan Daerah Swatantra, kemudian tanah-tanah tersebut sering pula disebut sebagai tanah penguasaan.

Page 30

Sedangkan Keputusan Menteri Agraria No. SK. 112 / Ka / 1961 tentang Penetapan Kembali Tugas Dan Wewenang Agraria, intinya memberikan pelimpahan wewenang kepada Kepala Kantor Inspeksi Agraria Propinsi dalam memberikan Hak Penguasaan (Beheer) atas permohonan hak yang diajukan oleh Departemen, Jawatan dan Daerah Swatantra yang memperoleh tanah penguasaan Negara sebagai dimaksud dalam pasal 3 PP. No 8 Tahun 1963. Selanjutnya dijelaskan : Penguasaan (Beheer), dan wewenang untuk memberikan hak penguasaan mengenai daerah Tingakat II dan Jawatan, dapat diberikan dengan Hak Penguasaan atas tanah Negara oleh Kepala Kantor Inspeksi Agraria sepanjang luasnya tidak lebih dari 1 Hektar. Jika luas tanah yang diajukan Hak Penguasaan tersebut lebih dari 1 Hektar merupakan wewenang Menteri Agraria untuk memberikan hak dimaksud Namun di dalam praktek ketentuan yang mengatur wewenang untuk pemberian Hak Penguasaan (Beheer) tersebut tidak berjalan secara efektif, sehingga pemberian hak atas tanah dengan Hak Penguasaan tersebut dapat dikatakan tidak pernah terjadi, hal ini karena tidak dilakukan oleh instansi yang bersangkutan untuk mengajukan permohonan Hak penguasaan (beheer), sehingga tanah penguasaan Negara yang dikuasai oleh instansi tadi tidak mempunyai kepastian hak dan kepastian hukum. Selanjutnya dikeluarkan Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara Dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya. Peraturan tersebut menyatakan : Pasal 1 : Hak penguasaan atas tanah Negara sebagai dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953, yang diberikan kepada Departemen-departemen, Direktorat-direktorat dan Daerah-daerah
Page 31

Swatantra sebelum berlakunya Peraturan ini sepanjang tanah-tanah tersebut hanya dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri dikonversi menjadi hak pakai, sebagai dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yang berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan itu oleh instansi yang bersangkutan. Pasal 2 : Jika tanah Negara sebagai dimaksud dalam pasal 1, selain dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri, dimaksudkan juga untuk dapat diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan tersebut di atas dikonversi menjadi hak pengelolaan sebagai dimaksud dalam pasal 5 dan 6, yang berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan itu oleh instansi yang bersangkutan. Pasal 5 : Apabila tanah-tanah Negara sebagai dimaksud dalam pasal 4 di atas, selain dipergunakan oleh instansi-instansi itu sendiri, juga dimaksudkan untuk diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka oleh Menteri Agraria tanah-tanah tersebut akan diberikan dengan hak pengelolaan. 7. Hak Pengelolaan. Istilah hak pengelolaan ini tidak kita ketemukan di dalam jenis hak-hak atas tanah yang ada di dalam pasal 16 UUPA, tetapi dapat kita ketemukan istilah pengelolaan dalam Penjelasa Umum UUPA angka II (2) alinea terakhir yang menjelaskan sebagai berikut : Kekuasaan Negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh.

Page 32

Dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan di atas (tujuan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat) Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu dan kepada seseorang atau badan-badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya misalnya hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada suatu Badan Usaha (Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masingmasing (pasal 2 ayat 4). Istilah pengelolaan (bukan hak pengelolaan) tersebut di atas memang dapat menimbulkan perbedaan pendapat apakah istilah pengelolaan tersebut merupakan lembanga hukum, atau hubungan hukum konkrit dengan tanah. Apabila dicermati kata untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya dan dikaitkan pula dengan pasal 4 ayat (2) UUPA, maka mempergunakan tanah tersebut berarti dalam mempergunakan tanah tersebut berisi wewenang, kewajiban, larangan dan sanksi bagi Badan Usaha (Departemen, Jawatan atau Daerah Swatntra yang memperoleh pengelolaan tersebut). Demikian pula pasal 4 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa Pemerintah berwenang menetapkan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut yang dapat diberikan atau dipunyai oleh orangorang atau badan hukum, baik sendiri-sendiri maupun bersamasama. Selanjutany Pemerintah menerbitkan peraturan yang dipakai dasar untuk menentukan adanya Hak Pengelolaan yaitu sebagai berikut : 1). Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 Tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara Dan Ketentuan-Ketentuan Kebijaksanaan Selanjutnya.

Page 33

Pasal 1 : Hak penguasaan atas tanah Negara sebagai dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953, yang yang diberikan kepada Departemen-departemen, sepanjang tanah-tanah tersebut hanya dipergunakan untuk kepentingan instansiinstansi itu sendiri dikonversi menjadi hak pakai, sebagai dimaksud berlangsung dalam Undang-undang tanah Pokok Agraria, yang untuk selama tersebut dipergunakan

keperluan itu oleh instansi yang bersangkutan. Pasal 2 : jika tanah Negara sebagai dimaksud dalam pasal 1, selain dipergunakan untuk kepentingan Instansi-instansi itu sendiri, dimaksudkan juga untuk dapa diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan tersebut di atas dikonversi menjadi hak pengelolaan sebagai dimaksud dalam pasal 5 dan 6, yang berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan bersangkutan. Apabila kita teliti secara cermat tentang Ketentuan Konversi sebagai dimaksud dalam Pasal I s / d Pasal VIII UUPA, tidak kita ketemukan lembaga hukum yang disebut Hak penguasaan dan tidak ada pula Hak pengelolaan yang disebutkan dalam pasal-pasal tersebut di atas. 2). Peraturan Menteri Agraria No. 1 Tahun 1966 Tentang Pendaftaran Hak Pakai Dan Hak Pengelolaan Pasal 1 : Selain hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan maka harus pula didaftar menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah Nno. 10 Tahun 1961: untuk keperluan itu oleh instansi yang

Page 34

a.

Semua hak pakai, termasuk yang diperoleh Departemendepartemen, Direktorat direktorat dan Daerah-daerah Swatantra sebagi dimaksud dalam Peraturan Agraria No. 9 Tahun 1965 ; Menteri

b.

Semua

hak

pengelolaan

sebagai

dimaksud

dalam

Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965.

