You are on page 1of 54

LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA A. PENDAHULUAN 1.

Latar belakang Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu. Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (alat dialisis) ke dalam dialisat (Tisher & Wilcox, 1997). Alat dialisis juga dapat digunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran semipermeabel. Hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997). Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF, 2006). Pasien hemodialisa sangatlah tergantung dengan mesin semasa sisa umurnya. Dalam pelaksanaan hemodialisa sangatlah banyak komplikasi dan kemungkinan yang terjadi, sehingga diperlukan asuhan keperawatan untuk membantu pasien menjalani hemodialisa dengan komplikasi yang minimal. 2. Tujuan Tujuan pembuatan laporan pendahuluan Asuhan Keperawatan pasien Hemodialisa adalah : a. Mengerti dan memahami tentang proses hemodialisa, indikasi, kontra indikasi dan komplikasi yang mungkin terjadi pada saat hemodialisa. b. Mengetahui masalah keperawatan yang muncul pada saat hemodialisa. c. Menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan hemodialisa.

B. KONSEP TEORI HEMODIALISA 1. Pengertian Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan

dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu. Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997). Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF, 2006). 2. Indikasi Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria , 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi. Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik. Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 810 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa indikasi relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik (oedem

pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi. 3. Kontra Indikasi Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003). 4. Tujuan Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain : a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain. b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat. c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal. d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain. 5. Proses Hemodialisa Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati suatu membran semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran membran dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan (Tisher & Wilcox, 1997). Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006). Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membran semipermeabel yang terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain untuk dialisat. Darah mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah darah ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer merupakan sebuah hollow fiber atau capillary dializer yang terdiri dari ribuan serabut kapiler halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung kecil ini, dan cairan dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini sangat kecil dan kompak karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya banyak tabung kapiler (Price & Wilson, 1995). Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh.

Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt). Selanjutnya Price dan Wilson (1995) juga menyebutkan bahwa suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk cairan dialisa. Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur arteri/blood line), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur vena. Cairan dialisa membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi sepanjang membran semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan negatif. Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran dengan quick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter (Price & Wilson, 1995). Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 15 jam/minggu dengan QB 200300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2 3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa.

Gambar 1. Skema proses hemodialisa 6. Komplikasi Hemodialisa Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain: a. Kram otot Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi. b. Hipotensi Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan. c. Aritmia Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa. d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemenkompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.

e. Hipoksemia Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar. f. Perdarahan Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan. g. Ganguan pencernaan Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala. h. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler. i. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat. C. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian

Keluhan utama pada pasien hemodialisa adalah a. sindrom uremia b. Mual, muntah, perdarahan GI. c. Pusing, nafas kusmaul, koma. d. Perikarditis, cardiar aritmia e. Edema, gagal jantung, edema paru f. Hipertensi Manifestasi klinik a. Kulit : kulit kekuningan, pucat, kering dan bersisik, pruritus atau gatal-gatal b. Kuku ; kuku tipis dan rapuh c. Rambut : kering dan rapuh d. Oral ; halitosis / faktor uremic, perdarahan gusi e. Lambung ; mual, muntah, anoreksia, gastritis ulceration. f. Pulmonary ; uremic lung atau pnemonia g. Asam basa ; asidosis metabolik h. Neurologic ; letih, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan otot : pegal i. Hematologi : about it, perdarahan 2. Diagnosa Keperawatan a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan melemah b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi. c. PK : Perdarahan d. PK : Hiperkalemia e. PK : Hipoglikemia f. PK : Asidosis g. PK : Anemia

3. Rencana Keperawatan No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan melemah NOC : a. Electrolit and acid base balance b. Fluid balance c. Hydration NIC : Fluid management a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat b. Pasang urin kateter jika diperlukan c. Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin ) d. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP e. Monitor vital sign

f. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites) g. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian h. Monitor status nutrisi i. Berikan diuretik sesuai interuksi j. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130 mEq/l k. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk Fluid Monitoring a. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi b. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll ) c. Monitor berat badan d. Monitor serum dan elektrolit urine e. Monitor serum dan osmilalitas urine f. Monitor BP, HR, dan RR g. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung h. Monitor parameter hemodinamik infasif i. Catat secara akutar intake dan output j. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB k. Monitor tanda dan gejala dari odema l. Beri obat yang dapat meningkatkan output urin Hemodialysis therapy a. Ukur berat badan sebelum hemodialisa b. Monitor vital sign setiap jam atau bila diperlukan c. Lakukan program ultrafiltration goal sesuai kenaikan berat badan d. Monitor komplikasi yang mungkin terjadi selama hemodialisa e. Monitor tanda dan gejala kelebihan cairan f. Monitor tanda dan gejala kekurangan cairan g. Ukur berat badan setelah hemodialisa 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi b.d faktor biologis, psikologis atau ekonomi. NOC : a. Nutritional Status : food and Fluid Intake b. Nutritional Status : nutrient Intake c. Weight control NIC : Nutrition Management a. Kaji adanya alergi makanan b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C e. Berikan substansi gula

f. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi g. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) h. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. i. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori j. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi k. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Nutrition Monitoring a. BB pasien dalam batas normal b. Monitor adanya penurunan berat badan c. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan d. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan e. Monitor lingkungan selama makan f. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan g. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi h. Monitor turgor kulit i. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah j. Monitor mual dan muntah k. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht l. Monitor makanan kesukaan m. Monitor pertumbuhan dan perkembangan n. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva o. Monitor kalori dan intake nuntrisi p. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral. q. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet 3. PK : Peradarahan Perawat dapat menangani dan meminimalkan terjadinya perdarahan. NIC : Kontrol perdarahan a. Kaji keadaan luka insisi penusukan jarum AV Fistula hemoidalisa b. Jaga posisi jarum tetap aman dan paten. c. Monitor vital sign d. Jelaskan tentang tanda dan gejala perdarahan e. Monitor tanda dan gejala perdarahan f. Monitor laboratorium darah rutin ( hemoglobin) post hemodialisa bila perlu g. Berikan dosis antikoagulan waktu hemodialisa sesai dosis. 4. PK : Hiperkalemia Perawat dapat menanganai dan meminimalkan terjadinya hiperkalemia Management elektrolit a. Monitor ketidakseimbangan serum elektrolit, jika ada/tersedia b. Monitor dampak-dampak dari ketidakadekuatan/ ketidak seimbangan elektrolit c. Pertahankan patensi jalan masuk intra vena d. Berikan cairan, jika diperlukan e. Pertahankan keakuratan data intake dan out put f. Pertahankan cairan intraa vena berisi elektrolit dalam aliran tetap, jika perlu g. Berikan tambahan elektrolit (secara oral, NGT, dan IV) sesuai resep, jika

