You are on page 1of 7

PENENTUAN BIDANG PEKERJAAN PADA DOKUMEN PENGADAAN BARANG JASA PEMERINTAH BERDASARKAN KLASIFIKASI BAKU LAPANGAN USAHA INDONESIA

(KBLI) Oleh: Fatimah Widyaiswara BDK Malang Pekerjaan sebagai kelompok kerja Unit Layanan Pengadaan (ULP) ataupun panitia serta pejabat pengadaan barang jasa pemerintah selain memerlukan keahlian juga memerlukan ketelitian, terutama di dalam penyusunan dokumen pengadaannya. Mengapa? Karena dokumen pengadaan inilah yang nanti akan menjadi pegangan baik oleh panitia maupun oleh penyedia. Sesuai ketentuan di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2010 (Perpres 54/2010) tentang pengadaan barang jasa pemerintah pada pasal 1 bahwa Dokumen Pengadaan adalah dokumen yang ditetapkan oleh ULP/Pejabat Pengadaan yang memuat informasi dan ketentuan yang harus ditaati oleh para pihak dalam proses Pengadaan Barang/Jasa. Untuk itulah perlu ketelitian lebih dari anggota ULP pada saat menyusun dokumen pengadaanya sebelum proses pelelangan dilaksanakan. Salah satu hal yang penting di dalam pembuatan dokumen adalah persyaratan penyedia yang dapat mengikuti pelelangan. Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya. Pasal 19 huruf g Perpres 54/2010 menyebutkan bahwa salah satu persyaratan penyedia yang bisa mengikuti pelelangan adalah memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil dan koperasi kecil serta kemampuan pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk usaha non-kecil. Ada kata-kata bidang dan subbidang pekerjaan yang sesuai di sini. Dari mana kita mendapatkan data mengenai bidang pekerjaan yang ada di Indonesia? Penentuan jenis kegiatan usaha dalam pengajuan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP) adalah menggunakan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik. Apa yang dimaksud dengan KBLI? Penulis akan membahas lebih lanjut dalam tulisan ini. Sejarah KBLI Badan Pusat Statistik telah beberapa kali menerbitkan klasifikasi jenis bidang pekerjaan yang ada di Indonesia. Sempat mengalami perubahan nama sebelum berubah menjadi KBLI, tercatat ada tujuh versi lapangan usaha sampai dengan yang terakhir kita pakai saat ini yaitu: 1. Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) tahun 1977 2. Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) tahun 1983 3. Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) tahun 1990 4. Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 1997

5. Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2000 6. Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2005 7. Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2009 Definisi dan Struktur KBLI Seperti yang sudah penulis singgung di atas, bahwa KBLI yang kita gunakan saat ini adalah yang terakhir ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 57 tahun 2009 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia. Definisi menurut peraturan ini, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) merupakan klasifikasi baku kegiatan ekonomi yang terdapat di Indonesia. KBLI 2009 disusun untuk menyediakan satu set kerangka klasifikasi kegiatan ekonomi yang komprehensif di Indonesia agar dapat digunakan untuk penyeragaman pengumpulan, pengolahan, penyajian dan analisis data statistik menurut kegiatan ekonomi, serta untuk mempelajari keadaan atau perilaku ekonomi menurut kegiatan ekonomi. Dengan adanya peraturan ini, maka seluruh kegiatan ekonomi menurut kelompok lapangan usaha yang ada di Indonesia merujuk pada kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia tahun 2009 ini. KBLI 2009 mengasifikasikan seluruh aktivitas/kegiatan ekonomi ke dalam beberapa lapangan usaha yang dibedakan berdasarkan pendekatan kegiatan yang menekankan pada proses dari kegiatan ekonomi dalam menciptakan barang/jasa, dan pendekatan fungsi yang lebih melihat pada fungsi pelaku ekonomi dalam menciptakan barang/jasa. Struktur dan pemberian kode KBLI 2009 adalah sebagai berikut : a. Kategori menunjukkan garis pokok penggolongan kegiatan ekonomi. Penggolongan ini diberi kode satu digit kode alfabet. Dalam KBLI 2009, seluruh kegiatan ekonomi di Indonesia digolongkan menjadi 21 kategori. Kategori-kategori tersebut diberi kode huruf dari A sampai dengan U. b. Golongan Pokok merupakan uraian lebih lanjut dari kategori. Setiap kategori diuraikan menjadi satu atau beberapa golongan pokok (sebanyak-banyaknya lima golongan pokok, kecuali industri pengolahan) menurut sifat masing-masing golongan pokok. Setiap golongan pokok diberi kode dua digit angka. c. Golongan merupakan uraian lebih lanjut dari golongan pokok (butir b). Kode golongan terdiri dari tiga digit angka, yaitu dua digit angka pertama menunjukkan golongan pokok yang berkaitan, dan satu digit angka terakhir menunjukkan kegiatan ekonomi dari Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia

(KBLI 2009) setiap golongan yang bersangkutan. Setiap golongan pokok dapat diuraikan menjadi sebanyak-banyaknya sembilan golongan. d. Subgolongan merupakan uraian lebih lanjut dari kegiatan ekonomi yang tercakup dalam suatu golongan (butir c). Kode Subgolongan terdiri dari empat digit, yaitu kode tiga digit angka pertama menunjukkan golongan yang berkaitan, dan satu digit angka terakhir menunjukkan kegiatan ekonomi dari Subgolongan bersangkutan. Setiap golongan dapat diuraikan lebih lanjut menjadi sebanyak-banyaknya sembilan subgolongan. e. Kelompok dimaksudkan untuk memilah lebih lanjut kegiatan yang dicakup dalam suatu subgolongan menjadi beberapa kegiatan yang lebih homogen. Penggunaan KBLI dalam penentuan jenis bidang pekerjaan Untuk memudahkan penjelasan, penulis mencoba mengambil sebuah contoh potongan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) di bawah ini: GAMBAR : CONTOH KODE KBLI DALAM SIUP

Dari gambar potongan SIUP, kita bisa melihat bahwa kode yang dimiliki oleh penyedia adalah 4653, 4669, 8230, 9260. Sekarang mari kita lihat peruntukan kegiatan kode tersebut sesuai KBLI 2009 sebagai berikut: a. Kode 4653 masuk ke dalam kategori G (Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor), golongan 465 (Perdagangan besar mesin, peralatan dan perlengkapannya). Subgolongan 4653 ini mencakup perdagangan besar peralatan dan mesin pertanian mencakup : 1) Perdagangan besar bajak, penyebar pupuk, penanam biji 2) Perdagangan besar alat panen 3) Perdagangan besar alat penebah 4) Perdagangan besar mesin pemerah susu 5) Perdagangan besar mesin beternak unggas dan mesin beternak lebah 6) Perdagangan besar traktor yang digunakan dalam pertanian dan kehutanan Subgolongan ini juga mencakup : 1) Mesin pemotong rumput b. Kode 4669 juga masuk ke dalam kategori G (Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor), golongan 466 (Perdagangan Besar Lainnya). Subgolongan 4669 ini mencakup: 1) Perdagangan besar kimia industri, seperti tinta printer, minyak esensial, gas industri, perekat kimia, pewarna, resin buatan, metanol, parafin, perasa dan pewangi, soda, garam industri, asam dan sulfur dan lain-lain 2) Perdagangan besar pupuk dan produk kimia pertanian 3) Perdagangan besar bahan plastik dalam bentuk dasar 4) Perdagangan besar karet 5) Perdagangan besar serat atau fiber tekstil dan lain-lain 6) Perdagangan besar kertas dalam jumlah besar (borongan) 7) Perdagangan besar barang dari kertas dan karton 8) Perdagangan besar alat laboratorium, farmasi dan kedokteran 9) Perdagangan besar batu mulia (berlian, intan, safir dan lain-lain) 10) Perdagangan besar barang bekas dan sisa-sisa dan potongan logam dan non-logam bahan untuk daur ulang, termasuk pengumpulan, pengurutan, pemisahan, pelepasan barang yang masih berguna misalnya mobil agar mendapatkan bagian yang masih bisa digunakan, pengepakan dan