3). Peraturan Menteri Dalam Negeri No.5 Tahun 1974 tentang Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan Pasal 3 menyebutkan : Dengan mengubah seperlunya ketentuan dalam Peraturan Menteri Agraria No.9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan atas Tanah Negara dan Ketentuan Ketentuan tentang Kebijaksanaan Selanjutnya di dalamnya mengatur mengenai wewenang pemegang hak pengelolaan yaitu : a. b. c. merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan; menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya; menyerahkan bagian-bagian daripada tanah tersebut kepada piha ketiga menurutpersyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi - segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dengan keuangannya,dengan dilakukan oleh ketentuan pejabat pejabat bahwa yang pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan

Page 35

berwenang menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No.6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang. Peraturan Menteri Agraria No.9 Tahun 1965 Pasal 6 PMA. No. 9 Tahun 1965 terasebut menyatakan bahwa wewenang pemegang Hak Pengelolaan tersebut adalah untuk : a. b. c. merencanakan tersebut; menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya; menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan hak pakai yang berjangka waktu 6 (enam) tahun; d. menerima uang pemasukan / ganti rugi dan / atau uang wajib tahunan peruntukan dan penggunaan tanah

4). Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya. Pasal 1 : Yang dimaksud dengan Hak Pengelolaan dalam Peraturan ini ialah : (1). Hak pengelolaan, yang berisi wewenang untuk : a merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yanag bersangkutan; b menggunakan tanah tersebut untuk keperluan

pelaksanaan usahanya; c. menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang

Page 36

ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabatpejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. (2). Hak pengelolaan yang berasal dari pengkonversian hak penguasaan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun tentang 1965 tentang Pelaksanaan selanjutnya konversi yang hak penguasaan atas tanah Negara dan ketentuan-ketentuan kebijaksanaan memberi wewenang sebagaimana tersebut dalam ayat 1 di atas dan yang telah didaftarkan di Kantor Sub Direktorat Agraria setempat serta sudah ada sertipikatnya. Pasal 2 : Bagian-bagian tanah hak pengelolaan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah, Lembaga, Instansi dan atau Badan / Badan Hukum (milik) Pemerintah untuk membangun wilayah pemukiman, dapat diserahkan kepada pihak ketiga dan diusulkan kepada Menteri Dalam Negeri atau Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan untuk diberikan dengan hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai, sesuai dengan rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang telah dipersiapkan oleh pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan. Pasal 3 : (1). Setiap penyerahan penggunaan tanah yanag merupakan bagian dari tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga oleh pemegang hak penglelolaan, bai yang disertai

Page 37

ataupun tidak disertai dengan pendirian bangunan di atasnya, wajib dilakukan dengan pembuatan perjanjian tertulis antara pemegang hak pengelolaan dan pihak ketiga yang bersangkutan. (2). Perjanjian termaksud dalam ayat (1) pasal ini memuat antara lain keterangan mengenai : a. b. c. d. Identitas pihak-pihak yang bersangkutan. Letak, batas-batas dan luas tanah yang dimaksud. Jenis penggunaannya . Hak atas tanah yang akan dimintakan untuk

diberikan kepada pihak ketiga yang bersangkutan dan keterangan mengenai jangka waktunya serta kemungkinan untuk memperpanjangnya. e. Jenis-jenis bangunan yang akan didirikan di atasnya dan ketentuan mengenai pemilikan bangunanbangunan tersebut pada berakhinya hak tanah yang diberikan. f. Jumlah uang pemasukan dan syarat-syarat

pembayarannya. g. Syarat-syarat lain yang dipandang perlu.

Bahwa hal-hal yang telah dipaparkan di atas secara yuridis formal yang mengatur tentang hak pengelolaan hak pengelolaan dapat dipahami sebagai berikut: a). Istilah hak pemguasaan atas tanah Negara sebagai dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria No.9 Tahun 1965 tidak kita temukan dalam jenis hak atas tanah dalam UUPA, yang ada adalah tanah Negara sebagai dimaksud dalam PP. No.8 Tahun 1953.

Page 38

b).

Wewenang yang ada pada pemegang hak pengelolaan menurut Peraturan Menteri Agraria No.9 Tahun 1965 salah satu diantaranya adalah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, sedangkan yang ada dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.5 Tahun 1974 untuk keperluan pelaksanaan usahanya.

c).

Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 1977 bukan mengatur tentang permohoan hak pengelolaan, tetapi mengatur permohonan hak bagian-bagian hak pengelolaan yang dilepaskan kepada pihak ketiga.

G.

TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMBATALANHAK ATAS TANAH NEGARA DAN HAK PENGELOLAAN

1.

Ketentuan umum Tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah Negara dan hak pengelolaan ini diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.9 Tahun 1999. Sebagai berikut : 1). Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. 2). Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan status rumah susun yang didaftar,pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. 3). Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bangunan di atasnya. bagian

Page 39

4).

Pemohon atau subyek hak adalah perorangan atau badan hukum yang pendiriannya sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5).

Pemberian hak atas tanah adalah penetapan Pemerintah yang memberikan sesuatu hak atas tanah Negara, perpanjangan jangka waktu hak, pembaharuan hak, perubahan hak, termasuk pemberian hak di atas Hak Pengelolaan.

6).

Perpanjangan syarat-syarat pemohonannya

hak

adalah

penambahan hak

jangka

waktu

berlakunya suatu hak atas tanah tanpa tanpa mengubah dalam dapat pemberian diajukan tersebut,yang jangka waktu sebelum

berlakunya hak atas tanah berakhir. 7). Pembaharuan hak adalah pemberian hak atas tanah yang sama kepada pemegang hak yang sama yang dapat diajukan setelah jangka waktu berlakunya hak yang bersangkutan berakhir. 8). Perubahan hak adalah penetapan Pemerintah mengenai

penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah tertentu,atas permohonan pemegang haknya,menjadi tanah Negara dan sekaligus memberikan tanah tersebut kepadanya dengan hak atas tanah jenis lainnya. 9). Pembatalan hak atas tanah adalah pembatalan keputusan pemberian suatu hak atas tanah atau sertipikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum administrasi dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Page 40

2.

Tanah yang dapat dimohon dengan sesuatu hak 1). Sebelum mengajukan permohonan hak,pemohon harus

menguasai tanah yang dimohon dengan dibuktikan data yuridis dan data fisik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2). Dalam tanah yang dimohon merupakan tanah Hak Pengelolaan pemohon harus terlebih dahulu memperoleh penunjukan berupa perjanjian penggunaan tanah dari pemegang Hak Pengelolaan. 3). Dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah kawasan hutan,harus terlebih dahulu dilepaskan dari statusnya sebagai kawasan hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Tanah-tanah tertentu yang diperlukan untuk konservasi yang ditetapkan oleh Menteri tidak dapat dimohon dengan sesuatu hak atas tanah.

3.