diperlukan h. Konsultasikan dengahn dokter dalam pemberian pengoabtan, hemat elektrolit (ex; spironolakton), jika perlu i. Berikan ikatan elektrolit atau penguat (ex: kogeoxalat), sesuai instruksi, jika perlu j. Dapatkan spesimen untuk analisis laborat dari level elektrolit (AGD, urin, serum) k. Monior kehilangan elektrolit kaya cairan (NGT, section, plesbotomi drainase, diare, drainage luka, dan diaporosis) l. Adakan pengukuran untuk mengontrol kehilangan lektrolit berlebihan/banyak sekali (ex : dengan istirahat usus, perubahan tipe elektrolit, pemberian antiopirektik) jika, perlukan. m. Minimalkan jumlah oral intake yang dikonsumsi oleh pasien dengan saluran gastrik yang dihubungkan dengan suction n. Berikan diet yang tepat untuk pasien , terutama keseimbangan elektrolit (kaya, potasiium, rendah sodium, rendah karbohidrat) o. Instruksikan pasien atau famili dalam modifikasi diit secara spesifik p. Berikan pengamanan lingkungan untuk pasien dengan gangguan neurologi dan neuromuscular, akibat ketidakseimbangan elektrolit q. Peningkatan orientasi r. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tipe, penyebab dan perawatan ketidakseimbangan elektrolit s. Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejala dari ketidakseimbanga elektrolit bertahan lama atau memburuk t. Monitor respon pasien untuk terapy elektrolit sesuai instruksi u. Monitor efek samping pemberian elektrolit tambahan (ex: Gastrointestinal irigasi) v. Monitor secara pasti level serum potasium pada pasien yang mendapat digitalis dan diuretika w. Berikan/pasang monitor jantung, jika perlu x. Obati/rawat aritmia jhantung, sesuai kebijakan y. Siapkan pasien untuk dialisis (ex: bantu dengan pemasangan kateter untuk dialisis). 5. PK : Hipoglikemia Perawat dapat menangani dan meminimalkan episode hipoglikemi Management hipo/hiperglikemi a. Pantau kadar gula darah sebelum pemberian obat hipoglikemik dan atau sebelum makan dan satu jam sebelum tidur b. Pantau tanda dan gejala hipoglikemi (kadar gula darah kurang dari 70 mg/dl, kulit dingin, lembab dan pucat, takikardi,peka terhadap rangsang, tidak sadar, tidak terkoordinasi, bingung, mudah mengantuk) c. Jika klien dapat menelan, berikans etengah gelas jus jeruk, cola atau semacam golongan jahe setiap 15 menit sampai kadar glukosa darahnya meningkat diatas 69 mg/dl d. Jika klien tidak dapat menelan, berikanglukagon hidroklorida subkutan 50 ml glukosa 50% dalam air IV sesuai protocol 6. PK : Asidosis Perawat mampu menangani dan meminimalkan episode asidosis

Asidosis Metabolik a. Pantau tanda dan gejala asidosis metabolik 1) pernafasan cepat danlambat 2) sakit kepala 3) mual dan muntah 4) bikarbonat plasma dan pH arteri darah rendah 5) perubahan tingkah laku, mengantuk 6) kalsium serum meningkat 7) klorida serum meningkat 8) penurunan HCO3 b. Untuk klien klien dengan asidosis metabolik 1) mulai dengan penggantian cairan IV sesuai program tergantung dari penyebab dasarnya. 2) Jika etiologinya DM, rujuk pada PK: hipo/hiperglikemia 3) Kaji tanda dangejala hipokalsemia, hipokalemia, dan alkalosis setelah asidosisnya terkoreksi 4) Lakukan koreksi pada setiap gangguan ketidakseimbangan elektrolit sesuai dengan program dokter 5) Pantau nilai gas darah arteri dan pH urine. Asidosis Respiratorik a. Pantau tanda dan gejala asidosis respiratorik 1) Takikardi 2) Disritmia 3) Berkeringat 4) Mual/muntah 5) Gelisah 6) Dyspneu 7) Peningkatan usaha nafas 8) Penurunan frekuensi pernafasan 9) Peningkatan PCO2 10) Peningkatan kalsium serum 11) Penurunan natrium klorida b. Untuk klien klien dengan asidosis respiratorik 1) Perbaiki ventilasi melalui pengubahan posisi pada semifowler, latihan nafas dalam 2) Konsul kemungkinan penggunaan ventilasi mekanis 3) Berikan oksigen setelah klien dapat bernafas dengan baik 4) Tingkatkan pemberian hidrasi yang optimal 7. PK : Anemia Perawat dapat melakukan pencegahan untuk meminimalkan terjadinya anemia berkelanjutan Management Anemia a. Pantau tanda dan gejala anemia 1) Adanya letargi 2) Adanya kelemahan 3) Keletihan

4) Peningkatan pucat 5) Dyspneu saat melakukan aktivitas b. Monitor kadar Hb c. Kolaborasi perlunya pemberian transfusi

DAFTAR PUSTAKA

Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta. Ganong, W. F., 1998, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 17. EGC, Jakarta. Guyton, A. C., 1995, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 7. RGC, Jakarta. Guyton, A. C. & Hall, J. E., 1997, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 9. EGC, Jakarta. Havens, L. & Terra, R. P, 2005, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org. NKF, 2001, Guidelines for hemodialysis adequacy. Terdapat pada: http://www.nkf.com. NKF, 2006, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org. PERNEFRI, 2003, Konsensus dialisis. Sub Bagian Ginjal dan HipertensiBagian Ilmu Penyakit dalam. FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta. Price, S. A. & Wilson, L. M., 1995, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta. Rose, B. D. & Post, T. W, 2006, Hemodialysis: Patient information, Terdapat pada: http://www.patients.uptodate.com. Tisher, C. C. & Wilcox, C. S., 1997, Buku saku nefrologi. Edisi 3. EGC, Jakarta. Johnson., Mass, 199, Nursing Outcomes Classification, Availabel on: www.Minurse.com. McCloskey, Joanne C, Bulecheck, Gloria M., 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). Mosby, St. Louise. NANDA, 2002. Nursing Diagnosis : Definition and Classification (2001-2002), Philadelphia.

Wilkinson, Judith, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, EGC, Jakarta. Diposkan oleh Y.D. Hartanto S.Kep., Ns di 19.48 KONSEP DASAR HEMODIALISA

A. Pengertian Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsi tersebut. Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel dengan cara mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solut lebih tinggi) ke cairan yang lebih encer (konsentrasi solut lebih rendah). Cairan mengalir lewat membran semipermeabel dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi (aplikasi tekakan eksternal pada membran).

Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi. Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen. Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerolus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya. Sistem ginjal buatan:

1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat. 2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi). 3. 4. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodilisa, aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiter tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.

B. Indikasi 1. Penyakit dalam (Medikal) ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional gagal mempertahankan RFT normal.

CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup Snake bite Keracunan Malaria falciparum fulminant Leptospirosis 1. Ginekologi

APH PPH Septic abortion 1. Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa

Peningkatan BUN > 20-30 mg%/hari Serum kreatinin > 2 mg%/hari Hiperkalemia Overload cairan yang parah Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis

Pada CRF: 1. BUN > 200 mg% 2. Creatinin > 8 mg% 3. Hiperkalemia 4. Asidosis metabolik yang parah 5. Uremic encepalopati 6. Overload cairan 7. Hb: < 8 gr% 9 gr% siap-siap tranfusi

C.

PERALATAN

1.

Dialiser atau Ginjal Buatan

Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens). 2. Dialisat atau Cairan dialysis

Dialisat atau bath adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan bahan kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis, namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu. 3. Sistem Pemberian Dialisat

Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air. 4. Asesori Peralatan

Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah. 5. 6. Komponen manusia Pengkajian dan penatalaksanaan

D.

PROSEDUR HEMODIALISA

Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna,

atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.

Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran arterial, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum arterial diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.

Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan. Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui venosa atau selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.

Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.

E. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa 1. Perawatan sebelum hemodialisa

Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa Kran air dibuka

Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk kelubang atau saluran pembuangan Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak Hidupkan mesin Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit Matikan mesin hemodialisis Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)

2.

Menyiapkan sirkulasi darah

Bukalah alat-alat dialysis dari set nya Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi inset (tanda merah) diatas dan posisi outset (tanda biru) di bawah. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung insetdari dializer. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung out set dari dializer dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.. Set infus ke botol NaCl 0,9% 500 cc Hubungkan set infus ke slang arteri Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu diklem. Memutarkan letak dializer dengan posisi inset di bawah dan out set di atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin Buka klem dari infus set ABL, VBL Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit, kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit. Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai cairan

Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih dari 200 mmHg). Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor. Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit. Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana inlet di atas dan outlet di bawah. Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.

3.

Persiapan pasien

Menimbang berat badan Mengatur posisi pasien Observasi keadaan umum Observasi tanda-tanda vital Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini: Dengan interval A-V shunt / fistula simino Dengan external A-V shunt / schungula Tanpa 1 2 (vena pulmonalis)

F. Intrepretasi Hasil Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan

kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus menerus setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.

G. Komplikasi 1. a. b. c. d. e. f. g. 2. a. b. c. d. e. f. 3. 4. 5. a. b. c. d. e. Ketidakseimbangan cairan Hipervolemia Ultrafiltrasi Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi) Hipovolemia Hipotensi Hipertensi Sindrom disequilibrium dialysis Ketidakseimbangan Elektrolit Natrium serum Kalium Bikarbonat Kalsium Fosfor Magnesium Infeksi Perdarahan dan Heparinisasi Troubleshooting Masalah-masalah peralatan Aliran dialisat Konsentrat Dialisat Suhu Aliran Darah

f. g.

Kebocoran Darah Emboli Udara

6. a. b. c. d.

Akses ke sirkulasi Fistula Arteriovenosa Ototandur Tandur Sintetik Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda

H. Proses Keperawatan 1. Pengkajian

Pengkajian Pre HD

Riwayat penyakit, tahap penyakit Usia Keseimbangan cairan, elektrolit Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi Respon terhadap dialysis sebelumnya. Status emosional Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP Sirkuit pembuluh darah.

Pengkajian Post HD

Tekanan darah: hipotensi Keluhan: pusing, palpitasi Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb

I. Diagnosa Keperawatan yang muncul pada klien yang menjalani hemodialisa Pre HD 1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber informasi. 2. Cemas b.d krisis situasional Intra HD 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelemahan proses pengaturan

2. Ketidakberdayaan berhubungan dengan perasaan kurang kontrol, ketergantungan pada dialysis, sifat kronis penyakit 3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

Post HD 1. Resiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler dan komplikasi sekunder terhadap penusukan 2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah

DAFTAR PUSTAKA Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung. Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta. Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta Puji Rahardjo, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilit II, Edisi III, BP FKUI Jakarta. Hudak, Gallo, 1996, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Volume II, Jakarta, EGC.

http://www.med.umich.edu/1libr/aha/aha_hemodial_art.htm KONSEP DASAR HEMODIALISA

A. Pengertian Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsi tersebut. Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel dengan cara mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solut lebih tinggi) ke cairan yang lebih encer (konsentrasi solut lebih rendah). Cairan mengalir lewat membran semipermeabel dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi (aplikasi tekakan eksternal pada membran).

Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi. Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen. Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerolus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya. Sistem ginjal buatan: 1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.

2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi). 3. 4. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodilisa, aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiter tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.

B. Indikasi 1. Penyakit dalam (Medikal) ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional gagal mempertahankan RFT normal. CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup

Snake bite Keracunan Malaria falciparum fulminant Leptospirosis 1. Ginekologi

APH PPH Septic abortion 1. Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa

Peningkatan BUN > 20-30 mg%/hari Serum kreatinin > 2 mg%/hari Hiperkalemia Overload cairan yang parah Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis

Pada CRF: 1. BUN > 200 mg% 2. Creatinin > 8 mg% 3. Hiperkalemia 4. Asidosis metabolik yang parah 5. Uremic encepalopati 6. Overload cairan 7. Hb: < 8 gr% 9 gr% siap-siap tranfusi

C. 1.

PERALATAN Dialiser atau Ginjal Buatan

Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens). 2. Dialisat atau Cairan dialysis

Dialisat atau bath adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan bahan kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis, namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu. 3. Sistem Pemberian Dialisat

Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air. 4. Asesori Peralatan

Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah. 5. 6. Komponen manusia Pengkajian dan penatalaksanaan

D.

PROSEDUR HEMODIALISA

Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna,

atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.

Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran arterial, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum arterial diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.

Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan. Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui venosa atau selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.

Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.

E. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa 1. Perawatan sebelum hemodialisa

Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa Kran air dibuka

Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk kelubang atau saluran pembuangan Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak Hidupkan mesin Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit Matikan mesin hemodialisis Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)

2.

Menyiapkan sirkulasi darah

Bukalah alat-alat dialysis dari set nya Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi inset (tanda merah) diatas dan posisi outset (tanda biru) di bawah. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung insetdari dializer. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung out set dari dializer dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.. Set infus ke botol NaCl 0,9% 500 cc Hubungkan set infus ke slang arteri Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu diklem. Memutarkan letak dializer dengan posisi inset di bawah dan out set di atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin Buka klem dari infus set ABL, VBL Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit, kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit. Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai cairan

Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih dari 200 mmHg). Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor. Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit. Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana inlet di atas dan outlet di bawah. Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.