pengepakan kembali, penyimpanan dan pengiriman, tapi tanpa proses perubahan yang nyata. Apalagi, pembelian dan penjualan barang sisaan masih mempunyai nilai. Subgolongan ini juga mencakup : 1) Pembongkarkan mobil, komputer, televisi dan peralatan lainnya untuk mendapatkan dan menjual kembali bagian yang masih dapat dipakai c. Kode 8230 masuk ke dalam kategori N ( Jasa Persewaan dan Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi, Ketenagakerjaan, Agen Perjalanan dan Penunjang Usaha Lainnya), golongan 823 (Jasa Penyelenggara Konvensi dan Pameran Dagang) Subgolongan 8230 mencakup: 1) Kegiatan pengaturan, promosi dan atau pengelolaan acara, seperti pameran dagang dan usaha, konvensi, konferensi dan rapat atau pertemuan, baik mencakup atau tidak penyediaan dan pengaturan tenaga untuk menjalankan fasilitas yang ada di mana acara tersebut dilaksanakan 2) Jasa Event Organizer d. Kode 9620 masuk ke dalam kategori S (kegiatan jasa lainnya), golongan 962 (jasa binatu). Subgolongan 9620 mencakup: 1) Pencucian dan dry cleaning, pengepresan dan sebagainya, segala jenis pakaian (termasuk berbahan kulit bulu binatang) dan tekstil lainnya, dilakukan dengan peralatan mekanik, dengan tangan atau dengan mesin pelayanan pribadi yang dioperasikan dengan koin, baik untuk rumah tangga atau untuk klien komersial atau industri 2) Pengumpulan binatu dan pengirimannya 3) Penyampoan karpet dan permadani dan bahan korden serta pembersihan korden 4) Penyediaan linan, seragam kerja dan barang lain yang terkait oleh binatu 5) Jasa penyedia popok 6) Reparasi dan alterasi atau pengubahan kecil dari pakaian atau tekstil lain yang terkait dengan pencucian Dari contoh SIUP di atas, kita bisa melihat bidang usaha apa saja yang bisa diikuti oleh penyedia tersebut. Bagi ULP, panitia, serta pejabat pengadaan, pengetahuan mengenai KBLI ini penting untuk dasar pencantuman di dalam dokumen pengadaan, misalnya akan melelang pekerjaan Jasa Binatu, maka panitia tinggal mengacu kepada kode kegiatan di dalam KBLI dimaksud yaitu 9620 (jasa binatu umum) atau bisa mengkhususkan lagi dengan menambah digit di belakangnya sesuai kode yang terdapat pada KBLI. Pencantuman di dalam dokumen pengadaan boleh langsung menunjuk ke kodenya, tetapi bisa juga menyebutkan bidang pekerjaannya. Perlu penulis tambahkan di sini bahwa kode dalam SIUP

penyedia saat ini masih banyak menggunakan KBLI tahun 2005 bahkan 2000. Hal ini disebabkan pada saat SIUP dibuat masih menggunakan kode KBLI yang lama. Oleh sebab itu, panitia juga tetap harus mempunyai pegangan KBLI tahun 2000 dan 2005 sebagai dasar ketika akan mencantumkannya di dalam dokumen pengadaan. Selama ini sebagian panitia lebih memilih untuk mencantumkan rincian bidang pekerjaannya tanpa menyebutkan kode menurut KBLI. Pencantuman kode atau penulisan rincian bidang pekerjaan masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan yaitu: Kegiatan Pencantuman kode KBLI dalam dokumen pengadaan Kelebihan Kekurangan

Evaluasi kualifikasi bisa lebih cepat Kode KBLI tidak up to date mengikuti karena kode sudah tercantum jelas KBLI terakhir sehingga bisa terjadi dalam dokumen pengadaan, bidang pekerjaan sebenarnya sesuai,

penyedia yang kodenya tidak cocok tetapi karena kode berbeda bisa gugur bisa langsung gugur Penulisan rincian bidang pekerjaan dalam dokumen pengadaan pada saat kualifikasi

Lebih fair karena tidak terpaku Membutuhkan waktu evaluasi lebih hanya pada KBLI tahun tertentu lama sehingga tidak merugikan penyedia yang SIUP-nya masih menggunakan kode KBLI yang lama

Demikian paparan singkat penulis mengenai KBLI, semoga bisa menjadi sedikit tambahan pengetahuan bagi siapa saja yang berkecimpung dalam bidang pengadaan barang/jasa.

DAFTAR PUSTAKA 1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah 2. Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 57 tahun 2009 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 3. http://bp2t.magelangkota.go.id/component/content/article/259-klasifikasi-baku-lapanganusaha.html

You might also like