Syarat-syarat Permohonan Hak Milik a. Hak Milik dapat diberikan kepada : 1). 2). Warga Negara Indonesia; Badan-badan Hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku yaitu : b. Pemberian Bank Pemerintah; Badan keagamaan dan Badan Sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah. Hak Milik untuk badan hukum sebagaimana dimaksud pada angka 2) tersebut, hanya dapat diberikan atas

Page 41

tanah-tanah tertentu yang berkaitan langsung dengan tugas pokok dan fungsinya. Permohonan hak atas tanah Negara harus diajukan secara tertulis dan blanko permohonan hak tersebut diperoleh pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dengan mengganti pembayaran beaya cetak. Permohonan yang diajukan tersebut memuat keterangan mengenai diri pemohon: 1). Apabila perorangan : Nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaannya serta keterangan mengenai isteri / suami dan anaknya yang masih menjadi tanaggungannya, sesuai dengan KTP dan KSK. Nama, harus sesuai dengan tanda bukti diri,misalnya jika terdapat pebedaan ejaan antara nama yang tertulis di dalam KTP dan nama lain yang disertakan dalam surat lampiran permohonan hak,maka harus dipilih salah satu dengan membuat Surat Pernyataan tentang Nama yang dipakai untuk mengajukan permohonan dimaksud. Contoh nama dalam surat pemohon Hardjono sedangkan nama yang tertulis di dalam KTP Harjono. Mengenai umur ini berkaitan dengan Dewasa hukum. Surat Departemen Dalam Negeri cq. Direktur Pendaftaran Tanah tanggal 13-7-1977 No. Dpt.7 /539 /7.7 POKOK SURAT : Tentang Dewasa Hukum yang ditujukan kepada semua Gubernur Kepala Daerah U.p. Kepala Direktorat Propinsi dan Semua Bupati / Walikota Kepala Daerah U.p. Kepala Sub Direktorat Agraria di seluruh Undonesia dibedakan pada intinya sebagai berikut :

Page 42

dewasa politik, misalnya batas umur 17 tahun di Indonesia untuk bisa ikut Pemilu. dewasa seksuil, misalnya batas umur 18 tahun untuk bisa melangsungkan pernikahan menurut undang-undang perkawinan yang baru.

dewasa hukum, yang dipersoalkan adalah mengenai batas umur tertentu menurut hukum yang dapat dianggap cakap bertindak dalam hukum.

Dewasa hukum Batas usia 21 tahun atau nikah dengan syah lebih dulu sebagai kriteria untuk dewasa sedang apabila pernikahan kemudian dibubarkan sebelum mencapai 21 tahun maka mereka tetap dipandang sebagai dewasa. Bagi golongan penduduk Cina : Golongan Cina diperlakukan hampir seluruh hukum Eropa dengan sedikit pengecualian, sehingga seorang Cina dipandang dewasa apabila sudah berumur 21 tahun, sedang apabila pernikahan dibubarkan kemudian belum mencapai 21 tahun mereka tetap dipandang dewasa. Ketentuan dewasa bagi golongan penduduk pribumi : Batas usia 21 tahun atau nikah lebih dulu dengan embelembelnya yang sudah disebut di atas juga dikenal dalam hukum adat golongan penduduk pribumi, akan tetapi hanya apabila undang-undang menyebutnya, sehingga apabila misalnya ketentuan ketentuan dari hukum pidana menyebutkan belum dewasa, maka yang dimaksud dengan itu adalah belum berumur 21 tahun atau belum nikah lebih dulu.

Page 43

Di luar ketentuan tersebut di atas tak ada pegangan tegas lain mengenai batas umur supaya dipandang dewasa, sehingga tidak ada keseragaman dalam hal ini. Penulis-penulis terkenal hukum adat memberikan kriterium apabila seorang itu sudah mentas sehingga apabila seorang Notaris atau PPAT menggunakan batas umur 19 atau 20 tahun untuk dewasa maka hal itu dapat diterima sebagai benar. Mengenai kewarganegaraan di dalam praktek cukup dengan melampirkan foto copy KTP,sedangkan lampiran lainnya kartu susunan keluarga (KSK), dan mengenai keterangan anak-anak yang masih dalam tanggungannya, hal ini keluarganya. Mengenai pekerjaan pemohon, hal ini dikaitkan dengan ketentuan PP. No. 4 Tahun 1977 hubungannya dengan pengecualian bagi pensiunan pegawai Negeri, janda pegawai Negeri dan pegawai Negeri menjelang pensiun kurang 3 tahun, jika tanah yang dimohon tersebut merupakan tanah pertanian sehingga akan memudahkan pengawasan dalam mencegah pemilikan tanah secara absentee atau guntai. Jika badan hukum foto copy akta atau peraturan pendiriannya dan salinan surat keputusan penunjukannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di dalam praktek masih perlu pula dilampirkan foto copy pajak bumi dan bangunan ( PBB ) yang terakhir / tahun berjalan. 2). Apabila pemohon badan hukum : Nama orang yang ditunjuk / diberi kuasa untuk itu, umur, kewarganegaraan, pekerjaan, alamat, akta pendirian badan hukum yang bersangkutan dan aggaran dasarnya. berkaitan dengan pemilikan tanah yang sudah dipunyai pemohon beserta

Page 44

Adapun syarat-syarat lain yang harus dilampirkan sebagai bahan data yuridisnya sama dengan permohonan bagi perorangan tersebut dalam butir 1).

4.

Keterangan mengenai tanahnya 1). Dasar perolehannya berupa : a. Data yuridis : sertipikat,girik,surat kapling,surat-surat bukuti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari Pemerintah,akta PPAT,akta pelepasan hak,putusan pengadilan,dan suratsurat bukti perolehan tanah lainnya. b. c. 2). Data fisik : surat ukur,gambar situasi dan IMB apabila ada. Surat lain yang dianggap perlu.

Surat pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang ,luas dan status tanah-tanah yang telah dimiliki oleh pemohon.

5.

Proses pemberian hak 1). Permohonan memberikan ditujukan sesuatu kepada Instansi hak, melalui yang berwenang Pertanahan

Kantor

Kabupaten / Kota dimana letak tanah berada. 2). Setelah berkas permohonan diterima Kepala Kantor yang bersangkutan : a. Diperiksa dan diteliti kelengkapan data yuridis dan data fisik. b. c. Dicatat dalam formulir isian. Tanda terima berkas permohonan sesuai dengan formulir isian.

Page 45

d.

Memerintahkan kepada pemohon untuk membayar beaya prosesing, untuk menyelesaikan permohonan tersebut, sesuai dengan rincian menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. Beaya prosesing yang ditetapkan tersebut untuk

keperluan : e. Pembuatan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah. Pengukuran bidang tanah yang dimohon dan Beaya Panitia Pemeriksaan Tanah.