3.

Persiapan pasien

Menimbang berat badan Mengatur posisi pasien Observasi keadaan umum Observasi tanda-tanda vital Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini: Dengan interval A-V shunt / fistula simino Dengan external A-V shunt / schungula Tanpa 1 2 (vena pulmonalis)

F. Intrepretasi Hasil Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan

kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus menerus setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.

G. Komplikasi 1. a. b. c. d. e. f. g. 2. a. b. c. d. e. f. 3. 4. 5. a. b. c. d. e. Ketidakseimbangan cairan Hipervolemia Ultrafiltrasi Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi) Hipovolemia Hipotensi Hipertensi Sindrom disequilibrium dialysis Ketidakseimbangan Elektrolit Natrium serum Kalium Bikarbonat Kalsium Fosfor Magnesium Infeksi Perdarahan dan Heparinisasi Troubleshooting Masalah-masalah peralatan Aliran dialisat Konsentrat Dialisat Suhu Aliran Darah

f. g.

Kebocoran Darah Emboli Udara

6. a. b. c. d.

Akses ke sirkulasi Fistula Arteriovenosa Ototandur Tandur Sintetik Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda

H. Proses Keperawatan 1. Pengkajian

Pengkajian Pre HD

Riwayat penyakit, tahap penyakit Usia Keseimbangan cairan, elektrolit Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi Respon terhadap dialysis sebelumnya. Status emosional Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP Sirkuit pembuluh darah.

Pengkajian Post HD

Tekanan darah: hipotensi Keluhan: pusing, palpitasi Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb

I. Diagnosa Keperawatan yang muncul pada klien yang menjalani hemodialisa Pre HD 1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber informasi. 2. Cemas b.d krisis situasional Intra HD 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelemahan proses pengaturan

2. Ketidakberdayaan berhubungan dengan perasaan kurang kontrol, ketergantungan pada dialysis, sifat kronis penyakit 3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

Post HD 1. Resiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler dan komplikasi sekunder terhadap penusukan 2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah

DAFTAR PUSTAKA Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung. Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta. Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta Puji Rahardjo, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilit II, Edisi III, BP FKUI Jakarta. Hudak, Gallo, 1996, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Volume II, Jakarta, EGC.

Konsep Dasar Anatomi Fisiologi Cairan Air beserta unsur-unsur didalamnya yang diperlukan untuk kesehatan disebut cairan tubuh. Cairan ini sebagian berada di luar sel (ekstraselular) dan sebagian lagi di dalam sel (intraseluler). Pada orang dewasa kira-kira 40 % berat badannya atau 2/3 dari TBW-nya berada di dalam sel (cairan intraseluler/ICF), sisanya atau 1/3 dari TBW atau 20 % dari berat badannya berada di luar sel (ekstraseluler) yang terbagi dalam 15 % cairan interstitial, 5 % cairan intavaskuler dan 1-2 % transeluler. Cairan tubuh terdiri dari : 1. Cairan Intraseluler (CIS) adalah cairan yang berda di dalam sel di seluruh tubuh. 50% dari berat badan letaknya didalam sel dan mengandung elektrolit, kalium fosfat dan bahan makan seperti glukosa dan asam amino. Kerja enzim dalam sifatnya konstan, memecah dan membangun kembali sebagaimana dalam semua metabolisme untuk mempertahankan keseimbangan cairan. 2. Cairan Ekstraselular (CES) adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu : 1. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler. 2. Cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel. 3. cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna. Untuk menjaga agar cairan tubuh relatif konstan dan komposisinya stabil merupakan hal yang penting. Dalam pengaturan yang mempertahankan kekonstanan cairan tubuh diperlukan adanya pengaturan volume cairan tubuh, cairan ekstraseluler, keseimbangan asan dan basa, kontrol pertukaran antara kompartemen cairan ekstraseluler dan intraseluler. Prinsip dasar keseimbangan cairan : 1. Air bergerak cepat melintasi membrane sel karena osmolaritas cairan interseluler dan ekstraseluler. 2. Membran sel hampir sangat impermeabel terhadap banyak zat terlarut karena jumlah osmol dalam cairan ekstraseluler atau intraseluler konstan. Cairan tubuh merupakan sarana untuk mentranspor zat makanan dan metabolisme membawa nutrient mulai dari proses absorbsi, mendistribsikan sampai ketingkat intraseluler. Transpor Cairan dalam Tubuh :

Difusi

Pergerakan molekul melintasi membran semipremeabel dari kompartemen berkonsentrasitinggi menuju kompartemen rendah. Difusi cairan berlangsung melalui pori- pori tipis membran kapiler. Laju difusi dipengaruhi: ukuran molekul, konsetrasi larutan, dan temperatur larutan

Filtrasi

Proses perpindahan cairan dan solut (substansi yang terlarut dalam cairan) melintasi membran bersama- sama dari kompartemen bertekanan tinggi menuju kompartemen bertekanan rendah. Contoh Filtrasi adalah pergerakan cairan dan nutrien dari kapiler menuju cairan interstitial di sekitar sel.

Osmosis

Pergerakan dari solven (pelarut) murni (air) melintasi membran sel dari larutan berkonsentrasi rendah (cairan) menuju berkonsentrasi tinggi (pekat).

Transpor Aktif

Proses transpor aktif memerlukan energi metabolisme. Proses tranpor aktif penting untuk mempertahankan keseimbangan natrium dan kalsium antara cairan intraseluler dan ekstraseluler. Dalam kondisi normal, konsentrasi natrium lebih tinggi pada cairan intraseluler dan kadar kalium lebih tinggi pada cairan ekstraseluler. Cairan tubuh normalnya berpindah antara kedua kompartemen atau ruang utama dalam upaya untuk mempertahankan keseimbangan kedua ruang itu. Kehilangan dari cairan tubuh dapat mengganggu keseimbangan ini. Kadang cairan tidak hilang dari tubuh, tetapi tidak tersedia untuk dipergunakan baik oleh ruang cairan intraseluler ataupun ruang cairan ekstraseluler. Di dalam tubuh seorang yang sehat volume cairan tubuh dan komponen kimia dari cairan tubuh selalu berada dalam kondisi dan batas yang nyaman. Dalam kondisi normal intake cairan sesuai dengan kehilangan cairan tubuh yang terjadi. Kondisi sakit dapat menyebabkan gangguan pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh. Dalam rangka mempertahankan fungsi tubuh maka tubuh akan kehilanagn caiaran antara lain melalui proses penguapan ekspirasi, penguapan kulit, ginjal (urine), ekresi pada proses metabolisme. Selama aktifitas dan temperatur yang sedang seorang dewasa minum kira-lira 1500 ml per hari, sedangkan kebutuhan cairan tubuh kira-kira 2500 ml per hari sehingga kekurangan sekitar 1000 ml per hari diperoleh dari makanan, dan oksidasi selama proses metabolisme.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah cairan tubuh adalah umur, jenis kelamin, dan kandungan lemak tubuh. Secara umum diketahui, orang yang lebih muda mempunyai persentase cairan tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang lebih tua, dan pria secara proporsional mempunyai lebih banyak cairan tubuh disbandingkan dengan wanita. Orang yang gemuk mempunyai jumlah cairan yang lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang kurus, karena sel lemak mengandung sedikit air. Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh antara lain :

Umur :

Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.

Iklim :

Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari.

Stress :

Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glykogen otot. Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah

Diet :

Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.

Kondisi Sakit :

Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh Misalnya : 1. Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL. 2. Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh

3. Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri. Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat haus dikendalikan berada di otak Sedangakan rangsangan haus berasal dari kondisi dehidrasi intraseluler, sekresi angiotensin II sebagai respon dari penurunan tekanan darah, perdarahan yang mengakibatkan penurunan volume darah. Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama dengan sensasi haus walupun kadang terjadi secara sendiri. Sensasi haus akan segera hilang setelah minum sebelum proses absorbsi oleh tractus gastrointestinal. Kehilangan caiaran tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :

Urine :

Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus urinarius merupakan proses output cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi normal output urine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam. Pada orang dewasa. Pada orang yang sehat kemungkinan produksi urine bervariasi dalam setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat meningkat maka produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap mempertahankan keseimbangan dalam tubuh.

IWL (Insesible Water Loss) :

IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, Melalui kulit dengan mekanisme difusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh melalui proses ini adalah berkisar 300-400 mL per hari, tapi bila proses respirasi atau suhu tubuh meningkat maka IWL dapat meningkat.

Keringat :

Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas, respon ini berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya ditransfer melalui sumsum tulang belakang yang dirangsang oleh susunan syaraf simpatis pada kulit.

Feces :

Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari, yang diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon). 1. Pengertian

Kelebihan cairan ekstraseluler dapat terjadi bila natrium dan air kedua-duanya tertahan dengan proporsi yang kira- kira sama. engan terkumpulnya cairan isotonik yang berlebihan pada ECF (hipervolumia) maka cairan akan berpindah ke kompartement cairan interstitial sehingga mnyebabkan edema. Edema adalah

penumpukan cairan interstisial yang berlebihan. Edema dapat terlokalisir atau generalisata. 2. Etiologi

Hipervolemia ini dapat terjadi jika terdapat : a. Stimulus kronis pada ginjal untuk menahan natrium dan air b. Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air c. Kelebihan pemberian cairan intra vena (IV) d. Perpindahan cairan interstisial ke plasma Penyebab spesifik kelebihan cairan, antara lain: 1. Asupan natrium yang berlebihan 2. Pemberian infus berisi natrium terlalu cepat dan banyak, terutama pada klien dengan gangguan mekanisme regulasi cairan. 3. Penyakit yang mengubah mekanisme regulasi, seperti gangguan jantung (gagal ginjal kongestif), gagal ginjal, sirosis hati, sindrom Cushing. 4. Kelebihan steroid. 3. Patofisiologi

Kelebihan cairan ekstraseluler dapat terjadi bila natrium dan air kedua-duanya tertahan dengan proporsi yang kira- kira sama. engan terkumpulnya cairan isotonik yang berlebihan pada ECF (hipervolumia) maka cairan akan berpindah ke kompartement cairan interstitial sehingga mnyebabkan edema. Edema adalah penumpukan cairan interstisial yang berlebihan. Edema dapat terlokalisir atau generalisata. Kelebihan cairan tubuh hampir selalu disebabkan oleh penungkatan jumlah natrium dalam serum. Kelebihan cairan terjadi akibat overload cairan/ adanya gangguan mekanisme homeostatispada proses regulasi keseimbangan cairan. ( Price and Wilson, 1995 ) 4. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala klinik yang mungkin didapatkan pada klien dengan hipervolemia antara lain : sesak nafas, ortopnea. Mekanisme kompensasi tubuh pada kondisi hiperlemia adalah berupa pelepasan peptida natriuretik atrium (PNA), menimbulkan peningkatan filtrasi dan ekskresi natrium dan air oleh ginjal dan penurunan pelepasan aldosteron dan ADH. Abnormalitas pada homeostatisis elektrolit, keseimbangan asam-basa dan osmolalitas sering menyertai hipervolemia.

Hipervolemia dapat menimbulkan gagal jantung dan edema pulmuner, khususnya pada pasien dengan disfungsi kardiovaskuler. 5. Komplikasi 1. Gagal ginjal, akut atau kronik 2. Berhubungan dengan peningkatan preload, penurunan kontraktilitas, dan penurunan curah jantung 3. Infark miokard 4. Gagal jantung kongestif 5. Gagal jantung kiri 6. Penyakit katup 7. Takikardi/aritmia Berhubungan dengan hipertensi porta, tekanan osmotik koloid plasma rendah, etensi natrium 8. Penyakit hepar : Sirosis, Asites, Kanker 9. Berhubungan dengan kerusakan arus balik vena 10.Varikose vena 11.Penyakit vaskuler perifer 12.Flebitis kronis 6. Pemeriksaan Penunjang

Data laboratorium yang bermanfaat dalam diagnosa kelebihan volume cairan termaksud BUN dan tingkat hematokrit. Dengan adanya kelebihan volume cairan, kedua nilai ini mungkin menurun karena dilusi plasma. penurunan semu BUN < 10 mg/ 100 ml 7. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan kelebihan volume cairan diarahkan pada faktor-faktor penyebab. Pengobatan edema termaksud cara-cara untuk memobilisasi cairan. Pengobatan gejala mencakup pemberian diuretic dan membatasi cairan dan natrium. Diuretik, diresepkan jika pembatasan diet natirum saja tidak cukup untuk mengurang edema dengan mencegah rearbsorpsi natrium dan air oleh ginjal. 8. Asuhan Keperawatan

Menurut Lynda Juall Corpenito, 1999 asuhan keperawatan pada klien dengan kelebihan volume cairan sebagai berikut : a. Pengkajian Denyut nadi kuat, pernafasan cepat, hipertensi, distensi vena leher, peningkatan tekanan vena, suara krakels di paru- paru, peningkatan berat badan yang cepat b. Diagnosa Keperawatan Kelebihan volume cairan adalah Kondisi ketika individu mengalami atau beresiko mengalami kelebihan beban cairan intraseluler atau interstisial. BATASAN KARAKTERISTIK Mayor : 1) 2) Edema Kulit tegang, mengkilap