Kepala Kantor pertanahan dalam meneliti kelengkapan dan kebenaran mengenai data yuridis, data fisik dan memeriksa kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan atau dapat diproses lebih lanjut,berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Secara ringkas mengenai permohonan pemberian hak ini dapat dipaparkan sebagi berikut : 1) 2) Sesuai dengan angka 2 butir 1) di atas bahawa tanah Negara yang dimohon harus sudah dikuasai pemohon. Permohonan ditujukan kepada Instansi yang berwenang melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dimana letak tanah yang dimohon, dengan dilampiri foto copy surat-surat yang telah dilegalisasi oleh Instansi yang berwenang sebagai telah dipaparkan di atas. 3) Jika berkas permohonan yang diajukan tersebut belum lengkap 4) dikembalikan kepada pemohon untuk melengkapinya. Jika permohonan tersebut telah cukup dan dipandang memenuhi syarat untuk diproses, dilakukan pemeriksaan

Page 46

tanah oleh suatu Panitia (Panitia Pemeriksaan Tanah ) atau disebut juga Panitia A. Panitia A tersebut terdiri dari : Kepala Seksi Hak-Hak Atas Tanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota sebagai Ketua, Kepala Seksi Pengaturan Penguasaan Tanah, sebagai anggota, Kepala Seksi Penatagunaan Tanah, sebagai anggota, Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah sebagai anggota dan Seorang Sekretaris Panitia dari Seksi Hak-Hak Tanah, bukan anggota. Berdasarkan ketentuan yang berlaku Panitia A dilakukan oleh : 5) Kepala Seksi Pengaturan Penguasaan Tanah. Kepala Seksi Penatagunaan Tanah Kepala Seksi Hak-Hak Atas Tanah. Kepala Seksi Pendaftaran Tanah

Tugas Panitia tersebut melakukan pemeriksaan tanah setempat untuk memperoleh: kebenaran mengenai data yuridis dan data fisik tanah yang bersangkutan. menaksir harga tanah setempat untuk bahan kepada tidaknya pengusulan besarnya uang pemasukan Negara yang harus dibayar oleh pemohon. memberikan pertmbangan dapat atau permohonan tersebut dikabulkan. membuat Risalah / Berita Acara Pemeriksaan tanah jika tanah yang dimohon merupakan tanah Negara yang belum pernah di daftar, atau membuat

Page 47

constatering raport jika tanah yang dimohon tanah Negara yang pernah terdaftar. 6) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota selanjutnya meneruskan kepada Instansi yang berwenang memberikan keputusan pemberian hak melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi dengan suatu Ikhtisar dapat atau tidak permohonan tersebut dikabulkan dan syarat-syarat lain yang diperlukan. 7) Jika wewenang untuk memberikan keputusan tersebut ada pada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota maka diterbikan Surat Keputusan Pemberian Hak dengan tembusan kepada Menteri Negara Agraria / Kepala BPN dan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi. 8) Surat Keputusan Pemberian hak tersebut mewajibkan kepada pemohon untuk: membayar uang pemasukan kepada Negara sebesar yang dicantumkan dalam surat keputusan pemberian haknya. mendaftarkan hak atas dasar keputusan pemberian hak dimaksud. Kelalaian pemohon terhadap kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam Surat Keputusan pemberian hak tersebut, berakibat batalnya Surat Keptusan pemberian hak yang bersangkutan. Namun dmikian pemohon masih diberi kesempatan untuk mengajukan permohonan perpanjangan Surat Keputusan karena kelalainnya kepada instansi yang berwenang, tanpa memproses permohonan tersebut seperti semula.

Page 48

H.

KETENTUAN DI BIDANG LANDREFORM 1. Landreform di Indonesia Perlu diketahui bahwa UUPA merupakan induk dari landreform di Indonesia oleh sebab itu landreform dalam arti luas yaitu Agrarian Reform. Landreform di Indonesia, bukan hanya untuk kepentingan Negara melulu, atau kepentingan golongan tertentu, tetapi adalah untuk kemakmuran rakyat, baik secara perorangan maupun secara bersama, bukan milik negara saja. Di kalangan dunia Internasional Landreform bermakna : a. b. c. d. e. perobahan hubungan antara manusia dengan tanah; perobahan dan perlindungan petani penggarap dari tuan tanah, atau penghapusan tuan tanah; larangan memiliki tanah yang luas; larangan absenteeisme (guntai) dan penetapan suatu celling bagi pemilik tanah. Adapun penertian landreform dalam hal ini adalah landreform dalam arti sempit yaitu mengenai pembagian tanah. 2. Tujuan Landreform Sebagaimana azas landreform yang tertuang di dalam pasal 7, 10 dan 17 UUPA, bahwa pemilikan, pnguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan kemudian ditetapkan kebijakan tentang pembatasan maximum dan minimum penguasaan dan pemilikan tanah pertanian serta dilarangnya pemilikan tanah pertanian secara absentee, hal ini erat hubungannya dengan tujuan landreform yaitu: a. pemertaan penguasaan / pemilikan tanah pertanian untuk meratakan hasil produksinya,

Page 49

b.

mengakhiri penguasaan, keagrariaan,

system

kapitalisme dan

dan

feodalisme di

dalam bidang

pemilikan

pengusahaan

c. d. e. f.

meningkatkan produksi pertanian, meningkatkan taraf hidup petani dan rakyat pada umumnya, meningkatkan harga diri para penggarap dan meningkatkan gairah kerja, menghilangkan jurang pemisah antara golongan (petani) kaya dan miskin.

Tujuan Landreform tersebut di atas dapat pula dijabarkan dari berbagai aspek sebagai berikut : a. Tujuan sosial ekonomis a). memperbaiki produksi nasional khususnya sektor pertanian untuk mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat, khususnya rakyat tani. b). memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat dengan memperkuat hak milikn serta memberi isi fungsi sosial pada hak milik atas tanah. Tujuan sosial politis a). mengakhiri sistem tuan tanah dan menhapuskan pemilikan tanah yang luas serta sistem kapitalisme, feodalisme dalam penguasahaan tanah dan leberalisme dalam Pemilikan tanah. b). mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani berupa tanah dengan maksud agar ada pembagian hasil yang adil pula. c). menghilangkan jurang pemisah antara petani kaya dan miskin. Tujuan mental psychologis a). meningkatkan harga diri dan kegairahan kerja para petani penggarap dengan jalan memberikan kepastian hak atas pemilikan tanah (meningkatkan status sosial). b). memperbaiki hubungan kerja antara pemilik tanah dan penggarapnya, menentukan upah kerja yang rasional.

b.

c.