Minor : 1) 2) 3) Asupan melebihi haluaran Sesak napas Kenaikan berat badan

Factor yang berhubungan : 1. Berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi cairan, sekunder akibat gagal jantung. 2. Berhubungan dengan preload, penurunan kontraktilitas, dan penurunan curah jantung, sekunder akibat infark miokard, gagal jantung, penyakit katup jantung 3. Berhubungan dengan hipertensi porta, tekanan osmotic, koloid plasma yang rendah, retensi natrium, sekunder akibat penyakit hepar, serosis hepatis, asites, dan kanker 4. Berhubungan dengan gangguan aliran balik vena, sekunder akibat varises vena, thrombus, imobilitas, flebitis kronis 5. Berhubungan dengan retensi natrium dan air, sekunder akibat penggunaan kortikosteroid 6. Berhubungan dengan kelebihan asupan natrium/cairan

7. Berhubungan dengan rendahnya asupan protein pada diet lemak, malnutrisi 8. Berhubungan dengan venostasis/bendungan vena, sekunder akibat imobilitas, bidai atau balutan yang kuat, serta berdiri atau duduk dalam waktu yang lama 9. Berhubungan dengan kompresi vena oleh uterus pada saat hamil 10. Berhubungan dengan drainase limfatik yang tidak adekuat, sekunder akibat mastetomi c. Tujuan

Kebutuhan cairan klien dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh klien. d. Kriteria Hasil

Individu akan : Mengungkapkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema memperlihatkan penurunan edema perifer dan sakral. e. Intervensi 1. Kaji asupan diet dan kebiasaan yang mendorong terjadinya retensi cairan 2. Anjurkan individu untuk menurunkan masukan garam 3. Ajarkan individu untuk 1. Membaca label untuk kandungan natrium 2. Hindari makanan yang menyenangkan, makanan kaleng, dan makanan beku. 3. Masak tanpa garam dan gunakan bumbu-bumbu untuk menambah rasa (lemon, kemangi, mint) 4. Gunakan cuka mengganti garam untuk rasa sop, rebusan, dan lain-lain 5. Kaji adanya tanda-tanda venostatis pada bagian tergantung. 6. Jaga ekstremitas yang mengalami edema setinggi diatas jantung apabila mungkin (kecuali jika terdapat kontraindikasi oleh gagal jantung) 7. Instruksikan individu untuk menghindari celana yang terbuat dari kaos/korset, celana setinggi lutut, dan menyilangkan tungkai bawah dan latihan tetap meninggikan tungkai bila mungkin.

8. Untuk drainase yang tidak adekuat : 1. Jaga ekstremitas ditinggikan diatas bantal 2. Ukur tekanan darah pada lengan yang tidak sakit 3. Jangan memberi suntikan atau memasukan cairan intravena pada lengan yang sakit. 4. Lindungi lengan yang sakit dari cedera. 5. Anjurkan individu untuk menghindari deterjen yang kuat, membawa kantong yang berat, merokok, mencederai kulit ari atau bintil pada kuku, meraih kedalam oven yang panas, menggunakan perhiasan atau jam tangan, atau menggunakan bando. 6. Peringatkan individu untuk menemui dokter jika lengan menjadi merah, bengkak, atau keras lain dari biasa. 7. Lindungi lengan yang edema dari cedera. f. Evaluasi

Evaluasi keperawatan berdasarkan dasl yang telah dicapai meliputi volume cairan adekuat atau volume cairan seimbang dengan kebutuhan tubuh. DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah) Jilid 1, alih bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC. Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan) , alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC. Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan: Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta: EGC. Price A & Wilson L. 1995. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process (Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit) , alih bahasa: Dr. Peter Anugrah. Jakarta: EGC Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan edisi 4. Jakarta: EGC

BAB II HIPERVOLEMIA (Kelebihan Volume Cairan) A. Pengertian Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami kelebihan cairan intraseluler atau interstisial. (Carpenito, 2000). Kelebihan volume cairan mengacu pada perluasan isotonok dari CES yang disebabkan oleh retensi air dan natrium yang abnormal dalam proporsi yang kurang lebih sama dimana mereka secara normal berada dalam CES. Hal ini selalu terjadi sesudah ada peningkatan kandungan natrium tubuh total, yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan air tubuh total. (Brunner & Suddarth. 2002). B. Etiologi Overhidrasi terjadi jika asupan cairan lebih besar daripada pengeluaran cairan. Kelebihan cairan dalam tubuh menyebabkan konsentrasi natrium dalam aliran darah menjadi sangat kecil. Minum air dalam jumlah yang sangat banyak biasanya tidak menyebabkan overhidrasi jika kelenjar hipofisa, ginjal dan jantung berfungsi secara normal. Overhidrasi lebih sering terjadi pada orang-orang yang ginjalnya tidak membuang cairan secara normal, misalnya pada penderita penyakit jantung, ginjal atau hati. Orang-orang tersebut harus membatasi jumlah air yang mereka minum dan jumlah garam yang mereka makan. Hipervolemia ini dapat terjadi jika terdapat : 1) Stimulus kronis pada ginjal untuk menahan natrium dan air. 2) Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air. 3) Kelebihan pemberian cairan intra vena (IV). 4) Perpindahan cairan interstisial ke plasma. C.Patofisiologi Kelebihan volume cairan terjadi apabila tubuh menyimpan cairan dan elektrolit dalam kompartemen ekstraseluler dalam proporsi yang seimbang. Karena adanya retensi cairan isotonik, konsentrasi natrium dalam serum masih normal. Kelebihan cairan tubuh hampir selalu disebabkan oleh peningkatan jumlah natrium dalam serum. Kelebihan cairan terjadi akibat overload cairan / adanya gangguan mekanisme homeostatis pada proses regulasi keseimbangan cairan. D. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala klinik yang mungkin didapatkan pada klien dengan hipervolemia antara lain : sesak nafas, ortopnea. Mekanisme kompensasi tubuh pada kondisi hiperlemia adalah berupa pelepasan Peptida Natriuretik Atrium (PNA), menimbulkan peningkatan filtrasi dan ekskresi natrium dan air oleh ginjal dan penurunan pelepasan aldosteron dan ADH. Abnormalitas pada homeostatisis elektrolit, keseimbangan asam-basa dan osmolalitas sering menyertai hipervolemia. Hipervolemia dapat menimbulkan gagal jantung dan edema pulmuner, khususnya pada pasien dengan disfungsi kardiovaskuler