Page 50

c).

memberikan kedudukan penggarap sesuai dengan martabatnya sebagai manusia12

Untuk melaksanakan ketentuan tersebut maka dikeluarkan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain sebagai berikut : 3. UU. No. 56 PRP Tahun 1960 tentang penetapan batas minimum dan maksimum penguasaan dan pemilikan tanah pertanian. Pasal 1 ayat (1) dari peraturan tersebut menyatakan : Seseorang atau orang-orang yang dalam penghidupannya merupakan satu keluarga bersama-sama hanya diperbolehkan menguasai tanah pertanian, baik miliknya sendiri atau kepunyaan orang lain ataupun miliknya sendiri bersama kepunyaan orang lain, yang jumlah luasnya tidak melebihi batas maksimum sebagai yang ditetapkan dalam ayat 2 pasal ini. Dalam rangka pelaksanaan landreform dalam arti sempit yaitu melakukan redistribusi / pembagian tanah, maka tanah-tanah pertanian yang akan dibagikan kepada mereka yang berhak tersebut adalah tanah kelebihan batas maksimum, yang telah dinyatakan djatuh pada Negara sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 10 UU. No.56 PRP Tahun 1960 sebagai berikut : (1). Dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 10. 000, : a). b). barangsiapa melanggar larangan yang tercantum dalam 4; barangsiapa melanggar larangan yang tercantum dalam 3, 6 dan 7 (1);

12

Page 51

c).

barang siapa melanggar larangan yang tercantum dalam pasal 9 ayat 1 atau tidak melaksanakan kewajiban tersebut pada pasal itu ayat 2.

(2). Tindak

pidana

tersebut pada

ayat 1

pasal

ini

adalah

pelanggaran. (3). Jika terjadi tindak pidana sebagai yang dimaksud dalam ayat 1 huruf a). pasal ini maka pemindahan hak itu batal karena hukum, sedang tanah yang bersangkutan jatuh pada Negara tanpa hak untuk menuntut ganti kerugian berupa apapun. (4). Jika terjadi tindak pidana sebagai yang dimaksud dalam ayat 1 huruf b). pasal ini, maka kecuali di dalam hal termaksud dalam pasal 7 ayat (1) tanah yang selebihnya dari luas maksimum jatuh pada Negara yaitu jika tanah tersebut semuanya milik terhukum dan / atau anggota-anggota keluarganya, dengan ketentuan, bahwa ia diberi kesempatan untuk mengemukakan keinginannya bagian tanah yang mana yang akan dikenakan ketentuan ayat ini. Mengenai tanah yang jatuh pada Negara itu ia tidak berhak atas ganti kerugian berupa apapun. 4. PP. No. 224 tahun 1961 Tentang Pembagian Tanah Dalam PP. No. 224 Tahun 1960 ini dinyatakan : a). Tanah-tanah selebihnya dari batas maksimum sebagaimana yang diatur dalam UU. No. 56 PRP Tahun 1960 yang telah jatuh menjadi tanah Negara akan dibagaikan kepada mereka yang berhak menerimanya. b). Tanah-tanah yang diambil oleh Pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal diluar daerah, sebagi yang dimaksudkan dalam pasal 3 ayat 5. Tanah-tanah yang diambil oleh Pemerintah tersebut selanjutnya jatuh pada Negara dan menjadi Tanah Negara dan kepada bekas pemegang haknya akan diberikan ganti kerugian.
Page 52

b)

Tanah-tanah Swapraja dan bekas Swapraja yang telah beralih kepada Negara, sebagai yang dimaksudkan dalam Diktum Keempat huruf A UUPA yang berbunyi : Hak-hak dan wewenang atas bumi dan air dari Swapraja atau bekas-sawapraja yang masih ada pada waktu mulai berlakunya undang-undang ini harus dan beralih kepada Negara. Selanjutnya di dalam penjelasannya berbunyi : Ketentuan ini bermaksud menghapuskan hak-hak yang masih bersifat feodal dan tidak sesuai dengan ketentuan undangundang ini.

d).

Tanah-tanah lain yang dikuasai langsung oleh Negara yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria. Yang dimaksud dengan tanah-tanah lain dapat diartikan pula sebagai tanah Negara lainnya yaitu seperti bekas tanah partikelir yang telah jatuh kepada Negara yang merupakan tanah pertanian, tanah-tanah perkebunan / bekas hak erfpacht atau bekas hak barat lainnya yang sudah tidak diusahakan lagi.

5.

PP. No. 4 Tahun 1977 Peraturan Pemerintah tersebut di atas intinya adalah mengenai pengecualian mengenai pemilikan tanah pertanian bagi : a. b. c. Pensiunan pegawai Negeri; Janda pensiunan pegawai Negeri dan Pegawai Negeri yang menjelang pensiun kurang 3 tahun, dengan catatan pemilikan tanah pertanian secara guntai / absentee tersebut tidak boleh melebihi 2 / 5 dari batas maksimum.

2.

Ketentuan Di Bidang Penatagunaan Tanah


Sebagimana yang telah dipaparkan di muka bahwa azas tata guna tanah yang bersumber pada hak menguasai dari Negara untuk menentukan

Page 53

dan mengatur tanah untuk berbagai macam keperluan, adalah dalam rangka untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, memberikan kesempatan yang sama kepada setiap warganegara Indonesia untuk memperoleh hak atas tanah serta mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya, serta menentukan agar setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan. Untuk mewujudkan kearah itu maka perlu disusun tentang Rencana Umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air serta ruang angkasa dan dengan mengingat peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah diberikan wewenang untuk mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing-masing. 1). Pola Penggunaan Tanah

Ada dua macam Pola penggunaan Tanah yaitu : a. Rural Land Use (Pola Penggunaan Tanah Pedesaan) Pola penggunaan tanah pedesaan dititik beratkan pada usaha peningkatan produksi pertanian. Azasnya Lestari, Optimal, Serasi dan Seimbang (LOSS) Ini berarti bahwa penggunaan tanah itu harus disesuaikan dengan kemampuhan tanahnya, ibarat lembu yang menarik pedatipun terbatas kemampuhanannya demikian pula penggunaan tanah diperguanakan sedenikian pula. b. Urban Land Use (Pola Penggunaan Tanah Perkotaan) Pola Penggunaan Tanah Perkotaan dititik beratkan pada usaha perumahan, industri, jasa dan lain-lain. Azasnya Aman, Tertib, Lancar dan Sehat. (ATLAS) Bahwa peruntukkan dan penggunaan tanah di wilayah perkotaan yang dititik beratkan pada aktifitas warga kota, maka harus diwujudkan adanya kondisi yang aman dari gangguan

Page 54

kejahatan,

kebakaran,

banjir,

tertib

pelayanan

kepada

masyaraknya, lalu lintasnya, lancar drainasenya dan sehat lingkungannya. 2). PP. No.16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah Bahwa peraturan yang mengatur tentang penataagunaan tanah ini tidak kita ketemukan dalam pasal-pasalnya yang secara tegas tanah hak yang jatuh kepada Negara karena ketentuan peraturan dimaksud. Sehubugan dengan hal itu maka yang dikemukakan dalam tulisan ini beberapa pasal yang kiranya akan menambah tentang pengertian-pengertian sehubungan dengan penatagunaan tanah. PP. No.16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah antara lain menyebutkan: a. Ketentuan Umum Pasal 1 angka 3 : Penggunaan tanah adalah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia. Pasal 1 angka 4 : Pemanfaatan tanah adalah kegiatan untuk mendapatkan nilai tambah tanpa mengubah wujud fisik penggunaan tanahnya. b. Azas dan Tujuan Pasal 2 : Penatagunaan tanah berazaskan keterpaduan, berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras seimbang, berkelanjutan, keterbukaan, persamaan keadilan dan perlindungan hukum.

Page 55

3). Tujuan Penatagunaan tanah : a. mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah; b. mewujudkan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah agar sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang; c. mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan penggunaan tanah; d. menjamin kepastian hukum untuk menguasai, menggunakan dan memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan. 4). Kebijakan Penatagunaan Tanah Pasal 6 Kebijakan penatagunaan itu tanah diselenggarakan terhadap : 1). 2). 3). Bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya baik yang sudah atau belum terdaftar; Tanah Negara; Tanah adat. Pasal 7 (1). Terhadap tanah-tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 penggunaan dan pemanfaatan tanahnya harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (2). Kesesuaian penggunaan pemanfaatan tanah terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud
Page 56

dan

pemanfaatan

tanah

termasuk

pemeliharaan tanah serta pengendalian pemmanfaatan

Ulayat

sesuai

dengan

ketentuan

peraturan

perundang-undangan yang berlaku masyarakat hukum

pada ayat (1) ditentukan berdasarkan pedoman, standar dan kriteria teknis yang ditetapkan oleh Pemerintah. (3). Pedoman, standar dan kriteria teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijabarkan lebih lanjut oleh Pemerintah Kabupaten / Kota sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing. Pasal 12 Tanah yang berasal dari tanah timbul atau hasil reklamasi di wilayah perairan pantai pasang surut, rawa, danau dan bekas sungai dikuasai langsung oleh Negara. I. PENDAFTARAN TANAH
1. Arti Pendaftaran Tanah Sebagaimana diketahui sumber hukum pendaftaran tanah tertuang dalam pasal 19 UUPA, sebagaimana yang dicita-ciatakan dalam tujuan UUPA huruf c. Tugas pendaftaran tanah tersebut antara lain meliputi : a. b. c. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah; pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; pemberian surat-surat tanda-bukti hak, yang berlaku sebagi alat pembuktian yang kuat. Pelaksanaan pendaftaran tanah sebagai dimaksud dalam Pasal 19 UUPA diatur dalam PP. No. 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran tanah. Dalam peraturan tersebut secara explisit tidak memberikan pngertian apa yang dimaksud dengan pendaftaran tanah, namun dengan dikeluarkannya PP. No.24 Tahun 1997 sebagai penyempurnaan dari PP. No. 10 Tahun 1961 disebutkan tentang arti pendaftaran tanah yaitu : Dalam Peraturan Pemerintah ini (PP. No. 24 Tahun 1997) yang dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah :

Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, Page 57

pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuansatuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

2.

Pendaftaran tanah menurut PP. No. 10 Tahun 1961 Bahwa azas yang dianut oleh Pendaftaran Tanah di Indonesia, yaitu Azas Publisitas, yang berarti keterbukaan dalam arti pendaftaran tanah boleh diketahui oleh siapapun (Openbaarheid stelsel), maka selayaknyalah ketentuan dan peraturan-peraturan mengenai pendaftaran tanah perlu difahami dan diketahui secara menyeluruh, baik oleh instansi/pejabat yang bergerak dan bertugas dalam bidang keagrariaan, khususnya pendaftaran tanah, maupun oleh anggauta masyarakat sendiri. (1981 : 5).

Penyelenggaraan pendaftaran tanah untuk sementara sebelum PP. No. 10 Tahun 1961 Berdasarkan Surat Kepala Jawatan Pendaftaran Tanah No. 2078/59 tanggal 3 April 1959, Pokok Surat Instruksi sementara untuk menyelenggarakan pendaftaran semua hak atas tanah dijelaskan sebagai berikut : 1). Untuk melaksanakan salah satu tugas dari Kementerian Agraria yang tercantum dalam surat keputusan Presiden tanggal 29 Mei 1955 jo. 12 September 1957 No. 190 mengenai : a). pengukuran, perpetaan dan pengukuran semua tanah dalam wilayah Republik Indonesia, b). pembukuan hak-hak atas tanah serta pendaftaran pemindahan hak-hak tersebut, maka oleh kantor-kantor pendaftaran tanah diadakan persiapan-persiapan, dengan mengadakan ukuran dan pengukuran semua tanah yang terletak di dalam kota-kota yang peta-petanya telah selesai/sedang diukur untuk

Page 58

kepentingan pendaftaran tanah-tanah yang bertakluk kepada hukum perdata Barat. 2). Agar ada keseragaman dalam acara bekerja, yang tidak menyimpang dari peraturan-peraturan pelaksana yang akan diterbitkan kemudian setelah dikeluarkannya U.U. Pendaftaran Tanah yang baru, maka kami pandang perlu untuk memberi petunjuk seperti tercantum di bawah ini :

Penunjukan batas 3). Sebelum mengukur tanah sesorang, diadakan penunjukan batasbatas dengan para pemiliknya atau kuasanya dengan dipersaksikan oleh 2 orang pegawai pamong-praja desa, yang bersangkutan. Riwayat masing-masing tanah diselidiki dengan seksama, sehingga dapat ditarik kesimpulan siapa yang berhak atas sebidang tanah pada saat diadakan penyelidikan itu. Tentu saja tanah-tanah yang sudah didaftarkan, seperti hak-hak barat dan agraris eigendom dikecualikan, sepanjang batas-batasnya dapat ditetapkan dengan seksama. 4). Hasil penunjukan batas seperti tertera dalam angka 3). (Contradictorio delamitatie) itu dicatat dalam kertas isian, dan ditanda tangani oleh yang berkepentingan, pegawai pamong praja desa dan pejabat Pendaftaran Tanah yang bersangkutan.