E.Komplikasi Akibat lanjut dari kelebihan volume cairan adalah : 1. Gagal ginjal, akut atau kronik 2. Berhubungan dengan peningkatan preload, penurunan kontraktilitas, dan penurunan curah jantung 3. Infark miokard 4. Gagal jantung kongestif 5. Gagal jantung kiri 6. Penyakit katup 7. Takikardi/aritmia Berhubungan dengan hipertensi porta, tekanan osmotik koloid plasma rendah, etensi natrium 8. Penyakit hepar : Sirosis, Asites, Kanker 9. Berhubungan dengan kerusakan arus balik vena 10. Varikose vena 11. Penyakit vaskuler perifer 12. Flebitis kronis

F. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Fisik Oedema, peningkatan berat badan, peningkatan TD (penurunan TD saat jantung gagal) nadi kuat, asites, krekles (rales). Ronkhi, mengi, distensi vena leher, kulit lembab, takikardia, irama galop 2. Protein rendah 3. Anemia 4. Retensi air yang berlebihan 5. Peningkatan natrium dalam urine G. Penatalaksanaan Medis Tujuan terapi adalah mengatasi masalah pencetus dan mengembalikan CES pada normal. Tindakan dapat berupa hal berikut : 1) Pembatasan natrium dan air. 2) Diuretik. 3) Dialisi atau hemofiltrasi arteriovena kontinue : pada gagal ginjal atau kelebihan beban cairan yang mengancam hidup. H. Pedoman Penyuluhan Keluarga Beri pasien dan orang terdekat instruksi verbal dan tertulis tentang hal berikut: 1) Tanda dan gejala hipervolemia. 2) Gejala-gejala yang memerlukan pemberitahuan dokter setelah pulang dari rumah sakit; sesak nafas, nyeri dada, ketidakteraturan nadi baru. 3) Diet rendah garam, bila diprogramkan; gunakan pengganti garam; dan hindari

makanan yang mengandung natrium tinggi. 4) Obat-obatan : termasuk nama, tujuan, dosis, frekwensi, kewaspadaan dan potensial efek samping; tanda dan gejala hipokalemia bila pasien menggunakan diuretik. 5) Pentingnya pembatasan cairan bila hipervolemia berlanjut. 6) Pentingnya penimbangan berat badan setiap hari.

I. Asuhan Keperawatan DOMAIN 2 : NUTRISI Kelas : 1) Pengkajian - Data Subjektif a) Kaji batasan karakteristik 1. Riwayat gejala Adanya keluhan : Napas pendek Penambahan berat badan Awitan/durasi Lokasi Gambaran Kelemahan/keletihan Edema b) Kaji faktor-faktor yang berhubungan (1) Riwayat faktor-faktor penyebab dan penunjang Riwayat diabetes pada keluarga atau perorangan Kehamilan Awal menstruasi Penyakit jantung atau gagal ginjal Penyakit hati Alkoholik Hiper atau hipertiroidisme Terapi steroid Malnutrisi Masukan garam berlebihan Penggunaan enema air hangat yang berlebihan

Obstruksi limfatik Penggantian cairan yang berlebihan (2) Masukan nutrisi Perkiraan masukan protein (adekuat/tak adekuat) Perkiraan masukan kalori (adekuat/tak adekuat/kelebihan) Perkiraan masukan cairan (adekuat/tak adekuat/kelebihan) Konsumsi alcohol setiap hari (jenis dan jumlah) Masukan dan haluaran dalam 24-72 jam Data Objektif Nadi (kuat atau tidak teratur). Pernapasan : frekuensi (takipnea), kualitas dangkal, bunyi paru ronki, tekanan darah meningkat. Edema : Tekan ibu jari paling sedikit 5 detik, catat sisa sisa lekukannya. Catat derajat dan lokasi (kaki, tumit, tangan, sacrum, keseluruhan secara umum). Penambahan berat badan Distensi vena leher (distensi vena setinggi 45 derajat mungkin ada indikasi terjadinya kelebihan cairan atau berkurangnya curah jantung. 2) Diagnosa Keperawatan Pengertian: Kelebihan volume cairan adalah Kondisi ketika individu mengalami atau beresiko mengalami kelebihan beban cairan intraseluler atau interstisial. Batasan karakteristik : Peningkatan berat badan cepat Intake lebih banyak dari output Perubahan tekanan darah, tekanan arteri pulmonal, peningkatan tekananvena sentral (CVP) Edema,dapat berkambang ke anasarka Distensi vena jugularis Perubahan pola respirasi, dispnea, napas pendek, ortopnea, suara abnormal : rales atau crakles, kongesti paru, efusi fleura . Penurunan Hb dan hemato krit, gangguan elekrolit, khususnya berat jenis. Bunyi jantung Reflek hepatojugular positif Oliguria, azotemia Perubahan status mental, gelisah cemas

Faktor Yang Berhubungan : Mekanisme pengaturan melemah Kelebihan intake cairan Kelebihan intake sodium

3) NOC Kelebihan volume cairan Definisi: peningkatan retensi cairan isotonik 1. Keseimbangan cairan 2. Keparahan Kelebihan cairan 3. Fungsi ginjal 4. Status pernafasan 5. Tanda-tanda vital 6. Berat: massa tubuh 1. Cardiopulmonary status Definisi: kecukupan volume darah dikeluarkan dari, ventrikel dan pertukaran karbon dioksida dan oksigen pada tingkat alveolar. Indikator : Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik Irama jantung Status pernapasan Irama pernapasan Kedalaman inspirasi Sianosis Memerah Diaphoresis

2. Keseimbangan cairan Definisi: balence air dalam kompartemen intraselular dan ekstraselular tubuh Indikator : Tekanan darah 24-jam asupan dan keluaran keseimbangan Berat badan stabil Turgor kulit Selaput lendir basah

Serum elektrolit Hematokrit

3. Hipotensi ortostatik Indikator : Bunyi napas Adventitious Asites Urat leher destention Peripheral edema Lembut, bola mata cekung Kebingungan Haus Kram otot Pusing

4. Kelebihan cairan keparahan Definisi: keparahan kelebihan cairan di dalam kompartemen intraselular dan ekstraselular tubuh Indikator : Tangan edema Sakralis edema Kaki edema Malaise Kejang Koma Peningkatan tekanan darah Urin menurun

5. Fungsi ginjal Definisi: filtrasi darah dan penghapusan limbah metabolik produk melalui pembentukan urin Indikator : Serum kreatinin Urine bobot Warna Urine Urine protein Urine PH Urine elctrolytes