Riwayat Tanah 5). Pencatan riwayat masing-masing tanah diperbuat secara badan penyelidik tanah, waktu memeriksa tanah negara yang akan dijadikan salah satu hak barat. Untuk meringankan pekerjaan, maka surat pemeriksaan (berita acara) diperbuat ringkas sekali, yaitu hanya mengutamakan kepunyaan atau pemegangan hak-hak atas tanah itu.

Page 59

Jika ada perselisihan tentang batas antara beberapa bidang tanah yang berbatasan, atau perselisihan tentang siapa yang berhak atas sesuatu bidang, maka pejabat Pendaftaran Tanah dan para pegawai pamong praja desa berusaha menyelesaikan hak itu dengan orangorang yang bersangkutan secara damai. Bilamana usaha tersebut di atas gagal gagal, maka yang bersangkutan dalam perselisihan maupun perselisihan tentang siapa yang sesungguhnya berhak atas sesuatu bidang tanah itu, dapat memajukan hak ke muka hakim. Tanah-tanah yang nenjadi pokok perselisihan pada peta-peta dan daftar-daftar dinyatakan dengan suatu nomor pendaftaran atau dicatat sebagai tanah yang dibantah, sampai perselisihan itu diselesaikan.

Pengukuran 6). Sebelum menukur tanah seseorang, batas-batas bidang tanah sedapat mungkin dinyatakan dengan tanda-tanda batas yang bentuknya ditetapkan oleh Kepala Kantor dengan persetujuan Kepala Jawatan. Ukuran dikrjakan menurut instruksi yang masih berlaku (instruksi pembuatan peta,dubblebeeld-tachcymetrie dan sebagainya). Sebelum ukuran detail dimulai, tentu saja diadakan ukuran triangulasi dan polygoon terlebih dahulu.

Perhitungan 7). Diselenggarakan menurut cara-cara ilmiah yang lazim

dipergunakan.

Peta-peta pendaftaran

Page 60

8).

Peta-peta pendaftaran diperbuat desa demi desa atau

daerah yang setingkat dengan itu. Dengan demikian maka batas sectie dahulu adalah batas desa yang sekarang. Tiap-tiap bidang tanah diberi nomor pendaftaran. Jadi tidak saja tanah yang di atasnya terdapat sesuatu hak tanah, juga tanah-tanah negara seperti kantor-kantor, rumah sakit, lapangan, sungai dan jalan-jalan diberi nomor juga. Pemberian nomor pendaftaran itu dikerjakan setelah peta sesuatu desa selesai. Peta-peta lama umumnya memuat batas sectie. Peta-peta ini tidak perlu dikartir lagi. Hanya batas sectie-nya yang dihilangkan dan batas desanya dipasang (digambar).

Surat Ukur 9). Surat-surat ukur di dalam daerah-daerah yang peta pendaftarannya sudah selesai tidak perlu memuat grenslengte atau constructielijnen

K.

TERJADINYA HAK ATAS TANAHMENURUT KETENTUAN KONVERSI 1. Konversi Disamping lahirnya hak atas tanah karena penetapan Pemerintah melalui permohonan pemberian hak sebagaimana dipaparkan di atas, maka akan dipaparkan terjadinya hak atas tanah menurut ketentuan konversi. Yang dimaksud konversi adalah perubahan status hak atas tanah yang semula tunduk pada ketentuan hukum sebelum berlakunya UUPA, selanjutnya dirubah statua haknya menurut ketentuan dalam pasal 16 UUPA. Dasar hukum yang mengatur ketentuan konversi ini terdapat dalam Pasal I s/d Pasal VIII UUPA tentang KETENTUAN KONVERSI. Sebagi telah dipaparkan di muka bahwa hak-hak atas tanah sebelum berlakunya UUPA

Page 61

adalah tanah-tanah yang dahulu tunduk pada Hukum Barat dan Hukum Adat. a. Tanah Bekas Hak Barat Pasal I UUPA mengatur konversi atas tanah-tanah bekas hak Barat,yang pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Menteri Agraria No.2 Tahun 1960 jo Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1970 adalah sebagai berikut : Hak Eigendom atas tanah yang ada mulai berlakunya UUPA sejak berlakunya UUPA dikonversi menjadi Hak Milik, kecuali jika yang mempunyai tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam pasal 21. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa pemegang Hak Eigendom yang berkewarganegaraan Indonesia tunggal, maka tanahnya akan dikonversi menjadi Hak Milik, sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaqku. Di Indonesia pada waktu itu terjadi adanya Dwi Kewargabegaraan karena hubungan bilateral antara Indonesia dengan Republik Rakyat Cina ( RRC ). Dengan adanya ketentuan tersebut maka pemegang Hak Eigendom yang mempunyai kewarganegaraan Indonesia disamping itu juga berkewarganegaraan Cina, harus menanggalkan salah satu kewarganegaraannya sesuai bukti formuli C. Adapun ketentuan yang mengatur untuk menanggalkan kewarganegaan tersebut diatur menurut PP. No. 20 Tahun 1959. Selain itu bahwa batas waktu untuk mendaftarkan hak melalui Konversi tersebut ditentukan selambat-lambatnya sampai dengan tanggal 24 Maret 1961 kemudian diperpanjang samapai dengan tanggal 24 Maret 1961.

Syarat Permohonan Konversi a). Tanda bukti hak berupa Akta Eigendom asli, apabila Akta Eigendom tersebut rusak atau terbakar/hilang, atau tidak

Page 62

diketemukan oleh pemiliknya, maka harus diumumkan lebih dahulu dalam surat kabar selama 2 (dua) bulan berturut-turut atas beaya pemohon konversi. b). c). Tanda bukti kewarganegaraan Indonesia tunggal. Membayar beaya pendaftaran hak.

Pelaksanaan Konversi Ketentuan untuk mendaftarkan konversi tersebut pertama ditetapkan selambat-lambatnya pada tanggal 24 Maret 1961, kemudian diperpanjang selambat lambatnya tanggal 24 September 1961, atas dasar ketentuan tersebut mewajibkan kepada bekas pemegang hak sebagai berikut : 1). Pemegang hak eigendom atau kuasanya wajib datang dan mendaftarkan haknya pada Kantor Pengawasan dan Pendaftaran Tanah dan Kantor Pendaftaran Tanah menurut wilayah Kerja dari letak tanah yang bersangkutan, dengan membawa syarat-syarat yang telah ditetapkan. Jika pemegang hak eigendom memenuhi syarat dan datang untuk mendaftarkan hak sebelum tanggal 24 September 1961,tanah tersebut dikonversi menjadi hak milik, tetapi apabila yang bersangkutan mendaftarkan haknya setelah tanggal 24 September 1961 dikonversi `menjadi hak guna bangunan dengan jangka waktu 20 tahun terhitung tanggal 24 September 1960 yang akan berakhir haknya pada tanggal 24 September 1980. Sedangkan tanah-tanah hak Eigendom yang tidak dapat dikonversi adalah tanah-tanah yang telah dinyatakan gugur menjadi tanah Negara, karena ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dipaparkan dalam Bab tentang Pengertian tanah Negara tersebut di atas.