Arteri bikarbonat (HCO 3) PH arteri Serum elektrolit

6. Status pernafasan Definisi: pergerakan udara masuk dan keluar dari paru-paru dan pertukaran karbon dioksida dan oksigen pada tingkat alveolar. Indikator : Status pernapasan Irama pernapasan Kedalaman inspirasi Bunyi napas Auscultated Pencapaian yang diharapkan spirometer insentif Vital cavacity Saturasi oksigen Tes fungsi paru 7. Tanda-tanda vital Defiition: sejauh mana suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah berada dalam kisaran normal Indikator : Suhu tubuh Jantung apikal Apikal irama jantung Denyut nadi radial Status pernapasan Irama pernapasan Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik Tekanan nadi Kedalaman inspirasi

8. Berat: massa tubuh Definisi: sejauh mana berat badan otot dan lemak kongruen dengan bingkai hei jenis kelamin dan usia. Indikator : Bobot Ketebalan lipatan kulit trisep Pinggang / pinggul lingkar rasio (manusia) Persentase lemak tubuh

Lingkar kepala persentil (anak) Tinggi persentil (anak) Berat persentil (anak)

4) NIC KELEBIHAN VOLUME CAIRAN 1. Elektrolit Manajemen Kegiatan: Memonitor kadar elektrolit serum yang abnormal sebagai tersedia Monitor untuk manifestasi dari ketidakseimbangan elektrolit Berikan cairan, yang sesuai Menjaga akurasi catatan asupan dan keluaran Menjaga larutan yang mengandung elektrolit intravena pada laju aliran konstan sesuai Mendapatkan memerintahkan spesimen untuk analisis laboratorium kadar elektrolit (misalnya, ABG, urin, dan serum levels), yang sesuai Sediakan diet sesuai untuk pasien `s ketidakseimbangan elektrolit (mis., kaliumkaya, rendah sodium, dan karbohidrat rendah) Anjurkan pasien dan atau keluarganya pada modifikasi diet khusus, sesuai Ajarkan pasien dan keluarga tentang penyebab dan jenis pengobatan ketidakseimbangan elektrolit, sesuai Monitor pasien `s tanggapan terhadap terapi elektrolit diresepkan Memantau efek samping dari resep tambahan elektrolit (mis., GI iritasi) 2. Elektrolit Monitoring Definisi: Pengumpulan dan analisis data pasien untuk mengatur keseimbangan elektrolit KEGIATAN: Memantau tingkat serum elektrolit Memantau albumin serum dan total protein level, seperti ditunjukkan Mengidentifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit Memonitor neurologis manifestasi dari ketidakseimbangan elektrolit (misalnya, diubah sensorium dan kelemahan) Memantau kecukupan ventilasi Monitor untuk mual, muntah, dan diare Memonitor penyakit medis yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit Monitor tanda-tanda / gejala disiorentation hiponatremia, otot twicthing, mual dan muntah, kram perut, sakit kepala, kejang, lesu dan penarikan diri, dan koma Monitor untuk tanda-tanda dan gejala ekstrem hypernatremia haus, kering, selaput lendir lengket, diubah mentation: dan kejang

Monitor untuk tanda-tanda dan gejala hyperphosphatemia: takikardia, mual, diare, perut, kram, kelemahan otot, flaccid paralysis, dan peningkatan reflexses Mengajarkan pasien cara-cara untuk mencegah atau meminimalkan ketidakseimbangan elektrolit 3. Manajemen Cairan Definisi: promosi keseimbangan cairan dan pencegahan komplikasi yang dihasilkan dari cairan yang tidak normal atau tidak dikehendaki tingkat Kegiatan: Berat setiap hari dan memantau tren Count atau berat popok, sesuai Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan retensi cairan (egincreased gravitasi spesifik, peningkatan BUN, penurunan hematokrit, dan peningkatan tingkat osmolatily urin) Monitor tanda-tanda vital sesuai Monitor untuk indikasi kelebihan cairan / retensi memantau perubahan berat badan sebelum dan setelah dialisis jika diperlukan Menilai lokasi dan memperluas edema, jika ada Monitor status gizi Berikan cairan, yang sesuai Konsultasikan dengan dokter, jika tanda-tanda dan gejala dari kelebihan volume cairan menetap atau woesen

4. Pemantauan Cairan Definisi: pengumpulan dan analisis data pasien untuk mengatur keseimbangan cairan Kegiatan: Monitor berat Monitor asupan dan keluaran Memantau elektrolit serum dan urin nilai-nilai, yang sesuai Monitor tekanan darah, denyut jantung, dan status pernafasan monitor tekanan darah dan perubahan irama jantung, yang sesuai Monitor mocous membran, turgor kulit, dan haus Catatan kehadiran atau tidak adanya vertigo pada naik 5. Pemantauan Tanda-Tanda Vital Definisi: pengumpulan dan analisis kardiovaskular pernapasan dan data suhu tubuh untuk menentukan dan mencegah komplikasi Kegiatan: Monitor tekanan darah, denyut nadi, suhu, dan status repiratory sebagaimana mestinya Auscultate tekanan darah pada kedua lengan dan membandingkan, yang sesuai Monitor irama jantung dan laju Memantau frekuensi dan irama pernafasan (misalnya, kedalaman dan simetri) Monitor suara paru

Memonitor pernapasan abnormal patterms (mis., Cheyne-stoke, kussmaul, Biot, apneustic, ataxic, repiration dan berlebihan mendesah) Monitor warna kulit, suhu, dan kelembaban Mengidentifikasi kemungkinan penyebab perubahan dalam tanda-tanda vital

6. Shock Pencegahan Definisi: mendeteksi dan merawat pasien yang beresiko akan terjadinya guncangan Kegiatan: Monitor untuk pemahaman, meningkatkan kecemasan dan perubahan status mental Monitor suhu dan status pernafasan Monitor asupan dan keluaran Monitor nilai laboratorium terutama Hgb dan tingkat HCT, penggumpalan profil, ABG dan tingkat elektrolit, budaya dan kimia profil Catatan jumlah dan frekuensi warna kotoran vomitus dan drainase nasogastric Monitor tanda-tanda / gejala asites Melakukan tes kulit untuk menentukan agen menyebabkan anafilaksis dan / atau reaksi alergi yang sesuai Anjurkan pasien dan / atau keluarganya pada faktor menimbulkan guncangan

BAB III KESIMPULAN Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 parameter penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat dalam urine sesuai kebutuhan.

Selain ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paruparu dengan mengeksresikan ion hidrogen dan CO2 dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.

DAFTAR PUSTAKA 1. www.google.com.http://forbetterhealth.wordpress.com/2008/12/17/implikasikepera watan-atas-masalah-cairan-tubuh/ 2. Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan (Edisi 3). Jakarta : EGC 3. www.scribd.com 4. www.wikipedia.com 5. http://www.medicastore.com

You might also like