Page 63

Peraturan Menteri Agraria No.2 Tahun 1960 yang mewajibkan bekas pemegang Hak Eigendom untuk mendaftarkan haknya tersebut, tampaknya belum mendapatkan respon dari para bekas pemegang hak,maka dikeluarkanlah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1970. Substansi dari peraturan ini menyatakan bahwa tanah-tanah bekas Hak Eigendom yang tidak didaftarkan sampai dengan tanggal 24 Maret 1970 dan diperpanjang sampai dengan tanggal 24 September1961,maka tanah tersebut akan di konversi menjadi Hak Pakai, kecuali jika pemohon membayar denda sebesar Rp.5.000,-(Lima ribu rupiah),tanah tersebut dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan sejak tanah tersbut didaftarkan dan akan berakhir haknya pada tanggal 24 September 1980. 2). Hak Erfpacht untuk perusahaan kebun besar dikonversi menjadi Hak Guna Usaha sebagai dimaksud dalam pasal 28 ayat 1 UUPA, selama sisa waktu Hak Erfpach tersebut, tetapi paling lama 20 tahun. Hak Erfpacht untuk pertanian kecil, sejak mulai berlakunya UUPA hapus menjadi tanah Negara selanjutnya akan diselesaikan menurut ketentuan yang akan ditentukan oleh Menteri Agraria.

3). Konversi atas tanah bekas Hak Opstal. Tanah bekas Hak Opstal yang tidak ditentukan batas waktu berakhirnya hak tersebut dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan paling lama 20 tahun, sepanjang tanah tersebut tidak diterlantarkan. Tanah-tanah Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai asal konversi bekas Hak Barat yang berakhir haknya pada tanggal 24 September 1980 tersebut dapat diajukan permohonan pembaharuan hak, sebagai diatur dalam

Page 64

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1979 jo Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1979.

b.

Tanah bekas Hak Adat Pasal II UUPA menyatakan: Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam pasal 20 ayat 1 seperti yang disebut dengan nama sebagai di bawah,yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini,yaitu : hak agrarisch eigendom, milik, yasan, andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, pesini grant Sultan, landerijenbezitrecht, altijddurende erfpacht, hak-hak atas bekas tanah tanah partikelir dan ha-hak lain dengan nama apapun juga yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak milik tersebut dalam pasal 1, kecuali jika yang mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam pasal 21. Pelaksanaan dari ketentuan tersebut, diatur di dalam Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria (PMPA) No. 2 Tahun 1962 jo Peraturan Menteri Dalam Negeri No. Sk. 26 / DDA / 1970. Syarat Permohonan Konversi Syarat permohonan konversi untuk tanah bekas hak Adat adalah sebagai berikut : Mengajukan permohonan konversi/pengakuan hak yang ditujukan kepada Kepala Kantor Agraria/Pertanahan Kabupaten/Kota, dengan dilampiri : a. b. c. Identitas diri pemohon / foto copy KTP dan KSK. Asli alat bukti hak berupa : Petok, Girik, Pipil, Kekitir, Surat segel tanah. Foto copy surat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terakhir;

Page 65

d.

Surat Keterangan yang diketahui Kepala Desa dan Camat bahwa tanah tersebut tidak terkena ketentuan batas maksimum dan tidak terkena pemilikan tanah absentee/guntai menurut UU. No. 56 PRP Tahun 1960 jo PP. No. 224 Tahun 1961;

e. f.

Surat Riwayat tanah yang dibuat oleh Kepala Desa dan diketahui Camat yang bersangkutan; Membayar beaya prosesing untuk : pengukuran, pendaftaran hak.

Surat-surat tersebut dalam huruf a s/d e tersebut di atas adalah merupakan data yuridis yang akan dijadikan satu warkah dengan data teknik geodesi berupa surat ukur .

Pelaksanaan Konversi Apabila permohonan tersebut oleh Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan dipandang telah cukup, maka dilakukan kegiatan penyelesaiannya taitu : 1) Pengukuran terhadap bidang tanah yang dimohon. Bahwa sistim pengukuran yang dilakukan adalah Contradiktur delimitasi, artinya bahwa penetapan batas bidang tanah yang diukur harus mendapatkan persetujuan dari pemilik tanah yang berbatasan. 2). Selanjutnya kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan mengumumkan atas permohonan konversi tersebut dalam suatu papan pengumuman di Kantor Pertanahan, Kantor Kepala Desa dan Kantor Kecamatan di mana letak tanah tersebut berada, dalam waktu 2 (dua) bulan. 3). Apabila tenggang waktu pengumuman tersebut telah berakhir dan tidak ada keberatan atau sanggahan dari pihak lain, akan dibukukan dalam suatu daftar umum/buku tanah. Kutipan buku tanah yang dilampiri surat ukur dan dijahit menjadi satu dengan suatu sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri

Page 66

Agraria disebut Sertipikat dan diberikan kepada yang berhak. Tetapi apabila terdapat keberatan atau sanggahan dari pihak lain atas permohonan konversi baik sebelum maupun sesudah berakhirnya pengumuman, maka pihak yang mengajukan keberatan disarankan kepada para pihak untuk mengadakan musyawarah terlebih dahulu dan apabila tidak terdapat kesepakatan dalam musyawarah disaranakan untuk mengajukan gugatan kepada Kantor Pengadilan yang berwenang mengadilinya. Sedangkan proses permohonan konversi yang sudah berjalan ditangguhkan sampai ada keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap siapa yang berhak atas tanah tersebut. Apabila ternyata tidak ada pihak lain yang melakukan keberatan dan /atau sanggahan terhadap permohonan untuk mendapatkan sertipitat tersebut maka dikeluarkanlah Sertipikat Hak Milik atas tanah dimaksud. Pasal 13 ayat (3) : Sertipikat adalah salinan buku tanah dan surat-ukur setelah dijahit menjadi satu bersama-sama dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria, disebut sertipikat dan diberikan kepada yang berhak.

DAFTAR PUSTAKA

Page 67

You might also like